]’BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru, mediastinum,
diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura parietal.1,2 Rongga
pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua pleura tersebut sehingga
memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama proses respirasi.1,3
Cairan pleura berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial paru,
kelenjar getah bening intratoraks, pembuluh darah intratoraks dan rongga peritoneum.
Jumlah cairan pleura dipengaruhi oleh perbedaan tekanan antara pembuluh-pembuluh
kapiler pleura dengan rongga pleura sesuai hukum Starling serta kemampuan eliminasi
cairan oleh sistem penyaliran limfatik pleura parietal.3-5 Tekanan pleura merupakan
cermin tekanan di dalam rongga toraks.3,6 Perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
pleura berperan penting dalam proses respirasi.4 Karakteristik pleura seperti ketebalan,
komponen selular serta faktor-faktor fi sika dan kimiawi penting diketahui sebagai dasar
pemahaman patofi siologi kelainan pleura dan gangguan proses respirasi.3 Tinjauan
pustaka ini akan membahas anatomi dan fi siologi pleura.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami mengenai
Efusi Pleura
C. RUMUSAN MASALAH
• Untuk mengetahui pengertian efusi pleura
• Untuk mengetahui etiologi efusi pleura
• Untuk mengetahui manifestasi efusi pleura
• Untuk mengetahui patofisiologi efusi pleura
• Untuk mengetahui diagnosis efusi pleura
• Untuk mengetahui pengobatan(penatalaksaan) efusi pleura
• Untuk mengetahui pencegahan efusi pleura
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi Pleura
1. Definisi Efusi Pleura
Efusi Pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti ektravasasi cairan ke
dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura yang berarti membran tipis yang
terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura viseralis dan pluera perietalis. Sehingga dapat
disimpulkan Efusi Pleura adalah ekstravasasi cairan yang terjadi di antara lapisan
viseralis perietalis. (Sudoyo, 2006)
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam
rongga pleura. (Imran Sumantri, 2008).[3]
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sitem pernafasan.
Efusi pleura bukanlah diagnosis suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala atau
komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan
berlebihan di rongga pleura, jika kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa
penderitanya (Muttaqin Arif, 2008)
Cairan pleura mengandung 1.500 – 4.500 sel/mL, terdiri dari makrofag (75%),
limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas.2,12,14,15Cairan pleura normal
mengandung protein 1 – 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan pleura menunjukkan
bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar protein serum, namun kadar
protein berat molekul rendah seperti albumin, lebih tinggi dalam cairan pleura.3Kadar
molekul bikarbonat cairan pleura 20 – 25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat
plasma, sedangkan kadar ion natrium lebih rendah 3 – 5% dan kadar ion klorida lebih
rendah 6 – 9% sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma.
Keseimbangan ionik ini diatur melalui transpor aktif mesotel.Kadar glukosa dan ion
kalium cairan pleura setara dengan plasma.
3
2. Anatomi Pleura
Pleura adalah membrane serosa yang licin, mengkilat, tipis, dan transparan yang
membungkus paru (pulmo). Membran ini terdiri dari 2 lapis:
a. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, langsung menutupi permukaan paru.
b. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, berhubungan dengan dinding
dada.
Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas :
1) Cupula Pleura (Pleura Cervicalis)
Merupakan pleura parietalis yg terletak di atas costa I namun tdk melebihi dr
collum costae nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3
medial os. Clavicula
2) Pleura Parietalis pars Costalis
Pleura yg menghadap ke permukaan dalam costae, cartilage costae, SIC/ ICS,
pinggir corpus vertebrae, dan permukaan belakang os. Sternum.
3) Pleura Parietalis pars Diaphragmatica
Pleura yg menghadap ke diaphragm permukaan thoracal yg dipisakan oleh
fascia endothoracica.
4) Pleura Parietalis pars Mediastinalis (Medialis)
Pleura yg menghadap ke mediastinum / terletak di bagian medial dan
membentuk bagian lateral dr mediastinum.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang
memproduksi cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen,
pembuluh darah dan limfe. Membran pleura bersifat semipermiabel.
Sejumlah cairan terus menerus merembes keluar dari pembuluh darah yang
melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh pembuluh darah pleura
viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah.
Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat sebuah rongga yg disebut dg
cavum pleura. Dimana di dalam cavum pleura ini terdapat sedikit cairan
pleura yg berfungsi agar tdk terjadi gesekan antar pleura ketika proses
4
pernapasan. Rongga pleura mempunyai ukuran tebal 10-20 mm, berisi
sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein < 1,5
gr/dl dan ± 1.500 sel/ml. Sel cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah
kecil limfosit, makrofag dan sel mesotel. Sel polimormonuklear dan sel darah
merah dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil didalam cairan pleura.
Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang agar
nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan.[4]
3. Fisiologi Pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks kedalam paru-
paru, sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu
istirahat (resting pressure) dalam posisi tiduran pada adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit
bertambah negatif di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negatif
meningkat menjadi -25 sampai -35 cm H2O.
Selain fungsi mekanis, rongga pleura steril karena mesothelial bekerja melakukan
fagositosis benda asing dan cairan yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.
Cairan rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik dengan
konsentrasi protein 1 g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut
mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan rongga pleura. Resorbsi terjadi terutama
pada pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0.1 sampai 0.15 ml/kg/jam. Bila
terjadi gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya pleural
effusion.
B. Etiologi
Penyebab paling sering efusi pleura transudatif di USA adalah oleh karena penyakit
gagal jantung kiri, emboli paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab efusi pleura
eksudatif disebabkan oleh pneumonia bakteri, keganasan (ca paru, ca mammae, dan
lymphoma merupakan 75 % penyebab efusi pleura oleh karena kanker), infeksi virus.
Tuberkulosis paru merupakan penyebab paling sering dari efusi pleura di Negara
berkembang termasuk Indonesia. Selain TBC, keadaan lain juga menyebabkan efusi
pleura seperti pada penyakit autoimun systemic lupus erythematosus (SLE), perdarahan
5
(sering akibat trauma). Efusi pleura jarang pada keadaan rupture esophagus, penyakit
pancreas, abses intraabdomen, rheumatoid arthritis, sindroma Meig (asites, dan efusi
karena adanya tumor ovarium).
Berdasarkan Jenis Cairan
Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk
menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan
pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura
jenis transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang
mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan
dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di
dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga
kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga
kriteria ini :
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di
dalam serum
PARAMETER TRANSUDAT EKSUDAT
6
warna
BJ
Jumlah set
Jenis set
Rivalta
Glukosa
Protein
Rasio protein
T-E/plasma
LDH
Rasio LDH T-E/plasma
Jernih
< 1,016
Sedikit
PMN < 50%
Negatif
60 mg/dl (= GD plasma)
< 2,5 g/dl
< 0,5
< 200 IU/dl
< 0,6
Jernih, keruh, berdarah
< 1,016
Banyak (> 500 sel/mm2)
PMN < 50%
Negatif
60 mg/dl (bervariasi)
< 2,5 g/dl
< 0,5
< 200 IU/dl
< 0,6
Efusi pleura berupa:
a. Eksudat, disebabkan oleh :
1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia.
Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala
penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada,
sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi
antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri
yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri
penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus
paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli,
Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan
7
dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta
mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga pleura.
3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus,
dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui
focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara
hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi
disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan,
sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh
TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada
pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan,
dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga
karena :
Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi
kebocoran kapiler.
Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran
balik sirkulasi.
Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra
pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan
berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin
menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat
melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang
menggunakan jarum (needle biopsy).
6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses
paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-
8
sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema).
Meskipun pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh
antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura
yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube
thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik:
Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura
Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura
Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai
pH bakteri
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik
yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.
7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma.
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
b. Transudat, disebabkan oleh :
1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya
adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah
akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada
sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan
tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah
subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan
ke rongg pleura dan paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga
menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah
kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
9
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan
istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang
torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan
dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat
transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian
garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil
yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan
biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis
tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan
tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal
venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau
torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan
tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa :
tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat
rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh
tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura
melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral
ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura
10
terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan
pleura dengan cairan dialisat.
6. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru
diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah
terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera
membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.
Berdasarkan Kuman Penyebab
1. Mycobacterium Tuberculosis
a.Bakteriologi
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini adalah sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm dan tebal 03-0,6 mm. Kuman ini tahan
terhadap asam dikarenakan kandungan asam lemak (lipid) di dindingnya. Kuman ini
dapat hidup pada udara kering maupun dingin. Hal ini karena kuman berada dalam sifat
dormant yang suatu saat kuman dapat bangkit kembali dan aktif kembali.
Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluter didalam sitoplasma makrofag. Makrofag
yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung
lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini
merupakan predileksi penyakit tuberkulosis.
b. Patogenesis
Tuberkulosis Primer
11
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi
droplet nudei dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung dari ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman
dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi terhisap oleh oang
sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kuman dapat masuk lewat luka
pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang terjadi.
