LAPORAN KASUS
Laporan KasusSectio Caesarea atas indikasi Secondary Arrest ec Cepalopelvic DisproporsionalOleh :
Anwar FauziNIM. I1A002037Pembimbing :
dr. Suharto, Sp.OGLAB/UPF ILMU OBSTETRI DAN GYNEKOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM - RSUD ULIN
BANJARMASIN
April, 2009BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam rahim ke dunia luar. Pada tiap persalinan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu jalan lahir (tulang dan jaringan lunak pada panggul ibu), janin dan kekuatan ibu. Kelainan satu atau beberapa faktor di atas dapat menyebabkan distosia. 1
Proses persalinan merupakan suatu proses mekanik, dimana suatu benda di dorong melalui ruangan oleh suatu tenaga. Benda yang di dorong adalah janin, ruangan adalah pelvis dan tenaga adalah his, yang mempunyai dua fungsi, untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Jalan lahir merupakan komponen yang sangat penting dalam proses persalinan yang terdiri jalan lahir tulang dan jalan lahir lunak. Dari ketiga komponen tersebut, hanya his yang dapat dimenipulasi dari luar tanpa membahayakan janin dalam proses persalinan. 2,3
Jika tidak ada disproporsi antara pelvis dan janin normal serta letak anak tidak patoligik, dapat ditunggu partus spontan. Bila tidak ada keseimbangan atau terjadi disproporsi feto-pelvic, atau janin letak lintang, maka akan terjadi persalinan patologis. 2B. Tujuan
Memberikan gambaran bagaimana keadaan Cefalopelvic Disproporsi dan penanganan untuk menghindari akibat yang ditimbulkannya.BAB IICEFALOPELVIC DISPROPORSIONAL
A. Definisi
Adalah suatu keadaan ketidakseimbangan ukuran janin atau kepala bayi (cephalus) terhadap penggul (pelvis) ibu, yang di diagnosis ketika kepala janin tidak masuk ke dalam rongga panggul ibu pada usia kehamilan sesudah 36 minggu. 2,4,5Ini adalah suatu keadaan yang sering menimbulkan komplikasi saat persalinan, seperti persalinan yang memanjang, fetal distress dan kala II lama. CPD sangat sering ditemukan dan merupakan indikasi mutlak dilakukannya operasi sectio cesarian. Tapi keadaan ini sangat sulit untuk didiagnosis sebelum seorang wanita terjadi nyeri dalam persalinan. 4Pada panggul dengan ukuran normal, apapun jenis panggul berdasarkan morfologinya, persalinan pervaginam janin dengan berat badan normal tidak akan mengalami kesukaran. Cefalopelvik disproporsional merupakan suatu keadaan ketidakseimbangan ukuran janin terhadap panggul ibu sehingga persalinan pervaginam sulit dilakukan. 2 B. Etiologi
Banyak penyebab yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya keadaan cefalopelvic disproporsional, seperti ; 41. Pertambahan berat badan janin
Ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan pertambahan berat badan ini, seperti :
a. Bayi yang sangat besar dapat disebabkan oleh karena faktor keturunan, yaitu bayi yang memiliki perkiraan berat badan diatas 5 kg.
b. Bayi postmatur; ketika kehamilan lebih dari 42 minggu.
c. Bayi dengan ibu yang menderita diabetes mellitus.
d. Ibu dengan riwayat mempunyai bayi besar.
