KAJIAN PENGEMBANGAN PARIWISATA TANJUNG LESUNG
DALAM RANGKA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT
WAWANUDIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pengembangan
Pariwisata Tanjung Lesung dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 25 Juli 2013
Wawanudin
NIM H152090011
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN WAWANUDIN. Kajian Pengembangan Pariwisata Tanjung Lesung dalam Rangka
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan
BAMBANG JUANDA.
Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan dengan manfaat ganda
yang ditimbulkannya, dapat diarahkan sebagai sumber pendapatan pemerintah serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pariwisata menjadi prioritas pembangunan
di Kabupaten Pandeglang, salah satunya kawasan wisata Tanjung Lesung yang
berlokasi di Kecamatan Panimbang. Tujuan umum dari penelitian ini adalah
diperolehnya gagasan alternatif pengembangan pariwisata dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan wisata melalui (1)
Mengkaji keragaan pariwisata Tanjung Lesung khususnya pasokan komoditi dan
keterkaitan wilayah (2) Menganalisis secara deskriptif peranan pariwisata Tanjung
Lesung terhadap kesejahteraan masyarakat dengan menghitung nilai statistiknya,
menganalisis uji beda pendapatan dengan menggunakan uji beda Mann Whitney.
Selain itu dilakukan analisis deskriftif terhadap dampak dari aktivitas kepariwisataan
Tanjung Lesung selama ini pada aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (3)
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan per kapita masyarakat
dengan menggunakan analisis regresi OLS dan (4) Menetapkan gagasan alternatif
pengembangan pariwisata Tanjung Lesung yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar kawasan wisata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi pengeluaran belanja komoditi
untuk aktivitas kepariwisataan Tanjung Lesung sebesar 4,1 milyar rupiah per tahun.
Jakarta merupakan wilayah yang mendapatkan aliran uang untuk belanja komoditi
paling besar yakni 2,5 milyar rupiah per tahun atau 62,4 persen, sementara wilayah
sekitar kawasan wisata (Kecamatan Panimbang, Desa Citeureup dan Desa
Tanjungjaya) mendapatkan lebih kecil yakni sebesar Rp. 447.115.608,- per tahun atau
10,8 persen. Belanja kelompok komoditi paling banyak untuk keperluan logistik
dengan atau 79,5 persen. Kondisi kesejahteraan masyarakat sekitar Kawasan Wisata
Tanjung Lesung saat ini berada pada tingkat kesejahteraan sedang dan tinggi. Selain
mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dilakukan pula uji statistiknya, hasilnya,
tidak terdapat perbedaan signifikan tingkat kesejahteraan kelompok responden yang
beraktivitas di Kawasan Wisata dengan yang tidak beraktivitas di Kawasan Wisata
Tanjung Lesung. Diketahui pula bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
pendapatan per kapita diantara kedua kelompok responden tersebut. Hasil analisis
regresi menunjukan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan per kapita (Y)
berdasarkan hasil penelitian ini adalah peubah tanggungan keluarga (X2) dan dummy
pekerjaan sampingan (D_Pekerj.Sampingan). Menurut persepsi responden bahwa pariwisata
Tanjung Lesung selama ini telah memberikan dampak meningkatkan perekonomian
masyarakat dan wilayah terutama pada aspek peluang usaha dan investasi,
berkontribusi terhadap terjadinya masalah sosial dan dianggap telah menjaga
kelestarian lingkungan sekitar kawasan wisata. Arah pengembangan pariwisata
ditargetkan untuk mencapai resolusi strategis dalam aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Hasil
penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi stakeholder terkait pengembangan
pariwisata Tanjung Lesung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata.
Kata kunci: Pariwisata, Tanjung Lesung, Komoditi, Kesejahteraan, Pendapatan
SUMMARY
WAWANUDIN. Assesment of Developing Tanjung Lesung Tourism in order to
increase society welfare. Under guidance of AKHMAD FAUZI and BAMBANG
JUANDA.
Tourism as one of the development sectors with multiple benefit can be driven
as a source of government revenue as well as a means of increasing society welfare.
One of the tourism priorities is Tanjung Lesung area which is located in Panimbang
Sub District, Pandeglang District. The general objectives of the study was to get an
alternative idea in developing tourism in order to increase society welfare through: (1)
assesment of Tanjung Lesung tourism figure, especially commodity suppy and
regional linkage using descriptive analysis, (2) analyzing the role of Tanjung Lesung
tourism in society welfare using descriptive analysis and statistic value, analyzing
income gap using Mann Whitney. In addition, effect of Tanjung Lesung activities to
economic, social and environment aspects also done using descriptive analysis, (3)
analyzing factors that influence society per capita income using OLS regression
alanysis, and (4) deciding an alternative idea in developing Tanjung Lesung tourism
area.
The result shown that potency of commodity expenditure of Tanjung Lesung
tourism activities reach Rp. 4,1 billion annually. Jakarta is the area that got the highest
money flow for the commodity expenditure, i.e Rp. 2,5 billion annually 62,4 percent,
while other surrounding area (Panimbang Sub District, Citeureup and Tanjungjaya
Villages) got the lower of Rp. 447.115.608 annually 10,8 percent. The highest
expenditure of commodities groups was for logistic 79,5 percent. Condition of society
welfare around Tanjung Lesung Tourism Area is in level of middle and high.
Statistical test shown that there was no significant difference in level of welfare and
percapita income between groups of respondents who take activities in Tangjung
Lesung Tourism Area and who do not. Regression analysis shown that factors that
effect per capita income (Y) were family burden (X2) and dummy of side jobs
(D_pekerjaan sampingan). Respondents’ perception said that Tanjung Lesung tourism
economically had effected society and regional economy especially in business
opportunity and investation as well as social problems. So far, Tanjung Lesung
tourism has been kept the environment. Tourism development had been targetted to
increased surrounding welfare. This research hopefully can be input of related
stakeholders in developing Tanjung Lesung tourism as Special Economic Zone in the
future.
Key words: tourism, Tanjung Lesung, commodity, welfare, income
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB
KAJIAN PENGEMBANGAN PARIWISATA TANJUNG LESUNG
DALAM RANGKA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT
WAWANUDIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Setia Hadi, MS
Judul Tesis : Kajian Pengembangan Pariwisata Tanjung Lesung dalam Rangka
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Nama : Wawanudin
NIM : H152090011
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Akhmad Fauzi, MSc
Ketua
Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS
Anggota
Diketahui Oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan
Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
25 Juli 2013
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak Bulan Januari sampai Juli 2013 ini ialah kesejahteraan,
dengan judul Kajian Pengembangan Pariwisata Tanjung Lesung dalam Rangka
Meningkatan Kesejahteraan Masyarakat di Kecamatan Panimbang Kabupaten
Pandeglang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Akhmad Fauzi Msc
dan Bapak Prof Dr Ir Bambang Juanda MS selaku pembimbing yang telah bersedia
mencurahkan waktu, pemikiran serta sabar memberi pengarahan dan masukkan bagi
kelengkapan penulisan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof Dr Ir
Bambang Juanda, MS sebagai ketua program studi PWD, Ibu Dr Ir Eka Intan Kumala
Putri, MS sebagai sekretaris program studi PWD dan Dr Ir Setia Hadi, MS sebagai
penguji luar komisi yang memberi masukan bagi kelengkapan penulisan ini. Terima
kasih penulis sampaikan pula kepada Mbak Puput dan Mbak Nisa selaku staf program
studi PWD yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian penelitan ini. Terima
kasih penulis kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang, terutama kepada:
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata, Kepala Dinas Pendapatan Daerah, Camat Panimbang, Kepala Desa
Citeuruep, Kepala Desa Tanjungjaya dan Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten
Pandeglang. Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada pihak pengelola
Kawasan Wisata Tanjung Lesung khususnya kepada Ibu Ria dan Bapak Safruddin
atas nama PT. BWJ dan semua General Manager (GM) operator wisata di Tanjung
Lesung khususnya kepada Bapak Benny Zola, Ibu Sofi, Bapak Rizal, Bapak Weweng,
Ibu Lia dan Bapak Abdul Fatah serta pihak lain yang telah bekerjasama dalam
penelitian ini.
Penulis persembahkan karya ilmiah ini kepada Almarhumah Ibunda tercinta
Urfi dan yang penulis kasihi Istiqomatunnisa. Terima kasih kepada Abah Selamet
sekeluarga, Bang Anis sekeluarga, Teteh Itah sekeluarga, Bang Sofei, Udiet dan adik-
adik di Kalianda atas dukungan moril dan doa yang tak terbatas. Terima kasih pula
kepada Abi, Umi, Teh Iis, Dini, Oleh, Azis, Kia, Silmi dan adik-adik di Menes
Pandeglang atas segala bimbingan dan doa yang telah diberikan. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi dan memberkahi setiap langkah hidup kita. Terima kasih pula
penulis sampaikan kepada Kang Sad Dian Utomo selaku Direktrur Pattiro dan teman-
teman atas segala dukungannya. Kepada keluarga dan saudaraku PWD Angkatan
2009 (Pak Firman, Pak Puji, Pak Endang, Tabrani, Ibu Hj Linda, Ibu Nina, Pak Dede,
Pak Adam, Pak Masril, Pak Alex, Pak Eni, Ibu Luh, Pak H Untung) terima kasih atas
semua sharing pengetahuannya dan kebersamaan dalam perjalanan episode hidup
yang telah kita lalui bersama semoga social capital yang kita bina tetap terjaga hingga
nanti dan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Keluarga Mahasiswa
Banten (KMB). Penulis senantiasa mendoakan untuk kesuksesan dan kelulusan
teman-teman.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 25 Juli 2013
Wawanudin
DAFTAR RIWAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kalianda Lampung Selatan pada tanggal 10 April 1976
sebagai anak ke tiga dari delapan bersaudara dari pasangan Misri Ali (Almarhum) dan
Urfi (Almarhumah).
Penulis menyelesaikan pendidikan jenjang SD di SDN 05 Kalianda Lampung
Selatan, jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) Ahlus
lulus tahun 1999 di Menes Pandeglang. Penulis melanjutkan kuliah S1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Ilmu Perpustakaan dan
Informasi lulus tahun 2006.
Penulis berkesempatan menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Jurusan Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah
dan Perdesaan tahun 2009 hingga lulus atas biaya sendiri.
Penulis bekerja di Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) sejak
tahun 2005 hingga sekarang.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 9
Tujuan Penelitian 10
Manfaat Penelitian 10
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan dan Perencanaan Pembangunan 11
Pengembangan Pariwisata 12
Ekowisata 14
Dampak Pariwisata 18
Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pariwisata 21
Kesejahteraan Masyarakat 22
Konsep Kelembagaan 26
Penelitian Terdahulu 29
Kerangka Pemikiran 31
Hipotesis Penelitian 32
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian 33
Definisi Operasional 33
Metode Pengumpulan Data 35
Jenis dan Sumber Data 37
Metode Analisis:
Analisis Keragaan Pengelolaan Pariwisata
Anaslisis Deskriptif 38
Analisis Beda Tingkat Pendapatan Masyarakat
Analisis Uji Mann-Mhitney 39
Analisis Tingkat Kesejahteraan
Analisis Deskriptif 40
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Analisis Regresi Berganda 40
Implikasi Terhadap Kebijakan dan Gagasan Alternatif
Pengembangan Pariwisata Tanjung Lesung yang Mensejahterakan
Analisis Deskriptif 42
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Goegrafis dan Wilayah Administratif Kabupaten Pandeglang 43
Perekonomian Kabupaten Pandeglang 44
Kondisi Sisial dan Budaya Daerah Kabupaten Pandeglang 46
Kondisi Potensi Pariwisata Pandeglang 47
Kondisi Alam Kecamatan Panimbang 49
DAFTAR ISI (Lanjutan)
Kondisi Penduduk di Kecamatan Panimbang 51
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Kecamatan Panimbang 52
Fasilitas Pendukung Kecamatan Panimbang 52
Utilitas Publik di Kecamatan Panimbang 54
Potensi Pariwisata di Kecamatan Panimbang dan Sekitar 56
Gambaran Umum Sekitar Kawasan Tanjung Lesung 57
Potensi Pariwisata di Kawasan Tanjung Lesung 58
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Pariwisata Tanjung Lesung 60
Keragaan Operator Wisata di Tangjung Lesung 64
Peran Pariwisata Tanjung Lesung Terhadap Kesejahteraan Masyarakat 75
Peresepsi Masyarakat Atas Dampak Pariwisata Tanjung Lesung
Terhadap Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Sekitar Kawasan 78
Tingkat Kesejahteraan Masyarakat 109
Uji Beda Pendapatan 116
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan per Kapita
Rumah Tangga 117
Implikasi Terhadap Kebijakan dan Gagasan Alternatif Pengembangan
Pariwisata Tanjung Lesung yang Mensejahterakan 121
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 126
Saran 126
DAFTAR PUSTAKA 128
LAMPIRAN 132
DAFTAR TABEL
1 Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke Provinsi Banten Tahun 2008 – 2009 2
2 PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Pandeglang menurut lapangan usaha
tahun 2009 - 2011 3
3 Data jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Pandeglang tahun 1996 -
2012 4
4 Jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Pandeglang tahun 2012 5
5 Jumlah kunjungan wisatawan ke Tanjung Lesung tahun 2006 - 2012 7
6 Penerimaan sektor pariwisata dan kontribusinya terhadap PAD Kabupaten
Pandeglang tahun 2007 – 2011 8
7 Jumlah keluarga menurut tahap kesejahteraan dan desa di Kecamatan
Panimbang tahun 2010 9
8 Dampak pariwisata terhadap masyarakat dan budaya 20
9 Angka penduduk miskin dan garis kemiskinan Kabupaten Padeglang tahun
2007 - 2012 23
10 Sebaran lokasi sampel responden yang beraktivitas di pariwisata dan tidak
beraktivtis di pariwisata Tanjung Lesung 36
11 Jumlah responden masyarakat dan operator wisata di Tanjung Lesung 37
12 Matrik tujuan, metode, data dan sumber data dalam penelitian 38
13 Indikator kesejahteraan 40
14 Luas wilayah administrasi kecamatan Se-Kabupaten Pandeglang tahun 2009 43
15 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Pandeglang tahun 2006 - 2009 45
16 Struktur perekonomian Kabupaten Pandeglang menurut sektor tahun 2000-
2009 45
17 Jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang tahun 2006-2011 46
18 Jumlah sekolah di Kabupaten Pandeglang tahun 2006 - 2010 47
19 Jumlah rasio murid/guru di Kabupaten Pandeglang tahun 2006 – 2010 47
20 Jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata di Pandeglang tahun 2012 48
21 Persentase jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Kecamatan Panimbang
tahun 2011 51
22 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat kesejahteraan Kecamatan Panimbang
tahun 2011 51
23 Jumlah dan jenis rumah Kecamatan Panimbang tahun 2011 52
24 Jenis pelanggan dan jumlah sambungan langsung PDAM di Kabupaten
Pandeglang tahun 2008 - 2009 55
19 Jumlah dan jenis fasilitas perdagangan dan jasa Kecamatan Panimbang tahun
2011 56
20 Jumlah dan jenis lembaga keuangan Kecamatan Panimbang tahun 2011 56
21 Jumlah fasilitas pendidikan Kecamatan Panimbang tahun 2011 58
22 Jumlah fasilitas kesehatan Kecamatan Panimbang tahun 2011 58
23 Penggunaan penerangan kelistrikan Kecamatan Panimbang tahun 2011 60
24 Jenis pelanggan dan jumlah sambungan langsung PDAM di Kabupaten
Pandeglang tahun 2008 - 2009 62
26 Operator dan bentuk pengelolaan pariwisata di Tanjung Lesung 62
27 Pasokan komoditi semua operator wisata di Tangjung Lesung 65
28 Jumlah tenaga kerja operator Beach Club 68
DAFTAR TABEL (Lanjutan..)
29 Pasokan komoditi operator Beach Club tahun 2012 68
30 Jumlah tenaga kerja operator Hotel Bay Villas 69
31 Pasokan komoditi operator Hotel Bay Villas tahun 2013 70
32 Jumlah tenaga kerja operator Sailing Club tahun 71
33 Jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara ke Sailing
Club tahun 2010 – 2012 71
34 Pasokan komoditi di operator Sailing Club 72
35 Jumlah tenaga kerja operator Blue Fish 73
36 Pasokan komoditi di operator Blue Fish tahun 2012 73
37 Jumlah tenaga kerja operator wisata Villa Kalicaa 74
38 Pasokan komoditi di operator Villa Calicaa tahun 2012 75
39 Umur responden yang beraktivitas di pariwisata dan yang tidak beraktivitas di
pariwisata Tanjung Lesung 76
40 Kondisi pendidikan responden yang beraktivitas di pariwisata dan yang tidak
beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung 77
41 Jumlah tanggungan keluarga responden yang beraktivitas di pariwisata dan
tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung 78
42 Persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung Lesung dalam
menigkatkan pendapatan untuk membiayai keperluan dasar 78
43 Persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung Lesung dalam
meningkatkan peluang usaha bagi masyarakat setempat 81
44 Persepsi masyarakat tentang pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan
dampak menyerap tenaga kerja lokal 84
45 Persepsi masyarakat tentang dampak pariwisata Tanjung Lesung terhadap
meningkatkan investasi di wilayah 86
46 Rencana alokasi trayek di Kecamatan Panimbang 91
47 Persepsi masyarakat tentang dampak pengembangan Kawasan Tanjung Lesung
terhadap penggusuran lahan 92
48 Persepsi masyarakat mengenai dampak pariwisata Tanjung Lesung terhadap
perubahan pola hidup masyarakat sekitar 94
49 Persepsi masyarakat mengenai dampak pariwisata Tanjung Lesung terhadap
pergeseran budaya masyarakat setempat 96
50 Persepsi masyarakat mengenai dampak pariwisata Tanjung Lesung terhadap
meningkatnya kriminalitas 99
51 Persepsi masyarakat mengenai dampak pengembangan Tanjung Lesung
terhadap rusaknya kondisi lingkungan sekitar kawasan wisata 101
52 Persepsi masyarakat mengenai dampak pengembangan Tanjung Lesung
terhadap kerusakan fungsi lahan sekitar kawasan wisata 103
53 Persepsi masyarakat mengenai pengembangan Tanjung Lesung telah menjaga
kelestarian pohon 106
54 Persepsi masyarakat mengenai pengembangan Tanjung Lesung berdampak
mencemari lingkungan sekitar kawasan wisata 107
DAFTAR TABEL (Lanjutan..)
55 Indikator pendapatan rumah tangga yang beraktivitas di pariwisata dengan
rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung 110
56 Distribusi tingkat pendidikan rumah tangga yang beraktivitas di pariwisata
dengan rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung 111
57 Distribusi tingkat kesehatan rumah tangga yang beraktivitas di pariwisata
dengan rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung 112
58 Distribusi kondisi tempat tinggal rumah tangga yang beraktivitas di pariwisata
dengan rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung 113
59 Distribusi fasilitas tempat tinggal rumah tangga yang beraktivitas di pariwisata
dengan rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung 115
60 Distribusi tingkat kesejahteran rumah tangga yang beraktivitas di pariwisata
dengan rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung 116
61 Hasil analisis uji beda pendapatan keluarga responden yang beraktivitas dan
tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung 117
62 Hasil analisis data dari peubah yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga
yang beraktivitas di pariwisata dan tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung
Lesung 118
63 Rencana aksi daerah Kabupaten Pandeglang pembangunan di kawasan
penyangga (buffer zone) sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung 122
DAFTAR GAMBAR
1 Tren kunjungan wisatawan ke Kabupaten Pandeglang tahun 1996 - 2012 5
2 Tren kunjungan wisatawan ke Kabupaten Pandeglang tahun 2012 6
3 Diagram alir kerangka pikir penelitian 31
4 Peta lokasi dan sebaran sampel di Desa Tanjungjaya dan Citeurep Kecamatan
Panimbang 36
5 Kondisi land use Kawasan Tanjung 61
6 Lahan di dalam Kawasan Tanjung Lesung yang dimanfaatkan masyarakat 63
7 Area berdagang Pantai Bodur di dalam Kawasan Tanjung Lesung 64
8 Sumber dan persentase nilai pasokan komoditi Pariwisata Tanjung Lesung
dari wilayah 66
9 Persentase persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung Lesung
dalam menigkatkan pendapatan untuk membiayai keperluan dasar 79
10 Persentase persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung Lesung
dalam meningkatkan peluang usaha masyarakat setempat 81
11 Persentase persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung Lesung
telah memberikan dampak menyerap tenaga kerja lokal 84
12 Persentase persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung Lesung
dalam meningkatkan investasi di wilayah 87
13 Gedung sekolah SMK Karya Wisata dan Asyifa di Desa Cikadu 87
14 Home stay di Kampung Cipanon sekitar jalan menuju Kawasan Tanjung
Lesung 88
15 Persentase persepsi masyarakat tentang dampak pengembangan Kawasan
Tanjung Lesung terhadap penggusuran lahan 92
16 Persentase persepsi masyarakat mengenai dampak pengembangan Kawasan
Tanjung Lesung terhadap perubahan pola hidup masyarakat sekitar 94
17 Persentase persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung Lesung
pada pergeseran budaya masyarakat setempat 97
18 Persentase persepsi masyarakat mengenai dampak pariwisata Tanjung Lesung
terhadap meningkatnya kriminalitas 99
19 Persentase persepsi masyarakat mengenai dampak pariwisata Tanjung Lesung
terhadap rusaknya kondisi lingkungan sekitar kawasan wisata 101
20 Persentase persepsi masyarakat mengenai dampak pariwisata Tanjung Lesung
terhadap kerusakan fungsi lahan sekitar kawasan wisata 104
21 Persentase persepsi masyarakat mengenai pengembangan pariwisata Tanjung
Lesung telah menjaga kelestarian pohon 106
22 Persentase persepsi masyarakat mengenai pengembangan pariwisata Tanjung
Lesung telah menimbulkan pencemaran 107
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta wilayah administrasi Kabupaten Pandeglang 132
2 Daftar perbandingan harga komoditi sayuran antara harga di supermarket
dengan harga di pasar lokal Citeuruep dan Panimbang 133
3 Daftar purchasing kelompok komoditi logistik pada operator wisata Beach
Club - Tanjung Lesung per tahun 2012 (sampel 1) 134
4 Daftar purchasing kelompok komoditi atraksi pada operator wisata Beach
Club - Tanjung Lesung per tahun 2012 (sampel 1) 137
5 Daftar purchasing kelompok komoditi logistik pada operator wisata Blue
Fish - Tanjung Lesung data bulan Februari tahun 2012 (sampel 2) 138
6 Daftar purchasing kelompok komoditi akomodasi pada operator wisata Blue
Fish - Tanjung Lesung data bulan Februari tahun 2012 (sampel 2) 139
7 Daftar purchasing kelompok komoditi atraksi pada operator wisata Blue Fish
- Tanjung Lesung data bulan Februari tahun 2012 (sampel 2) 140
8 Hasil analisis uji beda pendapatan per kapita menggunakan Fisher's Exact
Test pada responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di pariwisata
Tanjung Lesung 141
9 Hasil analisis uji beda tingkat pendidikan keluarga menggunakan Fisher's
Exact Test pada responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di
pariwisata Tanjung Lesung 142
10 Hasil analisis uji beda tingkat kesehatan keluarga menggunakan Fisher's
Exact Test pada responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di
pariwisata Tanjung Lesung 142
11 Hasil analisis uji beda kondisi rumah menggunakan Fisher's Exact Test pada
responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung
Lesung 143
12 Hasil analisis uji beda fasilitas rumah menggunakan Fisher's Exact Test pada
responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung
Lesung 143
13 Karakteristik responden yang beraktivitas di kawasan wisata Tanjung Lesung
Kecamatan Panimbang 144
14 Karakteristik responden yang tidak beraktivitas di kawasan wisata Tanjung
Lesung Kecamatan Panimbang 145
15 Indikator pengukuran tingkat kesejahteraan rumah tangga yang beraktivitas di
kawasan wisata Tanjung Lesung 146
16 Indikator pengukuran tingkat kesejahteraan rumah tangga yang tidak
beraktivitas di kawasan wisata Tanjung Lesung 147
17 Hasil analisis perbedaan pendapatan responden yang beraktivitas dan tidak
beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung dengan analisis uji Mann-Whitney 148
18 Hasil analisis regresi linier berganda pada responden yang beraktivitas dan
tidak berkativitas di pariwisata Tanjung Lesung Kecamatan Panimbang 149
19 Peubah-peubah yang diuji dengan menggunakan analisis regresi berganda
terhadap responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di pariwisata
Tanjung Lesung Kecamatan Panimbang 152
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
menjelaskan bahwa tujuan kepariwisataaan antara lain adalah; meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus
kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan, dan sumber
daya, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta
tanah air, memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa dan mempererat
persahabatan antar bangsa. Sumber daya pariwisata merupakan salah satu bentuk potensi sumber daya
yang dapat dikembangkan menjadi satu unit ekonomi melalui kegiatan pariwisata.
Melalui kegiatan pariwisata ini akan terjadi interaksi antara satu sektor dengan sektor
lainnya. Selanjutnya kegiatan pariwisata ini, apabila dikelola dan dikembangkan
secara profesional, maka akan dapat menciptakan efek pengganda (multiplier effect)
dalam perekonomian daerah yang bersangkutan (Ross, 1998 diacu Rompon, 2006).
Menurut Fauzi (2004), sumber daya alam merupakan faktor input dalam
kegiatan ekonomi yang juga menghasilkan output karena proses produksi. Satu hal
yang paling mendasar dari aspek ekonomi sumber daya alam adalah bagaimana
ekstraksi sumber daya alam tersebut dapat memberikan manfaat atau kesejahteraan
kepada masyarakat secara keseluruhan.
Sebagai salah satu sektor pembangunan, kepariwisataan Indonesia
merupakan penggerak perekonomian nasional memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap capaian Produk Domestik Bruto (PDB) nasional serta berpotensial untuk
memacu pertumbuhan perekonomian yang lebih tinggi di masa yang akan datang.
Sumber resmi Kementerian Pariwisata menyebutkan, pada tahun 2008
kepariwisataan indonesia berkontribusi terhadap PDB sebesar 153,25 triliyun atau
3,09 persen dari total PDB Indonesia (BPS, 2010). Pada tahun 2009,
kontribusinya meningkat menjadi 3,25 persen. Pertumbuhan PDB pariwisata pun
sejak tahun 2001 selalu menunjukkan angka pertumbuhan yang lebih tinggi
dibandingkan PDB nasional. Walaupun masih menunjukkan angka sementara,
pada tahun 2009 pertumbuhan PDB pariwisata mencapai 8,18 persen, sedangkan
PDB nasional hanya 4,37 persen. Pada tahun yang sama, devisa dari pariwisata
merupakan kontributor terbesar ketiga devisa negara, setelah minyak dan gas
bumi serta minyak kelapa sawit. Peringkat ini menunjukkan kecenderungan yang
terus meningkat sejak tahun 2006 yang hanya menempati peringkat ke-6 dari 11
komoditi sumber devisa negara.
Dampak ekonomi pariwisata 2010 terhadap produksi barang dan jasa
secara nasional mencapai 4,73 persen, kontribusi terhadap PDB sebesar 4,06
persen, sedangkan terhadap tenaga kerja secara nasional sebesar 6,87 persen. Pada
tahun 2010 sektor pariwisata menciptakan lapangan kerja bagi 7,43 juta orang
(Wardiatmo, 2012).
Berdasarkan data resmi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2012)
jumlah total wisatawan manca negara yang berkunjung ke Indonesia melalui
semua pintu masuk di tahun 2010 sebanyak 7.002.944 orang dan tahun 2011
sebanyak 7.649.733 orang, jumlah ini meningkat 9,14 persen.
2
Daerah sesuai dengan hak otonominya, diharapkan untuk mengembangkan
potensi destinasi dan ragam wisatanya, sehingga sektor pariwisata dapat
memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Di Provinsi Banten, kunjungan wisatawan baik manca negara maupun
nusantara dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Berdasarkan data BPS
Propinsi Banten tahun 2011 menyebutkan bahwa wisatawan yang berkunjung
tahun 2008 sebanyak 2.888.589 orang, di tahun 2009 meningkat menjadi
3.031.833 orang dan 3.222.763 orang di tahun 2010. Komposisi wisatawan
mayoritas berasal dari nusantara (wisnus) sebanyak 99,55 persen, sementara
wisatawan manca negara (wisman) hanya 0,45 persen. Data jumlah kunjungan
wisatawan nampak pada Table 1.
Tabel 1 Jumlah kunjungan wisatawan ke Provinsi Banten tahun 2008-2010
Tahun Wisatawan
Jumlah Nusantara Mancanegara
2008 2.878.000 10.589 2.888.589
2009 3.022.000 9.838 3.031.838
2010 3.202.159 20.604 3.222.763
Rataan 3.034.053 13.677 3.047.730
Sumber: BPS Provinsi Banten tahun 2011
Tingkat kunjungan wisatawan di Propinisi Banten telah memberikan
dampak terhadap meningkatnya investasi, nilai konsumsi total, upah/gaji disemua
sektor dan serapan tenaga kerja. Investasi pada sektor pariwisata tidak saja
dilakukan oleh swasta, akan tetapi termasuk juga dilakukan oleh pemerintah. Nilai
investasi yang dikeluarkan pemerintah Provinsi Banten tahun 2010 mencapai Rp.
148 milyar, terdiri atas nilai investasi berupa barang dan jasa, meliputi; bangunan
fisik, kendaraan, komputer, alat komunikasi generator, barang elektronik, mebeler
dan kegiatan pendukung lainnya.
Dampak konsumsi wisnus pada tahun 2010 mencapai Rp 5,70 triliun
sedangkan konsumsi wisman mencapai Rp 124,63 milyar. Sementara itu, total
konsumsi pemerintah untuk pariwisata mencapai Rp 75,06 milyar dan investasi
pada sektor pariwisata mencapai Rp 148,07 Milyar. Jika ditotal, belanja
pariwisata di Banten pada tahun 2010 mencapai Rp 6,04 triliun.
Pada upah/gaji baik pekerja pariwisata maupun pekerja tidak pariwisata
seperti; hotel, restoran, angkutan wisata dan jasa hiburan akan menikmati
langsung upah/gaji yang berasal dari belanja wisata. Sedangkan pekerja yang
bekerja di industri yang mendukung pariwisata seperti pertanian, industri kimia
dan lainnya juga menikmati upah/gaji yang tercipta dari belanja pariwisata. Nilai
total bruto (NTB) yang tercipta sebanyak Rp 6,04 triliun sebanyak Rp 1,60 triliun
berupa upah/gaji untuk pekerja. Nilai tersebut setara dengan 26,4 persen dari
NTB yang tercipta.
Kesempatan kerja yang tercipta dari aktivitas pariwisata, hasil perhitungan
yang dilakukan pada tahun 2009, konsumsi wisatawan di wilayah Banten telah
mendorong terciptanya kesempatan kerja untuk 123.416 orang. Tahun 2010
kesempatan kerja tersebut meningkat menjadi 155.187 orang yang tidak hanya
3
didorong oleh konsumsi wisatawan akan tetapi juga oleh konsumsi pemerintah
dan investasi pariwisata
Melalui pengembangan pariwisata banyak keuntungan dapat diperoleh,
namun semua berpulang kepada kesiapan daerah masing-masing dalam upaya
mengembangkan daerahnya menjadi salah satu daerah pariwisata. Ada beberapa
kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan pariwisata yaitu; promosi,
peningkatan mutu pelayanan dan produk wisata, pengembangan kawasan-
kawasan pariwisata dan produk-produk baru serta dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia dibidang kepariwisataan serta kampanye nasional yang
berkesinambungan (Karyono, 1997).
Kehadiran pariwisata pada dasarnya dapat membuka peluang kerja bagi
masyarakat. Lebih lanjut Karyono (1997) menjelaskan, dalam menjalankan usaha
yang tumbuh dibutuhkan tenaga kerja. Semakin banyak wisatawan yang
berkunjung makin banyak pula jenis usaha yang tumbuh sehingga makin luas pula
lapangan kerja yang tercipta, baik yang langsung maupun yang tidak langsung
berhubungan dengan pariwisata. Dengan demikian, pariwisata mempunyai potensi
besar dalam menyediakan lapangan kerja.
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang dirumuskan dalam
visi dan misi Pemerintah Kabupaten Pandeglang sebagai landasan kebijakan
pembangunan ke depan. Sebagaimana dijelaskan dalam dokumen RPJMD
Kabupaten Pandeglang tentang Visi Kabupaten Pandeglang periode 2011-2016
adalah “Kabupaten Pandeglang sebagai daerah mandiri dan berkembang dibidang
agribisnis dan pariwisata berbasis pembangunan perdesaan”. Penjelasan dari Visi
Kabupaten Pandeglang khususnya pada bidang pariwisata yakni mewujudkan
kemandirian dan perkembangan dibidang pariwisata. Sebagai pusat kegiatan
pariwisata dapat diartikan bahwa Kabupaten Pandeglang akan menjadikan
pariwisata sebagai sektor pendukung bagi peningkatan perekonomian daerah.
Konstruksi PRDB Kabupaten Pandeglang sektor pariwisata memberikan
share yang cukup signifikan, sebagaimana diuraikan pada Table 2.
Tabel 2 PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Pandeglang menurut lapangan
usaha tahun 2009 – 2011
LAPANGAN USAHA PDRB ADHB (jutaan rupiah)
Rataan persen 2009 2010 2011
Pertanian 2.300.011,38 2.684.794,53 2.778.830,91 2.587.878,94 30,11
Pertambangan & Penggalian 16.204,94 11.839,90 10.259,04 12.767,96 0,15 Industri Pengolahan 818.031,93 881.858,24 975.445,12 891.778,43 10,38
Listrik, Gas dan Air Bersih 55.155,15 208,815.29 296.445,12 186.805,19 2,17
Bangunan 367.247,97 465.071,10 530.166,31 454.161,79 5,28
Perdangan, Hotel dan Restoran
1.774.247,97 1.967030,66 2.211.366,32 1.984.214,98 23,08
Pengangkutan dan
Komunikasi 595.449,03 666.131.34 741.149,83 667.576,73 7,77
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
441.173,25 514.022,69 563.125,53 506.107,16 5,89
Jasa-jasa 1.105.046,17 1.294.937,08 1.512.036,24 1.304.006,50 15,17 Jumlah 7.472.567,79 8.694.500,83 9.618.824,42 8.595.297,68 100
Sumber: BPS Kabupaten Pandeglang tahun 2010 - 2012
Berdasarkan Tabel 2, kontribusi pariwisata terhadap PDRB Kabupaten
Pandeglang periode 2009 – 2011 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010
struktur perekonomian Kabupaten Pandeglang masih didominasi oleh sektor
4
pertanian, dengan share sebesar Rp. 2.553,805 juta atau 30,32 persen. Kemudian
diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan sumbangan sebesar Rp.
1.978,450 juta atau 23,49 persen. Sektor jasa‐jasa dan sektor industri pengolahan
berada pada urutan berikutnya dengan kontribusi masing-masing sebesar 14,45
persen dan 10,47 persen terhadap total PDRB Kabupaten Pandeglang.
Jika penentuan share sektor pariwisata didekati dengan menjumlahkan
nilai tambah bruto PDRB dari sub-sektor hotel, restoran sub sektor hiburan dan
rekreasi berdasarkan harga konstan tahun 2000, maka nilai 23,49 persen pada
sektor perdagangan, hotel dan restoran (pariwisata) akan terkoreksi lebih rendah
menjadi 7,3 persen.
Dilihat dari tren kunjungan wisatawan ke Kabupaten Pandeglang
mengalami fluktuasi, namun cenderung meningkat. Berdasarkan data dari Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pandeglang tahun 2013, tercatat jumlah
kunjungan sejak tahun 1995 – 2012, diuraikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Data jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Pandeglang Tahun
1996 – 2012
Tahun Wisman
Wisnus Jumlah
1995 16.713 1.495.849 1.512.562
1996 56.291 1.665.952 1.722.243
1997 62.380 1.777.542 1.839.922
1998 2.477 1.066.586 1.069.063
1999 1.165 299.204 300.369
2000 13.336 479.181 492.517
2001 26.670 546.862 573.532
2002 48.725 588.670 637.395
2003 56.787 722.309 779.096
2004 5.137 480.631 485.768
2005 1.949 431.150 433.099
2006 1.614 717.309 718.923
2007 4.093 646.469 650.562
2008 6.190 798.586 804.776
2009 20.643 1.472.558 1.493.201
2010 15.408 1.647.549 1.662.957
2011 13.437 2.017.223 2.030.660
2012 11.837 2.410.584 2.422.421
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pandeglang tahun 2013
5
16.713 1.165 56.787 1.614 11.837
1.777.542
299.204
722.309
1.647.549
2.410.584
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000Wisnus Wisman
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2013
Gambar 1 Tren kunjungan wisatawan ke Kabupaten Pandeglang tahun 1996-2012
Berdasarkan Gambar 1, tren jumlah kunjungan wisnus dan wisman tahun
1997 mencapai angka 1,8 juta orang kemudian cenderung menurun hingga di
tahun 1999 mencapai angka terendah yakni hanya 300.369 orang. Pasca tahun
1999, jumlah wisatawan yang berkunjung di Kabupaten Pandeglang cenderung
meningkat terutama setelah tahun 2005 hingga mencapai 2,4 juta orang tahun
2012. Terjadinya penurunan wisatawan di tahun 1999 merupakan pengaruh dari
kondisi perekonomian makro Indonesia yang tengah mengalami krisis moneter
serta kejadian bencana alam seperti gempa dan aktivitas Gunung Krakatau yang
sering meningkat sehingga resisten terhadap rasa kenyamanan dan keselamatan
wisatawan.
Tabel 4 Jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Pandeglang tahun 2012
Bulan Wisman Wisnus Jumlah
Januari 5.235 171.560 176.795
Februari 274 140.837 141.111
Maret 416 150.837 151.253
April 392 136.014 136.406
Mei 504 166.554 167.058
Juni 701 201.240 201.941
Juli 616 181.161 181.777
Agustus 1.574 369.814 371.388
September 786 246.892 247.678
Oktober 466 153.702 154.168
November 427 157.946 158.373
Desember 446 334.034 334.480
Jumlah 11.837 2.410.591 2.422.428
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pandeglang tahun 2013
6
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
Wisnus
Wisman
Tabel 4 di atas menjelaskan bahwa kunjungan wisatawan terutama wisnus
ke Kabupaten Pandeglang bila dilihat dari pola waktunya, tidak terjadi sepanjang
bulan selalu ramai, atau pun sebaliknya. Tingkat kunjungan puncaknya terjadi
pada bulan Juli hingga Agustus dan Desember. Dilihat dari trennya kunjungan
wisatawan amat dipengaruhi oleh musim liburan panjang, seperti liburan sekolah,
hari raya dan akhir tahun. Tren kunjungan wisatawan menurut bulannya di tahun
2012 dapat dilihat pada Gambar 2.
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2013
Gambar 2 Tren kunjungan wisatawan ke Kabupaten Pandeglang tahun 2012
Potensi pariwisata di Kabupaten Pandeglang tersebar di beberapa wilayah
kecamatan dengan jumlah potensi yang cukup banyak yakni 214 objek wisata,
namun yang telah dimafaatkan sebagai destinasi wisata baru 18 titik (Dinarsih,
2012). Beberapa objek yang ada dan berpontesi untuk dikembangkan diantaranya
(a) Pariwisata pantai, pasir dan laut (contoh: Pantai Carita, Pantai Tanjung Lesung
dan Pulau Liwungan). (b) Pariwisata sejarah, ziarah, atraksi budaya dan wisata
kota (contoh: Batu Qur‟an, Penziarahan Cikadueun) (c) Agrowisata (contoh:
Agrowisata Akarsari dan Agrowisata Cihunjuran) (d) Ekowisata dan edutourism
(contoh: taman rekreasi Tamansari, bumi perkemahan Perhutani)
Terkait dengan pengembangan kawasan pariwisata, Pemerintah Kabupaten
Pandeglang melalui Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 26 Tahun 2010 tentang
Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) Kabupaten Pandeglang, menetapkan
Kawasan Panimbang sebagai kawasan cepat tumbuh dengan potensi pariwisata.
Salah satu objek pariwisata yang ada di Kecamatan Panimbang adalah
wisata bahari di Kawasan Tanjung Lesung. Kawasan pariwisata Tanjung Lesung
merupakan kawasan khusus dan telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor
2 Tahun 2002 tentang Rencana Pengembangan Pariwisata Tanjung Lesung.
Tujuan dari rencana pengembangan kawasan pariwisata Tanjung Lesung adalah
memberikan arahan pengembangan agar semua kawasan investasi dapat
terjangkau oleh infrastruktur kawasan dengan sasaran pengembangan, meliputi;
(i) Tertatanya kawasan yang berfungsi lindung dan budidaya (ii) Tertatanya
sistem transportasi (iii) Tertatanya sarana dan prasarana fasilitas ekonomi, sosial
dan budaya dan (iv) Tertatanya pemukiman penduduk pedesaan. Mekanisme
pengolaan kawasan pariwisata bersifat terpadu dengan melibatkan beberapa
7
investor yang mengelola kawasan wisata tanjung lesung yakni PT. Banten West
Java dengan luas 1.500 ha, PT. Pradita Prima dengan luas 200 ha, PT. Rumpun
Bambu 30 ha, PT. Andalan Bhakti 100 ha, PT. Bina Pusaka 150 ha, PT. Catur
Karyasa 50 ha, PT. Kalapa Koneng 50 ha, dan PT. Syafira Amalia 270 ha, dengan
lokasi di Kecamatan Panimbang dan Cigeulis yang memiliki jarak tempuh dari
ibu kota Jakarta sepanjang 160 km.
Kawasan Tanjung Lesung memiliki potensi yang sangat menarik dan
potensial dimanfaatkan untuk pengembangan daerah. Pantai Tanjung Lesung
memiliki luas 1500 ha. dengan keistimewaan berupa pasir putih yang lembut,
sepoi-sepoi dengan ombak tidak terlalu besar, aman untuk bermain jet ski,
berperahu maupun memancing. Tanjung Lesung memiliki panjang pantai
mencapai 15 km. wisatawan dapat memanfaatkan untuk aktivitas berjemur,
football pantai, volleyball, bermain pasir dan off road.
Terdapat pula Tanjung Lesung Bay Villass hotel dan resort yang
menyediakan fasilitas 61 cottage yang berkonsep tradisional ala sunda. Kegiatan
yang dapat dinikmati wisatawan meliputi: spa, diving, kayak laut, perahu pedal,
bersepeda, memancing, jet ski, berlayar, jalan kaki, berkuda, bermain teknis, volly
pantai, kegiatan ekowisata, off road, lapangan golf, ruang rapat dan pusat
pelatihan.
Mengacu pada data wisatawan baik dari mancanegara maupun nusantara
yang berkunjung ke kawasan wisata Tanjung Lesung sejak tahun 2006 - 2012,
secara angka mengalami fluktuasi, hal ini tampak pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah kunjungan wisatawan ke Tanjung Lesung Kecamatan Panimbang
tahun 2006 – 2012
Bulan Tahun 2006 - 2012
Rataan 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Januari 2.851 2.896 2.921 5.720 5.232 6.476 10.215 5.187
Februari 4.451 4.643 3.004 1.255 5.307 4.181 3.869 3.816
Maret 7.385 6.587 5.189 3.195 3.766 3.712 6.450 5.183
April 10.265 8,788 2.888 3.380 5.255 4.556 5.954 5.869
Mei 12.923 11.230 5.174 4.094 7.269 5.157 7.538 7.626
Juni 14.989 13.960 3.894 5.771 6.457 7.369 8.967 8.772
Juli 17.554 17.695 6.884 8.949 8.101 8.545 9.073 10.972
Agustus 20.775 22.161 6.791 6.578 4.255 9.598 26.919 13.868
September 22.882 24.764 2.335 14.145 19.512 23.522 9.105 16.609
Oktober 26.804 28.746 13.858 3.670 7.043 6.817 8.004 13.563
November 28.976 32.224 3.534 3.049 2.024 4.878 9.358 12.006
Desember 31.433 38.233 6.983 9.637 7.397 12.560 18.723 17.852
Jumlah 203.294 213.934 65.463 71.452 81.618 97.371 124.175 122.472
Sumber: PT Banten West Java tahun 2012
Data pada Tabel 5 di atas menunjukan jumlah kunjungan wisata ke
Tanjung Lesung sempat mengalami penurunan yang sangat signifikan pada tahun
2008 – 2009 dengan jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 65.463 dan 71.452
orang dibandingkan dengan tahun 2006 dan 2007 mencapai 203.294 dan 213.994
orang. Secara perlahan setiap tahun kunjungan wisatawan mengalami
peningkatan, hingga tahun 2012 mencapai 122.472 orang.
Kondisi menurunnya jumlah kunjungan pariwisata di Tanjung Lesung
diperlukan strategi yang efektif untuk menarik kembali animo wisatawan agar
8
berkunjung ke Tanjung Lesung, mengingat sumber daya dan potensi pariwisata di
kawasan ini sangat banyak dan indah sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW).
Dalam rangka mencapai tujuan pengembangan tersebut maka diperlukan
kebijakan pengembangan pariwisata terpadu yang menjamin keberlanjutan
pembangunan pariwisata di Kabupaten Pandeglang. Pemerintah daerah Kabupaten
Pandeglang telah menempuh stategi pengembangan dengan telah keluarnya
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2012 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) Pariwisata Tanjung Lesung. Menurut PP ini, kawasan ekonomi
khusus dimaksud terdiri atas satu zona pariwisata dengan kebutuhan lahan seluas
1.500 ha. yang terletak di Kecamatan Panimbang. Ditetapkannya KEK pariwisata
Tanjung Lesung akan sangat potensial bagi perkembangan industri pariwisata di
Kabupaten Pandeglang.
Namun demikian KEK Pariwisata Tanjung Lesung sebagai cikal bakal
pertumbuhan industri pariwisata di Kabupaten Pandeglang khususnya, harus
mendapat perhatian dari pemerintah daerah dan seluruh stakeholders yang terlibat
agar dapat berbanding lurus memberikan kontribusi meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pelestarian lingkungan.
Sebagaimana harapan pengembangan sektor pariwisata adalah agar sektor
ini dapat memberikan multiplier effect bagi masyarakatnya seperti perluasan
kesempatan kerja dibidang pariwisata melalui pengembangan kawasan pariwisata
dan industri pariwisata, meningkatkan PAD, meningkatkan angka kunjungan
wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara.
Penerimaan pajak dan retribusi daerah Kabupaten Pandeglang sektor
pariwisata rata-rata sebesar Rp. 1.201.771 ribu atau rata-rata 3,09 persen dari
total PAD kisaran di tahun 2007 hingga 2011. Penerimaan sektor pariwisata ini
merupakan penjumlahan dari jenis pajak hotel, restoran dan hiburan, serta
retribusi ijin kepariwisataan dan ijin tempat rekreasi dan olah raga. Uraian
kontribusi sektor pariwisata terhadap PAD nampak pada Tabel 6.
Tabel 6 Penerimaan sektor pariwisata dan kontribusinya terhadap PAD
Kabupaten Pandeglang tahun 2007 – 2011
Tahun Sektor Pariwisata PAD Pandeglang Pariwisata
thd PAD Rp (000) Perubahan Rp (000) Perubahan
2007 1.064.155 41.863.429 2,54 %
2008 1.142.579 7,37 % 33.503.746 -19,97 % 3,41 %
2009 1.055.843 -7,59 % 31.783.224 -5,14 % 3,32 %
2010 1.213.043 14,89 % 31.855.280 0,23 % 3,81 %
2011 1.533.237 26,40 % 55.730.249 74,95 % 2,75 %
Rataan 1.201.771 10,27 % 38.947.186 12,52 % 3,09 %
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pandeglang tahun 2012
Keberadaan pariwisata Tanjung Lesung Kecamatan Panimbang selama ini
dimungkinkan telah menimbulkan dampak baik pada sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat sekitar. Pada aspek ekonomi dampak yang sangat erat kaitannya
adalah tingkat kesejahteraan masyarakat lokal. Pada aspek kondisi tingkat
kesejahteraan masyarakat setempat, kondisi kesejahteraan keluarga menurut data
BPS 2010 menunjukan angka pra-sejahtera di Kecamatan Panimbang sebanyak
9
5.973 Kepala Keluarga (KK) atau 41,24 persen dari jumlah kepala keluarga yakni
sebanyak 14.469 KK, termasuk di dalamnya Desa Citeureup dan Tanjungjaya
yang secara langsung berdekatan dengan Kawasan Tanjung Lesung. Sementara,
kondisi keluarga pra-sejahtera di Desa Citeuruep dan Tanjungjaya masing masing
pada angka 40,97 dan 41 persen. Uraian kondisi tingkat kesejahteraan keluarga di
Kecamatan Panimbang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Jumlah keluarga menurut tahap kesejahteraan dan desa di Kecamatan
Panimbang tahun 2010
Desa Pra Sejahtera
Sejahtera Tahap I
Sejahtera Tahap II
Sejahtera Tahap III
Sejahtera III+
Jumlah
KK
Pra Sejahtera
Mekarjaya 549 184 247 179 13 1.172 46,8%
Gembong 472 348 224 174 25 1.243 37,9%
Panimbangjaya 2.070 1.414 909 606 50 5.049 41%
Mekarsari 1.205 823 529 353 30 2.940 40,9%
Citeureup 887 606 390 259 23 2.165 40,9%
Tanjung Jaya 790 539 346 234 18 1.927 41%
Jumlah 5.973 3.914 2.645 1.805 159 14.496 41,2%
Sumber Data: BPS Kecamatan Panimbang Dalam Angka tahun 2011
Rumusan Masalah
Pengembangan kawasan pariwisata sebagai penggerak untuk tercapainya
tujuan KEK Pariwisata Tanjung Lesung dan Kabupaten Pandeglang dihadapkan
beberapa persoalan, diantaranya adalah; (a) kondisi eksisting keragaan pariwisata
Tanjung Lesung masih belum banyak dipahami oleh berbagai pihak terutama
terkait input/pasokan komoditi untuk kegiatan pariwisata dilihat dari keterkaitan
antar sektor dan wilayah (b) angka keluarga pra-sejahtera di sekitar kawasan
pariwisata Tanjung Lesung masih relatif tinggi (c) masih rendahnya kontribusi
bagi pendapatan daerah dari aktivitas wisata dibandingkan dengan potensi
pariwisata di Kabupaten Pandeglang dan di kawasan wisata Tanjung Lesung (d)
terbatasnya infrastruktur dalam mendukung pengembangan pariwisata di
Kabupaten Pandeglang dan kawasan wisata Tanjung Lesung baik kuantitas dan
kualitasnya (e) belum dikembangkannya potensi pariwisata lain secara optimal, (f)
kelembagaan pengelolaan pariwisata masih belum terintegrasi antara pihak
pengelola kawasan dengan masyarakat sekitar jika dilihat dari masih terbatasnya
masyarakat yang terlibat dalam pengembangan kawasan dan pengelolaan
kepariwisataan di kawasan wisata Tanjung Lesung.
Penelitian ini mengkaji kondisi eksisting keragaan pengelolaan kawasan
pariwisata Tanjung Lesung dilihat dari aspek input komoditi untuk aktivitas
kepariwisataan, menganalisis tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan
wisata dan mengalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan masyarakat
serta merumuskan gagasan alternatif pengembangan kawasan pariwisata yang
lebih mensejahterakan. Oleh karena itu menarik untuk dilakukan studi mengenai
analisis pengembangan pariwisata Tanjung Lesung dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana penjelasan di atas maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
10
1. Bagaimana kondisi eksisting keragaan pariwisata Tanjung Lesung
2. Bagaimana peranan pariwisata Tanjung Lesung terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan masyarakat sekitar
kawasan wisata Tanjung Lesung.
4. Bagaimana gagasan alternatif pengembangan pariwisata Tanjung Lesung
yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji pengembangan pariwisata Tanjung Lesung
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan:
1. Mengkaji kondisi eksiting keragaan pariwisata Tanjung Lesung
2. Menganalisis peranan pariwisata Tanjung Lesung terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan masyarakat
sekitar kawasan Tanjung Lesung.
4. Menetapkan gagasan alternatif pengembangan pariwisata Tanjung Lesung
yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Masukan kepada pihak terkait dalam perencanaan pengembangan
pariwisata dalam rangka meningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar
kawasan Tanjung Lesung.
2. Bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam
menetapkan kebijakan pengembangan parisata Tanjung Lesung yang
berkelanjutan.
3. Bagi penelitian lebih lanjut tentang manfaat pengembangan kawasan
wisata bagi daerah.
11
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teoritis
Pembangunan dan Perencanaan Pembangunan
Sebenarnya dalam banyak hal istilah pembangunan dan pengembangan
banyak digunakan untuk hal sama dalam bahasa inggrisnya adalah development.
Secara filosifis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai “upaya yang
sistematis dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat
menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga
yang humanistik” Dengan perkatan lain proses pembangunan merupakan proses
memanusiakan manusia (Rustiadi, Saefulhakim dan Panuju, 2009) Pengembangan
adalah sesuatu yang tidak dari nol melainkan melakukan sesuatu yang sebelumnya
sudah ada namun kualitas dan kuantitasnya saja yang ditingkatkan atau diperluas
(Rustiadi dan Saefulhakim, 2007).
Menurut Todaro (2004), pembangunan merupakan suatu proses
multidimensional yang mencakup beberapa perubahan mendasar atas struktur
sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusional-institusional nasional, disamping
tetap mengejar akselarasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan
pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya pembangunan itu
harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atas perubahan sistem
sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan
keinginan individual maupun kelompok sosial di dalamnya untuk bergerak maju
menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara matrial maupun
spiritual.
Sedangkan Amarta dan Sen dalam Todaro (2004) mengungkapkan bahwa
pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya tidak dapat sebagai tujuan akhir.
Pengembangan haruslah lebih memperhatikan peningkatan kualitas hidup yang
dijalani dan kebebasan yang dimiliki. Sen juga menyatakan bahwa kapabilitas
untuk berfungsi adalah yang paling menentukan status miskin dan tidaknya
seseorang, dimana kapabilitas adalah sebagai kebebasan yang dimiliki seseorang
dalam arti pilihan function dengan control yang dimiliki terhadap komoditi.
Nilai dasar dalam pembangunan yang paling hakiki adalah kecukupan
(sustenance), harga diri (self-esteem) dan kebebasan (freedom). Adapun tiga
tujuan inti pembangunan adalah (1) peningkatan ketersedian serta perluasan
distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup (2) peningkatan standar hidup
dan (3) perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap indvindu dan
bangsa.
Menurut Key dan Alder (1999) dalam Rustiadi dan Saefulhakim (2007)
perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin kita capai di masa
yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk
mencapainya. Proses perencanaan dilakukan dengan menguji arah pencapaian serta mengkaji berbagai ketidakpastian yang ada, mengukur kemampuan
(capability) kita untuk mencapainya.
Perencanaan pembangunan dimaksudkan untuk membangun perekonomian
suatu wilayah secara keseluruhan yang mencakup penerapan sistem pemilihan
yang rasional terhadap sejumlah bidang investasi dan kekuatan pembangunan
12
lainnya yang layak. Di bawah perencanaan pembangunan pemerintah
merumuskan rencana pembangunan bagi perekonomian secara keseluruhan.
Perencanaan pembangunan ekonomi mempertimbangkan semua agregat ekonomi
yang penting perubahan total, investasi, output, pengeluaran pemerintah dan
transaksi luar negeri. Investasi negara mencakup keseluruhan sarana dan
prasarana perekonomian termasuk investasi dibidang kesehatan, pendidikan dan
pelatihan. Dalam melaksanakan rencana pemerintah tidak memaksa sektor swasta
malah memberi rangsangan melalui kebijakan moneter, fiskal dan pengawasan
langsung.
Pengembangan Pariwisata
Pariwisata diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan perjalanan
untuk rekreasi, pelancongan dan turism. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
wisata didefinisikan sebagi kegiatan bepergian bersama untuk memperluas
pengetahuan, bersenang-senang dan sebagainya. Hilyana (2001) ditentukan oleh
baik buruknya lingkungan dan selanjutnya disebutkan bahwa tujuan pariwisata
pada hakikatnya adalah untuk mendapatkan rekreasi. Menciptakan kondisi wisata
yang baik maka diperlukan kegiatan pengelolaan yang dikembangkan secara
profesional. Macki et al (1986) dalam Hilyana (2001) menyatakan bahwa faktor-
faktor yang membuat kawasan menarik bagi pengunjung adalah:
1. Letaknya dekat, cukup dekat atau jauh terhadap bandara internasional atau
pusat wisata.
2. Perjalanan ke kawasan tersebut mudah dan nyaman, perlu sedikit usaha, tidak
sulit atau berbahaya.
