1
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PADA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN TRENGGALEK
(Studi Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Beserta Perubahan-
Perubahannya)
Evita DianasukmaProgram Studi Magister Ilmu Administrasi
Fakultas Pasca SarjanaUniversitas Kadiri
ABSTRAK
Setelah otonomi daerah terjadi perubahan manajemen keuangan daerah dalam
hal budgeting reform (reformasi anggaran), namun demikian di Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Rang Kabupaten Trenggalek masih terdapat kegiatan-
kegiatan yang harus tetap dilaksanakan tetapi tidak ada anggarannya. Tujuan dari
penelitian adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan pengelolaan
keuangan daerah dalam hal penatausahaan keuangan dan faktor-faktor pendukung
dan penghambat atau yang menjadi kendala. Pertama, secara umum implementasi
kebijakan pengelolaan keuangan daerah dalam hal penatausahaan keuangan sesuai
ketentuan, dan prinsip pokok pengelolaan keuangan daerah komprehensif dan
disiplin, fleksibilitas, terprediksi, informasi, transparansi dan akuntabilitas telah
dilaksanakan dengan baik, sedangkan secara khusus sesuai fokus penelitian adalah
(1) Adanya toleransi pengajuan SPP-GU; (2) Untuk Pembelajaan Dana GU, BPP
belum membuat Buku Bantu BPP; (3) Pengajuan SPP-LS, yang persyaratannya
kurang lengkap; (4) Pembelanjaan Dana LS Barang dan Jasa Pihak Ketiga, adanya
nilai kontrak yang turun jauh dari pagu anggaran tapi spesifikasi teknis tetap
dikendalikan; (5) Pencetakan SPP dan SPM masih bersamaan; (6) Pembuatan SPJ
belum diimbangi dengan pencatatan di Buku Pajak; (7) SPJ BPP masih ada yang
belum sesuai dengan pembelanjaannya berdasarkan DPA dan SPJ BPP belum
diimbangi dengan pencatatan di Buku Pajak dan Buku Panjar. Kedua : faktor-
faktor yang mendukung adalah : a) faktor manajemen SDM; yaitu terkoordinirnya
dengan baik pelaksanaan penatausahaan keuangan, pengarahan oleh PPK-SKPD
kepada para BPP, dibuatnya grup media sosial via Whattsapp; b) faktor sarana
dan prasarana adalah adanya perangkat lunak sebagai pedoman pengelola
2
keuangan, adanya aplikasi e-billing, Ceklist ketentuan persyaratan pengajuan
SPP-LS Barang dan Jasa yang jelas; dan c) faktor kebijakan pengelolaan
keuangan yaitu fleksibilitas dalam pengajuan uang panjar asalkan SPJ BPP telah
diselesaikan. Ketiga: faktor-faktor yang menghambat atau menjadi kendala antara
lain : a) faktor sumber daya manusia yaitu terbatasnya personil, background
pendidikan BPP tidak sesuai, BPP merangkap sebagai pengawas lapangan; b)
faktor pihak ketiga yaitu pihak ketiga tidak segera mengurus pengajuan termin,
pihak ketiga tidak segera melengkapi berkas persyaratan, pengajuan termin oleh
pihak ketiga dalam waktu yang bersamaan sehingga menumpuk di akhir tahun;
dan c) faktor sarana dan prasarana yaitu akses internet yang tidak lancar.
Kata kunci : Implementasi kebijakan pengelolaan keuangan daerah,
penatausahaan keuangan, prinsip pokok pengelolaan keuangan daerah
PENDAHULUAN
Tuntutan gencar dilakukan oleh
masyarakat terhadap pemerintah agar
terselenggara pemerintahan yang baik
(good governances) sejalan dengan
meningkatnya pengetahuan
masyarakat serta adanya pengaruh
globalisasi menuntut adanya
keterbukaan. Terjadi krisis
kepercayaan masyarakat terhadap
Pemerintah Indonesia dan krisis
ekonomi yang berkepanjangan
melahirkan tuntutan reformasi, untuk
penyelenggaraan sistem pemerintahan
yang demokratis.
Salah satu agenda reformasi yang
dicita-citakan untuk dicapai adalah
pemberian otonomi daerah yang
seluas-luasnya. Otonomi daerah
adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Penyerahan wewenang ini lazim
disebut dengan desentralisasi.
Pemberian otonomi luas kepada
daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan, dan peran
serta masyarakat. Di samping itu juga
diarahkan untuk meningkatkan daya
3
saing daerah berdasarkan potensi
yang dimiliki.
Kosekuensi pelaksanaan otonomi
daerah menyebabkan perubahan
dalam manajemen keuangan daerah.
Perubahan tersebut menyangkut
masalah budgeting reform atau
reformasi anggaran.
Namun demikian, pasca
reformasi, setelah pelaksanaan
otonomi daerah, Indonesia belum
sepenuhnya mengalami perubahan
yang signifikan ke arah peningkatan
taraf kesejahteraan masyarakat secara
konkret. Belum optimalnya
penegakan hukum, minimnya akses
terhadap layanan dasar di sejumlah
daerah terpencil dan perbatasan,
kemiskinan, pengangguran, perlakuan
diskriminatif terhadap komunitas
masyarakat minoritas dan marginal,
korupsi, kerusuhan pasca pemilukada,
pembakaran dan penyerbuan kantor
penegak hukum dan varian masalah
publik lainnya masih menjadi
pemandangan yang menghiasi
kehidupan sehari-hari masyarakat
Indonesia. (Kristian Widya
Wicaksono, 2014).
