BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wabah merupakan peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak
daripada keadaan normal di suatu area tertentu atau pada suatu kelompok
tertentu, selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang terjadinya wabah
biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga
pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang
terjadinya wabah bisa juga berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian,
laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (surat kabar dan
televisi). Pada dasarnya wabah merupakan penyimpangan dari keadaan normal
karena itu wabah ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang
dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan,
tahun).
Kenaikan jumlah kasus belum tentu mengisyaratkan terjadinya wabah.
Terdapat sejumlah faktor yang bisa menyebabkan jumlah kasus “tampak”
meningkat:
1. Variasi musim (misalnya, diare meningkat pada musim kemarau ketika air
bersih langka)
2. Perubahan dalam pelaporan kasus;
3. Kesalahan diagnosis (misalnya, kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium);
4. Peningkatan kesadaran petugas kesehatan (meningkatkan intensitas
pelaporan);
5. Media yang memberikan informasi bisa dari sumber yang tidak benar.
Terjadinya wabah dan teridentifikasinya sumber dan penyebab wabah
perlu ditanggapi dengan tepat. Jika terjadi kenaikan signifikan jumlah kasus
sehingga disebut wabah, maka pihak dinas kesehatan yang berwewenang harus
membuat keputusan apakah akan melakukan investigasi wabah. Sejumlah faktor
mempengaruhi dilakukan atau tidaknya investigasi wabah:
1. Keparahan penyakit;
2. Potensi untuk menyebar;
3. Perhatian dan tekanan dari masyarakat;
4. Ketersediaan sumber daya.
Beberapa penyakit menimbulkan manifestasi klinis ringan dan akan
berhenti dengan sendirinya (self-limiting diseases), misalnya flu biasa.
Implikasinya, tidak perlu dilakukan investigasi wabah maupun tindakan spesifik
terhadap wabah, kecuali kewaspadaan. Tetapi wabah lainnya akan terus
berlangsung jika tidak ditanggapi dengan langkah pengendalian yang tepat.
Sejumlah penyakit lain menunjukkan virulensi tinggi, mengakibatkan manifestasi
klinis berat dan fatal, misalnya flu burung. Implikasinya, sistem kesehatan perlu
melakukan investigasi wabah dan mengambil langkah-langkah segera dan tepat
untuk mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit itu.
Langkah pencegahan kasus dan pengendalian wabah dapat dimulai sedini
mungkin setelah tersedia informasi yang memadai. Bila investigasi atau
penyelidikan wabah telah memberikan fakta yang jelas mendukung hipotesis
tentang penyebab terjadinya wabah, sumber agen infeksi, dan cara transmisi yang
menyebabkan wabah, maka upaya pengendalian dapat segera dimulai tanpa perlu
menunggu pengujian hipotesis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Wabah
Wabah atau epidemic berasal dari bahasa Yunani yaitu epi berarti pada
dan demos yang berarti penduduk atau rakyat. Jadi epidemic diartikan sebagai
hal-hal yang terjadi pada penduduk. Wabah adalah istilah umum untuk menyebut
kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang,
maupun untuk menyebut penyakit yang menyebar tersebut. Wabah dipelajari
dalam epidemiologi.
Menurut Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman 1981, wabah adalah
peningkatan kejadian kesakitan atau kematian yang telah meluas secara cepat,
baik jumlah kasusnya maupun daerah terjangkit .
Wabah adalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat, dapat berupa
penderita penyakit, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, atau kejadian
lain yang berhubungan dengan kesehatan, yang jumlahnya lebih banyak dari
keadaan biasa (Last 1981).
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka (Undang-undang RI No.4 th. 1984 tentang wabah penyakit menular).
Dari sudut epidemiologi wabah berarti suatu peningkatan kejadian
kesakitan atau kematian suatu penyakit di suatu tempat tertentu yang melebihi
keadaan biasanya. Tinjauan definisi menurut undang-undang no.4 tahun 1984
dapat mencakup empat hal berikut :
1. Penyakit menular
Yang dimaksud penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme atau produk toksinnya, yang ditularkan dari penderita atau
reservoirnya kepada manusia lain yang rentan
2. Keadaan yang lazim
Jumlah penderita suatu penyakit menular dalam suatu masyarakat atau
wilayah sangat bervariasi tergantung dari penyebab penyakitnya, sifat-sifat
penduduk yang terserang serta lingkungan dimana penykait itu terjangkit.
