Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)
Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 213
KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - KAYU KELAPA
TERHADAP GAYA TARIK DAN TEKAN
Nor Intang Setyo H.1, Bagyo Mulyono
2 dan Yanuar Haryanto
3
1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto
Email: [email protected] 2Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto
Email: [email protected] 3Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto
Email: [email protected]
ABSTRAK
Teknologi kayu laminasi (glulam) dikembangkan dalam upaya mencari solusi untuk mengatasi
kelangkaaan kayu mutu mutu tinggi dan dimensi besar. kan kayu gergajian yang utuh (solid).
Alternatif solusi lain adalah upaya menggantikan kayu dengan bambu dan kayu kelapa (lazimnya
bukan termasuk kayu). Ketersedian bambu dan glugu, serta bambu mempunyai pertumbuhan yang
sangat cepat 3 - 5 tahun sedangkan kayu hutan yang baru siap tebang dengan kualitas baik setelah
berumur 40 - 50 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana kekuatan kayu
laminasi bambu-glugu terhadap gaya aksial serta menentukan struktur batang terbaik dari berbagai
variasi batang laminasi. Digunakan bambu petung dan kayu glugu untuk penyusun batang laminasi
dengan variasi jumlah (persentase) lapisan bahan penyusun menjadi 2 tipe, yaitu tipe 1 : bambu
ditempatkan pada bagian tepi (face) dan glugu sebagai bagian inti (core), dan tipe 2 : lapisan bambu
diletakkan pada bagian dalam (core) dan glugu pada bagain tepi (face). Variasi jumlah lapisan
bagian luar/tepi (face) untuk masing-masing tipe batang komposit/laminasi yaitu untuk bambu dan
glugu sebesar 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% terhadap luas total batang komposit. Untuk
mendapatkan jumlah perekat terlabur optimal dilakukan uji pendahuluan terhadap kuat geser perekat
dengan variasi 40/MDGL, 50/MDGL, dan 60/MDGL, dimana hasil uji blok geser diperoleh yang
terbaik adalah 50/MDGL. Hasil pengujian tekan menunjukkan batang laminasi tipe 2 (RGB) lebih
baik dibandingkan batang laminasi tipe 1 (RBB). Sedangkan berdasarkan hasil pengujian tarik
menunjukkan batang RBB lebih baik dibandingkan batang RGB. Apabila ditinjau faktor tegangan,
kekakuan, dan pola kerusakan yang terjadi, dapat disimpulkan secara umum batang laminasi tipe 2
(RGB) lebih baik dibandingkan batang tipe 1 (RBB).
Kata kunci : komposit, bambu, glugu, tarik, tekan
1. PENDAHULUAN
Indonesia adalah sebuah negara penghasil kayu tropika yang utama di dunia selain Malaysia, Thailand dan Burma.
Salah satu kelemahan kayu hutan tanaman bila digunakan sebagai kayu pertukangan adalah ketidakmampuannya
menghasilkan papan atau balok berukuran besar seperti pada kayu hutan alam. Hal ini karena doloknya berdiameter
kecil dan adanya tegangan tumbuh sehingga mudah mengalami pecah dan atau retak pada saat penggergajian dan
pengeringan (Hadjib dan Rachman, 2008). Kelangkaan bahan kayu bermutu dewasa ini memaksa kita untuk
menemukan alternatif bahan penggati dalam upaya mencari solusinya. Pengembangan struktur kayu laminasi
(glulam) merupakan salah satu pemecahannya. Di beberapa negara maju, konstruksi glulam dikembangkan menjadi
beberapa produk dan bentuk, seperti balok kayu laminasi (glulam beams), kayu lengkung laminasi (bend wood),
Stress Laminated Timber (SLT), Laminated Veneer Lumbre (LVL), serta produk perekatan lainnya. Bahkan struktur
glulam telah diaplikasikan pada struktur jembatan, rangka atap, dan bangunan gedung.
Glulam mempunyai kelebihan dibandingkan kayu gergajian yang utuh (solid). Glulam mempunyai kekuatan yang
melebihi kayu solid, deformasi yang terjadi lebih kecil, disamping itu kayu mutu rendah (lower grade) dapat
dimanfaatkan pada daerah tegangan rendah sehingga penggunaan kayu lebih efisien. Struktur glulam dapat dibentuk
sesuai keinginan dan jenis penggunaan. Selain kayu, bambu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan.
