5/20/2018 Isi Lapkas
1/17
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dermatofitosis adalah setiap infeksi fungal superfisial yang disebabkan
oleh dermatofit dan mengenai stratum korneum kulit, rambut dan kuku.1, 2
Insidensi Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan
jamur, sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Insidensi penyakit
jamur yang terjadi di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi
antara 2,93%-27,6%. Meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi
umum.2, 3, 4
Klasifikasi yang sering dipakai oleh para specialis kulit yaitu
berdasarkan lokasi: 2
a. Tinea kapitis, tinea pada kulit dan rambut kepala
b. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jengggot.
c.
Tinea kruris, dermatofita pada daerah genitokrural, sekitar anus,
bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah.
d. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
e.
Tinea unguium, tinea pada kuku kaki dan tangan.
f. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk
5 bentuk tinea diatas.
Umumnya dermatofitosis pada kulit memberikan morfologi yang khas
yaitu bercak bercak yang berbatas tegas disertai efloresensi-efloresensi yang
lain, sehingga memberikan kelainan-kelainan yang polimorf, dengan bagian
tepi yang aktif serta berbatas tegas sedang bagian tengah tampak tenang.
Gejala objektif ini selalu disertai dengan perasaan gatal, bila kulit yang gatal
ini digaruk maka papula-papula atau vesikel-vesikel akan pecah sehingga
menimbulkan daerah yang erosit dan bila mengering jadi krusta dan skuama.
Kadang-kadang bentuknya menyerupai dermatitis (ekzema marginatum),
tetapi kadang-kadang hanya berupa makula yang berpigmentasi saja (tinea
5/20/2018 Isi Lapkas
2/17
2
korporis) dan bila ada infeksi sekunder menyerupai gejala-gejala pioderma
(impetigenisasi). 1, 2, 3, 4, 5
Pengobatan dermatophytosis sering tergantung pada klinis. Sebagai
contoh lesi tunggal pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan antijamur
topikal. Walaupun pengobatan topikal pada kulit kepala dan kuku sering
tidak efektif dan biasanya membutuhkan terapi sistemik untuk sembuh.
Pilihan terapi oral yaitu grisiofulfin atau itrakonazol atau ketokonazol bila
terdapat resistensi terhadap griseofulvin. Lama penggunaan juga disesuaikan
dengan keadaan klinis. 2, 6
Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi
mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis
prevalensinya sama antara pria dan wanita. Tinea korporis mengenai semua
orang dari semua tingkatan usia tapi prevalensinya lebih tinggi pada
preadolescen. Tinea korporis yang berasal dari binatang umumnya lebih
sering terjadi pada anak-anak. Secara geografi lebih sering pada daerah tropis
daripada subtropis. 1, 2, 3
Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik
(manusia), zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah). Dermatofit yang
antropofilik paling sering sebagai sumber infeksi tinea, tetapi sumber yang
zoofilik di identifikasi (jika mungkin) untuk mencegah reinfeksi manusia. 1, 2
B. Tujuan Pembelajaran
Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang
tinea kruris dan tinea korporis.
5/20/2018 Isi Lapkas
3/17
3
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 IDENTITAS
Nama : An. N
Usia : 12 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Banjar Pataruman
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pelajar
Dokter yang merawat : dr. Bowo Wahyudi, Sp. KK
2.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 01 september 2014
Keluhan Utama : Pasien ingin kontrol kepada dokter mengenai penyakitnya.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang perempuan usia 12 tahun di dampingi oleh orang tuanya datang
ke Poliklinik Kulit Kelamin RSUD Banjar dengan keluhan ingiin kontrol
tentang penyakitnya yang sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke poli
kulit di RSUD Banjar dan di berikan pengobatan. Pasien saat ini mengeluhkan
rambutnya masih mudah rontok dan di sebagian kecil di kepalanya terdapat
kebotakan akibat rambut rontok dan di sertai ketombe di daerah kebotakan,
rasa nyeri dan gatal disangkal oleh pasien. menurut pasien keluhan sudah
berkurang setelah di berikan pengobatan.
