KESANTUNAN BERBAHASA:
PROSA BIOGRAFI KISAH NABI YU>SUF DALAM AL-QUR‘A>N
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Magister Pengkajian Islam Konsentrasi Agama Bidang Humaniora
Oleh:
Oka Putra Pratama
21141200000054
Pembimbing
Dr.Muhbib Abdul Wahab, MA
KONSENTRASI BAHASA DAN SASTRA ARAB
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1439 H
I
Sekapur Sirih
Assala>mu ‘alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Allah yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga menjadikan penulisan buku ini dengan judul
‚Kesantunan Berbahasa: Prosa Biografi Kisah Nabi Yu>suf Dalam al-Qur’an‛ dapat terselasaikan. Shalawat besertakan salam semoga terlimpah
curah kepada Nabi Muhammad Saw dan seluruh keluarganya, sahabat, dan
para pengikutnya.
Buku ini merupakan hasil penelitian penulis dalam menyelesaikan
jenjang pendidikan Magister S2 di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada Program Studi Pengkajian Islam dengan
mengambil konsentrasi Bahasa dan sastra Arab. Meskipun dalam penyusunn
tesis ini masih terdapat kekurangannya. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun dari para pembaca, senantiasa peneliti harapkan guna
perbaikan tesis ini.
Dalam penyelesaian penelitian ini, tentu banyak hambatan dan
rintangan yang peneliti hadapi. Namun, penulis menyadari bahwa semua ini
adalah bagian dari proses, sehingga hal ini dapat dihadapi berkat dorongan
dan motivasi dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih
yang tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan baik bersifat materil dan moril. Pertama kepada Prof.
Dr.Dede Rosyada, MA selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Prof. Dr.Masykuri Abdillah selaku direktur Sekolah Pascasarjana (Sps) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh jajaran pimpinanny, Prof Didin
Saepudin,MA, DR. JM.Muslimin, MA, seluruh karyawan dan karyawati tata
usaha, serta perpustakaan. Terutama mas Arif, mas Adam, Bang Rofiq dan
mbak Vemi yang tidak bosan-bosannya disibukkan oleh penulis.
Kedua, kepada bapak Dr.Muhbib Abdul Wahab, MA selaku dosen
pembimbing, penulis haturkan banyak terimakasih yang tak terhingga atas
kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan bimbingan kepada penulis.
Selain itu tak lupa pula kepada seluruh dosen Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, Prof. Ahmad
Thib Raya, MA, Prof.Dr.Andi Faisal, MA, Dr.Ahmad Dardiri serta para
dosen lainnya yang turut serta memberikan sumbangsih pemikiran, gagasan
demi berkualitasnya penelitian ini.
Ketiga, penulis ucapkan banyak terima kasih yang begitu dalam
kepada ayahanda Syafmaidarli dan ibunda Elyda Warnita tercinta, serta
adik-adikku tercinta Kesturi Mardhatillah, Khalilullah, dan Bilqisti yang
telah memberikan motivasi dukungan dan doa yang sangat berharga hingga
II
selesainya penelitian ini. Keihklasan, kesabaran, perhatian serta kasih
sayang mereka yang selalu mendoakan agar penulis mendapatkan
kesuksesan dalam menyelesaikan studi. Ku persembahkan buku ini untuk
kalian, buku ini akan menjadi titik awal penulis untuk selalu berkarya.
Keempat, ucapan terima kasih banyak kepada rekan-rekan dan
sahabt perjuangan di Sekolah Pascasarjana (Sps) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Nawir, Akmal, Buya Ihsan, Alfauzi, kedua Aziz, Tamam, Afif,
Aceng, Muammar, Hizbullah, Mas Anang,Sahlan, Fauzan, Anwar, Athoo’,
Masayu, Zulfa, Lia, mbak Lila, Syifa, Nurul, Izzah, serta sesepuh SPs, bg
Buya Arif, Buya Isya, bg Sofi, Fadil, mas Ainun, yang selalu meluangkan
waktunya untuk bertukar pikiran, ide, gagasan dam membantu penulis demi
kelancaran penyelesaian penelitian ini. Selanjutnya akan diulas seputar
persoalan isi buku secara ringkas berdasarkan penelitian yang terlah
dilakukan.
Mu’jizat seorang Nabi dianugrahkan oleh Allah kepada Hamba
pilihan tersebut biasanya sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat
atau sesuai dengan trend, kebiasaaan yang berkembang di sekitar
masyarakat tersebut, misalnya saja Nabi Musa yang diberikan mu’jizat yang
tongkatnya dapat berubah menjadi seekor ular yang besar, karena pada
masanya lagi berkembang ilmu sihir, Nabi Isa yang memiliki mu’jizat
mampu menyembuhkan orang sakit hal ini tidak lepas dari faktor pada saat
masanya sedang berkembang ilmu kedokteran. Begitupun dengan Nabi
Yu>suf yang diberi kemu’jizatan yang dapat mena’wilkan mimpi.
Surat Yu>suf merupakan sebuah fenomenal tersendiri di dalam al-
Qura>n dikrenakan satu-satunya surah yang bercerita panjang lebar, dapat
pula dikatakan penceritaannya secara utuh tentang kisah seorang Nabi yaitu
Yu>suf a.s sesuai dengan nama suratnya. Bagi kalangan bahasa yang
menjadi perhatian adalah susunan cerita di dalam surat tersebut terdiri dari
rentetan peristiwa tutur yang begitu indah, panjang, gaya bahasa yang
santun sehingga layak untuk dikaji. Mestipun sudah banyak yang
menganalis surat ini akan tetapi dari segi kebahasaaan terkhsus kepada
domain pragmatik belum pernah dilakukan.
Keunikan lainnya surat ini memiliki nilai-nilai sastra instrinsik,
kisah yang diceriitakan secara lengkap yang berawal semenjak Yusuf.a.s
kecil hinga dewasa penuh dengan peristiwa-peristiwa, cobaan demi cobaan
yang menjadikannya sukses atau happy ending.adapun nilai intrinsik yang
dimaksud yaitu adanya tokoh, plot, latar dan tema. Kisah dalam surat Yu>suf
memuat beberapa tokoh yang terdiri dari tokoh utama dan tokoh pembantu,
beberapa diantaranya mengalami perubahan karakter yang menjadikan plot
cerita ini semakin menarik. Maka dengan pertimbangan beberapa hal
demikian, peneliti memposisikan surat tersebut layaknya sebuah hasil karya
III
sastra yang memiliki nilai-nilai kesastraan yang nantinya akan diuraikan
satu persatu unsur-unsur tersebut.
Penelitian ini pula mencoba menjawab tantangan aliran yang
menganggap bahwa sebuah kalimat hanya sebatas makna struktur saja.
Persoalan sebuah kalimat yang dianalisis menjadi kata perkata yang
memiliki makna sesuai bentuk formalnya saja dan mengabaikan konteks
sebuah kalimat tersebut terjadi. Jadi persoalan kalimat hanya melihat dai
aspek struktur saja, padahal sebuah tuturan tidak terjadi begitu saja, ada hal
lain yang mempengaruhi makna atau maksud penutur dalam
menuturkannya.
Makna atau pesan yang dimaksud ketika berkomunikasi dalam
fenomena kebahasaan tidak selalu linier dengan bentuk formalnya, hal itu
menjadi berbeda berdasarkan konteks tuturan tersebut terjadi. Tuturan
dalam konteks kebahasaan lebih dari sekedar tuturan yaitu adanya tindakan
di dalam ujaran tersebut yang mesti diidentifikasi, diketahui, dan dipahami
oleh mitra tutur. Hal ini disebabkan satu bentuk bahasa (kalimat) memiliki
variasi fungsi yang berbeda dari bentuk formalnya, di samping itu dilakukan
demi mempertimbangkan wajah mitra tutur (harga diri) dan keharmonisan
komunikasi. Konteks yang dimaksud pada tataran pragmatik diantaranya
penutur, mitra tutur, tempat, tema dan hal-hal yang mebantu berubahnya
sebuah makna formal menjadi makna yang sesuai dengan keinginan penutur.
Penelitian ini mencoba pula untuk dibenturkan dengan seksualitas,
kritisme dan lain sebagainya untuk melihat bagaimana kesantunan
dihadapakan dengan hal-hal demikian. pada persoalan seksualitas misalnya
penceritaan kisah yang ditulis oleh Dian Utami, tentu itu menabrak
kebiasaan masyarakat indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kesantunan, banyak sekali kalimat-kalimat vulgar yang ditemukan di
dalamnya yang tidak menjaga ketabuan dalam budaya masyarakat
Indonesia, berbeda dengan surat Yu>suf yang memuat persoalan seks namun
dikisahkan dengan gaya, cara bahasa, tuturan yang santun. Pada masyarakat
Minang misalnya memanggil orang yang lebih tua tanpa didahulukan
dengan kata uda, abang atau kak menjadi tidak sopan, berbeda dengan
kebiasaaan orang Inggris bahkan memanggil orangtuanya dengan kata You
padahal jika ini digunakan dalam masyarakat Minang atau Indonesia
umumnya tentu saja ini menjadi pelanggaran kesantunan berbahasa.
Pada buku ini pembaca akan disuguhkan bagaimana peneliti
menganalis, memformat bentuk tindak tuturan santun berdasarkan
pendekatan pragmatik, Balaghah dan pendekatan pendukung lainnya. Di
samping itu ada pula beberapa adab yang mesti dipatuhi dalam sebuah
percakapan berdasarkan penelitian ini.
IV
Semoga Allah membalas kebaikan semua pihak yang telah berjasa
kepada penulis dengan imbalan pahala kebaikan berlipat ganda dan
kesuksesan. Penulis menyadari bahwa penelitian ini mempunyai banyak
kekurangan, dikarenakan keterbeatasan penulis. Untuk itu, kritik dan saran
sangat diharapkan guna sempurnanya penelitian ini.
Wassalamu Alaikum. Wr. Wb.