3. Kawasan tersebut memiliki atraksi yang menonjol misalnya satwa liar yang
menarik atau khas tertentu
4. Kemudahan untuk memelihara atraksi atau satwa terjamin
5. Memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda
6. Memiliki budaya yang menarik
7. Unik dalam penampilannya
8. Mempunyai objek rekreasi pantai, danau, sungai, air terjun, kolam renang atau
rekreasi lainnya
9. Cukup dekat dengan lokasi lain yang menarik bagi wisatawan sehingga dapat
menjadi bagian dari wisata lain
10. Sekitar kawasan memiliki pemandangan yang indah
11. Keadaan makan dan akomodasi tersedia
Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, tujuan kepariwisataan adalah untuk menciptakan multiplier
effect, meliputi adalah:
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c. menghapus kemiskinan;
d. mengatasi pengangguran;
e. melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya;
f. memajukan kebudayaan;
g. mengangkat citra bangsa;
h. memupuk rasa cinta tanah air;
13
i. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
j. mempererat persahabatan antarbangsa.
Pengembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata selalu akan
diperhitungkan keuntungan dan manfaat bagi rakyat banyak. Melihat begitu
banyaknya unsur yang berinteraksi dalam sesuatu kegiatan pariwisata serta
beratnya misi yang diembannya, maka dalam pengembangan pariwisata
diperlukan campur tangan pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya berbagai
dampak negatif dari mekanisme pasar terhadap pembangunan daerah serta
menjaga agar pembangunan dan hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat,
khususnya pada masyarakat yang bermukim di wilayah objek pariwisata dan
tentunya melalui pengembangan pariwisata kesejahteraan masyarakat di sekitar
lokasi dapat ditingkatkan.
Pariwisata berpengaruh positif terhadap peluang usaha dan kesempatan
kerja. Peluang usaha atau kesempatan kerja tersebut terlahir adanya permintaan
wisatawan. Sehingga kedatangan wisatawan ke suatu daerah akan membuka
peluang bagi masyarakat daerah tersebut untuk menjadi pengusaha hotel, wisma,
homestay, restoran, cafe, warung, angkutan, perdagangan, sarana olahraga dan
jasa lainnya. Peluang usaha tersebut akan memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk berkerja sekaligus dapat meningkatkan pendapatan untuk
menunjang kehidupan rumah tangganya.
Sosial budaya juga merupakan satu aspek penunjang karakteristik suatu
kawasan wisata sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan. Sosial budaya dapat
memberikan ruang bagi kelestarian sumber daya alam memiliki keterkaitan yang
erat. Oleh karena itu, kemampuan melestarikan dan mengembangkan yang ada
harus menjadi perhatian pemerintah dan lapisan sosial masyarakat.
Permintaan (demand) dan Penawaran (supply) Pariwisata
Merencanakan suatu pengelolaan areal rekreasi atau pariwisata dapat
dilakukan analisis terhadap permintaan dan penawaran parawisata (Gold, 1980
dalam Hilyana, 2004). Ketersediaan rekreasi merupakan gambaran tentang ruang,
fasilitas dan pelayanan yang ditawarkan, sedangkan permintaan rekreasi
merupakan gambaran tentang permintaan akan kegiatan dan prilaku rekreasi.
Konsep perencanaan wisata adalah sistem hubungan interaksi antara faktor
permintaan (demand) dan penawaran (supply). Faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan wisatawan domestik dan internasional serta penduduk lokal
diantaranya adalah atraksi wisatawan, fasilitas dan pelayanan. Sedangkan faktor-
faktor yang mempengaruhi penawaran parawisata diantaranya atraksi dan
aktivitasnya, akomodasi, pelayanan dan aktivitas lain. Atraksi wisata termasuk
atraksi alam, budaya dan pemandangan spesial serta aktivitas yang berhubungan
dengan atraksi tersebut.
Adapun bentuk-bentuk akomodasi parawisata diantaranya adalah tempat
wisatawan bermalam seperti hotel, motel, guest house dan tipe penginapan
lainnya. Tempat perbelanjaan, money changer, bank, fasilitas kesehatan dan
pelayanan. Elemen lain yang berhubungan dengan faktor penawaran termasuk
infrastruktur separti tranportasi (udara, air dan darat), jaringan air, energi listrik,
telekomunikasi dan pembuangan limbah. Elemen lainnya adalah institusi, legislasi
dan regulasi, ketersediaan dana, pemasaran dan promosi (WTO,1995 dalam
Winarno, 2004)
14
Ekowisata Ekowisata Sebagai Pariwisata Berkelanjutan
Berbicara mengenai pariwisata terutama selalu identik dengan adanya hotel-
hotel berbintang di pesisir pantai yang memiliki fasilitas serba lengkap, yang dapat
memanjakan pengunjungnya ketika sedang berwisata serta jumlah wisatawan yang
banyak. Artinya yang berkembang selama ini adalah pariwisata dengan label industri
yang memanfaatkan keberadaaan sumberdaya alam untuk mendapat keuntungan
sebesar–besarnya. Dampak yang muncul dari pariwisata berbasis industri tersebut
adalah terjadi perubahan bentang alam, serta tekanan terhadap keberadaan ekosistem
setempat.
Mencermati berbagai dampak negatif terhadap lingkungan tersebut, sebagai
konsekuensinya dewasa ini telah dibangun konsep pariwisata yang lembut (soft
tourism) sebagai perlawanan terhadap pariwisata masal (mass tourism). Istilah yang
lain seperti suara lingkungan, perjalanan yang bertanggung jawab dan pariwisata
yang berkelanjutan (sustainable tourism) termasuk di dalamnya. Pariwisata
berkelanjutan merupakan jenis pariwisata yang menyenangkan orang dan alam dalam
suatu arah yang bertanggung jawab (Fennel, 1999).
Menurut Moscardo dan Kim (1990) dalam Yudasmara (2004), pariwisata
yang berkelanjutan harus memperhatikan: (1) peningkatan kesejahteraan masyarakat
lokal, (2) menjamin keadilan antar generasi dan intragenerasi, (3) melindungi
keanekaragaman biologi dan mempertahankan sistem ekologi yang ada serta (4)
menjamin integritas budaya.
Pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan memiliki kesamaan dengan
konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), sehingga
pariwisata yang berkelanjutan harus memenuhi kriteria – kriteria sebagai berikut ini
(Hadiyati et al., 2003):
1. Secara ekologis berkelanjutan, yaitu pembangunan pariwisata tidak menimbulkan
efek negatif bagi ekosistem setempat. Konservasi pada daerah wisata harus
diupayakan secara maksimal untuk melindungi sumberdaya alam dan lingkungan
dari efek negatif kegiatan wisata.
2. Secara sosial dan kebudayan dapat diterima, yaitu mengacu pada kemampuan
penduduk lokal menyerap usaha pariwisata tanpa menimbulkan konflik sosial dan
masyarakat lokal mampu beradaptasi dengan budaya turis yang berbeda sehingga
tidak merubah budaya masyarakat lokal.
3. Secara ekonomis menguntungkan, yaitu keuntungan yang diperoleh dari kegiatan
wisata yang ada dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat
setempat.
Saat ini ekowisata merupakan istilah yang telah dipergunakan secara
internasional untuk mempertegas konsep pariwisata yang berkelanjutan. Perlu diingat
bahwa ekowisata merupakan suatu konsep wisata yang menjunjung tinggi keaslian
alam dan berorientasi ekologi. Ekowisata merupakan bagian integral dari pariwisata
berkelanjutan artinya bahwa ekowisata tidak menggambarkan bagian lain dalam pasar
wisata komersial sebagaimana yang dilakukan oleh industri pariwisata, tetapi
menggambarkan suatu filosofi perjalanan yang meliputi kriteria pariwisata
berkelanjutan dengan mempromosikan/memajukan perjalanan secara harmonis dan
bertanggung jawab khususnya di alam.
Ekowisata pertama kali diperkenalkan oleh The International Ecotourism
Society (TIES) pada tahun 1991. TIES (1991) mendefenisikan ekowisata sebagai
perjalanan bertanggungjawab ke daerah-daerah yang masih alami yang dapat
mengkonservasi lingkungan dan memelihara kesejahteraan masyarakat setempat.
15
Fennel (1999) mendefenisikan ekowisata sebagai wisata berbasis alam yang
berkelanjutan dengan fokus pengalaman dan pendidikan tentang alam, dikelola
dengan sistem tertentu dan memberikan dampak negatif paling rendah pada
lingkungan, tidak bersifat konsumtif serta berorientasi lokal (dalam hal kontrol,
manfaat/keuntungan yang didapat dan skala usaha), berada dilokasi wisata alam dan
berkotribusi pada konservasi dan preservasi lokasi tersebut. Menurut Bruce et al.
(2002) ekowisata merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk
menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri
kepariwisataan. Ekowisata adalah wisata yang berbasis pada memperbolehkan orang
untuk menikmati lingkungan alam dalam arah yang sesuai dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
Konsep pengelolaan ekowisata tidak hanya beriorientasi pada keberlanjutan
tetapi lebih daripada itu yaitu mempertahankan nilai sumberdaya dan manusia. Agar
nilai-nilai tersebut terjaga maka pengusahaan ekowisata tidak melakukan eksploitasi
sumberdaya alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan budaya masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan fisik, pengetahuan dan psikologis pengunjung. Dengan
demikian ekowisata bukan menjual tempat (destinasi) atau kawasan melainkan
filosofi. Hal inilah yang membuat ekowisata mempunyai nilai lestari dan tidak akan
mengenal kejenuhan pasar (Yulianda, 2007).
Prinsip Ekowisata
Ekowisata dan konservasi bagaikan dua sisi uang logam yang tak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya. Yulianda (2007) menjelaskan bahwa konsep
pengembangan ekowisata sejalan dengan misi konservasi yang mempunyai tujuan (1)
menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung system
kehidupan, (2) melindungi keanekaragaman hayati, (3) menjamin kelestarian dan
pemanfaatan spesies dan ekosistemnya dan (4) memberikan kontribusi kepada
kesejahteraan masyarakat.
Lebih lanjut menurut Yulianda (2007), konsep pengembangan ekowisata
hendaknya dilandasi pada prinsip dasar ekowisata yang meliputi :
(1) Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam
dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan
karakter alam dan budaya setempat
(2) Pendidikan konservasi lingkungan; mendidik pengunjung dan masyarakat akan
pentingnya konservasi
(3) Pendapatan langsung untuk kawasan; retribusi atau pajak konservasi
(conversation tax) dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan
(4) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan; merangsang masyarakat agar terlibat
dalam perencanaan dan pengawasan kawasan
(5) Penghasilan bagi masyarakat; masyarakat mendapat keuntungan ekonomi
sehingga terdorong untuk menjaga kelestarian kawasan
(6) Menjaga keharmonisan dengan alam; kegiatan dan pengembangan fasilitas tetap
mempertahankan keserasian dan keaslian alam
(7) Daya dukung sebagai batas pemanfaatan; daya tampung dan pengembangan
fasilitas hendaknya mempertimbangkan daya dukung lingkungan.
(8) Kontribusi pendapatan bagi Negara (pemerintah daerah dan pusat).
Ada 7 butir prinsip–prinsip ekowisata menurut Ecotourism and Sustainable
Development dalam Bahar (2004) antara lain :
16
(1) Menyangkut perjalanan ke suatu tempat yang alami (involves travel to natural
destinations).
Sering tempat tersebut jauh, ada penduduk atau tidak ada penduduk, dan biasanya
lingkungan tersebut dilindungi.
(2) Meminimalkan dampak negatif (minimized negative impact)
Pariwisata menyebakan kerusakan tetapi ekowisata berusaha untuk
meminimalkan dampak negatif yang bersumber dari hotel, jalan atau infrastruktur
lainnya. Meminimalkan dampak negatif dapat dilakukan melalui pemanfaatan
material/sumberdaya setempat yang dapat didaur ulang, sumber energi yang
terbaharui, pembuangan dan pengelolaan limbah dan sampah yang aman, dan
menggunakan arsitektur yang sesuai dengan lingkungan (landscape) dan budaya
setempat, serta memberikan batas/jumlah wisatawan sesuai daya dukung objek
dan pengaturan perilakunya.
(3) Membangun kepedulian terhadap lingkungan (build environmental awareness)
Unsur paling penting dalam ekowisata adalah pendidikan, baik kepada wisatawan
maupun masyarakat penyangga objek. Sebelumnya semua pihak yang terintegrasi
dalam perjalanan wisata alam harus dibekali informasi tentang karakteristik objek
dan kode etik sehingga dampak negatif dapat diminimalkan.
(4) Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan
konservasi (provides direct financial benefits for conservation)
Ekowisata dapat membantu meningkatkan perlindungan lingkungan, penelitian
dan pendidikan melalui mekanisme penarikan biaya masuk dan sebagainya.
(5) Memberikan manfaat/keuntungan finansial dan pemberdayaan pada masyarakat
lokal (provides financial benefits and empowerment for local people)
Masyarakat akan merasa memiliki dan peduli kepada kawasan konservasi apabila
mereka mendapatkan manfaat yang menguntungkan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Keberadaan ekowisata disuatu kawasan harus mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (local community walfare).
Manfaat finansial dapat dimaksimalkan melalui pemberdayaan atau peningkatan
kapasitas masyarakat lokal baik dalam pendidikan, wirausaha, permodalan dan
manajemen.
Ekowisata Bahari
Terminologi ekowisata bahari akhir-akhir ini semakin popular di seluruh
dunia. Kebanyakan negara–negara yang memiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil termasuk Indonesia mulai mendengungkan ekowisata bahari sebagai suatu
bentuk baru dari pariwisata yang berlawanan dengan bentuk pariwisata masal yang
tradisional dan berbasis industri. Hal ini tentu saja selain didasarkan atas tuntutan dari
para pecinta lingkungan bahwa kegiatan wisata seharusnya memperkecil dampak
negarif terhadap lingkungan melalui kegiatan konservasi, tetapi lebih dari itu adalah
bentuk kesadaran dan tanggung jawab manusia dalam memelihara keberlanjutan
sumberdaya alam.
Terminologi ekowisata bahari (marine ecotourism) merupakan
pengembangan dari wisata bahari (marine tourism). Orams, (1999) mendefenisikan
wisata bahari sebagai aktivitas rekreasi yang meliputi perjalanan jauh dari suatu
tempat tinggal menuju lingkungan laut (dimana yang dimaksud dengan lingkungan
laut sendiri adalah perairan yang bergaram dan dipengaruhi oleh pasang surut).
Secara lebih spesifik, Yulianda (2007) mendefenisikan ekowisata bahari sebagai
ekowisata yang memanfaatkan karakter sumberdaya pesisir dan laut. Sumberdaya
ekowisata terdiri dari sumberdaya alam dan manusia yang dapat diintegrasikan
17
menjadi komponen terpadu bagi pemanfaatan wisata. Ekowisata bahari merupakan
kegiatan pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut.
Menurut Bruce et al. (2002), ekowisata bahari adalah ekowisata yang terdapat
di wilayah pesisir dan lingkungan laut. Aktivitas ekowisata bahari dapat berbasis
perairan (water-based), berbasis daratan (land-based) atau gabungan keduanya yang
meliputi pengamatan ikan paus, lumba-lumba, hiu, anjing laut dan hewan laut
lainnya, burung laut, selam (diving) dan snorkling, perjalanan mengamati dasar laut
dengan perahu di permukaan, berjalan kaki di pesisir dan pantai serta mengunjungi
laut lepas dan pusat kehidupan di laut.
Zonasi Kawasan Ekowisata
Sebagai upaya melindungi suatu kawasan wisata dari pengunjung wisata
maka perlu dilakukan zonasi. Hal ini untuk untuk melindungi sumberdaya maupun
memberikan keragaman pengalaman bagi pengunjung.
Zonasi merupakan pembagian kawasan berdasarkan potensi dan karakteristik
sumberdaya alam untuk kepentingan perlindungan dan pelestarian serta pemanfaatan
guna memenuhi kebutuhan manusia secara berkelanjutan. Zonasi merupakan alat
yang paling umum bagi pengelolaan kawasan yang dilindungi untuk memisahkan
kawasan yang pemanfaatannya bertentangan, serta untuk pengelolaan kawasan
dengan manfaat ganda (Mac Kinnon et al. 1986 dalam Purnama, 2005). Penetapan
zonasi kawasan adalah pengelompokan areal suatu kawasan ke dalam zona-zona
sesuai dengan kondisi fisik dan fungsinya. Zonasi bertujuan untuk mengoptimalkan
fungsi ekologi dan ekonomi ekosistem suatu kawasan sehingga dapat dilakukan
pengelolaan dan pemanfaatan kawasan secara berkelanjutan.
Menurut MCRMP-DKP (2004) dalam Helmi (2007) zona merupakan suatu
kawasan yang mempunyai kemampuan dan karakteristik yang sama untuk suatu
peruntukan yang sesuai di daratan dan laut. Zonasi bertujuan untuk membagi wilayah
darat dan laut dalam kawasan yang sesuai dengan peruntukan dan kegiatan yang
bersifat saling mendukung (compatible) serta memisahkannya dari kegiatan yang
bersifat bertentangan (incompatible).
Prinsip penetapan zonasi adalah: 1) Sumberdaya alam maupun budaya
memiliki karakteristik dan toleransi tertentu untuk dapat dintervensi dan 2) Pengelola
harus dapat melakukan sesuatu untuk memelihara dan mempertahankan karakteristik
dan kemampuan tersebut untuk menjamin tercapainya tujuan pengelolaan dari
penggunaan sekarang maupun yang akan datang (Basuni 1987 dalam Purnama,
2005).
Menurut Yulianda (2007), zonasi di kawasan ekowisata bahari terbagi atas
empat bagian. Pertama, zona inti yang bertujuan melindungi satwa dan ekosistem
yang sangat rentan sehingga pengunjung dilarang untuk masuk ke dalam. Kedua,
zona khusus atau pemanfaatan terbatas dengan tujuan khusus bagi peneliti, pencinta
alam, petualang dan penyelam. Jumlah pengunjung terbatas dengan ijin dan aturan-
aturan khusus agar tidak menimbulkan gangguan terhadap ekosistem. Ketiga, zona
penyangga. Merupakan kawasan penyangga yang dibuat untuk perlindungan terhadap
zona-zona inti dan khusus. Dapat dimanfaatkan terbatas untuk ekowisata dengan
batasan minimal gangguan terhadap zona inti dan khusus. Keempat, zona
pemanfaatan. Ditujukan untuk pengembangan kepariwisataan alam, termasuk
pengembangan fasilitas-fasilitas wisata alam dengan syarat kestabilan bentang alam
dan ekosistem, resisten terhadap berbagai kegiatan manusia yang berlangsung di
dalamnya.
18
Dampak Pariwisata
Menurut kamus Bahasa Besar Bahasa Indonesia (1994), dampak berarti
pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif); secara
ekonomi dampak berarti pengaruh suatu penyelenggaraan kegiatan terhadap
perekonomian; yaitu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
Secara sosial mendatangkan akibat; atau melanggar; menumbuk; membentur
aturan aturan yang sudah baik menjadi rusak.
Dampak Ekonomi Pariwisata
Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan nasional
adalah suatu pertumbuhan ekonomi yang dapat mempercepat meningkatkan
pendapatan dan kesempatan kerja. Hal ini berarti bahwa pembangunan ekonomi
diarahkan pada pendayagunaan sumber daya alam dan sumber daya manusia
seefisien dan seefektif mungkin sehingga menghasilkan produksi yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan adalah suatu proses
multidimensional yang meliputi perubahan dasar atas struktur sosial dan sikap
masyarakat serta institusi-institusi nasional disamping tetap mengejar percepatan
pertumbuhan ekonomi, mengatasi kesenjangan pendapatan dan hasil-hasil
pembangunan serta mengurangi kasus kemiskinan (Todaro, 2000). Perkembangan suatu daerah tujuan wisata sangat dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi daerahnya. Majunya perekonomian daerah tersebut dan berkembangnya
berbagai sektor yang ada di daerah sekitarnya, maka pembangunan sarana dan
prasarana pariwisata pun akan semakin berkembang. Sehingga dapat meningkatan
kenyamanan wisatawan. Demikian juga sebaliknya, pariwisata pun mampu
mengangkat sektor-sektor ekonomi lainnya berkembang menjadi lebih baik. Kegiatan
pariwisata akan menimbulkan permintaan (demand) akan barang dan jasa yang
selanjutnya akan merangsang pertumbuhan produksi sehingga bertambahnya
lapangan kerja yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat (Yoety, 2008). Menurut Wahab (dalam Yoeti, 2008), pariwisata merupakan faktor penting
dalam pembangunan ekonomi suatu negara, karena mendorong perkembangan
beberapa sektor perekonomian nasional, misalnya :
a. Peningkatan kegiatan perekonomian sebagai akibat dibangunnya sarana dan
prasarana demi pengembangan pariwisata, sehingga memungkinkan orang-
orang melakukan aktivitas ekonominya dari suatu tempat ke tempat lainnya,
baik dalam satu wilayah negara tertentu, maupun dalam kawasan
internasional sekalipun.
b. Meningkatkan industri-industri baru yang erat kaitannya dengan pariwisata
seperti misalnya, transportasi, akomodasi (hotel, motel, vila dan restoran)
yang akan menciptakan permintaan-permintaan baru bagi wisatawan.
c. Meningkatkan hasil pertanian dan peternakan untuk kebutuhan hotel dan
restoran seperti sayur, buah-buahan, telur, daging, dan lain-lain karena
semakin banyaknya orang-orang yang melakukan perjalanan wisata.
d. Meningkatkan permintaan terhadap: kerajinan tangan, souvenir, goods dan art
painting.
e. Memperluas barang-barang lokal untuk lebih dikenal oleh dunia internasional
termasuk makanan dan minuman, barang-barang kerajinan seperti ukiran
Jepara, patung Bali, batik Pekalongan, sulaman Tasikmalaya, dan lain
sebagainya.
19
f. Meningkatkan perolehan devisa negara, sehingga dapat mengurangi beban
defisit neraca pembayaran.
g. Memberikan kesempatan berusaha., kesempatan kerja, peningkatan
penerimaan pajak bagi pemerintah, dan peningkatan pendapatan nasional.
h. Membantu membangun daerah-daerah terpencil yang selama ini tidak
tersentuh pembangunan.
i. Mempercepat perputaran perekonomian pada negara-negara penerima
kunjungan wisatawan (tourist receiving countries)
j. Dampak penggandaan yang ditimbulkan pengeluaran wisatawan, sehingga
memberi dampak positif bagi pertumbuhan daerah tujuan wisata (DTW) yang
dikunjungi wisatawan.
Pada kondisi krisis ekonomi, sektor pariwisata diharapkan berperan sebagai
penyelamat ekonomi, karena mampu menghasilkan pendapatan yang cukup tinggi.
Pariwisata memiliki efek pengganda (multiplier effect) yang tinggi dibandingkan
dengan sektor-sektor lainnya. Keberlanjutan kegiatan wisata di suatu daerah sangat
dipengaruhi oleh kelangsungan hidup perekonomiannya. Oleh karena itu perlu
adanya wawasan tentang pengelolaan sumberdaya yang menghasilkan manfaat
ekonomi secara langsung bagi masyarakat sekitar (local community), yaitu
pertumbuhan ekonomi yang dinikmati oleh masyarakat (Mulyaningrum, 2005).
Wisatawan yang datang berkunjung pada suatu negara atau DTW merupakan
sumber pendapatan (income generation) dan sekaligus juga berfungsi sebagai alat
pemerataan (redistribution of income) bagi penduduk suatu negara, sedikitnya bagi
orang-orang dalam bisnis pariwisata di DTW yang dikunjungi (Yoeti, 2008:243).
Menurut Clement (dalam Yoeti, 2008:248), setelah wisatawan datang pada suatu
negara atau DTW, mereka pasti akan membelanjakan dollarnya pada perusahaan-
perusahaan kelompok industri seperti: Accommodations, Food and Beverages,
Purchases, Local Transportation, dan lain sebagainya untuk memenuhi kebutuhan
(needs) dan keinginan (wants) selama mereka tinggal di daerah tersebut. Uang yang
dibelanjakan oleh wisatawan itu, setelah dibelanjakan tidak berhenti beredar, akan
tetapi berpindah dari satu tangan ke tangan orang lain atau dari satu perusahaan ke
perusahaan lainnya. Ini akan menciptakan keterkaitan berbagai sektor terhadap sektor
pariwisata. Satu hal yang perlu diketahui bahwa penglipatgandaan (multiplier effect)
yang terjadi tidak sama, akan tetapi bervariasi dari suatu sektor ke sektor lainnya.
Selain dampak ekonomi secara nasional, pada tingkatan daerah dan desa
industri pariwisata mempengaruhi ekomomi daerah. Menurut Anna Spencele,
Coroline Ashely dan Melissa De Kock (2009) kepariwisataan dapat secara potisif
mempengaruhi pembangunan ekonomi daerah/desa melalui cara-cara sebagai
berikut:
a. Stimulasi pembentukan pertumbuhan perusahaan
b. Membawa pasar ekspor tepat untuk banyak sektor (bisnis yang mulai menjual
produk-produk baru kepada wisatawan dan mencapai kesuksesan dapat
berakhir menjadi pengespor sehingga dapat membantu diversifikasi ekonomi).
c. Menstimulasi pembangunan infrastruktur baru dan layanan transportasi
d. Bersama-sama meningkatkan keterampilan tenaga kerja (menyediakan insentif untuk rakyat daerah/desa untuk belajar bahasa baru dan keterampilan dalam
melayani konsumen)
e. Berkontribusi pada pajak di pemerintahan pusat, termasuk membayar biaya
atau ijin kepada pemerintah daerah
20
f. Menyediakan insentif dan dana untuk sumber daya alam, budaya dan sejarah
yang harus ditangani dengan cara yang lebih berkesinambungan.
Dampak Sosial dan Budaya
Pariwisata pun menimbulkan dampak sosial dan budaya bagi masyarakat
setempat. Dampak sosial adalah mereka yang berdampak yang mempengaruhi
kehidupan suatu masyarakat, seperti adanya kejahatan, lapangan pekerjaan,
prostitusi, agama, perjudian, efek demonstrasi, perasaan takut bertemu dengan
orang asing (xenophobia), terganggunya ikatan sosial dalam masyarakat, migrasi,
perubahan pakaian dan bahasa, padatnya infrastruktur, akomodasi, jasa dan
standar dampak kesehatan. Dampak pada budaya adalah yang mempengaruhi
pola, norma, aturan dan standar yang diekspresi dalam perilaku, hubungan sosial
dan budaya, dan artefak. Dampak ini mencakup barang-barang kerajinan, bahasa,
tradisi, makanan, seni, musik, sejarah, arsitektur, pendidikan, pakaian dan
aktivitas waktu luang Mathieson dan Wall, (1982) dalam Spenceley, Anna (2009).
Lebih lanjut Spenceley (2009) menjelaskan dampak kepariwisataan
mempengaruhi masyarakat dan budaya tanpa dapat dihindari, baik secara positif
mapupn negatif. Meskipun perlu menghargai perubahan-perubahan positif yang
terjadi, upaya juga harus diarahkan untuk meminimalkan perubahan-perubahan
negatif. Aspek dampak positif dan negatif bagi masyarakat dan budaya yang
dimungkinkan terjadi dapat dijelaskan pada Tabel 8.
Tabel 8 Dampak pariwisata terhadap masyarakat dan budaya
Masyarakat Budaya
Dampak Positif
Infrastruktur yang baik dan peningkatan
akses terhadap infrastruktur dan fasilitas.
Peningkatan akses terhadap informasi
(melalui peningakatan infrastruktur dan
komunikasi)
Peningkatan kapasitas dan pendidikan.
Pemberdayaan
Kesetaraan gender
Memperoleh pengetahuan mengenai cara
pandangan dan pengalaman dunia.
Belajar mengenai masyarakat dan budaya
lain serta meningkatkan toleransi terhadap
orang-orang dengan budaya yang berbeda.
Meningkatnya kebanggaan atas budaya
Revitalisasi budaya
Peningkatan pelestarian dan pemulihan
lokasi warisan budaya
Peningkatan penjualan kerajinan setempat
sehingga mampu meningkatkan rasa
bangga dan percaya diri
Dampak Negatif
Pengikisan nilai-nilai masyarakat
Kejahatan, protitusi dan ekploitasi anak
Kebencian masyarakat setempat, ketika
tidak boleh masuk ke lokasi kepariwisataan
dan penduduk setempat dalam hal kekayaan
Hilangnya akses terhadap sumberdaya
Perilaku yang tidak sesuai dengan
masyarakat setempat akan menyebabkan
tekanan di antara penduduk setempat.
Pengikisan budaya setempat
Hilangnya budaya
Degradasi lokasi-lokasi kebudayaan
Sumber: Kreag, 2001; WTO, 2002; UNEP dan WTO 2005; Robinson dan Picard; 2006; Mbalwa,
2008; Cooper at.all. 2008
21
Dampak Lingkungan
Kepariwisataan dapat memberikan dampak positif terhadap lingkungan
dan pelestarian keanekaragaman biologis untuk beberapa alasan termasuk alasan-
alasan sebagai berikut:
a. Kepariwisataan dapat menciptakan penghasilan-penghasilan di daerah
dengan keragaman biologis yang tinggi seperti di daerah-daerah yang
dilindungi, dan membantu membuat keanekaragaman itu menjadi berharga
secara ekonomis
b. Kepariwisataan dapat meningkatkan dukungan publik untuk pelestarian
karena dapat memberikan pendidikan lingkungan kepada pengunjung dan
masyarakat daerah/desa
c. Kepariwisataan juga dapat menghasilkan lapangan kerja langsung dan
melahirkan kesematan-kesempatan ekonomis untuk masyarakat
daerah/desa. Pihak yang memperoleh manfaat mungkin akan
mempersepsikan nilai langsung dari keanekaragaman biologis, yang
mungkin memberikan insentif untuk melestarikan daerah alamiah
d. Kepariwisataan bisa menjadi industri yang tidak terlalu merusak
lingkungan dari pada industri penghasil uang lainnya yang menggunakan
sumber daya alam termasuk kehutanan, pertanian yang berpindah-pindah,
peternakan dan pengumpulan kayu
e. Kepariwisataan bisa jadi merupakan salah satu dari beberapa aktivitas
ekonomi yang cocok untuk dilakukan di daerah pelestarian yang terletak
dilokasi pinggiran
f. Kepariwisataan yang berdasarkan sumber daya alam secara teoritis dapat
bertahan lama jika dampaknya ditangani dan dimitigasi
Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pariwisata
Soemarwoto dalam Sulaksmi (2006) menyatakan bahwa masyarakat
adalah orang-orang yang hidup bersama menghasilkan kebudayaannya,
mempunyai hubungan yang erat antar warganya yang di dalamnya terdiri dari
struktur dan stratifikasi yang khusus serta sadar sebagai satu kesatuan. Dikaitkan
antara masyarakat dengan wisata, masyarakat lokal adalah sekumpulan orang
yang terkait secara langsung (masyarakat di sekitar objek wisata) maupun
masyarakat yang tidak terkait secara langsung, yaitu masyarakat yang dipengaruhi
oleh lokasi dan jarak.
Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap
orang didalam memahami informasi tentang lingkungan baik melalui penglihatan,
pengeindaraan, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami
persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu
penafsiran yang unik terhadap situasi dan buahnnya suatu pencacatan yang benar
terhadap situasi (Thoha, 1999).
Menurut Litterer (Asngari, 1984), persepsi adalah ‟‟the understanding or
view people of things in the world around them“. Dalam hal ini berarti bahwa
persepsi adalah pemahaman atau pandangan seseorang tentang segala sesuatu
yang ada disekitarnya. Selanjutnya dikemukakan bahwa persepsi orang
dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta atau tindakan.
22
Karena itu indivindu perlu mengerti dengan jelas tugas dan tanggung jawab yang
dipikulkan kepadanya.
Theodorson (1979) menyatakan persepsi adalah „‟the selection,
organization, and prior learning, activities, interest, perception is a process and
pattern of response to stimuli, it is an function of situstional field, that is, of total
configuration or of stimuli, as well as of previous social and cultural
conditioning.recognition or awareness of an object or event through the sense
organs” yang berarti bahwa persepsi merupakan pemilihan, pengorganisasian,
dan penafsiran oleh seseorang indivindu dari stimuli yang spesifik disatu situasi,
menurut hasil belajar sebelumnya, aktifitas dan minat. Persepsi adalah suatu
proses dan dari pola tanggapan pada stimuli. Satu fungsi yang bersifat situasional,
yang merupakan konfigurasi total dari stimuli, seperti juga dari kondisi sosial
budaya sebelumnya. Persepsi merupakan pengenalan atau kesadaran dari suatu
objek atau parawisata melalui panca indra.
Desirato dalam Rahmat (2000), mengatakan bahwa persepsi adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa dan hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan
stimulasi indrawi (sensory stimulation). Persepsi ditentukan oleh faktor personal
dan faktor situasi nasional.
Partisipasi oleh banyak ahli dinyatakan sebagai keikutsertaan masyarakat
dalam satu kegiatan, yang apabila dikaitkan dengan pembangunan, maka berati
keikutsertaan dalam pembangunan. Slamet (1990) dalam Winarto (2003)
mengatakan bahwa partisipasi masyarakat sangatlah mutlak demi berhasilnya
suatu program pembangunan. Dapat dikatakan bahwa tanpa adanya partisipasi
masyarakat maka setiap pembangunan akan kurang berhasil. Lebih lanjut
dikatakan bahwa masyarakat yang berpastisipasi dalam kegiatan pembangunan
akan melalui suatu proses belajar. Oleh karena itu, masyarakat perlu belajar untuk
mengetahui kesempatan-kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan dan
seringkali kemampuan dan keterampilan mereka harus ditingkatkan agar dapat
memanfaatkan kesempatan-kesempatan tersebut.
Sastroputro (1998) berpendapat bahwa secara umum faktor yang dapat
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan adalah (1)
keadaan sosial masyarakat, (2) kegiatan program pembangunan dan (3) keadaan
alam sekitar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa keadaan sosial masyarakat berupa
pendidikan, pendapatan, kebiasaan, kepemimpinan, keadaan keluarga,
kemiskinan, kedudukan, sosial dan sebagainya. Bentuk program pembangunan
merupakan kegiatan yang dirumuskan serta dikendalikan oleh pemerintah dapat
berupa organisasi kemasyarakatan dan tindakan-tindakan kebijaksanaan.
Sedangkan keadaan alam sekitar adalah faktor fisik daerah yang ada pada
lingkungan tempat dimana masyarakat hidup dan berada.
Kesejahteraan Masyarakat
Tingkat kesejahteraan seorang penduduk disuatu wilayah dapat
digambarkan melalui pendapatan maupun pengeluarannya. Namun demikian,
tidaklah mudah untuk mendapatkan data tentang pendapatan suatu penduduk.
Oleh sebab itu, sampai dengan saat ini perkiraan tentang pendapatan suatu rumah
tangga dilakukan melalui pendekatan pengeluaran rumah tangga dibedakan atas
23
pengeluaran makan dan bukan makanan. Kedua jenis pengeluaran ini, dapat
dilihat bagaimana pola konsumsi masyarakat.
Menggunakan data pengeluaran dapat terlihat pola konsumsi rumah tangga
secara umum melalui indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan non
makanan. Komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna
menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk. Pada umumnya makin rendah
persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran maka semakin
baik tingkat kesejahteraan penduduk. Pada kelompok penduduk dengan tingkat
pendapatan rendah biasanya pengeluaran akan lebih difokuskan untuk memenuhi
kebutuhan dasar, yaitu makanan. Penduduk yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan standar minimum tertentu biasanya dikategorikan sebagai penduduk
miskin.
Di Indonesia, penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang
pendapatannya (didekati dengan pengeluaran) tidak mencukupi untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Standar kebutuhan hidup layak sesuai
hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978 diterjemahkan sebagai suatu jumlah
rupiah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi makanan setara 2.100 kalori
sehari, ditambah sejumlah pengeluaran untuk bukan makanan seperti perumahan,
pakaian, kesehatan, pendidikan dan lainnya. Jumlah uang tersebut kemudian
dikatakan sebagai batas garis kemiskinan. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di
suatu wilayah mencerminkan tingkat pendapatan penduduk pada wilayah tersebut.
Semakin banyak jumlah penduduk miskin mengindikasikan rendahnya tingkat
pendapatan penduduk (BPS Pandeglang, 2011). Selanjutnya, BPS Kabupaten
Pandeglang menetapkan garis kemiskinan di kabupaten Pandeglang dengan nilai
nominal Rp. 202,483,- tahun 2010, kemudian ditetapkan nominal Rp. 229,661
tahun 2012 sebagai angka proyeksi dengan asumsi tingkat pertumbunan 6,5
persen per tahun. Angka penduduk miskin dan garis kemiskinan dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9 Angka penduduk miskin dan garis kemiskinan Kabupaten Padeglang
tahun 2007 – 2012
Tahun Penduduk Miskin Penduduk Miskin
(%)
Garis Kemiskinan
(Rp/kapita/bulan)
(1) (2) (3) (4)
2007 176.812 15,64 151.763
2008 165.242 14,49 162.059
2009 138.003 12,01 190.256
2010 127.800 11,14 202.483
2011 114.874 9,80 215.644*
2012 - - 229.661* Sumber: BPS Kabupaten Pandeglang 2011 dan hasil olah tahun 2013
Keterangan: *Angka proyeksi dengan asumsi pertumbuhan 6,50 persen per tahun.
Menurut Spenceley (2011) Kepariwisataan semakin menjadi sumber
pertumbuhan utama, sumber lapangan kerja, pendapatan dan penghasilan bagi
banyak negara berkembang di dunia. Sektor ini kini berada di peringkat pertama
atau kedua dalam pendapatan ekspor di 20 dari 48 negara paling kurang
berkembang (LDC) dan memperlihatkan pertumbuhan yang tetap setidaknya pada
24
10 negara paling kurang berkembang lainnya. Dengan demikian, kepariwisataan
telah menjadi salah satu mesin kemajuan sosio-ekonomi utama untuk banyak
negara dan merupakan prioritas pembangunan untuk mayoritas negara paling
kurang berkembang.
Lebih lanjut Spenceley (2011) menjelaskan bahwa sektor pariwisata telah
diakui mampu mengurangi kemiskinan dan memfasilitasi pembangunan di dalam
ekonomi yang kurang berkembang dan baru muncul melalui multiplier effect yang
ditimbulkannya berupa penyerapan tenaga kerja, pasokan komoditi dan kebutuhan
terhadap sarana pendukung kepariwisataan baik yang dikelola oleh perusahan
maupun masyarakat setempat secara perseorangan serta uang baru yang
dibelanjakan wisatawan di DTW. Sehingga serangkaian aktivitas kepariwisataan
itu dapat memberikan kontribusi pendapatan bagi keluarga khususnya rumah
tangga miskin. Kendatipun demikian, meski pariwisata menciptakan pekerjaan
dan memberikan kontribusi bermakna terhadap pertumbuhan ekonomi, sektor ini
tidak secara otomatis menjadi suatu formula dalam menurunkan kemiskinan.
Kepariwisata sebagai strategi penuntasan kemiskinan erat kaitanya dengan
aspek lainnya dalam penurunan kemiskinan. Aspek tersebut antara lain;
pertumbuhan yang pro-kemiskinan, menggalakkan komoditas non-pertanian,
peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan, tersedia kelompok UKM yang
kuat, kualitas layanan kesehatan, kondisi infrastruktur dan jasa yang memadai,
manajemen lingkungan yang berkelanjutan, adanya tanggung jawab sosial
perusahaan, pemerataan pekerjaan; ketenagakerjaan dan pemberdayaan,
terbukanya akses terhadap pasar bagi kaum miskin, mendorong pertumbuhan dan
diversifikasi di daerah marjinal atau terpencil dan tersedianya sumber mata
pencarian yang layak. Langkah untuk mencapai keberhasilan tujuan pembangunan
khususnya pengentasan kemiskinan, perlu melakukan pergerakan dari model
kepariwisataan niche ke kepariwisataan arus utama (mainstreaming).
Membicarakan kesejahteraan tidak terlepas dari konsep kemiskinan
karena dengan demikian dapat ditentukan tingkat taraf hidup rumah tangga.
Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai situasi serba kekurangan dari penduduk
dan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan
keterampilan, rendahnya produktifitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai
hasil tukar produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan dalam
pembangunan (Haughton, 2012).
Pendekatan kesejahteraan menurut Sen (1979) dalam Haughton (2012)
berupaya mengukur utilitas rumah tangga yang pada gilirannya diperkirakan
menurut pengeluaran konsumsi rumah tangga atau pendapatan rumah tangga; hal
ini dapat dianggap sebagai masukan untuk menghasilkan utilitas. Dengan
pendapatan yang cukup, rumah tangga dianggap paling mengetahui cara terbaik
untuk memanfaatkan sumber daya ini, baik untuk makanan, pakaian, perumahan
atau sejenisnya. Apabila dibagi menurut jumlah anggota rumah tangga, maka akan
diperoleh ukuran pengeluaran konsumsi atau pendapatan per kapita. Tentu saja
pengeluaran atau pendapatan rumah tangga tidak sempurna untuk mewakili
ulititas; contohnya, pengeluaran atau pendapatan rumah tangga tidak mencakup
kemungkinan kontributor penting terhadap utilitas seperti barang atau fasilitas
yang disediakan secara umum.
Menurut Adam Smith dalam Asdi (2006) ekonomi kesejahteraan
menggunakan ukuran fisik, berdasarkan pada jumlah barang yang dikonsumsi dan
25
menggunakan produk per kapita sebagai ukuran kesejahteraan. Bila produk
perkapita meningkat, kesejahteraan pun meningkat yang disini berarti bahwa
kesejahteraan berkorelasi positif dengan produk per kapita, dalam hal ini berarti
bahwa dengan adanya peningkatan kesejahteraan maka terjadi pertumbuhan
ekonomi.
Pendekatan yang lebih bersifat paternalistik atau non kesejahteraan
mungkin berfokus pada apakah rumah tangga telah mencapai tingkat minimal
tertentu, misalnya tingkat gizi atau kesehatan. Pendekatan kesejahteraan berfokus
pada pengeluaran konsumsi atau pendapatan perkapita, ukuran-ukuran (non
kesejahteraan) lainnya terhadap kesejahteraan individu dapat mencakup indikator-
indikator seperti angka kematian bayi di daerah bersangkutan, angka harapan
hidup, bagian pengeluaran yag dialokasikan untuk makanan, kondisi perumahan,
atau pendidikan sekolah anak-anak; hal ini dapat dianggap sebagai ukuran
keluaran, cerminan utilitas dibanding sebagai masukan untuk menghasilkan
utilitas.
BPS (1998) dalam menganalisis kesejahteraan rumah tangga berdasarkan
kepada komponen-komponen kebutuhan hidup antara lain pendapatan, pemilikan
barang tahan lama berikut fasilitasnya, tingkat kesehatan, kondisi lingkungan dan
tempat tinggal, gizi, pendidikan, pangan dan pakaian dan kebutuhan dasar
manusia lainnya. Sedangkan Supriatna (1997) menyatakan bahwa strategi
kesejahteraan pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki taraf hidup atau
kesejahteraan penduduk perdesaan melalui pelayanan dan peningkatan program-
program pembangunan sosial yang berskala besar atau nasional seperti
peningkatan pendidikan, perbaikan kesehatan dan gizi, penanggulangan
urbanisasi, perbaikan pemukiman penduduk, pembuatan sarana dan prasaran
sosial lainnya seperti transportasi, pendidikan, tampat ibadah dan fasilitas umum
lainnya di perdesaan.
Menurut Soetjipto (1992), kesejahteraan keluarga adalah terciptanya
suatu keadaan yang harmonis dan terpenuhinya kebutuhan jasmani serta sosial
bagi anggota keluarga, tanpa mengalami hambatan yang serius di dalam keluarga,
dan dalam menghadapi masalah-masalah keluarga akan mudah untuk diatasi
secara bersama oleh anggota keluarga, sehingga standar kehidupan keluarga dapat
terwujud. Konsepsi tersebut mengandung arti bahwa, kesejahteraan keluarga
adalah suatu kondisi yang harus diciptakan oleh keluarga dalam membentuk
keluarga yang sejahtera. Adapun keluarga sejahtera merupakan model yang
dihasilkan dari usaha kesejahteraan keluarga.
Mengingat kesejahteraan keluarga sifatnya kondisional, tentu perlu
adanya ukuran-ukuran dari keadaan tersebut. terdapat indikator-indikator
minimal yang harus dicapai oleh setiap keluarga. Sebuah keluarga yang dapat
memenuhi indikator-indikator yang ada, yaitu indikator-indikator yang digunakan
untuk mencapai taraf keluarga sejahtera seperti apa yang tercantum dalam Buku
Panduan Pembangunan Keluarga Sejahtera (seperti yang ditetapkan oleh
BKKBN, terdapat 22 indikator), maka keluarga tersebut dapat dikatakan keluarga
yang sejahtera (Achir, Agus at.all. 1994).
26
Konsep Kelembagaan
Pengertian
Definsi tentang kelembagaan sangatlah beragam, akan tetapi secara umum
kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan yang dianut oleh masyarakat atau
organisasi yang dijadikan pegangan oleh seluruh masyarakat atau anggota
organisasi dalam mengadakan transaksi satu sama lainnya (Hayami dan Ruttan
1984). Menurut Poloma (2000), yang dimaksud dengan kelembagaan adalah
organisasi atau tindakan anggota masyarakat tertentu, baik dalam kegiatan rutin
sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Lembaga-
lembaga dalam masyarakat ada yang baru diciptakan baik dari dalam maupun
dari luar masyarakat desa tersebut.
Menurut Anwar (2000), institusi atau kelembagaan merupakan aturan
main (the rule of the game) dalam masyarakat yang secara lebih formal dapat
dikatakan sebagai alat manusia guna mengatur perilaku individu anggotanya yang
membangun pengaturan dalam interaksi antar anggota-anggota dalam masyarakat
tersebut melalui norma-norma tertentu. Dalam beberapa hal institusi merupakan
kendala-kendala terhadap kebebasan individual anggota-anggotanya dalam
masyarakat. Mengingat individu sering membuat tindakan yang menimbulkan
eksternalitas (terutama yang negative) yang sering mengancam kepentingan
masyarakat keseluruhan, sehingga masyarakat perlu membatasi kebebasan
individual-individual tersebut agar perilakunya sesuai dengan kepentingan
masyarakat. Agar institusi ini dapat berjalan dan ditaati oleh para anggota-
anggotanya, maka dalam institusi tersebut harus ada struktur insentif yang
mengandung pahala (reward) dan sanksi (sanctions), sehingga masyarakat akan
mentaatinya. Dalam kegiatan ekonomi, institusi yang mempertukarkan barang dan
jasa atau tenaga (economic exchange) dapat dilakukan dalam sistem ekonomi
pasar maupun luar pasar (non-market economy). Demikian juga jika pertukaran
dalam kegiatan sosial dan politik ingin berjalan, maka harus mengandung struktur
insentif agar tujuan-tujuan sosial dan politik dapat berjalan dengan baik. Oleh
karena itu institusi yang berbentuk hukum (legal) sekalipun, tanpa adanya struktur
insentif yang cukup, tidak akan jalan, sehingga hukum tertulis hanya di atas
kertas.
Lebih lanjut menurut Anwar (2000) menyatakan bahwa kelembagaan
(institusion) sebagai atauran main (rule of the game) dan organisasi berperan
penting dalam mengatur penggunaan/alokasi seumberdaya secara efisien, merata
dan berkelanjutan (sustainable).
Kelembagaan itu sendiri sebagian besar muncul dari kehidupan bersama
dan merupakan hal yang tidak direncanakan. Para warga masyarakat pada
awalnya mencari cara-cara yang dapat digunakan sebagai wadah memenuhi
kebutuhan hidup mereka, kemudian mereka menentukan beberapa pola yang
dapat digunakan sebagai wadah memenuhi kebutuhan hidup mereka, kemudian
mereka menentukan beberapa pola yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan dalam proses selanjutnya diperkuat melalui kebiasaan yang
dibakukan. Kelembagaan dapat berfungsi melancarkan pembangunan, tetapi dapat
pula menghambat pembanguan. Kelembagaan member ketentuan-ketentuan
terhadap anggota masyarakat mengenai hak-hak, kewajiban dan tanggung
jawabnya. Disamping itu, tiap anggota mendapat suatu jaminan hak dan
perlindungan dari masyarakat. Kelembagaan memberikan suatu kondisi bahwa
27
tiap-tiap anggota menerima sesuatu yang menjadi ketentuan dan tiap anggota
merasa aman, merasa sewajarnya. Arti ekonomi utama dari kelembagaan adalah
memberikan kepastian tentang siapa memperoleh apa dan berapa banyaknya.
Dengan kata lain kelembagaan menurunkan derajat ketidakpatian dari aliran
manfaat atau ongkos yang akan diterima oleh partisipan dalam suatu system
ekonomi. Kelembagaan dapat diartikan sebagai organisasi atau aturan main.
Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal
seperti Departemen Pertambangan dan Energi, Departemen Perindustrian dan
pedangan, Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD, Koprasi Unit Desa, Bank dan
sejenisnya. Melalui perspektif ekonomi, lembaga dalam artian organisasi biasanya
menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh maekanisme
pasar tetapi melalui mekanisme administrasi atau komando. Pasar dapat menjadi
batas ekstenalitas dari suatu organisasi, akan tetapi secara internal aktivitas
ekonomi dikoordinasikan secara administratif (Pakpahan 1991).
Selanjutnya dijelaskan kembali oleh Pakpahan (1991), bahwa
kelembagaan dicirikan oleh tiga hal yaitu: Hak-hak kepemilikan (property right)
yang berupa hak atas benda materi maupun non materi, batas, yuridiksi, aturan
repsentasi (rule of representation). Perubahan kelembagaan dicirikan oleh
perubahan satu atau lebih unsur-unsur kelembagaan tersebut.
a. Batas yuridiksi, menentukan siapa dan apa yang mencakup dalam
kelembagaan suatu masyarakat. Konsep batas yuridiksi dapat berarti batas
wilayah kekeuasaan dan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu
kelembagaan, sehingga terkandung makna bagaimana batas yuridiksi berperan
dalam mengatur alokasi sumberdaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan batas yuridiksi antara lain:
Pesaran sebagai suatu masyarakat. Menentukan siapa yang termasuk kita
dan siapa yang termasuk mereka. Hal ini erat kaitannya dengan konsep
jarak sosial yang akan menentukan kadar komitmen yang dimiliki oleh
suatu masyarakat terhadap suatu kebijaksanaan.
Eksternalitas. Satuan analisis dalam mempelajari institusi adalah transaksi
yang mencakup transaksi melalui mekanisme pasar, administarasi atau
hibah. Setiap transaksi selalu menjadi transfer sesuatu yang dapat berupa
manfaat, ongkos, informasi, hak-hak istimewa, kewajiban dan lain-lain.
Sesuatu yang ditransaksikan apakah bersifat internal atau eksternal
ditentukan oleh batas yuridiksi. Perubahan batas yuridiksi akan merubah
struktur eksternalitas yang akhirnya merubah siapa menanggung apa.
Homogenitas. Homogenitas preferensi dan kepekaan politik ekonomi
terhadap perbedaan preferensi merupakan hal yang penting dalam
menentukan batas yuridiksi, terutam dalam hal mereflesksikan permintaan
terhadap barang dan jasa. Apabila barang dan jasa harus dikonsumsi
secara kolektif, maka isu batas yuriksi menjadi penting dalam merefleksi
preferensi konsumen dalam aturan pengambilan keputusan. Homogenitas
preferensi dan distribusi individu masyarakat yang memiliki preferensi
yang berbeda akan mempengaruhi jawaban ats pertanyaan siapa yang
memutuskan.
Skala ekonomi, Konsep ini memegang peranan penting dalam menelaah
permasalahan batas yuridiksi. Dalam pengertian ekonomi, skala ekonomi
28
menunjukan suatu situasi dimana ongkos persatuan terus menurun apabila
output ditingkatkan. Batas yuridiksi yang sesuai akan menghasilkan
ongkos persatuan yang lebih rendah dibanding dengan alternatif batas
yuridiksi yang lainnya.
b. Property Right. Mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban yang
didefinisikan dan diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang
mengatur hubungan antara anggota masyarakat dalam hal pentingnya terhadap
sumber daya, situasi atau kondisi. Dalam bentuk formal, property right
merupakan produk dari sistem hukum formal. Dalam bentuk lainnya
merupakan produk dari tradisi atau adat kebiasaan dalam suatu masyarakat.
Oleh karena itu tidak seorang pun yang dapat menyatakan hak milik tanpa
pengesahan dari masyarakat dimana dia berada. Implikasi dari hal ini adalah:
(1) hal seseorang adalah kewajiban orang lain, (2) hak seperti dicerminkan
oleh kepemilikan adalah sumber kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap
hak miliknya. Hak tersebut dapat diperoleh melalui berbagai cara seperti
melalui pembelian apabila barang dan jasa dimaksud boleh dijualbelikan,
melaui pemberian atau hadiah dan melalui pengaturan administrasi. Memiliki
property right berarti memiliki kekuasaan untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan penggunaan sumberdaya untuk menciptakan ongkos
bagi orang lain apabila ia menginginkan sumberdaya yang dimilik tersebut.
c. Aturan repsentasi mengatur permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dnegna sumberdaya
yang dibicararakan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap
performance akan ditentukan oleh kaidah repsentasi yang digunakan dalam
proses pengambilan keputusan. Aturan repsentasi menentukan jenis keputusan
yang dibuat, oleh karena itu berperanan penting dalam menentukan alokasi
dan distribusi sumberdaya yang langka. Sehingga aturan representasi
merupakan subjek analisis ekonomi (Pahpahan, 1991).
Menurut anwar (1995), selama ini sering terjadi kesalahpahaman bahwa
kelembagaan diartikan identik atau dicampur-adukan dengan sistem organisasi.
Dalam konsep ekonomi kelembagaan (institutional economic), maka organisasi
merupakan suatu bagian (unit) pengambilan kepututusan yang didalammnya
diatur oleh sistem kelembagaan atau aturan main (behavior rule). Aturan main
mencakup kisaran yang luas dari bentuk yang berupa konstitusi dari suatu negara,
sampai kepada kesepakatan antara dua pihak (individu) yang menyepakati suatu
aturan secara bersama mengenai pembagian manfaat dan beban (biaya) yang
harus ditanggung oleh masing-masing pihak guna mencapai tujuan tertentu. Oleh
kaerena itu, unsur-unsur kelembagaan yang mengatur transaksi pertukaran
manfaat-biaya diantara para perserta menjadi sangat penting.
Kelembagaan Pariwisata
Kelembagaan di sini diartikan baik sebagai kebijakan maupun kegiatan-
kegiatan yang mendukung perkembangan pariwisata (Damanik dan Weber, 2006).
Kebijakan mecakup politik pariwisata yang digagas oleh pemerintah, seperti
kebijakan pemasaran, keamanan, pembebasan visa, dukungan-dukungan terhadap
event-event budaya, standarisasi produk dan jasa wisata, sertifikasi kompetensi
sumberdaya manusia, dan sebagainya. Perluasan jaringan jalan raya, rel kereta
29
api, jalur pelayanan dan penerbangan lokal maupun internasional termasuk bagian
dari kebijakan pengembangan kelembagaaan pariwisata. Pemerintah
berkepentingan melakukan hal itu agar peluang orang semakin terbuka lebar
untuk berwisata dan berkesempatan berusaha untuk memperlancar kegiatan
kepariwisataan. Dengan demikian pemerintah juga dapat menarik keuntungan
dalam bentuk pajak dan retribusi.
Lebih lanjut Damanik dan Weber (2006) menjelaskan bahwa masyarakat
juga menjadi bagian dari kelembagaan pariwisata. Hal itu tampak ketika mereka
membentuk organisasi yang menangani kegiatan wisata, baik dalam penyediaan
produk maupun informasi dan promosi. Jejaring lembaga swadaya masyarakat
yang mengorganisasi kegiatan ekowisata, desa wisata, wisata bahari dan
sebagainya ikut meramaikan kelembagaan pariwisata. Disektor penyiapan sumber
daya manusia banyak didirikan lembaga pendidikan dan pelatihan. Demikian pula
pusat-pusat studi yang berkonsentrasi dalam kajian pengembangan
kepariwisataan.
Penelitian Terdahulu
Penilitian tentang pariwisata pada umumnya telah banyak dilakukan, baik
penelitian wisata alam, bahari dan budaya. Terbukti dibeberapa daerah sektor
pariwisata cukup berperan dalam menopang perekonomian. Menurut Putra (2006)
dalam penelitian tentang persepsi masyarakat terhadap ekowisata perkampungan
budaya betawi sebagai pelestarian situs dan cagar budaya menyimpulkan adanya
persepsi yang berbeda antara warga asli betawi dan non betawi, dimana warga asli
kawasan memiliki persepsi yang cukup baik terhadap ekowisata perkampungan
budaya betawi sedangkan pemudik dan pemerhati memiliki persepsi yang baik,
namun warga pendatang masih kurang baik. Kurang baiknya persepsi warga
pendatang diduga karena kurangnya intensitas kontrak dan kawasan akibat
intensitas pesan ekotourisme kawasan yang diterima warga pendatang menjadi
sangat terbatas dan menyebabkan ekotourisme tidak menarik perhatian warga
pendatang. Hal lain karena mereka kurang dilibatkan dalam berbagai kegiatan
yang dilakukan di kawasan.
