BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Katarak merupakan penyebab utama berkurangnya penglihatan pada usia 55 tahun atau
lebih. Secara umum dianggap bahwa katarak hanya mengenai orang tua, padahal katarak dapat
mengenai semua umur dan pada orang tua katarak merupakan bagian umum pada usia lanjut.
Makin lanjut usia seseorang makin besar kemungkinan menderita katarak.
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat keparahan yang sangat
bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kelainan bawaan, kecelakaan,
keracunan obat, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan. Sebagian besar kasus bersifat
bilateral, walaupun kecepatan perkembangannya pada masing-masing mata jarang sama.
Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan oksigen dan mula-
mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium
meningkat, sedangkan kandungan kalium, asam askorbat dan protein berkurang. Pada lensa yang
mengalami katarak tidak ditemukan glutation.
Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, dan kerusakan
kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa bervariasi sesuai stadium
perkembangan katarak. Katarak imatur (insipien) hanya sedikit opak, katarak matur yang keruh
total (tahap menengah lanjut) mengalami edema. Apabila kandungan air maksimal dan kapsul
lensa teregang, katarak disebut mengalami intumesensi (membengkak). Pada katarak hipermatur
(sangat lanjut), air telah keluar dari lensa dan meninggalkan lensa yang sangat keruh, relatif
mengalami dehidrasi, dengan kapsul berkeriput.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya katarak seperti usia lanjut, kongenital,
penyakit mata (glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa, penyakit intraokular lain), bahan
toksis khusus (kimia dan fisik), keracunan obat(eserin, kotikosteroid, ergot, asetilkolinesterase
topikal), kelainan sistemik atau metabolik (DM, galaktosemi, distrofi miotonik), genetik dan
gangguan perkembangan, infeksi virus dimasa pertumbuhan janin. Faktor resiko dari katarak
1
antara lain DM, riwayat keluarga dengan katarak, penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu,
pembedahan mata, pemakaian kortikosteroid, terpajan sinar UV dan merokok.
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup
padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun pada stadium perkembangan
yang paling dini dari katarak, dapat dideteksi melalui pupil yang berdilatasi maksimum dengan
oftalmoskop, loupe atau slitlamp.
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa (nukleus fetal atau
nukleus embrional), bergantung pada waktu stimulus karaktogenik atau di kutub anterior atau
posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa. Pada katarak akibat usia, kelainan
mungkin terutama mengenai nukleus (sklerosis nukleus), korteks (kekeruhan koroner atau
kuneiformis), atau daerah subkapsul posterior.
1.2 Batasan Masalah
Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, klasifikasi, gambaran
klinis, penatalaksanaan, komplikasi, prognosa dari katarak.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulisan tentang katarak.
1.4 Metode penulisan
Penulisan ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan merujuk pada
berbagai literatur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa
A. Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan. Jaringan
ini berasal dari ectoderm permukaan pada lensplate. Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula ( zonula Zinnii) yang menghubungkan dengan
korpus siliare. Disebelah anterior lensa terdapat humos aquos dan disebelah posterior terdapat
vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang dapat dilewati air dan
elektrolit. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus
diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastis.
Lensa terdiri dari enam 65% air, 35% protein dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan
lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak
ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf di lensa.
B. Fisiologi Lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan
cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan
memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya
dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa
yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya
biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan
usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi
3
refraksi, yang mana sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning,
lensa menyumbang +18.0- Dioptri.
C. Metabolisme Lensa Normal
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium).
Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa
lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K
bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi
dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K
ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase. Metabolisme
lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan
NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan
aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan
sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase.
2.2. Katarak
2.2.1 Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract dan Latin cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa indonesia disebut bular, di mana penglihatan seperti
tertutup air tejun. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama. Katarak yang terjadi akibat proses penuaan dan
bertambahnya umur disebut katarak senilis. Katarak senilis adalah kekeruhan lensa baik di
korteks, nuklearis tanpa diketahui penyebabnya dengan jelas, dan muncul mulai usia 40 tahun.
Beberapa penelitian mengatakan, bahwa katarak senilis dipercepat oleh beberapa faktor
antara lain: penyakit diabetes melitus, hipertensi, paparan sinar ultra violet B, indeks masa badan
lebih dari 27, asap rokok lebih dari 10 batang/hari baik perokok aktif maupun pasif.
