ISU & AGENDA KEBIJAKAN
Kuliah ke 6
MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK
Kamis, 29 SEPTEMBER 2021
Drs. Sudarmo, MA., Ph.D
Kuliah yang lalu:
Policy formulation-formation Policy formation: membicarakan keseluruhan proses peciptaan atau pembentukan sebuah kebijakan
Policy formulation: mengacu pada bagian dari proses kebijakan yang lebih sempit terutama pada perkembangan dari serangkaian tindakan yang diusulkan untuk menangani sebuah masalah (masalah publik).
Policy formation mencakup tiga aspek utama: (1) esensi masalah publik, (2) agenda dan agenda setting, (3) formulasi kebijakan untuk mengatasi masalah
Agenda Kebijakan Agenda adalah kumpulan masalah, pemahaman
tentang penyebab, simbol, solusi, dan elemen lain
dari masalah publik yang menjadi perhatian
masyarakat dan pejabat pemerintahnya.
Agenda bisa jadi sama konkretnya dengan daftar
undang-undang yang ada di hadapan legislatif, tetapi
juga mencakup serangkaian keyakinan tentang
keberadaan dan besarnya masalah dan bagaimana
mereka harus ditangani oleh pemerintah, sektor
swasta, organisasi nirlaba, atau melalui gabungan
tindakan oleh beberapa atau semua lembaga ini
Agenda Setting
AGENDA SETTING (Penetapan agenda) merupakan
proses di mana masalah dan alternatif solusi
/pemecahan masalah mendapatkan atau kehilangan
perhatian publik dan elit.
Dalam agenda setting juga terdapat persaaingan
kelompok, dimana persaingan kelompok untuk
menetapkan agenda sangat ketat karena tidak ada
masyarakat atau lembaga politik yang memiliki
kapasitas untuk menangani semua kemungkinan
alternatif untuk semua kemungkinan masalah yang
muncul pada satu waktu (Hilgartner dan Bosk 1988).
Dari masalah publik ke Policy Agenda
• Untuk mencapai sampai tatarn ke agenda
kebijakan, masalah publik harus
dirubah/berubah ke dalam sebuah isu atau
persoalan yang memerlukan perhatian publik
(termasuk karena tuntutan-tuntutan dari
masyarakat luas yang memandang masalah
tersebut sebagai sesuatu yang bersifat serius
dan “crisis”)
klasifikasi Agenda
Beberapa penulis membedakan beberapa
jenis agenda: agenda diskusi dan agenda
keputusan.
Agenda diskusi, atau agenda publik,
memuat isu-isu yang menjadi sangat
terlihat sehingga menjadi bahan diskusi.
Agenda keputusan, atau agenda formal,
mencakup daftar masalah yang telah
diputuskan untuk ditangani oleh
pemerintah (Cobb & Elder, 1972).
Systemic agenda – institutional agenda
• Systemic agenda terdiri dari semua isu pada umumnya yang dipandang oleh para anggota komunitas politik menuntut perhatian masyarakat luas dan mencakup persoalan-persoalan yang ada dalam yurisdiksi otoritas pemerintah yang berkuasa saat ini.
• Institutional agenda terdiri dari masalah-masalah yang menjadikan para legislator atau pejabat publik merasa berkewajiban untuk memberikan perhatian secara serius dan aktif
• Institusional agendfa pada dasarnya merupakan action agenda, sehingga lebih spesifik dari systemic agenda
SYARAT Agar masalah dapat dimasukkan ke dalam
agenda, tampaknya ada prasyarat tertentu:
Individu atau kelompok harus mengakui bahwa
situasinya bermasalah,
Dilakukan identifikasi aspek masalah dari situasi
tersebut,
Mengusulkan solusi, dan
Ada keterlibatan dalam kegiatan yang
mempengaruhi pemerintah dan menekannya
untuk campur tangan, termasuk mengidentifikasi
kelompok yang dapat memainkan peran aktif
dalam mengatasi masalah (Ripley, 1985, dalam
McCool, 1995, p. 159).
