i
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SULAWESI UTARA
NOVEMBER 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Soekowardojo : Kepala Perwakilan / Direktur
Buwono Budisantoso : Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi / Deputi Direktur
A.Yusnang : Kepala Divisi SP, PUR, Layanan dan Administrasi / Deputi Direktur
Gunawan : Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan / Asisten Direktur
Lukman Hakim : Kepala Tim PUR dan Operasional SP / Asisten Direktur
Zulham Effendi : Analis / Manajer
Rivo Mandey : Analis / Asisten Manajer
Iona Rombot : Analis / Asisten Manajer
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Jl. 17 Agustus No. 56
Manado 95117
T: 0431 868102 / 868103
F: 0431 866933
Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat:
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/Sulawesi Utara/
atau
Silahkan mengirimkan email ke:
[email protected] dengan subyek “Publikasi KEKR Sulawesi Utara”
serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan
ii
Visi, Misi & Nilai Strategis Bank Indonesia
VISI
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil
MISI
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap
perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan
aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang
berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork
Visi & Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Utara
VISI
Menjadi Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang kontributif terhadap perekonomian Sulawesi Utara
yang maju dan penting bagi Indonesia, dengan semangat kerja cerdas, ikhlas, dan tuntas.
MISI
1. Menjalankan fungsi Bank Indonesia di daerah terkait sistem pembayaran dan komunikasi
kebijakan.
2. Memberikan informasi mengenai perekonomian daerah dan respon kebijakan Bank
Indonesia.
3. Menjalankan fungsi advisory dengan baik.
iii
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Utara Periode November 2017 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders Bank
Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan secara periodik
setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi Sulawesi Utara
terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini dapat menjadi salah satu
referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait.
Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari berbagai
pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik, pelaku
usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan sumber-sumber lain yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak tersebut, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang telah terjalin erat selama ini dapat
ditingkatkan di masa yang akan datang.
Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini ataupun
terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritikan
dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang.
Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat bagi
semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.
Manado, November 2017
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI UTARA
ttd
Soekowardojo
Direktur
iv
Daftar Isi
VISI DAN MISI BANK INDONESIA ii KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv DAFTAR GRAFIK v
DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii
INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA ix RINGKASAN EKSEKUTIF 1
BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 4 PDRB – Jenis Penggunaan 5
Konsumsi 5 Investasi (PMTB) 6
Ekspor-Impor 7 PDRB –Lapangan Usaha 9
Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan 9 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor 10
Konstruksi 10 Transportasi 11
Industri Pengolahan 12 Box I. Overview Kondisi Perikanan Sulawesi Utara 13
BAB II - KEUANGAN PEMERINTAH 15 Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara 15
Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 16 Alokasi Belanja APBN Di Sulawesi Utara 17
BAB III - PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 19 Evaluasi Realisasi Inflasi 19
Arah Perkembangan Inflasi 23 Program Pengendalian Dan Tantangan Yang Dihadapi 24
BAB IV - STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 26 Gambaran Umum Perbankan 26 Akses Keuangan Dan UMKM 32
Ketahanan Korporasi 34 Ketahanan Rumah Tangga 36
BAB V - PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 39 Penyelenggaraan Layanan Sistem Pembayaran Nontunai 39
Pengelolaan Uang Tunai 40 BAB VI - KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 42
Ketenagakerjaan 42 Kesejahteraan 44
BAB VII - PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 48 Pertumbuhan Ekonomi 48
Inflasi 49 DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 50
v
Daftar Grafik
Grafik 1.1. Tren Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-Provinsi di Pulau Sulawesi Triwulan III 2017 Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Grafik 1.4. Impor Barang Konsumsi Grafik 1.5. Pengadaan Semen Grafik 1.6. Harga Internasional CNO Grafik 1.7. Impor Barang Modal Grafik 1.8. Survei Konsumen – Indeks Pembelian Barang Tahan Lama Grafik 1.9. Jumlah Wisman yang Berkunjung ke Sulut melalui Bandara Sam Ratulangi Manado Grafik 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara Grafik 2.2. Perkembangan Anggaran Belanja Modal Grafik 3.1. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi Grafik 3.2. Inflasi Bulanan Grafik 3.3. Inflasi dan Andil Juli 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Agustus 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.5. Inflasi dan Andil September 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.2. Perkembangan Kredit Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.4. Perkembangan Jenis DPK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.5. Komposisi DPK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.6. Perkembangan Giro Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.7. Perkembangan Tabungan Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.8. Perkembangan Deposito Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.9. Komposisi Kredit Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.10. Perkembangan KMK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.11. Perkembangan KI Pebankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.12. Perkembangan KK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.13. Komposisi Undisbursement Loan Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.14. Perkembangan LDR se-Kawasan Indonesia Timur Grafik 4.15. Perkembangan LDR secara Spasial Sulawesi Utara Grafik 4.16. NPL Bank Umum per Kelompok di Sulawesi Utara Grafik 4.17. NPL Bank Umum per Jenis Penggunaan di Sulawesi Utara Grafik 4.18. NPL Bank Umum per Kab/Kota di Sulawesi Utara Grafik 4.19. Perkembangan NPL Bank Umum di Kawasan Indonesia Timur Grafik 4.20. Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.21. Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara Grafik 4.22. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.23. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.24. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara Grafik 4.25. Perkembangan Harga Minyak dan Ekspor Minyak Nabati Sulut Grafik 4.26. Likert Scale Kegiatan Usaha Grafik 4.27. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.28. Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik 4.29. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Utara Grafik 4.30. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Ekonomi Saat Ini Grafik 4.31. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Harga 6 Bulan Kedepan
4 4 5 6 7 8 8 10 11 15 16 19 20 20 21 22 26 26 27 28 28 28 28 28 30 30 30 30 30 31 31 32 32 32 32 33 33 33 34 35 35 35 36 36 36 36 37
vi
Grafik 4.32. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Utara Grafik 4.33. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Grafik 4.33. Komposisi Kredit Konsumsi Grafik 4.34. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Menurut Jenis Penggunaan Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring SKNBI Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun) Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar) Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Agustus (%) Grafik 6.2. Perkembangan Pengangguran Terbuka se-Kawasan Indonesia Timur Grafik 6.3. Perbandingan Tingkat Kemiskinan di Wilayah Sulawesi Grafik 6.4. Perkembangan NTP Sulut Grafik 6.5. NTP Sulut per Subsektor Triwulan III 2017 Grafik 6.6. Perkembangan NTP di Pulau Sulawesi pada Triwulan III 2017
37 37 38 38 39 40 41 42 44 45 46 46 47
vii
Daftar Tabel
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel 1.2. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel 1.3. Pangsa Jenis Penggunaan Tabel 1.4. Realisasi Belanja Non Modal APBD Prov Sulawesi Utara Tabel 1.5. Komponen Konsumsi Rumah Tangga dalam PDRB (% yoy) Tabel 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy) Tabel 1.7. Pangsa Lapangan Usaha Tabel Box 1.1. Profil Tol Manado-Bitung Tabel 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara Tabel 2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.3. Perkembangan Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.5. Postur Alokasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Tabel 2.6. Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Triwulan III 2017 Tabel 3.1. Inflasi Oktober 2017 Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (Ribu Jiwa) Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Tabel 6.5. TPT Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi (%) Tabel 6.6. Indikator Keadaaan Kesejahteraan
5 5 5 5 6 9 9 13 18 19 19 20 21 21 23 42 43 43 43 43 45
viii
Daftar Gambar
Gambar 1.1. Prakiraan Curah Hujan di Sulut Gambar Box 1.1. Lokasi Fokus Investasi Inisiatif OBOR di Indonesia Gambar Box 1.2. Dampak Makroekonomi
10 13 13
ix
Indikator Ekonomi dan Perbankan
Sumber: Bank Indonesia & Badan Pusat Statistik
INDIKATORI. MAKRO NASIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III
A PDB Nasional (yoy) 4.71 4.67 4.73 5.04 4.79 4.92 5.18 5.02 4.94 5.02 5.01 5.01 5.06
B Inflasi Nasional (yoy) 6.38 7.26 6.83 3.35 3.35 4.45 3.45 3.07 3.02 3.02 3.61 4.37 3.72
II. MAKRO REGIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III
A 1. Laju Inflasi (ytd) % (0.40) 2.14 2.23 5.56 5.56 (1.02) (0.71) (0.93) 0.35 0.35 2.51 2.49 2.09 2. Laju Inflasi (yoy) % 7.99 8.73 9.34 5.56 5.56 4.91 3.67 2.28 0.35 0.35 3.93 3.59 3.42 3. Laju Inflasi (mtm) % 0.50 0.49 0.62 1.74 1.74 (0.03) 1.06 (0.68) (1.52) (1.52) 0.23 1.15 (1.04) 4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 0.59 1.21 2.37 5.93 5.93 (2.51) 3.62 (3.56) 1.69 1.69 0.62 2.29 (4.08) 5. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 0.07 0.07 0.67 0.79 0.79 0.11 0.47 0.09 0.46 0.46 (0.19) 0.23 0.39 6. Inflasi Perumahan (mtm) % 0.44 0.05 0.08 0.40 0.40 (0.18) 0.42 0.17 0.96 0.96 0.36 0.75 0.02 7. Inflasi Sandang (mtm) % (0.12) 0.36 0.07 0.38 0.38 0.14 0.32 0.03 0.52 0.52 0.20 0.39 0.13 8. Inflasi Kesehatan (mtm) % 0.27 0.17 0.13 0.30 0.30 - 0.41 0.26 0.21 0.21 0.92 1.31 0.32 9. Inflasi Pendidikan (mtm) % 0.31 0.27 - 0.35 0.35 0.05 0.03 0.05 0.14 0.14 0.06 0.17 - 10. Inflasi Transportasi (mtm) % 1.28 0.94 (0.28) 0.29 0.29 (1.50) (0.18) 0.57 1.91 1.91 (0.29) 1.70 (0.86)
B PDRB Penggunaan 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17 6.43 5.80 6.49 - Konsumsi Rumah Tangga 6.26 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82 6.93 5.84 5.52 6.27 4.28 5.03 4.47 - Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (11.86) (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57 5.45 5.60 2.67 4.76 6.24 7.41 5.18 - Konsumsi Pemerintah 7.19 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94 11.37 (1.50) (6.55) 2.32 2.72 (0.30) 9.98 - Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.56 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96 9.86 6.34 1.62 6.29 4.61 6.20 9.33 - Perubahan Persediaan (72.36) (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10) (35.44) (34.43) (34.79) (55.37) (266.04) (24.08) (35.98) - Ekspor Luar Negeri (3.15) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07) (12.86) (2.80) 53.37 0.14 16.83 (3.86) 7.91 - Impor Luar Negeri 1.64 (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01 126.75 18.79 (14.15) 28.53 (32.19) (16.91) 98.81 - Net Ekspor Antardaerah (8.21) (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44) (16.26) (11.50) 12.41 (7.48) 11.85 (4.17) (6.15)
C PDRB Sektoral 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17 6.43 5.80 6.49
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.27 4.43 2.83 0.66 2.95 0.90 2.11 4.08 5.72 3.67 5.38 4.66 4.21
Pertambangan dan Penggalian 12.40 8.35 7.48 5.30 8.17 3.56 0.81 0.81 3.85 4.42 9.45 9.81 10.71
Industri Pengolahan 4.57 3.67 0.83 1.80 2.65 2.68 (1.23) 1.82 1.45 1.11 6.53 7.17 8.11
Pengadaan Listrik dan Gas 31.93 4.35 2.99 (5.05) 6.76 8.10 30.18 27.07 2.43 17.52 2.22 1.07 5.11
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 8.15 8.29 (0.87) (4.90) 2.42 0.17 1.44 6.31 4.47 3.07 1.82 0.88 (1.41)
Konstruksi 7.12 7.53 11.25 11.48 9.49 9.88 9.86 6.23 5.76 6.89 5.45 6.35 8.94
Perdagangan Besar dan Eceran 6.09 5.49 5.44 6.65 5.93 6.53 7.91 7.23 4.76 6.05 5.41 4.73 5.64
Transportasi dan Pergudangan 8.78 7.99 7.06 5.47 7.25 7.83 8.47 9.94 10.14 9.24 7.61 6.04 4.45
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.62 7.50 9.10 11.35 8.52 11.56 8.49 17.80 13.69 12.69 5.94 12.31 2.59
Informasi dan Komunikasi 8.20 9.23 8.75 9.52 8.95 8.24 8.94 9.86 9.03 9.20 9.40 9.35 4.32
Jasa Keuangan dan Asuransi 6.79 2.58 10.26 (3.32) 3.91 12.41 21.09 14.82 28.36 19.16 7.67 7.62 6.83
Real Estate 7.56 7.14 7.21 7.76 7.42 7.00 6.90 7.31 7.03 7.08 8.87 7.09 7.00
Jasa Perusahaan 8.14 8.26 8.40 6.29 7.73 6.36 6.36 6.86 9.16 6.87 8.34 7.54 9.68
Adm.i Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 8.37 9.24 8.74 9.47 8.99 8.07 8.76 1.47 2.03 4.72 3.89 (1.92) 9.71
Jasa Pendidikan 2.62 5.81 9.69 9.98 7.08 7.98 7.48 1.34 7.87 6.21 5.80 3.78 7.05
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.46 9.35 9.16 8.36 7.88 7.10 6.82 9.89 8.80 8.02 8.71 8.37 6.49
Jasa lainnya 6.17 7.42 8.77 7.75 7.56 7.34 7.87 9.94 9.23 8.64 9.12 7.25 7.33
II. MONETER TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III
Policy Rate (%)* 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 6.75 6.50 4.75 4.75 4.75 4.75 4.75 4.25
Kurs (Rp/USD - posisi akhir) 13,084 13,313 13,854 13,726 13,494 13,527 13,317 12,998 13,436 13,320 13,348 13,309 13,492
III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III
1. Ekspor (ribu USD) 217,525 237,181 185,865 169,770 810,342 206,702 248,194 181,715 212,142 848,753 228,415 230,185 226,993
2. Impor (ribu USD) 17,027 10,714 8,916 26,115 62,772 36,186 49,050 11,057 27,976 124,269 37,411 48,758 84,153
IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW II
A. Jumlah Bank 46 46 46 46 46 46 47 48 48 48 48 48 49
1. Bank Umum 24 24 24 24 24 28 29 30 30 30 30 30 31
1.1. Bank Pemerintah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
1.2. Bank Swasta (non Syariah) 18 18 18 18 18 18 19 20 20 20 20 20 21
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
3. Bank Syariah 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 347 350 345 342 342 340 340 342 348 348 349 348 306
1. Bank Umum 292 295 290 289 289 285 285 287 293 293 294 292 299
1.1. Konvensional 276 279 275 275 275 272 273 274 280 280 281 279 286
1.2. Syariah 16 16 15 14 14 13 12 13 13 13 13 13 13
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 56 56
2.1. Konvensional 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 56 56
2.2. Syariah - - - - - - - - - - - - -
C. Total Asset (Rp miliar) 35,839 37,037 38,383 37,196 37,195 39,637 40,521 40,593 40,095 40,095 41,820 42,974 49,097
1. Bank Umum (non syariah) 34,381 35,566 36,932 35,721 35,721 38,135 39,033 39,085 38,561 38,561 40,253 41,396 47,480
2. BPR 973 977 983 1,004 1,004 1,069 1,058 1,100 1,100 1,100 1,131 1,122 1,152
3. Bank Syariah 485 494 468 470 470 433 430 408 434 434 437 456 465
Keterangan :
* Menggunakan BI-7 day (Reverse) Repo Rate sejak 19 Agustus 2016
** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
20162015 2017
x
Indikator Ekonomi dan Perbankan
Sumber: Bank Indonesia & Badan Pusat Statistik
INDIKATOR
IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW II
D. Indikator Kinerja Bank Umum
1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 20,368 21,096 21,848 21,482 21,482 21,537 21,860 21,229 21,215 21,215 21,508 22,436 23,102
1.1. Giro 3,855 4,292 4,485 4,436 4,436 5,017 4,049 4,017 3,147 3,147 4,083 4,231 4,057
1.2. Deposito 7,752 8,022 8,242 6,485 6,485 7,071 7,352 7,011 6,879 6,879 7,283 7,579 7,892
1.3. Tabungan 8,762 8,782 9,121 10,562 10,562 9,448 10,458 10,201 11,189 11,189 10,142 10,627 11,153
2. Kredit (Rp miliar) 27,079 28,652 30,036 30,273 30,273 29,630 30,714 30,824 31,440 31,440 32,020 32,831
2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan
- Modal Kerja 7,309 7,538 7,546 7,564 7,564 7,704 8,156 8,111 8,090 8,090 8,192 8,627 8,915
- Investasi 3,022 3,743 4,542 4,265 4,265 4,143 4,380 4,342 4,383 4,383 4,590 4,346 4,498
- Konsumsi 16,067 16,209 17,248 17,739 17,739 17,782 18,178 18,371 18,967 18,967 19,238 19,858 20,592
2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi
Pertanian, Kehutanan & Perikanan 480 506 510 545 545 539 569 561 609 609 611 649 526
Pertambangan & Penggalian 38 733 1,594 1,317 1,317 1,222 1,360 1,280 1,247 1,247 1,515 1,543 1,493
Industri Pengolahan 763 795 720 733 733 714 717 701 720 720 726 642 634
Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es 2 4 9 12 12 17 19 22 45 45 47 49 99
Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang 5 5 5 5 5 5 7 8 7 7 7 7 4
Konstruksi 724 839 900 807 807 751 975 1,086 954 954 978 1,147 1,279
Perdagangan Besar & Eceran 6,075 6,230 6,228 6,549 6,549 6,708 6,956 6,937 6,948 6,948 6,952 7,011 7,141
Transportasi & Pergudangan 303 329 279 350 350 346 342 345 444 444 456 351 370
Penyediaan Akomodasi & Makan Minum 417 457 473 430 430 448 544 560 579 579 572 616 625
Informasi & Komunikasi 4 6 5 4 4 4 4 1 1 1 9 9 9
Jasa Keuangan & Asuransi 78 85 74 57 57 53 42 38 34 34 25 24 21
Real Estate 340 342 345 355 355 356 340 330 319 319 298 300 305
Jasa Perusahaan 235 228 223 225 225 276 275 206 171 171 168 154 159
Adm.i Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Jasa Pendidikan 42 39 37 35 35 39 36 33 36 36 37 48 51
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 35 37 35 39 39 37 36 35 35 35 34 34 36
Jasa Lainnya 579 643 463 420 420 330 311 306 317 317 341 381 462
Lain-lain 15,808 16,209 16,988 18,386 18,386 17,782 18,178 18,373 18,970 18,970 19,242 19,864 20,788
2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 7,472 7,446 7,228 7,430 7,430 7,612 7,828 8,079 8,262 8,262 8,151 8,417 8,930
2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 128.12 131.00 132.73 135.73 135.73 137.57 140.50 145.20 148.20 148.20 148.88 146.33 147.20
2.5. Non Performing Loan (NPL)
- Nominal (Rp miliar) 894 988 996 984 984 1,072 1,142 1,186 1,070 1,070 1,222 1,305 1,256
- Rasio (%) 3.39 3.45 3.32 3.33 3.33 3.62 3.72 3.85 3.40 3.40 3.82 3.97 3.69
V. SISTEM PEMBAYARAN TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III
1. Kas (Rp miliar)
- Inflow 2,323 1,094 1,820 1,100 6,337 2,504 1,035 2,476 1,289 7,305 2,403 970 2,511
- Outflow 692 1,407 2,380 2,772 7,251 710 2,469 1,810 2,790 7,779 766 2,954 1,398
2. Kliring
- Volume Kliring (Lembar) 90,235 92,390 94,408 99,206 376,239 85,025 88,256 82,903 84,940 341,124 73,286 57,762 60,542
- Nominal Kliring (Rp Miliar) 2,668 2,362 2,494 2,785 10,310 2,410 2,261 2,274 2,429 9,374 2,042 1,527 1,774
- Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) 1,455 1,515 1,523 1,600 1,523 1,518 1,401 1,382 1,348 1,412 1,182 1,050 976
- Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) 43.0 38.7 40.2 44.9 41.7 43.0 35.9 37.9 38.6 38.8 32.9 27.8 28.6
- Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) 3.16 2.83 2.53 2.71 2.81 3.90 2.85 2.74 2.67 3.04 2.81 2.39 3.22
- Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) 2.92 2.88 2.56 3.19 2.89 4.04 3.33 2.85 4.22 3.61 3.30 2.35 2.78
Keterangan :
** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
20162015 2017
1
Ringkasan Eksekutif Kinerja perekonomian Provinsi Sulawesi Utara tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya... Pada triwulan III 2017, realisasi anggaran pendapatan Sulawesi Utara cukup baik... Inflasi tahunan Sulawesi Utara pada triwulan III 2017 lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya...
Perkembangan Ekonomi Makro Perekonomian Sulawesi Utara triwulan III 2017 tumbuh meningkat dibandingkan triwulan II 2017 dari 5,80% (yoy) menjadi 6,49% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi bila baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 yang tumbuh sebesar 6,02% (yoy) maupun rata-rata pertumbuhan triwulan III selama 5 tahun terakhir (2012-2016) yakni sebesar 6,27% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Sulut tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 5,06% (yoy) pada triwulan III 2017. Memasuki triwulan IV 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan masih kuat, meskipun sedikit melambat dalam kisaran 6,1 – 6,5% (yoy) dibandingkan triwulan III 2017. Berdasarkan jenis penggunaannya, perlambatan pertumbuhan triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya diperkirakan disebabkan oleh peningkatan impor yang cukup signifikan seiring dengan pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh pertumbuhan sektor konstruksi yang tidak setinggi triwulan sebelumnya. Sepanjang tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh meningkat dalam kisaran 6,1%-6,5% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,17% (yoy).
Keuangan Pemerintah Pada triwulan III 2017, realisasi anggaran pendapatan Sulawesi Utara cukup baik yakni sebesar 74,13%, lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan II 2017. Pada triwulan III 2016 realisasi anggaran pendapatan sebesar 70,44%. Adapun nominal realisasi pendapatan pada triwulan III 2017 sebesar Rp2,76 trilyun. Pencapaian realisasi tersebut didorong oleh realisasi seluruh sumber pendapatan terutama pendapatan transfer dan pendapatan PAD. Disisi lain, realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara triwulan III 2017 (53,6%) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III 2016 (63,4%) maupun dibandingkan triwulan III 2015 (54,8%). Adapun realisasi belanja triwulan III 2017 tercatat sebesar Rp2,06 trilyun. Berdasarkan posnya, belanja non-modal (termasuk transfer) terealisasi sebesar 59,1%, lebih rendah dari triwulan II 2016 sebesar 65,6%. Adapun penyerapan alokasi anggaran APBN di Sulawesi Utara tercatat sebesar 57,13%, lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 57,2%. Rendahnya pencapaian tersebut disebabkan oleh belanja modal dan belanja pegawai yang realisasinya lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016.
Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Sulawesi Utara pada triwulan III 2017 tercatat sebesar 3,42% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya (3,59%). Inflasi Sulawesi Utara triwulan III 2017 berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 yakni 4%±1% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan pada triwulan III 2017 disumbang oleh inflasi kelompok AP sebesar 1,62%, kelompok core sebesar 1,20%, dan kelompok VF sebesar 0,61%. Memasuki awal triwulan IV 2017, IHK bulan Oktober 2017 tercatat deflasi sebesar -0,06% (mtm) dan secara tahunan tercatat sebesar 3,35% (yoy). Capaian tahunan Oktober tersebut lebih rendah dibandingkan bulan September 2017 (3,42% yoy). Inflasi tersebut tetap berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 yakni 4±1% (yoy). Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam menghadapi risiko kenaikan harga volatile food menjelang Lebaran dan Natal serta Tahun Baru. Ke depan, Pemerintah Daerah dan
2
Kondisi stabilitas keuangan daerah di Sulawesi Utara pada triwulan III 2017 relatif masih terjaga... Tansaksi kliring di Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo pada triwulan III 2017 tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya…
Bank Indonesia berkomitmen untuk terus memperkuat upaya pengendalian inflasi di tahun 2017. Pada paruh kedua tahun 2017, upaya pengendalian inflasi difokuskan pada pengendalian harga komoditas strategis seperti Tomat Sayur dan Cabai Rawit. Program pengendalian inflasi tersebut telah dilakukan melalui “Gerakan Barito – Batanang Rica dan Tomat” tahap ke 2 dengan penyaluran sekitar 35 ribu bibit kepada Kelompok-Kelompok PKK di wilayah Kota Manado dan sekitarnya, sebagai antisipasi lonjakan harga komoditas tersebut di akhir tahun.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Sulawesi Utara pada triwulan III 2017 relatif terjaga. Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih relatif baik seiring dengan berkurangnya tekanan dan potensi risiko pada kedua sektor tersebut. Ketahanan sektor korporasi ditopang oleh permintaan Negara mitra dagang yang relatif stabil meskipun mengalami perlambatan dibanding periode sebelumnya, di sisi lain potensi kerentanan yang bersumber dari penurunan harga CNO sejalan dengan arah kinerja ekspor minyak nabati Sulut yang didominasi oleh CNO yang juga tercatat mengalami penurunan, perlu diwaspadai. Optimisme Rumah tangga juga masih menunjukkan peningkatan yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berada pada level 128 yang masih berada diatas titik optimis (100) serta lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 126. Di sisi perkembangan indikator utama perbankan juga menunjukan perbaikan. DPK terus tumbuh membaik, disertai pertumbuhan kredit yang lebih baik dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan DPK pada triwulan III 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 2,64% (yoy). Dari sisi pembiayaan, Kredit tumbuh 10,3% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,9% (yoy). Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan peningkatan pada triwulan III 2017 menjadi 147,2% dari 146,3% pada triwulan sebelumnya. Rasio NPL menunjukkan perbaikan menjadi 3,69% pada periode laporan dari sebelumnya 3,97%. Sejalan dengan peningkatan kredit secara agregat, penyaluran kredit UMKM juga mengalami peningkatan. Kredit UMKM di Sulawesi utara tumbuh sebesar 11% (yoy) dari yang semula tumbuh sebesar 7,53% (yoy).
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah di Sulawesi Utara Nominal transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Sulawesi Utara pada triwulan III 2017 tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sejalan dengan peningkatan perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan III 2017. Secara pertumbuhan, transaksi kliring masih mengalami penurunan yaitu sebesar 22% (yoy) pada triwulan III 2017, namun penurunan tersebut tidak sedalam penurunan yang terjadu pada triwulan II 2017 yang tercatat menurun sebesar 32% (yoy). Dalam rangka mendukung upaya Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT), Bank Indonesia berupaya memperluas implementasi LKD dan mendorong elektronifikasi transaksi keuangan pemerintah melalui KASDA Online. Sampai dengan Juni 2017, agen LKD di Sulawesi Utara tercatat sejumlah 1.953 agen, serta pemberlakuan KASDA Online telah dilakukan diseluruh Kab/Kota di Prov. Sulut. Dari sisi pengelolaan uang rupiah, pergerakan aliran masuk uang kartal dari masyarakat ke kas Bank Indonesia pada triwulan III 2017 masih mengikuti pola historisnya yaitu menunjukkan adanya peningkatan net-inflow. Permintaan
3
Kondisi ketenagakerjaan di Sulut mengalami penurunan, sementara itu kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara meningkat... Pertumbuhan ekonomi baik pada triwulan I 2018 maupun tahun 2018 diperkirakan meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara itu inflasi diperkirakan mengalami peningkatan...
masyarakat akan uang kartal mulai mereda sejalan dengan berakhirnya momentum hari raya dan periode libur. Hal ini tercermin dari aktivitas setoran-bayaran uang tunai yang tercatat net-inflow sebesar Rp 1,1 triliun. Seiring dengan kebijakan clean money policy, kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Pada triwulan III 2017, sejalan dengan lebih banyaknya aliran uang kartal yang keluar dari kas Bank Indonesia dibandingkan uang kartal yang masuk ke kas Bank Indonesia, jumlah UTLE yang dimusnahkan secara nominal mengalami peningkatan, namun secara rasio terhadap inflow mengalami penurunan.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami penurunan pada periode November 2017. Penurunan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tersebut tercermin dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada periode Agustus 2017 yang sebesar 7,18%, meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya yang berada di level 6,18%. Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 mengalami kontraksi sebesar -6,3% (yoy) dibandingkan periode Agustus 2016 yang tercatat meningkat 11,1% (yoy). Hal ini mengakibatkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulawesi utara juga mengalami perlambatan yaitu sebesar 60,85%, menurun dari tahun sebelumnya yang berada di level 65,11%. Berdasarkan lapangan usahanya, peningkatan tingkat pengangguran disebabkan oleh penurunan penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian. Ditengah perlambatan keadaan ketenagakerjaan, kondisi kesejahteraan di Sulawesi Utara secara umum mengalami peningkatan yang tercermin penurunan tingkat kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Utara pada periode Maret 2017 sebesar 8,10%, turun dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2016 yang sebesar 8,34%. Hal ini didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat yang menyebabkan tingkat kemiskinan menurun. Sejalan dengan Tingkat Kemiskinan yang menurun, Garis Kemiskinan naik sebesar 5% yaitu dari Rp. 317.478 per kapita per bulan pada Maret 2016 menjadi Rp333.510 per kapita per bulan pada Maret 2017.
Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan perkiraan pertumbuhan triwulan IV 2017. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan berada pada kisaran 6,2-6,6% (yoy) di triwulan I 2018, lebih tinggi dibandingkan perkiraan triwulan IV 2017 yaitu 6,1-6,5% (yoy). Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun 2018, perekonomian Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2017. Ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,4-6,8% (yoy). Pada triwulan I 2018, tekanan inflasi Sulawesi Utara diperkirakan menurun dibandingkan perkiraan inflasi triwulan IV 2017, dan berada dalam rentang target inflasi tahun 2018 4±1%. Inflasi triwulan I 2018 secara tahunan diperkirakan sebesar 2,0-2,4% (yoy). Sepanjang tahun 2018, inflasi diperkirakan berada pada kisaran 3,5%±1% (yoy), namun perlu dicermati karena terdapat beberapa faktor risiko inflasi yang harus diwaspadai.
4
Bab I.
Perkembangan Ekonomi Makro
Perekonomian Sulawesi Utara triwulan III
2017 tumbuh meningkat dibandingkan
triwulan II 2017 dari 5,80% (yoy) menjadi
6,49% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih
tinggi bila baik dibandingkan dengan periode
yang sama tahun 2016 yang tumbuh sebesar
6,02% (yoy) maupun rata-rata pertumbuhan
triwulan III selama 5 tahun terakhir (2012-
2016) yakni sebesar 6,27% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi Sulut tersebut juga lebih tinggi
dibandingkan dengan ekonomi nasional yang
tumbuh sebesar 5,06% (yoy) pada triwulan III
2017.
Namun demikian, apabila dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi Pulau Sulawesi
dan seluruh provinsi di Pulau Sulawesi,
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara relatif
rendah. Hanya Provinsi Sulawesi Selatan dan
Gorontalo saja yang pertumbuhan
ekonominya berada di bawah pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan III 2017,
sedangkan provinsi lain mencatat
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Grafik 1.1. Tren Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-Provinsi di Pulau Sulawesi Triwulan III 2017
Memasuki triwulan IV 2017, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan masih
kuat, meskipun sedikit melambat dalam
kisaran 6,1 – 6,5% (yoy) dibandingkan
triwulan III 2017. Berdasarkan jenis
penggunaannya, perlambatan pertumbuhan
triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan
sebelumnya diperkirakan disebabkan oleh
peningkatan impor yang cukup signifikan
seiring dengan pembangunan infrastruktur di
Sulawesi Utara. Dari sisi lapangan usaha,
perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh
pertumbuhan sektor konstruksi yang tidak
setinggi triwulan sebelumnya.
Sepanjang tahun 2017, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh
meningkat dalam kisaran 6,1%-6,5% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar
6,17% (yoy). Berdasarkan jenis
penggunaannya, peningkatan pertumbuhan
tahun 2017 dibandingkan tahun sebelumnya
diperkirakan didorong oleh konsumsi
pemerintah, investasi dan ekspor. Dari sisi
lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan
didorong oleh sektor pertanian, konstruksi dan
industri pengolahan.
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoy
Sumber: BPS
8.68
6.94 6.69 6.54 6.49 6.25
5.29 5.06
SulawesiTengah
SulawesiBarat
PulauSulawesi
SulawesiTenggara
SulawesiUtara
SulawesiSelatan
Gorontalo Nasional
% yoy
Sumber: BPS
5
1.1. PDRB - JENIS PENGGUNAAN
Berdasarkan jenis penggunaannya,
peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Utara pada triwulan III 2017 didorong oleh
peningkatan kinerja pada komponen
konsumsi pemerintah, investasi serta ekspor.
Peningkatan ekonomi lebih tinggi ditahan oleh
lemahnya pertumbuhan konsumsi rumah
tangga. Pertumbuhan ekonomi triwulan III
2017 terutama disumbang oleh konsumsi RT
dan investasi. Dari sisi pangsa, struktur
ekonomi Sulawesi Utara tetap didominasi oleh
konsumsi RT dan investasi.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 1.2. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 1.3. Pangsa Jenis Penggunaan
Sumber: Badan Pusat Statistik
1.1.1. Konsumsi
Total konsumsi tumbuh meningkat pada
triwulan III 2017 dibandingkan triwulan
sebelumnya, terutama didorong oleh
peningkatan konsumsi pemerintah. Konsumsi
secara keseluruhan Sulawesi Utara pada
triwulan III 2017 tumbuh sebesar 5,88% (yoy),
meningkat dibanding triwulan sebelumnya
(3,75%). Pertumbuhan tersebut relatif sama
dengan rata-rata pertumbuhan total konsumsi
pada triwulan III selama 5 tahun terakhir
(2012-2016).
Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi
Peningkatan pertumbuhan konsumsi
pemerintah sejalan dengan peningkatan
pertumbuhan realisasi belanja non modal
(belanja operasi, transfer dan tidak terduga)
pada triwulan III 2017 dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan III 2017, belanja
non modal terealisasi sebesar Rp605,92 milyar,
atau naik 18% (yoy), di mana lebih tinggi
dibandingkan kenaikan realisasi triwulan
sebelumnya sebesar 15% (yoy). Kenaikan
pertumbuhan realisasi belanja non modal
terutama disebabkan oleh bergesernya
penyaluran gaji ke-13 kepada ASN ke bulan Juli,
sementara pada tahun 2016 disalurkan di
bulan Juni. Sebagai informasi, secara
kumulatif, realisasi belanja non modal APBD
Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan III 2017
terhadap pagunya tercatat sebesar 59,1%,
meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar
40,61%.
Tabel 1.4. Realisasi Belanja Non Modal APBD Provinsi Sulawesi Utara
(Operasi, Transfer, dan Tidak Terduga)
Sumber: BPKBMD Provinsi Sulut
2015
Total III Total II III
Konsumsi Rumah Tangga 6.37 5.96 6.27 5.03 4.47
Konsumsi LNPRT 0.25 5.60 4.76 7.41 5.18
Konsumsi Pemerintah 9.94 (1.50) 2.32 (0.30) 9.98
Investasi (PMTB) 9.52 5.86 6.29 6.20 9.33
Perubahan Inventori (63.28) (34.43) (55.37) (24.08) (35.98)
Ekspor (11.70) (2.80) 0.14 (3.86) 7.91
Impor (0.88) 18.79 28.53 (16.91) 98.81
Net Ekspor Antarprovinsi (0.74) (12.10) (7.48) (4.17) (6.15)
Total 6.12 6.02 6.17 5.80 6.49
Jenis Penggunaan (% yoy)2016 2017
2015
Total III Total II III
Konsumsi Rumah Tangga 3.05 3.28 3.00 2.42 2.12
Konsumsi LNPRT 0.01 0.11 0.10 0.15 0.10
Konsumsi Pemerintah 1.79 1.94 0.40 (0.02) 1.67
Investasi (PMTB) 3.52 3.41 2.33 2.21 3.45
Perubahan Inventori (0.02) (0.01) (0.01) (0.00) (0.01)
Ekspor (1.82) (2.35) 0.02 (0.02) 1.13
Impor (0.03) 3.38 1.16 (1.06) 2.86
Net Ekspor Antarprovinsi 0.13 3.15 1.11 (0.00) 0.89
Total 6.12 6.02 6.17 5.80 6.49
Jenis Penggunaan (%)2016 2017
2015
Total III Total II III
Konsumsi Rumah Tangga 45.80 44.94 45.33 45.37 44.86
Konsumsi LNPRT 1.96 1.99 2.00 2.09 2.02
Konsumsi Pemerintah 17.79 16.66 17.32 17.08 17.71
Investasi (PMTB) 34.03 34.00 34.16 34.25 35.57
Perubahan Inventori 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01
Ekspor 14.56 14.26 14.40 15.15 14.31
Impor 3.07 2.74 3.68 4.57 5.63
Net Ekspor Antarprovinsi (11.09) (9.13) (9.54) (9.38) (8.85)
Jenis Penggunaan (%)2016 2017
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II II
2013 2014 2015 2016 2017
% yoy
Sumber: BPS
Total Konsumsi Konsumsi RT
Konsumsi Lembaga Nonprofit RT Konsumsi Pemerintah
I II III IV I II III
Kumulatif Realisasi 2,152,997 2,152,997 2,152,997 2,152,997 2,875,278 2,875,278 3,001,213
Realisasi per Triwulan 396,233 501,890 513,108 644,016 588,299 579,445 605,930
% Realisasi 48.47% 15.45% 18.09%
2016 2017Komponen (Rp Juta)
6
Di sisi lain, konsumsi rumah tangga tumbuh
melambat sebesar 4,47% (yoy) dibanding
triwulan sebelumnya sebesar 5,03% (yoy).
Perlambatan tersebut disebabkan oleh
perayaan hari raya Idul Fitri yang bergeser ke
triwulan II pada tahun 2017, dimana pada
tahun lalu jatuh pada triwulan III. Pergeseran
tersebut menyebabkan jumlah pengeluaran
masyarakat pada triwulan III 2017 tidak
setinggi triwulan sebelumnya, sehingga
pertumbuhan konsumsi rumah tangga
melambat. Hal itu tercermin juga dari
perlambatan pertumbuhan komponen-
komponen konsumsi rumah tangga. Selain itu,
perlambatan konsumsi rumah tangga juga
tercermin dari indikator impor barang
konsumsi yang tumbuh melambat pada
triwulan III 2017 sebesar 5,37% (yoy) dibanding
triwulan sebelumnya sebesar 181,84% (yoy).
Tabel 1.5. Komponen Konsumsi Rumah Tangga dalam PDRB (% yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.4. Impor Barang Konsumsi
Memasuki triwulan IV 2017, pengeluaran
konsumsi diperkirakan mengalami
peningkatan pertumbuhan yang didorong
oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga
dan konsumsi pemerintah. Konsumsi rumah
tangga meningkat seiring dengan perayaan
hari raya Natal dan Tahun Baru. Sementara itu,
konsumsi pemerintah juga diperkirakan
meningkat sesuai dengan siklusnya yang
meningkat tinggi pada akhir tahun. Adapun
sepanjang tahun 2017, kinerja konsumsi
rumah tangga diperkirakan tumbuh melambat
yang terutama disebabkan oleh kenaikan UMP
tahun 2017 tidak setinggi kenaikan UMP tahun
sebelumnya.
1.1.2. Investasi (PMTB)
Investasi atau PMTB pada triwulan III 2017
tumbuh meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya, baik investasi bangunan
maupun non bangunan. Investasi tumbuh
sebesar 9,33% (yoy), lebih tinggi dari 5,96%
(yoy) pada triwulan II 2017. Investasi bangunan
tumbuh sebesar 9,65% (yoy) dari 6,53% (yoy).
Investasi non bangunan tumbuh sebesar 5,28%
(yoy) dari 2,21% (yoy). Sebagai informasi,
investasi Sulawesi Utara didominasi oleh
investasi bangunan dengan pangsa sebesar
94,6%, dibandingkan investasi non bangunan
yang hanya 5,4%.
Peningkatan investasi di triwulan III 2017
ditopang oleh investasi swasta dan
pemerintah. Investasi swasta tumbuh tinggi
seiring dengan berlanjutnya pembangunan
beberapa pusat hiburan dan perbelanjaan di
Manado, pembangunan hotel dan perkantoran
di beberapa kabupaten/kota serta
pembangunan gedung swasta lainnya.
Pembangunan swasta juga didorong oleh
pembangunan perumahan baik vertikal
maupun horizontal yang tercermin dari
peningkatan pertumbuhan KPR sebagai
dampak positif dari pelonggaran aturan LTV
pada Agustus 2016. Hal tersebut terkonfirmasi
juga dari hasil Survei Harga Properti
Residensial di Pasar Primer (SHPR) yang
dilakukan Bank Indonesia di mana
pertumbuhan harga properti residensial di
Manado pada triwulan III 2017 tumbuh
meningkat sebesar 2,34% (yoy), naik dari
1,89% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Dari sisi pemerintah, peningkatan
pertumbuhan investasi tidak terlepas dari
peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam
mendorong upaya perbaikan iklim investasi
melalui perbaikan regulasi dan perizinan serta
Komponen Konsumsi Rumah Tangga
dalam PDRBTw II 2017 Tw III 2017 Arah
Makanan dan Minuman, Selain Restoran 4.14 4.14 Stagnan
Pakaian dan Alas Kaki 10.52 2.75 Melambat
Perumahan dan Perlengkapan Rumah Tangga 9.94 9.16 Melambat
Kesehatan dan Pendidikan 5.24 4.07 Melambat
Transportasi dan Komunikasi 4.93 3.75 Melambat
Restoran dan Hotel 2.24 3.07 Meningkat
Konsumsi Lainnya 7.90 7.02 Melambat
-500
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
% yoy
Sumber: Dirjen Bea Cukai
7
mendorong dan mengembangkan sektor-
sektor potensial di Sulawesi Utara. Pada
triwulan III 2017, pertumbuhan realisasi
belanja modal APBD Provinsi Sulawesi Utara
membaik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Adapun peningkatan investasi terkonfirmasi
dari pengadaan semen di Sulawesi Utara yang
meningkat pertumbuhannya pada triwulan III
2017 yakni sebesar 22,42% (yoy),
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar -13,62% (yoy).
Grafik 1.5. Pengadaan Semen
Memasuki triwulan IV 2017, investasi
diperkirakan kembali tumbuh meningkat.
Peningkatan tersebut ditopang oleh upaya
perbaikan iklim investasi yang terus dilakukan
oleh Pemerintah melalui Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP), layanan investasi 3 jam, dan
Kemudahan Layanan Investasi Langsung
Konstruksi (KLIK) serta berbagai kebijakan atau
paket ekonomi Pemerintah dalam
memperbaiki iklim investasi. Peran
pemerintah dalam mendorong dan
mengembangkan sektor-sektor potensial di
Sulawesi Utara juga turut menopang investasi.
Berdasarkan sektornya, peningkatan investasi
diperkirakan didorong oleh sektor swasta
maupun pemerintah. Dari sektor swasta,
berlanjutnya pembangunan gedung-gedung
pusat perbelanjaan, hotel, perkantoran dan
gedung lainnya akan mendorong naiknya
investasi. Selain itu, hasil SHPR memperkirakan
harga properti pada triwulan IV 2017 tumbuh
meningkat dibanding triwulan sebelumnya.
Dari sektor pemerintah, investasi akan
didorong oleh berlanjutnya pembangunan
proyek infrastruktur seiring dengan semakin
tingginya realisasi belanja modal Pemerintah
Daerah mendekati akhir tahun. Adapun
sepanjang tahun 2017, investasi diperkirakan
tumbuh meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya yang didorong oleh maraknya
pembangunan proyek swasta dan infrastruktur
pemerintah pada tahun 2017 dibandingkan
tahun sebelumnya. Relaksasi LTV juga menjadi
salah satu pendorong pembangunan hunian
baik vertikal maupun horizontal.
1.1.3. Ekspor-Impor Luar Negeri
Kinerja ekspor Sulawesi Utara pada triwulan
III 2017 tumbuh meningkat sebesar 7,91%
(yoy), dibanding triwulan sebelumnya
tercatat kontraksi (-0,11% yoy). Peningkatan
pertumbuhan ekspor didorong oleh ekspor
barang, sedangkan ekspor jasa tumbuh
melambat. Ekspor barang tumbuh meningkat
sebesar 9,59% (yoy), dibanding triwulan
sebelumnya yang terkontraksi sebesar 18,90%
(yoy). Di sisi lain, ekspor jasa tumbuh
melambat sebesar 0,27% (yoy) dibanding
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
472,63% (yoy). Sebagai informasi, ekspor
barang mendominasi sebesar 80,61% terhadap
total ekspor.
Peningkatan ekspor barang terutama
didorong oleh peningkatan volume ekspor
Sulawesi Utara, sementara itu harga Coconut
Oil (CNO) cenderung tumbuh melambat.
