BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase
awal perkembangan janin. Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8–10 bayi dari
1000 kelahiran hidup dan 30 % diantaranya telah memberikan gejala pada
minggu-minggu pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak
ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan pertama
kehidupan. Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa
bayi bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang
banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa
jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi. Kelainan
jantung bawaan ada yang sianotik maupun asianotik. Penyakit jantung bawaan
(PJB) asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir
yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga
terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan
alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat
jantung. Salah satu yang termasuk Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik
yakni ventrikel septal defect (VSD).
Ventricular Septal Defect merupakan kelainan jantung bawaan
nonsianotik yang paling sering ditemukan. Ventrikel Septal Defect adalah
kelainan jantung bawaan berupa lubang pada septum interventrikuler. Lubang
tersebut dapat hanya satu atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fusi septum
interventrikuler semasa janin dalam kandungan. Kebocoran ini terjadi karena
kelambatan dalam pertumbuhannya. Berdasarkan lokasi defek, VSD terbagi atas
empat tipe yaitu defek subpulmonal, membranous, atrioventrikular, dan defek
muscular. Sedangkan berdasarkan ukuran defek, VSD terbagi atas tiga yaitu VSD
kecil, sedang, dan besar. VSD merupakan penyakit jantung bawaan yang paling
sering ditemukan yaitu sekitar 30-60% pada bayi baru lahir dengan penyakit
jantung bawaan. Pada sebagian besar kasus penyebabnya tidak diketahui. Pada
1
sebagian kasus, diagnosis kelainan ini ditegakkan setelah melewati masa
neonatus, karena pada minggu-minggu pertama kehidupan belum terdengar bising
yang bermakna karena resistensi vascular paru masih tinggi dan akan menurun
setelah 8-10 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisis, elektrokardiografi, dan pemeriksaan radiologi seperti foto rontgen dada,
ekokardiografi, dan angiografi jantung.
2
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Sdr. H
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP
Status : Belum Menikah
Alamat : Sempolan Onjur Kecamatan Silo
Tanggal MRS : 30 November 2011
Tanggal KRS : 06 Desember 2011
No. Rekam Medik : 36.14.88
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan terhadap pasien pada tanggal 30 November 2011 di
bangsal ruang RIP RSD dr. Soebandi Jember.
1. RIWAYAT PENYAKIT
a. Keluhan Utama : Sesak Nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 2 minggu yang lalu. Sesak
dirasakan saat aktivitas dan ketika istirahat. Jika tidur, pasien memakai 2
bantal untuk mengurangi sesaknya. Pasien juga mengeluh batuk sejak 2
minggu yang lalu. Batuk berdahak berwarna putih kadang disertai darah.
Pasien merasakan bengkak pada kakinya. Pada daerah bengkak tidak
terasa gatal, tidak panas, dan tidak nyeri. Saat bengkak muncul pasien
tidak demam, dan tidak sesak. Pasien juga tidak mengeluh mencret, tidak
merasa sakit perut, tidak batuk, ataupun pilek. Nafsu makan pasien tidak
berkurang. Frekuensi kencing pasien tetap sekitar tiga kali sehari dengan
3
jumlah masing-masing ± ½ gelas aqua. Warna air kencing kuning jernih,
tidak berbusa dan tidak berbau.
Enam hari SMRS pasien mengeluh bengkak pada kakinya
semakian membesar. Pasien juga mengeluh sesak, terutama saat aktivitas
atau berjalan-jalan ± 3 meter, pasien merasa ngongsong, sesak berkurang
bila tidur dengan dua bantal. Semakin lama pasien mengeluhkan sesaknya
timbul walaupun tanpa aktifitas dan kadang membuat pasien terbangun
pada malam hari. Pasien juga mengeluhkan batuk, batuk berdahak, kadang
disertai darah. Frekuensi kencing pasien tetap sekitar tiga kali sehari
dengan jumlah masing-masing ± ½ gelas aqua.
Pagi hari sebelum MRS, setelah pasien bangun tidur, bengkak
nampak pada kedua kaki semakin besar hingga pasien agak sulit berjalan.
Karena semakin bertambah parah, oleh pasien dibawa ke PKM setempat
dan dirujuk ke RSD dr. Soebandi Jember.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita bengkak pada kedua kaki seperti
ini sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan
atau riwayat digigit binatang. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
asma. Pada waktu SD, jika berlari, pasien langsung merasakan sesak.
d. Riwayat Pengobatan
Pasien berobat ke Puskesmas dan dirujuk ke RSD dr Soebandi
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah menderita sakit seperti ini.
f. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Pasien adalah seorang pelajar SLTP. Sehari-hari pasien berdiam diri di
rumah karena keterbatasan aktifitas yang mebuatnya sesak. Pendapatan
keluarga pasien cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rumah
pasien berukuran kira-kira 10x10 meter, terdiri dari dua kamar tidur, ruang
4
tamu dan dapur, berlantai ubin, bertembok batu bata. Setiap ruangan
dirumah pasien memiliki jendela sehingga sinar matahari dapat masuk ke
setiap ruangan di rumah tersebut. Pasien dan keluarganya menggunakan
air PDAM untuk memenuhi kebutuhan mandi, cuci serta sebagai air untuk
dikonsumsi. Air minum sehari-hari yang berasal dari PDAM selalu
dimasak hingga mendidih sebelum dikonsumsi.
Kesan : keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan cukup.
g. Riwayat Gizi
Pasien makan 2-3 kali dalam sehari. Menu yang sering dikonsumsi
berupa nasi, lauk pauk (tahu dan tempe) dan sayur. Selama sakit 1 minggu
SMRS, nafsu makan menurun, sehari makan 3 kali dan setiap kali makan
hanya sekitar 2-3 sendok.
Kesan : kebutuhan gizi kurang.
2. ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem Serebrospinal : tidak ada penurunan kesadaran, tidak
demam dan tidak kejang.
b. Sistem Kardiovaskular : tidak ada keluhan
c. Sistem Pernafasan : batuk, sesak, tidak pilek
d. Sistem Gastrointestinal : mual, nafsu makan turun
e. Sistem Urogenital : kencing lancar, warna kuning jernih, tidak
nyeri saat BAK
f. Sistem Intengumentum : bengkak di kedua kaki
g. Sistem Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Kesan : Pada anamnesis sistem ditemukan bengkak di kedua kaki, mual,
nafsu makan turun, batuk dan sesak
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : lemah
2. Kesadaran : komposmentis (GCS = 4-5-6)
5
3. Tanda vital : TD : 100/60 mmHg
N : 80 x/mnt
RR : 40 x/mnt
Tax : 36,40C
4. Status Gizi : cukup
5. Kulit : Turgor kulit normal, elastisitas baik, tidak
ada ruam
6. Kelenjar Limfe : Limfonodi leher, aksila, dan inguinal tidak
membesar.
7. Otot : Dalam batas normal, atrofi (-), spastik (-)
8. Tulang : Tidak ada deformitas, krepitasi ataupun false
movement pada tulang tubuh.
