SERI PENGUATAN KAPASITAS Pemerintahan dan masyarakat desa
MODUL PELATIHAN
PENYUSUNAN PERDES PARTISIPATIF
LSU BINA INSANI
Alamat: Jl. Raya Sokka Telp/Fax. (0287) 5522027 Pejagoan Kebumen
www.binainsani-kebumen.org [email protected]
MODUL PENYUSUNAN PERDES PARTISIPATIF Di susun oleh : Mustika Aji HP : 081 391 016 316
LSU BINA INSANI Alamat: Jl. Raya Sokka Telp/Fax. (0287) 5522027 Pejagoan Kebumen Web Site : www.binainsani-kebumen.org Emai : [email protected]
DAFTAR ISI Kata Pengantar BAB I Memahami Hukum
a. Memahami Hukum
BAB II Produk Hukum Desa a. Hirarki Perundang undangan b. Jenis, Fungsi dan Tujuan Produk Hukum Desa
BAB III Tahapan Penyusunan Produk Hukum Desa a. Tahapan Penyusunan Produk Hukum Desa b. Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan Produk Hukum Desa c. Progam Legislasi Desa
BAB III Pengantar Legal Drafting
a. Asas Pembentukan Perundang undangan b. Norma dan Bahasa Hukum c. Pengantar Teknik Drafting
BAB III Praktek Penyusunan Perdes a. Praktek Menyusun Rancangan Perdes
Lampiran
SILABUS PELATIHAN
PENYUSUNAN PERDES PARTISIPATIF
No Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan
Tujuan Pembelajaran Methode Pembelajaran
Waktu
1 Orientasi Pelatihan
1.1 1. Pembukaan, Perkenalan dan Kontrak Belajar
Setelah proses pembelajaran peserta diharapkam memahami 1. Latar belakang dan
tujuan Pelatihan 2. Menyusun kontrak
belajar
Methode Ceramah, Curah Pendapat, Permainan Alat Kertas plano, spidol, Meta plan, LCD Bahan Bacaan Hand Outs 1
60n Menit
2 Pengantar Memahami Hukum
2.1 Memahami Hukum
Setelah proses pembelajaran peserta diharapkam memahami 1. Pengertian hukum 2. Pengertian Negara
Hukum 3. Fungsi Hukum 4. Tujuan Hukum
Methode Ceramah, Curah Pendapat Alat Kertas plano, spidol, Meta plan, LCD Bahan Bacaan Hand Outs 2
60 Menit
2 Produk Hukum Desa
2.1 1. Hirarki Perundang undangan
Setelah proses pembelajaran peserta diharapkam memahami 1. Pengertian hirarki
penrundang-undangan 2. Jenis Perundang-
undangan 3. Materi Perundang-
undangan
Methode Ceramah, Curah Pendapat, diskusi kelompok Alat Kertas plano, spidol, Meta plan, LCD Bahan Bacaan Hand Outs 3
60 Menit
2.2 1. Jenis, Fungsi dan Tujuan Produk Hukum Desa
Setelah proses pembelajaran peserta diharapkam memahami 1. Pengertian Fungsi
Produk Hukum Desa 2. Pengertian Tujuan
Produk Hukum Desa informasi publik
Methode Ceramah, Curah Pendapat Alat Kertas plano, spidol, Meta plan, LCD Bahan Bacaan Hand Outs 4
90 Menit
3 Tahapan
Penyusunan Produk Hukum Desa
3.1 1. Tahapan Penyusunan Produk Hukum Desa
Setelah proses pembelajaran peserta diharapkam memahami 1. Tahapan penyusunan
produk hukum desa
Methode Ceramah, Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, Pleno Alat Kertas plano, spidol, LCD Bahan Bacaan Hand out 5
60 Menit
3.2 1. Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan Produk Hukum Desa
Setelah proses pembelajaran peserta diharapkam memahami 1. Pengertian partisipasi 2. Ruang partisipasi
masyarakat dalam penyusunan perdes.
Methode Ceramah, Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, Pleno Alat Kertas plano, spidol, LCD Bahan Bacaan Hand out s 6
60 Menit
3.4 1. Progam Legislasi Desa
Setelah proses pembelajaran peserta diharapkam memahami 1. Memahami Program
Legislasi desa 2. Tahapan Penyusunan
Program Legislasi desa
Methode Ceramah, Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, Pleno Alat Kertas plano, spidol, LCD Bahan Bacaan Hand out 7
90 Menit
4 Pengantar Legal Drafting
4.1 1. Asas Pembentukan Perundang undangan
Setelah proses pembelajaran peserta diharapkan memahami 1. Asas pembentukan
perundang-undangan 2. Landasan
pembentukan perundang-undangan.
Methode Ceramah, Curah Pendapat Alat Kertas plano, spidol, Meta plan, LCD Bahan Bacaan Hand out 8
60 Menit
4.2 1. Norma dan Bahasa Hukum
Setelah proses pembelajaran peserta diharapkam memahami 1. Tugas Pokok dan
Fungsi BPD 2. Kemampuan yang
harus dimiliki BPD 3. Agenda BPD
Methode Ceramah, Curah Pendapat Alat Kertas plano, spidol, Meta plan, LCD Bahan Bacaan Hand out 9
60 Menit
4.3 2. Pengantar Teknik Drafting
Setelah proses pembelajaran peserta diharapkam memahami 1. Struktur Peraturan
Desa 2. Teknik Drafting
Methode Ceramah, Curah Pendapat, Diskusi Kelompok Alat Kertas plano, spidol, Meta plan, LCD Bahan Bacaan Hand out 10
60 Menit
5 Praktek 5.1 Praktek
Penyusunan Rancangan Perdes
Setelah proses pembelajaran peserta diharapkam memahami Mampu Menyusun Draf
Rancangan Perdes
Methode Ceramah, Curah Pendapat, Diskusi Kelompok Alat Kertas plano, spidol, Meta plan, LCD Bahan Bacaan Permendagri No 29
90 Menit
6 RKTL dan Penutup
JADWAL TENTATIF PENYUSUNAN PERDES PARTISIPATIF
JAM HARI KE 1
HARI KE 2 HARI 3
07.00-07.30 Makan Pagi Makan Pagi 07.30-08.30 Memahami
Hukum
Norma dan Bahasa Hukum
08.30-09.30 Hirarki Perundang undangan
Pengantar Teknik Drafting
09.30-10.00 Cofee Break Cofee Break 10.00-11.00 Jenis, Fungsi dan
Tujuan Produk Hukum Desa
11.00-12.30 Tahapan Penyusunan Produk Hukum Desa
Praktek Menyusun Rancangan Perdes
12.30-14.00 Ishoma Ishoma 14.00-15.30 Partisipasi
Masyarakat Dalam Penyusunan Produk Hukum Desa
Praktek Menyusun Rancangan Perdes
15.30-16.00 Cofee Break Cofee Break 16.00-17.00 Cek in Peserta Progam Legislasi
Desa RKTL dan Penutupan
17.00-19.30 Ishoma Ishoma 19.30-21.00 Pembukaan dan
Orientasi Pelatihan
Asas Pembentukan Perundang undangan
21.00 Istiharat Istiharat
ORIENTASI PELATIHAN
Kantor: Jl. Raya Sokka 48C Pejagoan Kebumen
www. [email protected]
LATAR BELAKANG
SALAH SYARAT TERWUJUDNYA TATA PEMRINTAHAN DESA YANG BAIK ADALAH ADANYA TATA PERUNDANG UNDANGAN YANG BAIK DAN PENEGAKAN ATURAN
PERATURAN DESA YANG BAIK HARUS MENDASARKAN PADA TEKNIK PENYUSUNAN TATA PERUNDANG UNDANGAN
TUJUAN PELATIHAN
PESERTA MEMAHAMI DASAR DASAR PENYUSUNAN PERATURAN DESA YANG BAIK
PESERTA MAMPU MAMPUMENYUSUN PERATURAN DESA DENGAN BAIK
SEKENARIO PELATIHAN
ORIENTASI PELATIHAN
PENGANTAR
1. MEMAHMI HUKUM
PRODUK HUKUM DESA
1. Hirarki Perundang undangan2. Jenis, Fungsi dan Tujuan Produk
Hukum Desa3. Tahapan Penyusunan Produk
Hukum Desa4. Partisipasi Masyarakat Dalam
Penyusunan Produk Hukum Desa5. Program Legislasi Desa
LEGAL DRAFTING
1. Asas PembentukanPerundang undangan
2. Norma dan Bahasa Hukum3. Teknik Drafting4. Praktek Penyusunan Perdes
RENCANA KERJADAN
TINDAK LANJUT
FREE TES
POST TES
HARAPAN PESERTA
KONTRAK BELAJAR
Modul 1 Pengantar
MEMAHAMI HUKUM
LSU BINA INSANIAlamat: Jl. Raya Sokka 48C
Telp/Fax. (0287) 5522027 Pejagoan [email protected]
HUKUMsuatu sistem norma atau kumpulanperaturan yang mengatur kehidupanbersama dalam masyarakat, yaitukeseluruhan peraturan tentang tingkahlaku yang berlaku dalam kehidupanbersama dan dapat dipaksakanpelaksanaannya dengan suatu sanksi. E.Y. Kanter, S.H. (Etika ProfesiHukum, 2001 :82)
NEGARA HUKUM Indonesia ialah Negara yang berdasarkan
atas Hukum (rechtsstaat);Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum(rechtsstaat), tidak berdasarkan ataskekuasaan belaka (Machtsstaat).Mengandung arti bahwa negara, termasukdi dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara yang lain dalammelaksanakan tindakan-tindakan apapun, harus dilandasi oleh hukum atau harusdapat dipertanggungjawabkan secarahukum.
b. Sistem Konstitusional, yang berarti bahwapemerintahan berdasar atas sistemKonstitusi (Hukum Dasar); jadi tidak bersifatkekuasaan yang tidak terbatas(absolutismus);Sistem ini memberikan ketegasan bahwa carapengendalian pemerintahan dibatasi olehketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengansendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan danhukum lain yang merupakan produkkonstitusional, seperti garis besar haluannegara, undang-undang dan sebagainya
FUNGSI HUKUM adalah untuk mengatur hubungan
antara negara/pemerintah denganwarganya/masyarakat dan hubunganantar manusia, agar kehidupan didalam masyarakat dapat berjalandengan lancar dan tertib.