Peneliti, 16 Oktober 2017
Oka Putra Pratama
NIM : 21141200000054
IV
Abstrak
Penelitian ini menunjukkan bahwa kesantunan berbahasa dalam bahasa arab
itu lebih fungsional, maksudnya lebih mementingkan aspek moral ketimbang
kevulgarannya. Hal ini dibuktikan dengan gaya bahasa al-Qura>n yang santun,
pilihan kata yang bagus (diksi), ungkapannya baligh, sesuai dengan situasi dan
kondisi ketika memuat persoalan yang tabu, tanpa menghilangkan fungsi
ketabuan tersebut, seperti yang tergambar dalam surah Yu>suf. Pembaca diajak
untuk lebih fokus kepada pesan yang ingin disampaikan, baik dari aspek
kesantunan, isi (moral), dan adab ketimbang harus sibuk dengan mempersoalkan
nama, tempat, waktu dan validitas sejarah.
Penelitian ini senada dengan Mahdi Moghaddasi-nia dan Sayyed Ali
Asghar Soltani (2015), bahwa perbedaan status sosial, agama, dan politik akan
memiliki perbedaan kecenderungan dalam berkomunikasi. Ahmad Mutawakkil
(1985) dan Leech (1983) menyatakan bahwa upaya menguak hakikat bahasa
tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap
pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi. Serupa
dengan Leech, George Yule (1996) menyatakan bahwa, komunikasi tidak hanya
memahami makna kata, tetapi juga harus mempertimbangkan maksud penutur
yang dituturkan.
Adapun metode penelitian ini memakai studi pustaka (library research). Sumber primer tesis ini adalah dialog Nabi Yu>suf dalam al-Qura>n surah Yu>suf
dan sumber sekundernya adalah bahan-bahan yang terkait dengan objek ini,
seperti dari penelitian, buku, majalah, jurnal dan surah kabar. Kemudian
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan teori tindak tutur yang
merupakan bagian dari domain pragmatik. Tindak tutur digunakan untuk
meneliti bagaimana bentuk, fungsi serta konteks tuturan yang terjadi
didalamnya. Sementara teori bantunya adalah sastra intrinsik, untuk mengupas
unsur-unsur yang membentuk prosa biografi dalam surah Yu>suf. Serta
mendiskusikan antara kesantunan dengan humanisme, objektif, kritisisme,
keadilan, dan kekuasaan.
Kata Kunci : Kesantunan berbahasa, prosa biografi, Sastra, Surah Yu>suf.
5
V
ملخص
ألن يالحظ ،اوظيفي ربيةعيف اللغة ال اللغوى التلطف و السالم تبني انيقصة يوسف عل عندراسة ىذه اليدة اجلاختيار كلمة ،و يؤكد على ىذا البيان بأساليب القران احملظورة. شيئ عن جانب األخالقي من
كما يصور يف سورة ،هاد وظيفييفقتبدون ظورةاحلال حينما يتكلم ان مشكلة احمل فقا مبقتضىو ،كالم بليغ .وعلى حق التاريخ ،الوقت ،املكان ،من جانب اإلسم القارء إىل رسالة اليت واردةيدعو يوسف.
اختالف الوضع)، أن 5102غر سلطاين( نيا و سيد علي أص-مهدي مقداسي ؤيدتىذه الدراسة ( و 0892) التواصل. يقول أمحد متوكلكون هلا اجتاىات خمتلفة يف تجتماعي والديين والسياسي ساال
يعين الرباغماتية، دون فهم رجوةر اللغة لن حتقق النتائج املالكشف عن جوى ة( أن حماول0891ليتش )( ينص على أن التواصل ال 0881التواصل. على غرار ليتش، جورج يول ) اللغة عند كيف يتم استخدام
.تأخذ بعني االعتبار نوايا املتكلمني املنطوقة، ولكن أيضا أن فقط الكلمات فهم يعين جمرد
و عليو السالم الة ىو حوار النيب يوسفهلذه الرس املصدر الرئيسيو . املكتيبالبحث هوفالدراسة أما منهجمستمدة من البيانات املأخوذة من الكتب واملقاالت واجملالت فهي يةثناو أما املصادر ال .فيوس سورةيف املخاطب
مث اتية،مجالربا اجملالالذي ىو جزء من االفعال الكالمياملستخدم ىو هنج نظرية مث النهج .باملوضوعاملتعلقة ومع ذلك استعمل. ارية عند التحدثظيفة وسياق الكالم اجلالو و شكلال عرفةمل االفعال الكالمياستخدم
مث ف. يوس ةالذاتية يف سور ثر السرية نالعناصر اليت تشكل عن لكشف، لكنظرية اضافية األدب اجلوىري .اإلنسانية، واهلدف، والنقد، والعدالة، والسلطة و لياقةناقشة بني الامل
.فسورة يوس ثر السرية،ن ،اتيةربامج، الالتلطف اللغوىكلمات البحث:
VI
Abstract
This study shows that politeness in Arabic language is more functional,
meaning more concerned with the moral aspect than taboo. This is evidenced by
the polite style of al-Qura> n, a good choice of words (diction), the expression is
baligh, according to the circumstances when it contains taboo issues, without
removing the gray function, as illustrated in sura Yu> suf . Readers are invited to
focus more on the message to be conveyed, both in terms of politeness, content
(morality), and attitude rather than being preoccupied with questions about names,
places, times and the validity of history.
This study is similar to Mahdi Moghaddasi-nia and Sayyed Ali Asghar
Soltani (2015), that differences in social, religious, and political status will have
different trends in communication. Ahmad Mutawakkil (1985) and Leech (1983)
argue that attempts to uncover the essence of language will not bring about the
expected results without an understanding of pragmatics, ie how they are used in
communication. Similar to Leech, George Yule (1996) states that communication
not only understands the meaning of words, but also has to take into account the
intentions of the speakers spoken.
The method of this study using library research (library research). The
primary source of this thesis is the dialogue of the Prophet Yu>suf in al-Qura> n Yu's
letter> suf and its secondary source are the materials associated with this object,
such as from research, books, magazines, journals and newspapers. Then the
approach used is a speech act theory approach that is part of the pragmatic domain.
Speech action is used to examine how the form, function and context of the speech
that occurs therein. While his theory of help is intrinsic literature, to peel away the
elements that make up the biographical prose in sura Yu> suf. And discuss between
politeness with humanism, objectives, criticism, justice, and power.
Keywords: Language, Literature, Surah Yu> suf.
VII
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ALA-LC ROMANIZATION TABLES
1. Konsonan
Huruf Arab Nama Huruf Latin
Alif A ا
Ba B ب
Ta T ت
Tha th ث
Jim j ج
H{a h} ح
Kha kh خ
Dal d د
Dhal dh ذ
Ra r ر
Zay z ز
Sin s س
Shin sh ش
{S}ad s ص
Dad{ d ض
T{a t} ط
Z{a z} ظ
‘ Ayn‘ ع
Ghayn gh غ
VIII
Fa f ؼ
Qaf q ؽ
Kaf k ؾ
Lam l ؿ
Mim m ـ
Nun n ف
Wawu w و
Ha h هػ
Ya y ي
2. Vokal
Seperti halnya bahasa Indonesia, vokal dalam bahasa Arab meliputi: vokal
tunggal [monoftong] dan vokal rangkap [diftong].
a. Monoftong
Tanda Nama Huruf Latin
ــــ Fath}ah a
Kasrah i ــــ
ــــ D}ammah u
b. Diftong
Tanda dan Huruf Nama Gabungan Huruf
ــــ ي Fath}ah dan Ya ay
ـــــ و Fath}ah dan Wawu aw
3. Maddah
Harkat dan Huruf Nama Huruf dan Tanda
ـا ــىـــــ ــــــــ Fath}ah dan Alif atau
Ya
a>
ــــ ي Kasrah dan Ya i>
و ـــــ D}ammah dan Wawu u>
4. Ta Marbut}ah
IX
Ta Marbut}ah yang berharakat sukun (mati) dan diikuti kata lain [dalam
istilah bahasa Arabnya posisinya sebagai mud}a>f], maka transliterasinya t. Akan
tetapi, apabila tidak diikuti dengan kata lain atau bukan sebagai posisi mud}a>f, maka menggunakan h. Contoh:
al-Bi>’ah البيػئػػػػػػػػػػػػػػػة
Kulli>yat al-A<da>b ك لية اآلداب
X
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................ I
Abstrak Bahasa Arab…………………………………..…………………………. IV
Abstrak Bahasa Inggris ..................................................................................... V
Abstrak Bahasa Indonesia………………………………………………………...VI
Pedoman transliterasi Arab-Latin…………………………………………….......VII
Daftar Isi ......................................................................................................... X
A. BAB I: Pendahuluan…………………………………………………… 1
B. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
C. Permasalahan…………………………………………………………….. 10
1. Identifikasi Masalah………………………………………………… 10
2. Perumusan Masalah…………………………………………………. 10
3. Batasan Masalah…………………………………………………….. 11
D. Tujuan dan Urgensi Masalah…………………………………………….. 11
E. Signifikansi Masalah…………………………………………………….. 11
F. Penelitian Terdahulu Yang Relevan…………………………………….. 11
G. Metode Penelitian……………………………………………………….. 16
H. Sistematika Penulisan…………………………………………………… 18
BAB II: Bahasa, Sastra dan Konteks Kesantunan……………………………….. 21
A. Teori Sastra Moder………………………………………………………. 21
B. Prosa Biografi……………………………………………………………. 21
C. Sistem Bahasa dan Fungsi Bahasa………………………………………. 22
D. Dimensi Fungsional Bahasa……………………………………………... 24
1. Pragmatik……………………………………………………………. 24
2. Tindak tutur…………………………………………………………. 27
3. Ilmu Ma’ani…………………………………………………………. 29
4. Kesantunan………………………………………………………….. 30
E. Alat Ukur Kesantunan Berbahasa……………………………………….. 36
1. Prinsip Kerjasama……………………………………………………. 36
2. Skala Kesantunan …………………………………………………… 37
a. Skala Kesantunan Leech………………………………………… 37
b. Skala Kesantunan B&L…………………………………………. 41