Dengan adanya otonomi daerah
pada kenyataannya justru banyak
bermunculan kasus-kasus korupsi di
daerah. Otonomi daerah sebagai satu
bentuk desentralisasi kebijakan
pemerintahan, pada hakikatnya
ditujukan untuk mendekatkan
pemerintah untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara
keseluruhan. Dengan otonomi daerah,
daerah memiliki hak, wewenang, dan
kewajiban daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Salah satu
faktor penting untuk mewujudkan
good governance adalah pengelolaan
keuangan yang baik (good financial
governance). Demikian juga
pengelolaan keuangan daerah juga
harus baik.
Dalam hal pengelolaan keuangan
di Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang Kabupaten
Trenggalek, pada kenyataannya ada
kegiatan-kegiatan yang tetap bisa
dikerjakan meskipun anggaran untuk
kegiatan tersebut tidak ada. Hal ini
menunjukkan adanya yang disebut
dana taktis yang dipakai untuk
melaksanakan suatu kegiatan yang
tidak ada anggarannya, bahkan ketika
DPA SKPD (Dokumen Pelaksanaan
4
Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah) belum turun, kegiatan harus
tetap dilaksanakan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut : (1)
bagaimanakah implementasi
kebijakan pengelolaan keuangan
daerah khususnya dalam hal
penatausahaan keuangan? (2) faktor-
faktor apa sajakah yang mendukung
implementasi kebijakan pengelolaan
keuangan daerah khususnya dalam
hal penatausahaan keuangan? (3)
faktor-faktor apa sajakah yang
menghambat atau menjadi kendala
implementasi kebijakan pengelolaan
keuangan daerah khususnya dalam
hal penatausahaan keuangan?
TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan Publik
Thomas R. Dye (1978) dalam
Solichin Abdul Wahab (2012:14)
menyatakan bahwa kebijakan publik
ialah : “whatever governments choose
to do or not to do” (pilihan tindakan
apa pun yang dilakukan atau tidak
ingin dilakukan oleh pemerintah).
Pakar Prancis, Lemieux (1995:7)
dalam Solichin Abdul Wahab
(2012:15), merumuskan kebijakan
publik sebagai berikut : “The product
of activities aimed at the resolution of
public problems in the environment
by political actors whose relationship
are structured. The entire process
evolves over time” (produk aktivitas-
aktivitas yang dimaksudkan untuk
memecahkan masalah-masalah publik
yang terjadi di lingkungan tertentu
yang dilakukan oleh aktor-aktor
politik yang hubungannya terstruktur.
Keseluruhan proses aktivitas itu
berlangsung sepanjang waktu).
Sebagaimana juga yang
dikemukakan oleh Riant Nugroho
(2012) bahwa kebijakan publik hadir
dengan tujuan tertentu, yaitu
mengatur kehidupan bersama untuk
mencapai tujuan (misi dan visi)
bersama yang telah disepakati.
Kebijakan publik adalah jalan
mencapai tujuan bersama yang dicita-
citakan.
Ada tiga kegiatan pokok yang
berkenaan dengan kebijakan publik,
yaitu 1) Perumusan kebijakan, 2)
implementasi kebijakan, 3) evaluasi
kebijakan dan, dengan penambahan 4)
5
revisi kebijakan, yang merupakan
perumusan kembali dari kebijakan.
(Riant Nugroho, 2012:186)
Implementasi Kebijakan
Menurut Solichin Abdul Wahab
(2012) bahwa bagi mereka yang
melihat kebijakan publik dari
perspektif policy cycle (siklus
kebijakan), implementasi kebijakan
itu merupakan suatu aktivitas yang
paling penting. Tetapi , kebijakan itu
tidak akan terimplementasikan
dengan sendirinya, seolah tinggal
jalan saja, tetapi implementasi
kebijakan itu sejak awal melibatkan
sebuah proses rasional dan emosional
yang teramat kompleks.
Pakar kebijakan asal Afrika,
Udoji (1981:32) dalam Solichin
Abdul Wahab (2012:126) dengan
tegas mengatakan bahwa :“the
execution of policies is as important if
not more important than policy
making. Policies will remain dreams
or print in file jakets unless they are
implemented” (pelaksanaan kebijakan
adalah sesuatu hal penting bahkan
mungkin jauh lebih penting daripada
pembuatan kebijakan. Kebijakan-
kebijakan akan berupa impian atau
rencana bagus yang tersimpan rapi
dalam arsip kalau tidak
diimplementasikan).
Menurut Riant Nugroho (2012)
prosentase keberhasilan kebijakan
ditentukan oleh rencana 20%
keberhasilan, implementasi adalah
60%, sisanya 20% adalah bagaimana
kita mengendalikan implementasi.
Implementasi kebijakan adalah hal
yang paling berat, karena di sini
masalah-masalah yang kadang tidak
dijumpai dalam konsep, muncul di
lapangan. Selain itu, ancaman utama,
adalah konsistensi implementasi.
