PENGAWASAN DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN LEBAK DALAM
PENYELENGGARAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
DI KECAMATAN BAYAH
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ilmu sosial pada
program studi ilmu administrasi negara
Oleh: KHAERUNISA
NIM.072652
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULATAN AGENG TIRTAYASA
2011
ABSTRAK
Khaerunisa. NIM.072652. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.. Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam Peneyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara di Kecamatan Bayah. Kata kunci: pengawasan kebijakan. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, salah satunya yaitu sumber daya pertambangan. Sumber daya pertambangan merupakan sumber daya yang potensial, Kecamatan Bayah merupakan wilayah yang memiliki sumber daya pertambangan potensial di Kabupaten Lebak, dengan peraturan daerah terkait yaitu Peraturan daerah Kabupaten Lebak No.1 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, namun di Kecamatan Bayah masih banyaknya usaha pertambangan yang tidak memiliki izin (pertambangan ilegal) dan tidak berwawasan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara yang ada di Kecamatan Bayah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Penelitian ini mendasarkan pada teori pengawasan implementasi kebijakan Djoko Widodo yaitu pelaku kontrol kebijakan, Standar Operasional Prosedur Pengawasan, Sumberdaya dan peralatan, jadwal pelaksanaan kontrol. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Tehnik analisa data menggunakan tehnik analisis interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak kurang optimal dikarenakan pelaku kontrol internal dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak yang kurang proporsional dengan cakupan pengawasan yang luas, standar operasional prosedur yang tidak dilaksanakan dengan baik, tidak memadainya sumber daya dan peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pengawasan, dan kurang intensifnya jadwal pengawasan yang dilakukan.
ABSTRACT
Khaerunisa. NIM.072652. Public Administration Program. Faculty of Social and Politicals. Sultan Ageng Tirtayasa University. Monitoring Department of Mines and Energy Business Operation of Lebak in Mineral and Coal Mining in Bayah. Keywords: policy control. Indonesia is one of the rich country, in natural resource which one is mining resource it is a potential resource. Bayah is a region that has the potential mining resource in Lebak regency with local regulation is related to the distric regulation no1 2011 about the implementation of mineral and coal mining, but in bayah still has mining enterprises that do not have permision (ilegal minig)and not environtment concept. The purpose of this research is to find out how to monitoring of the departmen of mines and energy of Lebak regency in the administration of mineral and coal mining business in bayah. This tesearch is used qualitative methodelogy. This research was based on the theory of policy monitoring implementation of Djoko Widodo about actors control policy, standard operating procedure, monitoring resource and equipment, control the implementation schedule. The data collection the data collection techniques are interviews, observations, and documentation study. The data analysis employs interactive analysis of miles and huberman. The result of the research shows that the monitoring of department of mines and energy of Lebak has been less optimum because perpetrators of the internal controls of departemen of mines and energy of Lebak less proportional to the wide area surveillance, standard operating procedures are not implemented properly inadequate resource and equipment neeeded in the monitoring implementation and less intensive schedule of monitoring.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latarbelakang Masalah
Indonesia memiliki beranekaragam sumber daya alam, diantaranya sumber
daya pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan (galian tambang),
perternakan, mineral, minyak bumi, dan lainnya yang telah dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia dalam mencapai kesejahteraan.
Sumber daya alam tersebut baik digunakan untuk kebutuhan sehari-hari juga
digunakan untuk kebutuhan industri. Salah satu potensi sumber daya alam yang
cukup potensial untuk dikembangkan yaitu potensi pertambangan.
Potensi sumber daya pertambangan Indonesia sangatlah potensial, bukan
hanya untuk kebutuhan negeri tapi juga dimanfaatkan untuk dunia internasional.
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan kandungan mineral. Secara
regional Indonesia berada pada posisi tumbukan dua lempeng besar, yaitu
Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia. Akibat tumbukan kedua lempeng
tersebut telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang rawan bencana,
namun akibat adanya pergerakan lempeng tesebut menghasilkan tatanan tektonik
yang lengkap, kondisi geologi tersebut mendukung kondisi pembentukan
mineralisasi berbagai mineral atau bahan galian berharga. Sumber daya
pertambangan merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui maka dari
itu kegiatan pertambangan harus berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
(Sudrajat, 2010:83)
Berdasarkan jurnal Masa Depan Investasi Pertambangan Indonesia karya
Achmad Aris, Indonesia menempati posisi produsen terbesar kedua untuk
komoditas timah, posisi terbesar keempat untuk komoditas tembaga, posisi kelima
untuk komoditas nikel, posisi terbesar ketujuh untuk komoditas emas, dan posisi
kedelapan untuk komoditas batubara. Kekayaan tambang Indonesia yang sudah
dikeruk puluhan tahun ternyata hanya menghasilkan 11 persen dari pendapatan
ekspor dan menyumbang 25 persen dari pendapatan domestik.
Melimpahnya kekayaan sumber daya pertambangan tersebut pemerintah
mengatur regulasinya dalam Undang-undang No 11 Tahun 1967 yang kemudian
diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Secara substantif terdapat perbedaan mendasar antara
kedua Undang-undang tersebut yaitu dalam penggolongan bahan galian, dan
sistem pengelolaanya. Penggolongan bahan galian dalam UU No.4 Tahun 2009
diatur berdasarkan pada kelompok usaha pertambangan yaitu pertambangan
mineral dan pertambangan batubara. Pertambangan mineral digolongkan menjadi
empat jenis yaitu pertambangan mineral radioaktif, mineral logam, mineral bukan
logam, dan pertambangan batuan.
Sumber daya mineral dan batubara sebagai salah satu kekayaan alam yang
dimiliki Indonesia sangatlah potensial, apabila dikelola dengan baik akan
memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi negara. Dalam hal ini,
pemerintah sebagai penguasa sumber daya tersebut, sesuai dengan amanat
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3, harus mengatur tingkat
penggunaannya untuk mencegah pemborosan potensi yang dikuasainya dan dapat
mengoptimalkan pendapatan dari pengusahaan sumber daya tersebut sehingga
dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Seiring diterapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah maka setiap daerah memiliki hak untuk mengelola sendiri
segala urusan pemerintahanya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di
daerahnya. Maka pemerintah daerah juga memiliki kewenangan dalam mengelola
segala sumber daya alam yang dimilki daerahnya dalam upaya mencapai
kesejahteraan masyarakat, karena otonomi daerah pada prinsipnya bertujuan untuk
memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan
kesejahteraan rakyat, menggalangkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat
serta peningkatan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu
secara nyata, dinamis, dan bertanggungjawab. (Widjaja, 2002:79)
Otonomi daerah telah memberikan kewenangan dalam memanfaatkan segala
sumber daya yang ada di daerah, termasuk pemanfaatan dan pengelolaan
pertambangan. Atas dasar otonomi daerah sesuai kewenangannya pengelolaan
bahan galian mulai dari penerbitan izin sampai dengan pengawasan dan
pengendalian berada ditangan pemerintah daerah Kabupaten atau Kota. Adanya
penyerahan urusan pertambangan kepada daerah disatu sisi telah mendorong
tumbuh kembang dan bergairahnya investasi di bidang pertambangan.
Salah satu provinsi yang memiliki potensi pertambangan yang potensial yaitu
Provinsi Banten. Potensi pertambangan yang ada di Banten meliputi emas, perak,
batubara, zeolit, bentonit, feldspar, pasir kuarsa, batu kapur, andesit, diorit, kaolin,
dan lain-lain. Salah satu wilayah yang memiliki potensi pertambangan yang besar
yaitu Kabupaten Lebak terutama Lebak bagian selatan. Bahan galian yang
menjadi andalan daerah dan berpotensi untuk dikembangkan dalam skala besar
sebagai peluang usaha yang memiliki prospek untuk investasi adalah emas,
batubara, minyak bumi, zeolit, bentonit, felspat, pasir kuarsa, dan batu kapur.
potensi bahan galian di Banten dapat dilihat dari gambar berikut:
Gambar.1.1
Potensi Bahan Galian di Provinsi Banten
Berdasarkan data Dinas Pertambangan Dan Energi Provinsi Banten hingga
akhir 2010 memetakan sedikitnya 165 titik wilayah pertambangan yang saat ini
berproduksi di seluruh wilayah Banten. Namun dari sekian banyak tersebut
umumnya berasal dari wilayah Kabupaten Lebak. Dimana masing-masing titik ini
150 titik di Kabupaten Lebak. Kabupaten Lebak memiliki beragam jenis bahan
galian yang dapat menigkatkan pendapatan daerah juga menigkatkan
perekonomian masyarakat. Potensi pertambangan (bahan galian) di Kabupaten
Lebak yaitu bentonit, lempung, kaolin, zeolit, feldspar, pasir kuarsa, batu
gamping, kausit marmer, batu sempur, tras, batu belah, sirtu, opal, batu besi, emas
dan perak, fosfat, galena dan batu bara.
Berdasarkan potensi pertambangan yang beraneka ragam dan potensial
tersebut maka Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak mengeluarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Lebak Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan
Pertambangan Umum yang kemudian diganti dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Lebak No.1 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai penyesuain dari Undang-undang
baru dibidang pertambangan yaitu Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara. Tujuan adanya kebijakan ini yaitu upaya
pemerintah Kabupaten Lebak dalam mempercepat pembangunan ekonomi dalam
mewujudkan kemandirian daerah maka perlu dilakukan pengaturan mengenai
pembinaan, pengembangan, pengendalian, pengawasan, dan penggalian potensi
dalam pengelolaan pertambangan umum sebagai upaya pemanfaatan sumber daya
mineral, energi dan bahan galian. Kegiatan tersebut memiliki dampak terhadap
lingkungan hidup, sosial, budaya, maupun, kesejahteraan masyarakat sehingga
dalam pengelolaannya perlu memperhatikan dan menjaga kelestarian lingkungan
hidup di dalamnya.
Pembangunan pertambangan di Kabupaten Lebak merupakan salah satu
prioritas yang diharapkan dapat menambah pendapatan asli daerah (PAD),
pembangunannya diarahkan pada pemanfaatan kekayaan sumber daya alam
tambang secara hemat dan optimal, penigkatan hasil tambang, pengelolaan usaha
pertambangan secara efektif dan efisien yang didukung upaya inventasrisasi dan
pemetaan serta eksplorasi dan eksploitasi.
Perkembangan kegiatan usaha pertambangan di Kabupaten Lebak terus
meningkat, dimana semakin banyak masyarakat dan investor yang menanam
investasi di bidang pertambangan di Kabupaten Lebak. Sektor pertambangan di
Kabupaten Lebak telah menyumbang pendapatan yang cukup besar bagi kas
daerah, penerimaan dari sektor pertambagan terdiri dari pajak bahan galian
golongan C, dan retribusi dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Tabel 1.1
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Dari Sektor Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
Tahun Anggaran
Target Realisasi % Lebih kurang
2006 2,260,000,000.00 2,296,221,452.00 101.60 36,221,452.00 2007 2,300,000,000.00 2,313,466,496.00 100.59 13,466,496.00 2008 2,500,000,000.00 3,302,854,546.00 132.11 802,854,546.00 2009 3,500,000,000.00 2,712,266,900.00 77.49 (787,733,100.00) 2010 3,870,450,000.00 1,958,580,200.00 50.60 (1,911,869,800.00)
(Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah, 2011 )
Kegiatan pertambangan di Kabupaten Lebak masih dihadapkan pada
permasalahan pertambagan tanpa izin (PETI) dimana masih adanya kegiatan
pertambangan yang dilakukan tanpa izin resmi dari dinas terkait, kegiatan
pertambangan tidak dapat dilakukan tanpa memiliki surat izin pertambangam.
Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak masih maraknya
usaha pertambangan tanpa izin, antara lain di Rangkasbitung, Kalanganyar,
Banjarasri, Bayah dan beberapa kecamatan di Lebak bagian selatan. Dampak yang
ditimbulkan dari kegiatan usaha pertambangan telah merusak kelestarian
lingkungan yang akhirnya berimplikasi terhadap permasalahan sosial, ekonomi,
serta budaya masyarakat. Akibat kegiatan di sektor pertambangan sebagian ruas
jalan di Kabupaten Lebak rusak berat akibat adanya pengangkutan bahan galian
yang melebihi tonase, serta kompleksitas permasalahan lingkungan yang
ditimbulkan dari kegiatan di sektor pertambangan.
Fenomena tersebut juga terjadi di Kecamatan Bayah. Kecamatan Bayah
merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Lebak yang memiliki potensi
pertambangan yang beragam dan potensial, maka dari itu Kecamatan Bayah
ditetapkan sebagai areal zona tambang berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wialayah Kabupaten Lebak. Potensi bahan galian di Kecamatan Bayah dapat
dilihat dari tabel berikut:
Tabel 1.2
Potensi Bahan Galian di Kecamatan Bayah
No Jenis Galian Deposit 1. Batu Belah +/- 473,75 Ha/332.598.750 M3 2. Sirtu 3. Batu Pasir Kuarsa +/-3.675 Ha/2.055.060.000 ton 4. Pasir Besi +/-43,75 Ha 5. Batu Besi +/- 15 Ha 6. Tras +/-118,75 Ha/24.937.500 ton 7. Batu Gamping 2.112,5 Ha/1.090.176.000 ton 8. Kalsit 9. Fosfat +/- 10 Ha/925 ton 10. Batu Hias 11. Zeolit +/-218,750 Ha/55.125.000. M3 12. Lempung +/-746.875 Ha/225.780.000. ton 13. Galena +/- 10 Ha 14. Pasir Darat 15. Emas dan Perak 16. Batubara +/-9.500.000 ton
(Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak, 2010)
Beragam dan besarnya potensi pertambangan di Kecamatan Bayah telah
mengundang investor yang akan membangun pabrik semen, hal ini disebabkan
karena bahan-bahan material pendukung atau bahan baku tersedia di Kecamatan
Bayah seperti batu kalsit, tanah liat dan bahan baku lainnya. Diharapkan
pembangunan pabrik semen ini dapat mengoptimalkan sumber daya
pertambangan yang ada di Kecamatan Bayah dan membuka lapangan pekerjaan
serta menambah pendapatan terhadap kas daerah Kabupaten Lebak namun tetap
dapat menjaga kelestarian lingkungan. Namun dari kekayaan alam yang potensial
tersebut terdapat beberapa permasalahan dalam pemanfaatannya.
Potensi bahan galian yang melimpah di Bayah disebabakan karena secara
geologis, berada pada zona fisiografis Kubah Bayah. Kondisi struktur geologinya
kompleks, campur aduk antara perlipatan, penyesaran, pengangkatan, terobosan-
terobosan batuan beku, dan endapan-endapan gunung api tua. Umurnya terentang
dari Eosen hingga Pliosen. Formasi batuan tertua berumur Eosen disebut sebagai
Formasi Bayah yang diendapkan pada lingkungan transisi daratan/sungai ke delta
dan laut dangkal. Formasi ini tersebar di sekitar Kota Bayah.
(www.blogklipingcilangkahan.com)
Berdasarkan observasi awal, peneliti menemukan beberapa permasalahan
dalam kegiatan usaha pertambangan di Kecamatan Bayah yaitu pertama,
Kecamatan Bayah merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Lebak yang
memiliki angka penambang ilegal yang cukup tinggi. Di Bayah masih banyak
terdapat pertambangan tanpa izin (PETI), keberadaan penambang ilegal ini
dijuluki “gurandil”. Keberadaan gurandil semakin mengkhawatirkan dikarenakan
tidak adanya pemahaman akan teknik penambangan yang benar sehingga sering
menelan korban jiwa, keberadaan pertambangan tanpa izin tersebut biasanya
merupakan pertambangan rakyat dengan peralatan yang tradisional. Beberapa
lokasi adanya PETI di Bayah yaitu di desa pasir gombong yang didominasi
penambang lumpur emas ilegal, yang mengolah lumpur dari kegiatan ekspolitasi
PT. Antam yang beroperasi di Cikotok, desa Cimancak, Cidikit, Bayah Barat dan
Desa Suakan. Menurut Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten
Lebak, menyatakan sekitar 20 titik lokasi pertambangan lumpur emas, sebagai
berikut:
Tabel 1.3
Lokasi Penambang Lumpur Emas Ilegal
Lokasi Jumlah
Desa Bayah Barat 5
Desa Suwakan 3
Desa Pasir Gombong 6
Desa Cimancak 3
Desa Cidikit 3
(Sumber: Kecamatan Bayah, 2010)
Selain maraknya pengolahan lumpur emas ilegal juga masih banyak usaha
batubara ilegal, pasir dan bahan galian lain namun tidak ada data pasti jumlah
PETI di Bayah, sulit untuk mengetahui berapa jumlah pasti para pelaku
pertambangan ilegal ini disebabkan oleh jumlahnya yang selalu berubah-ubah.
Sifatnya yang boleh dikatakan semi terorganisir sangat sulit untuk menentukan
angka pasti jumlah penambang ilegal tersebut. Keberadaan penambang ilegal ini
menunjukan masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pertauran perizinan
usaha pertambangan.
Kedua, Para pengusaha pertambangan tidak melengkapi dokumen
pengelolaan lingkungan yang harusnya dimiliki setiap pengusaha pertambangan
berupa AMDAL/ANDAL atau UKL, UPL, dan SPPL. Di Kabupaten Lebak
Dinas terkait megizinkan usaha pertambangan hanya dengan UKL, UPL, dan
SPPL sehingga pengelolaan lingkungan pertambangan menjadi tidak optimal
padahal berdasarkan observasi peneliti sudah semestinya perusahaan
pertambangan melengkapi dokumen pengelolaan lingkugan berupa amdal,
terutama bagi kegiatan pertambangan yang menggunakan bahan kimia dan alat-
alat tekhnologi tinggi. Salah satu penyebab kerusakan lingkungan yaitu
penggunaan B3 dalam pengolahan bahan tambang. Berdasarkan data di Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Lebak beberapa pengusaha pertambangan yang
semestinya melengkapi dokumen amdal diijinkan hanya dengan UPL,UKL
dikarenakan pengusahaa tersebut belum mampu untuk menyusun AMDAL, tidak
dapat dipungkiri bahwa penyusunan AMDAL tidak sedikit memakan biaya
apalagi bagi pengusaha dengan modal kecil.
Ketiga, terjadi kerusakan lingkungan yang cukup memperihatinkan di
Kecamatan Bayah, yaitu tercemarnya sungai Ciwaru dan Cidikit akibat adanya
kegiatan pengolahan lumpur emas. Dalam proses penambangan lumpur emas,
mereka menggunakan zat kimia sianida. Bahan kimia tersebut sangat
membahayakan tubuh manusia, akibat pengolahan lumpur tersebut sungai Cidikit
yang ada di wilayah itu terancam tercemar zat kimia. Selain itu pendakalan
sungai di wilayah Bayah terjadi semakin cepat akibat kegiatan pertambangan
yang cukup intens, tidak hanya berdampak pada kelestarian sungai, juga
maraknya terjadi penebangan hutan yang digunakan dalam kegiatan
pertambangan batubara.