Pada kunjungan pertama pasien pada 10 hari yang lalu ke RSUD Banjar
pasien mengeluh rambut mudah rontok sejak 3 minggu yang lalu yang disertai
dengan kebotakan setempat. Pada awalnya rambut mudah rontok dan
mengakibatkan kebotakan kecil di kepala namun lama kelamaan kebotakan
5/20/2018 Isi Lapkas
4/17
4
dirasakan semakin lama semakin melebar dan di sertai dengan timbulnya
ketombe yang banyak di daerah yang botak. Pada tempat yang mengalami
kebotakan di rasakan agak gatal, perih dan panas di sangkal oleh pasien.
Pasien mengatakan keluhannya ini tidak menyebar dan hanya terdapat di
sebagian kecil kepala bagian kanan pasien. Pasien belum pernah berobat dan
belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien menyangkal
adanya anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien.
Pasien tinggal di lingkungan yang tropis, pekerjaan sehari hari sebagai pelajar,
saat sekolah menggunakan jilbab dan sering berkeringat, tidak ada peliharaan
di rumah. Pasien mandi 2 kali sehari
Riwayat Penyakit Dahulu:
R. alergi obat dan makanan : disangkal
R. mengkonsumsi obat jangka panjang : disangkal
R. sakit gula : disangkal
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak ringan
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Suhu : 36,3 0C
Nadi : 80 x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit
Status Generalis :
Kepala : normocephal
Rambut : berwarna hitam, terdapat kebotakan di kepala kanan
Dengan ukuran 3x4 cm, rambut mudah rontok.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor
5/20/2018 Isi Lapkas
5/17
5
Hidung : normotia, deviasi septum (-), secret -/-, rhinore -/-
Telinga : normotia, otore -/-, serumen -/-
Mulut : caries (-), lidah kotor (-), tonsil T1-T1, faring tidak
hiperemis
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Thoraks:
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor pada ke 2 lapang paru, batas paru dan hepar
setinggi ICS 5
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midcalvicularis
sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi: Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : perut datar
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani pada keempat kuadran
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Status Dermatologis :
Distribusi : Regional
A/R : kepala
Lesi : multipel , sirkumskrip, polisiklik, lesi menimbul, kering, ukuran
2 x 4cm
5/20/2018 Isi Lapkas
6/17
6
Efloresensi : Makula hiperpigmentasi, papula, skuama.
.
2.5
RESUME
Anak perempuan 12 tahun datang ke RSUD Banjar ingin kontrol tentang
penyakitnya, pasien mengeluh rambut masih mudah rontok dan
mengalami kebotakan setempat. Awla keluhan rambut mudah rontok dan
terdapat kebotakan kecil yang semakin lama dirasakan semakin
5/20/2018 Isi Lapkas
7/17
7
membesar dan di sertai dengan timbulnya banyak ketombe. Pada tempat
kebootakan di sertai dengan rasa gatal, pasien sering berkeringat. Dan
sudah pernah berobat ke poli kulit di RSUD Banjar.
Status Dermatologis :
Distribusi : Regional
A/R : kepala
Lesi : multipel, sirkumskrip, polisiklik, lesi menimbul, kering, dengan
ukuran 2x4 cm
Efloresensi: : Makula hiperpigmentasi, papula, skuama.
.
Diagnosis kerja :
1. Tinea capitis
Penatalaksanaan :
Non-Medikamentosa :Edukasi :
Menerangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita pasien adalah
infeksi jamur dan mudah menular.
