HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN STATUS PERKEMBANGAN MOTORIK
KASAR (GROSS MOTOR) PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI POSYANDU
(POS PELAYANAN TERPADU) DESA PARI KECAMATAN MANDALAWANGI
KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN TAHUN 2014
SKRIPSI
Oleh
MOHAMMAD YOGIE SUTRISNO
107101001765
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/1435
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, 14 Juli 2014
MOHAMMAD YOGIE SUTRISNO, NIM.107101001765
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN STATUS PERKEMBANGAN
MOTORIK KASAR (GROSS MOTOR) PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24
BULAN DI POSYANDU (POS PELAYANAN TERPADU) DESA PARI
KECAMATAN MANDALAWANGI KABUPATEN PANDEGLANG
PROVINSI BANTEN TAHUN 2014
(xiv + 121 halaman, 13 tabel, 11 grafik, 2 gambar, 2 bagan, 3 lampiran)
ABSTRAK
Gizi merupakan sebuah isu fundamental dalam kesehatan masyarakat. Di Indonesia
permasalahan gizi merupakan sebuah ironi, disaat permasalahan gizi buruk masih
menjadi permasalahan yang serius ditambah lagi dengan permasalahan gizi lebih.
Status gizi pada balita dapat berpengaruh terhadap beberapa aspek. Gizi kurang atau
gizi buruk pada balita, membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental anak. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di kecamatan
mandalawangi sebesar 9,5% dan Desa pari merupakan desa dengan prevalesi angka
gizi kurang dan Gizi buruk sebesar 12, 96%. Tujuan penelitian ini diketahuinya
hubungan status gizi terhadap status perkembangan motorik kasar pada anak usia 6
sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014. Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cross sectional. Populasi pada penelitian ini balita umur 6 sampai
24 bulan di Posyandu Desa Pari. Perhitungan besar sampel penelitian menggunakan
uji hipotesis beda 2 proporsi. Teknik sampling menggunakan simple random
sampling. Adapun analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis bivariat Chi
square dan. Anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari 18,1% mengalami
keterlambatan perkembangan motorik kasar. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi status perkembangan motorik kasar adalah status gizi (p=0,009),
riwayat BBLR (p=0,009), status ekonomi keluarga (p=0,000) dan stimulasi
(P=0,011).
Kata kunci: status gizi, perkembangan motorik kasar, baduta, Pandeglang.
Daftar bacaan : 37 (1994-2013)
ii
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY
MEDICAL AND HEALTH SCIENCE DEPARTEMENT
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
Thesis, 14 July 2014
MOHAMMAD YOGIE SUTRISNO, NIM.107101001765
RELATIONSHIP BETWEEN NUTRITIONAL STATUS AND GROSS
MOTOR DEVELOPMENT STATUS OF CHILD AGED 6 TO 24 MONTHS IN
POSYANDU PARI VILLAGE, MANDALAWANGI, PANDEGLANG
BANTEN 2014
(xiv + 120 pages, 13 tables, 11 graphs, 2 pictures, 2 drafts, 3 attachments)
ABSTRACT
Nutrition is fundamental issue in public health. In Indonesia, nutrition problem is an
ironic situation, while malnutrition is still exist, overnutrition problem is arising.
Nutrition status of toddler affect physical growth and mental development. The
prevalence of malnutrition in Mandalawangi Sub Distric was 9,5% and the
prevalence of malnutrition in Pari Village was 12,96%. The study aims to find out the
relationship between gross motoric development status among children age 6 to 24
months in Posyandu Pari village, Mandalawangi, Pandeglang, Banten in 2014. The
study design was cross sectional, the population study was children with age 6 to 24
months in Posyandu Pari Village. The hypothesis test with two proportion was
performed to get the sampel size. The research used simple random sampling, the
data was analyzed by using Chi Square. As for 18,1% of them has retarded gross
motor. The factors contributed to the status of gross motor were nutritional status (p =
0,009), low birth weight history (p = 0,009), family economy status (p = 0,000) and
stimulation (p = 0,011).
Keyword : nutritional status, gross motor development, toddler, Pandeglang.
Read of list : 37 (1994-2013)
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN STATUS PERKEMBANGAN
MOTORIK KASAR ANAK (GROSS MOTOR) PADA ANAK USIA 6 SAMPAI
24 BULAN DI POSYANDU DESA PARI KECAMATAN MANDALAWANGI
KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN TAHUN 2014
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan lmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 14 Juli 2014
Mengetahui,
Pembimbing I
Catur Rosidati, SKM., MKM.
NIP. 19750210 200801 2 018
Pembimbing II
Raihana Nadra Al Kaff, SKM, M.MA.
NIP. 19781216 200901 2 005
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Seluruh puji-pujian dan rasa syukur hanya untuk Tuhan Semesta Alam Allahu
Rabul Alamin, atas maunah dah hidayah-Nya kepeda penulis. Shalawat beriring
salam layaknya tertuju bagi uswatun hasanah umat manusia Muhammad SAW. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayahanda dan ibunda tercinta, inspirator penulis dalam hidup, Agus Karya, S.Pd.
dan Siti Umamah S.Pd., yang senantiasa telah bersabar menunggu anaknya
diwisuda. Ananda mencintai kalian berdua melebihi diri ini. Adik-adiku I’a, Uwi
dan Devi, kalian penyejuk jiwa ditengah kehampaan asa.
2. Prof. Dr (hc). dr. H. M. K. Tadjudin, Sp.And. selaku dekan, Ibu Febrianti, Msi.
selaku Kepala Program Studi, Ibu Ratih Ciptaningtyas, SKM, S.Sn.Kes. selaku
Penanggung Jawab Peminatan Gizi, Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM., M. Kes.
selaku Penasehat Akademik Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM., selaku Pembimbing I dan Ibu Raihana Nadra
Al Kaff, SKM, MMA., selaku Pembimbing II, kalian adalah orang tua dengan
maqom yang mulia bagi penulis, penulis haturkan ribuan terimakasih untuk
bimbingan dan kesabaran yang luar biasa dalam menunjukan ‘jalan yang lurus’
kepada penulis. Ibu Narila Mutia Nasir, SKM, MKM, Ph.D dan Ibu Fase
Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D selaku penguji, penulis haturkan terima kasih telah
menunjukan ‘hitam’ dan ‘putih’ pada skripsi ini.
4. Dua ‘idiot’ sahabatku, Rian ‘Eenk’ dan Rizal ‘Panda’ tanks guys untuk semua
‘kegilaan’ dalam hidup ini, teman-teman 2007 terkhusus veteran 2014 dan the
reminders (Rea dan ‘Prof’) kalian laksana suara adzan bagiku , dan para
penunggu kosan (ceuba barudak eta kosan diberesan mani pabalatak kitu).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi
ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Ciputat, Juli 2014
Penulis
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama : Mohammad Yogie Sutrisno
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Pandeglang, 08 November 1988
Alamat : Kp. Panjang Jaya RT.01 RW.01 Ds. Panjang Jaya
Kec. Mandalawangi Kab. Pandeglang Prov. Banten
42261
HP : +628571 767 4849
E-Mail : [email protected]
Hobi/Interest : Manga, Anime, Movies, Game, Martial Art
Riwayat Pendidikan
Tahun 1995 – 2001 : SDN Panjang Jaya I
Tahun 2001 – 2004 : SMP Daar El Falaah
Tahun 2004 – 2007 : SMA Daar El Falaah
Tahun 2007 – 2014 : Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
Tahun 2002 – 2005 : Ketua Departemen Kedisiplinan (Qismul Amni)
OPPM Pesantren Modern Daar El Falaah
Tahun 2002 – 2005 : Staff Departemen Koprasi (Qismul Syirkah) OPPM
Pesantren Modern Daar El Falaah
Tahun 2002 – 2004 : Ketua Departemen Andalan Koordinator Ururan
Latihan (Angkulat) Koordinator Gerakan Pramuka
(KGP) Pesantren Modern Daar El Falaah
Tahun 2002 – 2004 : Pasukan Khusus KGP P.M. Daar El Falaah
Tahun 2005 – 2006 : Ketua (Raisul Munadzomah) OPPM Pesantren
Modern Daar El Falaah
Tahun 2006 – 2007 : Ketua Departemen Pengajaran & Peribadatan
(Qismu ta’lim wal Ibadah) OPPM Pesantren
Modern Daar El Falaah
Tahun 2007 – 2008 : Staff Dept. Litbang BEMJ Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2008 – 2009 : Staff Dept. Kaderisasi ISMKMI wilayah II
Tahun 2008 – 2009 : Staff Dept. Humas CSS MoRA UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Tahun 2009 – 2010 : Koordinator Tobacco Control ISMKMI wilayah II
Tahun 2009 – 2011 : Ketua Dept. Pengembangan Sumber Daya Manusia
CSS MoRA Nasional
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ---------------------------------------------------------------------------- i
HALAMAN PERSETUJUAN PMBIMBING ---------------------------------- iii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ---------------------------------------- iv
KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------------- v
RIWAYAT HIDUP ------------------------------------------------------------------ vi
DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------- vii
DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------------ xiii
DAFTAR GRAFIK ------------------------------------------------------------------ xiv
DAFTAR BAGAN ------------------------------------------------------------------ xv
DAFTAR GAMBAR ---------------------------------------------------------------- xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ------------------------------------------------------------------ 1
1.2. Rumusan Masalah -------------------------------------------------------------- 8
1.3. Pertanyaan Penelitian ---------------------------------------------------------- 9
1.4. Tujuan Penelitian --------------------------------------------------------------- 10
1.4.1. Tujuan Umum ---------------------------------------------------------- 10
1.4.2. Tujuan Khusus --------------------------------------------------------- 10
1.5. Manfaat Penelitian-------------------------------------------------------------- 11
1.4.1. Bagi Mahasiswa ------------------------------------------------------- 11
1.4.2. Bagi Posyandu Desa Panjang Jaya ---------------------------------- 11
1.4.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ------------------------------------------ 12
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ----------------------------------------------------- 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gerak Motorik Kasar ----------------------------------------------------------- 13
2.2.1. Pengertian Motorik Kasar -------------------------------------------- 13
2.2.2. Prinsip Perkembangan Motorik Kasar ------------------------------ 14
2.2.3. Indikator Motorik Kasar Anak Usia 6 sampai 24 bulan --------- 16
2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motorik Kasar Anak
Usia 6 sampai 24 bulan ----------------------------------------------- 19
2.2. Status Gizi ----------------------------------------------------------------------- 29
2.1.1. Definisi Gizi ------------------------------------------------------------ 29
2.1.2. Status Gizi -------------------------------------------------------------- 30
2.1.3. Indikator Status Gizi -------------------------------------------------- 30
2.1.4. Masalah Gizi ----------------------------------------------------------- 31
2.1.5. Penilaian Status Gizi -------------------------------------------------- 33
2.3. Anak Usia Dini ----------------------------------------------------------------- 40
viii
2.3.1. Pengertian Anak Usia Dini (Balita) --------------------------------- 40
2.3.2. Tumbuh Kembang Anak Usia Dini (Balita) ----------------------- 40
2.4. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) ----------------------------------------- 42
2.4.1. Pengertian Posyandu -------------------------------------------------- 42
2.4.2. Tujuan Posyandu ------------------------------------------------------ 45
2.4.3. Manfaat Posyandu ----------------------------------------------------- 46
2.5. Kerangka Teori ----------------------------------------------------------------- 48
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL DAN
HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep --------------------------------------------------------------- 49
3.2. Definisi Oprasional ------------------------------------------------------------- 51
3.3. Hipotesis Penelitian ------------------------------------------------------------ 56
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian --------------------------------------------------------------- 57
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ------------------------------------------------ 57
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ---------------------------------------------- 57
4.4. Instrumen Penelitian ----------------------------------------------------------- 59
4.5. Uji Validitas dan Realibilitas ------------------------------------------------ 60
4.6. Pengumpulan data Penelitian ------------------------------------------------- 61
4.7. Pengolahan Data Penelitian --------------------------------------------------- 62
4.8. Teknis dan Analisa Data Penelitian ------------------------------------------ 63
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Analisa Univariat --------------------------------------------------------------- 64
5.1.1. Gambaran Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak
Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang ---------------------------- 64
5.1.2. Gambaran Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan
Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 65
5.1.3. Gambaran Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 66
5.1.4. Gambaran Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 67
ix
5.1.5. Gambaran Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia
6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 68
5.1.6. Gambaran Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 69
5.1.7. Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 70
5.1.8. Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 71
5.1.9. Gambaran Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 72
5.1.10. Gambaran Jumlah Anak Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 73
5.1.11. Gambaran Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 74
5.2. Analisa Bivariat
5.2.1. Hubungan Status Gizi Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 76
5.2.2. Hubungan Umur Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 77
5.2.3. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 78
5.2.4. Hubungan Status Berat Bayi Lahir Rendah Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
x
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 79
5.2.5. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 80
5.2.6. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 81
5.2.7. Hubungan Tingkat Pendidikan Ayah Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 82
5.2.8. Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 83
5.2.9. Hubungan Jumlah anak dalam Keluarga Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 84
5.2.10. Hubungan Stimulus Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 85
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian ------------------------------------------------------ 87
6.1.1. Variabel Penelitian -------------------------------------------------- 87
6.1.2. Cara Ukur Variabel -------------------------------------------------- 87
6.1.3. Bias -------------------------------------------------------------------- 88
6.2. Gambaran Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak
Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang ----------------------------------- 89
6.3. Gambaran Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang -------- 90
xi
6.4. Gambaran Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --------------- 90
6.5. Gambaran Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan
Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang -------------------------------------------------------------------- 91
6.6. Gambaran Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 92
6.7. Gambaran Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang -------------------------------------------------------------------- 93
6.8. Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai
24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang -------------------------------------------------------------------- 94
6.9. Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 95
6.10. Gambaran Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 95
6.11. Gambaran Jumlah Anak dalam Keluarga Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 96
6.12. Gambaran Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang -------- 97
6.13. Hubungan Status Gizi Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --------------- 98
6.14. Hubungan Umur Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --------------- 102
6.15. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang -------------------------------------------------------------------- 103
6.16. Hubungan Status Berat Bayi Lahir Rendah Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
xii
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 104
6.17. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang -------------------------------------------------------------------- 108
6.18. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 110
6.19. Hubungan Tingkat Pendidikan Ayah Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 111
6.20. Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 112
6.21. Hubungan Jumlah anak dalam Keluarga Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 114
6.22. Hubungan Stimulus Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --------------- 115
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan --------------------------------------------------------------------- 118
7.2. Saran ----------------------------------------------------------------------------- 119
DAFTAR PUSTAKA -------------------------------------------------------------- 122
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
No Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Penilaian Staus Gizi Berdasarkan Indeks BB/U,
TB/U dan BB/TB Standar Baku Antropometri
WHO-NCHS ----------------------------------------------------------
37 2.2 Interpretasi Statu gizi berdasarkan tiga indeks
antropometri (BB/U, TB/U dan BB/TB standar
baku antropometri WHO-NCHS) ----------------------------------
38
5.1 Gambaran Status Gizi berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar --------------------------------------
76
5.2 Gambaran Umur Berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar --------------------------------------
77
5.3 Gambaran Jenis Kelamin Berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar --------------------------------------
78
5.4 Gambanran Status BBLR Berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar --------------------------------------
79
5.5 Gambaran Pengetahuan Ibu Berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar --------------------------------------
80
5.6 Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Berdasarkan
Status Perkembangan Motorik Kasar ------------------------------
81
5.7 Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah Berdasarkan
Status Perkembangan Motorik Kasar ------------------------------
82
5.8 Gambaran Status Ekonomi Keluarga Berdasarkan
Status Perkembangan Motorik Kasar ------------------------------
83
5.9 Gambaran Jumlah Anak Dalam Keluarga
Berdasarkan Status Perkembangan Motorik Kasar --------------
84
5.10 Gambaran Stimulasi Berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar --------------------------------------
85
xiv
DAFTAR GRAFIK
No Tabel Judul Grafik Halaman
5.1
Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak
Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --------------------------------
64
5.2
Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang --------------------------------------------------------------------
65
5.3
Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ---------------------------------------------------------------------
66
5.4
Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan
Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------------
67
5.5
Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang -------------------------------
68
5.6
Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------------
69
5.7
Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------------
70
5.8
Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --------------------------------
71
5.9
Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang -------------------------------
72
5.10
Jumlah Anak dalam Keluarga Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --------------------------------
73
5.11
Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang -----------------------------------------------------------
74
xv
DAFTAR BAGAN
No Bagan Judul Bagan Halaman
2.1 Kerangka Teori ------------------------------------------------- 48
3.1 Kerangka Konsep ----------------------------------------------- 49
xvi
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Judul Gambar Halaman
2.1 Tampilan Depan KKA ----------------------------------------- 19
2.1 Tampilan Belakang KKA ------------------------------------- 19
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi
sumber daya manusia, serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
tahun 2004 ditegaskan bahwa pembangunan kesehatan merupakan bagian dari
pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia ini dimulai melalui pemenuhan kebutuhan sumber
daya manusia dan hal ini akan tercapai jika pemenuhan kebutuhan ini dimulai
sedini mungkin, perhatian utamanya terletak pada proses tumbuh kembang anak
sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. (Laksmi dan Handayani,
2008). Pemenuhan kebutuhan sejak dini merupakan pondasi dan titik awal untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Jika kita membicarakan
pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia sejak dini maka jelas target pada
fase ini adalah ini adalah bayi dan balita, dan dalam fase ini titik terpentingnya
adalah pertumbuhan fisik dan kemudian diikuti perkembangannya psikisnya.
2
Perkembangan anak meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, bahasa,
motorik (kasar dan halus), personal sosial dan adaptif (Soetjiningsih, 1995).
Motorik kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang menggunakan otot-otot
besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh motorik kasar diperlukan agar
anak dapat duduk, menendang, berlari, naik turun tangga dan sebagainya
(Sunardi dan Sunaryo, 2007). Perkembangan motorik kasar anak lebih dulu dari
pada motorik halus, misalnya anak akan lebih dulu memegang benda-benda yang
ukuran besar dari pada ukuran yang kecil. Karena anak belum mampu
mengontrol gerakan jari-jari tangannya untuk kemampuan motorik halusnya,
seperti meronce, menggunting dan lain-lain.
Motorik kasar (gross motor) dalam islam mempunyai maqom tersendiri,
bayak ayat Al-Qur‟an maupun hadis Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa
Salam (SAW). secara gamblang menyebutkan kemampuan fisik sebagai aspek
yang penting dalam kehidupan maupun beragama. Seperti yang tertuang dalam
Al-Qur‟an surat Al-Qashash ayat 26:
salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik
yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya".
Dalam surat Al-Baqarah ayat 247 Allah berfirman: “Nabi mereka mengatakan
kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan
3
menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang perkasa (basthah)." Allah
memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha
Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.” Dalam hadist yang diriwayatkan
oleh Muslim, Rasulullah S.A.W bersabda:
وأعدوا لهم ما استطعتم من قىة أال إن القىة الرمى أال إن القىة الرمى
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi. Ketahuilah, kekuatan itu adalah dengan melempar, beliau shallallahu
„alaihi wa sallam mengucapkannya tiga kali).” (HR. Muslim).
Dalam ayat 26 surat Al-Qashash dan hadist yang diriwayatkan oleh Muslim
diatas kata al-qowiyyu dan al-quwwatu yang secara harfiah berarti kekuatan
mengacu langsung pada kekuatan fisik, bahkan dalam hadist yang diriwayatkan
oleh Muslim lebih spesifik kepada kekuatan pergerakan yaitu melepar. Dalam
ayat 247 surat Al-Baqarah kata basthatan yang secara harfiah berarti kemampuan
ini pun mengacu kepada kemapuan fisik dengan terdapat kata al-jismi yang
berarti tubuh sebagai madzruf dari kata basthathan dan dari ayat diatas
kemampuan dan kekuatan fisik tidak dikhususkan hanya untuk satu kalangan
atau satu strata sosial saja melaikan untuk semua muslim yang mempercayai
ajaran islam.