Keempat, adanya konflik antara pemerintah daerah dengan masyarakat terkait
dengan penertiban pegusaha pertambangan tanpa izin. Masyarakat menganggap
mereka melakukan pertambangan di lahannya sendiri dan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri. Masyarakat dan pengusaha pertambangan di Bayah
menganggap pemerintah daerah boleh saja berlindung pada aturan hukum berupa
perizinan, namun ada hal yang lebih penting dipertimbangkan yaitu benda
tambang yang ada di Bayah bukan milik orang lain, tetapi milik warga Bayah
sendiri. Pemerintah kabupaten dianggap lebih mementingkan investasi dan
memberikan kekayaan kepada warga asing sedangkan masyarakat Bayah hanya
dijadikan penonton dan sengsara di atas timbunan kekayaan sendiri. Dalam upaya
penertiban sering terjadi bentrok anatara masyarakat dengan pemerintah.
Kelima yaitu Masih kurangnya upaya reklamasi yang dilakukan para
pengusaha pertambangan baik saat kegiatan berlangsung dan pasca tambang,
lahan bekas pertambangan dibiarkan begitu saja tanpa upaya reboisasi atau
penutupan lubang akibat adanya pengerukan lahan pertambangan, upaya
reklamasi yang sudah disusun dalam prosedur perizinan tidak dilakukan oleh
pengusaha pertambangan. Banyak pengusaha pertambangan yang membiarkan
lahan bekas pertambangan dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya perbaikan.
Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak merupakan pelaksana
kewenangan administratife dan teknis dalam penyelenggaraan usaha
pertambangan mineral dan batubara di Kabupaten Lebak sesuai dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Lebak No.1 Tahun 2011, Selain mengawasi dinas tersebut
bertugas untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi izin usaha pertambangan
maupun izin pertambangan rakyat, dimana Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Lebak berperan dalam mengawasi setiap penyelenggaraan usaha
pertambangan mineral dan batubara. Maka penelitian ini diberi judul
“Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam
Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara di Kecamatan
Bayah”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang masalah di atas, maka peneliti
dapat mengidentifikasikan permasalahan-permasalahan yang ada sebagai berikut:
1. Masih maraknya usaha pertambangan tanpa izin (ilegal minning)di
Kecamatan Bayah.
2. Pengusaha pertambangan tidak melengkapi dokumen pengelolaan
lingkungan.
3. Kerusakan lingkungan di Kecamatan Bayah akibat kegiatan
pertambangan yang mengancam kelestarian lingkungan.
4. Adanya konflik antara pemerintah daerah dan masyarakat terkait
penertiban pertambangan ilegal yang dilakukan pemerintah daerah.
5. Masih kurangnya upaya reklamasi yang dilakukan oleh pengusaha
pertambangan baik saat kegiatan berlangsung maupun pasca tambang.
1.3. Batasan Masalah
Peneliti menyadari bahwa dalam permasalahan pengelolaan pertambangan
dengan kebijakan terkait yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 7
Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Pertambangan Umum yang diganti dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No.1 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sangatlah luas dan kompleks dan
karena keterbatasan yang dimiliki peneliti baik materi, tenaga, dan waktu maka
peneliti membatasi masalah ini dengan memfokuskan pada Pengawasan Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam Penyelenggaraan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara di Kecamatan Bayah.
1.4. Rumusan Masalah
Bedasarkan pada latarbelakang yang telah dipaparkan di atas dan dengan
memperhatikan fokus penelitian yang disebutkan dalam batasan masalah maka hal
yang menjadi kajian peneliti yaitu Bagaimana pengawasan Dinas Pertambangan
Dan Energi Kabupaten Lebak dalam penyelenggaraan usaha pertambangan
mineral dan batubara di Kecamatan Bayah?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian Tujuan peneliti dalam penelitian ini adalah untuk
Mengetahui bagaimana pengawasan Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten
Lebak dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara di
Kecamatan Bayah.
1.6. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini terdiri dari manfaat
teoritis dan praktis.
a. Manfaat Teoritis
Dalam penelitian ini diharapkan peneliti dapat mengaplikasikan materi-
materi pengajaran mengenai kebijakan publik khususnya mengenai
pengawasan dalam implementasi kebijakan.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu penegakan pertaturan yang
berlaku dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan
batubara di Kabupaten Lebak dan memberikan solusi terhadap
keberadaan penambang tanpa izin di Kabupaten Lebak pada umumnya
dan di Kecamatan Bayah secara khusus.
1.7. Sistematika Penulisan
Penulisan proposal penelitian ini tersusun atas sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam Bab I ini dibahas beberapa sub-bab diantaranya Latar Belakang yang
membahas mengenai gambaran umum dan ruang lingkup permasalahan yang
dijelaskan secara deduktif dimana diuraikan dari bahasan yang bersifat umum
menjadi bahasan yang lebih bersifat khusus lagi. Identifikasi masalah mencoba
mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul di lapangan atau lokus penelitian.
Pembatasan dan perumusan masalah mencoba membatasi ruang lingkup masalah
yang ada agar lebih terfokus pada pembahasan yang akan diteliti oleh peneliti, dan
rumusan masalah adalah pertanyaan-pertanyaan yang akan diteliti dan dicari
jawabannya oleh peneliti.
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai; Deskripsi Teori, Deskripsi Kebijakan,
Kerangka Berfikir Penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai; Metode Penelitian, Instrumen Penelitian,
Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengolahan dan Analisis Data, Lokasi
dan Waktu Penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Pada bab ini dipaparkan mengenai; Deskripsi Obyek Penelitian, Deskripsi Data,
Informan Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini peneliti menjelaskan mengenai; kesimpulan dari hasil penelitian yang
telah dilakukan, kemudian memberikan saran-saran yang bersifat konstruktif pada
instansi-instansi yang terkait dalam penelitian in
BAB II
DESKRIPSI TEORI
2.1. Pengertian Pengawasan
Pengawasn merupakan salah satu fungsi manajemen. Pengawasan dapat
didefinisikan sebagai poses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan
manejemen tercapai. Keseluruhan pengawasan adalah aktivitas membandingkan
apa yang sedang atau sudah dikerjakan dengan apa yang telah direncanakan
sebelumnya. (Handoko, 2003:359). Pengertian pengawasan menurut beberapa
tokoh dalam Syafiie (2006:2) diantaranya:
Lyndall F. Urwick mendefinisikan pengawasan sebagai upaya agar sesuatu
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan instruksi yang
telah dikeluarkan.
Menurut Henry Fayol pengawasan adalah ketepatan dalam menguji apa pun
sesuatu persetujuan, yang disesuaikan dengan instruksi dan prinsip perencanaan,
yang sudah tidak dapat dipungkiri lagi.
Pengawasan merupakan kewajiban setiap orang dalam organisasi secara
terus menerus, memperhatikan dan mengawasi jalanya tugas masing-masing
bidang, sesuai rencana semula. Sondang P.Siagian mendefinisikan pengawasan
sebagai proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk
menjain agar semua pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang
telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya dalam Syafiie (2006:83) George Terry
mendefinisikan pengawasan adalah:
“Controlling can be definied as the process of detrmining what is to accomplished, that is the standar, what is being accomplished, this is the performance, evaluating the performance, and if necessary applying corrective measure si that performance takes places according to plans, that is in conformity with the standar”.
Prof. Stephen Robin dalam Syafiie (2006:83) mengatakan sebagai berikut:
“Control can be definied as the process of monitoring activities to ensure they are being accomplished as planned and correcting any significant devisionis.” (pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses mengikuti perkembangan kegiatan untuk menjamin (to ensure) jalannya pekerjaan, dengan demikian dapat selesai secara sempurna (accomplished) sebagaimana yang direncanakan sebelumnya dengan pengoreksian beberapa pemikiran yang saling berhubungan).
Menurut Mc. Farland dalam Handayaningrat (1996:143) pengawasan adalah
suatu proses dimana pimpinan ingin mnegtahui apakah hasil pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah,
tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan.
2.2. Pengertian Kebijakan
James E. Anderson (Wahab, 2010:2) merumuskan kebijaksanaan sebagai
perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau
serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Kemudian menurut
Perserikatan Bangsa-bangsa kebijaksanaan diartikan sebagai pedoman untuk
bertindak. Pedoman itu boleh jadi amat sederhana atau kompleks, bersifat umum
atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat
kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat.
Selanjutnya Harold D Laswell dalam Wicaksono (2006:57) mendefinisikan
kebijakan sebagai berikut:
"The word policy commonly use to designate the most important choices made either in organized or in private life... policy is free for many undesirable connotation clustered about the word political, which is often beleived to imply partisanship or corruption"
Dunn dalam bukunya Pengantar Analisis Kebijakan Publik (2000: 51),
mendefinisikan kata kebijakan dari asal katanya, secara etimologis istilah policy
atau kebijakan berasal dari bahasa Yunani, Sanksekerta dan Latin, akar kata dalam
bahasa Yunani dan Sanksekerta yaitu polis (Negara-Kota) dan pur (Kota).
Hogwood dan Gunn dalam Wicaksono (2006:153) menyebutkan sepuluh
penggunaan istilah kebijakan dalam pengertian modern, diantaranya:
a. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas (as a label for a field of activity) Contohnya: statemen umum pemerintah tentang kebijakan ekonomi, kebijakan industry, atau kebijakan hukum dan ketertiban.
b. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan (as expression of general purpose or desired state of affairs) Contohnya: untuk menciptakan lapangan kerja seluas mungkin atau pegembangan demokrasi melalui desentralisasi.
c. Sebagai proposal spesifik (as specific proposal) Contohnya: membatasi pemegang lahan pertanian hingga 10 hektar atau menggratiskan pendidikan dasar.
d. Sebagai keputusan pemerintah (as decesions of government) Contohnya: keputusan kebijakan sebagaimana yang diumumkan Dewa Perwakilan Rakyat atau Presiden.
e. Sebagai otorisasi formal (as formal authorization) Contohnya: tindakan-tindakan yang diambil oleh parlemen atau lembaga-lembaga pembuat kebiijakan lainnya.
f. Sebagai sebuah program (as a programe) Contonya: sebagai ruang aktivitas pemerintah yang sudah didefinisikan, seperti program reformasi agrarian atau program peningkatan kesehatan perempuan.
g. Sebagai output (as output) Contohnya: apa yang secara aktual telah disediakan, seperti sejumlah lahan yang diredistribusikan dalam program reformasi agraria dan jumlah penyewa yang terkena dampaknya.
h. Sebagai hasil (as outcome) Contohnya: apa yang secara aktual tercapai, seperti dampak terhadap pendapatan petani dan standar hidup dan output agricultural dari program reformasi agararia.
i. Sebagai teori atau model (as a theory or model) Contohnya apabila kamu melakukan x maka akan terjadi y, misalnya apabila kita meningkatkan insentif kepada industri manufaktur, maka output industry akan berkembang.
j. Sebagai sebuah proses (as a process) Sebagai sebuah proses yang panjang yang dimulai dengan issues lalu bergerak melalui tujuan yang sudah di (setting), pengambilan keputusan untuk implementasi dan
2.3. Pengertian Publik
Di Indonesia “publik” dipahami sebagai “negara” atau “umum”. Secara
etimologis publik berasal dari sebuah kata Yunani yakni “Pubes” yang berarti
kedewasaan secara fisik, emosional maupun intelektual. Dalam persfektif
Sosiologi dan Psikologi “Pubes” seringkali disebut dalam terma lain yakni
“puber”. Terma puber kemudian di interpretasikan sebagai tahapan kehidupan
sosial dalam masa transisi dimana yang mulanya berorientasi pada diri sendiri
menjadi memikirkan orang lain di luar dirinya. (Wicakosno, 2006:30)
Pengertian public dalam Syafei (2006:18) yaitu sejumlah manusia yang
memilikikebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap, dan tindakan yang benar
dan baik berdasarkan nilai-nilai yang mereka miliki. Dalam bahasa Yunani, istilah
public seringkali dipadankan pula denga istilah Koinon atau dalam Bahasa Inggris
dikenal dengan kata common yang bermakna hubungan antar individu. Oleh
karenanya public seringkali dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi aktivitas
manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau
aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama.
2.4. Kebijakan Publik
Banyak para pakar yang mengemukakan pendapatnya mengenai definisi
kebijakan publik. Kebijakan publik menitikberatkan pada apa yang disebut Dewey
(Parsons, 2006:xi) sebagai “publik atau problem-problemnya”. Kebijakan publik
membahas bagaimana isu-isu dan persoalan tersebut disusun dan didefinisikan,
dan bagaimana kesemuanya itu diletakan dalam agenda kebijakan dan agenda
politik. Kebijakan publik menurut Heidenheimer merupakan studi tentang
“bagaimana, mengapa, dan apa efek dari tindakan aktif (action) dan pasif
(inaction) pemerintah”.
Leslie A. Pal (1984:18) dalam Widodo (2008:12) mengemukakan bahwa
kebijakan diartikan “as a course of a action or inaction chosen by public
authorities to address a givern problem or interrelated set of problem”. Dye
dalam Islamy (2003:18) mengatakan bahwa Public policy is whats government
do, why they do it, and what different it make (Kebijakan publik adalah segala
sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan dan apa
perbedaan yang dihasilkan).
Dalam bukunya yang lain, Understanding Public Policy Dye menyebutkan
bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan dan tidak dilakukan. Kebijakan publik dari Thomas Dye dalam
Subarsono (2010:2) tersebut mengandung makna bahwa:
1. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan
organisasi swasata.
2. Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak
dilakukan oleh badan pemerintah.
Pendapat senada dikemukakaan Edward III dan Sarkansky yang
mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang pemerintah katakan dan
dilakukan atau tidak dilakukan. Kemudian Carl J. Frederich dalam (Islamy,
2003:17) menyatakan kebijakan sebagai:
“Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu”
Menurut William N. Dunn (2000:44) kebijakan publik adalah pola
ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling
tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat
oleh badan atau kantor pemerintah. Sedangkan kebijakan publik menurut Harold
Laswell dalam Nugroho (2004:3) adalah suatu program yang diproyeksikan
dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu dan praktek-praktek tertentu.
Menurut Dye (Widodo, 2008:13-14) ada tiga elemen dalam sistem kebijakan
publik yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan.
Sementara menurut David Easton sistem kebijakan publik terdiri atas lima unsur,
yaitu inputs, process, output, feedback, dan lingkungan. Lingkungan kebijakan
dibagi dalam dua macam yaitu intra dan extra societa environment. Dalam
lingkungan ini mengalir dua inputs yaitu demans dan support yang kemudian
diproses kedalam sistem politik yang selanjutnya melahirkan policy output,
berupa policy dan decision. Policy output kembali ke social environment sebagai
respons terhadap demand dari social environment. Atas dasar pengertian tersebut
Anderson mengemukakan elemen yang terkandung dalam kebijakan publik yaitu
sebagai berikut:
1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.
2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah
3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan
4. Kebijakan publik bersifat positif dan bersikap negative 5. Kebijakan publik yang bersifat positif selalu berdasarkan pada
pertauran perundang-undangan tertentu yang bersifat memaksa.
Peter Bridgman dan Glyn Davis dalam (Wicaksono, 2006:65) menyatakan
banyak definisi kebijakan publik menjadikan kita sulit menentukan definisi
kebijakan publik, oleh karenanya kita dapat meninjaunya dalam lima karakteristik
yaitu:
1. Memiliki tujuan yang didesain untuk dicapai atau tujuan yang dipahami.
2. Melibatkan keputusan beserta dengan konsekuensinya. 3. Terstruktur dan tersusun menurut aturan tertentu. 4. Pada hakikatnya politis 5. Bersifat dinamis
2.5. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan juga merupakan suatu proses dalam kebijakan publik
yang mengarah pada pelaksanaan dari kebijakan yang telah dibuat. Dalam
praktiknya, implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu
kompleks, bahkan tidak jarang bermuatan politis karena adanya intervensi dari
berbagai kepentingan.
Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana
dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan pada
kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Mazmanian dan Sabatier (Widodo, 2008:87) mendefinisikan
implementasi kebijakan sebagai:
“Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang akan diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”.
Kamus Webster dalam Wahab (1997:59) implementasi diartikan sebagai “to
provide the means for carrying out, to give practical effects to” (Implementasi
berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat
menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu tertentu). Van Meter dan Van
Horn dalam Agustino (2006:153) mendefinisikan Implementasi Kebijakan
sebagai “Policy implementation encompasses those actions by public and privat
individuals (and groups) that are directed at the achievement of goals and
objectives set forth in prior policy decisions.”
Sementara Grindle dalam Agustino (2006:153) merumuskan definisi yang
berbeda dari beberapa definisi-definisi di atas, beliau memandang implementasi
sebagai berikut:
“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual project dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”.
Christoper Hood (Parsons, 2006:467) mengemukakan lima kondisi atau
syarat untuk implementasi yang sempurna:
1. Bahwa implementasi ideal itu adalah produk dari organisasi yang padu.
2. Bahwa norma-norma akan ditegakan dan tujuan ditentukan 3. Bahwa orang akan melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan 4. Bahwa harus ada komunikasi yang sempurna di dalam dan di antara
organisasi 5. Bahwa tidak ada tekanan waktu
2.6. Pengawasan Kebijakan Publik
Kegiatan pemantauan dan pengawasan merupakan bentuk aktivitas dari
kontrol yang tujuannya untuk mengendalikan pelaksanan suatu kegiatan agar tidak
menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan. Kontrol diartikan sebagai proses
usaha untuk melihat dan menemukan apakah suatu kegiatan yang dilakukan telah
sesuai dengan yang dirancanakan. Pemantauan atau monitoring merupakan
prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan informasi tentang
sebab dan akibat dari kebijakan publik. Karena memungkinkan analisis
mendeskripsikan hubungan antara operasi program kebijakan dan hasilnya, maka
pemantauan merupakan sumber informasi utama dalam implementasi.
Pengawasan dimaksudkan untuk menetapkan premis factual tentang kebijakan
publik. Pemantauan menghasilkan kesimpulan yang jelas selama dan setelah
kebijakan diadopsi dan diimplementasikan
Strategi pemantauan menurut Djoko Widodo (Widodo, 2006:94) sama
dengan strategi dalam implementasi, yaitu:
1. Pelaku kontrol pelaksana kebijakan
Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan dapat dibedakan menjadi
duamacam yaitu:
a. Pelaku kontrol internal dapat dialakukan oleh unit atau bagian
monitoring dan pengendalian dan badan pengawas daerah.
b. Pelaku kontrol eksternal dapat dilakukan oleh DPRD, LSM, dan
komponen masyarakat.