Peningkatan volume ekspor Sulut didorong
oleh komoditas CNO serta ikan dan olahannya
yang merupakan komoditas ekspor utama
Sulut seiring dengan membaiknya pasokan
bahan baku kelapa dan ikan. Volume ikan dan
olahannya meningkat sebagai dampak
relaksasi aturan transhipment. Sementara itu,
CNO merupakan produk utama ekspor
Sulawesi Utara yang memiliki pangsa sebesar
65% terhadap total ekspor Sulawesi Utara.
Di sisi lain, harga CNO mengalami perlambatan
pertumbuhan sehingga menahan laju
peningkatan pertumbuhan ekspor yang lebih
tinggi. Rata-rata harga CNO tercatat sebesar
1.573 USD/MT pada triwulan III 2017, tumbuh
sebesar 2,79% (yoy), lebih rendah
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: Kemenperin & Kemendag
% yoyTon Pengadaan Semen g Pengadaan Semen
8
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang harganya tumbuh 7,70% (yoy).
Grafik 1.6. Harga Internasional CNO
Di sisi lain, perlambatan pertumbuhan ekspor
jasa menahan laju peningkatan pertumbuhan
ekspor yang lebih tinggi. Perlambatan
tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor base
effect di mana kenaikan jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Sulut dimulai
sejak triwulan III 2016 sehingga pertumbuhan
triwulan II 2017 tercatat sangat tinggi,
sedangkan pertumbuhan triwulan III 2017
relatif kecil. Meskipun, secara level jumlah
wisman yang datang ke Sulut mengalami
kenaikan. Jumlah wisman pada triwulan III
2017 tercatat sebanyak 22.497 orang, lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
sebanyak 16.158 orang dan lebih tinggi dari
triwulan III 2016 sebanyak 21.546 orang.
Adapun, pertumbuhan wisman pada triwulan
III 2017 sebesar 4,41% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
332,03% (yoy). Sebagai informasi, jumlah
wisman yang datang ke Sulawesi Utara
didominasi oleh wisman yang berasal dari
Tiongkok seiring dengan dibukanya
penerbangan langsung dari beberapa kota di
Tiongkok ke Manado menggunakan reguler
charter flight selama 3 tahun ke depan.
Dari sisi impor, kinerja impor Sulawesi Utara
pada triwulan III 2017 meningkat signifikan.
Impor tumbuh meningkat sebesar 98,81%
(yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang
terkontraksi sebesar 18,52% (yoy).
Peningkatan impor terutama didorong oleh
impor barang modal yang tumbuh hingga
3.770% (yoy) yang berupa impor mesin/alat
kelistrikan dan mesin/alat pelabuhan. Hal
tersebut sejalan dengan pembangunan
infrastruktur strategis di Sulut khususnya
pembangkit tenaga listrik dan pengembangan
pelabuhan Bitung sebagai international hub
port. Sementara itu, impor intermediate goods
juga tumbuh meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Di sisi lain, impor barang
konsumsi tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Grafik 1.7. Impor Barang Modal
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja ekspor
dan impor Sulawesi Utara diperkirakan
kembali tumbuh positif. Ekspor pada triwulan
IV 2017 diperkirakan mengalami peningkatan
seiring dengan meningkatnya pasokan bahan
baku industri pengolahan dari sub sektor
perikanan dan perkebunan serta juga
meningkatnya permintaan seiring dengan
membaiknya perekonomian dunia. Selain
ekspor barang, ekspor jasa juga diperkirakan
mengalami peningkatan seiring dengan
naiknya jumlah wisman khususnya dari
Tiongkok. Sementara itu, impor juga
diperkirakan meningkat sebagai dampak
pembangunan infrastruktur di Sulut dan
peningkatan aktivitas ekspor. Adapun
sepanjang tahun 2017, kinerja ekspor dan
impor Sulut diperkirakan tumbuh meningkat.
Peningkatan ekspor didorong oleh perbaikan
ekonomi dunia, perbaikan pasokan bahan
baku komoditas ekspor serta peningkatan
jumlah wisatawan yang berkunjung ke
Sulawesi Utara. Sementara itu, kinerja impor
meningkat seiring dengan meningkatnya
pembangunan proyek-proyek di Sulawesi
Utara yang membutuhkan mesin/alat dari luar
negeri. Di samping itu, meningkatnya produksi
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
% yoyUSD/MT
Sumber: World Bank
-500
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
% yoy
Sumber: Dirjen Bea Cukai
9
industri pengolahan turut serta mendorong
kenaikan impor intermediate goods sebagai
bahan penolong produksi.
1.2. PDRB - LAPANGAN USAHA
Berdasarkan lapangan usahanya,
peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Utara triwulan III 2017 dibanding triwulan
sebelumnya didorong oleh peningkatan
kinerja sektor perdagangan, konstruksi serta
industri pengolahan. Sementara itu, sektor
pertanian relatif stabil dan di sisi lain sektor
transportasi tumbuh melambat. Melihat
kontribusinya, sektor pertanian merupakan
penopang utama perekonomian Sulawesi
Utara, dengan pangsa mencapai 22,05%.
Setelah pertanian, sektor perdagangan
menjadi penopang ekonomi Sulawesi Utara
dengan pangsa 12,02%. Kemudian, ada sektor
konstruksi dan transportasi dengan pangsa
masing-masing sebesar 11,55% dan 10,69%
terhadap perekonomian Sulawesi Utara.
Sementara itu, sektor industri pengolahan
memiliki pangsa sebesar 9,13%.
Tabel 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 1.7. Pangsa Lapangan Usaha
Sumber: Badan Pusat Statistik
1.2.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Kinerja sektor pertanian pada triwulan III
2017 relatif stabil dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sektor pertanian tumbuh
sebesar 4,21% (yoy), relatif stabil dibanding
triwulan sebelumnya sebesar 4,22% (yoy).
Sebagai informasi, sektor pertanian
merupakan sektor terbesar di Sulawesi Utara
dengan pangsa sebesar 22,05% dari total
perekonomian. Selain itu, sebagian besar
tenaga kerja di Sulawesi Utara
menggantungkan hidupnya pada sektor
pertanian. Berdasarkan subsektornya, sektor
pertanian didominasi oleh sub sektor
perikanan dengan pangsa 30%, sub sektor
perkebunan tahunan dengan pangsa 23% dan
sub sektor pertanian tanaman pangan dengan
pangsa 16%. Beberapa tantangan yang
dihadapi sektor pertanian yaitu alih fungsi
lahan yang meningkat, tanaman kelapa yang
sudah tua dan kurangnya peremajaan, serta
aturan di bidang perikanan.
Memasuki triwulan IV 2017, sektor pertanian
diperkirakan relatif stabil dibandingkan
triwulan sebelumnya. Berdasarkan perkiraan
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) Sulawesi Utara, curah hujan pada
triwulan IV 2017 berada pada normal hingga
atas normal, sehingga relatif terbatas dalam
memberikan dampak positif pada kinerja
sektor pertanian. Adapun sepanjang tahun
2017, sektor pertanian diperkirakan tumbuh
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya
yang didorong oleh perbaikan cuaca dan
2015
Total III Total II III
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2.55 4.29 3.67 4.22 4.21
Pertambangan dan Penggalian 8.41 4.71 4.42 9.81 10.71
Industri Pengolahan 2.69 1.80 1.11 7.17 8.11
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 15.87 28.56 17.52 1.07 5.11
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 2.42 6.31 3.07 0.88 -1.41
Konstruksi 9.84 5.61 6.89 6.78 8.94
Perdagangan Besar dan Eceran 6.00 6.07 6.05 5.19 5.64
Transportasi dan Pergudangan 7.38 10.11 9.24 5.99 4.45
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.38 16.83 12.69 12.31 2.59
Informasi dan Komunikasi 8.99 9.80 9.20 8.92 4.32
Jasa Keuangan dan Asuransi 3.93 14.75 19.16 7.62 6.83
Real Estate 7.58 7.37 7.08 7.09 7.00
Jasa Perusahaan 8.11 6.86 6.87 7.54 9.68
Administrasi Pemerintahan 8.99 1.73 4.72 -1.92 9.71
Jasa Pendidikan 7.08 2.01 6.21 3.78 7.05
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.88 9.23 8.02 8.37 6.49
Jasa lainnya 7.56 9.94 8.64 7.25 7.33
TOTAL 6.13 6.02 6.17 5.80 6.49
2017Lapangan Usaha (% yoy)
2016
2015
Total III Total II III
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 21.72 22.17 21.71 21.88 22.05
Pertambangan dan Penggalian 4.75 4.86 4.82 4.90 4.87
Industri Pengolahan 9.45 8.82 8.99 9.26 9.13
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 0.08 0.09 0.09 0.10 0.10
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 0.13 0.13 0.13 0.13 0.12
Konstruksi 11.53 11.29 11.39 11.35 11.55
Perdagangan Besar dan Eceran 12.36 11.91 12.11 12.15 12.02
Transportasi dan Pergudangan 10.62 11.17 11.03 10.93 10.69
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2.15 2.35 2.25 2.23 2.23
Informasi dan Komunikasi 3.82 3.90 3.87 4.00 3.83
Jasa Keuangan dan Asuransi 3.56 3.87 3.97 4.07 3.92
Real Estate 3.51 3.45 3.47 3.47 3.41
Jasa Perusahaan 0.09 0.09 0.09 0.09 0.10
Administrasi Pemerintahan 8.40 8.07 8.26 7.52 8.24
Jasa Pendidikan 2.86 2.85 2.81 2.80 2.82
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.47 3.45 3.49 3.57 3.39
Jasa lainnya 1.50 1.53 1.53 1.57 1.54
TOTAL 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Lapangan Usaha (%)2016 2017
10
semakin baiknya penyesuaian pelaku usaha
terhadap relaksasi aturan transhipment di
sektor perikanan.
Gambar 1.1. Prakiraan Curah Hujan di Sulut
1.2.2. Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Kinerja sektor perdagangan pada triwulan III
2017 tumbuh meningkat sebesar 5,64% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
5,19% (yoy) terutama didorong oleh
peningkatan perdagangan mobil.
Meningkatnya perdagangan mobil di Sulawesi
Utara terutama didorong oleh maraknya
transportasi online yang mulai masuk di
Manado sejak triwulan II 2017. Perdagangan
mobil yang meningkat terkonfirmasi dari
penjualan mobil salah satu pelaku usaha di
Sulawesi Utara yang penjualannya meningkat
tinggi pada triwulan III 2017 sebesar 50% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya
tumbuh 5% (yoy). Fenomena itu juga sesuai
dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia
yang menunjukkan bahwa pembelian barang
tahan lama oleh masyarakat mengalami
peningkatan.
Lebih tingginya peningkatan pertumbuhan
sektor perdagangan tertahan oleh
perlambatan kinerja perdagangan eceran
sejalan dengan melambatnya konsumsi RT
dampak bergesernya perayaan hari raya Idul
Fitri (Lihat Sub Bab 1.1.1. Konsumsi).
Grafik 1.8. Survei Konsumen – Indeks Pembelian Barang Tahan Lama
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja sektor
perdagangan diperkirakan tumbuh
meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong
oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga
pada akhir tahun dalam rangka perayaan hari
raya keagamaan yakni Natal dan Tahun Baru.
Selain itu, perdagangan mobil juga akan terus
meningkat seiring dengan semakin maraknya
transportasi online di Sulawesi Utara. Adapun
sepanjang tahun 2017, sektor perdagangan
diperkirakan tumbuh melambat seiring dengan
melambatnya konsumsi rumah tangga.
1.2.3. Konstruksi
Kinerja sektor konstruksi pada triwulan III
2017 tumbuh meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut
seiring dengan berlanjutnya pembangunan
beberapa pusat hiburan dan perbelanjaan di
Manado, pembangunan hotel dan perkantoran
di beberapa kabupaten/kota serta
pembangunan gedung lainnya oleh swasta.
Pembangunan swasta juga didorong oleh
pembangunan perumahan baik vertikal
maupun horizontal yang tercermin dari
peningkatan pertumbuhan KPR sebagai
dampak positif dari pelonggaran aturan LTV
pada Agustus 2016. Di samping itu,
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
yoyIndeks
Sumber: Bank Indonesia
Indeks Pembelian Barang Tahan Lama Pertumbuhan Indeks
11
pembangunan dan pengembangan
infrastruktur strategis oleh pemerintah terus
berlanjut sehingga mendorong pertumbuhan
sektor konstruksi. Peningkatan sektor
konstruksi terkonfirmasi dari sisi penggunaan
PDRB dimana investasi bangunan mengalami
peningkatan pertumbuhan pada triwulan III
2017 dibandingkan triwulan sebelumnya.
Memasuki triwulan IV 2017, sektor konstruksi
diperkirakan masih tumbuh tinggi, namun
sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat cukup tinggi
pertumbuhannya. Adapun sepanjang tahun
2017, sektor konstruksi diperkirakan tumbuh
meningkat yang didorong oleh maraknya
pembangunan proyek swasta dan infrastruktur
oleh pemerintah. (Lihat Sub Bab 1.1.2.
Investasi)
1.2.4. Transportasi
Kinerja sektor transportasi pada triwulan III
2017 tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh
perlambatan sub sektor transportasi darat
dan udara. Perlambatan transportasi darat
seiring dengan melambatnya konsumsi rumah
tangga khususnya konsumsi transportasi
sebagai dampak pergeseran perayaan hari raya
Idul Fitri. Sementara itu, perlambatan
transportasi udara sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan jumlah wisman di
Sulawesi Utara.
Melambatnya pertumbuhan jumlah wisman
lebih dipengaruhi oleh faktor base effect di
mana kenaikan jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Sulut dimulai
sejak triwulan III 2016 sehingga pertumbuhan
triwulan II 2017 tercatat sangat tinggi,
sedangkan pertumbuhan triwulan III 2017
relatif kecil. Meskipun, secara level jumlah
wisman yang datang ke Sulut mengalami
kenaikan. Jumlah wisman pada triwulan III
2017 tercatat sebanyak 22.497 orang, lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
sebanyak 16.158 orang dan lebih tinggi dari
triwulan III 2016 sebanyak 21.546 orang.
Adapun, pertumbuhan wisman pada triwulan
III 2017 sebesar 4,41% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
332,03% (yoy). Sebagai informasi, tingginya
wisman khususnya yang berasal dari Tiongkok
yang berkunjung ke Sulut dikarenakan
program Pemerintah Daerah yang
bekerjasama dengan pelaku usaha dalam
mendorong kunjungan wisman melalui
pembukaan direct charter flight dari Tiongkok
ke Manado selama 3 tahun ke depan sejak 4
Juli 2016. Di sisi lain, perlambatan
pertumbuhan sektor transportasi yang lebih
dalam ditahan oleh pertumbuhan sub sektor
transportasi laut yang meningkat seiring
dengan peningkatan ekspor.
Grafik 1.9. Jumlah Wisman yang Berkunjung ke Sulut melalui Bandara Internasional Sam
Ratulangi Manado
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja kategori
transportasi diperkirakan tumbuh meningkat
yang didorong oleh transportasi darat, laut
dan udara. Meningkatnya kinerja transportasi
darat seiring dengan peningkatan mobilitas
masyarakat dalam rangka perayaan hari raya
Natal dan Tahun Baru pada akhir tahun. Kinerja
transportasi laut yang meningkat didorong
oleh kinerja perdagangan Sulawesi Utara
khususnya peningkatan ekspor dan impor.
Sementara itu, peningkatan transportasi udara
merupakan dampak positif dari jumlah wisman
yang bertambah jumlahnya pada akhir tahun
2017. Adapun sepanjang tahun 2017, sektor
transportasi diperkirakan tumbuh melambat
yang dipengaruhi oleh base effect tingginya
pertumbuhan pada tahun 2016 dampak
dimulainya kunjungan wisman Tiongkok yang
signifikan sejak tahun 2016.
(100)
0
100
200
300
400
500
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoyOrang
Sumber: Badan Pusat Statistik
Wisman Pertumbuhan (rhs)
12
1.2.5. Industri Pengolahan
Pada triwulan III 2017, kinerja industri
pengolahan tumbuh meningkat sebesar
8,11% (yoy) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 7,17% (yoy). Peningkatan
tersebut didorong oleh meningkatnya pasokan
bahan baku kelapa dan rempah serta ikan bagi
industri pengolahan di Sulawesi Utara. Hal
tersebut terkonfirmasi dari hasil liaison yang
dilakukan kepada salah satu pelaku usaha di
industri pengolahan kelapa yang menyatakan
bahwa supply bahan baku komoditas
perkebunan mengalami perbaikan sehingga
mendorong peningkatan kapasitas utilisasi
perusahaan. Di samping itu, pada perusahaan
industri pengolahan ikan diperoleh informasi
bahwa relaksasi kebijakan transhipment juga
mendorong kinerja industri pengolahan ikan
tumbuh membaik meski masih belum
mencapai titik balik ke kondisi normalnya
(sebelum pemberlakuan aturan transhipment).
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja industri
pengolahan diperkirakan kembali mengalami
peningkatan. Peningkatan tersebut ditopang
oleh berlanjutnya perbaikan pasokan bahan
baku kelapa dan ikan. Untuk terus menjaga
ketersediaan pasokan, pemerintah terus
berupaya melalui peremajaan kelapa dan
cengkih. Untuk tahun 2017 pemerintah telah
menyiapkan 532.500 bibit untuk komoditas
perkebunan dengan total anggaran senilai
Rp5,24 miliar berasal dari APBD dan APBN. Di
samping itu, ekspansi pasar dunia juga terus
diupayakan pemerintah melalui keikutsertaan
dalam berbagai event berskala internasional
serta inisiasi Bank Indonesia atas
pembentukan unit khusus lintas instansi untuk
mendorong investasi yang telah berpayung
hukum Surat Keputusan Gubernur No. 145
Tahun 2017 tentang Regional Investor Relation
Unit (RIRU). Pada bulan Agustus 2017, Bank
Indonesia dan Pemerintah Daerah Sulawesi
Utara turut ambil bagian dalam promosi
investasi di Toronto Investment Festival.
Adapun sepanjang tahun 2017, sektor industri
pengolahan diperkirakan tumbuh meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya yang
didorong oleh perbaikan pasokan bahan baku
kelapa, rempah dan ikan seiring dengan
penyesuaian yang semakin baik terhadap
relaksasi aturan transhipment.
13
Box I.
Inisiatif One Belt One Road di Sulawesi Utara
Kebijakan OBOR China diinisiasi pada tahun 2013, yang didalamnya termasuk miliaran dollar dana
investasi yang diperuntukkan untuk pembangunan proyek pada negara-negara yang masuk dalam
“Jalur Sutera lama”. Dalam 1 tahun, China telah berinvestasi sekitar USD 150 miliar pada 68 Negara
melalui skema pembiayaan OBOR tersebut. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) One Belt One Road
(OBOR) atau KTT Jalur Sutera yang digelar di Beijing, China, pada 14-15 Mei 2017, China menyiapkan
investasi sekitar 3 triliun dolar AS untuk berinvestasi di mancanegara. Dimana pada pertemuan
tersebut, pemerintah Indonesia menawarkan proyek infrastruktur yang berada di Sulawesi Utara,
Sumatera Utara dan Kalimantan Utara, yaitu 3 (tiga) provinsi yang berbatasan dengan Laut China
Selatan.
Gambar Box 1.1. Lokasi Fokus Investasi Inisiatif OBOR di Indonesia
Sumber: BKPM, diolah
Untuk Sulawesi Utara, ditawarkan proyek infrastruktur di Kota Bitung dan pengembangan Pariwisata
di Kab. Minahasa Utara. Untuk Kota Bitung, proyek yang ditawarkan meliputi jalan kereta api Bitung
Manado-Gorontalo, pengembangan Bandara Internasional Sam Ratulangi, pengembangan pelabuhan
Bitung sebagai International Hub Port, proyek IPP untuk Energi Listrik serta pengembangan sektor
properti. Untuk Kab. Minahasa Utara, diarahkan pada proyek pengembangan kawasan pariwisata
Likupang. Kondisi eksisting saat ini, China telah berinvestasi di proyek toll Manado-Bitung melalui
skema Viability Gap Fund (VGF), yaitu skema pinjaman infrastruktur untuk memenuhi sisa kebutuhan
proyek infrastruktur yang tidak dapat dibiayai penuh oleh pemerintah.
Tabel Box 1.1. Profil Tol Manado-Bitung
Sumber: Sekretariat KEK Bitung, diolah
Jika proyek-proyek yang digagas pemerintah dalam implementasi OBOR di Sulawesi Utara tersebut dapat
terealisasi, maka secara akumulatif dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan penyerapan
tenaga kerja dan peningkatan ekspor Sulawesi Utara yang lebih tinggi, yaitu potensi pertumbuhan ekonomi
sebesar 1,12%, potensi penambahan tenaga kerja sebesar 0,7% dan potensi peningkatan ekspor sebesar
2,6% (berdasarkan hasil riset growth diagnostic).
Panjang Jumlah Seksi Groundbreaking Perkiraan Selesai Biaya Investasi Sumber Pendanaan
39 KmSeksi 1 : 13,5 Km
Seksi 2 : 12,9 Km)Oktober 2014 2019 Rp4,16triliun
Pemerintah : US$80 juta
Pinjaman ke China : US$85 juta
14
Gambar Box 1.2. Dampak Makroekonomi
Sumber: Bank Indonesia
15
Bab II.
Keuangan Pemerintah
2.1. PENDAPATAN APBD PROVINSI
SULAWESI UTARA
Anggaran pendapatan Provinsi Sulawesi
Utara tahun 2017 meningkat dibanding tahun
sebelumnya. Anggaran pendapatan Sulawesi
Utara tahun 2017 ditargetkan sebesar Rp3,72
triliun, naik 28,06% (yoy) atau sebesar Rp815
miliar dari Rp2,91 triliun pada tahun 2016.
Kenaikan tersebut lebih tinggi dari kenaikan
tahun 2016 yang hanya sebesar 10,12% (yoy).
Kenaikan APBD tersebut didorong oleh
peningkatan pendapatan transfer sebesar
32,72% (yoy) menjadi Rp2,55 triliun dan
peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)
sebesar 11,74% (yoy) menjadi Rp1,09 triliun.
Peningkatan pendapatan Sulut lebih tinggi
dibandingkan peningkatan pendapatan
Sulawesi (20,4% yoy) dan Kawasan Timur
Indonesia (KTI) (14,7% yoy).
