LAPORAN PRAKTIKUMSATUAN OPERASI INDUSTRI
MINYAK ATSIRI
Oleh :
Rizki HardiNIM A1H011010
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara garis besar arti minyak atsiri mengandung 3 hal kunci, yaitu
merupakan senyawa organik, bersifat mudah menguap, dan berasal dari
tumbuhan. Tidak semua tumbuhan bisa menghasilkan minyak atsiri. Hanya
tumbuhan yang mempunyai sel glandula saja yang mampu menghasilkan minyak
atsiri. Famili tumbuhan Lauraceae, Myrtaceae, Rutaceae, Myristicaceae,
Astereaceae, Apocynaceae, Umbeliferae, Pinaceae, Rosaceae, dan Labiateae
dikenal sebagai kelompok tumbuhan penghasil minyak atsiri.
Minyak atsiri merupakan suatu minyak yang mudah menguap (volatile oil)
biasanya terdiri dari senyawa organik yang bergugus alkohol, aldehid, keton dan
berantai pendek. Minyak atsiri dapat diperoleh dari penyulingan akar, batang,
daun, bunga, maupun biji tumbuhan, selain itu diperoleh juga terpen yang
merupakan senyawa hidrokarbon yang bersifat tidak larut dalam air dan tidak
dapat disabunkan. Beberapa contoh minyak atsiri yaitu minyak cengkeh dan
minyak nilam.
B. Tujuan
Praktikum minyak atsiri bertujuan:
1. Mahasiswa dapat mengetahui proses pengolahan minyak atsiri
2. Mahasiswa dapat mengetahui alat-alat apa saja yang digunakan dalam
pengolahan minyak atsiri
3. Mahasiswa dapat mengetahui satuan operasi yang digunakan dalam proses
pengolahan minyak atsiri
II. TINJAUAN PUSTAKA
Minyak atsiri diperoleh dengan cara penyulingan menggunakan uap
(hidrodestilasi) yang bertujuan memisahkan minyak atsiri dari tanaman aromatik
dengan jalan memasukkannya ke dalam ketel penyuling kemudian ditambahkan
sejumlah air dan dididihkan, atau uap panas dialirkan ke dalam alat penyuling
tersebut. Campuran uap yang terdiri dari uap air dan uap minyak selanjutnya akan
mengalir menuju kondensor untuk dicairkan kembali dengan sistem pendinginan
dari luar. Kondensat yang keluar dari kondensor ditampung dalam tabung
pemisah (dekanter) agar terjadi pemisahan (dekantasi) antara minyak atsiri dan air
suling (Sastrohamidjojo, 2004).
Sebagian besar alat pemisah minyak dirancang menurut rancangan botol
Florentine yang bekerja berdasarkan perbedaan densitas antara minyak yang
ringan akan berada di atas dan air yang memiliki berat jenis lebih berat berada di
bawah. Minyak dan air kadang-kadang tidak segera terpisah di dalam alat ini
terutama jika perbedaan berat jenis relatif kecil, dan kecepatan aliran kondensat
yang besar sehingga air suling yang terbuang masih mengandung minyak
(Guenther, 2006).
Nilam (Pogostemon cablin, Benth) termasuk tanaman dari famili Labiatae.
Famili ini memiliki sekitar 200 genus, yang satu diantaranya adalah Pogostemon.
Genus ini diperkirakan memiliki sekitar 40 spesies, yang salah satunya adalah
Pogostemon cablin,Benth. Secara geografis, tanaman yang termasuk semak
dengan tinggi mencapai 1 meter ini tersebar luas di Asia Tenggara. Meskipun
kualitas nilam terbaik ada di Indonesia, tetapi asal nilam diduga dari Filipina.
Nilam dari Filipina tersebut lantas ditanam dan berkembang di berbagai negara,
diawali dari Singapura, kemudian berkembang di Indonesia (Pulau Sumatera),
Madagakar, hingga Brasil.
Minyak nilam dihasilkan melalui proses penyulingan, sebelum proses
penyulingan biasanya dilakukan perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang
akan disuling. Perlakuan tersebut dapat dengan beberapa cara yaitu dengan
pengecilan ukuran, pengeringan atau pelayuan dan fermentasi (Ketaren, 1985).
Proses tersebut perlu dilakukan karena minyak atsiri di dalam tanaman dikelilingi
oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, kantong minyak atau rambut gladular.
Apabila bahan dibiarkan utuh, kecepatan pengeluaran minyak hanya tergantung
dari proses difusi yang berlangsung sangat lambat (Guenther, 1948).
