STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Pramuji
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Garut kota
Agama : Islam
Pekerjaan : Kontraktor
Tanggal masuk RS : 23 September 2013
No. CM : 01641445
II. SUBYEKTIF
Diambil dari auto dan allo anamnesa pada tanggal 23 September 2013
Keluhan Utama :
Kelemahan anggota gerak bagian kiri sejak 2 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD dr Slamet Garut dengan keluhan terasa lemas
pada anggota gerak bagian kiri yang dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah
sakit. Kelemahan yang dialami pada tangan kiri sama dengan yang dialami oleh kaki
kiri. Pasien mengaku kelamahan pada kaki dan tangan semakin memberat terlebih saat
pasien bangun tidur tiba-tiba pasien merasa tangan dan kaki kirinya tidak bisa
digerakkan.
Pasien juga mengeluh tangan dan kaki kirinya terasa kesemutan, telapak kaki
kirinya terasa tebal. Selain itu pasien juga mengeluh ada kejang 1 x tapi kejangnya
hanya muka sebelah kiri, itu terjadi saat pasien sedang ada di puskesmas lalu, pasien
lgsgs dirujuk ke RSUD dr Slamet Garut. Riwayat pingsan sebelumnya dan nyeri
1
kepala hebatdisangkal, muntah yang hebat disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat
darah tinggi, jantung maupun trauma. Pasien memiliki riwayat gula sejak > 1 tahun .
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami kejadian seperti ini. Pasien
mempunyai riwayat gula darah sejak > 1 tahun. Riwayat tekanan darah tinggi,
penyakit jantung dan trauma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama pada keluarga disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga yang cukup.
III. OBJEKTIF ( 23 September 2013 )
Status Present
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4.M5.Y6)
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x/ menit
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu : 36,5 oC
Kepala : Normocephal
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, trachea tidak deviasi
Status Interna
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula kiri
Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV parasternal kanan
Batas jantung atas : ICS II parasternal
Batas jantung kiri : ICS V midclavicula kiri
2
Auskultasi : BJ I – II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Simetris hemitoraks kanan-kiri saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus vokal dan taktil simetris hemitorak kanan-kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Permukaan cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani pada keempat quadran abdomen
Palpasi : NT/NK/NL : -/-/-. Hepar, lien, ginjal sulit diraba.
1. Status Psikis
Cara berfikir : Dalam batas normal
Perasaan hati : Dalam batas normal
Tingkah laku : Dalam batas normal
Ingatan : Dalam batas normal
Kecerdasan : Dalam batas normal
2. Status Neurologis
A. Kepala
Bentuk : Normocephalus
Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+)
Pulsasi : (-)
B. Leher
Sikap : Dalam batas normal
Pergerakan : Dalam batas normal
Kaku kuduk : (-)
3
C. Nervus kranialis
N. I (olfaktorius)
Subyektif : Tidak dilakukan
Dengan bahan : Tidak dilakukan
N. II (optikus)
Tajam penglihatan : Tidak dilakukan
Lapang peglihatan : Tidak dilakukan
Melihat warna & fundus okuli : Tidak dilakukan
N. III (oculomotor)
Sela mata : Simetri kanan kiri sama
Pergerakan bulbus : Baik kesegala arah
Strabismus : (-)
Nistagmus : (-)
Eksopftalmus : (-)
Pupil
Besarnya : ± 2 mm
Bentuknya : Simetris bulat isokor
Refleks cahaya : (+/+)
Refleks konsensual : Tidak dilakukan
Refleks konvergensi : Tidak dilakukan
Melihat kembar : (-/-)
N. IV (trochlearis)
Pergerakan mata (bawah-dalam) : Baik
Sikap bulbus : Simetris
Melihat kembar : (-)
N. V (trigeminus)
Membuka mulut : Dalam batas normal
Menguyah : Dalam batas normal
Mengigit : Dalam batas normal
Reflek kornea : Tidak dilakukan
4
Sensibilitas muka : Dalam batas normal
N.VI (abducens)
Pergerakan mata (ke lateral) : Dalam batas normal
Sikap bulbus : Simetris
Melihat kembar : (-)
N.VII (fascialis)
Mengerutkan dahi : Simetris kanan = kiri
Menutup mata : Dalam batas normal
Memperlihatkan gigi : Plica nasolabialis simetris
Bersiul : Tidak dilakukan
Perasaan lidah
2/3 bagian depan lidah : Tidak dilakukan
N.VIII ( vestibulo cochlear)
Detik arloji : Baik
Suara berbisik : Tidak dilakukan
Tes Weber : Tidak dilakukan
Tes Rinne : Tidak dilakukan
Tes Swabach : Tidak dilakukan
N.IX (glosofaringeus)
Perasaan lidah
(1/3 bagian belakang) : Tidak dilakukan
Sensibilitas faring : Tidak dilakukan
N.X (vagus)
Arkus faring : Dalam batas normal
Uvula : Tidak deviasi
Berbicara : Dalam batas normal
Menelan : Dalam batas normal
N.XI (asesorius)
Menengok : Dalam batas normal
Mengangkat bahu : Dalam batas normal
5
N.XII (hipoglosus)
Pergerakan lidah : Dalam batas normal
Lidah deviasi : (-)
Artikulasi : Dalam batas nrmal
D. Fungsi luhur
Dalam batas normal
E. Badan dan anggota gerak
1. Badan
Respirasi : Torako abdominal
Bentuk kolumna vetebralis : Dalam batas normal
Pergerakan kolumna vetebralis : Dalam batas normal
Refleks kulit perut atas : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut tengah : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut bawah : Tidak dilakukan
2. Anggota gerak atas
Motorik : +/+
Pergerakan : +/+
Kekuatan : 5 3-4
Tonus : Baik
Atropi : (-)
Refleks
Biceps : +/+
Trisep : +/+
Brakio Radialis : +/+
Radius : +/+
Ulna : +/+
Hoffman/trommer : Tidak dilakukan
6
Sensibilitas : Dalam batas normal
Taktil : Dalam batas normal
Nyeri : (-)
Suhu : Dalam batas normal
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Lokalis : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
3. Anggota gerak bawah
Motorik : +/+
Pergerakan : +/+
Kekuatan :
5 3-4
Tonus : Baik
Atropi : (-)
Sensibilitas
Taktil : Dalam batas normal
Nyeri : (-)
Suhu : Dalam batas normal
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Lokalis : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
Refleks fisiologis
Patella : +/+
Achilles : +/+
Refleks patologis
Babinsky : (-/-)
Chaddock : (-/-)
Openhaeim : (-/-)
Gordon : (-/-)
Schaefer : (-/-)
Mendel Bechtrew : Tidak dilakukan
7
Rosolimo : Tidak dilakukan
Klonus paha : (-/-)
Klonus kaki : (-/-)
Test Laseque : (-)
Test brudzinsky I/II/III : (-)
Test kernig : (-)
Meningial Sign : Kaku kuduk (-)
Patrick : Tidak dilakukan
Kontra patrick : Tidak dilakukan
F. Koordinasi, Gait dan keseimbangan
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Test Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
G. Gerakan – gerakan abnormal
Tremor : (-)
Athetosis : (-)
Mioklonik : (-)
Khorea : (-)
H. Fungsi vegetatif
Miksi : Lancar
Defekasi : Lancar
IV. RINGKASAN
Subyektif
- Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan lemah badan bagian kiri sejak ± 2 jam
SMRS.
