i
JURNAL ILMIAH
AKIBAT HUKUM PENGALIHAN OBJEK JAMINAN KREDIT SEPEDA MOTOR TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI KREDITUR
(Studi di Kantor FIF Group Mataram)
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh :
Muh Alimuddin
D1A015170
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2019
ii
HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH
AKIBAT HUKUM PENGALIHAN OBJEK JAMINAN KREDIT SEPEDA MOTOR TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI KREDITUR
(Studi di Kantor FIF Group Mataram)
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh :
Muh Alimuddin
D1A015170
Menyetujui,
Pembimbing Pertama,
Dr. Aris Munandar, SH., M. Hum NIP. 196106101987031001
iii
AKIBAT HUKUM PENGALIHAN OBJEK JAMINAN KREDIT SEPEDA MOTOR TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI KREDITUR
(Studi di Kantor FIF Group Mataram)
Muh Alimuddin D1A015170
FAKULTAS HUKUM UNRAM
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum pengalihan objek jaminan kredit sepeda motor tanpa persetujuan tertulis dari kreditur, faktor – faktor penyebabnya, dan perlindungan hukum bagi pihak ketiga pada PT FIF Group Mataram. Jenis penelitian adalah normatif empiris dengan menggunakan metode pendekatan perundang – undangan, konseptual, dan sosiologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum pengalihan objek jaminan kredit tanpa persetujuan tertulis dari kreditur yaitu kreditur berhak mengeksekusi objek jaminan kredit serta dapat dituntut melakukan tidak pidana penggelapan. Faktor – faktor penyebabnya yaitu penghasilan tidak tetap, kebutuhan mendesak, pemutusan hubungan kerja, itikad buruk, musibah, permainan mafia motor, prosedur yang lama, dan penggunaan identitas orang lain. Pihak ketiga tidak mendapat perlindungan apapun.
Kata Kunci : Akibat Hukum, Faktor – faktor, Perlindungan Hukum
LEGAL QONSEQUENCES AGAINST TRANSFER OF FIDUCIARY OBJECT ON CREDIT AGREEMENT WITHOUT WRITTEN PREMISSION FROM
CREDITOR (Study at FIF Group Mataram)
ABSTRACT
The purpose of this study is to find out the legal qonsequences in transfer of
fiduciary object on motorcycle without written permission from creditor, to find out the factors caused it, and to find out the legal protection for the third parties who got fidusiary object (motorcycle) from debtor without written permission from creditor. This research is empirical-legal research wich is using statute approach, conceptual approach, and sociological approach. The result showed that the legal consequences for transfer of fiduciary object without written permission from creditor is that the creditor can execute the object of fiduciary and also debtor could be sued because they are doing criminal embezzlement. The factors are debtors did not have a permanent job, had an urgent nececcity, work termination, natural disasterbad faiths, motorcycle mafia, complicated procedure, and using another identity in agreement. Third parties do not have any legal protection from creditor. Keywords : Legal Consequences, Fators, Legal Protection.
iv
I. PENDAHULUAN
Salah satu perusahaan pembiayaan yang terkenal di Indonesia adalah PT.
Federal International Finance (FIF). PT. Federal International Finance adalah
lembaga pembiayaan yang melaksanakan fungsinya untuk pemberian kredit melalui
perjanjian pembiayaan konsumen. Hadirnya PT Federal Internastional Finance ini
mencoba untuk memberikan kesempatan kepada orang-orang atau pengusaha yang
memiliki keterbatasan modal untuk keperluan pribadi atau menjalankan usahanya
dengan cara membiayai pembelian barang-barang berupa benda bergerak , seperti
sepeda motor, mobil dan sebagainya. Dalam praktik pelaksanaan perjanjian
pembiayaan konsumen oleh lembaga pembiayaan, walaupun masyarakat merasa
sangat terbantu dengan adanya lembaga pembiayaan ini, akan tetapi masih terdapat
permasalahan - permasalahan yang sering terjadi, salah satunya yaitu pengalihan
objek jaminan kredit dalam hal ini sepeda motor yaitu pihak debitur mengalihkan
objek jaminan kreditnya kepada orang lain tanpa sepengetahuan pihak perusahaan
pembiayaan yaitu PT. Federal International Finance Group Mataram.
Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan tiga masalah yang akan
dibahas dalam penulisan ini yaitu : 1) Bagaimana akibat hukum jika terjadi
pengalihan objek jaminan kredit sepeda motor motor tanpa tersetujuan tertulis dari
Kreditur pada PT Federal Internasional Finance Group Mataram? 2) Apakah faktor-
faktor penyebab terjadinya pengalihan objek jaminan kredit sepeda motor pada PT
Federal Internasional Finance Group Mataram ? 3) Bagaimana perlindungan hukum
v
terhadap pihak ketiga dalam pengalihan objek jaminan kredit sepeda motor tanpa
persetujuan tertulis kreditur ?.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk
mengetahui akibat hukum apabila terjadi pengalihan objek jaminan kredit sepeda
motor tanpa persetujuan tertulis dari kreditur pada PT Federal Internasional Finance
Group Mataram, Untuk mengetahui fakror-faktor penyebab terjadinya pengalihan
objek jaminan kredit sepeda motor pada PT Federal Internasional Finance Group
Mataram, dan Untuk menjelaskan bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak
ketiga dalam pengalihan objek jaminan kredit tanpa persetujuan tertulis dari kreditur.
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan ini adalah memberikan informasi
kepada masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan yang hendak melakukan
perjanjian dengan PT. Federal Internasional Finance Group Mataram, dan
Memberikan tambahan pengetahuan terutama bagi masyarakat atau pihak-pihak yang
berkepentingan yang memiliki pengetahuan yang kurang mengenai perjanjian
pembiayaan pada PT Federal Internasional Finance Group Mataram. Jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian normatif empiris yaitu penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum didalam praktek kehidupan
masyarakat.1 Metode pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang –
undangan (satute Aproach ), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan
pendekatan sosiologis (sociological approach). Sumber dan Jenis data yang
1 Fokky Fuad, Pemikiran Ulang atas Metodologi Penelitian Hukum,
https://uai.ac.id/2011/04/13/Pemikiran-ulang-atas-metodologi-penelitian-hukum/. diakses pada hari jumat 26 oktober 2018
vi
digunakan ada dua yaitu data kepustakaan merupakan data yang diperoleh dari buku-
buku teks, karya ilmiah, jurnal-jurnal hukum, ensiklopedia, internet, dan sumber-
sumber lain. Data kepustakaan terdiri dari data primer yaitu data bahan hukum yang
bersifat mengikat, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Peraturan Presiden
RI Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Keputusan Menteri Keuangan
No.1251/KMK/.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan. Data sekunder yaitu bahan hukum yang berupa semua publikasi hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi hukum meliputi, buku-
buku teks, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan hakim.2 Bahan
hukum tersier adalah bahan hukum yang merupakan pendukung bahan hukum primer
dan sekunder seperti kamus, indeks normatif dan lainnya. Selain data kepustakaan
digunakan juga data lapangan yaitu data yang diperoleh langsung dalam penelitian
lapangan dan keterangan yang berkaitan langsung dengan objek penelitian. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara : pertama, studi
dokumen yaitu dengan cara mempelajari buku-buku, hasil penelitian, dan artikel-
artikel yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Kedua, dengan cara
melakukan wawancara dengan responden dan informan. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yang dimana adanya data
yang telah akurat kebenarannya diolah secara sistematis sehingga menghasilkan
perbandingan antara teori dan prakteknya, kemudian dilakukan penarikan kesimpulan
dengan model deduktif yaitu dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat khusus.
2 Peter Mahmud Marzuki., Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Surabaya, 2016, hlm. 181
vii
II. PEMBAHASAN
Akibat Hukum Pengalihan Objek Jaminan Kredit Sepeda Motor Tanpa Persetujuan Tertulis Dari Kreditur
Pada setiap perjanjian yang dibuat secara sah akan menimbulkan hak dan
kewajiban bagi para pihak yang membuatnya. Dalam perjanjian dikenal sebuah asas
yaitu asas “Pacta sun servanda” yang bermakna bahwa perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karenanya
para pihak berkewajiban untuk melaksanakan apa yang telah disepakati dalam
perjanjian (prestasi). Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi atau
dilakukan oleh debitor dalam setiap perikatan, baik perikatan itu bersumber dari
perjanjian maupun undang-undang.