Good Governance
World Bank mendefinisikan good
governance sebagai suatu
penyelenggaraan manajemen
pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan
dengan prinsip demokrasi dan pasar
yang efisien, penghindaran salah
alokasi dana investasi, dan
pencegahan korupsi baik secara
politik maupun administratif,
menjalankan disiplin anggaran serta
penciptaan legal and political frame
work bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
(Mardiasmo, 2002:24).
6
UNDP memberikan beberapa
karakteristik pelaksanaan good
governance, meliputi : 1)
participation; 2) rule of law; 3)
transparency; 4) responsiveness; 5)
consensus orientation; 6) equity; 7)
efficiency and effectiveness; 8)
accountability; 9) strategic vision.
(Mardiasmo, 2002:24).
Dari delapan karakteristik
tersebut, paling tidak terdapat tiga hal
yang dapat diperankan oleh akuntansi
sektor publik yaitu penciptaan
transparansi, akuntabilitas publik dan
value for money (economic,
efficiency, dan effectiveness).
(Mardiasmo, 2002:25).
Paradigma Baru Pengelolaan
Keuangan Sektor Publik dalam
Mewujudkan Good Governance
Untuk mewujudkan good
governance diperlukan reformasi
kelembagaan (institution reform) dan
reformasi manajemen publik (public
management reform). (Mardiasmo,
2002:25).
Selain reformasi kelembagaan
dan reformasi manajemen sektor
publik, untuk mendukung terciptakan
good governance, maka diperlukan
serangkaian reformasi lanjutan
terutama yang terkait dengan sistem
pengelolaan keuangan pemerintah
daerah, yaitu : 1) Reformasi Sistem
Pembiayaan (financing reform); 2)
Reformasi Sistem Penganggaran
(budgeting reform); 3) Reformasi
Sistem Akuntansi (accounting
reform); 4) Reformasi Sistem
Pemeriksaan (audit reform); dan 5)
Reformasi Sistem Manajemen
Keuangan Daerah (financial
management reform).
Mardiasmo (2002:27)
menyatakan bahwa tuntutan
pembaharuan sistem keuangan adalah
agar pengelolaan uang rakyat (public
money) dilakukan secara transparan
dengan mendasarkan konsep value for
money sehingga tercipta akuntabilitas
publik (public accountability).
World Bank (1998) dalam
Mardiasmo (2002:106) menetapkan
prinsip-prinsip pokok dalam
penganggaran dan manajemen
keuangan daerah, antara lain : 1)
Komprehensif dan disiplin; 2)
Fleksibilitas; 3) Terprediksi; 4)
Kejujuran; 5) Informasi; 6)
Transparansi dan Akuntabilitas.
7
METODE PENELITIAN
Penelitian yang akan dilakukan
ini menggunakan metode kualitatif.
Pendekatan penelitian yang akan
digunakan adalah pendekatan studi
kasus (case study) untuk mengetahui
gambaran dan pemahaman
implementasi kebijakan pengelolaan
keuangan daerah dalam hal
penatausahaan keuangan di Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kabupaten Trenggalek, dan
faktor-faktor yang mendukung dan
menghambat atau menjadi kendala
dalam implementasi kebijakan
pengelolaan keuangan daerah dalam
hal penatausahaan keuangan.
Teknik pengumpulan data dengan
wawancara yang mendalam,
observasi atau pengamatan dan
dokumentasi.
Teknik analisis data
menggunakan teknik analisis data
pendekatan linier dan hirarkis.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Pengajuan SPP-GU (Surat
Permintaan Pembayaran Ganti
Uang Persediaan)
SPP-GU adalah dokumen yang
diajukan oleh Bendahara Pengeluaran
untuk permintaan pengganti uang
persediaan yang telah terpakai
dengan besaran sejumlah SPJ (Surat
Pertanggungjawaban) penggunaan
uang persediaan yang telah disahkan
oleh Pengguna Anggaran. SPP Ganti
Uang Persediaan (SPP-GU) diajukan
untuk satu kegiatan tertentu.
Persyaratan untuk Pengajuan
SPP-GU sudah sangat jelas. Dengan
adanya kepastian ketentuan
persyaratan dan proses dalam
pengajuan SPP-GU ini menunjukkan
adanya prinsip terprediksi atas proses
pengajuan SPP-GU, dan juga tentang
persyaratan pengajuan SPP-GU dan
proses yang harus dilalui telah
diketahui oleh para Bendahara karena
prinsip informasi atas ketentuan,
persyaratan dan proses pengajuan
SPP-GU telah terlaksana dengan baik.
Dalam pengajuan SPP-GU
persyaratan pengajuan SPP-GU ini
masih ada toleransi yang diberikan
kepada Bendahara Pengeluaran
Pembantu. Pengajuan SPP-GU Nihil
pada akhir Tahun Anggaran,
persyaratan berupa SPJ (Surat
Pertanggungjawaban) penggunaan
8
uang panjar masih diperbolehkan
untuk diselesaikan belakangan.
Dengan demikian tidak disiplin
dalam pengelolaan keuangan daerah.