Motorik kasar diperuhi beberapa faktor antara lain faktor intrinsik seperti
tinggi badan, dan faktor ekstrinsik seperti kebiasaan makan dan terpenuhinya
makanan bergizi pada anak (Narendra, 2006 dalam Sylvia 2010). Dalam
ajaran islam makanan bergizi diinterpretasikan kedalam dua kondisi yaitu baik
4
menurut syar’i (halal) dan baik menurut zatnya (thayib) sebagai mana yang
termaktub dalam Qur‟an surat Al-Maidah ayat 88:
”Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”
Makanan dapat dikatakan baik menurut syar’i atau syariat merupakan makanan
yang diperoleh, diolah dan dikonsumsi dengan cara yang tidak dilarang dan
bukan merupakan makanan yang dipantangkan (haram) dari segi zatnya seperti
daging babi dan alkohol. Sedangkan makanan dapat dikatakan baik menurut
zatnya (thayib) merupakan makanan dengan kondisi yang baik atau memenuhi
standar keamanan pangan. Pemberian makanan yang halal dan thayib dalam
islam pula dianjurkan untuk diberikan sedini mungkin yang tertuang dalam surat
Al-Baqarah ayat 233. “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama
dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada ara ibu dengan cara
ma'ruf.”. Ayat ini menjelaskan bahwa asupan gizi yang baik perlu di perhatikan
pada 2 tahun awal tumbuh kembang anak untuk mengoptimalkan pertumbuhan
dan perkembangan pada fase selanjutnya.
Usia 6-36 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode
kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak
5
memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya
apabila bayi dan anak tidak memperoleh asupan gizi yang sesuai dengan
kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang
akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik masa ini atau masa
selanjutnya (Almatsier, 2001).
Sewaktu lahir, berat otak anak sekitar 27% berat otak orang dewasa. Pada
usia 2 tahun, berat otak anak sudah mencapai 90% dari berat otak orang dewasa
(sekitar 1200 gram). Hal ini menunjukkan bahwa pada usia ini, masa
perkembangan otak sangat pesat. Pertumbuhan ini memberikan implikasi
terhadap ketangkasan dan kecerdasan anak (Hurlock, 1978). Pada periode ini
perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional
dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan
berikutnya (Soetjiningsih, 1995).
Masa bayi dan anak adalah masa mereka mengalami masa pertumbuhan
dan perkembangan yang cepat dan sangat penting, dimana nantinya merupakan
landasan yang menentukan kualitas penerus generasi bangsa. Masa kritis anak
pada usia 6–24 bulan, karena kelompok umur merupakan saat periode
pertumbuhan kritis dan kegagalan tumbuh (growth failure) mulai terlihat (Amin
dkk, 2004).
Keadaan gizi anak dapat dinilai dengan melihat status gizinya. Status gizi
adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang
diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga
6
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran
yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diet (Beck,
2000). Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi anak 6-36
bulan adalah status ASI, pendidikan ibu, status diare, dan sum- ber air minum
(Depkes, 2004).
Masalah gizi di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh
masalah Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan
Akibat Kekurangan Iodium (GAKY), Kurang Vitamin A (KVA) dan obesitas di
kota-kota besar. Indonesia sebagai negara kembang juga masih mengalami
masalah gizi ganda sebagai yang artinya sementara masalah gizi kurang belum
dapat diatasi secara menyeluruh, sudah muncul masalah baru, yaitu berupa gizi
lebih sebagaimana diungkap dalam pada Widya Karna Nasional Pangan dan Gizi
(WKNPG) tahun 1993 (Supariasa dkk, 2001).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010
diketahui bahwa prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada balita
17,9 persen tahun 2010, prevalensi gizi buruk yaitu 4,9 persen tahun 2010 dan
prevalensi gizi kurang, yaitu tetap 13,0 persen (Riskesdas, 2010). Menurut WHO
dalam Depkes (2009), suatu wilayah dikatakan mengalami masalah gizi
masyarakat apabila jumlah balita gizi kurangnya sudah mencapai 10% dari
jumlah balita yang ada. Berdasarkan hal tersebut, maka Indonesia sampai saat ini
7
masih mengalami masalah gizi masyarakat karena jumlah balita gizi kurang
masih di atas 10 % (Depkes RI, 2000).
Banten merupakan provinsi yang baru diantara provinsi lain di Indonesia.
Banten terdiri dari bebrapa kota dan kabupaten salah satunya adalah kabupaten
Pandeglang. Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang berada dalam wewenang
Pemerintah kabupaten Pandeglang. Berdasarkan hasil Riskesdas 2010 prevalensi
berat kurang pada tahun 2010 adalah 17,9 persen yang terdiri dari 4,9 persen gizi
buruk dan 13,0 gizi kurang dan provinsi Banten termasuk kedalam 18 provinsi
yang memiliki angka prevalensi lebih besar dari nasional dengan angka 30,5 %.
Untuk kabupaten pandeglang sendiri berdasarkan data dari Dinkes Kabupaten
Pandeglang balita yang mengalami gizi kurang dan buruk tahun 2010 berjumlah
8,50%. Kalau dibandingkan dengan batas masalah gizi masyarakat menurut
WHO sebesar 10%, maka masalah gizi kurang di Kabupaten Pandeglang masih
cukup tinggi.
Berdasarkan penelitian terdahulu didapatkan bahwa tingkat
perkembangan motorik anak dengan status gizi kurang tidak sesuai dengan usia
terjadi pada 66.7% responden, sedangkan tingkat perkembangan motorik anak
dengan status gizi normal tidak sesuai hanya terjadi pada 32.8% responden.
Dengan membandingkan hasil hitung .0..0 dengan p value 0,01 dapat
disimpulkan bahwa status gizi memang sangat mempengaruhi perkembangan
motorik anak usia prasekolah (Lindawati, 2013).
8
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yekti Rokhani (2008) di
wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah pada baduta menunjukkan baduta
yang perkembangan motorik kasarnya lambat pada periode tertentu sebanyak 34
anak (77,3 %). Sedangkan jumlah baduta yang motorik kasarnya normal dari
awal periode perkembangan hanya 10 anak (22,7 %).
Berdasarkan studi pendahuluan nilai prevalensi gizi kurang dan gizi
buruk di kecamatan mandalawangi sebesar 9,5% dengan angka prevalensi gizi
kurang sebesar 8,6% dan prevalnsi gizi buruk sebesar 0,85%. Desa pari
merupakan desa dengan prevalesi angka gizi kurang dan Gizi buruk sebesar 12,
96% dengan prevalensi gizi kurang 11,11% sebesar dan gizi buruk sebesar
1,85%.
1.2. Rumusan Masalah
Pertumbuhan masa otak anak setelah lahir sampai usia 24 bulan meningkat
dari 27% masa otak orang dewasa menjadi 90% masa otak orang dewasa dan ini
merupakan periode emas dalam tumbuh kembang anak yang apabila tidak
ditangani dengan tepat akan menjadi periode terburuk anak. Hasil penelitian
terdahulu menyebutkan bahwa 77,3% dari 44 orang anak mengalami
keterlambatan perkembangan motorik kasar. Berdasarkan studi pendahuluan
prevalensi gizi kurang dan buruk di Posyandu Desa Pari sebesar 11,11% masih
lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar masalah kesehatan masyarakat
terkait gizi buruk yaitu sebesar 10%. Berdasarkan pemaparan perkembangan
9
motorik kasar dan status gizi yang telah dijabarkan di atas, peneliti bermaksud
untuk meneliti hubungan status gizi dengan status perkembangan motorik kasar
pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten tahun 2014?
2. Bagaimana gambaran umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi pada anak
usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014?
3. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat
pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan stimulus pada
anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014?
4. Adakah hubungan umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi dengan
motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun
2014?
5. Adakah hubungan pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat
pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan stimulus dengan
motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari
10
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun
2014?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan status gizi terhadap gerak motorik kasar
pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24
bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014
2. Diketahuinya gambaran umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi
pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014.
3. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu,
tingkat pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan
stimulus pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten
tahun 2014
4. Diketahuinya hubungan umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi
dengan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu
11
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi
Banten tahun 2014
5. Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu,
tingkat pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan
stimulus dengan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten tahun 2014
1.5. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk
dilakukannya penelitian lanjutan yang berkaitan prestasi belajar dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya, terutama dalam hal gizi.
1.4.2. Bagi Posyandu Desa Pari
Diperoleh informasi mengenai hubungan staus gizi terhadap gerrak
motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun
2014. Dengan hasi penelitian in diharapkan dapat dijadikan masukan bagi
pengelola lembaga pendidikan Posyandu Desa Pari dalam mengambil
setiap kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas anak.
12
1.4.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Terlaksananya salah satu dari upaya untuk mengimplementasikan
Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengenai hubungan status gizi terhadap motorik kasar pada
anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Tahun ajaran 2013-2014.
Peneliti merupakan mahasiswa Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan
Masyarakat. Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan di Posyandu Desa Pari terkait status gizi anak usia 6 sampai 24 bulan
dan berdasarkan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa banyak anak
usia 6 sampai 24 bulan yang perkembangan motoriknya belum optimal dan
penelitian terdaulu yang menyatakan adanya hubungan antara status gizi dengan
motorik kasar anak. Penelitian ini ditujukan pada anak usia 6 sampai 24 bulan
karna pada anak usia ini asupan gizi yang buruk atau penanganan yang keliru
pada perkembangan anak akan menimbulkan dampak sistemik bagi tumbuh
kembangnya dimasa depan. Penlitian ini menggunakan desain penelitian cross
sectional dengan menggunakan metode simple random sampling dan
mengunakan uji Chi Square dan Fisher’s Exact Test dalam analisa data.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gerak Motorik Kasar
2.2.1. Pengertian Motorik Kasar
Motorik kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang menggunakan
otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh motorik kasar
diperlukan agar anak dapat duduk, menendang, berlari, naik turun tangga
dan sebagainya (Sunardi dan Sunaryo, 2007). Perkembangan motorik
kasar anak lebih dulu dari pada motorik halus, misalnya anak akan lebih
dulu memegang benda-benda yang ukuran besar dari pada ukuran yang
kecil. Karena anak belum mampu mengontrol gerakan jari-jari tangannya
untuk kemampuan motorik halusnya, seperti meronce, menggunting dan
lain-lain.
Bambang Sujiono (2007) berpendapat bahwa gerakan motorik kasar
adalah kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagian besar bagian
tubuh anak. Gerakan motorik kasar melibatkan aktivitas otot-otot besar
seperti otot tangan, otot kaki dan seluruh tubuh anak.
Menurut Endang Rini Sukamti (2007) bahwa aktivitas yang
menggunakan otot-otot besar di antaranya gerakan keterampilan non
lokomotor, gerakan lokomotor dan gerakan manipulatif. Gerakan non
lokomotor adalah aktivitas gerak tanpa memindahkan tubuh ke tempat
14
lain. Contoh, mendorong, melipat, menarik dan membungkuk. Gerakan
lokomotor adalah aktivitas gerak yang memindahkan tubuh satu ke
tempat lain. Contohnya, berlari, melompat, jalan dan sebagainya,
sedangkan gerakan yang manipulatif adalah aktivitas gerak manipulasi
benda. Contohnya, melempar, menggiring, menangkap dan menendang.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa kegiatan
motorik kasar adalah menggerakkan berbagai bagian tubuh atas perintah
otak dan mengatur gerakan badan terhadap macam-macam pengaruh dari
luar dan dalam. Motorik kasar sangat penting dikuasai oleh seseorang
karena bisa melakukan aktivitas sehari-hari, tanpa mempunyai gerak
yang bagus akan ketinggalan dari orang lain, seperti: berlari, melompat,
mendorong, melempar, menangkap, menendang dan lain sebagainya,
kegiatan itu memerlukan dan menggunakan otot-otot besar pada tubuh
seseorang.
2.2.2. Prinsip Perkembangan Motorik Kasar
Hurlock (1978) menyatakan dari beberapa studi perkembangan
motorik yang diamatinya, ada lima prinsip perkembangan motorik kasar.
Adapun lima prinsip perkembangan motorik kasar yaitu:
1. Perkembangan motorik kasar bergantung pada kematangan otot dan
saraf
Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otak lah
yang mengatur setiap gerakan yang dilakukan anak. Semakin
15
matangnya perkembangan sistem syaraf otak yang mengatur otot,
semakin baik kemampuan motorik anak. Hal ini juga didukung oleh
kekuatan otot anak yang baik.
2. Perkembangan yang berlangsung terus menerus
Perkembangan motorik berlangsung secara terus menerus sejak
pembuahan Urutan perkembangan cephalocaudal dapat dilihat pada
masa awal bayi, pengendalian gerakan lebih banyak di daerah kepala.
Saat perkembangan syaraf semakin baik, pengendalian gerakan
dikendalikan oleh batang tubuh kemudian di daerah kaki.
Perkembangan secara proximodistal dimulai dari gerakan sendi utama
sampai gerakan bagian tubuh terpencil. Misal bayi menggunakan bahu
dan siku dalam bergerak sebelum menggunakan pergelangan tangan
dan jari tangan
3. Perkembangan motorik memiliki pola yang dapat diramalkan
Perkembangan motorik dapat diramalkan ditunjukkan dengan bukti
bahwa usia ketika anak mulai berjalan konsisten dengan laju
perkembangan keseluruhannya. Misalnya, anak yang duduknya lebih
awal akan berjalan lebih awal ketimbang anak yang duduknya
terlambat.
16
4. Reflek primitif akan hilang dan digantikan dengan gerakan yang
disadari
Reflek primitif ialah gerakan yang tidak disadari, berlangsung secara
otomatis dan pada usia tertentu harus sudah hilang karena dapat
menghambat gerakan yang disadari.
5. Urutan perkembangan pada anak sama tetapi kecepatannya berbeda
Tahap.
perkembangan motorik setiap anak sama. Akan tetapi kondisi bawaan
dan lingkungan mempengaruhi kecepatan perkembangannya.
2.2.3. Indikator Motorik Kasar Anak Usia 6 sampai 24 bulan
Meadow dan Newell (2005) menyebutkan tahap-tahap
perkembangan sesuai usia yang meliputi empat bidang perkembangan
yaitu postur dan pergerakan, penglihatan dan manipulasi, pendengaran
dan kemampuan bicara, serta perilaku sosial.
1. Usia 12 Bulan
a. Berjalan mengelilingi perabotan dengan melangkah di sisi-sisi
perabotan
b. Merangkak dengan keempat tungkai; berjalan dengan tangan
dituntun
c. Jari telunjuk mendekati objek kecil kemudian mengambilnya
dengan genggaman menjepit
17
d. Menjatuhkan mainan dengan sengaja kemudian mengamatinya
e. Mengoceh tanpa terputus beberapa kata
f. Memahami beberapa perintah sederhana
g. Bekerjasama saat berpakaian, misalnya berpegangan pada lengan
h. Melambaikan tangan
2. Usia 18 Bulan
a. Berjalan sendiri dan mengambil sebuah mainan dari lantai tanpa
terjatuh
b. Membangun menara dengan tiga kubus
c. Menulis tak beraturan
d. Menggunakan banyak kata, menyebutkan nama beberapa orang
e. Sesekali menggunakan dua kata bersambung
f. Minum dari gelas dengan dua tangan
g. Menuntut perhatian terus menerus
3. Usia 24 Bulan
a. Berlari
b. Naik turun tangga dengan dua kaki tiap anak tangga
c. Membangun menara dengan enam kubus
d. Menyambung beberapa kata menjadi frase sederhana untuk
menyatakan sebuah ide
e. Menggunakan sendok
f. Menyatakan kebutuhan toilet, mengompol di siang hari berkurang
18
4. Usia 36 bulan
a. Naik tangga dengan satu kaki tiap anak tangga
b. Berdiri dengan satu kaki selama beberapa saat
c. Membangun menara dengan Sembilan kubus
d. Meniru gambar
e. Berbicara dalam satu kalimat
f. Menyebutkan nama lengkapnya
g. Makan dengan sendok dan garpu
h. Dapat melepas pakaian tanpa bantuan
i. Berhenti mengompol malam hari
Untuk mengukur sejauh mana motorik kasar anak, maka
berdasarkan tahap-tahap perkembangan diatas kemudian dibandingkan
dengan kartu ukur tumbuh kembang anak atau Kartu Kembang Anak
(KKA) berikut gambar KKA.
19
Gambar 2.1
Tampilan Depan
Gambar 2.2
Tampilan Belakang
2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motorik Kasar Anak
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak menurut Hidayat (2005), yaitu faktor herediter dan lingkungan.
20
Faktor herediter meliputi genetik atau bawaan, jenis kelamin, ras atau
etnik dan umur. Sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan
prenatal dan lingkungan postnatal.
Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada
potensi biologinya, tingkat tercapainya potensi biologik seseorang
merupakan hasil interaksi beberapa faktor yang saling berkaitan
(Soetjiningsih, 1995).
1. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam memcapai hasil akhir
proses tumbuh kembang anak. Yang termasuk faktor genetik antara
lain bergabai faktor bawaan yang normal dan patologi, jenis kelamin
suku bangsa dan bangsa.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya
atau tidaknya potensi bawaan, sedangkan lingkungan yang kurang
akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan bio-psiko-sosial dan
perilaku. Faktor lingkungan secara garis besar dibagi menjadi faktor
yang mempengaruhi anak pada waktu masih didalam kandungan dan
faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir.
21
a. Lingkunagan Prenatal
Lingkungan prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan,
mulai konsepsi sampai lahir yang meliputi:
i. Gizi pada waktu ibu hamil
Gizi ibu yang jelek sbelum kehamilan maupun saat kehamilan
sering kali menyebabkan berat bayi lahir rendah (BBLR) cacat
bawaan bahkan kematian.
ii. Lingkungan mekanis (posisi janin dalam uterus zat kimia atau
toksin)
Trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan
kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.
iii. Radiasi
Radiasipada janin sebelum umur 18 minggu dapat
menyebabkan kerusakan otak, mikrosefali, cacat bawaan atau
kematian pada janin.
iv. Infeksi dalam kandungan
Infeksi intrauterine yang sering menyebabkan cacat bawaan
adalah TORCH (Toxoplasmosis, Rubela, Cytomegalovirus,
Herfes Simplex)
v. Stress
Stress yang dialami ibu saat mengandung dapat mempengaruhi
tumbuh kembang janin
22
vi. Faktor imunitas
Rhesus atau ABO Inkomtabilitas sering menebabkan abortus,
hidroft fetalis, dan lahir mati.
vii. kekurangan oksigen pada janin
menurunnya suplai oksigen ke janin akibat gangguan tali pusar
dapat menyebabkan berat bayi lahir rendah.
b. Lingkungan Postnatal
Lingkungan postnatal merupakan lingkungan setelah lahir yang
dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, seperti:
i. Budaya atau Adat Istiadat
Adat istiadat pada masing masing daerah akan mempengaruhi
tumbuh kembang anak, seperti larangan untuk makan jenis
makan tertentu atau larangan untuk melakukan hal tertentu
ii. Pendapatan Keluarga
Pendapatan yang memadai akan menunjang tumbuh kembang
anak. Biasanya pendapatan keluarga diukur dengan pendapatan
Upah Minimum Provinsi (UMP).
iii. Gizi
Makanan memegang peran penting dalam tumbuh kembang
anak dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa,
karna makanan dibutuhkan anak untuk pertumbuhan dimana
dipengaruhi ketahanan pangan keluarga.
