1
MAKALAH SISTEM MUSKULOSKELETAL
KELOMPOK 7 SEMESTER VI
OSTEOMYELITIS
Nama:
1. Christiyanto Aji Nugroho 1002019
2. Bayu Agung Kusuma 1002009
3. Damian De Veuster Mokalu 1002022
4. Fransisca Winandari 1002047
5. Riski Wulandari 1002088
6. Monica Tunjung Riastuti 1002073
7. Anastasia Viani Tomo L 1002004
8. Yoanna Febrianita Ruslim 1002214
9. Yustina Kurniawati 1002124
10. Florinda Da Crus 1002046
PRODI S-1 ILMU KEPERAWATAN STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA
TA 2013/2014
2
DAFTAR ISI
Daftar isi: hal:
1. Cover 1
2. Daftar Isi 2
3. Pengertian 3
4. Anatomi Fisiologi 3
5. Epidemiologi 8
6. Etiologi 8
7. Klasifikasi 9
8. Patofisiologi 10
9. Manifestasi klinik 11
10. Pemeriksaan diagnostic 12
11. Komplikasi 12
12. Penatalaksanaan 13
13. Prognosis 14
14. Pencegahan 15
15. Asuhan Keperawatan 15
16. Satuan Acara Penyuluhan 19
17. Aspek Legal Etik perawat 21
18. Peran advokat perawat 23
19. Jurnal 24
20. Daftar Pustaka 25
3
OSTEOMYELITIS
I. DEFINISI
Osteomylitis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan beberapa
infeksi pada tulang.(Donna D. Igna tavicius 1995: 1430).
Osteomylitis adalah infeksi jaringan tulang.yang dapat timbul akut atau kronik.
(Sylvia A. P. loraince M. W 1995:1200).
Osteomielitis didefinisikan sebagai infeksi pada tulang yang disebabkan oleh
mikroorganisme (Luca Lazzarini, 2004).
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI
TULANG
4
A. Fungsi
Menurut Phipps, et al (1991), tulang mempunyai tiga fungsi mekanik yaitu :
mendukung jaringan tubuh, melindungi organ tubuh seperti tulang tengkorak
melindungi otak dan pergerakan dimana dipengaruhi oleh kontraksi otot-otot pada
tulang memungkinkan untuk bergerak. Tulang juga mempunyai dua fungsi
tambahan yaitu menyimpan kalsium dan sumsum tulangnya menghasilkan sel
darah merah (hematopoiesis).
B. Komposisi dan perkembangan
Tulang terdiri dari sel-sel hidup (living cells) dan material intraseluler tidak hidup.
Sel –sel hidup yaitu osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang, osteoclast
yang merupakan sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang
rusak maupun yang sudah tua dan osteosit yaitu osteoblas yang berada pada
matriks. Material intraseluler tidak hidup atau matriks tulang terdiri dari
mukopolisakarida dan kolagen. Tulang berasal dari kartilago hialin embrionik
yang prosesnya dikenal sebagai osteogenesis atau osifikasi endokondrial. Proses
ini selesai melalui sintesis mukopolisakarida dan kolagen oleh osteoblas (sel
pembentuk tulang). Garam kalsium disimpan di matriks tulang, memberikan
kekuatan pada tulang.
C. Tipe, struktur dan pertumbuhan tulang
Tulang terdiri atas empat type, tergantung pada ukurannya :
1. Tulang panjang (femur, humerus).
2. Tulang pendek (karpal)
3. Tulang pipih (tengkorak)
4. Tulang tidak teratur (vertebrae).
Setiap tulang tersusun atas tulang kankelous (spongy) dan compact (dense). Pada
tulang panjang bagian kankelous ditemukan pada ujung tulang dan compact pada
bagian tengah. Pada tulang pendek dan tidak teratur mempunyai suatu inti bagian
5
dalam pada kankelous dan suatu lapisan luar pada compact. Tulang datar
mempunyai dua lapisan luar tulang compact dengan satu lapisan bagian dalam
pada kankelous.