Kesimpulan : Didapatkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran Compos
Mentis
b. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Bentuk : bulat, simetris
Rambut : pendek, warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, tidak
terdapat edema palpebra pada kedua mata, mata
tidak cowong, Hematom peripalpebra -/-. Reflek
cahaya +/+
Hidung : tidak ada sekret, tidak bau, tidak perdarahan
pernafasan cuping hidung (-)
Telinga : tidak ada sekret, tidak bau, tidak perdarahan
Mulut : sianosis
Lidah : tidak kotor, tidak hiperemi
Kesan : terdapat anemis, dan sianosis
6
2. Leher
Inspeksi : simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher
Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB leher
Kaku kuduk : tidak ada
JVP : tidak meningkat
Kesan : tidak didapatkan kelainan pada leher
3. Dada
- Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba
Perkusi : Batas kanan : redup pada ICS IV PSL D
Batas Kiri : redup pada ICS V MCL S
Auskultasi : S1 tunggal, S2 splitting, irreguler, terdapat
gallop S3, murmur sistolik
Kesan : didapatkan kelainan pada jantung
- Paru
Aspectus Ventralis Aspectus Dorsalis
I Bentuk dada normal, simetris
Retraksi –supraklavikularis -/-
-intercosta -/-
- subcosta -/-
Gerak nafas tertinggal (-)
Simetris, Ketinggalan gerak (-)
P Nyeri tekan (-)
Fremitus raba
N
N
N
N
N
N
Nyeri tekan (-)
Fremitus raba
N
N
N
N
N
N
N
N
P Sonor
S S
Sonor
S S
7
S
S
S S
S
S
S
S S
S
S
S
S S
S S
S
S
S S
S S
A Suara Dasar
V
V
V
V V
V
V
V
V
V V
V
Rhonki
-
-
-
- -
-
-
-
-
- -
-
Wheezing
-
-
-
- -
-
-
-
-
- -
-
Suara Dasar
V
V
V
V V
V V
V
V
V
V V
V V
Rhonki
-
-
-
- -
- -
-
-
-
- -
- -
Wheezing
-
-
-
- -
- -
-
-
-
- -
- -
Kesan : tidak didapatkan kelainan pada paru
4. Abdomen
Inspeksi : flat, massa (-), lesi (-)
8
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri
tekan, soepel, turgor kulit normal
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+) 12x/menit
5. Anogenital : anus (+), genital laki-laki
6. Ekstremitas : Superior : akral hangat +/+, edema -/-
Clubing finger pada jari tangan
Inferior : akrar hangat +/+, edema +/+
Kesan : Pemeriksaan khusus didapatkan, Clubing finger pada jari
tangan, dan edema pada kedua ekstremitas bawah
Status Psikiatri Singkat
1. Emosi dan afek : adekuat
2. Proses berpikir :
Bentuk : realistik
Arus : koheren
Isi : waham tidak ada
3. Kecerdasan : dbn
4. Kemauan : dbn
5. Psikomotor : dbn
6. Ingatan : dbn
Kesan: Status psikiatri dalam batas normal
c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium pada tanggal 02 November 2011
JENIS
PEMERIKSAAN
HASIL PEMERIKSAAN
02/11/2011 Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hemaglobin 15,5 13.4-17.7 g/dl
Laju Endap
Darah
1/2 0-15 mm/jam
9
Lekosit 6,1 4.3-10.3x109L
Hitung Jenis -/-/-/72/22/6 0-4/0-1/3-5/
54/62/25-33/3-5
Hematokrit 49,1 38-42%
Trombosit 233 150-450 x 109/L
FAAL HATI
SGOT 26 10-35 U/L
SGPT 29 9-43 U/L
Albumin 2,9 3.4-4.8 gr/Dl
FAAL GINJAL
Kreatinin Serum 0,9 0,6-1.3 mg/dL
BUN 17 6-20 mg/dL
Urea 37 10-50 mg/dL
Asam Urat 8,7 3.4-7 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 130,7 135-155 mmol/L
Kalium 4,20 3.5-5.0 mmol/L
Chlorida 101,0 90-110 mmol/L
Kalsium 2,00 2,15-2,57 mmol/L
Magnesium 0,94 0,77-1,03 mmol/L
LEMAK
Trigliserida 35 < 150 mg/dL
Kolesterol Total 64 < 220 mg/dL
Kolesterol HDL 12 Low < 40; High > 60 mg/dL
Kolesterol LDL 44 < 100 mg/dL
10
Kesan : Pada pemeriksaan faal hati ditemukan hipoalbumin. Pada
EKG
11
ECHOCARDIOGRAPHY
12
RESUME
Seorang pasien laki-laki berusia 15 tahun datang ke RSD dr. Soebandi
Jember dengan keluhan utama sesak nafas. Sesak dirasakan kurang lebih sejak 2
minggu yang lalu. Sesak dirasakan pada saat melakukan aktivitas dan ketika
berisirahat
Pasien merasakan sesak terutama saat aktivitas atau berjalan-jalan ± 3
meter, pasien merasa ngongsong, sesak berkurang bila tidur dengan dua bantal.
Semakin lama pasien mengeluhkan sesaknya timbul walaupun tanpa aktifitas dan
kadang membuat pasien terbangun pada malam hari. Pasien sudah tidak
melakukan pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Pasien juga mengeluhkan batuk,
batuk tidak berdahak, tidak ada darah.
Dari anamnesis sistem ditemukan bengkak di kedua kaki, nafsu
makan turun, mual, batuk dan sesak.
13
Pada pemeriksaan umum didapatkan keadaan umum pasien cukup,
kesadaran komposmentis, TD: 100/60 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 40 x/menit,
suhu : 36,4⁰C.
Pemeriksaan khusus didapatkan, edema kedua ekstremitas bawah
Pada pemeriksaan faal hati ditemukan hipoalbumin. Pada pemeriksaan
faal ginjal ditemukan asam urat yang meningkat. Pada pemeriksaan elektrolit
ditemukan hiponatremia, dan hipokalsemia.
IV. DIAGNOSA
VSD Perimembranosus Besar dengan Sindrom Eisenmenger
V. PENATALAKSANAAN
1. Nonmedikamentosa
- Bedrest
2. Medikamentosa
- O2 Nasal
- Inf. PZ 7 tpm
- Inj. Furosemid 1 - 0 - 0
- Peroral : digoxin 1 - 0 - 0
- Bisoprolol 5 mg 0 – 0 - ¼
- Dorner 3x1
- Aspilet 3x1
- Iretensa 150 mg ½ - 0 - ½
VI. PROGNOSIS
Dubia ad malam
14
PEMERIKSAAN HARI KE-1 ( 30 NOVEMBER 2011)
S Sesak
O KU : Lemah Kesadaran : CMV/S: Tek. darah: Nadi : RR : Suhu :
100/60 mmHg80 x/menit40 x/menit36,00C
Kepala leher a/i/c/d = -/-/+/+Cor I IC tampak
P IC teraba
P RedupA S1 S2 tunggal (e/g/m : -/+/+)
Pulmo I Simetris, retraksi (+)P FR +/+ P Sonor +/+A Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abdomen I Flat
15
A BU (+) normalP TimpaniP Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat Oedem + + - - + + + +
A Obs. Dypsneu
P O2 Nasal
Inj. Furosemide 1 - 0 - 0
Digoxin 1 - 0 - 0
Captoril 12,5 mg 2x1
Cek DL
PEMERIKSAAN HARI KE-2 ( 1 DESEMBER 2011 )
S Sesak
O KU : Lemah Kesadaran : CMV/S: Tek. darah: Nadi : RR : Suhu :
100/60 mmHg82 x/menit36 x/menit36,60C
Kepala leher a/i/c/d = -/-/+/+Cor I IC tampak
P IC teraba
P RedupA S1 S2 tunggal (e/g/m : -/+/+)
Pulmo I Simetris, retraksi (+)P FR +/+ P Sonor +/+A Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abdomen I Flat
16
A BU (+) normalP TimpaniP Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat Oedem + + - - + + + +
A VSD + Sindrom Eisenmenger
P O2 Nasal
Inj. Furosemide 1 - 0 - 0
Digoxin 1 - 0 - 0
Captopril 12,5 mg 2x1
Bisoprolol 5 mg 0 – 0 – ¼
Dornet 2x1
PEMERIKSAAN HARI KE-3 ( 2 DESEMBER 2011 )
S Batuk
O KU : Lemah Kesadaran : CMV/S: Tek. darah: Nadi : RR : Suhu :
100/60 mmHg68 x/menit36 x/menit36,70C
Kepala leher a/i/c/d = -/-/+/+Cor I IC tampak
P IC teraba
P RedupA S1 S2 tunggal (e/g/m : -/+/+)
Pulmo I Simetris, retraksi (+)P FR +/+ P Sonor +/+A Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abdomen I Flat
17
A BU (+) normalP TimpaniP Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat Oedem + + - - + + + +
A VSD + Sindrom Eisenmenger
P O2 Nasal
Inj. Furosemide 1 - 0 - 0
Digoxin 1 - 0 - 0
Captopril 12,5 mg 2x1
Bisoprolol 5 mg 0 – 0 – ¼
Dornet 2x1
Aspilet 1x1
PEMERIKSAAN HARI KE-4 ( 3 DESEMBER 2011 )
S Batuk
O KU : Lemah Kesadaran : CMV/S: Tek. darah: Nadi : RR : Suhu :
140/120 mmHg76 x/menit36 x/menit35,10C
Kepala leher a/i/c/d = -/-/+/+Cor I IC tampak
P IC teraba
P RedupA S1 S2 tunggal (e/g/m : -/+/+)
Pulmo I Simetris, retraksi (+)P FR +/+ P Sonor +/+A Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abdomen I FlatA BU (+) normal
18
P TimpaniP Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat Oedem + + - - + + + +
A VSD + Sindrom Eisenmenger
P O2 Nasal
Inj. Furosemide 1 - 0 - 0
Digoxin 1 - 0 - 0
Bisoprolol 5 mg 0 – 0 – ¼
Dornet 2x1
Aspilet 1x1
Iritensa 150 mg ½ - 0 – ½
PEMERIKSAAN HARI KE-5 ( 4 DESEMBER 2011 )
S Batuk
O KU : Lemah Kesadaran : CMV/S: Tek. darah: Nadi : RR : Suhu :
80/70 mmHg88 x/menit36 x/menit35,40C
Kepala leher a/i/c/d = -/-/+/+Cor I IC tampak
P IC teraba
P RedupA S1 S2 tunggal (e/g/m : -/+/+)
Pulmo I Simetris, retraksi (+)P FR +/+ P Sonor +/+A Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abdomen I FlatA BU (+) normalP Timpani
19
P Soepel, nyeri tekan (-)Ekstremitas Akral hangat Oedem
+ + - - + + + +
A VSD + Sindrom Eisenmenger
P O2 Nasal
Inj. Furosemide 1 - 0 - 0
Digoxin 1 - 0 - 0
Bisoprolol 5 mg 0 – 0 – ¼
Dornet 2x1
Aspilet 1x1
Iritensa 150 mg ½ - 0 – ½
PEMERIKSAAN HARI KE-6 ( 5 DESEMBER 2011 )
S Sesak, Batuk
O KU : Lemah Kesadaran : CMV/S: Tek. darah: Nadi : RR : Suhu :
80/70 mmHg88 x/menit36 x/menit35,40C
Kepala leher a/i/c/d = -/-/+/+Cor I IC tampak
P IC teraba
P RedupA S1 S2 tunggal (e/g/m : -/+/+)
Pulmo I Simetris, retraksi (+)P FR +/+ P Sonor +/+A Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abdomen I FlatA BU (+) normalP TimpaniP Soepel, nyeri tekan (-)
20
Ekstremitas Akral hangat Oedem + + - - + + + +
A VSD + Sindrom Eisenmenger
P O2 Nasal
Inf. PZ 7 tpm
Inj. Furosemide 1 - 0 - 0
Digoxin 1 - 0 - 0
Bisoprolol 5 mg 0 – 0 – ¼
Dornet 2x1
Aspilet 1x1
Iritensa 150 mg ½ - 0 – ½
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA VSD dengan SINDROM EISENMENGER
DEFINISI
Ventricular Septal Defect merupakan kelainan jantung bawaan nonsianotik
yang paling sering ditemukan. Ventrikel Septal Defek adalah kelainan jantung
bawaan berupa lubang pada septum interventrikuler. Lubang tersebut dapat hanya
satu atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fusi septum interventrikuler semasa
janin dalam kandungan. Kebocoran ini terjadi karena kelambatan dalam
pertumbuhannya.