Di Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang Kabupaten
Trenggalek, Surat Penolakan
Penerbitan SPM tidak pernah
diterbitkan. Alur sesuai bagan alir
pengajuan SPP-GU berdasarkan
Permendagri 13/2006 belum
dilaksanakan dengan baik.
Dalam hal pencatatan di Buku
Register atas Pengajuan SPP-GU dan
Penerbitan SPM-GU, disiplin telah
dilaksanakan dengan baik, semua
pencatatan penerbitan SPP-GU dan
pencatatan penerbitan SPM-GU
langsung ada di dalam aplikasi
SIMDA.
Berdasarkan ketentuan bahwa
maksimal paling lambat 2 hari kerja
sejak SPP-GU diterima oleh PPK-
SKPD, Rancangan SPM-GU harus
dibuat. Dalam prakteknya,
persyaratan pengajuan SPP-GU
diterima, diteliti dan dinyatakan
lengkap kemudian SPP-GU dan SPM-
GU dicetak bersamaan, meskipun
ketentuan waktu paling lambat 2 hari
kerja dapat dipenuhi.
Adanya kebijakan terkait dengan
pengajuan uang panjar, yang bisa
mendukung kelancaran pengelolaan
keuangan di Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang Kabupaten
Trenggalek, adalah bahwa dalam satu
bulan Bendahara Pengeluaran
Pembantu (BPP) dapat mengajukan
uang panjar dana GU lebih dari satu
kali, dengan syarat SPJ-GU (Surat
Pertanggungjawaban Ganti Uang
Persediaan) harus diselesaikan dan
dilengkapi terlebih dahulu sebelum
mengajukan uang panjar berikutnya.
Hal ini menunjukkan dilaksanakannya
prinsip pokok fleksibilitas dalam
pengelolaan keuangan daerah.
Pembelanjaan Dana GU (Ganti
Uang Persediaan)
Dana GU (Ganti Uang) adalah
adalah dana yang dibelanjakan untuk
segala operasional kegiatan.
Bendahara Pengeluaran
Pembantu, ketika mengelola
keuangan lebih dari satu kegiatan,
belum membuat Buku Bantu BPP
untuk memilah pembelanjaan dari
masing-masing kegiatan sesuai
dengan rekening belanja di DPA dan
rinciannya. Sehingga dalam hal ini
9
prinsip pokok dalam pengelolaan
keuangan daerah disiplin tidak
dilaksanakan dengan baik.
Dalam pembelanjaan dana GU,
masih terdapat kekurang pahaman
beberapa BPP, bahwa pembelanjaan
dana GU harus sesuai dengan rincian
di DPA. Hal ini menunjukkan prinsip
pokok pengelolaan keuangan daerah
disiplin dan informasi kurang baik.
Pengajuan SPP-LS Barang dan
Jasa (Surat Permintaan
Pembayaran Langsung Barang dan
Jasa)
SPP-LS Barang dan Jasa Pihak
Ketiga adalah merupakan pengajuan
termin atau permintaan pembayaran
oleh Pihak Ketiga yaitu kontraktor,
konsultan maupun penyedia barang
atas penyelesaian pekerjaan dengan
nilai berdasarkan Surat Perjanjian
atau Kontrak atau Surat Perintah
Kerja.
Di Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang Kabupaten
Trenggalek, prinsip pokok dalam
pengelolaan keuangan daerah, yaitu
prinsip terprediksi dapat
dilaksanakan. Yaitu dalam Pengajuan
Surat Permintaan Pembayaran
Langsung Barang dan Jasa (SPP-LS
Barang dan Jasa) semua dokumen
persyaratan untuk Pengajuan SPP-LS
ketentuannya jelas, dan juga langkah
dalam pengajuan SPP-LS Barang dan
Jasa juga jelas.
Penatausahaan keuangan dalam
Pengajuan SPP-LS Barang dan Jasa
yang fleksibel yaitu berkas langsung
dikembalikan kepada Bendahara
Pengeluaran Pembantu untuk
dilengkapi, menyebabkan
ketidakdisiplinan dalam
melaksanakan alur Pengajuan SPP-LS
berdasarkan Permendagri Nomor 13
Tahun 2006.
Kemudian dalam pembuatan
SPM-LS (Surat Perintah Membayar)
paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak
SPP-LS diterima bisa dilaksanakan
dengan baik di Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang
Kabupaten Trenggalek. Prinsip
disiplin dan terprediksi terhadap
ketentuan waktu paling lambat
penerbitan SPM-LS barang dan jasa
yaitu dua hari kerja, dapat terlaksana
dengan baik.
Dalam pelaksanaan pencatatan di
Buku Register atas Pengajuan SPP-
LS Barang dan Jasa yaitu Register
10
SPP-LS dan Register SPM-LS di
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kabupaten Trenggalek
dilaksanakan dengan tertib dan
disiplin.
Pihak Ketiga dapat mengetahui
dan memahami dengan baik segala
persyaratan dan proses pengajuan
SPP-LS karena segala informasi
mengenai persyaratan, ketentuan dan
proses pengajuan SPP-LS Barang dan
Jasa diinformasikan dengan cukup
baik kepada pihak ketiga dan terlibat
langsung dalam pengajuan SPP-LS.