Tulang kankelous dan tulang compact dibedakan dari yang lainnya dengan adanya
susunan lamelae yaitu lapisan silindris kosentrik yang terletak di antaranya. Pada
pusat susunan cincin kosentrik ini ada suatu saluran yang disebut saluran
haversian. Saluran ini mengandung suatu pembuluh darah kapiler. Beberapa
saluran juga mengandung arteriola, venula dan limfatik. Ruang kecil antara
cincing lamelae disebut lakuna yang diisi oleh sel tulang (osteosit). Lacuna
dihubungkan dengan saluran haversian dan selanjutnya zat gizi disuplay oleh
saluran yang sangat kecil yang disebut kanalikuli. Lamellae dengan saluran
haversian, lacuna dan kanalikuli disebut unit haversian. Unit haversian merapat
secara bersamaan pada tulang compact. Pada tulang kankelous banyak ruang yang
terbuka yang kokoh diantara penghubung tulang yang disebut trabekulae.
Salah satu type tulang panjang adalah dibungkus/dilapisi kecuali pada permukaan
artikular oleh suatu membrane fibrous warna putih yang disebut
periosteum. Permukaan artikular dibungkus/dilapisi dengan kartilago hialin.
Periosteum memberikan tempat bagi serat-serat otot dan lapisan bagian dalamnya
mengandung osteoblast. Karena adanya osteoblast periosteum maka periosteum
bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan perbaikan. Endosteum membran juga
mengandung beberapa osteoblast, batas rongga medulary yang berisikan sumsum
tulang dan saluran haversian. Ujung tulang disebut epifisis dan bagian batang
disebut diafisis.
Pertumbuhan longitudinal tulang panjang berasal dari kartilago epifisial yang
terlektak diantara diafisial dan pusat epifisial osifikasi. Kartilago epifisial tebal
karena proliferasi yang cepat dari sel kartilago. Pertumbuhan pada diameter tulang
dilakukan oleh osteklast (sel yang merusakan tulang) yang membesar pada rongga
medulary selama osteoblast pada periosteum yang menghasilkan tulang baru pada
bagian luarnya (osifikasi membran). Pada orang yang lebih tua dan inaktif,
degenerasi dan reabsorbsi tulang terjadi lebih cepat daripada pertumbuhan tulang
6
baru. Hal ini menyebabkan osteoporosis yaitu suatu kondisi dimana tulang
keropos dan fragil.
Tulang mempunyai kemampuan untuk remodel atau membentuk kembali
ukurannya sendiri dengan berespon pada terganggunya fungsi mekaniknya.
Respon ini sesuai dengan hukum Wolff (Julius Wolff, ahli anatomi Jerman) yaitu
setiap perubahan pada bentuk dan fungsi tulang atau hanya fungsinya diikuti
dengan perubahan yang nyata pada konfigurasi eksternalnya sesuai dengan hukum
matematika (Phips, et al, 1991). Atau hukum Wolff yaitu tulang akan
mengembangkan struktur yang paling cocok untuk menahan gaya yang bekerja
padanya (Dorland, 1997). Trabekula pada tulang berkembang dan membangun
dirinya sendiri dan akan terjadi osteogenesis sesuai stres yang ada. Jika tulang
tidak ditekan makan terjadi resorbsi tulang. Dengan demikian individu yang
memulai program berlari dapat memperoleh hipertropi (meningkatnya massa
tulang) pada tulang ekstremitas bawah, mengingat individu yang menetap akan
terjadi atropi (kehilangan substansi tulang).
D. Suplay sirkulasi dan inervasi
Sirkulasi darah yang cukup pada tulang perlu untuk suplay oksigen dan zat gizi.
Darah disuplai ke tulang melalui tiga jalur, yaitu (Phips, et al, 1991).