Penelitian lainnya yang berkaitan dengan persepsi masyarakat terhadap
pengembangan wisata adalah penelitian dari Hastari (2005) yang membahas
karakteristik objek wisata dan persepsi masyarakat sebagai dasar dalam
pengembangan wisata alam yang dilakukan di Arboretum Nyaru Menteng (ANM)
Palangkaraya. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa persepsi masyarakat pada
umumnya baik dan positif terhadap kegiatan wisata yang berlangsung di ANM
maupun pengembangannya di masa depan, meskipun tingkat partisipasi
masyarakat dalam mendukung kegiatan wisata masih rendah yang ditunjukan
dengan masih sedikitnya pekerjaan sampingan yang ditekuni masyarakat yang
berhubungan dengan wisata. Hal ini perlu menjadi motivasi dalam pengembangan
dan pengelolaan wisata ANM yang lebih baik di masa yang akan datang.
Prawiranegara (2002) dalam penelitiannya tentang kajian tentang
hubungan kesejahteraan nelayan dengan keterlibatan nelayan pada indusri
pariwisata pesisir pantai carita di Kecamatan Labuan menyimpulkan bahwa
industri pariwisata berdasarkan skor dari indikator kesejahteraan keluarga
30
berhubungan nyata terhadap kesejahteraan masyarakat yang berarti industri
pariwsata memberikan kontribusi yang cukup baik terhadap kesejahteraan
masyarakat.
Manfaat lebih besar daripada kerugian, bahwa faktor ekternal sangat
berpengaruh terhadap masyarakat lokal terutama peluang. Peluang tersebut belum
dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat setempat, hal ini berkaitan dengan
sumber daya manusia yang masih rendah dan perlu ditingkatkan. Oleh karena itu
strategi bagaimana memaksimalkan kekuatan dan peluang suatu kegiatan industri
pariwisata dan secara bersamaan meminimalkan kelemahan dan ancaman pada
kegiatan tersebut.
Penelitian Wulaningsih (2004) menemukan bahwa dalam kegiatan
pengembangan pariwisata di Kawasan Gunung Salak Endah (GSE), kemauan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kepariwisataan cukup
tinggi. Masyarakat lokal GSE sangat tergantung pada kawasan ini untuk dapat
melangsungkan kehidupannya. Tingkat partisipasi masyarakat lokal GSE dalam
pengembangan pariwisata cukup tinggi (aktif dan sangat aktif) pada tahap
pelaksanaan.
Penelitian lain yang berhubungan dengan kepariwisataan adalah yang
membahas dampak pariwisata terhadap perekonomian wilayah. Penelitian yang
dilakukan oleh Safri (1996) di Kabupaten Dati II Batang Hari Jambi menyatakan
bahwa berdasarkan nilai location question atas dasar indikator pendapatan
maupun tenaga kerja masih kecil sumbangan pariwisata ini terhadap
perekonomian wilayah dan juga terdapat perbedaan rata-rata pendapatan
masyarakat pariwisata dengan tidak pariwisata. Adapun Sari (2007) dalam
penelitiannya tentang dampak multiplier ekonomi sektor pariwisata dalam
perekonomian Jawa Tangah relatif kecil. Dari sektor pembentukan struktur
permintaan, total permintaan sektor pariwisata menduduki peringkat ke empat
setelah sektor pertambangan.
Rompon (2006) menyatakan bahwa sektor pariwisata di Tana Toraja
berada pada kelompok tersier dan merupakan sektor basis. Partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan pengembangan objek Londa Lembang Sandai Wai relatif
kurang, hal ini dipengaruhi oleh terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang
peluang yang ada, mengakibatkan keputusan yang ada belum aspiratif dan
terbatasnya waktu anggota masyarakat mengakibatkan kurangnya kesempatan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan objek wisata.
Pengembangan pariwisata di Kabupaten Tana Toraja secara kumulatif
menunjukkan bahwa hanya dampak ekonomi yang relatif memberikan manfaat,
karena angka rasionya lebih besar dari satu.
Barika (2009) dalam penelitiannya bahwa pentingnya partisipasi
masyarakat dalam pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak
Paderi Kota Bengkulu. Keterlibatan masyarakat lokal lebih kepada manfaat hasil,
sementara perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dilakukan oleh pemerintah dan
swasta. Selain itu, keikutsertaan masyarakat dalam memanfaatkan potensi
pariwisata mampu meningkatkan pendapatan, variable pendidikan, tanggungan
keluarga dan pengeluaran adalah varibel yang mempengaruhi pendapatan
masyarakat sekitar lokasi pariwisata. Berdasarkan analisis AHP, diperoleh
kesimpulan bahwa pengembangan pariwisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi
31
Kota Bengkulu menjadi prioritas dan disetujui oleh pemerintah, swasta dan
masyarakat karena mampu meningkatkan pendapatan masyarakat lokal.
Bedasarkan hasil penelitian-penelitian tentang pariwisata tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa persepsi yang positif dari masyarakat terhadap kegiatan
pembangunan akan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam
memanfaatkan pembangunan serta akan ada tanggung jawab dari masyarakat
untuk menjaga pembangunan tersebut.
Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 3 Diagram alir kerangka pikir penelitian
Pelaksanaan kebijakan pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten
Pandeglang salah satunya tercermin dari pengembangan kawasan Tanjung Lesung
menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) bidang pariwisata. Sebagaimana
tujuan pengembangan pariwisata diantaranya diharapkan dapat memberikan
dampak meningkatkan kesejahteraan sekaligus menghapus kemiskinan
masyarakat di sekitar kawasan wisata. Maka diperlukan pendekatan yang tepat
dalam implementasi proses pengembangan KEK pariwisata Tanjung Lesung
dengan cara mengkaji secara objektif kondisi eksisting terkait dengan pengelolaan
Pengembangan Pariwisata Tanjung
Lesung yang Mensejahterakan
Sosial Lingkungan Ekonomi
Kesejahteraan
Masyarakat
(Beraktivitas
di pariwisata
dan tidak)
Pengembangan Wilayah
Keserasian Komponen
Pendukung
Indikator:
• Pendapatan
• Pendidikan
• Kesehatan
• Kondisi rumah
• Fasilitas rumah
• Keragaan Pengelolaan
Tanjung Lesung
• Pasokan Komoditi dan
Keterkaitan Wilayah
Pengembangan
Pariwisata
Potensi Pariwisata
Tanjung Lesung
Eksisting Pengelolaan
Pariwisata Tanjung
Lesung
32
pariwisata Tanjung Lesung dilihat dari kontribusinya terhadap peningkatan
ekonomi masyarakat dan wilayah, dampak dari keberadaan pariwisata
menyangkut aspek ekonomi, sosial dan lingkungan yang dimungkinkan telah
ditimbulkan dari keberadaan pariwisata Tanjung Lesung selama ini. Maka
berdasarkan analisis terhadap fakta-fakta yang ada, dilakukan perumusan gagasan
alternatif bagi pengembangan pariwisata yang lebih mensejahterakan dan
berkelanjutan bagi masyarakat sekitar kawasan wisata dan daerah Kabupaten
Pandeglang. Berdasarkan ulasan tersebut, maka penelitian ini disederhanakan
dalam kerangka pemikiran sebagaimana nampak pada Gambar 3 di atas.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan, kerangka teori dan kerangka
pemikiran di atas maka diperoleh hipotesis:
1. Pasokan komoditi untuk aktivtias pariwisata Tanjung Lesung lebih banyak
bersumber dari wilayah luar Kecamatan Panimbang.
2. Masyarakat yang berada paling dekat menerima dampak ekonomi lebih besar
dengan adanya aktivitas wisata daripada masyarakat yang berada jauh dari
kawasan wisata Tanjung Lesung.
3. Rata-rata pendapatan perkapita di sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung
yang beraktivitas dipariwisata sama dengan rata-rata yang tidak beraktivitas di
pariwisata.
4. Keberadaan pariwisata Tanjung Lesung selama ini telah memberikan dampak
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat lokal.
5. Pengembangan kawasan wisata Tanjung Lesung menjadi Kawasan Ekonomi
Khusus yang direncakan telah dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
masyarakat lokal.
33
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
Lokasi penelitian dilaksanakan di dalam kawasan wisata Tanjung Lesung dan
sekitar Kecamatan Panimbang. Penentuan Kawasan Tanjung Lesung Kecamatan
Panimbang sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan
pertimbangan bahwa kawasan wisata Tanjung Lesung Kecamatan Panimbang
telah ditetapkan sebagai penggerak (trigger) bagi perkembangan pariwisata di
Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten melalui Peraturan Pemerintah Nomor
29 Tahun 2012 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Tanjung
Lesung. Penetapan kawasan wisata Tanjung Lesung sebagai KEK tentu
memerlukan pertimbangan dan kesiapan yang mendasar terkait dengan dampak
dan prospek yang akan ditimbulkan ke depan bagi masyarakat setempat,
Pemerintah Kabupaten Pandeglang dan Pemerintah Provinsi Banten agar tujuan
dari ditetapknya KEK Tanjung Lesung dapat tercapai yakni peningkatan investasi,
penyerapan tenaga kerja, penerimaan devisa, meningkatkan keunggulan
kompetitif produk ekpor dan meningkatkan kualitas SDM melalui alih teknologi
(Syamsulbahri et.all dalam Hidayat, 2010).
Durasi penelitian dilakukan selama empat bulan dari akhir Februari 2013
hingga Mei 2013, meliputi tahapan persiapan hingga penyusunan hasil penelitian.
Definisi Operasional
1. Masyarakat lokal/setempat adalah masyarakat yang menetap di sekitar
kawasan wisata Tanjung Lesung baik yang beraktivitas di pariwisata maupun
tidak.
2. Masyarakat lokal/setempat yang beraktivitas dipariwisata Tanjung Lesung
dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memiliki aktivitas (usaha) di
dalam kawasan wisata Tanjung baik sebagai karyawan, pedagang maupun
pemasok komoditi.
3. Masyarakat lokal/setempat yang tidak beraktivitas dipariwisata Tanjung
Lesung dalam penelitian ini adalah masyarakat pada umumnya yang tidak
memiliki aktivitas ekonomi (berusaha) di dalam kawasan wisata Tanjung
Lesung, namum mereka bekerja atau beraktivitas ekonomi di luar kawasan
wisata Tanjung Lesung.
4. Tingkat kesejahteraan yang akan diukur adalah tingkat pendapatan perkapita,
pendidikan, kesehatan, kondisi perumahan dan fasilitas yang ada di rumah.
5. Pendapatan adalah semua pendapatan yang diperoleh seluruh anggota
keluarga dalam rumah tangga baik dari hasil beraktivitas (berusaha)
dipariwisata maupun bukan, yang dinyatakan dalam rupiah. Pendapatan
perkapita adalah pendapatan dalam keluarga yang dibagi dengan jumlah
anggota keluarga.
6. Pengeluaran/konsumsi adalah seluruh pengeluaran untuk makanan maupun
non-makanan dalam sebulan yang dinyatakan dalam rupiah, pengeluaran
34
perkapita adalah pengeluaran sebulan dari rumah tangga yang dibagi dengan
jumlah anggota keluarga.
7. Pendidikan adalah pendidikan formal responden yang diperoleh secara resmi
yang dinyatakan dalam lamanya tahun pendidikan yang dienyam. Tingkat
pendidikan rumah tangga dilihat dari persentase tamat Sekolah Dasar.
8. Kesehatan adalah kondisi kesehatan anggota keluarga selama 3 bulan terakhir
yang dinyatakan dalam persentase sering sakit.
9. Kondisi perumahan adalah kondisi rumah responden baik yang bersifat
permanen, semi permanen, mapun non permanen.
10. Persepsi adalah pemahaman atau pandangan seseorang tentang objek wisata
Tanjung Lesung. Dalam hal ini persepsi diukur berdasarkan persentase dari
pertanyaan tentang:
a) Penilaian terhadap aspek ekonomi dari adanya pengembangan kawasan
wisata Tanjung Lesung bagi masyarakat
b) Penilaian terhadap aspek sosial budaya dari adanya pengembangan
kawasan wisata Tanjung Lesung bagi masyarakat
c) Penilaian terhadap aspek lingkungan dari adanya pengembangan wisata
Tanjung Lesung bagi masyarakat
11. Pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang
diselenggarakan dari satu tempat ke tempat lainnya dengan tujuan bukan
untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi tetapi semata-
mata menikmati perjalanan tersebut.
12. Daerah tujuan wisata adalah suatu daerah yang memiliki daerah-daerah
wisata yang ditunjang dengan sarana dan prasarana wisata.
13. Objek wisata adalah perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya
serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya
tarik untuk dikunjungi.
14. Wisatawan adalah pengujung objek wisata dengan motivasi tertentu seperti
memperoleh kesenangan, kepuasan, pengujian, observasi dan penelitian.
15. Wisatawan mancanegara (wisman) adalah wisatawan yang berasal dari
negara lain yang melakukan perjalanan melampaui batas wilayah negaranya.
16. Wisatawan nusantara (wisnus) adalah wisatawan dalam negeri yaitu
seseorang warga negara melakukan perjalanan di wilayah negaranya sendiri
tanpa melewati batas negara lain.
17. Partisipasi adalah keterlibatan emosi dan mental seseorang dalam situasi
kelompok yaitu adanya ketersediaan untuk mengambil bagian dalam
menetapkan tujuan bersama, serta kesediaan memikul tanggung jawab demi
pencapaian tujuan bersama.
18. Pasokan komoditi dalam penelitian ini adalah segala input (supply) berupa
barang atau jasa baik untuk kebutuhan logistik, akomodasi dan atraksi wisata
untuk menunjang pelayanan (services) bagi tamu di Kawasan Tanjung
Lesung.
19. Komoditi logistik dalam penelitian ini adalah barang atau jasa berupa;
makanan, minuman, sayuran, daging, semua jenis ikan, sembako (groseries),
ATK, benda material, keperluan engineering barang kimia, obat-obatan,
semua jenis pembersih dan BBM yang digunakan oleh operator wisata
Tanjung Lesung.
35
20. Komoditi akomodasi dalam penelitian ini adalah barang atau jasa yang
digunakan untuk perlengkapan hotel berupa; barang-barang untuk kamar
mandi hotel, sandal hotel, handuk, bantal dan sarung bantal dan plastik room
bag yang digunakan oleh operator wisata Tanjung Lesung yang menyediakan
hotel atau villa.
21. Komoditi atraksi dalam penelitian ini adalah barang atau jasa yang digunakan
untuk menunjang fasilitas wisata khas masing-masing operator wisata berupa;
semua barang untuk alat pancing, boat (perahu mesin dan non mesin), sepeda,
alat snorkling, alat menyelam, alat pelampung, perlengkapan out bond dan
lain-lain yang digunakan oleh operator wisata.
22. Operator wisata dalam penelitian ini ialah masing-masing pengelola wisata
komersil yang ada di Tanjung Lesung yakni: Beach Club, Hotel Bay Villas
Tanjung Lesung, Sailing Club, Villa Kalicaa Tanjung Lesung dan Blue Fish.
Metode Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data pada penelitian ini tidak hanya memerlukan data
sekunder namun juga memerlukan data primer. Hal ini dapat digunakan untuk
memperoleh data dan informasi mengenai kondisi studi penelitian. Pengumpulan
data dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dapat dilakukan dengan
observasi/pengamatan dan dokumentasi. Sehingga untuk mereduksi suatu data
berupa angka-angka yang digunakan pada penelitian dengan pendekatan
kuantitatif juga digunakan pada penelitian dengan pendekatan kualitatif.
Sampel Penelitian
Desa yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak 2 (dua) desa
dari 6 (enam) desa yang ada di Kecamatan Panimbang yakni Desa Citeureup
dengan 11 RW dan 41 RT dan Desa Tanjung Jaya dengan 14 RW dan 48 RT.
Ditetapkanya dua desa dan tiga titik lokasi sampel pada penelitian ini
berdasarkan jarak kedekatan dari kawasan wisata Tanjung Lesung selain juga
diasumsikan karena wilayah yang paling besar menerima dampak langsung
maupun tak lansung dari aktivitas pariwisata Tanjung Lesung. Penetapan lokasi
menggunakan stratified sampling, kategori dekat diwakili pada lokasi responden
1, kategori sedang diwakili pada lokasi sampel 2 dan kategori jauh diwakili pada
lokasi sampel 3, dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang. Peta sebaran lokasi
sampel dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 10.
Responden dalam penelitian ini dibagi dua kelompok yakni, kelompok
responden yang beraktivitas di pariwisata dan kelompok responden yang tidak
beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung (sebagai kontrol), masing-masing 30
respoden. Pemilihan responden untuk masing-masing strata melalui purposive
sampling dengan pertimbangan karena tidak diperolehnya daftar lengkap
kerangka sampling terutama kelompok responden yang beraktivitas di pariwisata
Tanjung Lesung. Penentuan responden terpilih dengan menggunakan incidental
sampling, mula-mula mencari responden yang beraktivtias di pariwisata,
kemudian mencari responden yang tidak beraktivitas di pariwisata dengan
karekteristik responden yang sama melalui pendekatan (proksi) tingkat pendidikan
kedua kelompok responden yang relatif setara.
36
Sumber: RTRW Kecamatan Panimbang tahun 2011, dimodifikasi Gambar 4 Peta lokasi dan sebaran sampel di Desa Tanjungjaya dan Citeurep
Kecamatan Panimbang
Kelompok responden yang beraktivitas di pariwisata dalam penelitian ini
dimaksudkan sebagai anggota keluarga (sasaran responden) yang bekerja,
berdagang maupun memiliki kegiatan ekonomi yang dilaksanakan secara intensif
di dalam kawasan wisata Tanjung Lesung. Sementara kelompok responden yang
tidak beraktivitas di kawasan wisata adalah anggota keluarga yang tidak
melaksanakan kegiatan ekonomi di dalam kawasan wisata Tanjung Lesung
sebagai kontrolnya.
Tabel 10 Sebaran lokasi sampel responden yang beraktivitas di pariwisata dan
tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung
Desa (Lokasi) Beraktivitas di Pariwisata
Jumlah Ya Tidak
Tanjungjaya (Lokasi I) 8 8 16
Tanjungjaya (Lokasi II) 7 7 14
Citeureup (Lokasi III) 15 15 30
Total 60 Sumber : Data hasil olah tahun 2013
Selain sampel responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas
dipariwisata, dalam penelitian ini mengambil responden untuk indept interview
37
kepada lima operator wisata di Tanjung Lesung. Uraian kelima operator wisata
untuk responden indept interview dan jumlah total seluruh responden dapat dilihat
pada Tabel 11.
Tabel 11 Jumlah responden masyarakat dan operator wisata di Tanjung Lesung
No Jenis Responden Desa
Jumlah Tj. Jaya Citeureup
Masyarakat
1 Masyarakat yang beraktivitas di pariwisata 15 15 30
Masyarakat yang tidak beraktivitas di
pariwisata 15 15 30
Jumlah I 30 30 60
Pengelola (Operator) Wisata di Tanjung Lesung
2
Pengelola Tanjung Lesung Beach Hotel (BayVillas) 1 1
Pengelola Villa Kalicaa 1 1
Pengelola Beach Club 1 1
Pengelola Sailing Club 1 1
Pengelola Blue Fish 1 1
Jumlah II 5
Total Responden 65 Sumber : Data hasil olah tahun 2013
Jenis dan Sumber Data
Studi Literatur
Studi literatur merupakan sumber data dan informasi bersifat skunder yang
berasal dari berbagai sumber seperti buku, majalah, jurnal, bulletin, makalah,
seminar, laporan kolokium, seminar, Skripsi, Tesis yang digunakan untuk kajian
teoritis serta penambahan pemahaman terhadap penanganan permasalahan-
permasalah sejenis yang perrnah dilakukan di wilayah-wilayah lain, baik itu
perumusan masalah, penggunaan alat analisis maupun penyusunan rencana atau
pun rekomendasi studi.
Data Primer
Data primer diperoleh melalui pengamatan degan cara observasi dan
wawancara dengan menggunakan kuesioner dan daftar pertanyaan mendalam.
Survey dilakukan terhadap sejumlah responden terpilih serta yang dianggap
mempunyai kemampuan dan memahami permasalahan sebagi orang kunci key
persons, baik pada responden masyarakat sekitar kawasan maupun responden
stakeholdes lainnya, seperti; Bappeda Kabupaten Pandeglang, Dinas Pariwisata
Kabupaten Pandeglang, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi
Kabupaten Pandeglang, pengelola pariwisata, pelaku usaha pariwisata dan
masyarakat sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung.
38
Data Sekunder
Data sekunder yang terkait dalam penelitian ini diambil dari dokumen-
dokumen atau monografi yang diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti; BPS
Kabupaten Pandeglang, Bappeda, Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, Dinas
Pendapatan dan Aset Daerah, Kecamatan Panimbang, Desa Tanjung Jaya, Desa
Citeureup dan dokumen pengelolaan kawasan wisata yang dikeluarkan oleh pihak
pengelola PT. Banten West Java maupun pelaku usaha pariwisata di Tanjung
Lesung, serta sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan topik penelitian.
Selain itu juga digunakan peta administrasi wilayah Kabupaten Pandeglang dan
peta administrasi Kecamatan Panimbang. Adapun rincian dari tujuan, metode,
data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12 Matrik tujuan, metode, data dan sumber data penelitian
Sumber: Hasil olah tahun 2013
Metode Analisis
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif ini merupakan salah satu bentuk analisis yang bertujuan
memberikan deskripsi data yang meliputi tabulasi, peringkasan dan penyajian
dalam bentuk grafis dan gambar-gambar serta menghitung ukuran-ukuran
deskripsinya. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan, menguraikan,
menggambarkan, menganalisis, mensintesis dan menjabarkan fenomena-
fenomena yang diperoleh dari hasil analisis lainnya, sehingga dapat diperoleh
pemahaman yang lebih obyektif terhadap keadaan yang sebenarnya.
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi eksisting
keragaan pengelolaan pariwisata Tanjung Lesung serta input komoditinya,
mengkaji kondisi masyarakat setempat terhadap tingkat kesejahteraannya baik
yang memanfaatkan potensi pariwisata maupun yang tidak dengan juga
Tujuan Metode Analisis Variabel/ Komponen Data/Sumber
Mengkaji kondisi eksisting
keragaan wisata Tanjung
Lesung
Alisisis
Deskriptif • SDA, SDM, SDSosial, SD
Buatan / infrastruktur, dan
Kelembagaan Tanjung Lesung
• Kebocoran atas belanja komoditi (jumlah, Rp. dan wilayah) untuk
aktivitas pariwisata
• Dokumen pengeloaan Tanjung Lesung
• Data primer wawancara dengan pelaku usaha
pariwisata
Menganalisis peranan
pariwisata Tanjung Lesung
terhadap tingkat
kesejahteraan masyarakat.
• Analisis Deskriptif
• Uji beda
pendapatan (U Mann -
Whithney)
• 5 indikator kesejahteraan masyarakat
• 5 indikator. Uji beda
kesejahteraan
• Analisis persepsi : Aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan.
• Wawancara mendalam
• Data kuesioner
Menganalisis Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat
kesejahteraan masyarakat
• Analisis
Deskriptif
• Analisis Regresi Berganda
• 6 variabel: Umur, Tk. pendidikan,
tanggungan keluarga, jarak,
pekerjaan dan aktivitas
dipariwisata.
• Data primer
• Hasil Data Kuesioner
Merumuskan gagaran
alternatif pengembangan
pariwisata yang dapat
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat
Analisis Deskriptif Sintesis atas hasil analisis • Hasil analisis sebelumnya
39
menghitung nilai statistiknya
dan mengkaji persepsi masyarakat setempat
terhadap dampak dan harapan dari pengembangan pariwisata di kawasan Tanjung
Lesung.
Analisis Beda Tingkat Kesejahteraan (Uji U Mann Whitney)
Uji ini digunakan untuk menguji signifikansi dua sampel independen (Two
Independent Sample Tests) dengan bentuk data ordinal. Apa bila data berbentuk
interval seharusnya tidak terdistribusi normal atau sebaliknya dikonversi dahulu
dalam bentuk ordinal. Uji Mann Whitney merupakan alternatif dari uji t dua
sampel independen. Uji ini berdasarkan peringkat data. Data dari kedua sampel
digabungkan dengan diberi peringkat dari terkecil hingga terbesar. Prosedur
pengujian dapat dilakukan sebagai berikut :
Menghitung nilai U dengan menggunakan rumus :
Dimana :
n1 = jumlah sampel 1
n2 = jumlah sampel 2
R1 = jumlah jenjang pada sampel 1
R2 = jumlah jenjang pada sampel 2
Diantara nilai U1 dan U2 yang lebih kecil digunakan sebagai U hitung
untuk dibandingkan dengan U tabel. Jika nilai U hitung lebih besar dari n1 n2/2
maka nilai tersebut adalah nilai U‟, dan nilai U dapat dihitung dengan rumus :
H0 : Tidak ada perbedaan pendapatan antara kedua kelompok (masyarakat
yang beraktivitas di pariwisata dan tidak beraktivitas di pariwisata
Tanjung Lesung)
H1 : Ada perbedaan pendapatan antara kedua kelompok (masyarakat
yang beraktivitas di pariwisata dan tidak beraktivitas di pariwisata
Tanjung Lesung)
Dengan kriteria Pengambilan keputusan :
H0 diterima bila U hitung ≥ U tabel ( α ; n1,n2 )
H0 ditolak bila U hitung ≤ Utabel ( α; n1,n2 )
Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Tingkat kesejahteraan rumah tangga yang beraktivitas dan tidak
beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung dilihat berdasarkan indikator-indikator
U = n1 n2 - U‟
40
kesejahteraan, dianalisis secara deskriptif dengan sistem skoring dan uji statistik.
Dalam hal penelitian ini dibedakan atas 3 (tiga) kelompok yang tinggi, sedang dan
rendah serta digunakan indikator SUSENAS. Indikator yang digunakan adalah
pendapatan per kapita rumah tangga (di atas atau di bawah garis kemiskinan),
pendidikan keluarga, kesehatan keluarga, kondisi rumah serta kelengkapan
fasilitas rumah. Uraian indikator kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 13
berikut.
Tabel 13 Indikator kesejahteraan
No. INDIKATOR TINGKAT KESEJAHTERAAN SKOR
1.
Pendapatan perkapita per bulan dibagi menjadi 2 kategori
a. Pendapatan perkapita/bulan Rp. 229.661,- (Tidak Miskin)*
b. Pendapatan perkapita/bulan Rp. 229.661,- (Miskin)
Skor 2
Skor 1
2.
Pendidikan keluarga dibagi menjadi 3 kategori :
a. > 60 persen jumlah keluarga tamat SD (tamat SD)
b. 30 persen - 60 persen jumlah keluarga tamat SD (tidak tamat SD)
c. < 30 persen jumlah keluarga tamat SD (tidak tamat SD)
Skor 3
Skor 2
Skor 1
3.
Kesehatan keluarga dibagi menjadi 3 kategori :
a. > 25 persen jumlah keluarga sering sakit (baik)
b. 25 persen - 50 persen jumlah keluarga sering sakit (sedang)
c. < 50 persen jumlah keluarga sering sakit (buruk)
Skor 3
Skor 2
Skor 1
4.
Kondisi perumahan keluarga dibagi menjadi 3 kategori :
a. Keadaan permanen (skor 15 - 19)
b. Keadaan semi permanen (skor 10 - 14)
c. Keadaan tidak permanen (skor 5 - 9)
Skor 3
Skor 2
Skor 1
5.
Fasilitas perumahan keluarga dibagi menjadi 3 kategori :
a. Lengkap (skor 15 - 19)
b. Semi Lengkap (skor 10 - 14)
c. Tidak lengkap (skor 5 - 9)
Skor 3
Skor 2
Skor 1
Keterangan: *Angka proyeksi garis kemiskinan Kabupaten Pandeglang tahun 2012
Kemudian membandingkan dengan klasifikasi berikut ini:
a. Tingkat kesejahteraan tinggi jika skor antara 12 – 14
b. Tingkat kesejahteraan sedang jika skor antara 9 – 11
c. Tingkat kesejahteraan rendah jika skor 6 – 8
Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Pendapatan per Kapita Rumah Tangga
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat
kesejahteraan masyarakat lokal/setempat digunakan pendekatan bentuk fungsi
regresi. Menurut Sumodiningrat (1994), fungsi regresi terdiri dari regresi linier
berganda, regresi log -Linier ( double-log), dan regresi semilog. Berdasarkan
ketiga bentuk fungsi regresi tersebut akan dipilih fungsi yang cocok yang sesuai
dengan beberapa kriteria yang ada dalam teori ekonomi, seperti goodness of fit
dan kesederhanaan. Penelitian ini menggunakan fungsi regresi linier berganda.
Fungsi regresi tersebut digunakan untuk menganalisis pengaruh dari
peubah bebas terhadap peubah terikat. Analisis ini akan diuji pada kelompok
41
rumah tangga yang beraktivitas di pariwisata dan kelompok rumah tangga yang
tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung. Pada analisis ke dua kelompok
responden ini nilai pendapatan per kapita (Y) dipandang sebagai peubah tak
bebas (dependent variable), sedangkan tingkat pendidikan, jumlah tanggungan
keluarga, lokasi tempat tinggal ke kawasan Tanjung Lesung, jenis pekerjaan,
pekerjaan sampingan dan partisipasi di pariwisata sebagai peubah bebas
(independent variable). Untuk mengetahui pengaruh dari kegiatan pariwisata
terhadap masyarakat sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung juga dilakukan
analisis serupa, pada analisis ini kedua kelompok responden digabung. Peubah
(varibel) yang diuji meliputi, tingkat pendidikan kepala keluarga, jumlah
tanggungan keluarga dan variabel dummy diantaranya; lokasi tempat tinggal ke
kawasan wisata, kepemilikan pekerjaan sampingan, jenis pekerjaan KK dan
keikutsertaan responden dalam memanfaatkan potensi obyek wisata (peubah
dummy) dengan persamaan sebagai berikut:
Dimana :
Y = Tingkat pendapatan rumah tangga per kapita (rupiah)
X1 = Jenjang pendidikan kepala keluarga (tahun)
X2 = Jumlah tanggungan keluarga (orang)
D1 = Dummy Lokasi responden ke-i
DSdng = 1, jika lokasi sedang
= 0, jika selainnya
DJauh = 1, jika lokasi jauh
= 0, jika selainnya
D2 = Dummy pekerjaan kepala keluarga
Bernilai 1, jika memiliki pekerjaan sampingan
Bernilai 0, jika tidak memiliki pekerjaan sampingan
D3 = Dummy jenis pekerjaan responden ke-i
DJasa = 1, jika usaha disektor jasa
= 0, jika selainnya
DDagang = 1, jika usaha dagang
= 0, jika selainnya
D4 = Dummy keikutsertaan responden dalam kegiatan pariwisata
Bernilai 1, jika beraktivitas di pariwisata
Bernilai 0, jika tidak beraktivitas di pariwisata
α = konstanta
ß1 - ß7 = koefisien regresi
ε = error term
Tingkat kepercayaan (level of significant) α, kriteria yang digunakan untuk
menguji hipotesis adalah jika Fhitung = F tabel pada level α = 0,05 maka kegiatan
pariwisata di Tanjung Lesung berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat
sekitar kawasan. Jika F hitung < F tabel pada level α = 0,05 maka kegiatan
pariwisata di Tanjung Lesung tidak berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat
sekitar kawasan.
𝑌𝑖 = 𝛼 + 𝛽 𝑋 + 𝛽 𝑋 + 𝛽3𝐷Sdng + 𝛽4𝐷jauh +𝛽5𝐷𝑝𝑘𝑗 𝑠𝑚𝑝𝑛𝑔𝑛
+𝛽6𝐷𝐽𝑎𝑠𝑎 + 𝛽7𝐷𝐷𝑎𝑔𝑎𝑛𝑔 + 𝛽8𝐷𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣 + 𝜀
42
Implikasi Terhadap Kebijakan dan Gagasan Alternatif Pengembangan
Pariwisata Tanjung Lesung yang Mensejahterakan
Kebijakan pengembangan pariwisata sebagaimana tujuan dasarnya yakni
memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar dan perekonomian
wilayah. Dalam hal ini kebijakan pengembangan pariwisata diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat baik secara langsung maupun
tidak langsung sekaligus memperhatikan dampak negatif yang mungkin
ditimbulkannya baik pada aspek sosial, ekonomi dan lingkungan sekitar kawasan
wisata.
Analisis deskriptif dilakukan sebagai sintesis dari hasil analisis sebelumnya
dengan merumuskan gagasan alternatif yang dapat ditempuh oleh pihak-pihak
pengambil kebijakan yang berhubungan dengan pengembangan kawasan
pariwisata Tanjung Lesung ke depan.
43
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Wilayah Kabupaten Pandeglang
Keadaan Alam
Kondisi Geografis dan Wilayah Adminstratif Kabupaten Pandeglang
Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu kabupaten dari 8
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten yang berada di ujung barat Pulau Jawa.
Secara geografis terletak antara 6º21‟- 7º10‟ Lintang Selatan dan 104º48‟-
106º11‟ Bujur Timur, memiliki luas wilayah 2.747 km2 (
274.689,91 ha), atau
sebesar 29,98 persen dari luas Provinsi Banten dengan panjang pantai mencapai
307 km. Secara administratif dibagi menjadi 335 desa/kelurahan dan 35
kecamatan dengan batas-batas administrasi:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Serang;
2. Sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda;
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia;
4. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lebak.
Adapun secara rinci luas wilayah setiap kecamatan di Kabupaten
Pandeglang diuraikan pada Tabel 14.
Tabel 14
Luas wilayah admnistrasi kecamatan Se-Kabupaten Pandeglang
tahun 2009
Nama Kecamatan Luas Wilayah
(Km2)
Nama Kecamatan Luas Wilayah
(Km2)
Sumur 258,54 Mandalawangi 80,19
Cimanggu 259,73 Cimanuk 23,64 Cibaliung 221,88 Cipeucang 21,16
Cikeusik 322,76 Banjar 30,50
Cigeulis 199,65 Kaduhejo 33,57
Panimbang 132,84 Pandeglang 16,85
Munjul 75,25 Cadasari 29,20
Angsana 64,84 Karangtanjung 19,07
Picung 56,74 Cibitung 180,72
Bojong 50,72 Carita 41,87 Saketi 54,13 Sukaresmi 57,30
Cisata 44,81 Mekarjaya 31,34
Pagelaran 42,76 Sindangrestmi 65,20
Patia 45,48 Koroncong 17,86
Labuan 15,66 PSSSulosari 31,33
Jiput 53,04 Majasari 19,57
Cikedal 26,00 Sobang 138,88
Menes 34,89
Jumlah 2.746,89
Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang tahun 2010
Secara geologi, wilayah Kabupaten Pandeglang termasuk kedalam zona
Bogor yang merupakan jalur perbukitan. Sedangkan jika dilihat dari topografi
daerah Kabupaten Pandeglang memiliki variasi ketinggian antara 0 - 1.778 meter
di atas permukaan laut (dpl). Sebagian besar topografi daerah Kabupaten
Pandeglang adalah dataran rendah yang berada di daerah tengah dan selatan yang
memiliki luas (85,07%) dari luas keseluruhan Kabupaten Pandeglang. Daerah
utara memiliki luas (14,93%) dari luas Kabupaten Pandeglang yang merupakan
44
dataran tinggi, yang ditandai dengan karakteristik utamanya adalah ketinggian
gunung yang relatif tinggi, seperti Gunung Karang 1.778 meter, Gunung Pulosari
1.346 meter dan Gunung Aseupan 1.174 meter.
Suhu udara di Kabupaten Pandeglang berkisar antara 22,5 0C – 27,9
0C.
Pada daerah pantai, suhu udara bisa mencapai 22 0C – 32
0C, sedangkan di daerah
pegunungan berkisar antara 18 0C – 29
0C. Kabupaten Pandeglang memiliki
curah hujan antara 2.000 – 4.000 milimeter per tahun dengan rata-rata curah hujan
3.814 milimeter dan mempunyai 177 hari hujan rata-rata per tahun serta memiliki
tekanan udara rata-rata 1.010 milibar.
Jenis tanah yang ada di Kabupaten Pandeglang dapat dikelompokan dalam
beberapa jenis dengan tingkat kesuburan dari rendah sampai dengan sedang.
Diantara jenis tanah tersebut adalah :
1. Alluvial, terdapat di Kecamatan Panimbang, Sumur, Cikeusik, Pagelaran,
Picung, Labuan dan Munjul;
2. Grumosol, yang tersebar di Kecamatan Sumur dan Cimanggu;
3. Regosol, terdapat di Kecamatan Sumur, Labuan, Pagelaran, Cikeusik dan
Cimanggu;
4. Latosol, terdapat di sekitar Gunung Karang, Kecamatan Pandeglang, Saketi,
Cadasari, Banjar, Cimanuk, Mandalawangi, Bojong, Menes, Jiput, Labuan dan
Sumur;
5. Podsolik, terdapat di Kecamatan Labuan, Menes, Saketi, Bojong, Munjul,
Cikeusik, Cibaliung, Cimanggu, Cigeulis, Sumur, Panimbang dan Angsana.
Perekonomian Daerah Kabupaten Pandeglang
Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB)
Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pandeglang Atas
Dasar Harga Berlaku pada Tahun 2009 adalah sebesar 7,472 triliun rupiah,
sedangkan pada Tahun 2010 sebesar 8,694 triliun rupiah. Seperti pada periode
tahun sebelumnya, sektor-sektor yang dominan memberi andil dalam
pertumbuhan ekonomi yaitu sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran
serta sektor jasa-jasa. Sampai dengan tahun 2011 dengan nilai 9,618 triliun
rupiah, sektor pertanian masih memberikan kontribusi terbesar dalam pencapaian
nilai PDRB Kabupaten Pandeglang.
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Pandeglang selama kurun
waktu 2006-2009 cenderung fluktuatif, pada tahun 2006 laju pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Pandeglang berkisar pada angka 3,96 persen. Pada tahun
2007 mengalami kenaikan menjadi 4,48 persen dan pada tahun 2008 menjadi 4,29
persen. Namun pada tahun 2009 perekonomian Kabupaten Pandeglang hanya
tumbuh sebesar 3,97 persen, lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan
ekonomi tahun 2008, yang mencapai 4,29 persen. Hal ini sejalan dengan lesunya
situasi perekonomian regional sebagai imbas krisis sektor finansial pada
perekonomian nasional dan global. Sementara itu, beberapa sektor ekonomi
unggulan mampu tumbuh lebih pesat dibandingkan tahun sebelumnya, seperti
sektor pertanian (dari 1,93 persen ke 2,20 persen) dan industri pengolahan (dari
3,05 persen ke 4,06 persen), sehingga mampu menjaga angka LPE Pandeglang
45
tetap berkisar pada level ± 4 persen. Gambaran Laju Pertumbuhan Ekonomi
(LPE) Kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Pandeglang tahun 2006 -
2009
Lapangan Usaha LPE (%)
2006 2007 2008 2009
Pertanian -1,12 2,73 1,93 2,20
Pertambangan & Penggalian 5,30 5,50 2,77 -69,81
Industri Pengolahan 5,08 3,16 3,05 4,06
Listrik, Gas dan Air Bersih -0,77 4,90 -2,77 16,63
Bangunan 7,50 6,50 9,50 7,05
Perdagangan, hotel dan restoran 7,18 4,24 5,39 4,97
Pengangkutan dan komunikasi 8,44 9,59 7,62 7,15
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 7,17 7,00 5,45 5,93
Jasa-jasa 8,22 6,98 3,68 4,89
LPE Kabupaten 3,96 4,48 4,29 3,97
Sumber: BPS Kabupaten Pandeglang tahun 2010
Struktur Ekonomi
Struktur perekonomian Kabupaten Pandeglang selama ini didominasi
sektor pertanian dengan padi sebagai komoditas unggulan. Pada tahun 2009
peranan sektor ini terhadap total pembentukan nilai tambah di Kabupaten
Pandeglang mencapai 30,81 persen. Sektor perdagangan, hotel dan restoran
memberikan peranan terbesar kedua dengan kontribusi sebesar 23,77 persen
sedangkan sektor jasa-jasa mampu menyumbang sebesar 14,80 persen dari total
pembentukan nilai tambah di Pandeglang pada tahun 2009. Secara detail,
gambaran struktur perekonomian Kabupaten Pandeglang menurut sektor dapat
dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Struktur perekonomian Kabupaten Pandeglang menurut sektor tahun
2000-2009
Sektor Share (%)
2000 2009
Sektor Primer (Agriculture)
- Pertanian - Pertambangan dan Penggalian
Sektor Sekunder (Manufacture)
- Industri Pengolahan
- Listrik, Gas dan Air Bersih - Bangunan
Sektor Tersier (Services)
- Perdagangan, Hotel dan Restoran
- Angkutan dan Komunikasi
- Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
- Jasa-jasa
39,27
39,16 0,11
16,92
12,03
0,68 4,21
43,74
22,91
5,11
3,72
12,00
30,39
30,81 0,12
16,62
10,96
0,74 4,92
52,46
23,77
7,98
5,91
14,80
Jumlah 100 100
Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang tahun 2001-2010
Jika diperhatikan dalam sembilan tahun terakhir, kecenderungan peranan
sektor-sektor berbasis jasa meningkat setiap tahunnya. Hal ini dipengaruhi
perubahan kultur, perkembangan teknologi dan peningkatan daya beli masyarakat.
46
Kondisi Sosial dan Budaya Daerah Kabupaten Pandeglang
Kependudukan
Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang mengalami
peningkatan dari tahun 2006 sebesar 1,124 juta jiwa sampai dengan tahun 2011
menjadi 1,162 juta jiwa. Terdapat perkembangan penduduk selama periode 6
tahun sebanyak 37.626 jiwa. Jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang dapat
dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang tahun 2006-2011
Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah
2006 577.244 547.253 1.124.497
2007 578.375 552.139 1.130.514
2008 584.503 561.564 1.146.067
2009 588.126 560.938 1.149.064
2010 589.056 560.554 1.149610
2011 595.524 566.599 1.162.123
Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang tahun 2007-2012
Penyebaran penduduk pada setiap kecamatan cenderung tidak merata.
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Pandeglang berdasarkan hasil
sensus penduduk tahun 1961-1971 sebesar 2,71 persen, periode 1971-1980
sebesar 2,15 persen, periode 1980-1990 sebesar 2,14 persen, dan periode 1990-
2000 sebesar 1,64 persen. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000
sampai dengan 2009 mencapai 1,41 persen.
Kesehatan
Pembangunan bidang kesehatan bertujuan agar masyarakat dapat
memperoleh pelayanan kesehatan secara, mudah, merata dengan biaya yang
relatif terjangkau. Upaya tersebut diharapkan dapat tercapai tingkat derajat
kesehatan masyarakat yang lebih baik, sehingga akan meningkatkan produktifitas.
Untuk itu instansi terkait mengupayakan perbaikan kesehatan masyarakat dengan
menambah saran kesehatan maupun kualitas pelayanan kesehatan. Untuk
mengetahui tingkat kesehatan suatu daerah umumnya dilihat dari tingkat harapan
hidup masyarakatnya.
Angka Harapan Hidup Kabupaten Pandeglang pada tahun 2009 relatif
meningkat dari 63,3 tahun 2008 menjadi 63,5 tahun 2009, angka ini memberi
makna bahwa setiap bayi di Kabupaten Pandeglang yang lahir pada tahun 2009
mempunyai harapan hidup selama 63,5 tahun.
Upaya meningkatkan AHH merupakan hal penting yang perlu dicermati
melalui upaya-upaya peningkatan kegiatan program yang berdampak pada tingkat
kesejahteraan masyarakat seperti penurunan resiko kesakitan, pada keluarga
rentan, trend penyakit degeneratif dan tidak menular, serta peningkatan kesehatan
pra usila yang dapat hidup produktif dan mandiri.
Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu basic needs bagi setiap manusia,
sehingga upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan merupakan
bagian upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ketersedian sarana dan
prasarana pendidikan sebagaimana terlihat pada Tabel 18 dan Tabel 19
47
merupakan syarat mutlak dalam proses pembangunan sumber daya manusia yang
handal di Kabupaten Pandeglang, juga sebagai salah satu indikator keseriusan
Pemerintah Daerah dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia.
Tabel 18 Jumlah sekolah di Kabupaten Pandeglang tahun 2006 - 2010
Sekolah Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
TK 276 270 282 354 395
SD Sederajat 1.006 1.013 1.012 1.015 1020
SMP Sederajat 183 211 224 265 274
SMA Sederajat 94 92 111 131 144
Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang tahun 2007-2010
Tabel 18 menggambarkan bahwa sarana pendidikan yaitu jumlah sekolah
dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 secara umum mengalami peningkatan.
Meskipun ada penurunan pada tahun 2007 terutama sekolah TK dan SMA
sederajat namun hal tersebut sangatlah tidak signifikan dibandingkan dengan
trend kenaikan sampai dengan kondisi tahun 2010.
Tabel 19 Jumlah rasio murid/guru di Kabupaten Pandeglang tahun 2006–2010
No Sekolah Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
1 TK 8,93 11,16 7,48 6,72 8,90
2 SD Sederajat 18,39 18,37 18,03 15,93 16,24
3 SMP Sederajat 12,34 13,07 13,57 12,27 12,75
4 SMA Sederajat 10,55 11,60 10,43 9,78 9,96
Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang tahun 2007-2010
Tabel 19 menunjukan bahwa rasio murid/guru di Kabupaten Pandeglang
dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 secara umum mengalami perbaikan.
Gambaran ini membuktikan bahwa Pemerintah Daerah sangat concern terhadap
upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia semenjak usia dini melalui
pendidikan formal.
Kondisi Potensi Pariwisata Pandeglang
Sektor pariwisata merupakan salah satu andalan Kabupaten Pandeglang
untuk meningkatkan perekonomian daerah khususnya dalam peningkatan
penerimaan PAD serta daya efek berantai (multiplayer effect) yang positif
terhadap sektor pembangunan lainnya. Pengembangan pariwisata diarahkan pada
peningkatan destinasi wisata berupa kawasan wisata, objek wisata, akomodasi
yang mendukung serta pemasaran wisata yang akhirnya ukuran keberhasilan
pembangunan pariwisata tercermin melalui jumlah kunjungan wisata. Secara
umum Kabupaten Pandeglang memiliki potensi dalam hal kepariwisataan,
khususnya wisata pantai, wisata alam, wisata budaya dan wisata buatan:
a. Pariwisata pantai dan selam
Daerah-daerah yang dianggap sesuai untuk kegiatan pariwisata pantai
adalah Pantai Carita, pantai Bama, Pantai Popole, Pantai Penimbang, Pantai
Tanjung Lesung, Pulau Liwungan, Pantai Cipanon, Pantai Cimahpar,
Pantai/Muara Cijalarang, Pantai Ciputih, Pantai Cikeruh Wetan, Pantai
Tanjungan, Pantai Citeluk dan Pantai Sindangkerta. Selain potensi pariwisata
48
pantai, beberapa lokasi wisata pantai juga memiliki eksotisme bawah laut yang
dapat dikembangkan sebagai lokasi wisata selam. Beberapa daerah tersebut antara
lain Kawasan Tanjung Lesung, Pulau Liwungan, Pulau Handeuleum, Pulau
Panaitan, Pulau Umang dan Pulau Deli.
b. Pariwisata sejarah, ziarah dan kota
Beberapa lokasi yang memenuhi syarat sebagai lokasi wisata ziarah dan wisata
kota antara lain Makam Simpeureun, Kota Pandeglang, Penziarahan Cibulakan,
Batu Qur‟an, Penziarahan Cikadueun, Prasasti Muruy, Masjid Caringin dan
Penziarah Mantiung.
c. Agrowisata
Mengingat potensi pertanian dan perikanan yang begitu besar di kabupaten
Pandeglang disertai dengan industi pengolahannya maka tidak salah jika
agrowisata juga merupakan salah satu aspek wisata Kabupaten Pandeglang.
Daerah-daerah yang dapat dijadikan tujuan agrowisata antara lain Agrowisata
Akarsari, Agrowisata Cihunjuran, Agrowisata Gunung Honje, dan daerah
Agrowisata Kutakarang.
d. Ekowisata dan edutourism
Daerah-daerah yang sesuai untuk kegiatan ekowisata dan edutourism adalah
taman rekreasi Tamansari, bumi perkemahan Perhutani, taman rekreasi
Perhutani, Desa wisata Cikadu, dan tentu saja Taman Nasional Ujung Kulon.
Data kunjungan wisatawan ke sebagian objek wisata yang ada di
Kabupaten Pandeglang tahun 2012 diuraikan pada Tabel 20.
Tabel 20 Jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata di pandeglang tahun
2012
Nama Objek Wisata Jumlah Pengunjung Persentase
Air Panas Cisolong Pemkab 4.963 0,4%
Air panas Gunung Torong 29.141 2,2%
Air Panas Alam Sari 34.287 2,6%
CAS Water park 267.278 20,2%
Pemandian Lebak Seureuh 41.844 3,2%
Pemandian Alami Cikoromoi 21.7525 16,5%
Karangsari Carita 22.3122 16,9%
Pasir Putih Carita 11.8382 9,0%
Perum Perhutani Carita 36.760 2,8%
Matahari Carita 193.892 14,7%
Curug Putri Pulosari 31.700 2,4%
Kawasan Tanjung Lesung 115.807 8,8%
Kawasan TN Ujung Kulon 6.598 0,5%
Jumlah 1.321.299 100%
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pandeglang tahun 2013
Selain jumlah kunjungan objek wisata pantai dan air, sebagaimana
dijelaskan pada tabel 20, kunjungan wisatawan pada objek wisata religius juga
sangat tinggi. Tercatat jumlah kujungan wisatawan jiarah ke Kabupaten
Pandeglang tahun 2012 sebanyak 656.742 orang dari berbagai daerah di
Indonesia. Lokasi jiarah paling besar adalah Makam Syeh Mansyur di Cikadueun
Kecamatan Cipacung Kabupaten Pandeglang dengan jumlah kunjungan 160.924
orang tahun 2012.
49
Wilayah Kecamatan Panimbang dan Kawasa Wisata Tanjung Lesung
Kondisi Alam Kecamatan Panimbang
Batas Geografis dan Administrasi
Wilayah Kecamatan Panimbang secara geografis terletak pada 06°29‟00”-
06°36‟00” Lintang Selatan dan 105°38‟00”- 105°50‟00” Bujur Timur. Luas
wilayah 97,75 km² atau sebesar 3,56 persen dari luas Kabupaten Pandeglang.
Kecamatan Panimbang berjarak 60 km dari Kabupaten Pandeglang dengan batas
administrasi sebagai berikut :
Sebelah Utara : Selat Sunda dan Kecamatan Pagelaran
Sebelah Selatan : Kecamatan Cigeulis
Sebelah Timur : Kecamatan Sobang
Sebelah Barat : Kecamatan Selat Sunda
Kecamatan Panimbang secara administrasi terdiri dari 6 desa, 70 rukun
warga (RW) dan 230 rukun tetangga (RT). Desa Mekarjaya merupakan desa
terkecil dengan luas 6,06 km2, sedangkan Desa Tanjungjaya merupakan desa
terbesar dengan luas 33,0 km2.
Kondisi Topografi
Berdasarkan kondisi topografi Kecamatan Panimbang merupakan tipe
wilayah berbukit pada daerah sekitar Tanjung Lesung dan dimanfaatkan sebagai
lahan perkebunan dan relatif datar. Wilayah ibu kota kecamatan dan sekitarnya
dimanfaatkan sebagai lahan permukiman, pertanian dan sedikit perkebunan.
Dari data yang ada diperoleh bahwa 92 persen wilayah merupakan
kawasan datar sampai bergelombang untuk dataran tinggi dan berbukit sebesar 2
persen dengan fungsi dominan untuk semak belukar dan bukit landai 6 persen
fungsi semak belukar dan pohon. Berdasarkan ketinggian Kecamatan Panimbang
berada pada 3 meter di atas permukaan laut (DPL).
Keadaan Topografi wilayah Kecamatan Panimbang secara garis besar
dapat dikelompokan menjadi 2 (dua), yaitu :
a) Dataran rendah, berdasarkan aspek morfogenetik bentuk lahan dataran
rendah dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu alluvial dan diocena.
b) Perbukitan, kelompok perbukitan adalah batuan basal yang tergolong
batuan vulkanik. Bentuk-bentuk lahan yang tergolong ke dalam kelompok
perbukitan.
Kondisi Klimatologi
Secara umum kondisi klimatologi Kecamatan Panimbang mempunyai iklim tropis basah sehingga seperti umumnya mempunyai musim kemarau dan
musim penghujan. Berdasarkan curah hujan kondisinya hampir sama dengan
kondisi wilayah lain di Kabupaten Pandeglang, untuk rata-rata hari hujan pada
tahun 2011 adalah 115 Hari dengan curah hujan 1911, 00 mm. Kondisi curah
hujan tertinggi adalah pada bulan Maret dengan jumlah hari hujan adalah 20 hari
dan curah hujan 308,00 mm sedangkan yang terendah adalah pada bulan Juni
dengan jumlah hari hujan adalah 5 hari dan curah hujan 54 mm.
50
Suhu udara berkisar antara 22,5 0C – 27,9
0C. Pada daerah pantai, suhu
udara bisa mencapai 22 0C – 32
0C, sedangkan di daerah pegunungan dengan
ketinggian 400 – 1.350 meter suhu dapat mencapai hingga 18 0C – 29
0C.
Kondisi Hidrologi
Kondisi hidrologi atau sumber daya air yang ada di Kecamatan Panimbang
dapat dibagi menjadi beberapa kategori yaitu :
a. Air Permukaan.
Untuk air permukaan yang ada di Kecamatan Panimbang tidak dijumpai
sumber air yang berupa sungai yang mengalir sepanjang tahun. Hal ini
mengindikasikan sumber air permukaan kawasan ini terbatas. Diketahui
bahwa air permukaan di wilayah ini memiliki akuifer produktif dimana luas
penyebarannya mempunyai debit kurang dari 5 liter per detik, dengan kondisi
ini maka kualitas airnya terasa payau sehingga tidak dapat dipergunakan
sebagai sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan pokok.
b. Air Tanah Dangkal
Keadaan air tanah dangkal berupa sumur-sumur galian yang dipergunakan
masyarakat sebagai sumber air bersih memiliki debit 2 liter per detik dengan
kedalaman 5-10 m. Air tanah tersebut sangat sulit untuk didapatkan pada
musim kemarau.
c. Air Tanah Dalam.
Air tanah dalam adalah air yang terdapat didalam lapisan batuan yang dibagi
atas dan bawahnya dibatasi oleh batuan lain yang relatif kedap air.
Berdasarkan kondisi geologi di Kecamatan Panimbang, diperkirakan terdapat
air tanah tertekan pada kedalaman di bawah 15 m, sedangkan di kawasan
batuan vulkanik tua tidak terdapat air tanah.
Kondisi Geologi dan Jenis Tanah
Faktor fisik dasar dalam penentuan fungsi kawasan adalah daya dukung
berdasarkan struktur batuan. Struktur batuan di Kecamatan Panimbang dari segi
Geomorfologi terbentuk dan termasuk jenis batuan sedimen formasi Bojongmanik
yaitu perselingkuhan batu pasir dan batu lempung menyerpih bersisipan napal,
konglomerat, batu gamping tuf, dan ligit (Tmb), endapan permukaan alluvium,
kerikil, pasir, lanau, lempung dan kerakal batu apung (Qa), batuan sedimen
formasi honje breksi gunung api, tuf lava, andesit basal, kayu kersikan (Tmh),
batuan sedimen formasi Cipancar, tuf, batu apung, batu pasir tufan, batu lempung
tufan, tuf breksi dan napal (Tpc).
Dilihat dari daya dukung tanah terhadap bangunan di Kecamatan
Panimbang, terdapat 3 (tiga) kelas kemampuan daya dukung tanah yakni :
1. Jenis tanah berkerikil yang terdapat dibagian selatan membujur kearah barat di
sekitar perbukitan Desa Tanjungjaya.
2. Jenis tanah berpasir, yang terdapat dibagian utara dan timur menyebar hingga
ke bagian barat kecamatan.
3. Jenis tanah pasir tanau berada di sebagian barat Kecamatan Panimbang yaitu
di Desa Tanjungjaya dan Mekarsari.
Dilihat dari jenis tanah yang ada di wilayah ini terdiri atas; alluvial,
grumosol, regosol, latosol, dan podsolik, khusus di Kecamatan Panimbang jenis
tanah yang ada disini adalah alluvial dan podsolik.
