KONSEP KEBANGSAAN DAN KENEGARAAN MENURUT HAJI AGUS SALIM
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
M. FADEL PREMELDY NIM: 11140450000023
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1440 H/2019 M
KONSEP KEBANGSAAN DAN KENEGARAAN
MENURUT HAЛ AGUSSALIM
Skripsi
Dttukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untulc inemenuhi salah satu syarat mcmperoleh
Gelar Sγ jana Hukum(S.H)
01ch:
■/1.FADEL PREPIELDY
NIPI:11140450000023
Pembimbing
PROGRAⅣ ISTUDI HUKUⅣITATA NEGARA
FAKULTASSYARIAH DAN ⅡUKUM
UNIVERSITAS ISLAⅣ I NEGERI(UIN)
SYARIF HIDAYATULLAⅡ
JAKARTA
1440H/2018M
〕
1995031001
PENGESAHAN PANITIA UЛ AN
Skripsi bく 珂udul “KONSEP KEBANGSAAN DAN KENEGARAANMENURUT Ho AGUS SALIM"telah dttikan ddaln Sidang MllnaqasyahFakultas Syariah dan Hulem Universitas lslam Negeri(UIN)Syarif Hidayatullah
Jakarta pada hり i Kallnisj tangga1 17 Januari 2019 M/1l Jllmadil Awal 1440 H.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperolch gelar Sttana
Hukum(SH)pada Prograln Studi Hukurn Tata Negara(SiyaSah)
Jrakarta,17 Januari 2019 M/
1 l Jullladil A、 val 1440 11
PANITIA UЛ AN MUNAQASYAH
1.Ketua
2. Sekretaris
3. Pembimbing
4. PenguJl l
5. PenguJ1 2
Dr.Hi.Maskufa、 MANI]P.196807031994032002
Sri Hidavatis M.Ag
NIP。 197102151997032002
Dro Ho M[uiar lbnu Svarit SH..lⅥ .Ag
NIP。 197112121995031001
Dr.KhalnaFni Zada,SH.MANIIP。 197501022003121001
Atep Abdurroflqぅ M.SiNIP。 19770317200501 1010
ヽ
2161996031001
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang saya
ajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah
satu persyaratan guna memperoleh gelar strata satu, yakni Sarjana
Hukum (SH) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber referensi yang saya gunakan dalam penulisan
skripsi ini, telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan karya
saya atau hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,18 Dcsernber 2018
:
//
i
ABSTRAK
M. Fadel Premeldy NIM 11140450000023. KONSEP KEBANGSAAN
DAN KENEGARAAN MENURUT HAJI AGUS SALIM. Program Studi Hukum
Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 1440 H/ 2018 M. 71 Halaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Konsep Kebangsaan dan
Kenegaraan dalam perspektif H .Agus Salim. Sehingga nantinya akan di
simpulkan apa itu konsep kebangsaan dan kenegaraan dalam perspektif pemikiran
H. Agus Salim.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif dan
dilakukan dengan penelitian studi pustaka. Sumber data yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini ada dua macam. Pertama, data primer dalam penelitian ini
adalah 100 Tahun Haji Agus Salim dan Pesan-pesan Islam. Kedua, data sekunder,
segala jenis bentuk publikasi H. Agus Salim, baik itu buku-buku, artikel-artikel
maupun jurnal-jurnal. Analisis data menggunakan analisis isi (Conten analysis).
Dengan mengkategorisasikan data-data, dan dideskripsikan.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa konsep Negara Islam
menurut Haji Agus Salim adalah berfokus pada Pan-Islamisme, dan Konsep
kebangsaan menurut Haji Agus Salim adalah Nasionalisme Islam.
Kata Kunci: Kebangsaan, Kenegaraan, pan Islamisme.
Pembimbing :Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, SH,MA
Daftar Pustaka :1952-2017.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT atas
segala nikmat, rahmat, karunia dan hidayah Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “KONSEP KEBANGSAAN
DAN KENEGARAAN MENURUT H.AGUS SALIM” Shalawat serta salam
semoga tercurah limpahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, keluarga
dan para sahabatnya.
Dalam penulisan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung,
penulis telah mendapatkan banyak motivasi dan bantuan dari berbagai pihak.
Karena itu sudah sepantasnya, jika penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr.H Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum beserta staf dan jajaran.
2. Ibu Dr. Hj Maskufa, MA, Ketua Program Studi Hukum Tata Negara
dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag, Sekretaris Program Studi Hukum Tata
Negara.
3. Bapak Dr. H Mujar Ibnu Syarif, SH, MA, yang telah membimbing
penulis dengan kesabaran, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
4. Seluruh Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Pempinan dan seluruh Karyawan perpustakaan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Teman-teman KKN AKBK 131 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan motivasi kepada penulis
7. Kedua orang tua yang telah mendorong penulis supaya penulis cepat
menyelesaikan skripsi.
8. Rekan-rekan Mahasiswa Hukum Tata Negara angkatan 2014.
iii
Semoga segala amal baik dan jasa yang telah diberikan kepada penulis mendapat
ganjaran dari Allah SWT. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Semoga kita semua berada dalam kasih sayang Allah SWT. Amin.
Ciputat, 17 Januari 2019
M. Fadel Premeldy
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 6
D. Studi Terdahulu ................................................................................. 7
E. Metode Penelitian.............................................................................. 8
F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 10
BAB II KERANGKA TEORI .......................................................................... 11
A. Konsep Kebangsaan .......................................................................... 11
B. Konsep Kenegaraan .......................................................................... 13
C. Konsep Negara Islam ........................................................................ 17
BAB III TINJAUAN UMUM BIOGRAFI DAN KIPRAH H AGUS SALIM
DALAM PARTAI SAREKAT ISLAM .............................................. 20
A. Tinjauan Umum Biografi H Agus Salim ...................................... 20
a) Latar Belakang Keluarga........................................................... 20
b) Latar Belakang Pendidikan ....................................................... 22
c) Karir Politik Agus Salim ........................................................... 25
d) Karir Agus Salim Sebagai Diplomat ......................................... 30
e) Karya-Karya Agus Salim .......................................................... 31
B. Kiprah H Agus Salim Dalam Partai Sarekat Islam ................... 33
a) Perkembangan Partai Sarekat Islam ......................................... 33
b) Bergabungnya Agus Salim Dalam Sarekat Islam ..................... 41
c) Kiprah Agus Salim Dalam Sarekat Islam ................................. 42
d) Perpecahan Dalam Sarekat Islam .............................................. 45
v
BAB IV KONSEP KEBANGSAAN DAN KENEGARAAN MENURUT
HAJI AGUS SALIM ........................................................................ 52
A. Konsep Kebangsaan .......................................................................... 52
B. Konsep Kenegaraan .......................................................................... 56
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 65
A. Kesimpulan ....................................................................................... 65
B. Saran .................................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara faktual, usia kemerdekaan Indonesia telah mencapai lebih dari
enam dekade. Dengan usia kemerdekaan yang demikian panjang,
Nasionalisme Indonesia yang menjadi modal penggerak menuju kemerdekaan
hingga hari ini belum juga sepenuhnya terbangun dengan kokoh. Tantangan
yang dihadapi indonesia sebagai sebuah negara bangsa ( nation-state) dari
waktu ke waktu semakin kuat dan kompleks.1
Bangsa Indonesia yang merdeka sebenarnya juga menghadapi krisis
kebangsaan yang sangat serius karena persoalan kenegaraan dan kebangsaan
tidak terkelola dengan baik sebagaimana yang telah diamanatkan oleh UUD
1945 yaitu untuk mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia.2
Sejarah lahirnya gagasan bangsa dan nasionalisme yang diambil dari
kesadaran akan bahasa seperti di Jerman pada awal abad ke-16 dan kesamaan
nasib seperti yang terjadi di Indonesia adalah gagasan yang diambil dari ide-
ide dan peristiwa yang sepenuhnya bersifat keduniawian atau sekuler. Dengan
begitu, konsekuensi dari hal ini semestinya loyalitas suatu bangsa disandarkan
kepada otoritas sekuler dalam hal ini adalah negara. Tetapi, di Indonesia
konsep bangsa dan nasionalisme ini sudah mendapatkan perlawanan yang
berarti. Ini dimulai dari perdebatan di sidang BPUPKI antara kelompok Islam
dan nasionalis.3
Tahun 1945-1950 merupakan fase dimana bangsa indonesia berada pada
tahap awal. yaitu tahap bagaimana indonesia harus mempertahankan
kemerdekaan serta mampu menjadi sebuah negara yang mandiri tebebas dari
1 Lembaga Ilmu Pengetahuan indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan
Kebudayaan , Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di Indonesia sebuah tantangan (Jakarta : LIPI
Press, 2011), h.1 2 http://www.nabilfoundation.org/artikel/20/negara-bangsa-dan-globalisasi-, diakses pada
tanggal 16 maret 2018 3 Dalam koran sindo edisi 23 november 2016
2
penjajahan bangsa asing. Bangsa indonesia menempuh jalan dengan dua cara
dalam mempertahankan kemerdekaan yaitu perjuangan diplomasi dan
perjuangan bersenjata.4
Penjajahan Belanda menyebabkan kehidupan rakyat Indonesia porak-
poranda. Penjajahan juga mencekik serta menyumbat vitalitas dan sumber
kesejahteraan bangsa Indonesia. Struktur rohani bangsa berubah, dan
keperibadiannya hancur. Belanda secara sengaja membodohi rakyat, dan
persaudaraan bangsa di pecah dengan politik.
Salah satu yang dilakukan oleh Belanda di Indonesia untuk
mensejahterakan pribumi adalah melalui politik etis. Pemerintah Belanda
berpedoman pada tiga aspek : edukasi, irigasi dan emigrasi. Dengan
menerapkan tiga prinsip ini diharapkan orang indonesia dapat menjalankan
peran aktif dalam masa depan politik, ekonomi dan sosial.5
Didorong oleh pengaruh yang datang dari dalam dan luar Belanda serta
akibat dari perkembangan di Indonesia, akhirnya Belanda memainkan politik
etis yang secara resmi dimulai pada tahun 1901.6
Pembaharuan politik adalah kata kunci politik etis. Belanda sangat
mengharapkan adanya suatu perubahan masyarakat indonesia yang cepat dan
memberi dampak pada kesejahteraan pribumi. Di bidang pendidikan, belanda
dengan politik etisnya banyak mendirikan sekolah formal bagi bumi putera.
Pendidikan formal ini banyak memberi pengaruh terhadap nilai budaya
indonesia terutama dipelopori oleh kalangan terpelajar.
Para pelajar dan tokoh masyarakat yang sadar serta mengetahui nasib
masyarakat mulai berpikir untuk melepaskan diri dari penjajahan bangsa
4 Sudyo, Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan Kemerdekaan, (Jakarta:
Rhineka Cipta, 2002), h.112 5 Robert Van Niel, Munculnya Elite Modern Indonesia, Terj. Zahara Deliar Noer (Jakarta:
Pustaka Jaya, 2005), h.102 6 Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit,(Jakarta: Pustaka Jaya, 1980), h.55
3
asing, inilah untuk pertama kalinya benih-benih Nasionalisme mulai tumbuh
dikalangan kaum intelektual indonesia.7
Namun bentuk Nasionalisme Indonesia pada mulanya masih merupakan
Nasionalisme kultural dan masih terbatasnya perhatian pada usaha
peningkatan kesejahteraan rakyat serta belum mengangkat masalah politik.8
Dengan adanya gerakan Nasional pada dekade pertama abad 20-an, para
pribumi mulai berjuang menentang kolonialisme Belanda dan menuntut
kemerdekaan Indonesia. Dalam upaya nasionalistik ini, islam memainkan
peran yang amat menentukan. Sebagaimana dicatat oleh para pengkaji
nasionalisme Indonesia, islam berfungsi sebagai mata rantai yang menyatukan
rasa persatuan Nasional menentang kolonialisme Belanda.9
Di saat-saat rakyat indonesia bahu membahu merebut kemerdekaan
Indonesia dari tangan penjajah dengan mengangkat senjata, ada juga para
pahlawan Indonesia memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui jalur
diplomasi sebuah seni dan praktik bernegosiasi dengan seseorang.
Diantara Tokoh yang berjuang melalui jalan diplomasi adalah Haji Agus
Salim. Agus Salim adalah pemimpin Sarekat Islam (SI) yang berasal dari
Sumatera Barat. Seperti telah diketahui secara umum, bahwa setiap keluarga
di Sumatera Barat sejak kecil telah menanamkan dasar-dasar ke Islaman yang
kuat bagi putra-putrinya, termasuk H. Agus Salim sendiri.
Agus Salim merupakan tokoh sebelum kemerdekaan yang memainkan
peranan penting dan ikut dalam perjuangan melawan penjajah dengan politik.
Setelah Indonesia merdeka, Agus Salim menunjukan eksistensinya dengan
masuk ke pemerintahan. Sebelumnya beliau banyak menghabiskan waktu di
7 Badri Yatim, Soekarno Islam Dan Nasionalisme (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999),
h. 17-18 8 Anthony Reid “jejak Nasionalis Indonesia Mencari Masa Lampaunya” Dalam Anthony
Reid dan David Marr,Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka (Indonesia dan masa Lampaunya),
(Jakarta, Grafitty pers, 1983) t.h 9 Bahtiar Effendy, Islam Dan Negara Transformasi Gagasan Dan Praktik Politik Islam
Di Indonesia, (Jakarta : Democracy Project, 2011), h. 69
4
luar Negeri. Setelah proklamasi kemerdekaan dibentuklah kabinet oleh
Presiden Soekarno, namun Agus Salim tidak duduk sebagai anggota.10
Agus salim adalah seorang tokoh nasionalis-Islamis yang telah banyak
membantu Negara Indonesia untuk merebut kemerdekaan bangsa ini dari
bangsa asing. Agus salim di anugerahi kecerdasan yang mumpuni. Beliau
dikenal dengan pemikiran Islam nya.ada beberapa pikiran Agus Salim yang
dia sampaikan di universitas cornell, New York tentang Islam kepada
mahasiswa non-muslim. Diantaranya konsep negara islam. Menurut Agus
Salim yang saat itu yang menjadi khalifah adalah Negara Turki, dimulai dari
pemberontakan golongan Turki muda yang disusul oleh pempinan dari
gerakan persatuan. Gagasan khalifah yang menguasai seluruh dunia islam,
menurut Agus Salim itu hanya fiksi atau khayalan belaka, dia berpandangan
bahwa terlepas dari gerakan kekhalifahan yang fiktif itu dengan tujuan lebih
mengakrabkan hubungan sesama muslim di Negara Islam.11
Di tahun 1924, terjadi pergantian kekuasaan di Turki. Kaum nasionalis di
bawah pimpinan Mustafa Kemal Attaurk selanjutnya memegang tampuk
pemerintahan. Dan, kebijakan baru yang dijalankan adalah penghapusan
sistem pemerintahan berdasar Islam serta menghapus sistem Kekhalifahan.12
Dalam pemikiran ideologi, Agus Salim menolak konsep-konsep
kapitalisme, komunisme (sosialisme marxis) dan nasionalisme sekuler
(duniawi). Menurut beliau semua itu dasarnya bersumber dari paham
materialisme yang dikembangkan oleh dunia Barat dalam rangka mengganti
kesetiaan tertinggi bukan pada ajaran agama, melainkan pada bangsa. Sebagai
alternatif ia menyodorkan paham sosialisme Islam yang mengajarkan bahwa
semua pihak akan menikmati kebahagiannya, yaitu bagi yang bemodal besar
10
Solichin Salam, Haji Agus Salim: Hidup dan perjuangannya, (Jakarta: Djaja Murni,
1961, h.135-136 11
Hadji Agus Salim,pesan-pesan Islam Rangkaian Kuliah Musim Semi 1953 di Cornell
University Amerika Serikat (Jakarta: Mizan, 2011), h.288-289 12
Hadji Agus Salim,pesan-pesan Islam Rangkaian Kuliah Musim Semi 1953 di Cornell
University Amerika Serikat ( Jakarta: Mizan, 2011),, h.291
5
harus membantu yang lemah atau tidak mampu. Beliau mengatakan tujuan
Islam yaitu persamaan manusia, keadilan, yang sempurna dan ikhtiar serta
usaha bersama, kebajikan orang bersama.
Pemikiran Agus Salim tentang perjuangan untuk mencapai pemerintahan
sendiri atau memperoleh kemerdekaan, menurutnya kemerdekaan itu
tergantung kepada usaha rakyat bumiputera. Agus Salim menolak pendapat
yang statis yaitu menunggu saja kemerdekaan yang akan diberikan oleh
bangsa kolonial Belanda. Bangsa yang hendal mencapai kemerdekaannya
yang hendak menurut kekuatan dan kecakapan akan berdiri sendiri, tak harus
senantiasa menadahkan tangan menantikan pemberian orang saja, melainkan
harus menggerakkan segala tenaganya dan berusaha dengan sekuat-kuatnya.
Sebelum kita membuktikan bahwa kita kuat dan pandai mengihtiarkan segala
keperluan kita sendiri, tidaklah layak kita peroleh kemerdekaan akan berdiri
sebagai bangsa sendiri.13
Dalam Hindia Baroe No.258 menjelaskan tentang “Jong Java dan Islam”
terlihat bahwa anak-anak Belanda menaruh perhatian kepada agama islam.
Perhatian itu searah dengan tujuan berdirinya organisasi pemuda itu, sebab
semangat para pemuda itu berdirinya suatu bangsa bergantung kepada
keteguhan dan keikhlasan manusia.14
Mengenai konsep kebangsaan menurut Agus Salim, dalam harian Fadjar
Asia, 18 agustus 1928 mengatakan bahwa cinta tanah air beliau berkaca pada
masa lampau, bahwa rasa cinta bangsa dan tanah air di eropa disebabkan oleh
nasionalisme yang tidak agresif dan agus salim mengatakan bahwa
nasionalisme timur itu tidak serang-menyerang. Dalam kontek indonesia,
nasionalisme indonesia menurut agus salim yang hidup dan bertuhan dan
mereka itu hidup tujuannya adalah berbakti kepada tuhan.
13
Mohammad Roem, Djedjak Langkah Haji Agus Salim, (Jakarta: Tinta Mas, 1995), h.
