20
LAPORAN KASUS SEORANG WANITA 34 TAHUN DENGAN MIOPIA BERAT Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Disusun oleh: Rischa Jean 22010110200133 Penguji : dr. Maharani, Sp.M Pembimbing : dr. Yulia Fitriani BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA 0

Kasbes Mata Rischa

  • Upload
    deap27

  • View
    223

  • Download
    9

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mata

Citation preview

Page 1: Kasbes Mata Rischa

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA 34 TAHUN DENGAN MIOPIA BERAT

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior

Bagian Ilmu Kesehatan Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:

Rischa Jean

22010110200133

Penguji : dr. Maharani, Sp.M

Pembimbing : dr. Yulia Fitriani

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2011

0

Page 2: Kasbes Mata Rischa

LAPORAN KASUSSEORANG WANITA 34 TAHUN

DENGAN MIOPIA BERAT

Kepada Yth. : dr. Maharani, Sp.M

Dibacakan oleh : Rischa Jean

Pembimbing : dr. Yulia Fitriani

Dibacakan tanggal : 14 Januari 2011

I. PENDAHULUAN

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang

terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjang bola mata. Pada orang

normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata

seimbang sehingga setelah melalui media refrakta dibiaskan tepat di daerah macula

lutea. Mata yang normal disebut dengan emetropia dan mata yang tidak bisa

membiaskan cahaya tepat sampai macula lutea disebut ametropia.1 Miopia

(nearsightedness) adalah salah satu bentuk ametropia di mana bayangan dari benda

yang terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi.2

Penyakit mata sampai saat ini merupakan masalah kesehatan di Indonesia,

terutama yang menyebabkan kebutaan. Hasil survei Kadir (1996) gangguan miopia di

Jawa Tengah sebesar 5,3%.3 Di Indonesia didapatkan 0,06% penduduk yang buta

akibat kelainan refraksi.4 Prevalensi low vision di Indonesia adalah sebesar 4,8%

(Asia 5 – 9%). Prevalensi nasional kebutaan adalah 0,9%. Provinsi Jawa Tengah

memiliki prevalensi low vision dan kebutaan di atas prevalensi nasional sebesar 5,9%

dan 1%.5

II. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. S

Umur : 34 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Petek, Kampung Banjar, Semarang

Pekerjaan : Guru

1

Page 3: Kasbes Mata Rischa

Nomor CM : 6512995

III. ANAMNESIS

(autoanamnesis tanggal 12 Januari 2011)

Keluhan Utama : Penglihatan kabur

Riwayat Penyakit Sekarang:

Sejak ± 1 bulan yang lalu penderita mengeluh penglihatan kedua mata kabur pada saat

melihat jauh walaupun sudah menggunakan kacamata. Tidak ada mata merah, tidak

ada nyeri/cekot-cekot, tidak ada nrocos, tidak ada silau, tidak ada kotoran mata, tidak

ada melihat pelangi. Penderita kemudian memeriksakan diri ke Poli Mata RSUP Dr.

Kariadi.

Riwayat Penyakit Dahulu

▪ Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya : Penderita sudah memakai kacamata

(-2) sejak kelas 6 SD. Kacamata terakhir penderita (-10) sejak ± 3 tahun yang

lalu. Penderita kontrol tidak teratur dan berpindah – pindah tempat.

▪ Penderita memiliki hobi membaca buku sambil tiduran dan sering berada di depan

komputer selama ± 3 jam.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ada saudara yang memakai kacamata (-1). Orang tua memakai kacamata baca.

Riwayat Sosial Ekonomi

▪ Penderita adalah seorang guru

▪ Suami penderita adalah PNS

▪ Biaya pengobatan ditanggung sendiri

▪ Kesan: sosial ekonomi cukup

IV. PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN FISIK (12 Januari 2011)

Status Praesens

Keadaan umum : baik

Kesadaran : composmentis

2

Page 4: Kasbes Mata Rischa

Tanda vital : tekanan darah : 120/80 mmHg

suhu badan : 36,2 oC

nadi : 80/menit

respirasi : 20/menit

Pemeriksaan Fisik : kepala : mesosefal

thoraks : cor : tidak ada kelainan

paru : tidak ada kelainan

abdomen : tidak ada kelainan

ekstremitas : tidak ada kelainan

Status Ophthalmologi

Oculus Dexter Oculus Sinister

2/60 VISUS 2/60

2/60 S – 11.00 6/6 KOREKSI 2/60 S - 11,00 6/6

Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan

Gerak bola mata ke segala arah

baik

PARASE/PARALYSE Gerak bola mata ke segala arah

baik

Tidak ada kelainan SUPERCILIA Tidak ada kelainan

Edema (-), spasme (-) PALPEBRA SUPERIOR Edema (-), spasme (-)