Pada umumnya jumlah penderita penyakit menular di suatu wilayah diamati
dalam suatu kurun waktu tertentu (mingguan, bulan, atau tahunan).
3. Peningkatan jumlah penderita
Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak,
yaitu serangan penyakit) lingkup yang lebih luas (epidemi) atau bahkan
lingkup global (pandemi).
a. Outbreak
Suatu episode dimana terjadi dua atau lebih penderita suatu penyakit yang
sama dimana penderita tersebut mempunyai hubungan satu sama lain.
b. Epidemi
Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang
ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat
frekuensinya meningkat.
c. Pandemi
Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit),
frekuensinya dalam waktu singkat meningkat tinggi dan penyebarannya
telah mencakup wilayah yang luas
d. Endemi
Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit),
frekuensinya pada wilayah tertentu menetap dalam waktu lama berkenaan
dengan adanya penyakit yang secara normal biasa timbul dalam suatu
wilayah tertentu.
B. Pembagian Wabah Menurut Sifatnya
1. Cosmmon Source Epidemic / Point Source Epidemic
Adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya
sejumlah orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadi dalam
waktu yang relatif singkat. Adapun Common Source Epidemic itu berupa
keterpaparan umum, biasa pada letusan keracunan makanan, polusi kimia di
udara terbuka. Dapat ditandai oleh :
a. Timbulnya gejala penyakit (onset penyakit) yang cepat.
b. Masa inkubasi yang pendek.
c. Episode penyakit merupakan episode tunggal.
d. Waktu munculnya penyakit jelas.
e. Lenyapnya penyakit dalam waktu yang cepat.
2. Propagated/Progresive Epidemic atau Contagious disease epidemic
Bentuk epidemi dengan penularan dari orang ke orang sehingga waktu
lebih lama dan masa tunas yang lebih lama pula. Propagated atau progressive
epidemic terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik langsung
maupun melalui vector, relatif lama waktunya dan lama masa tunas,
dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masyarakat
yang rentan serta morbilitas dari penduduk setempat, masa epidemi cukup
lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu
sampai pada batas minimal anggota masyarakat yang rentan, lebih
memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan urutan generasi
kasus. Ditandai oleh :
a. Timbulnya gejala penyakit (onset penyakit) yang pelan.
b. Masa inkubasi yang panjang.
c. Episode penyakit yang bersifat majemuk.
d. Waktu munculnya penyakit tidak jelas.
e. Lenyapnya penyakit dalam waktu yang lama.
3. Mix Source Epidemic
Yang dimaksud disini adalah suatu keadaan wabah yang disamping
ditemukan gejala-gejala dari wabah bentuk pertama juga ditemukan gejala-
gejala dari wabah bentuk kedua.
C. KLASIFIKASI WABAH
Menurut penyebabnya, penyakit yang menimbulkan wabah digolongkan
menjadi :
1. Toxin, terdiri dari:
a. Enterotoxin (Stapylococcus aureus)
b. Exotoxin (Clostridium botolinum)
c. Endotoxin
2. Infeksi
a. Virus
b. Bakteri
c. Protozoa
d. Cacing
3. Toxin Biologis
a. Racun jamur, Plankton, racun ikan, racum tumbuhan.
b. Afla toxin
4. Toxin Kimia
a. Zat kimia organik : logam berat (Hg).
b. Gas beracun: CO2, CO.
D. Penyakit Yang Sering Menimbulkan Wabah
Penyakit yang dapat menimbulkan wabah (Permenkes RI no.
560/Menkes/Per/VIII/1989)
1. Kholera
a. Berak-berak mendadak disertai muntah-muntah, Tinja mengucur seperti
air sehingga dalam waktu singkat tubuh kekurangan cairan (dehidrasi).
b. Pemeriksaan laboratorium pada najis/ muntahan menunjukkan adanya
kuman cholera (vibrio cholera) dan dalam darah terdapat zat antinya.
2. Demam kuning
a. Demam tinggi mendadak, kulit kuning, sakit kepala, lemah/lesu, mual,
muntah, denyut nadi lemah dan lambat, seringkali disertai dengan
perdarahan berupa mimisan, perdarahan mulut, muntah darah, berak
darah.
b. Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya virus demam
kuning atau zat antinya.