1. Arteriola pada saluran haversian.
2. Pembuluh darah yang berada pada periosteum dimana masuk ke tulang
melalui struktur yang dikenal saluran Volkmann
3. Pembuluh darah pada sumsum tulang dan ujung tulang.
Untuk itu jika ada gangguan pada arteri, periosteum atau tulang sendiri maka
mengakibatkan suplay darah akan terganggu juga. Selanjutnya tulang disediakan
dengan ujung saraf sensori pada periosteum yang menghubungkan dengan sistem
saraf pusat. Konsekuensinya, nyeri akan dirasakan jika tulang terganggu misalnya
fraktur, infeksi atau lesi lainnya.
7
E. Fisiologi penyembuhan tulang
Penyembuhan tulang melalui suatu proses yang dikenal dengan pembentukan
kalus (callus formation). Pertumbuhan tulang baru disebut kalus. Pembentukan
kalus melalui lima tahap umum, yaitu (Phipps, et al, 1991)
1. Hematom formation (pembentukan hematom).
Karena tulang vaskularisasi tinggi, perdarahan bisa terjadi pada ujung kedua
tulang yang mengalami fraktur. Permiabilitas kapiler meningkat menyebabkan
ekstravasasi darah ke dalam area yang injury. Darah berkumpul pada periosteal
atau jaringan sekitarnya.
2. Fibrin meshwork formation
Fibroblast (sel jaringan ikat) dirusak oleh hematom, menyebabkan fibroblast
terorganisir ke dalam fibrin meshwork (jaringan fibrin). Dinding sel darah putih
rusak, maka terjadi peradangan local. Sel darah membentuk fibrin dan
berlangsung selama 24 – 48 jam dan perdarahan akan berhenti (Black, J. M, et al,
1993 dan Apley, A. G, 1993).
3. Invasion by osteoblast
Osteoblast invasi ke fibrous (serabut sel) menyebabkan fibrous lembek/lunak,
pembuluh darah berkembang dari ujung-ujung kapiler, dengan demikian
membentuk suatu sumber suplay bagi zat gizi untuk membentuk kolagen.
Kolagen menjadi lebih panjang dan terjadi penumpukan kalsium.
4. Callus formation
Osteoblast secara terus menerus membentuk tulang sedangkan osteoklast
menghancurkan tulang yang mati dan membantu mensintesa tulang baru.
Kekuatan kolagen bertambah dan lebih padat dengan kalsium. Berlangsung dari 4
minggu hingga beberapa bulan hingga tulang mampu membawa beban yang
normal.
8
5. Remodeling
Kalus yang berlebihan direabsorbsi dan tulang trabekula menutupi garis sepanjang
stres atau fraktur sesuai dengan hukum Wolff. Lamellae yang tebal menempati
tekanan yang lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk
rongga sumsum tulang dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya (Black, J. M, et al, 1993 dan Apley, A. G, 1993).
Factor yang menghambat pembentukan callus yang baik adalah (1) tidak
adekuatnya reduksi fraktur, (2) edema yang berlebihan pada tempat fraktur yang
menghambat suplay zat gizi ke area, (3) terlalu banyak tulang yang hilang pada
waktu terjadinya injury, (4) imobilisasi yang tidak efektif, (5) infeksi pada tempat
injury, (6) nekrosis tulang, (7) anemia atau kondisi sistemik lainnya, (8) tidak
seimbangnya endokrin dan (9) intake diet yang kurang. Jika pembentukan kalus
tidak terjadi secara normal dan efisien mengakibatkan kurangnya perbaikan yang
disebut fraktur non union atau ununited.
III. EPIDEMIOLOGI
Osteomyelitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun demikian
seluruh usia bisa saja beresiko untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya
kasus ini banyak terjadi laki-laki dengan perbandingan 2 : 1.
IV. ETIOLOGI
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus
infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi
saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi
ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan
akibat trauma subklinis (tak jelas).
Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis.
Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung
tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis.
Fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang.
9
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang
nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien
yang menderita artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat
terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum
operasi sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani
pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus,
mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan
evakuasi hematoma pascaoperasi.
V. KLASIFIKASI
Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :
1. Osteomyelitis Primer adalah Kuman-kuman mencapai tulang secara
langsung melalui luka.
2. Osteomyelitis Sekunder adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui
aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi
saluran nafas, genitourinaria furunkel).
Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
1. Steomyelitis akut
a. Nyeri daerah lesi
b. Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
c. Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
d. Pembengkakan lokal
e. Kemerahan
f. Suhu raba hangat
g. Gangguan fungsi
h. Lab = anemia, leukositosis
2. Osteomyelitis kronis
a. Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
b. Gejala-gejala umum tidak ada
c. Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
d. Lab = LED meningkat
10
Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang
paling sering :
1. Staphylococcus (orang dewasa)
2. Streplococcus (anak-anak)
3. Pneumococcus dan Gonococcus
VI. PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi
Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi
resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan
pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan
hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara
4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3)
biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah
pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah
terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang
sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi
di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan
terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering
harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada
umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir
keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada
jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi
sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun
11
sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan
sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
VII. PATHWAY
VIII. MANIFESTASI KLINIS
Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi
dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi
cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala
lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks
12
tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang
terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan
nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan
berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi
membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir
keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi,
pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada
jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.
IX. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan
laju endapan darah.
2. Titer antibody – anti staphylococcus, pemeriksaan kultur darah untuk
bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
3. Biopsi tulang.
4. Ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
5. Radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan
kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi
tulang yang bersifat difus.
6. Sinar X
Akan terlihat kavitas ireguler, peningkatan periosteum, sequestra atau
pembentukan tulang.
X. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi adalah berlangsungnya infeksi dengan eksaserbasi
yang terus menerus akan menyebabkan amioloidiosis, anemia, penurunan
13
kelemahan. Selain itu juga dapat terjadi abses tulang, meregangnya implant
prosethic, selolitis pada jaringan lunak sekitar, abses otak pada osteomyelitis di
daerah cranium dan kematian.
XI. PENATALAKSANAAN
Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan
mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20
menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur
darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan
memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu
patogen.
Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika
intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka
terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol
infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya
trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting
untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus tinggi.
Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila
telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol,
antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk
meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang
terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan
daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi
antibitika dianjurkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen
bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya
ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan
tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal
14
(saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat
supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang
tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol
hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal
selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi
ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah
kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
XII. PROGNOSIS
Prognosis bevariasi, tergantung pada kecepatan dalam mendiagnosa dan
melakukan penanganan.
Keberhasilan dari penatalaksanaan penyakit ini bergantung pada :
1. Jarak waktu antara infeksi yang terjadi dan pemberian terapi :< 3 hari : dapat mencegah terjadinya kerusakan tulang dan pembentukan tulang baru3 – 7 hari : tidak mencegah kerusakan tulang, tapi dapat mencegah penyebaran infeksi 7 hari : dapat mencegah terjadinya penyebaran infeksi melalui darah
(septikemia), tapi proses patologi lokal sudah lanjut2. Efektifitas antibiotik yang diberikan3. Dosis antibiotik yang diberikan biasanya dibutuhkan dosis yang lebih
tinggi
15
4. Durasi pemberian antibiotic harus diberikan sekitar 3-4 minggu untuk mencegah terjadinya osteomielitis kronik
XIII. PENCEGAHAN
Sasaran utamanya adalah Pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal
dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan
lunak pada mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian
terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden
osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai
saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat
membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan insiden
infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis.
XIV. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pasien yang datang dengan awitan gejala akut (mis. Nyeri lokal,
pembengkakan, eritema, demam) atau kambuhan keluarnya pus
dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam sedang.
