1
KEHILANGAN TULANG DAN POLA DESTRUKSI TULANG
Pendahuluan Cacat tulang terjadi karena destruksi tulang alveolar yang disebabkan oleh
penyakit periodontal. Tinggi tulang alveolar yang normal adalah di batas
sementoenamel dan tinggi tulang dijaga oleh keseimbangan fisiologis antara
pembentukan tulang oleh osteoblas dan kehilangan tulang oleh osteoklas, yang
dipengaruhi oleh faktor lokal dan sistemik.
Anatomi normal tulang alveolar Tulang alveolar adalah bagian dari tulang rahang yang mengelilingi dan
mendukung gigi. Tulang alveolar memiliki lapisan kortikal atau tulang kompak di
bagian fasial dan lingual yang diantaranya terdapat tulang spongiosa.
Keberadaan tulang alveolar bergantung pada keberadaan gigi, sehingga
saat gigi diekstraksi, tulang alveolar akan mengalami resorbsi. Bentuk, ukuran dan
ketebalan tulang alveolar bervariasi dalam setiap region mulut. Tepi dari puncak
tulang alveolar parallel dengan batas sementoenamel dengan jarak 1-2 mm.
Anatomi normal dari tulang alveolar ditunjukkan pada gambar 24.1.
Gambar 24.1 : Anatomi normal dari tulang alveolar
2
Mekanisme pembentukan dan destruksi tulang
Osteoblas adalah sel utama yang membentuk matriks tulang, yang diikuti
dengan kalsifikasi. Awalnya, matriks yang belum terkalsifikasi, disebut osteoid,
dibentuk dan dimineralisasi karena adanya deposisi kristal hidroksiapatit.
Destruksi tulang pada penyakit periodontal terjadi karena faktor lokal dan
sistemik.
Destruksi tulang pada penyakit periodontal tidak terjadi karena nekrosis
tulang, tetapi karena adanya keterlibatan aktivitas sel pada tulang yang masih
hidup. Nekrosis jaringan dan tulang yang terjadi akan terlihat pada dinding
jaringan lunak dari poket periodontal, bukan pada batas resorbsi dari tulang di
bawahnya.
Sel yang diperlukan untuk resorpsi tulang adalah osteoblas dan osteoklas.
Stimulasi proses resorpsi tulang terdapat pada tabel 24.1
Tabel 24.1 Stimulasi dari resorpsi tulang
Sitokin Sumber Fungsi
Interleukin
(IL)-1
Makrofag
Fibroblas
Monosit, sel
epitel
Aktivasi osteoklas
Meningkatkan marginasi polimorfonuklear
leukosit (PMNL)
Meningkatkan sintesis prostaglandin (PGE2)
melalui fibroblas
Meningkatkan produksi dan pelepasan IL-6
Meningkatkan produksi alfa – faktor nekrosis
tumor (TNF)
IL-6 Makrofag
Fibroblas
Sel epitel
Meningkatkan sintesis protein fase akut
Meningkatkan resorpsi tulang
Meningkatkan differensiasi sel-B dan
produksi Ig
Meningkatkan aktivasi sel-T
Parathormon
(PTH)
Sel utama dari
kelenjar
paratiroid
Meningkatkan resorpsi tulang
Meningkatkan tingkat kalsium darah
Stimulasi sintesis osteoklas secara tidak
3
langsung
Meningkatkan produksi IL-6 melalui
osteoblas, dan differensiasi osteoklas
PGE2 Diaktivasi
makrofag
Monosit
OMNLs
Sel mast, sel
epitel
Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
Meningkatkan vasodilatasi
Meningkatkan kemotaksis PMNL
Stimulasi resorpsi tulang
Reseptor
activator of
nuclear factor
kappa-B
(RANK)
Reseptor yang
berada pada
permukaan
osteoklas
Mendorong differensiasi osteoklas
Reseptor
activator of
nuclear factor
kappa-B
ligand
(RANKL)
Osteoblas
Limfosit T
Fibroblas
Monosit
Sel epitel
Mendoorng differensiasi osteoklas
Vitamin D
INF-α
Dan Meningkatkan osteoklas dan aktivitas
kolagenase
Osteoprotegrin Disekresi oleh
osteoblas dalam
merespon
vitamin D dan
bone
morphogenic
protein 2
(BMP2)
Menghalangi/memblok pembentukan
osteoklas
Kalsitonin Sel
parafolikular
Menurunkan resorpsi tulang
Menurunkan tingkat kalsium darah
4
dari kelenjar
tiroid
Estrogen Sel folikular
dari ovarium
Menghambat differensiasi osteoklas
Mendukung differensiasi osteoblas
Androgen Testis pada
laki-laki
Ovarium pada
wanita
Stimulasi diffrensiasi osteoblas dan
pembentukan tulang
Menghambat differensiasi osteoklas dan
mendukung apoptosis
Faktor lokal
Faktor lokal dapat berupa:
- Inflamasi gingiva kronis
- Trauma karena oklusi
- Kombinasi keduanya
Peran inflamasi gingiva kronik Inflamasi gingiva kronis adalah penyebab yang umumnya terjadi pada
destruksi tulang penyakit periodontal. Inflamasi menyebar dari gingiva ke
jaringan yang lebih dalam melalui dua jalur (menandakan adanya transisi dari
gingivitis menjadi periodontitis).