Tabel 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi
Sulawesi Utara
Meskipun anggaran pendapatan meningkat,
namun rasio kemandirian pendapatan
Sulawesi Utara tahun 2017 tercatat cukup
rendah yaitu sebesar 29,39% menurun
dibandingkan tahun 2016 (33,68%) dan tahun
2015 (41,25%). Porsi PAD Sulawesi Utara tahun
2017 hanya sebesar 30% dari total anggaran
pendapatan, menurun dari 34% pada tahun
2016 dan 41% pada tahun 2015. Sedangkan
pendapatan transfer atau dana perimbangan
berada di level 68,56%, naik dari 66,15% pada
tahun 2016 dan 58,75% pada tahun 2015.
Rasio tersebut menunjukkan bahwa tingkat
kemandirian fiskal Sulawesi Utara masih
rendah atau masih bergantung pada dana
transfer pemerintah pusat. Meskipun
demikian, rasio kemandirian Sulawesi Utara
masih relatif sama dibandingkan dengan rasio
kemandirian Sulawesi (30,14%) dan bahkan
lebih tinggi dibandingkan dengan KTI (29,10%).
Grafik 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara
Pada triwulan III 2017, realisasi anggaran
pendapatan Sulawesi Utara cukup baik yakni
sebesar 74,13%, lebih tinggi dibandingkan
realisasi triwulan III 2016. Pada triwulan III
2016 realisasi anggaran pendapatan sebesar
70,44%. Adapun nominal realisasi pendapatan
pada triwulan III 2017 sebesar Rp2,76 trilyun.
Pencapaian realisasi tersebut didorong oleh
realisasi seluruh sumber pendapatan terutama
pendapatan transfer dan pendapatan PAD.
Realisasi pendapatan transfer pada triwulan III
2017 meningkat sebesar 44,02% (qtq),
sedangkan realisasi pendapatan PAD
meningkat sebesar 54,46% (qtq). Pos yang
mencatat realisasi tertinggi yaitu dana bagi
hasil bukan pajak (SDA) sebesar 103,6% dan
PAD lain-lain yang sah sebesar 90,8%. Cukup
baiknya realisasi dana bagi hasil bukan pajak
salah satunya didorong oleh membaiknya
jumlah produksi lapangan usaha perikanan
seiring dengan adaptasi atau penyesuaian
terhadap relaksasi aturan transhipment.
Realisasi pendapatan Sulut tercatat lebih baik
2015 2016 2017 2016 2017
Pendapatan 2.640.630 2.907.882 3.723.698 10,12% 28,06%
Pendapatan Asli Daerah 1.089.288 979.354 1.094.319 -10,09% 11,74%
Pendapatan Transfer 1.209.463 1.923.528 2.552.893 59,04% 32,72%
Lain-lain Pendapatan yang Sah 341.879 5.000 76.485 -98,54% 1429,70%
Anggaran (Rp juta)Uraian
Growth
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000
4.000.000
2013 2014 2015 2016 2017
%Rp Juta
Sumber: BPKAD Provinsi Sulawesi Utara
Anggaran Pendapatan Anggaran PAD Rasio Kemandirian (rhs)
16
dibandingkan Sulawesi (67,7%) dan KTI
(69,91%).
Tabel 2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi
Sulawesi Utara
Ke depan, pemerintah daerah perlu
meningkatkan tingkat kemandirian
pendapatan Sulawesi Utara. Upaya awal yang
dapat dilakukan yaitu meningkatkan realisasi
pada pos-pos PAD khususnya yang belum
terealisasi dengan optimal. Upaya berikutnya
yaitu optimalisasi PAD melalui pajak dengan
melakukan upaya law enforcement terhadap
wajib pajak. Selain itu, pelonggaran pajak
dalam rangka menarik investor di sektor riil
juga menjadi alternatif untuk meningkatkan
PAD.
2.2. BELANJA APBD PROVINSI SULAWESI
UTARA
Anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun
2017 mengalami peningkatan dibandingkan
tahun 2016. Anggaran belanja tumbuh 29,14%
(yoy) pada tahun 2017 sehingga total anggaran
belanja mencapai Rp3,85 triliun, lebih tinggi
Rp869 miliar dari Rp2,98 triliun pada tahun
2016. Peningkatan tersebut didorong oleh
peningkatan belanja operasional yang tumbuh
19,09% (yoy), sedangkan peningkatan belanja
modal tahun 2017 sebesar 2,55% (yoy) lebih
rendah dibandingkan peningkatan belanja
modal tahun 2016 sebesar 5,17% (yoy).
Tabel 2.3. Perkembangan Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi
Sulawesi Utara
Berdasarkan postur belanjanya, anggaran
belanja non-modal tahun 2017 mencapai 78%
dan anggaran belanja modal hanya sebesar
22%. Postur tersebut cenderung lebih baik
dibandingkan tahun 2016 dimana postur
belanja non-modal mencapai 72% dan belanja
modal sebesar 28%. Adanya kecenderungan
anggaran belanja modal yang jauh lebih
rendah dibandingkan belanja non-modal ini
juga terjadi di seluruh wilayah Sulawesi dan
KTI. Anggaran belanja modal Sulawesi Utara
tahun 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan
porsi anggaran belanja modal di Sulawesi
(16,64%) dan KTI (18,12%). Dari postur
tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat
ruang peningkatan lebih baik dalam rangka
pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara.
Adapun anggaran belanja non-modal tahun
2017 sebesar Rp2,56 triliun dan belanja modal
sebesar Rp851 miliar. Dalam postur belanja
modal, anggaran belanja dialokasikan pada
belanja jalan, irigasi dan jaringan sebesar
49,8%, belanja bangunan dan gedung sebesar
33,6%, belanja peralatan dan mesin 29,3%,
belanja tanah 0% dan belanja aset tetap
lainnya 0,9%. Perubahan yang cukup signifikan
terjadi pada pos belanja jalan, irigasi dan
jaringan yang menurun dari tahun lalu sebesar
56% terhadap total belanja modal. Adapun
apabila dibandingkan dengan Sulawesi dan KTI,
postur belanja modal Sulut lebih baik.
Grafik 2.2. Perkembangan Anggaran Belanja Modal
Pada triwulan III 2017, realisasi anggaran
belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara tercatat
sebesar 53,6%. Realisasi tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan II 2016 (63,4%)
Anggaran 2017 Realisasi % Realisasi
Pendapatan 3.723.698 2.760.358 74%
Pendapatan Asli Daerah 1.094.319 829.550 76%
Pendapatan Pajak Daerah 939.711 704.622 75%
Pendapatan Retribusi Daerah 78.918 53.427 68%
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yg Dipisahkan31.235 31.235 100%
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 44.456 40.267 91%
Pendapatan Transfer 2.552.893 1.861.322 73%
Transfer Pemerintah Pusat 2.552.893 1.861.322 73%
Dana Bagi Hasil Pajak 91.681 75.745 83%
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 17.819 18.469 104%
Dana Alokasi Umum 1.390.273 1.133.601 82%
Dana Alokasi Khusus 1.053.120 633.507 60%
Lain-lain Pendapatan yang Sah 76.485 69.485 91%
Pendapatan Hibah 61.485 61.485 100%
Pendapatan Lainnya 15.000 8.000 53%
Anggaran APBD Provinsi Sulawesi UtaraTriwulan II 2017 (Rp Juta)
2015 2016 2017 2016 2017
Belanja 2.906.338 2.983.466 3.852.822 2,65% 29,14%
Belanja Operasional 2.116.122 2.150.997 2.561.531 1,65% 19,09%
Belanja Modal 789.641 830.468 851.609 5,17% 2,55%
Belanja Tidak Terduga 575 2.000 2.500 247,83% 25,00%
Anggaran (Rp juta) GrowthUraian
0
5
10
15
20
25
30
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000
4.000.000
4.500.000
2013 2014 2015 2016 2017
%Rp juta
Sumber: BPKAD Provinsi Sulawesi Utara
Total Belanja Belanja Modal Postur Belanja Modal (rhs)
17
namun lebih baik dibandingkan triwulan II
2015 (54,8%). Adapun realisasi belanja
triwulan III 2017 tercatat sebesar Rp2,06
trilyun. Berdasarkan posnya, belanja non-
modal (termasuk transfer) terealisasi sebesar
59,1%, lebih rendah dari triwulan II 2016
sebesar 65,6%. Sementara itu, belanja modal
pada triwulan III 2017 hanya terealisasi sebesar
34,4% lebih rendah dibanding triwulan III 2016
yang tercatat sebesar 57,9%. Penurunan ini
terutama didorong oleh rendahnya realisasi
belanja tanah dan belanja bangunan dan
gedung. Realisasi belanja tanah pada triwulan
III 2017 masih tercatat 0% atau belum ada
realisasi. Hal tersebut dikarenakan adanya
permasalahan dalam pembangunan proyek di
Sulawesi Utara yaitu masalah pembebasan
lahan. Adapun realisasi belanja Sulut lebih baik
dibandingkan dari Sulawesi (52,41%) dan KTI
(52,29%).
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi
Sulawesi Utara
Pemerintah perlu memperkuat strategi untuk
mendorong realisasi belanja modal pada
tahun 2017. Strategi tersebut cukup penting
mengingat belanja negara pada APBN 2017
diarahkan pada peningkatan belanja
infrastruktur dimana pembangunan
infrastruktur merupakan prioritas Pemerintah
dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan
kesenjangan antarwilayah. Berbagai
infrastruktur strategis yang sementara dan
akan dibangun di Sulawesi Utara yaitu jalan tol
Manado-Bitung, Kawasan Ekonomi Khusus
Bitung, bendungan multifungsi Kuwil-Minut,
pengembangan pelabuhan Bitung sebagai hub
Port, jalan ringroad tiga, pengembangan Lanud
TNI AU Samratulangi, dan infrastruktur
lainnya. Percepatan pelaksanaan lelang proyek
dan monitoring pencapaian target realisasi
dapat menjadi pendorong peningkatan
realisasi belanja modal. Selain itu, masalah
pembebasan lahan perlu diselesaikan antar
lembaga sehingga proses pembangunan
infrastruktur dapat berjalan dengan lancar.
Bagi pemerintah kabupaten kota, diperlukan
strategi agar penyaluran anggaran DAK tidak
terkendala karena pada tahun 2017
penyaluran DAK akan berdasarkan tingkat
realisasi anggaran yang dibagi ke beberapa
kelas.
2.3. ALOKASI BELANJA APBN DI SULAWESI
UTARA
Pada triwulan III 2017, alokasi APBN di
Sulawesi Utara tercatat sebesar Rp9,04
trilyun meningkat sebesar 5,91% (yoy).
Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan
belanja pegawaI, belanja modal, dan belanja
barang. Sedangkan pos belanja bantuan sosial
mengalami penurunan. Belanja pegawai
mengalami kenaikan sebesar 9,45% (yoy),
sehingga posturnya naik menjadi 28,45% dari
tahun sebelumnya 28,10%. Sementara itu,
belanja modal naik sebesar 13,22% (yoy),
sehingga posturnya naik menjadi 33,96% dari
tahun sebelumnya 32,43%. Di sisi lain, postur
belanja barang turun menjadi 37,45% dari
39,29% dan postur belanja bantuan sosial
0,14% dari 0,18%. Kenaikan porsi belanja
modal sesuai dengan fokus pemerintah
terhadap pembangunan infrastruktur Sulawesi
Utara dalam rangka mempersiapkan Sulawesi
Utara sebagai pintu gerbang Indonesia di
kawasan Asia Pasifik.
Tabel 2.5. Postur Alokasi Belanja APBN di Sulawesi Utara
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara
Anggaran Realisasi Tw III Tw III %
Belanja 3.852.822.285 2.066.349.440 53,63%
Belanja Operasi 2.561.531.022 1.513.033.717 59,07%
Belanja Pegawai 1.202.638.053 828.969.927 68,93%
Belanja Barang 886.585.505 369.976.629 41,73%
Belanja Subsidi 1.300.000 1.299.441 99,96%
Belanja Hibah 420.895.700 305.287.720 72,53%
Belanja Bantuan Sosial 500.000 - 0,00%
Belanja Bantuan Keuangan 49.611.763 7.500.000 15,12%
Belanja Modal 851.608.929 292.675.426 34,37%
Belanja Tanah 115.098.466 - 0,00%
Belanja Peralatan dan Mesin 177.685.695 52.156.454 29,35%
Belanja Bangunan dan Gedung 189.710.934 63.834.323 33,65%
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 354.496.900 176.542.796 49,80%
Belanja Aset Tetap Lainnya 14.616.933 141.853 0,97%
Belanja Tidak Terduga 2.500.000 1.000.000 40,00%
Belanja Tidak Terduga 2.500.000 1.000.000 40,00%
Transfer 437.182.334 259.640.298 59,39%
Transfer Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa 437.182.334 259.640.298 59,39%
Anggaran Belanja APBD
Provinsi Sulawesi Utara
2017 (Rp Ribu)
Jenis Belanja
Pagu Tahun
2016
(Rp juta)
Pagu Tahun 2017
(Rp juta)
Postur
2016
Postur
2017
Belanja Pegawai 2.351.792 2.573.933 28,10% 28,45%
Belanja Barang 3.288.678 3.388.797 39,29% 37,45%
Belanja Modal 2.714.035 3.072.815 32,43% 33,96%
Belanja Bantuan Sosial 14.718 12.796 0,18% 0,14%
Total 8.369.223 9.048.341 100% 100%
18
Pada triwulan III 2017, penyerapan alokasi
anggaran APBN di Sulawesi Utara tercatat
sebesar 57,13%, lebih rendah dibandingkan
triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 57,2%.
Rendahnya pencapaian tersebut disebabkan
oleh belanja modal dan belanja pegawai yang
realisasinya lebih rendah dibandingkan
triwulan III 2016. Realisasi belanja modal pada
triwulan III 2017 tercatat sebesar 42,39%, lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2016 43,8%.
Realisasi belanja modal yang cukup tinggi
tersebut sejalan dengan fokus Pemerintah
dalam membangun infrastruktur di daerah.
Disisi lain, realisasi belanja non-modal tercatat
sebesar 64,7%, lebih tinggi dari 63,5% pada
triwulan III 2016. Hal tersebut disebabkan oleh
realisasi belanja barang dan belanja bansos
yang lebih tinggi dibandingkan peirode
trowulan III tahun 2016. Namun demikian,
realisasi belanja pegawai pada triwulan III 2017
tercatat sebesar 71,96%, sedangkan pada
triwulan III 2016 tercatat sebesar 73,3%.
Tabel 2.6. Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Triwulan III 2017
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara
Jenis Belanja
Pagu Tahun
2017
(Rp juta)
Realisasi Tw II
2017
(Rp juta)
% Realisasi
Tw II 2017
Belanja Pegawai 2.573.933 1.852.295 71,96%
Belanja Barang 3.388.797 2.008.270 59,26%
Belanja Modal 3.072.815 1.302.628 42,39%
Belanja Bantuan Sosial 12.796 6.064 47,39%
Total 9.048.341 5.169.257 57,13%
19
Bab III.
Perkembangan Inflasi Daerah
3.1. EVALUASI REALISASI INFLASI
TRIWULAN III 2017
3.1.1. Inflasi Tahunan (yoy)
Inflasi Sulawesi Utara pada triwulan III 2017
tercatat sebesar 3,42% (yoy), lebih rendah
dari triwulan sebelumnya (3,59%). Inflasi
Sulawesi Utara triwulan III 2017 berada dalam
rentang target inflasi tahun 2017 yakni 4%±1%
(yoy). Berdasarkan disagregasinya, inflasi
tahunan pada triwulan III 2017 disumbang oleh
inflasi kelompok AP sebesar 1,62%, kelompok
core sebesar 1,20%, dan kelompok VF sebesar
0,61%.
Grafik 3.1. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi
Inflasi kelompok AP tercatat sebesar 7,87%
(yoy), lebih rendah dari 10,75% pada triwulan
sebelumnya. Berdasarkan sub kelompoknya,
peningkatan tekanan inflasi tahunan kelompok
AP disebabkan baik oleh sub kelompok AP
energi maupun non-energi. Sub kelompok AP
energi mencatat inflasi sebesar 11,92% (yoy)
dengan sumbangan sebesar 1,06% terhadap
total inflasi AP. Komoditas yang menjadi
penyumbang inflasi yaitu tarif listrik yang
tercatat inflasi sebesar 26,89% (yoy) sebagai
dampak penyesuaian subsidi tarif tenaga listrik
900 VA bagi pelanggan mampu. Sementara itu,
sub kelompok AP non energi mencatat inflasi
1 Glencore dan Nyrstar
sebesar 4,79% (yoy) dengan sumbangan
sebesar 0,56% terhadap inflasi AP. Adapun
komoditas atau jasa yang menyebabkan inflasi
pada sub kelompok tersebut yaitu angkutan
udara. Tingginya mobilitas pengguna
transportasi udara sebagai dampak
meningkatnya jumlah wisman dan
penyelenggaraan acara/kegiatan di Sulut
sehingga mendorong inflasi pada angkutan
udara sebesar 25,29% (yoy). Kenaikan biaya
perpanjangan STNK pada awal tahun 2017 juga
turut memberikan andil inflasi terbesar kedua
(111,99% yoy).
Sementara itu, kelompok core pada triwulan
III 2017 mencatat inflasi yang relatif rendah
yakni sebesar 2,00% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya (2,18%).
Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi core
disebabkan oleh inflasi core traded yang
tercatat inflasi sebesar 2,95% (yoy) dengan
sumbangan terhadap inflasi core sebesar
0,75%. Komoditas utama penyumbang inflasi
pada sub kelompok core traded yaitu seng dan
jeruk nipis. Inflasi seng sejalan dengan tren
positif harga seng dunia akibat kondisi defisit
pasar seng dunia dimana terjadi penutupan
tambang-tambang besar1 seng dunia dan
pertambangan yang terbengkalai di China.
Sementara itu, inflasi jeruk nipis sejalan
dengan pasokan yang berkurang. Di sisi sub
kelompok core non-traded, inflasi tercatat
sebesar 1,33% (yoy) dengan sumbangan
sebesar 0,45% terhadap total inflasi kelompok
core. Mie dan tarif pulsa ponsel merupakan
komoditas utama penyumbang inflasi pada sub
kelompok core non-traded. Naiknya tarif pulsa
ponsel disebabkan oleh operator jasa
telekomunikasi bermaksud menutup biaya
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2014 2015 2016 2017
yoy
Sumber BPS & Bank Indonesia
Andil Core Andil Administered Prices Andil Volatile Food Inflasi Total
20
investasi setelah adanya kompetisi harga pada
periode sebelumnya.
Kelompok VF tercatat mengalami inflasi
sebesar 2,00% (yoy), meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (0,65%). Inflasi
kelompok VF terutama bersumber dari
komoditas tomat sayur yang memberikan andil
terhadap inflasi sebesar 1,06%. Inflasi tomat
secara tahunan tercatat sebesar 90,62% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 23,26%. Tingginya inflasi tomat sayur
disebabkan oleh curah hujan yang cukup tinggi
yang mengganggu produksi tomat di
Kabupaten Minahasa di tengah permintaan
yang meningkat pada perayaan Pengucapan
Syukur.
3.1.2. Inflasi Bulanan (mtm)
Secara bulanan, angka Indeks Harga
Konsumen (IHK) pada bulan Juli mencatat
inflasi sebesar 0,86% (mtm), kemudian pada
bulan Agustus dan September mencatat deflasi
sebesar -0,21% (mtm) dan -1,04% (mtm).
Grafik 3.2. Inflasi Bulanan
Juli 2017
Pada Juli 2017, (IHK) Sulawesi Utara mencatat
inflasi sebesar 0,86% (mtm), lebih rendah
dibandingkan bulan sebelumnya yang
tercatat inflasi sebesar 1,15%. Berdasarkan
disagregasinya, inflasi tersebut disumbang
oleh inflasi pada kelompok volatile food2 (VF)
sebesar 1,10% dan core3 sebesar 0,04%. Di sisi
2 Kelompok volatile food (VF) merupakan kelompok barang dan jasa yang harganya cenderung berfluktuatif. 3 Kelompok core merupakan kelompok barang dan jasa selain kelompok administered prices dan volatile food.
lain, kelompok administered prices4 (AP)
menyumbang deflasi sebesar -0,27%.
Grafik 3.3. Inflasi dan Andil Juli 2017 Berdasarkan Disagregasi
Kelompok volatile food (VF) mencatat inflasi
pada Juli 2017. IHK kelompok VF tercatat
sebesar 5,50% (mtm), lebih tinggi
dibandingkan bulan sebelumnya (2,83%)
maupun pola historisnya (2,79%). Inflasi
kelompok VF terutama bersumber dari
komoditas strategis Sulawesi Utara yakni
tomat dengan andil sebesar 1,03%. Setelah
tercatat inflasi pada bulan sebelumnya, tomat
kembali mencatat inflasi pada bulan Juli
dengan harga mencapai hingga Rp40.000/kg.
Penyebab naiknya harga tomat disebabkan
oleh meningkatnya permintaan pada perayaan
hari Pengucapan di tengah curah hujan yang
cukup tinggi pada bulan Juli yang mengganggu
produksi. Komoditas strategis lainnya yang
mengalami kenaikan harga yaitu bawang
merah dan beras, namun tidak setinggi
kenaikan harga tomat. Khusus komoditas
beras, kenaikan harga disebabkan oleh
berkurangnya stok karena masa panen baru
akan berlangsung pada akhir Agustus atau
awal September. Di sisi lain, laju inflasi ditahan
oleh cabai rawit dan bawang putih serta
komoditas buah-buahan yang mencatat deflasi
pada bulan Juli.
4 Kelompok administered prices (AP) merupakan kelompok barang dan jasa yang tarifnya diatur oleh Pemerintah.
-3%
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2014 2015 2016 2017
mtmmtm
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Total Volatile Food Administered Prices (rhs) Core (rhs)
5.50%
-1.27%
0.07%
0.86%
-2.0% -1.0% 0.0% 1.0% 2.0% 3.0% 4.0% 5.0% 6.0%
Volatile Food
Administered Prices
Core
Total
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Inflasi (mtm) Andil
21
IHK kelompok core pada bulan Juli 2017
mencatat inflasi dengan level yang terbatas.
Inflasi kelompok core bulan Juli 2017 sebesar
0,07% (mtm), lebih rendah dari bulan
sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar
0,19% (mtm) maupun pola historisnya yang
tercatat inflasi sebesar 0,50%. Berdasarkan sub
kelompoknya, inflasi kelompok core didorong
oleh inflasi sub kelompok core nontraded,
sedangkan kelompok core traded mengalami
deflasi. Inflasi sub kelompok core nontraded
memberikan andil sebesar 0,05%, sementara
itu sub kelompok core traded yang tercatat
deflasi memberikan andil sebesar 0,01%.