Berdasarkan lokasi defek, VSD terbagi atas empat tipe yaitu defek
subpulmonal, membranous, atrioventrikular, dan defek muscular. Sedangkan
berdasarkan ukuran defek, VSD terbagi atas tiga yaitu VSD kecil, sedang, dan
besar.
VSD merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan
yaitu sekitar 30-60% pada bayi baru lahir dengan penyakit jantung bawaan. Pada
21
sebagian besar kasus penyebabnya tidak diketahui. Pada sebagian kasus, diagnosis
kelainan ini ditegakkan setelah melewati masa neonatus, karena pada minggu-
minggu pertama kehidupan belum terdengar bising yang bermakna karena
resistensi vascular paru masih tinggi dan akan menurun setelah 8-10 minggu.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis,
elektrokardiografi, dan pemeriksaan radiologi seperti foto rontgen dada,
ekokardiografi, dan angiografi jantung.
ETIOLOGI
Pada sebagian besar kasus Penyakit Jantung Bawaan (PJB), penyebabnya
tidak diketahui. Lebih dari 90% kasus penyebabnya adalah multifaktorial. Faktor
yang berpengaruh, diantaranya adalah: Faktor eksogen, seperti ibu dengan DM,
fenilketonuria, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan (maternal
faktor). Faktor endogen, seperti riwayat keluarga dengan penyakit jantung (faktor
genetik).
Terjadinya penyakit jantung bawaan masih belum jelas namun dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Adanya faktor endogen/genetik dimana terdapat
kecenderungan timbulnya
beberapa penyakit jantung
bawaan dalam satu
keluarga. Serta faktor
eksogen dimana faktor-
faktor tersebut
diantaranya adalah infeksi
rubella, paparan sinar
22
rontgen/radiasi, trauma fisis dan psikis, serta minum jamu atau pil KB.
Diperkirakan bahwa lebih dari 90% kasus penyebabnya adalah multifaktorial,
yakni gabungan antara kerentanan individual (yang sifatnya endogen akan tetapi
belum dapat dijelaskan) dengan faktor eksogen. VSD bisa ditemukan bersamaan
dengan kelainan jantung lainnya. Antara lain etiologi VSD:
1. Keturunan
Saat ini, sebuah etiologi multifaktorial berdasarkan hubungan antara
predisposisi keturunan dan pengaruh lingkungan diduga dapat
menyebabkan defek
2. Faktor ibu
diabetes: ibu yang diabetes telah lama dikenal sebagai faktor risiko
malformasi kardiovaskular kongenital (CCVMs).
fenilketonuria: Risiko CCVMs tetap tinggi pada bayi dengan ibu
yangmempunyai kadar fenilalanin tinggi tidak terkontrol.
alkohol dan fetal alcohol syndrome: Tidak ada data studi populasi untuk
memastikan adanya hubungan konsumsi alkohol dapat menimbulkan
risiko gangguan perkembangan sistem kardiovaskular. Para peneliti dari
Baltimore-Washington Bayi Study (BWIS) melaporkan bahwa ibu yang
mengkonsumsi alkohol dikaitkan dengan defect septum ventrikel.
faktor risiko genetik (agregasi familial kelainan jantung dan noncardiac)
- dalam kumpulan data BWIS, faktor risiko genetik didefinisikan
sebagai preoccurrence dari cacat jantung bawaan dalam keluarga.
- riwayat keluarga dengan penyakit jantung bawaan atau noncardiac
baik orang tua atau saudara sebelumnya merupakan faktor risiko
utama.
- Insiden VSD pada saudara kandung dengan kelainan yang sama
adalah sekitar 3 kali dari populasi umum.
- VSD telah dilaporkan pada kembar identik.
- Familial penyakit jantung bawaan sering dihubungkan dengan fenotip
dan mekanisme perkembangan. Kasus VSD, transposisi
23
preoccurrence, tetralogi Fallot (FPT), dan arteriosus truncus ditemui
lebih tinggi dari yang diharapkan
EPIDEMIOLOGI
Ventricular Septal Defect (VSD) adalah penyakit jantung bawaan yang
paling umum terjadi, yaitu ditemukan pada 30-60% pada bayi baru lahir dengan
penyakit jantung bawaan atau sekitar 2 sampai 6 dari 1000 kelahiran. Sebagian
besar VSD menutup secara spontan. Sebuah studi mengatakan bahwa 2 sampai 5
dari 100 kelahiran bayi dengan VSD, 80-90% kasus akan menutup secara spontan
tidak lama setelah kelahiran.
Tidak dapat disimpulkan mengenai adanya perbedaan ras terhadap
distribusi kejadian VSD, namun VSD lebih umum terjadi pada populasi Asia, 5%
dari angka kecacatan di USA, dan 30% dilaporkan di Jepang. VSD sedikit lebih
sering terjadi pada perempuan yaitu dengan perbandingan 56% : 44% dari laki-
laki.
FISIOLOGI
Perkembangan dan pembentukan jantung
Proses organogenesis/embryogenesis kardiovaskular merupakan rangkaian
pembentukan organ jantung yang sangat kompleks. Sekat jantung utama terbentuk
antara hari ke-27 dan ke-37 perkembangan janin, ketika janin mengalami
pertumbuhan panjang dari 5mm hingga kurang lebih 16-17mm. Proses kompleks
tersebut dapat disederhanakan menjadi 4 tahap, yaitu:
1. Tubing (pembentukan tabung)
Pada awal pembentukan, jantung hanya merupakan sebuah tabung lurus
yang berasal dari fusi sepasang primodia simetris. Pada beberapa terdapat
dilatasi yaitu atrium primitig, komponen ventrikel yang terdiri dari segmen
inlet dan outlet serta trunkus arteriosus yang kelak menjadi aorta dan arteri
pulmonalis. Perkembangan jantung ini terjadi pada embryo berusia 6
minggu kehamilan yang panjangnya sekitar 10 mm.
2. Looping
24
Proses perkembangan selanjutnya dikenal sebagai suatu pembentukan
“loop” antara atrium dengan komponen inlet ventrikel dan antara komponen
inlet dan outlet ventrikel. Sinus venosus yang tertanam kuat pada septum
transversum menjadi bagian dari ujung tabung yang terfiksasi.
