BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu masalah gizi pada remaja dan dewasa yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat adalah anemia gizi zat besi. Prevalensi anemia di
dunia sangat tinggi, terutama di negara-negara sedang berkembang termasuk
Indonesia. Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di
dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia.1 Perkiraan prevalensi anemia
secara global adalah sekitar 51%. Angka tersebut terus bertambah di tahun 1997
yang bergerak dari 13,4% di Thailand ke 85,5% di India.2
Tiga puluh enam persen (atau kira-kira 1400 juta orang) dari perkiraan
populasi 3800 juta orang di negara sedang berkembang menderita anemia gizi,
sedangkan prevalensi di negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta
orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang.1 Menurut data Depkes RI,
prevalensi anemia defisiensi besi pada remaja putri di Indonesia yaitu 28%.3
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menyatakan bahwa
prevalensi anemia defisiensi besi pada remaja putri usia 10-18 tahun yaitu
57,1%.4
Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Anggraeni terhadap beberapa remaja
putri di wilayah DKI Jakarta menunjukkan prevalensi anemia remaja putri cukup
tinggi yaitu sebesar 44,6% yang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya
asupan zat besi dari makanan yang dikonsumsi.5 Anemia gizi disebabkan oleh
kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, yang dapat
disebabkan oleh kekurangan konsumsi atu karena gangguan absorpsi.6 Zat gizi
yang bersangkutan adalah besi, protein, piridoksin (vitamin B6) yang berperan
sebagai katalisator dalam sintesis heme didalam molekul hemoglobin, vitamin C
yang memengaruhi absorpsi dan pelepasan besi dari transferin ke dalam jaringan
tubuh, dan vitamin E yang memengaruhi membran sel darah merah.6
1
Akibat jangka panjang anemia defisiensi besi pada remaja putri adalah
apabila remaja putri nantinya hamil, maka ia tidak akan mampu memenuhi zat-zat
gizi bagi dirinya dan juga janin dalam kandungannya serta pada masa
kehamilannya anemia ini dapat meningkatkan frekuensi komplikasi, risiko
kematian maternal, angka prematuritas, BBLR, dan angka kematian perinatal.
Pencegah kejadian anemia defisiensi besi, pada remaja putri maka perlu dibekali
dengan pengetahuan tentang anemia defisiensi besi itu sendiri.7 Pengetahuan
yang baik merupakan salah satu faktor yang memengaruhi sikap dan perilaku
seseorang.1
Pengetahuan gizi berperan dalam memberikan cara memilih pangan dengan
baik sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang cukup.8 Tingkat pengetahuan
yang menentukan perilaku konsumsi pangan salah satunya didapat melalui jalur
pendidikan gizi yang umumnya dipandang lebih baik diberikan sedini mungkin
untuk menambah pengetahuan dan memperbaiki kebiasaan konsumsi pangan.9
Berdasarkan pemeriksaan secara acak pada siswa remaja MTS .... pada 10
siswa diperoleh bahwa terdapat 50 % siswa memiliki kadar hemoglobin di bawah
batas normal. Hal ini menarik minat untuk mengetahui mengapa hal ini bisa
terjadi. Peneliti membahas dari segi pengetahuan para siswa tentang anemia dan
perlu diketahui apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dan kadar
hemoglobin dalam darah.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat pengetahuan siswa kelas VII MTS ...... tentang anemia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui tingkat pengetahuan siswa MTS .... tentang anemia.
1.3.2 Tujuan khusus
2
Meningkatkan pengetahuan siswa tentang anemia serta bagaimana cara
penanganan awal pada anemia .
Meningkatkan pengetahuan siswa tentang tanda anemia pada remaja dan
bagaimana pencegahannya.
Meningkatkan kesadaran siswa untuk segera memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan jika mengalami gejala anemia.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Siswa MTS ......
Siswa mendapatkan informasi tentang bagaimana cara deteksi dini anemia
pada remaja dengan baik dan benar.
Meningkatkan pengetahuan remaja tentang anemia dan bagaimana
penatalaksanaanya
1.4.2 Bagi Dokter Internsip
Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi verbal maupun non verbal
dokter internship di bidang promotif dan preventif kesehatan masyarakat.
Meningkatkan pengetahuan dokter internsip tentang usaha kesehatan
masyarakat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGETAHUAN
Pengetahuan (knowledge) adalah pesan dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan kepercayaan (deliek),
takhayul (superfition) dan penerangan-penerangan yang keliru. Pengetahuan adalah
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap sesuatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh malalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,
2005).
Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan mencakup didalamnya domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:
a. Tahu (Know)
Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari situasi atau kondisi sebenarnya.
4
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subyek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap
suatu materi atau objek. Penelitian itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang
telah ada.
Menurut Nasution (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
dalam masyarakat yaitu :
a. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang. Bila
ekonomi baik maka tingkat pendidikan akan tinggi dan pengetahuan akan tinggi
pula.
b. Kultur (budaya dan agama)
Budaya akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena
informasi-informasi yang didapat akan disaring terlebih dahulu apakah sesuai atau
tidak dengan budaya atau agama masyarakat tersebut.
c. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan maka seseorang akan mudah menerima hal baru dan
akan mudah menyesuaikan hal baru tersebut.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Pendidikan
yang tinggi maka pengalaman yang diperoleh juga akan lebih luas, sedangkan
semakin tua seseorang maka pengalaman akan semakin banyak.