Applied problem solving Stages in policy
Cycle
1. Problem recognition 1. agenda setting
2. Proposal of solution 2. policy formulation
3. Choice of solution 3. decision making
4. Putting solution into effect 4. policy
implementation
5. Monitoring Results 5. Policy Evaluation
6. Policy termination/reformulasi kebijakan publik
,mengingat rumusan masalah masala lalu tidak tepat
atau sudah mengalami pergeseran
Lima fase Policy Cycle dan hubunganya
dengan Applied Problem Solving
Public Problem (Masalah Kebijakan)
Public problem (masalah publik) merupakan kondisi/ situasi yang mengakibatkan ketidakpuasan dan menciptakan sebuah kebutuhan bagi sebagian orang-orang, untuk mengatasi masalah tersebut
kemiskinan (pengangguran, kelaparan dalam jumlah bedar, keterbelakangan pendidikan)
penyebaran penyaki (HIV, Gonorchea/raja singa, sipilis yang diderita bnayka orang),
keamanan (ancaman keamanan bagi sebagian warga perbatasan negara, pembatasan keyakinan)
Lingkungan (pemasan global, hujan asam, polusi [udara, tanah, air], penambangan tak terkendali
korupsi,
Siapa yang bisa mendefiniskan
Masalah Publik
Orang-orang yang terkena secara langsung
(dramatisir)
Orang-orang yang terkena tidak secara
langsung (obyektif minimalis)
Para analis (antara obyektif dan subyektif)
Para politisi (cenderung subyektif)
Para eksekutif (faktual)
Stakeholder yang berkepentingan (dalam
negeri/luar negeri) (subyektiff berdasarkan
fakta)
Sifat definisi masalah
Apakah sebuah masalah publik sifatnya permanen? (sebagian permanen dan sebagia berubah-ubah)
Definisi masalah sering merupakan proses politik yang hasilnya akan membantu menentukan solusi yang tepat
Bisa berubah-ubah sesuai dengan situasi politik
Bisa berubah-ubah sesuai dengan waktu/ masa/ masyarakat/generasi
Faktor sebab akibat: apa penyebab munculnya masalah tersebut?
Sifat dan lingkup masalah publik mungkin sulit dipastikan/dispesifikasikan karena: Invisible, diffuse dan cluster.
Esensi masalah publik
Masalah publik adalah masalah yang memiliki efek
luas, termasuk konsekuensi/akibat terhadap orang-
orang yang tidak secara langsung terlibat.
Masalah yang memiliki efek terbatas, yakni hanya
terbatas pada satu atau beberapa orang yang secara
langsung terkena atau terlibat, pada umumnya
dipandang sebagai masalah privat, bukan publik
walaupun bisa berkembang menjadi masalah publik.
Contoh: kekerasan dalam rumah tangga,
poligami/poliandri, perkosaan, kumpul kebo,
Wicked Problem
Sebagian literatur ada yang menyoroti
perhatiannya pada isu wicked problems
yang umumnya dianggap sebagai
masalah yanag sangta kompleks,
terbuka, dan sulit diselesaikan.
Karakteristik wicked problems adalah
bahwa sifat dari 'masalah' dan 'solusi'
yang diinginkan selalu saja mudah
diperdebatkan karena selalu saja sulit
menemukan kesepakatan atau titik titik
temu yang bisa diterima.
Wicked Problem
Rittel dan Webber (1973) mengidentifikasi 10 karakteristik wicked
problem:
1) Tidak ada rumusan pasti dari wicked problem, termasuk
tidak ada rumusan yang pasti tentang definisi dan ruang
lingkup masalah yang diperdebatkan;
2) Wicked problem tidak memiliki solusi yang pasti.
3) Solusi untuk wicked problem bukanlah benar-atau-salah,
tetapi lebih pada kesan baik-buruk di mata para
pemangku kepentingan.
4) Tidak ada penilaian awal dan akhir terhadap solusi yanga
digunakan untuk mengatasi wicked problem.
5) Setiap upaya penerapan solusi untuk mengatasi wicked
problem adalah 'tindakan sekali pakai'; yang hasilnya
tidak bisa lengkap, dan tidak ada kesempatan untuk
belajar dengan mencoba-coba.