F. Dilema Kesantunan………………………………………………………. 42
1. Kesantunan dan Seksualitas…………………………………………. 42
2. Kesantunan dan Objektifitas………………………………………… 43
3. Kesantunan dan Kritisisme………………………………………….. 44
4. Kesantunan dan Keadilan……………………………………………. 44
XI
5. Kesantunan dan Kekuasaan………………………………………….. 45
BAB III: Surah Yu>suf dalam Tinjauan Sastra…………………………………… 47
A. Prosa Sebagai Hasil Karya Sastra…………………………………… 47
B. Struktur Prosa Biografi……………………………………………… 49
1. Sinopsis Prosa Biografi…………………………………………. 49
2. Tokoh……………………………………………………………. 57
3. Alur…………………………………………………………….... 58
4. Latar…………………………………………………………….. 58
5. Tema…………………………………………………………….. 59
C. Prosa Biografi Surah Yu>suf…………………………………………. 60
1. Tokoh……………………………………………………………. 60
2. Alur……………………………………………………………… 67
3. Latar…………………………………………………………….. 70
4. Tema…………………………………………………………….. 73
BAB IV: Kesantunan Berbahasa Pada Surah Yu>suf………………………..……. 75
A. Adab Yang Hilang Pada Surah Yu>suf…………………………………… 75
1. Keikhlasan dan Ketulusan Niat……………………………………… 75
2. Memilih Waktu Yang Tepat Untuk Hiwa>r………………………….. 77
3. Diksi Yang Bagus……………………………………………………. 77
4. Ilmu Tentang Subtansi Hiwa>r……………………………………….. 78
5. Sabar dalam Hiwa>r…………………………………………………... 79
B. Bentuk Tindak Tutur Santun……………………………………………. 80
1. Dialog Hubungan Antara Ayah dan Anak…………………………... 80
2. Dialog Hubungan Antara Senior dan Junior………………………… 84
3. Dialog Hubungan Antara Teman Sejawat…………………………... 88
4. Dialog Hubungan Antara Anak dan ibu Angkat………………….…. 93
5. Dialog Hubungan Antara Penguasa dan Rakyat…………….………. 96
6. Dialog Hubungan Antara Kakak dan Adik……………………….…. 97
7. Dialog Hubungan Antara Sang Pencipta dan Hamba Pilihan……..... 99
8. Dialog Hubungan Antara Yang Berkedudukan Tinggi dan Rendah..100
C. Kategori Kesantunan…………………………………………………… 101
1. Kesantunan dan Seksualitas………………………………………... 101
2. Kesantunan dan Objektifitas…………………………………….…. 105
3. Kesantunan danKritisisme…………………………………………. 112
4. Kesantunan dan Keadilan…………………………………………... 115
5. Kesantunan dan Kekuasaan………………………………………… 118
BAB V: Penutup……………………………………………………………….... 125
A. Kesimpulan……………………………………………………………... 125
B. Saran……………………………………………………………..……... 126
Daftar Pustaka
XII
Glosarium
Indeks
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut kaum fundamentalisme1, surah Yu>suf sangat kental
bercerita tentang cinta, sehingga kaum ini merupakan yang pertamakali
dalam kalangan islam yang menolak surah tersebut sebagai bagian dari al-
Qura>n. Kaum tersebut adalah aliran khawarij al-Ja>ridah sebagai mana yang
diungkap oleh Syahrastani dalam kitab agungnya Milal Wa Nihal.2
Pada surah Yu>suf terdapat tanda-tanda bagi mereka yang bertanya-
tanya, seperti yang tertera pada ayat 7. Menurut Rasyid Ridha tanda-tanda
yang dimaksud dalam surat ini adalah, tanda-tanda yang jelas, nyata dengan
keberadaanya. Hakikatnya, kemu’jizatannya, bentuknya bukanlah perkataan
manusia. Ungkapan itu merupakan Kalamullah yang berisikan informasi
tentang agama dan keselamatan dunia akhirat.3
Surah yang sepanjang isinya menceritakan Nabi Yu>suf, hanya
terdapat pada surat ini, tidak diulang pada surah lain, uslubnya menarik,
penuh kasih sayang, simpati, dan belas kasihan. Hal ini menjadi keunikan
tersendiri bagi surah Yu>suf.
Kisah merupakan salah satu media al-Qura>n untuk menyampaikan
pesan-pesan ilahi. 4
Tujuan utama diturunkannya al-Qura>n adalah untuk
1 Fundamentalisme adalah paham atau gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan
reaksioner, yang selalu merasa perlu kembali pada ajaran agama yang asli seperti yang
tersurah dalam kitab suci, yang cenderung memperjuangkan keyakinannya secara radikal.
Untuk lebih lanjut lihat Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern (Jakarta:
Rajawali pers, 2012), 88. 2 Al-Ima>m Abi> fath Muhammad Ibnu ‘Abdu al-Kari>m as-Syahrastani>, al-Milal wa al-
Nihal, Bi>rut: Da>ru al-Kutub al-‘Alamiyyah, 1992), 124. 3 Sali>m bin ‘Abdi al-Hila>li, Ittiha>fu al-Ilfi bi Zikri al-Fawa>id al-Alfi wa al-Nayfi min
Su>rah yu>suf, (Maktabah al-Rusydi Na>syiru>n: Riya>dh, 2003), 9. 4Kisah menurut Khalafullah adalah sebuah karya sastra yang dihasilkan melalui daya
imajinasi dan daya konsepsi pengisah terhadap kejadian tertentu. Kejadian tersebut bisa saja
dialami atau tidak dialami oleh orang tertentu. Adapun kebenaran terjadinya kejadian dalam
kisah dapat dilihat dari kerangka kisah yang disusun berdasarkan seni retorika kisah.
Khalafullah membagi kisah di dalam al-Qura>n dalam tiga model: Pertama, model sejarah
yaitu kisah al-Qura>n yang ide ceritanya berputar sekitar tokoh-tokoh sejarah seperti para nabi
dan rasul. Inilah kisah-kisah al-Qura>n yang oleh penafsir klasik teks-teksnya dianggap sebagai
teks-teks sejarah yang valid. Kedua, model perumpamaan yaitu kisah al-Qura>n yang
digunakan untuk menjelaskan, menerangkan dan menafsirkan sesuatu yang abstrak. Oleh para
penafsir klasik kejadian-kejadian dalam perumpamaan ini tidak dikategorikan sebagai
realitas sejarah seperti yang pertama. Bahkan perumpamaan ini menurut mereka boleh dari
khayalan atau fiktif belaka. Ketiga, model mitos atau legenda yaitu kisah-kisah al-Qura>n
yang diadopsi dari salah satu mitos atau legenda yang dikenal dalam satu kaum. Bisanya
penggunaan legenda ini dimaksudkan untuk mendukung argumentasi-argumentasi ilmiah.
2
mengajak manusia agar beriman.5 Melalui penggalan ayat-ayatnya, Al-
Qura>n mampu menyentuh jiwa dan menggerakkan kemauan serta
memberikan pengalaman kongkret bagi pembacanya. Di antara kisah-kisah
tersebut ada yang disebut dengan model sejarah, yaitu kisah al-Qura>n yang
ide ceritanya berputar sekitar tokoh-tokoh sejarah seperti para nabi dan
rasul. Inilah kisah-kisah al-Qura>n yang oleh penafsir klasik teks-teksnya
dianggap sebagai teks-teks sejarah yang valid. Sedangkan alat yang
digunakan dalam menyampaikannya adalah Bahasa Arab.
Salah satu surah yang diwahyukan berupa kisah adalah surah Yu>suf6,
yang di dalamnya terdapat banyak komunikasi (dialog). Adapun komunikasi
(dialog) ini tersusun dari rentetan peristiwa tindak tutur, yang mana rentetan
itu melibatkan antara penutur dan mitra tutur (pendengar). Dalam bertutur
seseorang tidak hanya menyampaikan pesan sebatas wujud formal saja, akan
tetapi mengandung tindakan yang terimplisit. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh J.L Austin bahwa dengan berbahasa kita tidak hanya
mengatakan sesuatu (To make Statements), melainkan melakukan sesuatu
(Perform Actions).7
Dalam fenomena kebahasaan, makna atau pesan yang dimaksud
dalam berkomunikasi (Dialog) oleh penutur, tidak selalu linier dengan
bentuk formalnya(ujaran) akan tetapi menjadi berbeda berdasarkan konteks
tuturan itu terjadi. Hal ini disebabkan satu bentuk bahasa memiliki variasi
fungsi, serta untuk menjalin komunikasi yang baik antara penutur dan mitra
tutur. Upaya untuk menentukan tindakan dari sebuah tuturan yang terjadi
dalam dialog bedasarkan konteks tersebut, dapat dilakukan dengan
pendekatan pragmatik.8 Pragmatik merupakan kajian bahasa berdasarkan
fungsinya. Yule menjelaskan bahwa dalam sebuah komunikasi tidak hanya
memahami makna kata, namun juga mesti mempetimbangkan maksud
Lihat Muhammad A.Khalafullah, al-Fannu al-Qashashi> fi al-Qura>n al-Kari>m (Mesir:
Maktabah al-Nahdhah al-mishriyyah, 1951), 312-313. 5 Lihat Sayyid Qutb, Ma’a>li>m Fi> Tari>q al-Qura>n (Bi>rut: Da>r al-shuru>q, 1979), 20-21 6Surah Yu>suf merupakan kisah yang termasyhur dalam al-Qura>n, salah satu kemuliaan
surah Yu>suf dibanding surah lain adalah tidak ada pengulangan cerita Yu>suf di surah lain
kecuali hanya satu kali di dalam surah itu sendiri. Selain itu, surah ini menceritakan
bagaimana Yu>suf dijaga kemuliaan farjinya, dibandingkan dengan kisah nabi lain. Lihat lebih
lanjut Sukba>nu ‘Abdullah Muhammad, al-I’ja>zu al-Ta’tsi>ri Fi> Su>rah Yu>suf, Majalatu al-
Dira>sa>h al-ta>ri>khiyyah wa al-Hadha>riyyah, Vol.4.No.14. 2012, 18. 7 Tri Sulistyaningtyas, ‚Diksi Dalam Wacana Iklan Berbahasa Indonesia. Suatu
Kajian Sosiopragmatik‛, Sosioteknologi, Edisi 15, (7 Desember 2008): 499. 8 Pragmatik mempelajari apa saja yang termasuk struktur bahasa sebagai alat
komunikasi antara penutur dan mitra tutur. Serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang
sifatnya ekstralinguistik. Lihat J.W.M Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum (Yogyakarta:
Gadjah Mada UniversityPress, 1996), 9-16.
