PENGARUH JOB CRAFTING, SYUKUR DAN TOTALITAS
KERJA TERHADAP KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
PADA PEGAWAI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Arin Husnayain
11140700000148
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439H / 2018 M
iii
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
B) Juli 2018
C) Arin Husnayain
D) Pengaruh Job Crafting, Syukur, dan Totalitas Kerja Terhadap Kesejahteraan
Subjektif pada Pegawai
E) xiv + 94 halaman + 3 lampiran
F) Kesejahteraan pada pegawai merupakan salah satu faktor yang tidak bisa lepas
dan berperan sangat penting dalam suatu perusahaan. Kesejahteraan pegawai
diyakini dapat membawa pengaruh yang positif terhadap performa seseorang, dan
kelangsungan sebuah organisasi. Oleh sebab itu, perusahan harus memperhatikan
kesejahteraan karyawannya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh job
crafting, syukur, dan totalitas kerja terhadap kesejahteraan subjektif pada pegawai
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sampel pegawai
dengan populasi 5532 dan melibatkan 562 pegawai swasta dan bank BUMD.
Pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan teknik non probability
sampling. Penulis menggunakan alat ukur yang terdiri dari Flourishing Scale (FS)
dan Scale of Positive and Negative Scale (SPANE) yang dimodifikasi oleh Diener
et al., (2009), job crafting sclae dari Petrou et al (2012), Utrecht work
engagement Scale (UWES-17) dari Schaufeli et al., (2010). Teknik analisis data
yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah analisis regresi
berganda.
Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan job crafting, syukur, dan totalitas kerja terhadap kesejahteraan subjektif
pada pegawai dengan proporsi varians 29,7%. Kemudian, berdasarkan hasil uji
hipotesis minor terdapat 6 varibel yang nilai koefisien regresinya signifikan,
yaitu; (1) reducing demands; (2) sense appreciation for others; (3) simple
appreciation (4) dedikasi; (5) semangat; (6) keterlarutan. Sementara 3 variabel
lain tidak signifikan pengaruhnya yaitu, (1) seeking recources; (2) seeking
challenges; (3) sense of abundance. Keenam variabel tersebut memberikan
pengaruh positif terhadap kesejahteraan subjektifpada pegawai.
Sesuai hasil penelitian, maka saran untuk penelitian selanjutnya adalah dengan
mencoba menggunakan variabel lain dan mencoba menggunakan subjek lain
untuk mengukur tingkat kesejahteraan subjektif. Dan juga untuk perusahaan agar
dapat mementingkan kesejahteraan pada pegawainya.
G) Bahan bacaan: 45; 13 Buku + 30 Jurnal + 2 Artikel
iv
ABTRACT
A) Faculty of Psychology
B) July 2018
C) Arin Husnayain
D) The effect of Job Crafting, Gratitude, and Work Engangement on Subjective Well-
being on Employee
E) xiv + 90 pages + 3 attachments
F) Employee wellbeing is one of the factors that can not be separated from
important issues in a company. Employee wellbeing is believed have a positive
effect on the performance of a person, both in his workplace and in everyday life.
Therefore, the company must pay attention to the wellbeing of their employees
This study aims to examine the influence of job crafting, gratitude, and work
engangement on subjective well-being on employee.
This study uses a quantitative sample of employees with population 5532 and
involving 562 employess of private employee and local bank. Sampling
conducted using non probability sampling. The authors used a measuring tool
consisting of Scour and Scalare Positive and Negative Scale (SPANE) modified
by Diener et al. (2009), job crafting scale modified by Petrou et al (2012), Utrecht
work engagement Scale (UWES-17) from Schaufeli et al., (2010). Data analysis
technique used to answer research question is multiple regression analysis.
Based on the results of major hypothesis testing, the first conclusion obtained
from this study is there are a significant influence of job crafting, gratitude, and
work engangement on subjective well-being on employee with the proportion of
variance 29,7%. Based on the results of minor hypothesis, there are 6 varibles
whose regression coefficient value is significant, that is; (1) reducing demands;
(2) sense appreciation for others; (3) simple appreciation (4) dedication; (5) vigor;
(6) absorption. While 3 other variables are not significant, that’s is; (1) seeking
recources; (2) seeking challenges; (3) sense of abundance. The six variables have
a positive effect on subjective wellbeing on employees.
According to the results of the research, the suggestion for further research is to
try to use other variables and try to use other subjects to measure the subjective-
wellbeing level. And also for the company to improve subjective well-being on
employee.
G) Reading Materials: 45; 13 Books + 30 Journals + 2 Article
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
beserta para sahabat, keluarga, para pengikutnya, dan para penerus perjuangan beliau
hingga akhir zaman.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana psikologi Universitas Islam Negeri Syarif HidayatuUah Jakarta. Dalam
penyusunan skripsi ini tentunya penulis dibantu oleh berbagai pihak sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Bapak Dr. Abdul Rahman Saleh, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak arahan, bimbingan, motivasi dan masukan yang sangat
berarti dengan segenap kesabarannya, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan
dengan maksimal.
3. Ibu Mulia Sari Dewi, M.Psi, Psi selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membantu, mendukung, dan memberi arahan dan masukan selama masa
perkuliahan.
vi
4. Seluruh dosen dan staff Fakutas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan
skripsi ini.
5. Kedua orang tua penulis Bapak Ir. Moh. Ashar dan Ibunda Rustin Hermina,S.H.,
M.P beserta kakak dan adik penulis, terima kasih atas semua doa restu,
dukungan, motivasi dan sumber inspirasi serta semangat luar biasa yang telah
kalian berikan kepada penulis untuk selalu meneruskan perjuangan ini agar
mencapai yang terbaik. Juga seluruh keluarga besar Hj. Achmadi dan Samsi
Suwardianto. Terimakasih atas seluruh doa dan dukungannya selama ini.
6. Muhammad Ulum, terima kasih telah selalu ada menemani penulis, tidak pernah
lelah dan patah semangat dalam memberikan semangat, motivasi dan pengertian
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Trya Dara Ruidahasi, dan Vega Ayu, terima kasih selalu ada menemani penulis
dalam suka maupun duka, susah senang kita lewati bersama, selalu
mendengarkan keluh kesah penulis selama mengerjakan skripsi ini, selalu
memberikan semangat dan saran yang membangun sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
8. Seluruh teman-teman Psikologi angkatan 2014 khususnya teman-teman kelas F,
terima kasih telah menjadi teman-teman yang baik, memberikan inspirasi,
semangat dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
vii
9. Hanina Maulidha, Maulida Hanifa, Nur Syifa, Nadia, Mazaya Adisti, terima
kasih atas 4 tahunnya yang telah kita lewati bersama. Banyak momen yang tidak
bisa dilupakan selama 4 tahun ini.
10. Kak Kibo, Kak Idek, Fauzi Farhan, Projo, Siti Hutami, terima kasih telah
menjadi 911 setiap kali penulis membutuhkan bantuan, masukan, menerima
segala keluhan dan terus memberikan semangat.
11. Pengurus Purna Paskibraka Indonesia Kota Jakarta Timur 2015-2019, terima
kasih telah memberikan banyak pelajaran berharga yang dapat membuat penulis
lebih berkembang kearah yang positif.
12. Teman-teman Purna Paskibraka Indonesia Kota Jakarta Timur tahun 2012,
terima kasih telah menemani penulis dari jaman SMA hingga sekarang,.
13. Semua pihak yang telah berinteraksi kepada penulis dan memberikan semangat
serta inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun.
Semoga penelitian ini memberi manfaat dan pengetahuan bagi pembaca.
Jakarta, 6 Juli 2018
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1-12
1.1. Latar BelakangMasalah ....................................................................... 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................. 8
1.2.1. Pembatasan Masalah.................................................................. 8
1.2.2. Perumusan Masalah ................................................................ 10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 11
1.3.1. Tujuan Penelitian..................................................................... 11
1.3.2. Manfaat Penelitian .................................................................. 11
1.4 Sistematika Penulisan ................................................................................... 12
BAB 2. LANDASAN TEORI ........................................................................ 13-38
2.1. Kesejahteraan subjektif ...................................................................... 13
2.1.1. Pengertian Kesejahteraan subjektif ......................................... 13
2.1.2. Aspek Kesejahteraan Subjektif… ........................................... 14
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan subjektif ............ 18
2.1.4. Alat Ukur Kesejahteraan subjektif .......................................... 21
2.2. Job Crafting ....................................................................................... 22
2.2.1. Pengertian Job Crafting ......................................................... 22
2.2.2. Aspek-aspek Job Crafting ....................................................... 24
2.2.3. Alat Ukur Job Crafting............................................................ 26
2.3. Syukur ............................................................................................... 26
2.3.1. Pengertian Syukur .................................................................. 26
2.3.2. Aspek-Aspek Syukur .............................................................. 27
2.3.3. Alat Ukur Syukur………………………… ............. ……......28
2.4 Totalitas Kerja …………………………………………… ... ……… 28
2.4.1. Pengertian Totalitas kerja .......................................................... 28
2.4.2. Aspek-Aspek Totalitas kerja...................................................... 29
2.4.3. Alat Ukur Totalitas kerja ........................................................... 31
2.5. Kerangka Berfikir .............................................................................. 32
2.5. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 37
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 39-63
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ......................... 39
ix
3.2. Variabel Penelitian & Definisi Operasional Variabel ....................... 39
3.3. Instrumen Pengumpulan Data .......................................................... 42
3.4. Uji Validitas Konstruk ....................................................................... 45
3.4.1. Uji Validitas Skala Kesejahteraan Subjektif ........................ 48
3.4.2. Uji Validitas Skala Job Crafting .......................................... 50
3.4.3. Uji Validitas Skala Syukur ................................................... 52
3.4.4. Uji Validitas Skala Totalitas kerja ........................................ 57
3.5 Teknik Analisis data ............................................................................ 58
BAB 4. HASIL DAN ANALISIS DATA ....................................................... 64-81
4.1 Gambaran Umum subjek Penelitian..................................................... 64
4.2. Analisis Deskriptif penelitian .............................................................. 65
4.3. Kategorisasi Skor Variabel .................................................................. 66
4.3.1. Kategorisasi Skor Kesejahteraan Subjektif ................................ 67
4.3.2. Kategori Skor Seeking Recources .............................................. 67
4.3.3. Kategori Skor Seeking Challenges ............................................. 68
4.3.4. Kategori Skor Reducing demands .............................................. 69
4.3.5. Kategori Skor Sense of Abundance ............................................ 69
4.3.6. Kategori Skor Sense Appreciation for others ............................. 70
4.3.7. Kategori Skor Simple Appreciation ............................................ 70
4.3.8. Kategori Skor dedikasi ............................................................... 71
4.3.9. Kategori Skor Semangat ............................................................ 71
4.3.10. Kategori Skor Keterlarutan ...................................................... 72
4.4. Uji Hipotesis ....................................................................................... 73
4.4.1. Pengujian Proporsi Varians ........................................................ 78
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ...................................... 82-89
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 82
5.2. Diskusi ................................................................................................ 82
5.3. Saran .................................................................................................... 87
5.3.1. Saran Teoritis.............................................................................. 87
5.3.2. Saran Praktis ............................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 90
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Bobot nilai jawaban skala model skala likert……………… 43
Tabel 3.2 Blueprint kesejahteraan subjektif………………………….. 44
Tabel 3.3 Blueprint job crafting……………………………………… 45
Tabel 3.4 Blueprint syukur…………………………………………… 45
Tabel 3.5 Blueprint totalitas kerja……………………………………… 46
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item kesejahteraan subjektif………………. 51
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item job crafting……………………………… 53
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item sense of abundance…………………... 54
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item sense appreciation for others ……….. 55
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item simple appreciation…………………….. 57
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item totalitas kerja ....................................... 58
Tabel 4.1 Lokasi pengambilan data…………………………………. 65
Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian ................................................ 65
Tabel 4.3 Gambaran Status pernikahan…............................................. 65
Tabel 4.4 Analisis deskriptif…………………………………………. 66
Tabel 4.5 Norma Skor Kategorisasi………………………………….. 67
Tabel 4.6 Kategorisasi Tingkat kesejahteraan subjektif…………….... 68
Tabel 4.7 Kategorisasi Tingkat seeking recources…………………… 69
Tabel 4.8 Kategorisasi Tingkat seeking challenges…………………….. 69
Tabel 4.9 Kategorisasi Tingkat reducing demands…………………... 70
Tabel 4.10 Kategorisasi Tingkat sense of abundance…………………. 70
Tabel 4.11 Kategorisasi Tingkat sense appreciation for others……….. 71
Tabel 4.12 Kategorisasi Tingkat simple appreciation…………………. 72
Tabel 4.13 Kategorisasi tingkat dedikasi……………………………… 72
Tabel 4.14 Kategori tingkat semangat…………………………………. 73
Tabel 4.15 Kategori tingkat keterlarutan………………………………. 74
Tabel 4.16 Hasil regresi R-Square…………………………………….. 75
Tabel 4.17 Hasil ANOVA pengaruh seluruh IV terhadap DV………… 75
Tabel 4.18 Hasil Koefisien Regresi……………………………………. 76
Tabel 4.19 Hasil analisis proporsi varians……………………………... 80
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka berpikir………………………………. 37
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner………………………………………………. 96
Lampiran 2 Syntax dan Path Diagram………………………………. 104
Lampiran 3 Output regresi………………………………………….. 111
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bekerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa
bermacam-macam, seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja
karena ada sesuatu yang hendak dicapainya dan berharap bahwa aktivitas kerja
yang dilakukannya akan membawa kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan
daripada keadaan sebelumnya. Kebahagiaan di tempat kerja adalah bila seseorang
merasa puas dengan pekerjaannya (Wright dan Bonnet, 2007).
Akan tetapi, menurut sebuah survei pada tahun 2015 yang dilakukan oleh
perusahaan penyedia solusi SDM bernama TINYpulse, hanya 28% karyawan di
Asia Pasifik yang bahagia dengan pekerjaannya, sementara pegawai di seluruh
dunia mencatat angka 30%. Untuk di Indonesia, hasil survei terbaru
dari portal lowongan kerja di Indonesia, jobsDB Indonesia, menemukan 73%
responden yang merupakan para pekerja merasa tidak bahagia dengan
pekerjaannya sekarang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 26% merasa sangat tidak
bahagia.
JobStreet.com pada tahun 2017 mengadakan Happiness Index Survey
untuk mengetahui apa yang membuat pegawai tidak bahagia dalam pekerjaannya.
Hal yang membuat seorang pegawai tidak bahagia dalam pekerjaannya adalah
tuntutan pekerjaan yang tinggi, kurangnya pengembangan karier, kepemimpinan
dan pelatihan dari perusahaan. Dengan berbagai macam kendala yang terjadi akan
membuat pegawai merasa stress dan tertekan dalam pekerjaannya.
2
Hal tersebut sejalan dengan wawancara yang penulis lakukan dengan
seorang karyawan perusahaan swasta pada tanggal 25 Oktober 2017 di Jakarta,
perusahaan ditempat beliau bekerja memang memiliki tuntutan dan tekanan
pekerjaan yang tinggi. Di dalam waktu bekerjanya termasuk panjang dan hampir
setiap hari lembur. Beliau mengatakan bahwa untuk yang berada dikantor saja
bisa bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 9 malam. Dengan sistem pengupahan bila
belum 20 jam lembur belum dihitung lembur. Dan untuk pegawai kontrak belum
ada upah lembur dan belum bisa mengajukan izin cuti. Jika memang harus tidak
masuk, pegawai tersebut harus mengganti hari sesuai dengan jumlah hari yang
ditinggalkan. Tuntutan pekerjaan yang tinggi kadang kala membuat stress dan
tidak bahagia dalam pekerjaanya.
Berdasarkan beberapa data di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat
kesejahteraan pada pegawai di Indonesia masih sangat rendah. Padahal,
kebahagian pegawai adalah kunci dari kemajuan sebuah perusahaan. Pegawai
yang bahagia akan berelasi lebih baik dengan orang lain, memiliki produktivitas
yang lebih tinggi dan tentunya lebih cepat dan lebih efisien dalam bekerja. Orang
yang bahagia juga menjadi lebih kreatif dan inovatif sehingga dapat menghasilkan
banyak ide (Alexander, 2013). Pegawai yang bahagia akan membawa ide-ide
kreatif didalam pekerjaan mereka sehingga bisa memaksimalkan kinerjanya.
Pegawai yang sejahtera adalah pegawai yang bahagia. Carr (2004)
mengatakan bahwa kebahagiaan dapat disetarakan dengan kesejahteraan subjektif.
Kesejahteraan subjektif dapat diketahui dari ada atau tidaknya perasaan bahagia
(Diener dan Lucas, 1999). Banyak orang yang merasa puas dengan penghasilan
3
yang didapat sehingga dapat merasakan kesenangan dan ketenangan dalam
hidupnya, namun ada juga yang merasa tidak pernah puas dengan penghasilan
yang didapat, sehingga tidak dapat merasakan kesenangan dan ketenangan dalam
hidupnya. Pentingnya kesejahteraan pegawai adalah untuk mempertahankan
pegawai agar tidak pindah ke perusahaan lain, meningkatkan motivasi
dan semangat kerja, dan meningkatkan sikap loyalitas karyawan terhadap
perusahaan.
Kesejahteraan karyawan merupakan faktor kunci dalam menentukan
efektivitas jangka panjang sebuah organisasi. Banyak penelitian menunjukkan
hubungan langsung antara tingkat produktivitas, kesehatan umum dan
kesejahteraan angkatan kerja. Perusahaan dan organisasi semakin menyadari
kebutuhan untuk menjaga kesejahteraan pekerja mereka dengan serius.
