MAKALAH MATEMATIKA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Matematika
Disusun oleh :
WULAN SARINIM : 1251.0.15
KELAS 1B
FAKULTAS TARBIYYAH PROGRAM PGSD/PGMI-S1INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYYAH
PONDOK PESANTREN SURYALAYA2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang dijarkan di
sekolah. Seorang guru yang akan mengajarkan matematika kepada
siswanya, hendaklah mengetahui dan memahami objek yang akan
diajarkannya, yaitu matematika. Untuk menjawab pertanyaan “Apakah
matematika itu ?” tidak dapat dengan mudah dijawab. Hal ini
dikarenakan sampai saat ini belum ada kepastian mengenai pengertian
matematika karena pengetahuan dan pandangan masing-masing
dari para ahli yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan bahwa
matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang, matematika
merupakan bahasa simbol, matematika adalah bahasa numerik,
matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif, matematika
adalah metode berpikir logis, matematika adalah ilmu yang
mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, matematika
adalah ratunya ilmu dan juga menjadi pelayan ilmu yang lain.
Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari hitung-
menghitung. Di segala macam sosialisasinya pastilah manusia
menggunakan hal tersebut. Dalam dunia pendidikan, hal tersebut
dinamakan ilmu hitung atau yang lebih populer dengan sebutan
matematika yang identik dengan hitung-hitungan. Ilmu hitung adalah
ilmu pasti yang tidak dapat diterka jawabannya hanya menggunakan
angan-angan atau pendapat, semua harus berdasarkan pada dalil dan
rumus. Oleh karena itulah matematika dinamakan ilmu eksact atau
ilmu pasti. Karena matematika berhubungan dengan hal yang pasti
saja. Hampir semua manusia yang pernah belajar mengenal ilmu ini
karena diseluruh dunia ilmu ini dipelajari.
Dalam perkuliahan kali ini, kami mahasiswa mendapat tugas
untuk membuat makalah tentang materi matematika, maka judul ini
kami pilih guna memenuhi tugas tersebut.
1
B. Rumusan Masalah
Secara rinci rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut :
1. Apa pengertian dan sejarah matematika ?
2. Apa karakteristik matematika ?
3. Bagaimana hakikat pembelajaran matematika di sekolah ?
4. Bagaimana penyajian matematika di sekolah ?
C. Tujuan Pembahasan
Makalah matematika ini secara khusus disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Matematika. Selain itu dengan
disusunnya makalah ini mahasiswa dapat :
1. Mengetahui pengertian dan sejarah matematika.
2. Mengetahui tentang karakteristik matematika.
3. Memahami bagaimana hakikat pembelajaran matematika di
sekolah.
4. Mengetahui bagaimana penyajian matematika di sekolah ?
2
BAB II
HAKIKAT MATEMATIKA
A. Hakikat Matematika
Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia berhubungan
dengan ide dan penalaran. Ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran
manusia itu merupakan sistem-sistem yang bersifat untuk
menggambarkan konsep-konsep abstrak, dimana masing-masing
sistem bersifat deduktif sehingga berlaku umum dalam menyelesaikan
masalah.
Sehubungan dengan hal di atas Hudoyo (1988:3) menyatakan
matematika berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan), struktur-
struktur dan hubungan-hubungan yang diatur secara logik sehingga
matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Suatu
kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan atas alasan logik
yang menggunakan pembuktian deduktif. Matematika memiliki
peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak
permasalahan dan kegiatan dalam hidup kita yang harus diselesaikan
dengan menggunakan ilmu matematika seperti menghitung,
mengukur, dan lain – lain. Matematika adalah ilmu universal yang
mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern,
memajukan daya pikir serta analisa manusia. Peran matematika
dewasa ini semakin penting, karena banyaknya informasi yang
disampaikan orang dalam bahasa matematika seperti, tabel, grafik,
diagram, persamaan dan lain – lain.untuk memahami dan menguasai
informasi dan teknologi yang berkembang pesat, maka diperlukan
penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Sedang Soedjadi
(1985:13) berpendapat bahwa simbol-simbol di dalam matematika
umumnya masih kosong dari arti sehingga dapat diberi arti sesuai
dengan lingkup semestanya. Berdasarkan uraian di atas, agar supaya
simbol itu berarti maka kita harus memahami ide yang terkandung di
dalam simbol tersebut. Karena itu, hal terpenting adalah bahwa ide
harus dipahami sebelum ide itu sendiri disimbolkan. Misalnya simbol
(x, y) merupakan pasangan simbol “x” dan “y” yang masih kosong dari
3
arti. Apabila konsep tersebut dipakai dalam geometri analitik bidang,
dapat diartikan sebagai kordinat titik, contohnya A(1,2), B(6,9), titik A
(1,2) titik A terletak pada perpotongan garis x = 1 dan y = 2 titik B( 6,
9) artinya titik B terletak pada perpotongan garis x = 6 dan y = 9.