Pasal 1234 KUHPerdata menentukan bahwa wujud dari prestasi, yaitu
memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Prestasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal tersebut sering kali tidak dapat dilakukan oleh debitor
sebagaimana mestinya. Ketidakmampuan debitor untuk melakukan prestasinya dapat
disebabkan karena dua hal, yaitu : a). Karena kesalahan si debitor, baik dilakukan
dengan sengaja maupun karena kelalaian dari debitor. Hal demikian disebut dengan
wanprestasi; b) Karena keadaan memaksa, yaitu diluar kemampuan debitor, disebut
overmacht.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia dikatakan bahwa debitor dan
kreditor dalam perjanjian fidusia berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Wanprestasi
adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebabagaimana yang
ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditor dan debitor. Jadi dapat
viii
dikatakan bahwa apabila debitor atau kreditor tidak memenuhi kewajiban melakukan
prestasi, ia dikatakan melakukan wanprestasi.3 Perbuatan wanprestasi yang sering
dilakukan oleh debitor PT. FIF Group Mataram adalah melakukan sesuatu yang
dilarang didalam perjanjian yaitu mengalihkan atau menjual objek jaminan kredit
kepada pihak ketiga tanpa persetujuan tertulis dari pihak kreditur yakni PT. FIF
Group Mataram. Hal yang demikian tentunya akan mengakibatkan kerugian bagi
pihak PT. FIF Group Mataram dikarenakan debitur telah melanggar perjanjian
dengan melakukan apa yang dilarang.
Dalam Pasal 4 Ayat (3) Perjanjian Pembiayaan Konsumen pada PT. FIF
Group Mataram mengatakan bahwa debitur dilarang mengalihkan dengan cara
apapun, baik seluruhnya ataupun sebagian barang/manfaat barang kepada pihak lain
kecuali dengan persetujuan tertulis dari kreditur sebelumnya. Pelanggaran terhadap
pasal ini dapat menyebabkan debitor dikenakan tuntutan pidana penggelapan
sebagaimana diatur dalam pasal 372 KUHP yang berbunyi :4 “Barang siapa memiliki
dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan diancam karena penggelapan”5
Apabila debitur tidak melaksanakan kewajiban/wanprestasi, kreditur dapat
menarik atau mencabut benda Jaminan Fidusia untuk dijual guna menutupi utang
3 Salim H.S., (I) Op.Cit hlm. 180 4 Hasil wawancara dengan pak Dadeh Head Collection 2 PT FIF Group Mataram , 10
November 2018, Kantor FIF Group Mataram 5 R. Soesilo, Kitab Undang – undang Hukum Pidana (KUHP) & Kitab Undang – Undang
Hukum Acara Pidana, Putaka Buana, Siduarjo, 2014, hlm. 118
ix
debitor. Tindakan tersebut sudah lazim dilakukan oleh pihak kreditur ketika debitur
tidak melaksanakan kewajibannya dan hal demikian bukan merupakan perbuatan
hukum yang bertentangan dengan undang-undang jaminan fidusia bahkan merupakan
kewajiban debitur untuk menyerahkan benda jaminan fidusia untuk dijual.6
Menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia dalam Pasal 23 Ayat (2) yang
berbunyi: “Pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan
kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan
benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima
fidusia”. Fokus dalam pembahasan ini adalah pada kata mengalihkan dalam pasal
tersebut dimana yang dimaksud dengan mengalihkan dalam penelitian ini adalah si
debitur menjual objek dari perjanjian pembiayaan dalam hal ini sepeda motor.
Apabila debitur melakukan pengalihan/penjual terhadap objek jaminan fidusia yang
bukan merupakan benda persediaan kepada pihak ketiga maka akibat hukum yang
ditimbulkan berupa perbuatan wanprestasi sebagaimana diatur dalam perjanjian
permbiayaan serta dikategorikan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam
Pasal 36 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Yang menyatakan bahwa : “Pemberi
fidusia yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi
objek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (2) yang
dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia, dipidana
dengan pidana penjara paling lambat 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)”.
6 D.Y. Witanto. SH. Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen
(Aspek Perikatan, Pendaftaran dan Eksekusi), Mandar Maju, Bandung, 2015, hlm.179
x
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pengalihan Objek jaminan kredit Sepeda Motor Pada PT FIF Group Mataram
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan tiga orang
responden dalam hal ini nasabah yang selanjutnya disebut debitur PT FIF, ternyata
terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya pengalihan Objek
jaminan kredit tanpa persetujuan tertulis dari kreditur pada PT FIF Group Mataram,
faktor-faktor tersebut yaitu : 1) Faktor Penghasilan Tidak Tetap. Faktor ini biasanya
berupa kemunduran (penurunan) usaha konsumen. Faktor ini merupakan sebab yang
umunya menimbulkan debitur mengalihkan objek jaminan kredit. Usaha atau
pekerjaan yang ditekuni oleh debitur mengalami kesulitan, sehingga hal tersebut
kemudian berdampak terhadap kondisi keuangan si debitur yang kemudian berujung
pada keitdak mampuan debitur untuk membayar angsuran dan bunga atas
kendaraanya tiap bulan. 2) Faktor Kebutuhan Mendesak. Kebutuhan manusia sebagai
makhluk sosial tidak pernah ada habisnya, setiap manusia memiliki kebutuhan yang
beraneka ragam yang mau tidak mau harus dipenuhi terutama kebutuhan pokok yang
bersangkutan langsung dengan hidupnya sendiri dan juga keluarga. Si debitur
memiliki anak yang akan melanjutkan studinya ke perguruan tinggi dan diharuskan
untuk membayar uang pendaftaran, SPP, dan biaya-biaya lainnya agar bisa terdaftar
menjadi mahasiswa pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Pembayaran atas
biaya-biaya tersebut diatas bersifat sangat mendesak akan tetapi kondisi ekonomi
debitur tidak memungkinkan untuk mendapatkan uang dengan cepat. Oleh karena itu,
si debitur memilih alternatif untuk menjual kendaraan yang belum selesai masa
xi
angsurannya itu kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari kreditur. 3) Faktor
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah
pengakhiran hubungan kerja yang disebabkan karena suatu hal yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan.