Kesejahteraan di tempat kerja diakui sebagai elemen fundamental dari organisasi
sukses, berkontribusi pada hasil yang diinginkan seperti retensi kerja dan
peningkatan kinerja (Harter et al. 2002). Kesejahteraan subjektif akan
memberikan banyak manfaat bagi karyawan dan perusahaan karena karyawan
dengan kesejahteraan subjektif yang tinggi cenderung memiliki tubuh yang sehat,
tingkat absenteeism yang rendah, tingkat turnover yang rendah, tingkat
organizational citizen behaviour yang tinggi, serta memiliki prestasi kerja yang
baik (Emmanual, Neve, Diener, Tay, Xuereb, 2013).
Kesejahteraan subjektif adalah sebuah konsep yang luas yang mengacu
pada evaluasi kualitas kehidupan seseorang dan mencakup komponen afektif dan
kognitif (Diener et al., 1999). Komponen afektif mengacu pada frekuensi emosi
4
yang dialami. Myres dan Diener (1995) dalam penelitiannya menunjukan,
individu yang memiliki Kesejahteraan subjektif tinggi cenderung memiliki sikap
tolong-menolong yang tinggi, lebih aktif dalam kehidupannya, memiliki sikap
penerimaan terhadap diri sendiri maupun orang lain, mampu memecahkan
masalah dengan baik dan memiliki emosi yang lebih positif, sehingga dapat
meningkatkan kemampuuan berpikir secara kreatif. Sebaliknya, individu dengan
kesejahteraan subjektif yang rendah, akan memiliki pandangan yang negatif
terhadap kehidupannya, menganggap peristiwa yang terjadi pada dirinya adalah
hal yang tidak menyenangkan, oleh sebab itu dapat menimbulkan emosi yang
tidak menyenangkan seperti kecemasan, depresi, dan kemarahan.
Kepuasan hidup secara umum merupakan penilaian individu terhadap
kehidupannya, sedangkan kepuasan domain merupakan evaluasi individu terhadap
domain-domain spesifik tertentu. Domain-domain spesifik ini meliputi kesehatan,
keuangan, pekerjaan, kekayaan, pernikahan, hingga hubungan pertemanan yang
dijalani oleh individu yang akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif
(Diener, Scollon, dan Lucas, 2003). Penelitian menunjukan bahwa jika karyawan
tidak menadapatkan kesejahteraan subjektif yang baik akan berakibat buruk pada
perusahaan. Keiran M. dan Cythia M (2003) menunjukan bahwa atasan yang
mengabaikan masalah kesejahteraan subjektif karyawan sering kali menghadapi
masalah ketidakhadiran karyawannya di tempat kerja.
Kesejahteraan subjektif dalam pekerjaan dapat dipengaruhi oleh job
crafting. Job crafting adalah salah satu proses di mana pegawai dapat
meningkatkan makna yang didapatkan dari pekerjaan, dan dengan berbuat
5
demikian, mengoptimalkan kesejahteraannya. Beberapa riset menunjukan bahwa
job crafting dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai. Tims et al., (2014)
menunjukan karyawan yang membuat pekerjaan dengan keahliannya, khususnya
yang berkaitan dengan sumber daya pekerjaan, menunjukkan adanya peningkatan
tingkat kesejahteraan pegawai. Peral et al., (2016) menunjukan bahwa pegawai
yang diberi kesempatan untuk membuat praktik kerja sesuai dengan keahlian yang
dimiliki mengalami peningkatan kesejahteraan.
Job Crafting memiliki kemampuan untuk berkontribusi terhadap
kesejahteraan subjektif, yang terdiri dari faktor-faktor yang membuat orang
bahagia. Martin Seligman (2002) dari University of Pennsylvania mendefinisikan
kebahagiaan keseluruhan pada Kebahagiaan Otak sebagai kesenangan.
Kesenangan mencakup pengalaman menyenangkan melalui indra (seperti
makanan enak) dan kesenangan yang lebih tinggi (seperti kenyamanan dan
kesenangan). Job crafting digunakan pegawai untuk memberikan arah pekerjaan
mereka dengan kebutuhan dan nilai hidup mereka masing-masing. Job crafting
kemungkinan menghasilkan pekerjaan yang lebih memuaskan, menawarkan
kesempatan lebih besar untuk menjalin hubungan, dan juga meningkatkan tujuan
hidup, makna, dan nilai individual yang diperoleh karyawan dari aktivitas sehari-
hari yang mereka hadapi di tempat kerja. Pegawai yang bekerja sesuai dengan
bidang pekerjaan juga cenderung mengalami tingkat kesenangan dan kenikmatan
yang meningkat dari pekerjaanya, begitu juga dengan kesejahteraan subjektifnya.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektif adalah
syukur. Syukur sering diartikan sebagai rekognisi positif ketika menerima sesuatu
6
yang menguntungkan, atau nilai tambah yang berhubungan dengan judgment atau
penilaian bahwa ada pihak lain yang bertanggung jawab akan nilai tambah
tersebut (Emmons, 2004). Menurut Emmons dan McCullough (2004), syukur
akan membuat seseorang lebih bijaksana dalam menyikapi lingkungannya.
Sedangkan jika seseorang kurang memiliki syukur dalam dirinya, maka hal
tersebut akan berpengaruh terhadap keharmonisan lingkungan yang telah ada.
Sedangkan jika seseorang kurang memiliki syukur dalam dirinya, maka hal
tersebut akan berpengaruh terhadap keharmonisan lingkungan yang telah ada.
Beberapa riset menunjukan bahwa syukur dapat meningkatkan
kesejahteraan subjektif pegawai. Hasil penelitian Froh, Kashdan, Ozimkowski,
dan Miller (2009) yang menyatakan bahwa syukur berkorelasi positif pada
kesejahteraan subjektif, dukungan sosial, dan perilaku prososial remaja, seperti
kepuasan hidup, optimisme, dan kontrol emosi. Penelitian yang dilakukan oleh
Emmos dan McCullough (2004) menunjukan bahwa kelompok yang diberikan
treatment syukur memiliki skor kesejahteraan subjektif yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok lainnya. Penelitian tersebut juga membuktikan
bahwa syukur memberikan keuntungan secara emosi dan interpersonal. Dengan
syukur, akan memengaruhi seseorang dalam bereaksi terhadap sesuatu atau
situasi, seperti dalam merespon suatu peristiwa atau pengalaman hidup menjadi
lebih tenang dan lebih bermakna sehingga kesejahteraanya meningkat.
Totalitas kerja juga dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektif. Totalitas
kerja adalah suatu kondisi atau derajat yang menunjukan seberapa besar seseorang
benar-benar menghayati peran pekerjaannya (Saks, 2006). Totalitas kerja oleh
7
Schaufeli dan Bakker (2003) sebagai suatu kondisi pikiran yang positif terkait
pekerjaan. Beberapa riset menunjukan bahwa totalitas kerja dapat meningkatkan
kesejahteraan subjektif pegawai. Kahn (1990) menyebutkan bahwa seseorang
yang memiliki totalitas kerja akan menunjukan level energi yang tinggi, merasa
pekerjaan yang dilakukan berarti dan signifikan, merasa tertantang dengan tugas-
tugas yang diberikan, memiliki level konsentrasi yang tinggi, dan selalu antusias
serta senang ketika mengerjakan tugasnya sehingga kesejahteraannya meningkat.
Schaufi dan Bakker (2003) menjelaskan orang yang tidak memiliki totalitas kerja
digambarkan hanya memiliki sedikit tenaga, kesenangan dan stamina dalam hal
yang berkaitan dengan pekerjaan, tidak merasa pekerjannya bermakna atau
menantang, tidak menghayati pekerjaan, dan tidak mengalami kesulitan untuk
lepas dari pekerjaan tersebut.
Penelitian ini ingin melihat pengaruh dari totalitas kerja terhadap
kesejahteraan subjektif. Bagi organisasi, karyawan yang memiliki totalitas kerja
yang baik akan bekerja dengan semangat dan merasakan hubungan yang
mendalam terhadap perusahaan atau organisasi tempat dimana mereka bekerja,
mendorong adanya inovasi dan bergerak maju ke depan bersama organisasi
(Truss, Soane, Edwards, Wisdom, Croll, & Burnett, 2006). Secara individu,
totalitas kerja dapat memainkan peranan yang krusial dalam memotivasi karyawan
dalam melakukan tanggung jawab yang didorong oleh sumber pekerjaan
(Shimazu et al., 2008).
Berdasarkan pemaparan tentang pentingnya kesejahteraan subjektif
terhadap berbagai aspek, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
8
tentang kesejahteraan subjektif ini. Dan berdasarkan penelitian-penelitian
terdahulu yang telah peneliti paparkan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti
pengaruh job crafting, syukur, dan totalitas kerja terhadap kesejahteraan subjektif
pada pegawai. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian
tentang judul “Pengaruh Job Crafting, Syukur, dan Totalitas Kerja terhadap
Kesejahteraan Subjektif pada Pegawai”.
1.1 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.1.1 Pembatasan Masalah
Untuk membatasi agar permasalahan penelitian tidak meluas, maka masalah
dalam penelitian ini dibatasi pada kesejahteraan subjektif, job crafting, syukur,
dan totalitas kerja. Adapun variabel yang diteliti adalah sebagai berikut:
1. Kesejahteraan subjektif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah evaluasi
kognitif dan afektif sesorang tentang hidupnya. Evaluasi ini meliputi
penilaian emosional terhadap kepuasaan dan pemenuhan hidup. (Diener,
Lucas, Oishi dalam C. R Synder dan Shane J. Lopez, 2005).
2. Job crafting didefinisikan sebagai inisiatif dan kerelaan karyawan untuk
merekonstruksi aspek-aspek pekerjaan mereka, dengan tujuan untuk
meningkatkan kondisi pekerjaan mereka dengan aspek seeking recources,
seeking challenges, reducing demands (Petrou et al., 2012)
3. Syukur didefinisikan sebagai suatu sikap menghargai setiap kehidupan
sebagai karunia dan menyadari pentingnya mengungkapkan pernghargaan
tersebut dengan aspek sense of abundance, sense simple appreciation for
others, dan simple appreciation (Watkins et al., 2003)
9
4. Totalitas kerja adalah sebagai keadaan positif, afektif motivasional, pada
karyawanannya yang memiliki ciri, semangat (vigor), dedikasi (dedication)
dan keterlarutan (absorption) (Schaufeli dan Bakker, 2004).
5. Subjek pada penelitian adalah pegawai perusahaan swasta dibidang alat berat
dan pegawai Bank BUMD.
1.1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan job crafting, syukur, dan totalitas
kerja terhadap kesejahteraan subjektif pada pegawai?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan seeking recources pada variabel
job crafting terhadap kesejahteraan subjektif?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan seeking challenges pada variabel
job crafting terhadap kesejahteraan subjektif?
4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan reducing demands pada variabel
job crafting terhadap kesejahteraan subjektif?
5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan sense of abundance pada variabel
syukur terhadap kesejahteraan subjektif?
6. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan sense appreciation for others pada
variabel syukur terhadap kesejahteraan subjektif?
7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan simple appreciation pada variabel
syukur terhadap kesejahteraan subjektif?
10
8. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dedikasi pada variabel totalitas
kerja terhadap kesejahteraan subjektif?
9. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan semangat pada variabel totalitas
kerja terhadap terhadap kesejahteraan subjektif?
10. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan keterlarutan pada variabel totalitas
kerja terhadap terhadap kesejahteraan subjektif?
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh job crafting, syukur dan
totalitas kerja terhadap kesejahteraan subjektif. Selain itu, penelitian ini juga
untuk mengetahui variabel atau dimensi mana yang memiliki pengaruh terbesar
terhadap variable kesejahteraan subjektif.
1.2.2 Manfaat Penelitian
1.2.2.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat terhadap disiplin ilmu
pengetahuan khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) dengan
memberikan bukti-bukti empiris pada penelitian ini. Penelitian ini diharapkan
menjadi referensi teoritis dan empiris atau masukan bagi peneliti-peneliti lain
yang ingin mengukur tentang kesejahteraan subjektif karyawan.
1.2.2.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai
materi Sumber Daya Manusia khususnya yang berkaitan dengan syukur, job
crafting, totalitas kerja, dan kesejahteraan subjektif pada pegawai. Dan juga
11
mampu memberikan masukan terhadap pihak terkait untuk memperhatikan
kesejahteraan subjektif pada pegawai di perusahaan swasta dan bank BUMD.
12
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kesejahteraan subjektif
2.1.1 Pengertian Kesejahteraan subjektif
Veenhoven (dalam Suh, 2000) mendefinisikan kesejahteraan subjektif sebagai
derajat penilaian individu secara keseluruhan terhadap kualitas hidupnya.
Kebahagiaan merupakan suatu kata abstrak yang maknanya dapat berbeda bagi
banyak orang, terutama bila dikaitkan dengan apa yang dianggap mendatangkan
kebahagiaan. Meski berbeda dalam memaknai kebahagiaan, setiap orang sama
ingin hidupnya bahagia.
Diener, Lucas, & Oishi (2005) mendefinisikan kesejahteraan subjektif
sebagai evaluasi individu tentang kehidupannya, termasuk penilaian kognitif
terhadap kepuasan hidupnya serta penilaian afektif terhadap emosinya. Ketika
individu mengkarakteristikan atau mencirikan suatu kehidupan yang baik maka ia
akan membicarakan tentang kebahagiaan, kesehatan, dan umur yang panjang
(Diener & Chan, 2011). Menurut Diener et al (1999) individu dikatakan memiliki
kesejahteraan subjektif yang tinggi jika merasa puas dengan kondisi hidupnya,
sering merasakan emosi positif dan jarang merasakan emosi negatif. Sebaliknya,
individu dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif rendah jika kurang puas
dengan kehidupannya, mengalami sedikit kegembiraan dan afeksi, serta lebih
sering merasakan emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan.
Diener dan Suh (1999) mengatakan bahwa kesejahteraan subjektif terdiri
dari dua komponen yang saling berhubungan yaitu, kepuasan hidup, dan perasaan
13
menyenangkan. Perasaan menyenangkan ini menunjuk pada mood dan emosi,
sedangkan kepuasan hidup menunjuk pada penilaian kognitif pada kepuasan
dalam hidup. Diener (2009) menjelaskan bahwa kesejahteraan subjektif
merupakan tingkat individu menilai kualitas kehidupannya sebagai sesuatu yang
diharapkan dan merasakan emosi yang menyenangkan.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai totalitas kerja di atas, penulis
menggunakan pendapat Diener, Lucas, & Oishi (2005) mendefinisikan
kesejahteraan subjektif sebagai evaluasi individu tentang kehidupannya, termasuk
penilaian kognitif terhadap kepuasan hidupnya serta penilaian afektif terhadap
emosinya.
2.1.2 Aspek Kesejahteraan subjektif
Menurut Diener (2005) terdapat dua aspek dasar kesejahteraan subjektif, yaitu
aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif mencangkup evaluasi terhadap
kepuasan hidup secara global dan evaluasi terhadap kepuasan domain tertentu.
Sedangkan aspek afektif mencangkup evaluasi terhadap keberadaan afek positif
dan evaluasi terhadap keberadaan afek negatif. Penjelasannya adalah sebagai
berikut:
1. Aspek kognitif dari kesejahteraan subjektif adalah evaluasi terhadap kepuasan
hidup individu. Evaluasi tersebut dapat dikategorikan menjadi evaluasi umum
(global) dan evaluasi khusus (domain tertentu). Berikut ini penjelasan lebih
lanjut mengenai kedua penilaian tersebut.
- Evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global, yaitu evaluasi individu
terhadap kehidupannya secara menyeluruh. Penilaian umum ini merupakan
14
penilaian individu yang bersifat reflektif terhadap kepuasan hidupnya (Diener
et.al., 2005).
- Evaluasi terhadap kepuasan domain tertentu, yaitu penilaian yang dibuat
individu dalam mengevaluasi domain atau aspek tertentu dalam
kehidupannya, seperti kesehatan fisik dan mental, pekerjaan, rekreasi,
hubungan sosial, kehidupan dengan pasangan dan kehidupan dengan keluarga
(Diener et.al., 2005).
2. Aspek afektif dari kesejahteraan subjektif merefleksikan pengalaman dasar
yang terjadi dalam hidup seseorang. Dimana aspek tersebut dikategorikan
menjadi evaluasi terhadap keberadaan afek-afek positif dan evaluasi terhadap
afek-afek negatif.
- Evaluasi terhadap keberadaan afek positif. Afek atau emosi yang
menyenangkan merupakan bagian dari kesejahteraan subjektif karena
merefleksikan reaksi individu yang dianggap penting bagi individu tersebut
karena hidupnya berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan Diener et.al.,
(2005).
- Evaluasi terhadap keberadaan afek negatif. Afek negative termasuk suasana
hati dan emosi yang tidak menyenangkan serta merefleksikan respon-respon
negatif yang dialami oleh individu terhadap hidup mereka, kesehatan,
kejadian-kejadian yang terjadi dan lingkungan mereka (Diener et.al., 2005).
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif
Dari beberapa literatur dan hasil penelitian terdahulu, ditemukan beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi Kesejahteraan subjektif, di antaranya ::
15
1. Perangai/watak
Perangai biasanya diinterpretasikan sebagai sifat dasar dan universal dari
kepribadian, dianggap menjadi yang paling dapat diturunkan, dan ditunjukkan
sebagai faktor yang stabil di dalam kepribadian seseorang. Dengan memiliki
perangai yang baik akan membuat individu lebih merasa mudah dalam
mengekspresikan emosi positif dalam dirinya sehingga kesejahteraanya akan baik.