Hubungan–hubungan dengan simbol-simbol dan kemudian
mengaplikasikan konsep-konsep yang dihasilkan kesituasi yang nyata.
Soedjadi (2000: 1) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi
atau pengertian matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya,
yaitu sebagai berikut:
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan
terorganisisr secara sistematik.
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
berhubungan dengan bilangan.
d. Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang
logik.
f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
B. Pengertian Matematika
Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani Kuno μάθημα
(máthēma), yang berarti pengkajian, pembelajaran, ilmu, yang ruang
lingkupnya menyempit, dan arti teknisnya menjadi "pengkajian
matematika", bahkan demikian juga pada zaman kuno. Kata sifatnya
adalah μαθηματικός (mathēmatikós), berkaitan dengan pengkajian,
atau tekun belajar, yang lebih jauhnya berarti matematis. Secara
khusus, μαθηματικὴ τέχνη (mathēmatikḗ tékhnē), di dalam bahasa
Latin ars mathematica, berarti seni matematika.
Matematika (dari bahasa Yunani: μαθηματικά - mathēmatiká)
adalah studi besaran, struktur, ruang, relasi, perubahan, dan beraneka
topik pola, bentuk, dan entitas.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan
4
antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam
penyelesaian masalah mengenai bilangan. (Hasan Alwi, 2002:723)
C. Sejarah Perkembangan Matematika
1. Pembelajaran yang Realistik/Konstruktivis
Pemahaman pembagian sebagai distribusi sesungguhnya tidak
membutuhkan “ceramah” dari guru, karena siswa memiliki potensi
untuk "menemukan" konsep tersebut. Lalu daripada langsung
menyuguhkan lambang formal semacam 36 : 3, guru dapat
menggunakan soal yang kontekstual, seperti di bawah ini.
Tiga anak akan membagi 36 permen sama rata. Berapa permen
yang akan diperoleh oleh tiap-tiap anak? Siswa-siswi mungkin akan
menemukan salah satu dari model atau prosedur penyelesaian berikut
ini.
a. Membagi dengan dasar geometris, yaitu dengan membagi
susunan permen menjadi tiga daerah bagian yang sama.
b. Mendistribusi satu demi satu. Mungkin dengan menyilang
permen yang telah didistribusi ke salah satu anak.
c. Mengelompokkan tigatiga. Mungkin dengan pertimbangan setiap
kali permen didistribusi, akan terdistribusi ke tiga orang anak.
d. Model atau strategi penyelesaian tersebut di atas secara implisit
memuat ide tentang pengurangan berulang (repeated subraction)
maupun bagi adil (fair sharing), bahkan ide tentang kebalikan
perkalian (invers of multiplication). Tugas guru adalah
memfasilitasi siswa-siswi sampai pada ide-ide tersebut sebelum
benar-benar menyatakannya sebagai kalimat matematika formal
(penggunaan simboldan konsep/prinsip matematika).
2. Sejarah Bilangan Negatif don Bilangan Positif di Cina
Kuno
Di Cina, penggunaan bilangan positif ditandai dengan batang
(atau gambar batang) merah, sedangkan bilangan negatif ditandai
dengan batang hitam. Mungkin ini telah dikenal ribuan tahun yang
lalu, dan kita dapat melihatnya pada Jianzhong Suanshu (antara
5
tahun 206 SM -220 M). Apa yang digunakan oleh orang Cina
Kuno tersebut dapat digunakan dalam pembelajaran untuk
menunjukkan bilangan bulat (bulat positif, nol, dan bulat
negatif). lllustrasi dari Cina kuno dapat digunakan untuk
menunjukkan sifat negatif sebagai hutang dan positif sebagai
piutang (atau mempunya).