51
Kondisi Penduduk di Kecamatan Panimbang
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Kondisi penduduk tahun 2011 berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan Di Kecamatan Panimbang secara umum tidak memiliki perbedaan
yang signifikan. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 25.409 jiwa atau sebesar 51,3
persen sedangkan untuk jumlah penduduk perempuan sebesar 24.147 jiwa atau
sebesar 48,7 persen. Jumlah rumah tangga dan penduduk berdasarkan jenis
kelamin diuraikan pada Tabel 21.
Tabel 21 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Kecamatan Panimbang
tahun 2011
Desa/Kelurahan Jumlah
Rumah
Penduduk Jumlah
Laki-Laki Perempuan
Mekarjaya 1.166 2.424 2.197 4.621
Gombong 1.001 1.842 1.791 3.633
Panimbangjaya 3.420 7.799 7.183 14.982
Mekarsari 2.939 5.450 5.487 10.937
Citeureup 2.070 4.327 4.179 8.506
Tanjungjaya 1.826 3.566 3.310 6.876
Jumlah 12.422 25.408 24.147 49.555
Sumber: Panimbang Dalam Angka tahun 2012
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tahap Kesejahteraan
Berdasarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Panimbang
terbagi menjadi 5 kategori yaitu: Keluarga Prasejahtera sebanyak 5973 jiwa atau
41persen, Sejahtera Tahap I sebanyak 3914 jiwa atau 27 persen, Sejahtera Tahap I
sebanyak 2645 jiwa atau 18 persen, Sejahtera Tahap III sebanyak 1805 atau 12
persen penduduk yang berada pada tahap Sejahtera III+ sebanyak 159 atau
sebesar 1 persen.
Berdasarkan persentase masing-masing Kelurahan dan Desa di Kecamatan
Panimbang penduduk prasejahtera paling rendah adalah Desa/Kelurahan
Mekarjaya yaitu 9 persen dan tertinggi adalah Desa/Kelurahan Panimbangjaya,
sedangkan untuk masyarakat Sejahtera III+, tertinggi adalah Desa/Kelurahan
Panimbangjaya yaitu sebesar 34 persen sedangkan terendah adalah Desa
Mekarjaya dan Gombong masing-masing 10 persen. Untuk lebih jelasnya
mengenai persentase tingkat kesejahteraan penduduk Kecamatan Panimbang
dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Persentase penduduk berdasarkan tingkat kesejahteraan Kecamatan
Panimbang tahun 2011
Desa/Kelurahan
Persentase (%) Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Prasejahtera Sejahtera
Tahap I
Sejahtera
Tahap II
Sejahtera
Tahap III
Sejahtera
Tahap III+
Mekarjaya 9 5 9 10 8
Gembong 8 9 8 10 16
Panimbang 35 36 34 34 31
Mekarsari 20 21 20 20 19
Citeureup 15 15 15 14 14
Tanjungjaya 13 14 13 13 11
Sumber: Panimbang Dalam Angka tahun 2012
52
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Kecamatan Panimbang
Kondisi sosial masyarakat Kecamatan Panimbang nilai-nilai budaya masih
tersimpan, hal ini masih aktifnya kesenian masyarakat seperti Debus yang sering
ditampilkan untuk atraksi wisatawan, berdasarkan nilai religius mayoritas
penduduk adalah beragama islam, nilai-nilai ini dapat terlihat di daerah-daearah
pinggiran Kecamatan Panimbang seperti Citeureup, Bodur anak-anak masih
banyak yang mengisi surau-surau untuk belajar agama.
Dari sisi mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Panimbang di
golongkan menjadi dua yaitu nelayan dan bertani. Sektor ini merupakan hal yang
dapat dijadikan sebuah objek yang bernilai untuk wisatawan. Masih menjadi
terkendala dari faktor sosial budaya adalah masalah kenakalan remaja dengan
munculnya geng-geng motor yang berdampak pada kebisingan lingkungan.
Apabila hal ini tidak segera diantisipasi akan mengganggu wisatawan yang datang
dan berkunjung ke wilayah tersebut.
Fasilitas Pendukung Kecamatan Panimbang
Fasilitas Perumahan
Keberadaan fasilitas perumahan merupakan kebutuhan yang utama dimana
berfungsi sebagai tempat untuk berlindung dan meneruskan kehidupan.
Berdasarkan kondisi yang ada fasilitas perumahan di Kecamatan Panimbang
sebagian besar menempati wilayah-wilayah yang dekat dengan kawawasan
ekonomi, seperti Panimpangjaya, Citeureup di daerah sekitar pasar. Perumahan-
perumahan ini pembangunanya mengikuti perkembangan jalan atau tipe radial.
Di daerah-daerah pinggiran terdapat perumahan masyarakat yang sifatnya
sporadis hal ini disebabkan oleh faktor kedekatan dengan mata pencaharian,
kondisi rumah-rumah yang ada berada disekitar jalan menuju kawasan Tanjung
Lesung, selain itu ada pula rumah-rumah ini adalah tidak permanen dimana
dinding-dindingnya berbahan dasar dari kayu. Kondisi rumah di Kecamatan
Panimbang dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Jumlah dan jenis rumah Kecamatan Panimbang tahun 2011
Desa/Kelurahan
Jenis Bangunan
Pemanen Semi
Permanen Sederhana Jumlah
Mekarjaya 314 357 532 1.203
Gembong 314 388 456 1.158
Panimbang 1.063 943 1904 3.910
Mekarsari 842 852 1396 3.090
Citeureup 718 652 957 2.327
Tanjungjaya 384 427 643 1.454
Jumlah 3.635 3.619 5.888 13.142 Sumber : Panimbang Dalam Angka tahun 2012.
Fasilitas Perdagangan dan Jasa
Untuk menunjang pengembangan ekonomi wilayah perlu didukung oleh
adanya sarana dan prasaran pendukung yang menunjang dan sesuai dengan
kebutuhan wilayah yang bersangkutan. Dalam mendukung perkembangan
ekonomi Kecamatan Panimbang sudah terdapat fasilitas ekonomi diantaranya
adalah adanya pasar yang terletak di Desa/Kelurahan Panimbangjaya dan
53
Citeureup, selain itu terdapat fasilitas pendukung lainnya yaitu mini market, ruko,
Rumah Potong Hewan (RPH) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Fasilitas pendukung perekonomian banyak ditempatkan di Desa/Kelurahan
Panimbangjaya hal ini disebabkan oleh wilayah tersebut adalah Ibu Kota
Kecamatan (IKK) yang merupakan orientasi ekonomi wilayah Desa/Kelurahan
lain yang berada di Kecamatan Panimbang. Untuk tiga (3) Desa/Kelurahan lain
tidak didukung oleh fasilitas ini seperti Mekarjaya, Gombong dan Tanjungjaya. Di
wilayah Desa Citeureup terdapat 2 TPI dan 1 RPH.
Sarana dan prasarana pendukung perekonomian lainnya adalah adanya
lembaga keuangan sebagai sarana untuk pinjam dan menabung bagi masyarakat
yang ada. Berdasarkan jenisnya lembaga keuangan yang ada di Kecamatan
Panimbang yaitu; bank sebanyak 5 unit, Lembaga Pengeloaan Keuangan (LPK)
Kecamatan Panimbang sebanyak 1 unit, Baitul Maal wa Tanwil (BMT) sebanyak
1 unit, dan Koperasi Simpan Pinjam sebanyak 11 unit.
Keberadaan lembaga keuangan terpusatkan di Kelurahan Panimbangjaya
dengan jumlah 10 unit, sementara di Desa Tanjungjaya tidak terdapat LKP.
Fasilitas Pendidikan
Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu
indikator dalam upaya meningkatkan kualitas SDM. Khusus di Kecamatan
Panimbang pelayanan pendidikan kepada masyarakat sudah terlayani dengan
adanya berbagai jenis fasilitas pendidikan mulai dari TK, SLTP, sampai SLTA.
Berdasarkan data BPS tahun 2012 jumlah Sekolah Negeri sebesar 40 Unit
atau 43 persen, sedangkan jumlah Sekolah Swasta sebesar 52 unit atau 57 persen.
Berdasarkan data ini nampak bahwa peran swasta dalam pembangunan fasilitas
pendidikan lebih besar dibandingkan pemerintah daerah.
Fasilitas Kesehatan
Keberadaan fasilitas kesehatan sangat diperlukan. Akses pelayanan terhadap
masyarakat perlu juga diperhatikan, seperti jarak aksesilibitas. Di Kecamatan
Panimbang keberadaan fasilitas kesehatan sudah ada, berdasarkan data yang ada
terdapat 37 sarana kesehatan hanya saja masyarakat belum terlayani oleh fasilitas
kesehatan berupa puskesmas keliling.
Berdasarkan akses jarak, masih menjadi kendala bagi masyarakat, seperti
akses menuju puskesmas yang terkendala oleh jalan dan transportasi yang belum
tersedia kendaraan umum, namun hanya dapat dijangkau menggunakan kendaraan
pribadi. Sementara lokasi puskesmas yang letaknya di pusat Desa Citeuruep untuk
Kampung Bodur dirasakan masih sangat jauh baik jaraknya. Sumberdaya
kesehatan yang ada di Kecamatan Panimbang diantaranya; puskesmas umum 2
unit, puskesmas pembantu 1 unit, dokter umum 1 orang, dokter gigi 1 orang, para
medis perawatan 31 orang dan non medis 1 orang (BPS, Panimbang Dalam
Angka tahun 2012).
Utilitas Publik Di Kecamatan Panimbang
Utilitas Listrik
Terkait dengan penerangan kelistrikan yang ada di Kecamatan Panimbang
sebagian besar penduduk sudah menggunakan fasilitas penerangan PLN.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa sebanyak 7573 Rumah
54
Tangga dari total 14.422 Rumah Tangga sudah menggunakan jasa PLN tersebut
sebagai alat untuk penerangan. Desa Tanjungjaya merupakan pengguna terkecil
yaitu 663 rumah tangga dari total 1826 rumah tangga yang ada di Desa tersebut.
Secara persentase Kelurahan Panimbangjaya merupakan wilayah dengan
pengguna fasilitas listrik PLN terbesar yaitu 77 persen, sedangkan yang terkecil
adalah Desa Tanjungjaya yaitu hanya sebesar 36 persen dari total jumlah rumah
tangga yang ada. Sedangkan untuk wilayah lain seperti Desa Gombong sebesar 70
persen, Mekarjaya sebesar 71 persen, Mekarsari sebesar 53 persen dan Citeureup
sebesar 58 persen. Jika dilihat dari persentase rumah tangga yang ada berdasarkan
uraian sebelumnya, maka masih terdapat rumah tangga yang belum memperoleh
akses listrik.
Utilitas Komunikasi
Utilitas komunikasi di Kecamatan Panimbang sudah terlayani dengan
dibangunnya tower komunikasi. Jumlah tower yang ada saat ini adalah sebanyak
23 unit. Selain fasilitas komunikasi, di Kecamatan Panimbang terdapat 1 unit
Kantor Pos yang terletak di ibukota Kecamatan Panimbang.
Berdasarkan kondisi operasionalnya terdapat 4 operator telepon seluler yang
beroperasi, antara lain Telkomsel, Indosat, XL dan Flexy, namun kondisi
sambungan masih buruk yang menyebabkan tidak lancarnya komunikasi.
Sedangkan untuk jaringan internet yang menggunakan telepon seluler kondisi
sambungan (sinyal) masih buruk.
Utilitas Drainase
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Secara umum, drainase
didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi
dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan
dapat difungsikan secara optimal,
Kecamatan Panimbang secara umum keberadaan saluran drainase, seperti
saluran sekunder yang menghubungkan limbah air ke saluran primer tidak begitu
optimal, begitu pula untuk saluran tersier yang berfungsi membuang limbah air
dari rumah tangga langsung, keberadaan saluran drainase hanya berada di wilayah
IKK dan pasar Citereup namun kondisinya sangat buruk hal disebabkan oleh
keberadaan sampah yang bertumpukan disaluran tersebut. Kondisi akan
berdampak meluapnya air ke badan jalan dan mengganggu aktifitas transportasi.
Didaerah sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung, tidak ada pelayanan
saluran drainase yang sifatnya teknis atau permanen, dengan kondisi topografi
sekitar yang berbukit air hujan yang ada akan cepat merembat ke badan jalan dan
akan mengganggu aktivitas yang ada.
Utilitas Air Bersih
Ketersediaan air bersih merupakan hal yang perlu karena sangat dibutuhkan
oleh masyarakat. Cakupan layanan air bersih oleh PDAM saat ini kondisinya
masih terbatas, baru menjangkau desa-desa yang berada di pusat ibukota
kecamatan, sementara desa-desa yang jauh belum mendapatkan askses air bersih
dari PDAM. Berdasarkan data dari PDAM Kabupaten Pandeglang tahun 2008
55
hingga 2009 jumlah konsumen air menurut klasifikasinya diuraikan pada Tabel
24.
Tabel 24 Jenis pelanggan dan kumlah sambungan langsung PDAM di Kabupaten
Pandeglang tahun 2008 – 2009
Jenis Pelanggan Tahun
2008 2009
Ruta Biasa / Tempat Tinggal 10.045 10.656
Instansi Pemerintah 166 185
Masjid, Tempat Peribadatan dan badan Sosial 275 289
Umum 16 14
Perusahaan, Perdagangan dan Industri 465 509 Sumber : PDAM Kabupaten Pandeglang tahun 2010
Penyediaan air bersih untuk keperluan yang ada tidak terlepas dari potensi
air baku, di wilayah pandeglang terdapat 18 aliran sungai dengan panjang total
835 km. Berdasarkan prioritas pengelolaannya sumber air bersih terbagi dalam 3
prioritas yaitu :
1. DAS Cibaliung, dengan prioritas 2
2. DAS Cibungur, dengan prioritas 3
3. DAS Cidanau, dengan prioritas 0
4. DAS Ciliman, dengan prioritas 2
5. DAS Ciujung, dengan prioritas 1 dan
6. DAS Ujung Kulon, dengan prioritas 0
Pemenuhan kebutuahan air bersih bagi sebagian masyarakat di Kecamatan
Panimbang telah dipenuhi dari PDAM dan sebagian masyarakat lainnya masih
menggunakan sumur gali untuk keperluan konsumsi dan kebutuhan rumah tangga
lainnya.
Jalan dan Transportasi
Jalan merupakan prasarana pengangkutan darat yang penting untuk
memperlancar kegiatan perekonomian masyarakat. Tersedianya jalan yang
berkualitas akan memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar arus lalu
lintas barang dan jasa dari satu daerah ke daerah lain, terutama komoditas hasil
pertanian dari perdesaan.
Panjang jalan diseluruh wilayah Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010
mencapai 1.043,48 km dan dibawah wewenang negara sepanjang 169,27 km dan
dibawah wewenang Pemerintahan Provinsi Banten 151,18 km, sedangkan sisanya
sepanjang 723,03 km dibawah wewenang Pemerintahan Kabupaten Pandeglang.
Jalan dibagi menjadi 3 kategori, berdasarkan perkerasan yaitu
menggunakan aspal sepanjang 95 km, diperkeras/kerikil sepanjang 147 km,
sedangkan jalan tanah sepanjang 39 km dengan total panjang jalan sebanyak 281
km. Kondisi jalan di Kecamtan Panimbang dapat dilihat pada Tabel 25.
Berdasarkan Tabel 25 kondisi jalan di Kecamatan Panimbang masih
banyak yang tanah, sehingga perlu diperkeras mengingat jalan-jalan terutama
jalan kerikil dan jalan tanah merupakan akses utama yang berhubungan langsung
dengan sumber daya bahan baku hasil produksi mayarakat yang perlu
didistribusikan.
56
Tabel 25
Kondisi dan luas jalan di Kecamtan Panimbang
Desa/Kelurahan Aspal (km2) Kerikil (km
2) Tanah (km) Jumlah
Mekarjaya 14 16 4 34
Gembong 7 18 7 32
Panimbangjaya 26 9 - 35
Mekarsari 18 34 7 59
Citeureup 16 32 9 57
Tanjungjaya 14 38 12 64
Jumlah 95 147 39 281
Sumber: Panimbang Dalam Angka tahun 2012
Transportasi yang menuju wilayah Kecamatan Panimbang sudah terlayani
dengan adanya berbagai jenis kendaraan umum yang melewati wilayah tersebut,
seperti mobil bis, angkot, mini bis, mikro bis dan oto bis sedang untuk
pengangkutan barang dilewati oleh mobil barang, pick up dan truk, trayek dari
dan ke Kecamatan Panimbang adalah :
1. Tarogong – Panimbang
2. Panimbang – Cigeulis
3. Paimbang – Tanjung Lesung
4. Panimbang – Ciseukeut – Citeureup dan Panimbang – Munjul
Selain potensi transportasi darat di Kecamatan Panimbang memiliki
transportasi laut, dimana terdapat pelabuhan ikan yaitu di wilayah Desa Citeureup
dan Desa Panimbangjaya (Pasar Panimbang).
Potensi Pariwisata di Kecamatan Panimbang dan Sekitarnya
Ketersediaan sumberdaya alam sangat berpotensi untuk dikembangkan
sebagai sumber daya pariwisata, mengingat daerah sekitar panimbang merupakan
daerah yang berada disepanjang jalur pantai Selat Sunda yang memiliki bentangan
pantai yang panjang dan wilayah daratan yang panjang yang bersinggungan
dengan pantai sehingga menawarkan wisata pantai yang sangat indah. Potensi
sumber daya alam, budaya dan buatan dalam kepariwisataan yang tersedia belum
dikelola dan dimanfaatkan oleh pemerintah dan masyarakat secara optimal.
Bentuk potensi pariwisata alam dan pendidikan (ecotourism and
edutourism) yang ada di Kecamatan Panimbang dan sekitarnya meliputi; kegiatan
wisata Tamansari, bumi perkemahan Perhutani, taman rekreasi Perhutani, Desa
Wisata Cikadu dan wisata ziarah.
Disisi lain, ada beberapa potensi sumber daya alam yang merupakan daerah
kawasan serta objek daya tarik wisata di daerah Panimbang dan sekitarnya antara
lain:
1. Pantai Tanjung Lesung di Kecamatan Panimbang
2. Pantai Sumur di Kecamatan Sumur
3. Pantai Carita di Kecamatan Carita
4. Kawasan wisata alam Pantai Selatan Pandeglang 5. Kawasan pantai berhutan bakau terletak di Kecamatan Sumur dan
Kecamatan Panimbang. Kawasan pantai berhutan bakau merupakan
kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove)
yang berfungsi memberi perlindungan kepada biota pantai dan laut.
57
6. Pariwisata pantai dan selam. Daerah-daerah yang dianggap sesuai untuk
kegiatan pariwisata pantai adalah Pantai Carita, Pantai Bama, Pantai
Popole, Pantai Panimbang, Pantai Tanjung Lesung, Pulau Liwungan, Pantai
Cipanon, Pantai Cimahpar, Pantai/Muara Cijalarang, Pantai Ciputih, Pantai
Cikeuru Wetan, Pantai Tanjung, Pantai Citeluk, dan Pantai Sindangkerta.
Selain potensi wisata pantai, beberapa lokasi wisata pantai juga memiliki
ekosistem bawah laut yang dapat dikembangkan sebagai lokasi wisata
selam. Beberapa daerah tersebut antara lain Kawasan Tanjung Lesung,
Pulau Liwungan, Pulau Handeuleum, Pulau Panaitan, Pulau Umang dan
Pulau Deli.
Gambaran Umum Sekitar Kawasan Tanjung Lesung
Letak Geografis dan Aksebilitas
Secara geologi wilayah Kabupaten Pandeglang termasuk dalam zona Bogor
yang merupakan jalur perbukitan. Variasi ketinggian atau kondisi topografi di
wilayah kabupaten ini adalah berada diantara 0 -1.778 meter diatas permukaan
laut (mdpl). Adapun kawasan Tanjung Lesung berada di kawasan tengah dan
selatan Kabupaten Pandeglang yang secara umum adalah dataran rendah.
Jika ditinjau dari jenis bebatuan, kawasan pariwisata Tanjung Lesung
memiliki jenis batuan yakni Alluvium, terdapat di daerah gunung dan pinggiran
pantai. Jenis tanah yang berada di kawasan Tanjung Lesung dikelompokkan
dalam beberapa jenis dengan tingkat kesuburan dari rendah sampai dengan
sedang. Diantara jenis tersebut adalah sebagai berikut:
Alluvial, terdapat di Kecamatan Panimbang;
Podsolik, terdapat di Kecamatan Panimbang, dan Kecamatan Cigeulis.
Tanjung Lesung berada di Desa Tanjungjaya Kecamatan Panimbang
Kabupaten Pandeglang Provinsi Baten. Dari Jakarta, terdapat dua alternatif rute
menuju Pantai Tanjung Lesung. Pertama, mengambil rute jalan tol Jakarta-Merak,
lalu keluar melalui pintu gerbang tol Serang Timur. Setelah melewati Kota
Serang, perjalanan dilanjutkan ke arah pusat kota Kabupaten Pandeglang dan
Kecamatan Labuan, dan berakhir di Pantai Tanjung Lesung. Kedua, mengambil
rute jalan tol Jakarta-Merak, lalu keluar melalui gerbang tol Kota Cilegon.
Kemudian, perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri pesisir Anyer-Carita, lalu ke
arah Kecamatan Labuan, dan berakhir di pantai Tanjung Lesung. Jakarta - Pantai
Tanjung Lesung berjarak sekitar 160 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 2,5-
3 jam perjalanan dengan menggunakan bus atau kendaraan pribadi. Sejak
pertengahan Juni 2003, akses ke kawasan ini semakin mudah karena pemerintah
daerah setempat telah mengoperasikan tiga bus DAMRI setiap harinya dari Kota
Serang ibu kota Provinsi Banten, menuju Pantai Tanjung Lesung, hanya saja sejak
tahun 2011 armada DAMRI sudah tidak beroperasi lagi.
Kawasan wisata Tanjung Lesung Terletak di pusat pengembangan
pariwisata di wilayah barat Kabupaten Pandeglang antara Carita dan Ujung
Kulon, terhubung dengan DTW lainnya seperti Pulau Umang, Gunung Krakatau
dan Taman Nasional Ujung Kulon sebagai ikon wisata Provinsi Banten dalam
lingkup pantai barat. Jarak tempuh dari Tanjung Lesung menuju Gunung Krakatau
1 – 1,5 jam dan 2 jam ke Taman Nasional Ujung Kulon dengan menggunakan
speed boat atau kapal motor biasa.
58
Secara administrasi Tanjung Lesung masuk dalam wisalyah administrasi
Desa Tanjungjaya Kecamatan Panimbang Kabupaten Pandeglang. Batas-batas
desanya antara lain :
Sebelah barat : Selat Sunda
Sebelah timur : Desa Citeureup
Sebelah utara : Selat Sunda
Sebelah selatan : Desa Tarumanggara Luas desa meliputi ± 4817 hektar dengan penduduk yang tersebar
dibeberapa kampung atau dengan tingkat kepadatan sekitar 132 jiwa/km2. Tingkat
pertumbuhan penduduknya adalah 2,6 persen per tahun. Sebagian besar mata
pencaharian penduduk adalah petani 82 persen yang menggarap sawah dan lahan
kering (seluas ± 93,4 persen) di Desa Tanjungjaya. Tingkat pendidikan
masyarakatnya masih rendah, 89 persen diantaranya berpendidikan sampai
dengan tamat SD. Kondisi prasarana dan sarana umum yang ada di desa ini masih
sangat terbatas. Jalan masuk ke desa dalam keadaan buruk (kendaraan roda 4 sulit
masuk pada waktu musim hujan).
Hasil survei Lapmi ITB dalam Bappeda Pandeglang (2010) menunjukan
bahwa sebagian besar responden mempunyai mata pencarian sebagai petani 82
persen, baik itu sebagai petani pemilik maupun petani penggarap baik sawah
maupun peladang dimana persentase antara petani penggarap hampir sama dengan
petani pemilik. berdasarkan proporsi petani tersebut ± 48 persen diantaranya
mempunyai pekerjaan lain. Responden yang mempunyai mata pencaharian
sebagai nelayan ada 11 persen, dan 10 persen diantaranya mempunyai pekerjaan
lain. Adapun responden yang mempunyai pekerjaan sebagai pedagang 2 persen,
pekerjaan sebagai tukang ada 1 persen dan lain-lain ada 2 persen (termasuk yang
bermata pencaharian tukang ojeg/jasa angkutan), responden yang memiliki
pekerjaan ganda adalah 61,1 persen.
Potensi Wisata di Kawasan Tanjung Lesung
Potensi wisata yang ada di Kawasan Tanjung Lesung dan sekitar kawasan
wisata, diantaranya:
1. Kawasan pariwisata Tanjung Lesung.
Memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan daerah.
Melalui pertimbangan dan penilaian yang dilakukan oleh pihak PT. BWJ dan
Dewan KEK Nasional, Tanjung Lesung terpilih sebagai proyek yang
diprioritaskan. Pantai Tanjung Lesung ini luasnya mencapai 150 ha dari 1.500
ha luas wilayah perencanaan, memiliki keistimewaan berupa pasir putihnya
yang lembut, angin sepoi-sepoi dengan ombak yang tidak terlalu besar, relatif
aman untuk bermain jetski, snorkling, berperahu ataupun memancing.
Didukung dengan panjang pantai yang hampir mencapai 15 km memberikan
ruang keleluasaan yang cukup bagi para wisatawannya untuk melakukan
berbagai kegiatan seperti berjemur, football pantai, volly, bermain pasir dan
offroad.
2. Kawasan Sepanjang Pantai Karang meungpeuk - Legon Penyu/Teluk
Cikujang.
Kawasan sepanjang Pantai Karangmeungpeuk Legon Penyu/Teluk Cikujang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kawasan pariwisata Tanjung
59
Lesung dimana pada kawasan ini terdapat pengembang yang telah lama
berinvestasi. Pada tahun 2009 akses jalan telah dibuka dengan program TMD
dan dilanjutkan dengan perkerasan jalan. Kawasan ini cukup indah dan
menarik dengan latar belakang arah kiri bukit terjal dengan mata air dan
sungai kecil mengalir jernih dan disebelah kanan jalan terdapat pantai berpasir
putih dengan vegetasi asli karena baru dibuka untuk umum dan yang cukup
menonjol adalah Pantai Karangmengpeuk, Legon Penyu, Batu Hideung dan
Muara Cikujang.
3. Desa Wisata Cikadu.
Desa wisata Cikadu merupakan kawasan wisata bemuansa permukiman wisata
dan dilokasi ini disediakan fasilitas untuk berkemah, cross country, outbond
dengan latar belakang permukiman teratur. Kawasan permukiman ini
merupakan relokasi penduduk yang terkena pembebasan kawasan pariwisata
Tanjung Lesung.
60
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Pariwisata Tanjung Lesung
Pengembangan Pariwisata Tanjung Lesung
Departeman Pariwisata, POS dan Telekomunikas, Direktoral Jenderal
Pariwisata dan berdasarkan studi JICA tahun 1986 yang melakukan studi
inventarisasi potensi-potensi yang dapat dikembangkan sebagai DTW. Hasilnya,
terdapat suatu kawasan yang sangat potensial di Jawa Barat (sekarang menjadi
Provinsi Banten) untuk dikembangkan sebagai kawasan pariwisata, salah satunya
adalah kawasan pantai Tanjung Lesung.
Lokasi potensial untuk pengembangan pariwisata ini kemudian didorong
kepada pihak swasta agar berpartisipasi untuk melaksanakan pengembangan
bidang kepariwisataan. Dilakukannya pengembangan sektor pariwisata ini secara
visi diharapkan dapat menciptakan DTW yang terdepan di Indonesia dalam
meraih kunjungan wisatawan domestik dan bersaing di mancanegara, melalui
pembangun Kawasan Pariwisata Tanjung Lesung di Kabupaten Pandeglang.
Pembukaan pariwisata Tanjung Lesung dimulai sejak tahun 1994.
Pengelolaan pariwisata Tanjung Lesung dilaksanakan oleh perusahaan
pengembang berbadan hukum PT. Banten West Java (BWJ) TDC. PT. Banten
West Java melaksanakan kegiatan usaha dibidang objek wisata, kawasan
pariwisata dan pembangunan rumah susun (kondominium), pusat pendidikan dan
latihan pariwisata.
PT Banten West Java mendapatkan ijin prinsip dari pemerintah, berupa:
1) Surat Gubernur Jawa Barat No. 593/1603/PKPMD/1990 tanggal 22 Mei
1990;
2) SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Pandeglang No. 503.3/132-Huk/90
tanggal 2 Juli 1990;
3) SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Pandeglang No. 593/SK.287-
HUK/1995 tanggal 27 Oktober 1995;
4) Surat No. 59/D.2/VI/90 tanggal 7 Juni 1990 tentang dukungan dari
Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Direktorat Jenderal
Pariwisata melalui surat, dimana BWJ diberikan status Tourism
Development Coorporation (TDC) untuk melakukan pembangunan dan
pengelolaan Kawasan Pariwisata Terpadu di Tanjung Lesung.
BWJ memiliki ijin lokasi untuk melakukan pengembangan Kawasan
Pariwisata Terpadu di Tanjung Lesung dengan luas lahan 1.500 ha. Saat ini BWJ
telah mengembangkan kawasan pariwisa ta di Tanjung Lesung yang terdiri dari:
1) Pembangunan dan pengelolaan kawasan wisata dan fasilitas
pendukungnya, antara lain: pembangunan jalan, jaringan listrik, jaringan
telepon, water treatment, waste water treatment. 2) Pembangunan dan pengusahaan perumahan, hotel, villa, dan resort, antara
lain: pembangunan penginapan The Bay Villass, Tanjung Lesung Sailing
Club, Legon Dadap Village, Green Coral dan The Blue Fish;
3) Pembangunan dan pengelolaan objek wisata, antara lain: Beach Club,
Sailing Club, dan Desa Wisata Cikadu.
61
Izin pengembangan pariwisata dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten
Pandeglang tahun 1994 dengan status kepemilikan Lahan berupa Hak Guna
Bangunan (HBG). Diteruskan dengan ditetapkannya AMDAL Masterplan
Existing Tahun 1997.
Pada tahap awal PT. Banten West Java membangunan operator-operator
wisata; Beach Club tahun 1997, dilanjutkan dengan pembangunan Hotel Bay
Villas tahun 1998 dan Sailing Club di Tahun 2000. Pengembangan sempat terhenti
dikarenakan belum ada lagi investor yang berminat menanamkan investasinya di
kawasan ini.
Seiring berjalannya waktu, Pemeritah Daerah Kabupaten Pandeglang
mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2002 tentang Rencana
Pengembangan Kawasan Tanjung Lesung. Perda ini mengatur tentang wilayah
perencanaan pengembangan kawasan pariwisata Tanjung Lesung seluas 4.000 Ha
yang meliputi Desa Tanjungjaya Kecamatan Panimbang dan Desa Banyuasih
Kecamatan Cigeulis. Tujuan dari rencana pengembangan kawasan pariwisata
Tanjung Lesung adalah memberikan arahan pengembangan agar semua kawasan
investasi dapat terjangkau oleh infrastruktur kawasan dengan sasaran
pengembangan, meliputi; (i) Tertatanya kawasan yang berfungsi lindung dan
budidaya (ii) Tertatanya sistem transportasi (iii) Tertatanya sarana dan prasarana
fasiltitas ekonomi, sosial, dan budaya dan (iv) tertatanya pemukiman penduduk
pedesaan. peran pemerintah daerah berkontribusi dalam pengembangan Tanjung
Lesung merupakan bentuk komitmen pemerintah daerah akan pentingnya
pengembangan pariwisata. Selain memperjelas posisi Tanjung Lesung sebagai
sebuah kawasan wisata, juga dimaksudkan agar dapat menarik investor masuk ke
Tanjung Lesung. Setelah keluarnya Perda ini, setidaknya ada penambahan 3
operator yang masuk yakni, Villa Legon di tahun 2008, Blue Fish di tahun 2009
dan Villa Kalicaa di tahun 2011. Gambaran kondisi land use kawasan Tanjung
Lesung saat ini, dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Kondisi land use Kawasan Tanjung Lesung
62
Kawasan wisata Tanjung Lesung yang dikembangkan oleh PT. Banten
West Java TDC seluas 1500 Ha saat ini memiliki berbagai fasilitas yang sudah
dijalankan oleh operator-operator sebagai berikut :
a) Tanjung Lesung Bay Villass Hotel and Resort (115 Kamar)
b) Kalicaa Villa (63 Kamar)
c) Sailing Club (18 Kamar)
d) Legon Dadap Village (11 Kamar).
e) Blue Fish Hotel (18 Kamar)
f) Fasilitas penunjang berupa Beach Club (watersport), camping ground,
driving range, Bodur Garden (Children Play Ground) dan The Bodur
Beach (Natural Beach)
Fasilitas wisata yang ada dikawasan Tanjug Lesung dikelola oleh operator
dengan kepemilikan dan status pengelolaan yang beragam satu dengan yang
lainnya. Pada umumnya pemilik dan pengelola operator wisata di Tanjung Lesung
adalah investor dari dalam negeri namun umumnya tidak ada investor dari
wilayah Kabupaten Pandeglang sendiri. Selain pengelolaan wisata untuk
disewakan, pihak operator juga menjual unit villa kepada perorangan sebagai
kepemilikan pribadi, misalnya Villa Legon Dadap dan beberapa unit villa di
operator wisata Villa Kalicaa. Gambaran pengelolaan dan kepemilikan dijelaskan
pada Tabel 26.
Tabel 26 Operator dan bentuk pengelolaan pariwisata di Tanjung Lesung
Bentuk
Wisata/
Operator
Bentuk Pengelolaan/
Kepemilikan Luas Lahan Atraksi (Ragam)
Operasi
(Tahun)
Beach Club Kerjasama Investor
Dalam Negeri dengan PT. BWJ
2 Ha. Beach activities, Trip ke Ujung
Kulon dan ke Gunung Krakatau
1997
Hotel Bay
Villas
Investor Swasta Dalam
Negeri
10 Ha. Room, general facility, sport &
leasure dan dinning
1998
Sailing Club Kerjasama Investor Dalam Negeri dengan
PT. BWJ
2 Ha. Room, general facility, sport & sailing activities, beach activities
2000
Blue Fish Investor Swasta
Dalam Negeri
3000 m2 Room, general facility, sport &
fishing activities
2009
Villa
Kalicaa
Investor Swasta
Dalam Negeri
12 Ha. Room, general facility, sport &
leasure dan dinning
2011
Legon
Dadap
Kepemiliki pribadi
Investor Dalam Negeri
4 Ha. Villa -
Pantai Bodur PT. BWJ - Beach activities, sunset viewes,
lokasi pedagang kecil
-
Sumber: PT. Banten West Java Tahun 2013
Pemanfaatan Lahan di Kawasan Tanjung Lesung
Total luas lahan yang ada di kawasan Tanjung Lesung ditargetkan
mencapai 1.500 ha, saat ini yang telah dikuasai atau dimiliki PT. Banten West
Java baru mencapai 1.250 ha, sisanya masih dalam tahap penyelesaian
pembebasan. Selain pemanfaatan lahan untuk operator wisata sebagai fasilitas
wisata utama, lahan yang ada digunakan juga untuk kantor estate office Banten
West Java, terbangun sarana penunjang lainnya, lokasi sistem pengelolaan air
bersih dan limbah, lahan Pantai Bodur, lahan perkebunan vegetasi berupa pohon-
pohon seperti; sengon, jabon dan jati, serta lahan persawahan tadah hujan.
63
Lahan terbangun untuk pemanfaatan pariwisata relatif masih sedikit,
kurang dari 200 ha, sisanya lahan kosong yang sebagian digunakan sebagai
fasilitas penunjang pariwisata setiap operator wisata, sebagian besar lainnya lahan
yang belum termanfaatkan. Lokasi lahan yang di manfaatkan masyarakat setempat
seperti perkebunan kayu, Pantai Bodur dan persawahan nampak pada Gambar 6.
Gambar 6 Lahan di dalam Kawasan Tanjung Lesung yang dimanfaatkan
masyarakat
Lahan untuk pantai Bodur, lokasi vegetasi pohon dan persawahan, secara
keseluruhannya telah dimanfaatkan oleh masyaratakat sekitar dengan persetujuan
dari pihak Banten West Java. Lokasi perkebunan kayu dimanfaatkan karena lahan
kosong masih sangat luas. Penanaman pohon dilakukan perusahaan Banten West
Java bekerjasama dengan masyarakat setempat. Bentuk kerjasamanya ada yang
dilaksanakan dengan pola bagi hasil setelah panen dan ada juga sebagian digarap
oleh warga dengan mendapatkan upah dari pemilik modal.
Pantai Bodur merupakan lokasi yang banyak dikunjungi oleh wisatawan
terutama dari nusantara dan lokal utuk menikmati pantai yang tenang dan bersih
juga pemandangan sunset yang bagus dan bulat sempurna. Wisatawan datang
kepantai ini sebagai alternatif dari fasilitas berwisata yang ada di kawasan
Tanjung Lesung selain atraksi wisata utama. Di Pantai Bodur, masyarakat sekitar
memanfaatkan untuk aktivitas berdagang makanan, minuman, penjualan souvenir
dan manchandise. Lokasi Pantai Bodur dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Area berdagang Pantai Bodur di dalam Kawasan Tanjung Lesung
64
Pedagang tidak dipungut biaya apapun oleh pihak Banten West Java untuk
aktivitas berdagang dia area ini. Jumlah pedangan di Pantai Bodur/Kalicaah ini
ada 30 orang dan jika pada pada moment hari besar mencapai 100 pedagang,
terdiri dari pedangan makanan dan minuman, baju pantai, sovenir, juga berdagang
hasil kebun seperti petai, emping melinjo, buah-buahan dan lain sebagainya.
Pantai Bodur dipersiapkan oleh pihak PT BWJ bagi masyarakat sebagai bentuk
kepedulian dan peberdayaan masyarakat sekitar pada aspek ekonomi. Aktivitas
berdagang di pantai ini memiliki waktu-waktu puncak kunjungan misalnya waktu
liburan sekolah, libur panjang, libur hari raya, libur nasional dan tahun baru. Pada
musim tahun baru dan hari raya, perolehan omset pedagang kain dan baju
mencapai 1 sampai 2 juta rupiah per hari sepanjang liburan hari raya dan waktu
long weekend. Demikian halnya dengan pedangan makanan dan minuman, omset
mereka bisa mencapai Rp. 300 – 500 ribu per hari jika pada hari biasa, saat
pengunjug jarang yang datang, para pedagang tidak melakukan aktivitas
berdagang secara masif, hanya ada 3 – 5 pedagang makanan saja yang bertahan
untuk berdagang dengan perolehan omset hanya Rp. 50.000 – 100.000 ribu per
hari.
Pada aspek pertanian, pihak Banten West Java menyediakan lahan sawah
seluas 200 ha. untuk digarap oleh masyarakakat sekitar. Setiap keluarga dapat
memanfaatkan lahan persawahan minimal 2500 m2 dan
sebagian besar masyarakat
yang mengelola lahan persawahan ini adalah warga yang dahulunya merupakan
pemilik lahan di dalam kawasan yang telah menjual tanahnya ke Banten West
Java untuk pengembangan pariwisata tahun 1990-an. Mereka adalah warga
kampung Cikadu, kampung Bojen, Kalicaah, Bodur dan lain-lain. Pemanfaatan
lahan untuk persawahan sudah berjalan sejak adanya kawasan Tanjung Lesung
hingga sekarang. Ijin mengelola lahan sawah yang diberikan oleh pengelola
Tanjung Lesung hanya diperuntukan kepada warga eks dalam kawasan serta
berlaku turun-temurun kepada anak-anaknya, kendati pun ada saja beberapa
diantaranya sudah beralih penggarap di luar warga eks dalam kawasan Tanjung
Lesung.
Ketentuan yang mengikat adalah bahwa masyarakat boleh mengelola
lahan sawah atas sepengetahuan dan ijin pihak Banten West Java. Oleh pihak
pengelola Banten West Java, warga diminta kontribusinya sebesar Rp. 150.000 –
250.000,- per panen. Musim tanam padi di kawasan ini hanya satu tahun sekali
terutama pada musim penghujan. Persahawan di dalam kawasan Tanjung Lesung
masih dengan pola tadah hujan karena tidak ada sistem pengairan yang memadai.
Jika hasil padi tidak terkena penyakit serius hingga waktu panen, penggarap
memperoleh laba bersih 1,2 juta rupiah per petak (2500 m2).
Keragaan Operator Wisata di Tanjung Lesung
Pasokan (Input) Komoditi Semua Operator Wisata Di Tanjung Lesung
Data yang disajikan pada analisis biaya pembelian pasokan komoditi ini
merupakan sampel dari beragamnya jenis komoditi ataupun pengeluaran lain
setiap operator wisata di Tanjung Lesung. Data yang disajikan bersumber dari
lima operator wisata, terdiri atas; (1) Beach Club, (2) Tanjung Lesung Beach
Hotel (Bay Villas), (3) Sailing Club, (4) Blue Fish dan (5) Villa Kalicaa.
65
Pasokan komoditi untuk aktivitas pariwisata Tanjung Lesung di semua
operator diperoleh dari beberapa wilayah seperti; Desa Tanjungjaya, Pasar
Citeureup, Pasar Panimbang, Pasar Labuan, Serang, Cilegon, Tangerang, Jakarta
dan Bali. Pasokan komoditi untuk seluruh operator wisata di Tanjung Lesung
dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27 Pasokan komoditi semua operator wisata di Tanjung Lesung
Sumber: Data diolah dari 5 operator wisata di Tanjung Lesung tahun 2013
Berdasarkan Tabel 6 di atas, dapat dijelaskan bahwa ada pasokan komoditi
diperoleh dari wilayah sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung sendiri seperti,
Desa Tanjungjaya, Desa Citeureup, dan Kecamatan Panimbang (Pasar dan
Tempat Pelelangan Ikan Panimbang), sementara ada pula jenis komoditi yang
diperoleh dari luar Kecamatan Panimbang, yakni Kecamatan Labuan, Kota
Cilegon, Kabupaten Tangerang, Jakarta dan Bali.
Kelompok komoditi logistik menyerap porsi biaya yang paling besar
dengan total Rp. 273.568.057,- per bulan atau 79,5% persen. Jenis komoditi pada
kelompok logistik meliputi; sembako (groseries), makanan dan minuman (food
and beverage), perawatan (maintanance), engineering (BBM, electrical dan
matrial bangunan), alat kantor (stationary), keperluan pembersih (cleaning
supply) dan lain-lain. Disusul dengan komoditi untuk keperluan akomodasi (hotel
amenities & goods) sebesar Rp 56.086.100,- per bulan atau 16,3 persen dan
komoditi untuk atraksi (misalnya keperluan alat untuk memancing, diving,
snorkling dan lain-lain) sebesar Rp. 14.322.277,- per bulan atau 4,16 persen.
Pengeluaran untuk belanja komoditi pariwisata lebih banyak ke luar
wilayah sekitar kawasan Tanjung Lesung, uang banyak mengalir ke Jakarta
dengan total Rp. 214.714.967,- per bulan atau Rp. 2,5 milyar per tahun atau 62,4
persen, disusul ke wilayah Kecamatan Labuan dengan Rp. 51.020.542,- per bulan
atau Rp. 612.246.504,- per tahun 14,8 persen. Selanjutnya, belanja komoditi
paling banyak juga mengalir ke wilayah Tangerang dengan Rp. 39.636.625,- per
bulan atau Rp. 475.639.500,- per tahun atau 11,5 persen. Sementara belanja
No Wilayah
Pembelian Kelompok Komoditi (Rp/Bulan) Total
(Rp/Bulan) Total
(Rp/Tahun) %
Logistik Akomodasi Atraksi
1 Ds.Tanjungjaya 10.403.333 - -
10.403.333
124.839.996 3,0
2 Ds. Citeureup 4.071.166 - -
4.071.166
48.853.992 1,2
3 Kec. Panimbang 22.785.135 - -
22.785.135
273.421.620 6,6
4 Kec. Labuan 51.020.542 - -
51.020.542
612.246.504 14,8
5 Kota Cilegon 1.078.000 - 100.000
1.178.000
14.136.000 0,3
6 Tangerang 36.534.275
3.102.350 -
39.636.625
475.639.500 11,5
7 Jakarta 147.675.606
52.983.750 14.055.611
214.714.967
2.576.579.601 62,4
8 Bali - - 166.666
166.666
1.999.992 0,05
JUMAH (%) 273.568.057 56.086.100 14.322.277 343.976.434 4.127.717.205 100
79,5% 16,3% 4,16%
66
komoditi di sekitar kawasan masuk di dalamnya Kecamatan Panimbang, Desa
Tanjungjaya dan Desa Cituereup, masing-masing secara berturut-turut dengan 6,6
persen, 3 persen dan 1,2 persen. Selain itu ada belanja jenis komoditi (atraksi)
juga mengalir ke Bali dengan nilai relatif sangat kecil yakni 0,05 persen. Proposi
belanja komoditi pariwisata Tanjung Lesung antar wilayah dapat dilihat pada
Gambar 8.
Sumber: Data Hasil Olah tahun 2013
Gambar 8 Sumber dan persentase nilai pasokan komoditi pariwisata Tanjung
Lesung dari wilayah
Secara umum potensi nilai input komoditi untuk keperluan aktivitas
pariwisata Tanjung Lesung sangat besar yakni 4,1 milyar per tahun. Kondisi saat
ini uang untuk membeli komoditi banyak mengalir ke luar wilayah kawasan
Tanjung Lesung, wilayah setempat (sekitar kawasan) memperoleh aliran uang
hanya sebesar Rp. 447.115.608,- per tahun.
Latar belakang mengapa pihak operator wisata membeli komoditi dari luar
wilayah Panimbang khususnya di supermarket berdasarkan pada pertimbangan
ekonomis, kualitas komoditi yang berstandar dan efisiensi. Secara ekonomi
karena harga komoditi di supermarket rata-rata dapat lebih murah dari pada harga
di pasar lokal. Kualitas produk di supermarket lebih baik dan berstandar, selain itu
menjadi efisien karena ketersediaan jenis komoditi yang lebih lengkap dan
beragam sehingga dimungkinkan untuk membeli dalam partai besar dan dilakukan
di satu tempat. Selain itu, lebih banyak jenis komoditi yang diperlukan untuk
keperluan pariwisata tidak tersedia di lokal, baik untuk keperluan logistik,
akomodasi dan atraksi.
Berdasarkan hasil pengamatan, tidak sepenuhnya harga semua jenis
komoditi lebih murah di supermarket. Harga di pasar lokal (Pasar Panimbang dan
Citeureup) yang diperbandingkan dengan harga supermarket khususnya pada
komoditi sayuran -setidaknya ada 28 jenis komoditi sayuran- lebih murah di
wilayah setempat dari pada komoditi yang dibeli supermarket (mall) dengan
3,0% 1,2%
6,6%
14,8%
0,3%
11,5%
62,4%
0,05% 0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
Desa
Tanjungjaya
Desa
Citeureup
Kec.
Panimbang
Kec. Labuan Kota Cilegon Tangerang Jakarta Bali
% Nilai Komoditi
67
selisih rata-rata 42,9 persen. Jenis komoditi tersebut berupa jenis rempah, palawija
termasuk sayur-mayur, sebagian buah-buahan, dan jenis olahan dari kedelai.
Sementara untuk beberapa jenis komoditi lainnya harga di lokal dengan di
supermarket tidak berbeda atau tidak terlampau jauh berbeda.
Berdasarkan penelitan ini, dapat dijelaskan bahwa tidak sepenuhnya
penyelenggaraan kepariwisataan berdampak ekonomi secara optimal bagi
masyarakat setempat, namun justru wilayah yang secara lokasi jauh yakni pusat-
pusat ekonomi seperti di Jakarta, Tangerang, Cilegon dan termasuk juga
Kecamatan Labuan, menerima dampak ekonomi (rente) yang lebih besar dari
pada wilayah setempat. Selain karena faktor daya dukung sumber daya yang ada
di lokal masih terbatas kualitas dan kuantitas komoditasnya, juga faktor
kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan jenis komoditi tertentu
yang dapat diupayakan dari wilayah setempat misalnya; hasil pertanian,
perkebunan, budidaya, dan hasil laut. Selain itu, faktor belum terbangunnya
kelembagaan antara pemerintah, pengelola kawasan dan masyarakat dalam sebuah
konteks kerjasama terkait dengan pasokan komoditi untuk aktivitas
kepariwisataan Tanjung Lesung.
Pasokan Komoditi Masing-masing Opertator Wisata di Tanjung Lesung
Pasokasan komoditi dari lima operator wisata yakni operator Beach Club,
Hotel Tanjung Lesung Bech hotel (Bay Villas), Sailing Club, Blue Fish dan Villa
Kalicaa dapat diuraikan pada pembahasan berikut:
Operator Beach Club (BC)
Tanjung Lesung Beach Club menawarkan berbagai macam olah raga air
dan kegiatan di pantai. Aktivitas atraksi air BC memiliki fasilitas jet ski, banana
boat, glass bottom boat, kayak, atau snorkling, berlayar atau fishing. Selain itu,
operator ini menawarkan trip ke DTW lainnya, seperti; Gunung Krakatau, Pulau
Umang, dan Taman Nasional Ujung Kulon.
Tingkat kunjugan wisatawawan musim ramai (peak season), pada
umumnya terjadi di bulan Mei, Juni, Juli, September, Oktober dan Desember.
Sementara kunjungan rendah (low seasons) terjadi di Bulan Januari sampai April
Kunjungan wisatawan dipengaruhi oleh waktu liburan, terutama long weekend.
Jumlah wisatawan yang berkunjung mengalami peningkatan setiap tahunnya,
sebanyak 8.759 orang ditahun 2010, meningkat menjadi 8.759 dan 9.374 orang
ditahun 2011 dan 20112.
Jumlah tenaga kerja di operator Beach Club sebanyak 26 karyawan yang
terdiri dari tenaga kerja tetap dan kontrak, dengan proporsi 92,3 persen tenaga
kerja dari wilayah sekitar (Desa Citeureup dan Tanjungjaya) sisanya dari 7,3
persen dari wilayah luar sekitar kawasan wisata. Gambaran tenaga kerja pada
operator Beach Club diuraikan pada Tabel 28.
68
Tabel 28 Jumlah tenaga kerja Beach Club
Departement Person Sex
Male Female
Manager Club 1 1
Accounting Officer 2 1 1
Boat and beach crew 7 7 -
Maintenance crew 2 2 -
Restaurat crew 8 2 6
waiterss & Houseman 6 3 3
Total 26 16 10
Sumber: Operator wisata Beach Club tahun 2013
Pasokan komoditi untuk aktivitas wisata Beach Club diperoleh dari
beberapa wilayah. Untuk jenis komoditi yang tidak tersedia di wilayah sekitar
kawasan, pihak managemen membelinya di luar wilayah lainnya seperti
Kecamatan Labuan, Kota Cilegon, Jakarta hingga Bali. Pasokan komoditi
operator Beach Club diuraikan pada Tabel 29.
Tabel 29 Pasokan Komoditi Operator Beach Club tahun 2012
No Wilayah
Pembelian
Kelompok Komoditi
(Rp/Bulan)
Total
(Rp/Bulan)
Total
(Rp/Tahun) %
Logistik Atraksi
1 Tanjungjaya 4.603.333 - 4.603.333 55.240.000 17,0
2 Citeureup 3.455.167 - 3.455.167 41.462.000 12,8
3 Panimbang 5.349.125 - 5.349.125 64.189.500 19,8
4 Labuan 1.427.500 - 1.427.500 17.130.000 5,3
5 Cilegon 853.000 100.000 953.000 10.436.000 3,2
6 Jakarta - 9.690.833 9.690.833 116.290.000 35,8
7 Bali - 166.667 166.667 20.000.000 6,2
JUMAH (%) 15.688.125 9.957.500
25.645.625 324.747.500 100 61,2% 38,8%
Sumber: Operator Beach Club diolah tahun 2013
Komoditi yang yang butuhkan di Beach Club meliputi kelompok logistik
(jenis barang untuk keperluan dapur, operasional, maintanance, BBM dan lain-
lain) dan atraksi (jenis komoditi untuk keperluan aktivitas laut). Berdasarkan
pengelompokan ini, alokasi biaya untuk keperluan logistik lebih besar mencapai
61,2 persen, berikutnya alokasi untuk keperluan atraksi dengan 38,8 persen,
sementara biaya untuk keperluan akomodasi tidak ada, karena operator Beach
Club tidak menyediakan fasilitas penginapan baik hotel atau villa.
Besaran biaya untuk pembelian komoditi di operator Beach Club mencapai
Rp. 8.210.978,- per bulan atau Rp. 98.531.229,- per tahun. Dari total biaya
tersebut, untuk keperluan komoditi yang dibeli dari wilayah sekitar kawasan
seperti Desa Tanjungjaya, Citeureup, dan pasar Panimbang masing masing sebesar
Rp 4.603.333,- per bulan, Rp. 3.455.167,- per bulan dan Rp. 5.349.125,- per
bulan. Sementara pembelian komoditi dari luar wilayah sekitar kawasan lebih
69
banyak dari wilayah Jakarta dengan total anggaran Rp. 9.690.833,- per bulan atau
35,8 persen dari total anggaran yang dikeluarkan setiap bulannya.
Operator Tanjung Lesung Beach Hotel (Bay Villas)
Lesung Bay Villass Hotel & Resort terletak di semenanjung bagian barat
kawasan Tanjung Lesung, menghadap Selat Sunda dengan pemandangan
langsung Gunung Krakatau dan dekat dekat Pulau Panaitan di Taman Nasional
Ujung Kulon. Suasana di operator wisata ini mengutamakan privasi yang tinggi
bagi tamu-tamunya dengan fasilitas pendukung yang sangat baik, berupa sarana
prasarana, panorama alam, masakan terbaik dan suasana yang alami. Tingkat
kunjungan tamu umumnya akan tinggi (peak) pada bulan Mei, Juni, Juli,
September, Oktober dan Desember. Sementara kunjungan rendah (low seasons)
terjadi di Bulan Januari hingga April.
Tingkat kunjugan wisatawan musim ramai (peak season), pada umumnya
terjadi di bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober dan Desember.
Terutama pada Agustus dan Desember kunjungan wisatawan mencapai masing-
masing 1108 dan 954 orang. Sementara kunjungan rendah (low seasons) terjadi di
bulan Januari hingga April, terutama di bulan Februari hanya 159 orang. Dalam
satu tahun jumlah wisatawan yang berkunjung ke operator ini sebanyak 6.261
orang di tahun 2012. Pada umumnya kunjungan wisatawan dipengaruhi oleh
waktu liburan, terutama long weekend.
Operator Bay Villas merekrut tenaga kerja mayoritas dari masyarakat
sekitar Desa Tanjungjaya dan Desa Citeuruep, selain juga tenaga kerja dari luar
wilayah sekitar kawasan wisata. Uraian tenaga kerja di operator wisata Hotel Bay
Villas dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30 Jumlah tenaga kerja operator Hotel Bay Villas
Departement Person Sex
Male Female
Executive Office 1 1 -
Jakarta Sales Office 6 3 3
Front Office 8 6 2
House Keeping 11 11 -
Food & Beverage Service 10 8 2
Food & Beverage Product 13 12 1
Engineering 11 11 -
Accounting Office 9 8 1
Personal Office 2 2 -
Security Section 6 6 -
Sport & Leasure 5 4 1
Total 82 72 10 Sumber: Operator Beach Club diolah tahun 2013
Komoditi untuk operator wisata Hotel Bay Villas diperoleh dari beberapa
wilayah seperti Serang, Cilegon dan Jakarta. Data pasokan dari serang dan
Cilegon tidak diuraikan pada pembahasan ini, karena ketidaklengkapan dan
keterbatasan data yang diperoleh, namun pada umumnya pasokan komoditi
diperoleh dari pusat-pusat perbelanjaan di Jakarta.
Pihak operator menetapkan pasokan komoditi berdasarkan ketersediaan
70
jenis komoditi di supermarket dengan terlebih dahulu melakukan bidding untuk
menentukan harga penawaran terbaik. Sehingga pasokan tidak hanya bersumber
dari satu tempat, namun dari beberapa supermarket. Pihak operator dapat
melakukan pemesanan lebih awal, sehingga barang dapat dipersiapkan oleh pihak
supermarket.
Supermarket dijadikan sebagai tempat untuk membeli keperluan komidi di
operator wisata Hotel Bay Villas berdasarkan pertimbangan ekonomis, efisiensi
dan efektivitas selain juga kualitas produk yang berstandar. Pasokan komoditi
operator Hotel Bay Villas diuraikan pada Tabel 31.