3. Tifus bercak
a. Demam ± 2 minggu, sakit kepala, menggigil, badan lemah, kadang-
kadang selama masa demam ditemukan bercak-bercak merah menimbul
pada kulit.
b. Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya zat anti
terhadap tifus bercak wabah I (Rickettsia prowazeki).
4. Campak
a. Panas tinggi, sakit kepala, batuk pilek dan conjungtivitis fotophoby yang
berakhir lebih kurang setelah 3-7 hari. Masa timbulnya bercak-bercak
merah (rash) pada kulit sesudah kira-kira 3 hari panas. Mula-mula timbul
pada belakang telinga menyebar ke seluruh muka, dada dan anggota
badan lainnya. Bercak bertahan selama 4-6 hari.
b. Pemeriksaan laboratorium pada lendir konjungtiva dan tenggorokan
menunjukkan adanya virus campak, dan pada darah terdapat virus campak
atau zat antinya.
5. Difteri
a. Panas lebih kurang 38 0, adanya pseudomembran putih keabu-abuan, tak
mudah lepas dan mudah berdarah. Letak pseudomembran bisa di faring,
laring atau tonsil, sakit waktu menelan, leher membengkak seperti leher
sapi disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher dan sesak nafas
disertai bunyi (stridor).
b. Pemeriksaan laboratorium pada jaringan luka menunjukkan adanya
kuman difteri.
6. Rabies
a. Demam tinggi, sakit kepala hebat, kelumpuhan mulai dari tungkai
menjalar ke atas, sulit menelan, takut air (hydrophobia), sulit bernafas,
kesadaran menurun, terjadi beberapa minggu sampai satu tahun setelah
digigit anjing, kucing, kera, atau hewan penular rabies lainnya yang
menderita rabies.
b. Pemeriksaan laboratorium pada otak dan kelenjar air liur hewan yang
menggigit, dan pada air liur, air mata serta jaringan otak penderita
menunjukkan adanya virus rabies.
7. Influenza
Demam, perasaan dingin dan ingusan 1-6 hari, sering kali disertai sakit
kepala, sakit pada otot-otot dan batuk. Pemeriksaan laboratorium pada darah
menunjukkan adanya virus influenza atau zat antinya.
8. Tifus Perut
Demam tinggi terus menerus 1 minggu atau lebih, badan lemah, sakit kepala,
sembelit kadang-kadang diare, permukaan lidah kotor dan pinggirnya merah,
disertai dengan kesadaran menurun. Pemeriksaan laboratorium pada darah,
air seni, tinja atau sumsum tulang menunjukkan kuman salmonella typhi dan
pada darah terdapat kenaikan kadar zat antinya.
9. Encephalitis
a. Panas tinggi, kejang-kejang, kesadaran menurun dan reflek patologis
positif.
b. Pemeriksaan lab darah atau cairan serebrospinal menunjukkan adanya
virus/ kuman atau zat antinya.
10. Pes
a. Demam tinggi mendadak, disertai pembengkakan kelenjar (bubo) dilipat
paha atau ketiak, atau leher, batuk darah mendadak (tanpa didahului sakit
batuk).
b. Pemeriksaan laboratorium pada darah, cairan bubo, sputum atau usap
tenggorok menunjukkan adanya kuman pes (Yersinia pestis).
11. Demam bolak-balik
a. Demam 2-9 hari diikuti masa tanpa demam 3-4 hari yang berulang-ulang
2-10 kali. Kadang-kadang selama masa masa demam ditemukan bercak-
bercak merah dikulit.
b. Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya virus kuman
demam bolak-balik (Borellia recurrentis).
12. DBD
a. Demam mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu atau
gelisah, nyeri ulu hati, hati membesar, dan disertai perdarahan dikulit
berupa bintik merah (petechiae), ruam, lebam. Kadang-kadang berak
darah, muntah darah, kesadaran menurun, dan renjatan (shock).
b. Pemeriksaan lab pada darah menunjukkan adanya pengentalan darah
(hemokonsentrasi) dan kekurangan sel pembekuan darah (trombosit), dan
ditemukan virus dengue atau zat antinya.
13. Polio
a. Panas, ingusan, batuk, lemas, muntah, diare. Panas menurun kemudian
timbul kelemahan/ kelumpuhan anggota gerak (lengan/kaki), biasanya
asimetris.
b. Pemeriksaan laboratorium pada tinja atau lendir tenggorokan
menunjukkan adanya virus polio dan pada darah terdapat zat antinya.