Transisi dari gingivitis ke periodontitis berhubungan dengan kandungan
plak bakteri atau ketahanan dari host. Lesi terjadi karena bakteri patogen dan
infiltrasi sel inflamatori. Lesi menjadi lebih progresif dan destruktif dengan
adanya konversi dari lesi limfosit-T menjadi limfosit-B.
Perjalanan penyebaran inflamasi Interproksimal
a. Dari gingiva à tulang à ligamen periodontal
b. Dari gingiva à ligamen periodontal
(jarang terjadi; biasanya pada trauma karena oklusi)
Fasial dan lingual
a. Dari gingiva di luar periosteum à menuju ke tulang
5
b. Dari gingiva à menuju ke ligament periodontal
Saat inflamasi dari gingiva mencapai tulang, inflamasi akan menyebar ke
sumsum tulang dan kemudian diisi oleh leukosit dan cairan eksudat, pembuluh
darah baru dan fibroblast yang berproliferasi. Osteoklas multinuklear dan fagosit
mononuklear bertambah banyak dan permukaan tulang dilapisi dengan lakuna
berbentuk kerucut yang meresorpsi. Pada sumsum tulang, resorpsi berlanjut dan
menyebabkan penipisan awal dari tulang trabekula yang mengelilingi dan
pembesaran dari sumsum tulang, diikuti dengan destruksi tulang dan pengurangan
tinggi tulang. Di sekitar daerah yang resorpsi, tulang sumsum berlemak akan
diganti sebagian atau seluruhnya menjadi sumsum tulang fibrous. Singkatnya,
perubahan pada tulang ditunjukkan pada gambar 24.2.
Gambar 24.2 Perubahan tulang selama inflamasi gingiva
In)lamasi gingiva
Daerah sum-‐sum tulang
Diisi oleh leukosit dan cairan eksudat, pembuluh darah baru dan )ibroblast yang berproliferasi
Meningkatkan osteoklas dan sel mononuklear
Penipisan tulang trabekula dan pembesaran sum-‐sum tulang
Dekstruksi tulang dan berkurangnya tinggi tulang
Pengantian sum-‐sum tulang berlemak dengan )ibrous di sekitar daerah resorpsi
6
Berikut adalah kemungkinan perjalanan dimana destruksi tulang terjadi
karena perluasan inflamasi gingiva (Hausmann):
1. Aksi langsung dari produk plak pada sel progenitor tulang untuk
melepaskan osteoklas.
2. Produk plak yang langsung beraksi pada tulang dan menghancurkannya
melalui mekanisme non selular.
3. Produk plak menstimulasi sel gingiva untuk melepaskan mediator, yang
kemudian menyebabkan sel progenitor berdiferensiasi menjadi osteoklas
4. Stimulasi sel gingiva untuk melepaskan agen yang mendestruksi tulang
melalui proses kimia langsung tanpa osteoklas.
5. Produk plak berperan sebagai kofaktor pada resorpsi tulang
Terdapat hipotesa yang menyatakan dua jenis sel yang berperan dalam
resorpsi tulang:
1. Osteoklas: membuang bagian mineral tulang
2. Sel mononuclear: berperan dalam degradasi matriks organic.
Keduanya ditemukan dekat dengan tulang yang teresorpsi
Destruksi tulang karena trauma dari oklusi
Trauma karena oklusi tanpa adanya inflamasi dapat menyebabkan
perubahan berikut:
1. Peningkatan penekanan dan tarikan dari ligamen periodontal
2. Peningkatan osteoklas dari tulang alveolar dan nekrosis ligamen
periodontal
Perubahan yang terjadi bersifat reversible, jika gaya dihilangkan. Namun,
trauma karena oklusi yang terus-menerus akan menyebabkan cacat tulang
berbentuk
funnel.