Perkembangan bertahap menyebabkan atrium primitive bergeser ke arah
sinus venosus, sehingga terbentuk lengkungan ke kanan antara atrium dan
segmen inlet ventrikel. Pada komponen inlet dan outlet juga terbentuk
lengkung dengan sudut sebesar 180º, sehingga trunkus berada di depan dan
kanan kanalis atrioventrikulari. Biasanya proses looping ini terjadi ke arah
kanan, sehingga disebut sebagai dextroventricular looping.
3. Septasi
Setelah proses looping selesai. Septasi jantung kini terjadi pada sekitar 27
sampai hari ke-37 perkembangan embrio dengan panjang sekitar 5 mm
menjadi 16-17 mm. Kini jantung terlihat dari luar sudah seperti jantung
yang matur, walaupun bagian dalam tetap masih seperti tabung namun
sudah mulai terbentuk ruangan-ruangan primitif. Pada tahap ini terjadi
septasi atrium, ventrikel. Kanalis atrioventrikularis dipisahkan oleh bantalan
endokardium (endocardial cushion) superior dan inferior, yang bersatu di
tengah, sehingga terbagi menjadi orificium kanan dan kiri. Atrium primitif
disekat septum primum yang tumbuh dari atap atrium mendekati bantalan
endokardium. Celah antara septum primum dan bantalan endokardium
disebut ostium primum. Selanjutnya fusi septum primum dan bantalan
endokardium menutup ostium primum. Untuk mempertahankan hubungan
interatrial, tepi atas septum terlepas ke bawah membentuk foramen
sekundum. Selanjutnya lipatan yang terbentuk di kanan dinding atrium
primitive menutup foramen sekundum dan melapisi bagian bawah septum
primum. Celah antara kedua sekat ini disebut foramen ovale.
Septasi dari septum ventrikel: Pada embrio ukuran 5mm, ventrikel
primitive kiri dan kanan berhubungan melalui foramen interventrikular.
Setelah looping kelak akan terbentuk kantung-kantung dari komponen inlet
dan outlet ventrikel. Kantong yang terbentuk dari komponen inlet akan
menjadi daerah trabekular ventrikelkiri, sedangkan kantung dari komponen
25
outlet menjadi daerah trabekular ventrikel kanan. Akibat pembentukan
kantung ini terjadilah septum trabekular yang kelak akan menjadi bagian
bawah dari cincin lubang antara komponen inlet dan outlet ventrikel.
Foramen ini akan tertutup melalui sekat muscular interventrikular septum
dari bawah ke atas. Kedua ventrikel primitive ini mulai berdilatasi pada
akhir minggu ke-4. Permukaan miokardium mulai menjadi kasar, dan
dikelilingi oleh endokardium sehinggaterbentuk trabekula. Trabekula ini
berguna pada proses perkembangan jantung janin dimana karena belum
terbentuknya sistem koroner jantung. Sehingga darah dari placenta yang
mengandung oksigen serta nutrisi, masuk kedalam rongga-rongga trabekula-
trabekula dan kontak dengan endokardium dan myocardium, dan melakukan
difusi. Selain itu struktur dari trabekula juga berguna mengurangi kontraksi
dari ventrikel sehingga tidak diperlukan dinding ventrikel yang sangat tebal.
4. Migrasi
Bersama dengan septasi kanalis antrioventrikularis dengan terbentuknya
bantalan endokardium yang telah diuraikan, terjadi juga pergeseran
(migrasi) segmen inletventrikel, sehingga orifisium atrioventrikular kanan
akan berhubungan dengan daerah trabekular ventrikel kanan. Pada saat yang
sama terbentuk septum inlet antara orifisiumatrioventrikular kanan dan kiri,
sehingga ventrikel kiri hanya mempunyai inlet. Darah yang masuk ke
ventrikel kiri harus melalui lubang yang dibentuk oleh septum inlet, septum
trabekular dan lengkung jantung bagian dalam ( inner heartcurvature ),
masuk ke dalam ventrikel kanan dan baru dapat keluar ke aortic
outflowtract. Dalam perkembangan sleanjutnya aortic outflow akan bergeser
ke arah ventrikel kiri dengan absorbs dan perlekatan dari inner heart
curvature. Sekarang kedua ventrikel ini masing – masing sudah memiliki
inlet, outlet dan travekular. Pergeseran aorta ke arah ventrikel kiri ini akan
menyebabkan septum outlet ( infundibular ) berada pada satu garis dengan
septum inlet dan septum trabekular. Komunikasi antara kedua ventrikel ini
masih tetap ada, dan lubang baru yang terbentuk selanjutnya akan tertutup
oleh septum membranosa. Jadi septum ventrikel terdiri dari 4 bagian, yaitu
septum trabekular, septum inlet, spetum infundibular dan septum
26
membranasea. Gangguan dari proses pembentukan sekat interventrikular ini
akan mengakibatkan terjadinya defek septum ventrikel.
Pembentukan sekat dalam ventrikel
Menjelang akhir minggu keempat, kedua ventrikel primitive mulai
mengembang. Hal ini terjadi karena pertumbuhan terus menerus miokardium pada
sisi luar dan divertikulasi yang terus berlangsung serta pembentukan trabekula di
sisi dalam. Dinding medial ventrikel yang meluas tersebut lalu berhimpit dan
berangsur-angsur bersatu sehingga membentuk septum interventrikularis pars
muskularis. Kadang-kadang penyatuan antara kedua dinding ini tidak sempurna,
yang nampak sebagai celah di apeks yang agak dalam di antara kedua ventrikel.
Ruangan di antara tepi bebas septum interventrikularis pas muskularis dan
bantalan-bantalan endokardium yang menyatu memungkinkan terjadinya
hubungan antar kedua ventrikel. Foramen interventrikularis yang ditemukan di
atas bagian muskularis septum interventrikularis, menjadi mengecil dengan
lengkapnya sekat konus. Pada perkembangan selanjutnya, penutupan foramen
terjadi karena pertumbuhan keluar jaringan dari bantalan endokardium bawah di
sepanjang puncak septum interventrikularis pars muskularis. Jaringan ini menyatu
dengan bagian-bagian sekat konus yang berbatasan. Setelah penutupannya
sempurna, foramen interventrikularis menjadi septum interventrikularis pars
membranasea.
PATOFISIOLOGI
Sebelum bayi lahir, ventrikel jantung kanan dan kiri tidak terpisah. Ketika
janin berkembang, terbentuklah sekat-sekat untuk memisahkan kedua ventrikel.
Jika dinding tidak sepenuhnya terbentuk, sebuah lubang akan tetap ada. Lubang
ini dikenal sebagai cacat septum ventrikel, atau VSD.
Cacat septum ventrikel adalah yang paling umum cacat jantung bawaan.
Bayi mungkin tidak menunjukkan gejala, dan akhirnya dapat menutup lubang
sebagai dinding terus tumbuh setelah lahir.
27
Jika lubang besar, terlalu banyak darah akan dipompa ke paru-paru,
menyebabkan gagal jantung. Bayi ini sering mengalami gejala yang berkaitan
dengan gagal jantung dan mungkin perlu obat untuk mengontrol gejala dan
pembedahan untuk menutup lubang. Lubang juga bisa ditutup tanpa operasi,
melalui kateterisasi jantung. Penyebab VSD belum diketahui. Cacat ini sering
terjadi bersama dengan cacat jantung bawaan lainnya.
Darah arterial mengalir dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan melalui defek
pada septum intraventrikular. Perbedaan tekanan yang besar membuat darah
mengalir dengan deras dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan menimbulkan bising.
Darah dari ventrikel kanan didorong masuk ke arteri pulmonalis. Semakin besar
defek, semakin banyak darah masuk ke arteri pulmonalis. Tekanan yang terus-
menerus meninggi pada arteri pulmonalis akan menaikan tekanan pada kapiler
paru. Mula-mula naiknya tekanan kapiler ini masih reversibel (belum ada
perubahan pada endotel dan tunika muskularisarteri-arteri kecil paru), tetapi
kemudian pembuluh darah paru menjadi sklerosis dan akan menyebabkan naiknya
tahanan yang permanen. Bila tahanan pada a.pulmonalis sudah tinggi dan
permanen, tekanan pada ventrikel kanan juga jadi tinggi dan permanen. VSD
ditandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan darah mengalir
langsung antar ventrikel biasanya dari kiri ke kanan. Diameter defek bervariasi
28
dari 0,5 – 3,0 cm. Kira – kira 20% dari defek ini pada anak adalah defek
sederhana, banyak diantaranya menutup secara spontan. Kira – kira 50 % - 60%
anak – anak menderita defek ini memiliki defek sedang dan menunjukkan
gejalanya pada masa kanak – kanak. Defek ini sering terjadi bersamaan dengan
defek jantung lain. Apabila terjadi perubahan fisiologi akibat tahanan pada arteri
pulmonalis sudah tinggi dan permanen, tekanan pada ventrikel kanan juga jadi
tinggi dan permanen dan dapat mengakibatkan pirau terbalik dari ventrikel kanan
ke ventrikel kiri.