Menurut Parsons (BambangSunggono, Hukum dan KebijakanPublik, 1994, 95) fungsi utama suatusistem hukum itu bersifat integratifartinya untuk mengurangi unsur-unsurkonflik yang potensial dalammasyarakat dan untuk melicinkanproses pergaulan sosial
FUNGSI SECARA SPESIFIKa) Memberikan pedoman bagi anggota
masyarakat untuk berperilaku tertib dalampergaulan kehidupan bermasyarakat danbernegara.
b) Social control dalam arti mendidik danmengajak warga masyarakat agar mematuhihukum.
c) Penyelesaian sengketa melalui lembaga-lembaga hukum.
d) Social engineering dalam arti mengadakanperubahan-perubahan didalam masyarakat.
TUJUAN HUKUM Hukum itu pada dasarnya secara
filsafati bertujuan untukkeadilan,secara sosiologis bertujuanuntuk kegunaan dan secara yuridisbertujuan untuk memberi kepastianhukum.
Modul 2 Produk Hukum Desa
HIRARKI PERUNDANG -UNDANGAN
LSU BINA INSANIAlamat: Jl. Raya Sokka 48C
Telp/Fax. (0287) 5522027 Pejagoan [email protected]
PENGERTIAN
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum
HIERARKI
adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
JENIS & HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UDANGAN (UU NO.10/2004, )
Pasal 7(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah
sebagai berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945; b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah.
(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan
rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur; b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan
perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;
PENGERTIAN Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-
undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya
Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah
Peraturan Desa/peraturan yang setingkat adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasamya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan
TUJUAN HUKUM
Hukum itu pada dasarnya secarafilsafati bertujuan untukkeadilan,secara sosiologis bertujuanuntuk kegunaan dan secara yuridisbertujuan untuk memberi kepastianhukum.
MATERI MUATAN PERUNDANG UNDANGAN Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undarg
berisi hal-hal yang:a. mengatar lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi: 1. hak-hak asasi manusia;2. hak dan kewajiban warga negara; 3. pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta
pembagian kekuasaan negara; 4. wilayah negara dan pembagian daerah; 5. kewarganegaraan dan kependudukan; 6. keuangan negara,
b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah
MATERI MUATAN PERDA
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
MATERI MUATAN PERDES
Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
JENIS, FUNGSI DAN TUJUAN PRODUK HUKUM DESA
LSU BINA INSANIAlamat: Jl. Raya Sokka 48C
Telp/Fax. (0287) 5522027 Pejagoan [email protected]
JENIS PRODUK HUKUM DESA Peraturan Desa Peraturan Kepala Desa Keputusan Kepala Desa
PENGERTIAN PERDES Peraturan Desa adalah peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa
Peraturan Kepala Desa
Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
Keputusan Kepala
Keputusan Kepala Desa adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala Desa
MATERI Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
MATERI MUATAN PERDES Materi muatan Peraturan Desa adalah
seluruh materi muatan dalam rangkapenyelenggaraan PemerintahanDesa, pembangunan desa, danpemberdayaan masyarakat, sertapenjabaran lebih lanjut dari ketentuanPeraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
MATERI MUATAN PERATURAN KEPALA DESA
Materi muatan Peraturan Kepala Desaadalah penjabaran pelaksanaanPeraturan Desa yang bersifatpengaturan
MATERI MUATAN KEPUTUSAN KEPALA DESA Materi muatan Keputusan Kepala
Desa adalah penjabaran pelaksanaanPeraturan Desa dan Peraturan KepalaDesa yang bersifat penetapan
TUJUAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA Peraturan desa dibentuk dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa Penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi Dasar pengambilan kebijkan pemerintah desa Mengatur pelaksanaan pembangunan dan
pelayanan umum Mengatur hubungan masyarakat kearah terciptanya
ketertiban, keamanan dan ketrentraman yang berkeadilan
Dasar penerapan sangsi Sarana mencapai kesejahteraan masyarakat Mengatur hubungan antar lembaga desa dan antar
lembaga desa dengan masyarakat
Modul 3 Tahapan Penyusunan Produk Hukum Desa
TAHAPAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA
LSU BINA INSANIAlamat: Jl. Raya Sokka 48C
Telp/Fax. (0287) 5522027 Pejagoan [email protected]
TAHAPAN PENYUSUNANvPERDES
1. PERENCANAAN 2. PEMBENTUKAIN
a. Persiapanb. Pembahasan
3. PENGESAHAN DAN PENETAPAN4. PENYAMPAIAN PERATURAN DESA 5. PENYEBARLUASAN
TAHAP PERENCANAAN
Agar dalam Pembentukan Peraturan Desa dapat dilaksanakan, secara berencana, maka Pembentukan Peraturan Desa perlu dilakukan berdasarkan Program Legislasi Desa.
TAHAP PEMBENTUKAN PERATURAN DESA
Rancangan Peraturan Desadiprakarsai oleh Pemerintah Desa dan dapat berasal dari usul inisiatif BPD
PENYAMPAIAN RANCANGAN PERATURAN DESA
(1) Rancangan peraturan desa yang telah disiapkan oleh pemerintah desa disampaikan dengan surat pengantar kepala desa kepada BPD oleh kepala desa .
(2) Rancangan peraturan desa yang telah disiapkan oleh BPD disampaikan oleh pimpinan BPD daerah kepada kepala desa .
TAHAP PEMBAHASAN
1. Pembahasan rancangan peraturan desa di BPD dilakukan oleh BPD bersama pemerintah desa
2. Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan rancangan peraturan desa diatur dengan Peraturan Tata Tertib BPD.
TAHAP PENGESAHAN DAN PENETAPAN PERATURAN DESA
Rancangan Peraturan Desa yang telahdisetujui bersama oleh Kepala Desa dan BPD disampaikan oleh Pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkanmenjadi Peraturan Desa
Penyampaian Rancangan Peraturan Desadilakukan dalam jangka waktu paling lambat7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggalpersetujuan bersama
TAHAP PENETAPAN Rancangan Peraturan wajib ditetapkan
oleh Kepala Desa denganmembubuhkan tanda tangan dalamjangka waktu paling lambat 30 (tigapuluh) hari sejak diterimanyaRancangan Peraturan Desa tersebut.
TAHAP PENYAMPAIAN PERATURAN DESA
Peraturan Desa disampaikan olehKepala Desa kepada Bupati/Walikotamelalui Camat sebagai bahanpembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan
TAHAP PENGUNDANGAN
Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perandang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
TAHAP PENYEBARLUASAN PERATURAN DESA
Peraturan Desa dan Peraturan KepalaDesa sebagaimana dimaksud ayat (1) disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.( PP No 72 Pasal 60 ayat 3 )
Peraturan Desa dan peraturanpelaksanaannya wajib disebarluaskankepada masyarakat oleh PemerintahDesa. ( PERATURAN MENTERI DALAM NEGERINOMOR 29 TAHUN 2006 Pasal 17 )
MEDIA PENYAMPAIAN INFORMASI PUBLIK
Forum masyarakat baik formal maupun non formal
Poster Radio kumunitas Papan Informasi Desa Papan informasi dusun, Rw, Rt
PERAN SERTA MASYARKAT DALAM PENYUSUNAN PERDES
LSU BINA INSANIAlamat: Jl. Raya Sokka 48C
Telp/Fax. (0287) 5522027 Pejagoan [email protected]
DASAR HUKUM1. Masyarakat berhak memberikan masukan secara
lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pernbahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan Daerah. (UU NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PASAL 53 )
2. Masyarakat berhak memberikan masukan secaralisan atau tertulis dalam rangka penyiapan ataupembahasan RancanganPeraturan Desa. (PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESAPASL 57 )
PASAL 7 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANGPEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA
1) Masyarakat berhak memberikan masukanbaik secara tertulis maupun lisan terhadapRancangan Peraturan Desa.
2) Masukan secara tertulis maupun lisan dari masyarakat sebagaimana dimaksud padaayat (1), dapat dilakukan dalam prosespenyusunan Rancangan Peraturan Desa.
3) Mekanisme penggunaan hak sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjutdalam Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
PROGRAM LEGISLASI DESA
LSU BINA INSANIAlamat: Jl. Raya Sokka 48C
Telp/Fax. (0287) 5522027 Pejagoan [email protected]
PENGERTIAN
Program Legislasi Desa adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Desa yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.
MAKSUD PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DESA untuk menjaga agar produk Peraturan
Perandang-undangan desa tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional
Agar Desa mempuyai perencanaan yang baik dalam hal penyusunan peraturan di tingkat desa yang sesui dengan kebutuhan masyarakat dan tuntutan perundang undangan yang lebih tinggi
JENIS PROGRAM LEGISLASI DESA
program legislasi jangka panjang, program legislasi jangka menengah, program legislasi tahunan.