2. Standar prosedur operasional pemantauan
Standar operating prosedur kontrol atas pelaksanaan kebijakan dapat
digambarkan sebagai berikut:
a. Organisasi harus menetapakan serangkaian tujuan yang dapat
diukur dari aktivitas yang telah direncankan.
b. Alat montoring harus disusun untuk mengukur kinerja individu,
program, atau system secara keseluruhan.
c. Pengukuran diperoleh melalui penerapan berbagai alat monitoring
untuk mengoreksi setiap penyimpanagn yang berarti.
d. Tindakan korektif dapat mencakup usaha-usaha yang mengarah
pada kinerja yang ditetapkan dalam rencana atau modifikasi
rencana kearah mendekati (mencerminkan kinerja).
3. Sumber daya keuangan dan peralatan
Untuk melakuakan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan, disamping
memerlukan dana yang cukup juga diperlukan alat yang memadai.
Besarnya anggaran dan jenis peralatan untuk melakukan kontrol
tergantung pada variasi dan kompleksitas pelaksanaan suatu kebijakan.
Sumber anggaran untuk melaksanakan pengawasan berasal dari APBN
dan APBD, LSM dan swadaya masyarakat.
Sementara itu peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan kontrol atas
pelaksanaan suatu kebijakan macam, jenis dan besar kecilnya peralatan
juga sangat tergantung kepada variasi dan kompleksitas pelaksanaan
kebijakan yang dikontrol.
4. Jadwal pelaksanaan kontrol
Pelaksanaan kontrol dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Dalam
kontrol internal dapat dilakukan setiap bulan, setiap triwulan atau setiap
semester sekali. Dan dalam kontrol eksternal jadwal sulit ditentukan
karena berada diluar organisasi dan bukan menjadi kewenangan
organisasi yang bertanggungjawab.
Menurut Carter (Parson, 2006:477) sistem implementasi yang sukses
melibatkan empat tipe kontrol, yaitu:
1. Koordinasi sepanjang waktu 2. Koordinasi pada waktu tertentu 3. Detail logistic dan penjadwalan 4. Penjagaan dan pemeilharaan batasan struktural.
Tujuan monitoring yaitu memberikan alasan kepada pemantau mengenai
sebab akibat mengapa harus dilaksanakan proses pengawasan. Monitoring,
pengawasan atau pemantauan merupakan aktivitas yang ditunjukan untuk
memberikan informasi tentang sebab akibat suatu kebijakan yang sedang
diimplementasikan dengan tujun menjaga agar kegiatan yang sedang
diimplementasikan sesuai dengan tujuan dan sasaran serta menemukan kesalahan
sedini mungkin sehingga mengurangi resiko yang lebih besar, melakukan
tindakan modifikasi terhadap kebijakan apabila hasil monitoring mangharuskan
untuk itu.
Terdapat lima langkah dasar yang dapat diterapkan dalam semua tipe
kegiatan pengawasan menurut William H.Newman dalam (Handoko, 2003:367),
yaitu:
1. Merumuskan hasil yang diinginkan 2. Menetapkan petunjuk 3. Menetapkan standar petunjuk dan hasil 4. Menetapkan jaringan organisasi 5. Menilai informasi dan mengambilk tindakan koreksi
Pengawasan implementasi kebijakan ada beberapa teknik pengawasan
kebijakan yaitu:
1. Non-coersive (tanpa paksaaan yang wajar), aparatur kebijakan dalam
mengejawantahkan regulasi tersebut tidak menggunakan sanksi yang
resmi, hukuman ataupaun ganjaran. Kebijakan seperti ini harus didukung
dengan kerjasama suakrela atau penerimaan dari warga masyarakat,
instansi , lembaga, departemen yang dipengaruhinya.
2. Inspeksi, adapat diartikan sebagai bentuk pengujian untuk menentukan
apakah implementasi kebijakan telah sesuai dengan standar resmi yang
telah ditentukan.
3. Lisensi atau pengesahan, melibatkan kekuasaan pemerintah untuk
menunjuk pada bidang bisnis khusus atau profesi untuk mengerjakan
sesuatu yang tidak dilarang. Lisensi digunakan untuk kepentingan-
kepentingan tertentu.
4. Kontrak, digunakan pemerintah sebagai dasar unutk pengendalian
ekonomi khusus, misalnya perusahaan yang menyuplai barang-barang
atau jasa pada pemerintah harus tunduk pada peraturan dasar seperti gaji,
jam kerja, dan kondisi kerja.
5. Perpajakan, Pajak menjadi sebauh instrument pengawasn kebijakan yang
menekankan pada bidang ekonomi.
6. Sanksi, yaitu hukuman dan pengargaan yang dapat diterima oleh instansi
atau individu untuk memberikan semangat atau motivasi dalam
melaksanakan keputusan. Sanksi dapat dianggap sebagai teknik
pengawasn tapi juga hukuman.
7. Prosedur informal, pengawasn yang dilakukan instasni atau badan atau
dinas tertentu dalam menilai kebijakan atau program yang tengah atau
telah diimplementasikan dapat diperoleh dari penggunaan prosedur
informal.
Pemantauan atau pengawasan memiliki empat fungsi dalam analisis
kebijakan (Dunn, 2000: 510) diantaranya:
1. Kepatuhan, dimana pemantauan bermanfaat untuk menentukan apakah
tindakan dari para administrator program, staf, pelaku, lain sesuai dengan
standard dan prosedur yang dibuat para legislator, insta sni pemerintah,
dan lembaga professional.
2. Sebagai pemeriksaan, pemantauan membantu menentukan apakah sumber
daya dan pelayanan yang dimaksud untuk kelompok sasaran memang telah
sampai pada mereka.
3. Berfungsi sebagai akuntansi, dimana monitoring bermanfaat unutk
melakukan akuntasni atas perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi
setelah dilaksanakannya sejumlah kebijakan publik dari waktu kewaktu.
4. Eksplanasi, dimana pemantauan dapat menghimpun informasi yang dapat
menjelaskan mengapa hasil-hasil kebijakan publik dan program berbeda.
Dalam mewujudkan pencapaian tujun kegiatan yang efektif maka diperlukan
prinsip-prinsip pengawasan yaitu:
1. Dapat merfleksikan sifat-sifat dan kebutuhan dari kegiatan-kegiatan yang
2. Harus dievaluasi. 3. Dapat dengan segera melaporkan penyimpangan-penyimpangan 4. Fleksibel 5. Dapat mereflektif pola organisasi 6. Ekonomis 7. Dapat dimengerti 8. Dapat menjamin diadakannya tindakan korektif.
Dalam melaksankan pengawasan ada beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan. William N Dunn (2000:523-541) mengidentifikasi ada empat jenis
pendekatan dalam monitoring, yakni:
1. Akuntansi System Sosial
Akuntansi system sosial (social system accounting) adalah suatu
pendekatan dan metode yang memungkinkan analisis memantau
perubahan kondisi sosial yang objektif dan subjektif dari waktu ke waktu.
Unsur analitis yang penting dari akuntansi system sosial adalah indikator
sosial. Indikator adalah statistik yang mengukur kondisi dan perubahan
sosial dari waktu ke waktu untuk berbagai segmen populasi.
2. Eksperimen Sosial
Eksperimen sosial disarankan digunakan untuk menemukan solusi
masalah sosial dengan cara memaksimalkan perbedaan diantata berbagai
tindakan kebijakan dalam suatu kelompok program yang kecil dan dipilih
secara cermat dan mengkaji konsekuensi mereka.
3. Pemeriksaan Sosial (Social Auditing)
Pemeriksaan sosial secara eksplisit memantau hubungan antara masukan,
proses, keluaran dan dampak sebagai usaha untuk mengikuti masukan
kebijakan dari titik dimana masukan itu dikeluarkan ke titik dimana
masukan dirasakan oleh penerima terakhir yang dimaksudkan dari
sumber daya tersebut. Pemeriksaan sosial membantu menentukan apakah
hasil kebijakan merupakan konsekuensi dari kecukupan masukan
kebijakan ataukah sebagai akibat dari proses yang mengalihkan sumber
daya atau pelayanan dari kelompok sasaran penerima manfaat yang
diinginkan. Dalam pendekatan ini yang diukur bukan hanya sekedar hasil
tersebut diperoleh masukan yang tidak boros, kemudian seberapa efektif
sebuah system berproses untuk dapat menghasilkan output.
4. Sintesis Riset Dan Praktek
Sintesis riset dan praktik (research and practice synthesis) merupakan
pendekatan pemantauan yang menerapkan kompilasi, perbandingan dan
pengujian secara sistematis terhadap hasil-hasli implementasi kebijakan
publikk di masa lampau. Dalam konteks ini ada kajian-kajian kristis dari
penelitian tentang proses dan hal kebijaka masa lalu.
Pendekatan-pendekatan diatas dapat dimengerti dalam dua istilah utama
yaitu:
1. Jenis-Jenis Pengendalian
2. Jenis-Jenis Informasi Yang Dibutuhkan
2.7. Konsep Pengelolaan Pertambangan
2.7.1.Prinsip Pengelolaan Pertambangan yang Baik dan benar
Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada
konsep Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan. Dalam
penggunaan sumber daya alam haruslah berpedoman pada pembangunan yang
berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang
dapat memenuhi kebutuhan saat ini dengan mengindahkan kemampuan
generasi mendatang dalam mencukupi kebutuhannya.
Pemanfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan
kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan akan mengganggu keberlanjutan
usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban
manusia. Pandangan berkelanjutan dan holism tercermin pada Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa konservasi sumber daya alam
yang tak terbaharui harus menjamin pemanfaatannya secara bijak. Artinya
harus memperhatikan daya dukungnya. Sedangkan sumber daya alam yang
terbaharui dilaksankan untuk menjamin kesinambungan ketersediannya dengan
tetap memelihara dan menigkatkan kualitas nilai kesinambungan.
(DEPHUKAM RI, 2007:14-16).
Konsep prinsip-prinsip pengelolaan dan pengusahaan bahan galian atau
usaha pertambangan yang baik dan benar memiliki dimensi yang luas yaitu
bahwa prinsip-prinsip pengelolaan pertambangan yang baik dan benar memiliki
maksud dan tujuan sebagai berikut (Sudrajat, 2010:142):
a. Mengendalikan distribusi pemanfaatan bahan galian, dengan prioritas
utama diperuntukan bagi kepentingan bangsa dan negara
b.Menigkatkan mining recovery atau perolehan bahan galian semaksimal
mungkin.
c. Menigkatkan efisiensi pemakaian bahan galian, sebagai upaya
penghematan pemakaian bahan dasar industri berdimensi jangka
panjang. Hal ini berkaitan dengan keberadaan bahan galian sebagai
bahan yang tidak dapat terbarukan “non-renewable resource”. Artinya
penghematan untuk generasi yang akan dating.
d.Menigkatkan perolehan devisa negara dari sector pertambangan.
Paradigma kegiatan usaha pertambangan yang baik dan benar (good
mining practice) yaitu membangun peradaban suatu kegiatan usaha
pertambangan yang memenuhi ketentuan-ketentuan, kriteria, kaidah-kaidah,
dan norma-norma yang tepat sehingga pemanfaatan sumber daya mineral
memberi hasil yang optimal dan dampak buruk yang minimal. Good mining
practice meliputi (Sudrajat, 2010: 145):
1. Penetapan wilayah pertambangan 2. Penghormatan atas pemegang hak kepemilikan hak atas tanah 3. Perizinan 4. Teknis Penambangan 5. Keselamatan dan kesehatan kerja 6. Lingkungan 7. Keterkaitan hulu-hilir/konservasi/nilai tambah.
Secara umum prinsip-prinsip pertambangan yang baik dan benar dapat
dilihat pada bagan berikut ini:
Gambar.2.1
Paradigma pengelolaan pertambangan yang baik dan benar
Penerapan teknis pertambangan yang tepat:
a. Penetapan cadangan b. Kajian kelayakan c. Konstruksi d. Penambangan, pengolahan,
pengagkutan
Peduli lingkungan
Peduli lingkungan
Pengelolaan pertambangan yang baik dan benar
Penerapan prinsip konservasi
punya nilaitambah (comumunity development)
optimalisasi pemanfaatan logam dan mineral bagi masyarakat
peraturan perundangan
standarisasi
2.7.2. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan wilayah dan atau masyarakat dan daerah sekitar kegiatan
usaha pertambangan khususnya dan negara pada umumnya merupakan bagian
proses dari penataan sistem pengelolaan pertambangan yang baik dan benar
yang diharapkan dapat mengoptimalisasikan pemanfaatan bahan galian.
Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat harus berdimensi kedepan
dalam kerangka mempersiapkan wilayah dan masyarakat sekitar
pertambangan dapat mengembangkan kemandirian daerah, bentuk-bentuk
programnya misalnya meliputi (Sudrajat, 2010:148):
1. Pembinaan dan pengembanagn SDM 2. Pengembangan system pelayanan kesehatan 3. Pembinaan dan pengembangan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi. 4. Pengembangan wilayah berdimensi jangka panjang, berkesinambungan
dan berkelanjutan 5. Melakukan pola-pola kemitraan
2.8. Tahapan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral
atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang. berikut ini akan dijelaskan
tahapan dalam kegiatan usaha pertambangan:
1. Tahapan penyelidikan bahan galian
Tahapan penyelidikan sebuah studi eksplorasi bahan galian menjadi
suatu keharusan yang harus dilalui. Tahapan ini dilakukan guna menghindari
gagalnya sebuah kegiatan eksploitasi. Artinya untuk kebanyakan bahan
galian sangat tidak mungkin kegiatan eksplorasi dilakukan secara ujug-ujug.
Adapun tahapan kegiatan eksplorasi bahan galian adalah:
a. Studi Pendahuluan
Studi Pendahuluan merupakan kegiatan persiapan sebelum melakukan
penyelidikan langsung di lapangan. adapun kegiatan studi pendahuluan
meliput:
1. Studi literature, 2. Membuat rencana kerja dan peta kerja, 3. Denga luas area yang di-plotting sangat luas, 4. Membuat rencana pengambilan contoh, 5. Cadangan yang diketahui bersifat spekulatif dengan tingkat
kesalahan antara 80% sampai dengan 90%, 6. Mempersiapkan aspek administrative, surat-surat untuk instansi
terkait, aspek legalitas perusahaan dan lainnya, 7. Mencari data tentang budaya dan aspek sosial ekonomi
setempat.
b. Survei Tinjau
Survei Tinjau merupakan kegiatan penyelidikan eksplorasi dilapangan,
sifatnya hanya peninjauan sepintas pada daerah-daerah yang
sebelumnya diperkirakan menarik dari sisi data geologi, sehingga dari
kegiatan ini diharapkan dapat diketahui indikasi mineralisasi bijih
bahan galian.
c. Eksplorasi Pendahuluan
Kegiatan eksplorasi pendahuluan dilaksanakan pada wilayah yang telah
dibatasi atau diokalisasi dari hasil studi survei tinjau yang telah
dilakukan sebelumnya. Penyelidikan paa tahap ini dapat dilakukan
dengan metode eksplorasi geokimia adan geofisikan (gabungan).
Metode eksplorasi dengan mempergunakan geokimia dimaksudkan
untuk mengetahui penyebaran bijih yang dicari, dengan cara
melakukan penelitian dan pengambilan contoh tanah di darat dan
memperluas pengambilan jenis contoh. Sedangkan eksplorasi dengan
metode geofisika merupakan metode yang berlandaskan bahwa
lapisan-lapisan penyusun bumi mempunyai sifat-sifat fisik tertentu.
d. Eksplorasi Umum
Kegiatan eksplorasi umum merupakan bagian dari penyelidikan
pendahuluan dengan cakupan luas areal penyelidikan lebih kecil.
e. Eksplorasi Detail dan Rinci
Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secaraterperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk
dan dimensi sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari bahan
galian, serta informas imengenai lingkungan sosial dan lingkungan
hidup. Kegiatan ekspolrasi rinci merupakan kegiatan tahap
penyelidikan lapangan terakhir yang dilakukan. Dalam tahap ini area
atau daerah yang diteliti merupakan daerah terpilih dan dibatasi.
2. Studi kelayakan
Studi kelayakan merupakan salah satu kewajiban normatif yang harus
dipenuhi dan prasyarat untuk memperoleh IUP Operasi Produksi. aspek-
aspke yang menjadi kajian dalam studi kelayakan yaitu:
a. Aspek kajian teknis, meliputi:
1. Kajian hasil eksplorasi, berkaitan dengan aspek geologi,
topografi, sumur uji, aprit uji, pemboran, kualias endapan, dan
jumlah cadangan.
2. Hasil kajian data-data eksplorasi tersebut, sebagai data teknis
dalam menentukan pilihan sistem penambanganterbuka,
tambang bawah tanah, atau campuran.
b. Aspek kajian non teknis, meliputi:
1. Kajian peraturan perundang-undangan yang terkait aspek
ketenagakerjaan, aturan K3, sistem perpajakan, dan retribusi,
aturan administrasi pelaporan kegiatan tambang, dan lain-lain.
2. Kajian aspek sosial budaya dan adat istiadat masyarakat
setempat, meliputi kajian aspek hukum adat yang berlaku,
pola prilaku dan kebiasaan masyarakat setempat.
c. Kajian pasar, berkaitan dengan supply and demand. dapat dianalisi
dari karakteristik pasar, potensi, dan pesaing pasar. selain itu hal
penting yaitu karakteristik dan stanarisasi produk di pasar.
d. Kajian kelayakan ekonomis, adalah perhitungan tentang kelayakan
ekonomis, berupa estimasi-estimasi dengan mempergunakan beberapa
metode pendekatan
e. Kajian kelayakan lingkungan, berbentuk AMDAL dan UKL-UPL.
Kajian lingkungan untuk indsutri pertambangan merupakan kegiatan
wajib AMDAL, karena baik dari sisi intensitas, ruang lingkup
kegiatan, maupun dari sisi operasional dan penjgolahan bahan galian
merupakan kegiatan-kegiatan yang dampak menimbulkan dampak
serius terhadap lingkungan.