Urutan resorpsi tulang dikategorikan menjadi tiga fase utama (gambar
24.3).
7
Gambar 24.3: Urutan resorpsi tulang
Fase pertama
Berbagai percobaan telah menyatakan bahwa keberadaan osteoblas dan
osteoklas diperlukan untuk resorpsi tulang. Faktor sistemik dan lokal yang
resorpsi tulang menstimulasi produksi osteoblas. Osteoblas terlibat dengan
regulasi fungsi osteoklas mealui beberapa tingkat:
1. Faktor lokal
a. Prostaglandin
b. Leukotrien
c. sitokin
2. Faktor sistemik
Faktor lokal dan sistemik
Pembentukan osteoblas
Aktivasi osteoklas
Pengikatan osteonlas-‐osteoklas
Perlekatan osteoklas pada permukaan tulang yang termineralisasi
Pembentukan lingkungan yang asam melalui aksi proton pump, yang demineralisasi tulang dan matriks organik
Degradasi matriks organik
Resorpsi matriks tulang yang termineralisasi melalui ion mineral dalam osteoklas
8
a. Parathormon (PTH)
b. Vitamin D3
Fase kedua Osteoblas yang distimulasi oleh faktor ini menyebabkan terjadinya respon
melalui serangkaian sistem pembawa pesan kedua. Sebagai respon terhadap
stimulus ini, osteoblas mensekresi faktor yang mempersiapkan tulang untuk
resorpsi osteoklas dan juga merangsang perkembangan osteoklas.
Produksi osteoklas melibatkan pembentukan sel precursor dari sel induk di
tulang sumsum (gambar 24.4). Sel prekurosor ini bermigrasi ke permukaan tulang
dan menjadi preosteoklas sampai mereka menerima stimulus tertentu. Osteoblas
merangsang pembentukan osteklas melalui sekresi sitokin dan kontak sel ke sel.
Osteoblas dan sel lain seperti limfosit dan makrofag mensekresi faktor
pertumbuhan seperti limfosit dan faktor perangsang koloni monosit (GMCSF) dan
faktor stimulasi makrofag (M-CSF) dan makrofag IL-6 (tabel 24.2). Semua ini
bersamaan dengan IL-3 akan merangsang perkembangan sel precursor di sumsum
(gambar 24.5). Perkembangan osteoklas dikendalikan oleh sel stromal melalui
raktivator reseptor dari faktor nuclear kappa-B (RANK)/RANKL/aksis
osteoprotegrin (OPG). RANK berada pada osteoklas dan diaktivasi oleh ikatan
nya dengan RANKL, yang merupakan sel permukaan protein pada osteoblas,
sedangkan OPG adalah reseptor umpan dan penghambat alami pada resorpsi
tulang (gambar 24.6). Sitokin ini penting pada terjadinya regulasi proses
remodeling tulang; adanya ketidakseimbangan pada ekpresi sitokin ini akan
meneybabkan terjadinya perubahan dari fisiologis menjadi resorpsi atau
pembentukan tulang. RANKL dari limfosit dan makrofag merangsang diferensiasi
dan maturasi preosteoklas menjadi osteoklas yang bekerja.
Tabel 24.2 Faktor host dan bakteri yang terlibat dalam resorpsi tulang
Fa ktor host Faktor bakteri
Mediator inflamasi:
• Prostaglandin, contoh PGE2
• Leukotrien
• Heparin
• Lipopolisakarida (LPS)
• Asam lipoteichoic
• Kapsul dan permukaan yang
berhubungan dengan material
9
• Thrombin
• Bradikinin
• Peptidoglikan
• Muramil dipeptida
• Lipoprotein Sitokin:
• Interleukin – 1
• Interleukin – 6
• Faktor nekrosis tumor (TNF)
• Pengubahan faktor pertumbuhan – β
• Platelet – berasal dari faktor
pertumbuhan
Osteoblas yang terangsang mensekresi protein yang disebut faktor
aktivasi, yang dapat mengaktivasi osteoklas matang. Osteonlas yang terangsang
juga mensekresi prokolagenase dan activator plasminogen (gambar 24.7).