3
tuturan penutur. Kajian mengenai maksud penutur inilah yang disebut Yule
dengan Pragmatik.9
Surah Yu>suf merupakan surah Makkiyah yang terdiri dari 114 ayat,
yang dipaparkan secara sempurna dan dalam pelbagai bidang kehidupannya.
Diceritakan pula berbagai macam ujian dan cobaan yang menimpanya, serta
sikap beliau ketika itu khususnya dalam berbahasa. Karena dalam kondisi
serumit apapun al-Qur’an menceritakan nabi Yu>suf selalu menjaga
Tuturannya. Cobaan itu dapat diperhatikan yang bermula mendapatkan
gangguan dari saudara-saudaranya, dilemparkan masuk ke dalam sumur tua,
selanjutnya terdampar ke negeri yang jauh(Mesir), lalu rayuan wanita cantik
kaya dan merupakan istri penguasa, dan bagaimana pada akhirnya sukses
setelah berhasil istiqamah dan bersabar. Menurut Quraish Shihab10
sabar dan
istiqamah itulah yang menjadi kunci keberhasilan, dan hal tersebut pula
yang dipesankan kepada nabi Muhammad SAW pada akhir surah Hu>d.
Kendatipun mengalami berbagai macam cobaan, al-Qura>n tetap menjaga
nabi Yu>suf dalam bertutur. Selain itu ada hal uni yang terdapat pada surah
ini yaitu, mengandung nilai sastra intrinsik. Jika hendak menghasilkan
sebuah karya sastra(prosa biografi) yang berkualitas, hendaklah merujuk
kepada surah ini.
Sastra merupakan kumpulan teks-teks tertulis yang terkandung di
dalamnya ide-ide baik berupa karangan atau seni tulisan.11
al-Qura>n
bukanlah merupakan hasil sebuah karya sastra, namun di dalamnya memiliki
nilai-nilai sastra yang sangat tinggi, bahkan disebut sebagai kitab sastra
terbesar. Sebagai korpus yang telah selesai, tidak ada jalan lain untuk
menelitinya melainkan melalui teks. Sebagaimana yang telah disebutkan
diawal, al-Qura>n bukan merupakan hasil sebuah karya sastra, namun
memiliki nilai sastra yang sangat tinggi. Hemat peneliti, surah Yu>suf
memiliki nilai sastra yang mengandung unsur intrinsik. Karena didalamnya
terdapat plot, tema, latar, dan tokoh, sehingga surah Yu>suf bisa dikatan
sebagai prosa jenis biografi.12
Meskipun jenis karya sastra berbeda-beda,
namun menurut Vladimir Propp13
pada dasarnya memiliki peran karakter
9 George Yule, The Study of Language (New York: Cambridge University Press,
2010), 127. 10 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002) Cet.I, 376. 11 Hanna al-Fa>khuri, Tari>kh al-A>dab al-‘Arabi (al-Maktabah al-Bu>li>siyah, 1987), 34. 12Hal ini didukung oleh Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern
(Jakarta: Rajawali pers, 2012), 88. 13Vladimir Propp merupakan kritikus Rusia dan juga penulis cerita rakyat. Bukunya
yang terkenal dan sudah diterjemahakan adalah MorfologyFolk Tale (pertama kali
diterbitkan pada tahun1928) dalam Gill Branston dan Roy Stafford, The Media Student’s Book (London: Routledge, 2003), 33.
4
yang bisa dikelompokkan menjadi delapan.14
Berdasarkan pendapat itu
peneliti akan mengklasifikasikan karakter tersebut dalam surah Yu>suf.
Karena keberadaan karakter itu pula yang telah membentuk sebuah
komunikasi melalui tuturan-tuturan. Sehingga ada pentingnya ditentukan
terlebih dahulu karakter tersebut, sebelum meneliti tindak tutur lebih lanjut.
Tuturan merupakan suatu tindakan, tindakan manusia dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan non verbal. Bertutur itu
merupakan tindakan verbal, produknya adalah tuturan. Tindak verbal adalah
tindak yang mengekpresikan kata-kata/bahasa. Tuturan tidak hanya
menyatakan sesuatu, atau menginformasikan sesuatu, namun berfungsi
untuk melakukan tindakan yang dimaksud. Sebagai suatu tindakan tidak
ubahnya sebagai tindakan mencubit. Hanya saja bagian tubuh berperan yang
berbeda. Pada tindakan mencubit tentu tangan yang berperan, sedangkan
bertutur alat ucaplah yang berperan.
Karya sastra tidak lahir di ruang yang hampa, keberadaannya
menuntut pembaca untuk memahaminya dari pelbagai aspek.15
Apalagi allah
SWT mewahyukan al-Qura>n kepada Nabi Muhammad yang membawa misi
tertentu. Salah aspek yang menjadi fokus penelitian ini adalah dari aspek
bahasa. Ada dua unsur yang mesti dipahami dari sastra, yaitu unsur intrinsik
dan ekstrinsik. Unsur intrinsik menuntut pembaca untuk memahaminya dari
karya itu sendiri, di dalamnya terdapat unsur plot, alur, latar, dan tokoh.
Sedangkan unsur ekstrinsik, pembaca dituntut memahami hasil karya sastra
dari unsur yang berada diluarnya. Unsur ini mengaitkan bahwa sastra erat
kaitannya dengan keadaan sosial, politik, dan geografis sastra itu lahir.
Sebagaimana yang telah disampaikan di awal, Untuk surah Yu>suf termasuk
ke dalam kategori sastra intrinsik.
Fungsi utama sastra16
selain penyampaian pesan adalah
estetika(keindahan). Karena ia dibungkus dengan bahasa, maka ia masih
14Vladimir Propp dalam Gill Branston dan Roy Stafford, The Media Student’s Book,
33-34. Telah meneliti ratusan contoh jenis cerita rakyat, untukmelihat strukturnya. Dia
berpendapat bahwa meskipun pada dasarnya ada perbedaan pada cerita-cerita tersebut, tetapi
peran karakter bisa dikelompokkan menjadi delapan, yaitu: 1)Penjahat (Villian), 2)Pahlawan
(Hero), 3)Donor , 4)Penolong (Helper), 5)Putri (Princess), 6)Ayah (Father), 8)Dispatcher, 9)False Hero
15Terry Egleaton, Teori Kesusastraan (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka,
1988) Pent. Muhammad H.J Salleh, 4. 16Menurut beberapa ahli, sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta
artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat) melalui
bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia
(kemanusiaan), Mursal esten (1978: 9). Sastra juga merupakan suatu bentuk dan hasil
pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa
sebagai mediumnya, Semi, (1988: 8). Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki
berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan
5
memiliki fungsi utama bahasa yaitu komunikasi. Kendatipun bahasa sastra
memiliki bentuk yang berbeda dengan bahasa sehari-hari, namun keduanya
sama-sama menyampaikan pesan kepada pembaca/pendengar.
Bahasa merupakan salah satu bagian yang penting bagi manusia,
dengan bahasa manusia dapat berinteraksi, bermasyarakat, dan bekerja sama
dengan orang lain. Karena pada hakikatnya bahasa adalah alat komunikasi.
Tanpa bahasa manusia tidak dapat berkomunikasi secara sempurna dalam
penyampaian pesan.17
Komunikasi juga merupakan satu tindakan mendorong
pihak lain untuk menginterpretasikan suatu ide dalam cara yang diinginkan
pembicara atau penulis. Pembicara merupakan orang yang melakukan
aktivitas bicara, sehingga bentuk pesan yang disampaikan berupa lisan.
Sementara penulis merupakan orang yang melakukan aktivitas tulis,
sehingga bentuk pesan yang disampaikan berupa tuturan tertulis.
Menurut Rogers18
komunikasi adalah proses suatu ide yang
dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud
mengubah perilaku. Perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh perilaku
orang lain karena telah terjadi komunikasi atau hubungan, baik dalam
komunikasi iterpersonal maupun komunikasi kelompok. Pengertian lain
menurut Changara19
, komunikasi adalah sesuatu yag tidak bisa dipisahkan
dari aktivitas seorang manusia. Tentunya dalam hal ini masing-masing orang
mempunyai cara sendiri mengenai tujuan apa yang akan didapatkan dan
melalui siapa. Menurut sifatnya komunikasi dibedakan menjadi dua, yaitu
Komunikasi Diadik (Communication Dydic) dan komunikasi kelompok kecil
(Small Group Communication). Komunikasi diadik adalah proses
komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka.
Sementara komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang
berlangsung antara dua orang atau lebih secara tata muka yang anggotanya
berinteraksi satu sama lain.
ungkapannya., Panuti Sudjiman (1986: 68). Kesusastraan adalah kegiatan seni yang
mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai alat, dan bersifat imajinatif,
Ahmad Badrun (1983: 16). Sastra adalah karya tulisan yang mencatatkan bahasa harian dalam
berbagaicara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjang tipiskan dan
dibalikkan serta dijadikan ganjil, Egleton (1988:4). Memaparkan bahwa sastra itu adalah
lembaga sosisal yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan
ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah
suatu kenyataan sosial, Sapardi (1979: 1). Sastra adalah karya cipta atau fiksi yang bersifat
imajinatif atau sastra adalah penggunaan bahasa yang indah dan berguna untuk menandakan
hal-hal lain.Yoseph Yapi Taum, (1997: 13). 17Dalam Santoso, Imam, Seni Komunikasi Kunci Sukses Abad Ini (Semarang: Media
Wiyata, 1993), 6. 18Rogers, Communication Technology (New York: The Free Press, 1986), 20. 19Changara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Rajawali Press, 2000), 20-
23.