5
2.2 SIKAP
Sikap merupakan respon atau reaksi evaluatif, respon ini muncul ketika
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi balik dari
individu. Sikap dinyatakan timbul secara sadar oleh proses evaluasi dari individu
terhadap respon dalam nilai baik, buruk, positif, negatif, menyenangkan kemudian
menetapkan dan mengkristal sebagai dasar potensi untuk bereaksi. (Azwar, 2002)
Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup tidak dapat dilihat secara langsung
sehingga sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tampak (Notoatmodjo,
2005).
Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas akan tetapi adalah merupakan
reaksi yang terbuka dan merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Suatu objek belum
otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk terwujud sikap menjadi suatu
perbuatan yang nyata, diperlukan suatu pendukung atau kondisi yang memungkinkan
antara lain fasilitas. Dalam interaksi sosial individu bereaksi membentuk pola sikap
tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai
faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain
yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan faktor emosi dalam diri
individu.
Menurut Allport, 1954 (Azwar, 2005) sikap itu terdiri dari komponen pokok,
yaitu:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.
Artinya, bagaimana keyakinan. dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.
Artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang
tersebut terhadap objek.
6
c. Kecenderungan untuk berindak (tend to behave).
Artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau
perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku
terbuka (tindakan).
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat
berdasarkan intensitasnya sebagai berikut:
a. Menerima (receiving).
Menerima diartikan bahwa seseorang atau objek mau menerima stimulus yang
diberikan (objek).
b. Menanggapi (respoding).
Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (valuing).
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan
bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.
d. Bertanggung jawab (responsible).
Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawa terhadap apa yang
diyakininya dan dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang
mencemoohkan atau adanya risiko lain.
2.3 PERILAKU
Bloom 1974 menyimpulkan bahwa faktor perilaku mempunyai peranan yang
besar terhadap tingkat kesehatan setelah faktor lingkungan. Sedangkan faktor
pelayanan kesehatan pengaruhnya lebih kecil dari faktor perilaku (Warliana, 2001).
Perilaku adalah sesuatu yang kompleks merupakan resultan dari berbagai
macam aspek internal maupun eksternal, psikologis maupun fisik. Perilaku tidak
berdiri sendiri selalu berkaitan dengan faktor-faktor lain. Pengaruhnya terhadap status
kesehatan dapat langsung maupun tidak langsung.
7
Perilaku dibentuk dari tiga faktor yaitu :
a. Faktor-faktor predisposisi yaitu terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung yaitu terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya atau sarana kesehatan lain.
c. Faktor-faktor pendorong yaitu terwujud dalam sikap dan perilaku.
Menurut Becker, 1979 (Warliana, 2001) perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Perilaku kesehatan (health behavior)
Adalah hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk tindakan-tindakan untuk
mencegah penyakit, menjaga kesehatan diri, memilih makanan, sanitasi dan
sebagainya.
b. Perilaku sakit (illness behavior)
Adalah segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu yang
merasa sakit, termasuk juga kemampuan atau pengetahuannya untuk
mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha mencegah penyakit
tersebut.
c. Perilaku peran sakit (sick role behavior)
Adalah segala tindakan yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhannya. Hal ini disamping berpengaruh terhadap
kesehatannya atau kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain
terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung
jawab kesehatannya.
Sarwono (1997) motivasi seseorang timbul karena adanya suatu kebutuhan
atau keinginan yang harus dipenuhi. Faktor eksternal meliputi : 1) Lingkungan
keluarga; 2) lingkungan fisik, adalah lingkungan dimana seseorang itu tinggal
(misalnya di pedesaan atau perkotaan); 3) sosial budaya, didalam masyarakat untuk
mengatur perilaku individu dalam kelompok agar sesuai dengan nilai-nilai yang
berlaku.
8
2.4 REMAJA
Pengertian remaja menurut WHO pada Astri (2008), adalah kelompok
penduduk yang berusia antara 10-19 tahun yang mempunyai ciri-ciri sedang
mengalami transisi biologis (fisik), psikologis (jiwa), maupun sosial ekonomi (dalam
keluarga dan masyarakat). Pada tahun 1998, WHO mengkategorikan remaja menjadi
adolescence usia 10-19 tahun, youth usia 15-24 tahun, dan young people 10-24 tahun.
Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas
umur remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat
menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah
masa peralihan.
Pada umumnya masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu (Putri dan
Hadi dalam situs http://www.fpsi.unair.ac.id):
1. Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
a. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal
pubertas. Cirinya:
Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
Anak mulai bersikap kritis
b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
Memperhatikan penampilan
Sikapnya tidak menentu/plin-plan
Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
c. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa
adolesen. Cirinya:
Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya
belum tercapai sepenuhnya
Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
2. Periode Remaja Adolesene usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
9
mulai menyadari akan realitas
sikapnya mulai jelas tentang hidup
mulai nampak bakat dan minatnya
2.5 ANEMIA
2.5.1 Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu keadaan kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah
yang terutama disebabkan oleh kekurangan zat gizi (khususnya zat besi) yang
diperlukan untuk pembentukan Hb tersebut (Depkes, 1998 pada Hardinsyah dkk,
2007). Di Indonesia sebagian besar anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe)
sehingga disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi (Hardinsyah dkk,
2007).