2. Sifat
Sifat ekstrovert berada pada tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi karena
mempunyai kepekaan yang lebih besar terhadap imbalan yang positif atau
mempunyai reaksi yang lebih kuat terhadap peristiwa yang menyenangkan.
Dengan memiliki sifat ekstrovert individu akan lebih mudah merasa bahagia dan
puas dengan kehidupan yang dijalani saat ini sehingga kesejahteraanya pun akan
menjadi baik.
3. Karakter pribadi lain
Karakter pribadi lain seperti optimisme dan percaya diri berhubungan dengan
kesejahteraan subjektif. Orang yang lebih optimis tentang masa depannya
dilaporkan merasa lebih bahagia dan puas atas hidupnya dibandingkan dengan
orang pesimis yang mudah menyerah dan putus asa jika suatu hal terjadi tidak
sesuai dengan keinginannya. Karakter pribadi yang optimis akan membuat
kesejahteraannya akan menjadi baik.
4. Hubungan sosial
Hubungan yang positif dengan orang lain berkaitan dengan kesejahteraan
subjektif, karena dengan adanya hubungan yang positif tersebut akan mendapat
16
dukungan sosial dan kedekatan emosional. Pada dasarnya kebutuhan untuk
berinteraksi dengan orang lain merupakan suatu kebutuhan bawaan. Dengan
memiliki hubungan social yang positif maka akan membuat individu bahagia dan
kesejahteraanya akan meningkat.
5. Pendapatan
Dari survei diketahui, 96% orang mengakui bahwa kepuasan hidup bertambah
seiring meningkatnya pendapatan pribadi maupun negara bersangkutan. Meski
begitu, ketimbang uang, perasaan bahagia lebih banyak dipengaruhi faktor lain
seperti merasa dihormati, kemandirian, keberadaaan teman serta memiliki
pekerjaan yang memuaskan. Dengan pendapatan yang baik akan membuat
individu merasa puas dan akan membuat kesejahteraanya meningkat.
6. Pengangguran
Adanya masa pengangguran dapat menyebabkan berkurangnya kesejahteraan
subjektif, walaupun akhirnya orang tersebut dapat bekerja kembali. Pengangguran
adalah penyebab besar adanya ketidakbahagiaan, namun perlu diperhatikan bahwa
tidak semua pengangguran mengalami ketidakbahagiaan.
7. Pengaruh sosial/budaya
Pengaruh masyarakat bahwa perbedaan kesejahteraan subjektif dapat timbul
karena perbedaan kekayaan Negara. Ia menerangkan lebih lanjut bahwa kekayaan
negara dapat menimbulkan kesejahteraan subjektif yang tinggi karena biasanya
Negara yang kaya menghargai hak asasi manusia, memungkinkan orang yang
hidup disitu untuk berumur panjang dan memberikan demokrasi.
17
8. Job Crafting
Job Crafting dapat menghasilkan sejumlah hasil positif bagi para karyawan,
seperti peningkatan makna dan keterlibatan di tempat kerja. Peningkatan
keterlibatan kerja dan keberagaman psikologis dapat memberikan manfaat positif
bagi pekerjaan, sehingga menyoroti peran penting job crafting. Job crafting
memiliki kemampuan untuk berkontribusi terhadap kesejahteraan subjektif, yang
terdiri dari faktor-faktor yang membuat orang bahagia. Martin Seligman (2002)
dari University of Pennsylvania mendefinisikan kebahagiaan keseluruhan pada
Kebahagiaan Otak sebagai kesenangan, pertunangan (juga dikenal sebagai aliran),
dan makna. Kesenangan mencakup pengalaman menyenangkan melalui indra
(seperti makanan enak) dan kesenangan yang lebih tinggi (seperti kenyamanan
dan kesenangan).
9. Syukur
Menurut Emmons dan McCullough (2004), syukur akan membuat seseorang lebih
bijaksana dalam menyikapi lingkungannya. Sedangkan jika seseorang kurang
memiliki syukur dalam dirinya, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap
keharmonisan lingkungan yang telah ada. Disisi lain, hasil penelitian Froh,
Kashdan, Ozimkowski, dan Miller (2009) yang menyatakan bahwa syukur
berkorelasi positif pada kesejahteraan subjektif, dukungan sosial, dan perilaku
prososial remaja, seperti kepuasan hidup, optimisme, dan kontrol emosi.
10. Totalitas Kerja
Istilah work engagement dari Shaleh (2016) yang mengemukakan istilah totalitas
kerja. Totalitas kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
18
kesejahteraan subjektif. Menurut Maslach, et al. (2001) tingkat totalitas kerja yang
tinggi dapat dianggap mempengaruhi kesejahteraan subjektif. Bakker dan
Oerlemans (2011) berpendapat bahwa totalitas kerja adalah bagian dari sebuah
taksonomi kesejahteraan yang lebih komprehensif yang terdiri dari dua dimensi
independen, yakni pleasure atau kesenangan dan aktivasi.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ada 10 faktor yang
mempengaruhi kesejahteraan subjektif, yaitu: perangai/watak, sifat, karakter
pribadi lain berupa optimism dan percaya diri, hubungan sosial, pendapatan,
pengangguran dan pengaruh sosial/budaya, job crafting, syukur, dan totalitas kerja
2.1.4 Alat Ukur Kesejahteraan subjektif
Terdapat beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan
subjektif diantaranya yaitu :
1. SWLS (Satisfaction with life scale). Alat ukur ini dikembangkan oleh Diener
et.al (1895). Alat ukur ini terdiri dari lima item untuk mengukur nilai individu
mengenai kepuasan hidupnya dengan nilai alpha cronbach α = 0.87
2. PANAS (Positive and negative affect schedule). Alat ukur ini dikembangkan
oleh Clark, Watson dan Tellegen (1998). Alat ukur ini terdiri dari 20 item
yang mengukur tingkat afek positif (10 item) dan afek negatif (10 item)
individu dengan nilai alpha cronbach α = 0.89.
3. SPANE (Scale of Positife and Negatif Experience). alat ukur ini
dikembangkan oleh Diener et.al (2009). Alat ukur ini terdiri dari 12 item
untuk mengukur tingkat afek positif dan negatif individu dengan nilai
koefisien reliabilitas yang cukup baik yakni berkisar antara 0.83-0.86.
19
4. FS (Flourishing Scale). Alat ukur ini dikembangkan oleh Diener et.al (2009).
Alat ukur ini terdiri dari delapan item singkat yang menggambarkan aspek
penting fungsi manusia mulai dari hubungan positif, hingga perasaan
kompeten , hingga memiliki makna dan tujuan hidup.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur Flourishing Scale untuk
mengukur komponen kognitif dan Scale of Positif and Negatife Experience untuk
mengukur komponen afektif yang dimodifikasi oleh Diener et.al (2009). Alasan
peneliti menggunakan alat ukur ini adalah karna peneliti ingin mengetahui
kepuasan hidup individu secara kognitif dan afektif.
2.2 Job crafting
2.2.1 Pengertian Job crafting
Job crafting dalam kajian awal Wrzesniewski dan Dutton (2001), didefinisikan
sebagai proses proaktif karyawan dalam mengubah batasan mental untuk
mendefinisikan ruang lingkup fisik, emosional, kognitif dan relasional dari sebuah
pekerjaan. Pengertian tersebut berkembang dengan perhatian pada unsur
preferensi personal sebagai determinan utama perubahan yang ditunjukkan
karyawan. Berg et al., (2010) selanjutnya menyederhanakan definisi job crafting
sebagai upaya menggubah batasan suatupekerjaan, selaras dengan preferensi,
keterampilan, dan kemampuan individu.
Petrou, Demerouti dan Schaufeli (2012) mendefinisikan job crafting
sebagai inisiatif dan kerelaan karyawan untuk merekonstruksi aspek-aspek
pekerjaan mereka, dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi pekerjaan mereka.
Hal ini dilakukan dengan menggali sumber informasi (meminta saran dari atasan
20
atau kolega), mencari tantangan (meminta tanggung jawab lebih), dan mengurangi
tuntutan (menghilangkan tekanan atau tuntutan emosional, mental, atau fisik dari
pekerjaan). Bakker et al., (2011), mengajukan definisi yang lebih sederhana,
dengan menjelaskan job crafting sebagai upaya yang berlandaskan inisiatif
karyawan untuk merubah persepsi terhadap pekerjaan, sifat-sifat pekerjaan, serta
hubungan kerja, dengan cara yang bermanfaat bagi karyawan itu sendiri.
Tims et al., (2012) menempatkan job crafting dalam perspektif perilaku
kerja proaktif. Yang ditekankan pada usaha karyawan dalam menyesuaikan
komponen pekerjaan sedemikian rupa, supaya dapat lebih selaras dengan
kebutuhan, keterampilan, dan preferensi mereka. Perilaku kerja proaktif ini
tercermin dari adanya inisiatif karyawan, yakni keaktifan dan kemandirian
karyawan dalam mengelola pekerjaan bahkan melampaui apa yang secara formal
diperlukan.
Job crafting menjelaskan adanya inisiatif karyawan dalam memahami
lingkungan dan konteks pekerjaan, dan dilanjutkan dengan tindakan atau perilaku
yang berlandaskan preferensi, nilai-nilai, dan kemampuan personal, artinya
karyawan dalam hal ini bukan hanya melakukan pekerjaan seperti yang dituliskan
organisasi (Tims et al., 2012). Relasi dengan perilaku kerja proaktif, mendasari
Tims et al., (2012) untuk mendefinisikan job crafting sebagai perubahan-
perubahan yang dapat diciptakan karyawan untuk menyeimbangkan tuntutan dan
sumber daya pekerjaan dengan kemampuan pribadi ataupun kebutuhan mereka.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai totalitas kerja di atas, penulis
menggunakan pendapat Petrou, Demerouti dan Schaufeli (2012) yang
21
mendefinisikan job crafting sebagai inisiatif dan kerelaan karyawan untuk
merekonstruksi aspek-aspek pekerjaan mereka, dengan tujuan untuk
meningkatkan kondisi pekerjaan mereka.
2.2.2 Aspek Job Crafting
Petrou et al., (2012) mengemukakan terdapat tiga aspek dari job crafting:
1. Seeking Recources
Individu berusaha untuk mengumpulkan sumber daya sehingga dapat
mempertahankan sumber daya yang ada. Mencari sumber daya pekerjaan
melibatkan meminta kolega atau supervisor untuk meminta saran atau umpan
balik tentang performa seseorang atau mencari peluang belajar (Petrou et al.,
2012). Dengan mencari sumber daya pekerjaan, karyawan memperluas sumber
daya mereka, yang meningkatkan keterlibatan kerja dan menyediakan alat untuk
meningkatkan kinerja. Mencari inspirasi dari dari rekan kerja juga dapat dilakukan
agar dapat memaksimalkan pekerjaan. Indikator dalam seeking recources akan
dijelaskan sebagai berikut:
- Meminta umpan balik terkait performa kerja. Individu dapat mencari
memaksimalkan pekerjaan dengan mencari dan memanfaatkan sumber daya
yang ada. Dengan meminta umpan balik terkait performa kerja, individu akan
lebih paham dengan kemampuannya sehingga dapat terus mengasah
keahliannya.
- Mencari inspirasi dari rekan. Individu dapat memaksimalkan sumber daya
yang ada ditempat kerja dengan cara mencari inspirasi dari rekan kerja.
22
Dengan melihat dan memperhatikan cara kerja dari rekan dapat memberikan
sebuah inspirasi baru dalam melakukan pekerjaan.
2. Seeking Challenges
Mencari tantangan di tempat kerja termasuk perilaku seperti mencari tugas-tugas
baru setelah seseorang menyelesaikan pekerjaan atau mengambil lebih banyak
tanggung jawab (Petrou et al., 2012). Belajar terhadap hal-hal baru, dan
menikmati tantangan ditempat kerja adalah ciri dari seorang yang mencari
tantangan di tempat kerja. Dengan mencari tantangan baru, akan menghasilkan
suatu inovasi yang baru guna untuk memaksimalkan pekerjaan. Indikator dalam
seeking challenges akan dijelaskan sebagai berikut:
- Belajar tentang hal baru. Mencari tantangan di tempat kerja dapat dilakukan
dengan belajar hal baru. Dengan belajar tentang hal baru akan membuat
keahlian seseorang akan lebih terasah sehingga kemampuannya akan
meningkat dan menghasilkan pekerjaan yang baik.
- Menikmati tantangan di tempat kerja. Mencari tantangan di tempat kerja ddan
menikmati setiap tantangan yang ada dapat membuat seorang individu merasa
sangat tenang dan bisa membuat kemampuannya lebih terasah dengan baik.
3. Reducing Demands
Mengurangi tuntutan adalah strategi kerajinan yang mungkin memiliki implikasi
disfungsional. Ini termasuk perilaku yang ditargetkan untuk meminimalkan aspek-
aspek yang menuntut secara emosional, mental, atau fisik dari pekerjaan
seseorang (Petrou et al., 2012). Memastikan pekerjaan tidak berbahaya secara
23
mental dan emosional menjadi indikator dari reducing demands. Dengan begitu,
seorang individu akan merasa lebih nyaman dalam melakukan pekerjaannya.
2.2.4 Alat Ukur Job Crafting
1. Job Crafting Scale (JCS) yang modifikasi oleh Petrou et al., (2012). Job
Crafting Scale (JCS) terdiri 12 item. Dengan subskala seeking recources
(Cronbach’s α = 0.70), seeking challenges (Cronbach’s α = 0.76), dan reducing
demands (Cronbach’s a=.69).
2. The job crafting questionnaire (JCQ) yang di kembangkan oleh Tims et al.,
(2012) dengan 4 dimensi increasing social job resources, increasing structural
job resources, increasing challenging job demands, dan decreasing hindering job
demands.
2.3 Syukur
2.3.1 Pengertian Syukur
Syukur merupakan perasaan yang menyenangkan dan penuh terimaka kasih
sebagai respon dari penerimaan kebaikan (Emmons, 2004), yang membuat
seseorang menyadari, mengerti, dan tidak menyalahgunakan pertukaran
keuntungan dengan orang lain. Emmons dan Shelton (2002) mengartikan syukur
sebagai perasaan takjub, berterima kasih, dan apresiasi untuk kehidupan, dan
dapat diekspresikan terhadap orang lain ataupun sumber yang bukan manusia
(hewan, tumbuhan, dll). Emmons dan Tsang (2006) menyatakan bahwa syukur
bukan hanya keutamaan yang paling besar, tetapi merupakan induk dari seluruh
keutamaan.
24
Emmons (2004) mendefinisikan syukur sebagai kualitas atau kondisi
bersyukur, apresiasi dari kecenderungan untuk membalas kebaikan. Watkins et al,
(2003) mendefinisikan syukur sebagai suatu sikap menghargai setiap kehidupan
sebagai karunia dan menyadari pentingnya mengungkapkan pernghargaan
tersebut. Emmons (2004) mengidentifikasi tiga komponen syukur, yaitu rasa
hangat akan apresiasi terhadap seseorang atau sesuatu, niat baik terhadap
seseorang atau sesuatu, dan kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang sesuai
dengan apresiasi dan niat baik.
Syukur merupakan suatu bentuk emosi positif dalam mengekspresikan
kebahagiaan dan rasa terimakasih terhadap segala kebaikan yang diterima yang
memberikan kedamaian (Seligman, 2002). Individu bersyukur karena menyadari
bahwa dirinya banyak menerima kebaikan, penghargaan dan pemberian baik dari
Tuhan, orang lain dan lingkungan sekitarnya sehingga terdorong untuk membalas,
menghargai dan berterimakasih atas segala sesuatu yang diterimanya dalam
bentuk perasaan, perkataan dan perbuatan.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai totalitas kerja di atas, penulis
menggunakan pendapat Watkins et al, (2003) yang mendefinisikan syukur sebagai
suatu sikap menghargai setiap kehidupan sebagai karunia dan menyadari
pentingnya mengungkapkan pernghargaan tersebut.
2.3.2 Aspek-aspek syukur
Menurut Watkins et al., (2003) ada tiga karakteristik individu yang memiliki
syukur, yaitu:
25
1. Memiliki rasa kelimpahan (sense of abundance). Individu yang bersyukur
tidak akan merasa kekurangan dalam hidup. Dengan memiliki rasa
kelimpahan, individu akan merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Memiliki
rasa kelimpahan dapat dikategorikan menjadi individu merasa bersyukur dan
berkecukupan tidak merasa kehilangan. Merasa segala sesuatu yang
dimilikinya adalah cukup dan tidak berharap sesuatu hal yang lebih baik dari
apa yang dimilikinya.
2. Memiliki apresiasi terhadap orang lain (sense appreciation for others).
Individu yang bersyukur akan menghargai atau mengapresiasi setiap
kontribusi yang diberikan dari orang lain, sehingga hal tersebut dapat menjadi
kesejahteraan bagi mereka. Memiliki rasa apresiasi terhadap orang lain dapat
dikategorikan seperti individu merasa bersyukur atas kontribusi orang lain
terhadap hidupnya. Individu akan mengapresiasi dengan bantuan atau
pertolongan orang lain.
3. Memiliki apresiasi sederhana (simple appreciation). Individu yang bersyukur
ditandai dengan kecenderungan untuk menghargai kesenangan/kegembiraan
sederhana. Memiliki apresiasi sederhana dapat dikategorikan seperti Individu
merasa bersyukur dengan mengapresiasikan hal sederhana di dalam hidupnya.
Dengan mengapresiasi hal-hal sederhana dalam hidup akan membuat individu
merasa tenang dan merasa cukup dengan apa yang dimilikinya.