6
Komunikasi dengan bahasa dapat terjadi dalam dua bentuk, yatu
bentuk lisan dan bentuk tulis. Adapun fungsinya terdapat enam macam,
yaitu refensial (pengacu pesan), emotif (pengungkap keadaan pembicara),
metalingual(penerang terhadap sandi atau kode yang diinginkan), fatis
(pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara
dan penyimak),dan puitis (penyandi pesan).20
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan
antara dua orang atau lebih dalam bermasyarakat guna mengungkapkan
keinginan untuk diketahui khalayak. Bahasa sebagai fungsi sosial, di antara
memberi nilai sosial pada ilmu pengetahuan dan gagasan manusia, bahasa
dapat melestarikan warisan budaya dan tradisi masyarakat. menjadi sarana
untuk menentukan jalan atau cara berperilaku dalam hidup seseorang. serta
menjadi media untuk mengungkap pikiran dan gagasan. Karena bahasa
merupakan cerminan budaya.21
Santun berarti: (1) halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya)
sabar dan tenang, sopan, (2) penuh rasa belas kasihan, suka menolong, sopan
adalah: (1)hormat dan takzim (akan, kepada) tertib menurut adat yang baik
(2) beradab tentang tingkah laku, tutur kata, pakaian, dsb. (3) baik
kelakuannya (tidak lacur dan tidak cabul).22
Berkenaan dengan kesantunan
cukup banyak tertera dalam al-Qura>n.23
Menurut Mislikhah24
, kesantunan itu dapat tercermin dalam cara
berpakaian (berbusana), cara berbuat (bertindak), dan cara bertutur
(berbahasa). Dalam kesantunan berpakaian (berbusana, berdandan), ada dua
hal yang perlu diperhatikan. Pertama, berpakaianlah yang sopan di tempat
umum, kedua, berpakaianlah yang rapi dan sesuai dengan keadaan, yaitu
berpakaian resmi pada acara resmi, berpakaian santai pada situasi santai,
kesantunan perbuatan adalah tatacara bertindak atau gerak-gerik ketika
menghadapi sesuatu atau dalam situasi tertentu. Misalnya ketika menerima
20Sudaryanto, Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Yogyakarta: University
Press, 1993), 12. 21M.Faisol Fatani, Tafsir Sosiolinguistik (Malang: UIN-Malang Press, 2009), 118. 22Tim Penyusun KBI. Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Pembinaan
Pengembangan Bahasa, 1983), 1866. 23 1. ‚... sungguh, Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.‛
(QS. At-Taubah [9]: 114).
2. ‚Mereka berkata, ‚Wahai Syu’aib! ... sesungguhnya engkau benar-benar orang yang sangat penyantun dan pandai.‛ (QS. Hud [11]: 87).
3. ‚... tetapi Allah benar-benar telah memaafkan mereka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun.‛ (QS. Ali Imron [3]: 155).
4. ‚Sungguh, Dia (Allah) pasti akan memasukkan mereka ke tempat masuk surga) yang mereka sukai. Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.‛ (QS.
Al-Hajj [22]: 59). 24 St.Mislikhah, ‚Kesantunan Berbahasa‛, Ar-Raniry: International Journal of Islamic
Studies, Vol.1, No.2, (Desember 2014): 288.
7
tamu, bertamu ke rumah orang, duduk di ruang kelas, menghadapi orang
yang kita hormati, berjalan di tempat umum, dan sebagainya. Masing-
masing situasi dan keadaan tersebut memerlukan tatacara yang berbeda.
Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi melalui
tanda verbal atau tatacara berbahasa, terutama dalam mempertimbangkan
muka si mitra tutur.25
Dalam islam santun adalah bagian dari akhlak. Kata akhlak
menunjukkan budi pekerti yang kadangkala kata akhlak sendiri sering
disamakan dengan adab. Akhlak menjadi kata kunci dalam setiap pembahasa
tentang tingkah laku manusia, karena secara pemakaiannya kata akhalak
lebih dikenal, bahkan secara teks kata akhlak terdapat dalam al-Qura>n dan
hadis nabi.26
Ibrahim anas mengatakan akhlak ialah ilmuyang objeknya
membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dapat
disifatkan dengan baik dan buruknya.27
Ahmad amin mengatakan bahwa
akhlak ialah kebiasaan baik dan buruk. Contohnya apabila kebiasaan
memberi sesuatu yang baik, maka disebut akhlak karimah dan bila perbuatan
itu tidak baik disebut akhlak madzmumah.28
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Oleh
karena itu, setiap pelajaran agama akan berorientasi pada pembentukan dan
pembinaan akhlak yang terpuji (mulia) yang disebut akhlaqul karimah.
Akhlak ini adalah yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW. Yang sering
disebut akhlak islam. Akhlak islam adalah akhlak yang bersumber dari al-
Qura>n dan hadis. Akhlak islam mempunyai ciri tertentu dan ciri itu berbeda
dengan akhlak yang berasal dari manusia. Ciri yang dimaksud:1)kebaikannya
bersifat mutlak, yakni kebaikan yang murni, baik untuk individu maupun
masyarakat dalam lingkungan, waktu dan keadaan bagaimanapun,
2)kebaikannya bersifat menyeluruh, yang merupakan kebaikan untuk seluruh
umat, segala zaman, dan semua tempat,3)tetap, langgeng, dan mantap, 4)
merupakan kewajiban yang mesti dipatuhi, yang berarti merupakan suatu
hukum yang harus dipatuhi dan jika tidak dipatuhi terdapat sanksi hukum
bagi orang yang melanggarnya, 5) pengawasannya bersifat menyeluruh dan
pengaruhnya kepada manusia sangat kuat.29
25 Penelope Brown, ‚Politeness and language‛ International Encyclopedia of the
Social and Behavioural Sciences (IESBS), 2nd ed.Vol.18 (2015) (pp. 326-330). 26 Dalam al-Qura>n antara lain disebutkan dalam surah al-Qalam ayat 4 ‚ dan
sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung‛ dan Surah al-Shu’a>ra ayat 137‛
(agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu. 27Ibrahim Anas, al-Mu’jam al-Wasi>th (Mesir: Da>r al-Ma’a>rif, 1972), 202. 28Ahmad Amin, Kita>b al-Akhlak (Kairo: Da>rul Kutu>b al-Mishriyah, 1929), 15. 29Ichtiar BaruVan Hoeve, (Ensiklope Islam jilid1, 1993) dalam Markhamah, dkk,
Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa (Depok: UI Press, 2009),119.
8
Wujud akhlak mulia dalam islam ada banyak, di antara adalah jujur
dan sabar dalam menghadapi cobaan. Dalam kaitannya dengan komunikasi,
beberapa akhlak islam itu dapat disejajarkan dengan norma tutur, khususnya
norma interaksi yang dikemukakan oleh Hymes sebagaimana yang dikutip
oleh Suwito.30
Norma tutur adalah aturan-aturan bertutur yang
mempengaruhi alternatif-alternatif pemilihan bentuk tutur. Dengan
demikian, norma tutur bertalian dengan santun bertutur dan santun itu harus
tampak dalam pemilihan bentuk tutur yang diungkapkan oleh penuturnya.31
Hymes membedakan norma tutur menjadi dua macam, yaitu 1)
norma iteraksi adalah norma yang bertalian dengan boleh tidaknya sesuatu
dilakukan oleh masing-masing penutur ketika interaksi verbal berlangsung,
2) norma ini menyangkut hal-hal yang merupakan etika umum dalam
bertutur sehingga sifatnya relatif obyektif. Norma interpretasi sekelompok
masyarakat tertentu terhadap suatu aturan yang dilatarbelakangi oleh nilai
sosio-kultural yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan. Norma
interaksi tampak apabila terjadi interaksi verbal langsung antar penutur.
Untuk dapat mencapai komunikasi seperti itu, kedua pihak harus selalu
menjaga apa-apa yang sebainya dilakukan, dan apa-apa yang seyogyanya
tidak dilakukan waktu saling bertutur. Norma interaksi memberi batas-batas
apakah sebaiknya dilakukan terhadap lawan tutur dan apa pula yang
sebaiknya tidak dilakukan terhadapnya. Norma ini berlaku secara umum dan
untuk semua bahasa.
Tindak tutur32
merupakan pernyataan konkret dari fungsi-fungsi
bahasa yang merupakan pijakan analisis pragmatik.33
Menurut J.L Austin
bahwa secara analisis dapat kita pisahkan menjadi 3 tindak tutur yang
terjadi secara bersamaan, yaitu: 1) Lokusi sebagai makna dasar; 2) Ilokusi
sebagai pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji, pertanyaan dan
sebagainya; dan 3) Perlokusi sebagai efek yang ditimbulan oleh ungkapan itu
pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.34
30Suwito, Kebermaknaan Norma-norma Sosio-Kultural dalam Pemakaian Bahasa:
Beberapa Konsep dengan Sedikit Ilustrasi. Dalam Transformasi Budaya seperti Tercermin dalam Perkembangan Bahasa-bahasa di Indonesia, (Lembaran Sastra, 1992), 141. Dalam
Markhamah, dkk, Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa, 119. 31Suwito, Kebermaknaan Norma-norma Sosio-Kultural dalam Pemakaian Bahasa:
Beberapa Konsep dengan Sedikit Ilustrasi, 141. 32Tindak Tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu caba ilmu bahasa yang mengkaji
bahasa dari aspek penggunaannya. Geoffrey Leech, Principle of Pragmatics (New York:
Longman Linguistic Library, 1983), 5-6. 33Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia (Jakarta:
Erlangga, 2000), 6. 34Contoh kalimat: ‚Nilai rapormu bagus sekali‛. Dari segi lokusi, ini hanya sebuah
pernyataan bahwa nilai rapor itu bagus (makna dasar). Dari segi ilokusi, bisa berarti pujian
atau ejekan. Pujian kalau memang nilai itu bagus, dan ejekan kalau nilai rapor itu memang
tidak bagus. Dari segi perlokusi, dapat membuat si pendengar itu menjadi sedih (muram) dan
9
Dengan analisis J.L Austin ini kita akan bisa menentukan daya yang
terkandung dalam sebuah tuturan, yaitu daya lokusi, ilokusi dan perlokusi.