2. Posisi janin
Ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan keadaan ini, seperti :
a. Occipito-posterior position. Ini adalah posisi muka bayi menghadap bagian belakan perut ibu.
b. Posisi kening.
c. Presentasi muka.3. Permasalahan dengan pelvis
Ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan keadaan ini, seperti :
a. Pelvis yang kecil
b. Bentuk pelvis yang abnormal seperti pada keadaan penyakit ricetsia, osteomalasia atau tuberkulosis tulang
c. Bentuk yang abnormal karena mengalami suatu trauma.
d. Poliomielitis pada masa anak-anak yang menyebabkan perubahan bentuk pinggul.
e. Dislokasi kongenital dari pada panggul.f. Kelainan bentuk bawaan pada bentuk sakrum atau tulang coccigeus.4. Permasalahan dengan traktus genitalia
Ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan keadaan ini, seperti :
a. Tumor jaringan ikat yang menyebabkan penyumbatan jalan lahir.
b. Kekakuan kongenital dari pada servic.
c. Jaringan parut pada servics setelah operasi sebelumnya seperti konisasi.
d. Kelainan septum vagina kongenital.C. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah dapat mengarahkan kemungkinan adanya CPD. Misalkan adanya tuberkulosis pada kolumna vertebra atau pada panggul, luksasio koksa kongenital dalam poliomielitis dalam anamnesis merupakan petunjuk penting. Demikian pula jika ditemukan kifosis, ankilosis pada artikulasio koksa disebelah kanan atau kiri pada pemeriksaan fisik dapat memberikan petunjuk. Anamnesis tentang persalinan-persalinan terdahulu juga dapat memberi petunjuk tentang keadaan panggul. 6
Ada beberapa kesulitan dalam mendiagnosis CPD yaitu sulit untuk memperkirakan secara tepat seberapa besar relaksasi dari ligamen dan sendi ibu sebelum melahirkan. Kepala janin juga memiliki kemampuan yang besar untuk mulase (tulang kepala bayi saling tumpang tindih) sehingga mengurangi ukuran diameter kepala. Meskipun bayi cukup besar untuk melewati jalan lahir, dengan adanya mulase kepala janin akan mengurangi masalah. 2,4Pelvimetri terdiri dari pelvimetri klinis dan pelvimetri radiologis. 2,41. Pelvimetri klinis
Penilaian ukuran dari pelvis dibuat berdasarkan pemeriksaan manual dan palpasi tulang-tulang pelvis pada pemeriksaan vaginal toucher. Ini biasanya dilakukan setelah usia kehamilan 37 minggu atau pada saat persalinan. 42. Pelvimetri radiologis
X rays atau pemeriksaan CT scans didapatkan perbedaan sudut pelvis dan menampilkan ukuran diameter pelvis. Tapi pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan pada waktu sekarang mengingat akibat radiasi pada bayi yang dapet ditimbulkannya. 4Pada pemeriksaan radiologis X rays, didapatkan pelvimetri untuk menilai ukuran panggul ibu. Cara ini dilakukan dengan membuat 2 buah foto; 21. Foto pintu atas panggul
Ibu dalam posisi setengah duduk (THOMS), sehingga tabung rontgen tegak lurus di atas pintu atas penggul.
2. Foto lateral
Ibu dalam posisi berdiri, tabung rontgen diarahkan horizontal pada trochanter mayor dari samping.
Dari keduanya dapat dilihat :
a. diameter transversa
b. distansia interspinarum
c. jenis pelvis
d. konjugata diagonalis-konjugata vera
e. dalamnya pelvis
f. diameter AP pintu bawah
g. diameter sagitalis posterior (CALDWELL)
h. bentuk sakrum, spina ischiadika
D. Penatalaksanaan
Ada 2 tindakan utama untuk menangani persalinan pada CPD yaitu seksio sesaria dan partus percobaan. Selain itu, juga ada indikasi untuk melakukan simfisiotomi dan kraniotomi. Akan tetapi simfisiotomi jarang dilakukan di Indonesia, sedangkan kraniotomi hanya dikerjakan pada janin mati. 61. Sectio caesarea
Seksio sesarea dapat dilakukan secara elektif/primer dan secara sekunder. Seksio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena terdapat CPD yang nyata. Seksio sesarea juga dapat dilakukan pada panggul sempit yang ringan jika terdapat faktor-faktor lain yang merupakan komplikasi misalnya pada primigravida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mengalami masa infertilitas yang lama, penyakit jantung dan lain-lain.