2.3.4 Alat Ukur Syukur
1. Resement Appreciation Test Short Form (GRAT-Short Form) yang
dikembangkan oleh Watkins et al., (2003). Alat ukur ini terdiri dari 3 dimensi
26
yang telah diadaptasi sebelumnya. Keseluruhan item yang terdapat pada skala ini
adalah sebanyak 18 item dalam bahasa inggris dan kemudian penulis adaptasi dan
modifikasi kedalam bahasa Indonesia.
2. Gratitude Questionnaire 6-item form (GQ-6) yang di kembangkan oleh
McCullough et al., 2002 dengan alpha cronbach = 0.76 sampai 0.87
2.4 Totalitas kerja
2.4.1 Pengertian Totalitas kerja
Menurut Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, dan Bakker (2002) mendefinisikan
totalitas kerja sebagai positivitas, pemenuhan kerja dari pusat pikiran yang
dikarakteristikan, totalitas kerja merupakan sebuah motivasi dan pusat pikiran
positif yang berhubungan dengan pekerjaan yang dicirikan dengan dedikasi,
semangat, dan keterlarutan. Robbins (2003) memberikan definisi totalitas kerja
yaitu dimana seseorang karyawan yang dikatakan totalitas kerja dalam
pekerjaannya dapat mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan
pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya penting untuk dirinya, selain untuk
organisasi. Yang dimaksud dengan seseorang yang memiliki engangement adalah
mencurahkan dari fisik dan psikis pada pekerjannya.
Kahn (1990) totalitas kerja karyawan dalam pekerjaan dikonsepkan
sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan
mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja.
Singkatnya, karyawan yang engaged memiliki tingkat energi yang tinggi dan
antusias dalam pekerjaan mereka. Totalitas kerja menurut Schaufeli et al. (2002)
adalah konstruk motivasional yang didefinisikan sebagai keadaan positif,
27
terpenuhi, yang berhubungan dengan pikiran dalam bekerja. Lebih lanjut,
Schaufeli dan Bakker (2004) menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki
totalitas kerja yang tinggi akan bekerja keras, memberika usaha yang lebih (extra
effort) aktif terlibat, fokus terhadap pekerjaan, hadir secara fisik dan memberikan
energi terhadap apa yang dikerjakan.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai totalitas kerja di atas, penulis
menggunakan pendapat Schaufeli dan Bakker (2004) yang mendefinisikan
totalitas kerja sebagai keadaan positif, pemenuhan, kerja dari pusat pikiran yang
dikarakteristikan dengan semangat, dedikasi dan keterlarutan.
2.4.3 Aspek- aspek totalitas kerja
Schaufeli et al., (2004) menjelaskan mengenai dimensi yang terdapat dalam
totalitas kerja, yaitu :
1. Semangat
Semangat dikarakteristikkan melalui level tinggi dari energi dan resiliensi mental
selama bekerja, ketulusan untuk memberikan usaha dalam suatu pekerjaan, dan
ketekunan walaupun berhadapan dengan berbagai macam kesulitan (Schaufeli et
al., 2000). Semangat dapat dikategorikan seperti curahan energi dan mental yang
kuat, semangat dalam bekerja, dan keberanian untuk berusaha sekuat tenaga
dalam menyelesaikan pekerjaan.
2. Dedikasi
Dedikasi dikarakteristikkan lewat rasa signifikan dari antusiasme, inspirasi,
kebanggaan, dan tantangan. dedikasi memiliki cakupan yang lebih luas tidak
hanya mengacu pada state keyakinan atau kognitif saja tetapi termasuk juga
28
terhadap afektif (Schaufeli et al., 2002). Dedikasi dapat dikategorikan sebagai
terlibat sangat kuat dalam pekerjaan, bangga akan pekerjaannya, dan ntusias
dalam bekerja
3. Keterlarutan
Keterlarutan dikarakteristikkan dengan konsentrasi yang penuh dan mendalam
dalam pekerjaan, ditandai dengan terasa cepatnya waktu berlalu. Terabsorpsi
penuh pada suatu pekerjaan mirip dengan apa yang sering disebut “flow‟, suatu
state pengalaman optimal yang dikarakteristikkan dengan perhatian, clear mind,
mind and body unison, effortless concentration, complete control, kurangnya
kesadaran diri, distorsi waktu dan kesenangan intrinsic (Schaufeli et al., 2002).
Keterlarutan dapat dikategorikan sebagai larut dalam pekerjaan, sulit lepas dari
pekerjaan, waktu terasa berlalu begitu cepat ketika bekerja.
2.4.4 Alat Ukur totalitas kerja
Pengukuran totalitas kerja menggunakan Utrecht work engagement Scale
(UWES). Instrumen ini disusun oleh Schaufeli, Bakker, & Salanova, (2006).
UWES memiliki 2 versi yaitu UWES dengan 17 item dan UWES dengan 9 item
(Schaufeli et al., 2006). UWES-17 dan UWES-9 masing-masing terdiri dari 3
dimensi yaitu vigor (semangat), dedikasi dan absorption (terlarut).
Pada UWES-17 terdiri dari 6 item dalam dimensi vigor (semangat), 5 item
dalam dimensi dedikasi dan 6 item dalam dimensi absorption (terlarut) sedangkan
pada skala pendek UWES-9 terdiri dari 3 item dalam dimensi vigor (semangat), 3
item dalam dimensi dedikasi dan 3 item dalam dimensi absorption (terlarut).
Dalam Penelitian Shaleh (2016) tentang analisis faktor totalitas kerja,
29
menganalisis daya item dan realibilitas alat ukur. Dari keseluruhan item yang
dihitung dalam uji daya beda korelasi item hanya ada 12 item dinyatakan
memiliki daya beda yang baik dalam analisis eksploratori. Secara keseluruhan
skala totalitas kerja memiliki nilai realibilitas 0,770. Hal ini berarti alat ukur
totalitas kerja memiliki realibilitas yang cukup baik.
2.5 Kerangka Berpikir
Kesejahteraan subjektif merupakan salah satu elemen penting untuk
meningkatkan produktivitas kerja pegawai. Dengan kesejahteraan subjektif yang
baik, seorang pegawai akan bertahan melakukan pekerjaan dalam jangka panjang
walaupun dengan tuntutan kerja seorang pegawai yang tinggi. Terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan seorang pegawai.
Job crafting dapat mempengaruhi kesejahteraan pekerjaan karena
merupakan kemampuan seseorang untuk mendesain ulang pekerjaannya sehingga
ia dapat meningkatkan kepuasan kerja. Job crafting dapat menghasilkan sejumlah
hasil positif bagi para karyawan, seperti peningkatan makna dan keterlibatan di
tempat kerja. Job crafting mempengaruhi kesejahteraan subjektif dengan 3
dimensi seeking recources, seeking challenge, dan reducing demands.
Seeking recources merupakan kemampuan seorang pegawai untuk
melakukan dan memaksimalkan sumber daya yang ada di dalam tempat bekerja.
Hal ini dibutuhkan agar seorang pegawai bisa menghasilkan pekerjaan yang
maksimal. Ketika pekerjaan yang dihasilkan oleh seorang pegawai itu maksimal
maka akan memberikan kebahagiaan dan kepuasan tersendiri sehingga
kesejahteraannya pun akan meningkat.
30
Seeking challenge merupakan kemampuan seorang pegawai dalam
mencari tantangan-tantangan dan memberikan inovasi-inovasi baru di dalam
pekerjaannya. Dengan mencari tantangan dan inovasi baru akan membuat seorang
pegawai akan lebih terpacu untuk mengasah kemampuan yang dimiliki. Dengan
tercapainya tantangan dan inovasi yang dibuat oleh seorang pegawai, maka akan
memberikan kepuasan dan kesenangan tersendiri bagi seorang pegawai, itu akan
membuat kesejahteraanya meningkat. Reducing demands merupakan kemampuan
seorang pegawai untuk mengurangi tuntutan pekerjaan yang ada. Mengurangi
tuntutan pekerjaan yang ada dengan menikmati setiap pekerjaan yang dilakukan,
sehingga akan membuat kesejahteraannya meningkat.
Faktor selanjutnya yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif adalah
syukur. Miller (2009) yang menyatakan bahwa syukur berkorelasi positif pada
kesejahteraan subjektif. Dengan syukur, akan memengaruhi seseorang dalam
bereaksi terhadap sesuatu atau situasi, seperti dalam merespon suatu peristiwa
atau pengalaman hidup. Dengan syukur, seorang pegawai akan menjalani
kehidupannya dengan ikhlas dan selalu merasa bahagia. Syukur akan membuat
seseorang lebih bijaksana dalam menyikapi lingkungannya. Sedangkan jika
seseorang kurang memiliki syukur dalam dirinya, maka hal tersebut akan
berpengaruh terhadap keharmonisan lingkungan yang telah ada. Syukur
mempengaruhi kesejahteraan subjektif dengan 3 dimensi yaitu, sense of
abundance, sense simple appreciation for others, dan simple appreciation.
Sense of abundance merupakan rasa yang ada ketika seorang individu
sudah bersyukur maka tidak akan merasa kekurangan sesuatu. Seorang pegawai
31
bila sudah memiliki rasa sense of abundance yang tinggi maka dalam menjalani
hidupnya dengan bahagia dan lebih bermakna sehingga kesejahteraan dalam
dirinya akan meningkat. Sense simple appreciation for others merupakan rasa
yang ada ketika seorang individu menghargai atau mengapresiasi setiap kontribusi
yang orang lain berikan dalam hidupnya. Dengan bisa menghargai atau
mengapresiasi setiap kontribusi yang diberikan oleh orang lain dalam hidupnya,
seorang pegawai akan lebih tenang dan bahagia dengan apa yang diberikan oleh
orang lain sehingga kesejahteraannya akan meningkat. Simple appreciation
merupakan individu yang beryukur akan menghargai setiap kejadian kecil yang
dialaminya. Dengan bisa bersyukur dengan hal-hal kecil yang terjadi didalam
hidupnya maka seorang pegawai akan merasa lebih bahagia dan tentram di dalam
hidupnya, sehingga kesejahteraanya pun meningkat.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektif pegawai
adalah totalitas kerja. Totalitas kerja adalah suatu kondisi atau derajat yang
menunjukan seberapa besar seseorang benar-benar menghayati peran
pekerjaannya (Saks, 2006). Seseorang pegawai yang memiliki totalitas kerja akan
menunjukan level energi yang tinggi, merasa pekerjaan yang dilakukan berarti dan
signifikan, merasa tertantang dengan tugas-tugas yang diberikan, memiliki level
konsentrasi yang tinggi, dan selalu antusias serta senang ketika mengerjakan
tugasnya.
Dimensi pertama dari totalitas kerja yang mempengaruhi kesejahteraan
subjektif adalah semangat. Dimensi ini merupakan curahan energi dan mental
yang kuat selama bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam
32
menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja
(Schaufeli et al., 2004). Dengan memiliki semangat yang tinggi akan
menghasilkan pekerjaan yang maksimal sehingga memberikan kepuasan tersendiri
sehingga akan membuat kesejahteraanya meningkat.
Dimensi kedua pada totalitas kerja yang berpengaruh terhadap
kesejahteraan subjektif adalah dedikasi. Seorang pegawai yang mempunyai
dedikasi pada dimensi totalitas kerja yang tinggi dalam pekerjaannya akan
berusaha keras, memberikan usaha yang lebih, focus terhadap pekerjaan yang
dilakukan, hadir dan memberikan energi terhadap apa yang dikerjakannya.
Dedikasi yang itnggi juga akan membuat pegawai merasa terlibat dalam
pekerjaannya dan mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme, dan kebanggaan
sehingga kesejahteraanya akan meningkat (Schaufeli et al., 2004).
Dimensi terakhir pada totalitas kerja yang berpengaruh pada kesejahteraan
subjektif adalah keterlarutan. Dalam bekerja karyawan menjadi sungguh-sungguh
dengan senang hati selalu dan penuh konsentrasi serius terhadap suatu pekerjaan.
Dalam bekerja waktu terasa berlalu begitu cepat dan tenggelam dalam
pekerjaannya sehingga individu tersebut kesulitan untuk melepaskan diri dari
pekerjaannya. Karyawan hampir juga merasa lupa dengan apa yang terjadi di
sekitarnya. Dengan bekerja terlalu larut akan membuat seorang pegawai tidak bisa
meadaptasi dengan lingkungannya sehingga akan membuat dirinya merasa
terkucilkan dan membuat kesejahteraannya akan berkurang.
33
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berpikir
2.6 Hipotesis Peneitian
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah tingkat Kesejahteraan subjektif
pada pegawai yang merupakan dependent variable, bergantung pada tinggi
rendahnya skor pada independent variable yang ditetapkan dalam penelitian ini
yaitu job crafting, syukur, dan totalitas kerja.
34
Hipotesis Mayor
H1 : Ada pengaruh yang signifikan job crafting (seeking recources, seeking
challenges, reducing demands), syukur (sense of abundance, sense
appreciation for others, simple appreciaton), dan totalitas kerja (dedikasi,
semangat, keterlarutan) terhadap kesejahteraan subjektif.
Hipotesis Minor
H2 : Ada pengaruh yang signifikan seeking recources pada variabel job
crafting terhadap kesejahteraan subjektif.
H3 : Ada pengaruh yang signifikan seeking challenges pada variabel job
crafting terhadap kesejahteraan subjektif.
H4 : Ada pengaruh yang signifikan reducing demands pada variabel job
crafting terhadap kesejahteraan subjektif.
H5 : Ada pengaruh yang signifikan sense of abudance pada variabel syukur
terhadap kesejahteraan subjektif.
H6 : Ada pengaruh yang signifikan sense appreciation for other pada variabel
syukur terhadap kesejahteraan subjektif.
H7 : Ada pengaruh yang signifikan simple appreciation pada variabel syukur
terhadap kesejahteraan subjektif.
H8 : Ada pengaruh yang signifikan dedikasi pada variabel totalitas kerja
terhadap kesejahteraan subjektif.
H9 : Ada pengaruh yang signifikan semangat pada variabel totalitas kerja
terhadap kesejahteraan subjektif
35
H10 : Ada pengaruh yang signifikan keterlarutan pada variabel totalitas kerja
terhadap kesejahteraan subjektif.
36
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah sampel yang berprofesi pekerja tetap di
perusahaan swasta dibidang alat berat dan Bank Daerah dengan jumlah populasi
5.532. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 562 yang tidak dibatasi
oleh usia. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan pengisian
kuesioner secara langsung dengan mendatangi satu persatu responden. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan yaitu accidental sampling, dimana
instrument atau kuesioner ini akan
diberikan kepada pegawai yang peneliti temui pada saat penelitian berlangsung.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel dependen pada penelitian ini adalah kesejahteraan subjektif, sedangkan
syukur, job crafting, dan totalitas kerja menjadi variabel independen. Selanjutnya,
peneliti akan menentukan definisi operasional dan variabel yang akan digunakan
dalam penelitian ini. Berikut adalah penjelasan dan definisi operasional masing-
masing variabel:
1. Kesejahteraan subjektif
Kesejahteraan subjektif adalah evaluasi individu tentang kehidupannya, termasuk
penilaian kognitif terhadap kepuasan hidupnya serta penilaian afektif terhadap
emosinya (Diener, Lucas, & Oishi, 2005).
2. Job crafting didefinisikan sebagai inisiatif dan kerelaan karyawan untuk
merekonstruksi aspek-aspek pekerjaan mereka, dengan tujuan untuk
37
meningkatkan kondisi pekerjaan mereka (Petrou et al., 2012). Job crafting
ditandai dari 3 karakteristik yaitu:
- Seeking recources yang dapat dikategorikan dengan meminta umpan balik
terkait performa kerja dan mencari inspirasi dari rekan.
- Seeking challenges yang dapat dikategorikan dengan belajar tentang hal baru,
dan menikmati tantangan di tempat kerja.
- Reducing demands yang dapat dikategorikan dengan memastikan pekerjaan
tidak berbahaya secara mental dan emosional.
3. Syukur dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghargai setiap kehidupan
sebagai karunia dan menyadari pentingnya mengungkapkan pernghargaan
tersebut (Watkins et al., 2003). Syukur ditandai dengan 3 karakteristik yaitu:
- Sense of abundance yang dapat dikategorikan dengan individu merasa
bersyukur dan berkecukupan tidak merasa kehilangan
- Sense appreciation for others dapat dikategorikan dengan individu merasa
bersyukur atas kontribusi orang lain terhadap hidupnya.
- Simple appreciation dapat dikategorikan dengan individu merasa bersyukur
dengan mengapresiasikan hal sederhana di dalam hidupnya
4. Totalitas kerja sebagai keadaan positif, pemenuhan, kerja dari pusat pikiran
yang dikarakteristikan dengan semangat, dedikasi dan keterlarutan.Adapun
penjelasan setiap dimensinya sebagai berikut:
- Semangat adalah curahan energi dan mental yang kuat selama bekerja,
keberania untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan, dan tekun dalam menghadapai kesulitan kerja. Semangat dapat
38
dikategorikan seperti terlibat sangat kuat dalam pekerjaan, bangga akan
pekerjaannya, dan ntusias dalam bekerja
- Dedikasi adalah merasa terlibat sangat kuat dalam suatu pekerjaan dan
mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan, inspirasi dan
tantangan. Dedikasi dapat dikategorikan seperti curahan energi dan mental
yang kuat, semangat dalam bekerja, dan keberanian untuk berusaha sekuat
tenaga dalam menyelesaikan pekerjaan.
- Keterlarutan adalah dalam bekerja individu selalu penuh konsentrasi dan
serius terhadap suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa terlalu begitu
cepat dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan pekerjaan.