Terkait dengan surah Yu>suf, didalamnya kita tidak hanya akan menemukan
makna secara struktural saja. Akan tetapi kita juga akan mendapatkan
makna dibalik teks tersebut, khususnya dalam berbahasa. Seperti dalam
fragmen antara Yu>suf dan Zulaikha, dapat kita perhatikan dialognya berikut
ini:
Imraa>atul ‘Aziz (Mengajak): Marilah ke sini. Aku) هيت لك
untukmu)
Yusuf (Menolak)>: المون ه ل يفلح الظه إنهه ربي أحسن مثواي إنه معاذ للاه(Perlindungan Allah sungguh dia tuhanku, dia telah memperlakukan
aku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung). (12:24-25)
Dari segi lokusi, ini hanya merupakan perintah bahwa perintah
untuk menghampiri Imraa>atul ‘Aziz. Adapun dari segi daya ilokusi yang
terdapat pada kalimat ‚Marilah ke sini. Aku untukmu‛ bisa memiliki daya
ilokusi tawaran, ajakan ataupun basa-basi. Basa-basi jika kalau memang
ajakan itu tidak sebenarnya yang diinginkan. Begitupun sebaliknya, akan
menjadi ajakan kalau memang hal demikian yang diinginkan. Dari segi
perlokusi, dapat membuat pendengar(Yu>suf) menjadi senang ataupun
sebaliknya. Adapun dari segi kesantunan, terlihat dari strategi Yu>suf dalam
menolak dengan cara tidak langsung dalam menyatakan penolakannya.
Yu>suf lebih menyembunyikan maksud penolakannya setelah melihat tanda
kekuasaan-Nya, karena posisi Yu>suf di samping sebagai anak didik raja yang
telah melayaninya dengan fasilitas yang baik, ia juga sebagai seorang hamba
pilihan Allah.
Berdasarkan dari penjelasan-penjelasan yang telah dikemukan di
atas, bahwa penelitian ini layak untuk dilakukan. Diharapkan hasil dari
sebaliknya dapat mengucapkan terimakasih. Ucapan yang tidak langsung itu tidak
menyatakan pujian atau ejekan mengharuskan si pendengar mengolahnya sehingga makna
yang sebenarnya dapat ditentukannya. Ini dapat diketahui dari kaidah perbincangan. Maka,
kalimat: ‚Nilai rapormu bagus sekali‛, bermakna dasar sebuah rapor bernilai bagus. Prinsip
operatifnya disini dijalankan karena si pembicara menyatakan sesuai dengan pembicaraan itu.
Dari segi evaluatifnya, dapat dikatakan sebagai berikut: pembicara menyatakan sesuatu
dengan terang dan jelas dan ini biasanya mempunyai makna di baliknya. Disini konteks dan
penuturannya memegang peranan penting untuk menyatakan nilai evaluatifnya, kalau yang
menyatakan itu adalah orantuanya kepada anaknya yang menunjukkan rapornya dan air muka
orang tuanya itu keliatan tidak jernih, jelas daya ilokusi pernyataan itu adalah kesalahan.
Kesimpulan ini menentukan bagaimana respons si pendengar atau anak yang mempunyai
rapor tersebut. Ia mungkin akan menyatakan bahwa guru-gurunya tidak jujur atau mungkin
juga cuma merasa sedih atau mungkin juga ia akan menangis, atau ia akan mengatakan
bahwa ia telah berusaha sekuat mungkin. Dan inilah nilai perlokusi. Lihat A. Hamid Hasan
Lubis, Analisis Wacana Pragmatik (Bandung: CV ANGKASA, 2015), 10-11.
10
penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi kajian bahasa dan
kesusastraan, khususnya menambah khazanah kebahasaan domain
pragmatik.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Penelitian mengenai dialog kisah-kisah yang diabadikan didalam al-
Qura>n, tidak akan menyinggung perihal kebenaran (validitas) sejarah dari al-
Qura>n. Akan tetapi kita memposisikannya sebagai kisah dari kejadian
sejarah yang benar-benar terjadi. Dari sini nanti kita akan dapat mengetahui
bagaimana cara al-Qura>n memformat sebuah kejadian sejarah dan
pendeskripsian tokoh-tokohnya. Banyak persoalan yang dapat kita tinjau
dari berbagai macam aspek yang muncul.
Berbagai permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
a. Kisah Yu>suf hanya diceritakan dalam Surat Yu>suf secara utuh.
b. Kesantunan berbahasa arab lebih mementingkan aspek moral
ketimbang vulgar.
c. Kajian mengenai surah Yu>suf masih membahas seputar semantik.
d. Upaya menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil seperti
yang diharapkan tanpa disadari oleh pemahaman pragmatik.
e. Kecendrungan untuk menjelaskan bahasa berdasarkan sistem
formalnya menjadikan komunikasi itu kaku.
f. Kajian bahasa secara struktural belum mampu mengungkap makna
yang dimaksud penutur.
g. Rentetan tindak tutur merupakan rangkaian peristiwa tutur yang
menimbulkan makna berbeda sesuai konteks tuturan itu terjadi.
h. Dalam berkomunikasi, semakin tidak langsung maksud tuturan
maka semakin santun komunikasi tersebut.
i. Surah Yu>suf sebagi prosa biografi.
2. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, maka penelitian ini
merumuskan masalah utama yang mampu mewakili keseluruhan subtansi
permasalahan yang diajukan dalam latar belakang masalah kemudian
disederhanakan dalam dua bentuk pertanyaan, yaitu pertanyaan mayor dan
minor:
a. Mayor
Mengapa kesantunan berbahasa arab dalam prosa biografi surat
Yu>suf itu cenderung mementingkan aspek moral ketimbang kevulgarannya?
b. Minor
11
1. Seperti apa kesantunan berbahasa dalam surah Yu>suf sebagai prosa
biografi?
2. Apa saja adab hiwa>r dalam surah Yu>suf?
3. Bagaimana dilema kesantunan berbahasa dalam surah Yu>suf?
3. batasan Masalah
Luasnya ruang lingkup pembahasan masalah sebagaimana yang
dirumuskan di atas, akan menjadikan penelitian ini tidak fokus. Maka dari
itu, peneliti membatasi penelitian ini secara spesifik. Langkah awal dalam
penelitian ini peneliti memposisikan surah Yu>suf sebagai prosa biografi
(unsur intrinsik), yaitu dengan cara menemukan alur, tema, tempat, tokoh
dll. Selanjutnya dialog-dialog yang terdapat dalam surah tersebut Peneliti
membatasinya pada tokoh Yu>suf dan mitra tuturnya. Peneliti melakukan
langkah terkait dialog tersebut dengan cara menganalisa secara krtitis
bentuk dan jenis tindak tutur yang digunakan. Hasil dari analisa tersebut
akan didapatkan adab kesantunan berbahasa Nabi Yu>suf.
C. Tujuan Penelitian
a. Membuktikan kesantunan berbahasa dalam surah Yu>suf sebagai
prosa biografi.
b. Menemukan adab hiwa>r dalam surah Yu>suf.
c. Menjelaskan dilema kesantunan berbahasa dalam surah Yu>suf.
D. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini mempunyai signifikansi teoritis dan praktis.
Secara teoritis, bahwa telaah tindak tutur domain pragmatik dan
kesantunan berbahasa, merupakan salah satu upaya akademis
dalam upaya mengembangkan kajian bahasa yang selama ini
mengabaikan konteks. Kedua hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberi kontribusi ilmiah dalam aplikasi penelitian bahasa
selanjutnya.
Sedangkan signifikansi praktis penelitian ini yaitu penelitian ini
dapat dijadikan bahan pemeikiran dalam rangka pengembangan kajian
bahasa dan sastra. Serta hasil penelitian ini nantinya dapat diambil nilai-
nilai untuk dijadikan acuan dalam penulisan karya sastra seperti yang
dikehendaki al-Qura>n. Kedua, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
inspirasi bagi peneliti, pemikir, dan peminat kajian kebahasaan dan sastra.
12
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Berbicara tindak tutur, beberapa penelitian terdahulu telah
dilakukan oleh beberapa peneliti, misalnya Tresnati35
dalam tesisnya
yangberjudul ‚Tindak Tutur Percakapan dalam Novel Sekayu Karya N.H.Dini‛. dalam penelitiannya, Tresnati menggunakan teori tindak tutur
yang dikemukakan oleh Searle, yang membagi jenis tindak tutur menjadi
beberapa bagian, yaitu tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif,
dan deklarasi. Jenis tindak tutur tersebut membentuk satu komposisi atau
satu bagian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi jenis-jenis
tindak tutur yang muncul dalam Novel Sekayu ini bervariasi, antara lain
tindak tutur representatif dan tindak tutur ekpresif. Penelitian ini memiliki
perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan, karena objek yang
digunakan berbeda.
Penelitian berikutnya yang berkaitan dengan tindak tutur, penelitian
Imam Asrori36
dalam Tindak Tutur dan Operasi Prinsip Sopan Santun dalam Wacana Rubrik Konsultasi Jawa Pos (Warkonjapos). Penelitian ini mencoba
menemukan bentuk-bentuk tindak tutur dalam Wacana Rubrik Konsultasi Jawa Pos (Warkonjapos) serta menganalisis kepatuhannya terhadap prinsip
sopan santun. Namun pada hasil penelitiannya masih terdapat pelanggaran
prinsip sopan santun. Yaitu maksim kesimpatian yang dilanggar oleh
konsulan dan konselor, masing-masingdalam bentuk kelangkaan ucapan
terimakasih (konsulan) dan langkanya sapaan (konselor). Selain itu
Warkonjapos dicirikan dengan adanya pelanggaran kontekstual terhadap
prinsip sopan santun. Pelanggaran kontekstual merupakan pelanggaran
karena tuntutan konteks komunikasi. Pelanggaran ini hanya dilakukan oleh
konselor, khususnya terhadap maksim pujian-kedermawanan. Dari segi
tindak tutur dan kesantunan, penelitian ini memiliki persamaan dengan
penelitian yang akan dilakukan. Namun dari segi objek penelitian tentunya
memiliki perbedaan.