3. Eksploitasi Bahan Galian
Pemilihan cara atau sistem penambangan sendiri ditentukan berdasarkan
hasil kajian studi kelayakan sebagaimana diuraikan diatas. Sistem
penambangan secara umum terbagi dalam dua sistem yaitu:
1. Tambang Terbuka (Surface Mining)
Pemilihan sistem penambangan atau tambang terbuka biasa
diterapkan untuk bahan galian yang keterdapatannya relative dekat
dengan permukaan bumi. Sebelum melakukan penggalian atau
pengambilan bahan galian terlebih dahulu harus melalui tahapan-
tahapan pekerjaan pendahuluan yaitu pembersihan lahan rencana
tambang (Land Clearing), pengupasan tanah penutup (Over
Burden), penggalian atau pembongkaran bahan galian (Digging)
2. Tambang Bawah Tanah (Undeerground Mining)
Pemilihan metode penambangan dengan tambang bawah tanah
sangat ditentukan oleh beberapa faktor teknis kondisi geologi bahan
galian yang akan di tambang dan faktor pendukung lainnya. Faktor-
faktor teknis dan pendukung tersebut terdiri dari:
a. Ukuran bahan galian b. Kemiringa nbahan galian c. Kedalaman bahan galian d. Proyeksi waktu penambangan e. Kualitas bahan galian f. Fasilitas lokal yang tersedia g. Kekuatan bahan galian dan batuan samping bahan galian
4. Pengolahan dan pemurnian
Pengolahan bahan galian dimaksudkan untuk memperoleh recovery dari
bahan galian secara maksimal, guna mencapai nilai tambah secara maksimal
pula. Dalam sistem pengolahan bahan galian sanagt dipengaruhi oleh
karakteristik bahan galian yang akan diolah, yaitu:
a. Sifat fisik bahan galian b. Jenis mineral utama dan komposisi mineral yang terdapat dalam
bahan galian c. Kadar dan masing-masing mineral yang terdapat dalam bahan galian d. Standar atau kualitas hasil pengolahan
2.9. Kerangka Berpikir Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Banten yang
memiliki potensi bahan galian yang potensial dan beragam yang tersebar di 28
Kecamatan. Potensi bahan galian tersebut tentulah akan membawa keuntungan
bagi daerah yaitu dapat menjadi salah satu penyumbang ke kas daerah atau APBD
jika dikelola dengan baik, namun kegiatan usaha pertambangan memilki sisi
buruk terhadap lingkungan sehingga kegiatan pertambangan haruslah berwawasan
lingkungan yang berkelanjutan karena sumber daya pertambangan merupakan
sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Maka dari itu melihat potensi
pertambangan yang ada sangat potensial, untuk mendorong kemandirian daerah
Pemerintah Kabupaten Lebak mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak
No 7 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Pertambangan Umum yang kemudian
dirubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No.1 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai penyesuain
dari Undang-undang No.11 Tahun 1967 Tentang Pokok-pokok Pertambangan
umum yang direvisi dengan Undang-undag No.4 Tahun 2009.
Sektor Pertambangan di Lebak masih mengalami masalah yang sama hingga
kini yaitu dihadapkan pada penambang ilegal (ilegal mining), dan kegiatan
penambangan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Sumber daya
pertambangan merupakan sumber daya yang tidak dapat terbaharui, maka itu
pemanfaatan sumber daya pertambangan harus dapat dikendalikan sehingga tidak
merusak lingkungan namun tetap dapat mensejahterakan masyarakat. Dalam
menimplementasikan peraturan ini perlu adanya pengawasan agar implentasi
berjalan baik sehingga pertambangan yang dialakukan tertib hukum dan
berwawasan lingkungan. Pengawasan yang dilakukan dilakukan dinas terkait
dalam hal ini Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak sebagai
pelaksana teknis dan administrative dalam penyelenggaraan usaha pertambangan
mineral dan batubara sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No1
Tahun 2011. Dalam menentukan strategi pengawasan dalam implementasi
kebijakan menggunakan model pengawasan yang dikemukakan Djoko Widodo
(Widodo, 2006:94) yaitu:
a. Pelaku kontrol pelaksana kebijakan
b. Standar prosedur operasional pemantauan
c. Sumber daya keuangan dan peralatan
d. Jadwal pelaksanaan kontrol
Adapun kerangka berpikir yang digunakan, yaitu:
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir
Perda Kabupaten Lebak No 1 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (pengganti Perda Kabupaten Lebak No 7 tahun 2004)
Implementasi
Strategi Pengawasan Menurut Djoko Widodo: 1. PelakuPengawasan
Pelaksanaan Kebijakan 2. Standar Operasional Prosedur
Pengawasan 3. Sumber Daya Keuangan Dan
Peralatan 4. Jadwal Pelaksanaan Kebijakan
Pertambangan tertib hukum dan berwawasan lingkungan
Monitoring/pengawasan kebijakan Feedback
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah kerangka kerja dalam suatu studi tertentu, guna
mengukur dan melakukan analisis data sehingga dapat menjawab masalah-
masalah penelitian. Penelitian mengenai Pengawasan Dinas Pertambangan dan
Energi Kabupaten Lebak dalam Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara di Kecamatan Bayah yaitu menggunakan metode penelitian
kualitatif.
Denzin dan Lincoln dalam Moeleong (2007:4) menyatakan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada. Sedangkan Strauss dan Corbin dalam
Basrowi&Suwandi (2008:1) mengemukakan penelitian kualitatif (Qualitative
Research) adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang
tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan
cara kuantifikasi lainnya.
Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2007:4) mengartikan kualitatif sebagai
“prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati”. Pendapat lain dikemukakan
oleh John W. Creswell (1994:150-1) metode pendekatan kualitatif merupakan
sebuah proses investigasi. Dengan demikian dalam penelitian kualitatif, seorang
peneliti melakukan serangkaian kegiatan investigasi untuk mendapatkan data yang
nantinya akan digunakan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Dalam
kegiatan investigasi sendiri banyak cara yang dapat dignaan untuk mendapatkan
data, yaitu dengan teknik wawancara mendalam, studi literature dan dokumentasi,
serta kelompok diskusi terfokus.
3.2. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian mengenai Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Lebak dalam Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara di Kecamatan Bayah yang menjadi instrumen utama penelitian adalah
peneliti sediri. Menurut Irawan (2006:17), dalam sebuah penelitian kualitatif yang
menjadi instrumen terpenting adalah peneliti sendiri. Sedangkan menurut
Moleong (2007:19) pencari tahu alamiah (peneliti) dalam pengumpulan data lebih
banyak bergantung pada dirinya sebagai alat pengumpul data. Adapun alat-alat
tambahan yang digunakan dalam pengumpulan datanya terdiri dari; panduan
wawancara, alat perekam (tape recorder), buku catatan dan kamera digital.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer dan
data sekunder. Sebagai data primer dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan
orang-orang yang diamati dari hasil wawancara dan observasi berperan serta.
Sedangkan data-data sekunder yang didapatkan berupa dokumen tertulis, Teknik
pengumpulan data yang digunakan merupakan kombinasi dari beberapa teknik, yaitu:
a. Wawancara.
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara (interviewer) dan yang
diwawancarai (interviewee). Wawancara dalam penelitian kualitatif bersifat
mendalam (indept interview). Adapun jenis wawancara yang digunakan
adalah wawancara terstuktur dan tak berstruktur. Wawancara tidak terstuktur
adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya, tetapi disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang
unik dari informan, pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam
percakapan sehari-hari. Sedangkan wawancara terstuktur, peneliti
menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya.
b. Observasi
Observasi atau yang lebih umum dikenal dengan pengamatan menurut Moleong
adalah kegiatan untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif,
kepercayaan, perhatian, perilaku tidak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Dalam
penelitian ini, teknik observasi/pengamatan yang digunakan adalah observasi
tidak berperan serta atau partisipasi pasif, yang berarti peneliti tidak ikut serta
dalam kegiatan yang dilakukan, hanya sebagai pengamat indevenden.
c. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan salah satu sumber data sekunder yang diperlukan dalam
sebuah penelitian. Menurut Guba & Lincoln (Moeleong, 2007:126) dokumen
adalah setiap bahan tertulis ataupun film, gambar dan foto-foto yang
dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Studi dokumentasi
dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis
yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga yang menjadi obyek penelitian, baik
berupa prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan serta
berupa foto ataupun dokumen elektronik (rekaman).
3.3. Informan Penelitian
Sebuah penelitian dengan pendekatan kualitatif, informan menjadi salah satu
hal yang sangat penting. Dalam penelitian peneliti menentukan informan dengan
teknik purposive (bertujuan), yaitu merupakan metode penetapan informan dengan
berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu disesuaikan dengan informasi yang
dibutuhkan. Dalam penelitian ini juga akan digunakan teknik Snowboling.
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini yaitu dalam tabel
berikut:
Tabel 3.1
Informan Penelitian
Kode informan
Informan Kategori informan
I.1 RT Kepala bidang pertambangan umum Kab.Lebak I.2 AN Kepala seksi bimbingan dan pengawasan I.3 US Kepala seksi ketentraman dan ketertiban Kecamatan
Bayah I.4 TH Kepala seksi pencemaran, Kerusakan lingkungan
dan pengolahan limbah BLHD Kabupaten Lebak I.5. LS Kepala keuangan desa Sawarna
I.6 SM Kepala desa Cimancak
I.7
MB
Pengusaha pertambangan legal
I.8 BH Pengusaha pertambangan legal I.9 YU
Pengusaha Pertambangan ilegal
I.10 DW Pengusaha pertambangan ilegal
I.11 IM Pegawai Perhutani KPH Bayah I.12 ES Buruh Tambang
3.4. Teknik Analisis Data
Kegiatan analisis data dalam penelitian kualitatif dimulai sejak peneliti
melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan selesainya penelitian. Analisis
data dilakukan secara terus-menerus tanpa henti sampai data tersebut bersifat
jenuh. Menurut Bogdan & Biklen analisis data kualitatif adalah:
”Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain” (Moleong, 2007;248)
Dalam prosesnya, analisis data dalam penelitian ini menggunakan model
interaktif yang telah dikembangkan oleh Miles & Huberman Miles dan
Hubberman (1992:15), yaitu selama proses pengumpulan data dilakukan tiga
kegiatan penting, diantaranya; reduksi data (data reduction), penyajian data (data
display) dan verifikasi (verification)
Gambar 3.1
Analisis data menurut Miles & Huberman
Dari gambar 3.1 dapat dilihat bahwa pada prosesnya peneliti akan melakukan
kegiatan berulang-ulang secara terus-menerus. Ketiga hal utama itu tersebut
merupakan sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah
pengumpulan data. Ketiga kegiatan di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Reduksi Data (Data Reduction)
Selama proses pengumpulan data dari berbagai sumber, tentunya akan
sangat banyak data yang didapatkan oleh peneliti. Semakin lama peneliti
berada di lapangan, maka data yang didapatkan akan semakin kompleks
Data Colection
Data Colection Data Display
Data Reduction
Verification
dan rumit, sehingga apabila tidak segera diolah akan dapat menyulitkan
peneliti, oleh karena itu proses analisis data pada tahap ini juga harus
dilakukan. Untuk memperjelas data yang didapatkan dan mempermudah
peneliti dalam pengumpulan data selanjutnya,maka dilakukan reduksi data.
Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data
kasar yang muncul dari catatan-catatan yang muncul di lapangan. Reduksi
data berlangsung selama proses pengumpulan data masih berlangsung.
Pada tahap ini juga akan berlangsung kegiatan pengkodean, meringkas dan
membuat partisi (bagian-bagian). Proses transformasi ini berlanjut terus
sampai laporan akhir penelitian tersusun lengkap.
b. Penyajian Data ( Data Dispay)
Langkah penting selanjutnya dalam kegiatan analisis data kualitatif adalah
penyajian data. Secara sederhana penyajian data dapat diartikan sebagai
sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam sebuah penelitian
kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalambentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
Namun pada peneltian ini, penyajian data yang peneliti lakukan dalam
penelitian ini adalah bentuk teks narasi, hal ini seperti yang dikatakan oleh
Miles &Huberman, ”the most frequent form display data for qualitative
research data inithe past has been narrative text” (yang paling sering
digunakan untuk penyajian data kualitatif pada masa yang lalu adalah
bentuk teks naratif). Selain itu penyajian data dalam bentuk bagan dan
jejaring juga dilakukan pada penelitian ini. Penyajian data bertujuan agar
peneliti dapat memahami apa yang terjadi dan merencanakan tindakan
selanjutnya yang akan dilakukan.
c. Verifikasi / Penarikan Kesimpulan (Verification)
Langkah ketiga dalam tahapan analisis interkatif menurut
Miles&Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari
permulaan pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti dari hubungan-
hubungan, mencatat keteraturan, pola-pola dan menarik kesimpulan.
Asumsi dasar dan kesimpulan awal yang dikemukakan dimuka masih
bersifat sementara, dan akan terus berubah selama proses pengumpulan
data masih terus berlangsung. Akan tetapi, apabila kesimpulan tersebut
didukung oleh bukti-bukti (data) yang valid dan konsisten yang peneliti
temukan di lapangan, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel.
3.5. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data
Validitas lebih merupakan tujuan bukannya hasil, bukan sesuatu yang dapat
dibuktikan dan dianggap biasa-biasa saja. Validitas juga relative dalam pengertian
bahwa seyogyanya dinilai dalam kaitannya dengan tujuan dan lingkungan
penelitian itu sendiri bukan sekedar persoalan metode atau kesimpulan yang
terlepas dari konteksnya. Menurut Alwasilah (2002: 169) menyatakan bahwa
validitas adalah kebenaran dan kejujuran sebuah deskripsi, kesimpulan,
penjelasan, tafsiran dan segala jenis laporan. Terdapat dua macam validitas
penelitian yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal
merujuk pada persoalan apakah temuan penelitian sesuai dengan realitas yang ada,
sedangkan validitas eksternal merujuk pada ide sejauh mana temuan-temuan
penelitian itu dapat diterapkan pada situasi-situasi lain yakni generalisasi populasi
di mana sampel tersebut diambil.
Sedangkan reliabilitas dalam penelitian kualitatif sangat berbeda dengan yang
terdapat pada penelitian kuantitatif. Bila dalam penelitian kuantitatif reliabilitas
berkenaan dengan konsistensi data, di mana bila terdapat peneliti yang melakukan
penelitian pada obyek yang sama, maka akan mendapatkan data yang sama. Maka
dalam penelitian kualitatif tidak demikian, suatu realitas (social situation) bersifat
majemuk dan dinamis, sehingga tidak ada data yang bersifat konsisten dan
berulang seperti semula. Adapun untuk pengujian validitas dan keabsahan
datanya, pada penelitian ini dilakukan cara triangulasi dan membercheck.
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Triangulasi
(Irawan, 2006:79) adalah proses check and recheck antara satu sumber data
dengan sumber alinnya. Terdapat tiga jenis triangulasi, yaitu triangulasi sumber,
triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Namun dalam penelitian ini hanya
menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari lapangan melalui
beberapa sumber. Sedangkan triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek
data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Pengecekan
dilakukan dengan mengunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi.
3.6. Tempat dan Jadwal Penyusunan Proposal
Penelitian ini dilakukan di lokasi pertambangan yang ada di Kecamatan
Bayah yang meliputi desa –desa yang terdapat kegiatan usaha pertambangan dan
kantor Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak yaitu Jalan. Jenderal
Ahmad Yani No.99 Cibadak Kabupaten Lebak. Adapun jadwal penyusunan
proposal yaitu sebagai berikut:
Table 3.2
Jadwal Penyusunan Skripsi
Kegiatan 2010 2011
11
12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengajuan Judul
Observasi Awal
Penyusunan Proposal (Bab 1-3)
Seminar Proposal
Penelitian Lapangan
Penyusunan Bab 4-5
Sidang Skripsi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Kecamatan Bayah
Kecamatan Bayah memiliki luas wilayah 156,43 km2 dengan jumlah
penduduk 38.410 jiwa terdiri dari laki-laki berjumlah 19.827 jiwa dan
perempuan berjumlah 18.583 jiwa serta kepala keluarga berjumlah 10.315.
Kecamatan Bayah berbatasan dengan Kecamatan Panggarangan di sebelah
barat, Kecamatan Cilograng disebelah timur, Kecamatan Cibeber di sebelah
utara, dan Samudera Indonesia di sebelah selatan. Wilayah administrasi
Kecamatan Bayah terdiri dari 11 desa yaitu:
1. Desa Bayah Barat 2. Desa Bayah Timur 3. Desa Cimancak 4. Desa Cisuren 5. Desa Pasir Gombong 6. Desa Cidikit 7. Desa Darmasari 8. Desa Sawarna 9. Desa Sawarna Timur 10. Desa Suwakan 11. Desa Pamumbulan
Secara umum topografi kecamatan bayah dikategorikan kedalam dataran,
pantai dan lereng/bukit. Dataran rendah umunya merupakan areal pertanian dan
perkebunan. Areal pertanian di daerah ini hampir sebagian besar merupakan
pertanian penduduk baik sawah tadah hujan, maupun palawija. Kondisi lereng
bukit mendominasi wilayah Bayah hampir 57% merupakan lereng/bukit dari
keadaan topografi yang didominasi oleh bukit/lereng inilah yang menjadikan
Bayah sebagai wilayah yang memiliki kandungan bahan mineral dan batubara
yang potensial. Kemudian wilayah pesisir atau pantai yang ada di Bayah tidak
begitu mendominasi hanya sekitar 8% merupakan wilayah pantai yang tersebar
di desa bayah barat, darmasari, sawarna dan sawarna timur. Sumber daya alam
yang terdapat di Bayah akan sangat potensial jika dimanfaatkan secara optimal
baik itu dari pertanian, wilayah pesisir yang menyimpan banyak keuntungan
seperti pariwisata serta potensi pertambangan yang sangat potensial untuk
menarik investor menanamkan modalnya terhadap bahan galian yang ada di
Bayah.
Kondisi sosial masyarakat di Kecamatan Bayah masih di dominasi
pertanian, dan perdagangan dan jasa, selain itu banyak pula masyarakat Bayah
yang bekerja di bidang pertambangan atau bahan galian, baik sebagai buruh
tambang maupun pengusaha pertambangan.
4.1.2. Gambaran Umum Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak
Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak merupakan unsur
pelaksana pemerintah daerah yang bergerak dalam bidang pertambangan dan
energi. Dinas pertambangan dan energi sendiri mempunyai tugas membantu
bupati dalam menyelenggarakan otonomi daerah di bidang pertambangan dan
energi serta melaksanakan tugas pembantuan yang diserahkan kepada
pemerintah daerah berdasarkan konsep desentralisasi kekuasaan dari pusat ke
daerah.
Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak sendiri berada di
pusat kota Rangkasbitung yaitu jalan Jenderal Ahmad Yani No.99 Cibadak
Kabupaten Lebak. Letaknya yang berada di pusat pemerintah memudahkan
koordinasi dengan instansi lain, sebagai hubungan yang sifatnya vertikal dan
horizontal dalam hal pengelolaan pertambangan. Berdasarkan keadaan
geografisnya, luas wilayah Kabupaten Lebak yaitu 304.472 ha merupakan
kabupaten terluas di Propinsi Banten. Hal ini menjadikan Dinas Pertambangan
dan Energi harus bekerja secara optimal karena luasnya wilayah pengawasan
dan dengan didukung oleh wilayah kabupaten yang memiliki kandungan sumber
daya alam yang cukup melimpah. Pengelolaan pertambangan umum yang ada di
wilayah Kabupaten Lebak diharapkan dapat terkelola dengan baik dengan
adanya Dinas Pertambangan dan Energi guna membantu pembangunan daerah
Kabupaten Lebak.
4.1.2.1. Visi Dan Misi Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak
Adapun visi dan misi Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak
adalah sebagai berikut:
a. Visi: Lebak menjadi daerah kondusif untuk berinvestasi di bidang
pertambangan dan energi yang berorientasi pada pembangunan
pedesaaan. Makna perumusan visi tersebut yaitu mengacu kepada visi
Kabupaten Lebak:
1. Lebak menjadi daerah kondusif untuk berinvestasi di bidang
pertambangan dan energi yang berorientasi pada pembangunan
pedesaan tahun 2010.