Tabel 31 Pasokan komoditi operator Bay Villas Hotel tahun 2012
Wilayah Pembelian
Kelompok Komoditi
(Rp/Bulan) Total
(Rp/Bulan)
Total
(Rp/Tahun) %
Logistik Akomodasi
Ds. Tanjungjaya 72.000
72.000 864.000 0,05
Kec. Panimbang 5.235.000
5.175.000 62.100.000 3,3
Kec. Labuan 49.593.042
49.593.042 595.116.504 31,7
Jakarta 89.002.546 12.418.450 101.420.996 1.217.051.950 64,9
Jumlah (%) 143.902.588 12.418.450
156.321.038 1.875.132.454 100 92,1% 7,9%
Sumber: Operator Hotel Bay Villas diolah tahun 2013
Berdasarkan Tabel 31 menjelaskan bahwa pembelian pasokan komoditi
operator Hotel Bay Villas terdiri atas, Rp. 143.902.588 atau 92.1 persen untuk
keperluan logistik dan Rp. 12.418.450 atau 7.9 persen untuk akomodasi,
sementara tidak ada belanja untuk komoditi aktraksi. Perputaran uang untuk
belanja pasokan komoditi di opertor ini sebesar Rp. 156,3 juta per bulan atau Rp.
1,875 milyar per tahun.
Wilayah yang menerima aliran uang dari belanja komoditi ini masing-
masing adalah; Jakarta dengan 64,9 persen, Kecamatan Labuan 31,7 persen,
Kecamatan Panimbang 3,3 persen dan Desa Tanjungjaya dengan 0.05 persen.
Desa Tanjungjaya memperoleh supply komoditi berupa pengisian air kemasan
ulang, selain juga komoditi ikan segar dan ikan hidup. Kecamatan Panimbang,
khususnya stasiun POM bensin dan pasar, mensuplai kebutuhan BBM jenis solar
termasuk pula komoditi berupa sembako (goseries) untuk belanja keperluan
konsumsi karyawan, termasuk di dalamnya pembelian beras lokal.
Komoditi yang dibeli dari wilayah Kecamatan Labuan lebih banyak untuk
keperluan material bangunan dan perlengkapan engineering untuk keperluan
renovasi dan pembangunan sarana kepariwisataan di Villa Kalicaa, selain juga
untuk pembelian BBM jenis solar.
Operator Sailing Club
Sailing Club and Resort menawarkan atraksi wisata laut dengan sarana
perahu layar yang dimiliki seperti; klub Picos, Laser dan Optimis. Didukung
kondisi hembusan udara yang baik sangat cocok untuk aktivitas berlayar. Selain
itu, pihak pengelola menyediakan fasilitas penginapan dan perawatan berkala
perahu terutama milik anggota club sailing. Operator Sailing Club juga
menawarkan wisata memancing di dan sekitar Selat Sunda. Disediakan pula
snorkling dan area laut untuk berenang. Selain aktivitas di laut, tersedia pula
71
trekking melintasi hutan setempat dengan segala panorama dan habitat hewannya
dan terdapat trek bersepeda 'di jalan' dan 'off road'.
Saat ini Sailing Club memiliki tenaga kerja (81,8%) dari masyarakat
sekitar kawasan yakni warga Desa Tanjungjaya dan Desa Citeureup, sisanya dari
luar wilayah. Uraian jumlah tenaga kerja di jelaskan pada Tabel 32.
Tabel 32 Jumlah tenaga kerja operator Sailing Club.
Departement Person Sex
Male Female
Manager Club 1
1
Accounting Officer 1 1
Kasir reservasi 1
1
House Keeping 2 1 1
Drink area/ Waiters 3 3
Kitchen 3 3
Boat boy 5 5
Maintenance 1 1
Security 3 3
Driver 2 2
Total 22 19 3 Sumber: Data Operator Sailing Club tahun 2013.
Sailing Club merupakan operator wisata yang banyak dikunjungi
wisatawan nusantara dan mancanegara. Tingkat kunjungan wisatawan paling
banyak dari mancanegara ke Sailing Club bila dibandingkan dengan operator-
operator lainnya di kawasan Tanjung Lesung. Selain perorangan dan klub perahu
layar, Sailing Club juga memiliki anggota (member) dari sekolah-sekolah (anak-
anak) internasional. Jumlah kunjungan wisatawan ke Sailing Club dapat dilihat
pada Tabel 33.
Tabel 33 Jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara
ke Sailing Club tahun 2010 – 2012
Tahun Wisnus Wisman Total
2010 8388 986 9374
2011 7912 847 8759
2012 7373 1008 8381 Sumber: Data Operator Sailing Club tahun 2013
Pihak pengelola Sailing Club sering menggunakan jasa sewa perahu dari
warga di sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung bagi tamunya untuk aktivitas
memancing dan trip ke Taman Nasional Ujung Kulon dan objek DTW lainnya.
Hingga saat ini sewa perahu sudah menjadi aktivitas yang melembaga antara
pihak operator sailing club dengan warga sekitar.
Komoditi untuk operator wisata Sailing Club diperoleh dari beberapa
wilayah seperti Desa Tanjungjaya, Kecamatan Panimbang, Cilegon dan
Tangerang. Pihak operator membeli pasokan komoditi di supermarket yang
berlokasi di Karawaci Tangerang. Supermarket dijadikan sebagai tempat untuk
membeli keperluan komidi di operator wisata Sailing Club karena di supermarket
produk yang diperlukan tersedia dengan lengkap. Pihak pengelola kesulitan untuk
72
memperoleh jenis produk yang diperlukan dari pasar di lokal, karena tidak
tersedia. Terutama jenis komoditi yang diperuntukan sebagai bahan membuat
masakan atau makanan ala western.
Tidak semua komoditi dibeli di Tangerang, ada juga yang dibeli di pasar
Panimbang, terutama jenis komoditi yang umum tersedia dan bersifat sebagai
tambahan jika ketersediaan stok telah habis. Pasokan komoditi operator Sailing
Club diuraikan pada Tabel 34.
Tabel 34 Pasokan komoditi di operator Sailing Club tahun 2012
Wilayah
Pembelian
Kelompok Komoditi (Rp/Bulan) Total
(Rp/Bulan)
Total
(Rp/Tahun) %
Logistik Akomodasi Atraksi
Ds. Tanjungjaya 5.728.000 -
5.728.000 68.736.000 10,2
Kec. Panimbang
10.439.010 -
10.439.010 125.268.120 18,6
Kota Cilegon
225.000 -
225.000 2.700.000 0,4
Tangerang
36.534.275
3.102.350
39.636.625 475.639.500 70,7
TOTAL (%)
52.926.285
3.102.350
- 56.028.635 672.343.620 100
94,5% 5,5% 0,0%
Sumber : Data Operator Sailing Club tahun 2013
Berdasarkan Tabel 34, pembelian pasokan komoditi operator Sailing Club
terdiri atas: Rp. 52.926.275 atau 94,5 persen untuk keperluan logistik dan Rp.
3.102.350 atau 5,5 persen untuk akomodasi, sementara tidak ada belanja untuk
komoditi aktraksi. Belanja untuk keperluan atraksi tidak disajikan dalam
penelitian ini karena keterbatasan data. Jika dihitung total pengeluaran uang yang
digunakan untuk belanja pasokan komoditi di operator ini sebesar Rp. 56.028.635
per bulan atau Rp. 672.343.620 per tahun.
Wilayah yang menerima aliran uang dari belanja komoditi ini masing-
masing adalah: Tangerang dengan 70,7 persen, Kecamatan Panimbang 18,6
persen, Desa Tanjungjaya dengan 10 persen dan sedikit saja 0,4 persen mengalir
ke Cilegon. Desa Tanjungjaya memasok komoditi berupa ikan hidup, ikan mati
namun segar dan sewa perahu untuk tamu wisatawan yang menginap di Sailing
Club. Alasan wisatawan mau menggunakan perahu dari warga sekitar, karena
perahu warga berbahan kayu akan lebih aman jika dibandingkan dengan perahu
(boat) yang umumnya terbuat dari bahan fiber.
Operator Blue Fish
Operator Blue Fish merupakan salah satu hotel di kluster Tanjung Lesung
ini memiliki aktivitas khusus berupa memancing dan outbound untuk segala usia
selain fasilitas kamar untuk menginap dengan 16 kamar lengkap dengan fasilitas
pendukung lainnya, seperti kolam renang dan aktaksi outbond. Operator wisata
Blue Fish yang memilih konsep aktivitas yang kental dengan atmosfer kegiatan
laut. Selain wisatawan nusantara yang terhimpun dalam keanggotaan group
memancing, juga banyak diminiati oleh wisatawan manca neraga dengan latar
belakang hobi memancing.
73
Blue Fish memiliki 17 karyawan, 14 orang atau 82,4 persen diantaranya
adalah tenaga kerja dari masyarakat setempat, sisanya dari luar daerah seperti dari
Jawa Tengah. Gambaran tenaga kerja dapat di uraikan pada tabel 35.
Tabel 35 Jumlah tenaga kerja operator Blue Fish
Departement Person Sex
Male Female
Manager 1 1
Accounting Officer 1 1
House Keeping 2 1 1
Drink area/ Waiters 3 3
Kitchen 2 1 1
Boat boy 4 4
Maintenance 1 1
Security 2 2
Driver 1 1
Jumlah 17 14 3 Sumber: Data operator Blue Fish tahun 2013
Berdasarkan sumber data dari pihak pengelola operator Blue Fish, pasokan
komoditi ada yang dikirim (supply) langsung oleh pihak managemen yang
berkantor di Jakarta dan ada juga jenis komoditi yang pasoknnya ditentukan oleh
pengelola operator Blue Fish di Tanjung Lesung sendiri. Data yang terkait dengan
pembelian komoditi yang di-supply oleh pihak management (owner), pihak
pengelola tidak menyimpan catatannya, sehingga data yang dapat diolah hanya
bersumber dari pihak operator Blue Fish di Tanjung Lesung saja. Gambaran
pasokan komoditi di operator Blue Fish yang disajikan merupakan data satu
bulan, kemudian diproyeksikan menjadi satu tahun (2012). Uraian pasokan
komoditi di operator Blue Fish dapat dilihat pada Tabel 36.
Tabel 36 Pasokan komoditi operator Blue Fish tahun 2012
Kelompok
Komoditi
Wilayah Pembelian (Rp/Bulan) TOTAL
(Rp/Bulan)
TOTAL
(Rp/Tahun) %
Jakarta Panimbang Citeureup
Logistik
915.400 1.582.000 16.000
3.113.400
37.360.800 37,9
Akomodasi
732.800 - -
732.800
8.793.600 8,9
Atraksi
4.364.778 - -
4.364.778
52.377.333 53,2
Jumlah Rp. (%) 6.012.978 1.582.000 616.000
8.210.978 98.531.733 100 73,2% 19,3% 7,5%
Sumber: Data Operator Blue Fish diolah tahun 2013
Dapat dijelaskan bahwa keperluan komoditi dikelompokan menjadi;
logistik (jenis barang untuk keperluan dapur (makanan dan muniman), akomodasi
(jenis barang berupa alat-alat untuk keperluan hotel) dan atraksi (jenis komoditi
untuk keperluan memancing). Berdasarkan pengelompokan ini, alokasi biaya
untuk keperluan atraksi lebih besar mencapai Rp. 4.364.778 per bulan atau
52.377.333 per tahun atau 53,2 persen, berikutnya alokasi untuk keperluan
74
logistik dengan Rp. 37.360.800 per tahun atau 37,9 persen dan alokasi untuk
keperluan akomodasi Rp. 8.793.600 per tahun atau 12,2 persen.
Tingginya uang yang dialokasikan untuk keperluan akomoditi atraksi
karena tamu yang datang ke Blue Fish merupakan para penghobi memancing,
perorangan maupun berkelompok yang tergabung dalam komunitas memancing
sehingga item komoditi lebih banyak untuk keperluan memancing.
Dari Tabel 38 di atas dapat diketahui sebaran aliran uang untuk belanja
komoditi pariwisata di opertor ini adalah Jakarta merupakan wilayah yang paling
besar dengan nilai uang Rp. 6.012.978 per bulan, disusul Kecamatan Panimbang
(pasar) dengan Rp. 1.582.000 per bulan dan Desa Citeureup (pasar) dengan nilai
uang Rp. 616.000 per bulan.
Operator Villa Kalicaa
Villa Kalicaa Tanjung Lesung merupakan tempat yang nyaman karena
fasilitas yang luas dan kegiatan pendukung sangat banyak. Fasiltias yang
disediakan berupa pesta kebun barbekyu, dilengkapi kitchen set dan peralatan
yang disediakan di dalam villa selain juga terdapat bungalow. Fasilitas yang
disediakan sesuai untuk tamu keluarga maupun paket bulan madu.
Saat ini Villa Kalicaa mempekerjakan karyawan mayoritas dari
masyarakat sekitar kawasan wisata. Gambaran jumlah tenaga kerja di operator
Villa Kalicaa diuraikan pada Tabel 37.
Tabel 37 Jumlah tenaga kerja operator wisata Villa Kalicaa
Departement Person Sex
Male Female
Executive Office 1 1 -
Jakarta Sales Office 5 4 1
Front Office 7 5 2
House Keeping 23 22 1
Food & Beverage Service 9 9 -
Food & Beverage Product 14 14 -
Engineering 9 9 -
Accounting Office 3 1 2
Personal Office - - -
Security Section - - -
Sport & Leasure 4 4 -
Total 75 69 6 Sumber: Operator Villa Kalicaa tahun 2013
Komoditi operator wisata Villa Kalicaa diperoleh dari beberapa wilayah
seperti Cilegon dan Jakarta. Data pasokan dari Cilegon tidak diuraikan pada
pembahasan ini, karena ketidaklengkapan dan keterbatasan data yang diperoleh,
namun pada umumnya pasokan komoditi diperoleh dari pusat-pusat perbelanjaan
di Jakarta. Pihak operator menetapkan pasokan komoditi berdasarkan ketersediaan
jenis komoditi di supermarket dengan terlebih dahulu melakukan penawaran
(bidding) untuk menentukan harga penawaran terbaik. Supermarket dijadikan
sebagai tempat untuk membeli keperluan komidi pada operator wisata Villa
Calicaa berdasarkan pertimbangan ekonomis, efisiensi dan afektivitas selain juga
75
kualitas produk yang berstandar. Pasokan komoditi di operator wisata Villa
Calicaa diuraikan pada Tabel 38.
Tabel 38 Pasokan komoditi di operator Villa Calicaa tahun 2012
Jenis Komoditi Wilayah Pembelian (Rp/bulan) Total
(Rp/Bulan)
Total
(Rp/ Tahun) %
Panimbang Jakarta
Logistik 180.000 57.757.660 57.937.660 693.271.920 59,2
Akomodasi - 39.832.500 39.832.500 477.990.000 40,8
Jumlah (%) 180.000 97.590.160
97.770.160 1.171.261.920 100 0,2% 99,8%
Sumber: Operator Villa Kalicaa tahun 2013.
Tabel 38 menjelaskan bahwa pembelian pasokan komoditi operator Villa
Calicaa terdiri atas 59,2 persen untuk keperluan logistik dan 40,8 persen untuk
akomodasi dengan omset belanja Rp. 1,1 milyar per tahun atau Rp. 97.770.160
per bulan. Jakarta memperoleh persentase uang lebih besar 99,8 persen dan
wilayah Panimbang hanya memperoleh 0,2 persen dari alokasi pembelian
(purchasing) komoditi di operator Villa Calicaa.
Data komoditi dari bagian pembelian (purchest) yang disajikan dalam
penelitian ini merupakan sebagian data yang belum menggambarkan secara
keseluruhan kebutuhan dan total belanja komoditi di operator ini.
Kebutuhan logistik yang diperoleh dari Panimbang adalah jenis komoditi
emping mentah dan emping pedas dengan volume masing-masing 5 kg per bulan,
sementara keperluan komoditi logistik dan akomodasi lainnya diperoleh dari
Cilegon, Serang, dan Jakarta. Secara umum pasokan komoditi diperoleh dari
Jakarta, namun pihak pengelola operator Villa Kalicaa terlebih dahulu mencari
ketersediaan jenis komoditi yang diperlukan di supermarket sekitar Kota Serang
dan Kota Cilegon Propinsi Banten.
Jenis komoditi lain seperti ikan segar, BBM dan sebagian buah-buahan
pada umumnya diperoleh dari Panimbang, hanya saja tidak tercantum dalam
daftar komoditi karena keterbatasan data.
Peran Pariwisata Tangjung Lesung Terhadap Kesejahteraan Masyarakat
Karakteristik Rumah Tangga Responden
Responden dalam penelitian ini terdiri dari 60 kepala keluarga dari
masyarakat yang tinggal di dua desa sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung.
rumah tangga yang menjadi responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu rumah
tangga yang beraktivitas di pariwisata sebanyak 30 orang dan rumah tangga yang
tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung sebanyak 30 orang.
Karakteristik responden yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, jenis
pekerjaan, jumlah tanggungan keluarga, dan pendapatan dan lokasi merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga. Karakteristik
tersebut akan berpengaruh terhadap kegiatan, keterampilan, dan kemampuan
responden dalam menelaah dan mengambil suatu keputusan yang menyangkut dirinya, keluarga, dan lingkungan sekitarnya yang kesemuanya ini bertujuan
untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan layak.
76
Menurut ukuran nasional, usia penduduk yang kerja adalah mulai dari 15
tahun sampai 65 tahun. Semakin muda usia penduduk dalam memasuki dunia
kerja bisa menjadi salah satu indikator bahwa kondisi sosial ekonominya berada
di bawah garis kemiskinan. Kesimpulan teoritis tersebut berdasarkan pada asumsi
bahwa semakin tinggi taraf hidup penduduk maka semakin tinggi pula
kemampuan orang tua dalam membiayai anak-anaknya terutama untuk tingkat
pendidikan yang dicapai sehingga berpengaruh pada umur anak dalam memasuki
dunia kerja. Umur akan mempengaruhi kemampuan fisik dan cara berpikir dalam
mengambil suatu keputusan seseorang yang berhubungan dengan dirinya dan
lingkungannya. Umur responden di daerah penelitian dapat mencerminkan pada
kelompok umur mana mayoritas usia responden yang bekerja sebagai nelayan,
petani, jasa, berdagang karyawan atau pegawai.
Penelitian ini, responden dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok
responden yang beraktivitas di pariwisata yakni masyarakat sekitar kawasan yang
bekerja, berdagang, dan atau melaksanakan bisnis atau usaha di atau ke dalam
kawasan wisata Tanjung Lesung. Pada umunmya responden ini bekerja sebagai
karyawan state office Banten West Java, hotel/villa dan operator aktraksi wisata
lainnya pada posisi sebagai keamanan (security), pegawai di operator wisata,
pedagang di pantai dan pemasok komoditi ke dalam kawasan wisata Tanjung
Lesung. Kedua, kelompok responden yang tidak beraktivitas di pariwisata
Tanjung Lesung adalah warga yang tidak melaksanakan kegiatan baik sebagai
karyawan, pedagang ataupun pemasok ke dalam kawasan wisata Tangjung
Lesung mau pun lainnya. Jenis pekerjaan responden yang tidak beraktivitas di
pariwisata berlatar belakang beragam, diantaranya; petani, nelayan, pedagang dan
jasa (termasuk di dalamnya buruh, karyawan, pegawai swasta/negeri, bisnis
layanan dan lain-lain).
Berdasarkan hasil penelitian, komposisi umur responden terlihat adanya
perbedaan yang tidak signifikan. Umur responden pada rumah tangga yang
beraktivitas lebih banyak usia muda dibanding responden yang tidak beraktivitas
di pariwisata. Proporsi kelompok umur responden dapat dilihat pada Tabel 39.
Tabel 39 Umur responden yang beraktivitas di pariwisata dan tidak
beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung tahun 2012.
Umur Responden
(Tahun)
Beraktivitas Tidak Beraktivitas
di Pariwisata di Pariwisata
Jumlah % Jumlah %
22 – 29 3 10 1 3,30
30 – 37 14 46,7 9 30
38 – 45 9 30 8 26,7
46 – 53 3 10 6 20
54 – 61 1 3,3 4 13,3
62 – 67 0 0 2 6,7
Jumlah 30 100 100 100 Sumber: Data hasil olah tahun 2013.
Tabel 39 menunjukkan bahwa umur kepala keluarga kedua kelompok
responden ini dalam usia yang beragam, lebih banyak usia produktif, yaitu
berkisar dari 22 sampai 53 tahun, sementara usia lanjut jumlahnya hanya sedikit
saja 6,7 persen. Rata-rata umur kelompok responden yang beraktivitas di
77
pariwisata adalah 37 tahun, sedangkan untuk responden yang tidak beraktivitas di
pariwisata rata-rata umurnya 44 tahun.
Pengambilan keputusan merupakan satu hal yang sangat penting dalam
setiap kegiatan, berhasil tidaknya suatu kegiatan tidak terlepas dari keputusan
yang diambil. Pengambil keputusan dalam rumah tangga biasanya ditentukan oleh
kepala keluarga yang dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pengalaman.
Makin tinggi pendidikan dan makin banyak pengalaman akan sangat berpengaruh
pada keputusan yang akan diambil agar sesuai dengan harapan.
Pendidikan formal merupakan salah satu indikator sosial yang merupakan
tolok ukur untuk menentukan indeks kemajuan pembangunan suatu negara. Selain
tiu juga merupakan satu-satunya sistem pendidikan yang mendapat pengakuan
secara (administrasi) universal sebagai indikator tingkat pengetahuan dan keahlian
seseorang. Tingkat pendidikan yang pernah diikuti oleh responden bervariasi
mulai dari 6 tahun atau tamat sekolah dasar sampai lulus perguruan tinggi 16
tahun. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh komposisi keadaan pendidikan
respoden seperti terlihat pada Tabel 40.
Tabel 40 Kondisi pendidikan responden yang beraktivitas di pariwisata dan
yang tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung tahun 2012
No Pendidikan Responden
(Tahun)
Beraktivitas Tidak Beraktivitas di
Pariwisata di Pariwisata
Jumlah % Jumlah %
1 6 (SD) 1 3,3 2 6,7
2 9 (SLTP) 3 10 8 26,7
3 12 (SLA) 23 76,7 15 50
4 16 (PT) 3 10 5 16,7
Jumlah 30 100 30 100
Sumber: Data hasil olah Tahun 2013.
Tabel 40 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mayoritas responden yang
beraktivitas di pariwisata adalah SLTA dengan angka 76,7persen, kemudian
tingkat PT dengan 10%, jika dirata-ratakan berpendidikan SLTA (12 tahun).
Sedangkan pendidikan responden yang tidak beraktivitas di pariwisata sebanyak
50% merupakan lulusan sekolah menengah lanjutan tingakt atas dan 16,7 persen
lulus perguruan tinggi, jika dirata-ratakan berpendidikan SLTA (11 tahun).
Jumlah anggota keluarga merupakan jumlah seluruh dari anggota rumah
tangga yang ditanggung oleh kepala keluarga. Besarnya tanggungan kepala
keluarga sangat ditentukan oleh jumlah anggota keluarga. Semakin banyak jumlah
anggota keluarga maka semakin banyak pula biaya hidup rumah tangga tersebut,
seBaliknya semakin sedikit jumlah anggota keluarga maka semakin sedikit pula
beban kepala rumah tangga. Di sisi lain jumlah anggota keluarga yang yang besar
juga merupakan sumber pendapatan apabila anggota keluarga tersebut bekerja dan
pendapatannya ditambahkan ke dalam pendapatan rumah tangga.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden memiliki anggota
keluarga berkisar 4 – 6 orang. Terdapat 73,3 persen responden yang beraktvitas di
pariwisata memiliki anggota keluarga 4 - 6 orang, sedangkan pada kelompok
yang tidak beraktivitas di pariwisata ada 66,7 persen. Bila dilihat dari rata-rata
kedua kelompok responden ini menunjukkan bahwa jumlah anggota rumah tangga
78
tidak ada perbedaan yaitu masing-masing memiliki 5 anggota rumah tangga.
Untuk melihat distribusi jumlah anggota keluarga pada kedua kelompok
responden ini dapat dilihat pada Tabel 41.
Tabel 41 Jumlah tanggungan keluarga responden yang beraktivitas di pariwisata
dan yang tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung
No Tanggungan
Keluarga (jiwa)
Beraktivitas Tidak Beraktivitas di
Pariwisata di Pariwisata
Jumlah % Jumlah %
1 < 4 6 20 6 20
2 4 – 6 22 73,3 20 66,7
3 7 – 8 2 6,7 4 13,3
Jumlah 30 100 30 100%
Sumber: Data hasil olah tahun 2013.
Persepsi Masyarakat atas Dampak Pariwisata Tanjung Lesung Terhadap
Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Sekitar Kawasan
Dampak Ekonomi
Pariwisata berdampak meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui
meningkatnya pendapatan keluarga. Untuk mengetahui dampak dari adanya
pariwisata Tanjung Lesung dalam meningkatkan pendapatan keluarga dilihat dari
kemampuan untuk membiayai kebutuhan dasar yang meliputi; kemampuan untuk
menyekolahkan anak, berobat, menabung, membeli aset dan keperluan konsumsi
standar cukup. Uraian hasil dari jawaban responden yang beraktivitas di
pariwisata Tanjung Lesung maupun yang tidak dapat dilihat pada Tabel 42 dan
Gambar 9.
Tabel 42 Persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata tanjung lesung dalam
menigkatkan pendapatan untuk membiayai keperluan dasar
Meningkatkan Pendapatan
Beraktivitas di
Pariwisata
Tdk Beraktivtias di
Pariwisata
Ya Tidak Ya Tidak
Menyekolahkan anak 69,0% 31% 77,8% 22,2%
Berobat 89,3% 10,7% 76,9% 23,1%
Menabung 55.2% 44,8% 75,0% 25,0%
Membeli aset 72,4% 27,6% 68,0% 32,0%
Konsumsi standar 92,9% 7,1% 85,7% 13,8% Sumber: Hasil olah tahun 2013
Responden yang beraktivias di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan
pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak meningkatkan pendapatan
keluarga untuk membiayai keperluan menyekolahkan anak dengan 69 persen
responden dan 31 persen responden lainnya menyatakan tidak memberikan
dampak. Sementara responden yang tidak beraktivitas di pariwisata menyatakan
bahwa pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak meningkatkan
pendapatan keluarga untuk membiayai keperluan menyekolahkan anak dengan
79
77,8 persen responden dan 22,2 persen responden lainnya menyatakan tidak
memberikan dampak.
Gambar 9 Persentase persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung
Lesung dalam meningkatkan pendapatan untuk membiayai
keperluan dasar
Pernyataan responden yang beraktivitas di pariwisata terkait kemampuan
untuk meyekolahkan anak, lebih rendah dari pada responden yang tidak
beraktvitas di pariwisata. Pada umumnya responden baik yang beraktivitas di
pariwisata maupun yang tidak memberikan alasan bahwa memang ada
peningkatan pendapatan setelah adanya pariwisata Tanjung Lesung sehingga
mampu menyekolahkan anak hingga jenjang pendidikan dasar. Menyekolahkan
anak pada tingkat dasar relatif tidak ada kendala, karena juga terbantu dengan
adanya program BOS dari pemerintah. Lain halnya untuk memenuhi keperluan
menyekolahkan anak pada jenjang tingkat menengah, sebagian responden yang
beraktivitas di pariwisata dan tidak beraktivitas di pariwisata mengatakan perlu
usaha tambahan dan tidak bisa mengandalkan dari hasil di pariwisata saja, terlebih
untuk menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi pendapatan dari sektor
pariwisata yang diperoleh dirasa kurang mencukupi.
Pertanyaan apakah pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak
meningkatkan pendapatan keluarga untuk membiayai keperluan berobat anggota
keluarga, responden yang beraktivias di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan
pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak meningkatkan pendapatan
keluarga untuk membiayai keperluan berobat 89,3 persen responden dan sebanyak
10,7 persen responden menyatakan tidak memberikan dampak. Sementara
responden yang tidak beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan
pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak meningkatkan pendapatan
keluarga untuk membiayai keperluan berobat anggota keluarga jika ada yang sakit
dengan 76,9 persen responden dan 22,2 persen responden lainnya menyatakan
tidak memberikan dampak.
Pada umumnya responden baik yang beraktivitas di pariwisata maupun yang
tidak, menyatakan bahwa pendapatan mereka meningkat sebagai dampak manfaat
adanya pariwisata Tanjung Lesung, sehingga memungkinkan mereka dapat
berobat setidaknya di puskesmas. Bagi responden yang beraktivitas di Tanjung
Menyekolahkan
Anak
Berobat Menabung Membeli Aset Konsumsi
Standar
69%
89,3%
55,2%
72,4%
92,9%
77,8% 76,9% 75,0%
68,0%
85,7%
Beraktivitas di Pariwisata Tidak Beraktivitas di Pariwisata
80
Lesung, pada umumnya mereka telah terbantu untuk pembiayaan berobat, karena
pihak PT. Banten West Java selaku pengelola kawasan wisata Tanjung Lesung
memberikan tunjangan kesehatan meringankan biaya kesehatan anggota keluarga
untuk berobat di klinik. Lain halnya pada keluarga yang tidak beraktivitas di
pariwisata khususnya yang berkerja bukan sebagai pegawai, mereka harus
mengeluarkan biaya sendiri untuk keperluan berobat jika ada anggota keluarganya
yang sakit.
Pertanyaan tentang apakah pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan
dampak meningkatkan pendapatan keluarga untuk ditabung, responden yang
beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung
Lesung telah memberikan dampak meningkatkan pendapatan keluarga untuk
menabung dengan jumlah 55,2 persen responden dan ada 44,8 persen responden
menyatakan tidak memberikan dampak. Sementara responden yang tidak
beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung
Lesung memberikan dampak meningkatkan pendapatan keluarga untuk menabung
sebanyak 75 persen responden dan ada 25 persen responden lainnya menyatakan
tidak memberikan dampak.
Jawaban responden khususnya yang beraktivtias di pariwisata tentang
kemampuan untuk menabung nilainya rendah yakni 55,7 persen, karena menurut
penjelasan respoden pendapatan mereka rata-rata dalam satu bulan tidak
memungkinkan untuk menabung, karena pendapatan mereka akan habis untuk
keperluan konsumsi keluarga. Pada dasarnya responden baik yang beraktivitas di
pariwisata maupun tidak, menganggap menabung adalah kondisi keuangan sisa,
setelah keperluan konsumsi utama tercukupi. Sehingga mereka merasa tidak ada
lagi sisa uang yang dapat ditabung.
Pertanyaan apakah pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak
manfaat meningkatkan pendapatan keluarga untuk membiayai keperluan membeli
aset berupa kendaraan, rumah dan tanah, Responden yang beraktivitas di
Pariwisata menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung telah
memberikan dampak meningkatkan pendapatan keluarga untuk membiayai
keperluan membeli aset 72,4 persen responden dan sebanyak 27,5 persen
responden menyatakan tidak memberikan dampak. Sementara responden yang
tidak beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan pariwisata
Tanjung Lesung telah memberikan dampak meningkatkan pendapatan keluarga
untuk membiayai keperluan membeli aset 68 persen responden, disusul dengan 32
persen responden lainnya menyatakan tidak memberikan dampak.
Responden baik yang beraktivitas di pariwisata maupun yang tidak, secara
umum menyatakan bahwa keberadaan Tanjung Lesung salama ini memberikan
dampak meningkatkan pendapatan untuk keperluan membeli aset. Kemampuan
untuk membuat/membeli rumah dan kredit motor juga bagian dari pendapatan
yang diperoleh dari adanya aktivitas pariwisata Tanjung Lesung baik secara
langsung maupun tidak, selain ditopang dari usaha-usaha sampingan lainnya.
Pertanyaan apakah pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak
manfaat meningkatkan pendapatan keluarga untuk keperluan konsumsi, ada 92,9
persen responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan
pariwisata Tanjung Lesung sangat memberikan dampak meningkatkan
pendapatan keluarga untuk membiayai keperluan konsumsi standar cukup dan
sebanyak 7,1 persen responden lainnya menyatakan tidak memberikan dampak.
81
Sementara responden yang tidak beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa
keberadaan pariwisata Tanjung Lesung memberikan dampak meningkatkan
pendapatan keluarga untuk membiayai keperluan konsumsi standar cukup ada
85,7 persen responden dan 13,8 persen lainnya menyatakan tidak memberikan
dampak.
Mayoritas responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan
keberadaan Tanjung Lesung sangat memberikan dampak meningkatkan
pendapatan keluarga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Pendapatan
dari pariwisata sangat membantu keluarga untuk mencukupi kebutuhan konsumsi
standar cukup. Sama halnya dengan responden yang tidak berkativitas di
pariwisata menyatakan keberadaan pariwisata berdampak meningkatkan pendapat
keluarga baik secara langsung maupun tidak langsung sehinga dapat memenuhi
kebutuhan konsumsi standar.
Dampak Meningkatkan Peluang Usaha Bagi Masyarakat Setempat
Pada pembahasan ini menjelaskan tanggapan responden yang beraktivitas
maupun tidak di kawasan pariwisata, tentang apakah keberadaan pariwisata
Tanjung Lesung berdampak pada meningkatkan peluang usaha bagi masyarakat
setempat dilihat dari beberapa hal seperti; berdagang, pemasok komoditi, hasil
kerajinan, kuliner dan jasa hiburan masyarakat. Persespsi responden terhadap
dampak pariwisata Tanjung Lesung dalam meningkatkan peluang usaha nampak
pada tabel 43 dan Gambar 10.
Tabel 43. Persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung Lesung
dalam meningkatkan peluang usaha bagi masyarakat setempat
Meningkatkan Peluang Usaha
Beraktivitas di
Pariwisata
Tidak Beraktivtias di
Pariwisata
Ya Tidak Ya Tidak
Berdagang 75,9% 24,1% 60,7% 39,3%
Pemasok Komoditi 89,7% 10,3% 64,3% 35,7%
Hasl Kerajinan 72,4% 27,6% 60,7% 39,3%
Kuliner 64,3% 35,7% 72,0% 28,0%
Jasa Hiburan Masyarakat 79,3% 20,7% 67,9% 32,1% Sumber: Hasil olah tahun 2013
Gambar 10 Persentase persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata
Tanjung Lesung dalam meningkatkan peluang usaha masyarakat
0.0%
50.0%
100.0%
Bedagang PemasokKomoditi
HasilKerajinan
Kuliner JasaHiburan
Masy
75,9% 89,7%
72,4% 64,3% 79,3%
60,7% 64,3% 60,7% 72,0% 67,9%
Beraktivitas di Pariwisata Tdk Beraktivitas di Pariwisata
82
Pertanyaan tentang apakah pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan
dampak membuka peluang usaha bagi masyarakat setempat, responden yang
beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung
Lesung telah memberikan dampak membuka peluang usaha bagi masyarakat
setempat untuk berdagang sebanyak 75,9 persen responden dan sisanya sebanyak
24,1 persen responden menyatakan tidak memberikan dampak. Sementara
responden yang tidak beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan
pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak membuka peluang usaha
bagi masyarakat setempat untuk berdagang sebanyak 60,7 persen responden dan
sisanya dengan 39,3 persen responden menyatakan tidak memberikan dampak.
Bagi responden yang beraktivitas pariwisata menyatakan bahwa keberadaan
pariwisata Tanjung Lesung membuka peluang usaha untuk berdagang di dalam
kawasan. Lokasi yang digunakan adalah Pantai Bodur/Kalicaah. Di pantai ini ada
sekitar 30 pedagang makanan, pakaian, cinderamata, baju/kain pantai termasuk
hasil olahan laut dan hasil perkebunan yang membuka dagangannya, terutama
pada waktu week end dan long week end. Sementara bagi responden yang tidak
beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung mengatakan bahwa pedagang tidak
diperbolehkan berdagang di sekitar hotel/villa, mamun harus di Pantai Bodur.
Sementara wisatawan dari mancanegara lebih banyak berada di lokasi hotel dan
villa, sehingga wisatawan mancanegara jarang yang datang ke Pantai Bodur,
mengikat lokasi Pantai Bodur dan lokasi setiap operator wisata (hotel/villa/atraksi
pantai) letaknya terpisah-pisah dan berjauhan satu dengan yang lainnya.
Menurut penjelasan pihak pengelola Tanjung Lesung bahwa untuk pedagang
yang berjualan di Pantai Bodur/Kalicaah, tidak diperkenankan masuk kedalam
hotel/villa karena akan menggangu kenyamanan wisatawan. Konsep wisata yang
ada di Tanjung Lesung mengedepankan kenyamanan dan tingkat privasi yang
tinggi bagi tamu-tamunya karena para tamu membutuhkan suasana yang tenang.
Memang konsep ini mengandung kelemahan, yakni tidak membebaskan warga
utnuk berjualan area dalam hotel/villa, namun hal ini juga untuk memastikan
keberlanjutan kunjungan tamu agar terpuaskan tanpa ada gangguan kenyamanan,
sehingga mereka akan datang kembali untuk berwisata ke Tanjung Lesung.
Seiring dengan pengembangan KEK, ke depan pihak pengelola Tanjung Lesung
akan membuat sentra perdagangan di setiap hotel/villa dengan penataan yang
lebih rapih dan estetis. Tempat usaha ini akan memprioritaskan pedagang yang
saat ini sudah berjualan di Pantai Bodur/Kalicaah dan juga mengakomodasi warga
di sekitar kawasan lainnya untuk berjualan di dalam kawasan.
Pertanyaan tentang apakah pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan
dampak meningkatkan peluang usaha masyarakat setempat sebagai pemasok
komoditi, responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa
keberadaan pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak meningkatkan
peluang usaha masyarakat setempat sebagai pemasok komoditi dengan 89,7
persen rdan sebanyak 10,3 persen responden menyatakan tidak memberikan
dampak. Sementara responden yang tidak beraktivitas di pariwisata menyatakan
bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak
meningkatkan peluang usaha masyarakat setempat sebagai pemasok komoditi
64,3 persen responden dan responden lainnya 35,7 persen menyatakan sangat
tidak memberikan dampak.
83
Berbeda dengan responden yang beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung
yang menyatakan bahwa pariwisata Tanjung lesung menerima pasokan komoditi
dari masyarakat sekitar kawasan, responden yang tidak beraktivitas di pariwisata
menyatakan tidak semua komoditi dapat dipasok dari wilayah sekitar kawasan
wisata. Jenis komoditi yang memungkinkan untuk dipasok diantaranya adalah
ikan hidup dan ikan segar dan air isi ulang. Justeru konponen jenis komoditas
yang paling banyak dipasok dari di luar Kabupaten Pandeglang, baik di-supply
atau pun pihak operator wisata membelinya sendiri ke wilayah luar.
Pertanyaan apakah pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak
manfaat meningkatkan peluang usaha bagi masyarakat setempat untuk
menampung dan membeli hasil kerajinan, responden yang beraktivitas di
pariwisata menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung telah
memberikan dampak meningkatkan peluang usaha untuk menyerap hasil
kerajinan dengan 72,4 persen dan sebanyak 27,6 persen responden lainnya
menyatakan tidak memberikan dampak. Sementara responden yang tidak
beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung
Lesung memberikan dampak meningkatkan peluang usaha untuk menyerap hasil
kerajinan dengan 60,7 persen responden dan ada 39,3 persen responden lainnya
menyatakan tidak memberikan dampak.
Jenis kerajian bentuknya beragam, baik berbahan dasar kayu seperti
miniatur badak, ukiran dari kayu, jenis anyaman dan jenis cindaramata berbahan
dasar hisan hasil laut dan lain-lain. Sementara responden yang tidak beraktivitas
di pariwisata mengatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung selama
ini memberikan dampak dalam menyerap hasil kerajian tangan dari masyarakat
setempat. Hanya saja, jumlah yang terserap masih relatif sedikit karena masih
rendahnya pembeli, sehingga sebagai alternatifnya pengrajin menjual produknya
ke tempat wisata di luar Kecamatan Panimbang, misalnya ke Pantai Carita yang
berlokasi di Kecamatan Labuan. Selain itu, warga pengrajin merasa kurangnya
promosi serta pembinaan dari Pemerintah Daerah untuk membatu pemasaran hasil
kerajinan.
Responden yang beraktivitas di pariwisata memberikan jawaban terkait
pertanyaan apakah pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak
meningkatkan peluang usaha bagi masyarakat setempat dalam hal kuliner ada
64,3 persen responden dan sebanyak 35,7 persen responden menyatakan tidak
memberikan dampak. Sementara responden yang tidak beraktivitas di pariwisata
menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan
dampak meningkatkan peluang usaha bagi masyarakat setempat dalam hal kuliner
sebanyak 72 persen responden dan ada 28 persen responden lainnya menyatakan
tidak memberikan dampak.
Baik responden yang beraktivitas maupun tidak menyatakan pariwisata
Tanjung Lesung telah memberikan dampak terhadap meningkatnya ragam dan
jumlah pedangan kuliner yang berada di sepanjang jalan menuju kawasan Tanjung
Lesung. Jenis kuliner lebih banyak yang berbasis olahan hasil laut seperti sea
food, selain juga masakan khas Sunda Banten pun tersedia. Responden juga
mengaharapkan kepada pemda untuk membantu dalam pengembangan masakan
tradisi sekaligus tempat yang terpusatkan letaknya tidak jauh dari kawasan
Tanjung Lesung.
84
Pertanyaan tentang apakah pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan
dampak meningkatkan peluang usaha memanfaatkan jasa hiburan dari masyarakat
setempat, ada 79,3 persen responden yang beraktivias di pariwisata menyatakan
telah memberikan dampak dan sebanyak 20,7 persen responden menyatakan tidak
memberikan dampak. Sementara responden yang tidak beraktivitas di pariwisata
menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan
dampak meningkatkan peluang usaha memanfaatkan jasa hiburan dari masyarakat
setempat dengan 67,9 persen dan ada 32,1 persen responden lainnya menyatakan
tidak memberikan dampak.
Sebagian responden yang beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung
menjelaskan bahwa, pihak operator pariwisata Tanjung Lesung terkadang
mengundang kelompok seni yang ada disekitar kawasan untuk melakukan
pertunjukan seni selain juga mengajak tamu untuk berkujung ke Desa Wisata
Cikadu. Pertunjukan seni yang biasanya dipentaskan adalah rampak bedug, debus
dan suling. Sementara responden yang tidak berkativitas di pariwisata menyatakan
bahwa sejauh ini pembinaan terhadap kelompok seni kurang mendapatkan
perhatian kembali dari pemda maupun dari pihak PT. Banten West Java.
Dampak Penyerapan Tenaga Kerja
Rekrutmen tenaga kerja pada umumnya dipengaruhi oleh bagian-bagian
bidang pekerjaan yang dibutuhkan, tentu saja menyesuaikan dengan latarbelakang
pedidikan dan kecakapan karyawan. Para pekerja di kawasan pariwisata Tanjung
Lesung berlatarbelakang pendidikan beragam, mulai pendidikan dasar, menengah,
dan tinggi. Jawaban responden tentang penyerapan tenaga kerja yang meliputi;
menyerap tenaga kerja dari masyarakat setempat dan menyerap tenaga kerja
disemua jenjang pendidikan, sebagaimana pada uraian Tabel 44 dan Gambar 11.
Tabel 44 Persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung Lesung telah
memberikan dampak menyerap tenaga kerja lokal
Meningkatkan Peluang Usaha
Beraktivitas di
Pariwisata
Tidak Beraktivtias di
Pariwisata
Ya Tidak Ya Tidak
Tenaga kerja masyarakat setempat 75,9% 24,1% 60,7% 39,3%
Semua jenjang pendidikan 89,7% 10,3% 64,3% 35,7% Sumber: Data diolah tahun 2013
Gambar 11 Persentase persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung
Lesung telah memberikan dampak menyerap tenaga kerja lokal
0.0%
100.0%
Beraktivitas di
Pariwisata
Tdk Beraktivitas di
Pariwisata
75,9% 60,7%
89,7% 64,3%
T Kerj. Masy Setempat T Kerj. Semua Jenjang Penddkan
85
Pada aspek penyerapan tenaga kerja, responden yang beraktivitas di
kawasan pariwisata menyatakan bahwa pariwisata Tanjung Lesung telah
berdampak menyerap tenaga kerja dari masyarakat setempat dengan 75,9 persen
dan 24,1 persen responden lainnya menyatakan tidak berdampak.
Responden yang beraktivitas di pariwisata, pada umumnya berpendapat
bahwa pihak pengelola pariwisata Tanjung Lesung telah melaksanakan rekrutmen
tenaga kerja dengan memperioritaskan masyarakat sekitar, terutama masyarakat
Desa Tanjungjaya dan Desa Citeuruep. Hal ini sejalan dengan kondisi dilapangan
berdasarkan data riil dan pengamatan diperoleh jumlah tenaga kerja disetiap
operator wisata terdapat 80 hingga 90 persen pekerjanya dari dua desa tersebut,
sisanya ada yang dari sekitar dalam dan luar Kecamatan Panimbang, dalam
Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Jakarta dan daerah lainnya. Sementara
bagi renponden yang tidak beraktivitas di kawasan pariwisata menyatakan bahwa
pariwisata Tanjung Lesung memberikan dampak dalam menyerap tenaga kerja
dari masyarakat setempat dengan jumlah 66,7 persen dan ada 33,3 persen
responden menyatakan tidak berdampak.
Menurut pandangan rensponden yang tidak beraktivitas di pariwisata,
kondisi sekarang ini pihak pengelola pariwisa Tanjung Lesung melakukan
rekrutmen tenaga kerja sangat selektif, sehingga terkesan sulit bagi masyarakat
untuk dapat bekerja di Tanjung Lesung berbeda dengan proses rekrutmen dahulu,
lebih mudah.
Pihak pengelola operator di Tanjung Lesung mengaku bahwa, saat ini
jumlah tenaga kerja tetap sudah sangat memadai, namun jika ada lonjakan tamu,
pihak operator Tanjung Lesung akan meminta warga sekitar untuk bekerja path
time dengan upah harian sebesar Rp. 25.000 hingga 50.000,- (delapan jam). Pada
umumnya mereka dilibatkan untuk membantu pada posisi house keeping, waiters,
kitchen crew, landscape crew tenaga tekhnisi atraksi pantai dan laut dan lain
sebagainya. Kondisi kebutuhan tenaga kerja akan berbeda untuk masa yang akan
datang dimana kawasan pariwisata Tanjung Lesung akan menyerap tenaga kerja
baru dalam jumlah sangat besar, secara bertahap. Hal ini terkait dengan
implementasi pengembangan Tanjung Lesung menjadi Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) Pariwisata.
Terkait dengan kesempatan bekerja dari semua jenjang pendidikan, ada
85,2 persen responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa
keberadaan pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak membuka
kesempatan kerja kepada masyarakat sekitar dari semua jenjang pendidikan dan
sisanya ada 11,1 persen responden menyatakan tidak memberikan dampak.
Sementara pada responden yang tidak beraktivitas di pariwisata terdapat 65,4
persen responden menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung
memberikan dampak membuka kesempatan kerja kepada masyarakat sekitar dari
semua jenjang pendidikan. Kemudian ada 34,6 persen responden menyatakan
tidak memberikan dampak.
Sebagian responden yang tidak beraktivitas di pariwisata menyatakan,
bahwa masih banyak warga yang tidak dapat berkerja di pariwisata Tanjung
Lesung. Berdasarkan hasil pengamatan, tenaga kerja di pariwisata Tanjung
Lesung terdistribusi ke dua area, 1) tenaga kerja untuk site/estate office PT.
Banten West Java selaku pengelola kawasan wisata atau pengembang, 2) tenaga
86
kerja di lima operator wisata yang berada di kawasan wisata Tanjung Lesung.
Kedua area ini memanfaatkan tenaga kerja dengan berbagai macam jenjang
penidikan, untuk jenjang pendidikan SD atau tidak tamat SD umumnya bekerja
dibagian landscape/taman dan kebersihan, selain juga ada yang bekerja di dalam
hotel/villa. Demikian halnya dengan jenjang pendidikan menengah umumnya
bekerja di hotel/villa, petugas keamanan (security), teknisi atraksi laut dan pantai.
Jenjang pendidikan tinggi, umumnya mereka bekerja di dalam hotel/villa, selain
juga menduduki posisi penting, misalnya HRD dan general manager (GM).
Persoalan kualitas tenaga kerja menjadi perhatian pihak pengelola Tanjung
Lesung saat ini, terutama di operator-operator wisata, karena berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan pelayanan kepada tamu. Faktor bahasa menjadi
kendala, karena masih banyak dari karyawan di pariwisata Tanjung Lesung belum
cakap berbahasa inggris atau pun bahasa internasional lainnya.
Upaya yang dilakukan oleh pihak PT. Banten West Java ialah selain
melakukan pembekalan dan capacity building karyawan di internal masing-
masing operator, juga sejak tahun 2007 telah melakukan kerjasama dengan pihak
penyelenggaran pendidikan SMK Pariwisata di Kampung Cikadu Desa
Tanjungjaya untuk memenuhi supply tenaga kerja. Selain itu, pihak PT. Banten
West Java telah mendirikan sarana pendidikan dasar bagi warga di sekitar
Kampung Cikadu secara cuma-cuma untuk menunjang tercapainya kualitas
sumber daya dibidang pariwisata sejak dini.
Dampak Meningkatkan Investasi di Wilayah
Keberadaan kawasan pariwisata Tanjung Lesung dimungkinkan
memberikan dampak meningkatnya investasi di wilayah terhadap sektor-sektor
lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pada sub pembahasan ini menjelaskan persepsi responden yang
beraktivitas maupun tidak di kawasan pariwisata, tentang apakah keberadaan
Tanjung Lesung berdampak meningkatkan investasi di wilayah dilihat dari
beberapa hal seperti; investasi disektor pendidikan, perdagangan, akomodasi
kepariwisataan, pertanian, jasa, budidaya, transportasi dan bisnis kelautan
(perikanan tangkap). Hasil jawaban responden nampak pada Tabel 45 dan
Gambar 12.
Tabel 45 Persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung Lesung
dalam meningkatkan investasi di wilayah
Meningkatkan Peluang Usaha
Beraktivitas di
Pariwisata
Tidak Beraktivitas
di Pariwisata
Ya Tidak Ya Tidak
Sektor Pendidikan 88% 12% 92,3% 7,7%
Sektor Perdangan 96,2% 3,8% 88% 12%
Akomodasi Kepariwisataan 88,5 11,5% 80,8% 19,2%
Pertanian 77,8% 22,2% 66,7% 33,3%
Jasa 77,8% 22,2% 91,3% 8,7%
Budidaya 82,1% 17,9% 86,2% 13,8%
Transportasi 78,6% 21,4% 85,2% 14,8%
Bisnis Kelautan 79,3% 20,7% 96,3% 3,7%
Sumber: Data diolah tahun 2013
87
Berdasarkan Tabel 53 dan Gambar 12 terdapat 88 persen responden yang
beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung
Lesung telah memberikan dampak meningkatnya investasi sektor pendidikan di
wilayah. Selanjutnya ada 12 persen responden menyatakan tidak memberikan
dampak. Sementara pada responden yang tidak beraktivitas di pariwisata terdapat
92,3 persen menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung telah
memberikan dampak meningkatnya investasi sektor pendidikan di wilayah.
Kemudian ada 7,7 persen responden menyatakan tidak berdampak.
Gambar 12 Persentase persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata
Tanjung Lesung dalam meningkatkan investasi di wilayah
Baik responden yang beraktivitas di pariwisata maupun yang tidak,
memberikan pernyataan bahwa pariwisata Tanjung Lesung berdampak pada
meningkatnya investasi sektor pendidikan, seiring dengan perkembangan kawasan
wisata. Investasi pada sektor pendidikan sudah berlangsung dengan
memberdayakan pelaku investasi berasal dari masyarakat lokal. Salah satunya
adalah adanya sarana pendidikan SMK Karya Wisata di Desa Cikadu dimana
sekolah ini membuka jurusan khusus pariwisata selain pendidikan dasar
keagamaan. Lulusan dari sekolah ini diorientasikan berkerja di kawasan wisata
Tanjung Lesung. Selain itu, dalam waktu dekat ada pihak swasta yang lain
berencana membuka akademi pendidikan kepariwisataan Strata Diploma dan S1
di sekitar Desa Citeureup. Salah satu sekolah yang berlokasi di Kampung Cikadu
dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Gedung sekolah SMK Karya Wisata dan Asyifa di Desa Cikadu
Pendidikan Perdagangan Hotel/Home
Stay
Pertanian Jasa Budidaya Transportasi Bisnis
Kelautan
88,0%
96,2% 88,5%
77,8% 77,8% 82,1%
78,6% 79,3%
92,3% 88,0% 80,8%
66,7%
91,3% 86,2% 85,2%
96,3%
Beraktivitas di Pariwisata Tdk Beraktivitas di Pariwisata
88
Investasi disektor perdagangan terus mengalami peningkatan. Hal ini
diakui oleh sebanyak 96,2 persen responden yang beraktivitas di pariwisata
menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung memberikan dampak
pada meningkatnya investasi disektor perdagangan dan ada 3,8 persen responden
menyatakan tidak memberikan dampak. Demikian halnya pada responden yang
tidak beraktivitas di pariwisata, ada 88 persen responden menyatakan bahwa
keberadaan pariwisata Tanjung Lesung memberikan dampak pada meningkatnya
investasi disektor perdagangan. Kemudian ada 12 persen responden menyatakan
tidak memberikan dampak.
Sektor perdagangan yang tumbuh di sekitar kawasan wisata diantaranya
adalah; perdagangan pasar tradisional Citeureup, warungan grabat, toko elektronik
dan mesin, waralaba mini market, alat nelayan dan lain-lain. Selain perdangan di
sekitar kawasan Tanjung Lesung, perdagangan dalam skala lebih besar terdapat di
pusat kota Kecamatan Panimbang. Komoditi yang didagangkan di pasar
Panimbang ini jauh lebih lengkap dari pada yang berada di pasar Citeuruep.
Kondisi ramainya pasar Panimbang dan pasar Citeuruep saat ini diakui
responden juga bagian dari adanya kawasan Tanjung Lesung. Sebagian komoditi
yang ada di pasar-pasar sekitar kawasan wisata dibeli oleh pihak pengelola
pariwisata untuk kebutuhan wisata. Selain itu juga tamu-tamu yang berkunjung
ke kawasan Tanjung Lesung ada yang berbelanja untuk kebutuhan konsumsi
maupun non konsumsi pribadi.
Investasi pada sektor akomodasi pariwisata juga mengalami peningkatan.
Menurut responden yang beraktivitas di pariwisata 88,5 persen menyatakan
bahwa keberadaan pariwisata memberikan dampak pada meningkatnya investasi
pada sektor pembangunan sarana akomodasi baik yang dimiliki oleh warga sekitar
maupun investor dari luar wilayah dan sisanya 11,5 persen responden menyatakan
tidak memberikan dampak. Hampir sejalan dengan pernyataan responden yang
beraktivitas di pariwisata, dimana terdapat 80,8 persen responden tidak
beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung
Lesung memberikan dampak meningkatnya investasi bidang akomodasi di
wilayah sekitar kawasan dan ada 19,2 persen responden menyatakan tidak
memberikan dampak.
Gambar 14 Home stay di Kampung Cipanon sekitar jalan menuju
Kawasan Tanjung Lesung
89
Bentuk akomodasi tersebut diantaranya hotel dan villa di sekitar
Kecamatan Panimbang, sementara bentuk villa dan home stay banyak tersebar di
Desa Citeureup dan Desa Tanjungjaya. Salah satunya home stay yang berada di
kampung Cipanon Desa Tanjungjaya yang secara lokasi berada dipinggir jalan
disepanjang perlintasan menuju kawasan wisata Tanjung Lesung dapat dilihat
pada Gambar 14.
Menurut penuturan salah seorang responden pemilik home stay di
Cipanon, dahulu sebelum ada pariwisata Tanjung Lesung tidak ada home stay,
sejak tahun 2000 keberadaannya mulai berkembang. Dia merupakan orang
pertama yang membangun home stay di sekitar kampung Cipanon, namun seiring
berjalannya waktu, saat ini sudah ada lebih dari 12 unit home stay khusus dan 20
rumah warga yang biasa dijadikan home stay yang berada di sekitar kampung
Cipanon. Jika pada tahun 2000, harga menginap per malam berkisar antara
Rp.30.000 - 50.000, maka ditahun 2012 kemarin sudah mencapai 350.000-
400.000/malam/room, dengan kondisi non AC. Satu kamar dapat ditinggali 4
sampai 5 orang. Jika lengkap dengan AC pedingin harganya mencapai Rp.
500.000,-/malam/room. Tarif dapat berubah-ubah mengikuti kondisi musim
ramai. Mengacu pada moment pergantian tahun 2013 lalu, harga home stay
mencapai Rp. 1.000.000/malam/room, hal ini terjadi karena tingginya permintaan
di sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung.
Pihak pengelola Banten West Java memberikan penjelasan bahwa,
keberadaan home stay milik warga itu menjadi suatu keniscayaan dan karenanya
sejak awal pembangunan Tanjung Lesung pihak pengelola Banten West Java
mendorong warga setempat untuk membangun home stay. Selain warga
memperoleh manfaat ekonomi dari hasil sewa, keberadaan home stay sangat
mendukung pengembangan kawasan wisata, manakala jumlah tamu yang
berkunjung ke kawasan Tanjung Lesung tidak bisa tertampung lagi. Selain itu,
keberadaan home stay milik warga dinilai membatu bagi tamu dengan segment
menengah ke bawah untuk dapat menikmati suasana pantai Tanjung Lesung
dengan harga akomodasi yang lebih rendah.
