BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus adalah suatu gangguan metabolisme energi akibt defisiensi
insulin atau kerja insulin dan dicirikan ole perubahan homeostasis karbohidrat, protein
dan lemak. Merupakan ganguan metabolic/ endokrin yang paling umum pada masa
kanak-kanak dengan konsekuensi penting terhadap perkembangan fisik dan emosi.
Pengaruhnya terhadap kualitas hidup, serta morbiditas dan mortalitas, terutama
diakibatakan komplikasi yang melibatkan pembuluh darah kecil dan besar,
menimbulkan retinopati, nefropati, neuropati, penyakit jantung iskemik, serta
obstruksi pembuluh darah besar.
Survey di Amerika Serikat menunjukkan bahwa prevalensi diabetes di antara
anak usia sekolah adalah sekitar 1,9/ 1.000. walaupun demikian, frekuensi sangat
berkorelasi dengan umur yang makin besar; data yang ada menunjukkan suatu
rentang, mulai dari 1 kasus/ 1.430 pada anak usia 5 tahu, hingga 1 kasus/ 360 anak
pada umur 16 tahun. Data prevalensi dalam kaitannya dengan latar belakang ras atau
etnis tidak lengkap. Di antara populasi kulit hitam Amerika, temuan diabetes
tergantung insulin diperkirakan sekitar 20-30% dari populasi kaukasia Amerika.,
kendatipun terdapat laporan sampai setinggi duapertiga. Observasi ini mempunyai
implikasi genetic. Insiden tahunan meningkat sekitar 16 kasus baru/ 100.000 populasi
anak. Penderita laki-laki dan permpuan hampir sama; tidak ada korelasi nyata dengan
status sosioekonomi. Pucak kejadian didapatkan pada dua kelompok umur : usia 5-7
tahun dan pada saat pubertas. Puncak pertama sesuai dengan saat paparan yang
meningkat terhadap penyebab infeksi dan bersamaan pula dengan awal usia sekolah.
Sedang yang kedua bersesuaian dengan denag lojakan pertumbuhan pubertas yang
diinduksi steroid gonadal – dapat melawan kerja insulin, serta akibat stress emosional
yang menyertai pubertas. Kemungkinan hubungan sebab akibat ini masih perlu
dibuktikan.
Menjadi semakin nyata bahwa diabetes mellitus tidak merupakan kondisi
tunggal tetapi agaknya berupa kelompok gangguan heterogen dengan pola
genetikyang jelas serta mekanisme etiologi dan patofisiologi yang mengarah pada
1
gangguan teloransi gaguan toleransi glukosa. Telah diidentifikasi tiga bentuk utama
diabetes adalah sebagai berikut :
1. Diabetes Tipe I (Juvenile –Onset Diabetes)
Kondisi ini karekteristik dengan insulinopenia yang berat, serta ketergantunagn
aka insulin eksogen dalam upaya mencegah ketosis serta mempertahankan kehidupan,
karena itu disebut juga sebagai diabetes melitus tergantung insuli (IDDM = Insulin
Dependent Diabetes Melitus). Manifestasi khas adalah glukosuria, ketonuria,
glukosa plasma acak (PG) > 200 mg/dl. Kedatipun awitan secarapredominan terjadi
pada masa kanak-kanak, penyakit ini dapat timbul pada semua usia. Diabetes tipe I
jelas berbeda oleh karena asosianya dengan antigen HLA tertentu (antigen
histokompatibilitas lokus), autoimunitas, serta adanya natibodi terhadap sitoplasma
dan komponen permukaan sel pulau Langerhans yang bersikulasi. Denagn beberaap
perkecualian, diabetes pada anak-anak adalah tergantung insulin, dan sesuai
dengankategori Tipe I.
2. Diabaetes Tipe II
Subkelas ini tidak tergantung insulin dan jarang sekali menglami ketosis; sebagian
penderita dapat menggunakan insulin untuk koreksi hiperglikemia simtomatik; dan
sebagian dapat mengalami ketosis selama infeksi berat atau stress lainnya. Glukosa
plasma puasa (FPG) . 140 mg/dl dan nilai 2 jam . 200 mg/dl pada tes toleransi glukosa
oral (OGTT) lebih dari sekali, tanpa adanya faktor pencetus. Pada mayoritas keadaan,
diabetes melitus tipe II terjadi setelah usia 40 tahun, tetapi dapat timbul pada usia
berapapun. Jarangh pada masa kanak-kanak, mungkin bermanifestasi sebagai
toleransi glukosa abnormal, biasanya pada anak dengan obesitas; sekresi
insulinadekuat, tetapi terdapat resistensi terhadapnya. Penuruna berat badan
diindikasikan pada anak-anak ini. Toleransi karbohidrat yang abnormal juga dapat
terjadi pada anak-anak dengan riwayat keluarga diabetes tipe II dalam pola yang
menunjukkan pewarisan dominan; pola diabetes ini disebut MODY (Maturity Onset
Diabetes of the Young = diabetes tipe dewasa pada orang muda) dan memerlukan
terapi insulin.