Bambu mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, berbeda dengan pohon kayu hutan yang baru siap tebang
dengan kualitas baik setelah berumur 40 - 50 tahun, maka bambu dengan kualitas prima dapat diperoleh hanya pada
umur 3 - 5 tahun. Bambu mempunyai kekuatan cukup tinggi, kuat tariknya dapat dipersaingkan dengan baja.
Nor Intang Setyo H, Bagyo Mulyono dan Yanuar Haryanto
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 214
Sekalipun demikian kekuatan bambu yang tinggi ini belum dimanfaatkan dengan baik karena biasanya batang-
batang struktur bambu dirangkaikan dengan pasak atau tali yang kekuatannya rendah (Morisco, 2007).
Sampai saat ini, penggunaan bambu di bidang konstruksi masih sangat terbatas dan hanya digunakan pada
konstruksi ringan. Perkembangan penggunaan bambu di bidang konstruksi relatif masih sangat kecil. Dengan
adanya teknologi laminasi, diharapkan pemanfaatan bambu dapat diperluas di bidang struktur (Basuki dan Widodo,
2005). Bila jenis kayu laminasi dan bambu dimanfaatkan secara bersama sebagai bahan komposit, maka diharapkan
dapat menghemat penggunaan kayu kualitas tinggi dan biaya yang dikeluarkan lebih murah.
Seperti telah diketahui bersama bahwa kelangkaan bahan kayu dewasa ini memaksa kita untuk menemukan
alternatif bahan penggati dan mencari solusinya. Pengembangan struktur kayu laminasi (glulam) merupakan salah
satu pemecahannya. Struktur batang komposit dikembangkan dari bahan lapisan bambu petung dan kayu glugu
menjadi sistem batang sisip (sandwich). Bambu petung dipilih karena jenis bambu ini banyak digunakan untuk
bahan bangunan (perumahan dan jembatan), peralatan memasak, bahkan juga untuk penampung air (Sonjaya, 2008).
Bambu petung juga memiliki daging yang tebal sehingga dapat dibuat menjadi bilah bambu yang tebal. Sedangkan
kayu kelapa (glugu) dipilih karena banyak tersedia dan mudah didapat di Indonesia serta dengan harga yang
terjangkau. Konstruksi struktur sandwich (structural sandwich construction) adalah konstruksi kayu laminasi yang
terdiri dari dua lapisan tepi/luar (face) dan satu lapisan dalam/inti (core) (Anonim, 1999).
Biasanya untuk pengujian kekuatan lentur laminasi, benda uji berupa bagian luar yang lebih tipis dengan bahan
lebih kuat daripada bahan pada lapisan dalam/inti. Pada bagian inti struktur sandwich terbuat dari kayu dengan
kerapatan lebih rendah dibandingkan dengan bagian luarnya. Konstruksi kayu berlapis (sandwich) ini juga lebih
ekonomis bila ditinjau dari harga bahan penyusunya. Karena apabila konstruksi batang kayu di atas digunakan
material tepi semua yang mutunya lebih baik, maka akan relalif lebih mahal harganya apabila jika kita gunakan
material pengisi yang lebih rendah mutunya. Konstruksi sandwich dapat diaplikasikan pada struktur balok, kolom
atau balok-kolom (beam-column). Pemanfaatannya akan lebih efisien dan efektif karena batang tersebut apabila
menerima tegangan lentur (pada balok) maka bagian tepi luar (face) akan mendukung tegangan yang lebih besar
daripada bagian inti (core). Demikian pula halnya bila konstruksi sandwich tersebut menerima tekan (pada kolom),
maka kekakuan kolom akan lebih baik apabila dibandingkan dengan bahan yang mutunya sama dengan mutu bagian
inti semua. Nilai modulus elastistas maupun modulus geser pada bagian inti lebih rendah dibandingkan dengan
bagian tepi luar (face). Sehingga menyebabkan peningkatan defleksi pada balok akibat lentur dan penurunan beban
tekuk pada kolom. Pada kolom, konstruksi sandwich akan mengalami kagagalan tekuk (bukling), geser (shear),
rusak kerut akibat inti (dimpling) maupun pada akibat bahan tepi luar (wrinkling) (Anonim, 1999).