Kativator plasminogen merubah plamin dari plasminogen, yang kemudian
mengaktifkan prokolagenase, yang berperan dalam penyingkiran tulang yang
tidak termineralisasi yang melapisi permukaan tulang untuk resorpsi osteoklas.
Fase ketiga Resorpsi osteoklas terjadi dalam dua tahap:
- Tahap I: Pelarutan fase mineral
- Tahap II: Desolusi matriks organic
Proses pada dua tahap ini terjadi ekstraselular. Preosteklas menyebar dan
bersatu dengan osteolas multinukelasi; kemudian menyebar pada permukaan
tulang sebelum resorpsi. Daerah resorpsi ditentukan dibawah batas yang tidak
jelas pada osteoklas, yang merupakan daerah spesifik tertenu dari sitoplasma yang
mengelilingi membran plasma (podosom). Podosom ini melekat langsung ada
permukaan tulang untuk dihancurkan (gambar 24.8).
Tahap I: Pelarutan kandungan mineral
10
Pelarutan terjadi karena sekresi asam dari sistem transportasi ion hidrogen
elektrogen. pH intraseluler diatur anhydrase karbon, yang berjumlah banyak pada
sitoplasma osteoklas. Pada saat terjadi interaksi, ion hidrogen dilepaskan ke
kompartemen ekstraselular lisosom dan melarutkan mineral dan menyingkap
matriks organik.
Tahap II: Pemutusan/ degradasi matriks organik demineralisasi
Osteoklas juga memproduksi spesies oksigen reaktif (ROS), yang berperan
pada demineralisasi patologis tulang saat terjadinyapenyakit. Ion hidrogen yang
telah dilepaskan pada kompartemen ekstraseluler bersamaan dengan ROS,
membentuk pH yang sesuai dengan aktivitas enzim sistein protease lisosom.
Protease sistein terlibat pada produksi katepsin B, L, dan K yang dapat
mendegradasi kolagen dan proteoglikan. Namun, belakangan ini ditemukan
bahwa degradasi matriks organi melibatkan produksi dari sistein dan
metalloproteinase.
Aksi sistein proteinase: berperan oada degradasi proteoglikan dari matriks tulang
dan menyerang bagian akhir heliks dan non-heliks dari molekul kolagen. Sistein
proteinase juga mengaktifkan metalloproteinase dan proenzim.
Fungsi metalloproteinase: Saat pH meningkat, metalloproteinase berfungsi dan
kemudian menyerang bagian heliks dari molekul kolagen yang tersisa
Faktor sistemik
Faktor lokal dan sistemik mengatur keseimbangan fisiologis tulang. Ketika
terdapat kecenderungan yang mengarah pada terjadinya resorpsi tulang,
kehilangan tulang diawali dengan adanya proses inflamasi lokal yang meningkat.
Pengaruh sistemik ini terhadap respon tulang alveolar merupakan konsep faktor
tulang pada penyakit periodontal. Belakangan ini, banyak studi berfokus pada
kemungkinan adanya hubungan antara kehilangan tulang periodontal dengan
osteoporosis. Osteoporosis adalah kondisi fisiologis pada wani post-menopause
yang menyebabkan kehilangan mineral tulang dan perubahan mikrostruktur
11
tulang. Kehilangan tulang periodontal juga dapat terjadi pada gangguan skeletal
yang lain (seperti: hiperparatiroitisme, leukemia, dll) melalui mekanisme yang
dapat berhubungan dengan destruksi tulang periodontal pada umumnya.