Pengecilan ukuran bahan biasanya dilakukan dengan pemotongan atau
perajangan. Perlakuan ini bertujuan agar kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak
mungkin sehingga memudahkan pengeluaran minyak dari bahan dan mengurangi
sifat kamba bahan tersebut. Namun demikian bahan berupa bunga seperti melati
dan daun seperti kayu putih dapat langsung disuling tanpa pengecilan bahan
terlebih dahulu karena sifatnya bahannya lebih mudah pengeluaran minyak dari
jaringan (Ketaren, 1985).
Pengolahan minyak nilam dilakukan dengan proses destilasi. Proses
destilasi adalah suatu proses perobahan minyak yang terikat di dalam jaringan
parenchym cortex daun, batang dan cabang tanaman nilam menjadi uap ke-
mudian didinginkan sehingga berubah kembali menjadi zat cair yaitu minyak
nilam. Penyulingan minyak nilam dapat dilakukan dengan menggunakan pipa
pendingin yang model belalai gajah atau model bak diam. Pemilihan sistem pipa
pendingin ini tergantung di lokasi mana alat akan ditempatkan. Pada daerah-
daerah yang airnya sulit atau permukaan air tanahnya rendah, maka model bak
diam adalah yang terbaik. Ketel alat suling yang banyak digunakan di tingkat
petani adalah dari drum bekas dan pipa pendinginnya dari besi yang dimasukkan
kedalam bak atau saluran air.
Perkembangan teknologi pengolahan minyak nilam di negara-negara maju
sudah demikian pesatnya, namun Indonesia belum mampu mengikuti
perkembangan tersebut. Pemacuan industri minyak nilam sangat diperlukan.
Desain peralatan yang memenuhi standar yang lebih baik akan meningkatkan
rendemen dan kualitas produk, meskipun harga peralatan relatif lebih mahal, akan
tetapi untuk jangka panjang akan lebih murah dan menguntungkan (Harfizal,
2002).
Dalam industri pengolahan minyak atsiri dikenal tiga macam sistem
penyulingan, yaitu penyulingan air, penyulingan dengan uap dan air, serta
penyulingan uap. Cara penyulingan yang paling sederhana untuk memperoleh
minyak nilam adalah dengan penyulingan air dan uap atau dikukus. Cara ini biasa
dilakukan untuk skala kecil, sedangkan untuk skala industri menggunakan cara
penyulingan uap. Penyulingan terna daun nilam untuk mendapatkan minyak atsiri
dilakukan antara 6-8 jam (Hayani,2005).
Komponen utama yang menentukan mutu minyak nilam adalah patchouli
alcohol (Walker 1968). Minyak nilam merupakan bahan utama untuk mengikat
bahan pewangi pada industri parfum dan kosmetik. Selain itu, minyak nilam dapat
digunakan untuk mengendalikan hama (Yusron dan Wiratno, 2001).
Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia
aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong ke dalam keluarga tanaman
Myrtaceae pada ordo Myrtales. Sampai saat ini, sebagian besar kebutuhan
cengkeh dunia (80%) masih dipasok oleh Indonesia, disusul oleh Madagaskar dan
Tanzania (Anonim, 2004).
Cengkeh digunakan sebagai bahan campuran rokok kretek, dan juga
penyedap masakan. Aroma cengkeh yang khas dihasilkan oleh senyawa eugenol,
yang merupakan senyawa utama (72-90%) penyusun minyak atsiri cengkeh.
Eugenol memiliki sifat antiseptik dan anestetik (bius).
Minyak cengkeh telah sejak lama digunakan untuk tujuan pengobatan dan
gigi dan telah diketahui dengan baik di negara-negara Barat sebagai bahan
anestesi gigi. Minyak cengkeh (di Indonesia) adalah produk alami yang tidak
mahal dan dapat diperoleh dengan mudah di Asia Tenggara. Minyak cengkeh di
Indonesia secara tradisional diproduksi melalui proses destilasi bunga, tangkai
bunga, dan daun-daun pohon cengkeh Euginia aromatica. Komponen yang paling
dominan (70-90%) dan merupakan bahan aktif adalah fenol eugenol (Tamaru et
al., 1998). Di Amerika Serikat eugenol, isoeugenol dan vanili dibuat dari minyak
cengkeh yang berasal dari gagang atau daun cengkeh karena lebih mudah
dilakukan (Guenther, 1990).
Penyulingan cengkeh dapat dilakukan dengan cara penyulingan air dan
penyulingan dengan uap. Menurut Guenther (1990), penyulingan dengan air dapat
menghasilkan minyak cengkeh dengan kandungan eugenol 80-85% dan cukup
baik sebagai bahan baku parfum atau flavor sedangkan penyulingan dengan uap
dapat menghasilkan minyak cengkeh strong oil dengan kandungan eugenol yang
tinggi yaitu 91-95% volume. Lama penyulingan berkisar antara 8-24 jam
tergantung ukuran, sistem isolasi, vulume uap dari alat penyulingan, sifat alami
dan kondisi cengkeh dan sebagainya.
Kualitas minyak cengkeh dievaluasi berdasarkan kandungan fenolnya
terutama eugenol. Karena minyak cengkeh mengandung beberapa aseteugenol,
maka sering dilakukan penyabunan zat tersebut terlebih dahulu untuk
mendapatkan kandungan eugenol yang lebih tinggi. Kandungan fenol cengkeh
tergantung pada kondisi dan jenis bahan baku cengkeh dan metode penyulingan.
Pada waktu penyulingan minyak cengkeh terdapat dua fraksi yaitu fraksi
yang lebih ringan dari air dan fraksi yang lebih berat dari air. Dengan
menggabungkan kedua fraksi tersebut dihasilkan minyak cengkeh yang lengkap.
Hasil minyak dari penyulingan bunga cengkeh sekitar 17-18%, penyulingan dari
gagang cengkeh sekitar 6% dan dari daun sekitar 2-3% (Guenther, 1990).
Salah satu cara pemisahan atau pemurnian komponen minyak adalah
dengan destilasi fraksional. Destilasi fraksinasi minyak atsiri adalah pemisahan
komponen berdasarkan titik didih dan berat molekulnya (Vogel 1958). Sedangkan
menurut Guenther (1990), Fraksinasi minyak atsiri adalah pemisahan minyak
atsiri menjadi beberapa fraksi berdasarkan perbedaan titik didihnya. Sebaiknya
minyak atsiri tidak difrakasinasi pada tekanan atmosfir, tetapi dalam keadaan
vakum karena tekanan tinggi dan suhu tinggi dapat mengakibatkan dekomposisi
dan resinifikasi, sehingga destilat mempunyai bau dan sifat fisiko kimia yang
berbeda dengan minyak murni.
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah :
1. ketel suling (retor)
2. pendingin (condensor)
3. penampung hasil kondensasi (receiver)
4. ketel uap
5. Tungku pembakaran
b. Bahan
Bahan yang diperlukan dalam praktikum adalah :
1. daun nilam
2. daun cengkeh
3. air
B. Prosedur Kerja
Langkah – langkah yang dilakukan dalam praktikum adalah :
1. Mengamati seperangkat alat penyulingan minyak atsiri.
2. Mengamati cara kerja alat penyulingan minyak atsiri.
3. Menggambar seperangkat alat penyulingan minyak atsiri.
4. Mencatat proses pembuatan minyak atsiri.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
a. Proses Pembuatan Minyak Atsiri
1. Daun nilam yang berumur dijemur selama
kurang lebih 3 hari.
2. Daun nilam yang sudah kering dipotong-potong lalu dikukus/direbus
dengan proses destilasi selama 10 jam.
3. Minyak nilam yang sudah jadi kemudian dikemas.
Untuk minyak cengkeh proses pengukusan dilakukan selama 24 jam
Gambar
Bahan baku pembuatan minyak atsiri
Tungku
Bak pendingin
Tempat penyaringan akhir minyak Minyak Atsiri
Ketel
B. Pembahasan
Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eterik (aetheric
oil), minyak esensial (essential oil), minyak terbang (volatile oil), serta minyak
aromatik (aromatic oil), adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud
cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan
aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau
minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Di dalam perdagangan,
hasil sulingan (destilasi) minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi.
Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Selain
itu, susunan senyawa komponennya kuat memengaruhi saraf manusia (terutama
di hidung) sehingga seringkali memberikan efek psikologis tertentu. Setiap
senyawa penyusun memiliki efek tersendiri, dan campurannya dapat
menghasilkan rasa yang berbeda. Karena pengaruh psikologis ini, minyak atsiri
merupakan komponen penting dalam aromaterapi atau kegiatan-
kegiatan liturgi dan olah pikiran/jiwa, seperti yoga atau ayurveda.
Sebagaimana minyak lainnya, sebagian besar minyak atsiri tidak larut
dalam air dan pelarut polar lainnya. Dalam parfum, pelarut yang digunakan
biasanya alkohol. Dalam tradisi timur, pelarut yang digunakan biasanya minyak
yang mudah diperoleh, seperti minyak kelapa.
Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun dari campuran yang rumit berbagai
senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya bertanggung jawab atas suatu
aroma tertentu. Sebagian besar minyak atsiri termasuk dalam golongan senyawa
organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam minyak (lipofil).
Kegunaan minyak atsiri sangat banyak, tergantung dari jenis tumbuhan
yang diambil hasil sulingnya. Minyak atsiri ini digunakan sebagai bahan baku
minyak wangi, komestik dan obat-obatan. Minyak atsiri juga digunakan sebagai
kandungan dalam bumbu maupun pewangi (flavour and fragrance ingredients).
Industri komestik dan minyak wangi menggunakan minyak atsiri sebagai bahan
pembuatan sabun, pasta gigi, samphoo, lotion dan parfum. Industri makanan
menggunakan minyak atsiri sebagai penyedap atau penambah cita rasa. Industri
farmasi menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri.
Fungsi minyak atsiri sebagai wewangian juga digunakan untuk menutupi bau tak
sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh
industri bahan pengawet dan bahan insektisida.
Minyak nilam dapat berfungsi sebagai zat pengikat yang baik jadi sangat
penting sebagai bahan pembuatan parfum. Zat pengikat adalah suatu senyawa
yang mempunyai daya menguap lebih rendah atau titik uapnya lebih tinggi dari
zat pewangi, sehingga kecepatan penguapan zat pewangi dapat dikurangi atau
dihambat. Penambahan zat pengikat ini di dalam parfum bertujuan untuk
mengikat bau wangi dengan mencegah laju penguapan zat pewangi yang terlalu
cepat, sehingga bau wangi tidak cepat hilang. Komposisi minyak nilam yang
digunakan dalam suatu parfum dapat mencapai 50%.
Fungsi minyak nilam dalam industri sabun dan kosmetik tidak berbeda
dengan pada industri parfum yaitu sebagai zat pengikat agar wewangian tidak
cepat hilang pada saat pemakaian. Banyaknya industri sabun dan kosmetik
menggunakan minyak nilam sebagai pengikat karena sampai saat ini minyak
nilam masih yang terbaik sebagai pengikat bahan. Disamping itu juga dapat
bermanfaat sebagai antiseptik untuk mengobati gatal-gatal pada kulit.
Selain sebagai pengikat wangi pada parfum, kosmetika dan sabun serta
sebagai pestisida, minyak nilam juga berkhasiat sebagai antibiotik dan anti radang
karena dapat menghambat pertumbuahan jamur dan mikroba. Minyak ini dapat
digunakan untuk deodoran, obat batuk, asma, sakit kepala, sakit perut, bisul dan
herpes. Minyak nilam merupakan minyak eksotik yang dapat meningkatkan
gairah dan semangat. Biasanya digunakan untuk mengharumkan kamar tidur
untuk memberi efek menenangkan dan membuat tidur lebih nyenyak (anti
insomia).
Dalam hal psikoemosional, minyak nilam termasuk dalam aroma terapi
dan sebagai salah satu aspek pengobatan alternatif, karena minyak nilam
mempunyai efek sedatif (menenangkan) yang dapat digunakan untuk
menanggulangi gangguan depresi, kebingungan, stres, gelisah, tegang karena
kelelahan, lesu dan tidak bergairah serta meredakan kemarahan.
Tahap-tahap pembuatan minyak atsiri berbahan daun cengkeh adalah
sebagai berikut :
a. Daun kering dimasukkan dalam ketel suling dan dikukus selama 24 jam.
b. Proses pemanasan menggunakan bahan bakar berupa tempurung kelapa.
c. Uap air dan minyak daun cengkeh akan mengalir melalui pipa masuk ke
dalam kondensor. Semakin lama uap minyak daun cengkeh dan uap air berada
dalam kolam pendingin, semakin baik proses kondensasi yang terjadi.
Kondensasi mengubah uap air dan uap minyak daun cengkeh menjadi bentuk
cair berupa minyak daun cengkeh dan air yang ditampung dalam drum.
d. Hasil sulingan minyak daun cengkeh dan air dialirkan ke dalam tempat berupa
drum yang sudah disediakan. Hasil proses penyulingan didiamkan beberapa
saat sehingga air dan minyak daun cengkeh terpisah. Minyak daun cengkeh
berada di bawah air karena memiliki berat jenis yang lebih besar.
e. Minyak daun cengkeh siap dikemas dan dipasarkan.
Tahap-tahap pembuatan minyak atsiri berbahan dasar daun nilam adalah
sebagai berikut :
a. Daun nilam yang berumur 4-6 bulan dijemur selama 1-2 hari.
Proses pengeringan perlu dilakukan karena minyak atsiri di dalam
tanaman dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, kantong minyak
atau rambut gladular. Apabila daun nilam dibiarkankan utuh, kecepatan
pengeluaran minyak hanya tergantung dari proses difusi yang berlangsung sangat
lambat. Pelayuan dan pengeringan juga bertujuan untuk menguapkan sebagian air
dalam daun nilam sehingga penyulingan berlangsung lebih mudah dan lebih
singkat. Selain itu juga untuk menguraikan zat yang tidak berbau wangi menjadi
berbau wangi.
b. Memotong-motong daun nilam yang telah kering.
Pengecilan ukuran daun nilam bertujuan agar kelenjar minyak dapat terbuka
sebanyak mungkin sehingga memudahkan pengeluaran minyak dari bahan dan
mengurangi sifat kamba bahan tersebut.
c. Mengukus daun nilam kering yang sudah dipotong-potong ke dalam
ketel suling selama 10 jam.
Ketel suling diisi air sampai permukaan air berada tidak jauh dari saringan.
Proses penyulingan ini menggunakan bahan bakar dari tempurung kelapa. Ciri
khas cara ini adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas
dan daun nilam yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak
dengan air panas. Uap kemudian didinginkan sehingga berubah kembali menjadi
zat cair yaitu minyak nilam.
Penyulingan minyak nilam dilakukan dengan menggunakan pipa
pendingin model bak diam. Pemilihan sistem pipa pendingin ini tergantung di
lokasi mana alat akan ditempatkan. Pada daerah-daerah yang airnya sulit atau
permukaan air tanahnya rendah, maka model bak diam adalah yang terbaik.
d. Menampung hasil kondensasi.
Penampung hasil kondensasi (receiver) berupa alat pemisah minyak
(decanter) yang berfungsi untuk memisahkan minyak dari air suling (condesed
water), dimana air suling tersebut akan terpisah secara otomatis dari minyak atsiri.
Setelah terpisah dengan air sulingnya, minyak nilam berwarna kuning.
e. Mengemas minyak nilam.
Minyak nilam yang dihasilkan disimpan dalam wujud cairan, dikemas
dalam drum bersih, kering, dan dalam keadaan baik. Drum penyimpanan minyak
nilam harus terbuat dari alumunium atau plat timah putih atau plat besi yang berlapis
timah putih, plat besi yang galvanis atau yang didalamnya dilapisi dengan lapisan
yang tahan minyak nilam.
Untuk bahan baku pembuatan minyak atsiri selain cengkeh dan daun nilam
adalah:
1. Minyak Adas
Tanaman Adas (Foeniculum vul-gare Mill.) adalah tanaman herba tahunan
dari familii Umbelliferae dan genus Foeniculum. Tanaman ini berasal dari Eropa
Selatan dan daerah Mediterania, yang ke-mudian menyebar cukup luas di berbagai
negara seperti Cina, Meksiko, India, Itali, Indian, dan termasuk negara Indonesia.
Genus Foeniculum mempunyai tiga spesies yaitu F. vulgare (adas), F. azoricum
(adas bunga di-gunakan sebagai sayuran) dan F. dulce (adas manis digunakan
juga sebagai sayuran). F. vulgare mempunyai sub spesies yaitu F. fulgare var.
dulce dan F. vulgare var. vulgare.
Di Indonesia dikenal dua jenis adas yang termasuk ke dalam famili
Umbelliferae, yaitu adas (F. vulgare Mill.) dan adas sowa (Anetum graveolens
Linn.) Kedua jenis ini telah banyak dibudidayakan di Indonesia, ter-utama adas
(F. vulgare Mill.) Sedangkan A. graveolens Linn lebih banyak dibudidayakan di
daerah dataran rendah dan daunnya dimakan sebagai lalap.selain sebagai bumbu
masak, tanaman adas mempunyai banyak kegunaan mulai dari akar, daun, batang
dan bijinya. Daun adas digunakan sebagai di-uretik (pelancar air seni) dan me-
macu pengeluaran keringat. Akar-nya berkhasiat sebagai obat batuk, pencuci perut
dan sakit perut se-habis melahirkan. Tanaman muda digunakan juga sebagai obat
gang-guan saluran pernapasan dan dari ekstrak buah adas dapat digunakan untuk
mengobati mulas.
Mengingat kegunaannya sebagai tanaman obat, maka tanaman adas
merupakan salah satu tanaman yang mempunyai peranan penting dalam industri
obat tradisional di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari laju permintaan dalam
negeri terhadap simplisia adas yang terus mening-kat. Pada tahun 1984 pemakai-
an adas sebesar 10.498 ton/tahun, pada tahun 1993 meningkat menjadi 321.520
ton/tahun. Laju permintaan yang tinggi ini tidak diimbangi dengan budidaya
secara intensif se-hingga negara Indonesia mengimpor adas pada tahun 2000
sebesar 3.000 ton dari negara India, Mesir dan Iran, karena produksi lokal hanya
berkisar 300 ton/tahun.
Kandungan atsiri adas bervariasi antara 0,6 - 6%. Buah yang terletak di tengah-
tengah payung umumnya mengandung minyak atsiri yang lebih tinggi dan baunya
lebih tajam dibandingkan dengan buah yang terletak di bagian lain.
2. Minyak Cendana
Cendana merupakan tumbuhan asli Indonesia yang tumbuh di Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT). Penyebarannya yaitu di Pulau Timor, Sumba, Alor,
Solor, Pantar, Flores, Roti, dan pulau-pulau lainnya. Selain di NTT, cendana juga
bisa ditemui di daerah Gunung Kidul, Imogiri, Kulon Progo (DIY), Bondowoso
(Jawa Timur), dan Sulawesi.
Kondisi ideal untuk tumbuhnya cendana adalah pada ketinggian 50 - 1200
m dpl, curah hujan 625 -1625 mm/tahun dengan bulan kering antara 9 - 10 bulan.
Saat ini keberadaan populasi cendana di Indonesia, dikhawatirkan mengalami
kepunahan. Dalam kurun waktu 10 tahun, dari tahun 1987-1997, jumlah pohon
cendana di propinsi NTT turun drastis hingga 53,96%.
Tanaman cendana merupakan komoditi yang potensial bagi perekonomian.
Nilai ekonomi yang tinggi dari cendana dihasilkan dari kandungan minyak
(santalo) dalam kayu yang beraroma wangi yang khas. Minyak cendana dihasilkan
dari hasil penyulingan kayu, dan digunakan sebagai bahan obat-obatan dan bahan
minyak wangi (parfum). Kayunya dipergunakan sebagai bahan industri kerajinan
seperti ukir-ukiran, patung, kipas, tasbih, dan lain-lain.
Minyak cendana banyak diekspor ke Eropa, Amerika, China, Hongkong,
Korea, Taiwan dan Jepang. Sedangkan produk kerajinan dari kayu cendana
banyak untuk konsumsi dalam negeri. Kebutuhan minyak cendana dunia sekitar
200 ton per tahun.
Cendana, atau cendana wangi, merupakan pohon penghasil kayu cendana
dan minyak cendana. Kayunya digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa,
aromaterapi, campuran parfum, serta sangkur keris (warangka). Kayu yang baik
bisa menyimpan aroma cendana selama berabad-abad. Menurut kisah setempat, di
Sri Lanka kayu ini digunakan untuk membalsam jenazah putri-putri raja sejak
abad ke-9.
Kayu cendana wangi (Santalum album ) kini sangat langka dan harganya
sangat mahal. Sebagai gantinya sejumlah pakar aromaterapi dan parfum
menggunakan kayu cendana jenggi (Sandalum spicatum ). Kedua jenis kayu ini
berbeda konsentrasi bahan kimia yang dikandungnya, dan oleh karena itu kadar
harumnya pun berbeda.
3. Minyak Kayu Putih
Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan yang telah
dikenal luas oleh masyarakat. Minyak atsiri hasil destilasi atau penyulingan daun
kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn.) ini memiliki bau dan khasiat yang
khas, sehingga banyak dipakai sebagai kelengkapan kasih sayang ibu terhadap
anaknya, terutama ketika masih bayi. Minyak kayu putih digosokkan hampir di
seluruh badan untuk memberikan kesegaran dan kehangatan pada si jabang bayi.
Karena penggunaannya yang luas tersebut, mutu minyak kayu putih yang
dijual di pasaran perlu mendapat perhatian. Untuk memenuhi tuntutan mutu
tersebut, lahirlah standar nasional kayu putih yang diusulkan oleh PT. Perhutani
(persero) melalui Pantek 55S Kayu, bukan kayu dan produk kehutanan, yaitu SNI
06-3954-2001. Standar tersebut menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara
uji, pengemasan dan penandaan minyak kayu putih yang digunakan sebagai
pedoman pengujian minyak kayu putih yang diproduksi di Indonesia.
Mutu minyak kayu putih diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mutu Utama
(U) dan mutu Pertama (P). Keduanya dibedakan oleh kadar cineol, yaitu senyawa
kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri
seperti kayu putih. Minyak kayu putih mutu U mempunyai kadar cineol ≥ 55%,
sedang mutu P kadar cineolnya kurang dari 55%.
Secara umum, kayu putih dikatakan bermutu apabila mempunyai bau khas
minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang diukur pada suhu 15oC sebesar 0,90
– 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20oC berkisar antara 1,46 – 1,47 dan
putaran optiknya pada suhu 27,5oC sebesar (-4)o – 0o.
4. Minyak Kenanga
Kenanga (Cananga odorata) adalah nama bagi sejenis bunga dan pohon
yang menghasilkannya. Ada dua forma kenanga, yaitu macrophylla, yang dikenal
sebagai kenanga biasa, dan genuina, dikenal sebagai kenanga filipina atau ylang-
ylang. Selain itu, masih dikenal pula kenanga perdu (Cananga odorata fruticosa),
yang banyak ditanam sebagai hiasan di halaman rumah.
Kenanga biasa merupakan tumbuhan asli di Indonesia dan ylang-ylang
tumbuhan asli Filipina. Kenanga lazim pula ditanam di Polinesia, Melanesia, dan
Mikronesia. Di Indonesia, bunga kenanga banyak menempati peran di dalam
upacara-upacara khusus misalnya dalam upacara perkawinan.
Kenanga adalah flora identitas Provinsi Sumatera Utara.
Minyak dari bunga kenanga sangat baik untuk terapiaroma
(aromatheraphy). Ia akan mengatur alirankelenjar andrenalin dalamsistem saraf
sehingga menimbulkan rasa senang, tenang, menghilangkan gelisah, marah, dan
panik. Untuk kosmetik, bagian bunga kenanga yang banyak digunakan adalah
ekstrak dari bunga yang berwarna kuning kecokelatan. Bila digunakan dalam
sabun, akan menjadi penyeimbang untuk kulit berminyak atau kulit kering.
Minyak ini dapat memperkuat dan merangsang pertumbuhan rambut. Minyak
kenanga juga cocok dipakai dalam campuran masker dan lulur.
5. Minyak Lawang
Minyak Lawang adalah minyak yang dikenal dengan minyak yang sangat
panas, digosokkan pada bagian yang sakit akan mendatangkan pemulihan dari
sakit yang diderita. Diolah melalui proses penyulingan yang diambil dari kulit
batang pohon, Minyak Lawang sangat berkhasiat untuk meredakan nyeri yang
ditimbulkan oleh Rematik baik Rematik karena udara dingin maupun oleh karena
Asam Urat yang berlebih. Minyak Lawang cocok digunakan untuk wilayah
dengan udara yang sejuk / dingin sebagai penghangat badan.
6. Minyak Mawar
Mawar adalah tanaman semak dari genus Rosa sekaligus nama bunga yang
dihasilkan tanaman ini. Mawar liar yang terdiri lebih dari 100 spesies kebanyakan
tumbuh di belahan bumi utara yang berudara sejuk. Spesies mawar umumnya
merupakan tanaman semak yang berduri atau tanaman memanjat yang tingginya
bisa mencapai 2 sampai 5 meter. Walaupun jarang ditemui, tinggi tanaman mawar
yang merambat di tanaman lain bisa mencapai 20 meter.
Parfum (minyak wangi) dibuat dari minyak mawar yang merupakan salah satu
jenis minyak atsiri yang diperoleh dari proses penyulingan dan penguapan
lumatan daun-daun mahkota. Teknik penyulingan mawar berasal dari Persia yang
menyebar ke Arab dan India.
Pada saat ini, kebutuhan minyak mawar dunia sebanyak 70%-80% dipenuhi oleh
pusat penyulingan mawar di Bulgaria sedangkan sisanya dipenuhi oleh Iran dan
Jerman. Penyulingan minyak mawar di Bulgaria, Iran, dan Jerman menggunakan
mawar damaskus Rosa damascena 'Trigintipetala,' sedangkan penyulingan di
Perancis menggunakan jenis Rosa centifolia.
7. Minyak Serai
Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati tumbuhannya. Berbagai
macam potensi yang dihasilkannya termasuk tanaman penghasil minyak atsiri.
Upaya pengembangan minyak atsiri Indonesia salah satunya melalui diversifikasi
tanaman. Salah satu tanaman penghasil minyak atsiri dikenal dengan nama
Cymbopogon citratus. Tanaman ini dikenal juga dengan istilah Lemongrass,
karena memiliki bau yang kuat seperti lemon. Minyak yang dihasilkan serai dapur
dikenal juga sebagai minyak sitratus atau juga West Indian Lemongrass Oil
(minyak serai dapur India Barat). Senyawa kimia yang dihasilkan adalah sitral.
Minyak serai dapur digunakan untuk komposisi bahan pada industri kosmetik
seperti parfum, shampoo atau sabun mandi. Selain itu, minyak serai dapur juga
dapat digunakan untuk pijat relaksasi dan rematik.
Alat-alat yang diperlukan dalam penyulingan tergantung pada banyaknya
bahan dan metode penyulingan yang dilakukan. Ada tiga bagian alat yang
merupakan peralatan dasar, yaitu ketel suling (retor), pendingin (kondensor), dan
penampung hasil kondensasi (receiver), sedangkan untuk penyulingan uap
diperlukan bagian tambahan yaitu ketel uap.
Ketel Suling (retor) berfungsi sebagai wadah air dan atau uap untuk
mengadakan kontak dengan bahan serta untuk menguapkan minyak atsiri.
Pendingin (kondensor) berfungsi untuk mengubah seluruh uap air dan uap minyak
menjadi fase cair. Penampung hasil kondensasi (receiver) yang berupa alat
pemisah minyak (decanter) yang berfungsi untuk memisahkan minyak dari air
suling (condesed water), dimana air suling tersebut akan terpisah secara otomatis
dari minyak atsiri. Ketel uap berfungsi sebagai sumber penghasil uap.
Bahan baku utama yang digunakan pada minyak daun cengkeh adalah
daun cengkeh kering yang sudah gugur. Ini menyebabkan usaha minyak daun
cengkeh bersifat musiman karena sangat tergantung pada ketersediaan bahan
baku. Pada musim kemarau ketersediaan bahan baku melimpah dan sebaliknya
pada musim penghujan terjadi kekurangan suplai bahan baku.
Perbedaan minyak atsiri berbahan dasar cengkeh dan daun nilam adalah
untuk minyak atsiri berbahan dasar cengkeh ketika direndam dengan air maka
minyak atsiri yang berbahan dasar cengkeh akan berada di dasar air dikarenakan
massa jenis minyak cengkeh lebih berat dibandingkan dengan massa air,
sedangkan minyak daun nilam berada di permukaan air karena massa jenisnya
lebih ringan dibandingkan dengan massa air.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan untuk praktikum kali ini adalah :
1. Proses pembuatan minyak atsiri mempunyai beberapa tahapan proses yaitu
pengeringan bahan, pemotongan bahan, penyulingan, pemisahan minyak,
pengemasan dan pemasaran.
2. Perbedaan minyak atsiri berbahan dasar daun nilam dengan minyak atsiri
berbahan dasar cengkeh adalah dari massa jenis
3. Antara minyak atsiri berbahan dasar cengkeh dengan minyak atsiri
berbahan dasar daun nilam keduanya sama-sama mempunyai aromaterapi
yang berguna dalam kehidupan sehari-hari
Saran
Pada praktikum kali ini sangat disayangkan karena tidak bisa melihat secara
langsung proses pembuatan minyak atsiri, semoga untuk kedepannya para
praktikan dapat mengetahui bagaimana proses pembuatan minyak atsiri.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym.2011.http://www.dephut.go.id/Halaman/
STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_KEHUTANAN/
info_5_1_0604/isi_6.htm diakses pada 21 November 2012
Anonim.2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Mawar diakses pada 21 November
2012
Anonim.2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_atsiri diakses pada 21
November 2012
Kardinan, A. 2004. Nilam : Tanaman Beraroma Wangi untuk Industri Parfum dan
Kosmetik. 2004. Agromedia Pustaka : Jakarta.
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka : Jakarta.
Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.
Sumangat, D. dan Risfaheri. 1998. Standar dan Masalah Mutu Minyak Nilam
Indonesia. Monograf Nilam . Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat : Bogor.