2. METODE PENELITIAN
Bahan dan peralatan penelitian
Bahan utama penelitian : bambu petung (Dencrocalamus asper), kayu kelapa (glugu), dan perekat Urea
Formaldehida (UF). Peralatan utama penelitian : mesin penyerut kayu (planner), mesin gergaji kayu (circular panel
saw), mesin pembelah listrik, alat kempa hidrolis, mesin UTM (Universal Testing Machine), Compaction Test
Machine, jangka sorong, Moisture Meter (MC), oven merk, dan alat-alat pelengkap proses laminasi lainnya.
Benda uji
Benda uji dibagi menjadi dua katagori, yaitu : benda uji pendahuluan dan benda uji utama. Benda uji pendahuluan
terdiri dari sifat fisika dan mekanika kayu dan bambu utuh. Benda uji utama berupa batang komposit/laminasi
bambu-glugu yang dibuat bentuk seperti ’sandwich’ dengan 2 (dua) tipe variasi. Variasi 1 (satu) bambu sebagai
bagian tepi (face) dan glugu sebagai bagian inti (core), sedangan variasi 2 (dua) bambu diletakkan pada bagian
dalam (core) dan glugu pada bagain tepi (face). Variasi jumlah lapisan bagian luar/tepi (face) untuk masing-masing
tipe batang komposit/laminasi yaitu untuk bambu dan glugu sebesar 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% terhadap luas
total batang komposit. Bentuk dan ukuran variasi benda uji batang komposit dapat dilihat Tabel 1 dan Gambar 1.
Tabel 1. Variasi benda uji batang komposit
Kode Batang
(tipe I)
Persentase
Bambu
Persentase
Glugu
Kode Batang
(tipe II)
Persentase
Bambu
Persentase
Glugu
RBB.0 0 % 100 % RGB.0 100 % 0 %
RBB.25 25 % 75 % RGB.25 75 % 25 %
RBB.50 50 % 50 % RGB.50 50 % 50 %
RBB.75 75 % 25 % RGB.75 25 % 25 %
RBB.100 100 % 0 % RGB.100 0 % 100 % Ukuran penampang 60 mm x 120 mm
Kapasitas Batang Laminasi Bambu Petung - Kayu Kelapa Terhadap Gaya Tarik Dan Tekan
S - 215
a) Penampang batang komposit tipe 1, lapisan bambu di tepi luar
b) Penampang batang komposit tipe 2, lapisan bambu di dalam
Gambar 1. Penampang batang komposit bamboo petung - glugu
Tahapan penelitian
1. Tahap persiapan bahan baku
2. Tahap pembuatan benda uji pendahuluan
3. Pengujian pendahuluan
4. Pembuatan benda uji laminasi (glulam) bambu-glugu
- Pembuatan layer-layer bambu
- Pembuatan batang bambu laminasi
- Pembuatan batang komposit bambu-glugu
5. Pengujian tekan dan tarik batang laminasi bambu-glugu
Seting up pengujian tekan dapat dilihat pada Gambar 2 dan pengujian tarik pada Gambar 3.
Keterangan :
1. Beban Tekan Statik Sentris (P)
2. Klem Penjepit Batang (untuk
pegangan dial gauge)
3. Batang Komposit
4. Dial gauge
Gambar 2. Setting up pengujian tekan batang komposit laminasi
Gambar 3 Setting up pengujian tarik batang komposit laminasi
Glugu 0% Glugu 25% Glugu 50% Glugu 75% Glugu 100%
Variasi batang tipe II
Bambu 0% Bambu 25% Bambu 50% Bambu 75% Bambu 100%
b
h
Variasi batang tipe I
= bambu = gluglu
2 4
1
3
P
P P
Dial gauge
Nor Intang Setyo H, Bagyo Mulyono dan Yanuar Haryanto
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 216
Analisa data
Data yang diperoleh dari pengujian dianalisis dan dibahas dengan teori-teori yang ada dalam tinjauan pustaka sesuai
dengan parameter karakteristik batang akibat gaya aksial.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeriksaan bahan bambu petung dan kayu glugu Kadar air pada sampel benda uji bambu petung yang diamati berkisar antara 9,37% sampai dengan 11,43%, dengan
kadar air rata-rata 9,96%. Kadar air pada sampel benda uji glugu menunjukkan angka berkisar antara 9,26% sampai
dengan 12,90%, dengan kadar air rata-rata glugu diperoleh sebesar 11,34%. Hal ini berarti kadar air benda uji telah
mencapai kadar air yang diinginkan yakni kadar air keseimbangan atau kadar air kering udara di mana kadar air
kering udara di Indonesia berkisar antara 12% sampai 20% (Anonim, 1961). Kerapatan sampel bambu petung yang
belum diolah, tercatat kerapatan berkisar antara 0,73 gr/mm3 sampai dengan 0,82 gr/mm
3, atau rata-rata kerapatan
bambu adalah sebesar 0,79 gr/mm3. Pada glugu yang diamati kerapatan berkisar antara 0,71 gr/mm