8
- Kejadian berlangsung setelah aktivitas ringan.
- Keluhan kejang 1x dipuskesmas sebelum ke RSUD dr Slamet garut.
- Keluhan gangguan pendengaran dan tidak ada mual, muntah, baal ataupun sulit
menggerakan anggota gerak tubuh.
- Riwayat gula darah > 1 tahun .
Obyektif
Status Present
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4.M5.Y6)
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x/ menit
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu : 36,5 oC
Jantung : Dalam batas normal
Paru dan abdomen : Dalam batas normal
Status Psikis
Dalam batas normal
Status Interna
Cor : BJ I-II reg murmur (-), Gallop (-)
Pulmo: VBS ka = ki Rh-/-, Wh-/-
Status Neurologis
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)
Saraf Otak : Pupil bulat isokor
Motorik : 5 3-4
5 3-4
Tonus : Baik
Sensorik : Dalam batas normal
9
Fungsi Luhur : Baik
Fungsi vegetatif : Baik
Refleks fisiologis : (+ / + )
Refleks patologis : (-/-)
V. Diagnosis
- Stroke e.c Infark Aterotrombotik Sistem Karotis Dextra FR DM II dan Rokok
- Fokal Epilepsi
VI. Rencana Awal
Rencana Diagnosis
EKG
Lab darah rutin (Hb, leukosit, trombosit, hematokrit hitung jenis, kimia darah)
Cek Ureum, kreatin, natrium, kalium
Cek GDS setiap hari
CT scan kepala
Fisioterapi
Rencana terapi
Terapi umum
Monitor tanda vital T,N,R.S
Terapi khusus
Drip neotal jumbo 1 ampul dalam Asering 500 cc, 15 tpm
Pranza 1 x 40 mg Iv
Kalneco 2 X 1 ampul iv
Brainact 2 x 500 mg iv
CPG 1 x 75 mg p.o
Dilantin 2 x 100 mg p.o
Alganax 0,5 mg 0-0-1 p.r.n
10
VII. Rencana edukasi
• Diit rendah gula
• Hindari kelelahan fisik dan stress
• Olahraga yang teratur
• Istirahat yang cukup
• Minum obat teratur
VIII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
I. FOLLOW UP
23/10/13
1
S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 140/90 R = 20 N = 80 x/mnt S = 36,5 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 3-4 Sensorik : Baik
5 3-4
FL : Baik RF : +/+
FV : Baik RP : -/-
A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok
- Fokal Epilepsi
Pd/
Pt/ - Inf Asering 15 tpm- Inj Pranza 2x1 amp- Inj Brainact 2 x 500 mg- CPG 1 x 75 mg
24/10/13
2
S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 140/80 R = 20 N = 80 x/mnt S = 36,3 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/-
Pd/ Co. IPD Cek GDS tiap hari EEG
Pt/ - Inf Asering 15 tpm- Inj Pranza 2x1 amp
11
SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 3-4 Sensorik : Baik
5 3-4
FL : Baik RF : +/+
FV : Baik RP : -/-
A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok
- Fokal Epilepsi
- Inj Brainact 2 x 500 mg- CPG 1 x 75 mg
Hasil co. IPD
Stroke infark + DM tipe II
25/10/13
3
S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 120/80 R = 20 N = 82 x/mnt S = 36,2 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 4 Sensorik : Baik
5 4
FL : Baik RF : +/+
FV : Baik RP : -/-
KG : 08.30 = 150 mgdl
A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok
- Fokal Epilepsi
Pd/ Fisioterapi
Pt/ - drip neotal jumbo 1 ampul dalam asering 15 tpm
- Inj Pranza 2x1 amp- Inj Brainact 2 x 500 mg- Inj kalneco 2 x 1 amp- Dilantin 2 x 100 mg
p.o- CPG 1 x 75 mg p.o- Alganax 0,5 mg 0-0-1
26/10/13
4
S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 120/80 R = 20 N = 82 x/mnt S = 36,5 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 4 Sensorik : Baik
5 4
Pd/
Pt/ - drip neotal jumbo 1 ampul dalam asering 15 tpm
- Inj Pranza 2x1 amp- Inj Brainact 2 x 500 mg- Inj kalneco 2 x 1 amp- Dilantin 2 x 100 mg
p.o- CPG 1 x 75 mg p.o- Alganax 0,5 mg 0-0-1
12
FL : Baik RF : +/+
FV : Baik RP : -/-
KG : 156 mgdl
A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok
- Fokal Epilepsi
27/10/13
5
S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 110/70 R = 20 N = 76 x/mnt S = 36,2 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 4 - 5 Sensorik : Baik
5 4 - 5
FL : Baik RF : +/+
FV : Baik RP : -/-
KG : 162 mgdl
A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok
- Fokal Epilepsi
Pd/
Pt/ - drip neotal jumbo 1 ampul dalam asering 15 tpm
- Inj Pranza 2x1 amp- Inj Brainact 2 x 500 mg- Inj kalneco 2 x 1 amp- Dilantin 2 x 100 mg
p.o- CPG 1 x 75 mg p.o- Alganax 0,5 mg 0-0-1
28/10/13
6
S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 110/80 R = 20 N = 76 x/mnt S = 36,5 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 4 - 5 Sensorik : Baik
5 4 - 5
FL : Baik RF : +/+
FV : Baik RP : -/-
A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok
- Fokal Epilepsi
Pd/
Pt/ - drip neotal jumbo 1 ampul dalam asering 15 tpm
- Inj Pranza 2x1 amp- Inj Brainact 2 x 500 mg- Inj kalneco 2 x 1 amp- Dilantin 2 x 100 mg
p.o- CPG 1 x 75 mg p.o- Alganax 0,5 mg 0-0-1
13
30/10/13
8
S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 110/70 R = 20 N = 80 x/mnt S = 36,5 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 4 - 5 Sensorik : Baik
