LAPORAN KASUS
SEORANG WANITA 34 TAHUN DENGAN MIOPIA BERAT
Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior
Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh:
Rischa Jean
22010110200133
Penguji : dr. Maharani, Sp.M
Pembimbing : dr. Yulia Fitriani
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011
0
LAPORAN KASUSSEORANG WANITA 34 TAHUN
DENGAN MIOPIA BERAT
Kepada Yth. : dr. Maharani, Sp.M
Dibacakan oleh : Rischa Jean
Pembimbing : dr. Yulia Fitriani
Dibacakan tanggal : 14 Januari 2011
I. PENDAHULUAN
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjang bola mata. Pada orang
normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata
seimbang sehingga setelah melalui media refrakta dibiaskan tepat di daerah macula
lutea. Mata yang normal disebut dengan emetropia dan mata yang tidak bisa
membiaskan cahaya tepat sampai macula lutea disebut ametropia.1 Miopia
(nearsightedness) adalah salah satu bentuk ametropia di mana bayangan dari benda
yang terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi.2
Penyakit mata sampai saat ini merupakan masalah kesehatan di Indonesia,
terutama yang menyebabkan kebutaan. Hasil survei Kadir (1996) gangguan miopia di
Jawa Tengah sebesar 5,3%.3 Di Indonesia didapatkan 0,06% penduduk yang buta
akibat kelainan refraksi.4 Prevalensi low vision di Indonesia adalah sebesar 4,8%
(Asia 5 – 9%). Prevalensi nasional kebutaan adalah 0,9%. Provinsi Jawa Tengah
memiliki prevalensi low vision dan kebutaan di atas prevalensi nasional sebesar 5,9%
dan 1%.5
II. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Petek, Kampung Banjar, Semarang
Pekerjaan : Guru
1
Nomor CM : 6512995
III. ANAMNESIS
(autoanamnesis tanggal 12 Januari 2011)
Keluhan Utama : Penglihatan kabur
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak ± 1 bulan yang lalu penderita mengeluh penglihatan kedua mata kabur pada saat
melihat jauh walaupun sudah menggunakan kacamata. Tidak ada mata merah, tidak
ada nyeri/cekot-cekot, tidak ada nrocos, tidak ada silau, tidak ada kotoran mata, tidak
ada melihat pelangi. Penderita kemudian memeriksakan diri ke Poli Mata RSUP Dr.
Kariadi.
Riwayat Penyakit Dahulu
▪ Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya : Penderita sudah memakai kacamata
(-2) sejak kelas 6 SD. Kacamata terakhir penderita (-10) sejak ± 3 tahun yang
lalu. Penderita kontrol tidak teratur dan berpindah – pindah tempat.
▪ Penderita memiliki hobi membaca buku sambil tiduran dan sering berada di depan
komputer selama ± 3 jam.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ada saudara yang memakai kacamata (-1). Orang tua memakai kacamata baca.