Keterlarutan dapat dikategorikan seperti larut dalam pekerjaan, sulit lepas
dari pekerjaan, waktu terasa berlalu begitu cepat ketika bekerja
3.3. Instrumen Pengumpulan data
Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini berbentuk model skala Likert, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S),
tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Subjek diminta untuk memilih salah
satu dari pilihan jawaban yang masing-masing jawaban menunjukan kesesuaian
pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan oleh subjek. Model
skala Likert ini terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif
(unfavorable). Perhitungan skor tiap-tiap pilihan jawaban adalah sebagai berikut :
39
Tabel 3.1. Bobot Nilai Jawaban Skala Model Likert
Katagori Favorable Unfavorable
Sangat Setuju 1 4
Setuju 2 3
Tidak Setuju 3 2
Sangat Tidak Setuju 4 1
Instrumen pengumpulan data penelitian ini terdiri dari empat alat ukur, yaitu skala
kesejahteraan subjektif, skala syukur, skala job crafting, dan skala totalitas kerja.
1. Skala kesejahteraan subjektif
Untuk mengukur kesejahteraan subjektif, digunakan FS (Flourishing Scale) terdiri
dari 8 item yang diadaptasi oleh Ed Diener dan Robert Biswas-Diener (2009).
untuk mengukur komponen kognitif menggunakan SPANE (Scale of Positive and
Negative Experience) yang terdiri dari 12 item untuk mengukur komponen afektif
positif 6 item dan negatif terdiri dari 6 item yang dimodifikasi oleh Ed Diener dan
Robert Biswas-Diener (2009). Adapun blue print dari skala kesejahteraan
subjektif ini dapat dilihat pada tabel berikut :
3.2 Blue Print Kesejahteraan Subjektif
No
Dimensi
Butir soal
Jumlah Indikator Fav Unfav
1 Kognitif Evaluasi
kepuasan
hidup secara
global
1,2,3,4 - 4
2
Afektif
Jumlah
Evaluasi kepuasaan
hidup secara
domain
Afek Positif
Afek Negatif
5,6,7,8
9,11,13,15,18,20
-
-
-
10,12,14,16,17,19
4
6
6
20
40
2. Skala Job crafting
Skala Job crafting dari Petrou et al., (2012), dengan tiga (3) aspek ukur, yakni
seeking recources yang terdiri dari 4 item, seeking challenges yang terdiri dari 4
item dan reducing demands yang terdiri dari 4 item yang selanjutnya dituangkan
dalam 12 item. Blueprint angket Job crafting dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.3. Blue print skala Job crafting
No Dimensi Indikator Nomer item Jumlah
1 Seeking Recources Meminta umpan balik
terkait performa kerja
Mencari inspirasi dari rekan
1,2,3,4 4 item
2 Seeking Challenges Belajar terhadap hal-
hal baru
Menikmati tantangan
ditempat kerja
5,6,7,8 6 item
3 Reducing Demands Memastikan pekerjaan
tidak berbahaya secara
mental dan emosional.
9,10,11,12 5 item
Jumlah 12item
3. Skala Syukur
Pengukuran gratitude menggunakan skala pengukuran Gratitude Resement
Appreciation Test Short Form (GRAT-Short Form) yang dikembangkan oleh
Watkins et al., (2003). Alat ukur ini terdiri dari 3 dimensi yang telah diadaptasi
dan dimodifikasi sebelumnya yaitu, sense of abundance yang terdiri dari 6 item,
sense appreciation for others yang teridiri dari 6 item dan simple appreciation
yang terdiri dari 6 item. Keseluruhan item yang terdapat pada skala ini adalah
sebanyak 18 item.
41
Tabel 3.4. Blue print skala syukur
No Dimensi Indikator Nomer item Jumlah
1 Sense of
abundance Individu merasa
bersyukur dan berkecukupan tidak
merasa kehilangan
dalam hidup
3,11,12,14,16,18 6 item
2 Sense
appreciation for
others
Individu merasa
bersyukur atas
kontribusi orang
lain terhadap dirinya
4,5,6,7,8 6 item
3 Simple
appreciation Individu merasa
bersyukur dengan
mengapresiasikan
hal sederhana di dalam hidupnya
91,2,10, 13,
15,17
6 item
Jumlah 18 item
4. Skala Totalitas kerja
Intsrumen yang digunakan untuk mengukur totalitas kerja adalah Utrecht Work
Engagement Scale (UWES) 17 item. Utrecht Work Engagement Scale (UWES) 17
ini dikembangkan oleh Balducci, Fraccaroli dan Schaufeli (2010). Pada UWES-17
terdiri dari 6 item dalam dimensi vigor (semangat), 5 item dalam dimensi dedikasi
dan 6 item dalam dimensi absorption (terlarut). Shaleh (2016) tentang analisis
faktor totalitas kerja, menganalisis daya item dan realibilitas alat ukur. Dari
keseluruhan item yang dihitung dalam uji daya beda korelasi item hanya ada 12
item dinyatakan memiliki daya beda yang baik dalam analisis eksploratori. terdiri
dari 4 item dalam dimensi semangat, 4 item dalam dimensi dedikasi dan 4 item
dalam dimensi keterlarutan. Adapun blue print dari skala totalitas kerja
berdasarkan dimensi-dimensinya dapat dilihat pada tabel berikut:
42
3.5. Blue Print Skala Totalitas Kerja
3.4 Uji Validitas Konstruk Alat Ukur
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini penulis
menggunakan Confirmatory Faktor Analysis (CFA). Sebagai prosedur
konfirmasi, CFA merupakan metode untuk menilai validitas konstruk pengukuran,
bukan sarana untuk pengurangan data. Validitas konstruk didukung jika struktur
faktor skala konsisten dengan konstruksi instrumen yang akan diukur. Konfirmasi
hipotesis struktur faktor yang paling memadai adalah dengan teknik analisis faktor
konfirmatori.
Dalam analisis faktor konfirmatori, struktur faktor secara eksplisit dihipotesiskan
dan diuji untuk cocok dengan struktur kovarians dari variabel yang diukur.
Pendekatan ini juga memungkinkan untuk menguji model fit faktor. Meskipun
pendekatan ini berguna untuk konfirmasi teori, prosedur CFA memberikan
pedoman untuk "model pemangkasan," atau model modifikasi, yang dapat
No Aspek
Indikator
Butir soal Jumlah
1 Dedikasi Terlibat sangat kuat dalam
pekerjaan.
Bangga akan pekerjaannya.
Antusias dalam bekerja.
3, 4, 7,11 4
2 Semangat Curahan energi dan mental yang kuat.
Semangat dalam bekerja.
Keberanian untuk berusaha
sekuat tenaga dalam
menyelesaikan pekerjaan.
1, 2, 5, 10 4
3 Keterlarutan Larut dalam pekerjaan.
Sulit lepas dari pekerjaan.
Waktu terasa berlalu begitu cepat ketika bekerja
6, 8, 9,12 4
Jumlah 12
43
menunjukkan perubahan dalam struktur faktor yang diusulkan. Dengan demikian,
prosedur konfirmasi dapat digunakan untuk merevisi dan menyempurnakan
instrumen dan struktur faktorial mereka (Floyd & Widaman, 1995). Adapun
logika CFA adalah sebagai berikut (Umar, 2012) :
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran
terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-
itemnya.
2. Disusun hipotesa/teori bahwa seluruh item yang disusun adalah valid
mengukur konstruk yang didefinisikan. Dengan kata lain diteorikan
(hipotesis) bahwa hanya ada 1 faktor yang diukur yaitu konstruk yang
didefiniskan (teori unidimensional).
3. berdasarkan data yang diperoleh kemudian dihitung matriks korelasi antar
item, yang disebut dengan matriks S.
4. Matriks korelasi tersebut digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi
yang seharusnya terjadi menurut teori/model yang ditetapkan. Jika
teori/hipotesis pada butir 2 adalah benar, maka semestinya item hanya
mengukur satu factor saja (unidimensional).
5. Uji validitas konstruk dilakukan dengan menguji hipotesis bahwa S=∑ atau
dapat dituliskan Ho : S - ∑ = 0. Uji hipotesis ini misalnya dilakukan
menggunakan uji chi square, diaman jika chi square tidak signifikan (p>0.05)
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (Ho) tidak ditolak. Artinya,
44
teori yang mengatakan bahwa semua item hanya mengukur satu konstruk saja
terbukti sesuai (fit) dengan data.
6. Jika telah terbukti model unidimensional (satu factor) fit dengan data maka
yang dapat dilakukan seleksi terhadap item menggunakan 3 kriteria, yaitu:
- Item yang muatan faktornya tidak signifikan di drop karena ridak
memberikan informasi yang secara statistik bermakna.
- Item yang memiliki koefisien muatan factor negative juga di drop karena
mengukur hal yang berlawanan dengan konsep yang didefinisikan. Namun
demikian, harus diperiksa dahulu apakah item yang pernyataannya
unfavorable atau negatif sudah sesuai (di reverse) skornya sehingga menjadi
positif. Hal ini berlaku khusus untuk item dimana tidak ada jawaban benar
ataupun salah.
- Item juga dapat di drop jika residual (kesalahan pengukuran) berkorelasi
dengan banyak residual item yang lainnya, karena ini berarti bahwa item
tersebut mengukur juga hal selain konstruk yang hendak diukur.
Dalam penelitian ini, peneliti tidak menggunakan raw score/skor mentah (hasil
menjumlahkan skor item). Item-item inilah yang diolah untuk mendapatkan
faktor skor pada tiap skala. Dengan demikian, perbedaan kemampuan masing-
masing item dalam mengukur apa yang hendak diukur ikut menetukan dalam
menghitung faktor skor (true score). True score inilah yang dianalisis pada
penelitian ini.
Untuk kemudian didalam penafsiran hasil analisis maka penulis
mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi
45
T score yang memiliki mean= 50 dan standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak
ada responden yang mendapat skor negatif, adapun rumus T score adalah:
T score = (10 x skor faktor) = + 50
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software LISREL
8.70. Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan dalam subab berikut:
3.4.1 Uji Validitas Item Kesejahteraan Subjektif
Penulis menguji apakah 20 item dari skala kesejahteraan subjektif yang bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur kesejahteraan subjektif saja. Dari
hasil Cinfirmatory Factor analysis (CFA) yang dilakukan dengan model first
order, ternyata didapatkan hasil analisis bahwa model tidak fit, oleh sebab itu,
peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square=245,56 , df=104, P-value=0.000000,
RMSEA=0.049 seperti pada gambar dibawah ini :
46
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di
drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran kesejahteraan
subjektif disajikan pada tabel 3.6 berikut:
Tabel 3.6. Muatan Faktor Item Skala Kesejahteraan Subjektif
No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1 0.68 0,04 17.88 √
2 0.72 0,04 18.68 √
3 0.62 0,04 15.81 √
4 0.49 0.05 10.56 √
5 0.81 0.04 22.39 √
6 0.79 0.04 22.06 √
7 0.86 0.03 24.90 √
8 0.69 0.04 18.38 √
9 0.64 0.04 16.65 √
10 0.44 0.04 10.53 √
11 0.52 0.04 12.97 √
12 0.28 0.04 6.66 √
13 0.64 0.04 15.58 √
14 0.41 0.04 9.87 √
15
16
17
18
19
20
0.67
0.38
0.39
0.55
0.39
0.54
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
16.50
9.26
9.40
13.34
9.42
13.10
√
√
√
√
√
√
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.5, setelah dilakukan pengujian CFA, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t >1,96 atau t <1,96. Berdasarkan
kriteria semua, 20 item kesejahteraan subjektif merupakan item yang valid
47
berdasarkan dua kriteria yang dijelaskan sebelumnya yaitu muatan faktor tidak
boleh memiliki nilai negatif, t value memiliki nilai t >19,6 atau t < 1,96.
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Job Crafting
Penulis menggunakan CFA model multifakor dengan tiga faktor dalam menguji
validitas alat ukur job crafting beserta ketiga dimensinya. Artinya, suluruh item
dari job crafting diuji secara stimulant beserta tiga dimensinya. Peneliti menguji
apakah 12 item dari job crafting bersifat unidimensional atau semua item
mengukut sesuai dengan dimensinya masing-masing.
Berdasarkan hasil awal CFA yang dilakukan ternyata menghasilkan model yang
tidak fit dengan perolehan nilai Chi-Square=857.33, df=51, P-value=0.00000,
RMSEA=0.168. Oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model,
maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=32.55, df=27, P-value=0.21222,
RMSEA=0.019.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di
drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran job crafting disajikan
pada tabel 3.7 berikut:
48
Tabel 3.7. Muatan Faktor Item Skala Job Crafting
No Item Koefisien Standar
error
Nilai t Signifikan
Seeking Recources
1 0.54 0.05 11.89 √
2 0.75 0.04 16.95 √
3 0.79 0.04 19.07 √
4 0.72 0.04 17.59 √
Seeking Challenges
5 0.39 0.06 6.91 √
6 0.15 0.05 3.22 √
7 0.53 0.05 11.28 √
8 0.77 0.05 14.84 √
Reducing Demands
9 0.73 0.04 17.88 √
10 0.78 0.04 19.84 √
11 0.90 0.04 23.15 √
12 0.49 0.04 11.73 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.7 Setelah dilakukan pengujian CFA, nilai t bagi koefisien
muatan faktor seluru item bermuatan positif dan memiliki nilai t > 1.96, artinya
seluruh muatan faktor dari item signifikan mengukur sumber daya pekerjaan dan
tidak ada yang di drop.
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Syukur
3.4.3.1 Sense Of Abudance
Peneliti menguji apakah 6 item dari skala sense of abudance yang bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur sense of abudance saja. Dari hasil
Confirmatory Factor analysis (CFA) yang dilakukan dengan model first order,
ternyata didapatkan hasil analisis bahwa model tidak fit dengan Chi-
Square=200,10 , df=9, P-value=0.00000, RMSEA=0.195. Oleh sebab itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
49
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square=5,51 , df=2, P-value=0.13767, RMSEA=0.039.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di
drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran sense of abudance
disajikan pada tabel 3.8. berikut:
Tabel 3.8. Muatan Faktor Item Sense Of Abudance
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
3 0.00 0.05 0.06 X
11 0.44 0.04 10.08 √ 14 0.89 0.04 21.16 √
15 0.68 0.04 16.05 √
16 0.54 0.06 9.38 √ 18 0.66 0.04 15.69 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.8, setelah dilakukan pengujian CFA, nilai t bagi koefisien
muatan faktor seluruh item bermuatan positif, artinya seluruh muatan faktor dari
item sesuai dengan sifat item. Akan tetapi, muatan faktor pada item nomor 1 tidak
signifikan karena nila t<1.96. Dengan demikian item 1 di drop dan tidak diikutkan
pada analisis berikutnya.
3.4.3.2. Sense Appreciation For Other
Penulis menguji apakah 6 item dari skala appreciation for others yang bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur appreciation for other saja. Dari
hasil Confirmatory Factor analysis (CFA) yang dilakukan dengan model first
50
order, ternyata didapatkan hasil analisis bahwa model tidak fit dengan Chi-
Square=104.26 , df=9, P-value=0.00000, RMSEA=0.137. Oleh sebab itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square=11.17 , df=6, P-value=0.08341, RMSEA=0.039.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di
drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor dari item. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran simple
appreciation disajikan pada tabel 3.9 berikut:
Tabel 3.9. Muatan Faktor Item Sense appreciation for others
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1 0.49 0.04 11.67 √ 2 0.24 0.04 5.52 √
10 0.68 0.04 17.50 √
12 0.88 0.04 24.03 √ 13 0.87 0.04 23.78 √
17 0.70 0.04 17.12 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.9, setelah dilakukan pengujian CFA, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t >1,96 atau t <1,96. Berdasarkan
kriteria semua, 6 item appreciation for others merupakan item yang valid
berdasarkan dua kriteria yang dijelaskan sebelumnya yaitu muatan faktor tidak
boleh memiliki nilai negatif, t value memiliki nilai t >19,6 atau t < 1,96.
3.4.3.2 Simple Appreciation
Penulis menguji apakah 6 item dari skala simple appreciation yang bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur simple appreciation saja. Dari
51
hasil Confirmatory Factor analysis (CFA) yang dilakukan dengan model first
order, ternyata didapatkan hasil analisis bahwa model tidak fit dengan Chi-
Square=184.01 , df=9, P-value=0.00000, RMSEA=0.186. Oleh sebab itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square=6.19 , df=5, P-value=0.28848, RMSEA=0.021.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di
drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran simple appreciation
disajikan pada tabel 3.10. berikut:
Tabel 3.10. Muatan Faktor Item Simple Appreciation
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1 0.49 0.04 11.67 √ 2 0.24 0.04 5.52 √
10 0.68 0.04 17.50 √
12 0.88 0.04 24.03 √ 13 0.87 0.04 23.78 √
17 0.70 0.04 17.12 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.10, setelah dilakukan pengujian CFA, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t >1,96 atau t <1,96. Berdasarkan
kriteria semua, 6 item simple appreciation merupakan item yang valid
berdasarkan dua kriteria yang dijelaskan sebelumnya yaitu muatan faktor tidak
boleh memiliki nilai negatif, t value memiliki nilai t >19,6 atau t < 1,96.
52
3.4.4 Uji Validitas Konstruk Totalitas Kerja
Penulis menggunakan CFA model multifakor dengan tiga faktor dalam menguji
validitas alat ukur totalitas kerja beserta ketiga dimensinya. Artinya, suluruh item
dari totalitas kerja diuji secara stimulant beserta tiga dimensinya. Peneliti menguji
apakah 12 item dari totalitas kerja bersifat unidimensional atau semua item
mengukut sesuai dengan dimensinya masing-masing.