2. Visi tersebut cukup menantang dan rasional, sehingga
memerlukan upaya yang optimal dan dukungan dari seluruh
stakeholder.
3. Kabupaten Lebak sebagai daerah yang memiliki potensi sumber
daya alam khusunya potensi pertambambangan dan energi yang
cukup melimpah harus menjadi daya tarik bagi para investor
untuk menanmkan modalnya di Kabupaten Lebak. Dengan adanya
investasi di bidang pertambangan dan energi tersebut diharapkan
dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan asli
daerah dan menigkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Energi listrik merupakan salah satu jenis energi yang dibutuhkan
oleh masyarakat, sehingga pemerintah daerah harus berupaya
secara bertahap untuk memenuhinya. Dengan adanya energy
listrik tersebut diharapkan akan berdampak tumbuhnya kegiatan
ekonomi masyarakat di pedesaan.
b. Misi: mewujudkan Lebak sebagai daerah yang kondusif dalam
berinvestasi di bidang pertambangan dan energi serta terpenuhinya
kebutuhan listrik pedesaan untuk percepatan pembangunan dalam
rangka menigkatkan kesejahteraan masyarakat. Makna perumusan misi
tersebut adalah:
1. Kondisi iklim usaha yang kondusif merupakan syarat utama yang
menjadi pertimbangan masuknya investor, baik bidang
pertambangan maupun bidang lainnya ke Kabupaten Lebak.
Kondisi tersebut perlu di ciptakan, dielihara, dan ditingkatkan.
2. Energi listrik sebagai salah satu jenis energi yang dibutuhkan oleh
masyarakat yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah daerah
dalam rangka mendukung percepatan pembangunan dan
menigkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak dalam
menyelenggarakan tugasnya mempunyai beberapa fungsi, diantaranya sebagai
berikut:
a. Pelaksanaan perencanaan dan perumusan kebijakan teknis
pertambangan dan energi
b. Pelaksanaan bimbingan, pembinaan dan mempersiapkan ijin usaha
pertambangan dan energi
c. Pelaksanaan pengawasan terhadap usaha pertambangan dan energi
serta pembimbingan terhadap pelaksanaan konservasi dan reklamasi
d. Penyelenggaraan penyelidikan dan pengelolaan sumber daya mineral
dan energi serta air bawah tanah
e. Penetapan dan penyelenggaraan serta pengawasan distribusi
ketenagalistrikan yang tidak termasuk didalam grid nasional
f. Pelaksanaan penetapan dan pengawasan distribusi harga bahan bakar
minyak (BBM)
g. Pengelolaan administrasi umum meliputi ketatalaksanaan, keuangan,
kepegawaian, peralatan dan perlengkapan dinas
h. Pengelolaan UPT
Tujuan yang ingin dicapai Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten
Lebak yaitu sebagai berikut:
a. Menigkatkan kualitas sumber daya manusia melalui diklat teknis
fungsional dan pelatihan
b.Menigkatkan jumlah cakupan desa yang mendapatkan fasilitas listrik
melalui listrik masuk desa
c. Menigkatkan keindahan, ketertiban dan kemanan (K3) melalui
penigkatan pemeliharaan dan pemasangan penerangan jalan umum.
d.Menigkatkan usaha bidang pertambangan yang berwawasan
lingkungan dan menertibkan usaha pertambangan tanpa ijin.
e. Menigkatkan penelitian dalam rangka mendapatkan data potensi bahan
galian pertambangan dan air bawah tanah.
4.1.2.2. Struktur organisasi
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 11 Tahun 2007
Tentang Pemebntukan Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Lebak struktur organisasi Dinas Pertambangan Dan Energi
Kabupaten Lebak terdiri dari:
1. Kepala dinas 2. Sekretariat:
a. Sub bagian program b. Sub bagian keuangan c. Sub bagian umum
3. Bidang pertambangan umum a. Seksi pengusaha pertambangan b. Seksi bimbingan pengawasan pertambangan umum c. Seksi konservasi dan pengendalian lingkungan pertambangan
4. Bidang geologi dan air tanah a. Seksi pemetaan dan penelitian geologi b. Seksi sdm dan batubara c. Seksi air tanah
5. Bidang energi: a. Seksi pengembangan energy b. Seksi pembangunan dan pemliharaan pju c. Seksi pengusahaan dan pengawasan energi
6. Cabang dinas 7. UNIT ELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) 8. Kelompok jabatan fungsional
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian
4.2.1. Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Pengawasan merupakan salah satu instrument model, yaitu untuk
mengawal dan mengarahkan agar rencana program pada saat implementasi
tetap berada pada rel, kriteria, dan kaidah-kaidah yang menjadi landasan
program tersebut dirancang. Menurut Djoko widodo pelaksanaan suatu
kebijakan tidak akan berjalan baik tanpa adanya pengawasan dari dinas terkait.
Adapun strategi yang dapat digunakan dalam pengawasan kebijakan yaitu
pelaku kontrol kebijakan, standar operasional prosedur, sumber daya dan
peralatan, dan jadwal pelaksanaan kontrol.
Pemerintah daerah Kabupaten Lebak telah mengatur kebijakan di bidang
usaha pertambangan yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten
Lebak No.1 Tahun 2011 tentang Penyelanggaraan Usaha pertambangan
Mineral dan Batubara sebagai pengganti Peraturan Daerah Kabupaten Lebak
No.7 Tahun 2004 tentang pengelolaan pertambangan umum. Dalam
melaksanakan peraturan daerah tersebut agar berjalan lancar sesuai dengan
tujuan yang diharapkan, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak
merupakan pelaksana teknis dan adminstratif dalam penyelenggaraan usaha
pertambangan mineral dan batubara di Kabupaten Lebak, baik dari tahap
pemberian rekomendasi izin hingga pada tahap pasca tambang. Dalam
pelaksanaannya pengawasan menjadi unsur penting yang harus dilakukan.
Berdasarkan kriteria Djoko Widodo maka strategi pengawasan yang dilakukan
Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dipengaruhi oleh berikut ini:
1. Pelaksana Kontrol Kebijakan
Pelaku kontrol kebijakan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
pelaku kontorl internal dan pelaku kontrol eksternal. Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak mnerupakan pelaksana
kontrol internal dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral
dan batubara. Sesuai dengan fungsi DISTAMBEN dalam bidang
pertambangan yaitu:
a. Pelaksanaan perencanaan dan perumusan kebijakan teknis
pertambangan dan energi
b. Pelaksanaan bimbingan, pembinaan dan mempersiapkan ijin usaha
pertambangan dan energi
c. Pelaksanaan pengawasan terhadap usaha pertambangan dan energi
serta pembimbingan terhadap pelaksanaan konservasi dan
reklamasi.
Dalam pelaksanaan pengawasan terhadap penyelenggaraan usaha
pertambangan mineral dan batubara, DISTAMBEN memiliki seksi
tersendiri yaitu seksi bimbingan dan pengawasan, hal tersebut di
ungkapkan oleh I.1 (RT) sebagai berikut:
“Pengawasan dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara yang diatur dalam perda baru no 1 tahun 2011 ini sebagai pengganti perda kabupaten lebak no 7 tahun 2004 merupakan tugas dari Bidang Pertambangan Umum yang didalamnya terdapat seksi bimbingan dan pengawasan, seksi konservasi dan dampak lingkungan pertambangan, dan seksi pengusahaan pertambangan. sedangkan yang berwenang dalam pengawsan yaitu Seksi Bimbingan dan Pengawasan Pertambangan Umum (BINWAS). Binwas sendiri berfungsi melakukan pengawasan dari penerbitan izin hingga reklmasi pasca tambang.” (wawancara, 3/5/2011, 10:45 kantor distamben) Pelaksana pengawasan dari Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Lebak memang hanya sedikit dengan cakupan wilayah
Kabupaten Lebak dengan luas wilayah 304.472 ha. Yang terdiri dari 28
kecamatan. Luasnya cakupan wilayah tidak diimbangi dengan petugas
pengawasan yang ada, hal ini diungkapkan oleh I.2 (AN) sebagai
berikut:
“dalam melakukan pengawasan bidang pertambangan itu merupakan kewenangan seksi binwas, namun hingga saat ini kami masih kekurangan personil, baru 2 pegawai yang memiliki SK sebagai PIT hal tersebut menjadi kendala kami dalam melakukan pengawasan dengan cakupan wilayah yang luas serta kondisi geografis yang tidak mudah.” (wawancara: 3/5/2011, 14:35 kantor DISTAMBEN)
Petugas inspeksi tambang (PIT) berfungsi sebagai berikut:
1. Melakukan pemeriksaan/inspeksi;
2. Melakukan penyelidikan kecelakaan tambang dan/atau kejadian
berbahaya;
3. Melakukan penyelidikan terhadap pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan;
4. Melakukan pengujian atas peralatan tambang;
5. Melakukan pengujian terhadap lingkungan tempat kerja;
6. Melakukan pengujian terhadap kondisi limbah cair, padat, maupun
gas;
7. Melakukan pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja;
8. Melakukan pembinaan lingkungan pada kegiatan usaha
pertambangan umum;
9. Memberikan perintah, larangan dan petunjuk baik yang dicatat
dalam buku tambang maupun secara lisan;
10. Menyusun laporan tertulis mengenai hasil pemeriksaan, membuat
berita acara penyelidikan kecelakaan tambang dan/atau kejadian
berbahaya, pencemaran lingkungan dan pelanggaran ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan
kerja serta lingkungan pertambangan umum yang berlaku.
Petugas Inspeksi Tambang (PIT) berwenang untuk menutup
seluruh atau sebagian kegiatan usaha tambang dilakukan secara
langsung, namun tidak berhak mencabut izin hanya membuat surat
penutupan sementara. Pengawasan DISTAMBEN terhadap
penyelenggaraan usaha pertambangan umum di Bayah dan daerah lain
terkendala karena petugas kontrol yang tidak proporsional dan
professional hal tersebut dapat dilihat dari jumlah pegawai yang ada
yaitu sebagai berikut:
Tabel. 4.1
Jumlah Pegawai Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak
No Golongan Jumlah 1. Gol I - 2. Gol II 5 orang 3. Gol III 23 orang 4. Gol VI 2 orang 5. TKK 1 orang 6. TKS 6 orang
(Sumber: DISTAMBEN)
Tidak hanya masih mininya jumlah pegawai tapi juga disebabkan
tingkat pendidikan para pegawai DISTAMBEN sebagai berikut:
Tabel.4.2
Jumlah Pegawai Berdasarkan Latarbelakang Pendidikan
No Golongan Jumlah 1. SD 1 orang 2. SLTP 2 orang 3. SLTA 20 orang 4. Sarjana Muda/D III -5. Sarjana 12 orang 6. Pasca Sarjana 2 orang
(Sumber:DISTAMBEN)
Jumlah personil dan latarbelakang pendidikan menjadi hal penting
terhadap kinerja pengawasan yang dilakukan. Dalam pengawasan
penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara Dinas
Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak berkoordinasi dengan
instansi terkait lainnya serta dengan aparatur tingkat kecamatan. Hal
tersebut diungkapkan I.1 (RT) sebagai berikut:
“DISTAMBEN sendiri dalam pelaksanaan perda ini, telah berkoordinasi dengan dinas lain yaitu koordinasi dengan badan Lingkungan Hidup kabupaten lebak, KPPT selaku penerbitan izin, Dinas perhubungan berkaitan dengan pengangkutan hasil tambang, serta berkoordinasi dengan pihak muspika kecamatan.” (wawancara: 3/5/2011, 10:45, Kantor DISTAMBEN) Koordinasi yang dilakukan di harapkan akan mempermudah
pengawasan dalam pelaksanaan peraturan yang telah ada karena Dinas
Pertambangan Kabupaten Lebak belum memiliki Unit Pelaksana Tugas
Dinas (UPTD) di masing-masng kecamatan terutama yang memiliki
potensi pertambangan yang besar. Hal ini diungkapkan I.1. (RT) Sebagai
berikut:
“…memang sampai saat ini kita belum memiliki UPTD.” (wawancara: 3/5/2011, 10:45, kantor DISTAMBEN) Dikarena belum memiliki UPTD, Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Lebak berkoordinasi dengan Kecamatan setempat, hal ini
diungkapkan oleh I.3 (US) berikut ini:
“tentunya kami berkoordinasi dengan DISTAMBEN terhadap usaha pertambangan yang ada di Bayah, DISTAMBEN selalu melibatkan pihak Kecamatan dengan muspika terutama dalam operasi penertiban karena Kecamatan juga berfungsi sebagai pengaman peraturan daerah, kalau berbicara masalah usaha pertambangan itu menjadi urusan kasi ketentraman dan ketertiban atau Mantri Polisi (MP).” (wawancara:9/5/2011, 09:30, Kantor Kecamatan Bayah)
Koordinasi yang dibangun dalam pengawasan penyelenggaraan
usaha pertambangan mineral dan batubara di Kabupaten Lebak ternyata
masih kurang optimal dikarenakan masih banyaknya kegiatan usaha
pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan. Tidak berjalan baikknya
koordinasi tersebut diungkapkan oleh I.2 (AN) sebagai berikut:
“pelaksanaan koordinasi dengan dinas lain terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini menjadi salah satu kendala kami.” (wawancara:3/5/2011, 14:35, kantor DISTAMBEN)
Selain pengawasan internal yang dilakukan dinas terkait, menurut
Djoko Widodo Pengawasan akan berjalan baik dengan adanya
pengawasan eksternal yaitu dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) serta adanya pengawasan dari organisasi kemasyarakatan atau
lembaga swadaya masyarakat. dengan adanya pengawasan dari
organisasi eksternal diharapkan akan menjadi penyeimbang dalam
pelaksanaan pengawasan dari organsasi internal yaitu Dinas
Pertambangan dan Engergi Kabupaten Lebak dalam penyelenggaraan
usaha pertambangan mineral dan batubara di Daerah. Pengawasan secara
eksternal terhadap keberadaan uaha pertambagan dilakukan oleh
lembaga swadaya masyarakat di daerah atau kecamatan masing-maisng
yang berperan aktif sebagai pengawas independent dengan melakukan
teguran-teguran yang disampaikan kepada dinas terkait maupun media
masa mengenai permaslahan yang muncul. Sedangkan pengawasan yang
dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yaitu berupa himbauan saja
kepada dinas terkait maupun muspika kecamatan setempat.
2. Standar Operasional Prosedur Pengawasan
Standar Operasional Prosedur kontrol atas pelaksanaan kebijakan
dapat digambarkan dengan cara organisasi harus menetapakan
serangkaian tujuan yang dapat diukur dari aktivitas yang telah
direncanakan, Alat montoring harus disusun untuk mengukur kinerja
individu, program, atau system secara keseluruhan, pengukuran
diperoleh melalui penerapan berbagai alat monitoring untuk mengoreksi
setiap penyimpanagn yang berarti, tindakan korektif dapat mencakup
usaha-usaha yang mengarah pada kinerja yang ditetapkan dalam rencana
atau modifikasi rencana kearah mendekati (mencerminkan kinerja).
Standar operasional prosedur kontrol yang dilakukan Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam penyelenggaraan
usaha pertambangan mineral dan batubara yang diatur dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Lebak No 1 Tahun 2011 yaitu pertama menyusun
tujuan yang diharapkan, tujuan yang diharapkan yaitu terselenggaranya
usaha pertambangan mineral dan batubara yang berwawasan lingkungan,
menigkatkan penerimaan daerah maupun negara dengan keberadaan
pengusahaan potensi pertambangan, mengurangi keberadaan
pertambangan tanpa izin, menciptakan iklim investasi yang kondusif di
bidang pertambangan, serta berkurangnya kecelakaan tambang.
Pengawasan dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral
dan batubara meliputi penetapan WPR penetapan dan pemberian WIUP
mineral bukan logam dan batuan, pemberian WIUP mineral logam dan
batubara penerbitan IPR, penerbitan IUP, dan penyelenggaraan
pembinaan dan pengawasan kegiatan yang dilakukan oleh pemegang
IPR dan IUP. Sedangkan pengawasan pengelolaan usaha yaitu meliputi
teknis pertambangan, pemasaran,keuangan, pengelolaan data mineral
dan batubara, konservasi sumber daya mineral dan batubara,
keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, keselamatan operasi
pertambangan, pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan
pascatambang, pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan
rekayasa serta rancang bangun dalam negeri, pengembangan tenaga
kerja teknis pertambangan, pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat setempat, penguasaan, pengembangan, dan penerapan
teknologi pertambangan, kegiatan lain di bidang kegiatan usaha
pertambangan yang menyangkut kepentingan umum, pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan IUP, IPR, atau IUPK, dan jumlah, jenis, dan
mutu hasil usaha pertambangan.
Standar Operasional Prosedur (SOP) pengawasan kebijakan
disusun sebagai langkah kerja yang dilakukan Dinas Pertambangan Dan
Energi Kabupaten Lebak terhadap usaha pertambangan berizin dan
tidak berizin. Untuk standar operasional pengawasan usaha berizin
dilakukan dengan melakukan pengawasan usaha pada kegiatan
pertambangan secara teknis yang meliputi K3 dan kelestarian
lingkungan. dari awal dikelurkannya ijin hingga habis batas perijinan
dan reklamasi pasca tambangan. Sedangkan untuk pertambangan tanpa
izin dilakukan peringatan terlebih dahulu atau dengan menyita tempat
penyimpanan (stockfield), kemudian melakukan bimbingan terhadap
penambang ilegal agar mereka mendatarkan usahanya sehingga memiliki
legalitas yang sah. Sebelum pada tahap penertiban Dinas Pertambangan
dan Energi Kabupaten Lebak terlebih dahulu memberikan peringatan
atau teguran. Teguran atau peringatan terkadang tidak menjerat para
pengusaha tambang ilegal atau “gurandil” mereka cenderung kembali
melakukan aktivitas setelah tim pengawas tidak ada.
Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam
melakukan pengawasan dalam penyelenggaraan usaha pertambangan
mineral dan batubara telah menyusun rencana strategis yaitu program
pembinaan dan pengawasan yang diharapkan program ini dapat
menigkatkan usaha bidang pertambangan dan menurunya jumlah PETI.