6) Wicked problem tidak memiliki rangkaian
solusi yang jelas dan tidak ada rangkaian
tindakan yang bisa diterima dengan baik untuk
dimasukkan ke dalam perencanaan.
7) Setiap wicked problem sifatnya unik.
8) Setiap wicked problem dapat dianggap
sebagai gejala dari masalah lain.
9) Adanya perbedaan yang mewakili wicked
problem yang dapat dijelaskan dengan berbagai
cara.
10) Perencana tidak memiliki 'hak untuk menjadi
salah', yaitu tidak ada toleransi publik terhadap
inisiatif atau eksperimen yang gagal.
Cara mengatasi Wicked problem
dialog terbuka di antara para pemangku
kepentingan dan ahli untuk menemukan
„ide-ide baru' (misalnya pertemuan untuk
mengemukakan ide-ide) yang kadang
dimulai dengan menggelindingkan
beberapa cara yang memungkinkan
secara 'bola salju' (yakni masalah
digelindingkan secara sambut menyambut
dari pemangku kepentingan yang satu ke
pemangku kepentingan lainnya) ke depan.
Jika masalah tersebut sangat penting bagi
pemangku kepentingan tertentu atau bagi
pemangku kepentingan yang menjadi target
sasaran, maka perlu melakukan akomodasi
melalui negosiasi di antara para peserta kunci.
Dalam kondisi seperti itu, tujuan yang
dinegosiasikan, proses yang terbuka, usaha
mengatasi jalur sebab akibat yang kompleks
dan ruwet, tidak bisa berjalan efektif jika
mengandalkan solusi sacara tradisional yang
mendasarkan pada pendekatan teknis dan
administrative/birokratis.
Dalam beberapa kasus, tantangan
utamanya adalah mengungkap dan
membahas perbedaan yang mengakar.
Jalur yang paling umum diadopsi dalam
hal ini adalah dialog yang dimediasi, yang
diusahakan untuk mengeksplorasi
kesamaan tentang tujuan dan arah jangka
panjang, dan langkah-langkah sementara
untuk bergerak maju bersama.
Literatur penelitian tentang resolusi konflik
(misalnya Susskind et al 1999) telah
menganalisis banyak skenario dan memberikan
saran tentang bagaimana menangani 'masalah
yang sulit diselesaikan'.
Literatur ini berguna untuk melihat peran nilai-
nilai, sifat para pemangku kepentingan atau
pihak-pihak yang berselisih, sejarah-
masalah, dan konteks organisasi untuk
penyelesaian sengketa.
Seluruh unsur tersebut relevan untuk menilai
kedalaman dan luasnya masalah untuk masa
depan solusi yang menjadi terinformasi dengan
baik dan kooperatif.
Penelitian mengenai kontribusi dari forum yang
dirancang secara seksama untuk mediasi,
pengurangan konflik, dialog dan musyawarah,
sangat relevan untuk menilai sifat masalah-
masalah besar (masalah-masalah mayor).
Memahami perspektif para pemangku
kepentingan kunci, basis pengetahuan yang
ada, tingkat kesepakatan terhadap tujuan
umum, dan prospek untuk mengembangkan
harapan-karapan bersama, dapat memberikan
dasar yang kuat dalam mempertimbangkan
bagaimana keterlibatan lebih lanjut harus
dilakukan dan bagaimana keputusan di masa
depan harus dibuat.
Proses ini dapat membantu mengatasi
ketidakamanan yang timbul dari ketidakpastian,
kompleksitas, dan divergensi.
Peran dialog yang difasilitasi sebagai elemen
konsultasi masyarakat yang kuat (Kepala 2007),
sangat tepat untuk diterapkan pada setiap
elemen 'siklus kebijakan' (termasuk desain dan
pengembangan kebijakan, evaluasi dan tinjauan
program)), dan pada pemecahan masalah
praktis untuk memperbaiki implementasi.
POLICY FORMULATION
At this stage, the public administration
concerned examines the various policy options
it considers to be possible solutions.
It should be noted that coalitions of actors
strive, through the use of advocacy strategies,
to gain priority for one specific interpretation of
both the problem and its solution.
It is at this stage that power relationships
crystallize, determining the direction a policy will
take.