Selanjutnya, penelitian serupa dilakukan oleh Moh.Ainin37
yang
meneliti tentang ‚Pertanyaan dalam Teks Bahasa Indonesia Terjemahan al-Qura>n. Penelitian ini menjelaskan bahwa bentuk pertanyaan dalam teks
bahasa Indonesia terjemahan al-Qura>n menjadi dua, yaitu pertanyaan perihal
dan pertanyaan ‚ya‛ atau ‚tidak‛. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
35 Tesis Tjetje Tresnati, Tindak Tutur Percakapan dalam Novel Sekayu Karya N.H.
Dini (Semarang : IKIP Semarang, 1998) 36Imam Asrori, ‚Tindak tutur dan operasi prinsip sopan santun dalam wacana rubrik
konsultasi jawa pos (warkonjapos)‛ BAHASA DAN SENI, Tahun 33, Nomor 1, Februari.
(2005 ) 37 Ainin, Moh, ‚Pertanyaan Dalam Teks Bahasa Indonesia Terjemahan Al-
Qur>an‛BAHASA DAN SENI, Tahun 40, Nomor 1, Februari 2012
13
pertanyaan dalam teks bahasa Indonesia terjemahan al-Qura>n dapat
dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu tindak asertif, tindak direktif, dan
tindak ekspresif. Persamaan penelitian terletak pada objek penelitian, yaitu
al-Qura>n. Namun perbedaanya jelas terlihat dari berbagai aspek, misalnya
masih dalam objek penelitian, karena penelitian yang akan dilakukan bukan
terhadap terjemahan teks secara umum, tetapi dikhususkan kepada dialog
nabi Yu>suf dalam surah Yu>suf. Selain itu, penelitian pun akan dikaitkan
dengan relasi tindak tutur dengan kesantunan berbahasa.
Berbicara kesantunan, beberapa penelitianterdahulu pernah
dilakukan, misalnya oleh Mahdi Moghaddasi-nia dan Sayyed Ali Ashgar
Soltani38
dalam Pragmatics and Politeness Strategies in Some Shi’a Supplications. Penelitian ini dilakukan untuk melihat strategi kesantunan
yang dilakukan oleh penganut aliran Syi’ah ketika beribadah. Menurut
peneliti, perbedaan status sosial, agama, dan politik akan memiliki
perbedaan kecendrungan dalam berbicara. Dalam konteks ibadah, strategi
tertentu pun akan dilakukan dalam upaya mempertahankan posisinya
sebagai seorang hamba. Melalui pisauanalisideskriptif, penelitian ini
menunjukkan bahwa ada beberapa strategi yang digunakan oleh kalangan
Syi’ah ketika beribadah sebagai bentuk kesantunan. Salah satu misalnya
ketika berdoa, manusia cendrung menggunakan strategi ‚menundukkan diri‛
sedang yang lainnya ‚meninggikan diri‛ dalam artian memuji kebesaran
Tuhan dengan cara menyebut-nyebut Asma dan Kebesaran-Nya, sambil
membenci diri mereka sendiri dengan mengungkapkan dosa yang mereka
miliki dalam waktu yang bersamaan. Persamaan dengan penelitian ini
terlihat dari konsep kesantunan yang digunakanserta relasi manusia dengan
Tuhan. Sedang perbedaannya terletak pada pendekatan dan objek yang akan
dikaji.
Dalam konteks keindonesiaan, penelitian serupa tentang kesantunan
berbahasa pernah dilakukan oleh Sri Minda Murni dan Matsyuhito Solin39
dalam penelitian yang berjudul The Islamic Melalui pengiriman beberapa
tema, penelitian ini berupaya menganalisis ekspresi ketidaksetujuan, strategi
kesantunan yang digunakan, identifikasi ucapan yang tidak disukai, serta
memahami lebih jauh posisi ideologi islam dalam sistem kesantunan
linguistik masyarakat Indonesia. Secara garis besar, hasil penelitian
menunjukkan bahwa ideologi islam terkait Ideology of Indonesian Linguistic Politeness. Penelitian ini dilakukan dengan memberikan wacana seputar
38 Mahdi Moghaddasi-nia, Sayyed Ali Asghar Soltani ‚Pragmatics and Politeness
Strategies in Some Shi'a Supplications‛, Language Related Research, Vol.5, No.5 (Tome 21),
January, February, March 2015, 23. 39 Sri Minda Murni and Mutsyuhito Solin‚ The Islamic Ideology of Indonesian
Lingusitic Politeness‛, Aceh International Journal of Social Sciences, 2 (1) (June,
2013).pp.46-57
14
islam kepada 25 anggota Indonesia Moslem Society in America (IMSA)
melalui email. Hal ini dilakukan untuk melihat potensi ekspresi yang akan
diberikan oleh penerima terkait kesantunan berbahasa. dengan sistem
kesantunan penduduk Indonesia direalisasikan melalui pemahaman ayat
yang berbunyi wa tawa> s}aubi al-haq, wa tawa> s}aubi al-s}abr (saling
menasehati supaya taat kepada kebenaran, dan saling menasehati supaya
menetapi kesabaran). Ideologi ini berimplikasi bahwa kesantunan berbahasa
tidak hanya diwujudkan dalam konteks kekinian melalui bahasa, namun
diyakini memiliki konsekuensi terhadap kehidupan di akhirat kelak. Selain
itu, ideologi ini memahami bahwa kesantunan berbahasa tidak serta merta
berbentuk komunikasi dan hidup harmonis damai dengan yang lain, namun
lebih kepada upaya menjaga tali persaudaraan sebagai bentuk aktualisasi
diri dan pengabdian kepada Sang Maha Pencipta. Dari segi kesantunan
berbahasa, penelitian ini memiliki kesamaan. Namun dari aspek objek
penelitian, penelitian ini memiliki perbedaan terkait konteks analisis
kesantunan bahasa dalam dialog Nabi Yu>suf dalam al-Qura>n.
Adapun penelitian yang berkaitan dengan kesantunan berbahasa
dalam Kitab Suci telah dikaji oleh beberapa peneliti, misalnya Andy
Warren-Rothlin40
dalam Politeness Strategies in Biblical Hebrew and West African Languages. Menurut peneliti, setiap bahasa memiliki budaya yang
berbeda dalam mengkomunikasikan kesantunan, misalnya dalam
penggunaan salam, partikel modal, serta varian referensi yang dikutip dalam
memaknai kesantunan. Salah satu contoh dalam konteks Alkitab Ibrani,
inisial menyapa dimaknai sebagai bentuk keinginan atau berkah, sedangkan
dalam bahasa masyarakat Afrika Barat, inisial ini bermakna keinginan yang
tertunda, mendapatkan berkah ketika cuti, serta bentuk terima kasih. Hal ini
berdampak pada banyaknya transliterasi literal yang disalahpahami.
Sehingga perlu dilakukan beberapa strategi secara tidak langsung agar bisa
menemukan bentuk yang mungkin memiliki fungsi pragmatis, meskipun
bentuknya akan berbeda dengan bahasapenduduk Afrika Barat. Penelitian ini
memilki kesamaan dalam menerapkan strategi kesantunan berbahasa,
walaupun bentuk dari objek penelitian tentu berbeda.
Penelitian serupa dilakukan oleh Benjamin Thomas41
dalam The Language of Politeness in Ancient Hebrew Letters. Melalui pendekatan
filologi, penelitian ini berupaya menganalisis tulisan ibrani kuno dalam
kaitannya dengan kesantunan berbahasa dalam konteks hirarki masyarakat
Levantine sekitar abad6-8 SM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar unsur kesantunan telah diterapkan dalam surah yang disebut
40 Andy Warren-Rothlin, ‚Politeness Strategies in Biblical Hebrew and West African
Languages‛, Journal of Translation, Vol.3, No.1. (2007) 41 Benjamin Thomas ‚Language Of Politeness In Ancient Hebrew Letters‛, National
Association Of Professors Of Hebrew (NAPH), Vol.50 (2009).pp.17-39
15
dengan praescripto yang berarti pesanan, misalnya tertuang dalam bentuk
alamat, ucapan atau sapaan, ungkapan yang mengandung berkah, yang
terletak pada awal surah. Kemudian untuk mengetahui konteks situasi dalam
surah tersebut bisa diekplorasi dari Arad dan Lakhis. Upaya ini dilakukan
untuk memahami konteks situasi di mana surah itu dibuat, agarbisa
memahami karakteristik sosiolinguistik serta strategi kesantunan yang
terlampirkan dalam surah tersebut. Penelitian ini memiliki kesamaan dalam
mengungkapkan konsep kesantunan berbahasa dalam kitab suvi, namun
penelitian ini tentu memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti,
khususnya dalam pendekatan dan pisau analisis.
Penelitian tentang Kitab suci lainnya terkait kesantunan berbahasa
pernah dilakukan oleh Mahmoud A. Al-Khatib dalam penelitiannya yang
berjudul Politeness in the Holy Qur’an: A Sociolinguistic and Pragmatic Perspective. Penelitian ini berupaya memahami makna kesantunan dalam
beberapa ayat al-Qura>n terkait dengan relasi antara hubungan manusia
dengan Tuhan, dan hubungan manusia dengan manusia. Melalui pisau
analisis teori kesantunan yang dikemukan oleh Brown dan Levinson serta
Leech, penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Dari segi struktural
dan fungsional, penelitian ini menemukan beberapa strategi kesantunan yang
dilakukan untuk menyampaikan sejumlah pesan etika melalui wahyu.
Strategi kesantunan ini berkaitan erat dengan jenis informasi yang
disampaikan kepada penerima. Penelitian ini tentu memberikan kontribusi
yang berkaitan erat dengan relasi dan makna kesantunan dalam konteks
moral dan agama. Perbedaan penelitian, di mana topik yang akan diteliti
adalah dialog Nabi Yu>suf dalam surah Yu>suf yang sifatnya lebih spesifik.