2. kaji adanya faktor risiko (mis. Lansia, diabetes, terapi
kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah
ortopedi sebelumnya.
3. Pasien selalu menghindar dari tekanan didaerah tersebut dan
melakukan gerakan perlindungan.
4. Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum
akibat reaksi sistemik infeksi.
5. Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi,
pembengkakan nyata, hangat yang nyeri tekan. Cairan purulen
dapat terlihat. Pasien akan mengalami kelemahan umum akibat
reaksi sistemik infeksi.
16
6. Pasien akan mengalami peningkatan suhu tubuh.
7. Pada osteomielitis kronik, peningkatan suhu mungkin minimal,
yang terjadi pada sore dan malam hari.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN dan RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan
DS:- Laporan secara verbal
DO:- Posisi untuk menahan nyeri - Tingkah laku berhati-hati- Gangguan tidur (mata sayu, tampak
capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri - Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum
NOC : Pain Level, pain control, comfort levelSetelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal Tidak mengalami gangguan tidur
NIC : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……... Tingkatkan istirahat Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
17
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhBerhubungan dengan : Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi. DS:
- Nyeri abdomen- Muntah- Kejang perut- Rasa penuh tiba-tiba setelah makan
DO:- Diare- Rontok rambut yang berlebih- Kurang nafsu makan- Bising usus berlebih- Konjungtiva pucat- Denyut nadi lemah
NOC:a. Nutritional status: Adequacy of
nutrientb. Nutritional Status : food and Fluid
Intakec. Weight ControlSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan indikator:
Albumin serum Pre albumin serum Hematokrit Hemoglobin Total iron binding capacity Jumlah limfosit
Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb
dan kadar Ht Monitor mual dan muntah Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva Monitor intake nuntrisi Informasikan pada klien dan keluarga tentang
manfaat nutrisi Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik:..... Anjurkan banyak minum Pertahankan terapi IV line Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas ovalDiagnosa Keperawatan/ Masalah
KolaborasiRencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan mobilitas fisik
Berhubungan dengan : - Gangguan metabolisme sel- Keterlembatan perkembangan- Pengobatan - Kurang support lingkungan- Keterbatasan ketahan kardiovaskuler- Kehilangan integritas struktur tulang- Terapi pembatasan gerak - Kurang pengetahuan tentang
kegunaan pergerakan fisik - Indeks massa tubuh diatas 75 tahun
percentil sesuai dengan usia - Kerusakan persepsi sensori - Tidak nyaman, nyeri - Kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler - Intoleransi aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina- Depresi mood atau cemas - Kerusakan kognitif - Penurunan kekuatan otot, kontrol dan
atau masa - Keengganan untuk memulai gerak - Gaya hidup yang menetap, tidak
digunakan, deconditioning - Malnutrisi selektif atau umum DO:- Penurunan waktu reaksi- Kesulitan merubah posisi- Perubahan gerakan (penurunan untuk
NOC : Joint Movement : Active Mobility Level Self care : ADLs Transfer performanceSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama….gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: Klien meningkat dalam aktivitas
fisik Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas Memverbalisasikan perasaan
dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
NIC :
Exercise therapy : ambulation
Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan
18
berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek)
- Keterbatasan motorik kasar dan halus- Keterbatasan ROM- Gerakan disertai nafas pendek atau
tremor- Ketidak stabilan posisi selama
melakukan ADL- Gerakan sangat lambat dan tidak