18 14
Harian Hindia Baroe 9 januari 1925 dalam 100 Tahun Haji Agus Salim, (Jakarta: PT
.Sinar Agape Press, 1984), h. 292
6
Bagi Agus Salim hal ini mutlak karena Nasionalisme yang hanya sebatas
tanah, air dan Negara adalah nasionalisme sempit dan Islam sangat kecil kalau
hanya untuk membela yang demikian. Islam bagi Agus Salim adalah
pembebasan dari semua bentuk penjajahan akal dan jasad yang dia yakini
hanya dengan Islam kita akan mengenal dunia yang penuh dengan kedamaian.
Pertemuannya dengan Tokoh-tokoh Islam Mesir, Palestina, Irak, dan lainnya
menjadikan Agus Salim tahu bagaimana meletakkan nasionalisme yang begitu
luas menjangkau seluruh Negara. Nasionalisme pada intinya adalah membela
hak-hak kehidupan bumi yang adil demi menggapai cita-cita akhirat yang
kekal. Sehingga Agus Salim memahami jika di bumi lain ada manusia yang
ditindas sebagaimana Indonesia pernah ditindas maka membela Negara lain
yang tertindas adalah bentuk Nasionalisme. Dan Mesir, Irak, Palestina sudah
membela Indonesia kala menuju kemerdekaan dan hal tersebut sebagai bentuk
Nasionalisme mereka.15
B. Pembatasan dan Perumusan masalah
Untuk lebih mefokuskan pembahasan, maka penulis hanya membatasi
penulisan ini mengenai konsep kebangsaan dan kenegaraan menurut Haji
Agus Salim.
Mengacu pada pembatasan permasalahan diatas, maka permasalahan yang
akan menjadi objek penelitian penulis merimuskannya sebagai berikut:
1. Bagaimana Konsep Negara Islam menurut Haji Agus Salim?
2. Bagaimana Konsep Kebangsaan menurut Haji Agus Salim?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui pemikiran Negara Islam menurut Haji Agus Salim.
b. Mengetahui Konsep Kebangsaan menurut Haji Agus Salim..
15
Panitia Peringatan buku, 100 Tahun Haji Agus Salim (Jakarta: PT .Sinar Agape
Press,1984), h.292
7
2. Manfaat Penelitian
a. Menambah khazanah keilmuan tentang pemikiran Haji Agus
Salim.
b. Sebagai bahan bacaan untuk mahasiswa yang ingin mengkaji
tentang pemikiran tokoh.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam tinjauan kepustakaan terdahulu, penulis mendata beberapa
penelitian terhadap skripsi yang mempunyai kaitan dengan judul skripsi ini :
Pertama, karya Nur Iman yang berjudul Pemikiran Agus Salim Tentang
Islam, karya ini adalah karya mahasiswa program studi S1 program studi
pendidikan sejarah universitas Negeri Semarang tahun 2006. Fokus kajian ini
adalah membahas mengenai latar belakang kehidupan H. Agus Salim dan
kondisi umat islam Indonesia pada paruh abad 20 dan kondisi pendidikan
umat islam di abad 20 dan juga membahas tentang masa muda dan masa
pergaulan H.Agus Salim selain itu membahas juga tentang pandangan H.Agus
Salim tentang politik, jihad, sosialisme, pan Islamisme dan beberapa
pemikiran yang lain.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: Faktor-faktor apa
sajakah yang melatar belakangi pemikiran Haji Agus Salim tentang Islam ?
Bagaimana pemikiran Haji Agus Salim tentang Islam ? Bagaimanakah upaya
Haji Agus Salim dalam mewariskan gagasan Islam-nya ? Adapun tujuan dari
penelitian ini ialah untuk berusaha membaca kembali sosok seorang aktor
sejarah pada dimensi pemikirannya yang telah secara langsung ikut berperan
dalam panggung sejarah bangasa Indonesia, terutama fenomena pemikirannya
tentang Islam.
Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa Haji Agus Salim adalah pemikir
dan intelektual Islam yang reflektif dan progresif. Dia dihadapkan pada suatu
pilihan yang relatif dilematis untuk menampilkan Islam di jamannya.
8
Kolonialisasi di Indonesia yang berpenduduk mayoritas beragama Islam, telah
secara politis menciptakan jurang pemisah nilai-nilai universal Islam dengan
nilai- nilai modernitas yang berkembang di Barat. Di lain pihak sikap para
ulama tradisional yang kaku dan diliputi alam pikiran sempit dirasakan kurang
berarti dalam mengimbangi kemajuan jaman.
Kedua, skripsi karya Rahmat Baniam yang berjudul kiprah politik Haji
Agus Salim dalam sarekat islam (1915-1940). Karya ini adalah karya
mahasiswa S1 jurusan sejarah dan kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. skripsi ini membahas tentang kiprah politik H.Agus Salim di
sarekat islam, dimulai dari sejarah berdirinya sarekat islam, bergabungnya
H.Agus Salim di sarekat islam dan politik apa saja yang diperankan agus
salim dalam sarekat islam.
Pokok dari penelitian skripsi ini adalah menitik beratkan kepada upaya
Agus Salim dalam meredam kolonialisme Belanda seta sikap politik kepada
instansi ataupun organisasi yang berbeda ideologinya serta dampak dari sikap
politik itu.
Penelitian-penelitian yang dilakukan diatas membahas lebih dominan
kepada upaya H Agus Salim dengan langkah politiknya dapat meredam
kolonialisme Belanda.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Sebab penelitian-
penelitian sebelumnya tidak focus pada konsep kebangsaan dan kenegaraan
dalqm perspektif H Agus Salim. Penelitian ini menampilkan konsep
kebangsaan dan kenegaraan dalam perspektif H Agus Salim untuk kemudian
didapati analisis konsepnya.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pada penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
kualitatif, yaitu dengan melakukan penelitian yang menghasilkan data
9
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang
diamati. Untuk mengetahui pengertian penelitian kualitatif ini perlu
kiranya mengemukakan teori menurut Bogdan dan taylor, yang
mendefenisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari perilaku
orang yang dapat diamati.16
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan Data dilakukan menggunakan cara Library Research
atau studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti
untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau
permasalahan yang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku
ilmiah, laporan penelitian, karangan ilmiah, thesis dan disertasi, peraturan-
peraturan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber tertulis baik tercetak
maupun elektronik pengumpulan data di skripsi ini ada 2 yaitu data primer
dan data sekunder.
a. Data Primer
Adalah data yang langsung dikumpulkan peneliti dari sumber
pertama atau pokok. Data Primer yang penulis gunakan adalah karya
tulis Haji Agus Salim.
b. Data Sekunder
Adalah data penunjang yang digunakan untuk mendukung atau
menguatkan data primer, meliputi buku, jurnal, Koran, majalah dan
lain-lain yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
3. Analisa Data
Metode yang digunakan dalam penelitian dalam analisa data adalah
deskriptif, historis dan analisis. Deskriptif adalah pemaparan atau
16
Lexi J.Maleong,Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, PT Remaja iskadarya,
2000),h.3
10
penggambaran atas data secara jelas. Historis adalah menguraikan sejarah
hidup tokoh mulai dari sosial-budaya kehidupan, karakter, pemikiran,
sehingga dapat diketahui secara jelas tujuan dan latar belakang terciptanya
sebuah karya dari tokoh tersebut. Analisa adalah menyelidiki terhadap
suatu peristiwa baik berupa karangan, perbuatan maupun pemikiran untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya. Dalam hal ini adalah Haji Agus
Salim.
4. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku panduan
penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh fakultas syariah dan hukum tahun
2017.
F. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini, penulis membagi menjadi V BAB. Yang masing-
masing bab terdiri dari sub bab yang disesuaikan dengan isi dan maksud
penelitian ini. Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut :
Bab I, Pendahuluan. Pada bab ini dibahas Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Studi Terdahulu, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II, Tinjauan Umum Biografi H Agus Salim. Bagian ini berisi latar
belakang keluarga H Agus Salim, latar belakang pendidikan H Agus
Salim, karir H Agus Salim dan karya H Agus Salim.
Bab III, berisi tentang kiprah politik H Agus Salim di sarekat
islam.yaitu perkembangan partai Sarekat Islam sampai tahun 1930-an,
bergabungnya H Agus Salim dalam partai Sarekat Islam, kiprah H Agus
Salim dalam Partai Sarekat Islam, perpecahan di tubuh Sarekat Islam
Bab IV, Berisi tentang analisis pemikiran Haji Agus Salim yang terdiri
dari konsep negara islam, kensep kebangsaan dan konsep kenegaraan
Bab V, Penutup, berisi tentang Kesimpulan dan Saran.
11
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Teori Kebangsaan
Kata bangsa dapat disandingkan dengan kata bahasa Inggris nation yang
berasal dari bahasa latin nation yang berarti kelahiran. Asal, kelompok manusia
dari keturunan yang sama. Konsep bangsa dan Negara berkembang secara intens
terjadi di Eropa pada abad ke-19.
Proses perkembangan bangsa dan Negara di Eropa dimulai setelah
perjanjian perdamaian Westphalia pada tahun 1648, Revolusi perancis dan
unifikasi Negara-negara feodal. Perancis sebagai sebuah Negara kerajaan
berkembang menjadi rezim imperium absolutistic yang menimbulkan Revolusi
Perancis pada tahun 1789. Dampak Revolusi Perancis memunculkan liberalisme,
demokrasi, parlementarisme dan gerakan unifikasi kearah pembentukan suatu
Negara kesatuan.
Wawasan kebangsaan yang dimanifestasikan dalam Negara bangsa
mempunyai rumusan yang spesifik sesuai dengan latar belakang historis bangsa
itu. Setelah revolusi, Perancis dianggap manifestasi kehendak bersama. Negara
dianggap pula sebagai lembaga perjuangan cita-cita yang terungkap sebelum
revolusi.
Ernest Renan mendefenisikan bangsa sebagai satu jiwa semangat
persamaan dan persaudaraan , satu kehendak untuk bersatu. Perkembangan di
Jerman juga mendukung konsep kebangsaan di Jerman memakai ide tentang roh
bangsa, roh rakyat. Konsep bangsa merujuk kepada adanya kesamaan unsur
karakteristik demografis seperti ras, bahasa dan wilayah.
12
Bangsa merupakan fenomena yang kompleks bersifat multidimensional,
menyangkutr adanya kesamaan aspek psikologis untuk hidup sebagai satu
bangsa.1
Dalam perkembangan suatu bangsa terdapat berbagai macam teori yang
merupakan bahan perbandingan bagi para pendiri negara untuk mewujudkan suatu
bangsa yang memiliki sifat dan karakter tersendiri. Bangsa pada hakikat nya
adalah merupakan penjelmaan dari sifatkodrat manusia tersebut dalam
merealisasikan harkat dan martabat kemanusiaan. Manusia memebentuk suatu
bangsa karena untuk memenuhi kodrat nya yaitu sebagia individu dan makhluk
social. Teori kebangsaan itu adalah :
1. Encyclopedia Britannica
Nasionalisme adalah keadaan jiwa dimana individu merasa bahwa setiap
orang memiliki kesetiaan dalam keduniaan (sekuler) tertinggi kepada Negara
kebangsaan.2
2. L. Stopoddard
Nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa dan suatu kepercayaan yang dianut
oleh semua manusia sehingga mereka membentuk suatu kebangsaan3
3. Hans Kohn
Hans Kohn sebagai seorang ahli antropologi etnis mengemukakan teorinya
tentang bangsa bahwa bangsa itu terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama,
peradaban, wilayah, negara dan kewarganegaraan. Suatu bangsa tumbuh dan
berkembang dari anasir-anasir serta akar-akar yang terbentuk melalui suatu proses
sejarah. Dewasa ini nampaknya teori kebangsaan yang mendasarkan ras, bahasa,
1 Midian Sirait, Paham Kebangsaan Indonesia ( Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997),
h.1-2 2 Encyclopedia Britannica, The University Of Chicago, h. 851
3 L.Stoddard, Dunia Baru Islam, h.137
13
serta unsur-unsur lain yang sifatnya primordial ini sudah tidak mendapat tempat di
kalangan bangsa-bangsa di dunia.4
4. Ernest Renand
Perasaan butuh akan sesama manusia atau suatu kesamaan perangai yang
terjadi dari persatuan hal ikhwal yang telah dijalani oleh rakyat itu. Ernest Renan
menegaskan bahwa faktor-faktor yang membentuk jiwa bangsa adalah kejayaan
dan kemuliaan di masa lampau, suatu keinginan hidup bersama baik di masa
sekarang dan di masa yang akan datang, serta penderitaan-penderitaan bersama.5
5. Teori Geopolitik Frederich Ratzel
Dikembangkan oleh Frederich Ratzel dalam bukunya Political Geograpy,
teori ini mengungkapkan antara wilayah geografis dengan bangsa itu adalah suatu
organisme yang hidup.6
B. Teori Kenegaraan
Negara merupakan konsep yang paling penting dalam ilmu politik. Negara
selalu menjadi wilayah kajian karena di sana terdapat pergulatan politik dan
kekuasaan yang paling mudah untuk dilihat dan dikenali. Negara merupakan
integrasi dari kekuasaan politik.7
Negara adalah suatu badan atau organisasi tertinggi yang mempunyai
wewenang untuk mengatur hal-hal yang berkaitan untuk kepentingan orang
banyak serta mempunyai kewajiban-kewajiban untuk melindungi,
menyejahterakan masyarakat yang dinaunginya. Sedangkan menurut istilah
negara atau "state" berasal dari bahasa Latin status (stato dalam bahasa Itali, estat
4 Badri Yatim, Soekarno Islam Dan Nasionalisme,(Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu,
1999), h.60 5 Badri Yatim, Soekarno Islam Dan Nasionalisme,(Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu,
1999), h.61 6 Badri Yatim, Soekarno Islam Dan Nasionalisme,(Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu,
1999), h 62 7 Abu Bakar Abyhara, Pengantar Ilmu Politik, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010, hlm.
229.
14
dalam bahasa Perancis dan state dalam bahasa Inggris).8 Miriam Budiardjo
mendefinisikan negara sebagai suatu organisasi yang dalam suatu wilayah yang
dapat memaksakan kekuasaanya secara sah terhadap semua golongan dan yang
dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu.9
Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu
masyarakat dalam suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan
oleh suatu pemerintah yang diberi kekuasaan yang bersifat memaksa.10
1. Unsur-Unsur Negara
a. Rakyat
Rakyat dalam konteks ini diartikan sebagai sekumpulan manusia yang
dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang bersama-sama mendiami
suatu wilayah tertentu.
b. Wilayah
Secara mendasar, wilayah dalam sebuah negara biasanya mencakup
daratan (wilayah darat), perairan (wilayah laut) dan udara (wilayah
udara).11
c. Pemerintahan yang berdaulat
Pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin
organisasi negara untuk mencapai tujuan Negara. Pemerintah mengenakan
hukum dan memberantas kekacauan, mengadakan perdamaian dan
menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang bertentangan. Pemerintah
8 Ahmad Syafi'i Maarif, Islam dan Cita-cita dan Masalah Kenegaraan, Jakarta: LP3ES,
1985,h.12 9 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1984, hlm. 38.
10 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1984, hlm 40
11 Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,
Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004, hlm. 45
15
yang menetapkan, menyatakan dan menjalankan kemauan individu-
individu yang tergabung dalam organisasi politik yang disebut Negara.12
2. Macam-Macam Bentuk Negara
a. Negara Monarki
Istilah monarki berasal dari bahasa Yunani, monos yang berarti satu,
dan archein yang berarti pemerintahan. Monarki merupakan jenis
pemerintahan yang dipimpin oleh seorang pengusaha atau raja. Suatu
negara disebut dengan negara monarki/ kerajaan, jika dalam sebuah negara
tersebut kepala negaranya dipimpin oleh seorang raja/sultan/kaisar yang
berasal sari garis keturunan keluarga penguasa. Raja tersebut akan
berkuasa seumur hidup kecuali atas keinginan sendiri mengundurkan
dirinya sendiri. Raja diangkat dan diturunkan atas kehendak diri dan
keluarganya saja. Rakyat sama sekali tidak dilibatkan dalam penentuan
pemimpinya.13
Sistem monarki dapat dibagi menjadi dua. Monarki mutlak
dan monarki konstitusional. Monarki mutlak adalah suatu negara yang
mempunyai raja dan raja tersebut memegang kekuasaan penuh dalam
memerintah negaranya.14
b. Negara Otoriter
Negara otoriter adalah negara yang kekuasaan politiknya
terkonsentrasi oleh satu orang/ golongan ideologi tertentu secara terus
menerus. Otoritarianisme biasa disebut sebagai bentuk pemerintahan yang
bercirikan penekanan kekuasaan hanya kepada negara atau pribadi
tertentu, tanoa mengahrgai derajat dan hak orang banyak. Sistem ini
biasanya menetang bentuk-bentuk demokrasi, karena secara umum,
kekuasaan politiknya diperoleh juga bukan melalui mekanisme demokrasi
dan pemilihan umum, namun umumnya melalui kudeta.
12
Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,
Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004, hlm.47 13
Tohir Bawazir, Jalan Tengah Demokrasi antara Fundamentalisme dan Sekularisme,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015, h.73 14
Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2014 ,h.182
16
negara otoriter mereka menghindari komunikasi dua arah saling berdiskusi
dan menanggapi dalam model demokrasi akan dihindarkan.15
c. Negara Demokrasi
Secara etimologi kata demokrasi berasal dari bahaya yunani
(demokratia), demos artinya rakyat dan cratos yang berarti kekuasaan. Jadi
demokrasi berarti kekuasaan yang berasal dari rakyat dan untuk rakyat.
Artinya kedaulatan tertinggi dalam suatu negara demokrasi ada di tangan
rakyat dan rakyat memiliki hak, suara dan kesempatan yang sama dalam
mengatur kebijakan pemerintah.16
Banyak tokoh mendefinisikan demokrasi, di antaranya Abraham
Lincoln demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat, L. Esposito menerangkan demokrasi pada dasarnya
adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat. Oleh karenanya, semuanya berhak
untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, tentu saja lembaga resmi
pemerintah terdapat pemisahan yang jelas antara unsure eksekutif,
legislative maupun yudikatif.
Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi secara umum terdapat dua bentuk
dasar. pertama, demokrasi langsung yaitu semua warga negara
berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan
pemerintahan. Kedua, demokrasi perwakilan, yaitu rakyat yang memiliki
hak politiknya namun dijalankan secara tidak langsung melalui perwakilan
yang ditunjuk.17
15
Tohir Bawazir, Jalan Tengah Demokrasi antara Fundamentalisme dan Sekularisme,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015 , h.78 16
Rapung Samuddin, Fikih Demokrasi, Jakarta: Gozian Press, 2014, h.163 17
Tohir Bawazir, Jalan Tengah Demokrasi antara Fundamentalisme dan Sekularisme,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015 , h.79
17
C. Teori Negara Islam
Dalam sejarah perkembangan ilmu politik, Negara merupakan konsep yang
dominan. Dan apabila berbicara tentang politik maka membicarakan negara dan
segala sesuatu yang berhubungan denganya. Pada awalnya ilmu politik
mempelajari masalah negara. Dengan itu, pendekatan yang muncul dalam ilmu
politik adalah pendekatan legal-formal, yaitu suatu pendekatan yang memahami
ilmu politik dari sudut formal legalistic dengan melihat lembaga-lembaga politik
sebagai obyek studinya, termasuk didalamnya masalah negara.
Berbicara tentang Negara, maka telah banyak para filusuf menyampaikan
konsep Negara seperti para pemikir yunani kuno, seperti Socrates, Plato, dan
Aristoteles dalam karya-karyanya membicarakan tentang konsep Negara.18
Dalam
ranah pemikiran politik Islam mengenai dasar negara maupun politik sudah
muncul sejak abad klasik, abad pertengahan dan sampai modern. Seperti Al-
Farabi, Al Mawardi, Al Ghazali yang mampu menjadi pemikir politik di abad
klasik dan pertengahan, sedangkan di abad modern yang terkenal seperti,
Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha, Muhammad Iqbal dan tokoh-
tokoh yang lain.
Rasyid Ridha, seorang ulama terkemuka Islam, yang dianggap paling
bertanggung jawab dalam merumuskan konsep negara Islam modern, menyatakan
bahwa premis pokok dari konsep negara Islam adalah syari‟ah, menurut beliau
syari‟ah merupakan sumber hukum paling tinggi. Dalam pandangan Rasyid
Ridho, syari‟ah harus membutuhkan bantuan kekuasaan untuk tujuan
mengimplementasinya, dan mustahil untuk menerapkan hukum Islam tanpa
adanya Negara Islam. Karena itu, dapat dikatakan bahwa penerapan hukum Islam
merupakan satu-satunya kriteria utama yang sangat menentukan untuk
membedakan antara suatu negara Islam dengan negara non-Islam.19
18
Lili Romli, Islam Yes Partai Islam Yes Sejarah Perkembangan Partai-partai Islam di
Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 2006, h.16 19
Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, h.168
18
Pemahaman bahwa mustahil menerapkan hukum Islam tanpa adanya negara
Islam ini secara otomatis timbul juga perdebatan mengenai hubungan antara
agama (dalam hal ini Islam) dan negara oleh para sarjana Muslim. Perbedaan
pemahaman tentang hubungan ini sesuai dengan setting sosiologis, historis,
antropologis, dan intelektual para sarjana tersebut. Hal itu juga dicampur dengan
berbagai corak penafsiran terhadap teks Al-Qur‟an dan al-Hadits yang dijadikan
rujukan utama.
Negara Islam mempunyai tujuan yaitu mempertahankan keselamatan dan
integritas negara, memelihara terlaksananya undang-undang dan ketertiban serta
membangun Negara.20
Dalam konsep Negara Islam ada 3 perspektif yaitu Islam dan demokrasi,
pemerintahan Islam dan pemikiran politik Islam. Khusus tentang teori Negara
Islam ada 3 paradigma pemikiran
Pertama, paradigma integral yakni agama dan negara merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Paradigma ini didasarkan atas pandangan bahwa
Islam merupakan agama yang serba lengkap bagi seluruh aspek tatanan
kehidupan, sehingga legitimasi politik negara harus didasarkan atas syari’ah.21
Kelompok ini masih mengharapkan adanya negara universal yang menyatukan
seluruh politik dunia Islam melalui sistem khalifah. Karena menganggap Islam itu
segalanya, kelompok ini sangat anti Barat.
Kedua, paradigma sekularistik, yaitu agama dan negara merupakan sesuatu
yang harus dipisahakan. Paradigma ini didasarkan atas pandangan bahwa Islam itu
murni sebagai agama yang hanya mengatur masalah ibadah ritual saja.22
Ketiga, paradigma simbiotik, yakni agama dan negara merupakan sesuatu
yang saling terkait dan berhubungan, bahwa agama membutuhkan negara agar
20
Fazlurrahman, Cita-cita Islam, Bandung: Pustaka Pelajar, 1988,h.131 21
Mohammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2010, h.26 22
Mohammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2010, h.27
19
agama dapat berkembang dan negara membutuhkan agama agar meraih kemajuan
dalam masalah etika dan moral.23
Menurut paradigma ini, Islam hanya meletakan prinsip-prinsip bagi peradaban
manusia, termasuk masalah kenegaraan. Karenanya, Islam tidak memeliki sistem
pemerintah yang baku.
23
Mohammad Fauzi, Islamis vs Sekularis Pertarungan Ideologi di Indonesia, Semarang:
Walisongo Press, 2009, h.19
20
BAB III
BIOGRAFI DAN KIPRAH H AGUS SALIM DALAM PARTAI SAREKAT
ISLAM
A. Tinjauan Umum Biografi H Agus Salim
a) Latar Belakang Keluarga
Di Indonesia banyak tempat yang indah dan menarik. Salah satu
diantaranya adalah keindahan alam Minangkabau. di wilayah ini terdapat sebuah
lembah yang terkenal dengan nama ngarai sianok, yaitu sebuah ngarai yang indah
dengan hawanya yang sejuk dan nyaman.1 Di dekat Ngarai sianok itu ada Nagari
2
kecil yang bernama Koto Gadang.
Koto Gadang mempunyai ciri-ciri tersendiri yang berlainan dari desa-desa
di Sumatera Barat. Kebanyakan penduduk desa yang ada di Sumatera Barat hidup
dari pertanian. Tetapi penduduk koto gadang banyak yang menjadi Pegawai
Negeri atau ulama agama Islam.3 Banyak orang orang intelek yang berasal dari
Koto Gadang. Karena kehidupan masyarakat yang sudah jauh lebih maju dan pola
pikir masyarakatnya sudah demikian modern.
Di samping Koto Gadang yang terkenal dengan kaum inteleknya,
masyarakatnya juga dikenal mempunyai kegiatan dalam kerajinan emas dan
perak, seperti halnya dengan Kota Gede di daerah Yogyakarta.4
Dari Nagari ini persada bumi Indonesia banyak memperoleh kaum
cendikiawan yang kemudian menjadi pemimpin bangsa. Sudah menjadi barang
tentu kehadiran para cendikiawan itu selain disebabkan adanya bibit-bibit unggul,
juga karena dorongan dari masyarakatnya. Sikap yang menonjol antara lain adalah
1 Mukayat,Haji Agus Salim (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985)
h.1-2 2 Nagari adalah sebutan untuk desa di Minangkabau
3 Sutrisno Kutojo, Riwayat Hidup dan Perjuangan Haji Agus Salim (Bandung: Angkasa
Bandung), h.5-6 4 Solichin Salam, Hadji Agus Salim Pahlawan Nasional (Jakarta: Djajamurni Djakarta),
h.60
21
ketaatan kepada agama serta sifat gotong royong dan musyawarah. Kegotong
royongan ini diwujudkan dengan sikap ingin membantu dengan berbagai dana
bagi pelajar yang cerdas namun kurang mampu. Walaupun masyarakat berada
dibawah naungan agama yang ketat dan adat yang mengikat, tetapi dengan
hadirnya orang terpelajar tadi membuka alam fikiran masyarakat serta menjadi
tuntutan ke arah kehidupan yang lebih maju.5
Salah satu tokoh yang lahir di Koto Gadang adalah Haji Agus Salim.
Dilahirkan di Koto Gadang, Bukit Tinggi Sumatera Barat tanggal 8 oktober 1884.
Ayahnya, Angku Sutan Muhammad Salim adalah Hoofd Djaksa pada Landraat di
Riau en Onderhorigheden atau jaksa kepala pada pengadilan Negeri Riau dan
daerah bawahannya. Kedudukan Hoofd di jaksa ketika itu termasuk tinggi dan
sangat terhormat. Dengan kedudukan ayah nya, Agus Salim belajar pada sekolah
Belanda dan ibunya Siti Zainab.6
H Agus Salim terlahir dengan nama kecil Masyudul Haq, yang bermakna
pembela kebenaran, nama ini rupanya tidak cocok, karena Mashudul Haq sering
sakit-sakitan. Kemudian ayahnya menukar namanya menjadi Agus Salim. Nama
ini terus dipakai sampai wafatnya..agus salim dahulunya diasuh oleh seorang babu
yang berasal dari pulau jawa. Sekalipun masih anak-anak dia disapa dengan
sebutan “Den Bagus”.7 Ternyata nama itu populrer di sekolahnya, sedangkan
salim berasal dari nama ayahnya. Pada waktu itu, penonjolan nama melalui garis
keturunan ayah bertentangan dengan adat. Di Minangkabau masih berlaku hukum
garis keturunan dari ibu, karenanya penggunaan sebutan dari keturunan ayah
merupakan bukti keteguhan hati dan keberanian menentang arus adat.8
5 Mukayat,Haji Agus Salim (Jakarta: Departemen pendidikan dan kebudayaan, 1985),
h.1-2 6 Suradi.SS,Grand Old Man of the Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik Sarekat
Islam ( Jakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h.36 7 Salman Iskandar,55 Tokoh Muslim Indonesia Paling Berpengaruh (Solo: Tinta
Medina,Creative Imprint of Tiga Serangkai,2011), h.147 8 Kustiniyati Mochtar Agus Salim Manusia Bebas dalam 100 Tahun Haji Agus Salim
(Jakarta: Sinar Harapan, 1984), h.29
22
Agus Salim bersaudara 15 orang dari tiga orang ibu, Ayahnya empat kali
menikah dan tiga kali mendudua. Istri pertama Sutan Muhammad Salim
meninggal tanpa memberi keturunan.9
b) Latar Belakang Pendidikan
Setelah mencapai umur sekolah dan ayahnya diangkat menjadi hakim di
wilayah Riau dan daerah bawahannya. Kedudukan Ayahnya sebagai Hoofdjaksa
bagi penduduk pribumi termasuk berkelas dan terhormat. Inilah sebabnya H. Agus
Salim bisa menempuh pendiidikan di ELS (Europeesche Lagere School), yang
menurut kebiasaan hanya menerima anak-anak keturunan Eropa saja10
.
Berbicara tentang kecerdasan Agus Salim, memang luar biasa. karena dialah
satu-satunya putra Indonesia yang lulus dari HBS dengan sempurna dan diakui
oleh sarjana Belanda.11
Sejak di ELS, salim telah menunjukan kecerdasannya.
Sehingga seorang guru bernama Brower memohon kepada Ayah Salim agar dapat
tinggal dan dididik.
Semenjak kecil Agus Salim gemar sekali membaca buku terutama yang berisi
pengetahuan. Dia menyadari, bahwa pengetahuan yang diperoleh di bangku
sekolah saja tidak cukup untuk memperluas pengetahuan.12
Salim memulai pendidikan modern nya di ELS Riau, dan melanjutkan
studinya ke HBS Jakarta, di kota ini dia tinggal di sebuah keluarga Belanda.13
Pendidikan pertama yang dimasuki salim adalah Europeesche Lagere School
(ELS) DI Riau pada tahun 1891 dan tamat tahun 1897. ELS adalah sekolah rendah
dengan sistem pendidikan barat, yang lama masa belajarnya tujuh tahun dan
menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar. Adapun yang dapat memasuki
9 Untung.S,H Agus Salim Dalam Tiga Zaman (Jakarta: PT Rosda Jaya Putra, 1987), h.1
10 Hazil Tanzil, Seratus Tahun Haji Agus Salim.(Jakarta: Sinar Harapan, 1984), h. 36
11 Solichin Salam, Hadji Agus Salim Pahlawan Nasional(Jakarta: Djajamurni, 1963), h.66
12 Mukayat, Haji Agus Salim (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985),
h.3 13
Yudi Latif, Intelegensia Muslim dan Kuasa Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia
Abad 20 (Jakarta: Democracy Project, 2012), h.110
23
ELS adalah anak-anak keturunan Eropa dan Timur asing. Bagi penduduk
bumiputra, hanya anak-anak pegawai tinggi dan anak bangsawan yang
diperbolehkan masuk sekolah ELS.14
Dalam usia muda, dia telah menguasai
sedikitnya tujuh bahasa asing; Belanda, Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang,
dan Jerman maka Agus Salim merupakan seorang Polygot , yaitu pintar dalam
berbagai bahasa.
Setelah lulus dari ELS,Salim meninggalkan Riau untuk melanjutkan sekolah
ke Hogere Burger Scool (HBS) DI Batavia. HBS adalah sekolah lanjutan yang
juga merupakan sekolah dengan sistem pendidikan Barat yang lama masa
belajarnya lima tahun.
Selama lima tahun menempuh pendidikan di HBS, salim tinggal kost pada
keluarga Belanda itu. pendidikan dan pergaulan dengan orang Belanda telah
memberi pengaruh besar pada diri Salim. Di HBS,Salim mulai tertarik kepada
paham Sosial Demokrat yang kemudian dikembangkan menjadi sosialisme
islam15
Setelah tamat dari HBS, ayahnya Agus Salim mengajukan permohonan
beasiswa kepada pemerintah Belanda, dan ayahnya berharab akan di bantu oleh
pemerintah Belanda.16
Setelah pengajuan beasiswa itu, Agus Salim berangkat ke
Jakarta dan sesampainya di jakarta Agus Salim masuk ke Gymnasium Willem III.
Selama sekolah di Jakarta Agus Salim kost bersama Prof T.H Koks yang ditunjuk
sebagai wali oleh ayahnya. Setelah beberapa waktu belajar di Gymnasium Willem
III Agus Salim kembali keluar sebagai juara.
Cita-cita Agus Salim untuk masuk ke perguruan tinggi di Belanda sudah di
ambang pintu, berkat sokongan dari guru-gurunya di Gymnasium. Tetapi
beasiswa itu tidak kunjung tiba. Kemudian seorang putri Bupati jepara yaitu R.A
14
Suradi.SS, Grand Old Man of the Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik Sarekat
Islam (Jakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h.36 15
Suradi.SS, Grand Old Man of the Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik
Sarekat Islam (Jakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h.37 16
Untung S, Mengikuti Jejak H.Agus Salim Dalam Tiga Zaman (Jakarta:PT.Rosda
Jayaputra, 1987), h.4
24
Kartini yang mendapatkan tawaran beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke
Belanda menulis surat ke Mrs. Abendanon untuk memintanya mengalihkan
pemberian beasiswanya kepada Salim. Agus Salim sediri telah berusaha
mendapatkan Gelijkgesteld (status hukum yang sama dengan orang Belanda)17
untuk memudahkannya belajar ke Belanda, namun upayanya gagal dan juga tidak
bersedia bekerja sebagai pegawai pemerintah colonial.18
Isi surat dari R.A Kartini kepada Mrs Abendanon yang ditulis pada Tahun 1903 :
Saya mempunyai suatu permintaan yang penting sekali untuk Nyonya,
tetapi sesungguhnya permintaan itu ditujukan kepada Tuan (Abendanon)
maukah Nyonya meneruskan kepadanya ?
Kami tertarik sekali kepada seorang anak muda, kami ingin melihat dia
dikaruniai bahagia. Anak mud itu namanya Salim, dia orang Sumatera yang
dalam tahun ini mengikuti ujian penghabisan sekolah menengah HBS,dan
keluar sebagai juara.
Anak muda itu sangat ingin pergi ke Negeri Belanda untuk belajar
menjadi dokter. Sayang sekali keadaan keuangan tidak memungkinkan, Gaji
ayahnya Cuma F.150 sebulan.
Ketika kamu mendengar tentang dia dan cita-citanya kemudian muncul
keinginan yang tak terbendung untuk melakukan sesuatu demi meringankan
bebannya. Surat keputusan gubernemen tanggal 7 juni 1903 menyediakan
untuk kami berdua uang sebesar 4800 Gulden guna menyelesaikan pendidikan
kami. Apakah tidak bisa uang itu dipindahkan kepada orang lain yang juga
perlu dibantu...kami berterima kasih seandainya Salim dapat menerima 4800
Gulden yang disediakan untuk kami itu. 19
Usaha yang dilakukan ayah Salim dan imbauan yang diusahakan R.A
Kartini agar Salim mendapat beasiswa kandas, pemerintah tidak juga
memberikan beasiswa kepada Salim. Dengan demikian pendidikan formal
salim hanya sampai di HBS, untuk selajutnya Salim belajar otodidak. Setamat
17
Bendera Islam,2 Mei 1927 18
Yudi Latif, Intelegensia Muslim dan Kuasa Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia
Abad 20 (Jakarta: Democracy Project, 2012), h.109-110 19
Lihat Sitisoemandari. Kartini Sebuah Biografi (Jakarta : Gunung Agung, 1982), h.344-
345
25
dari HBS Salim kembali ke Riau. Disana Salim bekerja Sebagai penterjemah
dan pembantu notaris.20
Tahun 1906 Salim kembali ke Jakarta, disini dia bertemu Snouck
Hurgronje, seorang penasehat urusan pribumi dan islam yang terkenal. Snouck
Hurgronje mengetahu cita-cita salim, tetapi tidak disarankan untuk ke
Belanda.
Snouck Hurgronje lalu menawarkan kepadanya sebuah alternatif yang
menjanjikan. Kementerian Luar Negeri Belanda sedang merencanakan untuk
membuka sebuah konsulat baru di Jeddah, dan Salim ditawari untuk menjadi
staf disana sebagai seorang penerjemah. Salaim menerima tawaran itu dan tiba
di Jeddah pada tahun 1906. Konflik yang kerap terjadi dengan atasannya
(orang Belanda), mendorongnya untuk bergabung pada komunitas epistemic
Islam di Mekkah. Di sana, dia bertemu dengan pamannya, Syeikh Achmad
Khatib, seorang ulama besar dari Hindia yang menetap di Haramain.21
Tugas Salim sebagai konsul berakhir tahun 1911. Setelah kembali ke
tanah air, Salim kemudian bekerja pada Commisariaat Burgelijke Openbore
Werken di Jakarta.22
c) Karir Politik Agus Salim
Dengan bangkitnya Nasionalisme pada dekade pertama abad ke 20,
gerakan-gerakan masyarakat pribumi mulai bermunculan, berjuang menentang
kolonialisme Belanda dan menuntut kemerdekaan Indonesia.23
Hal ini
disebabkan karena pemerintah Belanda mengubah kebijakan politiknya di
Hindia Belanda, politik ini dikenal dengan nama politik etis. Dalam
20
Suradi.SS, Grand Old Man of the Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik
Sarekat Islam (Jakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h. 41 21
Yudi Latif, Intelegensia Muslim dan Kuasa Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia
Abad 20 (Jakarta:Democracy Project, 2012), h.110-111 22
Suradi.SS,Grand Old Man of the Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik Sarekat
Islam ( Jakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h.45 23
Bahtiar Effendy,Islam Dan Negara Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di
Indonesia (Jakarta: Democracy Project, 2011), h.69
26
pelaksanaan politik etis pemerintah Belanda berpedoman kepada pendidikan,
irigasi dan emigrasi.