4
2.2.2 Epidemiologi
Katarak senilis terjadi pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Insidensi katarak di
dunia mencapai 5-10 juta kasus baru tiap tahunnya. Di Afrika katarak senilis merupakan
penyebab utama kebutaan. Katarak senilis sangat sering ditemukan pada manusia, bahkan dapat
dikatakan sebagai suatu hal yang dapat dipastikan timbulnya dengan bertambahnya usia
penderita. Horlacher mendapatkan bahwa 65% dari seluruh individu antara usia 51-60 tahun
menderita katarak, sedangkan Barth menemukan bahwa 96% dari individu di atas usia 60 tahun
mempunyai kekeruhan lensa yang dapat terlihat jelas pama pemeriksaan slitlamp. Di negara
berkembang katarak merupakan 50-70% dari seluruh penyebab kebutaan, selain kasusnya
banyak dan munculnya lebih awal. Di Indonesia tahun 1991 didapatkan prevalensi kebutaan
1,2% dengan kebutaan katarak sebesar 0,67%, dan tahun 1996 angka kebutaan meningkat
1,47%.
2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi katarak berdasarkan usia :
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun
Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir
dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada
bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi
5
sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris
heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalokornea.
Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :
1. Kapsulolentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak
Polaris.
2. Katarak lentikular, termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks atau
nukleus saja.
Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian primer atau
berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau umum.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal
infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama
kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali
pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini
terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan
gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak
kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah
sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital
akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Pada setiap leukokoria perlu pemeriksaan yang
lebih teliti untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria dilakukan
dengan melebarkan pupil.
Pada katarak kongenital penyulit yang dapat terjadi adalah makula lutea yang tidak cukup
mendapat rangsangan. Makula tidak akan berkembang sempurna hingga walupun dilakukan
ekstraksi katarak maka visus biasanya tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia
sensoris (ambyopia ex anopsia). Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi berupa
nistagmus dan strabismus.
6
Kekeruhan katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan gambaran
morfologik.
Dikenal bentuk-bentuk katarak Kongenital :
- Katarak piramidalis atau Polaris anterior
- Katarak piramidalis atau Polaris posterior
- Katarak zonularis atau lamelaris
- Katarak pungtata dan lain-lain
Penanganan tergantung jenis katarak unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata lain,
dan saat terjadinya katarak. Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan karena
bergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi ambliopia.
Bila terdapat nistagmus maka keadaan ini menunjukan hal yang buruk pada katarak kongenital.1
Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan
katarak kongenital.
Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan
penyakit lainnya seperti:
1. Katarak metabolik
a.) Katarak diabetika dan galaktosemik (gula)
b.) Katarak hipokalsemik (tetanik)
c.) Katarak defisiensi gizi
d.) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)
e.) Penyakit Wilson
7
f.) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain
2. Otot
Distrofi miotonik (umur 20-30 tahun)
3. Katarak traumatik
Merupakan katarak yang terjadi karena kecelakaan pada mata
4. Katarak komplikata
a.) Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia, aniridia, pembuluh
hialoid persisten, heterokromia iridis)
b.) Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti Wagner dan
retinitis pigmentosa, dan neoplasma)
c.) Katarak anoksik
d.) Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol
(MER-29), antikholinesterase, klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan, besi)
e.) Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit (sindermatik),
tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia kalsifikans
kongenita pungtata), dan kromosom
f.) Katarak radiasi
Katarak Senil
Berdasarkan letaknya dikenal ada 3 bentuk katarak senilis, yaitu : katarak nuklear,
kortikal dan subkapsularis posterior.
1. Katarak Nuklear
Katarak yang lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus
cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning
sampai coklat. Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 tahun dan progresivitasnya 8
lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan jauh lebih
dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat
menjadi lebih baik, sulit menyetir pada malam hari . Penderita juga mengalami kesulitan
membedakan warna, terutama warna biru dan ungu.
2. Katarak Kortikal
Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya
mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat. Terdapat wedge-
shape opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji. Banyak pada penderita DM.
Keluhan yang biasa terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu, penglihatan
merasa silau.
3. Katarak Subkapsular Posterior atau Kupuliformis
Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa. Katarak subkapsularis
posterior lebih sering pada kelompok usia lebih muda daripada katarak kortikal dan
katarak nuklear. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya
cepat. Bentuk ini lebih sering menyerang orang dengan diabetes, obesitas atau pemakaian
steroid jangka panjang. Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau, pandangan
kabur pada kondisi cahaya terang.
Berdasarkan stadium perjalanan penyakitnya, katarak senilis digolongkan menjadi 4
stadium: Katarak insipien, katarak imatur, katarak matur dan katarak hipermatur .
9
1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak yang
membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan
biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya
nampak jika pupil dilebarkan. Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang
disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini
kadang menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai
seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa.