terkoordinasi
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan:Gangguan sirkulasi, iritasi kimia (ekskresi dan sekresi tubuh, medikasi), defisit cairan, kerusakan mobilitas fisik, keterbatasan pengetahuan, faktor mekanik (tekanan, gesekan),kurangnya nutrisi, radiasi, faktor suhu (suhu yang ekstrim)DO :- Kerusakan jaringan (membran
mukosa, integumen, subkutan)
NOC: Tissue integrity : skin and mucous
membranes Wound healing : primary and
secondary intentionSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. kerusakan integritas jaringan pasien teratasi dengan kriteria hasil: Perfusi jaringan normal Tidak ada tanda-tanda infeksi Ketebalan dan tekstur jaringan
normal Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang
Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
NIC :
Pressure ulcer preventionWound care
- Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
- Jaga kulit agar tetap bersih dan kering- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
jam sekali- Monitor kulit akan adanya kemerahan - Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
yang tertekan - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien- Monitor status nutrisi pasien- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat - Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
tekanan- Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
- Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
- Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin- Cegah kontaminasi feses dan urin- Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril- Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada
luka- Hindari kerutan pada tempat tidur
XV. PENDIDIKAN KESEHATAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Tema : Osteomielitis
19
Sub Tema : Pencegahan Osteomielitis
Waktu Pertemuan : 60 menit
Hari, Tanggal : Kamis, 8 Maret 2013
Pukul : 08.00 WIB- 09.00 WIB
Sasaran : Ny .Toni
Tempat : Kediaman Ny. Toni
I. Tujuan Instruksional Umum :
Setelah malakukan penyuluhan diharapkan Ny.Toni dapat mengerti tentang Osteomielitis
II. Tujuan Instruksional Khusus :
a. Ny.Toni mengetahui definisi Osteomielitis dengan benar
b. Ny.Toni jelas terhadap penyebab Osteomielitis dengan benar
c. Ny.Toni dapat memahami tanda dan gejala Osteomielitis dengan benar
d. Ny.Toni dapat mengetahui cara pencegahan Osteomielitis dengan benar
III. Pokok materi
a. Definisi Osteomielitis
b. Penyebab Osteomielitis
c. Tanda dan gejala Osteomielitis
d. Pencegahan Osteomielitis
IV. Metode : Ceramah dan tanya jawab
V. Kegiatan penyuluhan:
Kegiatan Penyuluh Audience waktu
Pendahuluan dan Apresiasi
Memperkenalkan diri dan memberikan kesempatan audience memberikan pendapatnya
Memberikan pendapat yang diketahuinya
10 Menit
20
Isi Materi tentang Osteomielitis:a. Definisi Osteomielitis
b. Penyebab Osteomielitis
c. Tanda dan gejala
Osteomielitis
d. Pencegahan Osteomielitis
Mendengarkan 35 Menit
Penutup Evaluasi kesimpulan pemberian pesan dan mengucapkan salam penutup/tahapan terminasi
Mendengarkan dan bertanya
15 menit
VI. Media : Power Point
VII. Evaluasi : Memberikan pertanyaan kepada Ny.Toni secara lisan.
- Bagaimana pencegahan penyakit Osteomielitis?
Yogyakarta, 02 Maret 2012Pembimbing Penyuluh
Natar Fitri S. Kep . Ns Monica Tunjung R
XVI. ASPEK LEGAL ETIK
1. Accountability
21
Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap segala tindakan
yangdilakukan. Pada kasus semua kasus, perawat bertanggung jawab atas mulai
dari prosespengkajian, membuat diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan
hingga segalainformasi mengenai asuhan keperawatan yang di lakukan, baik
sebelum, saatdan pascaintervensi yaitu evaluasi. Tanggung jawab mengacu pada
pelaksanaan tugas yang dikaitkan dengan peran tertentu perawat. sebagai contoh,
ketika memberikan medikasi,perawat bertanggung jawab dalam mengkaji
kebutuhan klien terhadap obat-obatan,memberikannya dengan benar dan dalam
dosis yang aman serta mengevaluasi responnya.seseorang perawat yang bertindak