23
iv. Iklim, cuaca, geografis suatu daerah
Musim panas yang panjang atau bencan alam lainnya dapat
berdampak pada ketersediaan pangan, seperti gagal panen. Hal
ini dapat mempengaruhi gizi anak dan mempengaruhi
perkembangan anak
v. Posisi anak dalam keluarga (Jumlah Saudara)
Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang mempunyai
status ekonomi yang cukup akan mengurangi kasih saying dan
perhatian pada anak. Sedangkan jumlah anak yang banyak pada
keluarga dengan status ekonomi yang kurang tidak hanya
mengurangi perhatian dan kasih sayang juga kebutuhan primer
sandang, pangan, pun tak terpenuhi.
vi. Penyakit Kronis
Anak yang menderita penakit menahun akan mengalami stress
akibat penyakitnya tersebut hal ini dapat mempengaruhi
tumbuh kembang anak.
3. Faktor Hormonal
Faktor hormonal merupakan faktor yang mempengaruhi tumbuh
kembang anak. Yang termasuk faktor hormonal antara lain insulin
(IGFs), tiroid, hormone sex dan samatotrofin.
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang
24
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut
Soetjiningsih (1995) Faktor-Faktor yang mempengaruhi moroik kasar
anak antara lain:
1. Berat Bayi Lahir Rendah
Bayi dengan berat badannya saat lahir kurang dari 2500. Gizi ibu yang
jelek sebelum maupun pada saat kehamilan lebih sering menghasilkan
berat bayi lahir rendah (BBLR). Disamping itu dapat menghambat
perkembangan otak janin yang dapat mempengaruhi perkembangn
kecerdasan dan emosi.
2. Status Gizi
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak,
dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa. Status gizi
yang kurang akan mempengaruhi perkembangan kekuatan dan
kemampuan motorik kasar anak.
Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa status gizi anak
sebagian besar baik sebanyak 32 anak (78,0%), perkembangan motorik
kasar anak sebagian besar normal sebanyak 30 anak (73,2%), dan ada
hubungan yang bermakna antara status gizi anak dengan
perkembangan motorik kasar pada anak di Posyandu Mukti Asih
Kelurahan Genuk Sari dengan nilai p sebesar 0,000 (Ulya,
Maslachatul. 2012).
25
3. Jumlah saudara
Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang kadaan sosial
ekonominya cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan
kasih sayang yang diterima anak. Lebih-lebih kalau jarak anak terlau
dekat. Sedangkan pada keluarga dengan keadaan social ekonomi yang
kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain
kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan
primer seperti makanan, sandang dan perumahan pun tidak terpenuhi.
4. Cinta dan kasih sayang
Salah satu hak anak untuk dicintai dan dilindungi. Anak memerlukan
kasih sayang dan perlakuan yang adil dari orang tuanya agar menjadi
anak yang tidak sombong dan dapat memberi kasih sayangnya pula
kepada sesamanya
5. Ganjaran dan Hukuman
Anak yang berbuat benar maka semestinya kita memberi ganjaran,
misalnya ciuman, pujian, belaian, tepuk tangan dan sebagainya.
Ganjaran tersebut akan menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak
untuk mengulangi tingkah lakunya
6. Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau
tidaknya proses bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan
26
memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang
baik akan menghambat.
7. Stimulasi
Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak.
Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teraturakan lebih
cepat berkembang terutama dalam perkembangan motorik kasar anak,
seperti berjalan, menyanyi, melompat dan naik turun tangga. dapat
dikatakan stimulus merupakan cara orang tua mengasuh mendidik dan
membesarkan anak yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak,
seperti yang ditunjukan jawaban responden pada angket.
Pengukuran stimulasi psikososial yang diberikan kepada anak
salah satunya dapat dilakukan dengan alat bantu berupa kuesioner
yaitu Home Observaation for Measurement of the Enviroment
(HOME) Inventory (Caldwel and Bradley dalam Lathifah, M, 2007)
dimana kualitas lingkungan anak dapat dilihat dari apakah orang tua
memberikan reaksi emosional yang tepat, apakah orang tua mampu
memperikan dorongan positif pada anak, apakah orang tua
memberikan suasana yang nyaman pada anak, menunjukan kasih
sayang, menyediakan sarana tumbuh kembang bagi anak, turut
berpartisipasi dan ikut serta dalam kegiatan positif bersama anak,
terlibat aktif dalam kegiatan bersama anak.
27
Untuk menilai jawaban responden, digunakan Skala Guttman
dengan memberi skor 1 pada jawaban yang benar, skor 0 pada jawaban
yang salah, stimulus yang pengasuh berikan kepada anak dikatakan
cukup apabila responden memperoleh skor ≥ 75.00% dan diatakan
kurang apabila responden memperoleh skor < 75.00%.
Hasil penelitian terdahulu menunjukkan baduta yang
perkembangan motorik kasarnya lambat pada periode tertentu
sebanyak 34 anak (77,3 %). Sedangkan jumlah baduta yang motorik
kasarnya normal dari awal periode perkembangan hanya 10 anak (22,7
%). Sebagian besar status gizi anak baduta di Puskesmas Kampung
Sawah baik, yaitu 90,9 %, hanya 9,1 % saja yang kurang baik.
Sedangkan untuk pola asuh juga cukup baik, yaitu 54,5 %, dan kurang
baik sebesar 45,5 %. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan perkembangan
motorik kasar (Rokhani, Yeti. 2008).
8. Status ekonomi keluarga
Pendapatan keluarga yang memadahi akan menunjang tumbuh
kembang anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan
anak baik yang primer maupun sekunder. Sedangkan menurut Al-
Hassan dan Lanford (2009) status sosial ekonomi dapat ditunjukkan
dengan pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ayah dan tingkat
28
pendidikan ibu serta pekerjaan orang tua. Penghasilan keluarga
biasanya diukur dengan pendapatan Upah Minimum Provinsi (UMP)
Berdasarkan penelitian terdahulu tingkat pendidikan ibu, terdapat
18 orang (77%) berpendidikan SD dan 5 orang (23%) ibu sampel
keluarga miskin yang tidak sekolah, sedangkan pada keluarga tidak
miskin sebagian besar ibu (80%) berpendidikan SMU dan lainnya
berpendidikan perguruan tinggi. Berdasarkan hasil uji stiatistik
temyata terdapat perbedaan yang bemlakna (p< 0.05) antara tingkat
pendidikan orangtua (ayah dan ibu) sampel di keluarga miskin dan
tidak miskin.
9. Pengetahuan Ibu
Faktor pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
prilaku ibu dalam tumbuh kembang anak. Dengan terbatasnya
kemampuan ibu dalam pengetahuan sehingga memungkinkan
terhambatnya kemampuan anak. Pengetahuan ibu mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan motorik anak pada periode tertentu.
Dari hasil penelitian terdahulu didapatkan data bahwa ibu dengan
tingkat pengetahuan tinggi sebesar 72,5 % perkembangan anaknya
baik, sedangkan ibu dengan pengetahuan rendah perkembangan
anaknya kurang yaitu 50,0 %. Hal ini menunjukan bahwa ada
kecenderungan semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu tentang
29
stimulasi kinetik semakin baik pula tingkat perkembangan motorik
kasar anak usia prasekolah (Aprilina, Marisa. 2006)
2.2. Status Gizi
2.1.1. Definisi Gizi
Gizi berasal dari bahasa Arab yaitu ”Al-Gizzai” yang artinya
makanan dan manfaatnya untuk kesehatan, sari manfaat yang bermanfaat
untuk kesehatan (Persagi, 2009).
Istilah “gizi” dan “ilmu gizi” di Indonesia baru dikenal sekitar tahun
1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi
berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Disatu sisi ilmu
gizi berkaitan dengan makanan dan disisi lain dengan tubuh manusia.
Secara klasik ilmu gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu
untuk menyediakan energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh,
serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. (Almatsir, 2002)
Menurut Deswarni Idrus dan Gatot Kunanto (1990) dalam
Supariasa dkk (2002), gizi adalah suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme, pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi
normal dari organ-organ, serta mengahasilkan energi.
30
2.1.2. Status Gizi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi
untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak.
Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan
oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian
status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data
antropometri serta biokimia dan riwayat diet (Beck, 2000). Suatu
keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat-zat gizi
dan penyerapan zat-zat gizi yang dinilai menggunakan antropometri
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur (Depkes RI, 2005)
Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status
keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang
dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis
seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan
kesehatan, dan lainnya (Suyatno, 2009). Status gizi adalah ekspresi dari
keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan
dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, dkk, 2001).
2.1.3. Indikator Status Gizi
Indikator status gizi adalah tanda-tanda atau petunjuk yang dapat
memberikan indikasi tentang keadaan keseimbangan antara asupan
(intake) zat gizi dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai proses
biologis. Tanda-tanda tersebut antara lain antropometri (ukuran tubuh
31
manusia), biokimia gizi, tanda-tanda klinis, dan konsumsi makanan.
Indikator antropometri yang sering digunakan adalah Berat Badan
menurutUmur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan
menurut TinggiBadan (BB/TB). Indikator biokimia gizi antara lain kadar
hemoglobin darah, kadar vitamin A serum, kadar ekskresi yodium dalam
urine. Adapun tanda-tanda klinis antara lain tanda-tanda yang terlihat
pada anak yang menderita kurang gizi berat, yaitu: marasmus,
kwasiorkor, atau marasmus-kwasiorkor.
2.1.4. Masalah Gizi
1. Kurang Energi Protein (KEP)
Keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi
danprotein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
AngkaKecukupan Gizi (AKG) dalam jangka waktu yang lama. Ciri
fisik KEP adalah skor-z berat badan berada di bawah -2.0 SD baku
normal.
2. Kurang Gizi Akut
Kondisi kurang gizi yang diukur berdasarkan indeks berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) dibandingkan dengan standar, biasanya
digunakan pada balita. Kurang gizi akut disebut juga wasting. Bila
skor-z BB/TB di bawah -2.00 SD baku normal (misalnya WHO)
diklasifikasikan kurang gizi akut, bila skor-zBB/TB di bawah -3.00
32
diklasifikasi kurang gizi akut tingkat berat. Bila skor-zBB/TB di atas -
2.00 SD diklasifikasikan normal.
3. Kurang Gizi Kronis
Keadaan kurang gizi yang diukur berdasarkan indeks tinggi badan
menurutumur (TB/U) dibandingkan dengan standar, biasanya
digunakan pada balita.Kurang gizi kronis disebut juga stunting, di
mana terjadi pertumbuhan linier pada anak. Bila skor-z TB/U di bawah
-2.00 SD diklasifikasi kurang gizi akut,bila skor-z TB/U di bawah -
3.00 diklasifikasi kurang gizi akut tingkat berat. Bila skor-z TB/U di
atas -2.00 SD diklasifikasikan normal.
4. Marasmik-kwasiorkor
Kurang gizi tingkat paling berat yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsienergi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam
waktu yangcukup lama, dengan tanda dan gejala campuran dari
beberapa gejala klinikkwasiorkor dan marasmus, disertai edema yang
tidak mencolok
5. Marasmus
Kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu
yang cukup lama dengan tanda dan gejala tampak sangat kurus, hingga
tulang terbungkus kulit,wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, kulit
keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
33
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/baggy pants),
perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi (umumnya
kronis berulang), dan diare.
6. Kwasiorkor
Kurang gizi tingkat berat yang umumnya terjadi pada balita dengan
tanda dangejala edema umumnya seluruh tubuh, terutama pada
punggung kaki (dorsum pedis ), wajah membulat dan sembab,
pandangan mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut
jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, perubahan status
mental, apatis, dan rewel, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi),
lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk,kelainan kulit
berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
cokelat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering
disertai penyakit infeksi, umumnya akut, anemia, dan diare. (Persagi
2009)
2.1.5. Penilaian Status Gizi
Ada beberapa cara melakukan peniaian status gizi pada
masyarakat. Secara garis besasr terbagi menjadi dua yaitu secara langsung
dan tidak langsung.
34
1. Penilaian Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian
yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian
dari masing-masing adalah sebagai berikut:
a. Antropometri
Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang berhubungan
dengan variabel lain variabel tersebut adalah sebagai berikut:
i. Umur
Umur sangat memegang peranan penting dalam penentuan status
gizi, kesalahan dalam penentuan akan menyebabkan interpretasi
status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun
tinggi badan yang akurat akan tidak berarti jika tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang paling
sering adalah kecenderungan memilih angka yang mudah seperti
1 tahun, 1,5 tahun, 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak
perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya untuk 1 tahun
adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur
adalah dalam bentuk bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari
tidak diperhitungkan (Depkes, 2004)
35
ii. Berat badan
Beerat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan
gambaran masa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan
sangat peka terhadap perubahan mendadak baik karna penyakit
infeksi maupun penurunan konsumsi makanan. Berat badan ini
dinyatakan dalam bentuk indek BB/U (berat badan menurut
umur) atau melakukan penilaian dengan melihat perubahan brat
badan pada saat pengukuran dilakukan. Yang dalam
penggunaanya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan
paling banyak digunakan karena hanya menggunakan satu
pengukuran, hanya saja bergantung pada ketetapan umur, tetapi
kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi
gizi dari waktu ke waktu (Depkes RI, 2004)
iii. Tinggi badan
Tinggi badan memberikan gambaran perubahan fungsi
pertumbuhan yang dilihat dari kurus kering dan kecil pendek.
Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu
terutama yang terkait dengan keadaan berat badan lahir rendah
dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan
dalam bentuk indek TB/U (tinggi badan menurut umur) dan juga
indek BB/TB (berat badan menurut tunggi badan) jarang
dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan
36
biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini
pada umumnya memberikan keadaan lingkungan yang tidak
baik, kemiskinan dan dari akibat tidak sehat yang menahun
(Depkes RI, 2004)
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter
penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya
yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan indeks BB/U,
TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat
adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.
Khumaidi, 1994).
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan
peka dalam menunjukan keadaan gizi kurang bila diandingkan
BB/U. demikian dalam BB/TB menurut WHO bila prevalensi
kurus/wasting < -2 SD diatas 10% menunjukan suatu daerah
tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan
berhubungan langsung dengan angka kesakitan.
37
Tabel 2.1 Penilaian Staus Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U dan
BB/TB Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
No Indeks yang
Dipakai
Batas
Pengelompokan
Sebutan Status
Gizi
1 BB/U < -3 SD Gizi buruk
-3 SD s/d < -2 SD Gizi Kurang
-2 SD s/d +2 SD Gizi Baik
> +2 SD Gizi Lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
-3 SD s/d < -2 SD Pendek
-2 SD s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
-3 SD s/d < -2 SD Kurus
-2 SD s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
Sumber; Depkes RI, 2004
Data baaku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB
disajikan dalam 2 versi yakni presentil dan skor samping baku
(standar deviation score = z). Menurut Waterlo, dkk, gizi anak
dinegara-negara yang populasinya relatif baik sebaiknya
menggunakan presentil, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang
populasinya relatif kurang lebih baik menggunakan skor samping
baku sebagai persen terhadap median baku rujukan (Supriasa, 2001)
38
Tabel 2.2 Interpretasi Statu gizi berdasarkan tiga indeks
antropometri (BB/U, TB/U dan BB/TB standar baku antropometri
WHO-NCHS)
No
Interpretasi BB/U TB/U BB/TB
1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang gizi
Rendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++
Rendah Normal Rendah Sekarang kurang +
2 Normal Normal Normal Normal
Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang
Normal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu
kurang
3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi normal
Tinggi Rendah Tinggi Obese
Tinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum
obese
Keterangan untuk ketiga indeks (BB/U, TB/U dan BB/TB)
Rendah : < -2 SD standar baku antropometri WHO-NCHS
Normal : -2 s/d +2 SD standar baku antropometri WHO-
NCHS
Tinggi : > +2 SD standar baku antropometri WHO-NCHS
Sumber; Depkes RI, 2004
b. Klinis
Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat
dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa
39
oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh
seperti kelenjar tiroid.
c. Biokimia
Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris
yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa
jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.
d. Biofisik
Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status
gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan
melihat perubahan struktur jaringan. (Supariasa, dkk, 2001)
2. Penilaian Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu:
survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Adapun
uraian dari ketiga hal tersebut adalah:
a. Survey konsumsi makanan
Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
b. Statistik vital
Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan
seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan
40
kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi.
c. Ekologi
Berdasarkan ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa malnutrisi
merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor
fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
irigasi dll. (Supariasa, 2001)
2.3. Anak Usia Dini
2.3.1. Pengertan Anak Usia Dini ( Balita)
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menjelaskan bahwa
balita kependekan dari anak di bawah lima tahun yaitu dari usia 12
sampai 59 bulan. Berdasarkan periode usia perkembangan, masa kanak-
kanak awal (satu sampai enam tahun) terbagi menjadi dua periode
menurut Potter dan Perry (2005) yaitu toddler (satu sampai tiga tahun)
dan pra sekolah (tiga sampai enam tahun). Batita atau toddler adalah
sekelompok penduduk berusia kurang dari tiga tahun atau penduduk yang
belum merayakan ulang tahunnya yang ketiga dan menjadi sasaran
pelayanan program kesehatan (Depkes, 2009).
2.3.2. Tumbuh Kembang Anak Usia Dini (Balita)
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menjelaskan
perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
41
komplek dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa
serta sosialisasi dan kemandirian. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (2009) menyebutkan aspek-aspek perkembangan yang dapat
dipantau meliputi gerak kasar, gerak halus, kemampuan bicara dan
bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian.
a. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang
melibatkan otot-otot besar, seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.
b. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi
memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu,
menjimpit, menulis dan sebagainya.
c. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara,
berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.
d. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan
selesai bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi
dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya
42
2.4. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu)
Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader
yang terlatih dibidang kesehatan menyelenggarakan 5 (lima) program prioritas
secara terpadu pada suatu tempat dan waktu yang telah ditentukan dengan
bantuan pelayanan dari petugas Puskesmas, bagi jenis pelayanan dimana
msayrakat tidak mampu memberikan sendiri (Depkes RI, 1986)
2.4.1. Pengertian Posyandu
Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan
kesehatan mayarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta
pembinaan tehnis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana yang
mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia
sejak dini. Yang dimaksud dengan nilai strategi
untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu dalam
meningkatkan mutu manusia dimasa mendatang dan akibat dari proses
pertumbuhan dan perkembangan manusia ada 3 (tiga) intervensi
(Sembiring, N. 2004), yaitu:
1. Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child Survival) yang ditujukan
untuk menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan
ibu sampai usia balita.
43
2. Pembinaan perkembangan anak (Child Development) yang ditujukan
untuk membina tumbuh/kembang anak secara sempurna, baik fisik
maupun mental sehingga siap menjadi tenaga kerja tangguh.
3. Pembinaan kemampuan kerja (Employment) yang dimaksud untuk
memberikan kesempatan berkarya dan berkreasi dalam pembangunan
bangsa dan negara.
Agar kegiatan posyandu merupakan kegiatan warga masyarakat
setempat maka kader dan pemuka masyarakat berperan untuk
menumbuhkan kesadaran semua warga agar menyadari bahwa Posyandu
adalah milik warga. Pemerintah khususnya petugas kesehatan hanya
berperan membantu (Azwar, 2002).
Dilihat dari indikator-indikator yang ditetapkan oleh Depkes,
Posyandu secara umum dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tingkat yaitu :
(1) Posyangu Pratama; (2) Posyandu Madya; (3) Posyandu Purnama dan
(4). Posyandu Mandiri (Depkes RI, 2006).
1. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang
ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara
rutin serta jumlah kader terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang.
Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu,
44
disamping jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum
siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan
peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah
kader.
2. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader
sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan
utamanya masih rendah yaitu < 50%. Intervensi yang dapat dilakukan
untuk perbaikan peringkat adalah meningkat cakupan dengan
mengikut sertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih
menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan Posyandu.
3. Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader
sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50% serta
mampu menyelenggarakan program tambahan seta telah memperoleh
sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat
yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di
wilayah kerja Posyandu.