MATERI PROGRAM LEGISLASI DESA
pokok materi yang hendak diatur kaitannya dengan Peraturan
Perundang-undangan lainnya
Prinsip Penyusunan Program Legislasi
terkoordinasi, terarah, terpadu, partisipatif disusun bersama oleh Dewan BPD dan
Pemerintah Desa..
LANGKAH MENYUSUN PROGRAM LEGISLASI DESA
Identifikasi kebutuhan perdes karenaadanya tuntutan peraturan yang lebihtinggi
Identifikasi kebutuhan perdes karenaberdasarkan kajian lingkungan stategisdesa
Analisa Kewenangan Desa Menyusun Program Legislasi
Contoh FormatIdentifikasi kebutuhan perdes karena adanyatuntutan peraturan yang lebih tinggi
Perdes TentangAPB Desa
Pasal 73, Ayat(3 )
Perdes TentangRPJMDes
BAB VI, Pasal64, Ayat ( 2 )
PP NO 72 TentangDesa
1
PERATURAN DESA YANG HARUS DIBUAT
BAB, PASAL, AYAT
NOMOR DAN NAMA PERATURAN
NO
Contoh FormatIdentifikasi kebutuhan perdes karenaberdasarkan kajian lingkungan strategis desa
PERDES YANG
DIBUTUHKAN
POENSIMASALAHBIDANG / SEKTOR
NO
Contoh FormatProgram Legislasi Desa
20122011201020092008
Tahun Rencana PembuatanPokok- Pokok Pikiran Yang AkanDiatur
Judul PerdesNO
:Kabupaten
:Kecamatan
: Desa
PROGRAM LEGISLASI DESA
Modul 1 Legal Drafting
ASAS DAN LANDASAN PEMBENTUKAN PERUNDANG UNDANGAN
LSU BINA INSANIAlamat: Jl. Raya Sokka 48C
Telp/Fax. (0287) 5522027 Pejagoan [email protected]
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perudang-undangan yang baik1. "asas pengayoman" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat
2. "asas kemanusiaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional
3. dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia
4. "asas kekeluargaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan
5. "asas kenusantaraan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional
6. "asas bhinneka tunggal ika" adalah bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan. bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7. "asas keadilan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
8. "asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
9. "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
10. "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
LANDASAN PEMBENTUKAN PERUNDANG-UNDANGAN
1. Landasan filosofis, 2. Landasan sosiologis3. Landasan yuridis.
LANDANSAN FILOSOFIS
Landasan filosofis dimaksudkan agar produk hukum yang diterbitkan olehpemerintah daerah jangan sampaibertentangan dengan nilai-nilai yang hakiki di tengah-tengah masyarakat. Misalnya agama dan kepercayaanatau kearifan lokal setempat
LANDANSAN FILOSOFIS
Landasan filosofis merupakanpandangan hidup, kesadaran dancitacita moral yang luhur yang meliputisuasana kewajiban serta watak daribangsa Indonesia
LANDANSAN SOSIOLOGIS Landasan sosiologis adalah suatu tinjauan
terhadap gejala-gejala sosial, ekonomi danpolitik yang berkembang dalam masyarakatyang mendorong perlu dibuatnya naskahakademis (draft academic) tentangrancangan peraturan perundang-undanganyang akan dibuat. Selain itu juga memuatanalisa kecenderungan sosiologis-futuristiktentang sejauh mana tingkah laku sosial itusejalan dengan arah dan tujuanperkembangan hukum nasional.
Landasan sosiologis menghendaki peraturanperundang-undangan yang dibuat bisamencerminkan kenyataan yang hidup dalammasyarakat.
Suatu peraturan perundang-undangan dapatdikatakan mempunyai landasan sosiologisapabila ketentuan-ketentuannya sesuaidengan kebutuhan, keyakinan dankesadaran hukum masyarakat.
Landasan yuridis dapat dibedakanmenjadi dua macama) Landasan yuridis yang beraspek formal,
yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang memberi kewenangan (bevoegdheid) kepada badan pembentuknya.
b) Landasan yuridis yang beraspekmaterial, yaitu ketentuan-ketentuanhukum tentang masalah atau persoalanapa yang harus diatur. Dengan kata lain dilihat dari segi isi (materi), yakni dasarhukumuntuk mengaturnya.
Landasan yuridis menghendaki agar peraturan perundang-undangan yang dibuatmenunjukkan
a) keharusan adanya kewenangan dari pembuatperaturan perundangundangan, karena setiapperaturan perundang-undangan harus dibuatoleh pejabat yang berwenang
b) keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenisdengan materi yang diatur;
c) keharusan mengikuti tata cara tertentu; dand) keharusan tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebihtinggi.
Syarat pembuatan peraturanperundang-undangan yang adila) Berlaku umum, tidak bersifat ad hoc (sementara).b) Tidak boleh dirahasiakan.c) Untuk pedoman kegiatan di kemudian hari, tidak berlaku
surut.d) Dapat dimengerti oleh rakyat biasa.e) Tidak boleh bertentangan satu sama lain.f) Tidak boleh memerintahkan sesuatu yang tidak
mungkin dilakukan.g) Harus ada ketegasan, kepastian, tidak selalu berubah-
ubah.h) Ada konsistensi antar aturan yang diumumkan dengan
pelaksanaannya.( Lon Fuller )
Yang Harus Di hindari DalamPembentukan Hukum
a) penyusunan peraturan yang tidak jelasatau multi tafsir;
b) pemberian wewenang yang tidakdiatur;
c) menunda keputusan/peraturanpelaksana yang seharusnya dibuat; dan
d) perlindungan hukum yang preventif.
Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakattidak menaati suatu peraturan perundang-undangan yang telah diberlakukan1. Karena bertentangan dengan sistem nilai
masyarakat, misalnya bertentangan dengan ajaranagama yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan.
2. Karena ketidakpatuhan selektif terhadap hukum yaitupatuh secaraketat terhadap satu bidang hukum tetapikurang patuh pada bidang hukum lain. Banyak orangyang berpendapat bahwa produk hukum tertentukurang dipatuhi dibandingkan dengan produk hukumlain (seperti kepatuhan terhadap hukum pidana lebihkuatdaripada kepatuhan terhadap hukum agraria).
3. Karena keanggotaan seseorang dalam suatukelompok yang ideidenya tidak sesuai ataubertentangan dengan hukum ataukeinginanpemerintah/penguasa
4. Karena ada kecenderungan untuk mencariuntung dengan cepat sehingga menimbulkantingkah laku suka menerobos atau melanggarhukum.
5. Karena adanya ketidakpastian hukum atauketidakjelasan ukuran peraturan antara yang satu dan lainnya saling bertentangan. Disamping itu dengan adanya perbedaanpandangan dan kepentingansering pula menjadi faktor penyebab tidak ditaatinya suatuperaturan karena timbulnya bermacam-macamintrepetasi.(Anderson )
NORMA DAN BAHASA HUKUM
LSU BINA INSANIAlamat: Jl. Raya Sokka 48C
Telp/Fax. (0287) 5522027 Pejagoan [email protected]
BAHASA HUKUM
Bahasaperaturanperundang-undanganadalah termasuk bahasa Indonesia yang tunduk kepadakaidah tata bahasaIndonesia, baik yang menyangkutpembentukan kata, penyusunankalimat, maupunpengejaannya
bahasa perundang-undangantersebut sesungguhnya mempunyaicorak atau gaya yang khas yang bercirikan kejernihan pengertian, kelugasan, kebakuan, dankeserasian.
NORMA HUKUM
Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalamhubungannya dengan sesamanyaataupun dengan lingkungannya. Adayang mengartikan sebagai suatuukuran atau patokan bagi seseorangdalam bertindak atau bertingkah lakudalam masyarakat
ISI NORMA
Jadi, inti norma adalah segala aturanyang harus dipatuhi. Norma mengandung suruhan, perintah, larangan, dankeharusan.
Pembentukan Norma Baru
Norma baru terbentuk, apabilaterdapat lebih dari satu orang karenanorma itu pada dasarnya mengaturtata cara bertingkah laku seseorangterhadap orang lain danlingkungannya
Pembentukan Norma
Norma tertulis dibentuk oleh pejabatyangberwenang, sedangkan
norma taktertulis terbentuk oleh adat, moral, dan agama yang berkembang darikebiasaan-kebiasaan yang ada dalammasyarakat (tidakdibahas di sini).
Kita mengenal adanya norma statis dan norma dinamis. Normastatis adalah isi norma yang dapat ditarik dari normakhusus ke norma umum,begitu sebaliknya. Penarikan darinorma umum ke norma khusus dapat dirincisesuai dengankaitannya, sedangkan rincian norma khusus dapat ditarikdalambentuk norma umum, misalnya, norma umum setiapanak wajib menghormati orangtua, maka norma tersebut dapatditarik menjadi anak wajib membantu orangtua; anak wajibmerawat orang tua jika mereka sakit, dll. Norma dinamisadalah berlakunya norma atau cara pembentukan-/penghapusan norma. Peraturanperundang-undanganmerupakan norma dinamis karena norma tersebut dibentukdankemungkinan dicabut dan kemudian dibentuk lagitergantung dari kewenanganlembaga yang membentuk ataumencabutnya. Peraturan perundang-undangan yangdibuat danyang membuatnya bisa berjenjang sesuai dengan otoritasmasing-masingdan norma yang lebih rendah mendasarkan padanorma yang lebih tinggi secaraberjenjang
Dari segi daya laku,
norma berlaku sekali dan selesai yakninorma yang berlakunya hanya satukali saja dan setelah itu selesai, dan
norma yang berlaku terus menerusyakni norma yangberlakunya terusmenerus dan tidak terbatas, kecualijika dicabut denganperaturan baruyang sejajar atau lebih tinggi.