Tujuan dari tiga prinsip ini adalah supaya masyarakat di Hindia
Belanda terangkat harkat dan martabatnya. Dan khusus kepada pendidikan,
diharapkan masyarakat Indonesia dapat memajukan kehidupan sosial,
ekonomi dan politik.24
Berabad-abad bangsa Indonesia hidup dibawah telapak tangan penjajah
dan menderita. Akibat penjajahan menyebabkan bangsa Indonesia mengalami
kemunduran dalam berbagai bidang baik di bidang politik, sosial-ekonomi,
pendidikan maupun kultural. Di lapangan pemerintahan semua dipegang oleh
orang asing dan rakyat Indonesia sendiri sebagai pegawai rendah.
Di lapangan ekonomi, keadaan bangsa Indonesia juga menyedihkan,
perekonomian berada pada tangan orang asing. Di lapangan pendidikan
umumnya rakyat tidak bisa membaca dan menulis.sehingga buta huruf
merajalela dimana-mana.
Di lapangan kebudayaan dengan licik sekali Belanda menanamkan
benih kebencian di kalangan rakyat terhadap kebudayaan nasionalnya dan
sebaliknya menanam kebudayaan kolonial di tengah masyarakat. Hal ini
menyebabkan rakyat Indonesia tidak mengenal lagi kebudayaan Nasional nya
sendiri.
Dengan demikian maka bangsa Indonesia merasa kehilangan dan
mengalami kerusakan tidak saja di lapangan politik, sosial-ekonomi dan
pendidikan, melainkan juga di kultural, mental dan spiritual. Keadaan
masyarakat kolonial inilah yang dihadapi serta dialami Agus Salim.25
24
Robert Van Niel,Munculnya Elite Modern Indonesia (Jakarta: Pustaka Jaya, 2005), h.
102 25
Solichin Salam, Hadji Agus Salim Pahlawan Nasional (Jakarta: Djajamurni, 1963),
h.72
27
Pembaharuan politik adalah kunci dari politik etis. Belanda sangat
mengharapkan adanya suatu masa peralihan masyarakat Indonesia yang cepat,
dari suatu pola yang statis kepada pola yang dinamis, hal ini tentunya
membawa perubahan kedalam bidang politik,administrasi, pendidikan dan
kesejahteraan.
Di bidang pendidikan, Belanda dengan politik etisnya banyak
mendirikan sekolah formal bagi bumi putra, terutama dari kalangan priyayi
dan bangsawan pendidikan formal ini banyak membawa perubahan nilai
budaya Indonesia yang terutama dipelopori oleh kaum terpelajar. Dengan
adanya perkembangan ini maka muncul golongan terpelajar. Mereka mulai
sadar akan bangsa Indonesia terbelenggu oleh penjajahan, maka timbullah
semangat Nasionalisme.26
Pada awal-awal pergerakan Nasionalis ini, satu-satunya perwujudan
dalam politik adalah Sarekat Islam (SI). Dikembangkan dari sebuah organisasi
dagang, Sarekat Dagang Islam (SDI), Yang didirikan oleh H.Samanhoedi di
solo pada tahun 1911.27
Pada awalnya organisasi ini diterima di kalangan
masyarakat yang didirikan oleh seorang pengusaha batik dari Laweyan solo.
Sarekat Dagang Islam (SDI) memakai dasar Islam yang bertujuan
untuk mengganti tatanan pemerintahan Belanda yang diskriminatif, selain itu
Islam juga sebagai pembanding dengan sistem pemerintahan Hindia Belanda.
Dengan hal ini maka Sarekat Dagang Islam (SDI) mampu menyebar di
Indonesia.28
Organisasi ini bersifat nasionalis, religius, dan ekonomis. Sifat
nasionalis nya terletak pada angota-anggotanya berasal dari mana saja dan
jelas sekali selain nasionalis, organisasi ini juga bersifat agamis. Sifat
26
Badri Yatim, Soekarno Islam Dan Nasionalisme (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu,
1999)h.17-18 27
Bahtiar Effendy, Islam Dan Negara Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam
di Indonesia (Jakarta: Democracy Project, 2011), h.70 28
Nasihin, Sarekat Islam Mencari Idiologi 1924-1945 (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
2012), h.2
28
ekonomisnya terletak pada tujuannya untuk memajukan perdagangan bangsa
Indonesia dibawah panji Islam serta jawaban atas tantangan kaum pedagang
cina. Dengan sifat nasinalis yang ada di sarekat islam, maka di Sarekat
Dagang Islam pun adanya orang cina, jumlah anggota Sarekat Dagang Islam
(SDI) semakin meningkat sehingga pemerintah menjadi khawatir atas
perluasan ini ditambah lagi adanya kericuhan yang terjadi antara pedagang
china dan pedagang pribumi.29
Pada tanggal 10 September 1912, Sarekat Dagang Islam mendapat
pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda, dan kata “Dagang” dihapuskan
sehingga nama Sarekat Dagang Islam (SDI) menjadi Sarekat Islam (SI).
Sarekat Islam dipimpin oleh H.O.S Cokroaminoto dari Surabaya
menggantikan H Samanhoedi dari solo.30
Empat bulan kemudian, tepatnya tanggal 26 januari 1913 diadakan
kongres Sarekat Islam pertama bertempat di kota Surabaya di bawah pimpinan
Tjokroaminoto. Diterangkan bahwa Sarekat Islam bukanlah organisasi politik
dan tidak pula menentang pemerintahan Belanda. Bahkan dinyatakan bahwa
dengan agama Islam sebagai lambang persatuan, maka timbullah keinginan
rakyat untuk memakmurkan hidupnya.
Dalam waktu yang singkat diselenggarakan lagi kongres yang kedua di
solo pada bulan maret 1913. Di putuskan dalam kongres ini bahwa
keanggotaan Sarekat Islam hanya boleh berasal dari Indonesia.
Dalam kongres nasional di madiun pad tahun 1923, didirikan Sentral
Sarekat Islam dengan tujuan utamanya adalah untuk memajukan Sarekat Islam
daerah. Pada saat itulah, Agus Salim mulai terjun ke gelanggang politik
29
Mukayat,Haji Agus Salim (Jakarta: Departemen pendidikan dan kebudayaan, 1985),
h.25 30
Nasihin, Sarekat Islam Mencari Idiologi 1924-1945 (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
2012), h.2
29
dengan menjadi anggota pengurus sentral Sarekat Islam bersama Abdul Muis,
wondoamiseno, sosrokardono dan lain-lain.31
Kongres ini juga membicarakan tentang perubahan politik partai
terhadap pemerintah yang dinamakan dengan sikap non koorperatif yaitu
organisasi tidak bekerjasama dengan pemerintah kolonial.32
Haji Agus Salim masuk ke kancah perpolitikan di bawah pimpinan
H.O.S Tcokroaminoto, dalam suatu pemilihan, H Agus Salim terpilih menjadi
anggota pengurus besar. Sarekat Islam muncul di tengah-tengah bangsa
Indonesia sedang krisis kepercayaan diri dalam lapangan ekonomi, politik dan
agama.33
Sarekat Islam berhasil memberikan arah dan tujuan kepada perjuangan
rakyat Indonesia. Sarekat Islam mempunyai cita-cita kebangsaan yang
bercorak islam, Agus Salim berkata :
“untuk menyebarluaskan cita-cita perjuangan SI kita memerlukan alat,
yaitu surat kabar,supaya rakyat mengetahui tujuan dan cita-cita Sarekat
Islam.”
Pada tahun 1917 diterbitkan “Harian Neraca”. H Agus Salim menjadi
pimpinannya. Melalui harian itu rakyat dapat mengetahui pergerakan
kebangsaan untuk merebut kemerdekaan, selain itu Agus Salim juga
memimpin redaksi bahasa melayu pada komisi bacaan rakyat balai pustaka.
Dalam waktu yang singkat, Sarekat Islam berkembang dengan pesat,
pada tahun 1919 Agus Salim menjadi ketua redaksi surat kabar “Bataviaasch
Nieuwsblad” di jakarta.34
31
Mukayat,Haji Agus Salim (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985),
h.26-27 32
Sudirman Tebba, Islam Orde Baru Perubahan Politik dan Keagamaan (Yogyakarta:
PT Tiara Wacana Yogya, 1993), h 291 33
Untung S, Mengikuti Jejak H Agus Salim Dalam Tiga Zaman (Jakarta : PT Rosda Jaya
Putra, 1887), h.10 34
Sutrisno Kutojo, Riwayat Hidup dan Perjuangan Haji Agus Salim (Bandung: Angkasa
Bandung, t.t), h.31
30
Ketika Indonesia merdeka H. Agus Salim diangkat menjadi anggota
Dewan Pertimbangan Agung. Kepandaiannya dalam berdiplomasi
membuatnya dipercaya sebagai Menteri Muda Luar Negeri dalam kabinet
Syahrir II dan kabinet Syahrir III. Selanjutnya Ia menjabat sebagai Menteri
Luar Negeri dalam kabinet Amir Sjarifudin I, II dan kabinet Hatta I, II.
Sesudah pengakuan kedaulatan oleh pihak Belanda H. Agus Salim ditunjuk
sebagai penasihat Menteri Luar Negeri. Ketika para pejuang lainnya sedang
mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman kembalinya Belanda,
Agus Salim pergi keluar negeri, berjuang ke negara lain agar negara lain
mengakui kedaulatan Indonesia. Dengan tekad membara, Agus Salim bertekad
agar kemerdekaan Indonesia dipertahankan dan diakui dunia.
d) Karir Agus Salim Sebagai Diplomat
Lapangan diplomasi mulai dikenal H Agus Salim saat bekerja pada
konsulat Belanda di Jeddah pada tahun 1906-1911. Pengalamannya selama 5
tahun sangat berharga dalam menjalankan tugas perjuangan yang besar. Tahun
1930 beliau memperoleh kesempatan untuk menghadiri “International Labour
Conference” di janewa, mewakili sarekat sekerja N.V.V (Nederlandsch
Verbond van Venveerenigien) di Belanda. Pengalaman tersebut merupakan
semacam praktek diplomasi.
Sesudah proklamasi kemerdekaan, Agus Salim aktif lagi dlam dunia
diplomasi. Pada tanggal 23 maret 1947 beliau menjadi wakil ketua delegasi
Indonesia menghadiri Inter Asian Relation Conference di New Delhi.
Kemudian pada tanggal 4 april 1947, beliau menjadi ketua misi Indonesia
untuk mengunjungi Negara Timur Tengah.
Setelah tugas misi nya selesai di negara-negara Timur Tengah, Agus
Salim kemudian melanjutkan perjalanan ke Amerika Serikat. Pada tanggal 6
Agustus 1947 Agus Salim tiba di Lisbon dari Kairo .
Pemerintah Indonesia pada tanggal 10 Agustus 1947 dengan
perantaraan RRI Yogyakarta telah mengajukan permintaan kepada ketua
31
dewan keamanan PBB supaya delegasi Indonesia diterima di PBB. Agus
Salim yang telah mendapat kekuasaan penuh pemerintah Indonesia untuk
memberikan keterangan tentang pertikaian Indonesia dan Belanda.
Berdasarkan mandat dari pemerintah Indonesia, dan berkat kegiatan
diplomatik Agus Salim akhirnya wakil Indonesia hadir di sidang dewan
keamanan PBB. Selama sidang Dewan Keamanan PBB Agus Salim sebagai
Menteri luar Negeri maupun anggota tidak mengambil kesempatan untuk
berpidato.,
Pada tanggal 27 Agustus 1947 Agus Salim kembali ke Indonesia.
dalam perjalanan pulang Agus Salim singgah ke London sebagai tamu
kehormatan Kedubes India, Tanggal 20 oktober 1947 Agus Salim tiba di
Singapura, Sembilan hari kemudian beliau kembali ke Indonesia. Pada tanggal
4 November 1947 Agus Salim memberikan laporan kepada pemerintah
Indonesia pada sidang Kabinet mengenai hasil dari misi diplomatik.
Tidak hanya itu, Agus Salim menjadi anggota delegasi Indonesia
dalam perundingan dengan Belanda yang diadakan diatas kapal Renville di
Tanjung Priok.
Agus Salim tidak saja seorang diplomat yang ulung, tetapi juga
seorang diplomat Indonesia yang pertama. Dilihat dari jasa-jasanya dalam
berdiplomasi beliau sebagai Diplomat.35
e) Karya-Karya Agus Salim
Agus Salim merupakan penulis produktif. Banyak buku dan karangan
yang ditulisnya. Buku-buku itu ditulis dalam berbagai bahasa, banyak pula
yang dicetak di luar Negeri. Tulisan karya agus salim yang terbitan luar
Negeri susah untuk di bawa ke Indonesia kembali.
35
Solichin Salam, Hadji Agus Salim Pahlawan Nasional (Jakarta: Djajamurni,
1963)h.137-147
32
Tulisan Agus Salim meliputi berbagai bidang kehidupan seperi filsafat,
ekonomi, politik, kebudayaan, sosial dan agama. Karya itu terbagi atas
beberapa segi :
a. Poitik
1. Kemajuan yang diperoleh karena usaha (dimuat dalam surat kabar
Neraca, sabtu 15 september 1917, No.53 th.1)
2. Kemajuan perkara harta (dimuat dalam surat kabar Neraca, selasa 4
september1917, No.45 th.1)
3. Kemajuan perempuan bumi putra (dimuat dalam surat kabar Neraca,
selasa 4 september 19 17, No. 45 th.1)
4. Mana yang harus didahulukan ? (dimuat dalam surat kabar Neraca,
kamis 24 januari 1918, No. 17 th II)
5. Lahirnya tipis isinya dalam (dimuat dalam surat kabar Neraca, kamis 4
oktober 1917 No.66 th I)
6. Benih percederaan ( dimuat dalam surat kabar Neraca, selasa 7 januari
1919, No.4 th III)
7. Herziening van het regeeringsreglement ( H.V.R. 1922 4e vergadering,
maandag 13 november 1922 )
8. Eerste algemeene aanvullingsbegrooting (1923)
9. Wijzigining en aanvulling van de koeliordonantie sumateras ooskunst
(1923)
10. Jong islamieten bond ( 1925 )
11. Derajat kemanusiaan ( 1925 )
12. Indonesia merdeka ( 1925 )
13. Huru hara di sumatera barat ( 1927 )
14. Apakah harga wet ( 1928 )
15. Hakim bersikap musuh ( 1928 )
16. Cinta bangsa dan tanah air ( 1928 )
17. Rakyat dan polisi ( 1928 )
18. Ekonomi sosial dan politik ( 1929 )
33
19. Rasa kebangsaan dan asas ekonomi ( 1929 )
b. Pendidikan
1. Tukang ajar atau guru ( 1925 )
2. Pemerintah, pengajaran dan rakyat ( 1931 )
B. Kiprah H Agus Salim Dalam Partai Sarekat Islam
a) Perkembangan Partai Sarekat Islam
Pergerakan Nasional lahir disebabkan karena beberapa hal, antara lain
pemerintah Hindia Belanda membuat perubahan di bidang sosial, ekonomi dan
politik.36
Dalam bidang politik, Sarekat Islam menuntut berdirinya dewan daerah,
perluasan hak-hak Volksraad (Dewan Rakyat) dengan tujuan untuk
mentransformasikan menjadi lembaga perwakilan untuk legislatif.
Dalam bidang pendidikan, partai menuntut penghapusan yang
mendeskriminasikan penerimaan murid di sekolah-sekolah.dan mewajibkan
belajar sampai umur 15 tahun.
Dalam bidang agama, partai menuntut dihapuskannya segala macam
peraturan yang menghambat tersebarnya Islam.