Pada bidang pertanian ada 77,8 persen responden yang beraktivitas di
pariwisata menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung telah
memberikan dampak meningkatnya investasi disektor pertanian, dan sebanyak
22,2 persen responden lainnya menyatakan tidak memberikan dampak.
Sementara responden yang tidak beraktivitas di pariwisata ada 66 persen
responden menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung
memberikan dampak meningkatnya investasi sektor pertanian di wilayah sekitar
kawasan wisata dan sisanya ada 33,3 persen responden menyatakan tidak
memberikan dampak.
Berbeda dengan pendapat responden yang beraktivitas pariwisata yang
menyatakan bahwa pariwisata Tanjung Lesung berdampak meningkatkan
investasi dibidang pertanian, responden yang tidak beraktivitas di pariwisata
cenderung lebih sedikit yang menyatakan berdampak 66 persen, karena sebagian
responden berpendapat sektor pertanian selain padi, hasil kebun, dan hasil
budidaya kayu sengon, jenis pertanian lainnya belum dikembangkan secara
optimal oleh masyarakat sebagai peluang investasi.
Pembangunan investasi pertanian pada jenis holtikultura sayur dan buah
sebenarnya sangat memiliki prospek cukup bagus kedepan, karena demand nya
90
ada yakni pihak pengelola pariwisata membuka peluang untuk di supply sayuran
dan buah berkualitas berstandar dari warga sekitar, terlebih untuk memenuhi
keperluan pengembangan KEK ke depan. Sebagai program pemberdayaan pihak
pengelola Banten West Java bersama dengan warga di kampung Cikadu tengah
mengembangkan tanaman salak jenis Birus yang dapat dijadikan buah unggulan,
hanya saja program pengembangan tanaman salak ini belum membuahkan hasil di
tahun ini.
Dibidang investasi disektor jasa, ada 77,8 persen responden yang
beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung
Lesung memberikan dampak meningkatkan investasi disektor jasa dan sisanya
ada 22,2 persen responden lainnya menyatakan tidak memberikan dampak.
Sementara responden yang tidak beraktivitas di pariwisata, ada 91,3 persen
responden menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung
memberikan dampak meningkatkan investasi disektor jasa dan lainnya ada 8,7
persen responden menyatakan tidak memberikan dampak.
Responden yang beraktivitas di pariwisata dan tidak beraktivtias di
pariwisata memandang bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung
memberikan dampak dalam meningkatkan investasi disektor jasa seperti
perbankan, bisnis sewa, telekomunikasi dan lain sebagainya.
Dibidang investasi budidaya, sebanyak 82,1 persen responden yang
beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung
Lesung telah memberikan dampak meningkatkan investasi di bidang budidaya
terutama ikan tambak. Disusul dengan yang menyatakan tidak memberikan
dampak sebanyak 17,9 persen. Sementara pada responden yang tidak beraktivitas
di pariwisata terdapat 86,2 persen responden menyatakan bahwa keberadaan
pariwisata Tanjung Lesung memberikan dampak meningkatkan investasi disektor
budidaya dan sisanya ada 13,3 persen responden menyatakan tidak memberikan
dampak.
Baik responden yang beraktivitas maupun tidak di kawasan wisata
menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung selama ini dirasakan
telah memberikan dampak terhadap meningkatnya investasi di bidang budidaya.
Di Desa Citeureup, Cisekeut dan desa-desa lainnya dalam Kecamatan Panimbang,
lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya terutama perikanan cukup banyak baik
milik warga setempat maupun warga di luar Kecamatan Panimbang termasuk
orang Jakarta yang berinvestasi membuka tambak. Selain itu, di laut sekitar
kampung Cipanon Desa Tanjungjaya terdapat budidaya ikan terapung. Jenis ikan
laut yang di budidayakan adalah kakap dan kerapu lumpur.
Budidaya perikanan terutama ikan laut sangat diperlukan sebagai pasokan
ke kawasan Tanjung Lesung. Tidak kurang dari 50 kg/minggu ikan hidup di pasok
oleh warga sekitar ke Tanjung Lesung, seperti jenis; lobster Rp. 500.000/kg,
kepiting rajungan Rp. 50.000/kg, kerang kampak Rp. 20.000/ekor, kerang hijau
Rp. 20.000/5kg, udang besar Rp. 80.000/kg, ikan kakap Rp. 80.000/kg dan kerapu
lumpur Rp. 100.000/kg. Selain ikan laut, ikan air tawar hidup juga di pasok ke
Tanjung Lesung.
Ketika ditanyakan kepada responden yang beraktivitas di pariwisata
mengenai investasi dibidang transportasi, ada 78,6 persen responden menyatakan
bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak
meningkatkan investasi dibidang transportasi dan sisanya ada 21,4 persen
91
responden menyatakan tidak memberikan dampak. Sementara pada responden
yang tidak beraktivitas di pariwisata ada 86,2 persen responden menyatakan
bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung memberikan dampak dalam
meningkatkan investasi dibidang transportasi dan sebagian lagi 14,8 persen
responden menyatakan tidak memberikan dampak.
Baik responden yang beraktivtias dan tidak di pariwisata pada umumnya
menyatakan bahwa pariwisata Tanjung Lesung telah memberikan dampak
meningkatnya investasi di bidang transportasi. Hal ini beralasan mengingat sekitar
tahun-tahun sebelum 2012 lalu, armada bus arimbi menempuh rute langsung
menuju dan melalui kawasan wisata Tanjung Lesung. Hanya saja, ada perubahan
kebijakan sehingga rute tersebut kini dialihkan ke jalan utama yang melintasi
Kecamatan Cigeulis hingga berakhir di Kecamatan Cibaliung.
Selain itu, untuk mendukung pengembangan KEK pariwisata Tanjung
Lesung, Pemda Pandeglang telah mengalokasi trayek dan alokasi jumlah armada,
dari dan ke terminal Panimbang. Alokasi trayek diuraikan pada Tabel 46.
Tabel 46 Rencana alokasi trayek di Kecamatan Panimbang
Pada aspek investasi bidang bisnis kelautan, ada 79,3 persen responden
yang beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung
Lesung telah memberikan dampak membuka investasi bidang bisnis kelautan dan
sisanya ada 20,7 persen responden menyatakan tidak memberikan dampak.
Sementara pada responden yang tidak beraktivitas di pariwisata ada 96,3 persen
responden menyatakan bahwa keberadaan pariwisata Tanjung Lesung
memberikan dampak membuka investasi pada bidang bisnis kelautan dan sisanya
ada 3,7 persen responden menyatakan tidak memberikan dampak.
Responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan berdampaknya
investasi dibidang bisnis kelautan, di pengaruhi oleh tingginya nilai jual hasil laut
jika dibandingkan dengan nelayan yang jauh dari pariwisata. Mengingat selama
ini, hasil laut dengan kualitas baik diserap untuk aktivitas pariwisata Tanjung
Lesung. Harga beli yang diterima nelayan pun lebih tinggi bila dibandingkan
dengan menjual dipasaran pada umumnya.
Bagi responden yang tidak beraktivitas dipariwisata berpandangan bahwa
tidak sedikit orang luar daerah Panimbang yang sengaja menginvestasikan
perlengkapan tangkap ikan seperti perahu dan bagan bambu di daerah Desa
Citeureup dan Tanjungjaya karena hasil tangkapnya lumayan baik. Selain itu,
jenis kapal dapat disewakan untuk kebutuhan pariwisata yang sengaja di dipesan
oleh pihak pengelola operator pariwisata Tanjung Lesung untuk melayani
tamunya yang menginginkan aktivitas memancing atau trip ke pulau yang
berdekatan dengan Tanjung Lesung seperti Pulau Haliwungan, Pulau Umang,
Kratau ataupun ke Taman Nasional Ujung Kulon.
Jurusan/ Trayek Rencana Alokasi Trayek (Unit)
Panimbang – Tarogong 50
Panimbang – Cigeulis 20
Panimbang – Tanjung Lesung 20 Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Pandeglang tahun 2011
92
Dampak Sosial Wisata Tanjung Lesung
Penggusuran Lahan
Aspek yang dilihat pada pembahasan dampak sosial yang ditimbulkan dari
aktivitas pariwisata Tanjung Lesung meliputi; dampak pada penggusuran lahan,
perubahan pola hidup masyarakat, pergeseran budaya dan meningkatnya angka
kriminalitas. Uraian dampak penggusuran lahan dapat dilihat pada Tabel 47 dan
Gambar 15.
Sumber: Data diolah tahun 2013
Pengembangan suatu kawasan memerlukan lahan yang tidak sedikit,
demikian halnya dengan kawasan pariwisata Tanjung Lesung dengan luas lahan
yang direncanakan 1.500 ha. Pembahasan ini mendeskripsikan persepsi responden
tentang apakah perluasan kawasan pariwisata Tanjung Lesung berdampak pada
penggusuran lahan sekitar kawasan.
Pertanyaan tentang ada atau tidaknya penggusuran lahan warga terkait
dengan pengembangan kawasan pariwisata Tanjung Lesung selama ini, responden
yang beraktivitas di pariwisata ada 39,3 persen responden yang menyatakan
pengembangan kawasan Tanjung Lesung berdampak pada penggusuran lahan
warga. Kemudian ada 60,7 persen responden mengatakan bahwa tidak berdampak
pada penggusuran lahan warga. Sementara responden yang tidak beraktivitas di
pariwisata yang menyatakan pariwisata Tanjung Lesung berdampak pada
penggusuran lahan warga ada 71,4 persen. Kemudian disusul dengan ada 28,6
persen responden yang mengatakan tidak berdampak pada penggusuran lahan
warga.
Tabel 47 Persepsi masyarakat tentang dampak pengembangan kawasan wisata
Tanjung Lesung terhadap penggusuran lahan
Dampak penggusuran Lahan
Beraktivitas di
Pariwisata
Tidak Beraktivitas
di Pariwisata
Ya Tidak Ya Tidak
Lahan Milik Warga 39,3% 60,7% 71,4% 28,6%
Lahan Adat 0% 100% 0% 100%
Lahan Masyarakat Umum 10,7% 89,3% 10,7% 89,3%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
Lahan Milik
Warga
Lahan Adat Lahan Masyarakat
Umum
39.3%
0%
10.7%
71.4%
0%
10.7%
Aktivitas di Pariwisata Tdk Beraktivitas di Pariwisata
Gambar 15 Persentase persepsi masyarakat tentang dampak pengembangan
kawasan wisata Tanjung Lesung terhadap penggusuran lahan
93
Menurut penjelasan responden yang beraktivitas di pariwisata, secara umum
mengatakan bahwa pengembangan Tanjung Lesung dilaksanakan dengan cara
melakukan pembebasan lahan milik warga yakni dibeli sesuai dengan harga dan luas bidang lahannya dan juga ditambah dengan tukar guling lahan (relokasi) yang
dipusatkan di Kampung Cikadu. Dalam pengertian ini, bukan digusur tanpa
konpensasi.
Demikian halnya dengan responden yang tidak beraktivitas di pariwisata,
mengatakan bahwa pengembangan kawasan pariwisata Tanjung Lesung tidak
dilakukan dengan penggusuran, namun pemindahan ke tempat di luar kawasan.
Ada sebagian kecil responden yang mengatakan bahwa proses relokasi lahan
warga di dalam kawasan ke luar kawasan pada tahun antara 1994 – 1996 yang lalu
kurang begitu terbuka, sehingga ada saja warga yang merasa belum puas dengan
kopensasi yang diterimanya. Bagi responden baik yang beraktivitas ataupun tidak
di kawasan pariwisata Tanjung Lesung mengharapkan agar proses pembebasan
lahan kali ini dapat dilakukan bukan dengan skema ganti-rugi, namun ganti-
untung untuk kepentingan warga.
Saat ini, untuk kebutuhan pengembangan pariwisata menjadi KEK, pihak
pengelola kawasan pariwisata kembali akan melakukan proses pembebasan lahan
milik warga dengan luar sekitar 100 ha dan pihak swasta lainnya seluas sekitar
150 ha, sehingga total yang akan dibebaskan mejadi 250 ha. Pihak PT Banten
West Java selaku pengelola kawasan dibantu oleh Pemerintah Daerah sebagai
mediator, tengah melaksanakan proses pembebasan lahan warga yang masih
berada di dalam kawasan. Pihak pengelola pariwisata Tanjung Lesung berharap
dapat tercapai kesepakatan terbaik terkait dengan konpensasi harga yang diminta
oleh warga dengan tanpa ada pihak yang dirugikan dalam waktu yang tidak lama
lagi. Pihak pengelola Banten West Java mengatakan bahwa proses pembebasan
lahan akan dilakukan lebih terbuka, agar terbangun rasa saling percaya.
Pertanyaan tentang ada atau tidaknya penggusuran lahan adat terkait dengan
pengembangan kawasan pariwisata Tanjung Lesung selama ini, responden yang
beraktivitas di pariwisata dan tidak beraktivitas di pariwisata menyatakan 100
persen pengembangan pariwisata tidak berdampak pada penggusuran lahan adat.
Baik responden yang beraktivtas atau tidak di pariwisata menyatakan bahwa tidak
ada penggusan lahan adat, karena tidak ada lahan adat di kawasan pariwisata
Tanjung Lesung.
Pertanyaan tentang ada atau tidaknya penggusuran lahan masyarakat umum
terkait dengan pengembangan kawasan pariwisata Tanjung Lesung selama ini,
responden yang beraktivitas di pariwisata ada 10,7 persen yang menyatakan
pengembangan kawasan Tanjung Lesung berdampak pada penggusuran lahan
masyarakat umum dan sisanya ada 89.3 persen mengatakan bahwa tidak
memberikan dampak pada penggusuran lahan masyarakat umum. Sementara
responden yang tidak beraktivitas di pariwisata yang menyatakan pariwisata
Tanjung Lesung berdampak pada penggusuran lahan masyarakat umum ada 3
10,7 persen dan sisanya menyoritas 90.0 persen responden yang mengatakan tidak
berdampak pada penggusuran lahan masyarakat.
Baik responden yang beraktivtas atau tidak di pariwisata menyatakan bahwa
pengembangan pariwisata Tanjung Lesung tidak berdampak pada penggusuran
lahan masyarakat umum. Bagi responden yang mengatakan ada penggusuran
94
lahan umumnya terkait adanya kekhawatiran lahan akses jalan dari gerbang
masuk kawasan menuju Kampung Camara akan dialihkan, karena tanah jalan ini
masuk dalam rencana pengembangan KEK. Jika kondisi lahan umum ini jadi
dipindahkan, penduduk yang masih menetap di dalam kawasan akan tidak
memiliki akses jalan.
Dampak Perubahan Pola Hidup
Pembahasan tentang persepsi responden terhadap dampak perubahan pola
hidup masyarakat disekitar kawasan sebagai konsekwensi dari adanya aktivitas
pariwisata di lihat dari; pola aktivitas, kecenderungan masyarak menjadi berkelas-
kelas dan konsumtif. Pertanyaan ini disampaikan kepada responden yang
beraktivitas dan tidak di kawasan pariwisata, sebagaimana diuraikan pada Tabel
48 dan Gambar 16.
Tabel 48 Persepsi masyarakat mengenai dampak pengembangan kawasan wisata
Tanjung Lesung Terhadap perubahan pola hidup masyarakat sekitar
Dampak Pola Hidup
Beraktivitas di
Pariwisata
Tidak Beraktivitas di
Pariwisata
Ya Tidak Ya Tidak
Pola kativitas 83,1% 17,9% 39,3% 60,7%
Berkelas-Kelas 51,7% 48,3% 65,5% 34,5%
Konsumtif 65,4% 34,6% 57,1% 42,9% Sumber: Data olah tahun 2013
Gambar 16 Persentase persepsi masyarakat mengenai dampak pengembangan
kawasan wisata Tanjung Lesung terhadap perubahan pola hidup
masyarakat sekitar
Dampak perubahan pola hidup, terutama perubahan aktivitas masyarakat
sekitar kawasan dijelaskan sebagai berikut, ada 82,1 persen responden yang
beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa pengembangan kawasan wisata
berdampak pada perubahan pola aktivitas masyarakat sekitar kawasan wisata dan
sisanya ada 17,9 persen responden yang lainnya mengatakan bahwa
pengembangan kawasan pariwisata Tanjung Lesung tidak memberikan dampak
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
Pola Aktivitas Masyarakat
Menjadi Berkelas
Konsumtif
82,1%
51,7%
65,4%
39,3%
65,5% 57,1%
Aktivitas di Pariwisata Tdk Beraktivitas pariwisata
95
pada perubahan pola aktivitas. Sementara responden yang tidak beraktivitas di
pariwisata menyatakan pariwisata bahwa pariwisata Tanjung Lesung berdampak
pada perubahan pola aktivitas masyarakat sekitar kawasan dengan 39,3 persen
responden dan kemudian disusul dengan ada 60.7 persen responden yang
mengatakan tidak berdampak.
Bagi responden yang beraktivitas di pariwisata memberikan penjelasan
bahwa pola aktivitas dikeluarganya ada yang berubah, dimana pada waktu
sebelum bekerja di pariwisata Tanjung Lesung cenderung mayoritas keluarganya
masih nelayan, berkebun atau bertani, sebagian sebagai penggarap. Namun
dengan adanya pariwisata Tanjung Lesung, anggota keluarga banyak sudah
beralih pola aktivitasnya tidak saja nelayan, bertani dan berkebun namun kini
banyak yang memiliki keterampilan dalam hal kepariwisataan.
Bagi respondenyang tidak beraktivitas di pariwisata lebih banyak yang
mengatakan 60,7 persen tidak berdampak karena mereka memilih untuk tetap
pada aktivitasnya seperti bertani, berkebun dan nelayan. Dilihat dari
kecenderunganya justru kini banyak masyarakat berada pada aktivitas berdagang
dan jasa yang mendukung kepariwisataan. Diakui oleh ke dua kelompok
responden bahwa perubahan pola aktivitas ini, sedikit banyak dipengaruhi oleh
keberadaan pariwisata Tanjung Lesung.
Pertanyaan tentang apakah keberdaan pariwisata selama ini menimbulkan
dampak pada perubahan pola hidup terutama perubahan kondisi masyarakat
menjadi berkelas-kelas. Ada 51,7 persen responden yang beraktivitas di
pariwisata menyatakan bahwa pariwisata berdampak pada perubahan pola hidup
terutama perubahan kondisi masyarakat menjadi berkelas-kelas dan sisanya ada
48,3 persen responden yang lainnya mengatakan bahwa pariwisata Tanjung
Lesung tidak memberikan dampak kondisi masyarakat menjadi berkelas-kelas.
Sementara responden yang tidak beraktivitas di pariwisata yang menyatakan
pariwisata berdampak pada perubahan pola hipup masyarakat sekitar kawasan
menjadi berkelas-kelas ada 65,5 persen responden dan sisanya ada 34,5 persen
responden yang mengatakan tidak berdampak pada perubahan masyarakat
menjadi berkelas-kelas.
Baik resonden yang beraktivitas di pariwisata maupun tidak, memiliki
kecenderungan yang sama yakni menjawab memberikan dampak, karena memang
kondisinya ada saja yang terpolakan menjadi berkelas-kelas; kaya miskin, suku
tertentu, bekerja di pariwisata dan tidak, namun semuanya dianggap masih
berjalan normal tidak menimbulkan gap antara kelompok masyarakat. Responden
lebih mempercayai bahwa adanya kelas-kelas dalam masyarakat juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor di luar pariwisata, misalnya sudah menjadi kecenderungan
umum terjadi di mana-mana.
Pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata selama ini
menimbulkan dampak pada perubahan pola hidup menjadi lebih konsumtif, ada
65,7 persen responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa
pengembangan kawasan Tanjung Lesung berdampak pada perubahan pola hidup
masyarakat lebih konsumtif dan ada 34,6 persen responden lainnya mengatakan
bahwa pengembangan kawasan pariwisata tidak memberikan dampak perubahan
masyarakat lebih konsumtif. Sementara responden yang tidak beraktivitas di
pariwisata yang menyatakan pariwisata Tanjung Lesung berdampak pada
perubahan pola hidup masyarakat sekitar kawasan menjadi lebih konsumtif ada
96
57,1 persen responden dan sisanya ada 42,9 persen responden yang mengatakan
tidak berdampak perubahan masyarakat menjadi lebih konsumtif.
Bagi responden yang beraktivitas di pariwisata lebih dari setengahnya
mengatakan pengembangan pariwisata Tanjung Lesung cukup berdampak pada
pola konsumsi masyarakat sekitar. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan
responden yang beraktivitas di pariwisata cenderung membeli makanan jadi baik
makan pokok maupun sekedar cemilan, karena faktor cepat dan mudah. Selain itu,
tempat membeli barang untuk konsumsi pun lebih sering berbelanja di minimarket
yang ada sekitar pemukiman warga dari pada belanja di warung sebelah rumah
atau di pasar tradisional. Sementara sebagian responden yang lain mengatakan
tidak ada dampaknya, karena perubahan pola konsumsi juga dipengaruhi oleh tren
saat ini.
Bagi responden yang tidak beraktivitas di pariwisata mengatakan bahwa
dampak dari adanya pengembangan kawasan wisata Tanjung Lesung diantaranya
adalah konsumsi untuk bahan bakar kendaraan motor lebih banyak, karena
mobilisasi yang tinggi seiring dengan keperluan aktivitas untuk bekerja. Untuk
konsumsi rumah tangga ada juga sebagian responden yang lebih suka belanja ke
minimarket dari pada di warungan sebelah rumah ataupun ke pasar. Selain itu
juga, perubahan pada jenis dan kuantitas konsumsi rokok bagi para suaminya
banyak yang berubah di bandingkan sebelum ada pengembangan kawasan
Tanjung Lesung. Namun, sama halnya dengan responden yang beraktivitas di
pariwisata, mereka mengatakan ada kecenderungan perubahan pola konsumsi
warga ini lebih banyak dipengaruhi oleh tren jaman selain juga fasilitas
sumberdaya yang dahulu menjadi andalan untuk konsumsi keluarga (misalnya
hasil kebun; papaya, ubi, padi dan sayur-mayur), perlahan semakin berkurang.
Dampak Pergeseran Budaya
Selain dampak baik, ada dampak buruk yang ditimbulkan dari pariwisata itu
sendiri terhadap masyarakat setempat, dimana penyaringan kebudayaan yang tak
bisa dikendalikan sering menimbulkan dampak buruk terhadap pola hidup
masyarakat itu sendiri serta tanpa disadari mulai terkikisnya kebudayaan dan
kearifan lokal masyarakat.
Gambaran jawaban responden tentang dampak dari pengembangan
pariwisata terhadap pergeseran budaya masyarakat setempat meliputi; gaya
berpakian, tidak bergotong royong, lebih individualis, dan gaya hidup bermewah
diuraikan pada Tabel 49 dan Gambar 17.
Tabel 49 Persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung Lesung pada
pergeseran budaya masyarakat setempat
Dampak Pergeseran Budaya
Beraktivitas di
Pariwisata
Tidak Beraktivitas
di Pariwisata
Ya Tidak Ya Tidak
Gaya berpakaian 35,7% 64,3% 42,9% 57,1%
Tidak bergotong royong 46,2% 53,8% 39,3% 60,7%
Individualis 26,9% 73,1% 34,5% 65,5%
Bermewah 30,8% 69,2% 31% 69% Sumber: Hasil olah tahun 2013
97
Gambar 17 Persentase persepsi masyarakat terhadap dampak pariwisata Tanjung
Lesung pada pergeseran budaya masyarakat setempat
Pariwisata Tanjung Lesung selama ini menimbulkan dampak pada
pergeseran budaya masyarakat setempat, ada 35.3 persen responden yang
beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa pengembangan kawasan wisata
berdampak pada gaya berpakaian masyarakat dan ada 64,3 persen responden
yang lainnya mengatakan tidak memberikan dampak perubahan gara gaya
berpakaian. Sementara responden yang tidak beraktivitas di pariwisata ada 42,9
persen yang menyatakan pariwisata berdampak pada perubahan pola hidup dalam
gaya berpakaian dan sisanya ada 57,1 persen responden menyatakan tidak
berdampak.
Diakui oleh ke dua kelompok responden bahwa, ada pengaruh yang
ditimbulkan dari aktivitas pariwisata terhadap gaya berpakaian masyarakat
setempat, hanya saja pengaruhnya kecil. Perubahan gaya berpakaian lebih
disebabkan karena kondisi tren jaman baik yang dibawa oleh wisatawan maupun
yang dibawa oleh masyarakat setempat setelah pernah menetap di kota besar
untuk bekerja.
Pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung
selama ini menimbulkan dampak pada hilangnya aktivitas gotong royong di
masyarakat, ada 46,2 persen responden yang beraktivitas di pariwisata
menyatakan berdampak pada tidak ada aktivitas gotong royong di masyarakat
dan sisanya ada 53,8 persen responden yang lainnya mengatakan bahwa
pengembangan kawasan pariwisata tidak memberikan dampak pada tidak ada
aktivitas gotong royong di masyarakat. Sementara, responden yang tidak
beraktivitas di pariwisata yang menyatakan pariwisata berdampak pada tidak ada
aktivitas gotong royong di masyarakat ada 39,3 persen responden dan sisanya
60,7 persen responden yang mengatakan tidak berdampak pada tidak adanya
aktivitas gotong royong di masyarakat.
Kedua kelompok responden secara umum menyatakan aktivitas gotong
royong warga sekitar kawasan wisata mengalami penurunan, namun tidak hilang.
Hal ini disebabkan oleh tingkat kesibukan masing-masing warganya. Keberadaan
pariwisata Tanjung Lesung bukan faktor tunggal dari menurunya aktivitas gotong
royong warga sekitar kawasan wisata.
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
GayaBerpakaian
Tidak Gotong-royong
Individualis Bermewah
35,7%
46,2%
26,9% 30,8%
42,9% 39,3%
34,5% 31,0%
Beraktivitas di Pariwisata Tdk Beraktivitas di Pariwisata
98
Pada pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung
selama ini menimbulkan dampak pada sikap individualis pada anggota
masyarakat, ada 26,9 persen responden yang beraktivitas di pariwisata
menyatakan bahwa pengembangan kawasan Tanjung Lesung berdampak pada
sikap individualis antara anggota masyarakat dan ada 73.1 persen responden yang
lainnya mengatakan bahwa pengembangan kawasan pariwisata Tanjung Lesung
tidak memberikan dampak pada sikap individualis antar anggota masyarakat.
Sementara bagi responden yang tidak beraktivitas di pariwisata yang menyatakan
pariwisata berdampak pada sikap individualis antara anggota masyarakat ada 34,5
persen responden dan ada 65,5 persen responden yang mengatakan tidak
berdampak pada sikap individualis antara anggota masyarakat.
Kedua kelompok responden secara umum menyatakan bahwa sikap
individualis warga sekitar kawasan wisata sudah nampak, hanya dalam sekala
kecil. Nilai kekeluargaan dan budaya guyub masih terasa di wilayah ini.
Keberadaan pariwisata Tanjung Lesung bukan faktor tunggal dari adanya sikap
individualis warga sekitar kawasan wisata.
Pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung
selama ini menimbulkan dampak pada sikap hidup bermewah (hedonis), ada 30,8
persen responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan berdampak pada
sikap individualis antara anggota masyarakat dan ada 69,2 persen responden yang
lainnya mengatakan bahwa pariwisata Tanjung Lesung tidak memberikan dampak
pada sikap hidup bermewah. Sementara, responden yang tidak beraktivitas di
pariwisata yang menyatakan pariwisata Tanjung Lesung berdampak pada sikap
hidup bermewah ada 31 persen responden dan ada 69 persen responden lainnya
mengatakan tidak berdampak pada sikap hidup bermewah masyarakat sekitar
kawasan wisata.
Kedua kelompok responden secara umum menyatakan bahwa memang ada
sikap hidup bermewah warga sekitar kawasan wisata hal ini dipengaruhi dengan
semakin tingginya tingkat kesejahteraan sebagian masyarakat, hanya saja tidak
semua warga bersikap mewah. Sikap mewah tersebut ditandai dengan bangunan
rumah yang megah, kendaraan mewah dan gaya hidup individunya. Keberadaan
pariwisata Tanjung Lesung tidak terlalu mempengaruhi sikap bermewah warga,
namun lebih banyak karena faktor ikutan gaya hidup masyarakat di kota besar.
Dampak Meningkatnya Kriminalitas
Gambaran jawaban responden tentang apakah ada dampak pariwisata
Tanjung Lesung dalam aspek meningkatnya kriminalitas, berupa; pelacuran,
pencurian dan minuman keras atau narkoba. Uraian persepsi terhadap dampak
pariwisata Tanjung Lesung terhadap meningkatnya kriminalitas Tabel 50 dan
Gambar 18.
99
Tabel 50 Persepsi masyarakat mengenai dampak pariwisata Tanjung Lesung
terhadap meningkatnya kriminalitas
Dampak Kriminalitas
Meningkat
Beraktivitas di
Pariwisata
Tidak Beraktivitas
di Pariwisata
Ya tidak Ya Tidak
Pelacuran 25% 75% 35,7% 64,3%
Pencurian 23,1% 76,9% 17,9% 82,1%
Minuman keras/narkoba 14,8% 85,2% 27,6% 72,4% Sumber: Hasil olah tahun 2013
Gambar 18 Persentase persepsi masyarakat mengenai dampak pariwisata
Tanjung Lesung terhadap meningkatnya kriminalitas
Pengembangan pariwisata Tanjung Lesung selama ini menimbulkan
dampak pada meningkatnya jumlah kriminalitas terutama pelacuran di wilayah,
ada 25 persen responden yang menyatakan bahwa berdampak dan ada 75 persen
yang lainnya mengatakan bahwa tidak memberikan dampak pada meningkatnya
jumlah pelacuran di wilayah. Sementara responden yang tidak beraktivitas di
pariwisata yang menyatakan pariwisata Tanjung Lesung berdampak pada
meningkatnya jumlah pelacuran ada 35,7 persen responden dan ada 64,3 persen
yang mengatakan tidak berdampak pada meningkatnya jumlah pelacuran di
wilayah.
Baik responden yang beraktivitas di pariwisata maupun tidak, pada
umumnya menyatakan bahwa pariwisata Tanjung Lesung tidak berdampak
langsung pada meningkatnya pelacuran. Sementara bagi responden yang
menyatakan ada baik yang beraktivitas di pariwisata maupun tidak, pernah ada
praktek palacuran berupa warung remang-remang di luar kawasan. Namun kini,
lokasi itu telah dihilangkan dengan dilakukannya penertiban oleh masyarakat dan
pihak kepolisian.
Pihak pengelola Banten West Java dan semua operator wisata memastikan
di Kawasan Tanjung Lesung tidak ada aktivitas yang mengarah pelacuran, karena
tidak ada fasilitas seperti itu di dalam kawasan. Termasuk larangan kepada
seluruh karyawan agar tidak memfasilitasi pelacuran, karena sanksi atas ini akan
diberhentikan dari perusahan. Peran serta kontrol dari masyarakat terhadap
persoalan pelacuran sangat ketat. Namun diakui oleh operator wisata bahwa
pihaknya tidak dalam kapasitas memastikan tamu yang berkunjung ke Tanjung
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
Pelacuran Pencurian Minuman Keras
atau Narkoba
25,0% 23,1%
14,8%
35,7%
17,9%
27,6%
Beraktivitas di Pariwisata Tdk Beraktivitas di Pariwisata
100
Lesung apakah seluruhnya pasang sah atau tidak, karena pada umumnya tamu
yang berkunjung adalah group dan keluarga.
Pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata selama ini
menimbulkan dampak pada meningkatnya pencurian di wilayah, ada 23,1 persen
responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa pengembangan
kawasan wisata Tanjung Lesung berdampak pada meningkatnya pencurian di
wilayah dan ada 76,9 persen responden yang lainnya mengatakan tidak
memberikan dampak pada meningkatnya pencurian di wilayah. Sementara
responden yang tidak beraktivitas di pariwisata yang menyatakan pariwisata
berdampak pada meningkatnya pencurian di wilayah ada 17,9 persen responden
dan ada 82,1 persen responden yang mengatakan tidak berdampak pada
meningkatnya pencurian di wilayah.
Baik responden yang beraktivitas di pariwisata maupun tidak menyatakan
bahwa pada umumnya pengembangan pariwisata Tanjung Lesung tidak
berdampak pada meningkatnya pencurian khususnya di dalam kawasan wisata,
karena keamanan di dalam sangat ketat. Kejahatan pencurian banyak terjadi di
luar kawasan. Maraknya kejahatan pencurian tidak serta merta berkaitan secara
langsung dengan adanya pengambangan Tanjung Lesung, namun lebih
disebabkan oleh faktor-faktor kondisi kesenjangan sosial ekonomi antar wilayah.
Pada pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung
selama ini menimbulkan dampak pada maraknya konsumsi minuman beralkohol
atau narkoba, ada 14,8 persen responden yang beraktivitas di pariwisata
menyatakan bahwa pengembangan kawasan Tanjung Lesung berdampak dan ada
85,2 persen responden yang lainnya mengatakan bahwa pengembangan kawasan
pariwisata Tanjung Lesung tidak memberikan dampak pada maraknya konsumsi
minuman beralkohol atau narkoba. Sementara responden yang tidak beraktivitas
di pariwisata yang menyatakan pariwisata Tanjung Lesung berdampak pada
maraknya konsumsi minuman beralkohol atau narkoba ada 27,6 persen responden
dan ada 72,4 persen responden yang mengatakan tidak berdampak.
Baik responden yang beraktivitas dan tidak di pariwisata menyatakan bahwa
pengembangan pariwisata Tanjung Lesung tidak memberikan dampak pada pada
maraknya konsumsi minuman beralkohol atau narkoba di wilayah sekitar
kawasan. Hanya sedikit saja dari responden yang mengatakan secara kasus per
kasus ada, tetapi tidak banyak dan tidak terjadi secara bebas di sekitar kawasan
wisata. Sementara bagi responden yang menyatakan tidak, memberikan berasalan
bahwa di dalam kawasan mungkin saja ada minuman beralkohol, karena tamu
yang berkunjung ke pariwisata Tanjung Lesung juga banyak dari luar negeri yang
memiliki budaya yang tidak bisa lepas dari minuman beralkohol.
Dampak Lingkungan
Dampak Rusaknya Kondisi Lingkungan
Gambaran jawaban responden tentang apakah ada dampak pariwisata
Tanjung Lesung dalam aspek; Kebersihan tidak terjaga, berkurangnya air bersih,
tidak ada tempat pembuangan sampah dan kondisi jalan lingkungan rusak di
uraikan pada Tabel 51 dan Gambar 19.
101
Tabel 51 Persepsi masyarakat mengenai dampak pariwisata Tanjung Lesung
terhadap rusaknya kondisi lingkungan sekitar kawasan wisata
Rusaknya Kondisi
Lingkungan
Beraktivitas di
Pariwisata
Tidak Beraktivitas
di Pariwisata
Ya Tidak Ya Tidak
Kebersihan tidak terjaga 13,8% 86,2% 24,1% 75,9%
Berkurangnya air bersih 10,3% 89,7% 17,2% 82,8%
Tidak ada tempat sampah 17,9% 82,1% 40% 60%
Kondisi jalan lingkungan rusak 14,3% 85,7% 42,1% 75,9% Sumber: Hasil olah tahun 2013
Gambar 19 Persentase persepsi masyarakat mengenai dampak pariwisata
Tanjung Lesung terhadap rusaknya kondisi lingkungan sekitar
kawasan wisata
Pengembangan pariwisata Tanjung Lesung selama ini dimungkinkan
menimbulkan dampak pada kebersihan tidak terjaga. Ada 13,3 persen responden
yang beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa pengembangan kawasan wisata
berdampak pada kebersihan tidak terjaga dan ada 86,2 persen responden yang
lainnya menyatakan pengembangan kawasan pariwisata Tanjung Lesung tidak
memberikan dampak pada kebersihan tidak terjaga. Sementara responden yang
tidak beraktivitas di pariwisata yang menyatakan pariwisata Tanjung Lesung
berdampak pada kebersihan tidak terjaga ada 24,1 persen responden dan disusul
dengan ada 75,9 persen responden yang mengatakan tidak berdampak pada
kebersihan tidak terjaga.
Kedua kelompok responden pada umumnya mengatakan bahwa
pengembangan pariwisata Tanjung Lesung masih menjaga kebersihan lingungan,
terutama kebersihan dalam kawasan karena ada pertugas khusus. Kebersihan
kurang terjaga di luar kawasan, kondisinya nampak masih kurang bersih. Hal ini
di sebabkan karena tidak ada petugas khusus yang melakukan pembersihan dari
pihak Tanjung Lesung untuk wilayah sekitar kawasan.
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
KebersihanTidak Terjaga
Berkurangnyaair Bersih
Tidak adaTempat
Sampah
JalanLinkungan
Rusak
13,8%
10,3%
17,9% 14,3%
24,1%
17,2%
40%
24,1%
Beraktivitas di Pariwisata Tdk Beraktvitas di Pariwisata
102
Pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung
selama ini menimbulkan dampak pada berkurangnya air bersih di sekitar kawasan
wisata ada 10,3 persen responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan
bahwa pengembangan kawasan wisata berdampak pada berkurangnya air bersih di
sekitar kawasan wisata dan ada 89 persen responden yang lainnya mengatakan
bahwa pengembangan kawasan pariwisata tidak memberikan dampak pada
berkurangnya air bersih di sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung. Sementara
responden yang tidak beraktivitas di pariwisata yang menyatakan pariwisata
Tanjung Lesung berdampak pada berkurangnya air bersih, ada 17,2 persen
responden dan ada 82,8 persen responden mengatakan tidak berdampak pada
berkurangnya air bersih di sekitar kawasan wisata.
Pernyataan dua kelompok responden tentang keberadaan air bersih di sekitar
pemukiman warga, pada umumnya mereka mengatakan pengembangan pariwisata
Tanjung Lesung tidak berdampak pada berkurangnya air bersih. kondisi saat ini
kebutuhan air bersih masih tersedia di sekitar kawasan, baik dari air bawah tanah
mau pun air permukaan. Hanya saja untuk masa yang akan datang diperkirakan
kebutuhan air bersih akan mengalami penurunan kuantitas, seiring
berkembangnya wilayah di sekitar kawasan Tanjung Lesung. Pihak pengembang
Banten West Java mengatakan, persoalan yang sangat mungkin terjadi
diantaranya adalah terbatasnya ketersediaan air bersih untuk mendukung
pengembanga pariwisata. Sebagai salah satu solusinya, pihak Tanjung Lesung
berencana akan membangun instalasi penyulingan air laut menjadi air tawar
mengingat air baku yang banyak tersedia adalah air laut dan tidak lagi
mengandalkan ketersediaan air bawah tanah karena volumenya sangat terbatas.
Upaya ini perlu dilakukan tidak saja untuk mendukung aktivitas di pariwisata
Tanjung Lesung, namun juga untuk melindungi akses air bersih bagi warga sekitar
karena bisa saja produksi air hasil penyulingan didistribusikan bagi warga sekitar
kawasan khususnya yang belum mendapatkan akses air bersih. Pihak pengembang
Banten West Java mengharapkan peran serta Pemerintah Daerah untuk
mendukung upaya ini dengan cara memberikan insentif berupa pengurangan pajak
dan retribusi yang terkait dengan perijinan pengolahan air bersih.
Pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung
selama ini menimbulkan dampak pada tidak ada tempat pembuangan sampah, ada
17,9 persen responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa
pengembangan kawasan Tanjung Lesung tidak ada tempat pembuangan sampah
dan 82,1 persen responden yang lainnya mengatakan bahwa pengembangan
kawasan pariwisata Tanjung Lesung ada tempat pembuangan sampahnya.
sementara responden tidak beraktivitas di pariwisata yang menyatakan pariwisata
Tanjung Lesung tidak ada tempat pembuangan sampah, ada 40 persen responden
dan ada 60 persen responden sisanya mengatakan ada tempat pembuangan
sampah.
Berbeda dengan kelompok responden yang beraktivitas di pariwisata yang
mayoritas menjawab ada tempat sampah, bagi responden yang tidak beraktivitas
di pariwisata berpendapat bahwa pengembangan pariwisata Tanjung Lesung tidak
tersedia tempat sampahnya khususnya di sekitar kawasan luar wisata, namun
tersedia di dalam kawasan Tanjung Lesung saja. Padahal keberadaan sampah di
sekitar kawasan tidak terlepas dari aktivitas di dalam pariwisata Tanjung Lesung.
103
Oleh karenanya, tempat sampah perlu disediakan terutama dilingkungan
masyarakat sekitar Kawasan Tanjung Lesung.
Pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung
selama ini menimbulkan dampak rusaknya kondisi jalan lingkungan sekitar
kawasan wisata, ada 14,3 persen responden yang beraktivitas di pariwisata
menyatakan bahwa pengembangan kawasan Tanjung Lesung berdampak
rusaknya kondisi jalan lingkungan dan ada 85,7 persen responden yang lainnya
mengatakan tidak memberikan dampak pada rusaknya kondisi jalan lingkungan
sekitar kawasan wisata. Sementara responden tidak beraktivitas di pariwisata
yang menyatakan pariwisata Tanjung Lesung berdampak pada rusaknya kondisi
jalan lingkungan sekitar kawasan wisata, ada 24,1 persen responden dan ada 75,9
persen responden sisanya yang mengatakan tidak berdampak pada rusaknya
kondisi jalan lingkungan.
Kedua kelompok renponden cenderung mengatakan bahwa pengembangan
pariwisata Tanjung Lesung berdampak kecil terhadap rusaknya jalan lingkungan,
bahkan karena ada pariwisata Tanjung Lesung jalan utama lebih bagus. Kondisi
jalan lingkungan saat ini mengalami kerusakan yang cukup parah dengan jumlah
titiknya banyak. Kerusakan jalan lingkungan lebih disebabkan oleh belum adanya
program pembangunan jalan desa dari pihak Pemerintah Daerah. Salah satunya,
jalan desa/lingkungan di Kampung Cikadu yang notabene merupakan kampung
wisata, kondisi jalannya mengalami kerusakan yang sangat parah. Warga
setempat sudah mengajukan usulan pembangunan kepada Pemda, hanya saja
haingga kini belum ada realisasi pembangunan.
Dampak Rusaknya Fungsi Lahan
Gambaran jawaban responden tentang ada atau tidak ada dampak pariwisata
Tanjung Lesung terhadap fungsi lahan; lahan pertanian, lahan perkebunan, lahan
permukiman dan pantai. Uraian persepsi responden mengenai dampak pariwisata
Tanjung Lesung terhadap rusaknya fungsi lahan dapat dilihat pada Tabel 52 dan
Gambar 20.
Tabel 52 Pesepsi masyarakat mengenai dampak pariwisata Tanjung Lesung
terhadap kerusakan fungsi lahan sekitar kawasan wisata
Rusaknya Fungsi Lahan
Beraktivitas di
Pariwisata
Tidak Beraktivitas
di Pariwisata
Ya tidak Ya Tidak
Lahan pertanian 14,3% 85,7% 24,1% 75,9%
Lahan perkebunan 3,7% 96,3% 7,7% 92,3%
Lahan permukiman 7,4% 92,6% 24,1% 75,9%
Pantai 7,1% 92,9% 34,5% 65,5% Sumber: Hasil olah tahun 2013
104
Gambar 20 Persentase persepsi masyarakat mengenai dampak pariwisata
Tanjung Lesung terhadap kerusakan fungsi lahan sekitar
kawasan wisata
Terkait dengan pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata
Tanjung Lesung selama ini menimbulkan dampak rusaknya fungsi lahan pertanian
warga sekitar kawasan wisata, ada 14,3 persen responden yang beraktivitas di
pariwisata menyatakan bahwa pengembangan kawasan Tanjung Lesung
berdampak rusaknya fungsi lahan pertanian dan ada 85,7 persen responden yang
lainnya mengatakan bahwa pengembangan kawasan pariwisata Tanjung Lesung
tidak memberikan dampak pada rusaknya fungsi lahan pertanian warga sekitar
kawasan wisata. Sementara responden yang tidak beraktivitas di pariwisata yang
menyatakan pariwisata Tanjung Lesung berdampak pada rusaknya fungsi lahan
pertanian warga sekitar kawasan wisata, ada 24,1 persen responden dan ada 75,9
persen responden yang mengatakan tidak berdampak.
Kedua kelompok responden secara mayoritas mengatakan tidak ada dampak
kerusakan fungsi lahan sekitar kawasan dari adanya aktivitas pariwisata Tanjung
Lesung karena aktivitas wisata berlangsung didalam kawasan. Bagi sebagian
responden yang menyatakan ada kerusakan lahan pertanian dari aktivitas
pariwisata Tanjung Lesung beralasan bahwa lahan persawahan yang berada di
dalam kawasan milik PT Banten West Java yang selama ini digarap warga untuk
menanam padi kondisinya telah diratakan sebagian untuk di jadikan landasan pacu
pesawat komersil sebagai fasilitas bagi tamu yang berkunjung ke Tanjung Lesung,
sehingga di lahan tersebut sudah tidak bisa lagi ditanam padi. Pihak pengembang
mengatakan bahwa pembangunan landasan pacu pesawat merupakan bagian dari
rencana pengembangan pariwisata Tanjung Lesung, sehingga lahan yang semula
dimanfaatkan untuk menanam padi oleh warga, terpaksa harus dibuka untuk
proyek pembangunan landasan pesawat. Pihak pengembang Banten West Java
sudah memberikan surat pemberitahuan kepada warga yang menggarap sawah di
area itu untuk tidak menanam padi untuk menghindari kerugian yang timbul.
Pada pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung
selama ini menimbulkan dampak rusaknya lahan perkebunan sekitar kawasan
wisata, ada 3,7 persen responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan
bahwa pengembangan kawasan wisata berdampak pada rusaknya lahan
perkebunan sekitar kawasan dan ada 96,3 persen responden yang lainnya
mengatakan bahwa pengembangan kawasan pariwisata tidak memberikan dampak
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
Lahan
Pertanian
Lahan
Perkembunan
Lahan
Permukiman
Pantai
14,3%
3,7% 7,4% 7,1%
24,1%
7,7%
24,1%
34,5%
Beraktivitas di Pariwisata Tdk Beraktvitas di Pariwisata
105
pada rusaknya lahan perkebunan sekitar kawasan wisata. Sementara pada
responden yang tidak beraktivitas di pariwisata yang menyatakan pariwisata
Tanjung Lesung berdampak pada rusaknya lahan perkebunan sekitar kawasan
wisata, ada 7,73 persen responden dan ada 93,3 persen responden yang
mengatakan tidak berdampak pada rusaknya lahan perkebunan.
Hampir seluruh responden menyatakan bahwa pengembangan Tanjung
Lesung tidak merusak lahan perkebunan warga. Hal ini beralasan karena
pengembangan pariwisata tidak dilakukan di luar kawasan atau lahan perkebunan
milik warga, namun dilakukan diatas lahan dan dalam area kawasan milik PT
Banten West Java.
Terkait dengan pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata
Tanjung Lesung selama ini menimbulkan dampak rusaknya lahan permukiman
warga sekitar kawasan wisata, ada 7,4 persen responden yang beraktivitas di
pariwisata menyatakan bahwa pengembangan kawasan wisata berdampak pada
rusaknya lahan permukiman warga dan ada 92,6 persen responden lainnya
mengatakan bahwa pengembangan kawasan pariwisata tidak memberikan dampak
rusaknya lahan permukiman warga. Sementara responden yang tidak beraktivitas
di pariwisata yang menyatakan pariwisata Tanjung Lesung berdampak pada
rusaknya lahan permukiman warga sekitar kawasan wisata, ada 24,1 persen
responden dan ada 75,9 persen responden yang mengatakan tidak berdampak pada
rusaknya lahan permukiman warga.
Mayoritas responden menyatakan bahwa pengembangan Tanjung Lesung
tidak merusak lahan permukiman warga. Hanya saja bagi responden yang tidak
beraktivitas di pariwisata yakni sebesar 24,1 persen menyatakan telah
menimbulkan rusaknya lahan permukinan. Hal ini terkait dengan rencana
pengembangan pariwisata yang akan membebaskan lahan warga yang masih
masuk dalam lingkup kawasan pengembangan dan masih ditempati oleh warga di
Kampung Bodur.
Terkait dengan pertanyaan apakah pengembangan pariwisata Tanjung
Lesung selama ini menimbulkan dampak rusaknya kondisi pantai sekitar kawasan
wisata, ada 7,1 persen responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan
bahwa pengembangan kawasan wisata berdampak pada rusaknya kondisi pantai
dan ada 92,9 persen responden lainnya mengatakan bahwa pengembangan
pariwisata tidak menimbulkan dampak pada rusaknya kondisi pantai sekitar
kawasan wisata Tanjung Lesung. Sementara responden yang tidak beraktivitas di
pariwisata yang menyatakan pariwisata Tanjung Lesung berdampak pada
rusaknya kondisi pantai, ada 34.5 persen responden dan ada 63.3 persen
responden yang mengatakan tidak berdampak pada rusaknya kondisi pantai.
Kedua kelompok responden cenderung menyatakan bahwa tidak terjadi
kerusakan pantai sekitar kawasan Tanjung Lesung. Selama ini aktivitas pariwisata
Tanjung Lesung telah menjaga keasrian pantai, baik di dalam maupun di luar
kawasan. Menurut penjelasan pihak pengelola Banten West Java, justeru
keindahan pantai harus terus dijaga karena pantai dan keindahannya merupakan
objek yang ditawarkan kepada wisatawan, jika kondisi pantai tidak bagus, maka
akan menurunkan minat bagi wisatawan untuk berkunjung. Untuk ini, pihak PT.
Banten West Java dan operator wisata Tanjung Lesung melaksanakan rangkaian
program pelestarian lingkungan baik di pinggir pantai maupun di laut bekerjasama
dengan pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
106
Dampak Menjaga Kelestarian Pohon
Keberadaan pohon sangat penting bagi kehidupan dan lingungan karena
fungsi pohon dapat memberikan manfaat yang besar berupa, produsen sumber
makanan, menjaga erosi tanah, penghasil oksigen dan mengurangi karbon,
menciptakan lingkungan yang nyaman, menjaga kesuburan tanah dan lainnya.
Peryataan bahwa aktivitas pariwisata Tanjung Lesung selama ini menjaga
kelestarian pohon seperti pohon pelindung pantai dan pohon budidaya dari
jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 53 dan Gambar 21.
Tabel 53 Persepsi masyarakat mengenai pengembangan pariwisata Tanjung
Lesung telah menjaga kelestarian pohon
Menjaga Kelestarian
Pohon
Beraktivitas di
Pariwisata
Tidak Beraktivitas
di Pariwisata
Ya Tidak Ya Tidak
Pohon Pelindung Pantai 93,1% 6,9% 79,3% 20,7%
Pohon Budidaya 93,1% 6.9% 65,5% 34,5% Sumber: Hasil olah tahun 2013
Gambar 21 Persentase persepsi masyarakat mengenai pengembangan
pariwisata Tanjung Lesung telah menjaga kelestarian pohon
Pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung
selama ini telah menjaga kelestarian pohon pelindung pantai sekitar kawasan
wisata, ada 93,1 persen responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan
telah menjaga dan ada 6,9 persen responden lainnya menyatakan pengembangan
kawasan pariwisata tidak menjaga kelestarian pohon pelindung pantai. Sementara
responden yang tidak beraktivitas di pariwisata yang menyatakan pengembangan
pariwisata Tanjung Lesung menjaga kelestarian pohon pelindung dengan 79,3
persen dan ada 20,7 persen responden lainnya menyatakan tidak menjaga
kelestarian pohon pelindung pantai.
Kedua kelompok responden mayoritas menyatakan bahwa tidak terjadi
kerusakan pohon pelindung pantai (mangruf) sebagai dampak dari pengembangan
pariwisata di Tanjung Lesung. Bahkan, pihak pengembang PT. Banten West Java
telah memiliki program dan melakukan kerjasama dengan masyarakat sekitar
dalam penanaman pohon mangruf untuk melindungi pantai dari kerusakan dan
abrasi.
0.0%
50.0%
100.0%
Pohon Pelindung
Pantai
Pohon Budidaya
93,1% 93,1% 79,3%
65,5%
Beraktivitas di Pariwisata Tidak Beraktivitas di Pariwisata
107
Pertanyaan tentang apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung
selama ini telah menjaga kelestarian pohon budi daya sekitar kawasan wisata, ada
93,1 persen responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan telah menjaga
dan ada 6,9 persen responden lainnya menyatakan tidak menjaga. Sementara
responden yang tidak beraktivitas di pariwisata ada 65,5 persen yang menyatakan
telah menjaga dan ada 34,5 persen responden lainnya mengatakan bahwa
pengembangan kawasan pariwisata tidak menjaga kelestarian pohon budidaya.
Berbeda dengan kelompok responden yang beraktivitas di pariwisata yang
mayoritas menjawab menjaga kelestarian pohon budi daya, ada sejumlah 34,5
persen responden yang tidak beraktivitas di pariwisata menyatakan bahwa sebagai
akibat dari pengembangan kawasan Tanjung Lesung menimbulkan kerusakan
pohon budi daya disekitar kawasan. Pohon budi daya sudah mulai berkurang
jumlahnya di luar kawasan wisata. Hal ini terjadi sebagai akibat telah berubahnya
fungsi lahan menjadi pemukiman dan bangunan komersil khususnya di luar
kawasan wisata Tanjung Lesung, sehingga pohon budi daya dihilangkan dan
tergantikan dengan bangunan.
Dampak Mencemari Lingkungan
Gambaran jawaban responden tentang apakah ada dampak pariwisata
Tanjung Lesung telah mencemari lingkungan sekitar; menimbulkan polusi udara,
pencemaran laut, pencemaran tanah dan limbah. Uraian persepsi terhadap dampak
pariwisata Tanjung Lesung telah mencemari lingkungan sekitar dapat dilihat pada
Tabel 54 dan Gambar 22.
Tabel 54 Persepsi masyarakat mengenai pengembangan pariwisata Tanjung
Lesung berdampak mencemari lingkungan sekitar kawasan wisata
Dampak Mencemari
Lingkungan
Beraktivitas di
Pariwisata
Tidak Beraktivitas di
Pariwisata
Ya Tidak Ya Tidak
Polusi Udara 3,4% 96,6% 6,9% 93,1%
Pencemaran Laut 3,4% 96,6% 24,1% 75,9%
Pencemaran Tanah 0% 100% 6,9% 93,1%
Limbah 3,4% 96,6% 6,9% 93,1% Sumber: Hasil olah tahun 2013
Gambar 22 Persentase persepsi masyarakat mengenai pengembangan pariwisata
Tanjung Lesung telah menimbulkan pencemaran
0.0%
50.0%
100.0%
Polusi Udara PencemaranLaut
PencemaranTanah
Limbah
96,6% 96,6% 100% 96,6% 93,1% 79,3%
93,1% 93,1%
Responden yang Menjawab "Tidak"
Beraktivitas di Pariwisata Tdk Beraktivitas di Pariwisata
108
Pertanyaan apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung selama ini
telah menibulkan polusi udara di sekitar kawasan wisata, ada 96,6 persen
responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan tidak menimbulkan polusi
udara dan ada 3,4 persen responden lainnya menyatakan menimbulkan polusi
udara. Sementara 93,1 persen responden yang tidak beraktivitas di pariwisata
yang menyatakan pengembangan pariwisata Tanjung Lesung tidak menimbulkan
polusi udara dan 6,9 persen responden lainnya menyatakan menimbulkan polusi
udara. Kedua kelompok responden menyatakan bahwa pengembangan pariwisata
Tanjung Lesung tidak menimbulkan polusi udara yang ditimbulkan dari
pengembangan pariwisata Tanjung Lesung karena aktivitas pembangunan terjadi
di dalam kawasan sehingga tidak berpengaruh pada polusi udara bagi masyarakat
sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung.
Pada pertanyaan apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung selama
ini telah menimbulkan pencemaran laut di sekitar kawasan wisata, ada 96,6
persen responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan tidak menimbulkan
pencemaran laut dan ada 3,3 persen responden lainnya menyatakan
pengembangan kawasan pariwisata berdampak pada pencemaran laut. Sementara
responden yang tidak beraktivitas di pariwisata yang menyatakan pariwisata
Tanjung Lesung tidak menimbulkan pencemaran laut, ada 79,3 persen responden
dan ada 21,7 persen responden lainnya mengatakan bahwa pengembangan
kawasan telah mencemari laut sekitar kawasan wisata.
Berbeda dengan kelompok responden yang beraktivitas di pariwisata
Tanjung Lesung yang secara mayoritas mengatakan pengembangan pariwisata
tidak menimbulkan pencemaran laut, bagi kelompok responden yang tidak
beraktivitas di pariwisata ada yang mengatakan pencemaran laut terjadi pada pada
aktivitas perahu baik disebabkan oleh sisa buang bahan bakar maupun sampah
dari wisatawan maupun nelayan yang terbuang ke laut.
