7/31/2019 nasofaring karsinoma
1/25
1
KARSINOMA NASOFARING
(Yurike Adehline, M.Yasin, Junus Baan)
I. PENDAHULUAN
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor yang berasal dari sel-sel
epitel yang menutupi permukaan nasofaring dan merupakan tumor ganas daerah
kepala yang terbanyak ditemukan di Indonesia.(1,2)
Terdapat tiga subtipe menurut klasifikasi oleh World Health Organization
(WHO): 1) Squamous Cell Carcinoma (SCC), sering ditemui dalam populasi
orang dewasa; 2) non-keratinizing carcinoma; 3) undifferentiated carcinoma.
Tumor ini bisa menginfiltrasi ke dinding lateral, postero-superior ke basal
tengkorak, palatum, kavum nasi atau orofaring. Tumor ini juga sering
bermetastasis ke kelenjar limfa cervical.(1)
Gejala klinis KNF adalah trismus, nyeri, otitis media, nasal regurgitasi
disebabkan oleh parese palatum, tuli, dan nervus cranialis palsi. Tumor yang besar
bisa mengakibatkan obstruksi nasal atau pedarahan nasal.(1)
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang disebabkan
interaksi berbagai jenis faktor seperti faktor genetik, lingkungan, dan virus
Epstein-Barr(EBV). Pasien dengan KNF menunjukkan titer antibodi yang tinggi
terhadap EBV antigen dan sangat berguna sebagai marker diagnostik.(3)
II. EPIDEMIOLOGI
Insiden tertinggi terdapat di Cina bagian selatan, yaitu provinsi Guandong
Tengah. Ditemukan juga cukup banyak kasus pada penduduk local dari Asia
7/31/2019 nasofaring karsinoma
2/25
2
Tenggara, Eskimo di Artik dan penduduk di Afrika dan kanada. Jumlah kasus
paling rendah terdapat Amerika dan Eropa.(4)
Tumor ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan rasio
2-3:1.(5)
Insidens mulai meningkat pada umur 20 tahun, puncaknya diantara 35-64
tahun dan menurun setelahnya.(4)
Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya KNF, sehingga
kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam,
Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.(2)
Untuk diketahui bahwa
penduduk di selatan Cina hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang diawetkan
(diasap, diasin). Di dalam ikan yang diawetkan dijumpai substansi yang bernama
nitrosamine yang terbukti bersifat karsinogen bagi hewan percobaan.(4)
III. ETIOLOGI
Kanker Nasofaring (KNF) jarang dihubungkan dengan rokok dan
penggunaan alkohol tetapi lebih dikaitkan dengan virus Epstein Barr (EBV),
predisposisi genetik, pola makan tertentu dan inhalasi substansi tertentu dalam
jangka waktu yang lama.(6)
Ada penelitian membuktikan bahwa terdapat
peningkatan risiko tiga kali lipat pada perokok yang merokok 30 batang rokok per
hari. Ditemukan kasus KNF dalam jumlah yang tinggi pada orang yang
mengkonsumsi ikan asin yang dimasak dengan gaya Kanton (Cantonese-style
salted fish). Resiko terjadinya KNF sangat berkaitan dengan lamanya mereka
mengkonsumsi makanan ini.(4)
7/31/2019 nasofaring karsinoma
3/25
3
Tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau
familier dari pasien KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain. Ini terletak
pada peranan faktor gen histocompability locus antigens atau HLA yang banyak
di kalangan masyarakat/orang cina.(4)
Penyebab lain yang dicurigai adalah pajanan di tempat kerja seperti
formaldehid, debu kayu serta asap kayu bakar. Belakangan ini penelitian
dilakukan terhadap dua lagi faktor yang bisa meningkatkan faktor risiko KNF di
China yaitu melalui konsumsi pengobatan alami (Chinese herbal
medicine=CHB).(4)
IV. ANATOMI
Gambar 1: anatomi saluran nafas bagian atas (dikutip dari kepustakaan 7)
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas,
belakang dan lateral kecuali palatum molle yang secara anatomi termasuk bagian
faring.