14. Pertusis
a. Batuk beruntun, pada akhir batuk anak menarik nafas panjang dan
terdengar suara “hup” (whoop) khas, biasanya disertai muntah. Serangan
batuk lebih sering pada malam hari. Anak mengeluarkan riak liat dan
kental. Akibat batuk yang dapat terjadi perdarahan konjungtiva atau
edema periorbital. Lamanya batuk 1-3 bulan (batuk 100 hari).
b. Pemeriksaan laboratorium pada lendir tenggorokan menunjukkan adanya
kuman pertusis (Bordetella pertusis).
15. Malaria
a. Demam, berkeringat, dingin, menggigil, yang berulang setiap 1-3 hari,
sakit kepala hebat, badan lemah, muka pucat, sering disertai mual, muntah
dan nyeri otot. Kadang-kadang limpa membesar, kejang dan kesadaran
menurun.
b. Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya parasit
malaria.
16. Hepatitis
a. Demam, badan lemas, mual, selaput mata kuning, air seni berwarna
seperti air the kental.
b. Pemeriksaan laboratorium pada darah/ tinja menunjukkan adanya virus
hepatitis dan darah juga terdapat antigen virus tersebut.
17. Meningitis
Panas, kaku kuduk, kejang-kejang, kesadaran menurun, reflek patologis
positif. Pemeriksaan laboratorium pada LCS.
18. Anthrax
a. Tipe kulit : Kulit melepuh (vesikel) tanpa sebab yang jelas atau tukak
(ulkus) dengan pinggir menonjol dan bagian tengahnya berwarna merah
tua-kehitaman, kadang-kadang disertai demam tinggi.
b. Tipe gastrointestinal : Sakit perut hebat terjadi beberapa jam sesudah
makan daging hewan yang menderita penyakit anthrax (Bacillus
anthracis).
19. Diare
Penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air
besar/defekasi (lebih 3 kali sehari) disertai adanya perubahan bentuk atau
kondisi tinja dari penderita.
20. Keracunan
a. Penderita jatuh sakit mendadak dengan gejala pusing, mual/muntah, dan
kejang (cramp) perut atau usus, kadang-kadang disertai adanya kejang
otot serta gejala khas keracunan lainnya.
b. Pada pemeriksaan laboratorium tinja atau muntahan menunjukkan adanya
penyebab keracunan dan konsentrasinya melebihi ambang normal.
E. Langkah Langkah Investigasi Wabah
Pengungkapan adanya wabah yang sering dilakukan atau didapatkan
adalah dengan deteksi dari analisis data surveilans rutin atau adanya laporan
petugas, pamong, atau warga yang cukup peduli. Alasan dilakukannya
penyelidikan adanya kemungkinan wabah adalah :
1. Mengadakan penanggulangan dan pencegahan
2. Kesempatan mengadakan penelitian dan pelatihan
3. Pertimbangan Program
4. Kepentingan Umum, Politik dan Hukum
Kegiatan penyelidikan wabah meliputi :
1. Menetapkan Terjangkitnya Keadaan Wabah
Informasi tentang terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-
sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan,
atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang terjadinya wabah bisa juga
berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan
laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Pada dasarnya
wabah merupakan penyimpangan dari keadaan normal karena itu wabah
ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan
rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan, tahun).
Terjadinya wabah dan teridentifikasinya sumber dan penyebab wabah
perlu ditanggapi dengan tepat. Jika terjadi kenaikan signifikan jumlah kasus
sehingga disebut wabah, maka pihak dinas kesehatan yang berwewenang
harus membuat keputusan apakah akan melakukan investigasi wabah. Pada
penerapannya, pada sistem kesehatan perlu ddilakukan investigasi wabah
dan mengambil langkah-langkah segera dan tepat untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut penyakit tersebut..
2. Melakukan Investigasi Wabah
Pada langkah investigasi yang pertama dilakukan penegakan dagnosa
dari penyakit yang menjadi wabah tersebut dengan mendefinisikan kasus.
Pada investigasi kasus, peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus
yang dilaporkan telah didiagnosis dengan benar (valid). Penegakan diagnose
yang utam dengan dilakukan pemeriksaan labolatorium. Dengan
menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami
penyakit akan dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus.
Berdasarkan tingkat ketidakpastian diagnosis, kasus dapat
diklasifikasikan menjadi:
a. kasus suspek (suspected case, syndromic case),
b. kasus mungkin (probable case, presumptive case), dan
c. kasus pasti (confirmed case, definite case).