Edema (-), spasme (-) PALPEBRA INFERIOR Edema (-), spasme (-)

Hiperemis (-), sekret (-),

edema (-)

CONJUNGTIVA

PALPEBRALIS

Hiperemis (-), sekret (-),

edema (-)

Hiperemis (-), sekret (-),

edema (-)

CONJUNGTIVA FORNICES Hiperemis (-), sekret (-),

edema(-)

Injeksi (-), sekret (-) CONJUNGTIVA BULBI Injeksi (-), sekret (-)

Tidak ada kelainan SCLERA Tidak ada kelainan

Jernih CORNEA Jernih

3

Page 5: Kasbes Mata Rischa

Kedalaman cukup,

Tyndall Effect (-)

CAMERA OCULI

ANTERIOR

Kedalaman cukup,

Tyndall Effect (-)

Kripte (+) IRIS Kripte (+)

Bulat, central, regular,

diameter: 3 mm, RP (+) N

PUPIL Bulat, central, regular,

diameter: 3 mm, RP (+) N

Jernih LENSA Jernih

(+) cemerlang FUNDUS REFLEKS (+) cemerlang

T(Schiotz) 6/5,5 = 14,6 mmHg TENSIO OCULI T(Schiotz) 6/5,5 = 14,6 mmHg

Tidak dilakukan SISTEM CANALIS

LACRIMALIS

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan TEST FLUORESCEIN Tidak dilakukan

Pemeriksaan Binokularitas : - Duke Elder test (-)

- Alternating Cover Test (-)

- Distorsi (-)

V. RESUME

Sejak ± 1 bulan yang lalu penderita mengeluh penglihatan kedua mata kabur pada saat

melihat jauh walaupun sudah menggunakan kacamata. Tidak ada mata merah, tidak

ada nyeri/cekot-cekot, tidak ada nrocos, tidak ada silau, tidak ada kotoran mata, tidak

ada melihat pelangi. Penderita kemudian memeriksakan diri ke Poli Mata RSUP Dr.

Kariadi.

Pemeriksaan Fisik

Status praesens : dalam batas normal

Status oftalmologi :

Oculus Dexter Oculus Sinister

2/60 VISUS 2/60

2/60 S – 11.00 6/6 KOREKSI 2/60 S - 11,00 6/6

4

Page 6: Kasbes Mata Rischa

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja

ODS Miopia berat

VII. PENATALAKSANAAN

Resep kacamata sesuai dengan koreksi

VIII. PROGNOSIS

OD OS

Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Quo ad vitam ad bonam ad bonam

Quo ad cosmeticam ad bonam ad bonam

IX. EDUKASI

1. Menjelaskan pada pasien tentang penyakitnya bahwa penyakitnya dapat

ditolong dengan mengganti kacamata.

2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa pasien dapat mengalami

pertambahan ukuran kacamata.

3. Menjelaskan apabila membaca atau melakukan pekerjaan yang memerlukan

penglihatan jarak dekat dalam waktu lama, sebaiknya beristirahat setiap 30

menit.

4. Menjelaskan untuk tidak membaca terlalu dekat.

5. Menjelaskan tidak boleh membaca sambil tiduran, tidak boleh membaca di

tempat remang-remang/cahaya kurang.

6. Menjelaskan untuk tidak terlalu lama saat menonton televisi atau berada di

depan komputer.

7. Menjelaskan tentang pentingnya memakai kacamata koreksi dan menjelaskan

tentang komplikasi yang akan terjadi bila tidak memakai kacamata.