5 4 - 5
FL : Baik RF : +/+
FV : Baik RP : -/-
KG : 161 mgdl
A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok
- Fokal Epilepsi
Pd/
Pt/ - drip neotal jumbo 1 ampul dalam asering 15 tpm
- Inj Pranza 2x1 amp- Inj Brainact 2 x 500 mg- Inj kalneco 2 x 1 amp- Dilantin 2 x 100 mg
p.o- CPG 1 x 75 mg p.o- Alganax 0,5 mg 0-0-1
BLPL Kalneco tab 3 x1 Braninact odis 2 x 500 mg CPG 1 x 75 mg Dilantin 2 x 100 mg Alganax 0,5 mg 0-0-1 Metformin 2 x 500 mg
14
PEMBAHASAN
A. Stroke
A.1. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut,
lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak,
stroke sekunder karena trauma maupun infeksi.4,11 Kelompok umur lebih
dari 40 tahun merupakan faktor risiko tinggi terjadinya stroke.
A.2. Klasifikasi
Setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif, dan prognosa yang
berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi modifikasi marshall, diantaranya :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke iskemik (sekitar 80% sampai 85% stroke terjadi).
1. Transient Ischemic Attack (TIA).
2. Trombosis serebri.
3. Embolia serebri.
b. Stroke haemoragik (sekitar 15% sampai 20% stroke terjadi).
1. Perdarahan intra serebral.
2. Perdarahan subarachnoid.
2. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu.
a. Transient Ischemic Attack.
b. Stroke ~ in ~ evolution.
c. Completed stroke.
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah.
a. Sistem karotis.
b. Sistem vertebra-basilar.
15
A.3. Etiologi
Beberapa penyebab stroke11, diantaranya :
1. Trombosis.
a. Aterosklerosis (tersering).
b. Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa.
c. Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik).
d. Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
2. Embolisme.
a. Sumber di jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung
reumatik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.
b. Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis komunis, arteri
vertrebralis distal.
c. Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
3. Vasokonstriksi.
a. Vasospasma serebrum setelah peradarahan subaraknoid.
A.4. Epidemiologi
Stroke menduduki posisi ketiga di Indonesia setelah jantung dan
kanker. Sebanyak 28.5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya
menderita kelumpuhan sebagian maupun total hanya lima belas persen
saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan.
Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa 63,52 per
100.000 penduduk indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir menderita
stroke.
A.5. Gambaran klinis
Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinis yang spesifik :11
16
1. Timbul mendadak. Timbulnya gejala mendadak dan jarang didahului oleh gejala
pendahuluan (warning signs) seperti sakit kepala, mual, muntah, dan sebagainya.
2. Menunjukkan gejala neurologis kontraleteral terhadap pembuluh yang tersumbat. Tampak
sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan perlu lebih teliti pada
observasi sistem vertebra - basilar meskipun prinsipnya sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak sedangkan pada
stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
A.6. Patogenesis
A.6.1. Patogenesis umum
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri - arteri
yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua
cabang - cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Proses patologik yang
mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah
yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa, (1) keadaan penyakit pada pembuluh
darah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah,
atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok
hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang
berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur vaskular
didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.11
Berdasarkan patogenesis stroke, maka perjalanan sakit akan dijabarkan dibawah ini
menjadi:12
1. Stadium prapatogenesis, yaitu stadium sebelum terjadi gejala stroke. Stadium ini
umumnya penderita sudah mempunyai faktor risiko atau memiliki gaya hidup yang
mengakibatkan penderita menderita penyakit degeneratif.
2. Stadium patogenesis, yaitu stadium ini dimulai saat terbentuk lesi patologik sampai
saat lesi tersebut menetap. Gangguan fungsi otak disini adalah akibat adanya lesi pada
otak. Lesi ini umumnya mengalami pemulihan sampai akhirnya terdapat lesi yang
17
menetap. Secara klinis defisit neurologik yang terjadi juga mengalami pemulihan
sampai taraf tertentu.
3. Stadium pascapatogenesis, yaitu stadium ini secara klinis
ditandai dengan defisit neurologik yang cenderung menetap. Usaha yang dapat
dilakukan adalah mengusahakan adaptasi dengan lingkungan atau sedapat
mungkin lingkungan beradaptasi dengan keadaan penderita.