Norma Prilaku
norma primer yang memuat perintahperilaku dan
norma sekunder yang menetapkansanksi siapa yang harus dikenakanjika norma primer dilanggar.
Penggolongan isi norma perilaku(pada umumnya) adalah :
1) Perintah (gebod),adalah kewajiban umumuntuk melakukan sesuatu;
2) Larangan (verbod),adalah kewajiban umumuntuk tidak melakukan sesuatu;
3) Pembebasan (vrijstelling,dispensasi), adalahpembolehan (verlof) khusus untuk tidakmelakukansesuatu yang secara umumdiharuskan;
4) Izin (toestemming),adalah pembolehankhusus untuk melakukan sesuatu yang secaraumum dilarang.
Norma yang menentukan sesuatuberkenaan dengan norma perilakuitu sendiri (metanorma )
1) norma pengakuan (norma perilaku mana yang di dalammasyarakat hukum tertentu harus dipatuhi, misalnyalarangan undang-undang berlaku surut);
2) norma perubahan (norma yang menetapkan bagaimanasuatu norma perilakudapat diubah, misalnya undang-undang tentang perubahan);
3) norma kewenangan (norma yang menetapkan oleh siapadan dengan melaluiprosedur yang mana norma perilakuditetapkan dan bagaimana norma perilakuharusditerapkan, misalnya tentang kekuasaan kehakiman).
4) norma definisi (batasan pengertian untuk membatasilingkup makna)
5) norma penilaian (norma yang mengandung asas-asashukum)
RUMUSAN NORMA PERILAKU
LARANGAN DILARANG MELAKUKAN SESUATU KONSEKWENSI SANKSI
PERINTAH DIPERINTAHKAN UNTUK MELAKUKAN SESUATU SANKSI
IJIN DENGAN IJIN BOLEH MENYIMPANGI LARANGAN SANKSI JIKA TANPA IJIN
DISPENSASI DIPERBOLEHKAN TIDAK MEMENUHI PERINTAH
SANKSI
INSTRUMEN/ALAT UNTUK MEMAKSA ORANG/BADAN HUKUM MEMATUHI ATURAN
DITUJUKAN PADA PERBUATAN (PELANGGARAN)
DITUJUKAN PADA PELAKU (ORANG/BADAN HUKUM)
PERUMUSAN SANKSI
SUBYEK YANG TERKENA SANKSI PEMEGANG PERAN (RO) DAN LEMBAGA PELAKSANA (LIA)
JENIS SANKSI - ADMINISTRASI- PERDATA- PIDANA
SANKSI ADMINISTRASI
MENGHENTIKAN PELANGGARAN MENGEMBALIKAN PADA KEADAAN
SEMULA DITETAPKAN/DILAKSANAKAN OLEH
ORGAN PEMERINTAH TUNDUK PADA KOMPETENSI
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
SANKSI PIDANA
NESTAPA/PENDERITAAN YANG DITUJUKAN PADA ORANG/BADAN HUKUM
DIPROSES MELALUI ORGAN PENEGAK HUKUM (POLISI, JAKSA, HAKIM)
PIDANA KURUNGAN, PENJARA, DENDA
Karakter Nalar hukum
Hukum Prohibitoir (memaksa)hukum yang bersifat imperatiftidak dilarang berarti boleh
Hukum Mandatoir (mengatur) tidakdiatur belum tentu boleh
Teori tentang Sanksi Hukum
Instrumen/sarana untuk memaksakankepatuhan
Untuk menghukum maupun untukmendidik
Ditetapkan jika ada unsur kesalahan yang dapat dibuktikan
Sanksi Pidana dan Sanksi Administrasi
Sanksi Pidana (Comdemnatoit)
Pidana ditujukan pada subyek pelakubermaksud untuk memberi
nestapa/penderitaan fisik atau finansial Jenisnya Pidana Mati, Penjara,
Kurungan, Denda. Melalui Prosedur Peradilan
Sanksi Administrasi (reparatoir)
Ditujukan pada Perbuatan untukmemperbaiki keadaan
Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang secara langsung
Melalui prosedur dan persyaratantertentu
Dapat digugat ke Peradilan TUN
TEKNIK DRAFTING
LSU BINA INSANIAlamat: Jl. Raya Sokka 48C
Telp/Fax. (0287) 5522027 Pejagoan [email protected]
STUKTUR PERATURAN DESA
Kerangka strukturPeraturan Desa terdiri dari
Penamaan/Judul; Pembukaan;Batang Tubuh; Penutup; dan Lampiran
TEHNIK-DRAFTING
PERUMUSAN KERANGKA PERUMUSAN KONSIDERAN,
KETENTUAN UMUM, BAB, BAGIAN, PARAGRAF
PERUMUSAN PASAL dan Ayat PERUMUSAN PENJELASAN UMUM
dan PASAL-PASAL
Penamaan / Judul
Setiap Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa mempunyai penamaan/judul.
Penamaan/judul Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desadan Keputusan Kepala Desa memuat keteranganmengenai jenis, nomor, tahun dan tentang namaperaturan atau keputusan yang diatur.
Nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dibuat singkat dan mencerminkan isi Peraturan Desa, Peraturan KepalaDesa dan Keputusan Kepala Desa.
Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca.
CONTOHPERATURAN DESA CIMANGGIS
NOMOR 13 TAHUN 2006TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
Pembukaan
Pembukaan pada PeraturanDesa terdiri dari :
1. Frasa " Dengan Rahmat Tuhan Yang MahaEsa";
2. Jabatan pembentuk Peraturan Desa.3. Konsiderans;4. Dasar Hukum;5. Frasa "Dengan persetujuan bersama Badan
Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa";6. Memutuskan; dan7. Menetapkan
Kata frasa yang berbunyi "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa" merupakan kata yang harus ditulis dalamPeraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan KeputusanKepala Desa, cara penulisan seluruhnya huruf kapital dantidak diakhiri tanda baca.
Contoh:DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan KepalaDesa dan Keputusan Kepala Desa, ditulis dengan hurufkapital dan diakhiri dengan tanda baca koma (,).
Contoh:KEPALA DESA CIMANGGIS,
Konsiderans
Konsiderans harus diawali dengankata "Menimbang" yang memuaturaian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latarbelakang, alasan-alasan sertalandasan yuridis, filosofis, sosiologis, dan politis dibentuknya PeraturanDesa, Peraturan Kepala Desa danKeputusan Kepala Desa.
Jika konsiderans terdiri dari lebih satu pokokpikiran, maka tiap-tiap pokok pikirandirumuskan pengertian, dari tiap-tiap pokekpikiran diawali dengan huruf a, b, c, dst. dandiakhiri dengan tanda titik koma (;).
Contoh :Menimbang : a. ..;
b. ..;c. ......;
Dasar Hukum
1. Dasar Hukum diawali dengan kata "Mengingat" yang harus memuat dasarhukum bagi pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula jika ada peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dibentuknyaPeraturan Desa, Peratt ran Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa atauyang mempunyai kaitan langsung dengan materi yang akan diatur.
2. Dasar Hukum dapat dibagi 2, yaitu :a. Landasan yuridis kewenangan membuat Peraturan
Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan KepalaDesa; dan
b. Landasan yuridis materi yang diatur.3. Yang dapat dipakai sebagai dasar hukum hanyalah jenis peraturan
perundang-undangan yang tingkat derajatnya lebih tinggi atau sama dengan produk hukum yang dibuat.
Catatan : Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi dan Surat Edaran tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum karena tidak termasuk jenis peraturan perundang-undangan.
4. Dasar hukum dirumuskan secara kronologis sesuai dengan hierarkhiperaturan perundang-undangan, atau apabila peraturan perundangundangan tersebut sama tingkatannya, maka dituliskan berdasarkan urutan tahun pembentukannya, atau apabila peraturan perundangundangan tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan berdasarkan nomor urutan pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut.
5. Penulisan dasar hukum harus lengkap dengan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia,Lembaran Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah (kalau ada).
6. Jika dasar hukum lebih dari satu peraturan perundang-undangan, maka tiap dasar hukum diawali dengan angka arab 1, 2, 3, dst dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;)
Lanjutan..
Contoh penulisan
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negani Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158. Tamtahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4546);
3. Peraturan Menteri ... Nomor... Tahun ... Tentang..4. Peraturan Daerah ... Nomor ... Tahun ... tentang ...
(Lembaran Daerah Tahun ... Nomor ... , TambahanLembaran Daerah Nomor ...)
Frasa "Dengan persetujuan bersama BadanPermusyawaratan Desa dan Kepala Desa"
Kata frasa yang berbunyi "Dengan persetujuanbersama Badan Permusyawaratan Desa dan KepalaDesa", merupakan kalimat yang harus dicantumkandalam Peraturan Desa dan cara penulisannyadilakukan sebagai berikut :
Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN; Kata "Dengan Persetujuan Bersama", hanya huruf
awal kata ditulis dengan huruf kapital; Kata "antara" Berta "dan", semua ditulis dengan huruf
kecil; dan Kata "Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala
Desa" seluruhnya ditulis dengan huruf kapital.