Batasan prevalensi anemia yang menjadi masalah kesehatan masyarakat
menurut WHO (2007) dapat terlihat pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1Ketentuan masalah kesehatan masyarakat
berdasarkan prevalensi anemiaMasalah Prevalensi anemia
BeratSedangRingan
Tidak bermasalah
>=40%20,0-39,9%5,0-19,9%
0-4,9%Sumber : http://whqlibdoc.who.int
Batasan frekuensi haemoglobin menurut Peters, dkk (2008) menyatakan bahwa
jika haemoglobin >14 gr/dl dinamakan Polycyhemic. Sedangkan WHO (1997)
menyatakan :
Tabel 2.2Ketentuan Frekuensi Haemoglobin berdasarkan batasan frekuensi
Klasifikasi Batasan HaemoglobinNormalRinganSedangBerat
Sangat Berat
12 gr/dl-14 gr/dl11 gr/dl-11,9 gr/dl8 gr/dl -10,9 gr/dl5 gr/dl -7,9 gr/dl
<5 gr/dSumber : http://www.care.org
10
2.5.2 Klasifikasi Anemia
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis
anemia:13,16
1. Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,
hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi
penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin
(Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 –
35 %), bentuk dan ukuran eritrosit.
2. Anemia makrositik hiperkrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom
karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak
MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia
megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-
megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia)
3. Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl,
MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
a. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
b. Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
c. Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.
Gambar 1. Morfologi Sel Darah Merah pada Anemia
2.5.3 Etiologi Anemia Zat Besi
Menurut DepKes (2000), penyebab anemia gizi karena kurangnya zat besi atau
Fe dalam tubuh. Karena pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutama wanita
kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber heme Iron
11
yang daya serapnya > 15%. Ada beberapa bahan makanan nabati yang memiliki
kandungan Fe tinggi (non heme Iron), tetapi hanya hanya bisa diserap tubuh < 3%
sehingga diperlukan jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan Fe
dalam tubuh, jumlah tersebut tidak mungkin terkonsumsi. Anemia juga disebabkan
karena terjadinya peningkatan kebutuhan oleh tubuh terutama pada remaja, ibu hamil,
dan karena adanya penyakit kronis. Penyebab lainnya karena pendarahan yang
disebabkan oleh investasi cacing terutama cacing tambang, malaria, haid yang
berlebihan dan pendarahan saat melahirkan (Wijiastuti, 2006).
Anemia gizi besi sering diderita oleh wanita dan remaja putri dan diketahui 1
diantara 3 wanita menderita anemia. Penyebab anemia gizi besi sering diderita oleh
wanita dan remaja putri yaitu dikarenakan oleh:
Wanita dan remaja putri jarang makan makanan protein hewani seperti hati,
daging dan ikan.
Wanita dan remaja putri selalu mengalami menstruasi setiap bulan sehingga
membutuhkan zat besi dua kali lebih banyak daripada pria, oleh karena itu wanita
cenderung menderita anemia dibandingkan dengan pria.
Adanya kecenderungan remaja yang ingin berdiet dengan alasan
mempertahankan bentuk tubuh yang ideal sehingga terjadi pola makan yang
salah, serta adanya pantangan dan tabu (Depkes, 1998). Dengan kata lain bahwa
pola makan akan berpengaruh terhadap status anemia.
Disamping itu, tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap
keadaan gizi individu yang bersangkutan. Menurut hasil penelitian Saraswati (1997)
secara umum pengetahuan remaja putri tentang anemia masih rendah. Menurut
Wijiastuti (2006), sarapan pagi termasuk salah satu faktor anemia pada remaja putri
sedangkan menurut Rodiah (2003), remaja yang suka jajan lebih banyak (18,5%)
yang menderita anemia dibandingkan dengan responden yang tidak jajan (9,1%).
Menurut Sunarko (2002) pada Wijiastuti (2006), anemia disebabkan oleh faktor
dominan sebab langsung, sebab tidak langsung, dan sebab mendasar, yaitu :
12
1. Sebab langsung yaitu disebabkan oleh tidak cukupnya asupan zat gizi (Zat besi
dengan daya serap rendah, adanya zat penghambat, diet) dan penyakit infeksi
(kecacingan, malaria, TBC).
2. Sebab tidak langsung yaitu rendahnya perhatian keluarga terhadapa wanita,
aktifitas wanita yang tinggi, pola distribusi makanan dalam keluarga dimana ibu
dan anak wanita tidak menjadi prioritas.
3. Sebab mendasar yaitu masalah sosial ekonomi yaitu rendahnya pendidikan,
rendahnya pendapatan, status sosial yang rendah dan lokasi goegrafis yang sulit.