7/31/2019 nasofaring karsinoma
4/25
4
Batas nasofaring:
Superior : melekat pada basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fasciaInferior : orofaringAnterior : nasal choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.Posterior : vertebra cervicalis I dan IILateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang
Muara tuba eustachii
Fossa rosenmuller(3)
Gambar 2: bagian sagital kepala, gambaran faring setelah mukosa diangkat (dikutip darikepustakaan 8)
Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 10-12 mm dari bagian
belakang konka nasal inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian
belakang atas muara tuba eustachius terdapat penonjolan tulang yang disebut torus
tubarius dan dibelakangnya terdapat suatu lekukan dari fossa Rosenmuller dan
7/31/2019 nasofaring karsinoma
5/25
5
tepat diujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Pada daerah fossa ini
sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang menyempitkan muara tuba
eustachius sehingga mengganggu ventilasi udara telinga tengah.(3,8)
Gambar 3: Nasofaring dari pandangan posterior (dikutip dari kepustakaan 8)
Fungsi nasofaring :
Sebagai jalan udara pada respirasiJalan udara ke tuba eustachiiResonatorSebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung
V. PATOFISIOLOGI
Karsinoma Nasofaring berasal dari sel-sel epitel yang menutupi
permukaan nasofaring.(1)
Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu dinding
nasofaring yang akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi yang
7/31/2019 nasofaring karsinoma
6/25
6
paling sering menjadi awal terbentuknya KNF adalah pada Fossa Rossenmuller.
Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfe sekitarnya kemudian terjadi perlahan,
seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya.(6)
Selain itu terdapat pula penyebab Karsinoma Nasofaring yang lain yaitu
a. Virus Epstein-BarrVirus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten
dalam limfosit. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel
epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. Sel yang terinfeksi oleh virus epstein-barr
dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila terinfeksi
dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi, atau virus epstein-
barr yang menginfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel
kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara
sel dan virus sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga
terjadi transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.Gen EBV
yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu EBERs, EBNA-1,
LMP-1, dan LMP-2. Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam
transformasi sel adalah gen LMP-1.(4)
b.
Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu
relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan
gen HLA (histocompatibility locus antigens) dan gen pengkode enzim sitokrom
p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma
7/31/2019 nasofaring karsinoma
7/25
7
nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang
terkait nitrosamine dan karsinogen.
Analisa genetik pada populasi endemik berhubungan dengan HLA-A2, HLA-
Cw11 dan HLA-Bw46. Dimana orang dengan yang memiliki gen ini memiliki
resiko dua kali lebih besar menderita karsinoma nasofaring. Studi pada orang Cina
dengan keluarga menderita karsinoma nasofaring dijumpai adanya kelemahan
lokus pada regio HLA.(4)
c. LingkunganSejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di
berbagai daerah di asia dan amerika utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin
dan makanan lain yang diawetkan mengandung sejumlah besar
nitrosodimethyamine (NDMA), nitrospurrolidene (NPYR) dan nitrospiperidine
(NPIP ) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring.
Selain itu perokok dan gas formaldehyde juga merupakan salah satu faktor yang
diperkirakan menginisiasi terjadinya karsinoma nasofaring.(4)
VI. DIAGNOSIS
VI.1 GAMBARAN KLINIS
Gejala KNF dapat di bagi dalam empat kelompok, yaitu gejala nasofaring
sendiri, gejala telinga, gejala mata dan saraf serta metastasis atau gejala di leher.(1)
Gejala nasofaring berupa epitaksis ringan atau sumbatan hidung, untuk itu
nasofaring harus di periksa dengan cermat, kalau perlu dengan nasofaringioskop,
7/31/2019 nasofaring karsinoma
8/25
8
karena sering gejala belum ada sedangkan tumor sudah tumbuh atau tumor tidak
kelihatan kerana masih di bawah mukosa.(1)
Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat
asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fossa Rosenmuller). Gangguan berupa
tinnitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri (otalgia). Sering juga
pasien datang dengan gangguan pendengaran kemudian baru disadari bahwa
penyebabnya adalah KNF.(1)
Karena nasofaring berhubungan rogga tengkorak melalui beberapa lubang,
maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma
ini. Penjalaran melalui foramen Laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI
dan juga saraf V, sehingga tidak jarang diplopia yang membawa pasien lebih
dahulu ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering di
temukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain.(1)
Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan
XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh
dari nasoaring. Gangguan ini disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah
mengenai seluruh saraf otak disebut sindroma unilateral. Dapat pula disertai
dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian, biasanya
prognosisnya jelek.(1)
Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang
mendorong pasien untuk berobat, kerana sebelumnya tidak di dapatkan keluhan
lain.(1)
7/31/2019 nasofaring karsinoma
9/25
9
Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan
dengan elevasi dan imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri pada
wajah dan bagian lateral dari leher (akibat gangguan pada nervus trigeminal).(1)
Stadium ini ditentukan dengan sistem TNM menurut AJCC Cancer
Staging Atlas, 2006.(9)
T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya .
TX: Tumor primer tidak bisa di nilai
T0 : Tidak tampak tumor
T1 : Tumor terbatas di nasofaring
T2 : Tumor meluas ke jaringan lunak
T2a: Perluasan tumor ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa perluasan
ke parafaring
T2b: Disertai perluasan ke parafaring
T3 : Tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal
T4 : Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf
kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator
Tis: Karsinoma in situ
N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional
NX: Pembesaran kelenjar limfe tidak dapat dinilai
N0 : Tidak ada metastasis ke kelenjar limfe
N1 : Metastasi kelenjar limfe unilateral, dengan ukuran kurang atau sama dengan
6 cm, di atas fossa supraklavikula
7/31/2019 nasofaring karsinoma
10/25
10
N2 : Metastasi kelenjar limfe bilateral, dengan ukuran kurang atau sama dengan 6
cm, di atas fossa supraklavikula
N3 : Metastasi kelenjar limfe bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6cm
dan/atau terletak dalam fossa supraklavikula
N3a: ukuran lebih dari 6cm
N3b: di dalam fossa supraklavikula
M = Metastase, menggambarkan metastase jauh
MX: Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 : Tidak ada metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh.
Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :
Stadium 0 : Tis N0 M0
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium IIA : T2a N0 M0
Stadium IIB : T1 N1 M0
T2a N1 M0
T2b N0,N1 M0
Stadium III : T1 N2 M0
T2a,T2b N2 M0
T3 N0 M0
T3 N1,N2 M0
7/31/2019 nasofaring karsinoma
11/25
11
Stadium IVA : T4 N0 M0
T4 N1,N2 M0
Stadium IVB : semua T N3 M0
StadiumIVC : semua T semua N M1
VI.2 PEMERIKSAAN RADIOLOGI
VI.2.1 Foto Polos (sinar-X)
Sebelum adanya CT-scan, radiografi polos digunakan untuk menentukan
adanya karsinoma nasofaring (KNF). Pemeriksaan foto kranium dilakukan dengan
posisi lateral, 25o
occipito mental untuk melihat tulang tengkorak,
occipitosubmental untuk melihat adanya destruksi tulang wajah dan melihat sinus
disekitar, submento-vertikal untuk melihat proses neoplasma di arc zygomaticum
dan occipito-maxilar untuk melihat adanya fraktur di os.maxilla. Sekarang ini, CT
dan MRI telah menggantikan foto polos untuk tujuan staging.(5) . Posisi foto polos
yang bisa dibuat untuk mencari kemungkinan adanya tumor pada nasofaring) :
(Gambar 4 dan 5 dikutip dari kepustakaan 10)
Gambar 4: Posisi lateral tulang kranium
normalGambar 5: Posisi lateral abnormal
7/31/2019 nasofaring karsinoma
12/25
12
(Gambar 6 dan 7 dikutip dari kepustakaan 10)
VI.2.2 Computer Tomography Scan (CT-scan)
CT scan adalah modalitas diagnosa yang utama untuk menentukan staging
tumor dan menilai ekstensi KNF, walaupun MRI kini sudah menggantikan CT
sebagai pemeriksaan diagnosa KNF. KNF memiliki kecenderungan penyebaran
submukosa, dan diagnosa penyakit ini biasanya lebih mudah ditemukan dengan
CT scan. Pada CT Scan didapatkan fossa rosenmuller yang asimetris berupa
penumpulan atau obliterasi dan diikuti dengan penebalan otot deglutitional akibat
infiltrasi tumor. Salah satu kateristik KNF adalah infiltrasi dalam, jadi dapat
dilihat juga obliterasi atau pergeseran cavum parafaring.(11)
Tumor nasopharynx dapat menyebar kearah lateral meliputi bagian
extrapharyngeal dari muskulus levator palatine, tensor palatine, lempeng
pterygoid, ruang lemak parapharyngeal yang berisi percabangan nervus V3,
muskulus pterygoid medial, pterygoid lateral, muskulus temporalis dan masseter
Gambar 6: Posisi osi ito-mental 25o Gambar 7: Posisi oksipito-mental 25
o
abnormal
7/31/2019 nasofaring karsinoma
13/25
13
dan mandibular dan pada posterior lateral glandula parotis. Extensi posterior dari
tumor melitupi muskulus prevertebra, clivus, bagian anterior foramen magnum,
dan corpus vertebra C1 dan C2, arteri karotis, vena jugularis, nervus kranialis 9
sampai 12, plexus sympatis cervicalis, dan metastasis nodul retropharyngeal.(5)
Sinus Morgagni adalah bukaan di fasia faringobasilar tempat otot levator
palatine dan tuba eustachii melewati fasia tersebut untuk ke ruang mukosa
nasofaring. Sinus ini terletak berhampiran dengan rhesesus faring lateral yaitu
bagian sering timbulnya KNF. Pada CT scan, ruang parafaring merupakan bagian