Sehubungan dengan penalataksanaanya maka stadium patogenoesis dapat dibagi menjadi
tiga fase, yaitu :12
1. Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsung selama 0 - 3 / 12 jam
pasca onset. Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukkan untuk menegakkan diagnosis dan
usaha untuk membatasi lesi patologik yang terbentuk.
2. Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam - 14 hari pasca onset. Penatalaksanaan
pada fase ini ditujukkan untuk prevensi terjadinya komplikasi, usaha yang sangat fokus
pada restorasi/rehabilitasi dini dan usaha preventif sekunder.
3. Fase subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari - kurang dari 180 hari pasca onset dan
kebanyakan penderita sudah tidak dirawat di rumah sakit serta penatalaksanaan lebih
ditujukkan untuk usaha preventif sekunder serta usaha yang fokus pada neuro
restoras/rehabilitasi dan usaha menghindari komplikasi.
A.6.2. Patogenesis stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri besar pada
sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk
didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal kemudian bekuan
dapat terlepas pada trombus vaskular distal, atau mungkin terbentuk didalam suatu
organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu
embolus.11 Pangkal arteria karotis interna (tempat arteria karotis komunis bercabang
menjadi arteria karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering
terbentuknya arteriosklerosis. Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan
penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak
arteriosklerosis di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis.11
18
A.6.3. Patogenesis stroke haemoragik
Stroke haemoragik terjadi akibat tekanan darah yang sangat
tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan peredaran darah otak atau stroke haemoragik
yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, perdarahan subarachnoid dan perdarahan
intraserebral.6
1. Perdarahan subaraknoid
Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding pembuluh darah
menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak ke
dalam ruangan di sekitar otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya aneurisma di
basal otak atau pada sirkulasi willisii. Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada
umumnya dan sekitar 10 % disebabkan karena tekanan darah yang naik dan
terjadi saat aktivitas.6
2. Perdarahan intraserebral
Patogenesis perdarahan intraserebral adalah akibat rusaknya struktur vaskular yang sudah
lemah akibat aneurisma yang disebabkan oleh kenaikan darah atau pecahnya pembuluh darah
otak akibat tekanan darah, atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah yang
melebihi toleransi (Yatsu dkk). Menurut Tole dan Utterback, penyebab perdarahan
intraserebral adalah pecahnya mikroaneurisma Charcot-Bouchard akibat kenaikan tekanan
darah.6
A.7. Diagnosis
A.7.1. Anamnesis
Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut
mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul
sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja, ataupun sewaktu istirahat.
A.7.2. Pemeriksaan fisik
19
Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan darah kiri
dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran
menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow agar pemantauan selanjutnya lebih
mudah, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi,
disertai pemeriksaan saraf - saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih
baik atau adakah disfasia. Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma glasglow telah
ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks - refleks batang otak yaitu :
1. Reaksi pupil terhadap cahaya.
2. Refleks kornea.
3. Refleks okulosefalik.
4. Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan
Cheyne Stoke, hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik. Setelah itu
tentukan kelumpuhan yang terjadi pada saraf - saraf otak dan anggota gerak.
Kegawatan kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun, karena
makin dalam penurunan kesadaran, makin kurang baik prognosis neurologis
maupun kehidupan. Kemungkinan perdarahan intra serebral dapat luas sekali
jika terjadi perdarahan - perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan
funduskopi.
A.7.3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan neurokardiologi, pemeriksaanradiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :
1. Laboratorium.
a. Pemeriksaan darah rutin.
b. Pemeriksaan kimia darah lengkap.
1. Gula darah sewaktu.
Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat mencapai 250
mg dalam serum dan kemudian berangsur - angsur kembali turun.
2. Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta
total lipid).
20
c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
1. Waktu protrombin.
2. Kadar fibrinogen.
3. Viskositas plasma.
d. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.
2. Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan elektrokardiografi.
Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung, atau
pada stroke dapat terjadi perubahan - perubahan elektrokardiografi sebagai akibat
perdarahan otak yang menyerupai suatu infark miokard. Pemeriksaan khusus
atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan memastikan diagnosis. Pada
pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik mengarah kepada kemungkinan adanya
potensial source of cardiac emboli (PSCE) maka pemeriksaan
echocardiografi terutama transesofagial echocardiografi (TEE) dapat
diminta untuk visualisasi emboli cardial.
3. Pemeriksaan radiologi
a. CT-scan otak
Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini
sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark
otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari - hari pertama, biasanya
tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan
hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik
di batang otak.
b. Pemeriksaan foto thoraks.
1. Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
2. Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses
manajemen dan memperburuk prognosis.
21
A. Diabetes melitus
B.1. Definisi
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang berlangsung kronik
progresif dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua -duanya.8,9
B.2. Klasifikasi
Tabel 2.2 klasifikasi etiologis diabetes melitus
I. Diabetes melitus tipe i(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defesiensi insulin absolute)A. Melalui proses imunologikB. Idiopatik
II. Diabetes melitus tipe ii(Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)
III. Diabetes melitus tipe lainA. Defek genetic fungsi sel beta :
1. Kromosom 12, HNF - 1á (dahulu mody 3)2. Kromosom 7, glukokinase (dahulu mody 2)3. Kromosom 20, HNF - 4á (dahulu mody 1)4. Kromosom 12, insulin promoter factor - 1 (IPF - 1, dahulu mody 4)5. Kromosom 17, HNF-â (dahulu mody 5)6. Kromosom 2, Neuro D1 (Dahulu Mody 6)7. DNA Mitokondria8. Lainnya
B. Defek genetic kerja insulin : resistensi isulin tipe A, leprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatropik, lainnya
C.Penyakit Eksokrin Pankreas : pancreatitis, trauma/pankeaktomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopik fibro kalkulus, lainnya.
D. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.
E. Karena obat / Zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis â adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, lainnya.