Anemia Gizi Besi dapat terjadi karena (Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi
Untuk Remaja Putri dan Wanita Usia Subur dalam situs http://www.gizi.net) :
a. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan.
Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah : makanan yang berasal
dari hewani (seperti ikan, daging, hati, ayam).
Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua, yang
walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan
baik oleh usus.
b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi.
Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh
akan zat besi meningkat tajam.
Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi diperlukan
untuk pertumbuhan janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri.
Pada penderita penyakit menahun seperti TBC.
c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.
Perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini terjadi
pada penderita :
Kecacingan (terutama cacing tambang). Infeksi cacing tambang
menyebabkan perdarahan pada dinding usus, meskipun sedikit tetapi terjadi
terus menerus yang mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi.
13
Malaria pada penderita Anemia Gizi Besi, dapat memperberat keadaan
anemianya.
Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang ada
dalam darah
2.5.4 Gejala Klinis
Gejala anemia biasanya Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L), sering
mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang. Gejala lebih lanjut adalah kelopak
mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat (Pedoman Penanggulangan
Anemia Gizi Untuk Remaja Putri dan Wanita Usia Subur dalam situs
http://www.gizi.net). Penderita anemia selain ditandai dengan mudah lemah, letih,
lesu, nafas pendek, muka pucat juga ditandai dengan susah berkonsentrasi serta
Fatique atau rasa lelah yang berlebihan (Sutomo, 2008).
2.5.5 Akibat Anemia
Anemia yang diderita oleh remaja putri dapat menyebabkan menurunnya
prestasi belajar, menurunnya daya tahan sehingga mudah terkena penyakit infeksi.
Selain itu pada remaja putri yang terkena anemia tingkat kebugarannya pun akan
turun yang berdampak pada rendahnya produktifitas dan prestasi olahraganya dan
tidak tercapai tinggi badan maksimal karena pada masa ini terjadi puncak
pertumbuhan tinggi badan (peak high velocity) (DepKes, 2003 pada Wijiastuti,
2006).
Menurut Soekirman (2000) pada Hardinsyah dkk, (2007), anemia pada remaja
dapat menimbulkan berbagai dampak antara lain menurunnya konsentrasi belajar dan
menurunnya stamina dan produktivitas kerja. Tingginya anemia pada remaja ini akan
berdampak pada prestasi belajar siswi karena anemia pada remaja putri akan
menyebabkan daya konsentrasi menurun sehingga akan mengakibatkan menurunnya
prestasi belajar (Kusumawati, 2005). Anemia gizi pada balita dan anak akan
berdampak pada peningkatan kesakitan dan kematian, perkembangan otak, fisik,
motorik, mental dan kecerdasan juga terhambat, daya tangkap belajar menurun,
14
pertumbuhan dan kesegaran fisik menurun dan interaksi sosial berkurang (Aliefin,
2005).
2.5.6 Zat Besi (Fe)
Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk
Hb atau sel darah merah. Zat besi adalah bagian penting dari hemoglobin, mioglobin
dan enzim, namun zat gizi ini tergolong esensial sehingga harus disuplai dari
makanan. Di dalam tubuh zat besi terutama terdapat sekitar 70% Fe dalam
hemoglobin dan 29% dalam feritin. Besi (Fe) adalah mikromin eral yang paling
banyak dalam tubuh manusia dan hewan. Pada tubuh orang dewasa terdapat sekitar
2,5 sampai dengan 4 gram Fe, dimana sekitar 2 – 2,5 gram ada dalam sirkulasi atau
dalam sel darah merah sebagai komponen hemoglobin, 300 mg ada pada beberapa
enzym, myoblobin, dan feritin (Linder, 1992 pada Akhmadi, 2008). Fungsi prinsip
utama zat besi dalam tubuh adalah terlibat dalam pengangkutan oksigen dan sari
makanan dalam darah dan urat daging serta mentransfer elektron (Linder, 1992 pada
Akhmadi, 2008).
Kebutuhan zat besi pada seseorang sangat tergantung pada usia dan jenis
kelamin. Khususnya pada wanita subur (wanita hamil), bayi dan anak-anak lebih
beresiko untuk untuk mengalami anemia zat besi daripada orang lain.
Kebutuhan zat besi pada wanita lebih banyak daripada laki-laki karena mereka
mengalami menstruasi yang datang bulanan. Namun demikian wanita mampu
mengabsorpsi zat besi lebih efisien asalkan makanan lainnya cukup beragam.