Hal ini menunjukkan prinsip
informasi dan transparansi dalam
pengelolaan keuangan daerah
dilakukan dengan baik. Tetapi
keterlibatan Pihak Ketiga ini bisa
menyebabkan ketidakjujuran dalam
pengelolaan keuangan.
Pada waktu akhir Tahun
Anggaran, masih terjadi penerbitan
SPM-LS ketika persyaratan kurang
lengkap, karena adanya deadline dari
Badan Keuangan Daerah.
Faktor-faktor yang menjadi
pendukung dalam Pengajuan SPP-LS
Barang dan Jasa antara lain adalah :
adanya peraturan yang jelas yang bisa
dijadikan pedoman yaitu berupa
Peraturan Bupati, adanya aplikasi
perpajakan e-billing itu dapat lebih
memperingkas dokumen persyaratan
untuk pengajuan termin pihak ketiga,
dan ceklist ketentuan persyaratan
pengajuan SPP-LS Barang dan Jasa
sudah jelas, sehingga BPP tinggal
mengikuti itu saja aturannya.
Kendala dalam Pengajuan SPP-
LS Barang dan Jasa antara lain adalah
: kontraktor maupun konsultan yang
tidak segera mengurus pengajuan
termin setelah fisiknya di PHO
(Provisional Hand Over); kontraktor
dan konsultan tidak segera
melengkapi berkas persyaratan
pengajuan SPP-LS Barang dan Jasa;
Pengajuan SPP-LS Barang dan Jasa
oleh Kontraktor dan Konsultan sering
kali dalam waktu yang bersamaan jadi
pekerjaan menumpuk; pada
pengajuan SPP-LS ketika waktu
sudah mendekati akhir tahun
anggaran kadang ada rekanan yang
kelengkapan atau dokumennya untuk
syarat pembayaran pekerjaan belum
lengkap, sudah dibuatkan SPM,
sehingga akhirnya menyulitkan BPP
untuk nagih kelengkapannya; akses
internet di Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang Kabupaten
11
Trenggalek tidak lancar, karena
terlalu banyaknya aplikasi online,
sehingga akses ke e-billing tidak
lancar.
Pembelanjaan Dana Barang dan
Jasa Pihak Ketiga
Pembelanjaan Dana Barang dan
Jasa Pihak Ketiga yaitu pembayaran
atas paket pekerjaan fisik konstruksi
atau proyek atau pengadaan barang
atau pengadaan jasa konsultansi yang
dilaksanakan oleh pihak ketiga
dengan berdasarkan Perjanjian/
Kontrak/ Surat Perintah Kerja (SPK).
Pembayaran dana barang dan jasa
yang langsung ditransfer ke Rekening
Pihak Ketiga ini berdasarkan nilai
yang tertuang di dalam Kontrak/
Perjanjian/ Surat Perintah Kerja
(SPK). Dalam pengelolaan keuangan
daerah, prinsip disiplin dilaksanakan
dalam hal ini.
Upaya pengendalian spesifikasi
teknis fisik konstruksi di lapangan
yang dilaksanakan dikarenakan
penurunan nilai kontrak turun jauh
dari pagu anggaran di DPA,
menunjukkan adanya upaya
penerapan prinsip pokok disiplin
dalam pengelolaan keuangan daerah.
Penerbitan SPM (Surat Perintah
Membayar)
Untuk penerbitan SPM (Surat
Perintah Membayar), maka semua
dokumen persyaratan atau SPP (Surat
Permintaan Pembayaran) harus benar-
benar dilengkapi. Prinsip pokok
pengelolaan keuangan daerah
terprediksi dalam hal ini dilaksanakan
dengan baik, dengan adanya kejelasan
persyaratan, langkah dan proses
dalam penerbitan SPM (Surat
Perintah Membayar). Prinsip
transparansi pun juga dilaksanakan
dengan segala ketentuan dan
persyaratan dalam penerbitan Surat
Perintah Membayar (SPM) yang
sangat jelas.
Di samping itu prinsip informasi
terhadap ketentuan penerbitan Surat
Perintah Membayar (SPM)
dilaksanakan di Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang
Kabupaten Trenggalek. Segala
ketentuannya telah diketahui oleh
pengelola keuangan dan rekanan
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kabupaten Trenggalek.
Pencetakan SPP dan SPM masih
bersamaan, seharusnya SPP dicetak
12
dan ditandatangani terlebih dahulu,
kemudian diverifikasi setelah
dinyatakan lengkap maka baru SPM
dicetak dan diterbitkan, hal ini
menunjukkan prinsip pokok disiplin
dalam pengelolaan keuangan daerah,
tidak dilaksanakan dengan baik,
karena tidak sesuai dengan alur yang
seharusnya.
Adanya kepastian bahwa
Rancangan SPM bisa dibuat oleh
Pejabat Penatausahaan Keuangan
SKPD maksimal dua hari kerja sejak
SPP diterima dan dinyatakan lengkap,
menunjukkan prinsip pokok
terprediksi dalam pengelolaan
keuangan daerah dapat dilaksanakan
dengan baik di Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang
Kabupaten Trenggalek.