Kuman yang menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa ke organ tubuh lain. Kuman yang
bersarang tadi akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang
primer atau afek primer. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju illus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hillus
(limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis regional =
kompleks primer. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hillus atau kompleks (sarang) Ghon
3) Berkomplikasi dan menyebar secara:
Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya
Secara bronkogen pada paru ysng bersangkutan maupun paru yang di
sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama tertelan besama sputum dan
ludah sehingga menyebar ke usus
Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya
Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
Semua kejadian diatas tergolong ke dalam perjalanan tuberklosis primer.
Tuberkulosis Post-Primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Post-Primer).
Tuberkulosis Post-Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas
12
paru-paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke
daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiller paru. Sarang dini ini mula-mula juga
berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni
suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar
dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan
ikat.
Bergantung dari imunitas penderita, virulensi, jumlah kuman, sarang dapat
menjadi :
1) Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut
2) Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dan menimbulkan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras,
menimbulkan perkapuran dan akan sembuh delam bentuk perkapuran.
3) Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan
jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, dan menjadi
lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan
terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama
dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar,
sehingga menjadi kavitas sklerotik.
Pada penvakit TBC paru, efusi pleura diduga disebabkan oleh rupturnya fokus
subpleural dari jarngan nerotik perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya
masuk ke rongga pleura, menimbulkan reaksi hipersensitif tipe lambat. Hal ini didukung
dengan ditemukannya limfossit T, Interleukin-2 dan Interleukin reseptor pada cairan
pleura.
Cara penyebaran lainnya diduga secara hematogen dan secara perkontinuitatum dari
kelenjar-kelenjar getah bening servikal, rnediastinal, dan dari abses di vertebrae.
Efusi pleura yang disebabkan oleh TBC dapat juga berupa empyema, yaitu buila terjadi
infeksi sekunder karena adanya fitula bronchopulmonal, atau berupa chylothoraxs yaitu
bila terdapat penekanan kelenjar atau tarikan fibrin pada duktus thoracicus. Efusi yang
13
disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraxs kiri, jarang yang masif. Pada
thoraxosentesis ditemukan cairan berwarna kuning jernih, mengandung > 3 gr protein/
100 ml, bila cairan berupa darah, serosanguineous atau merah muda diagnosis TBC harus
diragukan.
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi
permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan
membungkus paru-paru).
Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda:
1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan
normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan
adalah gagal jantung kongestif.
2. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali
disebabkan oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru
lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh
penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.
14
Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua lapisan
pleura. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah,
cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.
a) Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada.
Penyebab lainnya adalah:
1. pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam
rongga pleura
2. kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
3. gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara
sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
b) Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru
menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
1. Pneumonia
2. Infeksi pada cedera di dada
3. Pembedahan dada
4. Pecahnya kerongkongan
5. Abses di perut.
c) Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera pada
saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan saluran
karena adanya tumor.
Rongga pleura yang terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi karena efusi
pleura menahun yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis rematoid.
C. Patofisiologi
Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga
pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cmH2O. Akumulasi
cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun (misalnya pada penderita
hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau
15
neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung) dan tekanan negatif
intrapleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf, 1995 dalam Muttaqin Arif, 2008)
Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar caairan bebas dan kavum pleura.
Kemungkinan prose akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat beberapa proses yang
meliputi (Guyton dan Hall, 1997):
1. Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura .
2. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekana perifer menjadi
sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan kedalam
rongga pleura.
3. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma juga memungkinkan terjadinya
transudasi cairan yang berlebihan.
4. Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan
pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya membran kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma cairan kedalam rongga secara cepat.
Infeksi pada tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang
masuk melalui saluran pernafasan menuju alveoli, sehingga terjadilah infeksi primer. Dari
infeksi primer ini, akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal)
dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (loimfangitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permeabilitas membran.
permeabilitas membran akan meningkat dan ahirnya menimbulkan akumulasi cairan dalam
rongga pleura. Kebanyakan terjadionya efulsi pleura akibat dari tuborkolosis paru melalui fokus
subflura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga diakibatkan dari
robeknya perkijuan kearah salaruan getah bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna
vertebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolosis paru adalah eksudat yang berisi protein dan
terdapat pada cairan pleura akibat kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya
seruosa, namun kadang-kadang bisa juga hemarogi (Muttaqin Arif, 2008)
D. Manifestasi klinis
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
16
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak
riak.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis
Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan diagnostic
a. Rongent dada atau thoraxs
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari bagian medial. Bila
permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut
yang dapat berasal dari luar dan dari dalam paru – paru itu sendiri.
b. Torakoskopi (Fiber – optik pleurascopy)
Dilakukan pada kasus – kasus dengan neoplasma atau tuberkulosis pleura.
Biasanya dilakukan sedikit insisi pada dindidng dada (dengan resiko kecil terjadinya
pneumotoraks) cairan ditemukan penghisapan dan udara dimasukkan supaya dapat
melihat kedua pleura.
c. Biopsi pleura
Pemeriksaan histologi atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan
50% - 75% diagnosa kasus – kasus pluritistuberkulosa dan tumor paru.
17
d. Ultrasonografi
Untuk menentukan adannya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat
membatu sebagai penentu waktu melakkukan aspirasi cairan tersebut, terutama pada efusi
yang terlokalisir.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah lengkap : Leukosit meningkat, Hemoglobin menurun, LED meningkat
b. Kimia darah : Albumin menurun, protein total menurun
c. Sputum : kultur, basil asam dan PH
d. Sitologi cairan pleura.
G. Pemeriksaan fisik
Infeksi dan fibrosa paru
Tabel perbedaan transudat dan eksudat
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dl)
Kadar protein dalam efusi
< 3
< 0,5
> 3
> 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam efusi (IU)
Kadar LDH dalam efusi
< 200
< 0,6
>200
>0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi
Hasil tes rivalta
< 1,016
Negatif
>1,016
Positif
Sinar x dada: menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleural dapat
menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
GDA: variabel tergantung derajat fungsi paru yang di pengaruhi gangguan
mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCo2 kadang – kadang
meningkat, PaO2 mungkin normal ataupun menurun.
Torasentesis : menyatakan darah atau cairan serosanguinosa (hemotorax).
18
Hb : menurun, menunjukkan kehilangan darah..
H. Penatalaksanaan
1. Medis
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis).
a. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen
guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
b. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa
hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan
elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase
water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan
paru.
c. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam
ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan
lebih lanjut.
d. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,
bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
2. Keperawatan
a. Memberikan posisi nyaman pada pasien dengan bagian kepala agak ditinggikan.
b. Memberikan manajemen nyeri seperti mengajarkan teknik relaksasi.
c. Mengajarkan batuk efektif
d. Mengatur posisi semi fowler agar pasien nyaman
3. Diet
Tujuan diet pada pasien effusi pleura adalah memberikan makanan secukupnya,
mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air. Syarat-syarat diet pada
pasien effusi pleura antara lain:
19
a. energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang
normal.
b. protein yang cukup yaitu 0,8 gram/KgBB
c. lemak sedang yaitu 25-30 % dari kebutuhan energi total (10 % dari lemak
jenuh dan 15 % dari lemak tidak jenuh).
d. vitamin dan mineral yang cukup.
e. diet rendah garam (2-3 gram/hari).
f. makanan mudah dicerna dan tidak menimbulkan gas.
g. serat yang cukup untuk menghindari konstipasi.
h. cairan cukup 2 liter/hari
bila kebutuhan gizi dapat dipenuhi melalui makanan maka dapat diberikan berupa makanan
enteral, parenteral atau suplemen gizi.
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Efusi Pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti ektravasasi cairan ke
dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura yang berarti membran tipis
yang terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura viseralis dan pluera perietalis
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi
Cairan pleura mengandung 1.500 – 4.500 sel/mL, terdiri dari makrofag (75%),
limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas.2,12,14,15Cairan pleura
normal mengandung protein 1 – 2 g/100 mL
Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan sebagai
akibat transudasi (perubahan tekanan hidro-statik dan onkotik) dan eksudasi
(perubahan permeabilitas mem-bran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada
proses infeksi dan neoplasma.
21
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_205Anatomi%20dan%20Fisiologi%20Pleura.pdf
http://cyberrrrr.blogspot.com/2012/04/efusi-pleura.html
http://drlizakedokteran.blogspot.com/2008/01/cairan-di-paru-efusi-pleura.html
http://3rr0rists.com/medical/efusi-pleura.htm
http://edisampetondok.blogspot.com/2012/01/anatomi-fisiologi-pleura-dan-mekanisme.html
http://www.indonesiaindonesia.com/f/9917-efusi-pleura/html
http://yenibeth.wordpress.com/2008/07/24/askep-efusi-pleura/html
22