Tabel 2.3
Kebutuhan zat besi berdasarkan zat besi yang
terserap menurut umur dan jenis kelamin
Usia/jenis kelamin μg/kg/hari Mg/hari4 – 12 bulan13 – 24 bulan2 – 5 tahun6 – 11 tahun
12 – 16 tahun (wanita)12 – 16 tahun (lelaki)
1205644404034
0,960,610,701,172,021,82
15
Lelaki dewasaWanita menyusui
Wanita haidWanita pasca menopause
18244218
1,141,312,380,96
Sumber : Akhmadi, 2008 2.5.7 Jenis dan penyerapan zat besi
Sumber utama zat besi adalah bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta
sayuran berwarna hijau tua. Kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan zat
besi adalah rendahnya tingkat penyerapan zat besi di dalam tubuh, terutama sumber
zat besi nabati hanya diserap 1-2%. Sedangkan tingkat penyerapan zat besi makanan
asal hewani dapat mencapai 10-20% (Latief dkk, 2002 pada Patimah, 2007). Sumber
zat besi yang berasal dari hewani (heme iron) lebih dari dua kali lebih mudah diserap
dibandingkan dengan sumber nabati (Wardlaw dkk, 1992 pada Patimah, 2007). Ini
berarti bahwa zat besi pangan asal hewani (heme) lebih mudah diserap dari pada zat
besi pangan asal nabati (non hem). Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi dari
konsumsi makanan sumber zat besi (daging sapi, ayam, ikan, telur, dan lain-lain),
tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan zat besi. Keanekaragaman konsumsi
makanan berperan penting dalam membantu meningkatkan penyerapan zat besi di
dalam tubuh. Jenis Fe yang dikonsumsi jauh lebih penting daripada jumlah zat besi
yang dimakan. Bioavailabilitas non heme iron dipengaruhi oleh beberapa faktor
inhibitor (menghambat) dan enhancer (mempercepat). Inhibitor utama penyerapan zat
besi adalah fitat dan polifenol. Fitat terutama ditemukan pada biji-bijian seral, kacang
dan beberapa sayuran seperti bayam. Polifenol dijumpai dalam minuman kopi, teh,
sayuran dan kacang-kacangan. Enhancer penyerapan zat besi antara lain asam
askorbat atau vitamin C dan protein hewani dalam daging sapi, ayam, ikan karena
mengandung asam amino pengikat zat besi untuk meningkatkan absorpsi zat besi.
Alkohol dan asam laktat kurang mampu meningkatkan penyerapan zat besi
(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007).
16
BAB III
METODE MINI PROJECT
3.1 Rancangan Mini Project
Kuisioner dibagikan sebelum penyuluhan dimulai sebagai pretest
kepada peserta penyuluhan yang bersedia menjadi responden dalam mini
project, kemudian kuisioner yang sama dibagikan kembali sebagai posttest
pada saat penyuluhan dan sesi tanya – jawab selesai. Seluruh proses
pembagian kuisioner dan penyuluhan dilakukan di kelas VII MTS ......
3.2 Lokasi dan Waktu Mini Project
Mini project ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 di MTS ......
3.3 Populasi Mini Project
Populasi mini project adalah siswa kelas VII MTS ............
3.4 Subyek Mini Project
Subjek mini project diambil dari siswa kelas VII MTS .......
sebanyak .... siswa.
17
BAB IV
HASIL MINI PROJECT
4.1 Profil Komunitas Umum
Profil komunitas wilayah Dusun Krajan Desa Mlilir secara umum adalah
masyarakat pedesaan.
4.2 Data Geografi
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Berbek, sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Mojoduwur, sebelah barat berbatasan Desa Mojoduwur, sedangkan
sebelah timur berbatasan dengan Desa Bendungrejo.
4.3 Data Demografi
4.3.1 Jumlah Siswa
Di Dusun Krajan terdapat 383 KK dengan jumlah penduduk 3609 jiwa.
4.4 Sumber Daya Kesehatan yang Ada
Posyandu ..... dan total tenaga kesehatan di posyandu .....
4.5 Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada
Di Desa Mlilir terdapat 1 buah polindes dan 3 kelompok posyandu.
4.6 Penyuluhan “Penanganan Awal Diare Pada Balita di Rumah”
Penyuluhan mengenai penanganan awal diare pada balita di rumah dilakukan
di Posyandu Kantil di Dusun Krajan Desa Mlilir. Kegiatan ini dilakukan untuk
memberi pengetahuan mengenai bagaimana tindakan awal yang bisa dilakukan ibu
saat balita mengalami diare. Selain itu dalam penyuluhan ini juga dijelaskan cara
membuat dan memberikan larutan oralit, serta cara memberikan obat zinc pada balita.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ibu mengenai penanganan
awal diare pada balita agar balita yang menderita diare tidak jatuh dalam keadaan
dehidrasi, sehingga dapat menurunkan angka kematian balita akibat diare yang
umumnya disebabkan karena dehidrasi.