Sedangkan pembinaan dilakukan dengan sosialisasi pengolahan briket,
karena sbagian besar pengusaha pertambangan di Bayah hanya menjual
barang mentah sehingga tidak memiliki nilai jual yang tinggi,
diharapkan dengan adanya program tersebut dapat menciptakan
lapangan pkerjaan baru dan meningkatkan perekonomian masyarakat
serta daerah. Dalam hal pengawasan dinas bekerja sama dengan satuan
di kecamatan, adapun rincian kegiatan pengawasan dapat dilihat di tabel
berikut:
Tabel.4.3
Program Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak
Program Sasaran Uraian Indikator kinerja Indikator Rencana
capaian Pembinaan dan pengawasan bidang pertambangan
Jumlah unit usaha Unit usaha PETI
20 unit usaha 20 PETI
Pengawasan dan penertiban pertambangan umum
Masukan: • Jumlah dana • Jumlah SDM
Keluaran: • Terlaksananya kegiatan
pengawasan dan penertiban Hasil yang dicapai: • Menigkatnya usaha
pertambangan yang memilki ijin
• Menurunya PETI Manfaat: • terkendalinya K-3
Lingkungan dan produksi pertambangan
Dampak: • Menigkatnya K-3
lingkungan dan produksi pertambangan
Pengawasan DISTAMBEN juga meliputi K3 pertambangan,
karena salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat
modal, padat tekhnologi, serta beresiko tinggi. dalam rangka menjamin
kelancaran operasi menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian
berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi
kesehatan, dan keselamatan kerja pada kegiatan pertambangan.
Kecelakaan tambang sering terjadi pada pertambangan dengan
sistem pertambangan bawah tanah (underground minning). Di Bayah
sendiri kecelakaan tambang sering terjadi pada pertambangan batubara,
biasanya disebabkan karena longsor, penggunaan bahan peledak, dan gas
beracun pada lorong-lorong tambang tersebut. Hal ini menjadi perhatian
penting dalam usaha pertambangan, seperti yang diungkapakn I.2 (AN)
sebagai berikut:
“…terjadi kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha, kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. kehilangan SDM adalah kerugian yang sanagt besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak tergantikan oleh tekhnologi apapun. terjadinya kecelakaan tambang pada saat eksploitasi menjadi juga tanggungjawab DISTAMBEN terutama untuk pertambangan berizin, kami akan turun ke lapangan jika terjadi kecelakaan tambang.” (wawancara, 3/5/2011, 14:35, kantor DISTAMBEN)
Adanya kecelakaan tambang menjadi perhatin penting dalam
jaminan kerja para buruh tambang. Sangat disayangkan bahwa para
buruh tambang tersebut tidak memiliki jaminan kesehatan dari
pengusaha pertambangan. Tidak sama halnya dengan buruh pabrik yang
diberikan jaminan kesehatan, buruh tambang bekerja dengan resiko yang
besar tanpa adanya jaminan. Hal ini diungkapkan oleh I.12 (ES) sebagai
berikut:
“mun urang mah gawe teh gawe bae, te aya eta ngarana jaminan jeng kesehatan, paling ogeh mun aya kecelakaan di lokasi ti pihak bos the sok mere duit, trus mun aya anu maot di lokasi eta the sok secara kekeluargaan bae dibereskena.”(kalau kita bekerja kita kerja saja, tidak ada namanya jaminan kesehatan, hanya saja jika terjadi kecelekaan di lokasi dari pihak bos memberikan uang, kemudian jika menelan korban jiwa diselesaikan secara kekeluargaan.) (wawancara, 26/5/2011, 15:00 lokasi tambang-desa Bayah Barat)
Tidak adanya jaminan bagi buruh tambang tersebut juga
dibenarkan oleh I.7(MB) sebagai berikut kepada peneliti:
“memang neng sistemnya di usaha tambang ini, kami tidak memberikan jaminan kesehatan bagi para buruh tambang, istilahnya mah mereka itu buruh kasar. Lagian mereka tidak menuntu hal itu. Dalam usaha ini kita sudah saling mengerti akan resiko yang bisa terjadi, hal itu sudah menjadi resiko masing-masing, atu kalau ada yang meniggal kita juga memberikan uang kepada keluarga.” (wawancara, 26/5/2011, 13:00, lokasi tambang-desa Bayah Barat)
Masih minimnya jaminan kesehatan yang diterima buruh tambang
menjadi semakin ironis, dengan upah yang kecil ditambah tidak ada
jaminan kesehatan dari pihak pengusaha atau penyandang dana.
Terutama untuk pertambangan rakyat, tidak ada jamianan pasti terhadap
keselamatan dan kesehatan mereka dalam bekerja.
Dalam melaksanakan pengawasan jika menemukan pelanggaran
atau kesalahan yang tidak sesuai dengan aturan teknis pertambangan
yang ada, dalam melakukan inpeksi, penyelidikan, Dinas berwenang
untuk memasuki tempat kegiatan usaha pertambangan setiap saat,
menghentikan sementara waktu sebagian atau seluruh kegiatan
pertambangan mineral dan batubara apabila kegiatan pertambangan
dinilai dapat membahayakan keselamatan pekerja/buruh tambang,
keselamatan umum, atau menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan kemudian mengusulkan penghentian.
Standar operasional prosedur pengawasan yang dilakukan
DISTAMBEN yaitu dengan adanya program pengawasan dan
pembinaan. Keberadaan PETI ini tentunya menunjukan masih adanya
penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan
pemerintah. DISTAMBEN selalu melakukan pengarahan dan bimbingan
terhadap penambang ilegal namun terkadang tidak mendapat respon
positif dari sasaran program tersebut. Terhadap penambang ilegal ada
tahap-tahap untuk mengarahkan mereka pertama yaitu danya peringatan
terlebih dahulu dengan teguran-teguran jika tidak dihiraukan maka akan
diberikan surat peringatan agar usaha tambang tersebut segera
didaftarkan menjadi legal, namun jika tidak juga didaftarkan
DISTAMBEN akan melakukan operasi penertiban yang bekerjasama
dengan instansi lain yaitu Satpol PP, Kepolisian setempat, dan pihak
kecamatan. berikut ini gambar salah satu pengawasan DISTAMBEN
dalam operasi penertiban tambang ilegal di Kecamatan Bayah
Gambar.4.2
Operasi Penertiban PETI
Gambar.4.3
Operasi penertiban PETI
3. Sumberdaya dan Peralatan
Untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan,
disamping memerlukan dana yang cukup juga diperlukan alat yang
memadai. Besarnya anggaran dan jenis peralatan untuk melakukan
kontrol tergantung pada variasi dan kompleksitas pelaksanaan suatu
kebijakan. Sumber anggaran untuk melaksanakan pengawasan berasal
dari APBN dan APBD.
Pengawasan dalam penyelenggaraan usaha pertambangan tentunya
membutuhkan sumber daya keuangan atau anggaran agar pengawasan
berjalan dengan baik, serta perlu didukung dengan peralatan yang
berhubungan dengan teknis pertambangan. anggaran yang disiapkan
Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak diungkapkan oleh I.1
(RT):
“anggaran yang dialokasikan untuk pengawasan di bidang pertambangan yaitu kurang lebih 250jt setiap tahunnya. alokasi anggaran untuk pengawasan dari APBD memang menurut kami belum memadai, kami berharap adanya penigkatan anggaran dari pemerintah terkait dengan pengawasan DISTAMBEN pada tahun depan.” (wawancara, 3/5/2011, 10:45, kantor DISTAMBEN)
Adapun rincian anggran untuk pengawasan bidang pertambangan
dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel.4.3
Anggaran Pengawasan Pertamabangan umum
Tahun Anggaran 2009 207.926.000 2010 216.243.000 2011 224.892.000 2012 233.887.000 2013 243.242.000 2014 252.971.000
Jumlah 1.379.161.000 (sumber: DISTAMBEN)
Masih minimnya anggaran untuk pengawasan tersebut berbanding
dengan apa yang telah diperoleh daerah dari sektor pertambangan. Sektor
pertambangan di Kabupaten Lebak merupakan penyumbang terbesar
kedua terhadap pendapatan asli daerah. Dalam Pengawasan yang
dilakukan juga tidak didukung perlatan pengawasan yang memadai hal
tersebut diungkapkan oleh I.2 (AN) sebagai berikut:
“…kita masih minim di anggaran serta peralatan yang digunakan terutama untuk teknis pertambangan seperti gas kitektor untuk mengetahui kecelakaan tambang, pengukur pencemaran lingkungan, nah alat-alat seperti itu belum kita milki, diperparah kita kekurangan kendaraan operasional untuk melakukan pengawasan.” (Wawancara: 3/5/2011, 14:35, Kantor DISTAMBEN)
Peralatan yang dibutuhkan untuk mendukung pengawasan berjalan
baik masih minin terutama peralatan yang berhubungan denga teknis
pertambangan. Serta kendaraan operasional yang di miliki distamben
yang hanya memiliki 4 buah kendaraan roda empat sedangkan harus di
bagi untuk berbagai bidang yang ada di dinas tersebut. Hal tersebut
tentunya membuat pengawasan yang dilakukan dinas menjadi kurang
optimal.
4. Jadwal Pelaksanaan Kontrol
Pelaksanaan pengawasan dilakukan pada awal dan akhir tahun,
yaitu secara regular. Sebenarnya Dinas Pertambangan Dan Energi
Kabupaten Lebak tidak memiliki jadwal pengawasan yang pasti, dimana
DISTAMBEN melakukan pengawasan ke lokasi jika hanya ada kejadian
atau pelanggaran, contohnya adanya kecelakaan pekerja tambang. Namun
Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak berkoordinasi dengan
muspika di kecamatan.
Pengawasan yang dilakukan Dinas Pertambangan masih kurang
intensif hal ini tentunya membuka peluang besar terjadianya
penyimpangan atau pemalsuan kadar bahan galian yang diperoleh
sehingga mengurangi jumlah beban pajak yang harusnya dibayarkan
pegusaha pertambangan.
Dari aspek-aspek pengawasan yang dilakukan DISTAMBEN diatas
tentunya perlu adanya pengawasan yang intensif dalam satu tahun. Hal ini
diungkapkan oleh I.2 (AN) sebagai berikut:
“pengawasan yang kita lakukan saat ini belum intensif, dengan jadwal pengawasan hanya dua kali dalam satu tahun dengan wilayah yang juga cukup luas. hal ini dikarenakan juga masih rendahnya anggaran untuk melakukan pengawasan, kami berharap adanya penigkatan pengawsan mendapay perhatian lebih besar dalam APBD, karena PAD dari sektor pertambangan termasuk terbesar di Kabupaten Lebak. tapi pengawasan juga kami lakukan melalui evaluasi terhadap laporan rencana dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IPR, dan IUPK, inspeksi ke lokasi IUP, IPR, dan IUPK” (wawancara, 3/52011, 14:35 Kantor DISTAMBEN)
Pengawasan yang kurang intensif dari DISTAMBEN juga
dikeluhkan oleh I.8 (BH) sebagai berikut:
“kalau berbicara pengawasan DISTAMBEN jarang sekali neng, setahun sekali juga engga, terutama tentang teknis pertambangan, paling-paling pengawasannya buat operasi penertiban saja. Tapi kan kita juga diharuskan meberikan laporan dan rencana kerja usaha pertambangan.” (wawancara, 28/5/2011, 13:30, kediaman informan)
Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak
merupakan pengawasan internal, namun jadwal pengawasan yang
dilakukan masih kurang intensif dilakukan. Karena jadwal pengawasan
tidak disusun secara periodik hanya berdasarkan pada adanya laporan
penyimpangan di lokasi pertambangan. Berdasarkan pada sistem
implementasi yang sukses menurut Carter dalam (Parson, 2006:447)
melibatkan empat tipe kontrol yaitu koordinasi sepanjang waktu,
koordinasi pada waktu tertentu, detail logistic dan penjadwalan,
Penjagaan dan pemeliharaan batasan struktural. Tidak adanya jadwal
pengawasan yang intensif tersebut merupakan salah satu penyebab masih
kurangnya kinerja pengawasan tersebut.
4.2.2. Dampak Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara di Kecamatan Bayah
Potensi pertambangan mineral dan batubara berdasarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Lebak No 1 Tahun 2011 dikelompokan menjadi:
1. Mineral radioaktif, meliputi radium, thorium, uranium, monasit,
dan bahan galian radioaktif lainnya.
2. Mineral logam meliputi litium, berilium, magnesium, kalium,
kalsium, emas, tembaga, perak, timbale, seng, timah, nikel,
mangan, platina, bismuth, molybdenum, bauksit, air raksa,
wolfram, titanium, barit, vanadium, romit, antimony, kobal,
girkonium, ilmenit, khrom, erbium, ytterbium, dysporium, thorium,
cesium, lanthanum, niobium, neodymium, hafnium, scandium,
alumunium, palladium, rhodium, osmium, ruthenium, iridium,
selenium, telluride, strontium, germanium, zenotin, dan bahan
galian mineral logam lainnya.
3. Mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir
kuarsa, flouspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit,
asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire
clay, zeolit, kaolin, feldsfar, bentoit, gypsum, dolomite, kalsit,
rijang, pirofilit, kuarsit, zircon, wolastnoit, tawas, batu kuarsa,
perlit, garam batu, clay, batu gamping untuk semen, dan bahan
galian mineral bukan logam lainnya.
4. Batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit,
tanah diatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit, gradonoit,
andesit, gabro, peridotit, basalt, trahkit, leusit, tanah liat, tanah
urug, batu apung, opal, kalimaya, kalsedon, chert, kristal kuarsa,
jasper, krisoprase, kayu terkersikan/batu sempur/fosil kayu, gamet,
giok, agat, diorite, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian
dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanah pasir,
pasir darat, pasir urug, pasir pasang,kerikil berpasir alami (sirtu),
bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah
merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, pasir yang tidak
mengandung unsur mineral logam, atau unsur mineral bukan
logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi
pertambangan dan bahan galian batuan lainnya.
5. Batubara meliputi bitumen padat, batuan aspal, batubara, gambut.
Kabupaten Lebak merupakan wilayah di Provinsi Banten yang
memiliki sumber daya alam yang sangat potensial, baik dari pertanian,
perkebunan, wilayah pesisir atau sumber daya kelautan dan juga potensi
pertambangan. Potensi pertambangan di Kabupaten Lebak sangatlah
potensial dengan sebaran yang cukup merata. Potensi bahan galian di
Kabupaten Lebak dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.4
Potensi Pertambangan Mineral Dan Batubara Dan Sebarannya
Di Kabupaten Lebak
No Jenis galian Lokasi Jenis/definisi/kegunaan
1. Batu belah Kec.Curugbitung, Lewidamar, Bojongmanik, Sajira, Cipanas, Muncang, Malingping, Panggarangan, Bayah, Cilograng, Warunggunung, Cimarga, Cileles, Cijaku
Kegunaan: untuk bahan bangunan, pembuatan pondasi jalan raya, jalan kereta, jembatan beton, dan bendungan
2. Sirtu Kec.Rangkasbitung, Cimarga, Leuwidamar, Bojongmanik, Sajira, Malingping, Panggarangan, Rangkasbitung, Sajira, Bojongmanik, Bayah, Cibadak, Cikulur
Kegunaan: bahan bangunan atau pembuatan jalan sebagai endapan sungai
3. Batu pasir kuarsa
Kec. Banjarsari, Bayah, Cilograng, Gunung Kencana, Cileles, Panggarangan, Cimarga
Pasir yang terdiri dari kristal-kristal silica (sio2), berwarna putih bening berukuran 200mesh-2 mm. Kegunaan: industry gelas, kaca, campuran semen, portland, bata tahan api, keramik, bahan amplas
4. Pasi besi Kec. Bayah, Malingping, Panggarangan
Jenis pasir yang akaya unsur besi terbentuk dari hasil rombakan batuan lain yang mengandung besi yang terkonsentrasi secara alamiah. Kegunaan: industri besi, dan baja serta campuran pembuatan semen
5. Batu besi Kec. Bayah, Cijaku, Panggarangan
Merupakan bahan galian berupa endapan mineral bijih dimana salah satu dari kegiatan vulkanik Kegunaan: dalam industry besi dan baja
6. Tras Kec.Cilograng, Cibadak, Material hasil lanjutan dari proses
Cimarga, Warunggunung, Maja, Muncang, Leuwidamar, Bojongmanik, Banjarsari, Gunung Kencana, Bayah, Panggarangan
pelapukan tufa atau tufa lapili Kegunaan: sebagai semen alam, batubara/batako, campuran bahan bangunan dan bahan baku semen pozolan kapur
7 Batugamping Kec.Maja, Panggarangan, Bojongmanik, Leuwidamar, Muncang, Cipanas, Sajira, Bayah, Cibeber, Cilograng
Jenis batuan dapur yang terdapat dalam endapan sedimen oligosen-miosen yang mengandung kalsium karbonat Kegunaan: bahan bangunan, bahan baku dalam industri, semen, kimia dan pupuk
8 Kalsit Kec.Bayah, Cilograng Kegunaan:sebagai alat optik, bahan campuran bubuk, kosmetik, industri keramik, barang seni, meja marmer, bidang kedokteran dan farmasi Batugamping foraminifera
9 Marmer Kec.Cipanas Jenis batuan metamorfosa hasil metamorfosa pada batugamping Kegunaan: bahan kontruksi bangunan, barang kerajinan dan hiasan
10 Fosfat Kec.Bojongmanik, Bayah Kegunaan: pembuatan pupuk superfosfat bahan kimia besi fosfat, pembuatan fosfat dan pupuk alam
11 Opal/kalimaya Kec.Sajira, Maja Jenis mineral silita yang terdiri dari serabut kuarsa yang sangat halus Kegunaan: bhan perhiasaan seperti cincin dan kalung
12 Batu hias Kec.Bayah Semua jenis mineral dan batuan yang mempunya sifat fisik dan kimia yang khas. Kegunaan: perhiasaan dan bahan dekorasi atau hiasan
13 Kaolin Kec.Cipanas, Gunung Kencana, Cilograng
Suatu batuan yang tersusun dari bahan tanah lempung kualitas tinggi mempunyai komposisi kimia hidrous almunium silicate: ubahan hidrotemal dari perselingan batupasir tufan,blempung&lanau ubahan dari breksi polimik Kegunaan: industry karet, bahan baku keramik, refrektori kimia, cat, pasta gigi, sabun pengikat pelat, pemutih industri gula, makanan da n obat-obatan, industry elektronik, kosmetik, kertas, dan bahan bangunan
14 Bentonit Kec.Maja, Sajira, Curugbitung, Cipanas, Leuwidamar, Bojongmanik, Cilograng,
Sejenis lempung yang mengandung mineral monmorilit sebanyak 85% Kegunaan: industry penyaringan lilin, industri minyak kelapa (bleaching), baja (perekat), industry kimia (katalisator), zat pemutih, zat penyerap, pengisi, lateks, tinta cetak
dll
15 Zeolit Kec.Bayah, Cilograng, Bojongmanik, Panggarangan, Cibeber
Mineral almunium silikat hidrat yang mempunyao struktur 3 dimensi clinoptilolit, modernit dan heulandit Kegunaan: bahan imbuh makanan ternak, meningkatan kesuburan tanah dan mengurangi kandungan amoniak dalam air dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ikan/udang, penjernih air limbah
16 Lempung Kec.Warunggunung, Maja ,Cimarga, Muncang, Leuwidamar, Banjarsari, Gunung Kencana, Malingping, Bayah, Cilograng, Cipanas, Panggarangan
Batu lempung klastik, lapukan dari breksi ubahan dan lapukan dari tufa Kegunaan: bahan baku semen portlan dan pembuatan bata merah dan genteng
17 Sempur Kec.Bojongmanik, Maja, Cimarga, Muncang, Sajira, Cilograng, Leuwidamar, Bojongmanik
18 Galena Kec.Bayah, Panggarangan, Cibeber, Bojongmanik, Cipanas, Cijaku,
Sebagai campuran bahan dasar pembuatan accu
19 Kalsedon Kec.Sajira, Cipanas 20 Feldspar Kec.Sajira, Maja,
Bojongmanik, Bayah, Cipanas, Muncang, Cilograng
Sumber unsur kalium dan natrium. Endapan feldspar terjadi karena proses magmatic dan diagenetik Kegunaan: bahan campuran dalam industri keramik, gelas dan kaca
21 Pasir darat Kec.Cileles, Banjarsari, Malingping, Cijaku, Bojongmanik, Bayah, Rangkasbitung, Cimarga, Sajira, Leuwidamar, Muncang
22 Emas&perak Kec.Cibeber, Bayah, Cilograng, Cipanas, Panggarangan, Cijaku, Muncang, Gunung Kencana
23 Batubara Kec.Bojongmanik, Bayah, Panggarangan Sajira, Cipanas,Cilograng
Hasil sedimentasi sisa-sisa tanaman berupa proses geologi yang menyebabakan terjadinya perubahan fisik dan kimia sisa-sisa tanaman Kegunaan: sebagai bahan bakar pada perusahaan pengangkutan, listrik, tekstil, industri semen dll
Potensi pertambangan yang ada di suatu wilayah dapat menjadi
potensi strategis yang dapat dikembangkan demi kemajuan daerah tersebut,
karena potensi bahan galian tersebut dapat menjadi sumber pendapatan yang
potensial bagi daerah dan juga tentunya bagi kas negara serta dapat membuka
lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat. Berikut gambar potensi
pertambangan mineral logam di Kabupaten Lebak dan sebarannya.