Berdasarkan hasil awal CFA yang dilakukan ternyata menghasilkan model yang
tidak fit dengan perolehan nilai Chi-Square=1341.04, df=51, P-value=0.00000,
RMSEA=0.212. Oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model,
dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu
sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=24.26, df=16, P-
value=0.08402, RMSEA=0.030.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di
drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran totalitas kerja
disajikan pada tabel 3.11. berikut:
53
Tabel 3.11. Muatan Faktor Item Skala Totalitas Kerja
No Item Koefisien Standar
error
Nilai t Signifikan
Dedikasi
3 0.73 0.04 18.93 √
4 0.94 0.04 25.65 √
7 0.65 0.04 15.30 √
11 0.58 0.04 15.12 √
Semangat
1 0.70 0.04 18.16 √
2 0.73 0.04 17.76 √
5 0.63 0.04 16.16 √
10 0.64 0.04 16.46 √
Keterlarutan
6 1.16 0.09 13.45 √
8 0.44 0.05 9.41 √
9 0.50 0.05 10.94 √
12 0.88 0.05 17.26 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.10 Setelah dilakukan pengujian CFA, nilai t bagi koefisien
muatan faktor seluru item bermuatan positif dan memiliki nilai t > 1.96, artinya
seluruh muatan faktor dari item signifikan mengukur sumber daya pekerjaan dan
tidak ada yang di drop
3.5 Metode Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data, digunakan Confirmatory Factor Analysis
(CFA) untuk melihat validitas konstruk setiap item serta menguji struktur faktor
yang diturunkan secara teoritis. Analisis faktor adalah metode analisis statistic
yang digunakan untuk mereduksi faktor-faktor yang mempengaruhi suatu variabel
menjadi beberapa set indicator saja, tanpa kehilangan informasi yang berarti.
Melalui analisis faktor akan didapatkan data variabel konstruk (skor faktor)
sebagai data input analisis data lebih lanjut atau sebagai data penelitian.
54
Untuk menguji hipotesis penelitian, penulis menggunakan analisis regresi
berganda. Dalam hal ini yang dijadikan DV (variabel yang dianalisis varianya)
adalah kesejahteraan subjektif, sedangkan yang dijadikan IV atau predictor adalah
seeking recources, seeking challenges, reducing demands, sense of abundance,
simple appreciation, appreciation for others, dedikasi, semangat, dan
keterlarutan.
Karena dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis
statistik, maka hipotesis penelitian yang ada diubah menjadi hipotesis nihil.
Hipotesis nihil inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya. Pada
penelitian ini digunakan analisis regresi berganda di mana terdapat lebih dari satu
variabel bebas untuk memprediksi variabel terikat. Pada penelitian ini terdapat
tujuh independent variable (variabel bebas) dan satu dependent variable (variabel
terikat). Adapun persamaan regresi berganda untuk penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Y’ = a + b1X1 + b2x2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 e
Keterangan :
Y’ = Nilai prediksi Y (Sikap terhadap perubahan organisasi)
a = intercept (konstan)
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = Seeking recources
X2 = Seeking challenges
X3 = Reducing Demands
X4 = Sense of abundence
X5 = Simple appreciation
X6 = Appreciation for others
X7 = Dedikasi
X8 = Semangat
X9 = Keterlarutan
e = residu
55
Melalui analisis regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien
korelasi berganda antara kesejahteraan subjektif (DV) dengan seeking recources,
seeking challenges, reducing demands, sense of abundance, simple appreciation,
appreciation for others, dedikasi, semangat, dan keterlarutan (IV).
R2 menunjukan variasi atau perubahan dependent variable (Y) yang disebabkan
oleh independent variable (X) atau yang digunakan untuk mengetahui besarnya
perngaruh independent variable (X) terhadap dependent variable (Y) atau
merupakan perkiraan proporsi varians dari kesejahteraan sujektif yang dijelaskan
oleh seeking recources, seeking challenges, reducing demands, sense of
abundance, simple appreciation, appreciation for others, dedikasi, semangat, dan
keterlarutan. Untuk mendapatkan nilai R2 digunakan rumus sebagai berikut:
𝑅2 = 𝑆𝑆𝑟𝑒𝑔
𝑆𝑆𝑦
Keterangan:
R2 = Proporsi varians yang bisa dijelaskan oleh keseluruhan IV
SSreg = Jumlah kuadrat regresi yang dapat dihitung jika koefisien regresi telah
diperoleh.
SSy = Jumlah kuadrat dari DV (Y)
Selanjutnya R2 dapat diuji signifikansinya seperti uji signifikansi F-test. Selain itu
juga, uji signifikansi bisa juga dilakukan dengan tujuan melihat apakah pengaruh
dari IV terhadap DV signifikan atau tidak. Pembagi disini adalah R2 itu sendiri
dengan df-nya, yaitu sejumlah IV yang dianalisis sedangkan penyebutnya (1-R2)
dibagi dengan df-nya (N-k-1) dimana N adalah total sampel untuk df dari pembagi
56
sebagai numerator sedangkan df penyebut sebagai denumerator. Adapun rumus
untuk uji F terhadap R2 adalah:
𝐹 = 𝑅2 𝑘⁄
(1 − 𝑅2) (𝑁 − 𝑘 − 1)⁄
Keterangan :
R2 = proporsi varians
k = banyaknya independent variable
N = ukuran sampel
Di mana K adalah banyaknya IV dan N adalah besarnya sampel. Apabila nilai F
itu siginifikan (p<0,05), maka berarti seluruh IV secara bersama-sama memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap DV. Adapun langkah berikutnya menguji
signifikansi pengaruh masing-masing IV terhadap DV. Hal ini dilakukan melalui
uji t (t-test) terhadap setiap koefisien regresi. Jika nilai t > 1,96 maka berarti IV
yang bersangkutan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DV, dan
sebaliknya. Adapun rumus t-test yang digunakan adalah :
𝑡𝑖 =𝑏𝑖
𝑆𝑏𝑖
Di mana bi adalah koefisien regresi untuk IV(i) dan Sbi adalah standar deviasi
sampling dari 𝑏𝑖 .
Sebagai langkah terakhir adalah uji signifikan terhadap proporsi varian yang
disumbangkan oleh masing-masing IV dalam mempengaruhi DV. Dalam hal ini
penulis melakukannya melalui analisis regresi berganda yang bersifat berjenjang
57
atau stepwise. Artinya dilakukan analisis regresi berulang-ulang dimulai dengan
hanya satu IV kemudian dengan dua IV, dilanjutkan dengan tiga IV, dan
seterusnya sampai IV ke tujuh. Setiap kali dilakukan analisis regresi akan
diperoleh nilai R2. Setiap kali ditambahkan IV baru diharapkan terjadi
peningkatan R2 secara signifikan.
Jika pertambahan R2 (R2 change) signifikan secara statistik maka berarti IV baru
yang ditambahkan tersebut cukup penting secara statistik maupun dalam upaya
memprediksi DV serta untuk menguji hipotesis apakah IV bersangkutan
signifikan pengaruhnya. Setiap pertambahan R2 ketika satu IV baru ditambahkan
adalah menunjukan besarnya sumbangan unik IV tersebut terhadap bervariasinya
DV setelah pengaruh dari beberapa IV terdahulu diperhitungkan dampaknya. Oleh
sebab itulah analisis regresi secara sequential seperti ini dikenal dengan sebutan
stepwise regression. Adapun rumus yang digunakan untuk menguji signifikan
tidaknya pertambahan proporsi varian (R2 change) adalah sebagai berikut :
𝐹 =(RT
2 −RS2) (𝑇−𝑆)⁄
(1−𝑅𝑇2) (𝑁−𝑇−1)⁄
dengan 𝑑𝑓 = (𝑇 − 𝑆) dan (𝑁 − 𝑇 − 1)
Disini, RT2 adalah nilai R2 yang dihasilkan setelah IV baru ditambahkann kedalam
persamaan, dan RS2 adalah nilai R2 yang diperoleh sebelum IV baru ditambahkan.
Sedangkan T adalah banyaknya IV pada RT2 , dan S adalah banyaknya IV pada RS
2 .
N adalah besarnya sampel penelitian. Rumus ini bersifat generik, artinya bisa
digunakan untuk menguji signifikan tidaknya pertambahan R2 baik untuk
pertambahan satu IV maupun untuk pertambahan beberapa IV.
58
Jika nilai F yang dihasilkan signifikan berarti proporsi varian yang dapat
dijelaskan dan merupakan sumbangan dari IV yang ditambahkan adalah signifikan
secara statistik. Jadi rumus ini bisa diuji signifikan tidaknya pertambahan IV baik
hanya dengan menambahkan satu IV maupun dengan menambahkan beberapa IV
sekaligus. Misalnya untuk menguji hipotesis mayor dalam penelitian ini, penulis
menggunakan rumus diatas untuk mengetahui apakah sumbangan proporsi varian
sekelompok IV.
59
BAB 4
HASIL DAN ANALISIS DATA
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Total sampel dalam penelitian ini adalah 562 pegawai di perusahaan swasta
dibidang alat berat dan Bank Daerah.
Tabel 4.1
Lokasi Pengambilan Data
No Lokasi Jumlah
1 Bank Daerah 385
2 Pegawai Swasta 177
Jumlah 562
Berdasarkan data pada tabel diatas dapat diketahui bahwa dari total 562 sampel
terdapat 385 orang bekerja di Bank Daerah dan 177 bekerja di pabrik.
Tabel 4.2
Gambaran Subjek Penelitian
No Jenis Kelamin Jumlah Presentasi
1 Laki-laki 290 51.5
2 Perempuan 272 48.5
Jumlah 562 100
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat diketahui bahwa dari jumlah sampel
sebanyak 562 orang, terdapat 51.5% merupakan Laki-laki dan 48.5% merupakan
perempuan.
Tabel 4.3
Gambaran Status Pernikahan
No Status
Pernikahan
Jumlah Presentasi
1 Menikah 266 47.4
2 Lajang 296 52.6
Jumlah 100
60
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat diketahui bahwa dari jumlah sampel
sebanyak 562 orang, terdapat 267 atau 46.4% yang sudah menikah dan 296 atau
52.6% yang masih lajang.
4.2 Analisis Deskriptif Variabel
Sebelum dilakukan uji hipotesis, penulis akan melakukan analisis deskriptif. Hasil
analisis deskriptif adalah hasil gambaran mengenai data dalam suatu penelitian.
Dalam penelitian ini, hasil analisis deskriptif akan menyajikan nilai minimum,
maksimum, mean, dan standard deviasi serta kategorisasi tinggi dan rendahnya
skor variabel penelitian. Gambaran mengenai hasil deskriptif akan disajikan
dalam bentuk tabel di bawah ini:
Tabel 4.4
Analisis Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Kesejahteraan subjektif 562 7.27 72.99 50.0000 9.44897
Seeking Recources 562 13.13 70.88 50.0000 8.65387
Seeking Challenges 562 26.78 69.05 50.0000 7.93952
Reducing Demands 562 11.70 68.40 50.0000 8.90927
Sense of abundance 562 6.03 64.35 50.0000 8.62967
Appreciation for others 562 14.71 66.76 50.0000 8.84196
Simple appreciation 562 18.77 62.88 50.0000 9.04216
Dedikasi 562 24.42 70.26 50.0000 7.82319
Semangat 562 12.54 67.91 50.0000 9.06547
keterlarutan 562 24.80 70.85 50.0000 8.94096
Valid N (listwise) 562
Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada table 4.4, dapat diketahui bahwa
nilai minimum dari kesejahteraan subjektif adalah 7.27 dengan nilai maksimum =
72.99, mean=50 dan SD = 9.44897. Kedua, seeking recources dengan nilai
minimum = 13.13, nilai maksimum 70.88, mean = 50, dan SD = 8.65387. Ketiga,
seeking challenges dengan nilai minimum = 26.78, nilai maksimum = 69.05,
61
mean = 50, dan SD = 7.93952. Keempat, reducing demands dengan nilai
minimum 11.70, nilai maksimum = 68.40, mean = 50, dan SD = 8.90927. Kelima,
sense of abundance dengan nilai minimum = 6.46, nilai maksimum = 64.35, mean
= 50, dan SD = 8.62967. Keenam, apprecitation for others dengan nilai minimum
= 14.71, nilai maksimum = 66.76, mean = 50, dan SD = 8.84196. Ketujuh, simple
appreciation dengan nilai minimum = 18.77, nilai maksimum = 62.88, mean = 50,
dan SD = 9.04216. Kedelapan, dedikasi dengan nilai minimum = 24.42, nilai
maksimum = 70.26, mean = 50, dan SD = 7.82319. Kesembilan, semangat dengan
nilai minimum = 12.54, nilai maksimal = 67.91, mean = 50, dan SD = 9.06547.
Kesepuluh, keterlarutan dengan nilai minimum = 24.80, nilai maksimum 70.85,
mean = 50, dan SD = 8.94096.
4.3. Kategori Skor Variabel
Setelah melakukan deskripsi statistik dari masing-masing variabel penelitian,
maka hal yang perlu dilakukan adalah pengkategorisasian terhadap data penelitian
dengan menggunakan standar deviasi dan mean dari t-score. Dalam hal ini,
ditetapkan norma pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
Norma Skor Kategorisasi
Norma Intepretasi
X < Mean – 1Standar Deviasi Rendah
Mean – 1Standar Deviasi ≤ X ≤ Mean + 1Standar
Deviasi Sedang
X > Mean +1Standar Deviasi Tinggi
Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentasi
kategori masing-masing variabel penelitian. Masing-masing variabel akan
dikategorikan sebagai rendah, sedang, dan tinggi.
62
4.3.1. Kategori Skor Variabel Kesejahteraan Subjektif
Pada tabel 4.6 menunjukkan sebaran kesejahteraan subjektif yang dibagi menjadi
tiga kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu tinggi, rendah, dan
sedang.
Tabel 4.6
Kategorisasi Tingkat Kesejahteraan Subjektif
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 55 9.8 Sedang 438 77.9
Tinggi 69 12.3
TOTAL 562 100.0
Berdasarkan tabel 4.6, ditemukan bahwa 9.8% dari total responden memiliki
tingkat kesejahteraan subjektif tinggi, sementara 77.9% responden memiliki
tingkat kesejahteraan subjektif sedang, dan 12.3% responden memiliki tingkat
kesejahteraan subjektif rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan
responden yang diteliti, tingkat kesejahteraan subjektif yang paling dominan
berada pada kategori sedang.
4.3.2. Kategorisasi Skor Variabel Seeking Recources
Pada tabel 4.7 menunjukkan sebaran seeking recources yang dibagi menjadi tiga
kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu tinggi, rendah, dan
sedang.
Tabel 4.7
Kategorisasi Tingkat Seeking Recources
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 48 8.5
Sedang 455 81.0 Tinggi 59 10.5
TOTAL 562 100.0
63
Berdasarkan tabel 4.7, ditemukan bahwa 9.8% dari total responden memiliki
tingkat seeking recources tinggi, sementara 77.9% responden memiliki tingkat
seeking recources sedang, dan 12.3% responden memiliki tingkat seeking
recources rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang
diteliti, tingkat seeking recources yang paling dominan berada pada kategori
sedang.
4.3.3. Kategorisasi Skor Variabel Seeking Challenges
Pada tabel 4.8 menunjukkan sebaran seeking challenges yang dibagi menjadi tiga
kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu tinggi, rendah, dan
sedang.
Tabel 4.8.
Kategorisasi Tingkat Seeking Challenges
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 81 14.8
Sedang 430 76.5 Tinggi 49 8.7
TOTAL 562 100.0
Berdasarkan tabel 4.8, ditemukan bahwa 8.7% dari total responden memiliki
tingkat seeking challenges tinggi, sementara 76.5% responden memiliki tingkat
seeking challenges sedang, dan 14.8% responden memiliki tingkat seeking
challenges rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang
diteliti, tingkat seeking challenges yang paling dominan berada pada kategori
sedang.
64
4.3.4. Kategorisasi Skor Variabel Reducing Demands
Pada tabel 4.9 menunjukkan sebaran Reducing demands yang dibagi menjadi tiga
kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu tinggi, rendah, dan
sedang.
Tabel 4.9.
Kategorisasi Tingkat Reducing Demands
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 66 11.7
Sedang 418 74.4 Tinggi 78 13.9
TOTAL 562 100.0
Berdasarkan tabel 4.9, ditemukan bahwa 13.9% dari total responden memiliki
tingkat reducing demands tinggi, sementara 74.4% responden memiliki tingkat
reducing demands sedang, dan 13.9% responden memiliki tingkat reducing
demands rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang
diteliti, tingkat reducing demands yang paling dominan berada pada kategori
sedang.
4.3.5. Kategorisasi Skor Variabel Sense Of Abundance
Pada tabel 4.10 menunjukkan sebaran sense of abundance yang dibagi menjadi
tiga kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu tinggi, rendah, dan
sedang.
Tabel 4.10.
Kategorisasi Tingkat Sense Of Abundance
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 38 6.8
Sedang 429 76.3
Tinggi 95 16.9
TOTAL 562 100.0
65
Berdasarkan tabel 4.10, ditemukan bahwa 16.9% dari total responden
memiliki tingkat sense of abundence tinggi, sementara 76.3% responden memiliki
tingkat sense of abundence sedang, dan 6.8% responden memiliki tingkat sense of
abundence rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang
diteliti, tingkat sense of abundance yang paling dominan berada pada kategori
sedang.