Perubahan fisiologi yang terjadi sebagai berikut :
1. Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya
oksigen melalui defek tersebut ke ventrikei kanan.
2. Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya
dipenuhi darah dan dapat menyebabkan naiknya tahanan vaskular pulmonar.
3. Jika tahanan pulmonar ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat
menyebabkan pirau terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel
kanan ke kiri menyebabkan sianosis ( sindrom eisenmenger ).
SINDROM EISENMENGER
29
Sindrom Eisenmenger diderita pada penderita dengan VSD yang berat,
yaitu ketika tekanan ventrikel kanan sama dengan ventrikel kiri, sehingga
shuntnya sebagian atau seluruhnya telah menjadi dari kanan ke kiri sebagai akibat
terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.
Ukuran defek secara anatomis menjadi penentu utama besarnya pirau kiri-
ke-kanan (right-to-left shunt). Pirau ini juga ditentukan oleh perbandingan derajat
resistensi vaskular dan sistemik. Ketika defek kecil terjadi (<0.5 cm2), defek
tersebut dikatakan restriktif. Pada defek nonrestriktif (>1.0 cm2), tekanan
ventrikel kiri dan kanan adalah sama. Pada defek jenis ini, arah pirau dan besarnya
ditentukan oleh rasio resistensi pulmonal dan sistemik.
Setelah kelahiran (dengan VSD), resistensi pulmonal tetap lebih tinggi
melebihi normal dan ukuran pirau kiri-ke-kanan terbatas. Setelah resistensi
pulmonal turun pada minggu-minggu pertama kelahiran, maka terjadi peningkatan
pirau kiri-ke-kanan. Ketika terjadi pirau yang besar maka gejala dapat terlihat
dengan jelas. Pada kebanyakan kasus , resistensi pulmonal sedikit meningkat dan
penyebab utama hipertensi pulmonal adalah aliran darah pulmonal yang besar.
Pada sebagian pasien dengan VSD besar, arteriol pulmonal menebal. Hal ini dapat
menyebabkan penyakit vaskular paru obstuktif. Ketika rasio resistensi pulmonal
30
dan sistemik adalah 1:1, maka pirau menjadi bidireksional (dua arah), tanda-tanda
gagal jantung menghilang dan pasien menjadi sianotik. Namun hal ini sudah
jarang terlihat karena adanya perkembangan intervensi secara bedah.
Besarnya pirau intrakardia juga ditentukan oleh berdasarkan rasio aliran
darah pulmonal dan sistemik. Jika pirau kiri-ke-kanan relatif kecil (rasio aliran
darah pulmonal dan sistemik adalah 1.75:1), maka ruang-ruang jantung tidak
membesar dan aliran darah paru normal. Namun jika pirau besar (rasio 2.5:1)
maka terjadi overload volume atrium dan ventrikel kiri, peningkatan EDV dan
peningkatan tekanan vena pulmonal akibat aliran darah dari kiri masuk ke kanan
dan ke paru dan kembali lagi ke kiri (membentuk suatu aliran siklus). Peningkatan
tekanan di bagian kanan (normal ventrikel kanan 20 mmHg, ventrikel kiri
120mmHg) juga menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan, peningkatan aliran
pulmonal dan hipertensi arteri pulmonal. Trunkus pulmonalis, atrium kiri dan
ventrikel kiri membesar karena aliran pulmonal yang juga besar. Selain itu, karena
darah yang keluar dari ventrikel kiri harus terbagi ke ventrikel kanan, maka
jumlah darah yang mengalir ke sistemik pun berkurang (akan mengativasi sistem
Renin-Angiotensin dan retensi garam)
KLASIFIKASI
Untuk tujuan penatalaksanaan medik dan bedah, diklasifikasikan berdasarkan
kelainan hemodinamik serta klasifikasi anatomik.
a. Berdasarkan kelainan hemodinamik:
1. Defek kecil dengan tahanan paru normal
Ada efek kecil ini terjadi pirau kiri ke kanan yang tidak
bermakna,sehingga tidak terjadi gangguan hemodinamik yang berati.
Dengan perkataan lain bahwa status kardivaskular masih dalam batas
normal.
2. Defek sedang dengan tahanan vaskular paru normal
Ada defek ini sering terjadi pirau kiri ke kanan yang cukup besar.
Akibatnya terjadi peningkatan aliran darah ke paru, demikian pula darah
31
yang kembali ke atrium kiri bertambah akibatnya atrium kiri akan melebar
dan ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan dilatasi.
3. Defek besar dengan hipertensi pulmonal hiperkinetik Pasien dengan defek
besar mengalami pirau kiri ke kanan yang hebat, sedangkan tekanan di
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis mendekati tekanan sistemik. Di
samping beban volume, ventrikel kanan juga mengalami beban tekanan.
Hal ini sering merupakan stadium awal dari hipertensi pulmonal yang
ireversibel.
4. Defek besar dengan penyakit obstruksi vaskular paruSebagian besar defek
septum ventrikel besar dengan hipertensi pulmonal hiperkinetik akan
menderita penyakit obstruksi vaskular paru sehingga menjadi hipertensi
pulmonal yang ireversibel. Jarang sekali pasien mengalami obstruksi
vaskuler paru tanpa melalui fase hiperkinetik. Pirau kiri ke kanan yang
semula besar, dengan meningkatnya tekanan ventrikel kanan, akan
berkurang. Bila tekanan ventrikel kanan sama dengan tekanan sistemik,
maka tidak terjadi pirau sama sekali, bahkan dapat terjadi pirau terbalik
(sindrom Eisenmenger).
b. Berdasarkan letak anatomis :
1. Defek daerah pars membranasea septum
disebut defek membran atau perimembran (karena hampir selalu mengenai
jaringan disekitarnya). Berdasarkan perluasan (ekstensi) defeknya, defek
perimembran ini dibagi lagi menjadi yang dengan perluasan ke outlet ,
dengan perluasan ke inlet, dan defek perimembran dengan perluasan ke
daerah trabekular.
2. Defek muskular
dibagi lagi menjadi: defek mskular inlet, defek muskular outlet, defek
muskular trabekular.
3. Defek subarterial
Terletak tepat di bawah kedua katup aorta dan arteri pulmonalis, karena itu
disebut pula doubly committed subarterial VSD. Defek ini dahulu disebut
defek suprakristal, karena letaknya diatas krista supraventrikularis.
Beberapa penulis menyebutnya pula sebagai defek subpulmonalik atau
32
defek oriental karena banyak terdapat di Jepang atau negara-negara Timur
Jauh. Yang penting pada defek ini adalah bahwa katup aorta dan katup
arteri pulmonalis terletak pada ketinggian yang sama, dengan defek
septum ventrikel tepat berada di bawah katuptersebut (dalam kedaan
normal, katup pulmonal lebih tinggi dari katup aorta, sehingga pada defek
perimembran lubang terletak tepat di bawah katup aorta namun jauh dari
katup pulmonal.
MANIFESTASI KLINIK
Bergantung pada besarnya pirau kiri ke kanan. Makin besar pirau makin
berkurang darah yang melalui katup aorta dan makin banyak volume darah
jaringan intratorakal. Berkurangnya darah pada system sirkulasi menyebabkan
pertumbuhan badan terlambat, volume darah pada system sirkulasi menyebabkan
infeksi saluran nafas yang berulang. Pada VSD kecil anak dapat tumbuh
sempurnatanpa keluhan, sedangkan pada VSD besar dapat terjadi gagal jantung
yang dini yang memerlukan pengobatan medis intensif. Menurut ukurannya VSD
dapat dibagi menjadi :
1. VSD kecil
Diameter VSD kecil yaitu 1-5 mm. besranya defek bukan satu-satunya
faktor yang menentukan besarnya aliran darah. Pertumbuhan badan
normal walaupun terdapat kecenderungan timbulnya infeksi saluran nafas.