3 sampai dengan
0,75 t/m3 dengan nilai rata-rata sebesar 0,73 gr/mm
3. Kerapatan bambu petung lebih tinggi daripada kayu glugu.
Kekuatan tekan baik arah tegak lurus maupun sejajar serat, bambu petung menunjukkan kekuatan yang lebih baik
daripada glugu. Kekuatan tekan arah tegak lurus serat bambu petung mencapai 20,80 MPa atau sebesar 31,31%
lebih besar dari kekuatan glugu untuk pengujian yang sama, sedangkan untuk arah sejajar serat sebesar 59,36 MPa
lebih besar 26,22% daripada kuat tekan sejajar serat glugu. Kuat geser bambu petung sebesar 14,30 MPa
memperlihatkan kekuatan yang 11,56% lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan geser glugu, yaitu sebesar 16,17
MPa. Sehingga bambu petung lebih lemah dalam menahan gaya geser daripada kayu glugu. Dengan kombinasi
kedua jenis bahan (petung dan glugu) diharapkan kekuatan batang komposit laminasi lebih meningkat.
Kekuatan tekan batang komposit (laminasi) bambu-glugu
a. Tegangan tekan batang komposit bambu-glugu Nilai tegangan tekan batang laminasi ditentukan dari hasil pengujian dengan prinsip hitungan penampang
transformasi batang komposit (Gere dan Timoshenko, 1996). Nilai tegangan tekan batang laminasi disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Tegangan tekan rata-rata batang laminasi bambu-glugu
BATANG LAMINASI TIPE 1 BATANG LAMINASI TIPE 2 NO.
Kode Sampel Tegangan (MPa) Kode Sampel Tegangan (MPa)
1 RBB.0 24,059 RGB.100 23,894
2 RBB.25 30,392 RGB.75 29,483
3 RBB.50 27,152 RGB.50 31,210
4 RBB.75 35,425 RGB.25 49,657
5 RBB.100 47,101 RGB.0 47,427
Ket : RBB.0 = RGB.100 dan RBB.100 = RGB.0
Tampak pada Tabel 2, tegangan normal tekan batang komposit (RBB) meningkat dari RBB.0 sampai RBB.25, yaitu
berturut-turut sebesar : 24,059 MPa; dan 30,392 MPa, namun pada RBB.50 nilai tegangan turun sedikit dan
meningkat lagi sampai RBB.100, yaitu berturut-turut sebesar : 27,152 MPa; 35,425 MPa; dan 47,101 MPa. Pada
RBB.50 dan RBB.75 seharusnya nilai tegangan dapat lebih tinggi dimungkinkan karena benda uji sudah cacat
sebelum diuji tekan. Cacat yang dimaksud adalah ada sebagian batang laminasi yang lapisan perekatnya kurang
sempurna antara bambu dan glugu. Perilaku hampir serupa untuk batang komposit RGB (lapisan kayu glugu di
luar), dimana tampak pada Gambar 8a tegangan normal tekan batang komposit meningkat dari RGB.0 sampai
RGB.25, yaitu berturut-turut sebesar : 47,427 MPa; dan 49,657 MPa, namun pada G.50 nilai tegangan terus turun
sampai G.100, yaitu berturut-turut sebesar 31,210 MPa; 29,483 MPa; dan 23,894 MPa. Dari hasil analisis ini, dapat
dikatakan bahwa penambahan jumlah glugu dengan rasio lebih dari 25% terhadap balok komposit (laminasi) sudah
tidak efisien lagi, karena tidak meningkatkan kapasitas balok tersebut.