4.3.6. Kategorisasi Skor Variabel Sense Appreciation For Others
Pada tabel 4.11 menunjukkan sebaran sense appreciation for others yang dibagi
menjadi tiga kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu tinggi,
rendah, dan sedang.
Tabel 4.11.
Kategorisasi Tingkat Sense Appreciation For Others
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 39 6.9
Sedang 419 74.6 Tinggi 104 18.5
TOTAL 562 100.0
Berdasarkan tabel 4.11, ditemukan bahwa 18.5% dari total responden
memiliki tingkat sense appreciation for others tinggi, sementara 74.6% responden
memiliki tingkat sense appreciation for others sedang, dan 6.9% responden
memiliki tingkat sense appreciation for others rendah. Dapat disimpulkan bahwa
dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat sense appreciation for others
yang paling dominan berada pada kategori sedang.
66
4.3.7. Kategorisasi Skor Variabel Simple Appreciation
Pada tabel 4.12 menunjukkan sebaran simple appreciation yang dibagi menjadi
tiga kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu tinggi, rendah, dan
sedang.
Tabel 4.12.
Kategorisasi Tingkat Simple Appreciation
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 33 5.9
Sedang 422 75.1 Tinggi 107 19.0
TOTAL 562 100.0
Berdasarkan tabel 4.12, ditemukan bahwa 19% dari total responden memiliki
tingkat simple appreciation tinggi, sementara 75.1% responden memiliki tingkat
simple appreciation sedang, dan 5.9% responden memiliki tingkat simple
appreciation rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang
diteliti, tingkat simple appreciation yang paling dominan berada pada kategori
sedang.
4.3.8. Kategorisasi Skor Variabel Dedikasi
Pada tabel 4.13 menunjukkan sebaran dedikasi yang dibagi menjadi tiga kategori
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu tinggi, rendah, dan sedang.
Tabel 4.13.
Kategorisasi Tingkat Dedikasi
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 53 9.4
Sedang 449 79.9
Tinggi 60 10.7
TOTAL 562 100.0
Berdasarkan tabel 4.13, ditemukan bahwa 10.7% dari total responden
memiliki tingkat dedikasi tinggi, sementara 79.9% responden memiliki tingkat
67
dedikasi sedang, dan 9.4% responden memiliki tingkat dedikasi rendah. Dapat
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat dedikasi
yang paling dominan berada pada kategori sedang.
4.3.9. Kategorisasi Skor Variabel Semangat
Pada tabel 4.14 menunjukkan sebaran semangat yang dibagi menjadi tiga kategori
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu tinggi, rendah, dan sedang.
Tabel 4.14.
Kategorisasi Tingkat Semangat
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 60 10.7
Sedang 25 75.6 Tinggi 77 13.7
TOTAL 562 100.0
Berdasarkan tabel 4.14, ditemukan bahwa 13.7% dari total responden
memiliki tingkat semangat tinggi, sementara 75.6% responden memiliki tingkat
semangat sedang, dan 10.7% responden memiliki tingkat semangat rendah. Dapat
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat semangat
yang paling dominan berada pada kategori sedang.
4.3.10. Kategorisasi Skor Variabel Keterlarutan
Pada tabel 4.15 menunjukkan sebaran keterlarutan yang dibagi menjadi tiga
kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu tinggi, rendah, dan
sedang.
Tabel 4.15.
Kategorisasi Tingkat Keterlarutan
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 36 6.4
Sedang 464 82.6
Tinggi 62 11.0
TOTAL 562 100.0
68
Berdasarkan tabel 4.15, ditemukan bahwa 11% dari total responden memiliki
tingkat keterlarutan tinggi, sementara 82.6% responden memiliki tingkat
keterlarutan sedang, dan 6.4% responden memiliki tingkat keterlarutan rendah.
Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat
keterlarutan yang paling dominan berada pada kategori sedang.
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
Pada tahapan uji hipotesis penelitian, penulis menggunakan teknik analisis regresi
dengan software SPSS 20 seperti yang sudah dijelaskan pada bab 3. Dalam regresi
ada tiga hal yang dilihat, pertama melihat R Square untuk mengetahui presentase
(%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable, kedua
apakah keseluruhan independent variable berpengaruh secara signifikan terhadap
dependent variable, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien
regresi dari masing-masing independent variable. Langkah pertama peneliti
melihat besaran R square untuk mengetahui presentase (%) varians dependent
variable yang dijelaskan oleh independent variable. Selanjutnya untuk tabel R
square, dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut:
Tabel 4.16
R square Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .545a .297 .286 7.98470
a. Predictors: (Constant), seeking recources, seeking challenges, reducing demands, sense of
abundance, sense appreciaton for others, simple appreciation, dedikasi, semangat, keterlarutan.
Pada tabel 4.16 dapat dilihat bahwa diperoleh R-Square sebesar 0.297 atau 29.7%.
Artinya, proporsi varian dari kesejahteraan subjektif yang dijelaskan oleh job
crafting (seeking recources, seeking challenges, reducing demands), syukur
69
(senses of abundance, sense appreciation for others, simple appreciation) dan
totalitas kerja adalah sebesar 29.7%, sedangkan 70.3% sisanya dipengaruhi oleh
variabel lain di luar penelitian ini. Langkah kedua peneliti menguji apakah seluruh
independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan subjektif.
Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.17
Tabel 4.17
Anova pengaruh seluruh IV terhadap DV
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 14894.787 9 1654.976 25.958 .000b
Residual 35193.007 552 63.755
Total 50087.794 561
a. Predictors: (Constant), ), seeking recources, seeking challenges, reducing demands, sense of
abundance, sense appreciaton for others, simple appreciation, dedikasi, semangat, keterlarutan
b. Dependent Variable: KS
Berdasarkan uji F pada tabel 4.17 , dapat dilihat bahwa nilai p (Sig.) pada kolom
paling kanan adalah p = 0.000 dengan nilai p<0.05. Jadi, dengan demikian
hipotesis nihil yang berbunyi “tidak ada pengaruh job crafting, syukur dan
totalitas kerja terhadap kesejahteraan subjektif” ditolak. Artinya, ada pengaruh
signifikan job crafting (seeking recources, seeking challenges, reducing
demands), syukur (sense of abundance, sense appreciation for others, simple
appreciation) dan totalitas kerja (dedikasi, semangat, keterlarutan) terhadap
kesejahteraan subjektif.
Langkah selanjutnya, peneliti melihat koefisien regresi dari masing-masing IV.
Jika sig <0,05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti variabel
independen tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan
subjektif. Adapun besarnya koefisien regresi dari masing-masing variabel
independen terhadap kesejahteraan subjektif dapat dilihat pada tabel 4.18.
70
Tabel 4.18
Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 11.643 3.678 3.165 .002
Seeking recourse .075 .047 .069 1.607 .109
Seeking challenges -.038 .046 -.032 -.840 .401
Reducing demands .092 .044 .087 2.089 .037* Sense of abundence .093 .061 .084 1.517 .130
Appreciation for others -.108 .045 -.098 -2.341 .020*
Simple appreciation .131 .057 .125 2.293 .022* Dedikasi .351 .066 .290 5.333 .000*
Semangat .285 .045 .273 6.295 .000*
Keterlarutan -.116 .050 -.110 -2.337 .020* a. Dependent Variable: KS
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.18, maka persamaan regresinya sebagai
berikut: (*signifikan)
Kesejahteraan Subjektif = 11.643 + 0.075seeking recources - 0.38seeking
challenges + 0.092*reducing demans + 0.093sense of abundance -
0.108*appreciation for others + 0.131*simple appreciation + 0.351*dedikasi +
0.285*semangat - 0.116*keterlarutan
Dari persamaan regresi tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat enam varibel
yang nilai koefisien regresinya signifikan, yaitu: (1) reducing demands, (2) sense
of abundance, (3) appreciation for others, (3) simple appreciation, (4) dedikasi,
(5) semangat, (6) keterlarutan.
Sementara 3 variabel lain tidak signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi
yang diperoleh masing-masing independen variabel adalah sebagai berikut:
1. Variabel Seeking recources
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .075 dengan taraf signifikansi .109 (sig <
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh seeking
recources terhadap kesejahteraan subjektif diterima. Artinya variabel seeking
71
recources pengaruhnya tidak signifikan secara positif terhadap kesejahteraan
subjektif.
2. Variabel Seeking challenges
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -.038 dengan taraf signifikansi .401 (sig <
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh seeking
challenges terhadap kesejahteraan subjektif diterima. Artinya variabel seeking
challenges pengaruhnya tidak signifikan secara positif terhadap kesejahteraan
subjektif.
3. Variabel Reducing demands
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .092 dengan taraf signifikansi .037
(sig<0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
reducing demands terhadap kesejahteraan subjektif ditola. Artinya variabel
reducing demand pengaruhnya signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Arah
koefisien positif menjelaskan bahwa semakin tinggi variabel reducing demands,
maka semakin tinggi pula kesejehateraan subjektif.
4. Variabel Sense of abundance
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .093 dengan taraf signifikansi .130 (sig <
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengatuh sense of
abundance terhadap kesejahteraan subjektif diterima. Artinya variabel sense of
abundance pengaruhnya tidak signifikan secara positif terhadap kesejahteraan
subjektif.
72
1. Variabel Sense appreciation for others
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -.108 dengan taraf signifikansi .020 (sig <
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh sense
appreciation for others terhadap kesejahteraan subjektif ditolak. Artinya variabel
sense appreciation for others pengaruhnya signifikan terhadap kesejahteraan
subjektif. Arah koefisien negative menjelaskan bahwa semakin tinggi variabel
sense appreciation for others maka semakin rendah kesejehateraan subjektif.
2. Variabel Simple appreciation
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .131 dengan taraf signifikansi .022 (sig <
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh simple
appreciation terhadap kesejahteraan subjektif ditolak. Artinya variabel simple
appreciation pengaruhnya signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Arah
koefisien positif menjelaskan bahwa semakin tinggi variabel simple appreciation,
maka kesejahteraan subjektif akan semakin tinggi.
3. Variabel dedikasi
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .351 dengan taraf signifikansi .000 (sig <
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
dedikasi terhadap kesejahteraan subjektif ditolak. Artinya variabel dedikasi
pengaruhnya signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Araf koefisien positif
menjelaskan bahwa semakin tinggi variabel dedikasi maka semakin tinggi pula
kesejehateraan subjektif.
73
4. Variabel Semangat
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .285 dengan taraf signifikansi .000 (sig <
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
semangat terhadap kesejahteraan subjektif ditolak. Artinya variabel semangat
pengaruhnya signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Arah koefisien positif
menjelaskan bahwa semakin tinggi variabel semangat maka semakin tinggi pula
kesejehateraan subjektif.
5. Variabel Keterlarutan
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -.116 dengan taraf signifikansi .020 (sig <
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
keterlarutan terhadap kesejahteraan subjektif ditolak. Artinya variabel keterlarutan
pengaruhnya signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Arah koefisien negatif
menjelaskan bahwa semakin tinggi variabel keterlarutan maka semakin rendah
kesejehateraan subjektif.
Berdasarkan tabel 4.18, dapat diketahui koefisien regresi mana yang lebih kuat.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan koefisien regresi yang terstandarisasi
(standardized coefficient) atau beta (β) untuk melihat angka koefisien regresi
mana yang menunjukkan pengaruh yang lebih kuat terhadap variabel dependen.
Variabel optimism memiliki pengaruh yang paling kuat dengan nilai β= .366.
4.4.1 Pengujian Proporsi Varians Pada Setiap Variabel Independen
Selanjutnya peneliti ingin mengetahui bagaimana pernambahan proporsi varian
dari tiap variabel independen terhadap kesejahteraan subjektif.
74
Tabel 4.19
Proporsi varians
Pada tabel 4.19 kolom pertama adalah penambahan varians variabel dependen dari
tiap variabel independen yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom kedua
merupakan nilai murni varians variabel dependen dari tiap variabel independen
yang dimasukkan secara satu per satu, kolom ketiga adalah nilai F hitung bagi
variabel independen yang bersangkutan, kolom DF adalah derajat bebas bagi
variabel independen yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan
Model Summary
Model R R
Square
Change Statistics
R Square Change
F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .252a .063 .063 37.831 1 560 .000
2 .255b .065 .002 1.037 1 559 .309
3 .273c .074 .009 5.644 1 558 .018*
4 .328d .108 .033 20.905 1 557 .000*
5 .333e .111 .003 1.831 1 556 .177
6 .350f .123 .012 7.517 1 555 .006*
7 .484g .234 .112 80.925 1 554 .000*
8 .539h .290 .056 43.588 1 553 .000*
9 .545i .297 .007 5.461 1 552 .020*
a. Predictors: (Constant), seeking recources
b. Predictors: (Constant), seeking recources, seeking challenges
c. Predictors: (Constant), seeking recources, seeking challenges, reducing demands
d. Predictors: (Constant), seeking recources, seeking challenges, reducing demands, sense of
abundence
e. Predictors: (Constant), seeking recources, seeking challenges, reducing demands, sense of
abundance, sense appreciation for others
f. Predictors: (Constant), seeking recources, seeking challenges, reducing demands, sense of
abundance, sense appreciation for others, simple appreciation
g. Predictors: (Constant), seeking recources, seeking challenges, reducing demands, sense of
abundance, sense appreciation for others, simple appreciation, dedikasi
h. Predictors: (Constant), seeking recources, seeking challenges, reducing demands, sense of
abundance, sense appreciation for others, simple appreciation, dedikasi, semangat
i. Predictors: (Constant), seeking recources, seeking challenges, reducing demands, sense of
abundance, sense appreciation for others, simple appreciation, dedikasi, semangat
75
denumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai variabel independen
pada tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah
yang akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung. Apabila nilai F hitung lebih
besar daripada F tabel, maka kolom selanjutnya yaitu kolom signifikansi yang
akan dituliskan signifikan dan sebaliknya.
1. Variabel seeking recources memberikan sumbangan sebesar 6.3% dalam
varians kesejahteraan subjektif. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F = 1.037 dan df2 = 560.
2. Variabel seeking challenges memberikan sumbangan sebesar 0.2% dalam
varians kesejahteraan subjektif. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara
statistik dengan F = 37.831dan df2 = 559.
3. Variabel reducing demands memberikan sumbangan sebesar 0.9% dalam
varians kesejahteraan subjektif. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F = 5.644 dan df2 = 558.
4. Variabel sense of abundence memberikan sumbangan sebesar 3.3% dalam
kesejahteraan subjektif. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan
F = 20.905 dan df2 = 557.
5. Variabel sense appreciation for others memberikan sumbangan sebesar 0.3%
dalam varians kesejahteraan subjektif. Sumbangan tersebut tidak signifikan
secara statistik dengan F = 1.831 dan df2 = 556.
6. Variabel simple appreciation memberikan sumbangan sebesar 1.2% dalam
varians kesejahteraan subjektif. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F = 7.517 dan df2 = 555.
76
7. Variabel dedikasi memberikan sumbangan sebesar 11.2% dalam varians
kesejahteraan subjektif. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan
F = 80.925 dan df2 = 554.
8. Variabel semangat memberikan sumbangan sebesar 5.6% dalam varians
kesejahteraan subjektif. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan
F = 43.588 dan df2 = 553.
9. Variabel keterlarutan memberikan sumbangan sebesar 0.7% dalam varians
kesejahteraan subjektif. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik
dengan F = 5.461 dan df2 = 553.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat 7 variabel independen,
yaitu seeking recources, reducing demand, sense of abundance, simple
appreciation, dedikasi, semangat, dan keterlarutan yang signifikan sumbangannya
terhadap kesejahteraan subjektif, jika dilihat dari besarnya pertambahan R2 yang
dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan variabel independen (sumbangan
proporsi varian yang diberikan).
77
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis, kesimpulan pertama yang diperoleh dari penelitian
ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan job crafting, syukur, dan totalitas
kerja terhadap kesejahteraan subjektif pada pegawai.
Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi
masing-masing koefisien regresi terhadap dependent variable, diperoleh ada enam
variabel yang signifikan mempengaruhi kesejahteraan subjektif yaitu (1) reducing
demands,, (2) appreciation for others, (3) simple appreciation, (4) dedikasi, (5)
semangat, dan (6) keterlarutan. Penulis menyimpulkan bahwa kesejahteraan
subjektif dipengaruhi oleh satu dimensi dari job crafting (reducing demands), dua
dimensi dari syukur (appreciation for others, simple appreciation) dan seluruh
dimensi dari totalitas kerja, dan diperoleh 3 variabel yang tidak signifikan
mempengaruhi kesejahteraan subjektif yaitu (1) seeking recources, (2) seeking
challenges, (3) sense of abundance.
5.2 Diskusi
Fokus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
memengaruhi kesejahteraan subjektif (subjective-wellbeing) karyawan.
Kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai evaluasi individu tentang
kehidupannya, termasuk penilaian kognitif terhadap kepuasan hidupnya serta
penilaian afektif terhadap emosinya (Diener, Lucas, & Oishi, 2005). Menurut
Diener et al (1999) seseorang dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif yang
78
tinggi jika mereka merasa puas dengan kondisi hidup mereka, sering merasakan
emosi positif dan jarang merasakan emosi negatif. Ketika seseorang
mengkarakteristikan atau mencirikan suatu kehidupan yang baik maka ia akan
membicarakan tentang kebahagiaan, kesehatan, dan umur yang panjang (Diener &
Chan, 2011).
Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah job crafting,
syukur dan totalitas kerja. Penelitian sebelumnya terkait pengaruh job crafting,
syukur dan totalitas kerja terhadap kesejahteraan subjektif memiliki hasil yang
bervariasi. Dalam penelitian ini sendiri, jika dilakukan uji regresi secara simultan
atau bersama-sama, ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh signifikan
terhadap kesejahteraan subjektif karyawan. Akan tetapi, ketika dilakukan uji
signifikansi dari masing-masing dimensi, terdapat 6 varibel yang nilai koefisien
regresinya signifikan berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif karyawan,
yaitu; (1) reducing demands, (2) sense of abundance, (3) appreciation for others,
(3) simple appreciation, (4) dedikasi, (5) semangat, (6) keterlarutan.
Hal yang menarik pada penelitian ini adalah dari ketiga dimensi job
crafting, hanya dimensi reducing demands yang berpengaruh terhadap
kesejahteraan subjektif. Reducing demands akan menjadi dimensi untuk
mengungkapkan sisi disfungsional dari pekerjaan pengerjaan. Reducing demands
dapat menjadi perilaku aktif dengan hasil positif untuk penunda ketika mengambil
bentuk strategi penanggulangan yang disengaja Chu dan Choi (2005).
Reducing demands termasuk perilaku yang ditargetkan untuk
meminimalkan aspek pekerjaan yang menuntut secara emosional, mental, atau
79
fisik atau mengurangi beban kerja dan tekanan waktu seseorang sehingga akan
meningkatkan kesejahteraan subjektif seseorang. Reducing demands dalam
pengertian job crafting adalah menikmati setiap segala sesuatu pekerjaan dengan
tidak menganggapnya sebagai beban. Mengurangi pekerjaan tidak dengan cara
menghindari pekerjaan tersebut melainkan dengan menikmati setiap tuntutan
pekerjaan yang ada, sehingga dalam melakukan setiap pekerjaan akan merasa
bahagia
Selanjutnya, dari dimensi syukur, ditemukan dua dimensi yang
berpangaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif, yaitu sense appreciation
for others, dan simple appreciation. Dimensi pertama adalah Sense appreciation
for others memberikan pengaruh yang negatif terhadap kesejahteraan subjektif.
Artinya, ketika sense appreciation for others tinggi, maka kesejahteraan subjektif
akan menjadi rendah, dan sebaliknya. Hal itu terjadi dikarenakan dalam konteks
orang Indonesia, dalam kesehariaanya mengenal istilah balas budi, ketika
seseorang mengapresiasi, memberikan perhatian, memberikan ucapan terimakasih
terhadap pertolongan orang lain, maka pada saat yang sama seseorang akan
merasa terbebani untuk memberikan balas budi/timbal balik. Berbeda dengan
orang barat, yang ketika sudah mengucapkan terimakasih kepada orang lain atas
bantuan yang diberikan sudah selesai, hanya akan meninggalkan kenangan baik
bagi orang tersebut. Dengan adanya rasa terbebani itulah, yang akan membuat
seorang individu merasa tingkat kebahagiannya menjadi berkurang.
Dimensi kedua yaitu simple appreciation yang memberikan pengaruh
yang positif terhadap kesejahteraan subjektif. Artinya, ketika simple appreciation
80
maka kesejahteraan subjektifnya akan menjadi tinggi, dan sebaliknya. Melalui
simple appreciation, seseorang akan menghargai sekecil apapun kenikmatan yang
ada, meski dalam keadaan buruk. Ketika seseorang cenderung menganggap bahwa
hidup adalah anugerah, ia akan mampu melihat kebaikan yang ada, meski dalam
situasi yang tidak menyenangkan, sehingga kepuasan hidupnya akan tinggi.
Selanjutnya dari dimensi totalitas kerja, ditemukan ketiga dimensi yang
berpangaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif, yaitu dedikasi, semangat,
dan keterlarutan. Dimensi pertama adalah dedikasi yang memberikan pengaruh
yang positif terhadap kesejahteraan subjektif. Artinya, ketika dedikasi tinggi maka
kesejahteraan subjektifnya akan menjadi tinggi, dan sebaliknya. Seorang pegawai
yang mempunyai dedikasi yang tinggi dalam pekerjaannya akan berusaha keras,
memberikan usaha yang lebih, focus terhadap pekerjaan yang dilakukan, hadir
dan memberikan energy terhadap apa yang dikerjakannya. Dedikasi yang itnggi
juga akan membuat pegawai merasa terlibat dalam pekerjaannya dan mengalami
rasa kebermaknaan, antusiasme, dan kebanggaan (Schaufeli et al., 2004).
Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa pegawai yang memberikan usaha
yang lebih, focus terhadap pekerjaan, hadir dan memberikan energi dalam setiap
pekerjaan yang dilakukannya, akan memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi.
Antusias yang ditunjukan pegawai pada pekerjaanya dapat pengurangi depresi dan
stress selama bekerja. Hal ini karena antusias, pegawai akan memiliki perasaan
dan pikiran positif terhadap pekerjaannya (Rothmann, 2008). Dengan berkurannya
depresi dan stress selama bekerja, maka akan meningkatkan kesejahteraan
subjektif.
81
Dimensi yang kedua adalah semangat yang memberikan pengaruh yang
positif terhadap kesejahteraan subjektif. Artinya, ketika semangat tinggi maka
kesejahteraan subjektifnya akan menjadi tinggi, dan sebaliknya. Dimensi ini
merupakan curahan energy dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian
untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun
dalam menghadapi kesulitan kerja (Schaufeli et al., 2004). Dalam penelitian ini,
seorang pegawai yang mencurahkan seluruh energinya untuk melakukan
pekerjaanya tentunya tidak akan merasa terbebani dengan pekerjaan yang
dilakukannya. Pegawai akan dengan sukarela menjalankan setiap tugas-tugas yang
diberikan. Sehingga, tentu saja dimensi ini akan memberikan pengaruh yang
positif terhadap kesejahteraan subjektif.
Dimensi ketiga yang memberikan pengaruh signifikan adalah keterlarutan.
Dalam bekerja karyawan menjadi sungguh-sungguh dengan senang hati selalu dan
penuh konsentrasi serius terhadap suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa
berlalu begitu cepat dan tenggelam dalam pekerjaannya sehingga individu tersebut
kesulitan untuk melepaskan diri dari pekerjaannya. Karyawan hampir juga merasa
lupa dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Sejalan dengan temuan pada penelitian
ini yang menunjukan bahwa semakin pegawai merasa terlarut dengan
pekerjaannya, maka tingkat kesejahteraan subjektifnya akan semakin rendah. Hal
ini karena ketika seseorang larut dalam pekerjaannya, ia akan merasa kesulitan
untuk melepaskan diri dari pekerjaan tersebut, dan juga lupa dengan lingkungan
sekitar, sehingga membuat seseorang tersebut merasa kebahagiaannya berkurang.
82
Meskipun temuan dalam penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian
sebelumnya dan teori-teori yang sudah ada, penelitian ini tidak dapat begitu saja
menghilangkan teori yang sudah ada, khususnya terkait dengan pengaruh job
crafting, syukur, dan totalitas kerja terhadap kesejahteraan subjektif. Dalam setiap
penelitian, tentu terdapat error yang menyebabkan hasil penelitian tidak sesuai
dengan hipotesis yang diajukan. Pengisian kuesioner yang tidak dapat dikontrol
oleh peneliti bias menjadi salah satu penyebabnya.
5.3 Saran
Pada penelitian ini, penulis membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis
dan saran praktis. Penulis memberikan saran secara metodologis sebagai bahan
pertimbangan untuk perkembangan penelitian selanjutnya. Selain itu, penulis juga
menguraikan saran secara praktis sebagai bahan kesimpulan dan masukan bagi
pembaca sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini. Saran yang
penulis berikan akan berdasarkan dengan temuan dalam penelitian yang telah
penulis
1. independent variable (IV) yang diteliti menyumbang 29.7%. sisanya
kemungkinan disumbangkan oleh variabel lainnya. Oleh karena itu,
disarankan bagi peneliti selanjutnya dapat menambah variabel lain yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan subjektif. Selain IV pada penelitian ini, seperti
modal psikologi, kecerdasan emosi, dan tututan pekerjaan contohnya.
2. Karena nilai sumbangannya hanya 29.7%, untuk penelitian selajutnya,
disarankan menggunakan sampel yang berbeda. Sebaiknya sampel yang
digunakan adalah subjek yang bekerja pada lingkup institusi pemerintahan,
83
karena tingkat karena tingkat stres kerja yang dirasakan oleh para pekerja di
institusi pemerintahan berbeda dengan tingkat stres yang dirasakan oleh
karyawan kantoran. Dengan tingkat stres kerja yang berbeda tentunya tingkat
kesejahteraan subjektifnya pun akan berbeda pula.
3. Peneliti selanjutnya juga diharapkan bisa langsung turun lapangan untuk
menghindari bias atau ketidaksesuaian responden dalam mengisi angket atau
kuesioner sehingga jawaban responden merata.
5.3.2. Saran Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi
perusahaan/institusi untuk lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan subjektif, khususnya job crafting, syukur, dan
totalitas kerja. karena organisasi yang berhasil adalah organisasi dimana
karyawannya merasa sejahtera dalam bekerja.
1. Pada dimensi reducing demands pada job crafting, institusi/perusahaan
hendaknya memberikan lebih banyak kegiatan pembinaan mental seperti
training dan motivasi yang bertujuan untuk meningkatkan rasa untuk lebih
biasa menikmati setiap pekerjaan yang dihadapi. Dengan demikian,
kesejahteraan subjektif karyawan pun akan meningkat.
2. Pada variabel totalitas kerja, institusi/perusahaan hendaknya juga
memberikan lebih memperbanyak kegiatan pembinaan pengembangan seperti
training motivasi dan kegiatan outbound, yang bertujuan untuk meningkatkan
semangat karyawan agar memiliki semangat dan dedikasi yang tinggi.
Dengan demikian, kesejahteraan subjektif karyawan pun akan meningkat.
84
3. Bagi para pemimpin perusahaan/institusi, hendaknya memperhatikan
kesejahteraan subjektif karyawan mereka. Karena kesejahteraan ini akan
berpengaruh pada berbagai aspek baik kehidupan pegawai maupun dalam
keberlangsungan kinerja perusahaan.
85
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, D.A. (2013). Resilience and disaster risk reduction: an etymological
journey. Hazards Earth Syst. Sci, 13, 2707–2716.
Bakker, A. B., & Demerouti, E. (2007). The job demands-resources model: State
of the art. Journal of Managerial Psychology, 22, 309–328.Antonio, B.
(2005). Subjective well-being and academic success among college
students. Capella University Journal, 107, 317 –352.
Bakker, A.B. Wido G.M. Oerlemans. (2011). Subjective well-being in
organizations. Handbook of Positive Organizational Scholarship. Oxford
University Press. 1-31.
Berg, J. M., Wrzesniewski, A., & Dutton, J. E. (2010). Perceiving and responding
to challenges in job crafting at different ranks: When proactivity requires
adaptivity. Journal of Organizational Behavior, 31, 158–186..
Carr, A. (2004). Positive Psychology: The Science of Happiness and Human
Stregths. Brunner-Routlagde.
Chaplin, J. P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi. penerjemah : Kartini Kartono.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Diener, E. (2000). Subjective well-being. The science of happiness and a proposal
for a national index. American Psychologist, 55(1), 34-43.
Diener, E., David G. Myres. (1995). Who is Happy?. Association for
Psychological Science, 6 (1), 10-19
Diener, E. Katherine R. (2009). Subjective Well-Being: A General Overview, 39
(4), 391-406.
Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2005). Subjective well-being: The science of
happiness and life satisfaction. In C. R. Snyder & S. J. Lopez (Eds.), The
handbook of positive psychology (pp.63-73). New York: Oxford
University Press.
Diener, E., Shigerio O., Richard E. L. (2003). Personality, Culture, and Subjective
well-being: Emotional and Cognitive Evaluations of Life, 54, 403-425.
Diener E, Suh EM, Lucas RE, Smith HE. (1999). Subjective well-being: three
decades of progress. Psychol. Bull. 125, 276–302.
Diener, E., Wirtz, D., Biswas - Diener, R., Tov, W., Kim-Prieto, C., Choi, D.- w.,
& Oishi,S. (2009). New Measures of Well-Being. Dalam E. Diener,
Assessing Well Being: The Collected Works of Ed Diener (pp. 247-
266). Springer Science & Business Media.
Emmons, R.A. (2004). Gratitude. In M.E.P. Seligman, & C. Peterson (Eds.), The
VIA taxonomy of human strengths and virtues. New York: Oxford
University Press.
Emmons R. A. & Shelton C. M.. (2002). Gratitude and The Science of Positive
Psychology. Handbook of Positive Psychology. Oxford University Press.
Froh, Jeffry J., William J. Sefick., Robert A. Emmons. (2009). Counting blessings
in early adolescents: An experimental study of gratitude and subjective
well-being. Journal of School psychology, 213-233.
Harter, J.K., Schmidt, F.L., & Keyes, C.L. (2002). Well-being in the workplace
and its relationship to business outcomes: A review of the gallup studies.
Flourishing: the positive person and the good life, 205-224.
Hurlock, Elizabeth, B. (2000) .Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Kahn, William A. (1990). Psychological Conditions of Personal Engagement and
Disengagement at Work. Academy of Management Journal, 692-724.
Kieran, W., Thomas G. Rundall. (2003). Evidence-based Management: From
Theory to Practice in Health Care. Health Services Management Centre,
University of Birmingham, 79(3), 429-457.
Maslach, C., Schaufeli, W.B., Leiter, M.P. (2001). Job burnout. Annual Review of
Psychology, 52, 397-422.
Peral, S., & Geldenhuys, M. (2016). The effects of job crafting on subjective well-
being amongst South African high school teachers. SA Journal of
Industrial Psychology/SA Tydskrif vir Bedryfsielkunde, 42(1), 1378.
Petrou, P., Demerouti, E., Peeters, M. C. W., & Schaufeli, W. B. (2012). Crafting
a job on a daily basis: Contextual correlates and the link to work
engagement. Journal of Organizational Behavior, 33, 1120–1141.
Petrou, P., Evangelia, D., Wilman B. Schaufeli. (2015). Job Crafting in Changing
Organizations: Antecedents and Implications for Exhaustion and
Performance. Journal of Occupational Health Psychology, 20(4), 470 –
480.
Ramadina. (Agustus, 2015). https://www.dream.co.id/dinar/survei-73-persen-
pekerja-tidak-bahagia-dengan-pekerjaannya-sa-1508060.html.
Robbin, Stephen. (2003). Perilaku Organisasi. Index. Jakarta.
Saks, Alan. M. (2006). Antecedents and consequences of employee engagement.
Emerald Group Publishing Limited, 21 (7), 600-619
Shaleh, A. R. (2016). Analisa Faktor Skala Totalitas Kerja (Work Engagement).
Seminar ASEAN 2nd Psychology & Humanity. Psychology Forum UMM
Schaufeli, W. B., & Bakker, A. B. (2003). Test manual for the Utrecht Work
Engagement Scale. Unpublished manuscript, Utrecht University, the
Netherlands
Schaufeli, W. B., & Bakker, A. B. (2004). Job demands, job resources, and their
relationship with burnout and engagement: A multi‐sample study. Journal
of organizational Behavior, 25(3), 293-315.
Schaufeli, W. B., Martínez, I., Marques-Pinto, A., Salanova, M., & Bakker, A. B.
(2002). Burnout and engagement in university students: A cross national
study. Journal of Cross-Cultural Psychology, 33, 464-481.
Schaufeli, W.B. M, Salanova. Vincete G. Arnold B. Bakker. (2002). Journal of
Happiness Studies. 3(1), 71-85.
Selligman, Martin E.P. (2002). Authentic Happines: Using the new positive
psychology to realize your potential for lasting fulfillment. Bandung: PT.
Mizan Pustka. 317.
Shimazu, A. (2008). Work Engangement In Japan: Validation of The japanese
Version Of the Utrecth Work Engangement Scale. Scale Department of
Mental Health, The University of Tokyo Graduate School of Medicine.
Survey kebahagiaan karyawan. (Oktober, 2017)
https://www.jobstreet.co.id/career-resources/survei-mengungkapkan-5-
tren-yang-mempengaruhi-kebahagiaan-karyawan/#.Wx9G-aOcHb0.
Tims, M., Bakker, A. B., & Derks, D. (2012). Development and validation of the
job crafting scale. Journal of Vocational Behavior, 80, 173–186.
Tims, M., Bakker, A.B., & Derks, D. (2014). Daily job crafting and the self-
efficacy– performance relationship. Journal of Managerial Psychology,
29(5), 490–507. http://dx.doi.org/10.1108/JMP-05-2012-0148.
Truss, Katie., Soane, Emma, Edwards, Christine, Wisdom, Karen, Croll, Andrew
and Burnett, Jamie. (2006). Working life: employee attitudes and
engagement 2006. London, UK : Chartered Institute of Personnel and
Development. 54.
Umar, J. (2012). Statistika mentor akademik. Bahan Ajar Fakultas Psikologi UIN
Jakarta. Tidak Dipublikasikan.
Warr., Peter. (1999). Well-being and The Work Place. Russel sage foundation,
392-412.
Watkins, P., Woodward, K., Stone, T., & Kolts, R. (2003). Gratitude and
happiness: Development of a measure of gratitude and relationships with
subjective well-being. Social Behavior and Personality: An international
journal, 31, 431-452.
Wright, T.A. & Bonnet, D.G. 2007. Job Satisfaction and Psychological WellBeing
as Nonaddictive Predictors of Workplace Turnover. Journal of
Management, 33, 141-161.
Wrzesniewski, A., & Dutton, J. E. (2001). Crafting a job: Revisioning employees
as active crafters of their work. Academy of Management Review, 26, 179–201.