3. Diabetes Sekunder
Subkelas ini berisikan berbagai tipe diabetes, dan sebagian diketahui hubungan
etiologinya. Diantaranya diabetes sekunder dari penyakit eksokrin pankreas, seperti
fibrosis kistik; penyakit endokrin selain pankreas, misal, sindroma cushling; dan
menelan obat atau racun tertentu, misal, rodentisida vacor. Beberapa sindroma
2
genetik, termasuk abnormalitas reseptor insulin, juga tergolong dalam kategori ini.
Tidak terdapat asosiasi denagn antigen HLA, autoimunitas, antibodi sel Langerhans
pada masig-masing kondisi dakm subdivisi ini. (Richard E.Behrman, 1992)
2. Tujuan
1. Mahasiswa akan dapat meyebutkan pengertian IDDM pada anak
2. Mahasiswa akan dapat meyebutkan etiologi IDDM pada anak
3. Mahasiswa akan dapat meyebutkan patofisiologi IDDM pada anak
4. Mahasiswa akan dapat meyebutkan manifestasi klinis IDDM pada anak
5. Mahasiswa akan dapat meyebutkan pengobatan IDDM pada anak
6. Mahasiswa akan dapat meyebutkan asuhan keperawatan IDDM pada anak
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFENISI
Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (childhood-onset diabetes, juvenile
diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi
karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta
penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh
anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan,
bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki
kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu,
sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita
diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah
kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi
autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
(http://diabetes.klikdokter.com/subpage.php?id=1&sub=8)
2. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Sebab dasar temuan klinis awal yang predominan pada diabetes masa kanak-
kanak adalah sekresi insulin yang menurun dengan tajam. Kendatipun konsentrasi
insulin basal dalam plasma dapat normal pada pasien-pasien yang baru didiagnosis,
produksi insulin sebagai respon terhadap berbagai sekretagogum (perangsang sekresi)
yang poten menjadi tumpul, dan biasanya menghilang dalam beberapa bulan sampai
tahun, namun jarang melampaui lima tahun. Semakin besar kapasitas sekresi insulin
residual (dinilai dengan pengukuran yang menggunakan peptide-C) akan lebih mudah
mempertahankan kontrol metabolik dengan dosis insulin eksogen yang relatif kecil.
Mekanisme yang mengarah pada kegagalan fungsi sel beta pankreas masih
belum dimengerti sepenuhnya; pada beberapa individu dengan predisposisi, mungkin
berkaitan dengan destruksi autoimun pulau Langerhans. Peningkatan prevalensi
diabetes tipe I diantara penderita berbagai gangguan dimana mekanisme autoimun
4
bersifat patogenik., seperti penyakit Addison, Tiroiditis Hashimoto, dan anemia
pernisiosa telah lama diketahui.
Peningkatan kerentanan terhadap sejumlah penyakit telah dikaitkan dengan satu
atau lebih antigen HLA yang diidentifikasi. Pewarisan antigen HLA-B8 atau BW15
tampaknya menimbulkan resiko diabetes tipe I yang meningkat 2-3 kali lipat. Dan
jika B8 dan BW15 keduanya diwariskan, maka resiko relatif terjadinya diabetes
adalah 2-10 kali lipat.
Faktor selain pewaris murni juga terlibat dalam menimbulkan diabetes klinis.
Misalnya, angka koordinasi pada kembar identik dimana salah satunya menderita
diabetes tergantung insulin hanya 50%. Hal ini menunjukkan adaya partisipasi faktor
ligkungan sebagai pencetus. Faktor pencetus dapat berupa infeksi virus. Pada hewan,
sejumlah virus dapat menyebabkan sindroma diabetic, dimana tampilan dan
keparahan penyakit tergantung dari strain genetic serta kemampuan imun spesies yang
diuji. Pada manusia, epidemi gondongan, rubella dan virus coxsackie selanjutnya
berhubungan dengan peningkatan insidens diabetes tipe I; dan telah dikemukakan
tentang awitan diabetes mellitus yang akut, kemungkinan ditimbulkan coxsackievirus
B4. eberapa virus dapat bersifat pankreotropik dan memulai respons inflamasi pada
pulau-pulau Langerhans (insulinitis). Perubahan patologik dicirikan oleh infiltrasi
limfositik di sekitar pulau-pulau Langerhans. Kelak pulau-pulau Langerhans secara
progresif mengalami hialinisasi dan menjadi jaringan parut, suatu proses yang
menunjukkan respons inflamasi yang sedang berlangsung yang agaknya bersifat
autoimun.