Agen farmakologi dan resorpsi tulang Agen farmakologi termasuk prostaglandin dan prekursornya sera faktor
aktivasi osteoklas terdapat saat inflamasi gingiva. Komplemen juga dapat
menyebabkan resorpsi tulang dengan merangsang terjadinya sintesa
prostaglandin. Prostaglandin disintesa oleh precursor asam lemak seperti asam
arakidonat dan dikendalikan oleh jalur sikooksigenase. Flubiprofen (NSAID)
adalah penghambat yang efektif terhadap jalur sikooksigenase metabolisme asam
arakidonat yang dapat memperlambat laju kehilangan tulang
Aksi Radius
Beberapa penulis menyatakan, faktor lokal resorpsi tulang yang terdapat
pada permukaan tulang berdekatan dapat mengakibatkan terjadinya aksi yang
sama. Berdasarkan pengukuran Waerhaug, dinyatakan bahwa adanya kisaran 1.5-
2.5 mm plak bakteri yang efektif dapat menyebabkan terjadinya kehilangan
tulang, diluar dari 2.5 mm tidak memiliki efek. Cacat angular interproksimal
dapat terjadinya hanya dengan adanya ruang lebih dari 2.5 mm, karena ruang yang
lebih kecil telah hancur seluruhnya. Cacat luas yang melebihi 2.5 mm dapat
terlihat pada kondisi tertentu, seperti periodontitis juvenile lokalisata dan
sindroma Papillon-Lefevre, yang terjadi karena adanya bakteri pada jaringan.
Tingkat kehilangan tulang
Loe dkk. menemukan bahwa tingkat kehilangan tulang rata-rata adanya
sekitar 0.2 per tahun untuk permukaan fasial dan sekitar 0.3 untuk permukaan
proksimal, pada penyakit periodontal tidak dirawat.
Periode Destruksi
Destruksi periodontal terjadi sewaktu-waktu dan intermiten yang ditandai
dengan masa aktif dan eksaserbasi yang diikuti dengan periode remisi dan tidak
12
aktif. Destruksi ini menyebabkan hilangnya kolagen dan tulang alveolar, sehingga
poket periodontal bertambah dalam.
Penyebab terjadinya pola destruksi belum dimerngerti secara keseluruhan,
tetapi teori di bawah ini dapat menjelaskan:
1. Munculnya aktivitas berhubungan dengan ulserasi subgingival dan
reaksi inflamasi akut yang menyebabkan kehilangan tulang alveolar.
2. Munculnya aktivitas bersamaan dengan lesi limfosit-T ke lesi limfosit-
B inflitrasi sel plasma.
3. Masa eksaserbasi berhubungan dengan peningkatan floragram negatif
poket anaerobic yang tidak terikat, motile, dan masa remisi bersamaan dengan
pembentukan flora gram-positif padat, tidak terikat dan non-motile.
4. Adanya antibodi.
Faktor penentu morfologi tulang pada penyakit periodontal
Variasi Normal tulang alveolar
Variasi normal tulang alveolar dapat mempengaruhi kontur tulang yang
disebabkan penyakit periodontal. Bagian antomi yang dapat mempengaruhi pola
kerusakan tulang pada penyakit periodontal adalah sebagai berikut:
1. Ketebalan, lebar dan angulasi puncah septa interdental
2. Ketebalan fasial dan lingual plat alveolar.
3. Adanya fenestrasi dan dehisiensi.
4. Peningkatan ketebalan tepi tulang alveolar untuk mengakomodasi
fungsi fungsional.
5. Susunan gigi, anatomi akar.
Sebagai contoh, cacat tulang bersudut tidak dapat terjadi pada piring
tulang alveolar fasial dan lingual yang tipis dan memiliki sedikit atau tidak ada
tulang kanselousantara lapisan kortikal luar dan dalam. Dalam hal ini, seluruh
puncak tulang alveolar terdestruksi dan ketinggian tulang berkurang.
Pola kehilangan tulang pada penyakit periodontal
Kehilangan tulang horizontal
13
Kehilangan tulang horizontal merupakan pola kehilangan tulang yang
paling sering terjadi pada penyakit periodontal. Ketinggian tulang berkuran tetapi
tepi tulang tetap tegak lurus terhadap permukaan gigi. (gambar 24.9).
Gambar 24.9: Ilustrasi radiografi dari kehilangan tulang horizontal
Cacat tulang vertical atau bersudut
Cacat vertical atau bersudut (gambar 24.10 dan 24.11A-D) terjadi dalam
arah oblik, membentuk celah pada tulang di sepanjang akar. Dasar dari cacat
tulang berada pada apical dari tulang sekitar. Di hamper setiap cacat tulang
vertical, terjadi poket infraboni.
Cacat tulang bersudut diklasifikasikan berdasarkan jumlah tulang yang
ada:
1. Cacat tulang satu dinding atau hemiseptal: terdapat satu dinding.
2. Cacat tulang dua dinding: terdapat dua dinding
3. Cacat tulang tiga dinding atau infraboni: terdapat tiga dinding
(umumnya pada permukaan mesial dari molar atas atau bawah).