Bermula dari berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Organisasi ini
lahir dari sebuah ajang diskusi yang sering digelar di STOVIA.37
Oleh beberapa
mahasiswa. Pada awalnya, Boedi Oetomo merupakan organisasi anti politik,
sebab hanya berfokus kepada perbaikan pendidikan dan kebudayaan. Kehadiran
Boedi Oetomo di kancah Nasional menjadi tonggak perjuangan, sekaligus
menjadi inspirasi bagi organisasi lainnya di tanah air.38
36
Yus Pramudya Jati, Menjadi Merah Gerakan Sarekat Islam Semarang 1916-1920,
(Temanggung: Kendi, 2017), h.9 37
Sebuah singkatan dari Scool tot Opleiding Van Inlandsche Artsen atau sekolah untuk
mendidik pribumi 38
Yus Pramudya Jati,Menjadi Merah Gerakan Sarekat Islam Semarang 1916-1920,
(Temanggung: kendi, 2017), h. 17-18
34
Asal usul dan pertumbuhan gerakan politik di kalangan muslimin di
Indonesia identik dengan asal usul dan pertumbuhan Sarekat Islam, terutama pada
20 tahun pertama sejak didirikan.39
Sarekat Islam dapat dipandang sebagai salah
satu gerakan politik yang menonjol sebelum perang dunia ke II, karena
perkembangannya pesat dan dinamis.40
Di kembangkan dari sebuah organisasi
dagang, Sarekat Dagang Islam (SDI), yang didirikan oleh H.Samanhoedi di Solo
tahun 1911, SI merupakan “organisasi nasionalis Indonesia berlandaskan politik
pertama” yang berkembang pesat di bawah kepemimpinan H.O.S Tjokroaminoto,
Agus Salim dan Abdul Muis.41
Sarekat Islam (SI) berdiri 3 tahun setelah Budi Utomo. Latar belakang
ekonomis dari organisasi ini adalah tanggapan (perlawanan) terhadap
perdagangan (penyalur) oleh orang cina. Peristiwa ini merupakan isyarat bagi
orang muslim bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukan eksistensi. Oleh
sebab itu para pendiri Sarekat Islam (SI) mendirikan organisasi ini untuk membuat
front untuk melawan semua penghinaan terhadap kaum bumiputra. Organisasi ini
merupakan reaksi terhadap rencana Kristenings Politik (politik pengkristenan) dan
kaum Zending, perlawanan terhadap kecurangan dari pihak ambtenar bumiputra
dan Eropa.42
Sarekat Dagang Islam (SDI) ini berdiri sebagai jawaban atas
tantangan para pedagang asing di solo, yang lama kelamaan menekan serta
bersaing dengan pedagang Indonesia. Namun dengan kelahiran SDI, itu
menunjukan mulai timbulnya kesadaran berbangsa (Nasionalisme) dan tidak
hanya sekedar soal komersial. Dalam perkembangannya, SDI mendapat sambutan
39
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942 (Jakarta:LP3ES, 1980),
h.114 40
Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional Dari Budi Utomo sampai proklamasi 1908-
1945 ( 1994), h.32 41
Bahtiar Effendy, Islam Dan Negara Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam
Di Indonesia (Jakarta:Democracy Project, 2011), h.70 42
Ahmad Syukani,Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam (solo:pustaka setia,
1997), h.127-128
35
baik dari masyarakat, apalagi setelah menjadi Sarekat Islam (SI) yang merupakan
gerakan kaum Borjuis-kapitalis.43
Sarekat Dagang Islam (SDI) merupakan satu-satunya kelembagaan yang
dapat menampung seluruh strata sosial bumiputra. Sarekat Dagang Islam sebagai
perkumpulan yang disahkan oleh pemerintah Hindia Belanda, telah menarik
perhatian banyak kalangan.44
Pembentukan Sarekat Dagang Islam (SDI) yang merupakan cikal bakal
dari Sarekat Islam (SI) ini tidak ada kepastian.45
Sarekat dagang Islam (SDI) yang
memakai asas Islam diharapkan mampu mengubah metode pemerintahan Hindia-
Belanda yang waktu itu deskriminatif, dan selain itu Sarekat Dagang Islam (SDI)
mampu memposisikan sebagai pembanding antar metode pemerintahan Hindia-
Belanda dengan Islam.46
Adapun tujuan Sarekat Islam (SI) itu adalah untuk meningkatkan taraf
hidup rakyat berdasarkan persaudaraan muslim. Untuk mencapai tujuan ini, H
Samanhoedi, pendiri dan pemimpin sarekat islam, berusaha mencari orang-orang
potensial untuk bergabung dan mengembangkan organisasi yang mulai dikenal di
masyarakat,
Salah seorang yang turut memperkuat dan akhirnya menjadi pimpinan
utama Sarekat Islam (SI) hingga wafat adalah HOS Tjokroaminoto.
Kepemimpinan Sarekat Islam (SI) makin kokoh dengan bergabungnya Abdul
Muis dan H Agus Salim. Yang dalam waktu singkat turut menentukan arah dan
tujuan Sarekat Islam (SI).47
43
Solichin Salam, Hadji Agus Salim Pahlawan Nasional (Jakarta: Djajamurni, 1961), h.
75-76 44
Nasihin, Sarekat Islam Mencari Ideologi 1924-1945 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), h. 38 45
Deliar Noer,Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980),
h. 115 46
Nasihin,Sarekat Islam Mencari Ideologi 1924-1945 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), h. 2 47
Suradi SS,Grand Old Man Of The Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik
Sarekat Islam (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h. 46-47
36
Oleh karena itu HOS Tjokroaminoto menerima panggilan untuk datang ke Solo
guna menyelesaikan soal Sarekat Dagang Islam (SDI) .Dalam pertemuan yang
terdiri dari anggota dan simpatisan, soal Sarekat Dagang Islam (SDI) ini
diserahkan kepada HOS Tjokroaminoto. Tanggal 12 Agustus 1912 keluar Besluit
(surat ketetapan) dari Residen Wijch (Residen Surakarta) yang menschors Sarekat
Dagang Islam (SDI) karena dipandang membahayakan ketertiban umum.
Pada tanggal 10 September 1912 dihadapan Notaris B.Ter Kuile dibuatlah sebuah
statue perhimpunan Sarekat Islam (SI) yang baru yang berisi tentang memperkuat
usaha dilapangan sosial, pendidikan dan agama.48
Pada tanggal 12 September 1912 setelah sampai di Surabaya, TJokroaminoto
menyampaikan Statuen Sarekat Islam (SI) yang pada intinya memajukan
semangat dagang bangsa Indonesia dan meningkatkan kecerdasan rakyat serta
patuh kepada aturan agama. Di dalam anggaran yang baru ini politik tidak
dicantumkan karena bertentangan dengan Undang-Undang kolonial dalam
peraturan pemerintah pasal 111.49
Periode pertama dari Sarekat Islam (SI) ditandai oleh perhatian terhadap masalah
organisasi, termasuk penyusunan anggaran dasar dan hubungan antara organisasi
pusat dan organisasi daerah. Anggaran dasar Sarekat islam dirumuskan oleh
Raden Mas Tirtoadisurjo. Isi dari anggaran dasar SI adalah :
Akan berikhtiar, supaya anggota-anggotanya satu sama lain bergaul seperti
saudara,dan supaya timbullah kerukunan dan tolong menolong satu sama lain
antara kaum muslimin, dan lagi dengan segala daya upaya yang halal dan tidak
menyalahi wet-wet Negeri (Surakarta) dan wet wet Government,…berikhtiar
mengangkatderajat rakyat, agar menimbulkan kemakmuran, kesejahteraan dan
kebesarannya Negeri.50
Kongres Sarekat Islam (SI) pertama dilaksanakan pada tanggal 26 januari
1913 di Surabaya dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto. Kongres Sarekat Islam (SI)
48
Solichin Salam,Hadji Agus Salim Pahlawan Nasional (Jakarta: Djajamurni, 1961), h.
76-77 49
Mukayat, Haji Agus Salim (Jakarta: Departemen pendidikan Dan Kebudayaan RI,
1985), h. 25-26 50
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam Di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES,1973),
h. 116-117
37
yang kedua pada bulan maret 1913 di Solo.51
Sejak kongres ini,organisasi Sarekat
Islam (SI) terus disempurnakan. Struktur organisasinya adalah :
1. Perhimpunan Sarekat Islam (SI) adalah suatu organisasi yang
mempunyai daerah segenap Hindia Timur (Indonesia) yang boleh
menjadi anggotanya adalah segenap orang Islam.
2. Tiap tempat yang dianggap cukup banyak anggota, boleh mendirikan
suatu cabang dan memilih pengurusnya sendiri.
3. Tiap cabang dibagi menjadi beberapa anak cabang dan grup.
4. Semua cabang di jawa barat dan pulau Sumatra dan pulau-pulau kecil
dekat Sumatera, mendirikan Departemen Sarekat Islam (SI) Jawa
Barat.
5. Semua cabang di Jawa Tengah dan pulau Kalimantan mendirikan suatu
Departemen Sarekat Islam (SI) Jawa Tengah.
6. Semua cabang di Jawa Timur dan pulau Sulawesi, Lombok, bali,
Sumbawa dan seterusnya kearah timur mendirikan suatu Departemen
Sarekat Islam (SI) Jawa Timur.52
Dalam usaha mengangkat derajat rakyat, SaREKAT Islam (SI) mengambil
tiga arah sebagai dasar perjuangannya yang berlandaskan Islam yaitu dasar sosial
ekonomi, politik dan kultural. Dalam Sarekat Islam (SI) terdapat anggota yang
memiliki berbagai macam ideologi bercampur aduk.meskipun Cokroaminoto telah
mempersatukan umat, setelah beberapa tahun anggota Sarekat Islam (SI) terdiri
atas bermacam ideologi dan memisahkan diri menurut paham masing-masing.
Hingga akhirnya di tubuh Sarekat Islam (SI) terjadi perpecahan. Pada tahun 1923
lahirlah Sarekat Islam Merah (kiri) dan Sarekat Islam Putih. Sarekat Islam (SI)
merah dipimpin oleh Semaun dan Darsono yang beridiologi Marxisme. Sarekat
Islam (SI) putih menjelma sebagai Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).53
51
Solichin Salam, Hadji Agus Salim Pahlawan Nasional (Jakarta: Djajamurni, 1961), h.
78 52
Suradi SS,Grand Old Man Of The Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik
Sarekat Islam (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h. 47-48 53
Ahmad Syaukani,Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam, (Solo: Pustaka
Setia, 1997), h. 127-129
38
Kongres Sarekat Islam (SI) yang kedua diadakan di Solo. Dalam kongres
itu diputuskan bahwa Sarekat Islam (SI) hanya terbuka untuk bangsa Indonesia
dan pegawai pangreh praja tidak akan diterima. Kongres ketiga diadakan di
Bandung dan dinamakan kongres Nasional Sarekat Islam (SI) pertama dan
dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto.
Kongres Nasional Sarekat Islam (SI) yang kedua dilangsungkan di Jakarta
pada tanggal 20-27 oktober 1917. Kongres ini lebih menonjolkan kepada usaha
Semaun agar Sarekat Islam (SI) jangan ambil bagian di Volksraad dan usahanya
sia-sia.
Kongres Nasional Sarekat Islam (SI) yang ketiga dilangsungkan di
Surabaya pada tanggal 29 September -6 oktober 1918.memutuskan menentang
pemerintah sepanjang tindakannya “melindungi kapitalisme” kongres ini juga
memutuskan mengorganisasikan kaum buruh.
Tahun 1919, bagi Sarekat Islam (SI) adalah tahun propaganda capital asing
yang meningkat sampai 2 juta orang. Maka timbulnya keraguan terhadap Sarekat
Islam (SI) disebabkan oleh kegaduhan di Sulawesi Tengah dimana Abdul Muis
melakukan propaganda dan terdapatnya suatu aksi rahasia di Garut. Kongres
Nasional Sarekat Islam (SI) yang keempat diadakan di Surabaya tanggal 26
Oktober- 2 November 1919, membicarakan tentang serikat sekerja, diputuskan
bahwa serikat sekerja mengadakan Eerstekamer yang akan memimpin perlawan
strata politik.54
Dalam kongres Nasional Sarekat Islam (SI) ke lima di Yogyakarta tanggal
2-6 maret 1921, ditetapkan keterangan baru tentang konsep dasar Sarekat Islam
(SI). Keterangan ini adalah hasil kesepakatan dengan pihak komunis. Dalam
keterangan tersebut yang dirancang oleh 2 komisaris, Agus Salim dan Semaun,
disebutkan bahwa kapitalisme hanya dapat dikalahkan oleh persatuan kaum
buruh.
54
A.K Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia (Jakarta: Dian Rakyat,
1978), h. 5-8
39
Di kongres ini, percobaan beberapa cabang yang berhaluan merah untuk
mendapatkan supaya disiplin partai tidak dijalankan terhadap PKI. Kaum komunis
tetap ditolak pleh Sarekat Islam (SI) dan adanya hal yang mengatakan bahwa
Dewan Rakyat itu suatu pertunjukan komedi. Pada tanggal 8-11 Agustus 1924
kongres yang diadakan di Surabaya membicarakan tentang pengiriman wakil
Indonesia ke kongres khalifah yang diadakan di kairo.
Menurut keputusan kongres itu, Khalifah harus dipegang oleh Dewan
Ulama di Makkah, tetapi kongres khalifah itu tidak jadi dilaksanakan. Di kongres
Sarekat Islam (SI) tanggal 21-27 Agustus 1925 di Yogyakarta, Tjokroaminoto
menerangkan bahwa agama Islam adalah anasir kebudayaan. Untuk mencapai
tujuan itu, Sarekat Islam (SI) akan memperbanyak sekolah dan organisasi
keagamaan. Hal ini dilakukan Sarekat Islam (SI) karena Sarekat Islam (SI) akan
memperbarui diri melalui jalan Pan-Islamisme, Nasionalisme Islam dan non
koperasi.
Pada bulan November 1926, timbul pemberontakan komunis,
pemberontakan ini menyebabkan seluruh pergerakan di Indonesia terkejut, hal ini
disebabkan karena melemahnya kaum komunis, dan menjadi kesempatan bagi
Sarekat Islam (SI) untuk bangkit.
Pada bulan Desember 1927 Sarekat Islam (SI) cabang Surabaya
menentang keras Dr.Sutomo karena tidak menyetujui komunisme. Dari pihak
Sarekat Islam (SI) bahwa kaum Nasionalis hanya mendapatkan pangkat dan gaji
besar. Pada kongres 28 September-2 Oktober 1927 di Pekalongan, pengurus besar
Sarekat Islam (SI) membicarakan perlawanan terhadap pemerintah. Kongres yang
dipimpin Agus Salim ini, bukan bermaksud melawan pemerintah secara nyata
tetapi mengirim kabar tentang Sarekat Islam (SI) sendiri keluar Negeri. Agus
Salim juga menjelaskan tentang kongres di Makkah yang tidak ada dan perlunya
suatu “Majelis Ulama” yang dapat mengadili perselisihan dalam hal pengajaran
agama islam.
40
Kongres Sarekat Islam (SI) tanggal 26-28 januari 1928 di yoyakarta,
membicarakan tentang hari lahir Sarekat Islam (SI) yang ke-15, di kongres itu
dibicarakan juga tentang Tafsir Quran yang dikerjakan oleh Tjokroaminoto. Dari
penerbitan bagian pertama ternyata Tafsir itu didasarkan atas Tafsir ahmadiyah
Lahore. Agus Salim menjelaskan, bahwa Tafsir ahmadiyyah yang paling baik
untuk kaum terpelajar.
Dalam rapat Majelis ulama di Kediri tanggal 27-30 september 1928,
memutuskan bahwa tafsir itu boleh diteruskan dibawah pengawasan Majelis
Ulama. Di rapat itu, Tjokroaminoto dibantu oleh utusan ahmadiyyah, Mirza Wali
Ahmad Beig.
PSI berganti nama pada tahun 1929 menjadi PSII.Diakibatkan karena
banyaknya aliran cita-cita Indonesia Raya. Kongres yang diadakan oleh PSII di
Surabaya pada tanggal 25-27 April 1929 membicarakan tentang ekonomi, politik,
pergerakan wanita dan serekat sekerja. Pemimpin studieclub, DR.Sutomo
mengadakan perlawanan terhadap SI, yang membicarakan sudah terpecahnya rasa
Kebangsaan , sehingga cita-cita akan Pan-Islamisme tidak berharga sama sekali.
Sarekat Islam (SI) hanya mementingkan Islam dan mengesampingkan
Nasionalisme.
Terhadap soal wanita, Dr Sutomo mengharamkan beristri banyak. Di
kongres itu, Sarekat Islam (SI) diserang bukan oleh studieclub saja, tetapi juga
PPII (Perikatan Perhimpunan Isteri Indonesia), Sarekat Madura dan PNI. Tentang
soal poligami ini Sarekat Islam (SI) juga memberikan kesempatan kepada kaum
Nasionalis.
Pada tanggal 2-6 agustus 1929 di Jawa Tengah membicarakan tentang non
koperasi, hubungan luar negeri dan organisasi dalam negeri. Kongres PSII pada
tanggal 16-19 Agustus 1929 di Garut membicarakan tentang Kapitalisme dan
Imprealisme dan menunjukan keperluan adanya persatuan yang kokoh, untuk
merebut kemerdekaan.
41
Kongres PSII tanggal 24-27 januari 1930 di Yogyakarta, kehilangan
sebagian besar anggota. Membicarakan tentang anggaran dasar PSII yaitu
membangun suatu persatuan yang kokoh antar sesama muslim menurut peraturan
agama Islam. Pada tanggal 5 mei 1930, diadakan rapat besar Sarekat Islam (SI)
membicarakan tentang penghapusan kerja paksa.55
Sementara itu dalam tahun 1930-1931, krisis kepemimpinan mulai
melanda PSII, setelah HOS Tjokroaminoto tahun 1934, persatuan tidak bisa
dibangun kembali. Akibat hal ini PSII terpecah menjadi beberapa partai.56
Pada tahun 1930-an, mulai tampak perubahan-perubahan dalam
kepemimpinan umat.timbulnya partai lain antara lain meliputi : Persatuan
Muslimin Indonesia (Permi) yang bekerja sama dengan kelompok Nasionalis,
Persatuan Islam (persis) melawan bidah dalam soal politik dan Muhammadiyah
terkena peraturan disiplin Sarekat Islam (SI).57
b) Bergabungnya Agus Salim Dalam Sarekat Islam
Selain sebagai anggota dan tokoh penting dalam Sarekat Islam, Agus Salim
pernah bergabung di organisasi lain: Perkumpulan Teosofie, Nederlands Indische
Virijzinningen (NIV), tetapi ditinggalkan karena tidak sefaham dengan Agus
Salim. Tjokroaminoto menerima Salim dengan terbuka. Pada diri Salim terdapat
kombinasi antar islam dan pandangan progresif.
Dalam periode pertama Salim di Sarekat Islam (SI) ia masih diliputi rasa
bimbang dalam menghadapi perkembangan Sarekat Islam (SI) di bawah pimpinan
Tjokroaminoto. Keraguan Salim mulai berkurang karena adanya pengaruh
Tjokroaminoto dalam Sarekat Islam (SI).
Merasa hubungan sudah akrab, Tjokroaminoto mengundang Salim menghadiri
kongres Sarekat Islam (SI) tahun 1915 di Surabaya. Tidak hanya itu, Salim juga di
55
A.K Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia (Jakarta: Dian Rakyat,
1980), h. 35-44 56
Suradi SS,Grand Old Man Of The Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik
Sarekat Islam (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h.57 57
Deliar Noer, Membincangkan Tokoh Tokoh Bangsa ( Bandung: Mizan, 2001), h. 20
42
undang dalam berbagai rapat Sarekat Islam (SI) baik dikota besar maupun dikota
kecil. Di Sarekat Islam (SI) berkembang suatu anggapan bahwa telah datang Ratu
Adil yang selama ini dinantikan oleh rakyat Jawa untuk membebaskan segala
penderitaan.