Inflasi sub kelompok core nontraded pada Juli
2017 tercatat sebesar 0,14% (mtm) dengan
komoditas penyumbang inflasi sub kelompok
ini yaitu seragam sekolah anak dan ikan
tindarung. Naiknya harga seragam sekolah
anak seiring dengan masuknya tahun ajaran
baru. Sementara itu, sub kelompok core traded
menjadi penahan laju inflasi. Sub kelompok ini
mencatat deflasi sebesar 0,04% (mtm).
Komoditas penyumbang utama deflasi core
traded adalah emas dan barang kebutuhan
rumah tangga (pasta gigi dsb).
Kelompok AP pada bulan Juli 2017 menjadi
penahan laju inflasi dengan mencatat deflasi
sebesar 1,27% (mtm). Realisasi tersebut jauh
lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya
yang tercatat inflasi (2,28%) maupun pola
historisnya yang juga tercatat inflasi (2,30%).
Berdasarkan sub kelompoknya, deflasi
kelompok AP didorong oleh penurunan indeks
harga pada kelompok AP non-energi,
sementara itu kelompok AP energi relatif
stabil. Andil kelompok AP non-energi sebesar -
0,27% dan kelompok AP energi relatif stabil
(0%). Sub kelompok AP non energi mencatat
deflasi 2,28% (mtm) dengan andil tertinggi
disumbang oleh tarif angkutan udara sebesar -
0,30%. Turunnya mobilitas masyarakat
menggunakan angkutan udara pasca
berakhirnya lebaran dan berakhirnya masa
liburan mendorong penurunan pada harga
tiket angkutan udara. Sementara itu, sub
kelompok AP energi relatif stabil (0% mtm).
Stabilnya kelompok AP energi salah satunya
dipengaruhi oleh tarif listrik yang telah selesai
periode penyesuaiannya (900 VA bagi
pelanggan nonsubsidi) pada bulan Juni.
• Agustus 2017
IHK Sulut bulan Agustus 2017 mencatat
deflasi sebesar 0,21% (mtm), yang terutama
bersumber dari deflasi kelompok VF.
Sementara itu, kelompok AP dan core
mencatat inflasi. Kelompok VF memberikan
andil terbesar yakni sebesar -0,57% terhadap
deflasi bulanan Agustus 2017, sementara itu
kelompok AP memberikan andil inflasi sebesar
0,27% dan kelompok AP memberikan andil
inflasi sebesar 0,08%.
Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Agustus 2017 Berdasarkan Disagregasi
Kelompok VF mencatat deflasi pada Agustus
2017, setelah sepanjang 2 bulan sebelumnya
mencatat inflasi. Deflasi kelompok VF tercatat
sebesar 2,71% (mtm), lebih rendah
dibandingkan bulan sebelumnya (5,50% mtm)
maupun pola historisnya (0,96% mtm). Inflasi
kelompok VF terutama bersumber dari
komoditas strategis Sulawesi Utara yakni
barito (bawang merah, cabai rawit dan tomat)
yang mengalami penurunan harga, khususnya
tomat yang tercatat paling tinggi
sumbangannya terhadap deflasi Sulut (harga
tomat pada akhir Agustus tercatat turun
hingga Rp5.000-Rp6.000/kg). Komoditas
lainnya yang mengalami penurunan harga
yaitu bawang putih dan cabai merah. Turunnya
harga-harga komoditas merupakan cerminan
kembali normalnya harga-harga seiring dengan
tingkat permintaan yang kembali normal di
tengah pasokan yang memadai. Di sisi lain, laju
deflasi lebih dalam ditahan oleh komoditas
-2.71%
1.28%
0.14%
-0.21%
-3.0% -2.5% -2.0% -1.5% -1.0% -0.5% 0.0% 0.5% 1.0% 1.5%
Volatile Food
Administered Prices
Core
Total
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Inflasi (mtm) Andil
22
beras yang mencatat inflasi seiring dengan
masih berlangsungnya masa tanam padi dan
tingginya curah hujan di beberapa daerah
produksi beras di Sulut. Selain itu, komoditas
lain yang mencatat inflasi yaitu mujair dan
buah-buahan.
Kelompok AP pada bulan Agustus 2017
menjadi penahan laju deflasi Sulut lebih
dalam, dengan mencatat inflasi sebesar 1,28%
(mtm). Realisasi tersebut lebih tinggi
dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat
deflasi (1,27% mtm) maupun pola historisnya
yang tercatat inflasi (0,84% mtm). Berdasarkan
sub kelompoknya, inflasi kelompok AP
didorong oleh naiknya indeks harga pada
kelompok AP non-energi, sementara itu
kelompok AP energi relatif stabil. Andil
kelompok AP non-energi sebesar 0,27% dan
kelompok AP energi relatif stabil (0%). Sub
kelompok AP non energi mencatat inflasi
2,33% (mtm) dengan andil tertinggi disumbang
oleh tarif angkutan udara sebesar 0,27%.
Naiknya tarif angkutan udara didorong oleh
kunjungan dari luar dalam rangka perayaan
Tomohon International Flower Festival (TIFF)
dan mobilitas masyarakat pada hari libur Hari
Kemerdekaan RI ke-72 serta mobilitas jelang
perayaan Idul Adha. Sementara itu, sub
kelompok AP energi relatif stabil (0% mtm).
Stabilnya kelompok AP energi salah satunya
dipengaruhi oleh tarif listrik yang telah selesai
periode penyesuaiannya (900 VA bagi
pelanggan nonsubsidi) pada bulan Juni.
Tekanan harga pada kelompok core pada
bulan Agustus 2017 mengalami peningkatan.
Inflasi kelompok core bulan Agustus 2017
sebesar 0,14% (mtm), lebih tinggi dari bulan
sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar
0,07% (mtm), namun lebih rendah dari pola
historisnya yang tercatat inflasi sebesar 0,40%.
Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi
kelompok core didorong oleh inflasi kedua sub
kelompok baik traded maupun nontraded. Sub
kelompok core traded memberikan andil
sebesar 0,06%, sementara itu sub kelompok
core nontraded memberikan andil sebesar
0,03%. Inflasi sub kelompok core traded pada
Agustus 2017 tercatat sebesar 0,23% (mtm)
dengan komoditas penyumbang inflasi sub
kelompok ini yaitu emas perhiasan, jeruk nipis
dan baju kaos tanpa kerah. Sementara itu, sub
kelompok core nontraded tercatat inflasi
sebesar 0,08% (mtm) dengan komoditas
penyumbang inflasi sub kelompok ini yaitu
rujak, mie dan tindarung.
• September 2017
IHK Sulut bulan September 2017 mencatat
deflasi sebesar 1,04% (mtm), yang terutama
bersumber dari deflasi kelompok VF dan
kelompok AP. Sementara itu, kelompok core
mencatat inflasi. Kelompok VF memberikan
andil terbesar yakni sebesar -1,12% terhadap
deflasi bulanan September 2017, sementara
itu kelompok AP memberikan andil deflasi
sebesar -0,14%. Di sisi lain, kelompok core
memberikan andil inflasi sebesar 0,22%.
Grafik 3.5. Inflasi dan Andil September 2017 Berdasarkan Disagregasi
Kelompok VF mencatat deflasi pada
September 2017, melanjutkan bulan
sebelumnya yang tercatat deflasi. Deflasi
kelompok VF tercatat sebesar 5,50% (mtm),
lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya
(-2,71% mtm) maupun pola historisnya (-2,96%
mtm). Inflasi kelompok VF terutama
bersumber dari komoditas strategis Sulawesi
Utara yakni barito (bawang merah, cabai rawit
dan tomat) yang mengalami penurunan harga,
khususnya tomat yang tercatat paling tinggi
sumbangannya terhadap deflasi Sulut.
Komoditas lainnya yang mengalami penurunan
harga yaitu bawang putih. Turunnya harga-
harga komoditas merupakan cerminan
kembali normalnya harga-harga seiring dengan
tingkat permintaan yang kembali normal di
-5.50%
-0.65%
0.37%
-1.04%
-6.0% -5.0% -4.0% -3.0% -2.0% -1.0% 0.0% 1.0%
Volatile Food
Administered Prices
Core
Total
Sumber: B PS & Bank Indonesia
Inflasi (mtm) Andil
23
tengah pasokan yang memadai. Di sisi lain, laju
deflasi lebih dalam ditahan oleh komoditas
beras yang kembali mencatat inflasi yang
disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada
lokasi-lokasi daerah produsen beras sehingga
mengganggu masa panen. Selain itu,
komoditas lain yang mencatat inflasi yaitu
aneka buah-buahan.
Kelompok AP pada bulan September 2017
juga mencatat deflasi yakni sebesar 0,65%
(mtm), dibandingkan bulan sebelumnya yang
mencatat inflasi sebesar 1,28% (mtm).
Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan
pola historisnya yang tercatat inflasi (1,42%
mtm). Berdasarkan sub kelompoknya, deflasi
kelompok AP didorong oleh turunnya indeks
harga pada kedua sub kelompoknya yaitu AP
energi dan AP non-energi. Andil kelompok AP
energi pada inflasi bulanan September yaitu
sebesar 0,00% dan andil AP non-energi yaitu
sebesar -0,14%. Sub kelompok AP non energi
mencatat deflasi 1,16% (mtm) dengan andil
tertinggi disumbang oleh tarif angkutan udara
sebesar -0,14%. Turunnya tarif angkutan udara
didorong oleh kembali normalnya mobilitas
masyarakat setelah meningkat tinggi pada
bulan sebelumnya dampak penyelenggaraan
Manado Fantastic Festival. Sementara itu, sub
kelompok AP energi relatif stabil (0% mtm).
Stabilnya kelompok AP energi salah satunya
dipengaruhi oleh tarif listrik yang telah selesai
periode penyesuaiannya (900 VA bagi
pelanggan nonsubsidi) pada bulan Juni.
Tekanan harga pada kelompok core pada
bulan September 2017 mengalami
peningkatan. Inflasi kelompok core bulan
September 2017 sebesar 0,37% (mtm), lebih
tinggi dari bulan sebelumnya yang tercatat
inflasi sebesar 0,14% (mtm) maupun pola
historisnya yang tercatat inflasi sebesar 0,17%.
Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi
kelompok core didorong oleh inflasi kedua sub
kelompok baik traded maupun nontraded. Sub
kelompok core traded memberikan andil
sebesar 0,13%, sementara itu sub kelompok
core nontraded memberikan andil sebesar
0,08%. Inflasi sub kelompok core traded pada
September 2017 tercatat sebesar 0,54% (mtm)
dengan komoditas penyumbang inflasi sub
kelompok ini yaitu jeruk nipis dan juice buah
serta vitamin. Sementara itu, sub kelompok
core nontraded tercatat inflasi sebesar 0,25%
(mtm) dengan komoditas penyumbang inflasi
sub kelompok ini yaitu tindarung dan sate.
3.2. ARAH PERKEMBANGAN INFLASI
TRIWULAN IV 2017
Memasuki awal triwulan IV 2017, IHK bulan
Oktober 2017 tercatat deflasi sebesar -0,06%
(mtm) dan secara tahunan tercatat sebesar
3,35% (yoy). Capaian tahunan Oktober
tersebut lebih rendah dibandingkan bulan
September 2017 (3,42% yoy). Inflasi tersebut
tetap berada dalam rentang target inflasi
tahun 2017 yakni 4±1% (yoy).
Tabel 3.1. Inflasi Oktober 2017
Sumber: BPS & Bank Indonesia
IHK Sulut bulan Oktober 2017 mencatat
deflasi sebesar 0,06% (mtm), yang terutama
bersumber dari deflasi kelompok VF.
Sementara itu, kelompok AP dan core
mencatat inflasi. Kelompok VF memberikan
andil terbesar yakni sebesar -0,45% terhadap
deflasi bulanan Oktober 2017. Sebaliknya,
kelompok AP dan core masing-masing
memberikan andil inflasi sebesar 0,19%.
Kelompok VF mencatat deflasi pada Oktober
2017, melanjutkan bulan sebelumnya yang
tercatat deflasi. Deflasi kelompok VF tercatat
sebesar 2,34% (mtm), lebih rendah
dibandingkan bulan sebelumnya (-5,50% mtm)
maupun pola historisnya (0,72% mtm). Deflasi
kelompok VF terutama bersumber dari
komoditas strategis Sulawesi Utara yakni
barito (bawang merah, cabai rawit dan tomat)
yang mengalami penurunan harga, khususnya
tomat yang tercatat paling tinggi
Inflasi Andil Inflasi Andil
Total -0.06% -0.06% 3.35% 3.35%
Volatile Food -2.34% -0.45% 1.52% 0.29%
Administered Prices 0.91% 0.19% 8.18% 1.69%
Core 0.33% 0.19% 2.26% 1.36%
Core Traded 0.48% 0.12% 3.20% 0.81%
Core Non-Traded 0.21% 0.07% 1.58% 0.55%
AP Energi 0.00% 0.00% 10.81% 0.97%
AP Non-Energi 1.65% 0.19% 6.17% 0.72%
Indikatormtm yoy
24
sumbangannya terhadap deflasi Sulut.
Komoditas lainnya yang mengalami penurunan
harga yaitu bawang putih. Turunnya harga-
harga komoditas merupakan cerminan
kembali normalnya harga-harga seiring dengan
tingkat permintaan yang kembali normal di
tengah pasokan yang memadai. Di sisi lain, laju
deflasi lebih dalam tertahan oleh komoditas
telur ayam ras, daun bawang, cabai merah dan
aneka buah-buahan.
Sementara itu, kelompok AP pada bulan
Oktober 2017 mencatat inflasi yakni sebesar
0,91% (mtm), lebih tinggi dibandingkan bulan
sebelumnya (0,65% mtm). Realisasi tersebut
lebih rendah dibandingkan pola historisnya
yang tercatat inflasi (1,15% mtm). Berdasarkan
sub kelompoknya, inflasi kelompok AP
didorong oleh kenaikan indeks harga pada sub
kelompok AP non-energi, sementara itu
kelompok AP energi relatif stabil. Andil
kelompok AP non-energi pada inflasi bulanan
Oktober yaitu sebesar 0,19%. Sub kelompok AP
non energi mencatat inflasi 11,94% (mtm)
dengan andil tertinggi disumbang oleh tarif
angkutan udara sebesar 0,19%. Kenaikan tarif
angkutan udara dipengaruhi oleh tingginya
jumlah wisman yang datang ke Sulawesi Utara
seiring penyelenggaran event internasional
yakni salah satunya Indonesia Open X-Sport
Championship dan beberapa festival di
kab/kota di Sulut. Sementara itu, sub
kelompok AP energi relatif stabil (0% mtm).
Stabilnya kelompok AP energi salah satunya
dipengaruhi oleh tarif listrik yang telah selesai
periode penyesuaiannya (900 VA bagi
pelanggan nonsubsidi) pada bulan Juni.
Tekanan harga pada kelompok core pada
bulan Oktober 2017 sedikit mereda
dibandingkan bulan sebelumnya. Inflasi
kelompok core bulan Oktober 2017 sebesar
0,33% (mtm), lebih rendah dari bulan
sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar
0,37% (mtm), namun lebih tinggi dari pola
historisnya yang tercatat inflasi sebesar 0,22%.
Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi
kelompok core didorong oleh inflasi kedua sub
kelompok baik traded maupun nontraded. Sub
kelompok core traded memberikan andil
sebesar 0,12%, sementara itu sub kelompok
core nontraded memberikan andil sebesar
0,07%. Inflasi sub kelompok core traded pada
Oktober 2017 tercatat sebesar 0,48% (mtm)
dengan komoditas penyumbang inflasi sub
kelompok ini yaitu lemon. Sementara itu, sub
kelompok core nontraded tercatat inflasi
sebesar 0,21% (mtm) dengan komoditas
penyumbang inflasi sub kelompok ini yaitu
aneka makanan jadi seperti rujak dan nasi
dengan lauk.
Melihat realisasi inflasi bulan Oktober dan
perkiraan inflasi pada November dan
Desember, Bank Indonesia memperkirakan
inflasi pada triwulan IV 2017 sebesar 3,50-
3,90% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi
dibandingkan realisasi inflasi pada triwulan
sebelumnya (3,42% yoy). Naiknya inflasi
tersebut diperkirakan disebabkan oleh
permintaan yang meningkat jelang akhir tahun
yang tidak diimbangi dengan pasokan bumbu-
bumbuan yang mencukupi. Selain itu, kondisi
cuaca di mana curah hujan meningkat juga
menyebabkan pasokan komoditas bumbu-
bumbuan menurun. Adapun sepanjang tahun
2017, inflasi disebabkan oleh komoditas
bumbu-bumbuan khususnya tomat, tarif
listrik, angkutan udara, dan biaya
perpanjangan STNK.
3.3. PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI
DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI
Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank
Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu
terus diperkuat terutama dalam menghadapi
risiko kenaikan harga volatile food menjelang
Lebaran dan Natal serta Tahun Baru. Ke
depan, Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia
berkomitmen untuk terus memperkuat upaya
pengendalian inflasi di tahun 2017. Pada paruh
kedua tahun 2017, upaya pengendalian inflasi
difokuskan pada pengendalian harga
komoditas strategis seperti Tomat Sayur dan
Cabai Rawit. Program pengendalian inflasi
tersebut telah dilakukan melalui “Gerakan
Barito – Batanang Rica dan Tomat” tahap ke 2
25
dengan penyaluran sekitar 35 ribu bibit kepada
Kelompok-Kelompok PKK di wilayah Kota
Manado dan sekitarnya, sebagai antisipasi
lonjakan harga komoditas tersebut di akhir
tahun. Upaya lainnya yaitu melalui kerjasama
antar daerah dan program komunikasi
ekspektasi akan terus dilakukan sepanjang
tahun 2017. Selanjutnya, TPID baik tingkat
Provinsi maupun Kab/Kota di Sulawesi Utara
telah terlibat aktif didalam rangkaian kegiatan
Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2017.
Berdasarkan hasil Rakornas tersebut, TPID di
wilayah Sulawesi Utara berkomitmen untuk
melakukan percepatan pembenahan efisiensi
tata niaga pangan melalui penguatan
infrastruktur dan pemanfaatan teknologi
digital, sesuai dengan arahan Presiden
Republik Indonesia. Upaya lain yang akan
dilakukan penguatan kelembagaan TPID di
wilayah Sulawesi Utara menyusul terbitnya
Keputusan Presiden RI No.23 Tahun 2017
tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional.
26
Bab IV.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan
Akses Keuangan dan UMKM
4.1. GAMBARAN UMUM PERBANKAN
4.1.1. Kondisi Umum
Kinerja Perbankan Sulawesi Utara pada
triwulan III 2017 relatif baik. Hal ini tercermin
dari peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan
pertumbuhan kredit yang juga mendorong
pertumbuhan aset. Kredit Perbankan Sulawesi
Utara pada triwulan III 2017 mencapai Rp34
triliun atau tumbuh 10,3% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
6,9% (yoy). Pertumbuhan kredit tersebut
mendorong pertumbuhan aset sebesar
Rp47,94 triliun atau tumbuh 14,6% (yoy),
didorong oleh tumbuhnya komponen
Penempatan pada Bank lain, kredit yang
diberikan, dan aset yang diambil alih.
Disisi lain, penghimpunan dana terus tumbuh
membaik pada periode laporan sebesar
8,82% (yoy). Pertumbuhan DPK pada triwulan
III tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh
2,64% (yoy).
Berdasarkan kelompok bank, peningkatan
kredit yang cukup signifikan terjadi pada
kelompok bank BUKU I, BUKU II, dan BUKU IV.
Sementara penyaluran kredit bank BUKU III
menjadi Rp6.648 triliun atau 1,5% lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh 0,9%. Perlambatan pertumbuhan
pada BUKU III bersumber dari penyaluran
Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi.
Perlambatan pertumbuhan kredit disertai
dengan penutupan 2 (dua) kantor cabang
bank pada kelompok BUKU III turut
mempengaruhi kinerja aset BUKU III sehingga
mengalami pertumbuhan negatif, sementara
kinerja aset BUKU I, II dan IV tercatat tumbuh
signifikan.
Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.2. Perkembangan Kredit Perbankan
Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.3. Perkembangan DPK Perbankan
Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
27
4.1.2. Dana Pihak Ketiga (DPK)
DPK perbankan Sulawesi Utara pada Triwulan
III 2017 mengalami pertumbuhan yang
signifikan sebesar 8,82% (yoy), setelah pada
triwulan II 2017 mengalami pertumbuhan
dalam level yang terbatas sebesar 2,64% (yoy)
dan bahkan terkontraksi sebesar -0,14% (yoy)
pada triwulan I 2017. Sumber utama
pertumbuhan DPK Sulawesi Utara pada
Triwulan III 2017 adalah dari kelompok BUKU
IV yang tercatat sebesar Rp13,3 triliyun atau
meningkat 12,8% (yoy) dibandingkan tahun
sebelumnya yang hanya tumbuh 1,4% (yoy).
Berdasarkan kelompok bank, peningkatan
pertumbuhan DPK khususnya pada BUKU I
didorong peningkatan deposito pemerintah
sebesar 20,98% (yoy), BUKU III didorong oleh
deposito perseorangan sebesar 10,53% (yoy),
dan BUKU IV didorong oleh giro pemerintah
sebesar 26,74% (yoy). Sebaliknya,
perlambatan DPK terjadi pada BUKU II serta
BUKU III yang didorong oleh perlambatan giro
sebesar -20,18% (yoy) dan deposito sebesar -
8,94% (yoy). Peningkatan giro perbankan pada
periode laporan hanya terjadi pada BUKU IV.
Sedangkan pada BUKU I, BUKU II, dan BUKU III
giro mengalami kontraksi masing-masing
sebesar -13% (yoy), -20% (yoy), dan -2,34%
(yoy). Mulai dikeluarkannya anggaran
pemerintah menjelang akhir tahun untuk
pembangunan infrastruktur dan belanja
lainnya diperkirakan menjadi penyebab utama
perlambatan giro pada BUKU I, mengingat
kontribusi giro pemerintah pada kelompok
BUKU I terhadap total giro di Sulawesi Utara
adalah sebesar 42,5%. Sementara itu,
perlambatan giro pada BUKU II disebabkan
oleh penurunan giro sebesar 24% (yoy) pada
sektor swasta dan perlambatan giro pada
BUKU III dipengaruhi oleh penurunan pada
sektor korporasi (sebesar 3,4% yoy). Ditengah
perlambatan giro, simpanan masyarakat dalam
bentuk deposito mengalami peningkatan
sebesar 10,53% (yoy) pada BUKU III dan
20,98% (yoy) pada BUKU I, yang menahan laju
perlambatan pertumbuhan dana pihak ketiga
secara umum.