secara bertanggung jawab akan meningkatkan rasapercaya klien. Seorang perawat
yang bertanggung jawab akan tetap kompeten dalam pengetahuan dan
kemampuan, serta menunjukkan keinginan untuk bertindak menurutpanduan etik
profesi.Tanggung gugat artinya dapat memberikan alasan atas
tindakannya.seorang perawatbertanggung gugat atas dirinya sendiri, klien, profesi,
atasan, dan masyarakat.jika dosismedikasi salah di berikan, perawat bertanggung
gugat pada klien yang menerimamedikasi tersebut. Untuk melakukan tanggung
gugat, perawat harus bertindak menurutkode etik professional. Jika suatu
kesalahan terjadi, perawat melaporkannya dan memulaiperawatan untuk
mencegah trauma lebih lanjut. Tanggung jawab memicu evaluasiefektivitas
perawat dalam praktik. Tanggung gugat professional memiliki tujuan
sebagaiberikut:
a. Untuk mengevaluasi praktisi professional baru dan mengkaji ulang yang telah
ada
b. Untuk mempertahankan standar perawatan kesehatan
c. Untuk memudahkan refleksi pribadi, pemikiran etis, dan pertumbuhan pribadi
pada pihak professional perawatan kesehatan
d. Untuk memberikan dasar pengambilan keputusan etis
2. Confidentiality
Prinsip etika dasar yang menjamin kemandirian klien. Perawat
menghindaripembicaraan mengenai kondisi klien dengan siapapun yang tidak
22
secara langsung terlibatdalam perawatan klien. Perawat selelu menjaga
kerahasiaan info yang berkaitan dengankesehatan pasien termasuk info yang
tertulis, verbal dsb. Jika anggota keluarganyamenanggung perawatan klien
perawat mungkin merasa bahwa mereka memiliki hak untuk di beri tau.
3. Respect for autonomi( penentuan pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk
mengambilkeputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat
menyadari keunikaninduvidu secara holistik Setiap individu harus memiliki
kebebasan untuk memilih rencana mereka sendiri. Sebagai contoh, perawat
memberikan inform consen tentangasuhan yang akan diberikan, tujuan , manfaat
dan prosedur tindakan. Sehingga, perawatsemestinya tidak marah saat keluarga
menanyakan status kesehatan klien, karena itumerupakan kebebasan keluarga
untuk mengetahui semua tindakan yang akan dilakukan.Inform consent dilakukan
saat pengkajian, sebelum pengobatan, saat akan di obati dansetelah
pengobatan.Penting bagi perawat juga untuk memberikan health education dalam
mendukung prosespenyembuhan klien.
4. Beneficience( do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban
untuk melakukan dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang
mengutungkan kliendan keluarga Meningkatkan kesejahteraan klien dengan cara
melindungi hk-hak klien.Dalam kasus, perawat dapat berkolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya untuk menentukan terapi farmakologik, nutrisi yang diberikan
baik sebelum pengobatanmaupun setelah pengobatan.
5. Non-malefisience( do no harm/tidak membahayakan klien)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkanbahaya
bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode
etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan,
resikomembahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja. Kewajiban bagi perawat
untuk tidak menimbulkan injury pada klien. Dalam kasus, perawat perlu
23
melakukan pengkajian fisik,terapi farmakologik yang benar, nutrisi dan segala
tindakan selama proses pengobatanhingga setelah pengobatan
6. Justice ( perlakuan adil)
Prinsip keadilan menuntut perlakuan terhadap orang lain yang adil
danmemberikan apa yang menjadi kebutuhanan mereka. Ketika ada sumber untuk
di berikandalam perawatan, perawat dapat mengalokasikan dalam cara pembagian
yang adil umtuk setiap penerima atau bagaimana supaya kebutuhan paling besar
dari apa yang merekabutuhkan untuk bertahan hidup. Perawat sering mengambil
keputusan denganmenggunakan rasa keadilan. Pada kasus, perawat tidak boleh
membeda-bedakanpengobatan antara klien yang satu dengan yang lain, namun
disesuaikan dengan kondisiklien saat ini.