Setahun berikutnya, dalam kongres Sarekat Islam (SI) tahun 1916 di Bandung,
Tjokroaminoto berpidato dan menyinggung masalah Ratu Adil. Pada awal
aktivitas Agus Salim di Sarekat Islam (SI) dia mengamati adanya elit dalam
Sarekat Islam (SI) yang ingin mempengaruhi asas Islam dari Sarekat Islam (SI)
dengan komunisme.58
c) Kiprah Agus Salim Dalam Sarekat Islam
1. Masuknya Pengaruh Komunis Di Sarekat Islam
Tidak lama setelah bergabung dengan Sarekat Islam (SI) pada tahun
1915 Agus Salim menjadi tokoh penting dan berpengaruh dalam mengambil
kebijakan dan strategi perjuangan Sarekat Islam (SI) Peran Agus Salim sangat
dominan dan sangat menentukan adalah dalam hal membersihkan golongan
komunis dari Sarekat Islam (SI) masalah ini sangat prinsipil. Dan Agus Salim
berusaha mengeluarkan kaum komunis dari Sarekat Islam (SI) Menurut Salim:
Adapun suatu kaum yang harus kita jauhkan daripada pergerakan kita,
suatu kaum yang hendak menerbitkan perceraian antar bangsa kita, atas “kaum
pekerja” dan “kaum bermodal”. Kaum itu ialah kaumnya yang ingin
membatalkan hak milik, yang memakai nama “Socialist” yang dibangunkan
dan dikembangkan dalam Negeri ini oleh tuan-tuan Sneevliet, Baars dan
lainnya..59
Perselisihan antara golongan Islam dan Komunis dalam Sarekat Islam
(SI) mulai terjadi pada tahun 1917. Dengan diadakannya debat terbuka tanggal
12 september 1917 di Surabaya membicarakan persoalan Indie Weerbar.
Dalam debat ini, kaum komunis menolak karena suara yang terkumpul 120
58
Suradi SS,Grand Old Man Of The Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik
Sarekat Islam (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h. 60-61 59
Suradi SS,Grand Old Man Of The Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik
Sarekat Islam (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h. 64
43
berbanding 3. Pertikaian ini secara resmi dihentikan pada kongres Nasional ke
3 tahun1918.60
Masalah disiplin partai mulai dibicarakan pada kongres CSI tahun
1919. Tjokroaminoto memimpin kongres itu. membicarakan tentang disiplin
partai. Kongres berikutnya juga membahas masalah disiplin partai, tetapi tidak
dihadiri Tjokroaminoto, dan menjadi arena debat antara kelompok komunis
dibawah pimpinan semaun, dan kelompok bukan komunis dibawah pimpinan
Agus Salim dan Moeis.61
Dalam kongres Nasional Sarekat Islam (SI) yang berlangsung di
Surabaya, terjadi perdebatan antara Agus Salim dan Semaun mengenai
Sosialisme Marxisme dan Sosialisme Islam. Dalam kongres tersebut, Agus
Salim dan Moeis mengusulkan diadakannya disiplin partai.sedangkan Semaun
hendak membawa SI condong ke kiri, tetapi Agus Salim dan Tjokroaminoto
tidak setuju. Sejakm itu terjadilah perpecahan di SI, Semaun membentuk
Sarekat Rakyat yang kemudian menjadi PKI, sedangkan Tjokroaminoto dan
Agus Salim tetap dalam Sarekat Islam (SI)..62
Dalam kongres Sarekat Islam (SI) yang ke 6 yang dipimpin oleh Agus
Salim dan Abdul Moeis yang diadakan di Surabaya membicarakan tentang
disiplin partai dan penyusunan asas Sarekat Islam (SI). Untuk meyakinkan
kongres, Agus Salim mengemukakan alasan perlunya disiplin partai:
Tiap-tiap diluar SI telah membentuk disiplin partai lebih dulu untuk
partainya. Daripada hal itu ternyatalah, bahwa memang segala partai telah
mengerti, keberhasilan asas menjadi syarat yang penting bagi tiap-tiap
pergerakan. Selain dari itu, asas perhimpunan yang satu tidak bisa sejalan
betul asas itu serupa tentu tidak aka nada dua atau lebih perhimpunan.
60
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980),
h.134 61
Suradi SS,Grand Old Man Of The Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik
Sarekat Islam (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h.65 62
Solichin Salam, Hadji Agus Salim Pahlawan Nasional (Jakarta: Djajamurni, 1961), h.
60-61
44
selain itu Salim mengemukakan bahwa partai tidak boleh diambil alih
oleh PKI. Salim mengatakan :
Tidak perlu mencari Isme-Isme lain yang akan mengobati penyakit
pergerakan. Obatnya ada dalam asasnya sendiri, asas yang lama dan kekal,
yang tidak dapat dimubahkan orang, sungguhpun dunia telah memusuhi
dengan permusuhan lain atau taadzim. Asas itu adalah Islam.
Menanggapi putusan kongres luar biasa ini, golongan komunis
dibawah pimpinan Semaun, menolak disiplin partai dia mengatakan :
Adapun pergerakan rakyat hendak membela hak rakyat yang terinjak-
injak, selain dari yang mengutamakan hal perasaan, harus pula mengutamakan
taktik, SI telah nyata hanya bisa dikumpulkan orang Islam saja buat bekerja
bersama membela rakyat.
Tapi selamanya dari hak rakyat Islam, masih banyak lagi orang lain,
yang tidak beragama Islam yaitu PKI, yang sudah nyata bisa membawa orang
Ambon, Manado dan lainnya rakyat Hindia yang tidak beragama islam.
Bilangan mereka tidak sedikit, pengaruhnya juga harus dihargai. Disini PKI
sudah membuktikan taktiknya, bekerja dengan orang Islam dan Kristen untuk
rakyat.
Argumentasi Semaun dipatahkan oleh Agus Salim dan Moeis. Kongres
pun akhirnya memutuskan disiplin partai.63
Semaun menambahkan,” atas usaha-usaha orang komunis lah sifat
kapitalis dalam Sarekat Islam (SI) telah hilang sehingga Sarekat Islam (SI)
menjadi partai rakyat. Semaun menambahkan :
Kalau SI menguatkan disiplin partai, baiklah, hanya kecuali kanlah
disiplin partai itu terhadap kaum komunis dan PKI, karena kaum PKI bisa
bekerja sama dengan SI dengan keperluan pihak yang tertindas.
2. Usaha- Usaha Agus Salim Dalam Sarekat Islam
Peranan Agus Salim dalam Sarekat Islam (SI) memberikan warna
Islam dalam tubuh Sarekat Islam (SI). Usaha yang dilakukan Salim dilakukan
sejak bergabung dalam Sarekat Islam (SI). tahun 1919, Salim merumuskan
63
Suradi SS, Grand Old Man Of The Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik
Sarekat Islam, (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h. 61-68
45
asas dan tujuan Sarekat Islam (SI) dengan menyusun rancangan keterangan
asas ( Beginsal Verklaring ) dan disahkan pada kongres luar biasa CSI tahun
1921.
Keterangan asas pemikiran Salim dimuat oleh Tjokroaminoto. Salim
menjelaskan, Islam merupakan satu-satunya bagi perubahan masyarakat
Hindia. Bagian keempat dari keterangan asas ini menyebutkan :
Syahdan pada keyakinan kaum Sarekat Islam, kemerdekaan rakyat
Hindia ini sejatinya, yaitu yang sesungguhnya melepaskan segala rakyat dari
perhambaan dari macam apapun juga, ialah dengan jalan kemerdekaan yang
berasaskan ke Islaman…64
Setelah menyusun asas organisasi Sarekat Islam (SI) dengan asas ke
Islaman, Agus Salim pada tahun 1922 memulai orientasi Pan-Islamisme
dengan memimpin kongres Al-Islam di Cirebon pada tahun 1922.65
Tahun 1924, terjadi pergantian kekuasaan di Turki, kaum Nasionalis
dibawah pimpinan Mustafa Kemal Attaturk memegang pemerintahan, pada
masa pemerintahan beliau, adanya penghapusan hukum Islam dari segala
aspek kehidupan serta menghapus sistem kekhalifahan, dan ini menimbulkan
pro dan kontra dalam pemberitaan dunia kala itu.
Agus Salim sebagai pelopor gerakan Pan Islamisme, memimpin
Mukhtamar Alam Islamy Farul Hindis Syarqiyah (MAIHS) yang
berkedudukan di Surabaya.
Masalah Pan Islamisme kemudian tidak mendapat perhatian yang
serius dikemudian hari oleh partai Sarekat Islam (SI). Karena berkurangnya
perhatian Negeri Islam lainnya terhadap masalah ini.66
Kunjungan Agus Salim
ke Makkah pada tahun 1927 sebagai perwakilan Sarekat Islam (SI) pada
kongres Al-Islam II tidak menghasilkan apapun.
64
Neratja, 18 Oktober 1921 65
St.Rais Alamsyah, 10 Orang Terbesar Indonesia Sekarang, (Jakarta: Mutiara, 1952), h.
122 66
Suradi SS, Grand Old Man Of The Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik
Sarekat Islam , (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h. 68-72
46
Tahun 1927 masalah tentang asas Sarekat Islam (SI) dianggap selesai,
awal perpecahan terlihat dalam lingkungan Sarekat Islam (SI) adalah ketika
Sarekat Islam (SI) memutuskan mengeluarkan semua anggota
Muhammaddiyah dari kepengurusan, dan perpecahan ini tidak dapat
dihentikan.67
d) Perpecahan Dalam Sarekat Islam
1. Memudarnya Gerakan Sarekat Islam
Perang Dunia pertama yang berlangsung dari tahun 1914-1918, secara
tidak langsung mempengaruhi pergerakan politik di Indonesia. Saat itu,
pemerintah Belanda yang hubungannya renggang dengan Hindia Belanda
mengambil keputusan sangat dipengaruhi oleh keadaan setempat. Gubernur
Jendral Van Limburg Stirum mengucapkan pemerintahan sendiri terhadap
bangsa Indonesia dalam sidang Dewan Rakyat dengan tujuan untuk
merendahkan pergerakan. Tindakan Van Limburg dinilai oleh Belanda
memberi hati kepada kaum pergerakan. Inilah yang menyebabkan Van
Limburg dipulangkan ke Belanda dan digantikan oleh Gubernur Jendral De
Fock, dengan tugas untuk menindas kaum pergerakan.68
Pada tahun 1917, kaum komunis dibawah pimpinan Semaun
melancarkan aksi terhadap Sarekat Islam (SI) Semaun ingin mengembalikan
kedudukan rakyat. Pecahnya Sarekat Islam (SI) terjadi setelah Semaun dan
Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada kaitannya dengan desakan
Abdul Muis dan Agus Salim pada kongres Sarekat Islam (SI) yang ke enam
pada 6-10 Oktober 1912 tentang perlunya disiplin partai yang melarang
keanggotaan rangkap. Anggota Sarekat Islam (SI) harus memilih antara
Sarekat Islam (SI) atau organisasi lain, dengan tujuan agar Sarekat Islam (SI)
bersih dari unsur-unsur komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh PKI sehingga
Tan Malaka meminta pengecualian bagi PKI. Namun usaha ini tidak berhasil
67
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980),
h. 153-154 68
Mukayat, Haji Agus Salim ( Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,
1985), h. 32
47
karena disiplin partai diterima dengan mayoritas suara. Saat itu anggota Partai
Sarekat Islam (PSI) dari Muhammadiyah dan Persis pun turut pula
dikeluarkan, karena disiplin partai tidak memperbolehkannya.
Keputusan mengenai disiplin partai diperkuat lagi dalam kongres
Sarekat Islam (SI) pada bulan Februari 1923 di Madiun. Dalam kongres
Tjokroaminoto memusatkan tentang peningkatan pendidikan kader Sarekat
Islam (SI) dalam memperkuat organisasi dan mengubah nama CSI menjadi
Partai Sarekat Islam (PSI). Pada kongres PKI bulan Maret 1923, PKI
memutuskan untuk menggerakkan Sarekat Islam (SI) Merah untuk
menandingi Sarekat Islam (SI) Putih. Pada tahun 1924, SI Merah berganti
nama menjadi “Sarekat Rakyat”.
Pada kongres PSI tahun 1929 menyatakan bahwa tujuan perjuangan
adalah mencapai kemerdekaan nasional. Karena tujuannya yang jelas itulah
PSI diambah namanya dengan Indonesia sehingga menjadi Partai Sarekat
Islam Indonesia (PSII). Pada tahun itu juga PSII menggabungkan diri dengan
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI).
Akibat keragaman cara pandang di antara anggota partai, PSII pecah
menjadi beberapa partai politik, di antaranya Partai Islam Indonesia dipimpin
Sukiman, PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan PSII sendiri. Perpecahan itu
melemahkan PSII dalam perjuangannya. Pada Pemilu 1955 PSII menjadi
peserta dan mendapatkan 8 kursi parlemen. Kemudian pada pemilu 1971 pada
zaman orde baru, PSII di bawah pimpinan Anwar Tjokroaminoto kembali
menjadi peserta bersama Sembilan partai politik lainnya dan berhasil
mendudukkan wakilnya di DPRRI sejumlah 12 orang.69
Perpecahan Sarekat Islam (SI) menjadi kelompok islam nasionalistik
dan kelompok komunis tidak menyisakan kesempatan untuk bekerja secara
69
Yus Pramudya Jati, Menjadi Merah Gerakan Sarekat Islam Semarang 1916-1920,
(Temanggung: kendi, 2017), h. 80-85
48
diam-diam untuk memperbaiki Sarekat Islam (SI) itu. adanya perebutan
cabang-cabang Sarekat Islam (SI) provinsi menjadi salah satu titik perpecahan
dalam Sarekat Islam. Maka terjadilah kongres PKI di Semarang pada tanggal
25 Desember 1921, ketika organisasi ini membentuk “persatuan Sarekat
Islam” atau lebih dikenal dengan Sarekat Islam Merah.
Tumbuhnya faham komunisme terhadap Sarekat Islam (SI) maka
terpecahlah organisasi Sarekat Islam (SI). Maka para pemimpin Sarekat Islam
(SI) berinisiatif untuk memperkokoh persatuan antar umat Islam. Atas
prakarsa CSI, diadakanlah kongres Al-Islam 1 di Cirebon pada tanggal 21
Oktober- 2 November 1922. Dalam kongres itu, Agus Salim mengemukakan
pentingnya persatuan diantara umat Islam untuk menghindari berkecamuknya
pihak lain. Ide Agus Salim tentang Pan-Islamisme yang akan mengusahakan
tercapainya persatuan semua aliran dan kerja sama antar kaum muslimin.
Dengan bekerja sama dengan Muhammadiyah, dinukalah kongres Al-
Islam II di Garut pada 19-21 mei 1924, Agus Salim bertindak sebagai
pimpinan kongres itu dibantu oleh pengurus besar Muhammadiyah. Kongres
itu membicarakan tentang fungsi agama dan ilmu pengetahuan dan hubungan
Islam dan Sosialisme. Agus Salim juga mengecam konsep kapitalisme yang
semata mata mengejar keuntungan. Agus Salim mengatakan, agama Islam
menolak gejala tersebut dengan adanya larangan riba. Selain itu Agus Salim
juga merumuskan tujuan kongres. Tujuannya adalah perlunya kesatuan antar
kaum muslimin dan aktif dalam penyelesaian soal khalifah yang menyangkut
kaum muslimin.
Pada tanggal 21-27 Agustus 1925, sentral Sarekat Islam mengadakan
kongres bersama Al-Islam di Yogyakarta. Agus Salim mempertegas sifat
Sarekat Islam yaitu menyatakan sikap kooperasi, tetapi cara itu tidak bisa
dipertahankan oleh anggota lain yang menginginkan sikap non-kooperasi.
Selain itu, Agus Salim juga mengemukakan tentang Nasionalisme Islam.
49
Agus Salim dalam memperjuangkan Sarekat Islam juga menyokong
Muhammadiyah untuk membantu dalam perubahan Sarekat Islam, terbukti
dengan rapat pertama Majelis Ulama di Kediri yang bernaung dibawah
Sarekat Islam.70
Sementara itu, terjadi perpecahan gerakan politik pribumi yang
terpecah kedalam 2 aliran yaitu religious-nasionalistik. Konsekuensi tidak
langsung dari perpecahan Sarekat Islam (SI) ini adalah berkembangnya
Nasionalisme sekuler pribumi, yang disemangati oleh propaganda untuk
mereformasi konstitusi.
Suasana konflik Sarekat Islam (SI) dan PKI, mendorong upaya
pencarian untuk menemukan pola organisasi politik yang baik, terutama
setelah Tjokroaminoto dibebaskan pada Agustus 1922.71
Dengan demikian,
Sarekat Islam (SI) tersingkir dari seluruh dunia pergerakan serikat pekerja.
Dunia ini sepenuhnya dikuasai oleh PKI yang bebas menyebarkan doktrinnya
tentang perjuangan kelas dan mempersiapkan aksi keras.72
2. Tranformasi SI Menjadi Partai Politik
Setelah mendapat pukulan dari PKI, Sarekat Islam (SI) meningkatkan
upaya untuk menemukan cara dan sarana untuk mempertahankan eksistensi
partai. Sosialisme Marxisme telah merusak jati diri Sarekat Islam (SI). Dalam
keadaan yang demikian, Sarekat Islam (SI) harus membagi pasukan pada dua
front, front yang pertama “untuk membidik cita-cita Nasional”, dan front yang
lain “memperjuangkan kesatuan pandangan dan kerjasama dengan umat Islam
dalam berbagai masalah yang muncul. Dengan melakukan rencana ini, Sarekat
Islam (SI) membuat suatu komando di seluruh pulau di Indonesia ketika itu.
70
Mukayat, Haji Agus Salim ( Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,
1985), h. 32-38 71
Anton Timur Djaelani, Gerakan Sarekat Islam Kontribusinya Pada Nasionalisme
Indonesia, ( Jakarta:LP3ES, 2017), h. 93-95 72
Anton Timur Djaelani, Gerakan Sarekat Islam Kontribusinya Pada Nasionalisme
Indonesia, ( Jakarta:LP3ES, 2017), h. 97
50
Pembelaan tentang pentingnya mempertahankan integritas dan prinsip-
prinsip religius Sarekat Islam (SI), dilaksanakan atas dasar paham
Nasionalisme pribumi. Pada tahun 1922, kegiatan ini diambil alih oleh
Muhammadiyah, sebagai salah satu gerakan murni Islam tanpa ada campur
tangan pada politik. Dengan demikian, adanya suatu kecenderungan untuk
menjadi partai politik secara penuh.
Bukan berarti berjalan mulus begitu saja, setelah disiplin partai
diberlakukan, PKI menghalangi pemurnian kembali Sarekat Islam (SI). Usaha
yang dilakukan PKI adalah menggunakan Sarekat Islam (SI) cabang Madiun
yang membelot untuk mempengaruhi CSI dengan cara menahan uang hasil
sumbangan anggota secara umum untuk cabangnya sendiri.
Pada tanggal 16 Juli 1922, terjadi konflik antara Sarekat Islam (SI)
merah dan Sarekat Islam (SI) putih berkonflik yang merugikan Sarekat Islam
(SI) putih. Sarekat Islam (SI) merah menjadi besar di Madiun. Sarekat Islam
(SI) merah ini bergabung dengan koalisinya dari Semarang, Kendal, Wirosari,
ungaran, Salatiga, Purwokerto, Yogyakarta, Nganjuk, Bandung dan
Sumedang.