Toleransi latihan normal, hanya pada latihan yang lama dan lebih intensif
lebih cepat lelah dibandingkan dengan teman sebayanya. Biasanya
asimptomatik. Tidak ada gangguan tumbuh kembang. Bunyi jantung
normal, kadang ditemukan bising peristaltik yang menjalar ke
seluruhtubuh perikardium dan berakhir pada waktu distolik karena terjadi
penutupan VSD. Menutup secata spontan pada waktu umur 3 tahun. Tidak
diperlukan kateterisasi jantung
Pemeriksaan Fisik :
a. Palpasi : Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya
teraba getaran bising pada SIC III dan IV kiri.
33
b. Auskultasi : Bunyi jantung biasanya normal dan untuk defek
sedang bunyi jantung II agak keras, “split” sempit pada sela iga II
kiri dekat sternum. Bunyi jantung I biasanya sulit dipisahkan dari
bising holosistolitik yang kemudian segera terdengar, bising
bersifat kasar, digolongkan dalam bising kebocoran.
Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiorafi
Pada VSD kecil gambaran EKGnya normal.
b. Radiologi
Pada VSD kecil gambaran radiologi thorax menunjukkan besar
jantung normal dengan/tanpa corakan pembuluh darah berlebih.
2. VSD sedang
Seringnya gejala terjadi simptom pada masa bayi, Sesek nafas pada waktu
aktivitas terutama waktu minum, memerlukan waktu lebih lamauntuk
makan dan minum, sering tidak mampu menghabiskan minuman dan
makanannnya. Kadang-kadang penderita mengeluh lekas lelah., sering
mendapat infeksi pada paru sehingga sering menderita batuk.. Defek 5 –
10 mm. BB sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu. Mudah
menderita infeksi biasanya memerlukan waktu lama untuk sembuh paru
tetapi umumnya responsif terhadap pengobatan. Takipnue, retraksi, serta
bentuk dada normal.
Pemeriksaan Penunjang
a. EKG : terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri maupun kanan,
tetapi kiri lebih meningkat
b. Radiologi : terdapat pembesaran jantung derajat sedang, conus
pulmonalis menonjol, peningkatan vaskularisasi paru dan
pembesaran pembuluh darah di hilus
3. VSD besar
Sering timbul gejala pada masa neonates. Dispnea meningkat setelah
terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan dalam minggu pertama setelah
lahir. Pada minggu ke 2 atau 3 simptom mulai timbul akan tetapi gagal
jantung biasanya baru timbul setelah minggu ke 6 dan sering didahului
34
infeksi saluran nafas bagian bawah. Bayi tampak sesak nafas pada saat
istirahat, kadang tampak sianosis karena kekurangan oksigen akibat
gangguan pernafasan. Sering menyebabkan gagal jantung pada umur
antara 1-3 bulan, penderita menderita infeksi paru dan radang paru.
Kenaikan berat badan lambat. Anak kelihatan sedikit sianosis. Gangguan
tumbuh kembang.
Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi :
Pertumbuhan badan jelas terhambat, pucat dan banyak keringat
bercucuran. Ujung-ujung jadi hiperemik. Gejala yang menonjol
ialah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intercostal dan
regio epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung
yang hiperdinamik.
2. Palpasi :
Impuls jantung hiperdinamik kuat, terutama yang timbul dari
ventrikel kiri. Karena defek besar, maka tekanan arteria pulmonalis
tinggi, akibatnya penutupan katup pulmonal jelas teraba pada sela
iga III kiri dekat sternum. Teraba getaran bising pada dinding dada.
Pada defek sangat besar sering tidak teraba getaran bising karena
tekanan d iventrikel kiri sama dengan tekanan di ventrikel kanan.
Anak dengan VSD besar disertai gagal jantung mempunyai tanda
terabanya tepi hati tumpul di bawah lengkung iga kanan.
3. Auskultasi :
Bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks dan sering
diikuti ‘click’ sebagai akibat terbukanya katup pulmonal dengan
kekuatan pada pangkal arteria pulmonalis yang melebar. Bunyi
jantung kedua mengeras terutama pada sela iga II kiri.
Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiorafi Pada VSD besar biasanya gambaran EKGnya
hipertrofi biventrikular
2. Radiologi Pada VSD besar akan menunjukkan:
35
a. hipertrofi biventricular dengan variasi dari ringansampai sedang.
b. pembesaran atrium kiri.
c. pembesaran batang a.pulmonalis sehingga tonjolan pulmonal
prominen.
d. ada corakan pembuluh darah yang berlebih
TANDA dan GEJALA
Secara umum, gejala yang ditunjukkan dari klien VSD Besar dengan
Sindrom Eisenmenger antara lain :
1. Sesak nafas (dyspneu)
2. Sianosis
3. Keringat yang berlebihan (Diaphoresis)
4. Berat badan yang tidak bertambah
5. Takipneu, ISPA berulang
6. Kemampuan minum dan makan berkurang
7. Lekas lelah
DIAGNOSA BANDING
Bila dilihat dari penampilan klinisnya, secara garis besar terdapat 2
golongan PJB sianotik, yaitu (1) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang
berkurang, misalnya Tetralogi of Fallot (TF) dan Pulmonal Atresia (PA) dengan
VSD, dan (2) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang bertambah, misalnya
Transposition of the Great Arteries (TGA) dan Common Mixing.
Penyakit jantung bawaan sianotik dengan gejala aliran ke paru yang
berkurang
Pada PJB sianotik golongan ini biasanya sianosis terjadi akibat sebagian
atau seluruh aliran darah vena sistemik tidak dapat mencapai paru karena adanya
obstruksi sehingga mengalir ke jantung bagian kiri atau ke aliran sistemik melalui
lubang sekat yang ada. Obstruksi dapat terjadi di katup trikuspid, infundibulum
ventrikel kanan ataupun katup pulmonal, sedangkan defek dapat di septum atrium
(ASD), septum ventrikel (VSD) ataupun antara kedua arteri utama (PDA).
36
Penderita umumnya sianosis yang akan bertambah bila menangis atau
melakukan aktivitas fisik, akibat aliran darah ke paru yang makin berkurang. Pada
keadaan yang berat sering terjadi serangan spel hipoksia, yang ditandai khas
dengan hiperpnea, gelisah, menangis berkepanjangan, bertambah biru, lemas atau
tidak sadar dan kadang-kadang disertai kejang. Pada kondisi ini bila tidak diatasi
dengan cepat dan benar akan berakibat kematian. Serangan ini umumnya terjadi
pada usia 3 bulan sampai 3 tahun dan sering timbul saat bangun tidur pagi atau
siang hari ketika resistensi vaskuler sistemik rendah. Dapat kembali pulih secara
spontan dalam waktu kurang dari 15–30 menit, tetapi dapat berkepanjangan atau
berulang sehingga menyebabkan komplikasi yang serious pada sistim susunan
saraf pusat atau bahkan menyebabkan kematian. Karena itu diperlukan
pengenalan dan penanganannya dengan segera secara tepat dan baik. Pada anak
yang lebih besar sering juga memperlihatkan gejala squatting, yaitu jongkok
untuk beristirahat sebentar setelah berjalan beberapa saat dengan tujuan
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan sehingga aliran darah ke paru
meningkat.
Tetralogi Fallot
TF adalah golongan PJB sianotik yang terbanyak ditemukan yang terdiri
dari 4 kelainan, yaitu VSD tipe perimembranus subaortik, aorta overriding, PS
infundibular dengan atau tanpa PS valvular dan hipertrofi ventrikel kanan.
Sianosis pada mukosa mulut dan kuku jari sejak bayi adalah gejala utamanya yang
dapat disertai dengan spel hipoksia bila derajat PS cukup berat dan squatting pada
anak yang lebih besar. Bunyi jantung dua akan terdengar tunggal pada PS yang
berat atau dengan komponen pulmonal yang lemah bila PS ringan. Bising sistolik
ejeksi dari PS akan terdengar jelas di sela iga 2 parasternal kiri yang menjalar ke
bawah klavikula kiri.
Pada bayi atau anak dengan riwayat spel hipoksia harus diberikan
Propranolol peroral sampai dilakukan operasi. Dengan obat ini diharapkan spasme
otot infundibuler berkurang dan frekwensi spel menurun. Selain itu keadaan
umum pasien harus diperbaiki, misalnya koreksi anemia, dehidrasi atau infeksi
yang semuanya akan meningkatkan frekwensi spel. Bila spel hipoksia tak teratasi
37
dengan pemberian propranolol dan keadaan umumnya memburuk, maka harus
secepatnya dilakukan operasi paliatif Blalock-Tausig Shunt (BTS), yaitu
memasang saluran pirau antara arteri sistemik (arteri subklavia atau arteri
inominata) dengan arteri pulmonalis kiri atau kanan. Tujuannya untuk menambah
aliran darah ke paru sehingga saturasi oksigen perifer meningkat, sementara
menunggu bayi lebih besar atau keadaan umumnya lebih baik untuk operasi
definitif (koreksi total).