Seksio sesarea sekunder dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal, atau karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan sesegera mungkin sedangkan syarat-syarat untuk persalinan pervaginam tidak atau belum terpenuhi.
2. Persalinan percobaan
Persalinan percobaan dapat dilakukan atas dasar pemeriksaan yang teliti terhadap panggul dengan menilai bentuk dan ukuran panggul dalam semua bidang, hubungan antara kepala janin dan panggul sehingga diperoleh kesimpulan bahwa persalinan pervaginam dapat dilakukan. Persalinan ini merupakan suatu tes terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk mulase kepala janin. Indikasi untuk dilakukan seksio sesarea elektif merupakan kontraindikasi untuk dilakukannya persalinan percobaan. Selain itu, persalinan percobaan dapat dilakukan jika janin berada pada dalam presentasi kepala dan usia kehamilan tidak lebih dari 42 minggu.Hal-hal yang harus diperhatikan pada penanganan persalinan percobaan, yaitu:
Pengawasan ketat terhadap keadaan ibu dan janin
Kualitas dan turunnya kepala janin dalam rongga panggul harus terus diawasi
Menentukan berapa lama persalinan percobaan boleh berlangsung
3. Simfisiotomi
Simfisiotomi adalah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang panggul kanan pada simfisis sehingga rongga panggul menjadi lebih luas. Akan tetapi tindakan ini tidak banyak lagi dilakukan.
4. Kraniotomi
Pada persalinan yang terlalu lama dan dengan janin yang sudah meninggal, sebaiknya persalinan diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi. Akan tetapi jika panggul sangat sempit sehingga janin tidak dapat dilahirkan dengan kraniotomi, maka dilakukan seksio sesarea.E. Prognosis
Persalinan pada CPD yang dibiarkan berlangsung sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat menimbulkan bahaya bagi ibu dan janin. 6,7Bahaya pada ibu:
1. Partus lama yang disertai dengan pecahnya ketuban pada pembukaan kecil dapat menimbulkan dehidrasi dan asidosis serta infeksi intrapartum.
2. Dengan his yang kuat, sedangkan kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan, dapat timbul regangan pada segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi patologis (Bandl). Keadaan ini menimbulkan ancaman ruptur uteri jika tidak segera diambil tindakan untuk mengurangi regangan tersebut.
3. Dengan persalinan yang tidak maju karena CPD, jalan lahir pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul. Hal ini dapat menimbulkan gangguan sirkulasi sehingga terjadi iskemia kemudian nekrosis pada daerah tersebut. Beberapa hari pospartum dapat terjadi fistula vesikoservikalis, fistula vesiukovaginalis, dan fistula rektovaginalis.
Bahaya pada janin:
1. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal, apalagi jika ditambah dengan infeksi intrapartum.
2. Prolapsus funikuli jika terjadi menimbulkan bahaya yang sangat besar bagi janin sehingga harus segera dilahirkan apabila janin masih hidup.3. Dengan adanya CPD kepala janin dapat melewati rintangan pada panggul dengan melakukan mulase. Mulase dapat dialami oleh kepala janin tanpa akibat negatif sampai batas-batas tertentu. Akan tetapi jika batas-batas tersebut dilampaui dapat terjadi sobekan pada tentorium serebelli dan perdarahan intrakranial. 4. Tekanan oleh promontorium atau oleh simfisis pada panggul picak menyebabkan perlukaan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin, bahkan dapat menimbulkan fraktur pada os parietalis.
BAB IIILAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : Ny.SNUmur: 29 tahunAgama: Islam
Pekerjaan: IRT
Alamat: Margasari, Buntok, Kalimantan TengahMRS: 25 Februari 2009 jam 11.30 WITA
B. Anamnesa
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa tanggal 25 Februari 2009 pukul 11.30 Wita.