F. Infeksi : rubella konginetal, CMV, lainnyaG. Imunologi (jarang) : sindrom “stiff-man”, antibody anti reseptor insulin, lainnya.H. Sindrom genetic lain : Sindrom Down, sindrom klinefelter, sindrom turner, sindrom wolfram’s, ataksia
friedreich’s, chorea Huntington, sindrom Laurence-Moon-Biedl, distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader, lainnya.
IV. Diabetes kehamilanSumber : (9)
22
B.3. Epidemiologi
Prevalensi penyakit diabetes melitus di Indonesia, oleh tenaga kesehatan mencapai 63,6%,
lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma maupun penyakit jantung. Prevalensi DM
menurut provinsi, berkisar antara 0,4% di Lampung hingga 2,6% di DKI Jakarta.3
B.4. Etiologi
Faktor keturunan berperan dalan kejadian penyakit ini dan didukung oleh faktor – factor
pencetus antara lain, kegemukan, kurang olahraga, makan terlalu banyak, sering mengalami
stres, dan dapat pula dipicu oleh konsumsi jangka panjang obat - obatan yang dapat
menaikkan kadar glukosa darah, misalnya obat - obat anti alergi yang mengandung hormon
kortikosteroid.
B.5. Faktor risiko
Menurut panduan PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia), skrining untuk
mengidentifikasi kasus - kasus tanpa gejala DM tetapi mempunyai risiko untuk sakit DM,
yaitu:8
a. Usia > 45 tahun.
b. Kelebihan berat badan yang dinyatakan dengan tolak ukur baku yaitu Indeks Masa
Tubuh atau IMT > 23 Kg/m2.
c. Hipertensi > 140/90 mmHg.
d. Riwayat diabetes dalam garis keturunan.
e. Riwayat persalinan tidak normal yaitu abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau bayi
dengan berat badan lahir > 4000 gram.
f. Trigliserid > 250 mg/dl.
B.6. Patogenesis
Ada 3 faktor penting yang perlu diperhatikan pada patogenesis DM tipe 2, yaitu:11
1. Faktor individu atau genetik etnis yang membuat rawan DM.
2. Kerusakan fungsi sel beta pankreas.
3. Berkurangnya kerja insulin didalam jaringan yang sensitive insulin (resistensi insulin,
termasuk otot skeletal, hati dan jaringan adiposa). Sebenarnya belum sepenuhnya
diketahui patogenesis DM tipe 2, tapi pada dasarnya terjadi disfungsi sel-beta dan
23
didalamnya terjadi peningkatan resistensi insulin di jaringan. Resistensi insulin adalah
suatu keadaan yang terjadi resistensi terhadap kerja insulin, yaitu keadaan dimana
suatu sel, jaringan atau organ membutuhkan sejumlah insulin yang lebih banyak untuk
mendapatkan secara kuantitatif repons normal, antara lain terpakainya atau masuknya
glukosa ke dalam sel tersebut. Agar insulin dapat bekerja, insulin harus berikatan
dengan reseptor insulin pada dinding sel. Setelah berikatan, akan terjadi serangkaian
proses rumit, melalui berbagai sel dan proses antara, menyebabkan dicapainya efek
kerja insulin yang dikehendaki dalam sel tersebut. Insulin mempunyai beragam
perandidalam sel, mulai dari peranannya dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein, hingga pengaruhnya untuk proses pembentukan DNA dan RNA dan
berbagai proses pertumbuhan di dalam sel beta pankreas pada DM tipe 2. Banyak proses
yang dapat menimbulkan resistensi insulin, di antaranya faktor genetik, berbagai faktor
lingkungan seperti kegemukan, inaktifitas fisik, masukan makanan yang berlebihan,
beberapa macam obat dan juga proses menua.11
Apabila didapatkan resistensi insulin dalam keadaan normal, maka
tubuh akan merespons dengan meningkatkan produksi atau fungsi insulin untuk
mengembalikan kadar glukosa pada keadaan normal. Apabila proses kompensasi
ini menurun, maka kapasitas menyeimbangkan tersebut kurang, sehingga
tubuh tidak dapat mengembalikan keseimbangan dan terjadilah hiperglikemia,
kemudian
DM.11
B.7. Gambaran klinis
Manifestasi klinis yang sering terjadi adalah kerusakan mata, otak jantung, ginjal, dan
pembusukan kaki. Gejala khasnya adalah merasa sangat haus, poliuri, pruritus dan
kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.11
B.8. Diagnosis
Diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah
dengan memperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang
dipakai. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena.11
Tabel 2.3 kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan dan diagnosis DM
24
Bukan DM Belum DM Pasti DM
Kadar Glukosa darah Sewaktu (mg/dl)
plasma vena darah kapiler
< 110
< 90
110-199
90-199
200
200
Kadar Glukosa darah Puasa (mg/dl)
plasma vena darah kapiler
<110
<90
110-125
90-109
126
110
Kriteria diagnosis diabetes mellitus menurut WHO (1994), adalah11,15
1. Normo-glikemia, bila GDP < 110 mg/dl atau GD2JPP < 140 mg/dl
2. IFG atau IGT, bila FPG > 110 mg/dl dan IFG < 126 mg/dl atau GD2JPP>140 dan IGT < 200 mg/dl
3. Diabetes, bila FPG > 126 mg/dl atau GD2JPP > 200 mg/dl atau ditemukannya gejala - gejala diabetes dengan konsentrasi glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl
Kriteria diagnosis DM menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2001 adalah sebagai berikut :11,15
1. Gejala diabetes ditambah kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Sewaktu didefinisikan sebagai waktu kapanpun pada suatu hari tanpa menghiraukan waktu sejak makan terakhir. Gejala klasik diabetes meliputi poliuri, polidipsi, dan polifagia serta kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, atau
2. GDP > 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Puasa didefinisikan sebagai tak adanya masukan kalori sesedikitnya dalam jangka waktu 8 (delapan) jam, atau
3. PG 2 jam > 200 mg/dl (11,1 mmol/l) selama OGTT. Tes harus dilakukan sebagaimana dijelaskan oleh WHO, menggunakan pembebanan glukosa yang setara dengan 75 gram anhidrous, dilarutkan dalam 250 air.