Komponen tabungan masih mendominasi
komposisi DPK Sulut dengan share 48,3%,
diikuti komponen Deposito sebesar 34,2%
dan Giro sebesar 17,6%. Berdasarkan
kelompok bank, DPK BUKU IV dan III
didominasi oleh Tabungan sejalan dengan
komposisi dana perseorangan yang lebih tinggi
dibanding kelompok lainnya, sementara BUKU
II didominasi oleh Deposito perseorangan
sejalan dengan suku Bunga deposito yang lebih
tinggi dibandingkan kelompok lain, adapun
BUKU I didominasi oleh Giro dan Deposito
pemerintah.
Peningkatan pertumbuhan DPK Sulawesi
Utara pada triwulan III 2017 didorong oleh
pertumbuhan komponen tabungan dan
deposito yang masing-masing tumbuh 9,33%
(yoy) dan 12,57% (yoy) dimana pada triwulan
sebelumnya hanya meningkat masing-masing
1,62% (yoy) dan 3,08% (yoy). Sementara giro
tercatat tumbuh dalam level yang terbatas
sebesar 1,01% (yoy), menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 4,48% (yoy).
Sektor rumah tangga masih mendominasi DPK
terutama tabungan dan deposito sejalan
dengan komponen kepemilikan dana Sulawesi
Utara yang didominasi oleh Rumah Tangga
sebesar 73,64%. Pangsa tabungan dan
deposito Rumah Tangga pada triwulan III 2017
mencapai 45,17% dan 24,68% dari total DPK.
Meningkatnya komponen tabungan pada
periode laporan disebabkan oleh peningkatan
simpanan dana masyarakat seiring dengan
penerimaan Gaji ke-13 dan adanya tendensi
penurunan kinerja konsumsi masyarakat
sehingga cenderung memilih instrumen dana
yang mudah dicairkan. Kondisi ini
terkonfirmasi dengan peningkatan jumlah
rekening tabungan sebesar 6,4% (qtq). Adapun
peningkatan yang terjadi pada komponen
deposito didorong oleh peningkatan suku
bunga deposito oleh beberapa bank.
28
Grafik 4.4. Perkembangan Jenis DPK
Perbankan Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.5. Komposisi DPK Perbankan Umum
di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.6. Perkembangan Giro Perbankan
Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.7. Perkembangan Tabungan
Perbankan Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.8. Perkembangan Deposito
Perbankan Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.1.3. Kredit
Penyaluran kredit perbankan Sulawesi Utara
didominasi Kredit Konsumsi (KK) sebesar
60,55%, disusul Modal Kerja (KMK) 26,22%,
dan kredit investasi (KI) 13,23%. Sejalan
dengan kondisi tersebut, penyaluran kredit
seluruh kelompok bank di Sulawesi Utara
didominasi KK, kecuali BUKU II. Kredit KK ketiga
kelompok bank tersebut mayoritas disalurkan
untuk jenis kredit Multiguna. Peningkatan
pertumbuhan kredit perbankan Sulawesi Utara
terjadi pada semua jenis kredit terutama KK
yang memiliki pangsa terbesar. Pada periode
laporan, penyaluran KK tercatat tumbuh
sebesar 12,1% (yoy), KMK tumbuh 9,9% (yoy),
dan KI tumbuh 3,6% (yoy) setelah pada
triwulan sebelumnya sempat mengalami
kontraksi sebesar -0,8% (yoy).
Peningkatan KK khususnya terjadi pada jenis
kredit Kredit Multiguna (tumbuh 12,7% yoy
dari 9,1% yoy pada triwulan sebelumnya), KPR
(tumbuh 10,7% yoy dari 9,8% yoy pada
triwulan sebelumnya, dan Kredit Peralatan
(tumbuh namun melambat sebesar 28,8% yoy
dari 29,2% yoy pada triwulan sebelumnya). Di
sisi lain Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) pada
periode laporan mengalami kontraksi lebih
dalam sebesar -9% yoy dari -3,5% yoy pada
triwulan sebelumnya. Peningkatan KPR sejalan
dengan hasil SHPR yang menunjukkan
tumbuhnya tingkat penjualan properti Sulut
sebesar 2,33% (yoy) khususnya untuk
penjualan tipe kecil. Hal ini sejalan dengan
semakin gencarnya penjualan KPR oleh
perbankan khususnya untuk tipe 36 dengan
fasilitas bunga murah dan angsuran rendah,
29
sebagai respon program sejuta rumah yang
dijalankan oleh pemerintah.
Disisi lain, KMK mengalami peningkatan
sebesar 9,9% (yoy) setelah sempat tumbuh
melambat sebesar 5,8% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Perbaikan pertumbuhan yang
signifikan pada KMK BUKU I (dari sebelumnya
tumbuh 27% yoy, kini tumbuh 74,1% yoy) dan
juga naiknya pertumbuhan KMK BUKU 4 (dari
sebelumnya 10,5% yoy menjadi 12% yoy) telah
berhasil mendorong peningkatan
pertumbuhan KMK Perbankan Sulut secara
keseluruhan ditengah kontraksi KMK BUKU II
dan III yang tumbuh negatif sejak satu tahun
terakhir. Peningkatan kinerja KMK juga
terkonfirmasi melalui peningkatan realisasi
kegiatan usaha berdasarkan SKDU yakni dari
sebelumnya terkontraksi sebesar 3,46% pada
triwulan II 2017 menjadi 13,21% pada triwulan
III 2017 yang disebabkan oleh peningkatan di
sektor Pertanian dan Perdagangan. Sektor
Pertanian meningkat sebagai dampak dari
musim panen. Berdasarkan liaison,
peningkatan KMK sektor perdagangan juga
terkonfirmasi melalui peningkatan likert scale
penjualan domestik. Pertumbuhan pada
penjualan domestik terutama didorong oleh
peningkatan penjualan di sektor Konstruksi
dan Pengangkutan. Relaksasi kebijakan LTV
mendorong permintaan disektor property,
sehingga mendorong peningkatan realisasi
KMK sektor konstruksi. Sementara itu,
Berkembangnya fenomena taxi online juga
turut mendorong meningkatnya permintaan
sehingga meningkatkan KMK penjualan mobil.
Mengacu pada hasil liason, terjadi lonjakan
pertumbuhan penjualan domestik untuk
kendaraan bermotor hingga mencapai 100%
(yoy). Hal ini terkonfirmasi dengan
meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di
Sulawesi Utara sebanyak 1.085.987 unit
(terdiri dari 77% kendarana roda 2 dan 23%
kendaraan roda empat) atau rata-rata per
bulan meningkat sebesar 0,6%. Sementara
posisi NPL KMK tertinggi tercatat pada BUKU
III (12,13%) dan BUKU II (11,69%), secara
sektoral NPL KMK tertinggi tercatat pada
sektor konstruksi 12,4% dan subsektor
perikanan 9,5%.
Adapun pertumbuhan positif KI pada triwulan
III 2017 disebabkan oleh peningkatan yang
signifikan dari KI BUKU I ditengah kontraksi
pada KI BUKU II. Peningkatan yang signifikan
pada KI BUKU I (dari sebelumnya 55,3% yoy
menjadi 116,4% yoy) ditengah kontraksi yang
cukup dalam pada KI BUKU II (dari sebelumnya
46,4% yoy menjadi -25,4% yoy) menyebabkan
KI tumbuh positif setelah terkontraksi pada
triwulan sebelumnya. Penurunan NPL pada KI
pada level 4,2% (sebelumnya 4,7%)
diperkirakan turut mempengaruhi kondisi
peningkatan penyaluran KI. Berdasarkan
liaison, peningkatan KI juga terkonfirmasi
melalui peningkatan likert scale investasi.
Meskipun demikian, pangsa KI masih relatif
kecil dibandingkan dengan KMK dan KK. Hal ini
disebabkan suku bunga KI yang berada
dikisaran 10% sd 11% dianggap masih cukup
tinggi oleh pelaku usaha sehingga pelaku usaha
lebih memilih menggunakan dana simpanan
(giro maupun deposito) jika ingin melakukan
kegiatan investasi.
Penyaluran kredit perbankan Sulawesi Utara
pada triwulan III 2017 didominasi sektor
utama penopang perekonomian Sulawesi
Utara yakni sektor perdagangan besar dan
eceran, serta sektor pertambangan, sektor
konstruksi, sektor pertanian, dan industri
pengolahan. Secara keseluruhan industri
perbankan, sektor utama penerima
pembiayaan rata-rata tercatat tumbuh positif
dan meningkat jika dibandingkan periode
sebelumnya, hanya kredit sektor industri
pengolahan yang masih terkontraksi sebesar -
10% (yoy) meskipun tidak sedalam pada
triwulan sebelumnya yang terkontraksi
sebesar -10,4% (yoy). Dengan pangsa sebesar
21% dari total penyaluran kredit di Sulawesi
Utara, sektor perdagangan masih mencatatkan
pertumbuhan yang melambat disebabkan oleh
base effect pasca pertumbuhan yang cukup
tinggi di bulan Juni tahun 2016 sebagai dampak
dari pembukaan charter flight Tiongkok-
Manado yang mendorong menjamurnya
30
berbagai usaha baru utamanya subsektor
perdagangan eceran dominasi barang
makanan dan bukan makanan kategori UMKM.
Pertumbuhan kredit yang meningkat pada
triwulan III 2017 tidak diikuti dengan
peningkatan realisasi pencairan kredit yang
tercermin melalui peningkatan undisbursed
loan dari 14,84% (yoy) menjadi 22,76% (yoy).
Hal tersebut diikuti dengan share undisbursed
loan terhadap total kredit yang juga meningkat
sebesar 4,8% dibanding triwulan sebelumnya
yang hanya tercatat sebesar 4,7%. Peningkatan
share undisbursed loan terhadap total kredit
terutama terjadi pada BUKU I dan BUKU III.
Grafik 4.9. Komposisi Kredit Perbankan Umum
di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.10. Perkembangan KMK Perbankan
Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.11. Perkembangan KI Perbankan
Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.12. Perkembangan KK Perbankan
Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.13. Komposisi Undisbursed Loan
Perbankan Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.1.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non
Performing Loan (NPL)
Fungsi intermediasi perbankan yang
tercermin dari indikator LDR menunjukkan
peningkatan pada triwulan III 2017 menjadi
147,2% dari 146,3% pada triwulan
sebelumnya yang disebabkan oleh
peningkatan kredit yang lebih tinggi
31
dibandingkan pertumbuhan DPK. Secara
spasial, tingkat LDR hampir seluruh
kabupaten/Kota di Sulawesi Utara berada di
atas 100%, kecuali Tomohon yang tercatat
LDRnya sebesar 88%. Meskipun demikian,
pencapaian LDR diatas 100% ini masih
didominasi oleh kredit konsumsi sebesar
62,7% dari total kredit, terutama peralatan
(28,8%) dan multiguna (12,7%). Adapun jika
dibandingkan dengan seluruh provinsi di
Kawasan Indonesia Timur, tingkat LDR
Sulawesi Utara menduduki peringkat tiga
tertinggi. Adapun LDR tertinggi dicapai oleh
Gorontalo sebesar 196%, sedangkan LDR
terendah yaitu Papua sebesar 60%.
Grafik 4.14.Perkembangan LDR se-Kawasan
Indonesia Timur
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.15. Perkembangan LDR secara Spasial
Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Pertumbuhan penyaluran pembiayaan pada
triwulan III 2017 diikuti oleh perbaikan
kualitas kredit. Hal ini tercermin dari indikator
rasio NPL menunjukkan perbaikan menjadi
3,69% pada periode laporan dari sebelumnya
3,97%. Penurunan NPL disebabkan oleh
penurunan NPL sektor perikanan dan
perdagangan.
Rasio NPL tertinggi seluruh kelompok bank di
triwulan III 2017 terjadi pada kelompok bank
BUKU II sebesar 12,55%, didorong oleh NPL
kredit Investasi yang meningkat sebesar
39,2% (sebelumnya 29,8%) dan KMK yang
meningkat sebesar 11,69% (sebelumnya
10,11%). Realisasi NPL pada BUKU II tersebut
sedikit membaik dibanding triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 13%. Secara
spasial NPL tertinggi tercatat di Kab. Minahasa
Tenggara sebesar 6,13% (sebelumnya 9,41%),
didorong oleh tingginya NPL KK.
Secara sektoral NPL tertinggi yaitu sektor
perikanan sebesar 16,86%, sektor industri
pengolahan sebesar 12,08%, dan sektor
konstruksi sebesar 9,73%. NPL sektor
perikanan tertinggi terjadi di BUKU III yang
mencapai 67,92%. Meskipun NPL sektor
perikanan adalah yang tertinggi, namun
realisasi NPL tersebut mengalami penurunan
jika dibandingkan dengan realisasi NPL pada
triwulan sebelumnya. NPL sektor perikanan
pada periode laporan tercatat sebesar 16,86%
(sebelumnya 18,94%). Penurunan NPL pada
sektor perikanan lebih disebabkan akibat
peningkatan portofolio kredit pada sektor
tersebut. Penyaluran kredit sektor perikanan
pada periode laporan meningkat 6,59%
dibandingkan triwulan sebelumnya. Adapun
NPL sektor Industri Pengolahan tertinggi
terjadi di BUKU II yang mencapai 74,13%.
Tingginya NPL industri pengolahan BUKU II
lebih disebabkan oleh menurunnya penyaluran
kredit di sektor perikanan sebesar Rp633
milyar (sebelumnya Rp645 milyar). Pada sektor
Konstruksi, meskipun tercatat memiliki NPL
yang tinggi yaitu 9,78%, namun realisasi ini
lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 10 ,88%.
Jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di
Kawasan Indonesia Timur, Tingkat NPL
Sulawesi Utara pada periode laporan masih
relatif cukup tinggi (peringkat kelima tertinggi).
NPL terendah yaitu Kalimantan Tengah sebesar
1,35%, sedangkan NPL tertinggi yaitu
Kalimantan Timur yang tercatat sebesar 8,06%.
32
Jika dianalisis dari sisi Loan At Risk, kelompok
bank yang memiliki risiko tertinggi pada
periode laporan yaitu Kelompok Buku IV
sebesar 7,80% atau Rp2,65 triliun. Angka ini
meningkat 14,3% (yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan
loan at risk ini lebih disebabkan adanya
portofolio kredit yang juga mengalami
peningkatan. Adapun berdasarkan sektor
ekonomi, risiko tertinggi dari sisi loan at risk
yaitu sektor real State dan jasa perusahaan
sebesar 50,6% (sebelumnya pada tahun 2016
tercatat sebesar 10,3%) dan sektor perikanan
sebesar 37% (sebelumnya pada tahun 2016
tercatat sebesar 29,8%). Peningkatan loan at
risk yang cukup signifikan di sektor real estate
disebabkan meningkatnya portofolio pinjaman
yang direstrukturisasi yaitu sebesar Rp193,3
milyar atau tumbuh 14x lipat dibandingkan
periode yang sama tahun 2016 yang hanya
sebesar Rp12,2 milyar. Sedangkan jika
dibandingkan dengan seluruh provinsi di
Kawasan Indonesia Timur, risiko loan at risk
Sulawesi Utara pada periode laporan berada
pada peringkat kelima tertinggi yaitu sebesar
12,6%. Loan at risk tertinggi yaitu Provinsi
Kalimantan Timur sebesar 23,1%.
Grafik 4.16. NPL Bank Umum Per Kelompok di
Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.17. NPL Bank Umum Per Jenis
Penggunaan di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.18. NPL Bank Umum Per Kab/Kota di
Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.19. Perkembangan NPL Bank Umum
Per di kawasan Indonesia Timur
Sumber: Bank Indonesia
4.2. AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.2.1. Perkembangan Pembiayaan UMKM
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
memiliki peran penting dalam perekonomian
Sulawesi Utara tercermin dari pangsa unit
usaha yang dominan terhadap total unit usaha,
serta sebagai sektor yang juga turut
berkontribusi terhadap penyerapan tenaga
kerja. Namun demikian, sebagai salah satu
aktor yang cukup penting dalam
perekonomian domestik maupun nasional,
UMKM sering kali masih terkendala dalam
memperoleh pembiayaan.
Pada triwulan III 2017, laju pertumbuhan
kredit UMKM di Sulawesi Utara meningkat
sejalan dengan peningkatan penyaluran
kredit secara total. Kredit UMKM di Sulawesi
33
utara tumbuh sebesar 11% (yoy) dari yang
semula tumbuh sebesar 7,53% (yoy).
Pertumbuhan kredit di sektor UMKM disertai
dengan perbaikan kualitas kredit yang
tercermin dari turunnya rasio NPL kredit
UMKM meskipun masih berada di atas
threshold yaitu 5%. Pada triwulan III 2017, NPL
Kredit UMKM tercatat sebesar 5,43%,
dibanding periode sebelumnya 6,34%.
Grafik 4.20. Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Sejalan dengan pertumbuhan kredit UMKM,
pangsa kredit UMKM terhadap total kredit
yang disalurkan di Sulawesi Utara pada
triwulan III 2017 turut mengalami
peningkatan. Pangsa kredit UMKM Sulut pada
periode laporan sebesar 26,26% dari
sebelumnya 25,64%. Berdasarkan kelompok
bank, seluruh kelompok bank telah memenuhi
threshold penyaluran minimum kredit UMKM
kecuali kelompok BUKU I yang baru mencapai
9% pada periode laporan, sedangkan BUKU II
tercatat sebesar 31,7%, BUKU III sebesar
23,5%, dan BUKU IV sebesar 34,1%.
Berdasarkan wilayahnya, konsentrasi
penyaluran kredit UMKM terbesar berada di
Kota Manado sebesar 57,4% diikuti Kota Bitung
sebesar 11,61% dan Kota Kotamobagu sebesar
11,06%. Sedangkan dari sisi kerentanan
terhadap risiko kredit bermasalah, Kab.
Bolaang Mongondow Timur mencatatkan NPL
tertinggi dibandingkan 15 kab/kota lainnya
untuk kategori kredit UMKM yaitu mencapai
15,01% pada periode laporan yang bersumber
dari sektor perdagangan subsektor
perdagangan eceran yang didominasi
makanan dan minuman. Meskipun demikian,
realisasi NPL tersebut telah mengalami
penurunan yang signifikan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
29,79%. Adapun Kota Manado sebagai daerah
dengan realisasi kredit UMKM terbesar, rasio
NPL kredit UMKMnya juga menurun sebesar
6,84% dibandingkan triwulan sebelumnya
(7,97%) meskipun masih melewati threshold
yang ditetapkan yaitu 5%.
Grafik 4.21. Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.2.2. Akses Keuangan Penduduk
Indikator akses keuangan Sulawesi Utara
terutama dari sisi penghimpunan dana dan
penyaluran pembiayaan mengalami
peningkatan. Rasio jumlah rekening DPK
terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi
Utara pada periode laporan masih
menunjukkan peningkatan dibandingkan
periode Agustus 2016 (157,09%), dimana pada
data terakhir yaitu periode Agustus 2017 rasio
tersebut tercatat sebesar 174,40%. Rasio yang
telah melampaui angka 100% mengindikasikan
setengah dari jumlah angkatan kerja memiliki
lebih dari satu rekening (dengan asumsi
seluruh angkatan kerja masing-masing
memiliki 1 rekening tabungan).
Grafik 4.22. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja
Sumber: Bank Indonesia
34
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit
terhadap jumlah penduduk angkatan kerja di
Sulawesi Utara juga menunjukkan
peningkatan dibandingkan periode Februari
2017 sebesar 23,22% menjadi 23,25% di bulan
Agustus 2017 meskipun secara komposisi
masih cukup rendah dibandingkan rasio
jumlah rekening DPK terhadap jumlah
penduduk angkatan kerja. Masih cukup
rendahnya rasio rekening kredit menunjukkan
bahwa fasilitas pembiayaan belum banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat Sulawesi Utara,
baik karena alasan belum membutuhkan
maupun secara administratif dan non-
administratif belum dapat melengkapi
persyaratan yang diperlukan untuk dapat
memanfaatkan fasilitas pembiayaan. Masih
minimnya rasio tersebut juga menunjukkan
masih terdapat ruang untuk meningkatkan
penyaluran kredit di masa mendatang.
Grafik 4.23. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja
Sumber: Bank Indonesia
4.2.3. Upaya Peningkatan Akses Keuangan
dan Pengembangan UMKM
Untuk mendorong peningkatan akses
masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan
jasa keuangan guna mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,
Bank Indonesia telah melakukan berbagai
bentuk langkah dan upaya, diantaranya adalah
sebagai berikut:
Memperluas implementasi LKD melalui
dorongan kepada Bank penyelenggara LKD
di Sulawesi Utara, untuk memperbanyak
agen LKD di tiap-tiap daerah serta
melakukan sosialisasi dan edukasi GNNT
pada berbagai kesempatan dan kepada
beragam stakeholders.
Melaksanakan Pelatihan kepada Wanita
Kaum Ibu (WKI) GMIM terkait Pengolahan
Ikan Kayu dan ikan asin rendah kadar garam
di Minahasa Utara dengan bekerjasama
dengan dinas terkait pada Bulan September
2017.
Menyelenggarakan Kegiatan Sulut
Entrepreneur Day di Manado dalam rangka
meningkatkan kontribusi UMKM dalam
mendukung perekonomia Sulawesi Utara.
Keikutsertaan dalam Karya Kreatif
Indonesia (KKI) di Jakarta sebagai media
untuk memperkenalkan dan memasarkan
produk inovatif hasil karya UMKM Sulawesi
Utara.
Menyelenggarakan Seminar
Pengembangan UMKM &
Entrepereneurship dengan melibatkan
Dinas Koperasi & UMKM serta berbagai
UMKM se-Kota Manado. Kegiatan ini
dilakukan untuk mendorong munculnya
start up business baru, mendorong UMKM
yang sudah ada untuk bisa lebih
berkembang dalam meningkatkan
kapasitas usaha melalui peningkatan akses
layanan perbankan.
4.3. KETAHANAN KORPORASI
4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Salah satu sumber kerentanan sektor
korporasi khususnya Industri Pengolahan di
Sulawesi Utara adalah melemahnya
permintaan global/Negara mitra dagang.
Pada triwulan III 2017, Amerika Serikat (AS)
masih menjadi Negara tujuan utama ekspor
Sulawesi Utara (pangsa 28,9%) sehingga
perkembangan kinerja perekonomian AS dapat
menjadi sumber kerentanan sektor korporasi
Sulawesi Utara. Pada triwulan laporan kinerja
ekonomi AS tercatat tetap tumbuh sebesar 3%
(lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya)
mesipun sedikit lebih rendah dari triwulan
sebelumnya yaitu 3,1%.