45
4. Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5
(lima) orang atau lebih. Cakupan dari kegiatan utamanya > 50%,
mampu menyelenggarakan program tambahan serta telah
memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola
masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat
tinggal di wilayah kerja Posyandu Intervensi yang dilakukan bersifat
pembinaan termasuk pembinaan dana sehat, sehingga terjamin
kesinambungannya.
2.4.2. Tujuan Posyandu
Secara umum tujuan penyelenggara posyandu adalah sebagai berikut
(Depkes RI, 2006) :
1. Mempercepat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), anak balita
dan angka kelahiran
2. Mempercepat penurunan AKI (Angka Kematian Ibu ), ibu hamil dan
ibu nifas
3. Mempercepat diterimanya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera (NKKBS)
46
4. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan
kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai
kebutuhan
5. Meningkatkan daya jangkau pelayanan kesehatan.
Sasaran dalam pelayanan kesehatan di Posyandu adalah bayi (usia
kurang dari 1 tahun) anak balita (usia 1-5 tahun), ibu hamil, ibu
menyusui dan wanita PUS (pasangan usia subur).
2.4.3. Manfaat Posyandu
Adapun manfaat dari Posyandu adalah sebagai berikut :
1. Bagi Masyarakat
Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan
pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan
AKI dan AKB
2. Bagi Kader
Pengurus posyandu dan tokoh masyarakat mendapatkan informasi
terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan
AKI dan AKB
3. Bagi Puskesmas
Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak
pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan
strata pertama
47
4. Bagi Sektor Lain
Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan
masalah sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya
penurunan AKI dan AKB sesuai kondisi setempat
1. Fungsi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Fungsi pendidikan anak usia dini secara umum adalah :
a. Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak
b. Mengenalkan anak pada dunia sekitar
c. Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik
d. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi
e. Mengembangkan keterampilan, kreativitas, dan kemampuan yang
dimiliki anak
f. Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan selanjutnya.
48
2.5. Kerangka Teori
Bagan 2.1
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motorik Kasar
Faktor Herditer:Genetik
RasUmur
Jenis Kelamin
Faktor Lingkungan Prenatal:Lingkungan Mekanis (posisi janin
dalam uterus, zat kimia atau toksin),Radiasi,
Infeksi Dalam Kandungan,Stres,
Faktor Imunitas, Kekurangan Oksigen pada Janin
Faktor Lingkungan Postnatal:Budaya,
Sosial Ekonomi Keluarga,Pengetahuan Ibu,
Tingkat pendidikan ibu dan ayah,Stimulus (Pola Asuh)Nutrisi (Status Gizi),
Iklim, Cuaca,keadaan geografisRiwayat Kelahiran (BBLR)
Posisi Anak dalam Keluarga,Status Kesehatan
Faktor HormonalKadar insulin like growt faktor IGFs,
Kadar tiroidKadar GlukokortikoidKadar Somatotrofin
Kadar Hormon-hormon Seks
Motorik Kasar Anak
Fak
tor
ling
kun
gan
Sumber: Soetjiningsih (1995), Hidayat (2005),
49
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini mengacu pada beberapa teori yang menjelaskan
bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak
khususnya motorik kasar anak antara lain Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak menurut Hidayat (2005), yaitu faktor
herediter dan lingkungan. Menurut Soetjiningsih (1995) yaitu faktor genetik,
lingkungan dan hormonal. Sedangkan menurut Al-Hassan dan Lanford (2009)
status sosial ekonomi dapat ditunjukkan dengan pendapatan keluarga, tingkat
pendidikan ayah dan tingkat pendidikan ibu serta pekerjaan orang tua juga dapat
mempengaruhi perkembangan anak. Menurut Soetjiningsih (1995) faktor-faktor
yang mempengaruhi motorik kasar anak antara lain gizi ibu saat kehamilan atau
berat bayi lahir rendah (BBLR), status gizi, stimulasi dan pengetahuan ibu.
Menurut Anwar (2002) Stimulasi dan peran orang tua sangat berpengaruh
terhadap perkembangan anak. Tandyo, J (2002) menyatakan bahwa gizi sangat
penting bagi perkembangan anak, khususnya pada usia periode emas.
Pada penelitian ini variabel genetik, ras atau etnis, lingkungan prenatal,
budaya, iklim atau cuaca, dan faktor hormonal tidak diikut sertakan dalam
variabel penelitian. Variabel ras dan etnis tidak diteliti karena dinilai homogen,
ras dan etnis penduduk di Desa Pari keseluruhan bersuku Sunda, variabel budaya
50
dan cuaca tidak dimasukan kedalam variabel yang diteliti karena keterbatasan
waktu penelitian, variabel lingkungan prenatal tidak diteliti karna bersifat
retrospektif dan terpaut waktu yang cukup lama terhadap waktu yang penelitian,
variabel genetik, faktor hormonal dan penyakit kronis tidak dimasukan karena
keterbatasan dana penelitian. Adapun variable yang diambil dalam penelitian ini
adalah variabel umur, jenis kelamin, status ekonomi keluarga, pengetahuan ibu,
tingkat pendidikan ibu dan ayah, stimulus pola asuh, Posisi anak dalam keluarga,
riwayat kelahiran (BBLR) dan status gizi,
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Status Perkembangan Motorik Kasar
Herediter:
1. Umur anak
2. jenis Kelamin
Lingkungan:
1. Pengetahuan Ibu
2. Pendapatan Keluarga
3. Tingkat Pendidikan Ibu
4. Tingkat Pendidikan Ayah
5. Stimulus Orang Tua
6. Jumlah Anak Dalam
Keluarga
7. BBLR
8. Status Gizi
51
3.2. Definisi Oprasional
No Variabel Definisi Oprasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen
1 Motorik
Kasar
Bagaimana kemampuan motorik kasar
yang tertinggi pada anak baduta usia 6
– 18 bulan dibandingkan dengan
umurnya yang diukur dengan
menggunakan KMS perkembangan
motorik kasar anak (kurva milistone)
yang dikembangkan oleh Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Gizi
dan Makanan, Badan Peneliti dan
Pengembangan Kesehatan, (Depkes,
2010)
Perkembangan motorik yang baik
adalah yang meningkat secara
bertahap sesuai dengan usia balita
yang diukur dengan KKA (Kartu
Wawancara,
Kuesioner,
Kartu
Kembang
Anak
0. Terlambat : Bila titik
pertemuan garis
gerakan motorik kasar
dan umur berada
dibawah garis kurva
normal.
1. Normal : Bila titik
pertemuan garis
gerakan motorik kasar
dan umur berada
digaris kurva normal.
(Kartu Kembang
Ordinal
52
Kembang Anak), (BKKBN, 2013) Anak, BKKBN 2013)
Variabel Independen
2 Status Gizi Suatu keadaan yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara asupan zat-zat
gizi dan penyerapan zat-zat gizi yang
dinilai menggunakan antropometri
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
menurut umur (Depkes RI, 2005)
Wawancara
, serta
pengukuran
berat badan
Kuesioner,
Dacin dan
KMS
0. Gizi Buruk (Z_Score
< -3)
1. Gizi Kurang (Z_Score
≥ -3 s/d < -2)
2. Gizi Baik (Z_Score ≥
-2 s/d ≤ 1)
3. Gizi Lebih (Z_Score
>1)
(Standar Antropometri
Penilaian Gizi Anak)
Ordinal
3 BBLR Bayi dengan berat lahir yang berat
badannya saat lahir kurang dari 2500
(sampai dengan 2499 gram).
Wawancara Kuesioner,
Buku
Kesehatan
Ibu dan
Anak
(KIA),
0. BBLR Berat (berat
lahir ≤2499 gram)
1. Normal (berat ≥
2500g)
53
KMS
4 Stimulus
Orang Tua
Rangsangan dari peristiwa-peristiwa
sosial yang datang dari lingkungan
luar diri anak yang dapat
mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan anak, seperti cara orang
tua mengasuh mendidik dan
membesarkan anak yang berpengaruh
pada tumbuh kembang anak, seperti
yang ditunjukan jawaban responden
pada angket.
Wawancara Angket
pola asuh
0. Jika skor <75% =
stimulasi psikososial
kurang
1. Jika skor ≥75% =
stimulasi psikososial
cukup
Ordinal
5 Tingkat
Pendidikan
Ibu
Jenjang pendidikan formal terakhir
yang pernah diselesaikan oleh ibu
anak dalam sistem
pendidikan nasional (Marwati,
2010).
Wawancara Kuesioner 0. Rendah jika ≤ SMP
1. Tinggi jika > SMP
(Marwati, 2010)
Ordinal
6 Tingkat
Pendidikan
Ayah
Jenjang pendidikan formal terakhir
yang pernah diselesaikan oleh ayah
anak dalam sistem pendidikan
Wawancara Kuesioner 0. Rendah jika ≤ SMP
1. Tinggi jika > SMP
(Marwati, 2010)
Ordinal
54
nasional (Marwati, 2010).
7 Pengetahuan
Ibu
Jawaban responden terhadap
pertanyaan yang diberikan meliputi
motorik kasar anak dan pemberian
stimulus terhadap anak
Wawancara Kuesioner 0. Pengetahuan rendah
jika < median
1. Pengetahuan sedang
jika ≥ median
Ordinal
8 Ekonomi
Keluarga
Penghasilan keluarga yang diukur
dengan pendapatan UMP
Wawancara Kuesioner 0. Rendah (jika
penghasilan orang tua
< UMP)
1. Tinggi (jika
penghasilan orang tua
≥ UMP)
(Human Resource
Community, 2011)
Ordinal
9 Jumlah
Anak Dalam
Keluarga
Jumlah anak kandung yang telah
dilahirkan ibu dalam keluaga.
Wawancara Kuesioner 0. Cukup jika ≤ 2 anak
1. Banyak jika > 2 anak
Ordinal
10 Umur Usia anak mulai dari lahir sampai
survey dilakukan, dihitung dalam
bulan.
Wawancara Kuesioner,
KMS
0. 6-12
1. 13-18 bulan
2. 19-24 bulan
Ordinal
55
11 Jenis
Kelamin
Perbedaan antara perempuan dan laki-
laki berdasarkan ciri fisik biologis
yang tidak dapat ditukar.
Wawancara Kuesioner,
KMS
0. Perempuan
1. Laki-laki
Ordinal
56
3.3. Hipotesis Penelitian
1. Diketahuinya hubungan umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi
dengan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi
Banten tahun 2014
2. Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat
pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan stimulus
dengan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi
Banten tahun 2014
57
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, yaitu data yang
menyangkut variabel dependen dan variabel independen dikumpulkan dan
diamati dalam waktu yang bersamaan. Desain cross sectional digunakan
berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui hubungan antara status
gizi dengan motorik kasar anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari
tahun ajaran 2013-2014.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, Pada Bulan Maret-Juli 2014.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 6 sampai 24
bulan di Posyandu Desa Pari
2. Sampel Penelitian
58
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah simple random sampling, dimana pengambilan anggota
sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang
ada di dalam populasi itu. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi (Ariawan, 1998), yaitu:
* √ ( ) √ ( ) ( )+
( )
N = Besar sampel
= Nilai Z pada derajat kepercayaan 1-α/2 atau derajat
kepercayaan α pada uji dua sisi (two tail), yaitu sebesar 5%
= 1.96
= Nilai Z pada kekuatan uji 1- β, yaitu sebesar 95% = 1.28
Ṕ = Proporsi rata diperoleh dari ( )/2
= Proporsi perkembangan motorik kasar anak tidak sesuai
umur dengan status gizi kurang = 0,66 (Lindawati, 2013)
= Proporsi perkembangan motorik kasar anak tidak sesuai
umur dengan status gizi normal = 0,32 (Lindawati, 2013)
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, diperoleh
sebanyak 44 anak untuk masing-masing kelompok, sehingga besar sampel
minimal yang harus diambil sebanyak 88 anak. Untuk menjaga bila ada
ketidaklengkapan data, maka besar sampel ditambah 10% sehingga besar
sampel minimal dalam penelitian ini sebanyak 96 anak.
59
4.4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner,
angket, dan timbangan dacin. Adapun peruntukan instrumen penelitian ini
terhadap variabel yang diteliti sebagai berikut:
1. Kuesioner digunakan untuk mengukur jenis kelamin anak, pendapatan
keluarga, tingkat pendidikan ibu dan ayah, dan jumlah anak.
2. Angket digunakan untu mengukur pengetahuan ibu, dan pola asuh ibu.
3. Kartu Kembang Anak (KKA) digunakan untuk mengukur status
perkembangan motorik kasar anak.
4. Timbangan dacin digunakan untuk mengukur berat badan anak usia 6 sampai
24 bulan dengan ketelitian 0,1 kg.
Kuisioner jenis kelamin, jumlah anak, tingkat pendidikan, pendapatan
keluarga, pengetahuan ibu, dan motorik kasar telah digunakan oleh Hotmaria,
(2009), sedangkan kuisioner pola asuh menggunakan kuesioner baku Home
Observation fot Measurement of the Environment (HOME) Inventory. Kuesioner
yang digunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reabilitas.
60
4.5. Uji Validitas dan Reliabilitas
Kuesioner pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang telah
digunakan oleh peneliti lain, kuesioner demografi seperti jenis kelamin, jumlah
anak, tingkat pendidikan, dan pendapatan keluarga serta angket pengetahuan ibu
dan motorik kasar telah digunakan oleh Hotmaria (2009) dan telah melewati uji
validitas dan reliabilitas dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.1
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Motorik Kasar
No Soal r Hitung r Tabel Cronbach
Alpha Keterangan
4.1 0.760
0,213 0.837
Valid
4.2 0.685 Valid
4.3 0.664 Valid
4.4 0.408 Valid
4.5 0.760 Valid
4.6 0.760 Valid
4.7 0.664 Valid
4.8 0.573 Valid
4.9 0.750 Valid
4.10 0.336 Valid
Table diatas mengambarkan bahwa nilai r hitung dari keseluruhan butir
soal kuesioner lebih besar dari nilai r tabel, hal ini berarti bahwa pertanyaan
dalam kuesiner dinyatakan valid. Tabel diatas juga menunjukan bahwa nilai
cronbach alpha lebih besar dari r tabel yang berarti bahwa kuesioner ini
dinyaratakan reliabel.
61
Tabel 4.2
Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan Ibu
No soal r hitung r tabel Cronbach
Alpha Keterangan
Soal2 0.390
0,213 0,445
Valid
Soal4 0.440 Valid
Soal5 0.390 Valid
Soal6 0.430 Valid
Soal7 0.483 Valid
Soal8 0.662 Valid
Soal9 0.225 Valid
Soal10 0.295 Valid
Soal11 0.521 Valid
Soal12 0.306 Valid
Soal14 0.361 Valid
Soal15 0.390 Valid
Pada tabel diatas dapat dilihat hasil r hitung dan Cronbach Alpha dengan
menggunakan software statistik, jika dibandingkan dengan nilai r tabel sebesar
0.213 maka dapat dikatakan maka kuesioner pengetahuan ibu dapat dikatakan
reliabel.
Sedangkan untuk kuesioner pola asuh menggunakan kuesioner baku Home
Observation for measurement of the Environment (HOME) Inventory (Caldwel
and Bradley dalam Lahifah, M, 2007).
4.6. Pengumpulan Data Penelitian
Data dalam penelitian menggunakan data primer. Data primer dalam
penelitian ini diperoleh melalui pengukuran tinggi badan, penimbangan berat
badan, pada anak dan kuisioner serta pengisian angket yang diwawancarakan
kepada orang tua anak.
62
4.7. Pengolahan Data Penelitian
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
software statistik. Gambaran status gizi diperoleh dari pengukuran berat badan
dan tinggi badan kemudian dibandingkan dengan standar WHO berdasarkan
umur anak.
Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data
primer dari variabel dependen, dan variabel independen adalah sebagai berikut:
1. Mengkode data (data coding)
Yaitu membuat klasifikasi data dan memberi kode pada jawaban dari setiap
pertanyaan dalam kuisioner. Pada penelitian ini, kode data dilakukan dengan
memberi kode pada tiap jawaban responden.
2. Menyunting data (data editing)
Kuisioner yang telah diisi dilihat kelengkapan jawabannya, sebelum
dilakukan proses pemasukan data ke dalam komputer.
3. Memasukan data (entry data)
Setelah data di-edit, daftar pertanyaan dan jawabannya dimasukkan ke dalam
software statistik.
4. Membersihkan data (data cleaning)
Data yang telah di entry dicek kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut bersih dari kesalahan, baik kesalahan pengkodean maupun kesalahan
dalam membaca kode.
63
4.8. Teknis dan Analisa Data Penelitian
Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis univariat, bivariat dan bivariat.
1. Analisis Data Univariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi, frekuensi dan
presentase dari setiap variabel dependen dan independen yang diteliti.
2. Analisis Data Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
dependen yaitu prestasi belajar dan variabel independen. Pada analisa ini
digunakan Pearson Chi Square dan Fisher’s Exact Test.
64
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Analisa Univariat
5.1.1. Gambaran Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang
Perkembangan motorik yang baik adalah yang meningkat secara
bertahap sesuai dengan usia balita yang diukur dengan KKA (Kartu
Kembang Anak), (BKKBN, 2013). Perkembangan anak akan dinilai
normal jika perkembangan anak sesuai dengan kurva pada KKA, dan
dikatakan terlambat jika perkembangan anak tidak mengikuti kurva pada
KKA. Pada penelitian ini penentuan status perkembangan motorik kasar
anak yaitu membandingkan kemampuan anak dengan milestone yang ada
pada KKA. Adapun didapatkan hasil penelitian bahwa persentase motorik
kasar terlambat pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang sebesar 18,1%, berikut
gambaran persentasenya.
65
Grafik 5.1
Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang
Grafik 5.1 menunjukkan bahwa anak usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten sebagian besar memiliki status perkembangan motorik
kasar yang normal.
5.1.2. Gambaran Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Penentuan status gizi ditentukan berdasarkan indeks berat badan
menurut umur (BB/U) berdasarkan Z-score baku rujukan WHO NHCS.
Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa persentase status gizi pada
anak usia 6 sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang sebesar 2,1% gizi buruk, 4,3% gizi
kurang, 90,4% normal dan 3,2% gemuk. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada grafik 5.1.
Terlambat,
18.1%
Normal,
81.9%
66
Grafik 5.2
Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Grafik 5.1 menunjukkan bahwa anak usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten sebagian besar memiliki status status gizi normal dan
hanya sebagian kecil yang memiliki status gizi buruk.
5.1.3. Gambaran Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Usia yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan usia anak
mulai dari lahir sampai survey dilakukan, dihitung dalam bulan. Pada
penelitian ini usia dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu 6-12, 13-18
dan 19-24 tahun. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa
persentase umur pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari
Gizi Buruk
2.1% Gizi
Kurang
4.3%
Normal
90.4%
Gizi Lebih
3.2%
67
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang sebesar 99%. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 5.3.
Grafik 5.3
Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Grafik 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar usia anak dengan
rentang umur 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten berada pada
rentangan umur 6 – 12 bulan.
5.1.4. Gambaran Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Jenis kelamin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbedaan
antara perempuan dan laki-laki berdasarkan ciri fisik biologis yang tidak
dapat ditukar. Berikut persentase antara anak laki-laki dan perempuan
6 - 12
Bulan
45.7%
13 - 18
Bulan
30.9%
19 - 24
Bulan
23.4%
68
pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang.
Grafik 5.4
Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Grafik 5.4 menunjukkan bahwa anak usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten sebagian besar berjenis kelamin laki-laki.
5.1.5. Gambaran Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang
Status berat bayi lahir rendah (BBLR) biasanya dinyatakan jika bayi
lahir dan berat badannya saat lahir kurang dari 2500. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan persentase anak dengan BBLR pada anak usia 6
sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang sebesar 6.4%. Untuk lebih jelasnya berikut
persentase BBLR.
laki-laki
51.1%
perempuan
48.9%
69
Grafik 5.5
Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan
Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Grafik 5.5 menunjukkan bahwa anak usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten sebagian besar tidak memiliki riwayat BBLR.