Terjadi penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa
yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga
terjadi glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahadaw test, maka
akan terlihat bayangn iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).
Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif
menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak dan
besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingkan
dalam keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit
glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
menyebabkan myopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga 10
akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah yang memberikan miopisasi. Pada
pemerikasaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat
lensa.
3. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi
yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui
kapsul, sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga
uji bayangan iris negatif.
4. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami
degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan
berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa. Keadaan
ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji bayangan iris memberikan gambaran
pseudopositif. Cairan / protein lensa yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi
inflamasi dalam bola mata karena di anggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat timbul
komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran melalui COA kembali terhambat akibat
terdapatnya sel-sel radang dan cairan / protein lensa itu sendiri yang menghalangi aliran
cairan bola mata.
11
2.2.4 Gambaran Klinis
Seorang penderita katarak mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak.
Katarak terjadi secara perlahan-perlahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara
berangsur. karena umumnya katarak tumbuh sangat lambat dan tidak mempengaruhi daya
penglihatan sejak awal. Daya penglihatan baru terpengaruh setelah katarak berkembang sekitar
3-5 tahun. Karena itu, pasien katarak biasanya menyadari penyakitnya setelah memasuki stadium
kritis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
• Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
• Peka terhadap sinar atau cahaya.
• Dapat melihat ganda pada satu mata.
• Kesulitan untuk dapat membaca.
• Lensa mata berubah menjadi buram
2.2.5 Diagnosis
Selama pemeriksaan diagnostik, seorang ahli mata (ophthalmologist) akan mengukur
secara hati-hati bentuk, ukuran dan kesehatan umum mata untuk menentukan apakah diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan adalah:
Pemeriksaan mata standar, termasuk pemeriksaan dengan slit lamp
USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan
2.2.6 Diagnosis Banding
- Leukokoria
- Fibroplasti retrolensa
12
- Ablasi retina
- Membrana pupil iris persistans
- Oklusi pupil
- Retinoblastoma
2.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada katarak adalah tindakan pembedahan. Pengobatan yang diberikan
biasanya hanya memperlambat proses, tetapi tidak menghentikan proses degenerasi lensa.
Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk menghambat proses katarak adalah vitamin dosis
tinggi, kalsium sistein, iodium tetes.
Tindakan pembedahan dilakukan dengan indikasi:
1. Indikasi optik : Pasien mengeluh gangguan penglihatan yang mengganggu kehidupan
sehari-hari , dapat dilakukan operasi katarak.
2. Indikasi medis : Kondisi katarak harus dioperasi di antaranya katarak hipermatur,
lensa yang menginduksi glaukoma, lensa yang menginduksi uveitis,
dislokasi/subluksasi lensa, benda asing intraretikuler, retinopati diabetik, ablasio retina
atau patologi segmen posterior lainnya.
3. Indikasi kosmetik : Jika kehilangan penglihatan bersifat permanen karena kelainan
retina atau saraf optik, tetapi leukokoria yang diakibatkan katarak tidak dapat diterima
pasien, operasi dapat dilkukan meskipun tidak dapat mengembalikan penglihatan.
Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. EKIK (Ekstraksi Katarak Intrakapsular)
Ekstraksi katarak intrakapsular, yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul lensa..
ICCE masih sangat bermanfaat pada kasus-kasus yang tidak stabil, katarak intumesen,
hipermatur dan katarak luksasi. ICCE juga masih lebih dipilih pada kasus dimana zonula zini
tidak cukup kuat sehingga tidak memungkinkan menggunakan ECCE. Kontraindikasi absolut
13
ICCE adalah katarak pada anak-anak dan dewasa muda dan ruptur kapsul akibat trauma.
Kontraindikasi relatif adalah miopia tinggi, sindrom Marfan dan katarak morgagni. Keuntungan
pembedahan ICCE ini adalah: tidak akan terjadi katarak sekunder, karena lensa seluruhnya sudah
diangkat. Kerugian ICCE dibanding ECCE sangat signifikan. Insisi ICCE yang lebih luas yaitu
160-180o (12-14 mm), berhubungan dengan beberapa resiko, seperti: penyembuhan yang lama,
cenderung menimbulkan astigmatisme, kebocoran luka pos operasi, inkarserasi iris dan vitreus.