5

Page 7: Kasbes Mata Rischa

X. USUL-USUL

1. Kontrol pemeriksaan visus setiap 6 bulan

2. Pemeriksaan funduskopi

XI. DISKUSI

Kelainan Refraksi

Secara keseluruhan status refraksi mata ditentukan oleh :6

1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)

2. Kedalaman camera oculi anterior (rata-rata 3,4 mm)

3. Kekuatan lensa kristalina (rata-rata 21 D)

4. Panjang aksial (rata-rata 24 mm)

Kelainan refraksi adalah keadaan di mana bayangan tegas tidak terbentuk

pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan

sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata

normal, kornea dan lensa akan membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat

pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang

sesuai dengan panjang bola mata. Pada kelainan refraksi , sinar dibiaskan di depan

atau di belakang macula lutea.4

Ametropia adalah keadaan di mana pembiasan mata dengan panjang bola

mata yang tidak seimbang. Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea

atau lensa yang tidak normal (ametropia kurvatur) atau indeks bias abnormal di

dalam mata (ametropia indeks). Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk

kelainan miopia, hipermetropia, dan astigmatisme. Bentuk-bentuk ametropia :

1. Ametropia aksial

Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau lebih

pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina.

Pada miopia aksial fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih

panjang dan pada hipermetropia aksial fokus bayangan terletak di belakang

retina.1

2. Ametropia refraktif

Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya

bias kuat, maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila

6

Page 8: Kasbes Mata Rischa

daya bias kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang retina

(hipermetropia refraktif).1

3. Ametropia kurvatura

Ametropia yang terjadi karena kecembungan kornea atau lensa yang tidak

normal. Pada miopia kurvatura kornea bertambah kelengkungannya seperti

pada keratokonus. Sedangkan pada hipermetropia kurvatura lensa dan kornea

lebih kecil dari kondisi normal.6

Miopia

Miopia (nearsightedness) adalah kondisi di mana objek yang dekat terlihat

lebih jelas daripada objek yang jauh yang disebabkan karena mata miopia

memiliki kekuatan optik yang lebih besar akibat memanjangnya sumbu bola

mata.7,8 Umumnya miopia pertama kali terjadi pada usia sekolah karena bola mata

masih mengalami pertumbuhan dan berhenti progresivitasnya pada usia sekitar 20

tahun.7 Pada miopia terlalu kuatnya pembiasan sinar di dalam mata diakibatkan

oleh :4

1. Bola mata terlalu panjang

2. Secara fisiologik sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga

membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada macula lutea

3. Titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina

4. Titik jauh (punctum remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak

sejajar, difokuskan pada macula lutea

Berdasarkan perjalanan miopia dikenal bentuk:1

1. Miopia stasioner yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.

2. Miopia progresif yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat

bertambah panjangnya bola mata.

3. Miopia maligna/pernisiosa/degeneratif, miopia yang berjalan progresif, dapat

mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan. Biasanya myopia lebih dari - 6 D

disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai

terbentuk stafiloma postikum yang terletak di bagian temporal papil disertai

atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadi atrofi sclera

dan kadang terjadi ruptur membran Bruch yang menimbulkan rangsang

terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch

7

Page 9: Kasbes Mata Rischa

berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina

luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik.

Berdasarkan derajat beratnya miopia dibagi menjadi:9

1. Miopia ringan < - 3,00 D

2. Miopia sedang - 3,00 s/d - 6,00 D

3. Miopia berat > - 6,00 D

Berdasarkan onset umur miopia dibagi menjadi:8

1. Juvenile-onset myopia

Miopia yang memiliki onset antara usia 7 – 16 tahun, yang terjadi akibat

perkembangan sumbu aksial bola mata. Faktor risiko terjadinya miopia jenis

ini adalah esophoria, astigmatisme, kelahiran premature, riwayat keluarga, dan

melakukan pekerjaan yang menggunakan penglihatan terlalu dekat dalam

waktu lama. Pertambahan 1 D atau lebih terjadi pada 15 – 25% anak berusia 7

– 13 tahun. Prevalensi miopia tertinggi pada anak perempuan adalah usia 9 –

10 tahun dan anak laki-laki pada usia 11 – 12 tahun.

2. Adult-onset myopia

Miopia jenis ini diawali pada usia sekitar 20 tahun. Faktor risikonya adalah

bekerja dengan menggunakan penglihatan dekat secara terus-menerus.

Menurut beberapa penelitian, miopia ringan dan sedang kemungkinan

adalah poligenik. Sedangkan miopia berat kemungkinan adalah monogenik pada

beberapa kasus, diturunkan secara dominan, resesif, atau yang lebih jarang, adalah

secara sex-linked. Nutrisi juga berperan dalam terjadinya kelainan refraksi.