Faktor-faktor yang menjadi
pendukung dalam penerbitan SPM di
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kabupaten Trenggalek adalah
sebagai berikut : terkoordinirnya
dengan baik pelaksanaan
penatausahaan keuangan di Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kabupaten Trenggalek
misalnya Pejabat Penatausahaan
Keuangan SKPD dalam melakukan
penelitian dokumen SPP dan SPJ
selama ini dibantu oleh Bendahara
Pengeluaran (BP), dan juga Tim
Fokus yang dibantu oleh lebih dari
satu orang untuk melaksanakan tugas
pengoperasian SIMDA.
Sedangkan faktor-faktor yang
menjadi kendala dalam penerbitan
SPM adalah sebagai berikut : a)
Dokumen SPP yang belum lengkap
dan benar dapat menghambat
penerbitan SPM, b) Rekanan tidak
segera memasukkan berkas untuk
pengurusan termin, sehingga SPM
tidak bisa segera diterbitkan, c)
Ketika sudah ada deadline waktu dari
Badan Keuangan Daerah terkait batas
akhir waktu pencairan termin di akhir
Tahun Anggaran, kadang SPM
diterbitkan sementara kelengkapan
berkas dari Rekanan belum lengkap,
sehingga ini menyulitkan bagi
Bendahara Pengeluaran Pembantu
untuk menagih kekurangannya.
Pembuatan SPJ (Surat
Pertanggungjawaban)
SPJ (Surat Pertanggungjawaban)
Bendahara Pengeluaran adalah SPJ
Administratif dan SPJ Fungsional.
13
Surat Pertanggungjawaban (SPJ)
Bendahara Pengeluaran terdiri dari 2
macam SPJ tersebut di atas. SPJ
Bendahara Pengeluaran ini per kode
rekening belanja dari keseluruhan
kegiatan di Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang Kabupaten
Trenggalek, hal ini menunjukkan
prinsip komprehensif dan disiplin
dalam pembuatan SPJ (Surat
Pertanggungjawaban). Dari SPJ
Bendahara Pengeluaran ini bisa
diketahui keseluruhan penyerapan
atau realisasi anggaran dan
kumulatifnya per bulan.
Bendahara Pengeluaran
menyerahkan SPJ Pengeluaran
kepada Bendahara Umum Daerah
(BUD) paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya. Bendahara
Pengeluaran juga menyerahkan SPJ
kepada PPK-SKPD, kemudian PPK-
SKPD memverifikasi SPJ
Pengeluaran. Apabila disetujui, PPK-
SKPD menyampaikan SPJ
Pengeluaran kepada Kepala SKPD
paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya. Pertanggungjawaban
secara administratif dan
pertanggungjawaban secara
fungsional oleh Bendahara
Pengeluaran, dapat dilaksanakan
secara disiplin
Dalam penatausahaan keuangan
Bendahara Pengeluaran melakukan
pencatatan dengan tertib di Buku Kas
Umum (BKU), Buku Panjar, Buku
Simpanan/ Bank dan Buku Rekap
Pengeluaran Per Objek dengan
disiplin, tetapi pencatatan di Buku
Pajak belum terlaksana dengan baik.
SPJ (Surat Pertanggungjawaban)
dengan Bendahara Pembantu
Dalam penatausahaan keuangan
Bendahara Pengeluaran Pembantu di
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Trenggalek belum melakukan
pencatatan dengan tertib dan disiplin
di Buku Kas Umum (BKU), di Buku
Pajak dan di Buku Panjar.
Di samping itu juga masih
terdapatnya SPJ yang tidak sesuai
dengan pembelanjaannya, sesuai
dengan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) beserta rinciannya.
Berdasarkan Permendagri Nomor
13 Tahun 2006, Bendahara
Pengeluaran Pembantu menyerahkan
SPJ Pengeluaran Pembantu kepada
Bendahara Pengeluaran paling lambat
setiap tanggal 5 bulan berikutnya. Di
14
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kabupaten Trenggalek,
praktiknya ada percepatan, Bendahara
Pengeluaran Pembantu dapat
menyerahkan SPJ Pengeluaran
Pembantu pada pertengahan bulan
sehingga bisa mengajukan uang
panjar lagi kepada Bendahara
Pengeluaran. Hal ini menunjukkan
prinsip pokok pengelolaan keuangan
daerah fleksibilitas terlaksana dengan
baik.
Dalam pembuatan Surat
Pertanggungjawaban, terdapat
panduan perangkat lunak yang
dijadikan pedoman oleh Pengelola
Keuangan. Dengan adanya pedoman
ini memberikan kejelasan atas bentuk
pertanggungjawaban atas pengeluaran
dana oleh Bendahara Pengeluaran
Pembantu, sehingga prinsip pokok
terprediksi dan informasi serta
transparansi dalam pengelolaan
keuangan daerah telah dilaksanakan.