Neonatus dengan PS yang berat atau PA maka aliran ke paru sangat
tergantung pada PDA, sehingga sering timbul kegawatan karena hipoksia berat
pada usia minggu pertama kehidupan saat PDA mulai menutup. Saat ini
diperlukan tindakan operasi BTS emergensi dan pemberian PGE1 dapat
membantu memperbaiki kondisi sementara menunggu persiapan untuk operasi.
Penderita dengan kondisi yang baik tanpa riwayat spel hipoksia atau bila ada spel
tetapi berhasil diatasi dengan propranolol dan kondisinya cukup baik untuk
menunggu, maka operasi koreksi total dapat dilakukan pada usia sekitar 1 tahun.
Koreksi total yang dilakukan adalah menutup lubang VSD, membebaskan alur
keluar ventrikel kanan (PS) dan rekonstruksi arteri pulmonalis bila diperlukan.
Penyakit jantung bawaan sianotik dengan gejala aliran ke paru yang
bertambah
Pada PJB sianotik golongan ini tidak terdapat hambatan pada aliran darah ke
paru bahkan berlebihan sehingga timbul gejala-gejala antara lain tidak mampu
mengisap susu dengan kuat dan banyak, takipnoe, sering terserang infeksi paru,
gagal tumbuh kembang dan gagal jantung kongestif.
Transposition of the Great Arteries
TGA adalah kelainan dimana kedua pembuluh darah arteri besar tertukar
letaknya, yaitu aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari
ventrikel kiri. Pada kelainan ini sirkulasi darah sistemik dan sirkulasi darah paru
terpisah dan berjalan paralel. Kelangsungan hidup bayi yang lahir dengan kelainan
ini sangat tergantung dengan adanya percampuran darah balik vena sistemik dan
38
vena pulmonalis yang baik, melalui pirau baik di tingkat atrium (ASD), ventrikel
(VSD) ataupun arterial (PDA).
Ada 2 macam TGA, yaitu (1) dengan Intact Ventricular Septum (IVS) atau
tanpa VSD, dan (2) dengan VSD. Masing-masing mempunyai spektrum
presentasi klinis yang berbeda dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan
beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru.
Penampilan klinis yang paling utama pada TGA dengan IVS adalah sianosis
sejak lahir dan kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada terbukanya PDA.
Sianosis akan makin nyata saat PDA mulai menutup pada minggu pertama
kehidupan dan bila tidak ada ASD akan timbul hipoksia berat dan asidosis
metabolik. Sedangkan pada TGA dengan VSD akan timbul tanda dan gejala
akibat aliran ke paru yang berlebih dan selanjutnya gagal jantung kongestif pada
usia 2–3 bulan saat tahanan vaskuler paru turun. Karena pada TGA posisi aorta
berada di anterior dari arteri pulmonalis maka pada auskultasi akan terdengar
bunyi jantung dua yang tunggal dan keras, sedangkan bising jantung umumnya
tidak ada kecuali bila ada PDA yang besar, VSD atau obstruksi pada alur keluar
ventrikel kiri.
Neonatus dengan TGA dan sianosis berat harus segera diberikan infus
PGE1 untuk mempertahankan terbukanya PDA sehingga terjadi pencampuran
yang baik antara vena sistemik dan vena pulmonal. Selanjutnya bila ternyata tidak
ada ASD atau defeknya kecil, maka harus secepatnya dilakukan Balloon Atrial
Septostomy (BAS), yaitu membuat lubang di septum atrium dengan kateter balon
untuk memperbaiki percampuran darah di tingkat atrium. Biasanya dengan kedua
tindakan tersebut diatas, keadaan umum akan membaik dan operasi koreksi dapat
dilakukan secara elektif. Operasi koreksi yang dilakukan adalah arterial switch,
yaitu menukar ke dua arteri utama ketempat yang seharusnya yang harus
dilakukan pada usia 2–4 minggu sebelum ventrikel kiri menjadi terbiasa
memompa darah ke paru-paru dengan tekanan rendah.
39
Operasi arterial switch dan penutupan VSD pada TGA dengan VSD, tidak
perlu dilakukan pada usia neonatus dan tergantung pada kondisi penderita dapat
ditunda sampai usia 3–6 bulan
dimana berat badan penderita lebih baik dan belum terjadi penyakit
obstruktif vaskuler paru akibat hipertensi pulmonal yang ada.
Common Mixing
Pada PJB sianotik golongan ini terdapat percampuran antara darah balik
vena sistemik dan vena pulmonalis baik di tingkat atrium (ASD besar atau
Common Atrium), di tingkat ventrikel (VSD besar atau Single Ventricle) ataupun
di tingkat arterial (Truncus Arteriosus). Umumnya sianosis tidak begitu nyata
karena tidak ada obstruksi aliran darah ke paru dan percampuran antara darah
vena sistemik dan pulmonalis cukup baik. Akibat aliran darah ke paru yang
berlebihan penderita akan memperlihatkan tanda dan gejala gagal tumbuh
kembang, gagal jantung kongestif dan hipertensi pulmonal.
Gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang
berlebihan dan timbul pada saat penurunan tahanan vaskuler paru. Pada auskultasi
umumnya akan terdengar bunyi jantung dua komponen pulmonal yang mengeras
disertai bising sistolik ejeksi halus akibat hipertensi pulmonal yang ada.
Hipertensi paru dan penyakit obstruktif vaskuler paru akan terjadi lebih cepat
dibandingkan dengan kelainan yang lain.
Pada kelainan jenis ini, diagnosis dini sangat penting karena operasi paliatif
ataupun definitif harus sudah dilakukan pada usia sebelum 6 bulan sebelum terjadi
penyakit obstruktif vaskuler. Operasi paliatif yang dilakukan adalah PAB dengan
tujuan mengurangi aliran darah ke paru sehingga penderita dapat tumbuh lebih
baik dan siap untuk operasi korektif atau definitif. Tergantung dari kelainannya,
operasi definitif yang dilakukan dapat berupa bi-ventricular repair (koreksi total)
ataupun single ventricular repair (Fontan).
40
DIAGNOSIS
Evaluasi awal untuk memperkirakan penyakit jantung bawaan melalui pndekatan
sistematis dengan 4 tahap:
1. Evaluasi klinis
a. Anamnesis / riwayat penyakit
b. Pemeriksaan fisik
2. Investigasi dengan pemeriksaan sederhana
a. Darah tepi
b. EKG
c. Foto toraks
d. Pulse Oksimetri
3. Ekokardiografi
a. 2 dimensi
b. M mode
c. Doppler
d. Collor flow mapping
4. Kateterisasi jantung
a. Penghitungan hemodinamik
b. Kardioangiografi
Dengan menggunakan echocardiography dua dimensi dapat ditentukan
posisi dan besarnya VSD. Pada defek yang sangat kecil terlebih pada pars
muskular, defek sangat sulit untuk dicitrakan sehingga membutuhkan visualisasi
dengan pemeriksaan Doppler berwarna. Aneurisma septum ventrikel (yang terdiri
dari jaringan katup trikuspid) dapat menutupi defek dan menurunkan jumlah
41
aliran pirau kiri-ke-kanan. Echo juga bermanfaat untuk memperkirakan ukuran
pirau dengan menilai derajat overload cairan di atrium dan ventrikel kiri; besarnya
peningkatan yang terlihat dapat merefleksikan besarnya pirau kiri-ke-kanan.
Pemeriksaan Doppler juga dapat membantu menilai tekanan ventrikel kanan dan
menentukan apakah pasien berisiko menderita penyakit vaskular paru.
Efek dari VSD terhadap sirkulasi (secara umum) dapat dilihat dengan
kateterisasi jantung, namun prosedur pemeriksaan ini tidak selalu mutlak
diperlukan. Kateterisasi biasanya dilakukan jika pemeriksaan komprehensif
lainnya masih belum dapat menentukan ukuran pirau atau jika data laboratorium
tidak sesuai dengan temuan di klinik. Selain itu, kateterisasi juga dapat digunakan
untuk mencari apakah ada kelainan jantung lain yang terkait.