Contoh:
Dengan Persetujuan BersamaBADAN PERMUSYAWARATAN DESA
CIMANGGISdan
KEPALA DESA CIMANGGIS
Memutuskan
Kata "Memutuskan" ditulis dengan huruf Kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : ). Peletakan kataMEMUTUSKAN adalah ditengah margin.
Contoh :MEMUTUSKAN
Menetapkan
Kata "menetapkan:" dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang disejajarkan ke bawah dengan kata "Menimbang" dan "Mengingat". Huruf awal kata "Menetapkan" ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:).
Contoh :MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DESA CIMANGGIS TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI
PEMERINTAH DESA CIMANGGIS
PERATURAN DESA CIMANGGISNOMOR 13 TAHUN 2006
TENTANGANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAKEPALA DESA CIMANGGIS,
Menimbang : a. ;b. ;c. ..dst;
Mengingat : 1. ;2. ;3. ..dst;
Dengan persetujuan bersamaBADAN PERMUSYAWARATAN DESA CIMANGGIS
DanKEPALA DESA CIMANGGIS
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DESA CIMANGGIS TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN ANGGARAN 2008
Batang Tubuh
Batang Tubuh memuat semua materi yang dirumuskan dalam pasalpasal atau diktum-diktum. Batang tubuh yangdirumuskan dalam pasal-pasal adalah jenisPeraturan Desa dan Peraturar. Kepala Desayang bersifat mengatur (Regelling), sedangkan jenis Keputusan Kepala Desayang bersifat penetapan (Besehikking), batang tubuhnya dirumuskan dalamdiktum-diktum
Batang Tubuh Peraturan Desa
Ketentuan Umum; Materi yang diatur; Ketentuan Peralihan (kalau ada); dan Ketentuan Penutup
Ketentuan Umum
Rumusan tentang definisi tertentuyang berlaku sama untuk seluruhmateri perundang-undangan
Disusun berdasar urutan angka 1, 2 dst
Berlaku sama terhadap perundang-undangan yang lain.
Penulisan Bab, Bagian; Paragraf, Pasal dan ayat
Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul Babsemua ditulis dengan huruf kapital. Contoh :
BAB IKETENTUAN UMUM
Bagian diberi nomor unit dengan bilangan yang ditulis dengan huruf kapital dan diberi judul. Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan, dan judul Bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal dari kata partikel yang tidak tax letak pada awal frasa.Contoh :
BAB II( JUDUL BAB ... )
Bagian Kedua..............................................................
Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul. Huruf awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragrafditulis dengan huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelahhuruf pertama ditulis dengan huruf kecil.
Contoh :Bagian Kedua
( Judul Bagian )Paragraf Kesatu(Judul Paragraf)
Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dandirumuskan dalam satu kalimat. Materi Peraturan Desa lebih baikdirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas dari padadalam beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal itu merupakan satuserangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Pasal diberi nomor unit dengan angka arab, dan huruf awal kata pasal ditulis denganhuruf kapital.Contoh :
Pasal 5
Pasal dan Ayat
Memuat satu konsepperbuatan/kewenangan tertentu
Terdiri dari beberapa ayat yang salingberkaitan (jika diperlukan)
Jika memuat konsep baru dibuatPasal baru
Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberinomor unit dengan angka arab di antara tanda baca kurungtanpa diakhiri tanda baca. Satu ayat hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu kalimat.Contoh :
Pasal 21(1) .(2) .(3) .
Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka disamping dirumuskan dalam bentuk kalimat yang biasa, dapatpula dipertimbangkan penggunaan dalam bentuk tabulasi.
RINCIAN
a.Tiap-tiap rincian ditandai dengan huruf a dan seterusnya.(3)
a ..; danb ..
Jika suatu rincian memerlukan perincian lebih lanjut, maka perincian itu ditandai dengan angka 1, 2, dan seterusnya.
(4) a.; b.; danc. ;
1. .;2. .; dan3. .;
a) ..;b)..; danc)...;
1).;2).; dan3).;
Penutup Rumusan tempat dan tanggal penetapan,
diletakkan di sebelah kanan; Nama jabatan ditulis dengan huruf
kapital, dan pada akhir kata diberi tanda baca koma;
Nama lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf kapital tanpa gelar dan pangkat;
Penetapan Peraturan Desa, PeraturanKepala Desa atau Keputusan Kepala Desaditandatangani oleh Kepala Desa
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2006
TENTANG
PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME
PENYUSUNAN PERATURAN DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI, Menimhang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 62 Peraluran
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pembentukan dan
Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahtm 2004 Nomor 53, Tarnbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diibah dengan U.idang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
4. Peraluran Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pcmerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lerbaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah;
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan BeritL. Daerah;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Daerah, adalah Gubernur, Bupati/Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.
4. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaran urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
7. Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lainnya yang selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsur penyelengaraan Pemerintahan Desa.
8. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa.
9. Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
10. Keputusan Kepala Desa adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala Desa.
BAB II ASAS
Pasal 2
Dalam membentuk Peraturan Desa harus berdasarkan pada asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik meliputi: a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan.
Pasal 3
Jenis Peraturan Perundang-undangan pada tingkat Desa meliputi : a. Peraturan Desa; dan b. Peraturan Kepala Desa.
Pasal 4
(1) Materi muatan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat, serta penjabaran lebih lanjut dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
(2) Materi muatan Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b adalah penjabaran pelaksanaan Peraturan Desa yang bersifat pengaturan.
(3) Materi muatan Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c adalah penjabaran pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang bersifat penetapan.
Pasal 5
Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
BAB III PERSIAPAN DAN PEMBAHASAN
Pasal 6
Rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa dan dapat berasal dari usul inisiatif BPD.
Pasal 7
(1) Masyarakat berhak memberikan masukan baik secara tertulis maupun lisan terhadap Rancangan Peraturan Desa.
(2) Masukan secara tertulis maupun lisan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Desa.
(3) Mekanisme penggunaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
Pasal 8
Rancangan Peraturan Desa dibahas secara bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD.
Pasal 9 Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari Pemerintah Desa, dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama BPD.
Pasal 10 (1) Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, dan penataan ruang yang telah disetujui
bersama dengan BPD, sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Kepala Desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Desa tersebut diterima.
(3) Apabila Bupati/Walikota belum memberikan hasil evaluasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) menjadi Peraturan Desa.
Pasal 11
Evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat didelegasikan kepada Camat.
BAB IV PENGESAHAN DAN PENETAPAN
Pasal 12
(1) Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujui bersama oleh Kepala Desa dan BPD disampaikan oleh Pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa.
(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Pasal 13
Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 wajib ditetapkan oleh Kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tersebut.
Pasal 14 Peraturan Desa wajib mencantumkan batas waktu penetapan pelaksanaan.
Pasal 15
(1) Peraturan Desa sejak ditetapkan, dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Desa tersebut.
(2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berlaku surut.
BAB V PENYAMPAIAN PERATURAN DESA
Pasal 16
Peraturan Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
BAB VI
PENYEBARLUASAN
Pasal 17 Peraturan Desa dan peraturan pelaksanaannya wajib disebarluaskan kepada masyarakat oleh Pemerintah Desa. BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Teknik Penyusunan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 19 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan dan mekanisme penyusunan Peraturan
Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat materi:
a. asas pembentukan; b. perencanaan penyusunan; c. materi muatan; d. pembahasan dan pengesahan; e. teknik penyusunan; f. penyebarluasan; dan g. partisipasi masyarakat.
Pasal 20
Pada saat berlakunya Peraturan ini, maka Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 48 Tahun 2002 tentang Teknik Pcnyusunan Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 2006
MENTERI DALAM NEGERI,
ttd.
H. MOH. MARUF, SE
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : TANGGAL :
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DESA,
PERATURAN KEPALA DESA, DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA
3. UMUM
Sesuai dengan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, Desa atau sebutan
lain diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui. Dalam rangka pengaturan kepentingan masyarakat, Badan Permusyawaratan Desa bersama Pemerintah Desa menyusun Peraturan Desa dan Kepala Desa menyusun peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa.
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa harus disusun secara benar sesuai dengan kaidah-kaidah hukum dan teknik penyusunannya. Untuk itu perlu adanya pedoman penyusunan dan standarisasi bentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa.
I. TEKNIK PENYUSUNAN
Kerangka struktur Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa terdiri dari : A. Penamaan/Judul; B. Pembukaan; C. Batang Tubuh; D. Penutup; dan E. Lampiran (bila diperlukan).
Uraian dari masing-masing substansi kerangka Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, sebagai berikut :
A. Penamaan / Judul 1. Setiap Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa
mempunyai penamaan/judul. 2. Penamaan/judul Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala
Desa memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan tentang nama peraturan atau keputusan yang diatur.
3. Nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dibuat singkat dan mencerminkan isi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa.
4. Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca. Contoh Penulisan Penamaan/Judul: a. Jenis Peraturan Desa
PERATURAN DESA CIMANGGIS
NOMOR 13 TAHUN 2006
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
b. Jenis Peraturan Kepala Desa
PERATURAN KEPALA DESA CIMANGGIS NOMOR 22 TAHUN 2006
TENTANG
IURAN PEMBANGUNAN JEMBATAN DESA
c. Jenis Keputusan Kepala Desa
KEPUTUSAN KEPALA DESA CIMANGGIS NOMOR 44 TAHUN 2006
TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA HARI ULANG TAHUN RI KE 61
B. Pembukaan
1. Pembukaan pada Peraturan Desa terdiri dari : a. Frasa " Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa"; b. Jabatan pembentuk Peraturan Desa. c. Konsiderans; d. Dasar Hukum; e. Frasa "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa
dan Kepala Desa"; f. Memutuskan; dan g. Menetapkan.