B.9. Hubungan diabetes melitus dengan kejadian stroke
Penelitian mengenai penyakit ini sudah cukup banyak yang membuktikan bahwa
kasus diabetes melitus yang tidak terdiagnosis, memiliki risiko lebih tinggi akan mengalami
stroke, penyakit jantung koroner, dan penyempitan pembuluh darah perifer dibandingkan
dengan orang non - diabetes. Ada 2 macam komplikasi pada diabetes melitus, yaitu komplikasi
akut dan kronik. Komplikasi kronik terbagi menjadi 2, yaitu komplikasi vaskuler dan non
vaskuler. Komplikasi vaskuler dibagi menjadi 2, yaitu komplikasi mikrovaskuler (retinopati
diabetika, nefropati & neuropati) dan komplikasi makrovaskuler didasari aterosklerosis
(PJK, penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer & penyakit serebrovaskuler).10
Diabetes tipe 2 sangat terkait dengan penyakit makrovaskular. Makroangiopati
diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan
25
biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit
vascular ini.
Gangguan - gangguan ini berupa penimbunan sarbitol dalam intima vaskular,
hiperlipoproteinemia, dan kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya, makroangiopati diabetik
ini akan mengakibatkan penyumbatan vascular. Jika mengenai arteri - arteri perifer,
maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermiten
dan gangren pada ekstrimitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika terkena adalah arteria
koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.11
C. EPILEPSI
C.1. DEFINISI
Epilepsy didefinisikan sebagai keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang
sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten yang disebabkan oleh lepas
muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron – neuron secara paroksismal, didasari oleh
berbagai factor etiologi.
Bangkitan epilepsy (epileptic seizure) adalah menifestasi klinik dari bangkitan serupa
(streotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa penurunan
kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan
oleh sutau penyakit otak akut (unprovoked).
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara
bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan (onset), jenis bangkitan, faktor
pencetus, dan kronisitas.
C.2. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi (ILAE) terdiri
dari dua jenis klasifikasi :
Klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi :1. Bangkitan parsial
1.1. Bangkitan parsial sederhanaa. Motorik b. Sensorik
26
c. Otonom d. Psikis
1.2. Bangkitan parsial kompleksa. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaranb. Bangkitan parsial yang disertai dengan gangguan kesadaran saat awal
bangkitan 1.3. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
a. Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonikb. Parsial kompleks yang menjadi umum tonik-klonikc. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik-
klonik2. Bangkitan umum
2.1. Bangkitan umum a. Lena (absence)b. Mioklonikc. Klonikd. Tonike. Tonik-klonikf. Atonik
3. Tak tergolongkan
Klasifikasi untuk sindrom epilepsi :1. Berkaitan dengan lokasi kelainan (localized related)
1.1. Idiopatik (primer)1.1.1 Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentratemporal (childhood
epilepsy with centrotemporal spikes)1.1.2 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital 1.1.3 Epilepsi membaca primer (primary reading epilepsy)
1.2. Simtomatik (sekunder)1.2.1. Epilepsi parsial kontinua yang klonik pada anak-anak (sindrom kojenikow)1.2.2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresentasi oleh suatu rangsangan (kurang
tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, epilepsi refleks, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
1.2.3. Epilepsi lobus temporal1.2.4. Epilepsi lobus frontal1.2.5. Epilepsi lobus parietal1.2.6. Epilepsi lobus oksipital
1.3. Kriptogenik2. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan peningkatan
umur2.1. Idiopatik (primer)
2.1.1. Kejang neonatus familial benigna2.1.2. Kejang neonatus benigna 2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada bayi2.1.4. Epilepsi lena pada anak2.1.5. Epilepsi lena pada remaja
27
2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas2.1.9. Epilepsi tonik-klonik yang dipresipitasi denag aktivasi tertentu
2.2. Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai dengan peningkatan usia2.2.1. Sindrom West (spasme infantil dan spasme salam)2.2.2. Sindrom Lennox-Gastaut 2.2.3. Epilepsi mioklonik astatik2.2.4. Epilepsi lena mioklonik
2.3. Simtomatik2.3.1. Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik dini- Ensepalopati infantil dini dengan burst supression- Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas
2.3.2. Etiologi spesifik- Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain
3. Epilepsi yang tidak ditentukan fokal atau umum3.1. Bangkitan umum dan fokal
- Bangkitan neontal- Epilepsi mioklonik berat pada bayi- Epilepsi dengan gelombang paku (spike wive) kontinyu selama tidur dalam- Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)- Epilepsi yang tidak terklasifikasi selain yang di atas
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum4. Sindrom khusus
Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu4.1. Kejang demam4.2. Bangkitan kejang atau status epileptikus yang timbul hanya sekali (isolated)4.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolik akut, atau toksik,
alkohol, obat-obatan, eklamsi, hiperglikemia non ketotik4.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)
C.3. ETIOLOGI EPILEPSI
1. Idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi genetik. 2. Kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini
adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan ensepalopati difus.
3. Simtomatik : disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat, misalnya trauma kepala, infeksi susunan saraf pusat (SSP), kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif.
C.4. DIAGNOSIS
Ada tiga langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :
28
Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal menunjukan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi.
Langkah kedua : apabila benar ada bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bangkitan yang ada termasuk jenis bankitan apa ( lihat klasifikasi ).
Langkah ketiga : pastikan sindrom epilepsi apa yang ditunjukan oleh bangkitan tadi, atau epilepsi apa yang diderita oleh pasien, dan tentukan etiologinya.