Umumnya, Pemutusan Hubungan Kerja ini dikenakan kepada orang -orang yang
bekerja di sektor swasta ataupun di perusahaan. Terjadinya pemutusan hubungan
kerja ini dapat terjadi dikarenakan oleh dua hal yaitu: 1) kesalahan dari perusahaan itu
sendiri misalnya suatu perusahaan mengalami kepailitan sehingga menyebabkan
perusahaan tersebut tidak mampu lagi untuk membayara gaji para karyawannya dan
tepaksa harus memecat sebagian atau bahkan semua karyawannya. 2) dikarenakan
oleh kesalahan pribadi si karyawan misalnya tidak disiplin dalam bekerja, tidak
melaksanakan tugasnya dengan benar, malas-malasan dan sebagainnya.
Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga Dalam Pengalihan Objek jaminan kredit Sepeda Motor Tanpa persetujuan kreditur
perlindungan hukum terhadap pihak keitga dalam pengalihan objek jaminan
kredit ini dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 5 UUPK sebagaimana telah
dipaparkan pada halaman terdahulu yang menyatakan bahwa “salah satu kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh konsumen dalam transaksi jual beli barang dan/atau
jasa adalah memiliki itikad baik”. Hal yang sama juga diatur dalam pasal 1338 yang
menyatakan bahwa perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.
Itikad baik dalam hukum romawi mengacu pada tiga bentuk perilaku para pihak
dalam kontrak. Pertama, para pihak harus memegang teguh janji atau perkataannya.
xii
Kedua, para pihak tidak boleh mengambil keuntungan dengan tindakan yang
menyesatkan terhadap salah satu pihak. Ketiga, para pihak mematuhi kewajibannya
dan berperilaku sebagai orang terhormat dan jujur walaupun kewajiban itu tidak
secara tegas diperjanjikan.7 Secara umum pemahaman atas pengertian “itikad baik”
terdiri dari dua pengertian:8 1) Arti yang obyektif : bahwa perjanjian yang dibuat itu
mesti dilaksanakan dengan mengindahkan norma kepatutan dan kesusilaan. 2) Arti
yang subyektif yaitu pengertian itikad baik yang terletak dalam sikap batin seseorang.
Pihak ketiga dalam kedudukannya sebagai penerima pengalihan kredit haruslah
memiliki itikad baik sebelum memutuskan untuk membeli objek jaminan kredit
tersebut. Hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan para pihak dari berbagai
resiko yang mungkin muncul dikemudian hari. Wujud dari itikad baik ini adalah
menggali informasi mendalam yang berkaitan dengan motor yang akan dibeli apakah
ada cacat atau tidak, menanyakan apakah surat – suratnya seperti STNK dan BPKB
lengkap atau tidak, menanyakan apakah perbuatan demikian dibolehkan menurut
hukum atau tidak dan informasi – informasi lain yang berkaitan dengan barang yang
akan dibeli. Akan tetapi dalam praktek yang terjadi, itikad baik ini tidak dilakukan
oleh pihak ketiga. Hal ini menyebabkan ia tidak mendapatkan kepastian hukum dan
perlindungan hukum dari pihak Kreditur yakni PT FIF Group Mataram.9
Dalam pasal 24 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa
“penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian
7 Ery Agus Priyono, Peranan Asas Itikad Baik Dalam Kontrak Baku (Upaya Menjaga
Keseimbangan bagi Para Pihak), Diponegoro Private Law, Vol.1 No.1 November 2017, hlm. 20 8 Ibid hlm.21
9 Hasil wawancara dengan pak Dadeh Head Collection 2 PT FIF Group Mataram , 10 Desember 2018, Kantor FIF Group Mataram
xiii
pemberi fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari
perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda
yang menjadi objek jaminana fidusia”.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa jika debitur melakukan pengalihan
kredit tanpa persetujuan tertulis dari kreditur, maka yang dirugikan bukan hanya PT
FIF selaku kreditur saja, melainkan juga pihak debitur. Oleh karena itu menurut
penjelasan yang penulis dapatkan dari pak Dadeh mengatakan bahwa :10 “Yang perlu
dilakukan oleh seorang debitur yang ingin melakukan pengalihan kredit yaitu datang
ke kantor FIF bersama dengan calon debitur yang akan menerima pengalihan kredit,
lalu setelah itu pihak PT FIF akan melakukan analisis kelayakan atau kemampuan
debitur baru secara ekonomi berdasarkan prinsip 5 C. Jika prinsip 5 C dan syarat –
syarat administrative lainnya sudah terpenuhi, maka Pihak kreditur akan
menggantikan identitas debitur yang lama dengan debitur yang baru pada kontrak
perjanjiannya”
10 Hasil wawancara dengan pak Dadeh Head Collection 2 PT FIF Group Mataram , 10
Desember 2018, Kantor FIF Group Mataram
xiv
III. PENUTUP
Kesimpulan
Akibat hukum yang ditimbulkan apabila debitor mengalihkan objek jaminan
kredit yaitu sepeda motor kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari pihak PT.