Memberikan saran kepada pasien agar menganti baju dan celana dalam
yang basah karena keringat serta disarankan juga untuk memakai pakaian
yang longgar dan pakaian yang menyerap keringat
Mengurangi kegiatan sehari-hari yang dapat banyak menimbulkan keringat Menyarankan kepada pasien agar tidak menggaruk-garuk lesi
Medikamentosa :
Sistemik :
Ketokonazole 200 mg 1x1 selama 7-14 hari
5/20/2018 Isi Lapkas
8/17
8
Pemeriksaan penunjang :
Menggunakan KOH 20%
Gambaran terdapat hifa panjang
Rencana pemeriksaan :
Pemeriksaan lampu wood (sinar ultraviolet)
Kultur jamur
PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Ad Bonam
5/20/2018 Isi Lapkas
9/17
9
BAB III
ANALISA KASUS
3.1 Mengapa pada kasus ini didiagnosis kerja tinea kapitis ?
berdasarkan anamnesis yang didapatkan berupa :
Anak perempuan umur 12 tahun sebagai pelajar
Rambut mudah rontok sejak 3 minggu yang lalu.
Timbul kebotakan yang semakin lama semakin melebar.
Terdapat banyak ketombe ( skuama ) di daerah yang botak
Pasien mengeluh gatal di daerah kepala yang mengalami kebotakan.
Pasien sering berkeringat
Berdasarkan teori:
Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis mata dan
bulu mata yang disebabkan oleh spesies dari genus Microsporum dan
Trichophyton.
Tinea kapitis sering mengenai anak anak berumur antara 4 dan 14 tahun.
Walaupun jamur patogen yang terlibat banyak, Trichophyton tonsurans menjadi
penyebab lebih dari 90% kasus di Amerika Utara dan United Kingdom. Kasus
kasus di perkotaan biasanya didapatkan dari teman teman atau anggota keluarga.
Kepadatan penduduk, hygien yang buruk dan malnutrisi protein memudahkan
seseorang mendapatkan penyakit ini. Kasus kasus yang disebabkan oleh
Microsporum canis jarang terjadi dan di dapat dari anak anjing dan anak kucing.2
Gejala Klinis
Di dalam klinik tinea kapitis dapat di lihat sebagai 4 bentuk yang jelas :2
1. Grey patch ringworm.
Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan
oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak anak. Penyakit
mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar
5/20/2018 Isi Lapkas
10/17
10
dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan
penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu abu dan tidak
berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga
mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah
tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia
setempat.1,2
Tempat tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang di lihat
dalam klinik tidak menunjukkan batas batas daerah sakit dengan pasti.
Pada pemeriksaan dengan lampu wood dapat di lihat flouresensi hijau
kekuningan pada rambut yang sakit melampaui batas batas grey tersebut.
Pada kasus kasus tanpa keluahan pemeriksaan dengan lampu wood ini
banyak membantu diagnosis. Tinea kapitis yang disebabkan oleh
Microsporum audouinii biasanya disertai tanda peradangan ringan, hanya
sekali sekali dapat terbentuk kerion.2
Gambar 1. Gray patch Ringworm
2. Kerion : pada kulit kepala tampak bisul bisul kecil dengan skuamasi akibat
radang lokal, rambut putus dan mudah dicabut.
3. Black dot ring worm : infeksi jamur dalam rambut ataupun di luar rambut,
rambut putus tepat pada permukaan kulit, meninggalkan makula berbintik
hitam, dan warna rambut sekitarnya menjadi suram.
4. Tinea favosa : bintik bintik berwarna merah kuning ditutupi oleh krusta
yang berbentuk cawan, berbau busuk, rambut diatasnya putus-putus dan
mudah di cabut.
5/20/2018 Isi Lapkas
11/17
11
Bagaimana cara mendiagnosis Tinea kapitis pada kasus ?
Penegakkan Diagnosis
1) Gejala Klinis
Dipertimbangkan diagnosis tinea kapitis bila pada anak-anak dan dewasa
(lebih jarang) dengan kulit kepala berskuama, alopesia.