C.5. GAMBARAN KLINIK
1. Bentuk bangkitan
Contoh beberapa bentuk bangkitan epilepsi:1.1. Bangkitan umum lena
Gangguan kesadaran secara mendadak (absence), berlangsung beberapa detik Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi Mata memandang jauh ke depan Mungkin terdapat automatisme Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semula
1.2. Bangkitan umum tonik-klonik Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik, diikuti gerakan
kejang kelojotan pada kedua lengan dan tungkai (fase klonik) selama 30-60 detik dapat disertai mulut berbusa
Selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase fleksid) dan tampang bingung Pasien sering tidur setelah bangkitan
1.3. Bangkitan parsial sederhana Tidak terjadi perubahan kesadaran Bangkitan dimulai dari tangan, kaki atau muka (unilateral/fokal) kemudian menyebar
pada sisi yang sama (Jacksonian march) Kepala mungkin beralih ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif)
1.4. Bangkitan parsial kompleks Bangkitan fokal disertai terganggunya kesadaran Sering diikuti automatisme yang streotipik seperti mengunyah, menelan, tertawa dan
kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas. Kepala mungkin beralih ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif)
1.5. Bangkitan umum sekunder Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang dalam waktu
singkat menjadi bangkitan umum Bangkitan parsial dapat berupa aura Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik klonik
2. Sindrom epilepsiPada umumnya sindrom epilepsi bersifat khas, unik dan terutama dijumpai pada golongan anak – anak. Gambaran klinik sindrom epilepsi pada golongan anak – anak dapat dilihat di dalam pedoman tatalaksana epilepsi yang diterbitkan oleh kelompok studi neuropati.
29
C.6. PRINSIP TERAPI FARMAKOLOGI OAE mulai diberikan bila :
Diagnosis epilepsi telah dipastikan (confirmed) Setelah pasien dan atau keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan Pasien dan atau keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping OAE
yang akan timbul. Tepari dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis
bangkitan (tabel 1), jenis sindrom epilepsi (tabel 2) Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping, kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif (tabel 3)
Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol bangkitan, maka perlu ditambahkan OAE kedua. Bila OAE telah mencaoai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off), perlahan – lahan
Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama
Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila : Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG Pada pemeriksaan CT-Scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan
bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak ensefalitis herpes Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan
otak Terdapat riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua) Riwayat bangkitan simtomatik Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadara., stroke, infeksi SSP Bangkitan pertama berupa status epileptikus Efek samping OAE perlu diperhatikan (tabel 4 & 5)
JENIS OBAT ANTI-EPILEPSI
Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE
Tabel 1. Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitanJENIS BANGKITAN OAE LINI
PERTAMAOAE LINI KEDUA
AOE LAIN YANG DAPAT
DIPERTIMBANGKAN
OAE YANG SEBAIKNYA DIHINDARI
BANGKITAN UMUM TONIK KLONIK
Sodium ValproatLamotrigineTopiramateCarbamazepine
Clobazam LevetiracetamOxarbazepine
ClonazepamPhenobarbitalPhenytoinAcetazolamide
BANGKITAN LENA Sodium ValproatLamotrigine
Clobazam Topiramate
CarbamazepineGabapentin Oxarbazepine
BANGKITAN MIOKLONIK
Sodium ValproatTopiramate
Clobazam Levetiracetam
CarbamazepineGabapentin
30
LamotriginePiracetam Topiramate
Oxarbazepine
BANGKITAN TONIK Sodium ValproatLamotrigine
Clobazam LevetiracetamTopiramate
PhenobarbitalPhenytoin
CarbamazepineOxarbazepine
BANGKITAN FOKAL DENGAN/TANPA UMUM SEKUNDER
Sodium ValproatLamotrigineTopiramateCarbamazepineOxarbazepine
Clobazam Gabapentin LevetiracetamPhenytoinTiagabine
PhenobarbitalAcetazolamideClonazepam
Tabel 2. Pemilihan OAE didasarkan atas jenis sindrom epilepsiJENIS BANGKITAN OAE LINI
PERTAMAOAE LINI KEDUA
AOE LAIN YANG DAPAT
DIPERTIMBANGKAN
OAE YANG SEBAIKNYA DIHINDARI
EPILEPSI LENA PADA ANAK KECIL (CAE)
Sodium ValproatLamotrigine
LevetiracetamTopiramate
CarbamazepineOxarbazepinePhenytoin
BANGKITAN LENA PADA ANAK (JAE)
Sodium ValproatLamotrigine
LevetiracetamTopiramate
CarbamazepineOxarbazepinePhenytoin
EPILEPSI MIOKLONIK PADA ANAK (JME)
Sodium ValproatLamotrigine
Levetiracetam Acetazolamide CarbamazepineOxarbazepinePhenytoin
EPILEPSI UMUM TONIK KLONIK
Sodium ValproatLamotrigineCarbamazepineTopiramate
Levetiracetam PhenobarbitalPhenytoinAcetazolamideClobazam ClonazepamOxarbazepine
EPILEPSI FOKAL KRIPTOGENIK/SIMTOMATIK
TopiramateCarbamazepineOxarbazepineSodium ValproatLamotrigine
Clobazam Gabapentin LevetiracetamPhenytoin
AcetazolamideClonazepamPhenobarbital
SPASMUS INFANTIL Steroid Clobazam ClonazepamTopiramateSodium Valproat
CarbamazepineOxarbazepine
EPILEPSI BENIGNA DGN GELOMBANG PAKU DI DAERAH SENTRO-TEMPORAL
CarbamazepineOxarbazepineSodium ValproatLamotrigine
LevetiracetamTopiramate
EPILEPSI BENIGNA DGN GELOMBANG PAROKSISMAL DI DAERAH OKSIPITAL
CarbamazepineOxarbazepineSodium ValproatLamotrigine
LevetiracetamTopiramate
EPILEPSI Clobazam Levetiracetam Phenobarbital Carbamazepine
31
MIOKLONIK BERAT PADA BAYI (SMEI)
ClonazepamTopiramateSodium Valproat
LamotrigineOxarbazepine
GELOMBANG PAKU YANG KONTINU PADA STADIUM TIDUR DALAM
Sodium ValproatLamotrigineClobazam Clonazepam
LevetiracetamTopiramate
CarbamazepineOxarbazepine
SINDROM LENNOX-GASTAUT
Sodium ValproatLamotrigineClobazam Clonazepam
LevetiracetamClobazam Clonazepam
CarbamazepineOxarbazepine
SINDROM LANDAU- KLEFFNER
Sodium ValproatLamotrigineSteroid
LevetiracetamTopiramate
CarbamazepineOxarbazepine
EPILEPSI MIKLONIK-ASTATIK
Sodium ValproatClobazam Clonazepam Topiramate
LevetiracetamTopiramate
CarbamazepineOxarbazepine
Steroid : Prednisolon atau ACTH
Tabel 3. Dosis obat anti-epilepsi untuk orang dewasaOBAT DOSIS
AWAL (mg/hari)
DOSIS RUMATAN (mg/hari)
JUMLAH DOSIS PERHARI
WAKTU PARUH PLASMA (jam)
WAKTU TERCEPATNYA STEADY STATE(hari)
Carbamazepine 400 – 600 400 – 600 2 – 3x(untuk yg CR 2x)
15-35 2-7
Phenytoin 200 – 300 200 – 400 1 – 2x 10 – 80 3 – 15 Valproic acid 500 – 1000 500 – 2500 2 – 3x
(untuk yg CR 2x)12 – 18 2 – 4
Phenobarbital 50 – 100 50 – 200 1 50 – 170 Clonazepam 1 4 1 or 2 20 – 60 2 – 10 Clobazam 10 10 -30 2 – 3x
(untuk yg CR 2x)10 – 30 2 – 6
Oxarbazepine 600 – 900 600 – 3000 2 – 3x 8 – 15Levetiracetam 1000 – 2000 1000 – 3000 2x 6 – 8 2Topiramate 100 100 – 400 2x 20 – 30 2 – 5 Gabapentin 900 – 1800 900 – 3600 2 – 3x 5 – 7 2
Lamotrigine 50 – 100 20 – 200 1 – 2x 15 – 35 2 – 6 CR : controlled release
32
Tabel 4. Efek samping obat anti-epilepsi klasikOBAT EFEK SAMPING
TERKAIT DOSIS IDIOSINKRASICarbamazepine Diplopia, dizziness nyeri
kepala, mual, mengantuk, netropienia, hiponatremia
Ruam morbiliform, agranulositosis, anemia aplastik, efek hipototoksik, syndrome stevens-johnson, efek teragenik
Phenytoin Nistagmus, ataksia, mual, muntah, hipertrofi gusi, depresi, mengantuk, paradoxical increase in seizure, anemia megaloblastik
Jerawat, coarse facies, hirsutism, lupus like syndrome, ruam, sindrom Stevens-johnson, dupuytren’s contracture, efek hepatotoksik, efek teratogenik
Valproic acid Tremor, berat badan bertambah, depresia, mual, muntah, kebotakan, teratogenik
Pankreatitis akuk, efek hepatotoksik, trombositopenia, ensephalopati, udem perifer
Phenobarbital Kelelahan, restlegless, depresi, insomnia (pada anak), distractability (pada anak), hiperkinesia (pada anak), irritabilty (pada anak)
Ruam makulopapular, eksfoliasi, nekrosis epidermal toksik, efek hepatotoksik, arthritic changes, dupuytren’s contracture, efek teratogenik
Clonazepam Kelelahan, sedasi, mengantuk, dizziness, agresi (pada anak), hiperkinesia (pada anak)
Ruam, trombositopenia
Tabel 5. Efek samping obat anti-epilepsi baruOBAT EFEK SAMPING UTAMA EFEK SAMPING YANG LEBIH
SERIUS NAMUN JARANGLEVETIRACETAM Somnolen, astenia, sering
muncul ataksia, penurunan ringan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan hematokrit
Gabapentin Somnolen, kelelahan, ataksia, dizziness, gangguan saluran cerna
Lamotrigine Ruam, dizziness, tremor, ataksia, diplopia, nyeri kepala, gangguan saluran cerna
Sindrom Stevens-Johnson
Clobazam Sedasi, dizziness, irritability, depresi, dysinhibition
Oxcarbazepine Dizziness, diplopia, ataksia, nyeri kepala, kelemahan, ruam, hiponatremia
Topiramate Gangguan kognitif, tremor,
33
dizzines, ataksia, nyeri kepala, kelelahan, gangguan saluran cerna, batu ginjal
DAFTAR PUSTAKA
Bierman EL. Atheroma and other forms of atheroclerosis, in Isselbacher KJ.
Harrison’s principle of internal medicene. New York: McGraw Hill, 1994: 1106-116.
Cotran RS. Robbins pathologic basic of disease. 4t ed. Philadelphia: WB Saunders, 1989: 556-69
Heimer L. The Human brain and spinal cord, fynctional neuroanatomy and dissection guide. New York: Springer, 1995: 465-472
Lindsay KW. Neurology and neurosurgery illustrated. 3rd ed. New York: Churchill, 1997: 241
Purdy RE. Handbook of cardiac drugs. 2nd ed. Boston: Little Brown, 233-234
Ross Russel. Atheroclerosis an inflammatory disease. N.EJM, 1999: 15-125
Schlant RC. Hurst’s the heart, arteries and veins. 8th ed. New York: McGraw Hill, 1994: 31-43, 989-997
Wolf PA. Epidemiology of stroke, in Barnett HM. (ed). Stroke, pathophysiology, diagnosis and management 2nd (ed). New York: Churchill, 1992: 29-48
34