yang sering ditemukan ekstensi lateral pada 84% pasien. Tampak opaksifikasi
pada telinga tengah dan mastoid air cells pada CT-scan.(5)
(a) (b)Gambar 8: a. Gambaran KNF dini. Penumpulan fossa rosenmuller kiri danpembesaran otot levator palatini, b. Tumor telah menyebar melalui faringobasilar
fasia melibatkan parafaring fat space. Tampak asimetris fossa rosenmuller dan
obliterasi densitas lemak normal.(dikutip dari kepustakaan 11)
7/31/2019 nasofaring karsinoma
14/25
14
(a)
(b)
Gambar 9: a. KNF di fossa pterygopalatina, b. tumor mulai menyebar ke jaringan
orbital (dikutip dari kepustakaan 3)
VI.2.3 MRI
MRI (magnetic resonance imaging) dapat digunakan untuk mengevaluasi
penyebaran tumor ke jaringan lunak. Tumor kelihatan hiperintens dalam sinyal T2
dibanding dengan otot. Tampak massa yang menyebabkan kompresi lateral atau
obliterasi ruang parafaring, diikuti oleh invasi pada basis cranii. Ditemukan juga
(1) asimetri mukosa nasofaring superfisial (2) adenopati retrofaring ipsilateral dan
(3) opaksifikasi mastoid. Opaksifikasi mastoid merupakan tanda awal bagi suatu
keganasan disebabkan oleh disfungsi tuba Eustachian karena infiltrasi tumor pada
otot tensor veli palatini.(5,6,12)
7/31/2019 nasofaring karsinoma
15/25
15
Gambar 10: Axial postgodolinium T1W1,tanda triad malignan nasofaring (1) massa
mukosa lateral nasofaring fossa rosenmuller (panah putih ganda), (2) lateral nodul
retrofiring (panah hitam), (3) opaksifikasi mastoid (panah putih) (dikutip dari
kepustakaan 12)
Gambar 11:Axial postgadolinium T1W1, jaringan lunak terisi kontras memenuhi fossarosenmuller, terdapat metastasis nodus submandibular. (dikutip dari kepustakaan 12)
7/31/2019 nasofaring karsinoma
16/25
16
Gambar 12: a. tumor pada bagian kanan fossa rosenmuller (panah hitam), b.
limfadenopati retrofaring (panah hitam) (dikutip dari kepustakaan 3)
VII.3 PEMERIKSAAN LAINNYA
a. Biopsi Nasofaring Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind
biopsy). Cunam biopsi dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri
konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan
dilakukan biopsi.
Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yangdimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut
ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang dihidung.
Demikian juga kateter yang dari hidung disebelahnya, sehingga palatum
mole tertarik ke atas.
Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukandengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai
7/31/2019 nasofaring karsinoma
17/25
17
nasofaringoskop yang dimasukan melalui mulut, massa tumor akan terlihat
lebih jelas. Dengan anelgesi topikal (xylocain 10%).
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka
dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam
narkosis.(1)
b. Pemeriksaan neurologisPemeriksaan neurologis. Karena nasofaring berhubungan dekat dengan
rongga tengkorak melalui beberapa foramen, maka gangguan beberapa saraf
otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF ini.(2)
c. Pemeriksaan SerologisPemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan IgA anti VCA (capsid
antigen) untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam
mendeteksi karsinoma nasofaring.(1)
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Polip Nasi
Biasanya massa lunak yang mengandungi banyak cairan di dalam rongga
hidung, bewarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Bila
ada polip pada anak di bawah usia dua tahun, harus disingkirkan kemungkinan
meningokel atau meningoensefalokel.
7/31/2019 nasofaring karsinoma
18/25
18
Gambar 13: CT-scan penyumbatan hidung akibat dari polip nasi (dikutip dari
kepustakaan 13)
2. Angiofibroma juvenilis
Biasanya ditemui pada usia relatif muda dengan gejala-gejala menyerupai
KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltrative. Pada
CT-scan dan MRI akan didapat suatu massa pada atap nasofaring yang berbatas
tegas. Proses dapat meluas seperti pada penyebaran karsinoma, hanya erosi saja
karena penekanan tumor. Karena tumor ini kaya akan vaskular maka arteriografi
karotis eksterna sangat diperlukan sebab gambaranya sangat karakteristik.