Faktor-faktor yang dapat
mendukung dalam hal SPJ (Surat
Pertanggungjawaban) dengan
Bendahara Pengeluaran Pembantu
adalah sebagai berikut : a) Adanya
perangkat lunak yang dijadikan
pedoman yaitu Peraturan Bupati
Trenggalek Nomor 47 Tahun 2015
tentang Pedoman Pelaksanaan APBD
dan juga ada Peraturan Bupati
Trenggalek Nomor 3 Tahun 2010
tentang Sistem dan Prosedur
Pengelolaan Keuangan Daerah
Kabupaten Trenggalek, b) Pejabat
Penatausahaan Keuangan SKPD
(PPK-SKPD) sering memberikan
pengarahan kepada para Bendahara
Pengeluaran Pembantu (BPP) tentang
pengelolaan keuangan, c) Dibuatnya
group sosmed via WhatsApp untuk
para pengelola keuangan di Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang, yang anggotanya para BPP
sehingga bisa mempermudah proses
penyebaran informasi seputar
keuangan, d) Motivasi dari dalam diri
para Bendahara Pengeluaran
Pembantu untuk tertib dan disiplin
akan menjadi faktor pendukung
pelaksanaan pengelolaan keuangan di
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kabupaten Trenggalek.
Sedangkan kendala-kendala yang
ada di Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang Kabupaten
Trenggalek, dalam hal pengelolaan
keuangan, adalah sebagai berikut : a)
Keterbatasan jumlah personil di Dinas
15
Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang, sehingga satu orang
Bendahara Pengeluaran Pembantu
bisa memegang empat sampai lima
kegiatan, sedangkan idealnya satu
orang BPP maksimal memegang dua
kegiatan dan hanya mendapatkan
honor maksimal dari dua kegiatan, b)
Disamping itu sebagian besar personil
di Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang berlatar belakang
pendidikan Sarjana Teknik sehingga
kurang sesuai jika harus menjadi
pengelola keuangan, c) Personil harus
merangkap tugas selain sebagai
Bendahara Pengeluaran Pembantu
yaitu merangkap juga sebagai
pengawas lapangan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Implementasi Kebijakan
Pengelolaan Keuangan Daerah
khususnya dalam hal
Penatausahaan Keuangan
Implementasi pengelolaan
keuangan daerah berdasarkan
Permendagri 13/2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah beserta perubahan-
perubahannya, secara umum
memenuhi ketentuan, dan prinsip
pokok pengelolaan keuangan daerah
yaitu komprehensif dan disiplin,
fleksibilitas, terprediksi, informasi,
transparansi dan akuntabilitas telah
dilaksanakan dengan baik.
Sedangkan secara khusus,
sebagaimana yang menjadi fokus
penelitian ini dapat disimpulkan
sebagai berikut : 1) Adanya toleransi
pengajuan SPP-GU (Surat Permintaan
Pembayaran Ganti Uang Persediaan)
terkait batas akhir penyampaian SPJ
di akhir Tahun Anggaran; 2) Untuk
Pembelajaan Dana Ganti Uang (GU),
Bendahara Pengeluaran Pembantu,
ketika mengelola keuangan lebih dari
satu kegiatan, belum membuat Buku
Bantu BPP untuk memilah
pembelanjaan dari masing-masing
kegiatan sesuai dengan rekening
belanja di DPA dan rinciannya; 3)
Pengajuan SPP-LS Barang dan Jasa
Pihak Ketiga, yang persyaratannya
kurang lengkap; 4) Pembelanjaan
Dana Barang dan Jasa Pihak Ketiga,
dijumpai adanya nilai kontrak yang
turun jauh dari pagu anggaran tapi
spesifikasi teknis tetap dikendalikan;
5) Pencetakan SPP dan SPM masih
bersamaan, seharusnya SPP dicetak
dan ditandatangani terlebih dahulu,
16
kemudian diverifikasi setelah
dinyatakan lengkap maka baru SPM
dicetak dan diterbitkan; 6) Pembuatan
SPJ (Surat Pertanggungjawaban)
belum diimbangi dengan pencatatan
di Buku Pajak; 7) SPJ (Surat
Pertanggungjawaban) yang dikelola
Bendahara Pengeluaran Pembantu
masih ada yang belum sesuai dengan
pembelanjaannya sesuai dengan DPA
dan SPJ (Surat Pertanggungjawaban)
Bendahara Pengeluaran Pembantu
belum diimbangi dengan pencatatan
di Buku Pajak dan Buku Panjar;
Faktor-Faktor yang Mendukung
Implementasi Kebijakan
Pengelolaan Keuangan Daerah
khususnya dalam hal
Penatausahaan Keuangan
Faktor-faktor yang mendukung di
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kabupaten Trenggalek antara
lain : a) faktor manajemen sumber
daya manusia, yaitu terkoordinirnya
dengan baik pelaksanaan
penatausahaan keuangan, pengarahan
oleh PPK-SKPD kepada para BPP,
dibuatnya grup media sosial via
Whattsapp yang anggotanya para
pengelola keuangan; b) faktor sarana
dan prasarana adalah adanya Perbup
47/2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Kabupaten
Trenggalek dan Perbup 3/2010
tentang Sistem dan Prosedur
Pengelolaan Keuangan Daerah
Kabupaten Trenggalek, yang menjadi
pedoman bagi pengelola keuangan,
dan aplikasi e-billing yang lebih
memperingkas persyaratan pengajuan
SPP-LS, Ceklist ketentuan
persyaratan pengajuan SPP-LS
Barang dan Jasa yang jelas; dan c)
faktor kebijakan pengelolaan
keuangan yaitu fleksibilitas dalam
pengajuan uang panjar asalkan SPJ
BPP telah diselesaikan.