2. Pembukaan pada Peraturan Kepala Desa terdiri dari: a. Frasa " Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa"; b. Jabatan pembentuk Peraturan Kepala Desa. c. Konsiderans; d. Dasar Hukum; e. Memutuskan; dan f. Menetapkan.
3. Pembukaan pada Keputusan Kepala Desa terdiri dari: a. Frasa "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa"; b. Jabatan pembentuk Keputusan Kepala Desa; c. Konsiderans; d. Dasar Hukum; dan e. Memutuskan;
PENJELASAN a. Frasa "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa";
Kata frasa yang berbunyi "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa" merupakan kata yang harus ditulis dalam Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, cara penulisan seluruhnya huruf kapital dan tidak diakhiri tanda baca.
Contoh:
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
b. Jabatan
Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca koma (,).
Contoh: KEPALA DESA CIMANGGIS,
c. Konsiderans Konsiderans harus diawali dengan kata "Menimbang" yang memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang, alasan-alasan serta landasan yuridis, filosofis, sosiologis, dan politis dibentuknya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa. Jika konsiderans terdiri dari lebih satu pokok pikiran, maka tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan pengertian, dari tiap-tiap pokek pikiran diawali dengan huruf a, b, c, dst. dan diakhiri dengan tanda titik koma (;). Contoh : Menimbang : a. ..;
b. ...; c. ;
d. Dasar Hukum
1) Dasar Hukum diawali dengan kata "Mengingat" yang harus memuat dasar hukum bagi pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula jika ada peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dibentuknya Peraturan Desa, Peratt ran Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa atau yang mempunyai kaitan langsung dengan materi yang akan diatur.
2) Dasar Hukum dapat dibagi 2, yaitu : a) Landasan yuridis kewenangan membuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala
Desa dan Keputusan Kepala Desa; dan b) Landasan yuridis materi yang diatur.
3) Yang dapat dipakai sebagai dasar hukum hanyalah jenis peraturan perundang-undangan yang tingkat derajatnya lebih tinggi atau sama dengan produk hukum yang dibuat. Catatan : Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi dan Surat Edaran tidak
dapat dipakai sebagai dasar hukum karena tidak termasuk jenis peraturan perundang-undangan.
4) Dasar hukum dirumuskan secara kronologis sesuai dengan hierarkhi peraturan perundang-undangan, atau apabila peraturan perundangundangan tersebut sama tingkatannya, maka dituliskan berdasarkan urutan tahun pembentukannya, atau apabila peraturan perundangundangan tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan berdasarkan nomor urutan pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut.
5) Penulisan dasar hukum harus lengkap dengan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah (kalau ada).
6) Jika dasar hukum lebih dari satu peraturan perundang-undangan, maka tiap dasar hukum diawali dengan angka arab 1, 2, 3, dst dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;)
Contoh penulisan Dasar Hukum:
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negani Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158. Tamtahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4546);
3. Peraturan Menteri ... Nomor... Tahun ... tentang
4. Peraturan Daerah ... Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Daerah Tahun ... Nomor ... , Tambahan Lembaran Daerah Nomor ...)
e. Frasa "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa" Kata frasa yang berbunyi "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa", merupakan kalimat yang harus dicantumkan dalam Peraturan Desa dan cara penulisannya dilakukan sebagai berikut : 1) Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN; 2) Kata "Dengan Persetujuan Bersama", hanya huruf awal kata ditulis dengan huruf
kapital; 3) Kata "antara" Berta "dan", semua ditulis dengan huruf kecil; dan 4) Kata "Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa" seluruhnya ditulis dengan
huruf kapital.
Contoh: Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA CIMANGGIS
dan
KEPALA DESA CIMANGGIS
f. Memutuskan
Kata "Memutuskan" ditulis dengan huruf Kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : ). Peletakan kata MEMUTUSKAN adalah ditengah margin.
g. Menetapkan Kata "menetapkan:" dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang disejajarkan ke bawah dengan kata "Menimbang" dan "Mengingat". Huruf awal kata "Menetapkan" ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:).
Contoh :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : . dst.
Penulisan kembali nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang bersangkutan dilakukan sesudah kata "menetapkan" dan Cara penulisannya adalah : Menuliskan kembali nama yang tercantum dalam judul; Nama tersebut di atas, didahului dengan jenis peraturan yang bersangkutan; Nama dan jenis peraturan tersebut, ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda baca titik (.).
Pada Peraturan Desa sebelum kata "MEMUTUSKAN" dicantumkan frasa:
Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA CIMANGGIS
dan
KEPALA DESA CIMANGGIS
Contoh : a) Jenis Peraturan Desa
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DESA CIMANGGIS TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI PEMERINTAH DESA CIMANGGIS
b) Jenis Peraturan Kepala Desa MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA DESA CIMANGGIS TENTANG TATA CARA PUNGUTAN UANG SAMPAH
c) Jenis Keputusan Kepala Desa
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA DESA CIMANGGIS TENTANG
PENUNJUKAN PETUGAS JAGA SISKAMLING.
Catatan : Contoh pembukaan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa secara keseluruhan dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Peraturan Desa
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA CIMANGGIS,
Menimbang : a. ;
b ; c ..dst;
Mengingat : 1. ; 2. ; 3. ..dst;
Dengan persetujuan bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA CIMANGGIS
dan KEPALA DESA CIMANGGIS
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DESA CIMANGGIS TENTANG KEDUDUKAN,
TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI PEMERINTAH DESA CIMANGGIS.
b. Peraturan Kepala Desa Ditulis seperti huruf a tapi dengan persetujuan
bersama tidak usah diketik. MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA DESA CIMANGGIS TENTANG TATA CARA PUNGUTAN UANG SAMPAH.
c. Keputusan Kepala desa
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA CIMANGGIS, Menimbang : a. ;
b ; c ..dst;
Mengingat : 1. ; 2. ; 3. ..dst;
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA DESA CIMANGGIS TENTANG
PENETAPAN PETUGAS SISKAMLING.
KESATU : ... KEDUA : KETIGA : ..dst
C. Batang Tubuh
Batang Tubuh memuat semua materi yang dirumuskan dalam pasalpasal atau diktum-diktum. Batang tubuh yang dirumuskan dalam pasal-pasal adalah jenis Peraturan Desa dan Peraturar. Kepala Desa yang bersifat mengatur (Regelling), sedangkan jenis Keputusan Kepala Desa yang bersifat penetapan (Besehikking), batang tubuhnya dirumuskan dalam diktum-diktum.
Uraian masing-masing batang tubuh, sebagai berikut : 1. Batang Tubuh Peraturan Desa
a. Batang Tubuh Peraturan Desa 1) Ketentuan Umum; 2) Materi yang diatur; 3) Ketentuan Peralihan (kalau ada); dan 4) Ketentuan Penutup.
b. Pengelompokan materi dalam Bab, Bagian dan Paragraf tidak merupakan keharusan. Jika Peraturan Desa mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai banyak pasal, maka pasal-pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi Bab, Bagian dan Paragraf. Pengelompokan materi-materi dalam Bab, Bagiar dan Paragraf dilakukan atas dasar kesamaan kateguri atau kesatuan lingkup isi materi yang diatur.
Urutan penggunaan kelompok adalah : 1) Bab dengan pasal-pasal, tanpa bagian dan paragraf; 2) Bab dengan bagian dan pasal-pasal tanpa paragraf; 3) Bab dengan bagian dan paragraf yang terdiri dari pasal-pasal.
c. Tata cara penulisan Bab, Bagian; Paragraf, Pasal dan ayat ditulis sebagai berikut :
1) Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul Bab semua ditulis dengan huruf kapital. Contoh :
BAB I KETENTUAN UMUM
2) Bagian diberi nomor unit dengan bilangan yang ditulis dengan huruf kapital dan diberi judul. Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan, dan judul Bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal dari kata partikel yang tidak tax letak pada awal frasa.
Contoh :
BAB II
( JUDUL BAB ... )
Bagian Kedua
..............................................................
3) Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul. Huruf
awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan huruf kecil.
Contoh :
Bagian Kedua ( Judul Bagian )
Paragraf Kesatu (Judul Paragraf)
4) Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat. Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas dari pada dalam beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal itu merupakan satu serangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Pasal diberi nomor unit dengan angka arab, dan huruf awal kata pasal ditulis dengan huruf kapital.
Contoh :
Pasal 5
5) Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor unit dengan angka arab di antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu ayat hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu kalimat.
Contoh : Pasal 21
(1) ........................................................ (2) ........................................................ (3) ........................................................
Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka di samping dirumuskan dalam bentuk kalimat yang biasa, dapat pula dipertimbangkan penggunaan dalam bentuk tabulasi.
Contoh :
Pasal ....
Kartu tanda iuran pedagang sekurang-kurangnya harus memuat nama pedagang, jenis dagangan, besarnya iuran, alamat pedagang. lsi pasal ini dapat lebih mudah dipahami dan jika dirumuskan sebagai berikut :
Kartu tanda iuran sekurang-kurangnya harus memuat : a. nama pedagang; b. jenis dagangan; c. besarnya iuran; dan d. alamat pedagang.