Dalam mendukung dasar autoimun diabetes tipe I, telah diamati prevalensi yang
tinggi dari antibodi sirkulasi terhadap komponen sel pulau Langerhansdan kompone
permukaan sel beta penhasil insulin. Antibody ditemukan pada lebih dari 75% pasien
yang diperiksa secara klinis, sebelum terapi insulin; karenanya antibody tersebut tidak
merupakan jenis antibodi insulin yang umum ditemukan pada diabetes yang diterapi
insulin. Dengan adanya komplemen, antibody permukaan sel Langerhans secara
invitro bersifat sitotoksik terhadap sel beta. Demikian pula dengan biakan limfosit T
penderita diabetes, telah terbukti sitotoksik terhadap sel-sel insulinoma manusia.
Temuan-temuan ini menunjukan bahwa diabetes tipe I, sama seperti penyakit
autoimun lainnya seperti peyakit Hashimoto merupakan penyakit “autoagresi”,
dimana autoantibody yang bekerja sama dengan komplemen, sel T, atau faktor
lainnya menimbulkan reaksi toksik pada sel sasaran, yaitu sel-sel Langerhans
5
penghasil insulin. Maka pewarisan gen-gen tertentu yang erat kaitannya dengan
sistem HLA pada kromosom 6, tampaknya memberi predisposisi penyakit autoimun
termasuk diabetes jika dicetuskan oleh stimulus yag sesuai, misalnya suatu virus.
(Richard E.Bchrman, 1992)
3. PATOFISIOLOGI
Destruksi progresif sel-sel beta mengarah pada defisiensi insulin progresif.
Insulin merupakan hormon anabolik utama. Sekresi normal sebagai respons terhadap
makanan secara istimewa dimodulasi oleh mekanisme neural, hormonal dan berkaitan
substrat yang memungkinkan pengendalian penyusunan bahan makanan yang
dikonsumsi sebagai energi unutuk penggunaan segera atau dimasa mendatang;
mobilisasi energi selama keadaaan puasa tergantung pada kadar insulin plasma yang
rendah.
Kendatipun defisiensi insulin merupakan cacat primer, beberapa perubahan
sekunder yang melibatkan hormon stress (epinefrin, kortisol, hormon pertumbuhan
dan glukagon) memperbesar kecepatan dan beratnya dekompensasi metabolik.
Peningkatan konsentrasi plasma dari hormon kontra-regulasi ini memperberat
kekacauan metabolik dengan mengganggu sekresi insulin selanjutnya (epinefrin),
mengantagonisme kerja insulin (epinefrin, kortisol, hormon pertumbuhan), serta
mempermudah glikogenolisis, glukoneogenesis, lipolisis dan ketogenesis sambil
menurunkan penggunaan glukosa serta clearance ginjal. Semua perubahan normal ini
kembali normal dengan terapi insulin yang adekuat. Namun dapat dilakukan supresi
selektif beberapa hormon kontra-regulasi. Misalnya supresi glukagon, hormon
pertumbuhan dan aliran darah organ dalam oleh diabetes, memperlambat kecepatan
perkembangan ke arah ketoasidosis, serta mempermudah pengendalian metabolik.
Defisiensi insulin bersama dengan kadar epinefrin, kortisol, hormon
pertumbuhan dan glukagon plasma yang berlebihan, berakibat produksi glukosa yang
tak terkendali serta gangguan penggunaanya; akibatnya timbul hiperglikemi dan
peningkatan osmolalitas. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar plasma
hormon kontraregulasi juga bertanggung jawab atas percepatan lipolisis dan ganguan
sintesis lipid, yang berakibat peningkatan kadar plasma lipid total, kolesterol,
trigliserid dan asam lemak bebas. Keadaan hormonal yang saling mempengaruhi
antara defisiensi insulin dan kelebihan glukaakan menmbulkan jalan pintas bagi asam
lemak bebas untuk membentuk keton; kecepatan pembentukan keton ini, terutama
6
betahidroksibutirat dan asetoasetat, melampui kapasitas pengunaan perifer serta
ekskresi ginjal. Akumulasi asam keton ini menimbulkan asidosis metabolik serta
pernafasan kompensasi yang cepat sebagai usaha mengekskresi kelebihan CO2
(pernafasan kussmaul). Aseton yang dibentuk melalui konversi non-enzimatik
asetoasetat, bertanggung jawab atas timbulnya bau buah yang karakteristik pada
pernafasan ini. Keton diekskresi ke dalam kemih bersama-sama dengan kation, yang
selanjutnya meningkatkan kehilangan air dan elektrolit. Dengan dehidrasi progresif,
asidosis, hiperosmolaritas dan berkurangnya penggunaan oksigen otak, maka terjadi
gangguan kesadaran dan pasien akhirnya jatuh ke dalam koma. Dengan demikian,
defisiensi insulin menimbulkan suatu stasus katabolik yang dalam-suatu kelaparan
berat- dimana semua gambaran klinis awal dapat dijelaskan atas dasar perubahan
metabolisme perantara yang talah diketahui. Keparahan dan lamanya gejala
mencerminkan derajat insulinopenia. (Richard E.Behrman, 1992)
Adanya gangguan dalam regulasi insulin, khususnya pada IDDM dapat cepat
menjadi diabetik ketoasidosis manakala terjadi : 1). Diabetek tipe 1 yang tidak
terdiagnosa 2). Ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin 3).