Pada pertanyaan apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung selama
ini telah menimbulkan pencemaran tanah di sekitar kawasan wisata, 100 persen
responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan tidak menimbulkan
pencemaran tanah. Sementara 93,1 persen responden yang tidak beraktivitas di
pariwisata yang menyatakan pengembangan pariwisata Tanjung Lesung tidak
menimbulkan pencemaran tanah di sekitar kawasan wisata dan sisanya ada 6,9
persen menyatakan menimbulkan pencemaran tanah. Kedua kelompok responden
mayoritas mengatakan tidak terjadi pencemaran tanah dari aktivitas pariwisata
Tanjung Lesung.
Pertanyaan apakah pengembangan pariwisata Tanjung Lesung selama ini
telah menimbulkan pencemaran limbah di sekitar kawasan wisata, ada 96,6
persen responden yang beraktivitas di pariwisata menyatakan tidak menimbulkan
pencemaran limbah dan ada 3,3 persen responden lainnya menyatakan
berdampak. Sementara responden yang tidak beraktivitas di pariwisata yang
menyatakan pariwisata Tanjung Lesung tidak menimbulkan pencemaran limbah, ada 93,1 persen responden dan ada 6,9 persen responden lainnya mengatakan
telah menimbulkan pencemaran libah. Secara mayoritas kedua kelompok
responden menyatakan pengembangan pariwisata tidak menimbulkan pencemaran
limbah. Hal ini beralasan karena pengembang Kawasan Tanjung Lesung telah
109
membangun instalasi pengolahan air bersih dan pengelolaan limbah cair di dalam
kawasan Tanjung Lesung secara mandiri.
Tingkat Kesejahteraan Mayarakat Sekitar Kawasan Wisata Tanjung Lesung
Untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan
wisata Tanjung Lesung menggunakan indikator yang dikeluarkan oleh BPS
(Susenas) dan angka garis kemiskinan menggunakan data proyeksi tahun 2012
BPS Kabupaten Pandeglang. Indikator-indikator tersebut antara lain tingkat
pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan keluarga, tingkat kesehatan
keluarga, kondisi rumah dan fasilitas rumah.
Tingkat Pendapatan per Kapita Rumah Tangga
Tingkat kesejahteraan seorang penduduk disuatu wilayah dapat
digambarkan melalui pendapatan maupun pengeluarannya. Namun demikian,
tidaklah mudah untuk mendapatkan data tentang pendapatan suatu penduduk.
Oleh sebab itu, sampai dengan saat ini perkiraan tentang pendapatan suatu rumah
tangga dilakukan melalui pendekatan pengeluaran rumah tangga dibedakan atas
pengeluaran makan dan bukan makanan. Kedua jenis pengeluaran ini, dapat
dilihat bagaimana pola konsumsi masyarakat.
Menggunakan data pengeluaran dapat terlihat pola konsumsi rumah tangga
secara umum melalui indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan non
makanan. Komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna
menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk. Pada umumnya makin rendah
persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran maka semakin
baik tingkat kesejahteraan penduduk.
Kelompok penduduk dengan tingkat pendapatan rendah biasanya
pengeluaran akan lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan dasar, yaitu
makanan. Penduduk yang tidak dapat memenuhi kebutuhan standar minimum
tertentu biasanya dikategorikan sebagai penduduk miskin. Di Indonesia, penduduk
miskin didefinisikan sebagai penduduk yang pendapatannya tidak mencukupi
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Standar kebutuhan hidup
layak sesuai hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978 diterjemahkan sebagai suatu
jumlah rupiah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi makanan setara 2.100
kalori sehari, ditambah sejumlah pengeluaran untuk bukan makanan seperti
perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan dan lainnya. Jumlah uang tersebut
kemudian dikatakan sebagai batas garis kemiskinan. Tinggi rendahnya tingkat
kemiskinan di suatu wilayah mencerminkan tingkat pendapatan penduduk pada
wilayah tersebut. Semakin banyak jumlah penduduk miskin mengindikasikan
rendahnya tingkat pendapatan penduduk.
Pendapatan per kapita rumah tangga responden diukur melalui kriteria
yang diterapkan oleh BPS Kabupaten Pandeglang dimana kriteria tesebut adalah
rumah tangga tidak miskin jika pendapatan per kapita per bulan bernilai lebih dari
Rp. 229,661,- dan masuk dalam kriteria rumah tangga miskin jika pendapatan di
bawah atau sama dengan Rp. 229,661,-.
Pendapatan per kapita rumah tangga adalah seluruh pendapatan baik yang
berasal dari kepala keluarga maupun dari anggota keluarga yang diterima oleh
110
kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga yang beraktivitas di pariwisata
sebagian besar 29 responden 96,7 persen berada di atas garis kemiskinan (diatas
Rp. 229.661,-) dan hanya ada seorang responden 3,3 persen yang berpendapatan
di bawah garis kemiskinan (kurang dari Rp. 229.661,-). Jika dirata-ratakan
pendapatan keluarga yang beraktivitas di pariwisata adalah Rp. 669,444,- per
kapita per bulan. Tingkat pendapatan per kapita antara kelompok responden dapat
dilihat pada Tabel 55.
Tabel 55 Indikator pendapatan per kapita rumah tangga yang beraktivitas dengan
rumah tangga tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung
Tingkat Pendapatan
Beraktivitas
di Pariwisata
Tidak Beraktivitas
di Pariwisata P-Value
Jumlah % Jumlah %
Di atas garis kemiskinan 29 96,6 24 80
0,102790 Dibawah Garis Kemiskinan 1 3,3 6 20
Jumlah total (N) 30 100 30 100 Sumber: Data hasil olah tahun 2013
Bentukan pendapatan dari keluarga yang beraktivitas di pariwisata, dapat
dilihat dari pemisahan pendapatan dari aktivitas di pariwiata dan pendapatan dari
pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh keluarganya. Pendapatan total rata-rata
keluarga responden yang beraktivitas di pariwisata Rp. 646,472 per kapita per
bulan. Nilai total pendapatan ini merupakan gabungan dari kontribusi pendapatan
dari aktivitas di pariwisata secara rata-rata sebesar Rp. 387,222 59,9 persen per
kapita per bulan dan rata-rata pendapatan dari pekerjaan sampingan Rp. 259,250
40,1 persen per kapita per bulan. Selain pekerjaan di pariwisata sebagai pekerjaan
utama, jenis pekerjaan sampingan pada responden yang beraktivitas di pariwisata
secara umum dalam bentuk jasa, dagang dan agri (bertani dan nelayan) yang
dilakukan oleh anggota keluarganya baik oleh suami bekerja ganda, istri maupun
putra atau kerabatnya yang masih menjadi tanggungan kepala keluarga.
Sementara pada rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata ada 24
responden 80 persen yang berpendapatan di atas garis kemisninan (diatas Rp.
229.661,) dan terdapat 6 responden 20 persen berpendapatan di bawah garis
kemiskinan (dibawah Rp. 229.661,-) jika dirata-ratakan pendapatan keluarga
yang tidak beraktivtias di pariwisata adalah Rp. 683,451,- per kapita per bulan.
Kondisi ini menggambarkan pendapatan responden yang tidak beraktivias di
pariwisata lebih besar dibanding dengan yang beraktivitas di pariwisata Tanjung
Lesung.
Hasil uji Fisher Exact Test (digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis
komparatif dua sampel independen dengan susun data dalam tabel kontingensi 2 x
2) antara dua kelompok responden baik yang di atas garis kemiskinan maupun di
bawah garis kemiskinan melalui proksi pendapatan per kapita keluarga yang
beraktivitas di pariwisata dan tidak terbukti tidak ada perbedaan signifikan, hal ini
ditunjukkan dengan nilia P-Value 0.102790, dimana nilai P-value dari nilai α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
tingkat pendapatan per kapita rumah tangga dua kelompok responden.
111
Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan
dan keterampilan manusia. Peningkatan dalam bidang pendidikan dapat
mengentaskan penduduk dari kemiskinan baik secara langsung maupun tidak
langsung yaitu melalui perbaikan pendapatan per kapita. Tingkat pendidikan
kelompok responden yang beraktivitas dipariwisata dan tidak beraktivitas di
pariwisata dapat dilihat pada Tabel 56.
Tabel 56 Distribusi tingkat pendidikan rumah tangga yang beraktivitas dengan
rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung
Tingkat Pendidikan
Beraktivitas di
Pariwisata
Tdk Beraktivitas
di pariwisata P-Value
Jumlah % Jumlah %
Tinggi ( 60 % Jumlah anggota
keluarga tamat SD)
16 53,3 16 53,3
0.102790 Sedang (30 – 60% Jumlah
anggota keluarga tamat SD)
14 46,7 14 46,7
Jumlah total (N) 30 100 30 100 Sumber: Data hasil olah tahun 2013.
Tabel 56 menjelaskan bahwa secara umum tingkat pendidikan keluarga
yang beraktivitas maupun tidak berkativitas di pariwisata memiliki kecenderungan
tingkat pendidikan yang setara, yakni 53 persen tingkat pendidikan anggota
keluarga dalam kategori tinggi (60 persen anggota keluarga tamat SD) dan 46
persen tingkat pendidikan anggota keluarga dalam kategori sedang (30 – 60
persen anggota keluarga tamat SD). Tidak ada dari ke dua kelompok responden
ini masuk dalam kategori rendah.
Hasil uji Fisher Exact Test antara tingkat pendidikan anggota keluarga yang
beraktivitas di pariwisata dan tidak di pariwisata tidak ada perbedaan signifikan
dalam tingkat pendidikan anggota kelurganya, hal ini ditunjukkan dengan nilia P-
Value 0.102790, dimana nilia P-value dari nilai α = 0,05. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat pendidikan anggota keluarga dua kelompok
responden ini karena tingkat pendidikannya sama.
Faktor sudah membaiknya tingkat pendidikan anggota keluarga ini di
pengaruhi dengan sudah terbukanya wawasan masyarakat di sekitar kawasan
wisata Tanjung Lesung tentang arti pentingnya pendidikan bagi anggota keluarga
mereka. Selain itu, kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang menggratiskan
pendidikan, khususnya untuk pendidikan dasar telah mampu meningkatkan
partisipasi masyarakat untuk bersekolah dan melanjutkan kejenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
Tingkat Kesehatan
Tingkat kesehatan masyarakat adalah salah satu indikator tingkat
kesejahteraan masyarakat. Kesehatan sangat mempengaruhi tingkat produktivitas
kerja. Tingkat kesehatan dalam penelitian ini di kelompokan dalam tiga kelompok
yakni baik jika kurang dari 25 persen anggota keluarga sakit dalam sebulan,
antara 25 – 50 persen sering sakit termasuk kategori sedang dan jika lebih dari 50
persen sering sakit masuk dalam kategori kurang.
112
Rumah tangga yang beraktivitas di pariwisata ada 27 kepala keluarga 90
persen menyatakan kesehatan anggota keluarganya baik karena ada kurang dari 25
persen dari anggota keluarganya yang sakit dan sebanyak 3 kepala keluarga 10
persen menyatakan kesehatan anggota keluarganya sedang, karena ada 25 – 50
persen dari anggota keluarganya yang sakit. Sementara tidak ada responden
menyatakan anggota keluarganya yang sering sakit.
Pada rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata ada 20 kepala
keluarga 66,7 persen menyatakan kesehatan anggota keluarganya baik karena ada
kurang dari 25 persen dari anggota keluarganya yang sakit dan sebanyak 10
kepala keluarga 33,3 persen menyatakan kesehatan anggota keluarganya sedang,
karena ada 25 – 50 persen dari anggota keluarganya yang sakit. Sementara tidak
ada responden menyatakan anggota keluarganya yang sering sakit. Tingkat
kesehatan responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di pariwisata
dijelaskan pada Tabel 57.
Tabel 57 Distribusi tingkat kesehatan rumah tangga yang beraktivitas dengan
rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung
Tingkat Kesehatan
Beraktivitas
di Pariwisata
Tdk Beraktivitas
di pariwisata P-Value
Jumlah % Jumlah %
Baik ( > 25% jumlah anggota
keluarga sakit)
27 90 20 66,7
0,0574663 Sedang (25 – 50% jumlah anggota
keluarga sakit)
3 10 10 33,3
Jumlah total (N) 30 100 30 100 Sumber: Data hasil olah tahun 2013
Kondisi kesehatan rumah tangga responden yang beraktivitas dan tidak
beraktivitas di pariwisata secara mayoritas dalam tingkat yang baik, hal ini
disebabkan sudah tingginya kesadaran warga sekitar kawasan wisata Tanjung
Lesung tentang budaya sehat dan pentingnya menjaga prilaku bersih. Berdasarkan
hasil wawancara kepada kelompok responden rumah tangga yang beraktivitas di
pariwisata, khususnya yang bekerja sebagai karyawan di Tanjung Lesung pada
umumnya mereka memiliki tunjangan kesehatan dari perusahan operator wisata
tempat mereka bekerja yang diberikan untuk membiayai jika ada anggota keluarga
ada yang sakit.
Sementara pada kelompok responden yang tidak beraktivitas di pariwisata
harus mengeluarkan biaya sendiri jika ada anggota keluarga yang sakit kecuali
pada responden yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta yang telah
dijamin atau ditanggung asuransi dari tempat mereka bekerja.
Berdasarkan hasil uji Fisher Exact Test antara tingkat kesehatan anggota
keluarga yang beraktivitas di pariwisata dan tidak di pariwisata ada perbedaan
signifikan dalam tingkat kesehatan anggota keluarganya, hal ini ditunjukkan
dengan nilia P-Value 0.0574663, dimana nilia P-value nilai α = 0,05. Baik responden yang beraktivitas di pariwisata maupun tidak pada pada
umumnya menggunakan fasilitas pelayanan klinik yang ada di wilayah
Kecamatan Panimbang. Pelayanan puskesmas juga telah dimanfaatkan. Jika
kondisi sakit yang kategori berat, responden memanfaatkan RSUD Pandeglang.
Responden menuturkan alasan menggunakan pelayanan klinik karena secara
113
kualitas lebih baik dari pada puskesmas bahkan RSUD Pandeglang terutama pada
aspek pelayanan kepada pasien. Selain itu warga sangat mengeluhkan jauhnya
akses ke RSUD, jaraknya puluhan kilo meter dari Kecamatan Panimbang. Oleh
karenanya mereka mengharapkan ada sumah sakit yang dibangun di Kecamatan
Panimbang atau wilayah sekitarnya untuk memudahkan akses berobat.
Kondisi Tempat Tinggal
Kondisi dan keadaan rumah atau tempat tinggal yang ditempati dapat
dijadikan salah satu indikator untuk menunjukan keadaan sosial ekonomi rumah
tangga seseorang. Penilaian terhadap tempat tinggal meliputi; kondisi atap rumah,
bilik rumah, lantai rumah, dan status kepemilikan.
Keadaan tempat tinggal reponden yang beraktivtias dipariwisata sebanyak
3,3 persen menggunkan atap asbes/seng dan 96,7 persen mengunakan atap
genting. Sebanyak 30 persen bilik rumah menggunakan semi tembok dan ada 70
persen bilik rumahnya dari terbuat tembok. Lantai rumah sebanyak 11,7 persen
menggunakan lantai kayu atau plester dan 88,3 persen menggunakan lantai ubin.
Status kepemilikan rumah sebanyak 3,3 persen menumpang, ada 13,3 persen
berstatus sewa dan 83,3 persen rumah milik sendiri.
Sementara keadaan tempat tinggal reponden yang tidak beraktivtias
dipariwisata sebanyak 6,7 persen menggunkan atap asbes/seng dan 93,3 persen
mengunakan atap genting. Sebanyak 16,7 persen bilik rumah terbuat dari kayu
dan ada 83,3 persen bilik rumah dari terbuat tembok. Lantai rumah sebanyak 13,3
persen menggunakan lantai kayu atau plester dan 86,7 persen menggunakan lantai
ubin. Status kepemilikan rumah sebanyak 10 persen menumpang, ada 3,3 persen
timpat tinggalnya berstatus sewa dan 86,7 persen rumah milik sendiri.
Perbandingan kondisi tempat tinggal kedua kelompok responden dapat dilihat
pada Tabel 58.
Tabel 58 Distribusi kondisi tempat tinggal rumah tangga yang beraktivitas
dengan rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung
Lesung
Kondisi Tempat Tinggal
Beraktivitas
di Pariwisata
Tidak Beraktivitas
di pariwisata P-Value
Jumlah % Jumlah %
Permanen (Skor 11 - 12) 17 56,7 24 80
0,0946108 Semi Pemanen (Skor 8 - 10) 13 43,3 6 20
Jumlah Total (N) 30 100 30 100 Sumber: Data hasil olah tahun 2013
Berdasarkan hasil uji Fisher Exact Test dapat dijelaskan bahwa antara
kondisi tempat tinggal pada responden yang beraktivitas di pariwisata dan tidak di
pariwisata terdapat perbedaan signifikan, hal ini ditunjukkan dengan nilai P-Value
0,0946108, dimana nilai P-value nilai α = 0,10. Bedasarkan Tabel 58 di atas, dapat diketahui bahwa lebih dari setengahnya
56,7 persen responden yang beraktivitas di pariwisata memiliki tempat tinggal
permanen dan kurang dari setengahnya memiliki tempat tinggal semi permanen
dengan 43,3 persen. Adapun responden yang tidak beraktivitas di pariwisata yang
114
memiliki tempat tinggal permanen sebanyak 80 persen dan yang memililiki
tempat tinggal semi permanen 20 persen.
Adanya perbedaan kondisi tempat tinggal pada kelompok responden ini
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan ke dua kelompok responden, dimana pada
rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata secara rata-rata lebih besar
dari pada rumah tangga yang beraktivitas di pariwisata.
Fasilitas Tempat Tinggal
Kelengkapan fasilitas pokok suatu rumah atau tempat tinggal menentukan
kenyamanan suatu rumah tinggal, yang juga menentukan kualitas rumah tinggal.
Fasilitas pokok yang penting agar suatu rumah menjadi nyaman dan sehat untuk
tinggal adalah tersedianya listrik, air bersih, air bersih serta jamban dengan tengki
(BPS Pandeglang 2010). Fasilitas perumahan yang lengkap merupakan cerminan
dari status sosial masyarakat di sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung. Fasilitas
tempat tinggal yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi; luas pekarangan,
hiburan, penerangan, bahan bakar untuk memasak, sumber air, sarana MCK dan
kepemilikan kendaraan. Kondisi fasilitas tempat tinggal keluarga responden dapat
di lihat pada Tabel 59.
Pada umumnya responden yang beraktivitas di pariwisata memiliki
pekarangan luas sebanyak 73,3 persen, sementara 20 persen memilik pekarangan
sedang dan 6,7 persen pekarangan sempit. Hiburan yang dimiliki oleh responden
sebanyak 96,7 persen memiliki TV dan ada 3,3 persen memiliki tape/radio.
Sarana pendingin yang dimiliki keluarga responden sebanyak 60 persen memiliki
kulkas, ada 26,7 persen memiliki kipas angin dan 13,3 persen menggunakan
pendingin alami. Adapun untuk penerangan, 100 persen keluarga responden
menggunakan listrik. Untuk aktivitas memasak makanan, bahan bakar yang
digunakan adalah kompor gas dengan 76,7 persen dan 13,3 persen menggunakan
kompor minyak dan ada 3,3 responden menggunakan kayu bakar. Sumber air
bersih yang digunakan adalah sumur gali dengan mesin pompa air ada 53,5 persen
dan ada 46,7 persen menggunakan PAM. Untuk sarana MCK sebanyak 80 persen
mempunyai2 MCK sendiri dan 13,3 persen tidak memiliki MCK.
Sementara pada responden yang beraktivitas di pariwisata memiliki
pekarangan luas sebanyak 56,7 persen, sementara 26,7 persen memilik
pekarangan sedang dan 16,7 persen berpekarangan sempit. Hiburan yang dimiliki
oleh responden sebanyak 93,3 persen memiliki TV, ada 3,3 persen memilik tape
dan ada 3,3 persen memiliki radio. Sarana pendingin yang dimiliki keluarga
responden sebanyak 33,3 persen memiliki kulkas, ada 43,3 persen memiliki kipas
angin dan 23,3 persen meggunakan pendingin alami. Adapun untuk penerangan,
100 persen keluarga responden menggunakan listrik. Untuk aktivitas memasak
makanan, bahan bakar yang digunakan adalah kompor gas dengan 93,3 persen
dan 3,3 persen menggunakan kompor minyak dan ada 3,3 persen responden
menggunakan kayu bakar. Sumber air bersih yang digunakan adalah sumur gali
dengan mesin pompa air ada 63,3 persen dan ada 36,7 persen menggunakan PAM.
Untuk sarana MCK sebanyak 83,3 persen mempunya MCK sendiri dan 16,7
persen tidak memiliki MCK.
Kondisi fasilitas tempat tinggal dua kelompok responden ini yang penting
untuk mendapatkan perhatian adalah ternyata masih ada (kendati pun jumlahnya
sedikit) rumah tanggal yang tidak memiliki MCK, mereka pada umumnya
115
menggunakan sarana sungai dan laut untuk membuang hajat. Faktor kekurangan
biaya menjadi hambatan mengapa responden belum membuat jamban sendiri,
mengingat harga material untuk membuat MCK sangat mahal.
Terkait dengan sarana air bersih, sebagian responden yang menggunakan
fasilitas PAM untuk memenuhi kebutuhan air besih. Air PAM yang dimakud
merupakan air yang distribusikan dari instalasi air bor besar yang di bangun oleh
PT BWJ di Kampung Cikadu. Layanan air PAM ini baru dapat mengaliri air
bersih ke puluhan rumah tangga saja yang di kampung cikadu (sebagai kampung
wisata) dan belum dapat menjangkau kampug kampung lainnya di Desa
Tanjungjaya. Rumah tangga yang memanfaatkan air PAM ini ditarik retribusi
oleh pengelola PAM sebesar minimal 20 ribu per bulan. Sebagian rumah tangga
yang lain membuat sumur atau bor sendiri yang disedot dengan pompa air.
Tabel 59 Distribusi fasilitas tempat tinggal rumah tangga yang beraktivitas
dengan rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung
Lesung
Fasilitas Tempat Tinggal
Beraktivitas
di Pariwisata
Tdk Beraktivitas
di pariwisata P-Value
Jumlah % Jumlah %
Lengkap (Skor 20 - 24) 25 83.3 23 76.7
0,748050 Semi Lengkap (Skor 14 – 19) 5 16.7 7 23.3
Jumlah Total (N) 30 100 30 100 Sumber: Data hasil olah tahun 2013
Berdasarkan hasil uji Fisher Exact Test dapat di jelaskan bahwa antara
kondisi fasilitas respoden yang beraktivitas dan tidak di pariwisata tidak terdapat
perbedaan yang signifikan, hal ini ditunjukkan dengan nilai P-Value 0,748050,
dimana nilai P-value nilai α = 0,05. Tabel 59 menunjukan bahwa pada umumnya 83,3 persen responden yang
beraktivitas di pariwisata memiliki fasiltias tempat tinggal lengkap dan semi
lengkap 16,7 persen. Adapun responden yang tidak beraktivitas di pariwisata
yang memiliki fasilitas tempat tinggal lengkap sebanyak 76,7 persen dan yang
memililiki fasilitas tempat tinggal semi lengkap 23,3 persen.
Tingkat Kesejahteraan
Untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah,
digunakan indikator kesejahteraan menurut Susenas. Selanjutnya, nilai skor
masing-masing indikator kesejahteraan meliputi; pendapatan (diatas garis miskin
& dibawah garis kemiskinan), kondisi kesehatan keluarga, kondisi pendidikan
keluarga, kondisi rumah dan kondisi fasilitas rumah –sebagaimana telah di
uraikan sebelumnya- disatukan menjadi nilai komposit kesejahteraan.
Berdasarkan hasil data primer yang diperoleh, kesejahteraan keluarga
yang beraktivitas di pariwisata pada tingkat kesejahteraan tinggi dengan 90
persen dan 10 persen rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan sedang.
Sementara kesejahteraan keluarga yang tidak beraktivitas di pariwisata tingkat
kesejahteraan tinggi 80 persen dan tingkat kesejahteraan sedang 20 persen. Uraian
distribusi tingkat kesejahteraan keluarga dua kelompok responden dapat di lihat
pada Tabel 60.
116
Tabel 60 Distribusi tingkat kesejahteran rumah tangga yang beraktivitas
dengan yang tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung
No Tingkat Kesejahteraan
Beraktivitas
di Pariwisata
Tidak Beraktivitas
di pariwisata P-Value
Jumlah % Jumlah %
1 Tinggi ( Skor 12 – 14) 27 90% 24 80%
0,471645 2 Sedang (Sekor 9 – 11) 3 10% 6 20%
Jumlah total (N) 30 100% 30 100% Sumber: Data hasil olah tahun 2013
Berdasarkan Tabel 60, dari hasil analisis Fisher's Exact Test menunjukan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat kesejahteraan antara rumah
tangga yang beraktivitas di pariwisata dengan yang tidak beraktivitas di pariwisata
Tanjung Lesung. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-Value = 0,471645 α = 0,05 pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Dapat dijelaskan bahwa antara rumah tangga yang beraktivitas dan tidak
beraktivitas di pariwisata memiliki tingkat kesejahteraan yang relatif setara,
artinya keberadaan pariwisata tidak terbukti secara signifikan dapat
mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga yang beraktivitas di pariwisata
secara langsung jika dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak beraktivitas di
pariwisata Tangjung Lesung. Namun demikian pariwisata Tanjung Lesung selama
ini telah memberikan kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja tetap mayoritas
dari lokal dalam jumlah 267 orang serta ratusan tenaga kerja tidak tetap lainnya,
sehingga aktivitas kepariwisataan Tanjung Lesung dapat dijadikan alternatif
pekerjaan bagi warga di sekitar kawasan. Jumlah penyerapan tenaga kerja ke
depan akan meningkat seiring dengan implementasi pengembangan pariwisata
Tanjung Lesung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) bidang pariwisata.
Uji Beda Pendapatan (U Mann-Whitney)
Menguji perbedaan tingkat pendapatan partisipasi keluarga di pariwisata
dilakukan analisis uji beda tingkat pendapatan dengan menggunakan uji u mann-
whitney. Berdasarkan hasil uji diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perdedaan
tingkat pendapatan rsponden yang beraktivitas di pariwisata dengan keluarga yang
tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung.
Jumlah responden yang di uji 60 sampel yang terdiri dari 30 responden
yang beraktivitas di pariwisata dan 30 responden yang tidak beraktivitas di
pariwisata. Diperoleh nilai rata-rata peringkat (mean) masing yakni beraktivitas di
pariwisata 32,33 tidak beraktivitas di pariwisata 28,67. Hasil analisis dapat dilihat
pada Tabel 61.
117
Tabel 61 Hasil analisis uji beda pendapatan keluarga responden yang beraktivitas
dan tidak beraktivitas di kawasan wisata Tanjung Lesung
Partisipasi di
Pariwisata N
Mean
Rank
Sum of
Ranks
U Mann
Whitney
Wilcoxon
W
Asymp. Sig.
(2-tailed)
Tidak Beraktivitas
di pariwisata 30 28,67 860.00
395.000 860.000 0,415 Beraktivitas
Pariwiasta 30 32,33 970.00
Sumber: Data hasil olah tahun 2013
Berdasarkan Tabel 61 di atas diperoleh hasil nilai u mann-whitney sebesar
395.000 dengan tingkat sig. 0,415 nilai Asymp. Sig. (2-tailed) yang lebih besar
dari α (0,05), artinya tidak terdapat perbedaan signifikan antara tingkat
pendapatan responden yang beraktivitas di pariwisata dibandingkan dengan yang
tidak beraktivitas di pariwisata. Demikian halnya dengan nilai Wilcoxon W, yang
nilainya sama dengan nilai Sum of Ranks kategori tidak beraktivitas di pariwisata
wisata = 860.000.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan per Kapita
Rumah Tangga
Bila mengacu pada kesimpulan hasil analisis sebelumnya (uji Fisher's Exact
Test dan uji beda Mann Whitney) bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
tingkat pendapatan per kapita keluarga dan pendapatan rumah tangga antara
keluarga responden yang beraktivtias di pariwisata dengan yang tidak beraktivitas
di pariwisata. Sehingga pembahasan pada uji regresi berikut ini tidak dilakukan
secara terpisah antara responden yang beraktivitas maupun tidak di pariwisata
Tanjung Lesung karena dianggap sama secara kondisi tingkat pendapatan
keluarga dan pendapatan per kapita kedua kelompok responden tersebut.
Pada proses analisis data akan di kaji faktor-faktor (peubah) apa saja yang
mempengaruhi pendapatan per kapita kemudian diolah ke dalam bentuk regresi
linier berganda. Proses analisis data menggunakan program SPSS versi 17,
dengan 6 peubah bebas. Keenam peubah bebas yang dimasukkan ke dalam
pengolahan data meliputi:
1. Pendidikan KK (jenjang pendidikan)
2. Tanggungan keluarga (jiwa)
3. Jenis pekerjaan (jasa, dagang, agri)
4. Pekerjaan sampingan ( ada dan tidak ada)
5. Lokasi ke kawasan wisata Tanjung Lesung (dekat, sedang dan jauh)
6. Berpartisipasi di pariwisata (beraktivitas dan tidak beraktivitas di
pariwisata)
Regresi linier berganda merupakan alat analisis yang digunakan untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan per kapita rumah
tangga yang tinggal di sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung. Berdasarkan hasil
analisis, maka faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan per kapita kelompok
rumah tangga yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di kawasan wisata Tanjung
118
Lesung antara lain; Pendidikan (X1), Tanggungan keluarga (X2), Jenis usaha
(D_usah jasa dan D_usaha dagang), Pekerjaan sampingan (D_pekerjaan sampingan),
lokasi dari kawasan wisata (D_lokasi sedang dan D_lokasi jauh) dan berpartisipasi di
pariwisata (D_partisipasi di pariwisata). Untuk lebih jelasnya hasil pengolahan data
dengan menggunakan analisis regresi linier berganda, dapat dilihat pada Tabel 62.
Tabel 62 Hasil analisis data peubah yang mempengaruhi pendapatan per kapita
keluarga yang beraktivitas di pariwisata dan tidak beraktivitas di
pariwisata Tanjung Lesung
Peubah Penduga Std. Error T Sig. (P)
(Constant) 854883,100 482127,875 1,773 ,082
PendidikanKK (X1) 113148,455 98270,117 1,151 ,255
Tanggungan Kel (X2) -166408,825 43611,578 -3,816 ,000
D_Usah Jasa -167053,234 209191,175 -0,799 ,428
D_Usaha Dagang -212634,728 243428,243 -0,874 ,386
D_Pekerjaan Sampingan 325672,684 150433,122 2,165 ,035
D_Lokasi Sedang 237219,095 189984,331 1,249 ,218
D_Lokasi Jauh 291382,160 179225,223 1,626 ,110
D_Partisipasi di Pariwisata -78997,055 149961,652 -0,527 ,601
R2 = 0,377
F = 3,855 (Sig. 0,001) α 0,05 Sumber: Hasil olah tahun 2013
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana diuraikan pada tabel 62 di atas,
diketahui bahwa nilai F hitung 3,855 dengan tingkat signifikansi 0,001 < dari α
0,05 dengan dua peubah bebas berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pendapatan. Nilai koefisien (R2) diperoleh sebesar 0,377 yang berarti bahwa
seluruh peubah bebas mampu menjelaskan 37,7% dari keragaman pendapatan per
kapita, sisanya dijelaskan oleh peubah lain di luar model.
Model yang dibangun tidak ada indikasi terjadi pelanggaran asumsi
autokorelasi dilihat dari nilai Durbin-Watson 1,912 yang mendekati nilai 2.
Sementara nilai DW tabel dengan 5 (lima) peubah bebas untuk 60 responden
(jumlah observasi) adalah dL 1,41 dU 1,77 dengan tingkat kesalahan 5 persen
(Bambang Juanda, 2009). Dengan memperhatikan nilai dL dan dU, diketahui
bahwa nilai statistik DW yang dihasilkan berada pada interval antara nilai dU
dengan nilai 4-dU, sehingga dengan tingkat kesalahan 5 persen disimpulkan
bahwa tidak ada permasalahan autokorelasi dalam model regresi. Tidak ada
indikasi terjadi pelanggaran asumsi multikolinearitas dilihat dari nilai VIF pada
tabel koefisien yang kurang dari 10.
Seluruh peubah bebas yang diuji meliputi; pendidikan KK, tanggungan
keluarga, dummy jenis pekerjaan jasa, dummy jenis pekerjaan dagang, dummy
pekerjaan sampingan keluarga, dummy lokasi dekat, dummy lokasi sedang dan
dummy partisipasi di wisata, hanya peubah tanggungan keluarga (X2) dan peubah
dummy pekerjaan sampingan (D_Pekerjaan Sampingan) yang berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan per kapita (Y).
Peubah tanggungan keluarga (X2) memiliki nilai koefisien sebesar -166408
dengan nilai Sig. 0,000 lebih kecil dari nilai α 0,05. Artinya bertambahnya satu
anggota keluarga berpengaruh menurunkan pendapatan per kapita keluarga
119
sebesar Rp. 166.408,-. Secara asumtif bertambahnya anggota keluarga
memungkinkan pendapatan keluarga menjadi bertambah terakumulasi lebih besar,
namun berdasarkan hasil penelitian menunjukan kondisi yang berbeda. Secara
umum, kendatipun ada anggota keluarga selain orang tua yang telah bekerja dan
memiliki penghasilan namun tidak secara langsung mengakumulasi pendapatan
per kapita keluarga menjadi lebih besar, karena pendapatan anggota keluarga
tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan personal dirinya. Bertambahnya
anggota keluarga berarti bertambahnya pembagi pendapatan rumah tangga,
sehingga akan menurunkan pendapatan per kapita rumah tangga resonden.
Rata-rata jumlah anggota keluarga responden baik yang beraktivitas
maupun tidak di pariwisata yaitu berjumlah 5 (lima) orang. Jumlah tanggungan
atau anggota keluarga responden paling banyak 8 (delapan) orang, jumlah anggota
keluarga responden minimal 2 (dua) orang dengan angka modus 5 (lima) orang.
Banyaknya jumlah anggota keluarga tersebut secara signifikan berpengaruh
negatif terhadap pendapatan per kapita keluarga, sehingga mempengaruhi tingkat
kesejahteraan keluarga. Pada kondisi pendidikan, jenis pekerjaan, jarak lokasi ke
wisata dan partisipasi pariwisata tetap (fixed), kenaikan atau bertambahnya satu
orang anggota keluarga akan mempengaruhi berkurangnya pendapatan per kapita
sebesar Rp. 166,408,- .
Tingginya jumlah anggota keluarga di wilayah sekitar kawasan Tanjung
Lesung dipengaruhi dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap
program Keluarga Berencana (KB). Isu tentang ledakan penduduk di pedesaan
menjadi persoalan pembangunan yang harus ditangani. Akan menjadi persoalan
manakala sumber daya di desa sudah tidak lagi memadai untuk dieksplor secara
ekonomi. Kemudian secara sistematis terjadi ledakan penggangguran di desa
sebagai dampak dari tingginya tingkat pertambahan penduduk, peluang pekerjaan
pun semakin sedikit. Akibatnya jumlah keluarga kemiskinan semakin meningkat
sebagai akibat tidak memperoleh pekerjaan dan sehingga tidak memiliki
pendapatan yang memadai. Sebagai salah satu pilihan, maka keberadaan industri
(pariwisata) dapat dijadikan alternatif bagi terbukanya peluang terserapnya tenaga
kerja manakala terjadi surplus tenaga kerja sektor pertanian di perdesaan. Mereka
akan beralih ke sektor industri (pariwisata yang berkelanjutan) sepanjang upah
disektor industri pariwisata itu lebih tinggi daripada tingkat subsistensi.
Pada peubah pekerjaan sampingan (dummy) dengan nilai koefisien 325.672
nilai Sig. 0,035 lebih kecil dari nilai α 0,05. Artinya, pekerjaan sampingan secara
siginifikan berpengaruh positif terhadap pendapatan per kapita keluarga. Setiap
keluarga yang memiliki pekerjaan sampingan dapat meningkatkan pendapatan per
kapita sebesar Rp. 325.672,- per bulan.
Tidak seluruh responden memiliki pekerjaan sampingan, hal ini karena
tidak mudahnya mencari atau menciptakan pekerjaan terutama dalam lingkup di
perdesaan. Bagi responden yang beraktivitas di pariwisata, pada umumnya
memiliki pekerjaan sampingan berupa dagang (warungan, kantin, makanan, ikan
dan lain-lain), usaha jasa (kredit, cuci steam kendaraan, guru honorer, supir dan
buruh) dan bertani/nelayan (berkebun, menggarap sawah dan menangkap ikan)
yang dilakukan oleh anggota keluarga baik istri maupun anaknya. Mencari
pekerjaan sampingan dilakukan merupakan keharusan dalam rangka memenuhi
kebutuhan rumah tangga yang semakin tinggi baik untuk konsumsi maupun non
konsumsi.
120
Sementara peubah yang lain seperti; pendidikan KK, dummy jarak (dekat,
sedang dan jauh) dummy jenis pekerjaan (jasa, dagang dan tani) dan dummy
partisipasi di pariwisata (beraktivitas dan tidak beraktivitas di pariwisata) tidak
berpengaruh ginifikan. Namun peubah-peubah tersebut menunjukan fenomena
kencenderungan baik mengarah positif dan negatif.
Kendatipun tidak signifikan, terdapat kecenderungan pengaruh peubah
pendidikan kepala keluarga (X1) terhadap pendapatan per kapita (Y), yakni
berpengaruh positif. Artinya, pertambahan satu jenjang pendidikan akan
berpengaruh positif meningkatkan pendapatan per kapita rumah tangga.
Kendatipun tidak signifikan, jika melihat kecenderungan fenomenanya
peubah dummy jenis usaha berpengaruh negarif terhadap pendapatan per kapita.
Bahwa jenis Usaha Dagang (DDadang) berpengaruh negarif lebih tinggi dari pada
jenis usaha jasa (DJasa) dan jenis usaha tani/nelayan (DAgri) lebih rendah negatifnya
dengan koefien 0 dari pada jenis usaha dagang dan jasa. Artinya, jika dilihat
kecenderunganya –berdasarkan penelitian ini-, pilihan usaha dibidang pertanian
dan nelayan memiliki kecenderungan lebih baik mempengaruhi pendapatan per
kapita dibandingkan dengan jenis usaha jasa dan dagang.
Kendatipun tidak signifikan, jika dilihat kecenderungannya peubah dummy
jarak (DLokasi) berpengaruh positif terhadap pendapatan per kapita (Y). Bahwa
semakin jauh jarak responden ke lokasi kawasan wisata Tanjung Lesung (DJauh)
berpengaruh positif lebih besar nilainya dari pada jarak sedang (DSedang) dan
semakin dekat responden dengan lokasi kawasan wisata Tanjung Lesung (DDekat)
pengaruhnya semakin kecil bila dibandingkan dengan rumah tangga (responden)
berlokasi jauh dan sedang dari kawasan wisata Tanjung Lesung.
Jika melihat kecenderungan ini, bahwa semakin jauh rumah tangga dari
lokasi kawasan wisata Tanjung Lesung (lokasi 3, Desa Citereurep) akan memiliki
pendapatan per kapita lebih besar dari pada rumah tangga di lokasi sedang dan
dekat (lokasi 2 dan 1 Desa Tanjungjaya) dari kawasan wisata Tanjung Lesung.
Hal ini dapat dijelaskan karena lokasi jauh (lokasi 3) dari kawasan wisata, secara
akses sangat berdekatan dengan perlintasan jalan utama menuju Kecamatan
Cigeulis, Cibaliung dan Sumur. Selain itu, secara lokasi dekat dengan pusat
ekonomi (pasar Citeureup), dimana aktivitas keramaian dan usaha rutin tumbuh.
Berbeda kondisinya dengan di lokasi sedang dan dekat dari kawasan wisata
Tanjung Lesung. Sehingga jika dihubungkan dengan kepemiliki pekerjaan
sampingan, lebih memungkinkan rumah tangga (responden) yang berlokasi jauh
dari kawasan wisata Tanjung Lesung memiliki kesempatan untuk mencari atau
mendapatkan variasi usaha atau pekerjaan sampingan dari pada responden yang
berlokasi sedang dan dekat dari kawasan wisata Tanjung Lesung.
Peubah lain yang tidak signifikan mempengaruhi pendapatan per kapita
adalah dummy partisipasi di pariwisata Tanjung Lesung. Jika melihat
kecenderungannya, rumah tangga (responden) yang beraktivitas di pariwisata
Tanjung Tesung memiliki pengaruh negatif terhadap pendapatan perkapita
dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak beraktivitas di pariwisata.
Artinya, peluang rumah tangga yang bekerja namun tidak beraktivitas di
pariwisata berpotensi lebih besar mempengaruhi pendapatan per kapita. Namun
demikian, pilihan beraktivitas di pariwisata memiliki kelebihan dilihat dari
kepastian perolehan pendapatan (income) karena dengan sistem gaji dinilai lebih
ada kepastian.
121
Implikasi Terhadap Kebijakan dan Gagasan Alternatif Pengembangan
Pariwisata Tanjung Lesung yang Mensejahterakan.
Rencana Model Pengembangan Pariwisata Tanjung Lesung
Sesuai dengan kondisi dan isu-isu strategis dalam rencana pengembangan
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata di Tanjung Lesung, pihak
pengembangan PT BWJ menetapkan model pengembangan invest-tourism, yang
memadukan konsep ekowisata dan investasi di bidang properti kepariwisataan
yang memiliki kerangka dasar konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan.
Melalui model invest-touris memberikan kesempatan bagi pihak–pihak tertentu
(masyarakat luas) untuk berpartisipasi dalam pembangunan pariwisata
berkelanjutan yang diturunkan dari konsep strategi investasi kepemilikan properti
di wilayah yang akan dikembangkan.
Proyek yang akan dikembangankan di Tanjung Lesung, diantaranya: 26
hotel, resort dan kondominium, hotel/resort projects, low density (bvlgari styled
resorts.), 1.000 kanal utama (water front allotments) dengan luas masing-masing
600m2, A Venetian Styled City Centre 20% larger then Brisbane CBD. Inner City
Waterside Apartments. 18 holed Championship Golf Course, Bungalows, Golf
Apartments, Golf Villas, Pusat Kesehatan (health city), pusat pendidikan
(education city) dan 15.000 hunian tingggal.
Sebagai pendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Pariwisata Tanjung Lesung, di wilayah Panimbang - Sobang direncanakan
permbangunan Bandara Banten Selatan, rencana jalan tol Balaraja - Panimbang
dan pengembangan pelabuhan laut antar pulau. Selain itu, di kawasan Kecamatan
Panimbang – Kecamatan Sobang akan dijadikan water front city.
Implikasi Kebijakan Pemerintah Daerah Terhadap KEK Pariwisata
Tanjung Lesung
Sejalan dengan pengembangan kawasan wisata Tanjung Lesung menjadi
KEK, pemerintah daerah Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang telah
menyusun serangkaian program dan kegiatan strategis yang di diformulasikan ke
dalam rencana aksi daerah (RAD) yang akan diimplementasikan mulai tahun
2014. Rencana aksi daerah ini merupakan bentuk implementasi pembangunan
yang terfokus pada wilayah penyangga kawasan wisata Tanjung Lesung (sekitar
Kecamatan Panimbang, Sobang dan Cigeulis) khususnya dipusatkan di kampung
wisata Cikadu Desa Tanjungjaya Kecamatan Panimbang dengan tujuan
mengimbangi pembangunan kepariwisataan di dalam kasawasan wisata Tanjung
Lesung. Uraian rencana aksi daerah Kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada
tabel 63.
Dilevel Pemerintah Provinsi Banten, program RAD diarahkan pada
menetapkan kelembagaan pengembangan KEK meliputi; Dewan Kawasan KEK,
Pembentukan Administrator KEK, Badan Usaha KEK, dan berfungsinya
kelembagaan perizinan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) KEK. Selain itu,
program teknis pembanguan jalan tol Citeurep – Tanjug Lesung dan menyusun
studi yang terkait dengan pengembangan KEK.
122
Tabel 63 Rencana Aksi Daerah Kabupaten Pandeglang Pembangunan di kawasan
penyangga (buffer zone) sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung
Pendidikan Ekonomi Sosial Lain-lain
Pendirian sekolah
pariwisata
(setingkat Diploma
III/Akademi
Pariwisata) dan
Peningkatan
kualitas SMK
Penididikan dan
pelatihan sanggar
seni dan budaya,
kerajinan, sadar
wisata, pemandu
wisata dan bahasa
asing.
Pembangunan Rest
area.
Penataan taman
bermain anak
Peningkatan kualitas
pasar Panimbang
Pembangunan sub
terminal Panimbang
Peningkatan jalan
lingkar dan desa
Pembangunan
rambu-rambu lalin
Pemasangan PJU
Peningkatan sarana
air bersih
Pembinaan usaha
ekonomi desa
Pengembangan
teknologi tepat
guna
Intensifikasi usaha
hutan rakyat
Penanaman hutan
mangrove &
terumbu karang
Mengoptimalkan
pengolahan hasil
dan pemasaran ikan
Sosialisasi KEK
Tanjung Lesung
Pembentukan TIM
pelaksana relokasi
penduduk
(kampung Cipanon,
Bunar, Kalicaah,
Bodur, Legon
Dadap, Sumberjaya,
Karang
Meungpuek, Sawah
dan Cebong)
Terbentuknya
kampung-kampung
wisata (prioritas kp.
Cikadu Desa
Tanjungjaya)
Sumber: Bappeda Kabupaten Pandeglang tahun 2013
Selain melakukan keseimbangan pembangunan khususnya di daerah
penyangga (buffer zone) sebagai implikasi dari ditetapkannya KEK Tanjung
Lesung, pemerintah perlu memperhatikan implikasi lain dari sisi hukum, sosial
budaya dan lingkungan. Implikasi bidang hukum misalnya, pembentukan KEK
dapat menimbulkan persoalan jika tidak ada atau tidak berjalannya kelembagaan
sebagai basis aturan mainnya. Persoalan yang mungkin timbul diantaranya adalah:
(1) Tumpang tindih dan benturan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah dan Dewan Kawasan (2) Aliran barang, uang dan orang yang sangat bebas
dapat berimplikasi pada meningkatnya illegal trafficking (3) hak ekonomi warga
lokal, termasuk hal ketenagakerjaan dan hak lainnya (4) akses terhadap lahan,
perebutan lahan antara investor dengan warga lokal dan (5) penyelesaian sengketa
yang bersifat khusus (Mulyani, 2010 dalam Hidayat, 2010).
Respon Masyarakat Terhadap Pengembangan Pariwisata Tanjung Lesung
Pengembangan kawan wisata Tanjung Lesung tidak sepenuhnya diketahui
masyarakat secara seragam. Hal ini di ketahui, bagi respoden yang beraktivitas di
pariwisata hampir seluruhnya 90 persen telah mengetahui pengembangan KEK
pariwisata Tanjung Lesung, sementara pada responden tidak beraktivitas di
pariwisata hanya setengahnya 53,3 persen responden yang mengetahui
pengembangan KEK. Pengetahuan tentang pengembangan KEK lebih banyak
diterima oleh responden yang beraktivitas di pariwisata karena akses memperoleh
informasi dari tempat mereka bekerja.
Kondisi asimetris informasi terkait pengambangan pariwisata melalui
program KEK pada level masyarakat menandakan kurangnya sosialisasi tentang
KEK secara penuh kepada masyarakat, terutama masyarakat yang tidak
beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung. Kendatipun terjadi informasi asimetris
tentang KEK, responden yang beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung 100
persen menyatakan setuju dan 90 persen responden yang tidak beraktivitas di
123
pariwisata menyatakan setuju dengan ditetapkannya kawasan wisata Tanjung
Lesung menjadi KEK pariwisata.
Respon positif masyarakat sekitar terkait dengan pengembangan KEK
Tanjung Lesung merupakan modal dasar yang baik untuk tercapainya
keberhasilan KEK di masa mendatang. Hubungan timbal balik antara pihak
pengembang pariwisata Tanjung Lesung dengan masyarakat perlu dikuatkan
dengan memberikan ruang partisipasi masyarakat yang memadai baik pada proses
perencanaan, pelaksanan dan monitoring atas implementasi pengembangan KEK.
Partisipasi akan menjadi efektif manakala kepentingan dan harapan masyarakat
sekitar dari adanya aktivitas pariwisata Tanjung Lesung dapat terakomodasi.
Pengembangan Pariwisata sebagai KEK diharapkan memberikan dampak
manfaat mengingkatkan kesejahteraan masyarakat selain pula meningkatkan
perekonomian wilayah. Harapan masyarakat sekitar kawasan Tanjung Lesung
kepada Pemda dan pengembang Banten West Java terkait dengan pengembangan
Kawasan Tanjung Lesung menjadi KEK antara lain;
Pemerintah Deaerah, (1) KEK diharapkan mampu memajukan perekonomian dengan cara membuka peluang usaha yang seluas-luasnya kepada masyarakat
untuk terlibat aktif dalam aktivitas pariwisata Tanjung Lesung, mendorong
peluang investasi disemua sektor dan tumbuhnya ekonomi lokal melalui
keterkaitan dengan pengembangan wisata Tanjung Lesung (2) KEK pariwisata
diharapkan berkontribusi memajukan sektor pendidikan khususnya di wilayah
setempat baik sarana prasaran, kuantitas lembaga pendidikan di semua jenjang
pendidikan dengan memperhatikan aspek kualitas dari keluaran pendidikan,
tersedia sarana kesehatan Rumah Sakit Umum (RSU) dan meningkatkan
sarana parasarana infrastuktur seperti drainase, jalan lingkungan, jembatan
penghubung antar desa atau kampung, akses air bersih dan penyediaan
fasilitas MCK/WC bagi warga yang kurang mampu (3) Peningkatan SDM
melalui pembinaan dan pelatihan keterampilan masyarakat sekitar melalui
program yang terarah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
misalnya: kerajinan, pengolahan, pengembangan ternak dan budidaya sektor
pertanian dan konsep pemberdayaan masyarakat wisata (4) Menyerap tenaga
kerja sekitar secara optimal dan mendukung program konservasi trumbu
karang (5) Melibatkan peran serta masyarakat dalam aspek perencanaan
daerah sehingga masyarakat mudah mendapatkan informasi dan dapat
berkontribusi dalam segala aspek pembangunan di wilayah dan daerah.
Pengembang kawasan (PT. Baten West Java), (1) Meningkatkan pendapatan
karyawan dengan cara menaikan gaji di atas upah minimum kabupaten
Pandeglang, yang semula pada kisaran Rp. 900.000 – 1.300.000, ditambah
dengan upah sektoral. Sehingga menungkinkan bagi pekerja pariwisata di
Tanjung Lesung untuk dapat meningkatkan taraf perekoniman keluarga (2)
Memperbanyak spot wisata yang dapat dikelola oleh masyarakat setempat (3)
Merekrut tenaga kerja dipriortas dari lokal dan melaksanakan pelatihan tenaga
kerja (4) Memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengontrol pelaksanaan
pengembangan KEK (5) Mendukung masyarakat dalam pengembangan
potensi sumber daya yang ada di lokal khususnya bidang pertanian, disertai
dengan penyuluhannya serta ada lembaga yang mengelola potensi tersebut (6)
Pembebasan lahan masyarakat yang saat ini masih berada di dalam kawasan
Tanjung Lesung dengan konsep ganti untung, maka diperlukan sosialisasi
124
yang jelas tentang relokasi (7) Program peningkatan pendidikan masyarakat
terutama pendidikan non formal dan peningkatan sarana prasarana air bersih
bagi masyarakat (8) Adanya sosialisasi tentang KEK dan mengupayakan
kerjasama serta modal usaha kepariwisataan untuk masyarakat (9) Dana
Corporate Social Responsibility (CSR) diprioritaskan untuk masyarakat
terutama untuk mendorong optimalisasi hasil kerajinan dan program
pemberdayaan masyakat sekitar.
Gagasan Alternatif Pengembangan Pariwisata yang Mensejahterakan
Kebijakan, peraturan dan strategi yang jelas merupakan dasar dari
pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan, penurunan kemiskinan dalam
skala besar, perlindungan sumber daya alam dan gaya hidup serta promosi
pembangunan ekonomi. Selain itu, kebijakan, peraturan dan strategi tersebut juga
membantu mempertahankan kohesi sosial dan identitas masyarakat daerah/desa.
Pemerintah memegang peranan penting dalam menetapkan strategi
pembangunan, program/kegiatan, kebijakan dan regulasi hukum terkait dengan
kesejahteran masyarakat, pertumbuhan ekonomi di wilayah, keamanan, sanitasi
dan lingkugan, ketenagakerjaan, infrastruktur, saran pendidikan dan kesehatan.
Arahan operasional kerangka kerja kebijakan ini merupakan dasar bagi para
pihak, yakni Pemerintah Daerah, pengelola Tanjung Lesung dan masyarakat
setempat berdasarkan kondisi dilapangan.
a. Pemerintah Daerah perlu mendorong kepada pihak pengelola Tanjung Lesung
agar input pasokan (supply) komoditi untuk keperluan kepariwisata Tanjung
Lesung menggunakan sumber lokal secara optimal dan mengurangi
ketergantungan terhadap barang impor atau supply dari luar wilayah sekitar
kawasan wisata terutama pada jenis komoditi yang tersedia di lokal atau
mengupayakan subtitusi jenis komoditi yang semula dibeli dari luar wilayah.
Mengingat potensi untuk belanja total komoditi sangat besar nilainya, yakni
lebih dari 4,1 milyar rupiah per tahun. Jika nilai uang ini banyak beredar di
lokal, maka secara langsung dapat menggerakan perekonomian masyarakat
setempat, sehingga dapat mempengaruhi meningkatnya kesejahteraan
masyarakat. Upaya ini perlu dilakukan untuk menimalisasi kebocoran
pariwisata terhadap perekonomian masyarakat dan wilayah setempat.
Kebocoran pariwisata terjadi ketika uang itu dibelanjakan di luar kegiatan
ekonomi daerah tujuan wisata (DTW) (yang digunakan untuk membeli
barang-barang impor atau diinvestasikan di luar negeri), sehingga uang itu
tidak memberikan pengaruh terhadap kegiatan perekonomian pada negara
atau DTW yang dikunjungi wisatawan. Jadi Karena uang tidak beredar di
DTW tersebut atau tidak lagi memberikan pengaruh terhadap kegiatan
ekonomi setempat, disebut kebocoran. Dalam teori ilmu wilayah, jika nilai
uang dari aktivitas ekonomi (industri dan lainnya) di lokal banyak mengalir
keluar wilayah maka diistilahkan dengan kebocoran wilayah, demikian
halnya terjadi pada industri pariwisata (Oka, 2008). Lebih lanjut Anwar
(2000) menjelaskan bahwa beberapa hal yang menyebabkan terjadinya
kebocoran wilayah antara lain karena (1) Sifat komoditas yang bersifat
eksploitatif seperti pada umumnya natural resources mempunyai
kecenderungan mengalami kebocoran wilayah yang tinggi apabila dalam
125
sistem produksinya membutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu, baik
kualitas sumber daya manusia, teknologi yang dipakai, kedekatan dengan
pasar maupun persyaratan lainnya yang mengakibatkan aktivitas ekonomi
suatu komoditas yang berasal dari suatu wilayah dilaksanakan di wilayah
lain, sehingga sebagian besar nilai tambah ditangkap wilayah lainnya, (2)
Sifat kelembagaan yang menyangkut kepemilikan (oweners). Kebocoran
wilayah memiliki peran dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi disuatu
wilayah, dengan kata lain semakin besar kebocoran yang terjadi maka
semakin besar potensi multiplier pendapatan bagi suatu wilayah yang hilang.
Untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah maka perlu
menekan tingkat kebocoran wilayah (Rustiadi, 2009).
b. Memperkuat kerja sama dan komunikasi antara industri kepariwisataan dan
masyarakat untuk memfasilitasi penyediaan makanan, barang, jasa atau
infrastruktur oleh masyarakat dan untuk membantu mereka agar lebih
memahami kebutuhan industri pariwisata maupun lainnya. Kerjasama
dituangkan dalam kelembagaan yang jelas dengan melibatkan institusi
pemeritah daerah dan institusi masyarakat di level desa. Dukungan program
pembangunan pemerintah daerah harus mengarah bagaimana pada masa
mendatang wilayah setempat mampu menghasilkan/men-supply komoditi
yang berkualitas standar (sayuran, ikan, daging, buah-buah, beras, sembako
(groseries), jasa reparasi, jasa kepariwisataan dan lain sebagainya) dengan
cara membangun sarana dan prasarana dan kelembagaan yang diperlukan.
c. Pemerintah Daerah dan Lembaga Keuangan di wilayah dan pihak
pengembang Banten West Java perlu memfasilitasi akses terhadap bantuan
finansial melalui fasilitas kredit dan pinjaman modal usaha bagi masyarakat
sekitar dalam rangka penciptaan lapangan pekerjaan khususnya bagi
kelompok miskin setempat, menjamin keuntungan ekonomi yang adil atas
sumber daya yang ditangani oleh masyarakat terutama bagi masyarakat yang
berdagang di dalam kawasan Tanjung Lesung.
d. Pemerintah Daerah memastikan tenaga kerja dari masyarakat setempat agar
bekerja secara formal di pariwisata Tanjung Lesung melalui pengembangan
program penjangkauan kesempatan kerja dan memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai prospek pekerjaan dibidang industri pariwisata.
e. Pemerintah Daerah melaksanakan evaluasi serta bersama masyarakat
melaksanakan pemantauan dampak lingkungan secara berkesinambungan
serta bersama-sama menimalisasi dampak negarif pada aspek sosial dan
budaya yang mungkin timbul dari pengembangan pariwisata (KEK) Tanjung
Lesung.