Klasifikasi kasus (yang berbeda tingkat kepastiannya tersebut)
memungkinkan dilakukannya upaya untuk meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas pelaporan. Kasus suspek bersifat sensitive tetapi kurang spesifik,
dengan tujuan mengurangi negatif palsu. Kasus mungkin dan kasus pasti
bersifat lebih sensitif dan lebih spesifik daripada kasus suspek, dengan
tujuan mengurangi positif palsu.
Langkah selanjutnya dengan dilakukan penentuan apakah peristiwa
tersebut suatu letusan wabah atau bukan. Hal ini dilihat berdasarkan
penyebab terjadinya wabah. Pada investigasi penyebab terjadinya wabah
dapat dilakukan dengan wawancara dan epidemiologi deskriptif. Pada
wawancara intinya, tujuan wawancara dengan kasus dan nara sumber terkait
kasus adalah untuk menemukan penyebab terjadinya wabah.
Dengan menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti
mengunjungi pasien (kasus), dokter, laboratorium, melakukan wawancara
dan dokumentasi untuk memperoleh informasi berikut:
a. Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada);
b. Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan);
c. Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa;
d. Faktor-faktor risiko;
e. Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset
gejala untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian
akibat penyakit);
f. Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik
hasil investigasi).
Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang
meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan
pemeriksaan laboratorium). Informasi tersebut dugunakan untuk
membandingkan informasi yang didapat dengan definisi yang sudah
ditentukan tentang KLB dan membandingkan dengan incidende penyakit itu
pada minggu/bulan/tahun sebelumnya. Inti dari pertanyaan yang diajukan
adalah mengenai waktu (kapan mulai sakit), tempat (dimana penderita
mendapatkan infeksi), orang (siapa yang terkena, informasi yang diambil
adalah gender, umur, imunisasi).
Dengan menghitung jumlah kasus, menganalisis waktu, incidence
rate, dan risiko, peneliti wabah mendeskripsikan distribusi kasus menurut
orang, tempat, dan waktu, menggambar kurva epidemi, mendeskripsikan
kecenderungan (trends) kasus sepanjang waktu, luasnya daerah wabah, dan
populasi yang terkena wabah. Dengan epidemiologi deskriptif wabah bisa
mendapatkan hipotesa penyebab dan sumber wabah, distribusi penderita.
Hipotesa digunakan untuk mengarahkan pada penelitian lebih lanjut.
Hipotesis yang diterima, dapat menerangkan pola penyakit :
a. Sesuai dengan sifat penyebab penyakit,
b. Sumber infeksi,
c. Cara penularan,
d. Faktor lain yang berperan.
3. Melaksanakan Penanganan Wabah
Setelah data mengenai investigasi kasus dan penyebab telah
memberikan fakta tentang penyebab, sumber, dan cara transmisi, maka
langkah pengendalian hendaknya segera dilakukan. Makin cepat respons
pengendalian, makin besar peluang keberhasilan pengendalian. Langkah
pertama yang dilakukan adalah menentukan cara penanggulangan yang
paling efektif dan melakukan surveilence terhadap faktor lain yang
berhubungan.
Prinsip intervensi untuk menghentikan wabah sebagai berikut:
a. Mengeliminasi sumber pathogen, yang mencakup:
1) Eliminasi atau inaktivasi patogen;
2) Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction);
3) Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang
terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya);
4) Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan,
memasak daging dengan benar, dan sebagainya);
5) Pengobatan kasus.
b. Memblokade proses transmisi, mencakup:
1) Penggunaan peralatan pelindung perseorangan (masker, kacamata, jas,
sarung tangan, respirator);
2) Disinfeksi/ sinar ultraviolet;
3) Pertukaran udara/ dilusi;
4) Penggunaan filter efektif untuk menyaring partikulat udara;
5) Pengendalian vektor (penyemprotan insektisida nyamuk Anopheles,
pengasapan nyamuk Aedes aegypti, penggunaan kelambu
berinsektisida, larvasida, dan sebagainya).
c. Eliminasi kerentanan penjamu (host susceptibility) mencakup:
1) Vaksinasi;
2) Pengobatan (profilaksis, presumtif);
3) Isolasi orang-orang atau komunitas tak terpapar (“reverse isolation”);
4) Penjagaan jarak sosial (meliburkan sekolah, membatasi kumpulan
massa).