2)
Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan Lampu Wood
Rambut yang tampak dengan jamur Microsporum canis,
Microsporum audouinii dan Microsporum ferrugineum memberikan
fluoresen warna hijau terang oleh karena adanya bahan pteridin. Namun
pada kasus tidak di lakukan pemeriksaan.
b.
Pemeriksaan sediaan KOH
Kepala dikerok dengan objek glas, atau skalpel no.15. Kasa basah
digunakan untuk mengusap kepala, akan ada potongan pendek patahan
rambut atau pangkal rambut dicabut yang ditaruh di objek glas selain
skuama, KOH 20% ditambahkan dan ditutup kaca penutup. Hanya
potongan rambut pada kepala harus termasuk akar rambut, folikel rambut
dan skuama kulit. Skuama kulit akan terisi hifa dan artrokonidia. Yang
menunjukkan elemen jamur adalah artrokonidia oleh karena rambut-
rambut yang lebih panjang mungkin tidak terinfeksi jamur. Pada
pemeriksaaan mikroskop akan tampak infeksi rambut ektotrik yaitu
pecahan miselium menjadi konidia sekitar batang rambut atau tepat
5/20/2018 Isi Lapkas
12/17
12
dibawah kutikula rambut dengan kerusakan kutikula. Pada infeksi
endotrik, bentukan artrokonidia yang terbentuk karena pecahan miselium
didalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula rambut.
Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua
garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet
(artrospora) pada kelainan kulit lama dan atau sudah diobati. Pada sediaan
rambut yang dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar
(makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotriks) atau di
dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa pada
sediaan rambut.
c.
Kultur
Pemerikasaan kultur di lakukan untuk mengetahui spesies jamur
yang menginfeksi namun pada kasus tidak di lakukan pemeriksaan ini.
.
Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ?
Non-Medikamentosa :
Edukasi :
Menerangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita pasien adalah
infeksi jamur dan mudah menular.
Memberikan saran kepada pasien agar menganti baju dan celana dalam
yang basah karena keringat serta disarankan juga untuk memakai pakaian
yang longgar dan pakaian yang menyerap keringat
Mengurangi kegiatan sehari-hari yang dapat banyak menimbulkan keringat
Menyarankan kepada pasien agar tidak menggaruk-garuk lesi
5/20/2018 Isi Lapkas
13/17
13
Medikamentosa :
Ketokonazole 200 mg 1x1 selama 7-14 hari
Golongan Azole:
Ketokonazole
Ketokenazol bersifat fungistatik. Pada kasus-kasus resisten terhadap
griseofulvin dapat diberikan obat ini sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari- 2
minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazol merupakan kontraindikasi
untuk penderita kelainan hepar.1
Itrakonazole
Itrakonazole mempunyai aktifitas fungistatik dan fungisidal, meskipun
lebih banyak berfungsi sebagai fungstatik dengan memakan ergosterol pada
membran sel jamur yang akhirnya membuat perubahan permeabilitas membran
sel. Dosis yang direkomendasikan adalah 100 mg/hari selama 4 minggu atau 5
mg/kg/ hari pada anak-anak, dimana sama efektif dengan griseofulvin dan
terbinafine (table 4). Obat ini sangat lipofilik dan keratinofilik dan obat ini
bertahan dalam stratum korneum selama 3 sampai 4 minggu setelah pemberian.4
Obat ini cocok sebagai pengganti ketokonazol yang mempunyai sifat hepatotoksik
terutama bila diberikan lebih dari 10 hari.
Flukonazole
Flukonazole adalah obat anti jamur yang memiliki spectrum luas dan dapat
diberikan pada dermatofit dan juga spesies kandida. Obat ini memiliki
bioavailabilitas yang baik, rendah dalam ikatan dengan protein dan memiliki
waktu paruh yang panjang. Dalam studi yang meneliti anak-anak dengan T.
tonsurans, obat ini didapatkan efektif dan aman dalam dosis 6 mg/kg/ hari selama
20 hari.4
5/20/2018 Isi Lapkas
14/17
14
Bagaimana prognosis pada kasus?