35
Grafik 4.24. Komposisi Ekspor Sulawesi
Utara
Sumber: SITC, diolah
Pergerakan harga minyak dunia juga
menjadi sumber kerentanan korporasi
dikarenakan komoditas Lemak/Minyak
nabati memiliki pangsa cukup dominan
dalam komposisi ekspor Sulawesi Utara.
Pada triwulan III 2017 rata-rata harga
Crude Coconut Oil (CNO) menunjukkan
penurunan sejalan dengan arah kinerja
ekspor minyak nabati Sulut yang
didominasi oleh CNO yang juga tercatat
mengalami penurunan dari 80,9% per
Agustus 2016 menjadi 77,8% per Agustus
2017.
Grafik 4.25. Perkembangan Harga Minyak dan Ekspor Minyak Nabati Sulut
Sumber: World Bank
4.3.2. Kinerja Korporasi
Kegiatan Usaha
Kinerja korporasi berdasarkan hasil liaison
Bank Indonesia dengan perusahaan pada
lapangan usaha utama di Sulawesi Utara,
mengindikasikan adanya peningkatan
kegiatan usaha pada triwulan III 2017 jika
dibandingkan triwulan sebelumnya. Perbaikan
cuaca menyebabkan kinerja sektor pertanian
meningkat akibat hasil panen yang baik dan
pengurangan hama tanaman. Sejalan dengan
hal tersebut, rata-rata kapasitas produksi pada
sektor pertanian dan industri pengolahan serta
penyerapan tenaga kerja juga meningkat.
Grafik 4.26. Lickert Scale Kegiatan Usaha
Sumber: Liaison, Bank Indonesia
Kedepan, prospek kinerja korporasi yang
tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov.
Sulawesi Utara masih menjanjikan, dimana
kegiatan usaha pada triwulan mendatang
diperkirakan masih tercatat tumbuh dengan
SBT sebesar 11,82%. Pertumbuhan tersebut
diperkirakan akan disumbangkan oleh
peningkatan kinerja lapangan usaha
Perdagangan, Hotel dan Restoran dan Jasa-jasa
menjelang perayaan Hari Natal dan Libur
Tahun Baru yang dimulai pada periode
Desember.
4.3.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor
Korporasi
Eksposur kredit perbankan pada sektor
korporasi menurun dari 16,6% pada triwulan II
2017 menjadi 15,9% pada triwulan III 2017.
Meski tidak sebesar kredit Rumah Tangga,
kerentanan yang terjadi pada sektor ini perlu
untuk diwaspadai agar stabilitas sistem
keuangan secara keseluruhan tetap terjaga
mengingat eratnya keterkaitan antar sektor.
Keterkaitan sektor korporasi terhadap sektor
rumah tangga dalam hal penyerapan tenaga
kerja yang kemudian berpengaruh terhadap
penghasilan.
36
Grafik 4.27. Pangsa Penggunaan Kredit
Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.28. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kredit perbankan pada sektor korporasi di
Sulawesi Utara pada triwulan III 2017
mencapai Rp 5,39 Trilliun, tumbuh 1,3% (yoy)
tumbuh melambat dibandingkan bulan
sebelumnya. Perlambatan tersebut didorong
oleh melambatnya KI yang mendominasi
penyaluran kredit korporasi Sulawesi Utara.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit
korporasi terutama disalurkan dalam bentuk KI
(50,08%) dan investasi (49,45%), dan hanya
sebagian kecil dipergunakan untuk konsumsi
(0,47%).
4.4. KETAHANAN RUMAH TANGGA
4.4.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi
Sektor Rumah Tangga
Sebagai penyedia dana dan sebagai penerima
pendanaan dari institusi keuangan, sektor
Rumah Tangga memiliki peran yang penting
dalam Sistem Keuangan. Beberapa faktor yang
memengaruhi kondisi rumah tangga adalah
tingkat pendapatan, tingkat pengangguran,
tingkat konsumsi dan kondisi
pembiayaan/kredit rumah tangga.
Konsumsi rumah tangga terhadap
perekonomian Sulawesi Utara tercatat
melambat ditengah meningkatnya
perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan
laporan.
Grafik 4.29. Indeks Keyakinan Konsumen
Rumah Tangga Sulawesi Utara
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Rumah tangga dalam melakukan kegiatan
konsumsi menunjukkan peningkatan
optimisme. Hal ini tercermin dari Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) selama triwulan III
2017 yang berada pada level 128 yang masih
berada diatas titik optimis (100) serta lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 126.
Grafik 4.30. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi
Utara terhadap Ekonomi saat ini
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
37
Grafik 4.31. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi
Utara terhadap Harga 6 bulan kedepan
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Optimisme Rumah tangga juga masih
menunjukkan peningkatan baik terhadap
kondisi penghasilan, pembelian barang tahan
lama dan ketersediaan lapangan kerja. Hal ini
tercermin dari indeks pembentuk Indeks
Ekonomi Saat Ini (IKE), sepanjang periode Juli-
September 2017 masih berada diatas titik
optimis (>100). Sejalan dengan hal tersebut,
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja juga
menunjukkan peningkatan pada triwulan
laporan.
Optimisme tersebut diperkirakan akan terus
bertahan pada pada waktu mendatang,
tercermin dari rata-rata ekspektasi rumah
tangga terhadap lapangan pekerjaan 6 bulan
mendatang yang tetap berada dilevel optimis
(137,5,0) meski menurun dibandingkan
periode sebelumnya (171). Ke depan, risiko
yang berasal dari kenaikan harga pada sektor
RT diperkirakan akan mereda. Hal ini
terindikasi dari penurunan Indeks Ekspektasi
Harga 6 bulan mendatang.
4.4.2. Dana Pihak Ketiga Perseorangan di
Perbankan
Pada triwulan III 2017 pertumbuhan dana
pihak ketiga (DPK) perseorangan mengalami
kontraksi sebesar -3,88% (yoy), melambat
dibandingkan periode sebelumnya yang
tercatat meningkat 2,05% (yoy). Dilihat dari
porsinya, sektor rumah tangga masih
mendominasi DPK perbankan Sulawesi Utara,
dengan pangsa yang mencapai 73,64% dari
keseluruhan DPK di Sulawesi Utara. Porsi DPK
perseorangan tersebut relatif meningkat jika
dibandingkan triwulan sebelumnya (73%),
namun menurun jika dibandingkan dengan
periode yang sama di 2016 sebesar 76,61%.
Grafik 4.32. Komposisi DPK Perseorangan di
Sulawesi Utara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Preferensi rumah tangga pada triwulan III 2017
dalam melakukan penempatan dana masih
didominasi pada produk tabungan (45,17%)
dan deposito (24%).
Grafik 4.33. Pertumbuhan DPK Perseorangan
Tiap Jenis Penempatan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.4.3. Kredit Perbankan Sektor Rumah
Tangga
Kredit rumah tangga (konsumsi) pada
triwulan III 2017 mencapai Rp19,8 triliun,
tumbuh 9,2% (yoy) melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 12% (yoy). Sementara itu pangsa
kredit rumah tangga terhadap total kredit yang
disalurkan masih dominan yaitu 60%.
38
Grafik 4.34. Komposisi Kredit Konsumsi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi penggunaan, pangsa kredit rumah
tangga masih didominasi oleh Kredit Multiguna
(76,45%), diikuti Kredit Pemilikan Rumah - KPR
(21,7%), Kredit Kendaraan Bermotor - KKB
(1,02%) dan Kredit Perlengkapan (0,83%).
Kredit RT jenis multiguna sebagai jenis kredit
terbesar tercatat tumbuh sebesar 12,7% (yoy)
meningkat dibandingkan bulan sebelumnya
9,1% (yoy). Gencarnya Program Sejuta Rumah
yang dicanangkan oleh Pemerintah serta
Relaksasi ketentuan mengenai LTV pada tahun
2016 mulai berdampak pada penyaluran KPR,
dimana pada periode ini KPR tumbuh 10,7%
(yoy). Sementara itu, penurunan terjadi pada
KKB yang terkontraksi lebih dalam menjadi 9%
(yoy) dimana pada bulan sebelumnya
terkontraksi 3,48% (yoy). Disisi lain,
perlambatan pertumbuhan terjadi pada Kredit
Perlengkapan yang tumbuh 28,8% (yoy) pada
periode laporan dari 29,2% (yoy) di triwulan
sebelumnya.
Grafik 4.35. Pertumbuhan Kredit Konsumsi
Menurut Jenis Penggunaan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi risiko kredit, kualitas kredit rumah
tangga pada triwulan laporan menunjukkan
perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya
sebagaimana tercermin dari peningkatan rasio.
Rasio NPL periode sebelumnya 2,56% turun
menjadi 2,49% pada triwulan laporan. Adapun
nominal NPL tercatat meningkat dari Rp507
Milyar menjadi Rp511 Milyar. Penurunan rasio
NPL terjadi pada seluruh jenis kredit Rumah
Tangga kecuali KPR yang justru meningkat dari
6,31% menjadi 6,54% pada periode laporan.
Peningkatan NPL KPR disebabkan peningkatan
portofolio KPR seiring dengan masih
berlangsungnya Program Sejuta Rumah oleh
Pemerintah yang kemudian direspon positif
oleh industri dengan makin gencarnya
program promosi dan subsidi uang muka.
39
Bab V.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
5.1. PENYELENGGARAAN LAYANAN
SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI
Pada triwulan III 2017, transaksi kliring
melalui Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) di Sulawesi Utara tercatat
sebesar Rp 1,77 triliun meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp 1,52 triliun sejalan
dengan peningkatan perekonomian Sulawesi
Utara pada triwulan III 2017. Secara
pertumbuhan, transaksi kliring masih
mengalami penurunan yaitu sebesar 22% (yoy)
pada triwulan III 2017, namun penurunan
tersebut tidak sedalam penurunan yang terjadi
pada triwulan II 2017 yang tercatat menurun
sebesar 32% (yoy). Penurunan transaksi kliring
salah satunya masih disebabkan oleh dampak
lanjutan dari pemberlakuan ketentuan atas
pembatasan nominal transfer paling banyak
Rp500 juta per transaksi sehingga terdapat
base year effect yang menyebabkan
pertumbuhan triwulan ini rendah. Penurunan
juga terjadi pada volume transaksi sebesar
26,9% (yoy) dari sebelumnya 82.903 pada
triwulan III 2016 lembar menjadi 60.542
lembar pada periode laporan.
Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi SKNBI
Bank Indonesia terus melakukan upaya
menjaga kelancaran transaksi pembayaran
nontunai. Upaya yang dilakukan antara lain
melalui implementasi SKNBI Generasi II sejak 5
Juni 2015, mendorong Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan
Digital (LKD) dan elektronifikasi berbagai jenis
transaksi baik G to P, P to G dan P to P serta
melakukan pemantauan pada Koordinator
Pertukaran Warkat Debit (KPWD).
Guna meningkatkan penggunaan LKD di
Sulawesi Utara, Bank Indonesia berupaya
memperluas implementasi LKD melalui
dorongan kepada bank penyelenggara LKD di
Sulawesi Utara, untuk melakukan ekspansi
agen LKD di tiap-tiap daerah. Sampai dengan
Juni 2017, agen LKD di Sulawesi Utara tercatat
sejumlah 1.953 agen.
Dalam rangka mendorong elektronifikasi,
Bank Indonesia telah menyusun Roadmap
Elektronifikasi untuk tahun 2017-2019 yang
menjadi panduan dalam implementasi
elektronifikasi transaksi keuangan di wilayah
Sulawesi Utara. Keberhasilan utama
elektronifikasi di Sulawesi Utara merupakan
terlaksananya pembayaran gaji Aparatur Sipil
Negara (ASN) di 15 Kab/Kota se-Sulawesi Utara
berkat keseriusan dan koordinasi yang intens
antara Bank Indonesia, Pemerintah daerah dan
serta kesiapan infrastruktur perbankan.
Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT juga
terus dilakukan oleh Bank Indonesia pada
berbagai kesempatan untuk mendorong
terwujudnya lesh cass society di Sulawesi
Utara.
Dalam upaya mendukung kelancaran sistem
kliring, Bank Indonesia melakukan
pemantauan kepatuhan KPWD melalui
40
analisis laporan berkala setiap bulan secara
off-site serta pemeriksaan on-site. Pada
triwulan III 2017 pemantauan langsung
dilakukan di KPWD Kotamobagu, Bitung dan
Gorontalo. Di Sulawesi Utara, terdapat 5
penyelenggara kliring yaitu Bank Indonesia di
Manado, dan 3 KPWD yang terdiri dari BNI di
Kotamobagu, Bank Mandiri di Kep. Sangihe,
dan BNI di Bitung.
Aktivitas Kegiatan Usaha Penukaran Valuta
Asing Bukan Bank (KUPVA BB) pada triwulan
III 2017 menunjukkan peningkatan sejalan
dengan tumbuhnya pariwisata Sulawesi
Utara. Transaksi penjualan valuta asing pada
KUPVA BB tercatat sebesar Rp6,3 Miliar
tumbuh 72% (yoy), dan meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar Rp4,7 Miliar. Peningkatan aktivitas
KUPVA BB disisi lain perlu disertai dengan
pengawasan untuk mencegah risiko
pemanfaatan KUPVA BB bagi kegiatan
pencucian uang, pendanaan terorisme, judi
on-line, dan kejahatan lainnya. Oleh
karenanya, Bank Indonesia telah menerbitkan
PBI No.18/20/PBI/2016 tanggal 3 Oktober
2016. Dalam PBI tersebut diatur bahwa setiap
penyelenggara KUPVA BB yang tidak
memperoleh wajib memperoleh izin dari Bank
Indonesia. Terhadap penyelenggara KUPVA BB
yang belum memperoleh izin Bank Indonesia
diwajibkan untuk menutup kegiatan usaha dan
mengajukan izin kepada Bank Indonesia.
Terkait hal tersebut, sepanjang triwulan III
2017 telah dilakukan beberapa sosialisasi
kepada KC KUPVA BB yang berkantor pusat
diluar Sulawesi Utara, Perhimpunan Hotel dan
Restoran Indonesia (PHRI) Sulut, Asosiasi Tour
dan Travel Indonesia (ASITA) Sulut, serta
koordinasi dengan Kepolisian Daerah, Badan
Narkotika Nasional (BNN) dan Dinas Pariwisata
untuk perumusan strategi penertiban.
Berdasarkan hasil market intelegence dan
koordinasi dengan instansi / pihak terkait,
hingga saat ini belum ditemukan adanya
KUPVA BB yang tidak berizin di Sulawesi Utara.
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI
Pergerakan aliran masuk uang kartal dari
masyarakat ke kas Bank Indonesia pada
triwulan III 2017 masih mengikuti pola
historisnya yaitu menunjukkan adanya
peningkatan net-inflow. Permintaan
masyarakat akan uang kartal mulai mereda
sejalan dengan berakhirnya momentum hari
raya dan periode libur. Hal ini tercermin dari
aktivitas setoran-bayaran uang tunai yang
tercatat net-inflow sebesar Rp 1,1 triliun,
berkebalikan dengan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat net outflow (lebih
besar uang kartal yang keluar dari Bank
Indonesia) Rp 1,9 triliun. Net inflow pada
triwulan III 2017 tercatat lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya dikarenakan adanya pergeseran
hari raya Idul Fitri yang jatuh pada triwulan II
pada tahun ini. Berbeda dengan tahun
sebelumnya hari raya Idul Fitri jatuh pada
triwulan III sehingga permintaan aliran uang
kartal yang besar oleh masyarakat menjadi
faktor penahan peningkatan inflow.
Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun)
Seiring dengan kebijakan clean money policy,
kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar
(UTLE) terus dilakukan oleh Bank Indonesia.
Pada triwulan III 2017, sejalan dengan lebih
banyaknya aliran uang kartal yang keluar dari
kas Bank Indonesia dibandingkan uang kartal
yang masuk ke kas Bank Indonesia, jumlah
UTLE yang dimusnahkan secara nominal
mengalami peningkatan, namun secara rasio
terhadap inflow mengalami penurunan.
Pemusnahan pada triwulan III 2017 sebesar
(3)
(2)
(1)
-
1
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Sumber: Bank Indonesia
Inflow Outflow Netflow
41
Rp550 Miliar dengan rasio terhadap inflow
sebesar 22%. Jumlah pemusnahan pada
triwulan sebelumnya sebesar Rp 509 Miliar
dengan rasio terhadap inflow 53%.
Bank Indonesia juga menyelenggarakan
pelayanan jasa kas titipan dalam rangka
penyediaan kebutuhan uang kartal. Pada
triwulan III 2017, dilakukan sebanyak 8 kali
dropping kas titipan, yang terdiri dari 2 kali di
Kab. Kep. Sangihe (Bank Mandiri), 4 kali di
Provinsi Gorontalo (Bank Mandiri Kota
Gorontalo dan Bank SulutGo Cab Pohuwato), 2
kali di Kotamobagu (Bank SulutGo). Sementara
itu, penarikan kas titipan dilakukan juga
sebanyak 7 kali yang terdiri dari 2 kali di Kab.
Kep. Sangihe,2 kali di Kota Kotamobagu dan
3kali di Kota Gorontalo. Total dropping kas
titipan pada triwulan II 2017 sebesar Rp 373
miliar.
Selain melalui kas titipan, Bank Indonesia juga
telah mengoptimalkan layanan kas keliling,
yang tidak hanya menjangkau pusat bisnis
modern, namun juga hingga ke pasar
tradisional di tingkat Kecamatan di setiap
Kab/Kota di Sulawesi Utara. Sepanjang
triwulan III 2017, telah menyelenggarakan 52
kegiatan kas keliling yang terdiri dari kegiatan
kas keliling dalam kota Manado, kas keliling
luar kota dan kas keliling BI Jangkau pada Kota
Bitung, Kab. Minahasa Tenggara, Minahasa
Utara, Kep. Talaud dan Kep. Sitaro. Kegiatan
tersebut juga dirangkaikan dengan edukasi
mengenai ciri keaslian Uang Rupiah kepada
masyarakat, untuk memitigasi risiko peredaran
Uang palsu di Sulawesi Utara.
Temuan uang palsu di Sulawesi Utara dan
Provinsi Gorontalo pada triwulan III 2017
sebanyak 211 lembar, meningkat dari
triwulan II 2017 yang tercatat hanya sebanyak
121lembar. Berdasarkan pecahannya, temuan
pada triwulan III 2017 terdiri dari 174 lembar
pecahan Rp 100 ribu, 36 lembar pecahan Rp 50
ribu dan 1 lembar pecahan Rp 5 ribu.
Pemberantasan uang palsu terus dilakukan
Bank Indonesia antara lain melalui penguatan
koordinasi bersama aparat penegak hukum
yang didasarkan pada Pokok-Pokok
Kesepahaman dalam rangka Mendukung
Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dengan
Kepolisian Daerah Sulawesi Utara yang telah
disepakati sejak tanggal 23 Juni 2015. Bank
Indonesia selalu melakukan klarifikasi Uang
Palsu melalui data dan fisik bilyet setiap bulan
yang kemudian dilaporkan kepada Kepolisian
Daerah Sulawesi Utara untuk ditindaklanjuti
sesuai kewenangannya sebagai penegak
hukum.
Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar)
69 64
34
67
149
124
219 214
7967 58
84
228
18
95
23
103121
211
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: Bank Indonesia
42
Bab VI.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
6.1. KETENAGAKERJAAN
Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara
mengalami penurunan ditengah peningkatan
kinerja ekonomi Sulawesi Utara sampai
dengan periode September 2017. Perbaikan
ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tersebut
tercermin dari tingkat pengangguran terbuka
(TPT) pada periode Agustus 2017 yang sebesar
7,18%, meningkat dari periode yang sama
tahun sebelumnya yang berada di level 6,18%.
Sementara itu, kinerja ekonomi Sulawesi Utara
pada triwulan III 2017 tercatat meningkat
dengan pertumbuhan sebesar 6,49% (yoy),
lebih tinggi dibanding periode yang sama
tahun 2016 (6,02% yoy).
Jumlah angkatan kerja Sulawesi Utara pada
periode laporan tercatat mengalami
penurunan, sementara jumlah penduduk usia
kerja (usia 15 tahun ke atas) mengalami
peningkatan. Meskipun jumlah penduduk usia
kerja meningkat 1,32% (yoy), namun hal ini
tidak diikuti dengan peningkatan jumlah
angkatan kerja. Realisasi angkatan kerja pada
periode laporan tercatat sebanyak 1,12 juta
atau turun sebesar -5,2% dibandingkan
periode tahun sebelumnya (1,18 juta). Hal ini
disebabkan penduduk usia kerja banyak yang
melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA,
terkonfirmasi dengan peningkatan jumlah
penduduk usia kerja yang menyelesaikan
pendidikan SMA sebesar 7,6%. Tren
penurunan jumlah angkatan kerja juga diikuti
dengan penurunan jumlah penduduk yang
bekerja dan peningkatan jumlah
pengangguran. Jumlah penduduk yang bekerja
pada Agustus 2017 mengalami kontraksi
sebesar -6,3% (yoy) dibandingkan periode
Agustus 2016 yang tercatat meningkat 11,1%
(yoy). Hal ini mengakibatkan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) Sulawesi utara juga
mengalami perlambatan yaitu sebesar 60,85%,
menurun dari tahun sebelumnya yang berada
di level 65,11%.
Kondisi tersebut menyebabkan jumlah
pengangguran meningkat sebanyak 7 (tujuh)
ribu orang dan mendorong TPT mengalami
peningkatan yang lebih dalam.
Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (ribu jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Agustus (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik
TPT di perkotaan cenderung lebih tinggi
dibandingkan TPT di pedesaan. Pada periode
laporan, TPT di perkotaan sebesar 8,16%,
sedangkan TPT di pedesaan tercatat sebesar
6,17%. Hal ini disebabkan penyerapan tenaga
kerja yang lebih tinggi di tingkat pedesaan,
terutama di subsektor pertanian. Berdasarkan
porsinya, penyerapan jumlah tenaga kerja di
subsektor pertanian yaitu sebanyak 264,7 ribu
orang (25,4%), subsektor perdagangan
sebanyak 231 ribu orang (22,2%), dan
subsektor jasa sebanyak 225,7 ribu orang
(21,68%). Kondisi ini sesuai dengan struktur
43
ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan III 2017
yang didominasi oleh subsektor pertanian
sebesar 22,05% dari total PDRB dan subsektor
perdagangan sebesar 12,02% dari total PDRB.