Riwayat Sosial Ekonomi
▪ Penderita adalah seorang guru
▪ Suami penderita adalah PNS
▪ Biaya pengobatan ditanggung sendiri
▪ Kesan: sosial ekonomi cukup
IV. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK (12 Januari 2011)
Status Praesens
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
2
Tanda vital : tekanan darah : 120/80 mmHg
suhu badan : 36,2 oC
nadi : 80/menit
respirasi : 20/menit
Pemeriksaan Fisik : kepala : mesosefal
thoraks : cor : tidak ada kelainan
paru : tidak ada kelainan
abdomen : tidak ada kelainan
ekstremitas : tidak ada kelainan
Status Ophthalmologi
Oculus Dexter Oculus Sinister
2/60 VISUS 2/60
2/60 S – 11.00 6/6 KOREKSI 2/60 S - 11,00 6/6
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah
baik
PARASE/PARALYSE Gerak bola mata ke segala arah
baik
Tidak ada kelainan SUPERCILIA Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA SUPERIOR Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA INFERIOR Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA
PALPEBRALIS
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA FORNICES Hiperemis (-), sekret (-),
edema(-)
Injeksi (-), sekret (-) CONJUNGTIVA BULBI Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan SCLERA Tidak ada kelainan
Jernih CORNEA Jernih
3
Kedalaman cukup,
Tyndall Effect (-)
CAMERA OCULI
ANTERIOR
Kedalaman cukup,
Tyndall Effect (-)
Kripte (+) IRIS Kripte (+)
Bulat, central, regular,
diameter: 3 mm, RP (+) N
PUPIL Bulat, central, regular,
diameter: 3 mm, RP (+) N
Jernih LENSA Jernih
(+) cemerlang FUNDUS REFLEKS (+) cemerlang
T(Schiotz) 6/5,5 = 14,6 mmHg TENSIO OCULI T(Schiotz) 6/5,5 = 14,6 mmHg
Tidak dilakukan SISTEM CANALIS
LACRIMALIS
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan TEST FLUORESCEIN Tidak dilakukan
Pemeriksaan Binokularitas : - Duke Elder test (-)
- Alternating Cover Test (-)
- Distorsi (-)
V. RESUME
Sejak ± 1 bulan yang lalu penderita mengeluh penglihatan kedua mata kabur pada saat
melihat jauh walaupun sudah menggunakan kacamata. Tidak ada mata merah, tidak
ada nyeri/cekot-cekot, tidak ada nrocos, tidak ada silau, tidak ada kotoran mata, tidak
ada melihat pelangi. Penderita kemudian memeriksakan diri ke Poli Mata RSUP Dr.
Kariadi.
Pemeriksaan Fisik
Status praesens : dalam batas normal
Status oftalmologi :
Oculus Dexter Oculus Sinister
2/60 VISUS 2/60
2/60 S – 11.00 6/6 KOREKSI 2/60 S - 11,00 6/6
4
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
ODS Miopia berat
VII. PENATALAKSANAAN
Resep kacamata sesuai dengan koreksi
VIII. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad vitam ad bonam ad bonam
Quo ad cosmeticam ad bonam ad bonam
IX. EDUKASI
1. Menjelaskan pada pasien tentang penyakitnya bahwa penyakitnya dapat
ditolong dengan mengganti kacamata.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa pasien dapat mengalami
pertambahan ukuran kacamata.
3. Menjelaskan apabila membaca atau melakukan pekerjaan yang memerlukan
penglihatan jarak dekat dalam waktu lama, sebaiknya beristirahat setiap 30
menit.
4. Menjelaskan untuk tidak membaca terlalu dekat.
5. Menjelaskan tidak boleh membaca sambil tiduran, tidak boleh membaca di
tempat remang-remang/cahaya kurang.
6. Menjelaskan untuk tidak terlalu lama saat menonton televisi atau berada di
depan komputer.
7. Menjelaskan tentang pentingnya memakai kacamata koreksi dan menjelaskan
tentang komplikasi yang akan terjadi bila tidak memakai kacamata.
5
X. USUL-USUL
1. Kontrol pemeriksaan visus setiap 6 bulan
2. Pemeriksaan funduskopi
XI. DISKUSI
Kelainan Refraksi
Secara keseluruhan status refraksi mata ditentukan oleh :6
1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)
2. Kedalaman camera oculi anterior (rata-rata 3,4 mm)
3. Kekuatan lensa kristalina (rata-rata 21 D)
4. Panjang aksial (rata-rata 24 mm)
Kelainan refraksi adalah keadaan di mana bayangan tegas tidak terbentuk
pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan
sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata
normal, kornea dan lensa akan membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat
pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang
sesuai dengan panjang bola mata. Pada kelainan refraksi , sinar dibiaskan di depan
atau di belakang macula lutea.4
Ametropia adalah keadaan di mana pembiasan mata dengan panjang bola
mata yang tidak seimbang. Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea
atau lensa yang tidak normal (ametropia kurvatur) atau indeks bias abnormal di
dalam mata (ametropia indeks). Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk
kelainan miopia, hipermetropia, dan astigmatisme. Bentuk-bentuk ametropia :
1. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau lebih
pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina.