1. Keluhan utama :
Ingin melahirkan.
2. Riwayat penyakit sekarang :
Sekitar 2 jam yang lalu os kontrol ke poli kebidanan untuk memeriksakan kehamilannya. Os kontrol karena 2 minggu sebelumnya os kontrol ke poli kandungan RSUD Ulin dan dikatakan jika dalam 2 minggu ini belum melahirkan juga segera kontrol ke poli kembali. Os mengaku jarang sekali merasakan perut terasa mules-mules. Os juga mengaku tidak ada keluar air-air, lendir maupun darah dari kemaluannya. Menurut os, os sering melakukan pemeriksaan kehamilan ke bidan maupun ke poli Rumah Sakit. Selama hamil os mengaku tidak ada keluhan pandangan mata kabur, nyeri uluhati dan mual muntah berlebih.3. Riwayat Penyakit dahulu :
Os mengaku tidak pernah menderita takanan darah tinggi, asma maupun kencing manis.
4. Riwayat penyakit keluarga
Os mengaku tidak ada anggota keluarga lain yang menderita tekanan darah tinggi, asma maupun kencing manis.
5. Riwayat Haid
Menarce umur 14 tahun, siklus haid 28 hari, lama 7 hari, tidak ada keluhan selama haid.
HPHT: 8 Mei 2008TP
: 15 Februari 2009
UK
: 42 minggu
6. Riwayat perkawinan
Os menikah 1 kali lama 5 tahun.
7. Riwayat Obstetri
1. 2004 / Bidan / RS / Laki-laki / 2900 gr / hidup
2. 2009 / Sekarang ini
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status present
Keadaan umum : Tampak baikKesadaran: Compos mentis, GCS 4-5-6
Tinggi badan: 154 cm
Berat badan: 55 kg
Tanda vital: TD : 110/80 mmHg
Nadi: 80kali/menit
RR: 18 kali/menit
T: 36,5 oC
Kepala/leher: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
Thoraks: Cor: S1 S2 tunggal, bising (-)
Pulmo: Sn. Vesicular, Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen: Lihat status obstetricEkstrimitas: Akral hangat, edema (-/-), parese (-/-)
2. Status Obstetri
Inspeksi: Perut tampak membuncit asimetris
Palpasi: LI= FU teraba 1 jari di bawah processus xypoideus (TFU 33 cm)
LII= Memanjang punggung kanan
LIII = Presentasi kepala
LIV = Kepala belum masuk PAPTFU: 33 cm
TBJ: 3255 gram
His: 2 kali/10 menit lama 20 25 detik
DJJ: 136 kali/menit
VT (11.45): Portio teraba lunak, kulit ketuban (+), pembukaan (-), arah posterior, bagian terbawah kepala, darah (-)D. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan25/2/2009
Hemoglobin10,7 g/dl
Lekosit8,1 ribu/ul
Eritrosit3,19 juta/ul
Hematokrit33 vol %
Trombosit135 ribu/ul
RDW-CV12,9 %
PT10,3 detik
APTT33,2 detik
E. Diagnosa
G2P1A0 hamil 42 minggu belum inpartu + JTHIU Presentasi kepala
F. Penatalaksanaan
Sikap: - Observasi tanda-tanda persalinan
- Cek DR
Co.Dr. Konsulen (Dr.Suharto pukul 12.30 wita)
- Tunggu dokter konsulen datang sendiri
- Rencana pro induksi
Visite dr.konsulen (12.50 Wita)Anak I 2900 gr , TBJ 3200 gr
Advice : Kesan susp CPD, evalusi 4 jam bila tidak ada kemajuan cito SC
12.55 wita Rencana SC jika sampai pukul 16.55 tidak ada kemajuan
13.00 wita NST
14.20 wita NST selesai dan hasil normal14.30 wita Lapor dr.Residen
Advice: Akan diperiksa
Pasang infus
15.00 wita