Adolescen dan pubertas 4). Aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes 5). Stres
yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan emosional.
↓
Gangguan produksi atau gangguan reseptor insulin.
↓
Penurunan proses penyimpanan glukosa dalam hati.
Penurunan kemampuan reseptor sel dalam uptake glukosa.
↓
Kadar glukosa >>, kelaparan tingkat selular.
↓
Hiperosmolar dalam, peningkatan proses glikolisis dan glukoneogenesis
↓
Proses pemekatan <<
↓
Glukosuria shiff cairan intraseluler ekstraseluler
↓
Pembentukan benda keton
↓
7
Poliuria
↓
Dehidrasi
↓
Keseimbangan kalori negatif rangsang metabolisme anaerobic
↓
Polifagia dan tenaga <<asidosis
↓
Kesadaran terganggu
↓
Nutrisi : kurang dari kebutuhan ganguan kes. Cairan dan elektrolit
↓
Resiko tinggi cedera
4. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar anak-anak diabetik awalnya dengan riwayat poliuria, polidipsia,
polifagia dan kehilangan berat badan. Lamanya gejala bervariasi, tetapi sering kali
kurang dari satu bulan. Suatu petunjuk adanya poliuria adalah awitan enuresis pada
anak yang sebelumnya telah terlatih ke kamar mandi. Juga sering ditemukan awitan
yang timbul perlahan dengan kelesuhan, kelemahan, dan kehilangan berat badan
Ketoasidosis merupakan penyebab gejala awal pada sebagian anak diabetik.
Manifestasi awal relatif ringan, berupa muntah-muntah, dehidrasi, hiperglikemia,
ketonimia, glukosuria dan ketonuria. Pada kasus-kasus yang lama dan parah anak
mengalami koma, lapar udara bermanifestasi sebagai pernafasan kussmaul dengan
bau aseton. Umunya ditemukan leukositosis, kekakuan abdomen dan atau nyeri yang
menyerupai apendisitis.
Koma hiperosmolar nonketotik, merupakan suatu sindroma yang dicirikan
dengan hiperglikemia berat (glukosa darah >600 mg/ dl); ketosis yang hanya ringan
atau tidak ada, asidosis nonketotik, dehidrasi berat, depresi sensorium atau koma yang
nyata, serta bebrbagai tanda neurologia termasuk epilepsi grandmal, hipertermia,
hemiparesis, refleks babinski positif. Respirasi biasanya dangkal, tetapi asidosis
8
metabolik yang terjadi bersamaan (asidosis laktat) dapat bermanifestasi sebagai
pernafasan kussmaul. (Richard E.Behrman, 1992)
5. PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah :
a. Memberikan insulin dengan cara yang cukup untuk mempertahankan kadar
glukosa atau yang mendekati rentang normal
b. Untuk menjamin terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, pasien harus mematuhi diet yang
mengandung jumlah karbohidrat yang konsisten selain menghindari lemak
yang berlebihan, harus olahraga kebugaran tubuh, dan harus memantau
respons gula darah terhadap terapi insulin.
1. Insulin
Kebanyakan anak-anak menerima injeksi insulin subkutan (campuran NPH dan
insulin regular) dua kali sehari, yang memberikan kadar basal insulin seperti halnya
kadar puncak selama makan. Pada awal penyakit, kebanyakan anak memerlukan
insulin 0,25-o,75 unit/kg/hari. Kira-kira setahun setelah diagnosis, kebutuhan insulin
biasanya meningkat hingga 1,0-1,5 unit/kg/hari.
Kira-kira dua pertiga dosis harian total diberikan 10-30 menit sebelum sarapan
pagi dengan perbandingan satu bagian insulin regular dan dua bagian NPH; sepertiga
yang lain diberikan sebelum makan malam, terdiri atas satu bagian insulin regular dan
satu bagian NPH. Dosis insulin harus disesuaikan pada masing-masing individu
bergantung pada respons sebelumya, pembatasan asupan makanan, dan tingkat
aktifitas. Target kadar glukosa darah seharusnya adalah 80-180 mg/dl.
Pada hiperglikemia persisten, dosis insullin harus disesuaikan dengan seksama
untuk menghindari kompensasi yang berlebihan. Hipoglikemia berulang sebaiknya
segera di koreksi. Tempat injeksi sebaiknya dirotasi untuk menghindari lipoatrofi dan
hiperatrofi.