5.1.6. Gambaran Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Dalam penelitian ini pengetahuan ibu diukur melalui jawaban
responden (ibu) terhadap pertanyaan yang diberikan meliputi motorik
kasar anak dan pemberian stimulis terhadap anak. Pengetahuan ibu
dikategorikan menjadi tiga, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Berikut
persentase pengetahuan ibu pada anak usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Pandeglang sebesar 4.3%
pengetahuan ibu rendah. Untuk lebih jelasnya berikut persentase
pengetahuan ibu.
BBLR
6.4%
Normal
93.6%
70
Grafik 5.6
Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Grafik 5.6 menunjukkan bahwa ibu anak usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten sebagian besar memiliki pengetahuan yang tinggi terkait
status perkembangan motorik kasar.
5.1.7. Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang
Tingkat pendidikan dalam penelitian ini merupakan Jenjang
pendidikan formal terakhir yang pernah diselesaikan oleh ibu anak dalam
sistem pendidikan nasional (Marwati, 2010). Menurut hasil penelitian
diperoleh bahwa persentase rendah pendidikan ibu pada anak usia 6
sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Rendah
4.3%
Sedang
34.0%
Tinggi
61.7%
71
Kabupaten Pandeglang sebesar 64.9% ibu berpendidikan rendah untuk
lebih detailnya berikut paparan datanya.
Grafik 5.7
Tingkat Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Grafik 5.7 menunjukkan bahwa ibu anak usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
5.1.8. Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang
Sama halnya dengan tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan
ayah pun diukur berdasarkan pendidikan formal terakhir yang pernah
diselesaikan oleh ayah anak dalam sistem pendidikan nasional. Hasil
penelitian ini mendapatkan bahwa persentase tingkat pendidikan ayah
pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan
Rendah
64.9%
Tinggi
35.1%
72
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang sebesar 43,6% ayah berpendidikan
rendah untuk lebih detailnya berikut paparan datanya.
Grafik 5.8
Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Grafik 5.8 menunjukkan bahwa ayah anak usia 6 sampai 24 bulan
di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.
5.1.9. Gambaran Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang
Status ekonomi keluarga merupakan Penghasilan keluarga yang
dukur dengan pendapatan UMP dalam penelitian ini merupakan UMP
daerah pandeglang. Berdasarkan hasil penelitian status ekonomi keluarga
pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan
Rendah
43.6%
Tinggi
56.4%
73
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang sebesar 63.8% keluarga
berpenghasilan rendah. Berikut pemaparan lengkapnya.
Grafik 5.9
Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Grafik 5.9 menunjukkan bahwa keluarga dengan anak usia 6 sampai
24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten sebagian besar memiliki status ekonomi
yang tinggi.
5.1.10. Gambaran Jumlah Anak Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Jumlah anak dalam penelitian ini merupakan jumlah anak kandung
yang telah dilahirkan ibu dalam keluarga. Pembatasan jumlah anak pada
penelitian ini sama dengan batasan pemerintah yaitu dua anak. Menurut
hasil penelitian persentase keluarga pada anak usia 6 sampai 24 bulan di
Rendah
36.2%
Tinggi
63.8%
74
Psyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
sebesar 59.6% keluarga memiliki jumlah anak 3 atau lebih. Berikut
pemaparan lengkapnya.
Grafik 5.10
Jumlah Anak Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Grafik 5.10 menunjukkan bahwa orang tua anak usia 6 sampai 24
bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten sebagian besar memiliki 3 anak atau lebih.
5.1.11. Gambaran Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Stimulus pada penelitian ini maksudnya adalah rangsangan dari
peristiwa-peristiwa sosial yang datang dari lingkungan luar diri anak yang
dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak, seperti cara
orang tua mengasuh mendidik dan membesarkan anak yang berpengaruh
pada tumbuh kembang anak, seperti yang ditunjukkan jawaban responden
Cukup
40.4%
Banyak
59.6%
75
pada angket. Berdasarkan hasil penelitian stimulasi pada anak usia 6
sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang sebesar 25,5% anak dengan stimulasi rendah.
Berikut pemaparan persentase stimulus pada anak usia 6 sampai 24 bulan
di Psyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang.
Grafik 5.11
Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Grafik 5.11 menunjukkan bahwa anak usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten sebagian besar memiliki stimulasi yang cukup dari
pengasuhnya.
Kurang
25.5%
Cukup
74.5%
76
5.2. Analisa Bivariat
5.2.1. Hubungan Status Gizi Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar
Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang
anak, dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa. Status gizi
yang kurang akan mempengaruhi perkembangan kekuatan dan
kemampuan motorik kasar anak (Soetjiningsih, 1995). Berikut hasil
penelitian yang menunjukkan hubungan status gizi dengan status
perkembangan motorik kasar anak dapat dilihat pada tabel berikut.
Setelah dilakukan uji chi-square pada variabel status gizi dan
motorik kasar didapatkan sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E)
kurang dari 5 sebanyak 6 sel (75%), dengan dengan demikian harus
dilakukan penggabungan kategori-kategori yang semakna dalam rangka
memperbesar harapan dari sel-sel tersebut. Maka status gizi dirubah
menjadi dua kategorik yaitu, 0 = status gizi bermasalah (gabungan dari
kaegori 0,1 dan 3) dan 1 = status gizi baik.
77
Tabel 5.1 Gambaran Status Gizi berdasarkan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Status Gizi
Status Perkembangan
Motorik Kasar Total p
Terlambat Normal
n % n % n %
Status Gizi
Bermasalah 5 55.6% 4 44,4% 2 100%
0.009
Status Gizi
Baik 12 14,1% 73 85,9% 4 100%
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari seluruh balita
terdapat 14.1% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki status gizi
baik dan memiliki status perkembangan motorik kasar terlambat,
sedangkan 55,6% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki status gizi
buruk dan memiliki status perkembangan motorik kasar terlambat, serta
dari analisis bivariat diperoleh nilai p=0,009, artinya status gizi secara
signifikan berhubungan dengan status perkembangan motorik kasar anak.
5.2.2. Hubungan Umur Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada
Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara umur
dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6 sampai 24 bulan
di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
78
Tabel 5.2 Gambaran Umur berdasarkan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Umur
Status Perkembangan
Motorik Kasar Total P
Terlambat Normal
n % n % n % 0,422
6-12 9 20,9% 34 79,1% 43 100%
13-18 3 10,3% 26 89,7% 29 100%
19-24 5 22,7% 17 77,3% 22 100%
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari seluruh balita
kelompok 19-24 yang memiliki status perkembangan motorik terlambat
paling banyak yaitu sebesar 22,7%, serta dari analisis bivariat diperoleh
nilai p=0,422, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara umur
dan staus perkembangan motorik kasar.
5.2.3. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara jenis
kelamin dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6 sampai
24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut.
79
Tabel 5.3 Gambaran Jenis Kelamin berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Jenis
Kelamin
Status Perkembangan
Motorik Kasar Total p
Ya Tidak
n % n % n % 1,000
Laki-laki 9 18,8% 39 81,2% 48 100%
Perempuan 8 17,4% 38 82,6% 46 100%
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari seluruh balita
terdapat 18,8% anak usia 6 sampai 24 bulan yang berjenis kelamin laki-
laki dan memiliki status perkembangan motorik kasar buruk, sedngkan
17,4% anak usia 6 sampai 24 bulan yang berjenis kelain perempuan dan
memiliki status perkembangan motorik kasar buruk, serta dari analisis
bivariat diperoleh nilai p=1,000, artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan status perkembangan motorik
kasar anak.
5.2.4. Hubungan Status Berat Bayi Lahir Rendah Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang
Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara riwayat
BBLR dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6 sampai 24
bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut.
80
Tabel 5.4 Gambaran Status Berat Bayi Lahir Rendah berdasarkan
Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Berat
Bayi
Lahir
Rendah
Status Perkembangan Motorik
Kasar Total P
Terlambat Normal
n % n % n %
BBLR 4 66.7% 2 33.3% 6 100.0% 0,009
Normal 13 14.8% 75 85.2% 88 100.0%
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari seluruh balita
terdapat 66.7% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki status BBLR
dan memiliki status perkembangan motorik kasar terlambat, sedangkan
14.8% anak usia 6 sampai 24 bulan yang tidak memiliki status BBLR dan
memiliki status perkembangan motorik kasar terlambat, serta dari analisis
bivariat diperoleh nilai p=0,009, artinya riwayat BBLR berhubungan
secara signifikan perkembangan motorik kasar.
5.2.5. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara
Pengetahuan ibu dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6
sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
81
Tabel 5.5 Gambaran Pengetahuan Ibu berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Pengetahu
an Ibu
Status Perkembangan Motorik
Kasar Total P
Terlambat Normal
n % n % N %
Rendah 9 25.0% 27 75.0% 4 100.0% 0,182
Sedang 8 13,8% 50 86,2% 32 100.0%
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari seluruh balita
terdapat 25% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki status BBLR
dan memiliki status perkembangan motorik kasar buruk, sedngkan 25%
anak usia 6 sampai 24 bulan yang tidak memiliki status BBLR dan
memiliki status perkembangan motorik kasar buruk, serta dari analisis
bivariat diperoleh nilai p=0,390, artinya tidak ada hubungan antara
pengetahuan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak.
5.2.6. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara tingkat
pendidikan ibu dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6
sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
82
Tabel 5.6 Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Tingkat
Pendidik
an Ibu
Status Perkembangan Motorik
Kasar Total P
Terlambat Normal
n % n % n %
Rendah 14 23.0% 47 77.0% 61 100.0% 0,159
Tinggi 3 9.1% 30 90.9% 33 100.0%
Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari seluruh balita
terdapat 23.0% ibu anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki tingkat
pengetahuan rendah dan memiliki status perkembangan motorik kasar
terlambat, sedngkan 9.1% ibu anak usia 6 sampai 24 bulan yang tidak
memiliki tingkat pendidikan tinggi dan memiliki status perkembangan
motorik kasar buruk, serta dari analisis bivariat diperoleh nilai p=0,159
artinya tidak adak hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan
perkembangan motorik kasar anak.
5.2.7. Hubungan Tingkat Pendidikan Ayah Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara tingkat
pendidikan ayah dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6
sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
83
Tabel 5.7 Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Tingkat
Pendidik
an Ayah
Status Perkembangan Motorik
Kasar Total P
Terlambat Normal
n % n % n %
Rendah 11 26.8% 30 73.2% 41 100.0% 0,063
Tinggi 6 11.3% 47 88.7% 53 100.0%
Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari seluruh balita
terdapat 26.8% ayah anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki tingkat
pengetahuan rendah dan memiliki status perkembangan motorik kasar
terlambat, sedngkan 11.3% ayah anak usia 6 sampai 24 bulan yang tidak
memiliki tingkat pendidikan tinggi dan memiliki status perkembangan
motorik kasar terlambat, serta dari analisis bivariat diperoleh nilai
p=0,063, artinya tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ayah
dengan perkembangan motorik kasar anak.
5.2.8. Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara status
ekonomi keluarga dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6
sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
84
Tabel 5.8 Gambaran Status Ekonomi Keluarga berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Status
Ekonomi
Keluarga
Status Perkembangan Motorik
Kasar Total P
Terlambat Normal
n % n % n %
Rendah 13 38.2% 21 61.8% 34 100.0% 0.000
Tinggi 4 6.7% 56 93.3% 60 100.0%
Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan dari seluruh balita terdapat 38.2%
anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki status ekonomi keluarga
rendah dan memiliki status perkembangan motorik kasar buruk, sedngkan
6.7% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki status ekonomi keluarga
tinggi dan memiliki status perkembangan motorik kasar buruk, serta dari
analisis bivariat diperoleh nilai p=0,000, artinya adanya hubungan yang
signifikan antara status ekonomi keluarga dengan perkembangan motorik
kasar.
5.2.9. Hubungan Jumlah anak dalam Keluarga Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang
Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara
jummlah anak dalam keluarga dengan status perkembangan motorik kasar
anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut.
85
Tabel 5.9 Gambaran Jumlah Anak Dalam Keluarga berdasarkan
Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Jumlah
Anak
Dalam
Keluarga
Status Perkembangan Motorik
Kasar Total P
Ya Tidak
n % n % n %
Cukup 8 21.1% 30 78.9% 38 100.0% 0,591
Banyak 9 16.1% 47 83.9% 56 100.0%
Berdasarkan tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari seluruh balita terdapat
21.1% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki jumlah saudara sedikit
dan memiliki status perkembangan motorik kasar terlambat, sedngkan
16,1% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki jumlah saudara bayak
dan memiliki status perkembangan motorik kasar terlambat, serta dari
analisis bivariat diperoleh nilai p=0,591 artinya tidak ada hubungan antara
jumlah anak dalam keluarga dan perkembangan motorik kasar anak.
5.2.10. Hubungan Stimulus Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar
Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara
stimulasi dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6 sampai
24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut.
86
Tabel 5.10 Gambaran Stimulus berdasarkan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Stimulus
Status Perkembangan Motorik
Kasar Total P
Terlambat Normal
n % n % n %
Kurang 8 37.5% 15 62.5% 24 100.0% 0.011
Cukup 9 11.4% 62 88.6% 70 100.0%
Total 17 18.1% 77 81.9% 94 100.0%
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari seluruh balita terdapat
11,4% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki stimulus yang kurang
dari pengasuh dan memiliki status perkembangan motorik kasar
terlambat, sedangkan 37,5% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki
stimulus yang baik dari pengaasuh dan memiliki status perkembangan
motorik kasar terlambat, serta dari analisis bivariat diperoleh nilai
p=0,011 artinya adanya hubungan yang signifikan antara stimulasi pada
anak dan perkembangan motorik kasar anak.
87
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
6.1.1. Variabel Penelitian
Berdasarkan teori yang ada terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
motorik kasar (gross motor) pada balita. Namun, dalam penelitian tidak
semua faktor-faktor dapat dimasukan kedalam variabel penelitian
melainkan beberapa saja yang peneliti anggap penting dan mampu untuk
diteliti. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu, biaya dan
sumber daya manusia yang terbatas. Adapun faktor-faktor yang diteliti
dan menjadi bagian variabel penelitian adalah status gizi, umur, jenis
kelamin, status BBLR, jumlah anak dalam keluarga, pengetahuan ibu,
tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ayah, status ekonomi
keluarga dan stimulus.
6.1.2. Cara Ukur Variabel
Proses pengumpulan data dalam peneliitian ini menggunakan
beberapa instrumen untuk mengukur variabel penelitian. Untuk melihat
status gizi pada penelitian ini tidak dilakukan penilaian klinis
(pengukuran langsung) serta pemeriksaan fisik tidak diteliti lebih
mendalam pada anak yang memiliki status gizi buruk. Adapun
pengukuran untuk status gizi yang dilakukan dengan menggunakan
88
ukuran berat badan dan umur anak (BB/U) sebagai indikator, peneliti
tidak dapat melakukan seluruh pengukuran, ada beberapa tahap yang
dilakukan oleh kader.
Adapun dalam pengukuran variabel motorik kasar anak dan
stimulus tidak dilakukan observasi secara mendalam dalam waktu yang
lama. Namun, hanya melakukan pengamatan lingkungan sekitar ketika
proses wawancara saja.
6.1.3. Bias
Pada penelitian ini terdapat penimbangan berat badan bayi dengan
menggunakan dacin, pada penimbangan berat badan bayi kemungkinan
untuk terjadinya measurement bias sangat mungkin. Pada saat
penimbangan banyak bayi yang menangis dan bergerak hal ini dapat
mempengaruhi ketepatan hasil penimbangan selain itu petugas yang
menimbang tidak selalu sama walaupun dilakukan oleh orang yang
terlatih (kader).
Pengukuran motorik kasar anak dan stimulus amat sangat
bergantung kepada kejujuran dan daya ingat orang tua anak, karna
hanya dilakukan pengamatan lingkungan pada saat pengambilan data,
bukan observasi yang berkala dan mendalam.
89
6.2. Gambaran Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang
Pembentukan kualitas SDM yang optimal, baik sehat secara fisik maupun
psikologis sangat bergantung dari proses tumbuh kembang anak pada usia dini.
Pemantauan perkembangan anak berguna untuk menemukan
penyimpangan/hambatan perkembangan anak sejak dini, sehingga upaya
pencegahan, upaya stimulasi dan upaya penyembuhan serta upaya pemulihan
dapat diberikan dengan indikasi yang jelas sedini mungkin pada masa-masa
kritis tumbuh kembang anak.
Gambaran status perkembangan motorik kasar di Desa Pari adalah 18.1%
dari 94 anak dengan rentang 6-24 bulan mengalami keterlambatan
perkembangan motorik kasar. Sedangkan 81.9 % anak memiliki status
perkembangan motorik kasar yang normal.
6.3. Gambaran Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi
juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan
antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan
pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat
diet, indikator antropometri yang sering digunakan adalah Berat Badan menurut
90
Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut
TinggiBadan (BB/TB). Penelitian ini menggunakan indikator Berat Badan
menurut Umur (BB/U), hasi penelitian menunjukan bahwa kejadian gizi buruk
pada anak dengan rentang umur 6 sampai 12 bulan di Posyandu Desa Pari
adalah 2,1 % dari total seluruh balita pada rentang umur tersebut. Angka gizi
buruk sendiri data penimbangan bulan maret menunjukan 1,6% anak di Desa
Pari berstatus gizi buruk, selain gizi buruk pada anak ada masalah lain terkait
gizi seperti gizi kurang 4,3% dan gizi lebih 3,2%. Jika dijumlahkan sekitar
9,6% masalah terkait status gizi yang ada di Desa Pari, Hal ini terbilang cukup
besar karena permasalahan terkait gizi dikatakan masalah kesehatan masarakat
jika menyentuh angka 10%, jika tidak ditanggapi dengan serius ini dapat
menjadi masalah serius, apalagi status gizi merupakan elemen penting dalam
masa pertumbuhan dan perkembangan anak.
6.4. Gambaran Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Umur pada anak usia dini (Balita, Batita, Baduta dan Bayi) merupakan
element yang penting, karna dalam usia ini umur sering kali dijadikan tolak
ukur untuk menentukan suatu kondisi atau keadaan pada anak seperti status gizi
dan status tumbuh kembang anak. Umur sangat memegang peranan penting
dalam penentuan status gizi, kesalahan dalam penentuan akan menyebabkan
interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun
tinggi badan yang akurat akan tidak berarti jika tidak disertai dengan penentuan
91
umur yang tepat. Umur juga memiliki peranan yang penting sebagai tolak ukur
perkembangan anak, dalam perkembangan anak seiring dengan bertambahnya
umur berbeda pula keterampilan yang harus dikuasai anak.
Pada penelitian ini umur di kategorikan menjadi tiga kelompok sesuai
dengan tingkatan capaian keterampilan (milestone) pada perkembangan anak.
Kelompok pertama ada pada rentang umur 6-12 bulan, terdapat 45,7% anak di
Desa Pari dengan rentang umur ini. Kelompok kedua ada pada rentang umur
13-18 bulan, terdapat 30,9% anak pada rentang umur ini di Desa Pari.
Kelompok ketiga dengan rentang umur 19-24 bulan terdapat 23,4% anak
dengan rentang umur ini di Desa Pari.
6.5. Gambaran Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Perbedaan jenis kelamin berpengaruh pada perkembangan motorik anak.
Anak perempuan lebih sering melatih keterampilan yang membutuhkan
keseimbangan tubuh, seperti permainan melompat atau menari. Sedangkan anak
laki-laki lebih senang melatih keterampilan melempar, menangkap dan
menendang atau berprilaku yang mementingkan kecepatan dan kekuatan. Ada
beberapa kegiatan yang dapat mengembangkan gerakan motorik anak, misalnya
aktivitas berjalan di atas papan, olahraga, menari, atau bermain dengan mainan
yang mengharuskan anak untuk bergerak.