4.7 Hasil Mini Project
18
Hasil kegiatan ini adalah sebagai berikut :
NO. TANGGAL TEMPAT PESERTA
1 12 Desember 2014 Posyandu Kantil
Dusun Krajan Desa Mlilir
30 Orang
Karakteristik Responden
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
USIA
(TAHUN)
RESPONDEN
JUMLAH PERSEN (%)
≤ 20 tahun 1 3,33 %
21 – 30 tahun 17 56,66 %
31 – 40 tahun 10 33,33 %
> 40 tahun 2 6,66 %
TOTAL 30 100 %
19
3,33%
56,66%
33,33%
6,66%
USIA RESPONDEN
≤ 20 tahun21 - 30 tahun31 - 40 tahun> 40 tahun
Dari data diatas, diketahui bahwa responden terbanyak pada urutan
pertama yaitu pada rentang usia 21-30 tahun sebanyak 17 responden
(56,66%). Pada urutan kedua yaitu rentang usia 31-40 tahun sebanyak 10
responden (33,33%). Selanjutnya pada urutan ketiga yaitu usia > 40 tahun
sebanyak 2 responden (6,66 %). Kemudian pada urutan keempat yaitu usia
≤ 20 tahun sebanyak 1 responden (3,33%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
TINGKAT
PENDIDIKAN
RESPONDEN
JUMLAH PERSEN ( % )
SD 12 40 %
SMP 11 36,66 %
SMA 4 13,33 %
D3 / S1 3 10 %
TOTAL 30 100 %
20
40%
36,66%
13,33%
10%
TINGKAT PENDIDIKAN
SDSMPSMAD3/S1
Dari data diatas, diketahui bahwa tingkat pendidikan responden
terbanyak pada urutan pertama yaitu SD sebanyak 12 responden (40%).
Pada urutan kedua yaitu SMP sebanyak 11 responden (36,66%).
Selanjutnya pada urutan ketiga yaitu SMA sebanyak 4 responden
(13,33%). Kemudian pada urutan keempat yaitu D3/S1 yaitu sebanyak 3
responden (10%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
PEKERJAANRESPONDEN
JUMLAH PERSEN ( % )
Ibu Rumah Tangga 25 83,33%
Pedagang/Petani 2 6,66%
Buruh/Pembantu 2 6,66%
PNS 0 0%
Lainnya 1 3,33%
TOTAL 30 100 %
21
83,33%
6,66%
6,66% 3,33%
PEKERJAAN
Ibu Rumah TanggaPedagang/PetaniBuruh/PembantuPNSLainnya
Dari data diatas, diketahui bahwa pekerjaan responden terbanyak pada
urutan pertama yaitu ibu rumah tangga sebanyak 25 responden (83,33%).
Pada urutan kedua dan ketiga yaitu pedagang/petani dan buruh/pembantu
masing-masing sebanyak 2 responden (6,66%). Selanjutnya pada urutan
keempat yaitu pekerjaan lainnya, disini responden bekerja sebagai asisten
bidan sebanyak 1 responden (3,33%). Tidak ada responden yang bekerja
sebagai PNS.
22
Data Pretest dan Posttest
RESPONDEN NILAI PRETEST
NILAI POSTTEST
INDEX GAIN
KATEGORI INDEKS
GAIN
1 41 48 0,77 Tinggi
2 45 54 3 Tinggi
3 45 54 3 Tinggi
4 27 38 0,578 Sedang
5 14 32 0,72 Tinggi
6 43 51 1,333 Tinggi
7 45 52 1,4 Tinggi
8 41 50 1,285 Tinggi
9 21 32 0,44 Sedang
10 33 42 0,6 Sedang
11 41 48 0,777 Tinggi
12 28 34 0,260 Rendah
13 36 45 0,75 Tinggi
14 22 36 0,666 Sedang
15 43 50 1 Tinggi
16 47 54 2,333 Tinggi
17 40 48 0,888 Tinggi
18 39 45 0,5 Sedang
19 45 51 1 Tinggi
20 41 48 0,777 Tinggi
21 40 46 0,545 Sedang
22 42 51 1,5 Tinggi
23 45 50 0,714 Tinggi
23
24 31 39 0,444 Sedang
25 34 39 0,277 Rendah
26 41 49 1 Tinggi
27 36 42 0,4 Sedang
28 43 50 1 Tinggi
29 43 51 1,333 Tinggi
30 48 54 2 Tinggi
JUMLAH 1140 1383 31,29
RATA-RATA 38 46,1 1,043 Tinggi
Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai rata-rata pretest sebesar 38
sedangkan nilai rata-rata posttest sebesar 46,1. Untuk mengetahui peningkatan
kemampuan dalam menjawab kuesioner dihitung menggunakan indeks gain
dengan rumus sebagai berikut :
Indeks Gain =
Nilai posttest − Nilai pretestSkor Maksimal Ideal − Nilai posttest
Adapun kriteria rendah, sedang, tinggi mengacu pada kriteria Hake yaitu :
24
Indeks Gain < 0.30 : Rendah
0.30 ≤ Indeks Gain ≥ 0.70 : Sedang
Indeks Gain > 0.70 : Tinggi
Soal kuesioner berjumlah 35 soal, terdiri dari :
10 soal tentang pengetahuan ibu, dengan nilai 2 (dua) untuk jawaban
benar, nilai 1 (satu) untuk jawaban kurang benar dan nilai 0 (nol) untuk
jawaban salah.
12 soal tentang sikap ibu, dengan nilai 2 (dua) untuk jawaban benar, nilai
1 (satu) untuk jawaban ragu-ragu, dan nilai 0 (nol) untuk jawaban salah.
13 soal tentang perilaku ibu, dengan nilai 1 (satu) untuk jawaban benar
dan 0 (nol) untuk jawaban salah.
Jadi, total Skor Maksimal Ideal (SMI) yang mungkin didapat responden
adalah sebesar 57 (lima puluh tujuh).