Hal terkhir dan merupakan hal terpenting dalam penanganan wabah
adalah menentukan cara pencegahan di masa yang akan datang.
4. Menetapkan Berakhirnya Wabah
Penetapan berakhirnya wabah berdasarkan informasi tentang
terjadinya wabah dari laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau
warga masyarakat. Informasi juga bisa berasal dari petugas kesehatan,
laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal
(suratkabar dan televisi). Hal ini untuk menganalisis apakah program
penanganan wabah dapat menurunkan kasus yang terjadi. Jika kasus yang
terjadi menurun maka dapat dikatakan bahwa penanganan wabah berhasil
dan dapat segera dilakukan penetapan berkahirnya wabah.
5. Pelaporan Wabah
Pada akhir kegiatan dilakukan pelaporan berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan tentang penyelidikan epidemiologi, dengan format
yang terdiri dari:
a. Pendahuluan
b. Latar belakang
c. Uraian tentang penelitian yang telah dilakukan
d. Hasil penelitian
e. Pembahasan
f. kesimpulan
g. Tindakan penanggulangan
h. Dampak-dampak Penting
i. Rekomendasi
F. Kegiatan Penanggulangan Wabah
Untuk dapat melakukan penanggulangan wabah banyak kegiatan yang
harus dilakukan. Untuk suatu Puskesmas, kegiatan tersebut secara sederhana
dapat dibedakan atas empat macam, yaitu:
6. Menetapkan terjangkitnya keadaan wabah
Merupakan kegiatan pertama yang harus dilakukan. Untk dapat
menetapkan terjangkit atau ridaknya wabah tersebut, perlu dilakukan
pengumpulan data, penganalisaan data, dan penarikan kesimpulan. Agas
kesimpulan tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya perlu dimiliki
suatu pedoman pengambilan kesimpulan. Pedoman yang dimaksud dikenal
dengan nama Nilai Batas Keadaan Wabah.
7. Melaksanakan penanganan keadaan wabah
Apabila telah dibuktikan adanya wabah, kegiatan selanjutnya yang
perlu dilakukan adalah melaksanakan penanganan wabah. Untuk ini ada tiga
hal yang harus dilakukan yakni:
a. Kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada penderita
b. Kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada masyarakat
c. Kegiatan-kegiatan yang ditujukan terhadap lingkungan
8. Menetapkan berakhirnya keadaan wabah
Cara menetapkan berakhirnya keadaan wabah adalah sama dengan
menetapkan terjangkitnya wabah, yakni melakukan pengumpulan data,
penganalisaan data, dan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan disini
juga memanfaatkan Nilai Batas Keadaan Wabah yang telah ditetapkan.
9. Pelaporan wabah
Pada dasarnya laporan wabah tersbut meliputi laporan terjangkitnya
keadaan wabah, laporan penanganan wabah serta laporan berakhirnya
keadaan wabah. Semua laporan ini dipersiapkan oleh Puskesmas untk
dikirimkan ke Dinas Kesehatan Tingkat II. Adanya laporan seperti ini
dipandang penting dalam rangka penyusunan rencana-rencana dan
pelaksanaan rencana kerja penanggulangan wabah itu sendiri.
Ruang lingkup penanggulangan wabah di Indonesia masih terbatas pada
penyakit menular. Jika ditinjau dari sudut program kesehatan masyarakat, maka
ada tidaknya penyakit menular di suatu Negara merupakan petunjuk dari maju
atau tidaknya program kesehatan masyarakat di Negara tersebut. Lazimnya jika
penyakit menular banyak ditemukan ini berarti program kesehatan masyarakat
belum maju dan demukian juga sebaliknya.
G. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULYA WABAH
1. Herd immunity yang rendah
Adalah daya tahan masyarakat terhadap penyebran penyakit infeksi
karena sebagian besar anggota masyarakat memiliki kekebalan terhadap
penyakit infeksi tersebut. Dalam keadaan tertentu herd immunity ini bisa
menurun sehingga terjadi wabah.
2. Patogenesity
Adalah kemampuan bibit penyakit untuk dapat menimbulkan suatu
penyakit.
3. Lingkungan yang buruk
Adalah seluruh kondisi yang terdapat disekitar mikroorganisme tetapi
mempengaruhi kehidupan atau perkembangan mikroorganisme tersebut.
Recommended