Gambar. 4.4
Peta sebaran Mineral Logam di Kabupaten Lebak
Kegiatan usaha pertambangan menimbulkan dampak terhadap
kehidupan manusia, yaitu kompleksitas pada masalah lingkungan, sosial, dan
budaya masyarakat. Dampak kegiatan usaha pertambangan ditinjau dari
dampak, luas dan pola sebaran memiliki dua ruang dampak, yaitu pada
penambangan/kuari(guarry) dan ruang kedua pada transportasi/pengangkutan
produk.
Pada ruang pertama sumber dampak penting adalah land clearing,
pengupasan tanah penutup dan penambangan, sedangkan bentuknya
bergantung pada bahan galian. Dampak tersebut bisa bersifat langsung
(primer) maupun tidak langsung (sekunder/tersier). Secara umum dampak
negatif pertambangan terhadap lingkungan yaitu sebagai berikut:
1. Perubahan aspek fisiografi, yaitu perubahan morfologi, topografi, dan
bentang alam, seperti terbentuknya cekungan, lubang galian, dan
timbunan tanah penutup serta hilangnya tubuh bukit (jika semula
berbentuk bukit)
2. Perubahan stabilitas lahan atau bangunan/ rumah, yakni longsor
akibat gerakan tanah pada permukaan kerja, disposal area dan
lereng/tebing terbuka pada jalan masuk lokasi atau jalan tambang,
penigkatan erosi, timbulnya getaran (ground vibration) dan lemparan
batu akibat peledakan.
3. Perubahan hidrologis, yaitu terjadinya genangan air, penurunan
kualitas air permukaan, sedimentasi, penurunan kuantitas air tanah
dangkal dan banjir di daerah hilir.
4. Perubahan profil, struktur, erosi, dan kesuburan atanh sebagai akibat
kegiatan pengupasan, penimbunan, pembukaan, dan pembersihan
lahan dari tumbuhan penutup.
5. Perubahan lingkungan biologi, yaitu adanya perubahan bentuk lahan
dari semula ditutupi vegetasi menjadi areal penambangan yang
gersang dan terbuka yang mengakibatkan perubahan flora dan fauna.
6. Perubahan produktivitas lahan,yakni terjadi perbedaan antara
produktivitas dan nilai ekonomi lahan tanpa kegiatan penambangan
dengan produktivitas dan nilai ekonomi bahan galian berikut dampak
lingkungannya serta produktivitas lahan penambangan.
7. Perubahan iklim mikro dan kuantitas udara, yaitu menigkatnya
konsentrasi partikel debu di udara akibat penambangan, pengolahan
dan pengangkutan, penigkatan suhu udara dan penuruann kelembaban
udara setempat akibat kegiatan pengupasaan lahan, kenaikan emisi
gas buang dari pemakaian bahan bakar pada alat berat, menigkatnya
intensitas kebisingan karena aktifitas alat bor, excavator, peledakan
atau peremuk pada pengelolahaan/pengangkutan.
8. Lingkungan sosial masyarakat, yakni adanya keresahan penduduk
yang berkaitan dengan masalah pembebasan tanah ganti rugi pada
tahap prakonstruksi/persiapan atau masalah pemutusan hubungan
kerja pada tahap pasca tambang penambangan, menurunnya
kemampuan pelayanan jalan akibat rusaknya jalan dan jembatan yang
dilalui, meigkatnya kepadatan lalu lintas (alat transfortasi tambang),
terganggunya areal pemukiman yang dilalui pengangkutan, dan
pengotoran jalan oleh jatuhan bahan yang diangkut.
9. Kesehatan masyarakat, adanya penigkatan penyakit inpeksi saluran
pernapasan atas akibat menigkatnya konsentrasi partikel debu di
udara.
Mencermati uraian diatas, maka kita ketahui bahwa pada setiap tahapan
kegiatan industri pertambangan akan membawa dampak lingkungan, secara
umum dampak lingkungan pada tahap kegiatan pertambangan dapat dilihat
pada bagan berikut (Sudrajat, 2010:132):
Gambar.4.5
Identifikasi Dampak Lingkungan
Kegiatan pertambangan memang membawa dampak yang besar bagi
ekologi suatu wilayah, dampak yang ditimbulkan cenderung negatif
Tahap Kegiatan
Sumber Identifikasi dampak/pencemar
Tahap Eksplorasi
Tahap perencanaan atau persiapan
Tahap eksploitasi/produks
Tahap pengolahan atau pemurnian
puritan,sumur uji,
area rencana tambang, rencana tempat pengolahan, & perumahan
Area tambang, tempat
pengolahan dan
Pengolahan (crusher/mill),
tungku
Kerusakan lahan, ekologi, pencemaran udara/debu/air
Kerusakan bentang alam, ekologi, hidrologi, pencemaran udara, air, sosial,
Kerusakan morfologgi, sarana umum, ekologi, hidrologi
Pencemaran udara, air tanah, oleh debu gas B3
menjadikannya industri yang cukup harus diperhitungkan dengan benar,
karena kalau tidak hal ini akan menjadi masalah besar bagi keberlangsungan
ekosistem manusia, kerusakan lingkungan dapat menyebabkan terjadinya
bencana alam. Hal ini diungkapkan informan I.1 (RT) sebagai beikut:
“kegiatan usaha pertambangan terutama ekploitasi atau produksi adalah sebuah kegiatan yang memiliki dampak yang sangat besar bagi lingkungan, apalagi potensi bahan galian yang ada di bumi ini merupakan sumber daya alam yang tidak dapat terbarukan, jadi sebisa mungkin kegiatan usaha pertambangan harus dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan bagi generasi masa depan. untuk itu perlu adanya usaha untuk meminimalisir dampak negatif dari kegiatan pertambangan tersebut, salah satunya dengan dibuatnya peraturan akan kegiatan pertambangan tersebut, di Kabupaten Lebak yaitu diatur melalui Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No.1 Tahun 2011 yang sebelumnya Perda No.7 Tahun 2004.”(wawancara, 3/5/2011, 10:45 Kantor DISTAMBEN)
Kegiatan usaha pertambangan di Kecamatan Bayah juga telah membawa
dampak terhadap lingkungan yaitu tercemarnya sungai di daerah Bayah.
Menurut Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kabupaten Lebak,
menemukan kandungan racun air raksa atau merkuri dan kopernisium (cn)
dalam air sungai Ciwaru di Kecamatan Bayah. Pencemaran diduga kuat
disebabkan aktivitas penambangan emas tanpa izin di sungai setempat.
Akibatnya masyarakat setempat kekurangan air bersih untuk keperluan
sehari-hari. Selain pencemaran B3 juga semakin dangkalnya sungai di Bayah
akibat pertambangan pasir dan batu kali. Hal ini diungkapkan oleh informan
I.4 (TH), selaku kepala seksi pencemaran kerusakan lingkungan dan
pengelolaan limbah, Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Lebak,
sebagai berikut:
“berdasarkan uji laboratorium yang telah kita lakukan sungai itu mengandung 1,07 cn per milimeter kubik. Sedangkan kandungan normal kopernisium yang diatur dalam PERMEN LH nomor 9 tahun 2006 ialah 0,4 cn per milimeter kubik. Badan pengelola lingkungan hidup menemukan bahwa sungai ciwaru positif tercemar sejumlah limbah B3 khususnya mercuri dan kopernisium. Pencemaran itu menyebabkan hilangnya biota sungai di kawasan tersebut dan bagi manusia air dengan kandungan merkuri itu dapat merusak sistem syaraf. Diduga kuat pencemaran ini disebabkan limbah dari pengolahan tambang emas yang menggunakan merkuri dan sianida yang pembuangannya langsung ke sungai. ”(wawancara, 1 Juni 2011, 14:30, Kantor BLHD)
Keberadaan sungai tersebut menjadi sumber air bersih bagi masyarakat
setempat, masyarakat setempat menduga kuat tercemarnya sungai ciwaru
dikarenakan kegiatan penambangan emas ilegal di sekitar sungai, hal ini
diungkapkan oleh informan I.3 (US) sebagai berikut:
“begini neng, pengolahan lumpur emas yang dilakukan masyarakat tersebut kan menggunakan zat kimia, tentunya berbahaya bagi lingkungan sekitar. Kebetulan keberadaan penambang emas ini kebanyakan ilegal dan membuang limbahnya ke sungai, sedangkan sungai tersebut menjadi sumber air bersih masyarakat Bayah, bahkan menjadi sumber air pdam, tentunya tercemarnya sungai tersebut membuat masyarakat khawatir dan takut menggunakan air sungai tersebut untuk keperluan sehari-hari. Sebernya hampir semua sungai disini rusak karena kegiatan manusia salah satunya dari kegiatan usaha pertambangan itu, ya begitu konsekuensi dari adanya usaha tambang, merusak lingkungan tapi membawa keuntungan bagi masyarakat.”(wawancara 9/5/2011, 09:30, kantor Kecamatan Bayah)
Tidak hanya tercemarnya sungai yang menjadi sumber air bersih bagi
masyarakat, sebagian kegiatan pertambangan di Bayah juga berada di
kawasan milik perhutani. Sedang dalam lingkup BKPH Bayah hutan
lindung tercatat seluas 13.336,30 ha dan hutan produksi seluas 38.476,90
ha. Kegiatan pertambangan yaitu pada kawasan hutan jati yang berada di
desa Sawarna yang berbatasan dengan desa Lebak Tipar di Kecamatan
Cilograng, tentunya hal tersebut menyebabkan adanya penggundulan hutan,
hal ini ditegaskan oleh I.8, (IM) selaku pegawai Perhutani KPH. Bayah
sebagai berikut:
“Kegiatan pertambangan di Bayah terutama batubara sebagian besar berada di kawasan hutan perhutani ataupun hutan dengan hak milik pribadi, para penambang tersebut menggunakan kawasan tersebut untuk mencari dan menentukan lokasi yang mengandung batubara dan kebanyakan tidak mengantongi izin baik dari KPH Banten maupun dari DISTAMBEN, terjadi maraknya penggundulan hutan terutama di desa sawarna yaitu di kawasan hutan jati yang dikelola perhutani” (wawancara, 26/6/2011, 10:25 ,KPH Bayah)
Hal tersebut memang benar terjadi, banyak areal perhutani yang
dijadikan lokasi usaha tambang, ketika peneliti berkunjung ke desa Sawarna,
penulis melihat lubang-lubang besar bekas galian masih mengangga, bahkan
berdasarkan informasi dari warga sekitar lubang-lubang tersebut sering
menjerat hewan ternak masyarakat sekitar kawasan tersebut. Kegiatan usaha
pertambangan memang menghasilkan keuntungan yang sangat baik dengan
prospek usaha yang juga baik, namun dibalik segala keuntungan yang
diperoleh dari usaha pertambangan lingkungan atau alam menjadi
taruhannya, maka dari itu kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan
dengan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan karena seperti yang telah
peneliti bahas diawal bahwa sumber daya pertambangan merupakan sumber
daya yang tak terbarukan jika tidak dikelola dengan baik maka sumber daya
tersebut akan habis.
4.2.3. Keberadaan Pertambangan Tanpa Izin (PETI)
4.2.3.1. Gurandil Komunitas Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara di Bayah
Berbeda dengan usaha sektor ekonomi lainnya yang mengenal
bermacam istilah seperti pertanian rakyat, perkebunan rakyat atau
perternakan rakyat yang dapat diterima semua pihak dan secara hukum
tidak dipermasalahkan. Tidak demikian halnya untuk usaha pertambangan
rakyat yang kegiatannya bersifat perorangan tampaknya menjadi masalah
tersendiri secara hukum merupakan usaha yang tidak ilegal.
Dalam kegiatan usaha di sektor pertambangan tidak dipungkiri akan
keberadaan pertambangan tanpa izin (PETI) yang lebih dikaitkan dengan
pertambangan tradisional yang dilakukan tanpa izin, dalam usaha
pertambangan timah dikenal dengan sebutan penambang inkonvensional
dan pada pertambangan batubara dikenal dengan istilah “gurandil” atau
“tikus”. Jadi semua sebutan tersebut memiliki konotasi negative atau
mengandung arti bahwa pertambangan yang dilakukan oleh rakyat secara
perorangan itu merupakan masalah yang dihadapi sektor pertambangan
umum sehingga memerlukan penanganan tersendiri.
Hal ini terbukti dengan diterbitkannya Keppres No.25 Tahun 2001
Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penaggulangan Pertambangan
Tanpa Izin atas pertimbangan bahwa kegiatan pertambangan tanpa izin
telah menimbulkan dampak yang merugikan kepada masyarakat umum,
konsumen dan keuangan negara. Istilah peti ini lebih dikaitkan dengan
kegiatan pertambangan tradisional masyarakat yang dilakukan secara ilegal.
Keberadaan penambang liar ini tersebar di wilayah-wilayah yang memang
memiliki kandungan sumber daya alam tambang yang potensial. Sifatnya
bisa terorganisir atau ada yang mewadahi selain dengan memberikan
modal, namun kebanyakan tidak terorganisir. Kemunculannya berkembang
sesuai dengan keberadaan sumber galian ekonomis yang dapat mereka jual
atau olah menjadi barang tambang yang ekonomis.
Pertambangan rakyat dalam Undang-Undang No 4 Tahun 2009
dilakukan diwilayah yang telah ditentukan peruntukannya sebagai WPR
dan atau pada wilayah yang telah ada kegiatan kegiatan pertambangan
rakyat sekurang-kurangya 15 tahun. Adapun ruang lingkup pertambangan
rakyat adalah sebagai berikut:
1) Komoditas yang dapat diusahakan, yaitu bahwa kegiatan pertambangan
rakyat dapat dikelompokan ke dalam:
a. Pertambangan mineral logam
b. Pertambangan mineral bukan logam
c. Pertambangan batuan
d. Pertambangan batubara
2) Pertambangan rakyat yang diperuntukan dan atau dapat diusahakan
oleh:
a. Perseorangan, dengan batas areal maksimum 1 ha
b. Kelompok dengan luas areal maksimum 5 ha
c. Koperasi dengan luas areal maksimum 10 Ha
d. Jangka waktupengusahaan pertambangan rakyat maksimum selama
5 tahundan dapat diperpanjang.
3) Hak dan kewajiban pelaku usaha pertambangan sebagai pemegang,
yaitu:
1. Hak-hak pemegang IPR, terdiri dari:
a. Mendapatkan pembinaan dan pengawasan di bidang
K3,lingkungan, teknis pertambangan, dan manajemen dari
pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah.
b. Mendapat bantuan modal
2. Kewajiban pemegang IPR, terdiri dari:
a. Melaksanakan kegiatan pertambangan paling lambat tiga
bulan setelah IPR diterbitkan;
b. Mematuhi ketentuan peraturan peundangan-undangan di
bidang K3, lingkungan, teknis pertambagan, pengelolaan
lingkungan dan mematuhi standar yang berlaku;
c. Melakukan pengelolaan lingkungan hidup bersama
pemerintah daerah;
d. Membayar iuran tetap dan iuran produksi;
e. Menyampaikan laporan kegiatan secara berkala.