4. Cacat tulang kombinasi: Jumlah tulang pada bagian apical lebih besar
daripada bagian oklusal. Radiografi dapat membantu melokalisir cacat tulang
14
vertical, namun yang lebih baik adalah pembedahan untuk melihat cacat tulang
yang terjadi.
Gambar 24.10: Cacat tulang vertikal
Gambar 24.11 A-C : Tipe cacat tulang vertikal
15
Gambar 24.11 D : Tipe cacat tulang vertikal
Kawah tulang
Kawah tulang ada puncak tulang interdental yang menjadi cekung pada
terjepit oleh dinding fasial dan lingual. Kawah tulang terjadi pada dua per tiga
cacat tulang mandibular, dan dapat didiagnosa dengan probing transgingival.
Hal berikut dapat menyebabkan banyak terjadinya kawah interdental:
1. Daerah interdental lebih mudah terjadi akumulasi plak dan lebih sulit
dibersihkan.
2. Bentuk fasiolingual yang normalnya rata atau cekung pada septum
interdental molar bawah mempermudah terjadinya kawah.
3. Vaskularisasi pada gingiva di tengah puncak tulang dapat menyebabkan
terjadinya jalur inflamasi.
Kontur tulang yang bergelembung Kontur tulang yang bergelembung (Gambar 24.13A dan B) adalah
pembesaran tulang karena eksostosis, adaptasi fungsi atau pembentukan tulang
yang menonjol. Kontur tulang yang bergelembung lebih sering ditemukan pada
maksila daripada mandibula.
16
Gambar 24.13 A dan B : Exostosis tulang.
Bentuk/arsitektur terbalik Cacat tulang yang terbalik terjadi karena kehilangan tulang interdental,
termasuk bagian fasial dan lingual tanpa kehilangan tulang radicular, sehingga
terjadi pembalikan anatomi normal (lebih sering pada maksila).
Ledges Ledges adalah tepi tulang berbentuk plateau yang terjadi karena resorpsi
tulang yan g menebal.
Keterlibatan furkasi
Keterlibatan furkasi (gambar 24.14) adalah keterlibatan daerah bifurkasi
atau trifurkasi pada gigi berakar jamak karena pernyakit periodontal. Molar
pertama mandibula adalah daerah yang paling sering terjadi dan premolar maksila
adalah yang paling jarang terjadi.
Trauma karena oklusi yang menjadi eiologi keterlibatan furkasi masih
kontroversi; ada yang juga menyatakan adanya proyeksi enalmel ke daerah
furkasi, adanya kanal akseksori pulpa. Diagnosis ditegakkan dengan
menggunakan probe Nabers dan radiografi pada daerah ini dapat membantu,
17
tetapi dapat dihalangi oleh berbagai faktor seperti angulasi sumber sinar dan
radiopak dari struktur sekitar.
Prevalensi dan distribusi cacat tulang pada periodontitis dewasa sedang
Berbagai klasifikasi pada cacat tulang yaitu:
1. Goldman dan Cohen (1958)
Berdasarkan morfologi, cacat tulang dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Cacat tulang dinding berdinding satu
b. Cacat tulang berdinding dua\Cacat tulang berdinding tiga
c. Cacat tulang kombinasi
2. Glickman (1964) mengklasifikasikan cacat tulang menjadi:
a. Kawat tulang/interdental
b. Cacat tulang hemiseptal
c. Cacat tulang infraboni
d. Kontur tulang bergelembung (lebih sering pada maksila dan merupakan
pembesaran tulang karena eksostosis, pembentukan tulang yang menonjol).
e. Tepi tulang yang tidak konsisten dan ledges (tepi tulang berbentuk
plateau).
3. Prichard (1967) mengembangkan klasifikasi ini dan memasukkan
keterlibatan furkasi, kelainan anatomi dari prosesus alveolar, seperti ledges tepi
yang tebal, eksostosis dan torus, dehisiensi dan fenestrasi.
Terdapat prevalensi yang tinggi pada cacat tulang pada bagian posterior
(karena tulang yang lebih tebal). Tulang yang tipis menyebabkan terjadinya cacat
tulang horizontal. Pada bagian posterior, persentase cacat tulang lebih banyak
pada daerah mandibula. Kawah interdental lebih sering terjadi pada molar dan
hemisepta jarang terjadi.