Dalam membuat rumusan pasal atau ayat dengan tabulasi, hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Setiap rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian
kesatuan dengan kalimat berikut : b. Setiap rincian diawali dengan huruf abjad kecil; c. Setiap rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma (;); d. Jika suatu rincian dibagi lagi ke dalam unsur-unsur yang lebih
kecil, maka unsur yang lebih kecil dituliskan agak ke dalam. e. Kalimat yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi tanda
baca titik dua (:); f. Pembagian rincian hendaknya tidak melebihi empat tingkat. Jika
rincian lebih dari empat tingkat, maka perlu dipertimbangkan pemecahan pasal yang bersangkutan ke dalam beberapa pasal.
Jika unsur atau rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian yang kumulatif, maka perlu ditambahkan kata "dan" di belakang rincian kedua dari belakang.
Contoh :
a. Tiap-tiap rincian ditandai dengan huruf a dan seterusnya.
(3) a ..; dan b ..
b. Jika suatu rincian memerlukan perincian lebih lanjut, maka perincian itu ditandai dengan angka 1, 2, dan seterusnya.
(4) a. ; b. ; dan c. ;
1. .; 2. .; dan 3. .;
a) ..; b) ..; dan c) ..;
1) .; 2) .; dan 3) .;
Gambaran penulisan kelompok Batang Tubuh secara keseluruhan adalah :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(Isi Pasal 1)
BAB II
(Judul Bab)
Pasal ...
(Isi Pasal)
BAB III
(Judul Bab)
Bagian Kesatu (Judul Bagian)
Paragraf Kesatu (Judul paragraf)
Pasal .
(1) (Isi ayat); (2) (Isi ayat);
Perincian ayat : a. : dan b. :
1. Isi sub ayat; 2. ; 3. .
a) (perincian sub ayat); b) ; c)
1) (perincian mendetail dari sub ayat);
2) . Penjelasan masing-masing kelompok batang tubuh adalah :
a. Ketentuan Umum
Ketentuan umum diletakkan dalam Bab Kesatu atau dalam pasal pertama, jika tidak ada pengelompokan dalam bab. Ketentuan umum berisi : 1) Batasan dari pengertian; 2) Singkatan atau akronim yang digunakan dalam Peraturan Desa; dan 3) Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal berikutnya.
Jika ketentuan umum berisi lebih dari satu hal, maka setiap batasan dari pengertian dan singkatan atau akronim diawali dengan angka arab dan diakhiri dengan tanda baca titik (.).
Contoh : Pasal 1
Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi. 2. . 3. .
Urutan pengertian atau istilah dalam Bab Ketentuan Umum hendaknya mengikuti ketentuan sebagai berikut : 1. Pengertian atau istilah yang ditemukan lebih dahulu dalam materi yang
diatur ditempatkan teratas. 2. Jika pengertian atau istilah mempunyai hubungan atau kaitan dengan
pengertian atau istilah terdahulu, maka pengertian atau istilah yang ada hubungannya itu diletakkan dalam saw kelompok berdekatan.
b. Ketentuan Materi yang akan diatur.
Materi yang diatur adalah, semua obyek yang diatur secara sistematik sesuai dengan luas lingkup dan pendekatan yang dipergunakan. Materi yang diatur harus memperhatikan dasardasar dan kaidah-kaidah yang ada seperti : 1) Landasan hukum materi yang diatur artinya dalam menyusun materi
Peraturan Desa harus memperhatikan dasar hukumnya. 2) Landasan filosofis, artinya alasan yang mendasari diterbitkannya
Peraturan Desa. 3) Landasan sosiologis, maksudnya agar Peraturan Desa 3 ang diterbitkan
jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat, misalnya adat istiadat, agama.
4) Landasan politis, maksudnya agar Peraturan Desa yang diterbitkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.
5) Tata cara penulisan materi yang diatur adalah : a) Materi yang diatur ditempatkan langsung setelah Bab Ketentuan
Umum atau pasal-pasal ketentuan umum jika tidak ada pengelompokan dalam bab.
b) Dihindari adanya Bab tentang Ketentuan Lain-lain. Materi yang akan dijadikan materi Ketentuan Lain-lain, hendaknya ditempatkan dalam kelompok materi yang diatur dengan judul yang sesuai dengan materi tersebut. Ketentuan Lain-lain hanya dicantumkan untuk ketentuan yang lain dari materi yang diatur, namun mempunyai kaitan dan perlu diatur. Penempatan bab Ketentuan Lain-lain dicantumkan pada bab atau pasal te:akhir sebelum Bab Ketentuan Peralihan.
c. Ketentuan Peralihan
Ketentuan Peralihan timbul sebagai cara mempertemukan antara azas mengenai akibat kehadiran peraturan baru dengan keadaan sebelum peraturan baru itu berlaku. Pada azasnya pada saat peraturan baru berlaku, maka semua peraturan lama beserta akibat-akibatnya menjadi tidak berlaku. Kalau azas ini diterapkan tanpa memperhitungkan keadaan yang sudah berlaku, maka dapat timbul kekacauan hokum, ketidakpastian hukum atau kesewenang-wenangan hukum.
Untuk menampung akibat berlakunya peraturan baru terhadap peraturan lama atau pelaksanaan peraturan lama, diadakan ketentuan atau aturan peralihan. Dengan demikian Ketentuan Peralihan berfungsi : 1) Menghidari kemungkinan terjadinya kekosongan hukum (Rechtsvacuum).
2) Menjamin, kepastian hukum (Rechtszekerheid).
3) Perlindungan hukum (Rechtsbeseherming), bagi rakyat atau kelompok tertentu atau orang tertentu.
Jadi pada dasarnya, Ketentuan Peralihan merupakan "penyimpangan" terhadap peraturan baru itu sendiri. Suatu penyimpangan yang tidak dapat dihindari (Necessery evil) dalam rangka mencapai atau mempertahankan tujuan hukum secara keseluruhan (ketertiban, keamanan dan keadilan). Penyimpangan ini bersifat sementara, karena itu dalam rumusan Ketentuan Peralihan harus dimuat keadaan atau syarat-syarat yang akan mengakhiri masa peralihan tersebut. Keadaan atau syarat tersebut dapat berupa pembuatan peraturan pelaksanaan baru (dalam rangka melaksanakan peraturan baru) atau penentuan jangka waktu tertentu atau mengakui secara penuh keadaan yang lama menjadi keadaan baru.
d. Ketentuan Penutup
Ketentuan Penutup merupakan bagian terakhir Batang Tubuh Peraturan Desa, yang biasanya berisi ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1) Penunjukan organ atau alat kelengkapan yang diikutsertakan dalam
melaksanakan Peraturan Desa, yaitu berupa : a) Pelaksanaan sesuatu yang bersifat menjalankan (eksekutif), yaitu
menunjuk pejabat tertentu yang diberi kewenangan untuk melaksanakan hal-hal tertentu.
b) Pelaksanaan sesuatu yang bersifat mengatur (legislatif), yaitu pendelegasian
kewenangan untuk membuat peraturan pelaksanaan (Peraturan Kepala Desa).
2) Nama singkatan (Citeer Titel). 3) Ketentuan tentang saat mulai berlakunya Peraturan Desa dapat melalui
cara-cara sebagai berikut : a) Penetapan mulai berlakunya Peraturan Desa pada suatu tanggal
tertentu; b) Saat mulai berlakunya Peraturan Desa tidak harus sama untuk
seluruhnya (untuk beberapa bagian dapat berbeda). 4) Ketentuan tentang pengaruh Peraturan Desa yang baru terhadap
Peraturan Desa yang lain.
2. Batang Tubuh Peraturan Kepala Desa
a. Peraturan Kepala Desa adalah bersifat Mengatar (Regelling). 1) Batang tubuh Peraturan Kepala Desa memuat semua materi yang akan
dirumuskan dalam paeal-pasal. 2) Pengelompokan dalam batang tubuh terdiri atas :
a) Ketentuan Umum; b) Materi yang diatur; c) Ketentuan Peralihan (kalau ada); d) Ketentuan Penutup.
3) Materi muatan Peraturan Kepala Desa adalah merupakan pelaksanaan dari Peraturan Desa.
4) Tata cara perumusan dan penulisan materi muatan batang tubuh Peraturan Kepala Desa, sama halnya dengan tata cara perumusan dan penulisan materi muatan Peraturan Desa.
b. Keputusan Kepala Desa adalah bersifat Penetapan (Besehiking).
1) Batang Tubuh Keputusan Kepala Desa memuat semua materi
muatan keputusan yang dirumuskan dalam diktum-diktum. 2) Pengelompokan dalam batang tubuh terdiri atas materi yang akan diatur.
Contoh :
KESATU : ............................................................ KEDUA : ............................................................
3) Diktum terakhir menyatakan Keputusan dinyatakan mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Catatan : Ketentuan Umum dan Ketentuan Peralihan tidak perlu ada dalam Batang Tubuh, karena Keputusan Kepala Desa yang bersifat penetapan adalah konkrit, individual dan final.
D. Penutup
Penutup suatu Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa, memuat hal-hal sebagai berikut : a. Rumusan tempat dan tanggal pcnetapan, diletakkan di sebelah kanan; b. Nama jabatan ditulis dengan huruf kapital, dan pada akhir kata diberi tanda baca
koma;
c. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf kapital tanpa gelar dan pangkat;
d. Penetapan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa ditandatangani oleh Kepala Desa;
E. Penjelasan
Adakalanya suatu Peraturan Desa atau Peraturan Kepala Desa memerlukan penjelasan, baik penjelasan umum maupun penjelasan pasal demi pasal.