Perbandingan tegangan tekan untuk batang RBB.50 vs RGB.50 dan RBB.75 vs RGB.25, nilainya lebih besar
RGB.50 dan RGB.25, berturut-turut peningkatannya sekitar 12,9% dan 28,7%. Secara umum jika dibandingkan
tegangan tekan antara batang laminasi tipe 1 (RBB) dan batang laminasi tipe 2 (RGB), maka hasilnya lebih besar
batang laminasi tipe 2 (RGB), dengan peningkatan sekitar 9,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa batang laminasi
dengan penempatan bambu pada sisi dalam (sisip) hasil pengujian tekan lebih baik dibandingkan dengan bambu
diletakkan disisi terluar.
Kapasitas Batang Laminasi Bambu Petung - Kayu Kelapa Terhadap Gaya Tarik Dan Tekan
S - 217
b. Modulus Elastisitas (MOE) tekan batang komposit
Nilai kekakuan batang laminasi ditentukan oleh besar MOE. Nilai MOE tekan batang laminasi disajikan pada
Gambar 4. Tampak pada Gambar 4, nilai MOE batang RBB dan RGB semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah lapisan bambu. Sehingga dapat dikatakan bambu dapat meningkatkan kekakuan batang
komposit disamping tegangan yang semakin meningkat.
a) Grafik MOE - RBB
b) Grafik MOE - RGB
Gambar 4. Grafik hubungan MOE terhadap batang komposit (RBB dan RGB)
c. Kerusakan Tekan Batang Komposit
Kerusakan yang terjadi pada pengujian tekan batang komposit laminasi secara garis besar dibedakan menjadi rusak
tekuk (bukling), geser (shear), rusak lepas perekat antar lapisan atau rusak kerut akibat bahan inti (dimpling)
maupun pada akibat bahan tepi luar (wrinkling). Tipe kerusakan batang akibat beban tekan diperlihatkan pada
Gambar 5 (untuk batang RBB) dan Gambar 6 (untuk RGB).
RBB.0 RBB.25 RBB.50 RBB.75 RBB.100
Gambar 5. Tipe kerusakan tekan pada batang komposit RBB
Pada batang komposit RBB.0, kerusakan yang terjadi adalah rusak geser dan sedikit rusak lepas perekat antar
lapisan glugu. Hasil ini sesuai dengan prediksi dan sangat mirip dengan pola keruntuhan tekan pada pengujian
pendahuluan glugu utuh, yaitu dominan rusak geser. Untuk benda uji batang komposit RBB.25 secara umum
mempunyai kerusakan gabungan antara rusak geser dan rusak lepas laminasi antara bambu dan glugu. Pada RBB.50
kerusakan yang terjadi adalah rusak geser. Untuk batang RBB75, karena ada satu batang yang cacat awal (RBB.75-
1), kerusakan yang terjadi berupa rusak geser pada lapisan tepi (bambu) dan rusak lepas perekat pada tepi layer
bamboo, sedangkan yang lainnya terjadi rusak geser hanya pada lapisan bambu. Hal ini membuktikan bahwa kuat
geser bambu lebih kecil dari pada kuat geser glugu, seperti pada uji pendahuluan bambu dan glugu utuh. Sedangkan
pada RBB.100 semua benda uji kerusakan dominan yang terjadi yaitu berupa rusak geser yang melintang dari tepi
lapisan sampai tengah bentang dan sedikit rusak kerut.
Pada batang komposit RGB.0 semua benda uji kerusakan dominan yang terjadi yaitu berupa rusak geser yang
melintang dari tepi lapisan sampai tengah bentang. Pada batang komposit RGB.25 kerusakan yang terjadi berupa
Nor Intang Setyo H, Bagyo Mulyono dan Yanuar Haryanto
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 218
rusak geser pada bagian tengah batang. Batang RGB.50 mengalami kerusakan berupa rusak geser pada bagian
samping, yaitu pada lapisan glugu. Untuk batang komposit RGB.75 mempunyai kerusakan berupa rusak geser.
Pada batang komposit RGB.100 adalah sama dengan batang RBB.0. Sama halnya dengan batang RBB, kerusakan
batang RGB sesuai dengan prediksi pola keruntuhan tekan, yaitu dominan rusak geser. Hampir sluruh kerusakan
yang terjadi pada batang laminasi glugu-bambu RGB terjadi pada lapisan kayu glugu.