Anak laki-laki sering dikatakan lebih memiliki dibandingkan anak
perempuan. Jenis kelain sering kali dijadikan tolak ukur dalam menilai suatu
92
kondisi yang terjadi pada anak. Dalam penilaian status gizi, jenis kelamin
menjadi salah satu kriteria yang harus diperhatikan dalam pengukuran,
indikator apapun yang digunakan (BB/U, TB/U, BB/TB) akan selalu di bedakan
berdasarkan jenis kelamin.
Dalam penelitian ini diketahui pada anak rentang umur 6 sampai 24 bulan
terdapat 48 anak berjenis kelamin laki-laki dan 46 anak berjenis kelamin
perempuan, jadi dapat dilihat bahwa antar jumlah anak dengan jenis kelamin
laki-laki dan perempuan di Posyandu Desa Pari Mandalawangi Pandeglang
Banten dalam rentang umur ini relatif sama.
6.6. Gambaran Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang
Gizi ibu yang jelek sebelum maupun pada saat kehamilan lebih sering
menghasilkan berat bayi lahir rendah (BBLR). Disamping itu dapat
menghambat perkembangan otak janin yang dapat mempengaruhi perkembangn
kecerdasan dan emosi, bayi dapat dikatakan menderita BBLR jika berat bada
saat lahir kurang dari 2500 gramm.
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) meningkatkan resiko terjadinya
cerebral palsy yaitu gangguan perkembangan motorik yang berhubungan
dengan kemampuan berjalan, serta jika dibandingkan dengan bayi atern, bayi
BBLR lemah dalam keterampilan mototorik halus seperti mengurai benang.
93
Pada penelitian ini di dapatkan bahwa anak pada rentang umur 6 sampai
12 bulan di Posyandu Desa Pari 6,4% diantaranya mempunyai riwayat BBLR
dan 93,6% lainnya mempunyai riwayat kelahiran dengan berat yang normal.
Kelahiran BBLR merupakan indikasi kehamilan yang kurang sehat, hal ini
dapat berupa asupan gizi yang tidak baik pada ibu hamil atau terjadi kesakitan
pada ibu saat mengandung.
6.7. Gambaran Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Dari pendidikan, ibu akan memperoleh pengetahuan dan pemahaman.
Dengan pengetahuan dan pemahaman yang baik maka akan mudah menerima
segala informasi terutama semua kebutuhan yang dibutuhkan oleh anak untuk
dapat berkembang secara optimal. Informasi tersebut meliputi bagaimana cara
pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan anak, dan menstimulasi
perkembangan anak. Pengetahuan dan pemahaman yang baik diperoleh dari
suatu pendidikan yang baik melalui proses dan metode-metode tertentu
sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku
yang sesuai dengan kebutuhan (Syah, 2003)
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prilaku ibu
dalam tumbuh kembang anak. Dengan terbatasnya kemampuan ibu dalam
pengetahuan sehingga memungkinkan terhambatnya kemampuan anak.
Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh terhadap perkembangan motorik anak,
hasil penelitian menunjukan tingkat pengetahuan ibu pada anak dengan rentang
94
usi 6-24 bulan di Posyandu Desa Pari, terdapat 4,3% ibu dengan tingkat
pengetahuan rendah, dan 34% ibu dengan tingkat pengetahuan sedang dan 61%
ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi.
Jika ditinjau dari data yang diperoleh yaitu sebanyak 58 orang atau 61,7%
dari 94 ibu memiliki pengetahuan yang tinggi dalam perkembangan mottorik
kasar anak, dapat dikatakan sebagian besar ibu pada anak dengan rentang usia
6-24 tahun di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang meiliki pengetahuan yang tinggi tentang perkembangan motorik
kasar.
6.8. Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan pengetahuan, semakin tinggi
jenjang pendidikan semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu terhadap suatu
masalah, lembaga pendidikan di Negara kita terbagi kedalam 2 kategori formal
dan nonformal. Contoh dari lembaga pendidikan formal adalah sekolah Negeri
atau Suasta yang mengacu pada kurikulum Depag atau Dinas Pendidikan dan
contoh dari lembaga pendidikan nonformal seperti pesantren yang dipimpin
oleh para ajengan dan kiyai.
Dalam penelitian ini tingkat pendidikan yang dimaksud adalah jenjang
pendidikan formal terakhir yang pernah diselesaikan oleh ibu anak dalam
sistem pendidikan nasional. Berdasarkan hasil penelitian 64,9% ibu anak usia 6-
24 bulan di Posyandu Desa Pari memiliki tingkat pendidkan rendah, dan 35,1%
95
sisanya memiliki pendidikan yang tinggi, dapat disimpulkan ibu anak usia 6-24
bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten sebagian besar masih berpendidikan rendah.
6.9. Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan
Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Sama halnya dengan tingkat pendidikan pada ibu, tingkat pendidikan
pada ayah pun berarti jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah
diselesaikan oleh ayah anak dalam sistem pendidikan nasional. Dari pendidikan
ini diharapkan ayah mendapatkan banyak informasi untuk menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anak, baik dalam berupa akses langsung
maupun akses perantara.
Adapun hasil yang didapatkan dari penelitian ini diketahui 43,6% ayah
anak usia 6-24 bulan di Posyandu Desa Pari memiliki tingkat pendidikan yang
rendah dan 56,4% meiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini berbanding
terbalik dengan tingkat pengetahuan ibu, sebagian besar ayah anak usia 6-24
bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawngi Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.
6.10. Gambaran Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan
Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Pendapatan yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak.
Biasanya pendapatan keluarga diukur dengan pendapatan Upah Minimum
96
Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Regional (UMR), upah minium Provinsi
Banten untuk Kabupaten Pandeglang adalah Rp.1.418.000/Bulan.
Berdasarkan hasil penelitian 36,2% keluarga berpenghasilan rendah dan
63,8% berpenghasilan tinggi. Desa pari merupakan pusat perdagangan di
Kecamatan Mandalawangi, di desa ini terdapat pasar sebagai tempat perputaran
uang dan akses bagi penduduk sekitar untuk berniaga ataupun menjual hasil
kebun dan sawah untuk para petani, jadi tak mengherankan jika sebagian besar
penduduk Desa Pari berpenghasilan tinggi.
6.11. Gambaran Jumlah Anak dalam Keluarga Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang
Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang mempunyai status ekonomi
yang cukup akan mengurangi kasih sayang dan perhatian pada anak. Sedangkan
jumlah anak yang banyak pada keluarga dengan status ekonomi yang kurang
tidak hanya mengurangi perhatian dan kasih sayang juga kebutuhan primer
sandang, pangan, pun tak terpenuhi. Jadi banyaknya anak dalam satu keluarga
akan mempengaruhi status gizi anak dantumbuh kembang anak.
Berdasarkan data penelitian 40% keluarga anak dengan rentang usia 6-24
bulan di Posyandu Desa Pari memiliki anak 2 atau kurang, sedangkan 59,6%
keluarga anak dengan rentang usia 6-24 bulan di Posyandu Desa Pari
mempunyai anak 3 atau lebih. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan
jumlah anak dalam satu kepala keluarga di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
97
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten masih mempunyai banyak anak yaitu 3
atau lebih.
6.12. Gambaran Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak.
Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teraturakan lebih cepat
berkembang terutama dalam perkembangan motorik kasar anak, yang dimaksud
stimulus dalam penelitian ini adalah merupakan cara orang tua mengasuh
mendidik dan membesarkan anak yang berpengaruh pada tumbuh kembang
anak, seperti yang ditunjukan jawaban responden pada angket.
Hasil penelitian ini menunjukan 25,5% anak usia 6-24 bulan di Posyandu
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten
mendapat stimulasi yang kurang dan 74.5% anak usia 6-24 bulan di Posyandu
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten
mendapat stimulasi yang cukup. Dapat dikatakan anak usia 6-24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi
Banten mendapat stimulasi yang cukup dari orang tua mereka.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Yekti
Rokhani (2008) Hasil penelitian ini menunjukkan baduta yang perkembangan
motorik kasarnya lambat pada periode tertentu sebanyak 34 anak (77,3 %).
Sedangkan jumlah baduta yang motorik kasarnya normal dari awal periode
perkembangan hanya 10 anak (22,7 %). Sebagian besar status gizi anak baduta
98
di Puskesmas Kampung Sawah baik, yaitu 90,9 %, hanya 9,1 % saja yang
kurang baik. Sedangkan untuk pola asuh juga cukup baik, yaitu 54,5 %, dan
kurang baik sebesar 45,5 %. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan perkembangan motorik
kasar.
6.13. Hubungan Status Gizi Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada
Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu. Penentuan status gizi ditentukan berdasarkan indeks berat
badan menurut umur (BB/U) berdasarkan Z-score baku rujukan WHO NHCS.
Menurut BAPPENAS dalam materi Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi
2011-2015 terdapat beberapa faktor yang menyebabkan status gizi, menurut
Unicef, faktor yang mempengaruhi status gizi digolongkan atas penyebab
langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung yaitu konsumsi
makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab gizi
kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena
penyakit. Adapun penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga,
pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Setelah dilakukan uji chi-square pada variabel status gizi dan motorik
kasar didapatkan sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5
sebanyak 6 sel (75%), dengan dengan demikian harus dilakukan penggabungan
99
kategori-kategori yang semakna dalam rangka memperbesar harapan dari sel-
sel tersebut. Maka status gizi dirubah menjadi dua kategorik yaitu, 0 = status
gizi bermasalah (gabungan dari 0,1 dan 3) dan 1 = status gizi baik.
Berdasarkan hasil penelitian status gizi secara signifikan mempengaruhi
status perkembangan motorik kasar anak dengan nilai p 0,009 artinya adanya
hubungan yang bermakna antara status gizi dengan perkembangan motorik
kasar anak pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
Hasil ini sesuai dengan hasi penelitian Lindawati (2010) didapatkan
bahwa tingkat perkembangan motorik anak dengan status gizi kurang tidak
sesuai dengan usia terjadi pada 66.7% responden, sedangkan tingkat
perkembangan motorik anak dengan status gizi normal tidak sesuai hanya
terjadi pada 32.8% responden. Dengan hasil hitung 0,004 dan p value 0,01
artinya ada hubungan bermakna antara status gizi dengan perkembangan
motorik kasar.
Begitu juga dengan hasil penelitian Ulya (2012) menunjukkan bahwa
status gizi anak sebagian besar baik sebanyak 32 anak (78,0%), perkembangan
motorik kasar anak sebagian besar normal sebanyak 30 anak (73,2%), dan ada
hubungan yang bermakna antara status gizi anak dengan perkembangan
motorik kasar pada anak di Posyandu Mukti Asih Kelurahan Genuk Sari
dengan nilai p sebesar 0,000 (Ulya, Maslachatul. 2012)
100
Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan hasi penelitian Gunawan
dkk. (2010) dengan jumlah subjek 321 anak usia 6 sampai 24 bulan dan yang
memenuhi kriteria inklusi 308 anak, terdiri dari 164 laki-laki (53,2%) dan 144
perempuan (46,8%). Anak yang mengalami perkembangan normal 278 anak
(90,22%) dan meragukan 30 anak (9,78%). Sedangkan status gizi dinilai
berdasarkan BB/PB, hasil normal 277 anak (89,9%) dan kurus 31 anak
(10,10%). Dari 31 anak dengan status gizi kurang, di antara 2 anak di antaranya
mengalami perkembangan meragukan dan dari 28 anak dengan perkembangan
meragukan mempunyai status gizi normal. Tidak terdapat hubungan antara
gangguan perkembangan dengan status gizi (p=0,394).
Seperti yang telah dipaparkan bahwa menurut hasil penelitian status gizi
berhubungan signifikan secara statistik dengan status perkembangan motorik
kasar anak. Dengan demikian untuk meningkatkan status perkembangan
motorik kasar anak maka harus dimulai dengan memperbaiki status gizi anak
tersebut. Untuk penanggulangan gizi buruk pemerintah telah merancang
bebeapa program salah satu program yang di adopsi pemerintah untuk
penanggulangan gizi buruk adalah program positive deviance.
Positive Deviance (PD) atau penyimpangan positive adalah sebuah
program baru di dalam dunia kesehatan, yang bertujuan untuk menangani kasus
gizi buruk atau gizi kurang bagi anak-anak Balita yang ada di seluruh
Indonesia. Disebut dengan penyimpangan positive karena anak-anak penderita
gizi buruk yang berada di satu lingkungan bisa mencontoh perilaku hidup sehat
101
anak-anak yang tidak menderita gizi buruk.Program PD ini lebih
mengembangkan konsep pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat secara
penuh untuk mengatasi masalah gizi buruk, sangat jauh berbeda dengan
program PMT (Pemberian Makanan Tambahan) yang dikembangkan oleh
pemerintah. Program PMT sangat tidak efektif karena masyarakat tidak
dilibatkan secara penuh dalam program tersebut, bahkan cenderung membuat
masyarakat manja dan memiliki ketergantungan sangat tinggi terutama bagi
keluarga penderita gizi buruk. Di samping itu juga, program PMT sangat
mubazir dalam hal pembiayaan, karena semua keluarga penderita gizi buruk
selalu berharap untuk mendapat bantuan. Itu sebabnya program PD perlu
mendapat perhatian pemerintah (Depkes) untuk diadopsi dalam rangka
mengatasi gizi buruk di masyarakat.
Selain positive deviance ada beberapa program yang telah terdahulu
disosialisasikan kepada masyarakat dalam upaya kesehatan promotif dan
preventif terdapat program penyuluhan gizi melalui promosi kadarzi,
revitalisasi posyandu, pemberian supplementasi gizi dan pemberian MP-ASI
bagi balita gakin. Sedangkan dalam upaya kuratif dan rehabilitatif terdapat
program penemuan aktif dan rujukan kasus gizi buruk, perawtan balita gizi
buruk dan pendampingan balita gizi buruk pasca perawatan.
Dalam menunjang penanggulangan gizi buruk demi terwujudnya status
perkembangan motorik kasar anak yang optimal maka dierlukan peran berbagai
pihak termasuk didalamnya keluarga. Peran keluarga dalam kerangka kerja
102
pencegahan dan peanggulangan gizi buruk adalah mengikuti onseling gizi,
memberikan ASI ekslusif dan MP-ASI, memberikan gizi yang seimbang padda
anak, memberikan pola asuh yang baik, pemantauan pertumbuhan anak,
menggunakan garam beryodium, memanfaatkan pekarangan rumah sebagai
apotek dan pasar hidup, peningkatan daya beli keluarga dan menjadi keluara
siaga.
6.14. Hubungan Umur Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada
Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang
sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan
anak dengan dewasa. Anak bukan dewasa kecil. Pertumbuhan terjadi secara
simultan dengan perkembangan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan
merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang
dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem neuromuskuler, kemampuan
bicara, emosi dan sosialisasi. Semua fungsi tersebut berperan penting dalam
kehidupan manusia yang utuh. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan
perkembangan yang sesuai dengan usianya.
Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan yang signifikan antara
umur dan staus perkembangan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan
di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten.dengan p value 0,422.
103
Penelitian ini selaras dengan penelitian Vita dkk. yang menyebutkan
bahwa pada anak usia 12-18 bulan yang terdiri atas 22 anak (51%) laki-laki dan
21 anak (49%) perempuan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna (p >0.05) pada sebaran sampel menurut umur dan
jenis kelamin di kedua keluarga.
Penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Gunawan dkk
(2010) yang menyatakan bahwa hasil penelitian menggambarkan bahwa umur
balita dengan gangguan perkembangan anak sebanyak 31 anak. Dengan p value
0,009 ada hubungan antara umur dengan gangguan perkembangan anak.
Pada penelitiaan ini variabel umur tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan status perkembangan motorik kasar dikarenakan pada
pengukuran status perkembangan motorik kasar menggunakan indikator umur
sebagai parameter pengukurannya. Maka dari itu walaupun dalam teori
Soetjiningsih dan Hidayat dikatakan bahwa umur termasuk kedalam faktor
yang mempengaruhi motorik kasar, tapi berdasarkan hasil penelitian ini tidak
memiliki hubungan dengan status perkembangan motorik kasar.
6.15. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar
Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada
laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki
akan lebih cepat. Dalam hal ini jenis kelamin mempunyai peranan tersendiri
104
dalam tumbuh kembang anak, khususnya perkembangan motorik kasar. Dalam
tumbuh kembang anak selain umur, jenis kelamin merupakan faktor yang harus
diperhatikan sebagai salah satu indikasi dalam menentukan status
perkembangan motorik kasar anak.
Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan yang signifikan antara
jenis kelamin dengan status perkembangan motorik kasar anak pada anak usia 6
sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten.dengan p value 1,000
Hal ini selaras dengan penelitian Gunawan (2010) yang
menyebutkanHasil penelitian menggambarkan bahwa jenis kelamin laki dengan
gangguan perkembangan anak sebesar 5,9% dan jenis kelamin perempuan
dengan gangguan perkembangan anak sebesar 3,7%. Dengan p value 0,494
tidak ada hubungan antara Jenis kelamin dengan gangguan perkembangan
anak.
6.16. Hubungan Status Berat Bayi Lahir Rendah Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan
derajat kesehatan anak, karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak
saat ini (Hidayat, 2008). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih
tergolong tinggi. Angka kematian bayi di Indoesia tercatat 16,3 per 1000
kelahiran bayi pada tahun 2008, ini memang bukan gambaran yang indah
105
karena masih terbilang tinggi bila di bandingkan dengan Negara – negara di
bagian ASEAN.
Menurut data WHO tahun 2007 prevalensi bayi berat lahir rendah
(BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan
3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-
ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan
di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding
pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor
utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi
dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya
dimasa depan (Setyowati, 1996). Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi
antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi
di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %.
Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %.
Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program
perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.
Bayi dengan BBLR memiliki resiko kematian 35 kali lebih tinggi
dibandingkan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. BBLR juga
dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan
memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Berdasarkan hasil penelitian riwayat BBLR mempengaruhi secara
signifikan perkembangan motorik kasar dengan nilai p 0,009 artinya ada
106
hubungan bermakna antara riwayat BBLR dengan perkembangan motorik kasar
anak pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
Penelitian oleh Martika (2012) di Yogyakarta menunjukan bahwa adanya
hubungan antara berat bayi lahir rendah (BBLR) dengan perkembangan
motorik anak, anak dengan riwayat BBLR memiliki kecenderungan untuk
terjadinya keterlambatan perkembangan motorik halus 27,6 kali dan
perkembangan motorik kasar 8,18 kali lebih besar dibandingkan anak normal.
Berdasarkan hasil penelitian untuk mengoptimalkan status perkembangan
motorik kasar anak maka perlu diadakan penanganan serius terhadap kejadian
berat bayi lahir rendah (BBLR). Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah
kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain.
Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor
janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (IDAI, 2004).
1. Faktor ibu
a. Penyakit
Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain
b. Komplikasi pada kehamilan.
Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan
antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas
107
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu-ibu dengan usia muda
d. Faktor kebiasaan ibu
Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu
alkohol dan ibu pengguna narkotika.
2. Faktor janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan
kromosom.
3. Faktor lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi,
sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun.
Dari berbagai faktor resiko diatas adapun langkah preventif yang dapat
dilakukan untuk menurunkan angka kejadian BBLR di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang adalah dengan Meningkatkan
pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan
dan dimulai sejak umur kehamilan muda, Penyuluhan kesehatan tentang
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, dan perencanaan
persalinan pada rentang umur reproduksi sehat.