Berdasarkan lapangan usahanya,
peningkatan tingkat pengangguran
disebabkan oleh penurunan penyerapan
tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian.
Penyerapan tenaga kerja dari subsektor
pertanian terkontraksi sebesar 10,40% (yoy)
ditengah kondisi lapangan usaha pertanian
yang meningkat kinerjanya dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya seiring dengan
perbaikan cuaca yang terkonfirmasi dari
penurunan indeks El Nino (data BMKG), serta
dukungan program pemerintah melalui
penyaluran bibit/benih. Tingkat penyerapan
tenaga kerja di subsektor pertanian
diproyeksikan akan mulai meningkat seiring
dengan perhatian Pemerintah dalam hal
perluasan lahan pertanian dan penyediaan
bibit. Di sisi lain, penyerapan tenaga kerja pada
lapangan usaha perdagangan dan jasa
kemasyarakatan tercatat meningkat
kinerjanya masing-masing sebesar 2,19% (yoy)
dan 1,62% (yoy) sebagai dampak peningkatan
permintaan wisatawan mancanegara yang
tumbuh sebesar 29% (mtm) pada bulan
September 2017. Selain itu, strategi
pemerintah dalam menjalin kerja sama dengan
China dalam kerangka One Belt and One Road
(OBOR) di tiga area prioritas investasi yakni
Sumatra Utara, Kalimantan Utara, dan
Sulawesi Utara, akan semakin meningkatkan
penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Utara.
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sejalan dengan penurunan tenaga kerja di
lapangan usaha pertanian, pekerjaan
informal menunjukkan penurunan jumlah
tenaga kerja secara signifikan tetapi masih
mendominasi jenis lapangan pekerjaan di
Sulawesi Utara. Penurunan jumlah tenaga
kerja di sektor informal sejalan dengan
perlambatan kinerja dan jumlah tenaga kerja di
lapangan usaha pertanian yang merupakan
sektor informal. Hal ini terkonfirmasi dengan
jumlah pekerja setengah menganggur yang
merupakan karakteristik lapangan usaha
pertanian yang juga naik presentasenya dari
7,91% pada Agustus 2016 menjadi 9,24% pada
periode laporan.
Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan
Utama (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk
Level SMA paling tinggi dibandingkan tingkat
pendidikan lainnya yaitu 25,83% (lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2016
yang sebesar 21,17%). Hal ini mengindikasikan
jumlah penawaran pekerjaan di level
pendidikan SMA lebih sedikit dibanding tenaga
kerja tersedia. Tingginya TPT dengan Level
SMA selama 3 tahun terakhir (di atas 15%)
salah satunya diindikasikan sebagai akibat dari
44
kebijakan moratorium transhipment yang
berimbas pada surat ijin melaut yang sulit
dikeluarkan bagi perusahaan akibatnya banyak
karyawan perusahaan perikanan yang
dirumahkan. Hal ini terkonfirmasi dengan
menurunnya jumlah tenaga kerja di subsektor
perikanan dari sebelumnya 14 ribu orang
menjadi 6 ribu orang.
Di tengah TPT yang meningkat, jumlah
penduduk Sulawesi Utara pada Bulan Agustus
2017 yang berprofesi mengurus Rumah
Tangga juga mengalami kenaikan yang
signifikan yaitu meningkat 31,6% (qtq) atau
19,9% (yoy). Mayoritas penduduk yang
berprofesi mengurus Rumah Tangga ini belum
memiliki kegiatan produktif yang
menghasilkan pendapatan tambahan. Jika
dilihat berdasarkan jenis kelamin, TPAK
Sulawesi Utara lebih dekonsentrasi pada
tenaga kerja laki-laki dibanding tenaga kerja
perempuan. TPAK laki-laki tercatat sebesar
79,28% sementara TPAK perempuan hanya
41,7%. Artinya banyak penduduk perempuan
yang belum ikut andil dalam kegiatan
produktif.
Secara spasial, TPT tertinggi di Sulawesi Utara
diduduki oleh Kota Bitung (9,85%), Kab.
Minahasa Utara (9,48%), dan Kota Manado
(9,35 Berdasarkan jumlah pengangguran,
Kota Manado menempati peringkat pertama
dengan jumlah terbanyak yaitu 18,2 ribu atau
sebesar 23% dari total pengangguran di
Sulawesi Utara yang berjumlah 80,483 orang.
Sedangkan peringkat TPAK tertinggi di
Sulawesi Utara yaitu Kab. Kepulauan Talaud
(68,32%), Kab. Bolaang Mangondow (64,10%),
dan Kab. Minahasa Selatan (62,42%).
Dibandingkan dengan provinsi lain di KTI, TPT
Sulawesi Utara menduduki peringkat tertinggi
kedua setelah Maluku. Tingkat Pengangguran
tersebut lebih tinggi dibandingkan tingkat
pengangguran selama 5 tahun terakhir.
Tabel 6.6. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka se-Kawasan
Indonesia Timur
6.2. KESEJAHTERAAN
Kondisi kesejahteraan di Sulawesi Utara
secara umum mengalami peningkatan seiring
dengan perbaikan indikator-indikator
kesejahteraan. Indikator-indikator tersebut
antara lain upah, tingkat kemiskinan, Nilai
Tukar Petani dan Indeks Kebahagiaan
Penduduk.
Pada tahun 2017, upah minimum provinsi
(UMP) meningkat sehingga mendorong
kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.
Upah Minimum Provinsi Sulawesi Utara tahun
2017 ditetapkan pemerintah daerah sebesar
Rp 2.598.000,00 meningkat sebesar 8,25%
(yoy) dari UMP tahun 2016 yakni Rp
2.400.000,00. Berdasarkan spasialnya, UMP
Provinsi Sulawesi Utara merupakan UMP
tertinggi ketiga secara Nasional (di bawah
Jakarta dan Papua). Di sisi lain, Upah Minimum
Kota (UMK) Manado tahun 2017 ditetapkan
lebih tinggi dari UMP Sulawesi Utara yaitu
sebesar Rp 2.650.000,00. Dengan adanya
peningkatan UMK ini, diharapkan dapat
membantu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Kota Manado.
Pada periode Maret 2017, kesejahteraan
masyarakat Sulawesi Utara tercatat
mengalami kenaikan, tercermin dari tingkat
kemiskinan yang menurun. Jumlah penduduk
miskin di Provinsi Sulawesi Utara pada
periode Maret 2017 sebanyak 198,88 ribu jiwa
45
(atau sebesar 8,10%), turun dibandingkan
dengan penduduk miskin pada Maret 2016
yang berjumlah sekitar 202,82 ribu jiwa (atau
sebesar 8,34%). Angka ini masih di bawah
tingkat kemiskinan nasional yang tercatat
mencapai 10,64% pada periode Maret 2017.
Hal ini didorong oleh peningkatan pendapatan
masyarakat yang menyebabkan tingkat
kemiskinan menurun. Sejalan dengan Tingkat
Kemiskinan yang menurun, Garis Kemiskinan
naik sebesar 5% yaitu dari Rp. 317.478 per
kapita per bulan pada Maret 2016 menjadi Rp.
333.510 per kapita per bulan pada Maret 2017.
Berdasarkan komponen Garis Kemiskinan (GK)
yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan
(GKNM), peranan komoditas makanan
(sebesar 77,21%) jauh lebih besar
dibandingkan peranan komoditas bukan
makanan.
Perbaikan garis kemiskinan ini diikuti dengan
penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan5
yang tercatat menurun dari 1,534 pada Maret
2016 menjadi 1,368 pada Maret 2017. Kondisi
ini mengindikasikan adanya kenaikan daya beli
masyarakat yang semakin mendekati garis
kemiskinan. Pada Maret 2017, indeks
kedalaman kemiskinan di perdesaan (1,885)
lebih tinggi dari perkotaan (0,794), artinya
diperlukan subsidi yang lebih tinggi untuk
mengentaskan penduduk miskin di daerah
pedesaan dibandingkan perkotaan agar daya
beli masyarakat semakin mendekati garis
kemiskinan.
Sedangkan dari sisi keparahan kemiskinan,
Indeks Keparahan Kemiskinan6 juga tercatat
menurun dari 0,456 pada Maret 2016 menjadi
0,351 pada Maret 2017. Hal ini
mengindikasikan ketimpangan pengeluaran
diantara penduduk miskin semakin kecil.
Indeks keparahan kemiskinan di pedesaan
5 Indeks Kedalaman Kemiskinan merupakan ukuran rata-
rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk
miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai
indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk
dari garis kemiskinan.
tercatat sebesar 0,490, lebih besar
dibandingkan di perkotaan yang tercatat
sebesar 0,197. Penduduk miskin di pedesaan
cenderung memiliki variasi pengeluaran
konsumsi antar penduduk miskin yang lebih
tinggi dibandingkan di perkotaan. Adapun
tingkat ketimpangan antara penduduk kaya
dan miskin di Sulawesi Utara yang tercermin
dari Gini Ratio tercatat meningkat sebesar
0,396 (dari sebelumnya 0,379 pada Maret
2016) dimana angka tersebut dikategorikan ke
dalam kelompok ketimpangan sedang.
Tabel 6.6. Perbandingan Tingkat Kemiskinan di Wilayah Sulawesi
Apabila dibandingkan dengan nasional dan
provinsi lain di Kawasan Sulawesi, tingkat
kemiskinan Sulawesi Utara merupakan yang
paling rendah, di bawah Sulawesi Selatan
(9,38%) dan nasional (10,64%), sedangkan
tingkat kemiskinan tertinggi tercatat di
Provinsi Gorontalo dengan tingkat 17,65%.
Tabel 6.7. Indikator Keadaan Kesejahteraan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kesejahteraan petani di Sulawesi Utara masih
relatif rendah yang tercermin dari Nilai Tukar
Petani (NTP) yang masih berada di bawah
level sejahtera (100). Rata-rata NTP Sulawesi
6 Indeks Keparahan Kemiskinan menunjukkan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.
Indikator Mar-16 Mar-17
Tingkat Kemiskinan (%) 8.34 8.10
Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) 202.82 198.88
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) 317.48 333.510
Indeks Kedalaman Kemiskinan 1.534 1.368
Indeks Keparahan Kemiskinan 0.456 0.351
46
Utara pada triwulan III 2017 tercatat sebesar
92,52, membaik (-4,2% yoy) dibandingkan
triwulan sebelumnya (-4,7% yoy). Perbaikan
NTP mengindikasikan peningkatan
kesejahteraan petani dengan meningkatnya
daya beli masyarakat di kawasan pedesaan.
Membaiknya NTP disebabkan oleh dua hal,
yakni kenaikan harga komoditi yang dihasilkan
petani dan penurunan harga barang konsumsi
rumah tangga. Harga hasil tanaman pangan
pada periode laporan mengalami peningkatan,
diantaranya harga jual gabah dan jagung
disertai dengan peningkatan harga Produksi
perkebunan yaitu biji pala. Disisi lain,
pengeluaran konsumsi rumah tangga petani
menurun menjadi 130,09 dibandingkan bulan
sebelumnya 131,6. Hal ini sejalan dengan
penurunan harga-harga komoditas pangan
yang tercermin dari Indeks Harga Konsumen
Sulut pada periode laporan yang mencatatkan
deflasi sebesar 0,06% (mtm). Namun demikian,
angka NTP Sulut pada periode laporan masih
berada di bawah batas kesejahteraan. Hal
tersebut disebabkan oleh Indeks Dibayar
Petani yang cenderung meningkat
dibandingkan Indeks Diterima Petani yang
cenderung rendah. Faktor utama yang
memengaruhi hal tersebut yaitu kenaikan
komponen konsumsi rumah tangga
subkelompok bahan makanan. Hal ini sejalan
dengan tekanan harga terhadap bahan pokok
utamanya komoditas bumbu-bumbuan
(bawang, cabai rawit dan tomat) jelang hari
raya Idul Fitri dan Perayaan Pengucapan di
wilayah Minahasa.
Grafik 6.2. Perkembangan NTP Sulut
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Berdasarkan subsektor, petani pada subsektor
perikanan merupakan yang paling sejahtera,
hal ini terlihat dari angka NTP yang lebih besar
dibandingkan dengan subsektor lainnya yaitu
103,72. Peningkatan kesejahteraan kelompok
nelayan salah satunya disebabkan oleh
relaksasi kebijakan moratorium dan
transhipment. Dengan menggunakan ukuran
yang sama, petani di subsektor tanaman
pangan dan hortikultura masih berada di
bawah batas sejahtera dengan NTP masing-
masing 90,22, dan 95,53. Kondisi curah hujan
yang berfluktuasi pada triwulan III 2017
mengakibatkan jadwal panen serta kualitas
hasil pertanian terganggu sehingga berdampak
pada kualitas maupun kuantitas produksi hasil
pertanian. Di sisi lain, kesejahteraan petani di
subsektor perkebunan yang nilai NTP nya
paling rendah diantara subsektor lain perlu
menjadi perhatian. Rendahnya produktivitas
tanaman kelapa, minimnya pasokan bahan
baku kelapa untuk diolah menjadi produk
olahan yang disebabkan petani kelapa di
beberapa tempat lebih suka menjual
kelapanya langsung kepada pembeli di luar
negeri, serta penurunan harga coconut oil dari
USD1,627/MT menjadi USD1,575/MT menjadi
salah satu penyebab penurunan NTP subsektor
perkebunan.
Grafik 6.3. NTP Sulut per Subsektor Triwulan II
2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di
Sulawesi, penguatan NTP terjadi di seluruh
Provinsi. NTP Sulawesi Utara masih menempati
posisi terendah jika dibandingkan dengan
47
provinsi lainnya di Sulawesi, sementara NTP
tertinggi tercatat di Sulawesi Barat.
Grafik 6.4. Perkembangan NTP di Pulau
Sulawesi pada Triwulan III 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Indeks Kebahagiaan Sulawesi Utara Tahun
2017 meningkat dan merupakan tiga provinsi
yang memiliki Indeks Kebahagiaan tertinggi di
Indonesia. Indeks Kebahagiaan Sulawesi Utara
tahun 2017 berdasarkan Survei Pengukuran
Tingkat Kebahagiaan (SPTK) sebesar 73,69
pada skala 1-100. Nilai ini berada di atas angka
nasional yang hanya sebesar 70,69. Indeks
Kebahagiaan merupakan indeks komposit yang
disusun oleh tiga dimensi, yaitu Kepuasan
Hidup (Life Satisfaction), Perasaan (Affect), dan
Makna Hidup (Eudaimonia). Besarnya indeks
masing-masing dimensi penyusun Indeks
Kebahagiaan yaitu Indeks Dimensi Kepuasan
Hidup sebesar 74,27, Indeks Dimensi Perasaan
sebesar 69,29 dan Indeks Dimensi Makna
Hidup sebesar 77,11. Adapun kontribusi
masing-masing dimensi terhadap Indeks
Kebahagiaan Sulawesi Utara adalah Kepuasan
Hidup (34,80%), Perasaan (31,18%) dan Makna
Hidup (34,02%). Secara nasional, Indeks
Kebahagiaan Sulut berada di peringkat ketiga
tertinggi setelah Maluku Utara (75,68) dan
Maluku (73,77). Secara spasial, Indeks
Kebahagiaan penduduk yang tinggal di wilayah
perkotaan cenderung lebih tinggi dibanding
penduduk yang tinggal di perdesaan. Nilai
Indeks Kebahagiaan di perkotaan sebesar
75,38, sedangkan di perdesaan sebesar 71,92.
Hal ini menunjukan bahwa penduduk Sulawesi
Utara pada umumnya telah merasa optimis
dengan masa depannya.
48
Bab VII.
Prospek Perekonomian Daerah
7.1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I
2018 diperkirakan tumbuh meningkat
dibandingkan perkiraan pertumbuhan
triwulan IV 2017. Pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Utara diperkirakan berada pada
kisaran 6,2-6,6% (yoy) di triwulan I 2018, lebih
tinggi dibandingkan perkiraan triwulan IV 2017
yaitu 6,1-6,5% (yoy).
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi
akan didorong oleh peningkatan seluruh
komponen utama sisi penggunaan yakni
konsumsi, investasi dan ekspor. Peningkatan
konsumsi akan ditopang oleh meningkatnya
konsumi rumah tangga dan konsumsi
pemerintah. Konsumsi rumah tangga
meningkat didorong oleh UMP tahun 2018
yang mulai diterapkan sejak awal tahun 2018.
Pada tahun 2018, UMP Sulut tercatat sebesar
Rp2.825.000, naik 8,71% (yoy) dibandingkan
tahun 2017 sebesar Rp2.598.000. Sementara
itu, konsumsi pemerintah diperkirakan
meningkat seiring dengan meningkatnya
target pendapatan APBD Provinsi Sulut dan
semakin baiknya pemerintah dalam alokasi
dan realisasi anggaran belanja. Senada dengan
itu, investasi juga diperkirakan meningkat
didukung oleh investasi swasta berupa
pembangunan gedung perbelanjaan dan hotel
serta realisasi belanja modal pemerintah untuk
pembangunan infrastruktur strategis. Di sisi
perdagangan luar negeri, ekspor barang
diperkirakan tumbuh meningkat seiring
dengan membaiknya pasokan komoditas
pertanian sebagai bahan baku dan ditopang
juga oleh perbaikan ekonomi dunia. Ekspor
jasa juga diperkirakan meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah wisman yang
berkunjung ke Sulut dan dibukanya beberapa
rute penerbangan baru ke Sulawesi Utara pada
tahun 2017.
Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara
terutama bersumber dari sektor
perdagangan. Sektor perdagangan
diperkirakan tumbuh meningkat seiring
dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga
sebagai dampak kenaikan UMP pada tahun
2018. Sektor perdagangan juga akan didorong
oleh penjualan mobil yang terus meningkat
dampak dari maraknya transportasi online.
Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun
2018, perekonomian Sulawesi Utara
diperkirakan tumbuh meningkat
dibandingkan tahun 2017. Ekonomi Sulawesi
Utara diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,4-
6,8% (yoy). Konsumsi rumah tangga tumbuh
kuat seiring dengan meningkatnya daya beli
dampak peningkatan UMP dan peningkatan
penghasilan dari perbaikan sektor pertanian.
Konsumsi pemerintah juga diperkirakan
tumbuh meningkat seiring dengan
meningkatnya target pendapatan dan
anggaran belanja. Di samping itu, pada tahun
2018 diperkirakan tidak ada lagi pemotongan
anggaran dari pemerintah pusat. Senada
dengan itu, investasi juga diperkirakan
meningkat terindikasi dari berbagai
pembangunan gedung perbelanjaan dan hotel
serta hunian baik vertikal maupun horizontal.
Dari sisi pemerintah, berlanjutnya
pembangunan infrastruktur strategis turut
mendorong peningkatan investasi di tahun
2017. Peningkatan investasi juga tidak terlepas
dari upaya Pemerintah dalam menciptakan
iklim investasi yang baik khususnya dalam hal
perizinan dan pembangunan serta promosi
sektor-sektor potensial ke luar daerah. Bank
Indonesia juga turut mendorong investasi
49
melalui pengembangan Regional Investor
Relation Unit (RIRU) yang merupakan alat
promosi potensi investasi di Sulawesi Utara.
Sementara itu, kinerja ekspor akan meningkat
sebagai dampak peningkatan permintaan
negara mitra dagang seiring membaiknya
ekonomi dunia dan membaiknya pasokan
bahan baku industri serta dukungan
perkembangan harga komoditas internasional
yang diperkirakan tetap tinggi pada tahun
2018. Di samping itu, peningkatan wisatawan
mancanegara khususnya dari Tiongkok juga
menjadi faktor pendorong pertumbuhan
ekonomi tahun 2018.
Di tengah proyeksi peningkatan tersebut,
beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal
maupun internal tetap perlu mendapat
perhatian. Dari sisi eksternal yaitu pengetatan
kebijakan moneter negara maju, risiko
memanasnya geopolitik, serta gejala
proteksionisme yang dapat berpengaruh pada
jumlah Foreign Direct Investment yang masuk
ke Indonesia, termasuk Sulawesi Utara. Dari
sisi internal, berlanjutnya proses konsolidasi
korporasi dan perbankan, serta masalah
pembebasan lahan yang sering terjadi pada
lokasi pembangunan infrastruktur dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Utara. Risiko dari sisi intermediary juga
berpotensi terjadi yakni terbatasnya
pertumbuhan kredit seiring dengan
peningkatan kehati-hatian perbankan dalam
penyaluran kredit ke debitur baru di tengah
NPL yang cenderung meningkat.
7.2. INFLASI
Pada triwulan I 2018, tekanan inflasi Sulawesi
Utara diperkirakan menurun dibandingkan
perkiraan inflasi triwulan IV 2017, dan berada
dalam rentang target inflasi tahun 2018
3,5±1%. Inflasi triwulan I 2018 secara tahunan
diperkirakan sebesar 2,0-2,4% (yoy).
Secara bulanan, inflasi terjadi di bulan Januari
dan Maret 2018, dan tercatat deflasi pada
bulan Februari 2018. Meskipun demikian,
namun tingkat inflasi bulanan pada awal tahun
2018 tidak setinggi inflasi pada akhir tahun
2017. Lebih rendahnya inflasi pada awal tahun
2018 merupakan dampak dari normalisasi
harga yang naik tinggi pada akhir tahun 2017,
seiring dengan kembali normalnya permintaan
masyarakat. Hal tersebut menyebabkan harga
bumbu-bumbuan khususnya barito (bawang
merah, cabai rawit dan tomat) berangsur
normal. Namun demikian, perlu dicermati
inflasi angkutan udara pada awal tahun yang
diperkirakan cukup tinggi seiring dengan
mobilitas pengguna angkutan udara pasca
perayaan hari raya Natal, Tahun Baru serta
masa liburan.
Sepanjang tahun 2018, inflasi diperkirakan
berada pada kisaran 3,5%±1% (yoy), namun
perlu dicermati karena terdapat beberapa
faktor risiko inflasi yang harus diwaspadai
antara lain: (i) rencana kenaikan harga LPG dan
BBM; dan (iii) potensi tekanan imported
inflation seiring meningkatnya ketidakpastian
global yang memberi pengaruh pada
pergerakan kurs.
50
Daftar Istilah dan Singkatan
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu
mtm month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.
qtq quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
yoy year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Inflasi Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.
Volatile Foods Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered Price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah.
M1 Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral
51
M2 Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang Rupiah maupun asing).
Mo Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat di bank sentral.
Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanan penduduk dalam Rupiah pada sistem moneter.
NIM Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibilitas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi kredit
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartal yang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.
Outflow Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow Selisih antara outflow dan inflow.
PTTB Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.