RGB.0 RGB.25 RGB.50 RGB.75 RGB.100
Gambar 6. Tipe kerusakan tekan pada batang komposit RGB
Kekuatant tarik batang komposit (laminasi) bambu-glugu
a. Tegangan tarik batang komposit bambu-glugu
Pelaksanaan pengujian tarik pada batang komposit relatif lebih sulit dibandingka uji tekan. Pada pengujian tarik
perlu diciptakan alat bantu untuk memegang benda uji saat ditarik, dimana hal ini mengalami kesulitan karena benda
uji yang cukup besar. Pada saat pelaksanaan uji tarik terjadi beberapa kegagalan, dimana runtuh terjadi buka pada
daerah uji tetapi pada bagian yang dipegang (dukung) berupa sobek dan lepasnya ikatan laminasi, sehingga beberapa
benda uji mengalami pengulangan pengujian. Pada saat pengulangan pengujian dilakukan perubahan terhadap
dimensi ketebalan daerah uji (dikecilkan hingga sekitar 3 mm, yang semula sekitar 7 mm). Hasil hitungan untuk
nilai tegangan dari pengujian tarik batang komposit disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil hitungan tegangan tarik rata-rata batang laminasi bambu-glugu
BATANG LAMINASI TIPE 1 BATANG LAMINASI TIPE 2 NO.
Kode Sampel Tegangan (MPa) Kode Sampel Tegangan (MPa)
1 RBB.0 37,523 RGB.100 37,523
2 RBB.25 68,056 RGB.75 52,708
3 RBB.50 69,048 RGB.50 65,412
4 RBB.75 132,014 RGB.25 126,488
5 RBB.100 134,156 RGB.0 134,156 Ket : RBB.0 = RGB.100 dan RBB.100 = RGB.0
Tampak pada Tabel 3 kekuatan tarik batang komposit semakin tinggi seiring dengan bertambahnya jumlah lapisan
bambu pada kedua tipe batang komposit (RBB dan RGB) tanpa melihat letak lapisan kedua bahan tersebut.
Peningkatan yang terjadi untuk batang komposit bambu semua (RBB.100/RGB.0) sekitar 257,53% terhadap batang
komposit kayu glugu semua (RBB.0/RGB.100). Namun secara umum batang komposit tipe 1 (RBB) relatif sedikit
lebih baik (kuat) dibandingkan dengan batang kompsoit tipe 2 (RGB), atau peningkatan kekuatan yang terjadi
5,89%. Maka batang laminasi dengan penempatan bambu pada sisi terluar lebih baik dibandingkan dengan batang
laminasi dengan lapisan bambu terletak pada sisi dalam. Hal ini dapat terjadi jika diperhatikan pada saat pengujian,
alat bantu penahan (pemegang) benda uji pada bagian ujung, dimana konsentrasi awal yang terbesar pada tepi
terluar, sehingga jika bagia terluar ditempatkan bahan yang relatif kuat tarik tinggi maka kekuatan tarik keseluruhan
benda uji laminasi menjadi besar pula, sebaliknya jika bagian tepi lemah maka kuat tarik juga lebih kecil.
b. Modulus Elastisitas (MOE) tarik batang komposit
Nilai modulus elastisitas (MOE) tarik batang komposit dapat dicari dari data kekuatan tarik maksimum dan
deformasi (displacement) hasil pengujian tarik masing-masing batang komposit. Hasil hitungan modulus elastisitas
(MOE) tarik batang komposit disajikan pada Tabel 4.
Kapasitas Batang Laminasi Bambu Petung - Kayu Kelapa Terhadap Gaya Tarik Dan Tekan
S - 219
Tabel 4. Hasil hitungan MOE tarik rata-rata batang laminasi bambu-glugu
BATANG LAMINASI TIPE 1 BATANG LAMINASI TIPE 2 NO.