108
6.17. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar
Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Setelah dilakukan uji chi-square pada variabel pengetahuan ibu dan
motorik kasar didapatkan sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang
dari 5 sebanyak 2 sel (33,3%), dengan dengan demikian harus dilakukan
penggabungan kategori-kategori yang berdekatan makna dalam rangka
memperbesar harapan dari sel-sel tersebut. Maka status gizi dirubah menjadi
dua kategorik yaitu, 0 = pengetaahuan ibu kurang dan 1 = pengetahuan ibu
baik.
Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak pada anak usia 6
sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten dengan p value 0,182.
Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Hotmaria (2010) hasil
penelitian Hotmaria menunjukan nilai p untuk hubungan pengetahuan ibu dan
motorik kasar anak sebesar 0,569 yang artinya tidak ada hubunngan bermakna
antara pengertahuan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak.
Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Havni Van Gobel (2012)
adanya hubungan bermakna antara pengetahuan dengan peran ibu dalam
perkembangan motorik kasar bayi usia 6-9 bulan di posyandu kelurahan libuo
tahun 2012.
109
Selaras dengan Havni, Titis Puspita Sari dkk. (2012) mengemukakan
berdasarkan uji korelasi Spearman Rank, menyimpulkan bahwa ada hubungan
antara pengetahuan ibu dan perkembangan motorik kasar anak usia 3 – 5 tahun
di PAUD Ngudi Rahayu, Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten
Semarang. Hubungan ini mempunyai arah yang positif artinya semakin baik
pengetahuan ibu maka semakin baik perkembangan motorik kasar anak usia 3 –
5 tahun.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau
kognisi merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (Notoatmojo, 2009). Jadi semakin baik pengetahuan seseorang
semakin baik dan benar tindakan yang diambil seseorang, dalam pembahasan
ini dapat diartikan semakin baik pengetahuan ibu, semakin baik pula tindakan
yang diberikan pada anak yang akan berkibat baiknya status perkembangan
motorik anak. Akan tetapi hasil penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan
antara keduanya. Sebagian besar profesi penduduk Desa Pari adalah bertani dan
pedagang bissa saja pengetahuan mereka tentang perkembangan motorik baik
namun mempunyai sangat sedikit waktu berkualitas dengan anak, sehingga
anak kurang mendapat perhatian.
110
6.18. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Berdasarkan hasil penelitian tidak adak hubungan yang signifikan antara
tingkat pendidikan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak pada anak
usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dengan nilai p = 0,159.
Hal ini selaras dengan hasil penelitian Darmawan dkk (2010) Pendidikan
ibu 63% lebih dari SMU, cukup baik untuk mendidik anak walaupun tidak ada
hubungan antara pendidikan ibu dengan gangguan perkembangan anak, p
0,188.
Namun hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Havni Van
Gobel (2012) terdapat 18 orang (77%) berpendidikan SD dan 5 orang (23%) ibu
sampel keluarga miskin yang tidak sekolah, sedangkan pada keluarga tidak
miskin sebagian besar ibu (80%) berpendidikan SMU dan lainnya
berpendidikan perorang tuaan tinggi akademi. Berdasarkan hasil uji stiatistik
temyata terdapat perbedaan yang bemlakna (p< 0.05) antara tingkat pendidikan
orangtua (ayah dan ibu) sampel di keluarga miskin dan tidak miskin.
111
6.19. Hubungan Tingkat Pendidikan Ayah Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan
kemauan yang dikembangkan. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap
perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi
akan memudahkan sesorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan
mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari,
khususnya dalam hal kesehatan. Pendidikan formal membentuk nilai bagi
seseorang terutama dalam menerima hal baru.
Diharapkan dengan tingkat pendidikan ayah yang sebagian besar
berpendidikan tinggi hal ini akan berdampak baik bagi tumbuh kembang anak,
karena secara teoritis semakin tinggi pendidikan ayah maka semakin banyak
pula informasi yang didapatkan untuk meningkatkan tumbuh kembang anak.
Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan antara tingkat
pendidikan ayah dengan perkembangan motorik kasar anak pada anak usia 6
sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten dengan nilai p = 0,063.
Berdasarkan hasil penelitian ini ternyata tingkat pendidikan ayah tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan tumbuh kembang anak, khususnya
112
perkembangan motorik kasar anak, diduga hal ini karena ayah jarang berperan
aktif secara langsung terhadap tumbuh kembang anak pada usia ini.
6.20. Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas
prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan
ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan antara lain. Pendapatan
pribadi, yaitu; semua jenis pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan suatu
kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu Negara. Pendapatan disposibel,
yaitu; pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh para
penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang
dinamakan pendapatan disposibel. Pendapatan nasional, yaitu; nilai seluruh
barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh suatu Negara dalam
satu tahun (Sukirno, 2006).
Upah minimum kabupaten/kota (UMK) pada tahun 2014 untuk
Kabupaten Pandeglang adalah sebesar Rp.1.418.000, menurut hasil penelitian
ini sebagian besar pendapatan keluarga anak usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari adalah berpenghasilan tinggi.
Berdasarkan hasil pnelitian adanya hubungan yang signifikan antara
status ekonomi keluarga dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia 6
113
sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten dengan nilai p = 0,000.
Hal ini bertolak belakang dengan hasil peniitian Darmawan dkk. (2010)
Hasil penelitian kami menggambarkan bahwa status ekonomi keluarga kurang
31,5% namun tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan gangguan
perkembangan anak, p 0,647.
Penghasilan keluarga yang baik akan mampu memenuhi kebutuhan
pangan secara baik dalam keluarga. Tercukupinya kebutuhan pangan dengan
baik dalam keluarga akan menjamin asupan makanan untuk anggota keluarga,
dengan terpenuhinya asupan makanan yang cukup diharapkan terpenuhinya
asupan gizi keluarga, khususnya asupan gizi anak. Asupan gizi yang baik akan
mendukung anak memiliki status gizi yang baik, status gizi yang baik akan
mengoptimalkan perkembangan motorik kasar anak. Jadi idealnya keluarga
dengan penghasilan yang baik akan memiliki anak dengan status perkembangan
motorik yang baik.
Jika kita mengacu kepada persentase pendapatan keluarga dan status
perkembangan motorik kasar di Desa Pari, sebagian besar pendaatan keluarga
anak usia 6 sampai 24 bulan memiliki pendapatan yang tinggi dan sebagian
besar status perkembangan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang memiliki status
perkembangan yang normal.
114
6.21. Hubungan Jumlah anak dalam Keluarga Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan antara jumlah anak
dalam keluarga dan perkembangan motorik kasar anak pada anak usia 6 sampai
24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten dengan nilai p = 0,591.
Hasil ini senada dengan hasil penelitian Darmawan dkk. (2010) yang
menyatakan bahwa hasil penelitian menggambarkan bahwa jumlah anak lebih
dari satu dengan gangguan perkembangan anak sebesar 8,4% dan jumlah anak
satu dengan gangguan perkembangan anak sebesar 1,2%. Dengan p value 0,188
tidak ada hubungan antara jumlah anak dengan gangguan perkembangan anak.
Menurut hasil penelitian sebagian besar keluarga dengan anak usia 6
sampai 24 bulan memiliki anak lebih dari 2. Menurut Soetjiningsih (1995)
jumlah anak akan mempengaruhi pembagian perhatian dan kasih sayang orang
tua atau pengasuh pada anak. Semakin banyak anak semakin sedikit porsi
perhatian yang akan diterima oleh anak, hal ini akan lebih parah jika terjadi
pada keluarga dengan status ekonomi rendah, selain kekurangan perhatian dan
kasih sayang anak akan kekuarangan ketersediaan makanan. Hal ini akan
menyebabkan perkembangan motorik kasar anak terganggu. Jadi jika jumlah
anak dalam keluarga tidak dikendalikan maka penanggulangan gangguan
perkembangan motorik akan sulit.
115
6.22. Hubungan Stimulus Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada
Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Dalam mengembangkan berbagai kemampuan dasar anak TK peran orang
tua sangatlah penting. Dalam merencanakan kegiatan fisik atau motorik seorang
orang tua membutuhkan latar belakang yang kuat untuk memilih kegiatan fisik
atau motorik yang bermakna dan sesuai bagi anak didiknya. Orang tua juga
perlu menentukan tingkat keberhasilan yang sesuai dengan kemampuan
anaknya. Orang tua perlu mempelajarai tingkat kemampuan anak didiknya
sehingga dapat menentukan jenis kegiatan dan ukuran keberhasilan yang sesuai
dengan tahap perkembangan anak.
Orang tua mempunyai peran yang penting dalam pengembangan fisik
motorik anak yang dapat dilakukan melalui bermain. Disekolah, orang tualah
yang menentukan apa aktivitas fisik atau olahraga yang dapat dilakukan anak
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Orang tua juga berperan
dalam menumbuhkan minat anak terhadap berbagai kegiatan motorikanak
seperti jenis olahraga, menggambar, melipat kertas dan lain – lain. Peran orang
tualah yang dapat mengarahkan dan menumbuhkan minat anak untuk mengikuti
semua kegiatan fisik motorik tersebut dengan tujuan agar gerakan motorik kasar
dapat dikembangkan dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara
stimulasi pada anak dan perkembangan motorik kasar anak pada anak usia 6
116
sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten dengan nilai p = 0,011
Penelitian ini senada dengan hasil penelitian Yeti Rokhyani (2008) yang
menyatakan Hasil penelitian ini menunjukkan baduta yang perkembangan
motorik kasarnya lambat pada periode tertentu sebanyak 34 anak (77,3 %).
Sedangkan jumlah baduta yang motorik kasarnya normal dari awal periode
perkembangan hanya 10 anak (22,7 %). Sebagian besar status gizi anak baduta
di Puskesmas Kampung Sawah baik, yaitu 90,9 %, hanya 9,1 % saja yang
kurang baik. Sedangkan untuk pola asuh juga cukup baik, yaitu 54,5 %, dan
kurang baik sebesar 45,5 %. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan perkembangan motorik
kasar.
Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian
Darmawan dkk. (2010) yang menyatakan hasil penelitian menggambarkan
bahwa stimulus baik dengan gangguan perkembangan anak sebesar 0,6% dan
stimulus buruk dengan gangguan perkembangan anak sebesar 9%. Dengan p
value 0,188 tidak ada hubungan antara Stimulus dengan gangguan
perkembangan anak.
Stimulasi dari orang tua merupakan pondasi awal untuk tumbuh kembang
anak. Waktu yang berkualitas dengan keluarga merupakan kunci penting
terpenuhinya stimulsi yang baik bagi anak. Desa Pari merupakan Desa dengan
mayoritas penduduk sebagai petani dan pedagang yang hampir sebagian besar
117
waktunya di habiskan di ladang dan pasar sehingga quality time dengan anak
amat sedikit, sehingga anak lebih sering diasuh oleh orang lain yang belum
tentu memahami pentingnya stimulasi anak sejak dini seperti orang tua atau
ibunya.
118
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
7.1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi status perkembangan motorik kasar
menurut teori dan dijadikan sebagai variabel penelitian adalah status
perkembangan motorik kasar anak yang dijadikan variabel penelitian
adalah status gizi, riwayat BBLR, umur, jenis kelamin, pengetahuan
ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ayah, jumlah anak
dalam keluarga, status ekonomi keluarga dan stimulus. 18,1% anak
usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari mengalami
keterlambatan perkembangan motorik kasar.
7.1.2. 2,1% anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari memiliki
status gizi buruk, 4,3% gizi kurang dan 3,2% gizi lebih. 6,4% anak
usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari sebagian besar
memiliki riwayat BBLR. 51,1% bahwa anak usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari sebagian besar memiliki status berjenis kelamin
laki-laki. 45,7% anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari
sebagian besar pada rentangan umur 6 – 12 bulan
7.1.3. 25,5% anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari masih
kurang stimulasi dari para pengasuhnya. 59,6% orang tua anak usia 6
sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari sebagian besar memiliki 3
anak atau lebih. 63,8% keluarga dengan anak usia 6 sampai 24 bulan
di Posyandu Desa Pari sebagian besar memiliki status ekonomi yang
119
tinggi. 56,4% ayah anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa
Pari sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. 64,9%
ibu anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari sebagian besar
memiliki tingkat pendidikan yang rendah. 61,7% ibu anak usia 6
sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari sebagian besar memiliki
pengetahuan yang tinggi terkait status perkembangan motorik kasar.
7.1.4. Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan
motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa
Pari adalah, status gizi, riwayat BBLR, status ekonomi keluarga dan
stimulus. Sedangkan yang tidak berhubungan umur, jenis kelamin,
pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ayah, dan
jumlah anak dalam keluarga.
7.2. Saran
7.2.1. Untuk menangulangi permasalahan gizi buruk bisa menggunakan
program pemerintah memang telah disosialisasikan. Namun ada
beberapa upaya lain yang dapat dilakukan oleh masyarakat tentunya
dengan bimbingan pihak terkait, antara lain upaya penerapan positive
deviance pada anak dengan indikasi gizi buruk dan gizi kurang.
penerapan positive deviance merupakan upaya untuk merubah
kebiasaan anak dengan gizi buruk menjadi seperti kebiasaan anak
dengan gizi baik. Hal ini dinilai akan efektif mengingat interaksi
interpersonal di Desa Pari masih sangat kuat, dengan interaksi antar
120
warga yang masih terjalin baik ini proses perubahan prilaku dan
kebiasaan ini dinilai akan lebih cepat.
Selain itu Desa Pari merupakan desa dengan tanah yang subur dan
dengan pengairan yang baik, berbagai macam tumbuhan pangan dapat
tumbuh subur disana, hal ini dapat dimanfaatkan dengan
memperkenalkan tumbuhan kaya gizi kepada penduduk pari untuk
dibudidaya maupun dikonsumsi demi menunjang kebutuhan asupan
gizi.
7.2.2. Untuk memperbaiki perkembangan motorik kasar anak di Posyandu
Desa maka terlebih dahulu harus memperbaiki angka kejadian BBLR
di desa Pari. Langkah awal untuk memperbaiki angka kejadiaan
BBLR yaitu dengan melakukan deteksi dini terhadap ibu hamil,
deteksi dini terhadap ibu hamil dapat dilakukan pada saat pemeriksaan
di Posyandu, permasalahannya mayoritas mata pencarian penduduk
Desa Pari merupakan petani dan pedagang yang aktifitasnya sebagian
besar dimulai pada pagi hari yang mana juga biasanya bertepatan
dengan diselenggarakannya jadwal Posyandu, Jadi untuk
mendapatkan hasil yang maksimal pada deteksi dini BBLR pada ibu
hamil sebaiknya waktu penyelenggaraan Posyandu diperpanjang
sampai sore atau disesuaikan dengan waktu istirahat warga biasanya
menjelang tengah hari.
7.2.3. Untuk meningkatkan pemberian stimulasi yang baik pada baduta di
Desa Pari bisa dengan pembekalan pengetahuan terkait perkembangan
121
motorik kasar, persoalannya hasil penelitian ini menunjukan bahwa
pengetahuan ibu terkait perkembangan motorik kasar anak sudah baik,
lantas kenapa masih terdapat 25,5% anak yang masih mendapatkan
stimulasi yang kurang dari pengasuhnya, hal ini bisa terjadi
dikarenakan pengetahuan hanya sekedar pengetahuan semata yang
tidak di implementasikan kedalam tindakan oleh ibu anak, jadi
tingginya pengetahuan ibu tidak menjamin baiknya stimulasi yang ibu
berikan pada anak, atau kecenderungan pengasuhan yang ada di Desa
Pari, untuk ibu yang bekerja biasanya anak diasuh oleh nenek atau
kakak anak tersebut yang mana seringkali sang kakak belum mengerti
bagaimana memberikan pengasuhan yang baik. Jadi untuk dapat
meningkatkan pemberian stimulasi yang baik pada anak hal yang
dapat dilakukan adalah pada saat penyuluhan tidak hanya ibu yang
diwajibkan hadir tapi semua pihak yang berpotensi menjadi pengasuh
anak diwajibkan untuk hadir kemudian pembekalan pelatihan
pemberian stimulus pada anak dimulai dari saat ibu hamil yang
kemudian saat ibu mempunyai anak, pemberian stimulasi pada anak
oleh ibu di kontrol dan diberikan penilaian, hasil penilaian dievaluasi
dan diberikan saran tindakan pada saat Posyandu, hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan indikator yang ada pada KKA atau
Buku KIA. Untuk penilain hasil stimulasi pada nak dapat dilakukan
melalui perlombaan ketangkasan anak.
122
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim. Al-hikmah, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: C.V.
Penerbit Diponegoro.
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka
Utama.
Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan.
Depok: Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKM UI.
Amin dkk, 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
Azwar, 2002. Penyusunan Skala Psikologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Azhari. 2001. Hubungan antara Faktor Internal dan Eksternal dengan Prestasi
Belajar Siswa di SPK Depkes Lubuk Linggau Tahun 2001. Tesis.
Depok: FISIP UI
Bambang Sujiono 2007, Merawat Bayi Tanpa Baby Sitter, Yogyakarta: Media
Pressindo.
Beck, M.E. 2000. Ilmu Gizi dan Diet. Jakarta : Yayasan Essential Medika
Depkes RI, 2005 Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidaiyah. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat.
Depkes RI, 2000. Buku Panduan Pengelolaan Perbaikan Gizi Kabupaten/Kota,
Depkes RI, Jakarta.
Depkes RI, 2004. Analisa Status Gizi dan Kesehaan Masyarakat, Depkes RI,
Jakarta.
Depkes RI, 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan. Kemenkes RI.
Depkes RI, 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Pandeglang 2011, Seksi gizi dan
lansia. Pandeglang
Desmita, 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2011. Keputusan
Mentri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Standar Baku
Antopometri Penilaian Gizi Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan
RI.
123
Hurlock, E. 1978. Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Hidayat, 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I, Jakarta: Salemba Medika.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2004. Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam :
Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta.
Khumaidi, M. 1994. Gizi Masyarakat. Jakarta: BPK Gunung Mulya.
Lanford at all, 2009. Essentials of Human Nutrition, Volume 6, Shree Publishers
& Distributors.
Lindawati, 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perkembangan
Motorik Anak Usia Pra Sekolah. Jurnal. Jakarta: Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta I.
Laksmi dan Handayani, 2008. Matahari Olahraga Indonesia. Jakarta: P.T.
Kompas Media Nusantara.
Meadow dan Newell. 2005. Lecture Notes: Pediatrika, Jakarta: PT. Airlangga,.
Marwati, Eka. 2010. Hubungan Kebiasaan Makan, Konsumsi Makanan dan
Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Kurang Siswa Kelas IV, V
dan VI di SDN Wargasetra 2 Kecamatan Tegal Waru Karawang
Jawa Barat Tahun 2010. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah
Notoatmodjo, Sukijo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Rokhani, Yeti. 2008. Hubungan status gizi dan pola asuh terhadap
perkembangan motorik kasar anak usia 3-18 bulan di Puskesmas
Kampung Sawah Tahun 2008. Skripsi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sadono, Sukirno, 2006. Ekonomi Pembangunan Proses masalah dan Dasar
Kebijakan, cetakan ketiga, Penerbit. Kencana, Jakarta.
Sembiring, N. 2004. Posyandu Sebagai Saran Peran Serta Masyarakat dalam
Usaha Peningkatan Kesehatan Masyarakat, Medan: Bagian
Kependudukan dan Biostatistik, FKM-USU.
Setyowati T. 1996. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat
Badan Rendah (Analisa data SDKI 1994). Badan Litbang
124
Kesehatan, http://www.digilib.litbang.depkes.go.id. Diunggah
pada Desember 2003 dan diakses tanggal 2 Desember 2007.
Soetjiningsih. 1995.Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Supariasa et all, 2001. Penilaian Status gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sylvia, N.I.I. 2010. Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar
Anak Usia 2-5 Tahun di Posyandu Desa Bentarsari, Kecamatan
Salem, Kabupaten Berebes. Skripsi. Surakarta: Fakultas
Kedokteran, UMS, Surakarta.