Menurut penelitian di Afrika, anak-anak dengan malnutrisi memiliki prevalensi

yang tinggi terhadap kejadian ametropia.8

Faktor risiko berkembangnya miopia:9

1. Riwayat miopia pada keluarga

2. Sering melakukan pekerjaan yang memerlukan penglihatan dekat

3. Kurvatura kornea yang tajam atau rasio radius kornea yang memiliki panjang

aksial yang lebar

Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila melihat benda

dekat dan mengeluh kabur apabila melihat jauh. Pasien juga sering mengeluhkan

sakit kepala, sering disertai juling, dan celah kelopak mata yang sempit. Pasien

biasanya juga memiliki kebiasaan mengernyitkan mata untuk mencegah aberasi

sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole. Pasien miopia memiliki punctum

8

Page 10: Kasbes Mata Rischa

remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi

yang menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini

menetap, maka pasien akan mengeluhkan juling atau esotropia.1

Diagnosis Miopia

Diagnosis miopia dapat diperoleh dari anamnesis. Dari anamnesis

didapatkan keluhan utama penglihatan kabur saat melihat jauh, riwayat keluarga,

atau riwayat penggunaan obat jangka panjang.9

Salah satu pemeriksaan mata yang dilakukan adalah pemeriksaan visus.

Pada pemeriksaan visus miopia, terdapat penurunan visus.9 Pemeriksaan tajam

penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kaca mata. Setiap mata

diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa penglihatan kanan dahulu kemudian kiri

lalu mencatatnya. Pemeriksaan menggunakan kartu Snellen dan dilakukan pada

jarak 6 meter.1

Dengan kartu Snellen standar dapat ditentukan tajam penglihatan

seseorang seperti. 1

- Bila tajam penglihatan 6/6 maka ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter,

yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.

- Bila tajam penglihatan 6/60 berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 meter

yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.

- Bila pasien tidak dapat mengenali huruf terbesar pada kartu Snellen maka

dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada

jarak 60 meter.

- Bila pasien hanya dapat menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak

3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatan 3/60.

- Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien

yang lebih buruk dari 1/60. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan

pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya 1/300.

- Mata yang hanya dapat mengenal adanya sinar disertai reflek pupil direk dan

indirek tetapi tidak dapat melihat lambaian tangan disebut dengan tajam

penglihatan 1/~.

- Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal sinar disertai reflek pupil negatif

maka penglihatannya adalah 0 atau buta total.

9

Page 11: Kasbes Mata Rischa

Pemeriksaan visus koreksi dilakukan dengan pemeriksaan refraksi objektif

dengan menggunakan retinoskopi atau autorefraktor objektif. Pemeriksaan

refraksi subjektif secara teliti dilakukan untuk mendapatkan kekuatan lensa yang

terendah yang dapat dipakai. Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan Duke

Elder test, alternating cover test, distortion test, dan reading test. Pemeriksaan lain

yang dapat dilakukan adalah pergerakan bola mata, kemampuan akomodasi,

penglihatan binocular, funduskopi, dan pemeriksaan slit lamp. Bila diperlukan

(sesuai indikasi) dapat dilakukan pemeriksaan penunjang meliputi fundus

photography, A- dan B-scan USG, pemeriksaan lapangan pandang, laboratorium

gula darah.9

Penanganan Miopia

Tujuan penanganan miopia adalah penglihatan binocular yang jelas,

nyaman, efisien, dan kesehatan mata yang baik bagi pasien.9 Pilihan cara yang

dapat mengatasi kelainan refraksi meliputi :