Berbicara tentang disiplin partai, Tjokroaminoto menyebutkan bahwa
Sarekat Islam (SI) tidak hancur, justru Sarekat Islam (SI) lebih memperdalam
Islam dengan mengadakan kongres Al-Islam II di Cirebon pada akhir oktober
1922. Dengan melakukan hal ini, Sarekat Islam (SI) mengubah organisasinya
menjadi organisasi politik
Pada kongres ketujuh yang dilaksanakan di Madiun, tanggal 17- 20
Februari 1923, Tjokrominoto dan kolega membicarakan tentang transformasi
Sarekat Islam (SI) menjadi partai politik, masalah ini dikemukakan oleh Agus
Salim. Agus Salim menjelaskan bahwa Sarekat Islam (SI) dahulunya adalah
51
perkumpulan lokal yang diikat oleh badan sentral. Hasil dari kongres ini
adalah berubahnya Sarekat Islam (SI) menjadi Partai Sarekat Islam.73
73
Anton Timur Jaelani, Gerakan Sarekat Islam Kontribusinya Terhadap Nasionalisme
Indonesia ,(Jakarta: LP3ES, 2017), h. 97-105
52
BAB IV
KONSEP KEBANGSAAN DAN KENEGARAAN MENURUT
H. AGUS SALIM
A. Konsep Kebangsaan Menurut Agus Salim
Haji Agus Salim merupakan satu-satunya tokoh pergerakan
kemerdekaan yang lantaran kecemerlangan berpikir dan sikapnya dapat
memberi kuliah kepada para mahasiswa di Universitas Cornell, Amerika
Serikat, bahkan beliau jadi satu-satunya yang mengajar di luar negeri.
Tahun 1953 beliau menguraikan aspek-aspek keislaman di kampus
terkemuka tersebut, dan lalu kuliah lisannya itu didokumentasikan secara
tertulis. Dari dokumentasi tertulis ini, tergambar bahwa beliau telah
menguraikan secara sistematik makna Islam, rukun iman, rukun Islam,
sejarah Nabi Muhammad dan sejarah turunnya Al Qur‟an, penulisan
hadits, kelengkapan aturan Islam, pencapaian kemerdekaan negara-negara
Islam, dan keadaan negara-negara Islam kontemporer, kepada para
mahasiswa Amerika yang mayoritas non-muslim. Haji Agus Salim layak
disebut sebagai figur pembaharuan Islam pada zaman pergerakan.
Sebagai seorang pemikir, Agus Salim banyak melahirkan
pemikiran yang progresif dan liberal. Diantara pemikirannya adalah
tentang nasionalisme. Nasionalisme menurut Agus Salim harus dikaitkan
dengan islam, dalam hal ini beliau berbeda pandangan dengan Ir.
Soekarno, yang pemikirannya lebih sekuler.
Berkaitan dengan dalam sejarah perjalanan nasionalisme Islam
yang diterapkan Agus Salim, hubungan semangat nasionalisme islam
menjadi dasar negara menimbulkan polemik tersendiri antara tokoh politik
pada waktu itu. Yaitu antara Agus Salim dan Soekarno. Polemik hubungan
agama dan negara antara Agus Salim dan Soekarno, memiliki makna
53
historis sangat penting. Pertama, secara substansial, polemik Agus Salim
dan Soekarno ini mewakili perbedaan pandangan dua golongan terkemuka
di Indonesia, yaitu golongan nasionalis Islami dan nasionalis sekuler.
Polemik mereka juga mereflesikan pertarungan ideologis kedua
golongan yang tak terujukkan sekitar tahun 1920 sampai akhir pengujung
1930. Gagasan-gagasan yang dipolemikkan itu mendasar dan aktual,
seperti masalah apakah agama harus disatukan atau dipisahkan dari politik,
masalah prinsip kenegaraan yang harus dijadikan dasar negara dan
sekulerisasi politik dalam masyarakat berpenduduk mayoritas muslim.
Masalah-masalah ini menjadi perdebatan sengit antara golongan nasionalis
islam dan nasionalis sekuler.
Satu letupan pertarungan-pertarungan ideologis yang terjadi sekitar
tahun 1940an, yaitu pertarungan antara golongan nasionalis Islami dengan
nasionalis sekuler. Golongan nasionalis sekuler adalah mereka yang ber
prinsip bahwa dalam kehidupan politik kenegaraan harus ada pemisahan
tegas antara agama dan politik. Pada umumnya, golongan ini menyakini
bahwa agama hanyalah merupakan ajaran-ajaran yang menyangkut
masalah akhirat dan urusan pribadi, sedangkan politik kenegaraan
merupakan masalah duniawi. Sedangkan golongan nasionalis Islam
berprinsip bahwa agama Islam tidak dapat dipisah dari urusan kenegaraan.
Golongan ini yakin dan mempunyai komitmen pada pandangan bahwa
negara dan masyarakat harus diatur oleh Islam sebagai agama, yang dalam
arti luas, yaitu agama yang bukan hanya mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan saja, melainkan juga hubungan antara sesama manusia,
sikap manusia terhadap lingkungannya, alam, dan lain sebagainya.
Indikasi pertarungan ideologis antara kedua golongan yang
menganut prinsip berbeda ini dapat dilihat dari kasus retaknya hubungan
Sarekat Islam dengan Partai Nasionalis Indonesia PNI, bermula dari
terbitnya artikel Soekarno, “Memudahkan Pengertian Islam”, yang isinya
54
mencerminkan agar dalam Islam ada keharusan pembaharuan pemikiran
dan melakukan “reorientasi ajaran-ajaran Islam”. Menurut Soekarno, dasar
pembaharuan ini melandasi setiap perubahan dalam sejarah. Ini merupakan
keharusan sejarah yang pasti dialami setiap kepercayaan, ideologi atau
agama, termasuk Islam. Dengan demikian, hendaknya dalam Islam ada
usaha rasionalisasi, misalnya dalam menafsirkan Al-Quran dan Hadis, agar
kedua sumber hukum Islam itu lebih rasional dan mampu menjamah
realitas.
Dengan munculnya pemikiran sekuler Soekarno, maka Agus Salim
yang berada di pihak islamis mengkritik dengan tajam, dia mengatakan
bahwa pemikiran sekuler mengandung kesesatan terhadap agama. Menurut
Agus Salim, nasionalisme seperti itu dapat melupakan lingkungan sosial.
Menurut Agus Salim, nasionalisme itu harus dilandasi niat kepada Allah
SWT. Sebagaimana tercantum dalam surah Ibrahim ayat 37 :
.Berbeda dengan Soekarno, yang mengatakan bahwa nasionalisme itu
yang lebih utama dari apapun. Beliau mengatakan bahwa ide Soekarno yang
memuliakan tanah air di atas segalanya,akan mencairkan keyakinan Tauhid
seseorang dan akan mungkin mengurangi bakti seseorang kepada Tuhan. Beliau
juga setuju dengan dipentingkannya ide persatuan dan cinta tanah air, tetapi
hendaklah cinta ini jangan sekedar slogan kosong yang tidak akan berarti bagi
rakyat. Selanjutnya Agus Salim mengatakan bahwa cinta tanah air yang
berlebihan dapat membahayakan rakyat sendiri dan rakyat lain diluar negeri.
55
Agus Salim menganjurkan dan mengajak kepada seluruh bangsa
Indonesia, terutama di kalangan tokoh-tokoh pergerakan nasionalis
sekuler, agar di dalam mencintai tanah air itu hendaklah dirinya
menempatkan cinta rohaniahnya diatas tujuan kebendaan. Cinta tanah air
mestinya menunjukkan cita-cita yang lebih tinggi daripada segala benda
dan rupa dunia, yaitu kepada hak keadilan dan keutamaan yang batasnya
dan ukurannya dalam pengabdian kepada Allah sebagai cermin iman kita
kepadaNya. Akan tetapi bagi Soekarno, gagasan pemikiran mengenai
nasionalisme lain baginya. Nasionalisme yang ia perjuangkan dan
kemukakan tidak sama dengan yang berkembang di Barat.
Soekarno menegaskan :
“Nasionalisme ketimuran ini telah memberi inspirasi kepada
berbagai pemimpin Asia, seperti Mahatma Gandhi, CR Das dan Arabindo
Ghose dari India, Mustofa Kamil dari Mesir, dan Sun Yat Sen dari Cina.
Bahwa nasionalisme kita ini membuat kita jadi perkakas Tuhan dan
membuat kita hidup dalam roh. ”
Lebih lanjut Agus Salim mengatakan :
“Tidak ada perbedaan dalam hal maksud, tujuan dan bidang kerja,
hanya saja berbeda dalam dasar dan niat masing-masing. Asas kita agama,
yaitu Islam. Niat kita Lillahi Ta‟ala. Rela menerima tewas pada jalan Allah
perintahNya, syukur jika mendapat kemenangan di jalan itu. Tetapi tetap
dalam kalah menang, menyerahkan nasib bagaimanapun akan jatuh
keputusannya Subhanahu wa Ta‟ala.”
Agus Salim sangat menyakini kebenaran Islam sebagai suatu
ideology kenegaraan. Sebagai suatu ideology, Islam dalam pandangan
Agus Salim mempunyai cakupan pengertian yang sangat luas. Cakupan
kehidupan ini tidak hanya meliputi kehidupan dunia, tetapi juga kehidupan
akhirat. Segala aspek yang terdapat dalam kehidupan dunia dan akhirat itu
diatur oleh ajaran- ajaran Islam. Oleh karena itu Islam merupakan suatu
ajaran yang serba mencakup. Dalam hal ini, Agus Salim mengikuti prinsip
56
Al-Quran agar setiap orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
hendaknya mengatur seluruh aspek kehidupannya secara Islami1.
Dalam Pemikiran Haji Agus Salim, Agus Salim lebih mengambil
pengertian Nasionalisme dalam dua arah yaitu Agus Salim menolak
Nasionalisme, karena para nasionalis dapat mengurangi baktinya kepada
Tuhan. Dan di sisi lain Agus Salim menerima Nasionalisme sebagai rasa
cinta tanah air tetapi harus dilandasi dengan niat karena Allah SWT.
B. Konsep Kenegaraan Menurut Agus Salim
Negara Islam
Pemikiran Agus Salim mengenai agama Islam terutama dikaitkan
dengan posisi Islam dalam kehidupan bernagara dipercayai bersifat progresif
dan liberal yang didapatnya terutama ketika ia banyak mempelajari Islam
langsung dari sumber berbahasa Arab dan Guru Besar di Masjidil Haram pada
saat ia bertugas menjadi penerjemah pada konsulat Belanda di Jeddah. Agus
Salim sering disebutkan sebagai perintis pemikiran neomodernisme di
Indonesia yang mana pola pemikirannya tentang Islam yang bersifat progresif
dan liberal. Pola pemikiran tersebut sangat erat kaitannya dengan caranya
memberi pemahaman dan mengenalkan Islam dengan cara menaikkan Islam
itu sendiri tanapa menjatuhkan agama lain dan juga membanding-
bandingkannya.
Pemikiran H Agus Salim tentang Pan Islamisme tertuang dalam artikel
tentang Yahudi dan Palestina.
Memang seharusnyalah umat Islam Indonesia mempersatukan pula suaranya
berkenaan dengan hal itu dan menyebuahkan usaha dan daya-upaya, jika ada yang dapat
dilakukan, untuk membuktikan persatuan hatinya dan pengakuannya akan perhatiannya
dengan umat Islam tiap-tiap bangsa dalam seluruh dunia, seperti yang sudah terdengar
suaranya di dalam kongres Pan Islam di Mesir belum lama ini dan terdengar pula suara dari
1 Panitia Peringatan, Seratus Tahun Haji Agus Salim (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), h.
346-358
57
tiap-tiap negeri Islam. Akan tetapi Indonesia belum lagi menghimpunkan suaranya menyekutu
sikap dan gerak alam dan umat Islam sedunia.2
Di dalam pembahasan lebih lanjut Haji Agus Salim seperti hendak
mengungkapkan (dengan menampilkan sejarah persolan tersebut) bahwa
konflik Yahudi dengan Arab (Islam) di Palestina adalah bermula dari masalah
politik kekusaaan semata. Karena perang Inggris dan sekutu melawan Turki
hingga menguasai Palestina dan tahun 1918 itu, tidaklah bisa dianggap perang
atas nama agama. Haji Agus Salim beralasan bahwa Turki dalam perang
tersebut bersekutu dengan Jerman dan Austria (yang notabene negara-negara
non Islam) sedang dari pihak tentara Inggris pun terdapat orang-orang
Senegal, Sudan, Maghribi dan India yang beragama Islam. Demikianlah,
kenyataan-kenyataan tersebut berpangkal pada pertarungan kebangsaan,
karena andaikan perang tersebut atas dasar agama, maka Turki tidak akan
bersekutu dengan Jerman dan Austria (dalam Perang Dunia I) dan raja Husein
sebagai penguasa Hijaz (Arab Saudi) tidak akan melepaskan diri dari
kekuasaan Turki
Menurut Haji Agus Salim walaupun kenyataan sejarah seperti itu,
bukan berarti umat Islam Indonesia hanya berpangku tangan saja. Justru
karena persoalan ketidakadilan Ingris bersikap semena-mena terhadap warga
muslim Palestina dengan mendatangkan kaum zionis, maka umat Islam di
seluruh dunia harus bangkit menentang, karena umat Islam tidaklah terbatasi
oleh bangsa dan negara sebagaimana penuturan beliau pada saat berceramah
di pertemuan The Indonesia Pakistan Culural Association (Asosiasi
Kebudayaan Indonesia Pakistan) tanggal 9 Desember 1953 sebagai berikut:
“Karena menurut paham saya agama tidaklah terhenti pada tapal batas negara,
atau perbatasan kebangsaan”3
Dalam tatanan politik Islam, Agus Salim mengenal konsep Pan-
Islamisme, (persatuan negara-negara Islam). Dalam konsep ini, Agus Salim
2 Panitia Peringatan, Seratus Tahun Haji Agus Salim (Jakarta: Sinar Harapan, 1984),341
3 Panitia Peringatan, Seratus Tahun Haji Agus Salim (Jakarta: Sinar Harapan, 1984),447
58
lebih menekankan pada aspek non politis daripada aspek politis. Bagi Agus
Salim, Pan Islamisme itu tidak harus berbentuk khilafah tetapi juga bisa
pendekatan emosional sebagai faktor pemersatu dunia Islam.
Pemikiran H Agus Salim mengenai konsep Negara Islam sangat
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, perjalanan karir serta lingkungan
pembentuk pola pikir Agus Salim, baik tokoh yang berpengaruh dalam
hidupnya maupun dinamika ilmu pengetahuan
Pada tahun 1925, Agus Salim membentuk suatu organisasi yang
berna,a Jong Isla mieten Bon (JIB), dengan tujuan membendung arus
pembaratan (western) yang kala itu melanda kaum muda terpelajar. JIB
kemudian tumbuh menjadi organisasi yang secara politik amat penting dalam
mengisi pemahaman Islam bagi kaum terpelajar berpendidikan Barat, serta
menjadi tempat persemaian bagi tumbuhnya generasi kepemimpinan Islam.4
pada tahun 1921 Agus Salim memulai orientasi Pan Islamisme, dengan
memimpin Kongres Al-Islam yang pertama di Cirebon pada tahun 1921.
Pengertian Pan Islam ini sendiri adalah usaha untuk menyatukan seluruh Umat
Islam dalam satu ikatan di bawah kepemimpinan satu Khalifah (penguasa).
Tiga organisasi islam yang berpartisipasi dalam kongres Al-Islam
adalah Sarekat Islam, Muhammadiyah dan Al-Irsyad. Kongres Al-Islam
membicarakan tentang masalah agama.5
Menurut Agus Salim, gerakan pan-islamisme untuk menguasai dunia
islam adalah fiktif belaka. Terlepas dari gerakan kekhalifahan yang fiktif itu,
Agus Salim lebih menitik beratkan kepada mengakrabkan hubungan sesame
muslim di berbagai negara islam. Agus Salim mencontohkan kasus
4 Panitia Peringatan, Seratus Tahun Haji Agus Salim (Jakarta: Sinar Harapan, 1984),
h.283-284 5 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1980),
h.152-153
59
Jamaluddin Al- Afgani dan Muhammad Abduh sebagai orang pertama yang
melakukan gerakan pembaharuan.6
Sejak saat itu, sultan Abdul Hamid dengan sungguh-sungguh
memperalat gerakan pan islamime untuk keperluan politik dengan
menegakkan kekuasaan Turki di Dunia Islam.7
Pada masa itu yang dianggap sebagai Khalifah adalah negeri Turki di
bawah Pemerintahan Salim I, yang berhasil merebut dan menggulingkan
Khalifah Abbasiyah terakhir, kemudian mengangkat dirinya sebagai Khalifah
serta pelindung kota Makkah dan Madinah, dua kota suci umat Islam di Arab.
Dan, ibukota Turki, Istambul, merupakan lembaga kekuatan pollitik bagi
dunia Timur.
Di tahun 1924, terjadi pergantian kekuasaan di Turki. Kaum nasionalis
di bawah pimpinan Mustafa Kemal Attaurk selanjutnya memegang tampuk
pemerintahan. Dan, kebijakan baru yang dijalankan adalah penghapusan
sistem pemerintahan berdasar Islam serta menghapus sistem Kekhalifahan.
Kebijakan itu selain menimbulkan kegoncangan di Turki sendiri juga
menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat Islam sedunia. Kemudian,
untuk menegaskan kembali sistem Kekhalifahan, Raja Saud dari Saudi Arabia
mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan suatu Kongres Islam sedunia di
Makkah pada tahun 1926.
Kongres tersebut dimaksudkan untuk membicarakan masalah
Kekhalifahan. Wakil dari Indonesia (waktu itu masih bernama India Belanda)
yang hadir adalah H.O.S. Tjokroaminoto (Partai Sarekat Islam) dan K.H. Mas
Mansoer (Muhammadiyah).