Komplikasi selama operasi dapat terjadi trauma pada endotel kornea. Komplikasi pasca operaasi
adalah cystoid macular edema (CME), edema kornea, vitreus prolaps dan endoftalmitis.
b. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK)
Ekstraksi katarak ekstrakapsular, yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus)
melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul
posterior. Operasi katarak ini adalah merupakan tehnik operasi untuk katarak Imatur/matur yang
nukleus atau intinya keras sehingga tidak memungkinkan dioperasi dengan tehnik
fakoemulsifikasi. Insisi kornea lebih kecil daripada ICCE (kira-kira 5-6mm) sehingga proses
penyembuhan lebih cepat sekitar seminggu. Karena kapsul posterior yang utuh, sehingga dapat
dilakukan penanaman lensa intraokular (IOL). Mengurangi resiko CME dan edema kornea.
Kerugiannya berupa membutuhkan alat yang lebih sukar dibandingkan ICCE. Penyulit pada
teknik ini berupa adanya ruptur kapsul posterior, prolaps badan kaca, hifema, peningkatan
tekanan intraokular, endofthalmitis, katarak sekunder.
c. Fakoemulsifikasi
Ekstraksi lensa dengan fakoemulsifikasi, yaitu teknik operasi katarak modern
menggunakan gel, suara berfrekuensi tinggi, dengan sayatan 3 mm pada sisi kornea.
Fakoemulsifikasi adalah teknik operasi katarak terkini. Pada teknik ini diperlukan irisan yang
sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea. Getaran ultrasonik akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin phaco akan menyedot massa katarak yang telah
hancur tersebut sampai bersih. Sebuah lensa Intra Ocular (IOL) yang dapat dilipat dimasukkan
melalui irisan tersebut. Untuk lensa lipat (foldable lens) membutuhkan insisi sekitar 2.8 mm,
sedangkan untuk lensa tidak lipat insisi sekitar 6 mm. Karena insisi yang kecil untuk foldable
14
lens, maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan dengan
cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.
Indikasi teknik fakoemulsifikasi berupa calon terbaik pasien muda dibawah 40-50 tahun,
tidak mempunyai penyakit endotel, bilik mata dalam, pupil dapat dilebarkan hingga 7 mm.
Kontraindikasinya berupa tidak terdapat hal – hal salah satu diatas, luksasi atau subluksasi lensa.
Prosedurnya dengan getaran yang terkendali sehingga insiden prolaps menurun. Insisi yang
dilakukan kecil sehingga insiden terjadinya astigmat berkurang dan edema dapat terlokalisasi,
rehabilitasi pasca bedahnya cepat, waktu operasi yang relatif labih cepat, mudah dilakukan pada
katarak hipermatur. Tekanan intraokuler yang terkontrol sehingga prolaps iris, perdarahan
ekspulsif jarang. Kerugiannya berupa dapat terjadinya katarak sekunder sama seperti pada teknik
EKEK, sukar dipelajari oleh pemula, alat yang mahal, pupil harus terus dipertahankan lebar,
endotel ’loss’ yang besar. Penyulit berat saat melatih keterampilan berupa trauma kornea, trauma
iris, dislokasi lensa kebelakang, prolaps badan kaca. Penyulit pasca bedah berupa edema kornea,
katarak sekunder, sinekia posterior, ablasio retina.
Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan jarang sekali
terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang
serius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan,
selama beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi
mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan pelindung mata sampai luka pembedahan
sembuh.
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada katarak tergantung stadiumnya. Pada stadium imatur
dapat terjadi glaukoma sekunder akibat lensa yang mencembung sehinnga mendorong iris dan
terjadi blokade aliran aqueus humor. Sedangkan pada stadium hipermatur dapat terjadi glaukoma
sekunder akibat penymbatan kanal aliran aquous humor oleh masa lensa yang lisis, dan dapat
juga terjadi uveitis fakotoksi. Komplikasi juga dapat diakibatkan pasca operasi katarak, seperti
ablasio retina, astigmatisma, uveitis, endoftalmitis, glaukoma, perdarahan, dan lainnya.
15
2.2.9 Prognosis
Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak
sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali
saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini.
Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak
kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif
lambat.
16
BAB III
ANALISIS SITUASI
Ilustrasi Kasus
Seorang pasien wanita berumur 73 tahun masuk bangsal mata RSUP M. Djamil Padang pada tanggal 27 Februari 2012 dengan:
Keluhan Utama : Kedua mata yang terasa kabur sejak lebih kurang 2 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Kedua mata kabur sejak lebih kurang 2 tahun yang lalu
- Mata kabur dirasakan semakin bertambah dalam 1 tahun ini
- Pasien mengeluhkan pandangan berkabut
- Riwayat menderita penyakit Diabetes Melitus (-)
- Riwayat pernah menderita hipertensi (+)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak penah merasakan keluhan yang sama sebelumnya.