Pada miopia aksial fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih
panjang dan pada hipermetropia aksial fokus bayangan terletak di belakang
retina.1
2. Ametropia refraktif
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya
bias kuat, maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila
6
daya bias kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang retina
(hipermetropia refraktif).1
3. Ametropia kurvatura
Ametropia yang terjadi karena kecembungan kornea atau lensa yang tidak
normal. Pada miopia kurvatura kornea bertambah kelengkungannya seperti
pada keratokonus. Sedangkan pada hipermetropia kurvatura lensa dan kornea
lebih kecil dari kondisi normal.6
Miopia
Miopia (nearsightedness) adalah kondisi di mana objek yang dekat terlihat
lebih jelas daripada objek yang jauh yang disebabkan karena mata miopia
memiliki kekuatan optik yang lebih besar akibat memanjangnya sumbu bola
mata.7,8 Umumnya miopia pertama kali terjadi pada usia sekolah karena bola mata
masih mengalami pertumbuhan dan berhenti progresivitasnya pada usia sekitar 20
tahun.7 Pada miopia terlalu kuatnya pembiasan sinar di dalam mata diakibatkan
oleh :4
1. Bola mata terlalu panjang
2. Secara fisiologik sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga
membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada macula lutea
3. Titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina
4. Titik jauh (punctum remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak
sejajar, difokuskan pada macula lutea
Berdasarkan perjalanan miopia dikenal bentuk:1
1. Miopia stasioner yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.
2. Miopia progresif yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
3. Miopia maligna/pernisiosa/degeneratif, miopia yang berjalan progresif, dapat
mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan. Biasanya myopia lebih dari - 6 D
disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak di bagian temporal papil disertai
atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadi atrofi sclera
dan kadang terjadi ruptur membran Bruch yang menimbulkan rangsang
terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch
7
berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina
luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik.
Berdasarkan derajat beratnya miopia dibagi menjadi:9
1. Miopia ringan < - 3,00 D
2. Miopia sedang - 3,00 s/d - 6,00 D
3. Miopia berat > - 6,00 D
Berdasarkan onset umur miopia dibagi menjadi:8
1. Juvenile-onset myopia
Miopia yang memiliki onset antara usia 7 – 16 tahun, yang terjadi akibat
perkembangan sumbu aksial bola mata. Faktor risiko terjadinya miopia jenis
ini adalah esophoria, astigmatisme, kelahiran premature, riwayat keluarga, dan
melakukan pekerjaan yang menggunakan penglihatan terlalu dekat dalam
waktu lama. Pertambahan 1 D atau lebih terjadi pada 15 – 25% anak berusia 7
– 13 tahun. Prevalensi miopia tertinggi pada anak perempuan adalah usia 9 –
10 tahun dan anak laki-laki pada usia 11 – 12 tahun.
2. Adult-onset myopia
Miopia jenis ini diawali pada usia sekitar 20 tahun. Faktor risikonya adalah
bekerja dengan menggunakan penglihatan dekat secara terus-menerus.
Menurut beberapa penelitian, miopia ringan dan sedang kemungkinan
adalah poligenik. Sedangkan miopia berat kemungkinan adalah monogenik pada
beberapa kasus, diturunkan secara dominan, resesif, atau yang lebih jarang, adalah
secara sex-linked. Nutrisi juga berperan dalam terjadinya kelainan refraksi.