Federal International Finance Group Mataram yaitu : 1) Pihak kreditur berhak untuk
melakukan eksekusi terhadap objek jaminan kredit berdasarkan kekuatan eksekutorial
yang ada pada sertifikat jaminan fidusia. 2) Pihak kreditur dapat menuntut debitur
dengan tuntutan pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam pasal 372 KUHP Jo
pasal 36 Undang – Undang Jaminan Fidusia
Faktor-faktor penyebab pengalihan objek jaminan kredit tanpa persetujuan
kreditur yaitu : a) faktor penghasilan tidak tetap yaitu ketidakpastian penghasilan dari
debitur yang berujung pada ketidakmampuan debitor untuk membayar angsuran. b)
kebutuhan yang sifatnya sangat mendesak untuk dipenuhi seperti untuk membayar
SPP dan sebagainya. c) Pemutusan hubungan kerja yang menyebabkan debitor
kehilangan pekerjaannya. d) Itikad buruk dari debitor. e) Musibah atau bencana alam.
f) Permainan mafia motor. g) Prosedur yang lama. h) Menggunakan identitas orang
lain.
Pihak ketiga selaku penerima pengalihan kredit tanpa persetujuan tertulis dari
kreditur sama sekali tidak mendapatkan perlindungan hukum karena transaksi jual
beli yang dilakukan tidak dilandasi dengan itikad baik.
xv
Saran
Maraknya kasus oper kredit yang terjadi pada lembaga-lembaga pembiayaan
khususnya pada PT Federal International Finance Mataram maka diharapkan pihak
pembiayaan untuk selalu memperhatikan dan menerapkan prinsip kehati-hatian
(prudential banking) dan melakukan analisis kredit secara cermat, teliti dan
mendalam dari berbagai aspek berdasarkan prinsip-prinsip pemeberian kredit yang
berlaku secara universal.
Untuk menghindari atau mengantisipasi terjadinya pengalihan kredit secara tanpa
persetujuan tertulis dari kreditur, begitupula debitur penerima over credit untuk
mencari informasi yang seluas-luasnya kepada pihak PT FIF mengenai kondisi kredit
debitur lama dan menghindari pengalihan kredit diluar ketentuan PT FIF guna
menghindari terjadinya berbagai masalah yang berkaitan dengan Objek jaminan
kredit.
xvi
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Salim H.S., 2008, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUH Perdata, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
R Soesio, 2014, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) Dan Kitab Undang – Undang- Hukum Acara Pidana, Pustaka Buana, Siduarjo.
D.Y. Witanto, 2015, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan
Konsumen (Aspek Perikatan, Pendaftaran, dan Eksekusi), Mandar Maju, Bandung
Peter Mahmud Marzuki., 2016, Penelitian Hukum, Prenadamedia Group,
Surabaya.
Ery Agus Priyono, 2017, Peranan Asas Itikad Baik Dalam Kontrak Baku (Upaya Menjaga Keseimbangan bagi Para Pihak), Diponegoro.
B. Internet
Fokky Fuad, Pemikiran Ulang atas Metodologi Penelitian Hukum, https://uai.ac.id/2011/04/13/Pemikiran-ulang-atas-metodologi penelitian-hukum/. diakses pada hari jumat 26 oktober 2018