2. Diet
Anak yang menderita IDDM harus memantau diet mereka untuk
meminimalisasi perbedaan kebutuhan dosis insulin harian. Unsur terpenting pada
pemantauan diet meliputi ketetapan jumlah karbohidrat, lemak, dan protein yang
9
diingesti setiap kali makan dan keteraturan jam makan. Anak dengan IDDM
memerlukan asupan kalori yang sama seperti anak non diabetik (kira-kira 1000 kalori
ditambah 100 kalori per tahun usia).
Lebih dari 55% total asupan energi yang dianjurkan terdiri atas karbohidrat
(70% sebaiknya berupa karbohidrat kompleks, karena karbohidrat ini menyebabkan
peningkatan kadar glukosa secara lebih perlahan), 30% atau kurang sebaiknya terdiri
atas lemak (10% atau kuranng dari diet total sebaiknya lemak jenuh), dan 10-15%
sebaiknya protein. Diet tinggi serat terbukti dapat memperbaiki kontrol gula darah
pada penderita diabetik dengan menyebabkan penundaan absorpsi.
Untuk mempertahankan kontrol glikemik, anak dengan IDDM biasanya perlu
makan dan kudapan beberapa kali setiap harinya (sarapan pagi, makan siang, makan
malam, kudapan siang dan kudapan saat mau tidur). Dua puluh persen kalori harian
total sebaiknya dikonsumsi saat sarapan pagi, 30% saat makan siang, 30% saat makan
malam, dan 10% pada setiap kudapan. Anak yang berusia lebih muda dan anak-anak
yang cenderung mengalami hipoglikemia dapat juga memerlukan kudapan menjelang
siang. (M. William Schwartz, 2005)
6. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Endokrin
Tidak ada reproduksi insulin endogen
Kadar glukosa serum tidak stabil
Neurologis
Iritabilitas
Gastrointestinal
Peningkatan nafsu makan
Peningkatan rasa haus
Penurunan berat badan
Nyeri pada abdomen
Genitourinaria
Sering berkemih
10
Infeksi saluaran kemih
Glukosa dan aseton didalam urine
Enuresis
Musculoskeletal
Malaise
Letargi
Neurologis
Iritabilitas
Integument
Kulit kering
Penyembuhan luka yang buruk
Dehidrasi
B. Diagnosis Keperawatan
Resiko cedera yang berhubungan dengan ketidakpatuhan terhadap diet yang
diprogramkan
Hasil yang diharapkan
Anak mengikuti diet yang diprogramkan yang ditandai oleh anak dapat
mempertahankan kadar glukosa serum dalam batas normal
Intervensi
1. Ajarkan anak dan orang tua
pentingnya diet yang
diprogramkan. Jelaskan bahwa
anak harus mengikuti diet dengan
konsisten, dan harus
mengonsumsi makanan yang
diberikan dalam interval waktu
yang teratur. Atur rujukan ke ahli
diet rumah sakit, sesuai
kebutuhan.
2. Konsultasi dengan ahli diet rumah
Rasional
1. Anak dan orang tua perlu
memahami kaitan antara
mengikuti diet dan
mempertahankan kadar glukosa
serum dan insulin darah dalam
batas-batas normal. Ahli diet
rumah sakit dapat menyediakan
instruksi terperinci sesuai
kebutuhan.
2. Ahli diet rumah sakit dapat
11
sakit tentang pilihan makanan
anak dan pola makan anak terkini.
3. Beri anak dan orang tua daftar
berisi bahan penukar makanan dan
sampel menu yang mencakup
pilihan makanan yang dapat
diterima. Tekankan pentingnya
membaca label untuk kandungan
makanan.
memasukkan beberapa makanan
favorit anak pada setiap porsi
makan sehingga menigkatkan
kepatuhan terhadap diet yang
diprogramkan.
3. Anak dan orang tua perlu
mengetahui makanan apa saja
yang dimasukkan dalam
perencanaan diet, untuk
membantu mereka membuat
pilihan yang tepat. Mereka juga
perlu memahami pentingnya
membaca label, untuk
mengidentifikasi makanan mana
yang mungkin mengubah
keseimbangan glukosa-insulin.
Resiko cedera yang berhubungan dengan penyakit dan penggunaan insulin
Hasil yang diharapkan
Anak menderita cedera minimal akibat penyakit dan penggunaan insulin yang ditandai oleh
tidak terjadinya hipoglikemia berat dan respons ketoasidosis.
Intervensi
1. Pantau kadar glukosa darah anak
3 atau 4 kali sehari.
2. Kaji anak untuk melihat tanda
serta gejala hipoglikemia
(kelemahan, ataksia, kecemasan,
iritabilitas, rentang perhatian
pendek, frekuensi jantung cepat,
tremor, dan kulit lembap pucat)
atau hiperglikemia (napas berbau
Rasional
1. Pemantauan yang sering
membantu menentukan
keefektifan terapi insulin dengan
diet
2. Hipoglikemia (yang dapat terjadi
akibat kadar insulin yang
berlebihan, kekurangan asupan
makanan, latihan berlebihan, atau
penyakit) membutuhkan tindakan
yang tepat untuk meningkatkan
kadar glukosa anak dengan cepat.