Menurut penelitian di Afrika, anak-anak dengan malnutrisi memiliki prevalensi
yang tinggi terhadap kejadian ametropia.8
Faktor risiko berkembangnya miopia:9
1. Riwayat miopia pada keluarga
2. Sering melakukan pekerjaan yang memerlukan penglihatan dekat
3. Kurvatura kornea yang tajam atau rasio radius kornea yang memiliki panjang
aksial yang lebar
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila melihat benda
dekat dan mengeluh kabur apabila melihat jauh. Pasien juga sering mengeluhkan
sakit kepala, sering disertai juling, dan celah kelopak mata yang sempit. Pasien
biasanya juga memiliki kebiasaan mengernyitkan mata untuk mencegah aberasi
sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole. Pasien miopia memiliki punctum
8
remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi
yang menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini
menetap, maka pasien akan mengeluhkan juling atau esotropia.1
Diagnosis Miopia
Diagnosis miopia dapat diperoleh dari anamnesis. Dari anamnesis
didapatkan keluhan utama penglihatan kabur saat melihat jauh, riwayat keluarga,
atau riwayat penggunaan obat jangka panjang.9
Salah satu pemeriksaan mata yang dilakukan adalah pemeriksaan visus.
Pada pemeriksaan visus miopia, terdapat penurunan visus.9 Pemeriksaan tajam
penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kaca mata. Setiap mata
diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa penglihatan kanan dahulu kemudian kiri
lalu mencatatnya. Pemeriksaan menggunakan kartu Snellen dan dilakukan pada
jarak 6 meter.1
Dengan kartu Snellen standar dapat ditentukan tajam penglihatan
seseorang seperti. 1
- Bila tajam penglihatan 6/6 maka ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter,
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
- Bila tajam penglihatan 6/60 berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 meter
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
- Bila pasien tidak dapat mengenali huruf terbesar pada kartu Snellen maka
dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada
jarak 60 meter.
- Bila pasien hanya dapat menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak
3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatan 3/60.
- Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien
yang lebih buruk dari 1/60. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan
pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya 1/300.
- Mata yang hanya dapat mengenal adanya sinar disertai reflek pupil direk dan
indirek tetapi tidak dapat melihat lambaian tangan disebut dengan tajam
penglihatan 1/~.
- Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal sinar disertai reflek pupil negatif
maka penglihatannya adalah 0 atau buta total.
9
Pemeriksaan visus koreksi dilakukan dengan pemeriksaan refraksi objektif
dengan menggunakan retinoskopi atau autorefraktor objektif. Pemeriksaan
refraksi subjektif secara teliti dilakukan untuk mendapatkan kekuatan lensa yang
terendah yang dapat dipakai. Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan Duke
Elder test, alternating cover test, distortion test, dan reading test. Pemeriksaan lain
yang dapat dilakukan adalah pergerakan bola mata, kemampuan akomodasi,
penglihatan binocular, funduskopi, dan pemeriksaan slit lamp. Bila diperlukan
(sesuai indikasi) dapat dilakukan pemeriksaan penunjang meliputi fundus
photography, A- dan B-scan USG, pemeriksaan lapangan pandang, laboratorium
gula darah.9
Penanganan Miopia
Tujuan penanganan miopia adalah penglihatan binocular yang jelas,
nyaman, efisien, dan kesehatan mata yang baik bagi pasien.9 Pilihan cara yang
dapat mengatasi kelainan refraksi meliputi :
1. Kacamata koreksi
Pemilihan kacamata masih merupakan metode paling aman untuk
memperbaiki refraksi.2 Keuntungan penggunaan kacamata meliputi: lebih
murah, lebih aman bagi mata, dan membutuhkan akomodasi yang lebih kecil
daripada lensa kontak.9 Kerugian penggunaan kacamata meliputi: menghalangi