Kadang-kadang sulit pula membedakan angiofibroma juvenils dengan polip
hidung pada foto polos.
7/31/2019 nasofaring karsinoma
19/25
19
a b
Gambar 14: a. CT-scan menunjukan lesi di bahagian kanan cavum nasi dan
sinus paranasalis, b. MRI scan menunjukkan infiltrasi lesi ke sinus kavernosus.(dikutip dari kepustakaan 14)
Gambar 15: angiogram menggambarkan angiofibroma sebelum emboli. (dikutip
dari kepustakaan 15)
3. Tumor kelenjar parotis
Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak
dalam mengenai ruang parafaring dan menonjol ke arah lumen nasofaring. Pada
sebagian besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring ke arah medial yang
tampak pada pemeriksaan C.T.Scan.
7/31/2019 nasofaring karsinoma
20/25
20
Gambar 15: terdapat massa pada kelenjar parotid kiri (adenoma pleomorfik)(dikutip dari kepustakaan 15)
4. Tumor Sinonasal
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang terletak
di sekitar nasal dan mempunyai hubungan dengan kavum nasi melalui ostiumnya.
Terdapat empat pasang sinus paranasal, yaitu sinus frontalis, sfenoidalis,
etmoidalis, dan maksilaris. Kebanyakan tumor ini berkembang dari sinus
maksilaris dan tipe histologi yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel
skuamosa.
Radiologic imaging penting untuk menentukan staging. Plain film
menunjukkan destruksi tulang, meskipun demikian pada beberpa kasus dapat
menunjukkan keadaan normal.Screening computed tomography (CT) scan lebih
akurat daripada plain film untuk menilai struktur tulang sinus paranasal. CT
scanning merupakan pemeriksaan superior untuk menilai batas tulang traktus
sinonasal dan dasar tulang tengkorak. Penggunaan kontras dilakukan untuk
menilai tumor, vaskularisasi dan hubungannya dengan arteri karotid. MRI
7/31/2019 nasofaring karsinoma
21/25
21
dipergunakan untuk membedakan sekitar tumor dengan soft tissue, membedakan
sekresi di dalam nasal yang tersumbat dari space occupying lesion, menunjukkan
penyebaran perineural, membuktikan keunggulan imaging pada sagital plane, dan
tidak melibatkan paparan terhadap radiasi ionisasi.(18)
Gambar 16:Foto CT pasien dengan kanker sinus maxilla menunjukkan penghancuran tulang (anak
panah) yang merupakan tanda utama keganasan ( dikutip dari kepustakaan 18)
Gambar 17: MRI kanker sinus maxilla dengan jelas dapat membedakan tumor yang membatasi
sinus maxilla (dikutip dari kepustakaan 18)
7/31/2019 nasofaring karsinoma
22/25
22
VIII. PENATALAKSANAAN
1. RadioterapiSampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting
dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama
untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa
kemoterapi.
Sampai saaat ini pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring
adalah radiasi, karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik yang bersifat
radiosensitif. Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat
menggunakan pesawat kobal (Co 60 ) atau dengan akselerator linier
(linac). Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air dan
elektrolit dari cairan tubuh baik intra maupun ekstra seluler, sehingga
timbul ion H+ dan OH- yang sangat reaktif. Ion itu dapat bereaksi dengan
molekul DNA dalam kromosom, sehingga dapat terjadi :
Rantai ganda DNA pecah Perubahan cross-linkage dalam rantai DNA Perubahan base yang menyebabkan degenerasi atau kematian sel.
Dosis lethal dan kemampuan reparasi kerusakan pada sel-sel kanker lebih
rendah dari sel-sel normal, sehingga akibat radiasi sel-sel kanker lebih
banyak yang mati dan yang tetap rusak dibandingkan dengan sel-sel
normal.(16)
2. Bedah
7/31/2019 nasofaring karsinoma
23/25
23
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa
diseksi leher radikal. Diseksi leher dilakukan terhadap benjolan di leher
yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali
setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah
hilang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi, serta tidak
ditemukan metastasis jauh.(2)
3. KemoterapiKemoterapi sebagai terapi tambahan (adjuvant) pada karsinoma
nasofaring ternyata dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada
stadium lanjut atau pada keadaan kambuh.(16)
Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini
adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Antara indikasi buat terapi
kemoterapi adalah, kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif.
Kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis. Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya
resiko kekambuhan dan metastasis jauh).(2)
IX. PROGNOSIS
Perbedaan prognosis penyakit ini sangat mencolok (angka bertahan hidup
5 tahun) dari stadium awal dengan stadium lanjut, yaitu 76,9% untuk stadium I,
56% untuk stadium II, 38,4% untuk stadium III dan hanya 16,4% untuk stadium
IV.(2)
Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 % dengan
hanya radioterapi dan 58% dengan kemoradiasi.(17)
7/31/2019 nasofaring karsinoma
24/25
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Brennan.B, Nasopharyngeal carcinoma ( online) February 2005, March2012 (cited), available from http:www.orfa.net/data/patho/GB/uk-
NPC.pdf.
2. Roezin.A,Karsinoma Nasofaring,Dalam: Marlinda Adham ,Efiaty,Arsyad.S.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,Hidung,Tenggorok,Kepala
dan Leher. edisi keenam.Jakarta:Balai Penerbit FKUI;2010, p123-88.
3. Vincent F.H. Chong,Neoplasms of the nasopharynx,In:A.L.Beart,Lueven K.Sartor,Heidelberg. Editors. Head and Neck CancerImaging, New York, Springer-Verlag Berlin Heidelberg;2006,p 143-51.
4. Lalwani Anil K. 2001. Current diagnosis &vtreatment in otolaryngologyhead and neck surgery. McGraw Hill. Newyork. P.373-380
5. Simon S.Lo.L,G.Naul, Imaging in Nasopharyngeal Squamous CellCarcinoma(online) 29.7.2011,March 2012(cited),available from
http://emedicine.medscape.com/article/384425-overview.
6. Cheri L.Canon,Face & Neck Anatomy, Head And Neck Pathology, In:Asim K .Bag, Joseph C. Sullivan III.Radiology McGrow-Hill Speciality
Bored Preview,McGrow-Hill Speciality Bored Preview, McGrow-Hill
Companies;2010, P 108.
7. Chapter 22,Respiratory System, In: Saladin,Anatomy&Physiology,3rdedition,McGrow-Hill Companies,2003,p844
8. Susan.S,Nasopharynx, In:Harold.E,Jeremiah C. Healy,David.J,et al.Editor,Grays Anatomy 39th edition,United Kingdom Elsevier Ltd.2008
9. Alpert. C.M, M.D.2001. Decision making in ear,nose and throatdisorders. WB Saunders Company. Philadelphia. 50
http://emedicine.medscape.com/article/384425-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/384425-overview7/31/2019 nasofaring karsinoma
25/25
10.R.F. Mould, Nasopharyngeal Carcinoma: treatment and outcomes in the20th century, The British journal Of Radiology( online) April 2002 The
British Institute of Radiology, March 2012(cited).p 307-24.
11.John.H, CT of Nasopharyngeal Carcinoma(online) October 1989, March2012 (cited), p 867-69.
12.William E.,Head and Neck Imaging, In:Clyde A.Helms, Fundamentalsof Diagnostic Radiology,3rd Edition,Lippincott Williams & Wilkins;
2007, p 242-251.
13.John E.McClay, Nasal Polyps ( online) 05.12.2011,March 2012 (cited)available from: http://emedicine.medscape.com/article/994274-
workup#a0720
14.Ted L. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibrom,(online) 26.07.2011,March 2012 (cited) ,available from:
http://emedicine.medscape.com/article/872580-workup
15.Scott.V, Malignant Parotid Tumor Imaging (online) , 27.05.2011 ,March 2012 (cited), available from:http://emedicine.medscape.com/article/384211-overview#a20
16.Harry A., Penatalaksanaan radioterapi pada Karsinoma Nasofaring(online) 2002, March 2012(cited), p 1-11
17.Arnold.C,Paulino,Robert.J,Nasopharyngeal Cancer (online)12.7.2010,March 2012 (cited),available from,
http://emedicine.medscape.com/article/988165-overview#showall
http://emedicine.medscape.com/article/994274-workup#a0720http://emedicine.medscape.com/article/994274-workup#a0720http://emedicine.medscape.com/article/872580-workuphttp://emedicine.medscape.com/article/988165-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/988165-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/872580-workuphttp://emedicine.medscape.com/article/994274-workup#a0720http://emedicine.medscape.com/article/994274-workup#a0720Recommended