Ketika kateterisasi dilakukan, oxymetri akan menunjukkan adanya
peningkatan kadar oksigen di ventrikel kanan terhadap atrium kanan. Jika defek
berukuran kecil maka kateterisasi belum tentu dapat menunjukkan adanya
peningkatan saturasi oksigen di ventrikel kanan. Defek yang kecil dan restriktif
biasanya diasosiasikan dengan tekanan ventrikel kanan dan resistensi vaskular
yang normal. Sedangkan defek yang besar dan nonrestriktif biasanya
diasosiasikan dengan keseimbangan yang dibentuk oleh tekanan sistolik pulmonal
dan sistemik.
KOMPLIKASI
a. Gagal jantung kronik
b. Endokarditis infektif
c. Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonar
d. Penyakit vaskular paru progresif
e. Kerusakan sistem konduksi ventrikel
PROGNOSIS
Perjalanan penyakit VSD bergantung pada derajat besarnya defek yang
terjadi. Sebanyak 30-50% defek ringan dapat menutup spontan pada tahun
42
pertama kehidupan, sisanya menutup sebelum usia 4 tahun. Defek seperti ini
biasanya memiliki aneurisma septum ventrikel yang memperkecil ukuran
defek/pirau. Kebanyakan anak dengan defek ringan tetap asimtomatis tanpa ada
peningkatan ukuran jantung, tekanan atau resistensi arteri pulmonal. Risiko
penyakit yang sering terjadi adalah endokarditis infektif pada 2% anak dengan
VSD dan jarang terjadi di bawah usia 2 tahun. Risikonya bergantung pada ukuran
defek.
Sedangkan defek yang lebih besar biasanya lebih sulit untuk menutup
spontan. Anak akan sering menderita infeksi paru hingga gagal jantung kongestif
yang menyebabkan gagal tumbuh. Pada beberapa kasus, gagal tumbuh merupakan
gejala tunggal. Hipertensi pulmonal terjadi akibat peningkatan aliran darah
pulmonal dan pasien berisiko menderita penyakit vaskular pulmonal.
Sebagian kecil pasien VSD juga mengalami stenosis pulmonal, yang
bermanfaat menjaga sirkulasi pulmonal dari peningkatan aliran (oversirkulasi) dan
efek jangka panjang penyakit vaskular pulmonal. Pasien akan menunjukkan gejala
klinis stenosis pulmonal. Aliran melalui pirau dapat bervariasi, seimbang, bahkan
berbalik menjadi pirau kanan-ke-kiri.
PENATALAKSANAAN
1. Pada VSD kecil : . VSD kecil tidak perlu dirawat, pemantauan dilakukandi
poliklinik kardiologi anak. Berikan antibiotik seawal mungkin.Vasopresor
atau vasodilator adalah obat – obat yang dipakai untuk anak dengan VSD dan
gagal jantung misal dopamin ( intropin ) memiliki efek inotropik positif pada
miokard menyebabkan peningkatan curah jantung dan peningkatan tekanan
sistolik serta tekanan nadi. Sedang isoproterenol ( isuprel ) memiliki efek
inotropik posistif pada miokard menyebabkan peningkatan curah jantung dan
kerja jantung. Bayi dengan gagal jantung kronik mungkin memerlukan
pembedahan lengkap atau paliatif dalam bentuk pengikatan / penyatuan arteri
pulmonar. Pembedahan tidak ditundasampai melewati usia prasekolah.
2. Pada VSD sedang : jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat ditunggu
sampai umur 4-5 tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil.
Bila terjadi gagal jantung diobati dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal,
43
operasi dapat dilakukan pada umur 4-6 tahun atau sampai berat badannya 12
kg.
3. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen :
biasanya pada keadaan menderita gagal jantung sehingga dalam
pengobatannya menggunakan digitalis. Bila ada anemia diberi transfusi
eritrosit terpampat selanjutnya diteruskan terapi besi. Operasi dapat ditunda
sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat dilakukan
setelah berumur 6 bulan.
4. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen : operasi paliatif atau
operasi koreksi total sudah tidak mungkin karena a.pulmonalis mengalami
arteriosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel kanan akan diberi beban yang
berat sekali dan akhirnya akan mengalami dekompensasi. Bila defek tidak
ditutup, kelebihan tekanan pada ventrikel kanan dapat disalurkan ke ventrikel
kiri melalui defek.
5. Antibiotic profilaksis → mencegah endokarditis pada tindakan tertentu
6. Penanganan gagal jantung jika terjadi operasi pada umur 2-5 tahun
7. Prognosis operasi baik jika tahanan vascular paru rendah, pasien dalam
keadaan baik, BB .15 kg. Bila sudah terjadi sindrom Eisenmenger → tidak
dapat dioperasi. Sindrom Eisenmenger diderita pada penderita dengan VSD
yang berat, yaitu ketika tekanan ventrikel kanan sama dengan ventrikel kiri,
sehingga shuntnya sebagian atau seluruhnya telah menjadi dari kanan ke kiri
sebagai akibat terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.
44
BAB 3
KESIMPULAN
Jantung adalah organ berupa otot berbentuk kerucut. Fungsi utama jantung
adalah untuk memompakan darah ke seluruh tubuh dengan cara mengembang dan
menguncup yang disebabkan oleh karena adanya rangsangan yang berasal dari
susunan saraf otonom. Penyakit jantung bawaan adalah kelainan struktural
jantung yang kemungkinan terjadi sejak Ventrikel septum defek (VSD) yaitu
kelainan jantung bawaan berupa lubang pada septum interventrikuler, dapat hanya
satu atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fungsi septum interventrikuler
semasa janin dalam kandungan, sehingga darah bisa mengalir dari ventrikel kiri
ke kanan ataupun sebaliknya.VSD juga adalah suatu defek yang biasanya terjadi
pada septum parsmembranaseum dan terletak di bawah katup aorta dan dapat
terjadi pula pada pars muscolorum. VSD perimembraneus dapat pula terletak baik
dibawah cincin katup aorta maupun pulmonal, keadaan ini disebut “ doubly
commitedvsd “. VSD biasanya bersifat tunggal tetapi dapat pula multiple, vsd
muskuler yang multiple disebut “ swiss cheese vsd”VSD adalah suatu penyakit
kelainan pada jantung bawaan berupa lubang pada septum interventrikuler, lubang
tersebut dapat hanya satu atau lebih, yang terjadi akibat kegagalan fungsi septum
interventrikuler semasa janin dalam kandungan. Untuk menghindari atau
mencegah penyebab dari penyakit ini semaksimal mungkin perawat harus
berusaha memberikan nasehat terutama pada ibu yang sedang hamil untuk tidak
mengkonsumsi alkohol ataupun pengobatan sembarangan. Kelainan ini
merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 25% dari seluruh kelainan jantung.
Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup sempurna. Kelainan ini
umumnya congenital, tetapi dapat pula terjadi karena trauma. Kelainan VSD ini
sering bersama-sama dengan kelainan lain misalnya trunkus arteriosus Tetralogi
Fallot. Darah arterial mengalir dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan melalui defek
pada septum intraventrikular. Perbedaan tekanan yang besar membuat darah
mengalir dengan deras dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan menimbulkan bising.
Darah dari ventrikel kanan didorong masuk ke arteri pulmonalis. Semakin besar
defek, semakin banyak darah masuk ke arteri pulmonalis. Tekanan yang terus-
45
menerus meninggi pada arteri pulmonalis akan menaikan tekanan pada kapiler
paru. Mula-mula naiknya tekanan kapiler ini masih reversibel (belum ada
perubahan pada endotel dan tunika muskularis arteri-arteri kecil paru), tetapi
kemudian pembuluh darah paru menjadi sklerosis dan akan menyebabkan naiknya
tahanan yang permanen. Bila tahanan pada arteri pulmonalis sudah tinggi dan
permanen, tekanan pada ventrikel kanan juga jadi tinggi dan permanen.
46
DAFTAR PUSTAKA
Soesetyo, Joewono, Prof. Dr, dr.Sp.PD, Sp.JP. 2003. Ilmu Penyakit Jantung.
Surabaya: Lab SMF Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga
Behrman, Kliagman, Arvin. Nelson Textbook of Pediatrics. 15 th ed. United
States: WB Saunders Company;1996.
Hiraishi S, Agata Y, Nowatari M, Oguchi K, et al. Incidence and natural
course of trabecular ventricular septal defect: Two-dimensional echocardiography
and color Doppler flow image study. J Pediatr 1992 [cited 2010 May 25];120:409-
15.
Roguin N, Du ZD, Barak M, Nasser N, Hershkowitz S, Milgram E. High
prevalence of muscular ventricular septal defect in neonates. J Am Coll Cardiol
1995 November 15 [cited 2010 May 25];26(6):1545-8
Ramaswamy P. Ventricular septal defect, general concepts. [Online]. 2009
Feb 10 [cited 2010 May 25]; Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/892980-overview
47