penglihatan perifer, membatasi kegiatan tertentu, dan mengurangi kosmetik.4
2. Lensa kontak
Keuntungan pemakaian lensa kontak adalah: memberikan penglihatan yang
lebih luas, tidak membatasi kegiatan, kosmetik lebih baik. Kerugian
penggunaan lensa kontak: sukar dalam perawatan, mata dapat merah dan
infeksi, tidak semua orang dapat memakainya (mata alergi dan mata kering).4
3. Obat
Obat-obatan sikloplegik kadang digunakan untuk mengurangi respon
akomodasi terutama untuk mengatasi pseudomyopia. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa atropin topikal dan cyclopentolate mengurangi progresi
miopia pada anak dengan youth onset-myopia. Namun dilatasi pupil yang
terjadi mengakibatkan silau. Selain itu terdapat reaksi alergi, reaksi
idiosinkrasi, dan toksisitas sistemik, serta pemakaian atropin jangka panjang
dapat mengakibatkan efek buruk pada retina.9
10
4. Orthokeratologi
Tindakan ini bertujuan untuk mendatarkan kornea perifer sehingga sama
datarnya dengan kornea sentral. Beberapa penelitian menunjukkan
orthokeratologi dapat menurunkan miopia hingga 3,00 D; dengan rata-rata
penurunan 0,75 – 1,00 D.9
5. Bedah refraktif
Pembedahan ini dilakukan untuk memperbaiki penglihatan akibat gangguan
pembiasan. Jenis pembedahan meliputi pembedahan di kornea (radial
keratotomi, keratektomi fotorefraktif/photorefractive keratectomy/PRK,
automated lamellar keratoplasti/ALK, LASIK) dan lensa (implantasi lensa
intra ocular, clear lens extraction).4
Analisis Kasus
Pada kasus ini didapatkan diagnosis miopia sedang pada kedua mata
berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada diagnosis
tersebut.
Pada anamnesis didapatkan seorang wanita 34 tahun dengan keluhan
penglihatan kedua mata kabur pada saat melihat jauh walaupun sudah
menggunakan kacamata. Tidak ada mata merah, tidak ada nrocos, tidak ada silau.
Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus ODS 2/60. Setelah
dilakukan koreksi visus ODS 2/60 S – 11.00 6/6.
Pemberian terapi kacamata sesuai koreksi dilakukan mengingat berbagai
pertimbangan dan sesuai keinginan pasien. Pemeriksaan visus setiap 6 bulan juga
disarankan untuk pasien untuk memantau progresi dari miopia yang dideritanya.
Pemeriksaan funduskopi disarankan dilakukan untuk melihat keadaan fundus
oculi dan melihat apakah fungsi saraf masih baik. Edukasi yang diberikan kepada
pasien bertujuan untuk mencegah progresivitas miopia secara cepat dan
mempertahankan keadaan penglihatan sebaik mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
11
1. Ilyas S. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. Dalam :
Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit FK UI,2003.
2. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi Umum. Trans Suyono J (editor).
14th ed. Jakarta : Widya Medika,2000.
3. Kadir, Abdul. Hubungan Faktor Pekerjaan, Perilaku, Keturunan, Pencahayaan,
dan Umur terhadap Kejadian Miopi di Jawa Tengah. [Universitas Indonesia
Eprints],1996. [cited 9 Desember 2011]. Available from :
http://eprints.ui.ac.id/32826/
4. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Jakarta: Balai penerbit FK UI,1997.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Nasional,2007. [cited 9 Desember 2011]. Available from :
http://www.docstoc.com/docs/19707850/Laporan-Hasil-Riset-Kesehatan-
Dasar-(RISKESDAS)-Nasional-2007
6. Siregar, NH. Kelainan Refraksi yang Menyebabkan Glaukoma. [referat
Repository USU]. 2008. [cited 9 Desember 2011]. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3438/1/09E01854.pdf
7. American Optometric Association. Myopia (Nearsightedness). 2010. [cited 9
Desember 2011]. Available from : http://www.aoa.org/myopia.xml
8. American Academy of Ophthalmology. The Human Eye as an Optical System.
In : Optics, Refraction, and Contact Lenses. USA:LEO. 2003
9. Goss, DA, et al. Care of the Patient with Myopia. [American Optometric
Association]. 2010. [cited 9 Desember 2011]. Available from :
http://www.aoa.org/documents/CPG-15.pdf
12
Recommended