12
buah, glikosuria, letargi,
penurunan tingkat kesadaran,
polidipsia, dehidrasi dan poliuria).
Lakukan tindakan berikut ini,
sesuai kebutuhan :
Apabila anak mengalami
hipoglikemik, beri tablet atau
pasta glukosa, susu, atau roti
kering (krekers). Ulangi setiap
10-15 menit.
Apabila anak mengalami
hiperglikemik, periksa kadar
glukosanya dan beri sejumlah
insulin yang diprogramkan.
3. Apabila hiperglikemik berlanjut
menjadi ketoasidosisdiabetik
(ditandai oleh peningkatan rasa
haus, peningkatan haluaran urine,
dehidrasi hipertonik,
ketidakseimbangan elektrolit, dan
napas berbau buah dan manis),
besi infuse insulin kontinu dan
lakukan penggantian cairan dan
elektrolit sesuai program.
4. Anjurkan anak untuk memakai
gelang atau kalung-siaga-medis,
yang mengidentifikasinya sebagai
penderita diabetes.
Hiperglikemia (yang mungkin
terjadi akibat kebiasaan makan
yang tidak tepat, pemberian dosis
insulin terlewati, atau penyakit,
atau penyakit) membutuhkan
pemberian insulin yang tepat,
untuk meningkatkan kadar insulin
anak.
3. Ketoasidosis , yang terjadi akibat
insulin yang rendah, dapat
mengancam kehidupan jika tidak
ditangani dengan tepat.
4. Mengenakan gelang atau kalung
siaga-medis memungkinkan
tenaga medis member I terapi
yang tepat saat keadaan darurat.
13
Risiko cedera yang berhubungan dengan latihan fisik
Hasil yang diharapkan
Anak tidak mengalami hipoglikemia selama latihan fisik yang ditandai oleh anak
dapat mempertahankan kadar glukosa serum antara 90 dan 120 ml/dl.
Intervensi
1. Anjurkan anak untuk berpartisipasi
dalam program latihan yang teratur.
2. Instruksikan anak untuk mengonsumsi
kudapan (makanan ringan yang
mengandung karbohidrat serta protein
tinggi, misalnya keju atau kacang dan
krekers) sebelum melakukan latihan.
Rasional
1. Latihan teratur meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan normal, dan dapat
mengurangi kebutuhan insulin pada anak.
2. Mengonsumsi kudapan sebelum latihan
dapat mencegah penurunan kadar glukosa
darah anak yang mendadak.
Ketidakefektifan koping keluarga : gangguan yang berhubungan diagnosis
penyakit kronis.
Hasil yang diharapkan
Anak dan keluarga mendemonstrasikan keterampilan koping efektif yang ditandai
oleh kepatuhan terhadap terapi.
Intervensi
1. Anjurkan anak dan orang tua
untuk mengekspresikan perasaan
tenyang penyakit anak, dan
efeknya pada gaya hidup mereka
Rasional
1. Anak dan orang tua mungkin
mengalami ketakutan dan
kecemasan yang menghambat
kemampuan mereka untuk
menghadapi situasi mereka yang
baru. Anak yang berusia lebih
muda dapat mengalami ketakutan
menjalani tes darah dan injeksi
insulin. Orang tua mungkin takut
bukan hanya terhadap ancaman
penyakit saat ini, tetapi juga efek
jangka-panjang pada kesehatan
anak.
14
2. Ajarkan anak dan orang tua
langkah apa saja yang dapat
mereka ambil untuk
mengendalikan penyakit,
termasuk diet, penggunaan
insulin, dan latihan teratur.
Jelaskan bahwa mematuhi
penatalaksanaan ketat dapat
mencegah awitan atau
mengurangi keparahan
komplikasi.
3. Rujuk orang tua kepada kelompok
pendukung setempat atau the
American Diabetes Association
(ADA) atau Juvenile Diabetes
foundation, dan member
informasi tentang pertemuan
ADA dimusim panas. Jika
memungkinkan, atur supaya orang
tua dan anak bertemu dengan
keluarga seorang anak diabetic,
yang berusia sama.
2. Anak dan orang tua dapat
menghubungkan diabetes dengan
awitan komplikasi atau bahkan
kematian. Menekankan bahwa
mereka memiliki control terhadap
beberapa aspek penyakit,
membantu mereka beradaptasi
terhadap penyakit.
3. Kelompok ini member dukungan
dan informasi yang membantu
keluarga beradaptasi terhadap
penyakit anak, member dukungan
lebih lanjut, anak; menghadiri
sebuah kamp musim panas dan
dapat membantu anak
mengembangkan hubungan
dengan anak lain penderita
diabetic. Menemui anggota
keluarga lain yang dapat
beradaptasi dengan baik terhadap
penyakit, menunjukkan anak dan
orang tua bahwa penyakit dapat
diatasi.
Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan di rumah.
15
Hasil yang diharapkan
Anak dan orang tua mengekspresikan pemahaman tentang instruksi perawatan dan
mendemonstrasikan prosedur perawatan di rumah.
Intervensi
1. Kaji pengetahuan anak dan orang
tua tentang penyakit dan kesiapan
mereka untuk belajar.
2. Atur pertemuan pendidikan khusus
untuk anak dan orang tua.
Anjurkan semua anggota keluarga
untuk berpartisipasi.
3. Beri informasi tentang cara-cara
menatalaksana penyakit anak,
termasuk:
Diet (mengonsumsi diet
seimbang, menggunakan
jumlah bahan makanan
pengganti yang tepat dari
setiap kelompok makanan)
Penggunaan insulin
(diberikan melalui injeksi
subkutan dan dirotasi di
Rasional
1. Keluarga yang memperlihatkan
tingkat ketakutan, penyangkalan,
dan stress yang tinggi perlu
mendiskusikan perasaan mereka
sebelum mereka dapat
mempelajari informasi yang
baru.
2. Berbeda dari banyak penyakit,
diabetes membutuhkan
pengembangan keterampilan
manajemen tertentu. Memotivasi
semua anggota keluarga untuk
menghadiri sesi penyuluhan
dapat membantu menekankan
pentingnya mempelajari
keterampilan penatalaksanaan
ini, dan menjamin terbentuknya
kepatuhan terhadap
penatalaksanaan perawatan di
rumah.
3. Memberi informasi semacam ini
membantu memastikan
kepatuhan terhadap
penatalaksanaan terapi.
16
antara tempat-tempat di
lengan, paha, atau abdomen
atau melalui pompa
bermeteran)
Pengujian glukosa
(memeriksa kadar glukosa
dalam darah, biasanya
diambil dari tusukan jari)
Perawatn preventif
(mengonsumsi kudapan
sebelum melakukan
latihan, menatalaksana luka
atau lecet, mencegah
infeksi).
4. Jelaskan kepada anak dan orang
tua kerja insulin dalam tubuh.
Jelaskan kepada anak yang berusia
lebih muda bahwa insulin
merupakan kunci untuk membuka
pintu-pintu sel ke glukosa.
5. Ajarkan anak dan orang tua tanda
serta gejala hipoglikemia
(kelemahan, ataksia, kecemasan,
iritabilitas, rentang perhatian
pendek, frekuensi jantung cepat,
tremor, dan kulit lembap pucat)
dan hiperglikemia (napas berbau
buah, glikosuria, letargi,
penurunan tingkat kesadaran,
polidipsia, dehidrasi, dan poliuria).
Jelaskan tindakan apa yang perlu
diambil jika anak tiba-tiba
memperlihatkan salah satu tanda
dari kondisi tersebut.
4. Analogi sesuai usia dapat
membantu anak dan orang tua
memahami kebutuhan insulin
dan pentingnya mematuhi terapi.
5. Anak dan orang tua perlu
mengetahui tanda serta gejala
hipoglikemia untuk memastikan
terapi yang tepat.
17
6. Ajarkan anak dan orang tua
tentang cara mencampur insulin
dan member injeksi. Bagi seorang
anak yang berusia lebih muda,
demonstrasikan prosedur injeksi
pada boneka kain dan minta anak
untuk mengulangi tindakan Anda.
Minta orang tua untuk saling
mempraktikkan pemberian injeksi
larutan salin. Apabila anak akan
menggunakan pompa infuse-
kontinu, demonstrasikan teknik
pemberian yang benar.
7. Tunjukkan kepada anak dan orang
tua area injeksi yang benar (tempat
yang umum digunakan meliputi
lengan, paha, atau abdomen).
Jelaskan bahwa mereka harus
menggunakan area anatomic yang
sama, merotasi tempat tersebut
sehingga tiap injeksi berikutnya
berjarak 2,5 cm dari area
sebelumnya, sampai semua area
telah digunakan, dan kemudian
pindah ke anatomi selanjutnya.
Instruksikan anak untuk mencatat
area yang telah digunakan
8. Ajarkan orang tua dan anak tujuan
dan prosedur pemantuan glukosa
di rumah. Berikan kesempatan
pada orang tua untuk
mendemonstrasikan prosedur pada
anak dengan cara menguji dengan
darah mereka sendiri.
6. Member injeksi adalah bagian
penting dari perawatan di rumah.
Memotivasi anak dan orang
untuk mempraktikkan pemberian
injeksi akan memperkuat hal-hal
yang mereka pelajari selama sesi
pendidikan sehingga memastikan
kepatuhan terhadap terapi
insulin.
7. Merotasi area tersebut dapat
mencegah hipertrofi otot
8. Pemantauan glukosa di rumah
memungkinkan anak dan orang
tua memeriksa kadar glukosa
18
9. Ajarkan pada anak dan orang tua
tentang penatalaksanaan sakit-
harian dan uji keton dalam urine.