Faktor-Faktor yang Menghambat
atau Menjadi Kendala
Implementasi Kebijakan
Pengelolaan Keuangan Daerah
khususnya dalam hal
Penatausahaan Keuangan
Faktor-faktor yang menghambat
atau menjadi kendala antara lain : a)
faktor sumber daya manusia yaitu
terbatasnya personil, background
pendidikan BPP tidak sesuai, BPP
merangkap sebagai pengawas
17
lapangan; b) faktor pihak ketiga yaitu
pihak ketiga tidak segera mengurus
pengajuan termin, pihak ketiga tidak
segera melengkapi berkas
persyaratan, pengajuan termin oleh
pihak ketiga dalam waktu yang
bersamaan sehingga menumpuk di
akhir tahun; dan c) faktor sarana dan
prasarana yaitu akses internet yang
tidak lancar.
Saran
Saran yang dapat diberikan demi
kebaikan pengelolaan keuangan di
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kabupaten Trenggalek adalah
sebagai berikut : a) Penganggaran
harus dilakukan secara komprehensif
sehingga bisa mengakomodir semua
kegiatan yang harus dilaksanakan di
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kabupaten Trenggalek, agar
kedepannya tidak ditemukan lagi
kegiatan yang harus dilaksanakan
tetapi tidak ada anggarannya; b)
Terhadap Sumber Daya Manusia
(SDM) Pengelolan Keuangan, hal-hal
yang perlu dilakukan antara lain : (1)
sosialisasi, pengarahan dan
pembinaan dilakukan secara intensif
untuk meningkatkan prinsip disiplin
dalam pengelolaan keuangan dan agar
tidak terdapat perbedaan pemahaman
terhadap ketentuan pengelolaan
keuangan, (2) meningkatkan pelatihan
terhadap Bendahara Pengeluaran
Pembantu yang background
pendidikannya bukan dari Ekonomi,
(3) memberikan motivasi, reward
maupun punishment untuk
meningkatkan kinerja dan komitmen
diantara para pengelola keuangan
untuk benar-benar menegakkan
prinsip pokok dalam manajemen
keuangan daerah, yaitu komprehensif
dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi,
kejujuran, informasi, transparansi dan
akuntabilitas; c) Terhadap Pihak
Ketiga, yang perlu dilakukan antara
lain : mendisiplinkan Pihak Ketiga,
dengan memberi ketegasan batasan
waktu pengajuan SPP-LS; d)
Terhadap Sarana dan Prasarana, yang
perlu dilakukan adalah :
meningkatkan akses internet di Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kabupaten Trenggalek untuk
memperlancar proses penatausahaan
keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
18
Abdul Wahab, Solichin, 2012.
Analisis Kebijakan : Dari
Formulasi ke Penyusunan
Model-Model Implementasi
Kebijakan Publik, Jakarta : PT.
Bumi Aksara.
Creswell, John W., 2015. Penelitian
Kualitatif & Desain Riset :
Memilih Diantara Lima
Pendekatan, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Creswell, John W., 2016. Research
Design : Pendekatan Metode
Kualitatif, Kuantitatif, dan
Campuran, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia, 2006. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah. Jakarta.
Domai, Tjahjanulin, 2010.
Manajemen Keuangan Publik,
Malang : Universitas Brawijaya
Press (UB Press).
Gunawan, Imam, 2013. Metode
Penelitian Kualitatif : Teori dan
Praktek. Jakarta : Bumi Aksara.
Halim, Abdul, 2016. Manajemen
Keuangan Sektor Publik :
Problematika Penerimaan dan
Pengeluaran Pemerintah
(Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara/Daerah),
Jakarta Selatan : Salemba
Empat.
Kadafi, Muhammad, 2012.
“Permasalahan Keuangan
Negara dan Daerah”. JURNAL
EKSIS, Vol.8 No.2, Agustus
2012 : 2168 – 2357.
Lembaga Administrasi Negara
Pusdiklat Spimnas Bidang
Kepemimpinan, 2011. Kajian
Paradigma : Paradigma
Pembangunan Paradigma
Administrasi Publik Paradigma
Pembangunan Sosial Ekonomi
Politik. Jakarta.
Mardiasmo, 2002. Otonomi &
Manajemen Keuangan Daerah,
Yogyakarta : Andi Offset.
Maryono, Y. Warella, Kismartini,
2007. “Implementasi Kebijakan
Pengelolaan Keuangan Daerah
Propinsi Jawa Tengah”.
JIAKP : Jurnal Ilmu
Administrasi dan Kebijakan
Publik, Vol.4, No.1, Januari
2007 : 69-78.
19
Moleong, Lexy J., 1988. Metodologi
Penelitian Kualitatif, Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
M. Sultan, 2014. “Kebijakan
Pengelolaan Keuangan Daerah
dan Akuntabilitas Penggunaan
Anggaran”. JURNAL
ACADEMICA Fisip Untad,
VOL.06 No. 01 Februari 2014.
Nugroho, Riant, 2012. Public Policy.
Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo.
Sugiyono, 2015. Memahami
Penelitian Kualitatif, Bandung :
CV. Alfabeta.
--------------------,Undang-Undang
No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
--------------------,Undang-Undang
No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara.