BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangKalor merupakan salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari suatu
tempat ke tempat yang lain, secara alami kalor berpindah dari benda yang bersuhu
tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Seiring berjalannya waktu, kalor dianggap
sebagai suatu bentuk energi yang berkaitan erat dengan suhu. Kajian lanjut
menunjukkan bahwa kalor dapat berpindah melalui tiga cara yaitu konduksi,
konveksi, dan radiasi.
Apabila dua jenis benda yang memiliki temperatur berbeda saling
berkontak termal, maka temperatur benda yang lebih tinggi akan perlahan
menurun, sedangkan temperatur benda yang lebih rendah akan naik hingga suhu
tertentu. Peristiwa tersebut terjadi karena adanya perpindahan kalor antara dua
benda yang berkontak termal. Perpindahan panas yang mana partikel-partikel
dalam mediumnya tidak berpindah disebut konduksi. Pada peristiwa konduksi,
nilai konduktifitas dan overall heat transfer coefficient merupakan faktor yang
penting, yang dalam percobaan ini akan ditemukan besarnya.
1.2 Rumusan masalahRumusan masalah pada praktikum perpindahan panas secara konduksi ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar perpindahan panas secara konduksi?
2. Bagaimana mengestimasikan nilai konduktifitas dan overall heat transfer
coefficient suatu jenis material?
3. Bagaimana pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi
temperatur yang terjadi dan juga pengaruh kenaikkan temperatur spesimen
terhadap nilai konduktifitasnya?
1.3 Tujuan percobaanAdapun tujuan praktikum ini dalah sebagai berikut:
1
1. Meningkatkan pemahaman terhadap konsep dasar proses terjadinya
perpindahan panas secara konduksi
2. Mampu membandingkan serta mengestimasikan nilai konduktifitas dan
overall heat transfer coefficient suatu jenis material melalui pengolahan
data
3. Mengetahui pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi
temperatur yang terjadi dan juga pengaruh kenaikkan temperatur spesimen
terhadap nilai konduktifitasnya
1.4 Batasan masalahBatasan masalah yang digunakan pada praktikum perpindahan panas
secara konduksi antara lain:
1. Steady state
Properties spesimen terhadap suatu titik tidak berubah terhadap waktu.
2. No heat generation
Spesimen uji tidak memiliki energi bangkitan karena spesimen dianggap
logam murni dimana tidak ada tegangan sisa pada proses pengerjaannya.
3. No contact resistance
Tahanan kontak antara dua permukaan diabaikan karena bidang kontak
antara spesimen dan logam penghantar dianggap rata.
4. Perpindahan panas dianggap konstan
Karena panas ditimbulkan oleh arus listrik. Dimana arus dan tegangannya
diatur konstan.
5. One dimensional conduction
Konduksi diasumsikan hanya satu arah dikarenakan di sekeliling benda uji
terisolasi.
2
1.5 Sistematika laporanLaporan percobaan ini disusun berdasarkan sistematika
penulisan sabagai berikut, yaitu pada bagian awal terdapat abstrak yang berisikan garis besar percobaan.
Bab 1 adalah pendahuluan. Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan percobaan, batasan masalah dan sistematika laporan percobaan.
Bab 2 berisi dasar teori, yaitu teori-teori yang mendukung pelaksanaan percobaan.
Bab 3 yaitu metodologi percobaan. Pada bab ini berisikan peralatan yang digunakan, instalasi percobaan, langkah percobaan dan flowchart percobaan.
Bab 4 Pembahasan Berisikan data percobaan dan contoh perhitungan yang
didapatkan pada saat praktikum beserta table perhitungan dan grafik hasil
perhitungan serta analisa grafik.
Bab 5 Kesimpulan dan Saran Memuat kesimpulan dari seluruh praktikum
yang telah dilakukan dan saran agar praktikum pengukuran teknik menjadi lebih
baik.
3
BAB 2
DASAR TEORI
Pada dasarnya konduksi adalah perpindahan panas tanpa disertai
perpindahan bagian-bagian zat perantaranya, dimana energi panasnya dipindahkan
dari satu molekul ke molekul lain dari benda tersebut. Contohnya perpindahan
panas melalui sepotong besi, dari salah satu ujung ke ujung lainnya. Untuk lebih
jelasnya, mekanisme peristiwa konduksi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.1 Aktivitas molekul pada perpindahan panas secara konduksi
Pada kondisi nilai T1>T2 menyebabkan partikel-partikel yang berbeda
dekat dengan T1 akan bergerak secara acak (berputar dan bergetar) dan saling
bertumbukan dengan partikel yang lainnya sehinggaterjadi perpindahan energi
yaitu berupa panas dari T1 ke T2. Besarnya laju perpindahan panas dapat
dinyatakan dalam bentuk Heat Flux, q” (wm2), yaitu perpindahan panas tiap satuan
luas, yang arahnya tegak lurus dengan luasan dan besarnya sebanding dengan
gradien temperaturnya. Secara umum, besarnya nilai perpindahan panas adalah :
qn} =-k {dT} over {dn ¿ ..................................... (2.1)
dalam arah x adalah :
qx} =-k {dT} over {dx ¿........................................(2.2)
k adalah properties yang disebut sebagai konduktifitas thermal (w
m. K ).
Dengan asumsi steady state conditions, distribusi temperatur pada
konduksi adalah linier sehingga distribusi temperatur dapat dinyatakan :
4
dTdx
=T 2−T 1
L
q} =-k {{T} rsub {2} - {T} rsub {1}} over {L¿
q} =k {{T} rsub {1} - {T} rsub {2}} over {L} =k {∆T} over {L¿ ......(2.3)
Heat rate konduksi pada plane wall dengan luasan A adalah q = q”. A
(watt). Kemampuan suatu material untuk menyimpan energi panas adalah
volumetric heat capacity [ ρ .Cp( Jm3 K )]. Kebanyakan solid dan liquid merupakan
media penyimpanan energi yang bagus yang mempunyai harga angka
perbandingan heat capacity (ρ . Cp>1 MJm3 K
¿, sedangkan gas merupakan media
penyimpanan energi panas yang kurang bagus (ρ . Cp≈ 1 Jm3 K
¿.
Rasio thermal conductivity terhadap heat capacity disebut sebagai thermal
diffusifity, α :
α=k
ρ .Cp [ m2
s ] .............................................(2.4)
Heat Diffusion Equation untuk Koodinat Kartesian
Gambar 2.2 Differential control volume, dx dy dz
5
\
(2.3)
Bentuk umum konservasi energy adalah :
(2.4)
dengan
(2.5)
q = energy bangkitan per unit volume (W/m3)
(2.6)
persamaan (2.5), (2.6) disubtitusi ke persamaan (2.4) :
(2.7)
subtitusi persamaan (2.3)
(2.8)
karena laju perpindahan panas konduksi adalah
(2.9)
6
qx+dx=qx+∂qx
∂ xdx
q y+dy=q y+∂ q y
∂ ydy
qz+dz=qz+∂qz
∂ zdz
Ein+ Eg−Eout=dEst
dt=E st
Eg=q dV= q(dx dy dz )
E st=[ρc p∂T∂ t ](dx dydz )
qx+q y+qz+q (dxdy dz )−qx+dx−q y+dy−qz+dz=[ ρcp∂ T∂ t ](dx dy dz )
qx=−kA x∂T∂ x
=−k (dydz )∂T∂ x
q y=−kA y∂ T∂ y
=−k (dxdz )∂T∂ y
qz=−kAz∂ T∂ z
=−k (dxdy )∂T∂ z
−∂qx
∂ xdx−
∂ qy
∂ ydy−
∂ qz
∂ zdz+q (dx dy dz )=[ ρc p
∂T∂ t ]( dxdy dz )
maka subtitusi (2.9) ke (2.8)
(2.10)
Tahanan thermal plane wall
Gambar 2.3 Perpindahan panas konduksi satu dimensi
R t , cond=Ts ,1−Ts ,2q
= LkA (2.11)
Overall heat transfer coefficient
7
∂∂ x (k ∂ T
∂ x )+ ∂∂ y (k ∂ T
∂ y )+ ∂∂ y (k ∂T
∂ z )+ q= ρcp∂T∂ t
Gambar 2.4 Perpindahan panas pada dinding komposit
Berikut adalah rumusan overall heat transfer coefficient pada dinding
komposit disertai konveksi pada udara bebas :
U = 1RA
= 1[(1/h 1)+( LA /kA )+(L B /k B)+(LC /kC)+(1/h 4)]
(2.12)
qx = UA ΔT (2.13)
8
Konduktivitas Thermal dari Benda Padat
Gambar 2.5 Rentang konduktivitas thermal dari berbagai bentuk pada suhu dan
tekanan normal
Gambar 2.6 Pengaruh temperatur pada konduktifitas termal pada benda padat
9
BAB 3METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Peralatan PercobaanPeralatan yang digunakan pada praktikum ini sebagai berikut:
1. Amperemeter
2. Thermocouple selector
3. Thermocouple 1, 2, 3, 4, 5, 6
4. Voltmeter
5. Setpoint adjuster
6. Pompa
7. Thermocontrol referensi
8. Elemen panas
9. Logam perantara
10. Penampung air
11. Isolator
3.2 Instalasi PeralatanPraktikum dilakukan menggunakan logam tembaga dalam bentuk silinder
sebagai logam penghantar dengan pemberian panas melalui elemen heater,
spesimen yang digunakan adalah besi, alumunium, dan stainless steel. Deskripsi
jelasnya dapat digambarkan pada skema instalasi sebagai berikut:
10
Gambar 3.1 Instalasi peralatan percobaan konduksi
Keterangan :
1. Amperemeter 12. Pompa
2. Thermocouple selector 13. Thermocontrol referensi
3. Setpoint adjuster 14. Elemen pemanas
4. Voltmeter 15. Logam perantara 1
5. Thermocontrol 16. Spesimen
6. Thermocouple 1 (TC 1) 17. Isolator
7. Thermocouple 2 (TC 2) 18. Logam perantara 2
8. Thermocouple 3 (TC 3) 19. Penampung air
9. Thermocouple 4 (TC 4)
10. Thermocouple 5 (TC 5)
11. Thermocouple 6 (TC 6)
3.3 Langkah-langkah PraktikumDalam praktikum ini terdapat prosedur untuk memperoleh hasil yang
akurat, berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan praktikum:
1. Tahap Persiapan
11
a. Sarung tangan selalu digunakan sebagai perlengkapan dan tindakan
keselamatan diri.
b. Sistem peralatan uji konduksi dipastikan telah terinstalasi dengan baik
dan benar sesuai dengan skema instalasi peralatan konduksi.
c. Tegangan voltage regulator dipastikan pada nilai 0 volt dan set point
thermocontrol pada nilai 0°C.
d. Thermocouple dipastikan terpasang baik dengan mengecek nilai yang
ditujukan pada display digital thermocouple. Apabila nilai temperature
yang relevan tidak ditampilkan pada digital thermocouple,
pemasangan thermocouple dicek kembali pada spesimen atau kabel
penghantar antara thermocouple selector dan thermometer digital
diatur.
e. Thermocouple dipasang pada spesimen pada system peralatan uji
konduksi, ditutup, dan isolator dirapatkan. Kemudian pemasangan
heater dikencangkan dengan logam penghantar pada bagian atas
sistem peralatan uji konduksi.
f. Thermocouple referensi dipasang pada heater.
g. Pembacaan temperature pada digital thermocouple dicek kembali.
Apabila nilai temperature yang relevan tidak ditampilkan pada digital
thermocouple, diulangi mulai langkah pertama.
2. Tahap Pengambilan Data
a. Tegangan voltage regulator diatur pada nilai 220 volt.
b. Pompa dipastikan mensirkulasikan air pendinginan dengan baik.
c. Thermocontrol dinyalakan dengan menekan saklar tegangan
thermocontrol pada posisi ON.
d. Set point thermocontrol diatur pada nilai 100°C.
e. Data siap diambil dengan waktu tunggu minimum 10 menit setelah
prosedur 4. Data yang diambil terdapat pada lembar data praktikum
konduksi. Pengambilan data arus dapat dilihat pada amperemeter, data
tegangan dapat dilihat pada voltmeter, dan data temperature tiap titik
12
dapat dilihat pada digital thermometer dengan set point thermoselector
diatur.
f. Data tiap spesimen diambil dengan kenaikan set point thermocontrol
sebesar 25°C hingga set point thermocontrol mencapai nilai 150°C.
Waktu tunggu pengambilan data minimum 5 menit untuk tiap
kenaikan nilai set point thermocontrol.
g. Setelah data selesai diambil, set point thermocontrol diatur pada nilai
0°C dan thermocontrol dimatikan dengan menekan saklar tegangan
thermocontrol pada posisi OFF.
h. Prosedur persiapan dilakukan hingga pengambilan data untuk masing-
masing spesimen, mulai dari stainless steel, besi, kemudian
alumunium dan dengan waktu pendinginan minimum 5 menit.
Pendinginan system peralatan uji dilakukan dengan tetap
mensirkulasikan air pendinginan dan juga melepaskan spesimen yang
telah diambil data.
i. Setelah dilakukan pengambilan data untuk spesimen yang terakhir,
yakni alumunium, voltage regulator dimatikan dengan mengatur
tegangannya pada nilai 0 volt. Kemudian kabel supply dilepaskan
untuk pompa.
j. Sistem peralatan uji konduksi dikembalikan dan dirapikan pada
kondisi semula.
13
3.4. Flowchart Percobaan
14
Pompa Air Logam PenghantarThermocontrol Sarung TanganThermocouple SpesimenLogam perantara Elemen pemanasIsolator Penampung Air
Peralatan disusun seperti pada gambar instalasi dengan spesimen awal berupa
stainless steel (i=1)
Set point voltage regulator diatur pada nilai Vo = 220 volt
Pompa dipastikan mensirkulasikan air pendinginan dengan baik
Thermocontrol dinyalakan
Set point thermocontrol diatur pada temperatur To = 100 °C
T=To + 25
START
A
B
Ditunggu 5 menit
data diambil
C
Ditunggu 5 menit
15
No
Yes
No
T ≥ 150 °C
Arus (i), tegangan (v),
temperatur T1-T6(°C)
END
BA
i ≤ 3
i= io + 1
C
Yes
Set point thermocontrol diatur pada 0°C
Saklar thermocontrol diposisikan off
BAB 4ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan (Terlampir)4.2 Flowchart Perhitungan
16
T1 = Ttembaga D = diameterT2 = Ttembaga L = panjang T3 = Tspesimen V = VoltaseT4 = Tspesimen I = arusT5 = Ttembaga
T6 = Ttembaga
T avg=T1+T 2
2(K )
kteori didapat dari tabel A-1
STARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTARTSTART
Spesimen ( I ) : 1
Thermocouple = 100
A=14
π d2
q teori1=k . A . ∆TL
Rt tembaga1=L
k . A
ACB
17
T avg 2=T3+T 4
2
BA C
kteori didapat dari tabel A-1
A spesimen=14
π d2
q teori2=k . A . ∆TL
Rt spesimen=L
k . A
Qprakter spesimen = qteori 1
kpraktek = q . L
A ∆ T
T avg3=T5+T 6
2
kteori didapat dari tabel A-1
A=14
π d2
q teori3=k . A . ∆ TL
D F
Thermocouple = i + 25
E
i = i + 1
18
Taluminium = f(x)Tbesi = f(x)Tst. steel = f(x)k = f(x)
END
Thermocouple ≥ 150
NoYes
Rt tembaga=L
k . A
Rtotal = Rtembaga + Rspecimen + Rtembaga
U= 1Rtot A
ED
F
i ≥3
No
Yes
4.3 Contoh Perhitungan
4.3.1. Perhitungan Rt tembaga 1 ; Stainless Steel
Diketahui: T1= 353.1 K, T2= 352.1 K, D= 40 mm, L= 49 mm
Ditanya : Rtembaga? Ktembaga?
Jawab : Tavg=T 1−T 22
¿353.1+352.1
2=352.6 K
A=π4
d2=0.001256 m2
Nilai k didapatkan dengan interpolasi tabel A-1
352.6−300400−300
= k−401393−401
k=396.792W /mK
q=k A ∆ TL
¿396.792× 0.001256 × 10.049
¿10.16 W
Rtembaga=L
k . A= 0.059
396.792× 0.001256=0.118 K /W
4.3.2. Perhitungan Rt stainless steel
Diketahui : T1 = 316.1 K, T2 = 309.1 K,
D stainless steel = 40 mm, L stainless steel = 49 mm
Ditanya : Rt stainless steel 2 ? k stainless steel
Jawab : Tavg = T1−T2
2
= 316.1+309.1
2 = 312.6 K
A=π4
D2
= π4
0.042
19
= 0.001256 m2
Nilai k didapat dengan menggunakan interpolasi dari tabel A-1
312.6−300400−300
= k−14.916.6−14.9
k=15.11 W/mK
q=k A ∆ TL
¿15.11 70.049
×0.001256
= 2.7 W
Rt ,cond stainlesssteel=T1−T 2
qx= L
kA
¿ 0.04915.11 .0.001256
= 2.58 K/W
k praktikum didapatkan dari
k= q . LA . ∆T
¿ 2.7 .0,0490,001256 .7
= 15.04 W/m.K
4.3.3. Perhitungan Rt tembaga 2 ; Stainless Steel
Diketahui: T5= 301.6 K, T6= 301 K, D= 40 mm, L= 49 mm
Ditanya : Rtembaga? Ktembaga?
Jawab : T avg=T 5−T 6
2
¿301.6+301
2=301.3 K
A=π4
d2=0.001256 m2
Nilai k didapatkan dengan interpolasi tabel A-1
301.3−300400−300
= k−401393−401
20
k=400.896 W /mK
q=k A ∆ TL
¿400.896 × 0.001256 × 0.60.049
¿61.65 W
Rtembaga=L
k . A= 0.049
400.896 × 0.001256=0.0973 K /W
4.3.4. Perhitungan Rt tembaga 1 ; Besi
Diketahui: T1= 352.5 K, T2= 350.2 K, D= 40 mm, L= 49 mm
Ditanya : Rtembaga? Ktembaga?
Jawab : T avg=T 1−T 2
2
¿352.5+350.5
2=351.5 K
A=π4
d2=0.001256 m2
Nilai k didapatkan dengan interpolasi tabel A-1
351.5−300400−300
= k−401393−401
k=396.88 W /mK
q=k A ∆ TL
¿396.88 ×0.001256 × 20.049
¿20.35 W
Rtembaga=L
k . A= 0.049
396.88 ×0.001256=0.118 K /W
4.3.5. Perhitungan Rt Besi
Diketahui : T3 = 329.2 K, T4 = 322.5 K, Daluminium= 35.3 mm,
LAluminium= 49 mm
Ditanya : Rt besi ? kbesi?
21
Jawab : Tavg = T3−T 4
2
= 329.2+322.5
2 = 325.85 K
A=π4
D2
= π4
0.03532
= 0.000978 m2
Nilai k teori didapat dengan menggunakan interpolasi dari tabel A-1
325.85−300400−300
= k−80.269.5−80.2
k=¿ 77.43 W/mK
q=k A ∆ TL
¿77.43 ×0.000978 1.70.049
= 2.62 W
R stainleessteel=T 1−T2
qx= L
kA
¿ 0,04977.43× 0.000978
= 0.647 K/W
k praktikum didapatkan dari
k= q . LA . ∆T
¿ 2.62. 0,0490,000978 .1.7
= 77.21 W/m.K
4.3.6. Perhitungan Rt tembaga 2 ; Besi
Diketahui: T5= 302.6 K, T6= 300.9 K, D= 40 mm, L= 49 mm
Ditanya : Rtembaga? Ktembaga?
22
Jawab : Tavg=T 5−T 62
¿302.6+300.9
2=301.75 K
A=π4
d2=0.001256 m2
Nilai k didapatkan dengan interpolasi tabel A-1
301.75−300400−300
= k−401393−401
k=400.86 W /mK
q=k A ∆ TL
¿400.86 × 0.001256 × 1.70.049
¿17.46 W
Rtembaga=L
k . A= 0.049
400.86 × 0.001256=0.0973 K /W
4.3.7 Perhitungan Rt tembaga 1 ; Alumunium
Diketahui : T1= 328.1 K, T2= 327.4 K, D= 40 mm, L= 50 mm
Ditanya : Rt tembaga? Ktembaga?
Jawab : Tavg=T 1+T 22
¿328.1+327.4
2=327.75 K
A=π4
d2=0.001256 m2
Nilai k didapatkan dengan interpolasi tabel A-1
327.75−300400−300
= k−401393−401
k=398.78 W /mK
q=k A ∆ TL
¿398.78 ×0.001256 × 0.70.050
23
¿7.01W
Rtembaga=L
k . A= 0.050
395.22× 0.001256=0.1007 K /W
4.3.8 Perhitungan Rt Aluminium
Diketahui : T3 = 324 K, T4 = 306.2 K, Daluminium= 40 mm, LAluminium= 50
mm
Ditanya : Rt Aluminium ? kaluminium?
Jawab :
Tavg = T3−T 4
2
= 324+306,2
2 = 315,1 K
A=π4
D2
= π4
0.042
= 0.001256 m2
Nilai k teori didapat dengan menggunakan interpolasi dari tabel A-1
315.1−300400−300
= k−237240−237
k=¿ 237.453W/mK
q=k A ∆ TL
¿237.453 ×0.001256 17.80.05
= 106.17 W
Ralumunium=T1−T2
qx= L
kA
¿ 0,05237.453× 0.001256
= 0.167 K/W
k praktikum didapatkan dari
24
k= q . LA . ∆T
¿ 106.17 .0,050,001256 .17.8
= 237.44 W/m.K
4.3.9 Perhitungan Rt tembaga 2 ; Alumunium
Diketahui: T5= 300.2 K, T6= 299.6 K, D= 40 mm, L= 50 mm
Ditanya : Rtembaga? Ktembaga?
Jawab : Tavg=T 5−T 62
¿300.2+299.6
2=299.9 K
A=π4
d2=0.001256 m2
Nilai k didapatkan dengan interpolasi tabel A-1
299.9−200300−200
= k−413401−413
k=401.012 W /mK
q=k A ∆ TL
¿401.012 ×0.001256 × 0.60.05
¿6.044 W
Rtembaga=L
k . A= 0.05
401.012 ×0.001256=0.09927 K /W
4.3.10 Overall Heat Transfer Coefficient
U = 1Rtot . A
= 1¿¿
U = 0,2944
4.4 Analisa Grafik4.4.1 Pembahasan Grafik Temperatur vs Jarak pada Stainless Steel
25
1 2 3 4 5 6280290300310320330340350360370380
Grafik Temperatur vs Jarak pada Stainless Steel
Thermoset con-trol 100
Thermoset con-trol 125
Thermoset con-trol 150
Posisi
Tem
pera
tur
Gambar 4.1. Grafik Temperatur vs Jarak pada Stainless Steel
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada set point 100 V, trend
line dari grafik menurun dari titik satu hingga titik enam, begitu pula dengan set
point 125 V dan 150 V. Pada set point 100 V, 125 V, dan 150 V, masing-masing
titik tertinggi dicapai pada 353.1 K, 367 K, dan 375.5 K. Sedangkan temperatur
terendah untuk masing-masing set point secara berurutan yaitu 301 K, 301.4 K,
dan 302.5 K.
Berdasarkan grafik di atas, kurva temperatur pada set point 150 V berada
pada posisi paling atas, diikuti kurva temperatur pada set point 125 V. Sedangkan
pada posisi paling bawah yaitu kurva temperatur pada set point 100 V. Ini
menunjukkan bahwa nilai temperature yang dicapai pada set point 150 V untuk
tiap titik uji selalu paling tinggi, diikuti temperatur pada set point 125 V, dan
paling rendah yaitu pada set point 100 V.Hubungan L dan ∆T pada tiap set point
dengan kenaikan temperaturnya (ΔT) dapat dirumuskan dari perumusan berikut: q
= V.I dan q= kA ∆ TL . Dari persamaan di atas didapat perumusan : V . I= kA ∆ T
L .
Dari perumusan diatas diketahui bahwa semakin tinggi V maka kenaikan
temperatur juga akan semakin tinggi. Selain dipengaruhi oleh tegangan, tren
grafik diatas juga dipengaruhi oleh jarak antar titik uji yang ditunjukkan dengan
adanya penurunan garis kurva dari satu titik ke titik yang lainnya. Secara teoritis
hubungan antara set point ∆ T dan L dapat ditentukan dari perumusan berikut:
q= Ak ∆ TL . Berdasarkan perumusan di atas dapat diketahui bahwa semakin jauh
26
jarak antar titik uji (L) maka ΔT akan semakin besar. Berdasarkan persamaan
diatas maka untuk L yang semakin jauh maka trend grafik ΔT semakin landai.
Pada ketiga trend line dari tiap set point memiliki kurva yang paling curam pada
titik dua hingga tiga, yang artinya ∆T pada titik uji ini paling besar. Sedangkan
dari titik satu hingga dua dan titik uji ketitiga higga enam trend linenya terlihat
landai. Berdasarkan teori trend grafik yang seharusnya semakin curam pada L
yang semakin besar namun pada grafik di atas landai hal ini dapat terjadi akibat
perbedaan nilai konduktivitas yang berbeda. Perbedaan nilai tersebut merupakan
perbedaan dari jenis konduktor yang dipakai pada titik tiga dan empat yaitu
konduktivitas dari stainless steel dan pada titik lima dan enam merupakan
konduktivitas dari tembaga dua.
Pada grafik diatas terjadi sedikit penyimpangan pada titik dua ke titik tiga
dan titik tiga ke titik empat. Penyimpangan atau kesalahan diatas dapat terjadi
kemungkinan karena terdapat adanya kesalahan dalam instalasi peralatan,
pembacaan data, atau pun kesalahan dalam waktu tunggu pada saat sebelum
pembacaan data.
4.4.2 Pembahasan Grafik Temperatur vs Jarak pada Besi
1 2 3 4 5 6280290300310320330340350360370380
Grafik Temperatur vs Jarak pada Besi
Thermoset con-trol 100
Thermoset con-trol 125
Thermoset con-trol 150
Posisi
Tem
pera
tur
Gambar 4.2. Grafik Temperatur vs Jarak pada Besi
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada set point 100 V, trend
line dari grafik menurun dari titik satu hingga titik enam, begitu pula dengan set
point 125 V dan 150 V. Pada set point 100 V, 125 V, dan 150 V, masing-masing
27
titik tertinggi dicapai pada 352.5 K, 360.7 K, dan 373.5 K. Sedangkan temperatur
terendah untuk masing-masing set point dengan urutan yang sama yaitu 300.9 K,
302.5 K, dan 303 K.
Berdasarkan grafik di atas, kurva temperatur pada set point 150 V berada
pada posisi paling atas, diikuti kurva temperatur pada set point 125 V. Sedangkan
pada posisi paling bawah yaitu kurva temperatur pada set point 100 V. Ini
menunjukkan bahwa nilai temperatur yang dicapai pada set point 150 V untuk tiap
titik uji selalu paling tinggi. Hanya saja pada posisi titik uji tiga pada set point 125
V, temperatur yag dicapai lebih tinggi daripada set point 150 V pada titik uji yang
sama. Sehingga ketiga tren grafik terlihat tidak konstan. Sedangkan temperatur
yang dicapai pada set point 100 V, selalu bernilai paling rendah. Hubungan L dan
∆T pada tiap set point dengan kenaikan temperaturnya (ΔT) dapat dirumuskan
dari perumusan berikut: q = V.I dan q= Ak ∆ TL . Dari persamaan di atas didapat
perumusan: V . I= kA ∆ TL . Dari perumusan diatas diketahui bahwa semakin tinggi
V maka kenaikan temperatur juga akan semakin tinggi. Selain dipengaruhi oleh
tegangan, tren grafik diatas juga dipengaruhi oleh jarak antar titik uji yang
ditunjukkan dengan adanya penurunan garis kurva dari satu titik ke titik yang
lainnya. Secara teoritis hubungan antara set point ∆ T dan L dapat ditentukan dari
perumusan berikut: q= Ak ∆ TL . Berdasarkan perumusan di atas dapat diketahui
bahwa semakin jauh jarak antar titik uji (L) maka ΔT akan semakin besar.
Berdasarkan persamaan diatas maka untuk L yang semakin jauh maka trend grafik
ΔT semakin landai. Pada set point 100 V dan 150 V, trend line dari tiap set point
memiliki kurva yang paling curam pada titik dua hingga tiga, yang artinya ∆T
pada titik uji ini paling besar. Sedangkan dari titik satu hingga dua dan titik uji
ketiga hingga enam trend linenya terlihat landai. Sementara itu, pada set point 125
V, garis kurva paling curam terjadi pada titik uji ketiga menuju ke titik uji empat.
Berdasarkan teori trend grafik yang seharusnya semakin curam pada L yang
semakin besar namun pada grafik di atas landai hal ini dapat terjadi akibat
perbedaan nilai konduktivitas yang berbeda. Perbedaan nilai tersebut merupakan
28
perbedaan dari jenis konduktor yang dipakai pada titik tiga dan empat yaitu
konduktivitas dari stainless steel dan pada titik lima dan enam merupakan
konduktivitas dari tembaga dua.
Pada grafik diatas terjadi sedikit penyimpangan pada titik dua ke titik tiga
dan titik tiga ke titik empat. Penyimpangan atau kesalahan diatas dapat terjadi
kemungkinan karena terdapat adanya kesalahan dalam instalasi peralatan,
pembacaan data, atau pun kesalahan dalam waktu tunggu pada saat sebelum
pembacaan data.
4.4.3 Pembahasan Grafik Temperatur vs Jarak pada Alumunium
1 2 3 4 5 6280290300310320330340350360370380
Grafik Temperatur vs Jarak pada Alumunium
Thermoset con-trol 100
Thermoset con-trol 125
Thermoset con-trol 150
Posisi
Tem
pera
tur
Gambar 4.3. Grafik Temperatur vs Jarak pada Alumunium
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada set point 100 V, trend
line dari grafik menurun dari titik satu hingga titik enam, begitu pula dengan set
point 125 V dan 150 V. Pada set point 100 V, 125 V, dan 150 V, masing-masing
titik tertinggi dicapai pada 328.1 K, 345.8 K, dan 362.5 K. Sedangkan temperatur
terendah untuk masing-masing set point dengan urutan yang sama yaitu 299.6 K,
300.6 K, dan 302 K.
Berdasarkan grafik di atas, kurva temperatur pada set point 150 V berada
pada posisi paling atas, diikuti kurva temperatur pada set point 125 V. Sedangkan
pada posisi paling bawah yaitu kurva temperatur pada set point 100 V. Ini
menunjukkan bahwa nilai temperature yang dicapai pada set point 150 V untuk
tiap titik uji selalu paling tinggi, diikuti temperatur pada set point 125 V, dan
29
paling rendah yaitu pada set point 100 V. Hubungan L dan ∆T pada tiap set point
dengan kenaikan temperaturnya (ΔT) dapat dirumuskan dari perumusan berikut: q
= V.I dan q= kA ∆ TL . Dari persamaan di atas didapat perumusan : V . I= kA ∆ T
L .
Dari perumusan diatas diketahui bahwa semakin tinggi V maka kenaikan
temperatur juga akan semakin tinggi. Selain dipengaruhi oleh tegangan, tren
grafik diatas juga dipengaruhi oleh jarak antar titik uji yang ditunjukkan dengan
adanya penurunan garis kurva dari satu titik ke titik yang lainnya. Secara teoritis
hubungan antara set point ∆ T dan L dapat ditentukan dari perumusan berikut:
q= Ak ∆ TL . Berdasarkan perumusan di atas dapat diketahui bahwa semakin jauh
jarak antar titik uji (L) maka ΔT akan semakin besar. Berdasarkan persamaan
diatas maka untuk L yang semakin jauh maka trend grafik ΔT semakin landai.
Pada ketiga trend line dari tiap set point memiliki kurva yang paling curam pada
titik tiga menuju empat, yang artinya ∆T pada titik uji ini paling besar. Sedangkan
dari titik satu hingga tiga dan titik uji empat hingga enam trend linenya terlihat
landai. Berdasarkan teori trend grafik yang seharusnya semakin curam pada L
yang semakin besar namun pada grafik di atas landai hal ini dapat terjadi akibat
perbedaan nilai konduktivitas yang berbeda. Perbedaan nilai tersebut merupakan
perbedaan dari jenis konduktor yang dipakai pada titik tiga dan empat yaitu
konduktivitas dari stainless steel dan pada titik lima dan enam merupakan
konduktivitas dari tembaga dua.
Pada grafik diatas terjadi sedikit penyimpangan pada titik dua ke titik tiga
dan titik tiga ke titik empat. Penyimpangan atau kesalahan diatas dapat terjadi
kemungkinan karena terdapat adanya kesalahan dalam instalasi peralatan,
pembacaan data, atau pun kesalahan dalam waktu tunggu pada saat sebelum
pembacaan data.
30
4.4.4 Pembahasan Grafik k fungsi Tavg tiap Spesimen
320 330 340 350 360 370 38010
5010
10010
15010
20010
25010Grafik K vs Temperatur rata - rata
K teoritis stainless steel
Kteoritis besi
K teoritis Aluminium
K praktek Stainless steel
K praktek besi
Kpraktek aluminium
Temperatur rata - rata
Nila
i k
Gambar 4.4 Grafik k vs Tavg
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan kteori dengan kpraktek
Berdasarkan grafik perbandingan nilai konduktivitas dengan temperatur
rata-rata di atas, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan nilai kpraktek memiliki nilai
lebih tinggi dibandingkan dengan kteori. kteori Aluminium memiliki nilai
konduktivitas terbesar sedangkan Kteori Stainless steel memiliki nilai terkecil
dibandingkan dengan Kteori spesimen lainnya. Nilai Kpraktek terbesar dimiliki
oleh Alumunium sedangkan Kpraktek terkecil dimiliki oleh Stainless steel.
Namun terdapat penyimpangan nilai konduktivitas praktek pada Alumunium yaitu
pada saat set point thermocontrol sebesar 150 C.
Pengaruh temperatur pada konduktifitas termal pada benda padat yang ada
pada dasar teori di Bab II, dapat dilihat nilai konduktivitas pada suatu material.
Didapatkan bahwa nilai konduktivitas material alumunium, besi ,dan stainless
steel yang memiliki nilai K tertinggi adalah Aluminium dan yang paling rendah
adalah stainless steel.
Berdasarkan grafik diatas, nilai Kteori dan Kpraktek stainless steel sudah
sesuai, begitu juga dengan nilai Kteori dan Kpraktek besi, namun nilai Kteori dan
Kpraktek dari alumunium tidak sesuai karena terjadi penyimpangan trend line
Kpraktek Alumunium pada saat set point thermocontrol sebesar 150°C. Hal ini,
disebabkan oleh kesalahan praktikan pada saat melakukan percobaan. Kesalahan
31
tersebut dapat disebabkan oleh waktu tunggu yang tidak sesuai dengan yang
seharusnya, misalnya lebih ataupun kurang dari lima menit. Sehingga,
temperature yang muncul lalu dibaca oleh praktikan bukanlah temperature yang
seharusnya. Selain itu, dapat disebabkan juga oleh usia spesimen yang sudah
digunakan sejak lama, sehingga dapat terjadi perubahan nilai konduktivitas pada
material tersebut.
32
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KesimpulanKesimpulan yang didapat dalam percobaan ini adalah:
1. Pengaruh jarak terhadap temperatur yaitu semakin jauh jarak atau
semakin besar nilai L, maka semakin rendah nilai temperaturnya.
2. Nilai temperatur terhadap k termal berdasarkan data yang didapat semakin
besar T semakin kecil nilai konduktivitas termal materialnya.
3. Selisih nilai kteori dengan nilai kpraktikum untuk spesimen ketiga spesien tidak
terlalu berbeda jauh. Selisih terbesar antara nilai kteori dengan kpraktikum
adalah pada spesimen besi, yaitu pada saat set point 100.
4. Nilai U (overall heat transfer coefficient) tertinggi terjadi pada spesimen
alumunium pada set point 100 dengan nilai 2170.9, dan nilai U terkecil
terjadi pada spesimen stainless steel pada set point 100 dengan nilai
286.7. Nilai k tertinggi terjadi pada spesimen alumunium pada set point
150 dengan nilai 238.1 W/m.K, dan nilai k terkecil terjadi pada stainless
steel pada 15.37 W/m.K.
5.2 SaranSetelah melakukan praktikum perpindahan panas secara konduksi terdapat
beberapa saran dari kelompok kami, yaitu sebagai berikut:
1. Sebaiknya peralatan praktikum diperbarui agar hasil percobaan yang
didapat semakin akurat.
2. Sebaiknya jumlah thermocontrol ditambah agar dapat melangsungkan
praktikum konduksi dan konveksi sekaligus, sehingga waktu praktikum
mennjadi lebih singkat.
3. Sebaiknya peralatan keamanan (sarung tangan) diperbarui untuk
meningkatkan keamanan bagi praktikan.
33