7. Fidelity (Setia)
Prinsip kesetiaan menyatakan bahwa perawat harus memegang janji yang
dibuatnya kepada klien. Jadi, ketika seseorang jujur dan memegang janji yang di
buatnya,rasa percaya yang sangat penting dalam hubungan perawat-klien akan
terbentuk. Fidelityberarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang
dimikili oleh seseorangperawat. Pada kasus , perawat harus memegang janji yang
telah di bicarakan sebelumnyakepada klien.
8. Veracity (Kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Prinsip mengatakan yangsebenarnya mengarahkan praktisi untuk menghindari melakukan kebohongan pada klien atau menipu merekan. Pada kasus, perawat harus berkata jujur.
XVII. PERAN ADVOKASI PERAWAT
1. Membina hubungan saling percaya antara perawat dengan klien . supaya
dapat membantu melancarkan prosedur-prosedur dan tindakan
keperawatan.
2. Memahami klien sewaktu-waktu untuk menguatkan pasien terhadap
penyakitnya.
24
3. Mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa takut dan cemasnya
menghadapi proses penyakitnya agar dapat membantu pasien menyadari
keadaan dirinya.
XVIII. JURNAL
Chronic recurrent osteomyelitis with clavicular involvement in children:
diagnostic value of different imaging techniques and therapy with non-
steroidal anti-inflammatory drugs
Girschick, H J; Krauspe, R; Tschammler, A; Huppertz, H I. European Journal of
Pediatrics 157. 1 (Dec 1997): 28-33.
URL Dokumen
http://e-resources.pnri.go.id:2058/docview/221919779?accountid=25704
Abstrak (ringkasan)
Chronic recurrent, uni- or multifocal osteomyelitis (CRMO), an inflammatory
disorder of unknown origin, involves mk:/night/arul/4310946m.3dultiple osseous
sites and may affect the clavicle. We report on 6 children with clavicular
involvement out of 11 children suffering from CRMO. The major clinical
symptoms were local swelling and pain. Five children had hyperostosis of the
clavicle and synovitis of adjacent joints. Histology showed chronic osteomyelitis
with a predominance of lymphocytes in the inflammatory infiltrates. Cultures of
biopsy tissue specimens were sterile. The patients were followed for at least 3.5
years. Three patients had up to six relapses. The most effective diagnostic tools to
define CRMO were standard X-ray and bone scan in combination with biopsy and
cultures. In our patients CT and MRI were misleading as they suggested the
presence of malignancy. However, the sensitivity of MRI to detect involvement of
bone, adjacent joints and soft tissues were better in comparison to X-ray or bone
scan. Non-steroidal anti-inflammatory drugs were effective in reducing pain,
swelling and limitation of motion. Reconstructive surgery was not indicated in
25
any case. The long-term outcome of growth and function of affected bones was
excellent.
Conclusion Diagnosis of chronic osteomyelitis of the clavicle should be made by
history and physical examination and be confirmed by standard X-ray, bone scan
and open biopsy. In contrast MRI and CT can provide data on the involvement of
adjacent joints, soft tissue and muscles especially in the early process of disease,
but do not add information relevant to the patient's management. Treatment with
non-steroidal anti-inflammatory drugs is rapidly beneficial in most patients.
[PUBLICATION ABSTRACT]
XIX. DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges Marlyn, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
2. Lynda Juall Carpenito, (1997), Diagnosa Keperawatan Edisi 6, EGC, Jakarta
3. Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
4. Posted on Maret 14, 2008 by harnawatiaj
5. Anonim. 2004. Osteomielitis.
http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?
id=&iddtl=554&idktg=3&idobat=&UID=20081103094023124.195.53.98. (3
Maret 2013)
6. Luca Lazzarini, Jon Mader, dan Jason Calhoun. 2004. Journal Osteomyelitis
in Long Bones. http://www.ejbjs.org/cgi/reprint/86/10/2305.pdf. (3 Maret
2013)
7. Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi,
Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.1997. 1058-1064.