Kode Sampel MOE (MPa) Kode Sampel MOE (MPa)
1 RBB.0 174,137 RGB.100 174,137
2 RBB.25 176,783 RGB.75 228,365
3 RBB.50 199,469 RGB.50 253,346
4 RBB.75 189,908 RGB.25 345,819
5 RBB.100 549,604 RGB.0 549,604 Ket : RBB.0 = RGB.100 dan RBB.100 = RGB.0
Nilai modulus elastisitas (MOE) tarik menunjukkan kekakuan dari struktur bahan akibat tarik. Semakin besar nilai
MOE maka bahan akan semakin kaku. Tampak pada Tabel 6 dan Gambar 13 nilai modulus elastisitas (MOE) tarik
batang laminasi meningkat seriring dengan bertambahnya jumlah lapisan bambu, atau meningkat sebesar 215,62% .
Apabila diperhatikan dari grafik pada Gambar 13, nilai MOE batang komposit RGB relatif lebih besar dibandingkan
dengan batang komposit RBB, yaitu lebih besar sekitar 16,85%. Sehingga apabila ditinjau terhadap kekakuan yang
terjadi, batang komposit tipe 2 (RGB) lebih baik dibandingkan dengan batang komposit tipe 1 (RBB).
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa bambu petung jika dilaminasi dengan proses pengempaan yang baik maka
akan menghasilkan tegangan tarik sejajar serat yang jauh lebih besar dengan tegangan tarik sejajar serat bambu
petung utuh tanpa laminasi. Sedangkan untuk kayu kelapa (glugu) laminasi tegangan tarik sejajar serat yang didapat
lebih kecil dari tegangan tarik sejajar serat glugu utuh tanpa laminasi. Meskipun begitu batang komposit yang dibuat
dapat meningkatkan efisiensi bahan.
c. Kerusakan tarik batang komposit
Tipe kerusakan tarik yang terjadi pada batang komposit (RBB dan RGB) secara visual disajikan pada Gambar 7.
Secara umum kerusakan yang terjadi pada saat pengujian tarik batang komposit dapat digolongkan menjadi 2, yaitu
rusak elastis dan rusak getas. Rusak elastis yang dimaksud adalah keruntuhan yang terjadi berupa rusaknya bahan
pada daerah uji namun tidak nampak putus seketika dan masih terlihat menyatu. Hal ini dikarenakan putusnya bahan
terjadi pada serat-serat yang tidak dalam satu garis. Rusak elastis terjadi pada bahan bambu (lihat Gambar 7e).
Sedangkan rusak getas berupa runtuh yang ditandai putus seketika pada daerah uji yang terlihat secara nyata, dan
terjadi pada batang komposit bagian kayu glugu (Gambar 7a). Apabila diperhatikan Gambar 7, terlihat secara jelas
kerusakan kerusakan getas terjadi pada kayu glugu yang tampak putus seketika apapun letak susunannya (di dalam
maupun di luar), dan sebaliknya untuk rusak elastis terjadi pada bahan bambu petung (apapun letak lapisan bambu
di luar atupin di dalam ) seperti tidak terlihat putus, karena putusnya serat bambu menyebar (tidak dalam satu garis).
Dapat disimpulkan, lapisan bambu memperlambat kerusakan dan terjadinya tidak secara tiba-tiba dan relatif mampu
menahan deformasi yang terjadi dibandingkan dengan kayu glugu.
a) RBB.0/RGB.100 b) RBB.25
c) RBB.50
d) RBB.75
e) RBB.100/RGB.0
f) RGB.25
g) RGB.50
h) RGB.75
Gambar 7. Tipe kerusakan tarik batang komposit
Nor Intang Setyo H, Bagyo Mulyono dan Yanuar Haryanto
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 220
4. KESIMPULAN
1. Pemanfaatan bambu bersama–sama dengan kayu kelapa (glugu) untuk batang komposit laminasi dapat
meningkatkan kekuatan tekan sejajar serat. Untuk batang tipe 1 (RBB) berturut-turut persentase peningkatan
kekuatan tekan sejajar serat terhadap rasio bambu terhadap batang komposit 0% untuk rasio bambu terhadap
batang komposit 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% adalah sebesar 0%; 26,31 %; 12,84%; 47,26 %, dan 95,76%.