Berdasarkan teori:
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka
penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik.1.2.3.4
Sesuai dengan kasus ini :
Quo ad vitam : ad bonam
Pada pasien tidak ditemukan adanya komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian.
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Pada pasien fungsi keseharian terganggu, contoh : pasien jadi susah
menulis saat sekolah.
Quo ad sanactionam : ad bonam
Pada pasien tinea capitis sembuh dengan baik, karena baru
pertama kali menderita penyakit ini
5/20/2018 Isi Lapkas
15/17
15
BAB IV
KESIMPULAN
Tinea kapitis yang disebut juga Ringworm of the scalp and hair/tinea
tonsurans/herpes tonsurans, adalah penyakit dermatofit yang yang menyerang
kulit kepala dan rambut. Penyakit ini ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-
merahan, alopesia dan bila terjadi keadaan klinis yang berat disebut kerion. Secara
klinis tinea kapitis terbagi menjadi tiga bentukan khas yaitu Grey patch ringworm,
kerion dan black dot ringworm.
Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton
dan Microsporum, misalnya T. violaceum, T. gourvilii, T. mentagrophytes, T.
tonsurans, M. audoinii, M. canis, M. ferrugineum.
Tinea kapitis kebanyakan menginfeksi anak anak yang berumur antara 4
dan 14 tahun. Trichophyton tonsurans menjadi penyebab lebih dari 90% kasus diAmerika Utara dan United Kingdom. Kepadatan penduduk, hygien yang buruk
dan malnutrisi protein memudahkan seseorang mendapatkan penyakit ini.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan
lampu wood dan pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH atau
kultur jamur. Pada pemeriksaan mikroskopik akan terlihat spora di luar rambut
atau di dalam rambut.
Secara garis besar pengobatan Tinea kapitis membutuhkan waktu yang
lama dan ketelatenan pasien. Obat-obat yang digunakan yaitu topikal dan
sistemik. Penggunaan topikal saja akan sulit sekali menyembuhkan penyakit ini,
jadi biasanya preparat topikal dikombinasikan dengan sistemik. Contoh obat
topikal seperti shampoo selenium sulfat, dan ketokonazole sedangkan preparat
sistemik dapat berupa griseovulfn, ketokonazole, terbinafrin dan lain.lain.
5/20/2018 Isi Lapkas
16/17
16
Prognosis penyakit ini tergantung keadaan klinis, keparahan, dan
ketelatenan terapi. Terapi yang non adekuat dapat mengakibatkan reaktivasi dari
penyakit ini.
5/20/2018 Isi Lapkas
17/17
17
DAFTAR PUSTAKA
1.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi kelima. Balai penerbitan FKUI. Jakarta: Universitas Indonesia
2009. Hal 95-100
2. Wolff, Klaus. Fitzpatrick dermatology in general medicine. edisi ketujuh. The
McGraw-Hill companies US. 2008. Hal 345-352
3. Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit kulit. EGC: Jakarta 2004. Hal 13-
15
4.
Fakultas Kedokteran Unair. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kedua.
AUP. Surabaya: Universitas Airlangga 2013. Hal
5. Gunawan G.S., Nafrialdi S.R. 2007. Farmakologi dan terapi. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI : Jakarta. Hal 457-465
6.
Rebollo, Lpez-Barcenas, and Arenas. Tinea capitis. Review artikel.
Departamento de Dermatologa. Actas Dermosifiliogr. 2008; hal 91-100
7. Nasution MA, Muis K, Rusmawardiana. Tinea Kapitis. Dalam : Budimulya
U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widati S. editor.
Dermatomikosis Superfisialis cetakan ke 2. Jakarta, Balai Penerbit FKUI,
2004 : h.24-30.
Recommended