Pada Bagian penjelasan umum biasanya dimuat politik hukum yang melatarbelakangi penerbitan Peraturan Desa atau Peraturan Kepala Desa yang bersangkutan. Pada bagian penjelasan pasal demi pasal dijelaskan materi dari norma-norma yang terkandung dalam setiap pasal di dalam batang tubuh.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjelasan adalah : 1. Pembuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa
agar tidak menyadarkan argumentasi pada penjelasan, tetapi harus berusaha membuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang dapat meniadakan keraguraguan dalam interprestasi.
2. Naskah penjelasan disusun (dibuat) bersama-sama dengan Rancangan Peraturan Desa atau Peraturan Kepala Desa yang bersangkutan.
3. Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran atau materi tertentu. 4. Penjelasan tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lain. 5. Judul penjelasan lama dengan judul Peraturan Desa dan, Peraturan Kepala Desa
atau Keputusan Kepala Desa yang bersangkutan. 6. Penjelasan terdiri atas penjelasan umum dan penjelasan pasal yang pembagiannya
dirinci dengan angka romawi. 7. Penjelasan umum memuat uraian sistimatis mengenai latar belakang pemikiran,
maksud dan tujuan penyusunan serta pokok-pokok atau azas yang dibuat dalam Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa.
8. Bagian-bagian dari penjelasan umum dapat diberi nomor dengan angka Arab jika hal itu lebih memberikan kejelasan.
9. Tidak boleh ber.tentangan dengan apa yang diatur dalam materi Peraturan Desa, atau Peraturan Kepala Desa.
10. Tidak boleh memperluas atau menambah norma yang sudah ada dalam batang tubuh.
11. Tidak boleh sekedar pengulangan semata-mata dari materi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, atau Keputusan Kepala Desa.
12. Tidak boleh memuat istilah atau pengertian yang sudah dimuat dalam ketentuan umum.
13. Beberapa pasal yang tidak memerlukan penjelasan, dipisahkan dan diberi keterangan cukup jelas.
III. PERUBAHAN PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA DESA ATAU
KEPUTUSAN KEPALA DESA
Perubahan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dapat meliputi :
1. Menambah atau menyisipkan ketentuan baru, menyempurnakan atau menghapus ketentuan yang sudah ada, baik yang berbentuk Bab, Bagian Paragraf, Pasal, ayat maupun perkataan angka, huruf, tanda baca, lampiran, diktum dan lain-lainnya.
2. Mengganti suatu ketentuan dengan ketentuan lain, baik yang berbentuk Bab, Bagian, Paragraf, Pasal, ayat maupun perkataan angka, huruf, tanda baca, lampiran, diktum dan lain-lainnya.
Dalam mengadakan perubahan terhadap suatu Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : a. Dilakukan oleh pejabat yang berwenang membentuknya. b. Peraturan Desa diubah dengan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dengan
peraturan kepala desa sedangkan Keputusan Kepala Desa diubah dengan Keputusan Kepala Desa.
c. Perubahan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa dilakukan tanpa mengubah sistematika yang diubah.
d. Dalam penamaan disebut Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, Keputusan Kepala Desa mana yang diubah dan perubahan yang diadakan itu adalah perubahan yang keberapa kali.
Contoh perubahan yang pertama kali :
PERATURAN DESA CIMANGGIS
NOMOR 33 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DESA CIMANGGIS NOMOR 21 TAHUN 2006
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
Contoh perubahan selanjutnya :
PERATURAN DESA CIMANGGIS NOMOR 44 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DESA CIMANGGIS NOMOR 21 TAHUN 2006
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
e. Dalam konsiderans Menimbang Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang diubah, harus dikemukakan alasan- alasan atau pertimbangan-pertimbangan mengapa peraturan yang lama perlu diadakan perubahan.
f. Batang tubuh Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa etau Keputusan Kepala Desa yang diubah, hanya ditulis dengan angka Romawi, dimana pasal-pasal tersebut dimuat ketentuan sebagai berikut : 1) Pasal I memuat segala sesuatu perubahan dengan diawali penyebutan
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Desa yang diubah dan urutan perubahan-perubahan tersebut hendaknya ditandai dengan huruf besar A, B, C dan seterusnya.
2) Pasal II memuat ketentuan mengenai mulai berlakunya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, Keputusan Kepala Desa perubahan tersebut.
g. Apabila Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa sudah mengalami perubahan berulang kali, sebaiknya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa tersebut dicabut dan diganti Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang baru.
h. Apabila pembuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, atau Keputusan Kepala Desa berniat mengubah secara besar-besaran demi kepentingan pemakai, lebih baik apabila dibentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang baru.
i. Cara-cara merumuskan perubahan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa (dalam Pasal I) sebagai berikut :
1) Apabila suatu Bab, Bagian, Pasal atau ayat akan dihapuskan, angka satu nomor pasal itu hendaknya tetap dituliskar tetapi tanpa isi, hanya dituliskan "dihapus".
Contoh :
BAB V Pasal dihapus.
2) Apabila di antara dua pasal akan disisipkan suatu pasal baru yang tidak
merupakan suatu penggantian dari suatu pasal yang telah dihapuskan itu, maka pasal baru itu tidak boleh ditempatkan pada tempat pasal yang dihapuskan. Dalam penulisannya pasal baru itu ditempatkan di antara kedua pasal tersebut dan diberi nomor sesuai dengan pasal yang terdahulu dan ditambahkan dengan huruf A (Kapital).
Contoh :
Apabila di antara Pasal 14 dan Pasal 15 akan disisipkan pasal baru, maka pasal baru itu dituliskan dengan Pasal 14A.
3) Apabila diantara dua ayat akan disisipkan ayat baru, maka ayat baru itu tersebut
ditempatkan di antara kedua ayat yang ada dan diberi nomor sesuai dengan ayat yang terdahulu dengan menambahkan huruf a.
Contoh :
Apabila diantara ayat (1) dan ayat (2) akan disisipkan ayat baru, maka diletakkan diantara ayat (1) dan ayat (2) dan dituliskan ayat (la).
4) Apabila suatu perubahan mengenai peristilahan yang mempunyai kesatuan
makna, maka perubahannya diusahakan agar tidak menimbulkan suatu pengertian baru.
Contoh :
Jika istilah "wilayah Dusun Kempul" akan diubah menjadi "wilayah Dusun Mertaina", maka janganlah hanya mengubah perkataan "Kempul" menjadi "Mertaina", tetapi seyogyanya perubahan tersebut dilakukan sebagai berikut : wilayah Dusun Kempul diganti dengan wilayah Dusun Mertaina.
IV. PENCABUTAN PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA DESA ATAU KEPUTUSAN KEPALA DESA
a. Pencabutan dengan penggantian
Pencabutan dengan penggantian terjadi apabila Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang ada digantikan dengan Peraturan Desa, atau Keputusan Kepala Desa yang baru. Bentuk luar (kenvorm) dari Peraturan Desa, atau Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang baru ini sama seperti lazimnya pada Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa lainnya.
Dalam pencabutan dengan penggantian ini, ketentuan pencabutan tersebut dapat diletakkan di depan (dalam pembukaan).
Contoh :
Menimbang : a. bahwa ...tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu menetapkan ...;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA.
Akan tetapi apabila ketentuan pencabutan tersebut diletakkan di belakang (dalam ketentuan penutup). Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang dicabut tersebut akan tercabut, tetapi tidak beserta akar-akarnya, dalam arti Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa tersebut tercabut, tetapi peraturan pelaksanaanya masih dapat dinyatakan berlaku.
Contoh :
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 88
Dengan berlakunya Peraturan Desa ini, maka Peraturan Desa Cimanggis Nomor 21 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dinyatakan tidak berlaku.
b. Pencabutan tanpa penggantian
1) Dalam pencabutan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan
Kepala Desa yang dilakukan tanpa penggantian, bentuk luar (kenvorm) Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa tersebut mempunyai kesamaan dengan perubahan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa, yaitu bahwa batang tubuh Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa tersebut akan terdiri atas dua pasal yang diberi angka arab di mana masing-masing pasal tersebut berisi :
- Pasal 1 : berisi tentang ketentuan oencabutan produk hukum daerah. - Pasal 2 : berisi tentang ketentuan mu!ai berlakunya Peraturan Kepala Desa
atau Keputusan Kepala Desa tersebut.
2) Pencabutan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa juga dilakukan oleh Pejabat yang berwenang membentuknya dan dengan peraturan yang sejenis.
V. RAGAM BAHASA
Ragam Bahasa yang dipakai dalam menyusun Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa adalah :
Contoh:
PERATURAN DESA ... TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DESA ...
NOMOR ... TENTANG ...
A. Bahasa Perundang-undangan
1. Bahasa perundang-undangan termasuk Bahasa Indonesia yang tunduk pada kaidah tata Bahasa Indonesia yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat maupun pengejaannya. Bahasa perundang-undangan mempunyai corak dan gaya yang khas yang bercirikan kejernihan pengertian, kelugasan, kebakuan dan keserasian.
2. Dalam merumuskan materi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, atau Keputusan Kepala Desa, maka pilihlah kalimat yang lugas dalam arti tegas, jelas dan mudah ditangkap pengertiannya, tidak berbelit-belit. Kalimat yang dirumuskan tidak menimbulkan salah tafsir atau menimbulkan pengertian yang berbeda bagi setiap pembaca. Hindari pemakaian istilah yang pengertiannya kabur dan kurang jelas. Istilah yang dipa