6
BAB III
KARAKTERISTIK MATEMATIKA
A. Memiliki Objek Abstrak
Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak
dan sering disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek
pikiran. Objek dasar itu meliputi fakta, konsep, operasi ataupun relasi
dan prinsip. Dari objek itulah dapat disusun suatu pola dan struktur
matematika.
Fakta merupakan konvensi-konvensi yang diungkapkan dengan
simbol tertentu. Simbol bilangan “3” secara umum sudah dipahami
sebagai bilangan “tiga”. Jika disajikan angka “3” orang sudah dengan
sendirinya menangkap maksudnya yaitu ‘tiga”. Sebaliknya kalau
seseorang mengucapkan kata “tiga” dengan sendirinya dapat
disimbolkan dengan “3”. Fakta lain dapat terdiri atas rangkaian simbol,
misalnya “3+4” yang dipahami tiga ditambah empat. Demikian juga
“3x5 = 15” adalah fakta yang dipahami sebagai “tiga kali lima adalah
lima belas”. Fakta yang lebih komplek adalah “3x5=5+5+5=15”.
Dalam geometri juga terdapat simbol-simbol tertentu yang merupakan
konvensi, misalnya “//” yang bermakna “sejajar”, “O” yang bermakna
lingkaran dan sebagainya. Dalam aljabar dikenal (a,b) sebagai
pasangan berurutan dan dalam kalkulus sebagai interval buka.
Konsep adalah idea abstrak yang dapat digunakan untuk
menggolongkan sekumpulan objek. Apakah objek tertentu merupakan
contoh konsep ataukah bukan “segitiga” adalah nama suatu konsep
abstrak. Dengan konsep itu sekumpulanobjek dapat digolongkan
sebagai contoh segitiga ataukah bukan contoh “Bilangan Asli” adalah
nama suatu konsep yang lebih komplek karena bilangan asli terdiri
atas banyak konsep sederhana yaitu bilangan “satu”, “dua”, “tiga” dan
seterusnya. Dalam matematika terdapat konsep yang amat penting
yaitu “fungsi”, “variabel” dan “konstanta”. Konsep tersebut seperti
halnya dengan bilangan terdapat disemua cabang matematika. Banyak
konsep lain dalam matematika yang sifatnya lebih kompleks misalnya
“matriks”, “vektor”, “group” dan ‘ruang matriks”
7
Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah
ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi
orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep
yang didefinisikan. Sehingga menjadi jelas apa yang dimaksud konsep
tertentu. Konsep trapesium misalnya bila diungkaapkan dalam definisi
“trapesium adalah segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar*)”
akan menjadi jelas maksudnya. Konsep trapesium dapat dikemukakan
dengan definsi lain, misalnya “segiempat yang terjadi jika sebuah
segitiga dipotong oleh sebuah garis yang sejajar salah satu sisinya
adalah trapesium**)”. Kedua definisi trapesium di atas memiliki isi kata
atau makna kata yang berbeda.
Kedua definisi itu dikatakan “intensi” yang berbeda tetapi
memiliki ‘ekstensi” yang sama. Kesamaan ekstensi itu dapat diuji
dengan pertanyaan “adalah trapesium meurut definisi pertama yang
tidak termasuk dalam trapesium menurut definisi kedua dan
sebaliknya?. Ekstensi suatu definisi juga berarti “himpunan yang
tertangkap oleh definisi itu”.
Definisi pertama digolongkan dalam definisi analitis, yaitu
definisi yang menyebutkan genus proksimum (genus terdekat) dan
deferensia spesifika (pembeda khusus). Sebagai contoh “Belah ketupat
adalah jajargenjang yang...”, genus proksimumnya yaitu “jajargenjang”
sedangkan deferensia spesifiknya adalah keterangan yang berada
dibelakang kata “yang”.
Prinsip adalah objek matematika yang kompleks. Prinsip dapat
terdiri dari beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu
relasi ataupun operasi. Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa
prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika.
Prinsip dapat berupa aksioma, teorema, sifat, dan sebagainya.
B. Bertumpu Pada Kesepakatan
Seperti halnya dalam kehidupan keseharian kita, termasuk
kehidupan berbangsa dan bernegara, terdapat banyak kesepakatan
yang mengikat semua anggota masyarakat. Dalam matematika
kesepakatan merupakan suatu tumpuan yang amat penting.
Kesepakatan yang mendasar adalah Aksioma dan konsep primitif.
8
Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putarnya
argumentasi dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan
untuk menghindarkan berputar-putar dalam mendefinisikan.
Aksioma juga disebut Postulat ataupun pernyataan pangkal
(yang tidak perlu dibuktikan). Sedangkan konsep primitif yang juga
disebut sebagai undefined terms ataupun pengertian pangkal tidak
perlu didefinisikan. Beberapa aksioma dapat membentuk suatu sistem
aksioma yang selanjutnya dapat membetuk suatu sistem aksioma
yang selanjutnya dapat menurunkan berbagai teorema. Dalam
aksioma tentu terdapat konsep primitif tertentu dari satu atau lebih
konsep primitif dan dapat dibentuk konsep baru melalui pendefinisian.
C. Berpola Pikir Deduktif
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir
deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan
pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan
atau diarahkan pada hal yang bersifat khusus”. Pola pikir deduktif ini
dapat terwujud dalam bentuk yang amat sederhana tetapi juga dapat
terbentuk dalam wujud yang tidak sederhana.
Seorang siswa SD sudah mengerti makna konsep “persegi”
yang diajarkan gurunya. Suatu hari siswa tersebut melihat berbagai
macam bentuk pigura yang terdapat pada suatu pameran lukisan. Saat
itu dia menunjukkan pigura yang berbentuk persegi dan yang bukan
persegi, ini berarti siswa tersebut telah menerapkan pemahaman
umum tentang persegi ke dalam situasi khusus tentang pigura-pigura
tersebut. Jadi siswa itu pada waktu menunjuk pigura persegi telah
menggunakan pola pikir deduktif yang tergolong sederhana.
Banyak teorema dalam matematika yang “ditemukan” melalui
pengamatan-pengamatan khusus, misalnya Teorema Pythagoras. Bila
hasil pengamatan tersebut dimasukan dalam struktur matematika
terentu maka teorema yang ditemukan harus dibuktikan secara
deduktif dengan menggunakan teorema dan definisi terdahulu yang
telah diterima.
D. Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti
9
Dalam matematika terdapat banyak sekali simbol yang
digunakan baik berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-
simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model matematika
dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun eometrik tertentu
dan sebagainya. Huruf-huruf yang digunakan dalam model persamaan
misalnya x+y=z belum tentu bermakna atau berarti bilangan,
demikian juga tanda “+” belum tentu operasi tambah untuk dua
bilangan. Makna huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan
yang mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi secara umum
bentuk dan tanda dalam model x+y=z masih kosong dari arti, terserah
pada yang memanfaatkan model itu. Kosongnya arti simbol mauun
tanda dalam model-model matematika itu justru memungkinkan
“interval” matematika ke dalam bebagai pengetahuan. Kosongnya arti
memungkinkan matematika memasuki medan garapan dari ilmu
bahasa (linguistik).
E. Memperhatikan Semesta Pembicaraan
Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol dan
tanda-tanda dalam matematika jelas bahwa dalam menggunakan
matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa simbol itu
dipahami. Bila lingkup pembicaraannya bilangan. Maka simbol-simbol
diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraannya transformasi maka
simbol-simbol itu diartikan suatu transformasi. Lingkup pembicaraan
itulah yang disebut semesta pembicaraan. Benar atau salahnya atau
ada tidaknya penyelesaian suatu model matematika oleh semesta
pembicaraannya.
Dalam semesta pembicaraan bilangan bulat terdapat model
2x=5. Adakah penyelesainnya? Kalau kita selesaikan tanpa
menghiraukan semestanya akan diperoleh hasil x=2,5. Jika
diperhatikan semesta pembicaraannya maka hasil itu bukan jawaban
yang dikehendaki. Jadi jawaban yang sesuai dengan semestanya
adalah “tidak ada jawabannya” atau penyelesaiannya tidak ada. Sering
juga dikatakan himpunan penyelesaian adalah “himpunan kosong”.
Dalam semesta pembicaraan vektor dalam bidang datar
terdapat model a +b =c. Jelas bahwa huruf-huruf yang digunakan itu
10
tidak diartikan bilangan, tetapi harus diartikan vektor. Sehingga untuk
menentukan penyelesaiannya diperukan cara yang berbeda dengan
bilangan.
F. Konsisten Dalam Sistemnya
Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang
mempunyai kaitan satu sama lain tetapi juga ada sistem yang
terdapat dipandang terlepas satu sama lain. Misal dikenal sistem-
sistem aljabar, atau sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan
sistem geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain
tetapi di dalam sistem aljabar sendiri terdapat beberapa sistem
yang lebih “kecil” yang terkait satu sama lain. Demikian juga dalam
sistem geometri, terdapat beberapa sistem “kecil” yang berkaitan
satu sama lain.
Dalam aljabar terdapat sistem aksioma dari ring, sistem
aksioma dari field dan sebagainya. Masing-masing sistem aksioma
itu memiliki keterkaitan tertentu. Demikian juga dalam sistem
geometri terdapat sistem geometri netral, sistem geometri
Euiclides, sistem geometri non-Euiclides dan sebagainya. Sistem-
sistem geometri itu memilki kaitan tertentu juga.
11
BAB IV
HAKIKAT MATEMATIKA DI SEKOLAH
A. Penyajian Matematika di Sekolah
Matematika adalah ilmu exsat yang wajib dipelajari di setiap
sekolah. Di Indonesia matematika di ajarkan dari mulai TK atau
PAUD sampai jenjang pendidikan terakhir.
Matematika yang diajarkan di Indonesia ada dua versi. Yaitu
versi lama yang lebih dikenal dengan istilah berhitung karena
didalamnya banyak hitung-hitungan yang versi lama ini ada ciri
khususnya yaitu antara perkalian, pembagian, penjumlahan dan
pengurangan harus urut atau lebih kuat perkalian dari pada
pembagian dst. Akan tetapi di matematika versi baru hal tersebut
tidak berlaku lagi.
Sebenarnya antara pembelajaran matematika KTSP dengan
kurikulum sebelumnya hampir tidak beda, yang membedakan
hanyalah materi atau waktu penyampaian materinya saja. Selain
itu pembahasan matematika di KTSP lebih terarah dan komplisit
sehingga pembelajaran matematika lebih berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari.
Selain itu materi yang disajikan juga lebih sedikit sehingga
siswa lebih memahami dan menguasai materi-materi tersebut dan
dapat menggunakan dalam kehidupannya sehari-hari. Adapun
penerapan pembelajaran matematika menurut KTSP itu
sebenarnya tidak dibatasi, tergantung sejauh mana guru kreatif
dalam penyampaiannya saja. Jika guru tidak kreatif, maka
pembelajaran matematika tidak lah akan berbeda dengan
pembelajaran model dulu.
Kalau dulu guru yang aktif, maka pembelajaran sekarang
siswa lah yang menjadi objek pembelajaran sehingga siswa akan
aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dan dalam pembelajaran
matematika sekarang, hendaknya siswa dihadapkan pada realita
yang sebenarnya, sehingga kebimbangan dan kejenuhan belajar
12
akan hilang karena siswa mengalami hal tersebut dengan
sendirinya.
B. Pola Pikir Matematika di Sekolah
Pola pikir matematika sebagai ilmu adalah deduktif. Sifat
atau teorema yang ditemukan secara induktif ataupun empirik
harus dibuktikan kebenarannya dengan langkah-langkah deduktif
sesuai dengan strukturnya. Tidaklah demikian halnya dalam
matematika sekolah, kalaupun siswa pada akhirnya tetap
diharapkan mampu berpikir deduktif, namun dalam proses
pembalajarannya dapat digunakan pola pikir induktif.
Pola pikir induktif yang digunakan sebagai bentuk
penyesuaian dengan tahap perkembangan intelektual siswa-siswi.
Namun, untuk penyajian matematika di MA digunakan pola pikir
deduktif. Jika definisi jajaran genjang telah diterapkan di MI untuk
memperkenalkan konsep suatu bangun datar, misalnya persegi,
guru dapat menunjukkan berbagai bangun geometri atau gambar
datar kepada siswanya, kemudian menunjuk bangun yang
berbentuk persegi, dengan mengatakan, “lni namanya persegi.”
Selanjutnya menunjuk bangun lain yang bukan persegi dengan
mengatakan, “lni bukan persegi.” Dengan demikian siswa-siswi
menangkap pengertian persegi secara intuitif secara visual,
sehingga dia dapat membedakan mana bangun yang berupa
persegi dan mana yang bukan. Ini merupakan langkah induktif
atau mengikuti pola pikir induktif. Namun selanjutnya dapat juga
ditanamkan pola pikir deduktif secara amat sederhana, misalnya
siswa MI tersebut diajak ke suatu tempat yang banyak bangun-
bangun geometrinya. Bila kepada siswa itu ditanyakan manakah
yang merupakan persegi, ternyata dia dapat menunjuk dengen
benar, berarti siswa tersebut telah menerapkan pola pikir
deduktif yang sederhana.
Demikian banyak topik matematika yang penyajiannya
perlu diawali dengan langkah-langkah induktif namun akhirnya
tetap diarahkan agar siswa dapat berpikir secara deduktif.
13
C. Keterbatasan Semesta
Pola pikir matematika sebagai ilmu adalah deduktif. Sifat
atau teorema yang ditemukan secara induktif ataupun empirik
harus dibuktikan kebenarannya dengan langkah-langkah deduktif
sesuai dengan strukturnya. Tidaklah demikian halnya dalam
matematika sekolah, kalaupun siswa pada akhirnya tetap
diharapkan mampu berpikir deduktif, namun dalam proses
pembalajarannya dapat digunakan pola pikir induktif.
Sebagai akibat dipilihnya unsur atau elemen matematika
untuk matematika sekolah dengan memperhatikan aspek
pendidikan, dapat terjadi "penyederhanaan" dari konsep
matematika yang kompleks. Pengertian semesta pembicaraan
tetap diperlukan, namun mungkin lebih dipersempit. Selanjutnya
semakin meningkat usia siswa, yang berarti meningkat juga tahap
perkembangannya maka semesta itu berangsur diperluas lagi
Sebagai contoh keterbatasan semesta matematika di MI,
dalam hal pembelajaran tentang bilangan, mulai dari kelas 1
berturut (urut hingga kelas 5 misalnya, di kelas 1 siswa secara
berturut-turut mulai dikenalkan hanya bilangan cacah yang tidak
lebih dari 100 kemudian semakin meningkat. Pada saat siswa
hanya mengenal bilangan cacah yang tidak lebih dari 100, tentu
saja guru belum perlu memberikan soal yang operasinya
menghasilkan bilangan di luar 0-100 itu. Demikian juga dalam hal
memperkenalkan pecahan, secara bertahap semesta dan
penyebutnya dianekaragamkan atau diperluas semestanya. Di MI
tidak semua operasi terhadap bilangan bulat dlperkenalkan, hanya
diperkenalkan operasi penjumlahan dan pengurangan. Belum
diperkenalkan perkalian dan pembagian bilangan bulat (khususnya
untuk bilngan negatif).
D. Tujuan Pendidikan Matematika
Tujuan Pendidikan Matematika yang dimaksud di sini
adalah tujuan secara umum mengapa matematika diajarkan di
berbagai jenjang sekolah. Selain itu juga dikemukakan tujuan
pembelajaran matematika yang ingin dicapai oleh suatu institusi
14
atau sekolah melalui kurikulum yang ditetapkan. Selanjutnya akan
dikemukakan semacam klasifikasi atau pengelompokan tujuan
pembe!ajaran matematika yang dalam tulisan ini menjadi fokus
pembahasan bertalian dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
pembelajaran matematika. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 22 tahun 2006 dikemukakan bahwa mata pelajaran
matematika diajarkan di sekolah bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam oemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model
dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Bila diperhatikan secara cermat terlihat bahwa kelima tujuan
yang dikemukakan di atas memuat nilai-nilai tertentu yang dapat
mengarahkan klasifikasi atau penggolongan tujuan pembelajaran
matematika di semua jenjang pendidikan sekolah menjadi (1)
tujuan bersifat formal dan (2) tujuan yang bersifat material.
Adapun tujuan yang bersifat formal lebih menekankan kepada
menata penalaran dan membentuk kepribadian. Sedangkan
tujuan yang bersifat material lebih menekankan kepada
kemampuan menerapkan matematika dan keterampilan
matematika. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa selama ini
dalam praktek pembelajaran di kelas guru lebih menekankan
kepada tujuan yang bersifat material, antara lain karena
15
tuntutan lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh sistem
evaluasi regional ataupun nasional.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam
pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup
dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak
tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu
dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat
model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan
solusinya.
Dalam setiap kesempaian, pembelajaran matematika
hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai
dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan
masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing
untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan
keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat
peraga, atau media lainnya. Selain itu, perlu ada pembahasan
mengenai bagaimana matematika banyak diterapkan dalam
teknologi informasi sebagai perluasan pengetahuan oeserta
didik.
E. Matematika Informal
Pada pembahasan terdahulu telah disinggung istilah
"matematika informal". Pada bagian ini lebih luas di uraikan.
Sekarang ini telah dikenal istilah "Pendidikan Formal" dan
Pendidikan non-Formal", Makna dari "Pendidikan formal" adalah
pendidikan yang dilaksanakan di sekolah, sedangkan makna dari
"pendidikan non-formal" adalah pendidikan yang dilaksanakan di
luar sekolah tetapi masih jelas strukturnya. Pendidikankejar paket
A, misalnya, dapat digolongkan sebagai pendidikan non-Formal.
Selain kedua istilah tersebut juga dikenal istilah "Pendidikan
Informal". Pendidikan informal diartikan pendidikan yang
terlaksana di luar pendidikan formal maupun pendidikan non
formal.
16
Dalam suatu keluarga misalnya, banyak pendidikan
informal yang terjadi. Pendidikan anak dalam keluarga dapat
terjadi atau terlaksana hanya dengan memperhatikan kebiasaan
bapak dan ibu dalam keluarga itu. Si anak, mungkin tanpa sadar
mengikuti kebiasaan yang dia lihat setiap hari di rumah. Seorang
anak yang mulai dapat berjalan tidak mustahil akan sering jatuh.
orang tua yang bijaksana tidak akan melarang anak itu berjalan
lagi, tetapi secara bertahap melepas anak itu berjalan' Disadari
atau tidak oleh anak, akhirnya dia dapat berjalan sendiri tanpa
jatuh lagi. Ini tergolong dalam pendidikan informal.
Hal yang serupa dengan istilah pendidikan informal itu
juga terdapat pada makna istilah "matematika informal".
Pengetahuan matematika yang diperoleh oleh anak di tingkat
"Roudlotul Athfal" atau "Bustanul Athfal" tidak mengikuti
struktur matematika yang ada di Madrasah lbtidaiyah atau jenis
madrasah yang tain (mungkin ini penyebab tidak disebut
madrasah tetapi roudloh). Pengetahuan matematika yang kini
dimaksukkan dalam "kurikulum" RA. antara lain adalah
"klasifikasi dan seriasi". Keduanya dapat dicapai melalui
pendidikan informal.
Tentu saja masih banyak pengetahuan metematika atau
yang mengarah kepada matematika yang dapat diperoleh anak
seusia anak TK secara informal. Hal yang penting dan perlu
diperhatikan adalah bahwa jangan sampai matematika Ml tanpa
pertimbangan yang matang langsung diberikan kepada anak TK.
17
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Matematika adalah ilmu yang terorganisir sebagai alat
berpikir deduktif dan cara bernalar untuk memahami bahasa
artifisial dan sebagai seni kreastif yang pembahasannya meliputi
studi besaran, struktur, ruang, relasi, perubahan, dan beraneka
topik pola, bentuk, dan entitas.
Secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan
sebagai berikut, di antaranya:
1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir.
2. Matematika sebagai alat (tool).
3. Matematika sebagai pola pikir deduktif.
4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).
5. Matematika sebagai bahasa artifisial.
6. Matematika sebagai seni yang kreatif.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
dirasakan sulit oleh banyak siswa. Hal ini dikarenakan objek
matematika yang abstrak, sehingga siswa sulit memahaminya.
Dengan demikian pembelajaran matematika perlu diusahakan
sesuai dengan kemampuan kognitif siswa, mengkongkritkan objek
matematika yang abstrak sehingga muda difahami siswa.
B. Saran
1. Untuk para mahasiswa agar dapat lebih memahami tentang
ilmu matematika khususnya untuk pembelajaran di sekolah.
2. Untuk mahasiswa agar lebih mengembangkan teori ilmu
matematika yang didapat dan dikorelasikan dengan proses
pembelajaran di sekolah.
18
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Alwi, dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Suherman., E, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika.
http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika_Etimologi.
Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan lmplikasinya
terhadap Pembelajaran Matematika. Yogyakafta: Departemen
Pendidikan Nasional
19
Recommended