S) kencang-kencang (+), gerakan anak (+) baik
O) GCS 4-5-6 , ACDC (-)
Status generalis dbn
Status obstetri His , DJJ 144x/menit
NST : 150 /6-8/ Reaktif
VT : Pembukaan 2 cm / Ketuban (+) / kepala H1 A) G2P1A0 hamil 42 minggu inpartu kala I fase laten + JTHIU Presentasi kepala
P) Tirah baring
- Infus RL 500 cc + Alinamin F 1 amp 20 ttm
- Cek Lab lengkap
- Observasi His / DJJ/ penurunan / bandle
- Observasi kemajuan persalinan
- Puasa
19.00 wita
S) kencang-kencang (+)
O) GCS 4-5-6
TD = 110/80 mmHg N = 86 x/ DJJ 140 x/ regular
His 1 x/10 selama 15-20
Status generalis dbn
VT : Portio tebal lunak, Pembukaan 2 cm / Ketuban (+) / kepala H1
A) G2P1A0 hamil 42 minggu inpartu kala I fase laten + JTHIU Presentasi kepala
P) Tirah baring
- Infus RL 500 cc + Alinamin F 1 amp 20 ttm
- Cek Lab lengkap
- Observasi His / DJJ/ penurunan / bandle
- Onservasi kemajuan persalinan
- Puasa
Lapor dr.Residen : nanti dilihat
23.00 wita
S) kencang-kencang (-) gerakan anak (+)
O) GCS 4-5-6
TD = 110/80 mmHg N = 86 x/ DJJ 144 x/ regular
His (-)
Status generalis dbn
VT : Portio tebal lunak, Pembukaan 2 cm / Ketuban (+) / kepala H1
A) G2P1A0 hamil 42 minggu inpartu kala I fase laten + JTHIU Presentasi kepala
P) Dengan pertimbangan
- Tak inpartu
- NST normal
- Ketuban (+)
Pro SC elektif besok 26 Februari 200926 Februari 2009
02.00
DJJ 144 x/ regular
His (+)
Status generalis dbn
VT : Portio tebal lunak, Pembukaan 5 cm / Ketuban (+) / kepala H1
A) G2P1A0 hamil 42 minggu inpartu kala I fase laten + JTHIU Presentasi kepala
P) Observasi
- Puasa
07.00
DJJ 134 x/ regular
His (+)
Status generalis dbn
VT : Portio tebal lunak, Pembukaan 5 cm / Ketuban (-) / kepala H1
A) G2P1A0 hamil 42 minggu inpartu kala I fase laten
dengan Secondary arrest ec CPD TBJ 3200gr
P) KIE dan Informed consent untuk SC
- PuasaLaporan Sectio CaesarianNama ahli bedah: dr. Ari Hidayat / dr.Suharto, Sp.OGJenis operasi: SC
Tanggal operasi : 26/02/2009 jam 09.30 sampai 10.30 WitaLaporan operasi :
1. Informed consent, pasang infus dan katheter, antibiotik profilaksis2. Pasien terlentang di meja operasi dalam pengaruh general anestesi.
3. lapangan operasi didesinfeksi dengan betadin 10 %, lapangan operasi dipersempit dengan duk steril.
4. Insisi midline 10 cm, diperdalam lapis demi lapis sampai dengan kavum abdomen terbuka.
5. Pada eksplorasi didapatkan :
a. Uterus gravida aterm.
b. Adneksa parametrium D/S dalam batas normal.
6. Diputuskan dilakukan : LSCS dan omentektomi
a. Dibuat bledder flap, vesika urinaria di disisihkan ke kaudalateralb. Selaput ketuban dipecahkanc. Insisi SBR 7 cm, diperlebar ke lateral secara tumpuld. Selaput ketuban dipecahkan, air ketuban jernihe. Kepala dilahirkan dengan cara meluksir kepala f. Lahir bayi laki laki/3200 gram/53 cm/AS 7-8-9g. Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan.
h. Kedua SBR dijahit 2 lapis secara jelujuri. Dilakukan reperitonealisasij. Pencucian dengan P2 7. Lapangan operasi ditutup lapis demi lapis.