Sunardi dan Sunaryo, 2007 Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Depdiknas.
Suyatno, 2009. Survei Konsumsi Sebagai Indikator Status Gizi. Yogyakarta:
Universitas Diponegoro. http://undip.ac.id. Diakses pada tanggal
14 March 2013
Sukamti, Endang Rini. 2007. Diktat Perkembangan Motorik. Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Negri Yogyakarta.
Tarmudji, 2001. Pola asuh orang tua itu. http://www.depdiknas.go.id. Tesis.
Diakses pada tanggal 14 Maret 2013
Ulya, Maslachatul. 2012. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Motorik
Kasar Anak Usia 3-4 Tahun di posyandu Mukti Asih Genuksari.
Skripsi.
Potter dan Perry, 2005. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik
edisi 4. Jakarta: EGC.
Persagi 2009, Kamus Gizi. Jakarta: P.T. Kompas Media Nusantara.
BKKBN. 2013. KKA: Kartu Pintar Untuk Pemantauan Perkembangan Anak
Balita. http://www.bkkbn.go.id. Diunggah pada tanggal 13
januari 2013 dan diunduh pada tanggal 25 Maret 2013.
World Health Organization (WHO). Development of a strategy towards
promoting optimal fetal growth.
http://www.who.int/nutrition/topics/feto_maternal. Diunggah
January 2007, diakses pada tanggal 10 Juli 2014.
125
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN HUBUNGAN STATUS GIZI
DENGAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 1-2 TAHUN DI POSYANDU DESA PARI TAHUN 2014
Oleh : Mohammad Yogie Sutrisno
Saya adalah mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan status gizi
dengan gerak motorik kasar anak usia 1-2 tahun.
Saya mengharapkan kesediaan saudara untuk memberikan jawaban atau tanggapan sesuai dengan
pendapat saudara sendiri. Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas saudara. Informasi yang saudara
berikan hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu kesehatan masyarakat dan tidak akan dipergunakan
untuk maksud-maksud lain. Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga saudara bebas
untuk menerima atau menolak menjadi peserta penelitian ini. Jika saudara bersedia menjadi responden penelitian
ini, maka silahkan saudara menandatangani formulir ini.
Tanggal :
Pewawancara :
No Responden :
Alamat :
Tanda Tangan :
126
Tanggal :
No Responden :
I. Kuisioner Demografi
Petunjuk pengisian: isilah data di bawah ini dengan lengkap. Berilah tanda cek (√) pada tanda kurung
yang tersedia sesuai dengan situasi dan kondisi anda saat ini.
A. Ibu
1. No Responden : A1
2. Nama Responden : A2
3. Pendidikan Ibu : ( ) SD
( ) SMA
( ) SMP
( ) Sarjana
A3
4. Pendidikan Ayah : ( ) SD
( ) SMA
( ) SMP
( ) Sarjana
A4
5. Penghasilan
keluarga/Bulan
: ( ) < Rp.1.000.000
( ) Rp.1.000.000 – Rp.2.000.000
( ) > Rp.2.000.000
A5
6. Jumlah Anak di
Keluarga
:
__ __ Anak
A6
B. Anak
1 Jenis Kelamin ( ) Laki-laki
( ) Perempuan
B1
2 Usia anak __ __ Bulan B2
3 Berat Badan __ __ Kg B3
4 Berat Bayi Lahir __ __ __ __ gram B4
127
II. Kuisioner Pengetahuan Ibu
Petunjuk pengisian : Berilah tanda cek (√) pada kolom jawaban yang tersedia sesuai dengan anda ketahui,
dimana B = Benar dan S = Salah.
No Pertanyaan B S
1 Perkembangan anak akan baik jika anak dilatih bergerak. C1
2 Pemberian latihan gerakan pada anak dimulai sejak bayi. C2
3 Latihan gerakan diberikan secara rutin kepada anak dalam
kehidupan sehari-hari.
C3
4 Latihan gerakan diberikan kepada anak dalam bentuk yang
beragam.
C4
5 Jika anak tidak dilatih bergerak maka perkembangan
gerakan anak akan lambat.
C5
6 Anak harus dilatih untuk berlari saat anak sudah mampu
berjalan.
C6
7 Anak dapat dilatih untuk melompat saat anak baru saja
mampu berjalan.
C7
8 Anak dapat dilatih untuk menangkap benda saat anak belum
mampu berjalan.
C8
9 Anak dapat dilatih melompat jika anak sudah mampu
berlari.
C9
10 Anak dapat dilatih untuk melempar benda jika anak sudah
mampu berjalan.
C10
11 Bermain merupakan salah satu bentuk latihan gerakan yang
dapat meningkatkan kemampuan anak dalam bergerak.
C11
12 Bermain pada anak harus menggunakan ruangan khusus. C12
13 Alat permainan yang digunakan disesuaikan dengan usia
anak.
C13
14 Alat permainan yang digunakan adalah benda yang hanya
dijual di toko alat permainan saja.
C14
15 Benda sederhana atau benda yang mudah digunakan sudah
dapat dijadikan sebagai alat permainan.
C15
Kuisioner Stimulus
Bacalah setiap pernyataan di bawah ini dengan seksama dan isilah pernyataan- pernyataan tesebut dengan
tanda silang (√) sesuai dengan diri saudara yang sebenarnya. Kerjakan dengan teliti, jangan ada nomor yang
terlewatkan. Alternatif pilihan jawaban sebagai berikut:
B : jika pernyataan tersebut benar menurut diri anda
S : jika pernyataan tersebut salah menurut diri anda
No Pernyataan B S
RESPONSIVITY
1 Orangtua mengizinkan anak berhubungan dengan permainan
yang ‘berantakan’
D1
2 Orangtua spontan melakukan percakapan kepada anak
sekurangnya dua kali
D2
3 Orangtua memberikan respon secara lisan pada ucapan anak
atau celotehan anak
D3
4 Orangtua memberitahukan/mengatakan nama objek atau
individu selama masa kunjungan
D4
128
5 Saat berbicara, ucapan orangtua terdengar bersuara, jelas dan
jernih
D5
6 Orangtua memulai melakukan percakapan bergantian dengan
pemeriksa
D6
7 Orangtua melakukan percakapan dengan bebas dan mudah D7
8 Orangtua dengan spontan memberikan pujian kepada anak
sekurangnya dua kali
D8
9 Saat menyiapkan sesuatu, suara orangtua memberikan
perasaan positif terhadap anak
D9
10 Orangtua terlihat memberikan usapan, pelukan atau ciuman
kepada anak sekurangnya satu kali
D10
11 Orangtua memberikan respon positif dalam memberikan
pujian kepada anak ketika pemeriksa memuji anak
D11
ACCEPTENCE
12 Tidak lebih diberikan satu kali hukuman fisik kepada anak
pada minggu sebelumnya
D12
13 Keluarga mempunyai hewan peliharaan D13
14 Orangtua tidak berteriak kepada anak D14
15 Orangtua tidak secara langsung
mengekspresikan/memperlihatkan permusuhan atau
kejengkelan kepada anak
D15
16 Orangtua tidak terlihat menampar ataupun memukul
anak pada saat masa kunjungan
D16
17 Orangtua tidak memarahi, mencaci-maki, mengatai
ataupun mengkritik anak pada saat masa kunjungan
D17
18 Orangtua tidak terlihat mengintervensi, mencampuri
kegiatan anak atau melarang anak melakukan sesuatu
sebanyak tiga kali selama masa berkunjung
D18
19 Orangtua tidak terlihat mengintervensi, mencampuri
kegiatan anak atau melarang anak melakukan sesuatu
sebanyak tiga kali selama masa berkunjung
D19
ORGANIZATION
20 Pengasuhan anak bersifat regular dan konsisten (tidak
harus orangtua)
D20
21 Anak dibawa ke pasar/supermarket sekurangnya
seminggu sekali
D21
22 Orangtua menyediakan permainan supaya anak bermain
selama masa kunjungan
D22
23 Anak dibawa keluar rumah sekurangnya empat kali
dalam seminggu
D23
24 Anak mempunyai tempat yang istimewa untuk menaruh
mainan dan hartanya
D24
129
25 Lingkungan bermain anak terlihat aman D25
LEARNING MATERIALS
26 Tersedianya perlengkapan atau permainan yang
berhubungan aktivitas otot atau motorik
D26
27 Tersedianya permainan yang dapat ditarik atau didorong
oleh anak
D27
28 Tersedianya sepeda roda tiga, mobilan kecil yang bisa
digerakkan, skuter, stoller atau walker
D28
29 Tersedianya permainan yang berhubungan dengan
bermain peran dan permainan yang menyenangkan
untuk disayangi/diemong
D29
30 Tersedianya fasilitas belajar tempat bermain anak-anak,
seperti kursi dan meja, kursi tinggi
D30
31 Jenis permainan yang membutuhkan kemampuan
koordinasi mata-tangan yang sederhana
D31
32 Jenis permainan yang membutuhkan kemampuan
koordinasi mata tangan yang kompleks
D32
33 Alat permainan meliputi buku, kaset, CD, dan alat
musik
D33
34 Orangtua menyediakan permainan supaya anak bermain
selama masa kunjungan
D34
INVOLVMENT
35 Orangtua berbicara dengan anak sementara itu orangtua
melakukan pekerjaan rumah
D35
36 Orangtua secara sadar mendorong/membesarkan hati
anak melakukan hal-hal yang baru dan mandiri
D36
37 Orangtua memberikan permainan baru yang belum
dikuasai anak dan mendampingi anak memberikan
perhatian khusus
D37
38 Orangtua memberikan arahan mengenai yang akan
dilakukan anak
D38
39 Orangtua menyediakan permainan yang menantang
anak untuk mengembangkan kemampuan yang baru
D39
40 Orangtua menjaga anaknya tetap dalam jangkauan
visual, sering melakukan pengamatan kepada anak
D40
VARIETY
41 Ayah membantu dalam kebutuhan anak sehari-hari D41
42 Orangtua membacakan cerita kepada anak sekurangnya
tiga kali seminggu
D42
130
43 Anak sekurangnya sekali sehari makan bersama ibu dan
ayah
D43
44 Keluarga melakukan kunjungan atau menerima kunjungan
saudara sebulan sekali atau lebih
D44
45 Anak mempunyai tiga atau lebih buku yang menjadi
kepunyaannya
D45
III. Kuisioner Motorik Kasar Anak Usia 1-2 tahun
Petunjuk pengisian : Berilah tanda cek (√) pada kolom jawaban yang tersedia sesuai dengan situasi dan
kondisi yang anak anda alami, dimana M: Mampu, TM: Tidak Mampu.
No Pertanyaan M TM
Usia 12 Bulan
1 a. Berjalan mengelilingi perabotan dengan melangkah di sisi-
sisi perabotan
E1
2 b. Merangkak dengan keempat tungkai; berjalan dengan
tangan dituntun
E2
3 Jari telunjuk mendekati objek kecil kemudian
mengambilnya dengan genggaman menjepit
E3
4 Menjatuhkan mainan dengan sengaja kemudian
mengamatinya
E4
5 Mengoceh tanpa terputus beberapa kata E5
6 c. Memahami beberapa perintah sederhana
Bekerjasama saat berpakaian, misalnya berpegangan pada
lengan
E6
7 Melambaikan tangan E7
Usia 18 bulan
1 Berjalan sendiri dan mengambil sebuah mainan dari lantai
tanpa terjatuh
E8
2 Membangun menara dengan tiga kubus E9
3 Menulis tak beraturan E10
4 Menggunakan banyak kata, menyebutkan nama beberapa
orang
E11
5 Sesekali menggunakan dua kata bersambung E12
6 Minum dari gelas dengan dua tangan E13
7 Menuntut perhatian terus menerus E14
Usia 24 bulan
1 Berlari E15
2 Naik turun tangga dengan dua kaki tiap anak tangga E16
3 Membangun menara dengan enam kubus E17
4 Menyambung beberapa kata menjadi frase sederhana untuk
menyatakan sebuah ide
E18
5 Menggunakan sendok E19
6 Menyatakan kebutuhan toilet, mengompol di siang hari
berkurang
E20
131
HASIL ANALISIS SPSS
A. HASIL ANALISIS SPSS UNIVARIAT
statMK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid terlambat 17 18.1 18.1 18.1
normal 77 81.9 81.9 100.0
Total 94 100.0 100.0
statBBU
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid gizi buruk 2 2.1 2.1 2.1
gizi kurang 4 4.3 4.3 6.4
normal 85 90.4 90.4 96.8
gemuk 3 3.2 3.2 100.0
Total 94 100.0 100.0
statBBLR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BBLR 6 6.4 6.4 6.4
normal 88 93.6 93.6 100.0
Total 94 100.0 100.0
JK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid laki-laki 48 51.1 51.1 51.1
perempuan 46 48.9 48.9 100.0
Total 94 100.0 100.0
132
kelUMUR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 6-12 43 45.7 45.7 45.7
13-18 29 30.9 30.9 76.6
19-24 22 23.4 23.4 100.0
Total 94 100.0 100.0
statPIBU
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 4 4.3 4.3 4.3
sedang 32 34.0 34.0 38.3
tinggi 58 61.7 61.7 100.0
Total 94 100.0 100.0
penIBU
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 61 64.9 64.9 64.9
tinggi 33 35.1 35.1 100.0
Total 94 100.0 100.0
penAYAH
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 41 43.6 43.6 43.6
tinggi 53 56.4 56.4 100.0
Total 94 100.0 100.0
pengKEL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 34 36.2 36.2 36.2
tinggi 60 63.8 63.8 100.0
Total 94 100.0 100.0
133
jumaKEL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid cukup 38 40.4 40.4 40.4
banyak 56 59.6 59.6 100.0
Total 94 100.0 100.0
statstim
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 24 25.5 25.5 25.5
cukup 70 74.5 74.5 100.0
Total 94 100.0 100.0
134
B. HASIL ANALISIS SPSS BIVARIAT
stBBU * statMK Crosstabulation
statMK
Total terlambat normal
stBBU status gizi bermasalah Count 5 4 9
% within stBBU 55.6% 44.4% 100.0%
status gizi baik Count 12 73 85
% within stBBU 14.1% 85.9% 100.0%
Total Count 17 77 94
% within stBBU 18.1% 81.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.433a 1 .002
Continuity Correctionb 6.843 1 .009
Likelihood Ratio 7.293 1 .007
Fisher's Exact Test .009 .009
Linear-by-Linear Association 9.333 1 .002
N of Valid Casesb 94
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.63.
b. Computed only for a 2x2 table
statBBLR * statMK Crosstabulation
statMK
Total terlambat normal
statBBLR BBLR Count 4 2 6
% within statBBLR 66.7% 33.3% 100.0%
normal Count 13 75 88
% within statBBLR 14.8% 85.2% 100.0%
Total Count 17 77 94
% within statBBLR 18.1% 81.9% 100.0%
135
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 10.211a 1 .001
Continuity Correctionb 7.008 1 .008
Likelihood Ratio 7.527 1 .006
Fisher's Exact Test .009 .009
Linear-by-Linear Association 10.102 1 .001
N of Valid Casesb 94
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.09.
b. Computed only for a 2x2 table
JK * statMK Crosstabulation
statMK
Total terlambat normal
JK laki-laki Count 9 39 48
% within JK 18.8% 81.2% 100.0%
perempuan Count 8 38 46
% within JK 17.4% 82.6% 100.0%
Total Count 17 77 94
% within JK 18.1% 81.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .029a 1 .864
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .029 1 .864
Fisher's Exact Test 1.000 .539
Linear-by-Linear Association .029 1 .865
N of Valid Casesb 94
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.32.
b. Computed only for a 2x2 table
136
kelUMUR * statMK Crosstabulation
statMK
Total terlambat normal
kelUMUR 6-12 Count 9 34 43
% within kelUMUR 20.9% 79.1% 100.0%
13-18 Count 3 26 29
% within kelUMUR 10.3% 89.7% 100.0%
19-24 Count 5 17 22
% within kelUMUR 22.7% 77.3% 100.0%
Total Count 17 77 94
% within kelUMUR 18.1% 81.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.728a 2 .422
Likelihood Ratio 1.871 2 .392
Linear-by-Linear Association .005 1 .946
N of Valid Cases 94
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 3.98.
stPIBU * statMK Crosstabulation
statMK
Total terlambat normal
stPIBU kurang Count 9 27 36
% within stPIBU 25.0% 75.0% 100.0%
baik Count 8 50 58
% within stPIBU 13.8% 86.2% 100.0%
Total Count 17 77 94
% within stPIBU 18.1% 81.9% 100.0%
137
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.883a 1 .170
Continuity Correctionb 1.203 1 .273
Likelihood Ratio 1.838 1 .175
Fisher's Exact Test .182 .137
Linear-by-Linear Association 1.863 1 .172
N of Valid Casesb 94
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.51.
b. Computed only for a 2x2 table
penIBU * statMK Crosstabulation
statMK
Total terlambat normal
penIBU rendah Count 14 47 61
% within penIBU 23.0% 77.0% 100.0%
tinggi Count 3 30 33
% within penIBU 9.1% 90.9% 100.0%
Total Count 17 77 94
% within penIBU 18.1% 81.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.777a 1 .096
Continuity Correctionb 1.920 1 .166
Likelihood Ratio 3.039 1 .081
Fisher's Exact Test .159 .079
Linear-by-Linear Association 2.747 1 .097
N of Valid Casesb 94
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.97.
b. Computed only for a 2x2 table
138
penAYAH * statMK Crosstabulation
statMK
Total terlambat normal
penAYAH rendah Count 11 30 41
% within penAYAH 26.8% 73.2% 100.0%
tinggi Count 6 47 53
% within penAYAH 11.3% 88.7% 100.0%
Total Count 17 77 94
% within penAYAH 18.1% 81.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.753a 1 .053
Continuity Correctionb 2.779 1 .095
Likelihood Ratio 3.741 1 .053
Fisher's Exact Test .063 .048
Linear-by-Linear Association 3.713 1 .054
N of Valid Casesb 94
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.41.
b. Computed only for a 2x2 table
pengKEL * statMK Crosstabulation
statMK
Total terlambat normal
pengKEL rendah Count 13 21 34
% within pengKEL 38.2% 61.8% 100.0%
tinggi Count 4 56 60
% within pengKEL 6.7% 93.3% 100.0%
Total Count 17 77 94
% within pengKEL 18.1% 81.9% 100.0%
139
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 14.599a 1 .000
Continuity Correctionb 12.546 1 .000
Likelihood Ratio 14.239 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 14.444 1 .000
N of Valid Casesb 94
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.15.
b. Computed only for a 2x2 table
jumaKEL * statMK Crosstabulation
statMK
Total terlambat normal
jumaKEL cukup Count 8 30 38
% within jumaKEL 21.1% 78.9% 100.0%
banyak Count 9 47 56
% within jumaKEL 16.1% 83.9% 100.0%
Total Count 17 77 94
% within jumaKEL 18.1% 81.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .379a 1 .538
Continuity Correctionb .117 1 .732
Likelihood Ratio .375 1 .540
Fisher's Exact Test .591 .363
Linear-by-Linear Association .375 1 .540
N of Valid Casesb 94
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.87.
b. Computed only for a 2x2 table
140
statstim * statMK Crosstabulation
statMK
Total terlambat normal
statstim kurang Count 9 15 24
% within statstim 37.5% 62.5% 100.0%
cukup Count 8 62 70
% within statstim 11.4% 88.6% 100.0%
Total Count 17 77 94
% within statstim 18.1% 81.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8.200a 1 .004
Continuity Correctionb 6.535 1 .011
Likelihood Ratio 7.355 1 .007
Fisher's Exact Test .011 .007
Linear-by-Linear Association 8.113 1 .004
N of Valid Casesb 94
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.34.
b. Computed only for a 2x2 table