6 Hadji Agus Salim, Pesan-Pesan Islam Rangkaian Kuliah Musim Semi 1953 Di Coenell
University Amerika Serikat, (Jakarta:Mizan, 2011), h.289 7 Hadji Agus Salim, Pesan-Pesan Islam Rangkaian Kuliah Musim Semi 1953 di Cornell
University Amerika Serikat, (Bandung: Mizan, 2011), h.289-290
60
H. Agus Salim sebagai pelopor gerakan Pan Islamisme kemudian juga
memimpin Muktamar Alam Islamy Far‟ul Hindis Syarqiyah (MAIHS) sebagai
cabang dari Muktamar Alam Islamy di Makkah. Kantor MAISH ini
berkedudukan di Surabaya.
Kongres Al Islam Sedunia yang kedua selanjutnya diadakan di
Makkah pada tahun 1927, namun kongres ini dianggap gagal karena tidak
tegas menentukan apakah organisasi yang didirikan setahun sebelumnya akan
dilanjutkan atau tidak. Dan, Agus Salim sebagai wakil Indonesia datang
terlambat ke kongres tersebut, dimana ia kemudian mengadakan pertemuan
dengan tokoh-tokoh Islam yang masih berada di Saudi Arabia.
Sebagian hasil dari pendekatan yang dilakukan oleh Salim, berdirilah
suatu organisasi bernama Al Ansar Al-Haramain. Dan, Sarekat Islam
dipercayakan untuk menyusun program serta peraturan penyebarannya ke
seluruh dunia Islam. Namun, menurut H. Aqib Suminto, ”…bahwa Al Ansar
Al-Haramain yang didirikan sesudah kongres ini, meniliki namanya bertujuan
untuk membela Makkah dan Madinah,.. di sini Nampak jelas tidak ada
kaitannya dengan Khalifah atau Pan Islam”.
Pendapat Haji Agus Salim tentang Pan Islam yang berkaitan erat
dengan sistem kekhalifahan dipaparkan dengan panjang lebar dalam artikel
majalah Pedoman Masyarakat edisi Rabu 4 Januari 1939 hal.102, yang
berjudul “Khalifah dan „Alam Islam”. Di antara butir pokok tulisan tersebut
terdapat bahwa sistem kekhalifahan Islam sudah merupakan cerita lama.
Adapun fakta historis keberadaan khalifah dalam dunia Islam, itu merupakan
sebuah pilihan dari masalah khilafiah (perbedaan faham). Di antara perbedaan
tersebut adalah karena ada alasan bahwa kedudukan Muhammad SAW tidak
dapat diganti karena dalam Al-Qur‟an posisi Muhammad SAW adalah sebagai
Nabi dan Rasul penutup. Alasan kedua adalah bahwa di jaman Rasulullah
SAW, beberapa kerajaan yang sudah tunduk dan masuk Islam tidak secara
61
otomatis berada di bawah kekuasaan Rasul, (dalam hal kewenangan
pemerintahan dan urusan politik) raja tersebut yakni pemimpin bagi rakyat.
Ketiga, Haji Agus Salim menyatakan bahwa pengangkatan Abu Bakar
sebagai khalifah dikarenakan ada kepentingan praktis, berkaitan dengan
persatuan bangsa Arab (yang semula terpecah-pecah), kemudian setelah rasul
meninggal, keadaan tersebut harus teruskan oleh suatu kepemimpinan
lanjutan, bagi bangsa Arab yang telah bersatu tersebut. Maksud Haji Agus
Salim bahwa persatuan umat Islam di seluruh dunia yang utama adalah
persatuan dalam ikatan keyakinan yang sama-sama tunduk pada perintah
Allah dan Rasul yang satu, sebagaimana yang ditulis :
.... tidak ada sesuatu apa di dalam segala kejadian (pergantian khalifah
Islam dalam sejarah) itu, yang boleh dikatakan dengan tegas menghubungkan
agama dengan urusan khalifah, melainkan nyata sekali urusan khalifah itu
semata-mata urusan negara dan urusan kekuasaan semata-mata. Maka umat
Islam harus tumbuh dan diperteguh antara bangsa-bangsa Islam satu dengan
lain, dan tidak bergantung kepada persatuan kerajaan Islam di bawah perintah
seorang khalifah... Islam membawa perintah : “Tunduk kepada perintah Allah
dan tunduk kepada perintah pesuruh-Nya dan orang-orang yang beroleh
kekuasaan pemerintahan dari pada kamu” ... Perintah inilah yang mengandung
hikmah persatuan hukum dan aturan untuk umat Islam dalam seluruh dunia,
inilah tujuan yang dicari dan harus dicapai. Itulah azas persatuan yang teguh,
yang tidak disangkutkan kepada raja-raja berebut kekuasan dan kemegahan.8
Masalah Pan Islamisme ini kemudian tidak diperhatikan lagi oleh
partai, seiring dengan berkurangnya perhatian dari negeri-negeri Islam lain
tentang masalah tersebut.9
A. Memperjuangkan Konsep Kenegaraan Dalam BPUPKI
Ketika kekuatan Jepang melemah dalam menghadapi sekutu dalam perang
dunia ke II, maka Jepang menjajikan kemerdekaan kepada Indonesia dalam waktu
yang dekat, sehingga Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha
8 Nur Iman, Pemikiran Haji Agus Salim Tentang Islam, (Semarang: Skripsi Universitas
Negeri Semarang,2006), h.111-114 9 Suradi SS, Grand Old Man Of The Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik
Sarekat Islam, (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), h.70-72
62
persiapan kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ), dalam bahasa Jepang disebut
Dokuritzu Zyumbi Kosakai. Dalam BPUPKI dikaji masalah dasar negara,
hubungan antar kepala negara, kabinet dan parlemen.
Di BPUPKI ini terjadi perdebatan ideologis dalam tatanan praktis terjadi
ketika akan menyusun dasar negara tahun 1945. Dalam sidangnya, para
pengusung Islam sebagai dasar negara berhadapan dengan kaum nasionalis
sekuler dan kelompok kebudayaan Jawa yang berasal dari Jawa Tengah, termasuk
2 kerajaan yaitu Yogyakarta dan Surakarta.
Tokoh-tokoh yang memperjuangkan Islam sebagai dasar negara antara lain
K.H.A. Sanusi, Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Ms Mansur, K.H.A. Wachid
Hasyim, Moh, Natsir, sukiman Wirdjosandjojo, dan Haji Agus Salim. Sedangkan
tokoh-tokoh pendukung nasionalis sekuler adalah Soekarno, Mohammad Hatta,
Radjiman Widiodinigrat, Mohamad Yamin, soepomo, dan Wongsonegoro.10
Dalam kesepakatan bersama antara golongan Nasionalis dan golongan Islam,
maka di tandatanganilah Piagam Jakarta (The Jakarta Carter). Nama ini pertama
kalinya diajukan oleh Muhammad Yamin, dan disepakati secara bulat oleh
BPUPKI untuk menyebut pembukaan UUD 1945.
Piagam Jakarta ini menurut Soekarno, merupakan hasil kompromi yang
dicapai dengan susah payah antara golongan Nasionalis dan golongan Islam.
Dalam Piagam Jakarta terdapat tujuh kata bersejarah yakni “Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syari‟at islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Masing- masing pihak mengajukan argumentasinya dalam panitia Sembilan,
dan dicapailah kesepakatan piagam jakarta yang sila pertamanya berbunyi
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-
pemeluknya” kesepakatan ini dicapai dalam sidang tanggal 22 Juni 1945. Namun
kesepakatan ini tidak diterima oleh semua pihak, karena ada menerima keberatan
dari pihak Kristen dari Timur Indonesia. Mereka akan mengundurkan diri dari
10
A. Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan Percaturan di Konstituante, (Jakarta:
LP3ES, 1986), h.102
63
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan diproklamasikan, apabila tujuh
kata dalam piagam jakarta tetap dipertahankan.
Sementara dalam pembukaan UUD 1945 yang dikenal sekarang, tujuh
kata itu dihilangkan. Dengan rumusan sila pertama Pancasila yang tercantum
dalam alinea keempat Piagam Jakarta, terlihat adanya kompromi antara golongan
Islam dan golongan Nasionalis.
Adanya perang ideologis yang terjadi antara dua kelompok ini. Kelompok
Islam tetap berpegang pada prinsip awal mereka, sebab dengan rumusan sila yang
baru, kelompok Islam merasa rumusan tersebut tidak cukup kuat untuk
menempatkan Negara Islam. Diantara tokoh yang setuju dengan hal ini adalah KH
Wahid Hasyim, ia menegaskan bahwa Islam harus diterima sebagai agama
Negara.
Sebaliknya golongan Nasionalis menolak usulan Wahid Hasyim, karena
usulan tersebut akan menimbulakan sikap deskriminatif terhadap agama lain.
Selain golongan Nasionalis, Agus Salim yang merupakan juru bicara golongan
Islam juga tidak setuju dengan usulan Wahid Hasyim. Menurut Agus Salim sama
artinya mematahkan kompromi yang telah dibuat oleh golongan Nasionalis
dengan golongan Islam. Lebih lanjut Agus Salim. menyatakan bahwa penganut
agama selain Islam dapat menjalankan agama sesuai dengan kepervayaan mereka
dan tidak perlu merasa khawatir mayoritas Islam. Menurut Agus Salim masalah
adat dan hukum Islam adalah masalah yang dapat diselesaikan. Melihat
perdebatan itu, kemudian Soekarno sebagai pimpinan menyatakan bahwa
kesepakatan ini sudah merupakan jalan tengah yang sudah di capai dengan susah
payah, dan jangan lagi di utak-atik.11
Namun pada tanggal 18 Agustus 1945, tujuh kata itu dihapus dari
konstitusi. Sebelum sidang PPKI, Hatta mengundang empat tokoh islam untuk
meninjau kembali rumusan dalam piagam jakarta. Empat tokoh itu adalah Ki
11
Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim Di Negara Muslim Tinjauan Dari Perspektif
Politik Islam Dan Relevansinya Dalam Konteks Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2006), h. 176-178
64
Bagus Hadikusumo, KH.A Wahid Hasyim, Kasman Singodimejo, dan M.Hasan
dari Sumatera.
Dari dialog dengan Hatta ini kemudian, tokoh-tokoh Islam tersebut
menerima saran Hatta. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan mereka setuju
dengan saran hatta, yaitu :
Pertama, Hatta adalah seorang tokoh yang memiliki moralitas dan
kejujuran yang tak terbantahkan.
Kedua, kenyataan bahwa bangsa Indonesia berada pada masa kritis, dalam
arti, bahwa kemerdekaan harus dipertahankan mati-matian.
Ketiga, setelah proklamasi kemerdekaan, perwakilan Islam berharap akan
memperjuangkan kembali cita-cita mereka di lembaga konstitusional secara
demokratis.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada awal kemerdekaan Indonesia,
umat Islam mengalami kegagalan dalam memperjuangkan islam sebagai dasar
negara. Meskipun pada awalnya syariat Islam menjadi acuan dalam kehidupan
bernegara.12
12
Muhammad Iqbal dan Amin Husen Nasution, Pemikiran Politik Islam Dari Masa
Klasik Hingga Indonesia Kontemporer, (Jakarta: kencana, 2010), h. 290-294
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan rumusan masalah dan pembahasan yang telah
dipaparkan tentang Pemikiran H.Agus Salim tentang konsep kebangsaan dan
kenegaraan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Konsep Negara Islam menurut H. Agus Salim adalah Pan
Islamisme itu hanya bersifat fiktif. Agus Salim menyebut bahwa
Negara Islam tidak harus berbentuk khilafah tetapi juga bias
pendekatan emosional sebagai factor pemersatu dunia Islam.
2. Konsep Kebangsaan menurut H Agus Salim adalah nasionalisme
yang berlandaskan ke Tuhanan yang mana Nasionalisme itu harus
di posisikan dalam konteks pengabdian kepada Allah SWT. Agus
salim berbeda pandangan dengan Soekarno yang mengatakan
bahwa Nasionalisme sebagai cinta tanah air semata. Agus salim
tidak menolak Nasionalisme sebagai bentuk cinta tanah air, tetapi
Agus Salim melihat perjuangan yang telah dilakukan bukan untuk
fanatic cinta tanah air tetapi mencari ridho Allah SWT.
Nasionalisme adalah modal perjuangan bangsa, karena dengan
nasionalisme warga Negara dituntut untuk mengusir penjajah.
Latar belekang pemikiran Haji Agus Salim dalam mencetuskan
semangatatau ide mengenai nasionalisme tersebut sangat
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya dan
pengembaraannya ke-Makkah serta keadaan bangsa yang pada saat
itu sangat memprihatinkan, karena keadaan bangsa pada saat itu
ditindas dan dikeruk kekayaannya tanpa memperhatikan keadaan
perekonomian masyarakat pada saat itu.
66
B. Saran
Dengan adanya penelitian skripsi ini, penulis merekomendasikan agar
dapat meakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Kepada pemerintah agar mempublikasi karya-karya para tokoh
Nasionalis Islam pada masa kemerdekaan dan Agus Salim
salah satunya.
2. . Pemikiran Haji Agus Salim sebagai tokoh nasionalis Islam
bisa menjadi pedoman bagi berbagai golongan karena
pemikiran politik beliau sangat sesuai dengan karakteristik
bangsa Indonesia. Bagi golongan nasionalis saat ini, harus
mengingat bahwa nasionalis yang keterlaluan dapat jatuh
kearah chauvinisme, dan bagi golongan Islam juga harus
mengingat bahwa Indonesia adalah negara yang menganut
paham nasionalisme, agar tidak terjadi perpecahan di Indonesia
67
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, ST Rais. 10 Orang Terbesar Indonesia Sekarang. Jakarta : Mutiara,
1952
Aly Asgar,Devolusi Negara Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000
Alyhara, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Politik Yogyakarta :Arruz Media, 2010
Bawazier.Tohir. Jalan Tengah Demokrasi antara Fundamentalisme dan
Sekulerisme, Jakarta: Pustaka Al-Kautsat 2015
Benda, Harry.J. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit, Jakarta: Pustaka Jaya, 1980
Budiarjo, Miriam. Dasar- Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama, 2008
Djaelani, Anton Timur. Gerakan Sarekat Islam Kontribusinya Pada Nasionalisme
Indonesia. Jakarta : LP3ES, 2017
Effendy, Bahtiar. Islam Dan Negara Transformasi Gagasan Dan Praktik Politik
Islam Di Indonesia. Jakarta: Democracy Project, 2011
Encyclopedia Britannica. The University Of Chicago
fauzi Muhammad, Islamis vs Sekuleris Pertarungan Ideologi di Indonesia,
Semarang : Walisongo Press 2009
Iskandar, Salman. 55 Tokoh Muslim Indonesia Paling Berpengaruh. Solo: Tinta
Medina, 2011
Iqbal, Muhammad dan Amin Husen Nasution. Pemikiran Politik Islam Dari Masa
Klasik Hingga Indonesia Kontemporer, Jakarta : Kencana, 2010
Iqbal Muhammad, Fiqh Siyasah Dan Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam.
Jakarta : Gaya Media Pratama, 2010
Jati, Yus Pramudia. Menjadi Merah Gerakan Sarekat Islam Semarang 1916-1920.
Temanggung: Kendi, 2017
Kahin, George MT. Nasionalisme Dan Refolusi Indonesia. Depok : Komunitas
Bambu, 2013
Koran Sindo edisi 23 November 2016
Kutojo, Sutrisno. Riwayat Hidup Dan Perjuangan Haji Agus Salim. Bandung:
ANGKASA Bandung
68
Latif, Yudhi. Intelegensia Muslim Dan Kuasa Genealogi Intelegensia Muslim
Indonesia Abad 20. Jakarta: Democracy Project, 2012
LIPI. Nasionalisme Dan Ketahanan Budaya Di Indonesia Sebuah Tantangan,
Jakarta: LIPI Press, 2011
Maarif, A Syafii. Islam Dan Masalah Kenegaraan Percaturan Di Konstituante.
Jakarta : LP3ES, 1986
Maarif,A Syafii, Islam dan Cita-Cita dan Masalah Kenegaraan, Jakarta :
LP3ES,1985
Maleong, Lexi J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Iskadarya,
2000
Marbun, B.N.Kamus Politik. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2007
MS, Kaelan. Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi. Yogyakarta : Paradigma,
2016
Mukayat. Haji Agus Salim. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 1985
Nasihin. Sarekat Islam Mencari Ideologi 1924-1945, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012
Niel, Robert Van. Munculnya Elite Modern Indonesia, Ter. Zahara Deliar Noer,
Jakarta: Pustaka Jaya, 2005
Noer, Deliar. Gerakan Moderen Islam Di Indonesia 1900-1942. Jakarta : LP3ES,
1980
Noer, Deliar. Membincangkan Tokoh-Tokoh Bangsa. Bandung :Mizan, 2001
Peringatan, Panitia. Seratus Tahun Haji Agus Salim, Jakarta: PT Sinar Agape
Press, 1984
Pranggodigdo,A.K. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat,
1978
Reid, Anthony, Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka (Indonesia Dan Masa
Lampaunya). Jakarta:Grafitty Press, 1983
Romli Lili, Islam Yes Partai Islam Yes Sejarah Perkembangan Partai Partai
Islam Di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006
Salam, Solichin. Haji Agus Salim: Hidup Dan Perjuangannya. Jakarta:
Djajamurni, 1961
Salam, Solichin. Hadji Agus Salim Pahlawan Nasional, Jakarta:Djajamurni, 1961
69
Salim, Hadji Agus. Pesan-Pesan Islam Rangkaian Kuliah Musim Semi 1953 di
Cornell University Amerika Serikat, Jakarta: Mizan, 2011
Samsudin, Rapung. Fikih Demokrasi, Jakarta :Gozian Press, 2014
Sibuea, Hotma p, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014
Sirait, Midian. Paham Kebangsaan Indonesia.. Jakarta : PT Elsotamas
Printindo,1997
Stoddart, L.Dunia Baru Islam
Sudyo, Pergerakan Nasional Mencapai Dan Mempertahankan Kemerdekaan,
Jakarta: Rhineka Cipta, 2002
Suhartono. Sejarah Pergerakan Nasional Dari Budi Utomo Sampai Proklamasi
1908-1945. 1994
SS, Suradi. Grand Old Man Of The Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik
Sarekat Islam. Jakarta: Mata Padi Pressindo, 2014
Syarif, Mujar Ibnu. Presiden Non Muslim Di Negara Muslim Tinjauan Dari
Perspektif Politik Islam Dan Relevansinya Dalam Konteks Indonesia.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006
Syaukani, Ahmad. Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam. Solo:
Pustaka Setia, 1997
Tim ICEE UIN Jakarta. Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,
Jakarta: Uin Jakarta press 2004
Untung. S, Haji Agus Salim Dalam Tiga Zaman. Jakarta: PT Rosda Jaya Putra,
1987