1. Kacamata koreksi

Pemilihan kacamata masih merupakan metode paling aman untuk

memperbaiki refraksi.2 Keuntungan penggunaan kacamata meliputi: lebih

murah, lebih aman bagi mata, dan membutuhkan akomodasi yang lebih kecil

daripada lensa kontak.9 Kerugian penggunaan kacamata meliputi: menghalangi

penglihatan perifer, membatasi kegiatan tertentu, dan mengurangi kosmetik.4

2. Lensa kontak

Keuntungan pemakaian lensa kontak adalah: memberikan penglihatan yang

lebih luas, tidak membatasi kegiatan, kosmetik lebih baik. Kerugian

penggunaan lensa kontak: sukar dalam perawatan, mata dapat merah dan

infeksi, tidak semua orang dapat memakainya (mata alergi dan mata kering).4

3. Obat

Obat-obatan sikloplegik kadang digunakan untuk mengurangi respon

akomodasi terutama untuk mengatasi pseudomyopia. Beberapa penelitian

menyatakan bahwa atropin topikal dan cyclopentolate mengurangi progresi

miopia pada anak dengan youth onset-myopia. Namun dilatasi pupil yang

terjadi mengakibatkan silau. Selain itu terdapat reaksi alergi, reaksi

idiosinkrasi, dan toksisitas sistemik, serta pemakaian atropin jangka panjang

dapat mengakibatkan efek buruk pada retina.9

10

Page 12: Kasbes Mata Rischa

4. Orthokeratologi

Tindakan ini bertujuan untuk mendatarkan kornea perifer sehingga sama

datarnya dengan kornea sentral. Beberapa penelitian menunjukkan

orthokeratologi dapat menurunkan miopia hingga 3,00 D; dengan rata-rata

penurunan 0,75 – 1,00 D.9

5. Bedah refraktif

Pembedahan ini dilakukan untuk memperbaiki penglihatan akibat gangguan

pembiasan. Jenis pembedahan meliputi pembedahan di kornea (radial

keratotomi, keratektomi fotorefraktif/photorefractive keratectomy/PRK,

automated lamellar keratoplasti/ALK, LASIK) dan lensa (implantasi lensa

intra ocular, clear lens extraction).4

Analisis Kasus

Pada kasus ini didapatkan diagnosis miopia sedang pada kedua mata

berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada diagnosis

tersebut.

Pada anamnesis didapatkan seorang wanita 34 tahun dengan keluhan

penglihatan kedua mata kabur pada saat melihat jauh walaupun sudah

menggunakan kacamata. Tidak ada mata merah, tidak ada nrocos, tidak ada silau.

Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus ODS 2/60. Setelah

dilakukan koreksi visus ODS 2/60 S – 11.00 6/6.

Pemberian terapi kacamata sesuai koreksi dilakukan mengingat berbagai

pertimbangan dan sesuai keinginan pasien. Pemeriksaan visus setiap 6 bulan juga

disarankan untuk pasien untuk memantau progresi dari miopia yang dideritanya.

Pemeriksaan funduskopi disarankan dilakukan untuk melihat keadaan fundus

oculi dan melihat apakah fungsi saraf masih baik. Edukasi yang diberikan kepada

pasien bertujuan untuk mencegah progresivitas miopia secara cepat dan

mempertahankan keadaan penglihatan sebaik mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

11

Page 13: Kasbes Mata Rischa

1. Ilyas S. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. Dalam :

Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit FK UI,2003.

2. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi Umum. Trans Suyono J (editor).

14th ed. Jakarta : Widya Medika,2000.

3. Kadir, Abdul. Hubungan Faktor Pekerjaan, Perilaku, Keturunan, Pencahayaan,

dan Umur terhadap Kejadian Miopi di Jawa Tengah. [Universitas Indonesia

Eprints],1996. [cited 9 Desember 2011]. Available from :

http://eprints.ui.ac.id/32826/

4. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Jakarta: Balai penerbit FK UI,1997.

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Hasil Riset

Kesehatan Dasar Nasional,2007. [cited 9 Desember 2011]. Available from :

http://www.docstoc.com/docs/19707850/Laporan-Hasil-Riset-Kesehatan-

Dasar-(RISKESDAS)-Nasional-2007

6. Siregar, NH. Kelainan Refraksi yang Menyebabkan Glaukoma. [referat

Repository USU]. 2008. [cited 9 Desember 2011]. Available from :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3438/1/09E01854.pdf

7. American Optometric Association. Myopia (Nearsightedness). 2010. [cited 9

Desember 2011]. Available from : http://www.aoa.org/myopia.xml

8. American Academy of Ophthalmology. The Human Eye as an Optical System.

In : Optics, Refraction, and Contact Lenses. USA:LEO. 2003

9. Goss, DA, et al. Care of the Patient with Myopia. [American Optometric

Association]. 2010. [cited 9 Desember 2011]. Available from :

http://www.aoa.org/documents/CPG-15.pdf

12