8. Operasi selesai.
Instruksi pasca operasi
1. Sementara puasa
2. IVFD RL : D5% (2 : 2)/24 jam
3. Drip piton 2 ampul dalam RL 500 cc (20 tetes/menit) sampai 12 post operasi.
4. Injeksi cefotaxim 3 x 1g
5. Injeksi alinamin F 3 x 1 amp
6. Injeksi ketorolac 3 x 1 amp
7. Injeksi vitamin C 3 x 1 amp
8. Cek Hb 2 jam post operasi, bila Hb < 8 g/dl pro tranfusi WB sampai dengan Hb > 8 g/dl.
9. Obeservasi tanda vital, kontraksi uterus dan fluksus pervaginan.
Follow up post SC 26 Februari 2009
15.00 wita
S) Nyeri (+), perdarahan (+) flatus (-)
O) TD 100/70 mmHg N 76 x/ R 18 x/ T 37,6oC
TFU sepusat
Kontraksi (+) baik
A) P2A0 post SC H0 a/i Secondary arrest ec CPD
P) Sementara puasa
- IVFD RL : D5% (2 : 2)/24 jam
- Drip piton 2 ampul dalam RL 500 cc (20 tetes/menit) sampai 12 post operasi.
- Injeksi cefotaxim 3 x 1g
- Injeksi alinamin F 3 x 1 amp
- Injeksi ketorolac 3 x 1 amp
- Injeksi vitamin C 3 x 1 amp
- Cek Hb 2 jam post operasi, bila Hb < 8 g/dl pro tranfusi WB sampai dengan Hb > 8 g/dl.Laboratorium pasca operasi
Pemeriksaan27/2/2009
Hemoglobin9,6 g/dl
Lekosit12,9ribu/ul
Eritrosit2,8 juta/ul
Hematokrit29 vol %
Trombosit134 ribu/ul
G. Follow up
BAB IV
PEMBAHASAN
Cefalopelvisc disproporsional adalah suatu keadaan ketidakseimbangan ukuran janin atau kepala bayi (cephalus) terhadap penggul (pelvis) ibu. CPD sangat sering ditemukan dan merupakan indikasi mutlak dilakukannya operasi sectio cesarian. Tapi keadaan ini sangat sulit untuk didiagnosis sebelum seorang wanita terjadi nyeri dalam persalinan. 2,4Diagnosa cefalopelvic disproporsional ditegakkan dengan : 4,71. Anamnesa : ditanyakan tentang persalinan-persalinan terdahulu yang mengalami kemacetan.
2. Pemeriksaan fisik : ukuran pelvis dapat dinilai dengan pelvimetri klinis. Penilaian ukuran dari pelvis dibuat berdasarkan pemeriksaan manual dan palpasi tulang-tulang pelvis pada pemeriksaan vaginal toucher. Ini biasanya dilakukan setelah usia kehamilan 37 minggu atau pada saat persalinan. 3. Pemeriksaan penunjang : X rays atau pemeriksaan CT scans didapatkan perbedaan sudut pelvis dan menampilkan ukuran diameter pelvis. Tapi pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan pada waktu sekarang mengingat akibat radiasi pada bayi yang dapet ditimbulkannya.
Pada kasus ini, dari anamnesa tidak didapatkan keterangan lengkap tentang riwayat persalinan ibu. Riwayat obstetri ibu yang melahirkan di rumah sakit sudah memberikan gambaran bahwa persalinan sebelumnya kemungkinan ada permasalahan. Anamnesa tentang cara melahirkan memberikan dukungan adanya kesulitan dalam persalinan. Dengan anamnesa pasien, diagnosa cefalopelvic disproporsional pada kasus ini belum dapat ditegakkan.