126
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian lapangan baik kepada masyarakat dan pengelola operator
wisata di kawasan pariwisata Tanjung Lesung dapat disimpulkan bahwa:
1. Pasokan komoditi untuk aktivitas pariwisata Tanjung Lesung adalah
logistik, akomodasi dan atraksi. Sebagian besar jenis komoditi diperoleh
dari Jakarta, juga menerima uang (value added) paling besar. Penyerapan
komoditi dari wilayah setempat masih sangat kecil baik ragam komoditi
maupun kuantitas volumenya.
2. Berdasarkan lima indikator kesejahteraan (pendapatan per kapita, tingkat
pendidikan keluarga, tingkat kesehatan keluarga, kondisi rumah dan
fasilitas rumah) tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rumah
tangga yang beraktivitas dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga
yang tidak beraktivitas dalam kegiatan pariwisata di Kawasan Tanjung
Lesung. Mayoritas, dua kelompok responden berada dalam kondisi tingkat
kesejahteraan tinggi. Demikian halnya dengan pendapatan antara rumah
tangga yang beraktivitas di pariwisata dengan rumah tangga yang tidak
beraktivitas dalam kegiatan pariwisata tidak terdapat perbedaan yang
signifikan. Rata-rata pendapatan per kapita per bulan rumah tangga yang
tidak beraktivitas dalam kegiatan pariwisata sedikit lebih tinggi dibanding
rata-rata pendapatan per kapita per bulan rumah tangga yang beraktivitas
di pariwisata Tanjung Lesung.
3. Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan diperoleh
hasil bahwa faktor jumlah tanggungan keluarga dan memiliki pekerjaan
sampingan selain pekerjaan utama mempunyai pengaruh signifikan
terhadap pendapatan rumah tangga yang beraktivitas dan tidak beraktivitas
di pariwisata Tanjung Lesung.
Saran
Saran yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian berdasarkan kondisi di
lapangan adalah:
1. Pemerintah daerah perlu mendorong kerjasama dengan pihak pengelola
Tanjung Lesung melalui regulasi dan sistem kelembagaanya agar input
pasokan (supply) komoditi untuk keperluan kepariwisataan Tanjung
Lesung menggunakan sumber lokal (dalam Kecamatan Panimbang) secara
optimal dan mengurangi ketergantungan terhadap barang impor atau pasokan komoditi dari luar wilayah sekitar kawasan wisata terutama pada
jenis komoditi yang tersedia di wilayah setempat atau mengupayakan
subtitusi jenis komoditi yang semula dibeli dari luar wilayah.
2. Pihak pengelola pariwisata Tanjung Lesung perlu memperhatikan
kesejahteraan karyawannya dengan cara memberikan kompensasi gaji di
127
atas standar Upah Minimum Kabupaten (UMK), serta menjamin
terbukannya akses bagi para pedagang kecil dalam kawasan untuk tetap
berdagang dengan menyediakan fasilitas usaha yang layak dan strategis
terintegrasi dengan pengembangan Kawasan Tanjung Lesung ke depan.
3. Agar masyarakat yang beraktivitas dan tidak dalam kegiatan pariwisata
lebih meningkatkan lagi kapasitasnya dengan cara mengusahakan
(menciptakan atau mencari) pekerjaan tambahan atau sampingan terutama
jenis pekerjaan sektor agri (pertanian dan perikanan) sehingga mampu
meningkatkan pendapatan rumah tangganya. Selain itu, pemerintah dan
pihak pengelolaan Tanjung Lesung perlu memberikan pemahaman,
pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat setempat sebagai upaya
meningkatkan kapasitas kepada warga angkatan kerja khususnya
karyawan Tanjung Lesung dan memberikan akses peluang usaha diindustri
kepariwisataan yang dapat dikembangkan oleh masyarakat setempat.
128
DAFTAR PUSTAKA
Agus Achir, Yaumil C. 1994. Pembangunan Keluarga Sejahtera Sebagai Wahana
Pembangunan Bangsa, Prisma, Nomor 6 Tahun 1994. LP3ES. Jakarta
Anwar, A. 1995. Masalah Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Kebijaksanaan
Pengendalian Terhadap Kerusakannya, (Makalah Pada Pertemuan Diskusi
Pembahasan RPP tentang Kewenangan Daerah di Wilayah Laut dan RPP
Pedoman Daerah dalam Pengeloaan Sumberdaya Nasional di Jakarta
tanggal 21 Desember 2001.
Anwar, A. 2000. Kumpulan Bahan Kuliah Ekonomi Sumberdaya Alam. Program
Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Progam
Pascasarjana IPB.Bogor
Anwar, A. dan Rustiadi, E. 2000. Perspektif Pembangunan Tata Ruang (spasial)
Wilayah Perdesaan dalam Rangka Pembangunan Wilayah dan Perdesaan.
Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Asdi, Moch. 2006. Dampak Pengembangan Wilayah Teluk Palu Sebagai Kawasan
Wisata Terhadap Kesejahteraan Masyarakat. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana
IPB. Bogor
Asngari PS. 1984. Persepsi Direktur Penyuluhan Tingkat Karesidenan dan Kepala
Penyuluh Pertanian terhadap Peranan dan Fungsi Lembaga Penyuluh
Pertanian di Negara bagian Texas Amerika Serikat . Media Peternakan Vol
9 No. 2 Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Badan Pusat Statistik [BPS] Kabupaten Kabupaten Pandeglang, Kecamatan
Panimbang Dalam Angka 2011. Pandeglang
Badan Pusat Statistik [BPS] Kabupaten Kabupaten Pandeglang, Pandeglang
Dalam Angka 2012. Pandeglang
Badan Pusat Statistik [BPS] Kabupaten Pandeglang. 2011. Indikator
Kesejahteraan Rakyat Pandeglang Tahun 2011. PBS dan Bappeda.
Pandeglang.
Badan Pusat Statistik [BPS] Provinsi Banten. Neraca Satelit Pariwisata Provinsi
Banten Tahun 2011
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kabupaten Pandeglang, PDRB Kabupaten
Pandeglang 2007-2010. Pandeglang
Bahar A. 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk
Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Bogor
Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah [BAPPEDA] Kabupaten
Pandeglang. 2011. Pandeglang RTRW Kabupaten Pandeglang 2010.
Pandeglang
Barika. 2009. Kajian Dampak Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu
(Studi Kasus Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak
Paderi). [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor
Bruce D, Hoctor Z, Garrod B, Wilson J. 2002. Planning for Marine Ecotourism in
the UE Atlantic Area. META-Project.University of the Weat England.
Bristol England
Damanik Janianto & F. Weber Helmut, 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori
dan Aplikasi. Andi Jogja & Puspar-UGM, Yogyakarta.
129
Dinarsih, Indah. 2012. Pandeglang Akan Punya Venesia (Pengembangan
Pariwisata di Pandeglang) [internet] [diunduh 11 November 2012]
http://www.mipi.or.id/ component/k2/item/43-nn-papvppdp.html
Fandeli, C. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah
Mada. [diunduh 11 November 2012 ] www.goecities.com/roykapat/konsep
_ekowisata.pdf
Fauzi, Akhmad. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Gramedia
Pustaka. Jakarta
Fennel DA. 1999. Ecotourisme: An Introduction. Routledge. London
Gunardi, Djoko. 2004. Kajian Pengembangan Wisata di Taman Hutan Raya Wan
Abdul Rahman Provinsi Lampung [Tesis] Sekolah Pascasarjana IPB.
Bogor
Hastari, Belinda. 2005. Karakteristik Objek Wisata dan Peesepsi Masyarakat
Sebagai Dasar Dalam Pengembangan Wisata Alam Studi Kasus
Arboretum Nyaru MentengPalangkaraya.[Tesis]. Sekolah Pascasarjana
IPB.Bogor
Haughton, Jhonatan dan Khander R. Shahidur. 2012. Pedoman Tentang
Kemiskinan dan Ketimpangan (Handbook On Poverty and Inequaity).
Salemba Empat. Jakarta
Hayami, Y dan V.W. Ruttan. 1984. Agricultural Devlopment. An International
Perspektif. The Jhon Hopkins University Press, Baltimore and London.
London
Helmi M. 2007. Analisis Zonasi Ekosistem Alami Pulau Kecil dengan Pendekatan
Ekologi Lanskap di Puau Karimunjawa dan Kemujan Taman Nasional
Karimujawa, Kabupaten Jepara Jawa Tengah [thesis]. Program
Pascasarjana IPB. Bogor
Hidayat, S dan Hidayat, Agus Syarif (editor). 2010. Qou Vadis Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK). Rajawali Pers. Jakarta
Hidayati D, Mujiyani L, Rachmawati, Zaelani A. 2003. Ekowisata: Pembelajaran
dari Kalimantan Timur. Pustakan Sinar Harapan. Jakarta
Hilyana, Siti 2004. Dampak Pembangunan Pariwisata terhadap karakterristik
kultural dan struktural Masyarakat lokal Studi Kasus di kawasan Wisata
Bahari Lombok Barat Provini NTB. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB.
Bogor
International Labor Organization [ILO]. 2011. Toolkit Mengenai Pengentasan
Kemiskinan Melalui Sektor Pariwisata. ILO. Jakarta.
Janianto, D & F. Weber Helmut. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori dan
Aplikasi. Andi Jogja & Puspar-UGM. Yogyakarta
Juanda, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis. [edisi ke dua].
IPB Press. Bogor
Karyono, H. 1997. Kepariwisataan. PT. Gramedia Widisauna. Jakarta
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 2011. Jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara menurut pintu masuk dan kebangsaan Bulan Januari 2011.
Jakarta. [diunduh 18 September 2012].
http://www.budpar.go.id/userfiles/file/ Wismanpersen20Desember
202011-2.pdf
Mulyaningrum. 2005. Eksternalitas Ekonomi dalam Pembangunan Wisata Alam
Berkelanjutan. Studi Kasus pada Kawasan Wisata Alam Baturaden-
130
Purwokerto, Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah. Jurnal
Penelitian UNIB, Vol. XI, No. 1 Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu.
Bengkulu
Orams M. 1999. Marine Tourism: Development, Impacts and Managemet.
Routledge. London and New York
Pakpahan. 1991. Kelembagaan Lahan dan Konservasi Tanah dan Air. Penelitian
Sosial Okonomi Pertanian Balitbang. Bogor.
Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Rencana
Pengembangan Pariwisata Tanjung Lesung. Poloma, Margaret. 2000. Sosiologi Kontemporer. PT Raja Gafindo. Jakarta
Prawiranegara, E. Prayitna. 2002. Kajian Hubungan Kesejahteraan Nelayan
dengan Keterlibatan Nelayan Pada Industri Pariwisata Pantai Carita Di
Kecamatan Labuan. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB.Bogor
Purnama SIS. 2005. Penyusunan Zonasi Taman Nasional Manupeu Tanadaru
Sumba Berdasarkan Kerentanan Kawasan Dan Aktivitas Mayarakat
[thesis]. Program Pascasarjana IPBogor. Bogor
Putra, Adisha. 2006. Persepsi Masyarakat Terhadap Ekowisata Perkampungan
Budaya Betawi Sebagai Pelestarian Situ dan Cagar Budaya. [Tesis].
Sekolah Pascasarjana.Bogor
Rahmat, Djalaludin. 2000. Psikologi Komunikasi. Jakarta
Rompon, M.S. 2006. Kajian Pengembangan Sektor Pariwisata Dalam Rangka
Meningkatkan Keragaan Perekonomian Wilayah Kabupaten Tanah Toraja.
[Tesis] Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Rustiadi E, et al. 2009. Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah. Crestpent Press
dan Yayasan Obor Indonesia. Bogor
Rustiadi, Ernan, Saefulhakim dan S. panuju, D. 2007. Dikat Perencanaan dan
Pembangunan wilayah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Sastropoetro, S. 1998. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin Dalam
Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung.
Soemarwoto, Otto. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Djambatan. Jakarta
Soetjipto. 1992. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Satya Wacana Press.
Semarang
Spenceley, Anna and Ashley, Caroline et.al. 2009. Tourism and Local
Development: An Introductory Guide. International Trade Centre. New
York
Sulaksmi, Rita. 2004. Analisis Dampak Pariwisata Terhadap Pendapatan dan
Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kawasan Wisata Alam Laut Pulau Weh
Kota Sabang. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor Supriatna, J., A. Sanjaya., I. Setiawati dan M. R. Syachrizal.2000. Ekowisata Sebagai
Usaha Pemanfaatan yang Berkelanjutan di Kawasan Lindung. Workshop
Komisi Koordinasi Pemanfaatan Obyek Wisata Alam 6-8 Maret
2000.[makalah]. Balikpapan The International Ecotourism Society [TEIS]. 1991. Regional Prepatory. [diunduh
pada Agustus 2012] tersedia di http://www.ecotourism.org/
Theodorson, G.A. and Theodorson, A.G, 1979. A Modern Dictionary of
Sociology. Banner and Nobel Books. New York
Thoha, M. 1999. Prilaku Organisasi. Rosdakarya. Bandung
131
Todaro, Michael P. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit
Erlangga. Jakata
Todaro. 2000. Perkembangan Ekonomi, Edisi Kelima Jakarta: Bumi Aksara.
Wardiatmo. 2012. Sektor pariwisata turut dongkrak perekonomian [internet].
Jakarta. [diunduh 18 September 2010] tersedia pada:
http://www.suarapembaruan.com/ ekonomi danbisnis/ sektor-pariwisata-
turut-dongkrak-perekonomian/19621
Warpani, Suwardjoko P & Warpani, Indira P. 2007. Pariwisata dalam Tata Ruang
Wilayah. Penerbit ITB. Bandung
Winarto, H. 2003. Partisipasi Masyarakat Dalam Agroforestri. [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana IPB. Bogor
Yoeti, O A. 2008. Ekonomi Pariwisata, Introduksi, Informasi dan Implementasi.
Kompas. Jakarta
Yudasmara GA. 2004. Analsis Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari dalam
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Secara Berkelanjutan. Studi Kasus Pulau
Menjangan Kab. Buleleng Bali [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor
Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya
Pesisir Berbasis Konservasi [Makalah]. Disampaikan pada seminar Sains,
21 Pebruari 2007. Bogor: Departemen Manajemen Sumberdaya perairan
FPIK. IPB. Bogor
Lampiran 1 Peta wilayah administrasi Kabupaten Pandeglang
Sumber : RTRW Pandeglang Tahun 2011-2031
132
Lampiran 2 Daftar perbandingan harga komoditi sayuran antara harga di supermarket dengan harga di pasar lokal Citeuruep dan
Panimbang
No Product (Vegetable) Unit
List Price
(Harga Kontrol/
Supermarket)
Harga di
Pasar
Citeureup
Harga di
Pasar
Panimbang
Selisih Harga
dengan Pasar
Citeureup
Selisih harga
dengan Pasar
Panimbang
Selisih
Harga (Rp)
Selisih
(%)
1 Bayam Ikat 7300 2000 1500 -5300 -5800 5800 79.5%
2 Brokoli kg 18000 14000 -4000 4000 22.2%
3 Buncis kg 12950 8000 -4950 4950 38.2%
4 Cabe Hijau Besar kg 15000 12000 12000 -3000 -3000 3000 20.0%
5 Cabe Rawit kg 28000 20000 25000 -8000 -3000 8000 28.6%
6 Daun Kemangi ikat 10000 4000 -10000 -6000 6000 60.0%
7 Daun Ketumbar kg 37000 20000 -37000 -17000 17000 45.9%
8 Daun Melinjo kg 12000 2000 6000 -10000 -6000 10000 83.3%
9 Daun Pisang Ikat 2500 1000 -2500 1500 60.0%
10 Daun Salam Ikat 4000 1000 500 -3000 -3500 3500 87.5%
11 Jagung Acar kg 17900 8000 -9900 9900 55.3%
12 Jagung Manis Kupas kg 9000 8000 8000 -1000 -1000 1000 11.1%
13 Jahe kg 21900 20000 12000 -1900 -9900 9900 45.2%
14 Jamur Putih kg 24000 30000 14000 6000 -10000 10000 41.7%
15 Jeruk Limo kg 33800 10000 20000 -23800 -13800 13800 40.8%
16 Kacang Panjang kg 12000 4000 -8000 8000 66.7%
17 Kangkung kg 7000 3000 7000 -4000 0 4000 57.1%
18 Kembang Kol kg 15450 14000 12000 -1450 -3450 3500 22.7%
19 Kol Putih kg 6950 6000 5000 -950 -1950 1950 28.1%
20 Kunyit kg 12000 4000 8000 -8000 -4000 4000 33.3%
21 Lengkuas kg 14850 12000 8000 -2850 -6850 6850 46.1%
22 Melinjo kg 12000 16000 5000 4000 -7000 7000 58.3%
23 Nangka Muda kg 8000 5000 6000 -3000 -2000 3000 37.5%
24 Sawi Putih kg 7900 8000 6000 100 ` 1900 24.1%
25 Tauge Panjang kg 8500 8000 6000 -500 -2500 2000 23.5%
26 Tempe Papan 5500 5000 4000 -500 -1500 1500 27.3%
27 Timun Lalap kg 5950 3000 5000 -2950 -950 2950 49.6%
28 Semangka kg 6400 6000 -400 400 6.3%
Rataan Selisih (%)
Beberapa item komoditi sayuran menujukan harga lebih rendah (murah) di pasar lokal Citeuruep dan Panimbang dibandingkan dengan harga di
supermarket
42.9%
Lampiran 3 Daftar purchasing kelompok komoditi logistik pada operator wisata Beach Club
- Tanjung Lesung per tahun 2012 (sampel 1)
Kelompok Komoditi : Logistik
No Jenis Komoditi Wilayah
Pembelian Satuan
Jumlah
Unit Harga/Unit Per bulan Per tahun
1 Ayam Panimbang Kg 168 28000 392000 4704000
2 Air Galon Labuan gln 1440 10000 1200000 14400000
3 Angciu Labuan btl 75 30000 187500 2250000
4 Asem Jawa panimbang bks 88 12000 88000 1056000
5 Baso panimbang kg 100 100000 833333 10000000
6 Bawabg Bombay panimbang kg 76 15000 95000 1140000
7 Bawang Merah panimbang kg 70 19000 110833 1330000
8 Bawang Putih panimbang kg 85 20000 141667 1700000
9 Beras panimbang kg 1200 11000 1100000 13200000
10 Bihun Citeureup pck 240 7000 140000 1680000
11 Blue Band Citeureup kg 48 54000 216000 2592000
12 Cabe Keriting panimbang kg 30 30000 75000 900000
13 Cabe Lombok panimbang kg 30 35000 87500 1050000
14 Cabe Rawit panimbang kg 24 25000 50000 600000
15 Cappucino Citeureup pcs 880 1800 132000 1584000
16 Cesim panimbang kg 76 7000 44333 532000
17 Chiken Karage panimbang bks 40 35000 116667 1400000
18 Chiken Nuggets panimbang pcs 44 35000 128333 1540000
19 Chiken Wings panimbang pcs 45 40000 150000 1800000
20 Cuka Citeureup btl 40 7000 23333 280000
21 Cumi Cipanon kg 150 40000 500000 6000000
22 Daun Bawang panimbang kg 45 17000 63750 765000
23 Emping panimbang kg 30 30000 75000 900000
24 Garam Citeureup bks 50 2000 8333 100000
25 Gula Jawa Citeureup kg 30 12000 30000 360000
26 Gula Pasir Citeureup kg 100 17000 141667 1700000
27 Ikan Bawal Cipanon kg 50 70000 291667 3500000
28 Ikan Kakap/kuwe Cipanon kg 192 70000 1120000 13440000
29 Ikan Kerapu Cipanon kg 150 90000 1125000 13500000
30 Jagung Muda panimbang kg 48 8000 32000 384000
31 Jahe panimbang kg 24 15000 30000 360000
32 Jamur Kancing Cilegon klg 96 14000 112000 1344000
33 Jeruk Jus panimbang kg 60 8000 40000 480000
34 Jeruk Lemon panimbang kg 35 15000 43750 525000
35 Jeruk Nipis panimbang kg 36 17000 51000 612000
36 Kacang Polong Cilegon klg 48 12000 48000 576000
37 Kangkung panimbang kg 70 2000 11667 140000
38 Kantong Plastik Citeureup pck 50 8000 33333 400000
39 Kecap Asin Cilegon drgn 12 85000 85000 1020000
No Jenis Komoditi Wilayah
Pembelian Satuan
Jumlah
Unit Harga/Unit Per bulan Per tahun
40 Kecap Ikan Cilegon btl 48 35000 140000 1680000
41 Kecap Manis Citeureup drgn 12 125000 125000 1500000
42 Keju Parut Panimbang pack 30 20000 50000 600000
43 Kembang Kol Panimbang kg 52 14000 60667 728000
44 Kemiri Panimbang kg 12 35000 35000 420000
45 Kentang Frech Fries Panimbang bks 40 30000 100000 1200000
46 Kerang Kampak Cikadu kg 90 2000 15000 180000
47 Kertas Nasi Citeureup pack 30 25000 62500 750000
48 Ketumbar panimbang kg 10 20000 16667 200000
49 Kol panimbang kg 42 7000 24500 294000
50 Kopi Labuan kg 87 60000 435000 5220000
51 Kopi Karyawan Citeureup kg 100 30000 250000 3000000
52 Kunyit panimbang kg 15 6000 7500 90000
53 Kwetiau Labuan pcs 80 6000 40000 480000
54 Lengkuas panimbang kg 22 5000 9167 110000
55 Lobster Cipanon kg 14 450000 525000 6300000
56 Melon panimbang kg 35 8000 23333 280000
57 Merica Bubuk panimbang kg 10 120000 100000 1200000
58 Mie Telor Citeureup pack 300 4200 105000 1260000
59 Minyak Goreng Citeureup kg 480 15600 624000 7488000
60 Minyak Tanah Citeureup ltr 96 12000 96000 1152000
61 Pisang panimbang kg 121 3500 35292 423500
62 Pop Mie panimbang cup 760 3500 221667 2660000
63 Rajuangan Cipanon kg 50 50000 208333 2500000
64 Roti Tawar panimbang pack 48 11000 44000 528000
65 Sagu Citeureup kg 40 8000 26667 320000
66 Sawi Putih panimbang kg 30 6000 15000 180000
67 Saus Inggris Cilegon btl 48 25000 100000 1200000
68 Saos Sambel Cilegon drgn 12 102000 102000 1224000
69 Saos Sambel Sachet Cilegon pack 48 8000 32000 384000
70 Saos Tiram Cilegon btl 40 25000 83333 1000000
71 Saos Tomat Cilegon drgn 12 102000 102000 1224000
72 Saos Tomat Sachet Cilegon pack 48 8000 32000 384000
73 Sawi Asin Cilegon kg 20 10000 16667 200000
74 Seledri panimbang kg 12 20000 20000 240000
75 Susu Kental Coklat panimbang klg 70 10000 58333 700000
76 Susu Kental Putih panimbang klg 85 10000 70833 850000
77 Tahu Panimbang pack 350 500 14583 175000
78 Teh Sari Wangi Citeureup pack 48 6000 24000 288000
79 Telor Citeureup kg 140 23000 268333 3220000
80 Tempe Citeureup pack 92 5000 38333 460000
No Jenis Komoditi Wilayah
Pembelian Satuan
Jumlah
Unit Harga/Unit Per bulan Per tahun
81 Terasi Panimbang bks 50 8000 33333 400000
82 Terigu Citeureup kg 40 8000 26667 320000
83 Timun Panimbang kg 128 4000 42667 512000
84 Tomat Panimbang kg 95 8000 63333 760000
85 Tpg. Maizena panimbang kg 41 12000 41000 492000
86 Udang Peci Cipanon kg 45 80000 300000 3600000
87 Udang Umpan Cipanon kg 25 40000 83333 1000000
88 Vetsin Citeureup kg 12 34000 34000 408000
89 Wortel panimbang kg 42 15000 52500 630000
90 Alpukat panimbang kg 52 12000 52000 624000
91 Apel Merah panimbang kg 36 25000 75000 900000
92 Strawberi panimbang kg 25 25000 52083 625000
93 Spoon panimbang pcs 55 6000 27500 330000
94 Sunlight panimbang bks 100 12000 100000 1200000
95 Sabut Stainless panimbang pcs 30 6000 15000 180000
96 Plastik Kiloan panimbang pack 80 8000 53333 640000
97 LPG (15) Citeureup tbg 120 100000 1000000 12000000
98 Box Nasi Stirofoam Citeureup pcs 1000 600 50000 600000
99 Arang panimbang krg 20 45000 75000 900000
100 Bensin Pertamax Cipanon ltr 15000 10200 12750000 153000000
101 Oli Samping Cipanon ltr 600 26000 1300000 15600000
Lampiran 4 Daftar purchasing kelompok komoditi atraksi pada operator wisata Beach Club - Tanjung Lesung per tahun 2012 (sampel 1)
Kelompok Komoditi : Atraksi
No Jenis Komoditi Wilayah
Pembelian Satuan
Jumlah
Unit
Harga/
Unit Total
Jumlah/
Bulan
Jumlah/
Tahun Frekwensi
1 Jetski Jakarta unit 5 87000000 435000000 7250000 87000000 per 5 tahun
2 Glass bottom boat mesin 60 pk Benoa, Bali unit 1 20000000 20000000 166667 2000000 per 10 tahun
3 Boat patroli mesin 85 PK Jakarta unit 1 30000000 30000000 250000 3000000 per 10 tahun
4 Boat TBLC Mesin 85PK Carita unit 1 35000000 35000000 291667 3500000 per 10 tahun
5 Slider Boat Jakarta unit 1 17000000 17000000 472222 5666667 per 3 tahun
6 Donut Boat Jakarta unit 1 7000000 7000000 194444 2333333 per 3 tahun
7 Banana Boat Jakarta unit 2 9000000 18000000 500000 6000000 per 3 tahun
8 Kayak Jakarta unit 9 2000000 18000000 300000 3600000 per 5 tahun
9 Pedal Boat Jakarta unit 1 4000000 4000000 66667 800000 per 5 tahun
10 Snorkeling Set Jakarta unit 30 450000 13500000 562500 6750000 per 2 tahun
11 Papan Surfing Jakarta unit 1 500000 500000 8333 100000 per 5 tahun
12 Water Ski Jakarta unit 1 500000 500000 8333 100000 per 5 tahun
13 Wake Board Jakarta unit 1 500000 500000 8333 100000 per 5 tahun
14 Tabung Dive Jakarta unit 3 1000000 3000000 50000 600000 per 5 tahun
15 Regulator Scuba Dive Jakarta unit 2 600000 1200000 20000 240000 per 5 tahun
16 Pelampung Carita unit 70 75000 5250000 437500 5250000 per tahun
17 Alat Pancing Cilegon unit 6 200000 1200000 100000 1200000 per tahun
Lampiran 5 Daftar purchasing kelompok komoditi logistik pada operator wisata Blue Fish - Tanjung Lesung data bulan Februari tahun
2012 (sampel 2)
No Jenis Komoditi Wilayah Pembelian Jumlah
Unit Satuan Harga/Unit
Jumlah Rp
(per minggu)
Jumlah Rp
(per bulan)
Jumlah Rp
(per tahun)
Kelompok Komoditi : Logistik
1 Ayam Pasar Panimbang 3 kg 26000 78000 312000 3744000
2 Buncis Pasar Panimbang 2 Kg 14000 28000 112000 1344000
3 Kacang Panjang Pasar Panimbang 2 kg 8000 16000 64000 768000
4 Wortel Pasar Panimbang 1 kg 12000 12000 48000 576000
5 Bawang putih Pasar Panimbang 1 kg 20000 20000 80000 960000
6 Bawang bombay Pasar Panimbang 1 kg 20000 20000 80000 960000
7 Bawang merah Pasar Panimbang 0.5 kg 22000 11000 44000 528000
8 Daun bawang Pasar Panimbang 0.25 kg 12000 3000 12000 144000
9 Pokcoy Jakarta 2 kg 4750 9500 38000 456000
10 Topi koki beras Jakarta 1 kg 219350 219350 877400 10528800
11 Aqua botol Citereup 1 dus 42000 42000 168000 2016000
12 Aqua galon Citereup 2 glon 15000 30000 120000 1440000
13 Jeruk nipis Pasar Panimbang 1 kg 14000 14000 56000 672000
14 Jeruk peras Pasar Panimbang 2 kg 15000 30000 120000 1440000
15 Timun Pasar Panimbang 1 kg 5000 5000 20000 240000
16 Tomat Pasar Panimbang 1 kg 8000 8000 32000 384000
17 Cabe Keriting Pasar Panimbang 0.25 kg 36000 9000 36000 432000
18 Cabe Rawit Pasar Panimbang 0.25 kg 30000 7500 30000 360000
19 Telur Citeureup 2 kg 20000 40000 160000 1920000
20 Terigu Pasar Panimbang 1 kg 12000 12000 48000 576000
21 Minyak bimoli Pasar Panimbang 2 bks 22000 44000 176000 2112000
Lampiran 6 Daftar purchasing kelompok komoditi akomodasi pada operator wisata Blue Fish - Tanjung Lesung data bulan Februari
tahun 2012 (sampel 2)
No Jenis Komoditi Wilayah Pembelian Jumlah
Unit Satuan Harga/Unit
Jumlah Rp
(per minggu)
Jumlah Rp
(per bulan)
Jumlah Rp
(per tahun)
Kelompok Komoditi : Akomodasi
22 Bay fress Jakarta 2 bks 12000 0 24000 288000
23 Baygon bakar jumbo Jakarta 1 pk 24000 24000 24000 288000
24 Bagus kamper Jakarta 4 pk 15500 62000 62000 744000
25 Bladge spray Jakarta 1 pcs 32800 32800 32800 393600
26 Save toilet tisu Jakarta 1 pk 36000 36000 36000 432000
27 Pembersih kaca Jakarta 1 pcs 5800 5800 5800 69600
28 Wing supersol puch Jakarta 2 pcs 19000 38000 38000 456000
29 Pizzi pembersih lantai Jakarta 1 bks 22500 22500 22500 270000
30 Klimpak kantong (K) Jakarta 2 pk 16200 32400 32400 388800
31 Klimpak kantong (s) Jakarta 2 pk 14700 29400 29400 352800
32 Klimpak kantong (B) Jakarta 2 pk 19400 38800 38800 465600
33 Dahlia naptatene toilet Jakarta 2 pk 10600 21200 21200 254400
34 Yuri hands shop Jakarta 1 pcs 56000 56000 56000 672000
35 Wing proslen clin Jakarta 4 pcs 19700 78800 78800 945600
36 Shampoo Jakarta 32 pcs 1000 32000 32000 384000
37 Bath gel Jakarta 32 pcs 1000 32000 32000 384000
38 Tooth brush Jakarta 16 pcs 1000 16000 16000 192000
39 Baygon aeroso Jakarta 1 pcs 25000 25000 25000 300000
40 Dahlian toilet ball Jakarta 2 pcs 21100 42200 42200 506400
41 Nagata sapu plastik Jakarta 1 bh 53500 53500 53500 642000
42 Bay clean reguler Jakarta 1 btl 30400 30400 30400 364800
Lampiran 7 Daftar purchasing kelompok komoditi atraksi pada operator wisata Blue Fish - Tanjung Lesung data bulan Februari tahun
2012 (sampel 2)
No Jenis Komoditi Wilayah Pembelian Jumlah
Unit Satuan Harga/Unit
Jumlah Rp
(per minggu)
Jumlah Rp
(per bulan)
Jumlah Rp
(per tahun)
Kelompok Komoditi : Atraksi
43 Joran jiging Jakarta 2 unit 3000000 0 0
44 Joran poping Jakarta 2 unit 3000000 0 0
45 Joran Troling Jakarta 3 unit 3000000 0 0
49 Reel troling Jakarta 3 unit 7000000 0 0
50 Reel Jigging Jakarta 5 unit 3000000 0 0
51 Metal jiging Jakarta 10 bh 150000 1500000 25000 300000
52 Poper Jakarta 7 bh 150000 1050000 17500 210000
53 Nona hit Jakarta 7 bh 500000 3500000 58333.33333 700000
54 Pemberat kail Jakarta 2 kg 60000 120000 2000 24000
55 Serat PE Jakarta 1 paket 1000000 1000000 16666.66667 200000
56 Rapala Jakarta 4 unit 125000 500000 8400 100800
57 Ikan Umpan Pancing Panimbang, labuan, 50 kg 20000 7670000 127900 1534800
Lampiran 8 Daftar perbandingan harga komoditi sayuran antara harga di supermarket dengan harga di pasar lokal Citeuruep dan
Panimbang
No Product (Vegetable) Unit
List Price
(Harga Kontrol/
Supermarket)
Harga di
Pasar
Citeureup
Harga di
Pasar
Panimbang
Selisih Harga
dengan Pasar
Citeureup
Selisih harga
dengan Pasar
Panimbang
Selisih
Harga (Rp)
Selisih
(%)
1 Bayam Ikat 7300 2000 1500 -5300 -5800 5800 79.5%
2 Brokoli kg 18000 14000 -4000 4000 22.2%
3 Buncis kg 12950 8000 -4950 4950 38.2%
4 Cabe Hijau Besar kg 15000 12000 12000 -3000 -3000 3000 20.0%
5 Cabe Rawit kg 28000 20000 25000 -8000 -3000 8000 28.6%
6 Daun Kemangi ikat 10000 4000 -10000 -6000 6000 60.0%
7 Daun Ketumbar kg 37000 20000 -37000 -17000 17000 45.9%
8 Daun Melinjo kg 12000 2000 6000 -10000 -6000 10000 83.3%
9 Daun Pisang Ikat 2500 1000 -2500 1500 60.0%
10 Daun Salam Ikat 4000 1000 500 -3000 -3500 3500 87.5%
11 Jagung Acar kg 17900 8000 -9900 9900 55.3%
12 Jagung Manis Kupas kg 9000 8000 8000 -1000 -1000 1000 11.1%
13 Jahe kg 21900 20000 12000 -1900 -9900 9900 45.2%
14 Jamur Putih kg 24000 30000 14000 6000 -10000 10000 41.7%
15 Jeruk Limo kg 33800 10000 20000 -23800 -13800 13800 40.8%
16 Kacang Panjang kg 12000 4000 -8000 8000 66.7%
17 Kangkung kg 7000 3000 7000 -4000 0 4000 57.1%
18 Kembang Kol kg 15450 14000 12000 -1450 -3450 3500 22.7%
19 Kol Putih kg 6950 6000 5000 -950 -1950 1950 28.1%
20 Kunyit kg 12000 4000 8000 -8000 -4000 4000 33.3%
21 Lengkuas kg 14850 12000 8000 -2850 -6850 6850 46.1%
22 Melinjo kg 12000 16000 5000 4000 -7000 7000 58.3%
23 Nangka Muda kg 8000 5000 6000 -3000 -2000 3000 37.5%
24 Sawi Putih kg 7900 8000 6000 100 ` 1900 24.1%
25 Tauge Panjang kg 8500 8000 6000 -500 -2500 2000 23.5%
26 Tempe Papan 5500 5000 4000 -500 -1500 1500 27.3%
27 Timun Lalap kg 5950 3000 5000 -2950 -950 2950 49.6%
28 Semangka kg 6400 6000 -400 400 6.3%
Rataan Selisih (%)
Beberapa item komoditi sayuran menujukan harga lebih rendah (murah) di pasar lokal Citeuruep dan Panimbang dibandingkan dengan harga di
supermarket
42.9%
Lampiran 9 Hasil analisis uji beda pendapatan per kapita menggunakan Fisher's exact test
pada responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung
Lesung
Tabulated statistics: Pendapatan Per Kapita (Garis Kemiskinan), Aktivitas di Pariwisata Using frequencies in F
Rows: Kemiskinan Columns: Aktivitas
T Y All
M 6 1 7
20.00 3.33 11.67
TM 24 29 53
80.00 96.67 88.33
All 30 30 60
100.00 100.00 100.00
Cell Contents: Count
% of Column
Fisher's exact test: P-Value = 0.102790
Lampiran 10 Hasil analisis uji beda tingkat pendidikan keluarga menggunakan Fisher's
exact test pada responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di pariwisata
Tanjung Lesung
Tabulated statistics: Tingkat Pendidikan, Aktivitas di Pariwisata Using frequencies in F
Rows: Tingkat Pendidikan Columns: Aktivitas
T Y All
Sedang 14 14 28
46.67 46.67 46.67
Tinggi 16 16 32
53.33 53.33 53.33
All 30 30 60
100.00 100.00 100.00
Cell Contents: Count
% of Column
Fisher's exact test: P-Value = 1
Lampiran 11 Hasil analisis uji beda tingkat kesehatan keluarga menggunakan Fisher's exact
test pada responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di pariwisata
Tanjung Lesung
Tabulated statistics: Tingkat Kesehatan, Aktivitas di Pariwisata Using frequencies in F
Rows: Tingkat Kesehatan Columns: Aktivitas
T Y All
Baik 20 27 47
66.67 90.00 78.33
Sedang 10 3 13
33.33 10.00 21.67
All 30 30 60
100.00 100.00 100.00
Cell Contents: Count
% of Column
Fisher's exact test: P-Value = 0.0574663
Lampiran 12 Hasil analisis uji beda kondisi rumah menggunakan Fisher's exact test pada
responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung
Lesung
Tabulated statistics: Kondisi Rumah, Aktivitas di Pariwisata Using frequencies in F
Rows: Kondisi Rumah Columns: Aktivitas
T Y All
Permanen 24 17 41
80.00 56.67 68.33
Semi Permanen 6 13 19
20.00 43.33 31.67
All 30 30 60
100.00 100.00 100.00
Cell Contents: Count
% of Column
Fisher's exact test: P-Value = 0.0946108
Lampiran 13 Hasil analisis uji beda fasilitas rumah menggunakan Fisher's exact test pada
responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung
Lesung Tabulated statistics: Fasilitas, Aktivitas di Pariwisata Using frequencies in F
Rows: Faslitas Columns: Aktivitas
T Y All
Lengkap 23 25 48
76.67 83.33 80.00
Semi Lengkap 7 5 12
23.33 16.67 20.00
All 30 30 60
100.00 100.00 100.00
Cell Contents: Count
% of Column
Fisher's exact test: P-Value = 0.748050
Lampiran 14
Karakteristik responden yang beraktivitas di kawasan wisata Tanjung Lesung
Kecamatan Panimbang
No Umur
(Th)
Tingkat
Pendidikan
(1=SD,
2=SMP
3=SMA,
4=PT)
Jumlah
AK
(Jiwa)
Pendapatan
RT/bulan (Rp)
Pendapatan
Perkapita/bulan
(Rp)
Pendapatan
RT/tahun
(Rp)
Pendapatan RT
perkapita/tahun
(Rp)
1 43 3 4 2.000.000 500.000 24.000.000 6.000.000
2 43 3 8 4.000.000 687.500 48.000.000 6.000.000
3 35 3 5 1.500.000 300.000 18.000.000 3.600.000
4 33 2 4 1.300.000 325.000 15.600.000 3.900.000
5 51 3 5 3.300.000 660.000 39.600.000 7.920.000
6 47 2 5 4.000.000 800.000 48.000.000 9.600.000
7 41 4 5 5.000.000 1.000.000 60.000.000 12.000.000
8 54 3 5 2.100.000 420.000 25.200.000 5.040.000
9 43 3 8 3.000.000 375.000 36.000.000 4.500.000
10 35 3 4 3.000.000 750.000 36.000.000 9.000.000
11 36 3 5 5.000.000 1.000.000 60.000.000 12.000.000
12 33 3 4 2.150.000 537.500 25.800.000 6.450.000
13 33 3 4 3.000.000 750.000 36.000.000 9.000.000
14 31 3 4 2.800.000 700.000 33.600.000 8.400.000
15 30 4 3 1.400.000 466.666 16.800.000 5.600.000
16 24 3 2 1.280.000 640.000 15.360.000 7.680.000
17 39 3 5 3.000.000 600.000 36.000.000 7.200.000
18 30 3 3 1.600.000 533.333 19.200.000 6.400.000
19 38 4 5 4.000.000 800.000 48.000.000 9.600.000
20 39 3 5 2.900.000 580.000 34.800.000 6.960.000
21 35 1 6 500.000 83.333 6.000.000 1.000.000
22 27 3 5 2.700.000 540.000 32.400.000 6.480.000
23 40 3 4 3.500.000 875.000 42.000.000 10.500.000
24 33 2 4 3.000.000 750.000 36.000.000 9.000.000
25 35 3 2 4.600.000 2.300.000 55.200.000 27.600.000
26 34 3 5 1.700.000 340.000 20.400.000 4.080.000
27 37 3 6 3.100.000 516.666 37.200.000 6.200.000
28 48 3 3 1.095.000 866.667 13.140.000 4.380.000
29 44 3 5 2.600.000 520.000 31.200.000 6.240.000
30 37 3 3 2.600.000 866.666 31.200.000 10.400.000
Jlh 1128 88 136 81.725.000 20.083.331 980.700.000 23.2730.000
Rataan 37,8 2,9 4,6 2.724.166 669.444 32.690.000 77.57.666
Lampiran 15 Karakteristik responden yang tidak beraktivitas di kawasan wisata Tanjung
Lesung Kecamatan Panimbang
No Umur
(Th)
Tingkat
Pendidikan
(1=SD,
2=SMP
3=SMA,
4=PT)
Jumlah
AK
(Jiwa)
Pendapatan
RT/bulan (Rp)
Pendapatan
Perkapita/bulan
(Rp)
Pendapatan
RT/tahun (Rp)
Pendapatan RT
perkapita/tahun
(Rp)
1 48 3 6 3.500.000 583.333 42.000.000 7.000.000
2 35 3 6 1.200.000 200.000 14.400.000 2.400.000
3 35 3 2 4.750.000 2.375.000 57.000.000 28.500.000
4 63 1 8 615.000 76.875 7.380.000 922.500
5 40 2 5 3.000.000 700.000 36.000.000 7.200.000
6 53 4 4 2.000.000 500.000 24.000.000 6.000.000
7 30 3 2 6.000.000 3.000.000 72,000,000 36.000.000
8 45 3 7 3.500.000 500.000 42.000.000 6.000.000
9 35 4 4 4.500.000 1.125.000 54,000,000 13.500.000
10 42 3 6 1.950.000 325.000 23.400.000 3.900.000
11 33 3 3 2.000.000 666.666 24.000.000 8.000.000
12 40 3 6 600.000 100.000 7.200.000 1.200.000
13 43 4 4 3.000.000 750.000 36.000.000 9.000.000
14 45 3 5 4.000.000 800.000 48.000.000 9.600.000
15 54 4 5 10.000.000 2.000.000 120.000.000 24.000.000
16 29 3 4 2.700.000 675.000 32,400,000 8.100.000
17 37 3 3 3.000.000 1,000,000 36.000.000 12.000.000
18 55 3 7 6.000.000 857.142 72.000.000 10.285.714
19 56 2 6 900.000 150.000 10.800.000 1.800.000
20 37 3 5 600.000 120.000 7.200.000 1.440.000
21 35 2 4 1.300.000 325.000 15.600.000 3.900.000
22 30 3 2 700.000 350.000 8.400.000 4.200.000
23 67 1 5 2.000.000 400.000 24.000.000 4.800.000
24 54 2 5 2.000.000 400.000 24.000.000 4.800.000
25 48 2 4 2.500.000 625.000 30.000.000 7.500.000
26 44 2 7 2.400.000 342.857 28.800.000 4,114,286
27 45 3 5 950.000 190.000 11.400.000 2.280.000
28 53 2 6 3.700.000 616.666 44.400.000 7.400.000
29 52 2 4 1.800.000 450.000 21.600.000 5,400,000
30 50 4 3 900.000 300.000 10.800.000 3.600.000
Jlh 1333 83 143 8.206.500 20.503.539 984.780.000 244.842.500
Rataan 44,5 2,7 4,7 2.734.500 683.451 32.826.000 8.161.416
Lampiran 16 Indikator pengukuran tingkat kesejahteraan rumahtangga yang beraktivitas di kawasan wisata Tanjung Lesung
No
Pedapatan
Perkapita
(Rp/bulan)
Skor
Kondisi
Pendidikan
Keluarga (%)
Skor
Kondisi
Kesehatan
Keluarga (%)
Skor
Nilai
Kondisi
Rumah
Skor
Nilai
Fasilitas
Rumah
Skor Total Skor Jenjang
Kesejahteraan
1 500000 2 50% 2 0% 3 10 2 23 3 12 Sedang
2 687500 2 33% 2 25% 3 12 3 23 3 13 Sedang
3 300000 2 60% 2 20% 3 11 3 21 3 13 Tinggi
4 325000 2 50% 2 25% 3 11 3 23 3 13 Tinggi
5 660000 2 60% 2 20% 3 9 2 22 3 12 Sedang
6 800000 2 60% 2 20% 3 9 2 20 3 12 Sedang
7 1000000 2 60% 2 20% 3 12 3 23 3 13 Tinggi
8 420000 2 80% 3 0% 3 12 3 24 3 14 Tinggi
9 375000 2 62% 3 0% 3 12 3 23 3 14 Tinggi
10 750000 2 75% 3 25% 3 12 3 23 3 14 Tinggi
11 1000000 2 60% 3 0% 3 12 3 24 3 14 Tinggi
12 537500 2 50% 2 0% 3 9 2 17 2 11 Sedang
13 750000 2 50% 2 25% 3 9 2 22 3 12 Sedang
14 700000 2 75% 3 0% 3 12 3 21 3 14 Tinggi
15 466667 2 66% 3 33% 3 12 3 21 3 14 Tinggi
16 640000 2 100% 3 0% 3 10 2 24 3 13 Tinggi
17 600000 2 40% 2 0% 3 10 2 20 3 12 Sedang
18 533333 2 66% 3 67% 2 8 2 17 2 11 Sedang
19 800000 2 80% 3 0% 3 10 2 24 3 13 Tinggi
20 580000 2 40% 2 40% 3 9 2 17 2 11 Sedang
21 83333 1 50% 2 0% 3 10 2 19 2 10 Sedang
22 540000 2 40% 2 0% 3 12 3 24 3 13 Tinggi
23 875000 2 75% 3 25% 3 12 3 23 3 14 Tinggi
24 750000 2 50% 2 0% 3 12 3 22 3 13 Tinggi
25 2300000 2 50% 2 0% 3 9 2 19 2 11 Sedang
26 340000 2 40% 2 40% 3 12 3 24 3 13 Tinggi
27 516667 2 50% 2 0% 3 12 3 24 3 13 Tinggi
28 866667 2 33% 2 33% 2 10 2 24 3 11 Sedang
29 520000 2 60% 2 0% 3 12 3 24 3 13 Tinggi
30 866667 2 33% 2 0% 3 12 3 24 3 13 Tinggi
Lampiran 17 Indikator pengukuran tingkat kesejahteraan rumahtangga yang tidak beraktivitas di kawasan wisata Tanjung
Lesung
No
Pedapatan
Perkapita
(Rp/bulan)
Skor
Kondisi
Pendidikan
Keluarga (%)
Skor
Kondisi
Kesehatan
Keluarga (%)
Skor
Nilai
Kondisi
Rumah
Skor
Nilai
Fasilitas
Rumah
Skor Total
Skor
Jenjang
Kesejahteraan
1 583333 2 33% 2 17% 3 12 3 22 3 13 Tinggi
2 200000 1 50% 2 17% 3 4 1 14 2 9 Sedang
3 2375000 2 100% 3 0% 3 12 3 22 3 14 Tinggi
4 76875 1 50% 2 25% 3 4 1 14 2 9 Sedang
5 700000 2 40% 2 0% 3 12 3 22 3 13 Tinggi
6 500000 2 75% 3 25% 3 12 3 23 3 14 Tinggi
7 3000000 2 100% 3 50% 3 12 3 22 3 14 Tinggi
8 500000 2 57% 2 14% 3 12 3 23 3 13 Tinggi
9 1125000 2 75% 2 0% 3 12 3 23 3 13 Tinggi
10 325000 2 50% 2 17% 3 10 2 18 2 11 Sedang
11 666667 2 66% 3 33% 2 10 2 20 3 12 Sedang
12 100000 1 50% 2 0% 3 9 2 20 3 11 Sedang
13 750000 2 50% 2 0% 3 12 3 23 3 13 Tinggi
14 800000 2 40% 2 0% 3 12 3 23 3 13 Tinggi
15 2000000 2 60% 2 20% 3 12 3 24 3 13 Tinggi
16 675000 2 50% 2 0% 3 12 3 20 3 13 Tinggi
17 1000000 2 66% 3 0% 3 12 3 21 3 14 Tinggi
18 857143 2 71% 3 14% 3 12 3 23 3 14 Tinggi
19 150000 1 33% 2 0% 3 12 3 11 1 10 Sedang
20 120000 1 40% 2 20% 3 12 3 20 3 12 Sedang
21 325000 2 50% 2 0% 3 12 3 17 2 12 Sedang
22 350000 2 100% 2 0% 3 12 3 20 3 13 Tinggi
23 400000 2 40% 2 0% 3 9 2 19 2 11 Sedang
24 400000 2 60% 2 40% 3 12 3 24 3 13 Tinggi
25 625000 2 50% 2 25% 3 12 3 24 3 13 Tinggi
26 342857 2 42% 2 14% 3 12 3 16 2 12 Sedang
27 190000 1 40% 2 40% 2 11 3 21 3 11 Sedang
28 616667 2 66% 3 0% 3 12 3 23 3 14 Tinggi
29 450000 2 75% 2 0% 3 12 3 24 3 13 Tinggi
30 300000 2 33% 2 0% 3 12 3 24 3 13 Tinggi
Lampiran 18 Hasil analisis perbedaan pendapatan responden yang beraktivitas dan tidak
beraktivitas di pariwisata dengan analisis uji Mann-Whitney
Ranks
Wisata N Mean Rank Sum of Ranks
Pendapatan (Rp) 0 = Tidak beraktivitas di pariwisata 30 28,67 860,00
1 = Beraktivitas di pariwisata 30 32,33 970,00
Total 60
Test Statisticsa
Pendapatan per Kapita_(Rp)
Mann-Whitney U 395.500
Wilcoxon W 860.000
Z -0,815
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,415
a. Grouping Variable: wisata
Lampiran 19 Hasil analisis regresi linier berganda pada responden yang beraktivitas dan tidak berkativitas di pariwisata Tanjung Lesung
Kecamatan Panimbang
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
Durbin-
Watson
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .614a .377 .279 457328.862 .377 3.855 8 51 .001 1.912
a. Predictors: (Constant), D_Partispsi, D_PS, D_Jauh, Tangg_kel, Pnddikn_KK, D_PU_Dagang, D_Lok_sdng, D_PU_Jasa
b. Dependent Variable: Income_Kel
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 6.451E12 8 8.063E11 3.855 .001a
Residual 1.067E13 51 2.091E11
Total 1.712E13 59
a. Predictors: (Constant), D_Partispsi, D_PS, D_Jauh, Tangg_kel, Pnddikn_KK,
D_PU_Dagang, D_Lok_sdng, D_PU_Jasa
b. Dependent Variable: Income_Per Kapita Keluarga
Lampiran 20 Hasil analisis regresi linier berganda pada responden yang beraktivitas dan tidak berkativitas di pariwisata Tanjung Lesung
Kecamatan Panimbang (lanjutan)
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Correlations Collinearity Statistics
B Std. Error Beta
Zero-
order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) 854883.100 482127.875 1.773 .082
Pnddikn_KK 113148.455 98270.117 .149 1.151 .255 .285 .159 .127 .730 1.369
Tangg_kel -166408.825 43611.578 -.454 -3.816 .000 -.459 -.471 -.422 .861 1.161
D_Usaha_Jasa -167053.234 209191.175 -.147 -.799 .428 .031 -.111 -.088 .358 2.790
D_Usaha_Dagang -212634.728 243428.243 -.154 -.874 .386 -.226 -.121 -.097 .393 2.545
D_Pekerjaan
Sampingan
325672.684 150433.122 .251 2.165 .035 .215 .290 .239 .908 1.102
D_Loksi_sedang 237219.095 189984.331 .196 1.249 .218 -.033 .172 .138 .494 2.025
D_Lokasi_Jauh 291382.160 179225.223 .273 1.626 .110 .167 .222 .180 .434 2.304
D_Partispsi di
Pariwisata
-78997.055 149961.652 -.074 -.527 .601 -.037 -.074 -.058 .621 1.611
a. Dependent Variable: Income_Per Kapita Keluarga
Lampiran 21 Peubah-peubah yang diuji dengan menggunakan analisis regresi berganda terhadap
responden yang beraktivitas dan tidak beraktivitas di pariwisata Tanjung Lesung
Kecamatan Panimbang
No Penidikan
KK
D_Lokasi
Jauh
D_Lokasi
Sedang Partisipasi
Tanggungan
Keluarga D_Jasa D_Dagang
D_Pekej_
Smpingan
Pendapat
an
1 3 1 0 0 6 1 0 0 583333
2 3 1 0 0 6 1 0 1 200000
3 3 1 0 0 2 1 0 1 2375000
4 1 1 0 0 8 0 1 1 76875
5 2 1 0 0 5 0 0 1 700000
6 4 1 0 0 4 1 0 0 500000
7 3 1 0 0 2 0 0 1 3000000
8 3 1 0 0 7 0 0 1 500000
9 4 1 0 0 4 1 0 1 1125000
10 3 1 0 0 6 0 0 1 325000
11 3 1 0 0 3 0 0 1 666667
12 3 1 0 0 6 0 0 0 100000
13 4 1 0 0 4 1 0 1 750000
14 3 1 0 0 5 0 0 1 800000
15 4 1 0 0 5 0 0 1 2000000
16 3 0 0 0 4 0 1 1 675000
17 3 0 0 0 3 0 1 1 1000000
18 3 0 0 0 7 0 1 1 857143
19 2 0 0 0 6 0 1 0 150000
20 3 0 0 0 5 0 1 1 120000
21 2 0 0 0 4 0 0 1 325000
22 3 0 0 0 2 0 1 1 350000
23 1 0 1 0 5 0 1 0 400000
24 2 0 1 0 5 1 0 1 400000
25 2 0 1 0 4 0 1 1 625000
26 2 0 1 0 7 1 0 1 342857
27 3 0 1 0 5 1 0 1 190000
28 2 0 1 0 6 1 0 1 616667
29 2 0 1 0 4 1 0 0 450000
30 4 0 1 1 3 0 1 0 300000
31 3 1 0 1 4 1 0 0 500000
32 3 1 0 1 8 1 0 1 687500
33 3 1 0 1 5 1 0 1 300000
34 2 1 0 1 4 1 0 1 325000
35 3 1 0 1 5 1 0 1 660000
36 2 1 0 1 5 1 0 1 800000
37 4 1 0 1 5 1 0 0 1000000
38 3 1 0 1 5 1 0 0 420000
39 3 1 0 1 8 1 0 1 375000
40 3 1 0 1 4 1 0 1 750000
41 3 1 0 1 5 1 0 1 1000000
42 3 1 0 1 4 1 0 1 537500
43 3 1 0 1 4 1 0 1 750000
44 3 1 0 1 4 1 0 1 700000
45 4 1 0 1 3 1 0 0 466667
46 3 0 0 1 2 1 0 1 640000
47 3 0 0 1 5 1 0 1 600000
48 3 0 0 1 3 1 0 1 533333
49 4 0 0 1 5 1 0 1 800000
50 3 0 0 1 5 1 0 1 580000
No Penidikan
KK
D_Lokasi
Jauh
D_Lokasi
Sedang
Partisipasi
di
Pariwisata
Tanggungan
Keluarga D_Jasa D_Dagang
D_Pekej_
Sampingan Pendapat
an
51 1 0 0 1 6 0 1 1 83333
52 3 0 0 1 5 1 0 1 540000
53 3 0 1 1 4 1 0 1 875000
54 2 0 1 1 4 1 0 0 750000
55 3 0 1 1 2 1 0 1 2300000
56 3 0 1 1 5 1 0 0 340000
57 3 0 1 1 6 1 0 1 516667
58 3 0 1 1 3 1 0 1 866667
59 3 0 1 1 5 1 0 1 520000
60 3 0 1 1 3 1 0 1 866667