25
BAB V
DISKUSI
Dari hasil diskusi diperoleh bahwa kegiatan mini project “Gambaran
pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dalam penanganan awal diare pada balita” ini
bermanfaat bagi masyarakat Dusun Krajan Desa Mlilir, khususnya para ibu yang
memiliki balita. Materi-materi yang diberikan saat penyuluhan kesehatan pada
kegiatan ini dapat menambah pengetahuan ibu mengenai cara penanganan awal diare
pada balita, dan memberikan penjelasan tentang cara membuat dan memberikan
oralit, serta cara memberikan tablet zinc pada balita dengan benar. Kegiatan ini juga
meningkatkan kesadaran ibu balita untuk memberikan ASI dan makanan lebih sering
dari biasanya saat balita menderita diare, dan juga memberikan cairan pengganti
(oralit) agar balita tersebut tidak mengalami dehidrasi, serta segera membawa balita
ke pelayanan kesehatan terdekat jika balita tampak lemah dan menunjukkan tanda-
tanda dehidrasi. Selain itu dengan dibagikannya oralit, diharapkan dapat digunakan
untuk persediaan di rumah agar saat balita mengalami diare, oralit tersebut dapat
segera diberikan sebagai penanganan awal supaya balita tidak jatuh dalam keadaan
dehidrasi yang sering kali dapat mengakibatkan kematian.
26
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari mini project ini adalah :
1. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mengenai penanganan awal
diare pada balita secara keseluruhan sudah tergolong tinggi, tetapi masih
belum merata.
2. Terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mengenai
penanganan awal diare pada balita sesudah diadakan penyuluhan.
6.2 Saran
Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dalam penanganan awal
diare pada balita sudah baik, tetapi masih belum merata sehingga perlu
dilakukan peningkatan upaya promosi kesehatan. Upaya promosi kesehatan
diharapkan tidak hanya dilakukan oleh petugas kesehatan, namun juga
diharapkan peran serta masyarakat umum. Selain itu, masih banyak ibu balita
yang belum paham benar mengenai tatalaksana diare pada balita, fungsi dan
cara pemberian oralit serta tablet zinc. Dengan demikian diharapkan untuk
kedepannya petugas kesehatan dapat memberikan informasi yang lebih
lengkap agar ibu balita mengerti bagaimana proses pengobatan dan apa fungsi
obat yang dikonsumsi oleh balitanya.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Amiruddin, R. (2008). Current Issue Kematian Anak karena Penyakit Diare. Diunduh dari: http://ridwanamiruddin.wordpress.com
2. Behrman, Kliegman dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
3. Depkes. Pedoman Tatalaksana Penderita Diare.pdf. Diunduh dari: http://www.pppl.depkes.go.id/images_data/Pedoman%20Tata%20Laksana%20Diare.pdf
4. IDAI. (2008). Diare pada Anak. Diunduh dari: http://idai.go.id
5. Mulyadi, S. (2008). Pengetahuan, Diare, Sikap dan Perilaku Keluarga. Diunduh dari: http://sahabatpintarq.blogspot.com
6. Subijanto, Ranuh, Djupri, dan Soeparto. (2005). Managemen Diare pada Bayi dan Anak.pdf Divisi Gastroenterologi Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya.
28
LAMPIRAN 1
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Kepada saya telah diberikan penjelasan mengenai prosedur pengisian kuisioner mini proyek “Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Dalam Penanganan Awal Diare Pada Balita di Dusun Krajan Desa Mlilir” dan saya telah memahaminya. Maka dengan sadar saya menyatakan bersedia untuk mengisi kuisioner dari mini proyek ini.
Nganjuk, 12 Desember 2014
Yang memberi persetujuan,
(…………..……………………………)
29
LAMPIRAN 2
I. DATA RESPONDEN
No. Responden :Nama :Umur :Pendidikan : ( ) Tidak sekolah
( ) Tidak lulus SD ( ) Lulus SD ( ) Lulus SMP ( ) Lulus SMA ( ) Lulus D3 / S1
Pekerjaan : ( ) Pedagang ( ) Buruh / Pembantu ( ) Ibu Rumah Tangga ( ) PNS ( ) Lainnya, sebutkan ……….
II. DATA PERILAKUA. PENGETAHUAN
1. Menurut ibu apa yang dimaksud diare?a. Mencret dan muntah berturut-turut (0)b. Buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari 3 kali dalam 1 hari (2)c. Keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal (1) 2. Menurut ibu apa yang dimaksud dengan kekurangan cairan (dehidrasi)?a. Gangguan dalam keseimbangan cairan atau air dalam tubuh (2)b. Banyaknya air yang keluar dari tubuh (1)c. Gangguan pencernaan yang menyebabkan kurangnya air dalam tubuh (0)
3. Menurut ibu kekurangan cairan (dehidrasi) disebabkan karena?a. Sedikitnya asupan makanan atau minuman yang diterima balita (1)b. Balita tidak mau minum dan menangis terus (0)c. Banyaknya cairan yang keluar saat mengalami diare (2)
30
4. Menurut ibu diare dapatditularkan melalui?a. Feces, udara, tangan dan makanan (2)b. Tidak mencuci tangan dan feces (1)c. Polusi udara, air yang tercemar dan pakaian yang kotor (0)