Pada pemeriksaan fisik, tidak ada keterangan yang menyebutkan bagaimana gambaran panggul pada pasien ini pada saat pasien datang. Pemeriksaan dalam hanya menggambarkan bagian lunak penyusun jalan lahir, sedangan gambaran bagian keras jalan lahir tidak ada. Pemeriksaan untuk memberikan gambaran jalan lahir cukup penting karena untuk menentukan apakan panggul seorang wanita sempit sudah dapat ditentukan pada usia kehamilan 37 minggu atau saat persalinan.
Pemeriksaan penunjang untuk menentukan ukuran pelvis dengan X-rays dan CT scan pada pasien ini tidak dilakukan. Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan radiasi tidak dianjurkan pada pasien yang sedang hamil karena ditakutkan terjadinya gangguan pada perkembangan dan pertumbuhan janin.
Penatalaksanaan pada pasien yang didiagnosis dengan CPD ada 2 tindakan utama, partus percobaan dan operasi sectio cesarian. Pada pasien ini, dilakukan 2 bentuk penatalaksanaan tersebut. Penatalksanaan dengan partus percobaan ditunggu pada pasien ini sampai terjadi pembukaan 5, namun karena selama observasi tidak ada kemajuan pembukaan dan penurunan janin, pesien diputuskan untuk dilakukan operasi sectio cesarian. SC dilakukan atas indikasi Secondarry arrest.
Secondarry arrest adalah suatu keadaan tidak majunya persalinan pada kala I fase aktif dalam 2 kali waktu pemeriksaan. Adanya keadaan ini memerlukan tindakan terminasi kehamilan segera. Pada keadaaan CPD, terminasi perabdominan merupakan pilihan untuk mengakhiri kehamilan. Pada pasien ini adanya keadaan secondarry arrest dapat dijadikan alasan untuk dilakukan terminasi dengan SC. 8
Setelah operasi pasien mengalami perbaikan gejala klinis dan keluhan. Penilaian subjektif berkurang berupa rasa nyeri dan tanda perdarahan. Pada hari ke VI perawatan pasien diberikan pengobatan oral mengganti pengobatan parenteral. Untak rasa nyeri dan perdarahan pada pasien semakin berkurang setiap harinya. Pada hari ke VI perawatan os diperbolehkan pulang dan mengganti pengobatan dan diberikan obatan oral.
BAB V
PENUTUP
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam rahim ke dunia luar. Adalah suatu keadaan ketidakseimbangan ukuran janin atau kepala bayi (cephalus) terhadap penggul (pelvis) ibu. Pertambahn berat badan janin, posisi janin, permasalahan dengan pelvis, dan permasalahan dengan traktus genitalia
Dilaporkan sebuah kasus persalinan Ny.SN dengan diagnosis P2A0 pro SC a/i Secondary arrest ec CPD. Diagnosis CPD ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik panggul. Penatalaksanaan utama pada kasus CPD pada pasien ini ada 2, yaitu partus percobaan dan section cesarian. Os dirawat di bangsal Nifas selama 6 hari setelah operasi dan diperbolehkan pulang dengan perbaikan klinis pasca operasi.DAFTAR PUSTAKA
1. Arif M. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media Aeskulapis FKUI, 20012. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi. Jakarta: EGC, 19983. Sumapraja S. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999
4. Mazumdar. Cephalopelvic Disproportion; Online (www.google.com diakses tanggal 25 Maret 2009)
5. Tiran D. Kamus Saku Saku Bidan. Jakarta: Hippocrates, 2000
6. Sumapraja S. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999
7. Sumapraja S. Ilmu Kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002
8. Mazumdar. Delayed Second Stage of Labor ; Online (www.google.com diakses tanggal 25 Maret 2009)
PAGE 27
Recommended