Persamaan objek penelitian pernah dilakukan oleh Andi Hadiyanto42
dalam ‚Kajian Semiotik Kisah Yu>suf: Sebuah Tinjauan Sastra terhadap
Kisah al-Qura>n‛. Penelitian ini melihat makna konotatif melalui kajian
semiotik sebagai tinjauan sastra terhadap al-Qura>n. Hasil dari penelitian ini
menyarankan kepada sebuah pemaknaan secara totalitas tentang bagaimana
menjadi seorang juru da’wah, penganjur moral, dan visioner. Di antara
karakteristik da’i yang baik menurut pembacaan kisah ini adalah: visi yang
jelas, konsistensi dalam menjalankan misinya, memberikan warna terhadap
lingkungan, memiliki cakrawala berpikir yang luas, senantiasa optimis,
mempertimbangkan segala kondisi dan situasi, visioner, anti kemapanan,
memberikan wujud kontribusi positif baik dalam atau luar sistem, tujuan
akhirnya adalah umat tauhid. Penelitian ini tentu berbeda dengan penelitian
yang akan dikaji, khususnya dari segi pendekatan penelitian, dimana
penelitian yang akan dilakukan menggunakan pendekatan pragmatik dan
42 Andi Hadiyanto, Kajian Semiotik Kisah Yu>suf (Uin Syarif Hidayatullah, 2004)
16
bukan semiotik. Selain itu, penelitian ini menganalisa nilai-nilai pendidikan
komunikasi melalui kesantunan berbaha Yu>suf.
Berdasarkan beberapa literatur yang penulis paparkan tersebut,
penelitian tentang dialog nabi Yu>suf dalam al-Qura>n terkait tindak tutur dan
kesantunan berbahasa belum pernah dilakukan. Maka penelitian ini akan
berupaya mendeskripsikan dan menganalisis lebih jauh terkait kesantunan
tindak tutur dalam surah Yu>suf.
F. Metode Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Metode penelitian mencakup tigal hal yaitu bentuk penelitian,
pengorganisasian data, dan analisis data.43
Bentuk Penelitian ini dilihat dari
sumber data merupakan studi kepustakaan (Library Research), yaitu
memperoleh data dan informasi objek penelitiannya melalui buku-buku atau
alat audiovisual lainnya. Kajian kepustakaan ini juga merupakan analisis
data secara induktif yang lebih menekankan kepada produk untuk
memperoleh makna yang berada dibalik semua yang teramati.44
Melihat masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka
bentuk penelitian jika dilihat dari persfektif analisisnya merupakan
penelitian kualitatif. Penelitian ini tidak berdasarkan angka-angka,
melainkan teks(dialog) al-Qura>n dalam hal ini terkhusus pada surah yu>suf
sebagai prosa biografi.
2. Sumber data
Sumber data dibedakan menjadi sumber data primer dan sumber data
sekunder.Sumber data primer penelitian ini adalah al-Qura>n yang dlam hal
ini akan fokus kepada surah Yu>suf. Seumber sekunder yang digunakan
sebagai pendukung dalam penelitian ini adalah menggunakan data yang
diperoleh dari buku-bukui, jurnal, artikel yang terkait serta penelitian
terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.
3. Metode Analisis Data
a. Kerangka Pendekatan
Tindak tutur merupakan salah satu cabang teori dalam domain
pragmatik. Suatu teori yang menganalisis sebuah tuturan berrdasarkan
konteks tuturan iu terjadi. Seorang yang mengucapkan sesuatu, berarti
sekaligus melakukan sebuah tindakan yang tuturannya tidak selalu linier
dengan maksud yang diinginkan. Maksud tersebut menjadi berbeda ketika
berkaitan dengan konteks tuturan yang terjadi. Satu ucapan (bentuk bahasa
formal) dalam fenomena kebahasaan menjadi berbeda ketika konteksnya
43 Pedoman Akademik magister dan Doktor 2016-2020, 66. 44 Sugiono, Metode Penelitan kuantitatif, kualitatif dan R dan D, (Bandung: Alfabta,
2012), 13.
17
berbeda. Hal demikian dikarenakan satu bentuk(tuturan) memiliki alternatif-
alternatif tuturan atau variasi fungsi yang sesuai dengan maksud penutur.
Selain itu bertujuan pula untuk menjalin komunikasi yang baik serta santun.
Upaya untuk menentukan tindakan dalam sebuah tuturan yang terikat
dengan konteks dapat dilakukan dengan teori tindak tutur.
Ada beberapa penggagas dalam teori tindak tutur yang dapat dijadikan
sandaran untuk menganalisis, di antaranya J.L Austin. Ia mengatakan bahwa
setiapkali pembicara mengatakan suatu kalimat, ia sedang berupaya
mengerjakan sesuatu dengan kata-kata (dalam Kalimat itu). Menurut istilah
Austin terkenal dengan ungkapan ‚By Saying or in saying something we are doing something‛. Ketika seseorang bertutur berarti ia sekaligus melakukan
tindakan yang mengandung tiga daya. J.L Austin membagi daya tersebut
dengan nama yang pertama yaitu daya lokusi, daya yang sesuai dengan
tuturan tersebut(harfiah), kedua daya ilokusi, daya yang bisa berupa ajakan,
tawaran, perintah, permintaan dll, ketiga perlokusi, daya yang berefek
kepada mitra tutur (pendengar).45
Ketika seseorang ingin berbahasa santun dapat memperhatikan atau
mematuhi beberapa prinsip atau maksim yang ditawarkan oleh Grice dan
Leech. Grice menawarkan sebuah kaidah yang diukenbal dengan Principle Cooperatif, sedangkan Leech dikenal dengan Politeness Principle.
Beberapa pendekatan yang diklasifikasikan oleh J.L Austion, Grice dan
Leech akan sangat membantu dalam mengkaji surah Yu>suf. Hal demikian
karena teori tersebut memberikan sebuah kaidah yang dapat digunakan
ketika hendak bertutur yang santun.
b. Teknik analisis
Teknis analisis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analisis
isi(Content Analysis). Sebuah teknik analisis yang memberikan penafsiran
dan perhatian yang fokus kepada isi pesan.46
Sederhananya cara menganlisis
data penelitian ini dengan memilah dan mengelompokkan data sehingga
dapat dibangun sebuah tipologi atau kategorisasi. Teknik Pengumpulan dan
Sumber Data.
Jika dilihat dari objek Penelitian, objek penelitian ini adalah surah Yu>suf
sebagai prosa biografi. Kajian pokok penelitian ini adalah dialog yang
terdapat dalam surah Yu>suf tersebut. Langkah awal dalam penelitian ini
adalah membaca sumber primer yaitu al-Qura>n. Peneliti membaca, menelaah
dalam hal ini terkhusus pada surah Yu>suf. Langkah kedua mengumpulkan
45 J.L.Austin , How To Do Things With Words (Massachussetts: Harvard University,
12. 46 Nyoman Kutha ratna, Teori, Metode, dan teknik Penelitian Sastra,
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008), 40.
18
sumber sekunder dari bahan-bahan yang terkait dengan objek ini, seperti dari
penelitian, buku, majalah, jurnal, dan surah kabar. Seterusnya semua
dokumen yang terkait dengan objek penelitian dikelompokkan berdasarkan
objek atau fokus penelitian.
Setelah data dikumpulkan yang terbagi pada sumber primer(surah
Yu>suf) dan sekunder. semua data tersebut dinalisis menggunakan
pendekatan sastra, dalam hal ini menganalisis unsur intrinsik sumber
tersebut. Pendekatan sastra intrinsik dipakai sebagai pintu masuk. Peneliti
terlebih dahulu menganalisa unsur intrinsik yang terkandung di dalamnya,
barulah dapat ditentukan tokoh, latar, plot, tema, dialog, dll yang terjadi di
dalamnya. Terutama dalam melihat surah Yu>suf sebagai prosa biografi,
kemudian menggunakan pendekatan pragmatik sebagai pisau analisisnya
yang dalam hal ini menggunakan teori tindak tutur serta teori pendukung
lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana tuturan
yang santun melalui pendekatan pragmatik sebagai pendekatan utama.
Pendekatan seperti balaghah, skala kesantunan, pronsip kerjasama dll
sebagai teori pembantu. Sumber primernya adalah al-Qura>n, khususnya pada
surah Yu>suf, yang peneliti posisikan sebagai prosa biografi. Selanjutnya
kesantunan bertutur akan disimpulkan dan ditulis dengan bahasa peneliti
sendiri.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini penulis kelompokkan menjadi lima bab, masing-
masing bab dibahas dalam beberapa su bab yang saling berkaitan satu dan
lainnya. Adapun sistematika penulisan itu sebagai berikut:
Bab pertama merupakan gambaran umum untuk memberikan
kerangka pemikiran bagi keseluruhan proposal tesis ini. Didalamnya
meliputi latar belakang masalah yang berisi alasan-alasan pentingnya
permasalahan ini untuk diangkat menjadi sebuah penelitian, kemudian
identifikasi masalah, batasan masalah dan rumusan masalah, selanjutnya
penelitian terdahuluyang relevan, tujuan dan kegunaan penelitian, metode
penelitian, dan terakhir sistematika penulisan.
Bab kedua berisi seputar kerangka teori yang akan digunakan dalam
penelitian ini. Teori itu disebut dengan pragmatik, karena pragmatik sebagai
salah satu ilmu yang mampu menjangkau kajian eksternal bahasa yang tidak
mampu terjawab oleh kajian struktural. Selanjutnya digunakan teori tindak
tutur domain pragmatik, untuk memunculkan bentuk-bentuk tuturan yang
digunakan dalam surah Yu>suf. Serta mendiskusikan persoalan kesantunan
dan membenturknnya dengan persoalan seks, objektif, kritis, keadilan dan
kekuasaan.
19
Bab ketiga mendeskripsikan seputar surah nabi Yu>suf sebagai prosa
biografi. Karena surah ini disebut sebagai prosa biografi, maka perlu untuk
dianalisis unsur intrinsiknya. Adapun yang terdapat dalam unsur intrinsik
yaitu, tema, latar, alur, dan tokoh.
Bab keempat merupakan analisis terhadap surah Yu>suf dengan
menggunakan teori tindak tutur dan teori bantu lainnya. Terutama
memunculkan dialog yang terjadi antara nabi Yu>suf dengan mitra tuturnya,
yang akan melihat bagaimana adab, bentuk tuturan yang santun berdasarkan
surah ini. Selanjutnya dianalisis dengan membenturkannya dengan persoalan
seks, objektif, kritis, keadilan dan kekuasaan.
Bab kelima merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan
yang menyajikan hasil atau jawaban pertanyaan penelitian ini. dalam bab ini
peneliti juga mengemukakan beberapa saran kepada peneliti selanjutnya.
20
Recommended