10. Bantu orang tua untuk
merencanakan kembalinya anak ke
sekolah dengan membuat jadwal
uji glukosa harian, pemberian
insulin, dan makanan selingan.
Anjurkan juga agar mereka
menemui guru atau perawat
sekolah untuk menjelaskan kondisi
anak.
11. Jelaskan kepada anak dan orang
tua pentingnya mempertahankan
hygiene yang tepat. Beri saran agar
anak tidak berjalan dengan
bertelanjang kaki, serta menjaga
agar kuku kaki terpotong lurus
menyilang, hati-hati untuk tidak
menorah kulit. Juga anjurkan
darah anak secara teratur,
memabantu memastikan bahwa
kadar glukosa darah tetap dalam
kisaran yang normal (biasanya
antara 80-120 mg/dl). Melihat
orang tua, bukan perawat yang
mendemonstrasikan prosedur
tersebut dapat mengurangi rasa
takut anak sehingga akan
memotivasi untuk mematuhi
prosedur.
9. Selama penyakit, anak mungkin
memerlukan dosis insulin yang
disesuaikan untuk
mengompensasi nafsu makan
yang menurun dan kadar
bersama-sama pemantauan
glukosa darah, dapat menentukan
kebutuhan insulin anak selama
waktu ini.
10. Jadwal dapat memprioritaskan
kebutuhan harian anak dan dapat
memastikan kepatuhan terhadap
penatalaksanaan perawatan di
rumah. Mengadakan pertemuan
dengan guru atau perawat
sekolah membuat pihak yang
berwewenang mengetahui
kondisi anak jika ia
membutuhkan perawatan darurat.
11. Penderita diabetes pulih secara
perlahan dan lebih rentan
terhadap infeksi daripada
populasi umumnya, melakukan
19
untuk menjaga area parineal tetap
bersih dan kering.
12. Tekankan pentingnya
memeriksakan mata anak secara
berkala, sedikitnya setiap tahun.
13. Sarankan anak untuk mengenakan
kalung siaga-medis atau gelang
berisikan informasi mengenai
identifikasi bahwa yang
pemakainya adalah diabetic.
hygiene yang benar adalah
tindakan lebih penting.
12. Pemeriksaan mata tahunan dapat
mendeteksi setiap tanda dini
masalah penglihatan, misalnnya
retinopati diabetic.
13. Identifikasi yang demikian
memastikan bahwa pekerja
medis mengetahui status diabetic
anak jika memang membutuhkan
terapi kegawat-daruratan.
( Speer, Kathleen Margon, 2007)
BAB III
PENUTUP
20
1. KESIMPULAN
Diabetes Tipe I (Juvenile –Onset Diabetes) adalah suatu kondisi yang
memmiliki karekteristik dengan insulinopenia yang berat, serta ketergantunagn aka
insulin eksogen dalam upaya mencegah ketosis serta mempertahankan kehidupan,
karena itu disebut juga sebagai diabetes melitus tergantung insuli (IDDM = Insulin
Dependent Diabetes Melitus). Manifestasi khas adalah glukosuria, ketonuria,
glukosa plasma acak (PG) > 200 mg/dl. Kedatipun awitan secarapredominan terjadi
pada masa kanak-kanak, penyakit ini dapat timbul pada semua usia. Diabetes tipe I
jelas berbeda oleh karena asosianya dengan antigen HLA tertentu (antigen
histokompatibilitas lokus), autoimunitas, serta adanya natibodi terhadap sitoplasma
dan komponen permukaan sel pulau Langerhans yang bersikulasi. Denagn beberaap
perkecualian, diabetes pada anak-anak adalah tergantung insulin, dan sesuai dengan
kategori Tipe I.
Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada pasien IDDM meliputi :
Pengkajian : Endokrin, neurologis, Gastrointestinal, Genitourinaria,
Musculoskeletal, Integument
Diagnosis keperawatan
Resiko cedera yang berhubungan dengan ketidakpatuhan terhadap diet
yang diprogramkan
Resiko cedera yang berhubungan dengan penyakit dan penggunaan insulin
Risiko cedera yang berhubungan dengan latihan fisik
Ketidakefektifan koping keluarga : gangguan yang berhubungan diagnosis
penyakit kronis.
Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
21
Bechrman, Richard E. 1992.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:EGC
Speer, Kathleen Morgan.2007.Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan
Klinikal Pathway.Ed.3.Jakarta:EGC
M. William, Schwartz.2005. Pedoman klinis Pediatrik.Jakarta.EGC
Laporan Pendahuluan Ketoasidosis Diabetik KAD.http://www.scribd.com/doc/
12807255. Dibuka pada tanggal 28 Agustus 2010
http://diabetes.klikdokter.com/subpage.php?id=1&sub=8. Dibuka pada tanggal 28
Agustus 2010
22