Pasien tidak pernah menderita penyakit mata lain sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.
Pemeriksaan Fisik :
Keadan Umum : baik
Kesadaran : CMC
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 84 x/menit
Frekuensi Napas : 16x/menit
Status Generalisata : dalam batas normal
17
Status Ophtalmicus
SO OD OS
Visus tanpa koreksi
Visus dengan koreksi
5/20
S -0,75 5/15 false 1
1/300
(-)
Refleks fundus + menurun -
Silia/supersilia madarosis (-), trkikhiasis(-) krusta (-), skuama (-)
madarosis (-), trkikhiasis(-) krusta (-), skuama (-)
Palpebra superior
Palpebra inferior
Edema (-), ptosis (-), epicantus (-), hordeolum (-), kalazion (-), xantelasma (-), entropion (-), ektropion (-), lagophtalmus (-), blefaritis
(-), nevus (-)
Edema (-), entropion (-), ektropion (-)
Edema (-), ptosis (-), epicantus (-), hordeolum (-), kalazion (-), xantelasma (-), entropion (-),
ektropion (-), lagophtalmus (-), blefaritis
(-), nevus (-)
Edema (-), entropion (-), ektropion (-)
Margo palpebra Blefaritis (-), meibomitis (-) Blefaritis (-), meibomitis (-)
Aparat lakrimalis Epivora (-), hiperlakrimasi (-) Epivora (-), hiperlakrimasi (-)
Konjungtiva tarsalis
Konjungtiva fornic
Konjungtiva bulbi
Folikel (-), papil (-), edema
(-), hiperemis (-), sikatrik (-)
Hiperemis (-), folikel (-)
Injeksi silier (-), injeksi konjungtiva (-), pterigium (-)
Folikel (-), papil (-), edema
(-), hiperemis (-), sikatrik (-)
Hiperemis (-), folikel (-)
Injeksi silier (-), injeksi konjungtiva (-), pterigium (-)
Sklera Putih, tenang Putih, tenang
Kornea Bening, infiltrat (-), edema
(-), sikatrik (-), neovaskularisasi (-)
Bening, infiltrat (-), edema
(-), sikatrik (-), neovaskularisasi (-)
18
Kamera Okuli Anterior
Dalam, hipopion (-), hifema (-), pigmen (-)
Dalam, hipopion (-), hifema (-), pigmen (-)
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, reguler, RP (+/+) Bulat, reguler, RP (+/+)
Lensa Nukleus keruh, subkapsular posterior keruh
Keruh total
Korpus Vitreum Jernih Tidak dapat dinilai
Fundus
Papila N. Optikus
Retina
Makula
aa/vv Retina
Tdak dapat dinilai Tdak dapat dinilai
Tekanan bulbus okuli Palpasi normal Palpasi normal
Gerakan bulbus okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Posisi bulbus okuli Ortho Ortho
19
Diagnosis Kerja : Katarak imatur OD, katarak matur OS
Anjuran Terapi : ECCE ditambah pemasangan IOL OS
BAB IV
KESIMPULAN
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat keparahan yang sangat
bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kelainan bawaan, kecelakaan,
keracunan obat, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan. Sebagian besar kasus bersifat
bilateral, walaupun kecepatan perkembangannya pada masing-masing mata jarang sama.
Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan oksigen dan mula-
mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi.
Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, dan kerusakan
kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa bervariasi sesuai stadium
20
perkembangan katarak. Katarak imatur (insipien) hanya sedikit opak, katarak matur yang keruh
total (tahap menengah lanjut) mengalami edema. Apabila kandungan air maksimal dan kapsul
lensa teregang, katarak disebut mengalami intumesensi (membengkak). Pada katarak hipermatur
(sangat lanjut), air telah keluar dari lensa dan meninggalkan lensa yang sangat keruh, relatif
mengalami dehidrasi, dengan kapsul berkeriput.
Pada stadium intumesensi terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat
lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingkan
dalam keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan myopia
lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya
biasnya akan bertambah yang memberikan miopisasi. Pada pemerikasaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007. Hlm
172-3, 199, 200-13.
Ilyas, Sidarta. Katarak (Lensa Mata Keruh). Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2003
Wijana S.D, Nana. Ilmu Penyakit Mata.
Vaugan daniel, Taylor asbury, Paul riordan-eva; Alih bahasa Jan Tamboyang, Braham U
Pendit; Editor, Y. Joko suyono. Oftalmologi Umum. Ed 14. Jakarta: Widya
Medika.2000.hal 175-83
21
22