5. Menurut ibu untuk menentukan tingkat dehidrasi yang diderita anak dapat dilihat dari?
a. Berapa kali anak mengalami mencret dalam 1 hari (1)b. Penurunan berat badan anak (2)c. Sudah berapa lama anak mengalami diare (0)
6. Menurut ibu apa langkah pertama yang harus dilakukan pada anak yang mengalami dehidrasi akibat diare?
a. Membawa anak berobat segera ke pelayanan kesehatan / puskesmas (0)b. Memberikan oralit pada anak (2)c. Memberikan sup, air tajin, atau air kelapa pada anak (1)
7. Menurut ibu komplikasi apa yang sering dijumpai akibat diare pada anak?a. Kekurangan cairan dan gangguan gizi akibat kelaparan (2)b. Kehilangan berat badan (1)c. Rasa haus dan lapar yang sangat besar (0)
8. Menurut ibu ketika anak diare makanan apa saja yang harus dihindari?a. Minuman bersoda dengan pemanis buatan (2)b. Kentang, bakmi dan biscuit (0)c. Makanan mengandung lemak dalam jumlah tinggi dan sup (1)
9. Menurut ibu kapan waktu yang tepat membawa anak yang terserang diare ke dokter? Ketika :
a. Buang air besar cair lebih sering dan tidak membaik dalam 3 hari (2)b. Panas tinggi, muntah dan mengalami keringat dingin (1)c. Tinja keras dan anak muntah berulang-ulang dalam jumlah banyak (0)
10. Menurut ibu langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah diare pada anak?
a. Memasak sayuran sampai lembek dan mencuci tangan sehabis makan (0)b. Membersihkan bak mandi 3 kali sehari dan mencuci botol susu (1)c. Membuang tinja dengan benar dan menggunakan air bersih (2)
31
B. SIKAP
NO. PERTANYAAN SETUJU RAGU-RAGU
TIDAK SETUJU
1. Diare dapat menyebabkan anak kekurangan cairan
2 1 0
2. Setelah anak selesai bermain sebaiknya mencuci tangan anak dengan sabun
2 1 0
3. Anak dapat terserang diare karena diberikan susu formula dengan dot yang tidak bersih
2 1 0
4. Pengobatan diare memerlukan biaya yang besar
0 1 2
5. Penanganan diare pada anak cukup dengan memberikan cairan oralit sesuai tingkat diare yang diderita anak
0 1 2
6. Bila makanan disimpan lebih dari 6 jam kuman tidak dapat berkembang biak pada makanan tesebut
0 1 2
7. Pemberian susu formula sebaiknya dihentikan ketika anak mengalami dehidrasi
0 1 2
8. Mencuci tangan sebelum member makan dan sesudah buang air besar merupakan langkah mencegah diare pada anak
2 1 0
9. Ibu akan segera memberikan larutan oralit saat anak balitanya buang air besar terus menerus yang disertai mual muntah
2 1 0
32
10 Ibu akan tetap menggunakan larutan oralit yang sudah dibuat lebih dari 24 jam
0 1 2
11. Ibu dapat menghentikan pemberian cairan oralit ketika balita tidak buang air besar terus menerus dalam bentuk cair
2 1 0
12. Ibu dapat memberikan air tajin, air kelapa atau larutan gula garam untuk mencegah dehidrasi jika oralit tidak tersedia dirumah
2 1 0
C. TINDAKAN / PERILAKU
NO. PERTANYAAN YA TIDAK
1. Apakah ketika anak ibu buang air besar tidak seperti biasanya ibu akan langsung membawanya ke dokter atau pelayanan kesehatan?
0 1
2. Apakah ibu tetap memberikasn susu formula ketika anak mengalami kekurangan cairan akibat diare?
1 0
3. Ketika anak mengalami dehidrasi, apakah ibu mempuasakan anak dari makanan dan minuman?
0 1
4. Ketika anak diare apakah ibu segera memberikan oralit atau larutan gula garam?
1 0
5. Apakah ibu memberikan jus buah atau teh manis sebagai pengganti oralit ketika anak mengalami kekurangan cairan?
0 1
6. Apakah ibu memberikan oralit setiap 30 menit sekali saat anak mengalami kekurangan cairan?
0 1
7. Apakah ibu ibu menyediakan oralit dirumah? 1 0
33
8. Apakah selain memberikan oralit, ibu juga memberikan makanan tambahan pada anak?
1 0
9. Apakah ketika anak mengalami kekurangan cairan, ibu memberikan antibiotik?
0 1
10. Apakah ibu memberikan oralit ketika anak diare walaupun anak belum memasuki tahap kekurangan cairan?
1 0
11. Apakah ketika anak muntah, ibu menghentikan pemberian oralit selama 10 menit?
1 0
12. Apakah ibu memberikan cairan oralit secara terus-menerus sampai diare yang diderita anak sembuh?
1 0
13. Apakah ibu menghentikan pemberian ASI pada saat anak mengalami dehidrasi akibat diare?
0 1
34