Sedangkan nilai MOE tekan jika dibandingkan terhadap rasio bambu terhadap batang komposit 0% pada rasio
bambu terhadap batang komposit 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% peningkatannya sebesar 75,36%; 65,16%;
89,21 %; dan 119,68%. Untuk batang tipe 2 (RGB) berturut-turut persentase penurunan kekuatan tekan sejajar
serat terhadap rasio glugu terhadap batang komposit 0% untuk rasio glugu terhadap batang komposit 0%, 25%,
50%, 75%, dan 100% adalah sebesar 100%; 104,70 %; 65,81%; 62,165 %, dan 50,381%. Sedangkan nilai
MOE tekan jika dibandingkan terhadap rasio glugu terhadap batang komposit 0% untuk rasio glugu terhadap
batang komposit 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% penurunannya sebesar 101,28%; 63,85%; 65,26% dan 45%.
2. Kekuatan tarik batang laminasi meningkat seiring dengan bertambahnya lapisan bambu. Dimana tegangan tarik
sejajar serat untuk batang laminasi RBB-100 meningkat sebesar sebesar 257,53% terhadap batang RBB.0. Nilai
MOE tarik RBB-100 juga meningkat sekitar 215,62% dibandingkan RBB.0.
3. Berdasarkan hasil uji tekan dan tarik batang laminasi (RBB dan RGB), maka secara umum batang laminasi
terbaik dari penelitian ini adalah batang laminasi RGB (lapisan bambu disisi dalam).
4. Kerusakan batang tekan yang terjadi adalah dominan rusak geser dan sangat sedikit rusak tekuk. Beberapa
batang yang lain terjadi kerusakan dengan terlepasnya lapisan antara laminasi bambu-glugu serta lapisan glugu-
glugu. Kerusakan batang tarik terdiri dari rusak elastis (pada bambu) dan rusak getas (pada kayu glugu). Batang
laminasi dengan persentase bambu yang lebih besar kerusakan yang terjadi tidak seketika dan relatif tidak
nampak nyata karena masih terlihatseperti tersambung, sebaliknya batang dengan persentase glugu yang lebih
banyak, kerusakan yang terjadi bersifat seketika dan terlihjat secara jelas putus pada daerah tarik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1961). Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, NI-5 PKKI 1961, Derektorat Penyelidikan Masalah
Bangunan, Dirjen Cipta Karya, Departemen PU.
Anonim. (1999). Wood Handbook-Wood as an Engineering Meterial. Forest Products Society, USA.
Anonim. (2007). “Solid Wood”. http://semuatentangkayu.com/solidwood.htm. Diakses pada tanggal 28 Juni 2008.
Anoim. (2009). “Kelapa”. http://wikipedia.co.id/search/kelapa.htm. Diakses pada tanggal 14 Maret 2009.
Basuki dan Widodo. (2005). “Karakteristik Material Laminasi Kayu Jati (Tectona grandis L.f) dan/atau Bambu
Betung (Dendrocalamus asper) untuk Penggunaan Struktur Kapal”. http://its.co.id/library/fp/kapal-
basukiwidodo.php.htm. diakses pada tanggal 14 Maret 2009.
Breyer, D.E. (1999). Design of Wood Structures, Second Edition. McGraw-Hill, Inc. New York.
Gere, M. James dan Timoshenko, Stephen P. (1996). Mekanika Bahan Edisi kedua Versi SI Jilid 1. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Hadjib, Nurwati dan Rachman, Osly. (2008). “Keteguhan Lentur Statis Sambungan Jari pada Beberapa Jenis Kayu
Hutan Tanaman”. http://Prof. Dr. Ir. Osly Rachman, MS.htm. Diakses pada tanggal 14 Maret 2009.
Morisco. (2006). Teknologi Bambu. Program Studi S2 Teknik Sipil UGM. Yogyakarta.
Morisco. (2007). “Pengantar”. http://morisco-bamboo.com/bambu/pengantar.htm. Diakses pada tanggal 14 Maret
2009.
Prayitno, T.A.. (1996). Perekatan Kayu, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Setyo H., N.I., Pudyawardhana, C., dan Rustendi., I. (2004). “Kuat Tekan Batang Komposit Laminasi Kayu
Bambu”. Laporan Penelitian. Fakultas Teknik, Universitas Wijayakusuma, Purwokerto.
Somayaji, S. (1995). Civil Engineering Materials. Prentice Hall, Englewoodf, Cliffs. New Jersey.
Sonjaya, J.A. (2008). Jenis-Jenis Bambu yang Bernilai Ekonomi tinggi.
http://sahabatbambu.com/productandservis/bamboo-treatment.htm. Diakses pada tanggal 14 Maret 2009.