Seperti halnya daerah lain yang memilik potensi pertambangan yang
juga tidak bisa terlepas dari pertambangan tanpa izin, fenomena tersebut
juga terjadi di Lebak, hal tersebut diungkapkan oleh I.1 (RT) sebagai
berikut:
“berbicara masalah pertambangan pastinya tidak terlepas dari keberadaan pertambangan tanpa izin atau peti, di masyarakat sendiri peti lebih dikenal dengan sebutan “gurandil” atau “tikus”,sebenarnya istilah ini lebih tepat untuk pertambangan batubara. Istilah gurandil sendiri berasal dari istilah pertambangan yaitu teknik gofering yang artinya tikus tanah yang membuat lobang tidak beraturan, seperti itu juga pertamabangan tanpa izin. istilah gurandil tersebut lama kelamaan menjadi istilah untuk menyebut penambang tanpa izin.” (wawancara, 3/5/2011, 10:45, kantor DISTAMBEN)
Kecamatan Bayah tercatat sebagai salah satu wilayah berpotensi
pertambangan yang juga tercatat sebagai wilayah yang juga memilki angka
pertambangan ilegal yang cukup banyak. Hal ini seperti yang diungkapkan
I.2.(AN) sebagai berikut:
“di Lebak sendiri masih banyak peti, hal itu tidak bisa dipungkiri. Masalah peti juga tidak hanya terjadi di satu kecamatan saja tapi hampir seluruh kecamatan yang memiliki potensi pertambangan, namun kebanyakan peti berada di wilayah Lebak Selatan dan salah satunya Kecamatan Bayah, yang di dominasi oleh peti batubara dan sekarang ini lumpur emas yang sedang ramai-ramainya.”(wawancara, 3/5/2011, 14:35, Kantor DISTAMBEN)
Keberadaan gurandil di Bayah juga dibenarkan oleh kepala seksi
ketentraman dan ketertiban kecamatan bayah, I.3. (US) sebagai berikut:
“di Bayah mah emang masih banyak penambang ilegal neng, mungkin sekitar 60% lah yang ilegal kebanyak ilegal itu pertambangan batubara, kan lokasinya banyaknya di hutan dan sulit terdeteksi oleh aparat sama pertambangan emas rakyat di pasir gombong, warung kurupuk di desa pasir gombong.” (wawancara,9/5/2011, 09:30, kantor Kecamatan Bayah)
Gambar.4.6
Pertambangan Emas Ilegal di Pesisir Pantai Bayah desa Bayah Barat
Gambar. 4.7
Aktivitas pertambangan batubara ilegal di Blok sanggo, Desa Sawarna
Keberadaan pertambangan rakyat tanpa izin tersebut juga dibenarkan
oleh Kepala Desa Cimancak I.6. (SM) sebagai berikut:
“oh, muhun neng didie teh emang masih aya penambang ilegal atawa gurandilmah, tapi nambang nageh ja ngen nambang letik (skala kecil). Atu kumaha dei ja nambang teh dijadiken usaha ku masyarakat setempat jeng neangan panghirupan. (oh, oya disini memang ada penambnang ilegal atay gurandil, tapi menambangnya skala kecil. mau bagaimana karena menembang
dijadikan usaha masyarakat setempat untuk mencari kehidupan. ” (wawancara, 5/6/2011, 10:30 kantor desa Cimancak )
Keberadaan pertambangan tanpa izin juga masih banyak di darah lain
salah satunya di desa Sawarna, hal ini diungkapkan I.5 (DM):
“di kita memang masih ada tambang illegal dan itu kebanyakan di garap warga sekitar, paking dominant batubara.” (wawancara:6/6/2011, 10.45, kantor desa Sawarna)
Para pelaku pertambangan tanpa ijin (PETI) adalah mereka yang
terlibat langsung dalam kegiatan pertambangan baik itu buruh, tukang
angkut dan penambang tradisional atau masyarakat, serta penyandang dana
yaitu cukong atau penadah, dan oknum aparat yang bermain memanfaatkan
kegiatan peti untuk kepentingan pribadi. Sulit untuk mengetahui berapa
jumlah pasti para pelaku pertambangan ilegal ini. Hal ini disebabkan oleh
jumlahnya yang selalu berubah-ubah. Sifatnya yang boleh dikatakan semi
terorganisir sangat sulit untuk menentukan angka pasti jumlah penambang
ilegal tersebut.
Industri pertambangan memang merupakan salah satu bidang yang
cukup mengiurkan bagi sebagian orang namun juga banyak yang
menggangap bahwa kegaiatan usaha di bidang pertambangan merupakan
bisnis yang gambling karena sebelum kegiatan produksi dilakukan harus
memiliki izin eksplorasi terlebih dahulu, studi kelayakan dan sebagainya.
Tahapan kegiatan di bidang pertambangan secara financial membutuhkan
dana yang sangat besar juga belum tentu hasil dari tahapan kegiatan
tersebut terbukti ada bahan galian yang dicari. Tahapan-tahapan sebelum
produksi tersebut dianggap kegiatan yang membuang-buang uang. Hal
tersebut juga mendorong keberadaan gurandil dalam usaha pertambangan.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh I.9 (YU) selaku pengusaha
pertambangan batubara yang belum memiliki izin dari pemerintah daerah,
sebagai berikut:
“ai usaha tambang teh mun hasil mah untungna gede,ngen kitu izin usahana tea mahal neng nguping mah ayena mah nyampe meren kana puluhan jutamah, makana eta pan mun ngadaftarkena timana duitna ja modalna geh alit komo pertambangan rakyat mah pan kudu gaduh SIPR cenah, encan dei pan cenah kudu ngajien ijin lingkungan nu kitu.” (usaha tambang kalau berhasil untungnya besar, namun seperti itu izinnya mahal, dengar-dengar sekarang sampe puluhan juta untuk ijin usaha tambang, makanya jika mendaftarken dari mana uangnya modal saja kecil apalagi pertambangan rakyat yang harus punya SIPR katanya, belum lagi harus bikin ijin lingkungan.) (wawancara, 13/6/2011, 16:20, kediaman informan-desa Bayah Barat)
Permasalah gurandil (Pertambangan tanpa izin) menjadi semakin
kompleks sekarang ini. Mereka merasa bukan usaha yang ilegal karena
mereka sudah merasa cukup memiliki izin usaha hanya dari tingkat desa
dan kecamatan, sedangkan seharusnya mendafttarkan izin usaha di KPPT.
Sekarang ini maraknya PETI “versi baru” lebih marak, dimana
masyarakat yang melakukan pertambangan secara ilegal tidaklah
menggunakan modal sendiri namun ada bos besar dibalik kegiatannya
sebagai pemodal usaha mereka. Hal ini juga diungkpkan oleh I.10 (DW),
salah satu penambang ilegal:
“kie neng, ari urang teh sistemna nginduk kana nu gaduh izin, jadi urang teh dibere modal ku nu ngagaduhan izin resmi ti pamarentah, ngen lokasi namah sanes di nu ngabogaan ijin, beda dei, engke urang teh mun eta nunjukena fotocopyan SIPR nu urang nginduk tadi.” (begini neng, kita itu sistemnya menginduk kepada yang punya izin, jadi kita di beri modal oleh yang memiliki izin resmi dari pemerintah, tapi lokasinya bukan di tempat yang memiliki izin, beda lagi, nanti kita menunjukan fotocopy SIPR yang kita menginduk tadi). (wawancara, 10/6/2011, 09:30, lokasi pertambangan)
Keberadaan PETI menjadi sebuah ironi karena menimbulkan
masalah yaitu pertama merugikan daerah dan tentunya negara yaitu
kehilangan pendapatan negara dari sektor pajak dan retribusi dari kegiatan
usaha pertambangan yang harusnya menjadi komoditas unggulan yang
dapat mendongkrak pendapatan asli daerah dan tentunya menambah
keuangan negara. Kedua yaitu merusak dan mencemari lingkungan. Telah
dibahas di awal bahwa kegiatan usaha pertambangan akan berdampak besar
pada kerusakan lingkungan karena sumber daya pertambangan merupakan
sumber daya yang tidak terbaharukan (renewable resourch) sehingga
pemanfaatnnya harus seoptimal dan seefisien mungkin, dan ketiga yaitu
pelecehan akan hukum yang berlaku, dimana kepatuhan masyarakat akan
peraturan yang telah dibuat pemerintah masih belum dapat menigkatkan
kesadaran masyarakat akan hukum. Permasalahan-permasalahan tersebut
juga menimbulkan berbagai masalah lain seperti menigkatnya praktek
percukongan, iklim usaha yang kemudian tidak kondusif serta kecelakaan
tambang.
4.2.3.2. Faktor Penyebab keberadaan Pertambangan Tanpa Izin (PETI)
Keberadan pertambangan tanpa izin (PETI) atau gurandil tidak
terlepas dari pertambangan rakyat, dengan teknik tradisional dan dengan
modal yang minim. Berdasarkan temuan dilapangan ada beberapa hal yang
menjadi alasan keberadaan gurandil, diantaranya:
1. Pola pikir masyarakat
Dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 45, bahwa Pasal 33 UUD
1945 memberikan penekanan pada penguasaan Negara terhadap Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Esensi
pasal tersebut yaitu adanya Hak Mengusai Negara yang kemudian
merupakan dasar legitimasi konstitusional yang memberikan negara
kekuatan untuk mengatur, mengelola dan mengusahakan sumberdaya
yang ada termasuk sumber daya pertambangan. Aturan yang dibuat
pemerintah dengan hak meguasai negara tersebut bertujuan agar
pemanfaatan sumber daya yang ada di bumi ini dapat terkendali, namun
disisi lain masyarakat yang selama ini hidup di daerahnya dengan segala
potensi yang ada menganggap bahwa mereka memiliki hak untuk
memanfaatkan segala sumber daya yang ada sebagai peninggalan dari
nenek moyangnya. Seperti apa yang diungkapkan I.10 (DW) selaku
pengusah tambang ilegal di Bayah, sebagai berikut:
“Ada hal yang lebih penting dipertimbangkan, bahwa benda tambang yang ada di Bayah bukan milik orang lain, tetapi milik warga Bayah sendiri. Sebab secara turun temurun mereka
menempati daerah tersebut dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, harese neng lamun ges urusana jeng beteng mah(susah neng kalau sudah berurusan dengan masalah perut).” (wawancara 10/6/2011, 09:30, lokasi tambang) Kebanyakan masyarakat Bayah melakukan usaha tambang secara
ilegal dikarenakan mereka melakukan kegiatan tersebut di lahan miliki
pribadi sehingga masyarakat menggangap bahwa sumberdaya tersebut
telah menjadi milikinya tanpa perlu meminta izin untuk melakukan
kegiatan tersebut.
2. Perizinan
Segala bentuk kegiatan haruslah memiliki ijin resmi dari
pemerintah terkait. Menurut Philipus M.Hadjon perijinan merupakan
kategori terpenting dari keputusan administrasi negara yang berbentuk
keputusan-keputusan dalam rangka ketentuan larangan dan ketentuan-
ketentuan perintah. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
perizinan membuat sesuatu yang tidak boleh menjadi boleh. Menurut Jaja
Ahmad Jaysu dalam (Sudrajat, 2010:70) dengan adanya perizianan
tentunya ada sesuatu yang diharapkan yaitu:
1. Keinginan mengarahkan aktivitas tertentu
2. Mencegah bahaya yang mungkin timbul, sebagai contoh dalam
izin lingkungan, izin dapat mencegah pembuangan limbah yang
berlebih,
3. Untuk melindungi objek-objek tertentu
4. Mebagi benda-benda yang sedikit terutama yang tidak terbarukan
5. Mengarahkan orang-orang tertentu yang dapat melakukan
akitivitas.
Dalam kaitan dengan kegiatan usaha pertambangan perizinan
menjadi penting sebagai langkah awal dalam melakukan kegiatan atau
sebagai bentuk legalitas atas kegiatan pertambangan yang akan dilakukan.
perizinan usaha pertambangan dikategorikan kedalam izin Usaha
Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan IUP Eksploitasi serta Izin
Pertambangan Rakyat (IPR). Persyaratan perizinan usaha pertambangan
di Kabupaten Lebak yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Lebak no 1 tahun 2011. Keberadaan PETI juga dapat disebabakan oleh
prosedur perizinan yang ada, seperti yang diungkapkan I.9 (YU) sebagai
berikut:
“ribet neng lamun kudu ngadaptarken izin usaha mah, eta ku persyaratana loba, prosedurna geh lier nya kebel jeng dei mahal, kumaha rek ngadaftarken izin usaha jeng modal bae geh hese.” (repot kalau harus mendaftarkan izin usaha, persyaratananya banyak, prosedurnya yang membuat pusing dan juga mahal, bagaimana ingin mendaftarkan izin untuk modal aja susah).”(wawancara, 13/6/2011, 16:20, kediman informan) Persyaratan dan prosedur usaha pertambangan memang tidak
mudah dan membutuhkan proses yang cukup lama. Di Kabupaten Lebak
sendiri pengurusan izin usaha pertambangan dilakukan melalui KPPT
yang sebelumnya mendapatkan rekomendasi dari DISTAMBEN. Adapun
persyaratan tiap izin usaha pertambangan untuk iup eksploitasi maupun
eksplorasi yaitu meliputi persyaratan adminsitrasi, teknis, lingkungan,
dan financial. Sedangkan untuk memperoleh IPR harus memenuhi
persyaratan administrasi, teknis, dan financial. perizinan di bidang usaha
pertambangan dikelaurkan oleh KPPT setelah mendapatakan
rekomendasi resmi dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten
Lebak. adapun persyaratannya sebagai berikut:
1. Persyaratan izin pertambangan rakyat (IPR)
a. Fotocopy KTP b. Surat pernyataan dari masyarakat terdekat (izin lingkungan)
dan diketahui oleh kepala desa. c. Surat pernyataan pembuatan sumuran penambangan kedalaman
maksimal 25 M d. Surat pernyataan tidak menggunakan alata berat atau bahan
peledak e. Pembentukan kelembagaan kelompok, khusus permohonan
untuk kelompok f. Fotocopy sertifikat tanah/kuasa dari pemilik tanah g. Tanda bukti pembelian SJAP komoditas tambang h. Dokumen UKL-UPL atau SPPL i. Rekomenadi dari kecamatan setempat j. Peta pencadangan wilayah pertambangan asli dari UPIWP
DISTAMBEN
2. Persyaratan kegiatan IUP Operasi produksi mineral logam dan
batubara, mineral nukan logam dan batuan untuk badan usaha,
perusahaan firma dan komoditer.
a. Peta dan batas koordinat wilayah pertambangan asli dari DISTAMBEN
b. Susunan direksi dan daftar pemegang saham c. Profil badan usaha d. Surat keterangan domisili e. Laporan lengkap eksplorasi f. Laporan studi kelayakan g. Rencana reklamasi dan pasca tambang h. Rencana kerja dan anggrana biaya i. Rencana pembangunan sarana-prasarana penunjang operasi
produksi j. Surat pernyataan tersedianya tenaga ahlipertambangan
k. Pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup
l. Dokumen lingkungan hidup (AMDAL atau UKL_UPL) m. Lapran keungan tahun terkahir yang telah diaudit akuntan
publik n. Bukti pembayaran iuran tetap dari kegiatan eksplorasi
3. Persyaratan kegiatan IUP operasi produksi mineral logam dan
batubara, mineral bukan logam dan batuan untuk koperasi
a. Peta dan batas koordinat wilayah pertambangan dari DISTAMBEN
b. Susunan pengurus c. Profil koperasi d. Surat keterangan domisili e. Laporan lengkap eksplorasi f. Laporan studi kelayakan g. Rencana reklamasi dan pasca tambang h. Rencana kerja dan anggaran biaya i. Rencana pembangunan sarana-prasarana penunjang operasi
produksi j. Surat pernyataan tersedianya tenaga ahlipertambangan k. Pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup l. Dokumen lingkungan hidup (AMDAL atau UKL_UPL) m. Laporan keungan tahun terkahir yang telah diaudit akuntan
publik n. Bukti pembayaran iuran tetap dari kegiatan eksplorasi o. Bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai
penawaran lelang bagi pemenang lelang p. Bukti status kepemilikan tanah q. Bukti izin kegiatan eksplorasi r. Izin lingkungan dari masyarakat setempat s. Surat rekomenadi dari kecamatan
4. Persyaratan kegiatan IUP operasi produksi mineral logam dan
batubara, mineal bukan logam dan batuan untuk perseorangan:
a. Kartu tanda penduduk yang masih berlaku dan NPWP b. Surat keterangan domisili c. Laporana lengkap eksplorasi d. Laporan studi kelayakan e. Rencana reklamasi dan pasca tambang
f. Rencana kerja dan anggaran biaya g. Rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang operasi
produksi h. Surat pernyataan tersedianya tenaga ahli pertambangan dan
atau geologiyang berpengalaman paling sedikit tiga tahun i. Pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
j. Dokumen lingkungan hidup (AMDAL atau UKL-UPL) k. Laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit akuntan
publik l. Bukti pembayaran iuran tetap dari kegiatan eksplorasi m. Bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai
penawaran lelan gbagi pemenang lelang WIUP yang telah berakhir
n. Bukti status kepemilikan hak atas tanah o. Bukti izin kegiatan eksplorasi tahun sebelumnya p. Izin lingkungan dari masyarakat setempat yang terdekat q. Surat rekomendasi dari kecamatan setempat
Adapun alur prosedur perizinan usaha pertambangan adalahsebagai
berikut:
Gambar.4.8
Mekanisme Perizinan Usaha Pertambangan
3. Masalah ekonomi
Perekonomian masyarakat di Bayah masih rendah dimana lapangan
pekerjaan yang sempit menjadikan masalah kemiskinan dimasyarakat
sehingga membuat masyarakat mencari jalan keluar dari kemiskinan
semata-mata untuk menghidupi keluarga dengan menjadi penambang
liar, yang kemudian semakin kuat dipicu oleh keberadaan cukong atau
penadah yang mengharapkan keuntungan yang cepat dengan
DISTAMBEN KPPT
Berkas permohonan
Pemeriksaaan berkas
Pemeriksaan lapangan
Rapat peritmbangan hasil pemeriksaan lapangan
Rekomendasi
Ditolak
Disetujui Perhitungan retribusi
Sk.diproses dan di tandatangan
Pembayaran retribusi
Selesai
mengandalakan para penambang liar. Hal ini juga dibenarkan oleh I.3
sebagai berikut:
“sebenarnya salah satu maraknya pertambangan ilegal karena masyarakat kesulitan untuk menghidupi keluarganya, lapangan pekerjaan terkadang yang tadinya berfrofesi sebagai nelayan tiba-tiba beralih menjadi buruh tambang karena kesulitan untung menagkap ikan, inilah yang harusnya menjadi tanggungjawab pemerintah.” (wawancara: 9/5/2011, 09:30, kantor Kecamatan Bayah)
4.2.3.3. “Pungutan” dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara di Kecamatan Bayah
Dalam sebuah kegiatan yang potensial seperti pertambangan ternyata
mendatangkan juga permasalahan yang kompleks. Keberadaan pertambangan
tanpa izin atau gurandil yang seharusnya ditindak secara tegas dan
mendapatkan pengarahan ternyata masih ada oknum yang memanfaaatkan
keberadaan mereka. Dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan
batubara, negara dan daerah menetapkan adanya iuran yang harus dibayar
yang akhirnya masuk ke kas negara atau kas daerah, baik dalam bentuk
retribusi maupun pajak yang harus dibayarkan oleh para pengusaha
pertambangan.
Birokrasi Indonesia yang dikenal korup bahkan hingga level
pemerintahan desa. Di Indonesia kita sudah mengenal dan sering mengalami
pungutan yang tidak resmi yang dilakukan pejabat pemerintah. Punngutan
yang tidak resmi dan bukan pada tempatnya atau tidak sesuai dengan aturan
yang berlaku disebut pungutan liar. Dalam usaha pertambangan praktek pungli
juga sering terjadi terlebih terhadap keberadaan PETI. Petugas yang
berwenang yang seharusnya ikut menangani masalah pertambangan tanpa izin
ini malah ikut menutupi kegiatan mereka.
Di Kecamatan Bayah sendiri hal tersebut terjadi, dalam kegiatan
pertambangan yang dilakukan tanpa izin ternyata para pengusaha atau
pemodal tersebut pernah mengalami pungli seperti yang diutarakan oleh I.10
(DW) sebagai berikut:
“Najan cenah usaha bapak teh ilegal, ai pungutan mah aya bae eta ti pamarentah keneh bae, ngen kumaha nyah ai dibejakan ka saha jeng sabarahana mah ja bapak mah sien neng, bisi kumaha-kumaha bae pan kana usaha bapak” (walaupun katanya usaha bapak teh ilegal, pungutan mah ada dari pemerintah juga, tapi bagaimana ya kalau dikasih tau berapa dan pada siapa, bapak juga takut neng, takut gimana-gimana aja dengan usaha bapak ). (wawancara, 10/6/2011,09:30, lokasi tambang)
Apa yang disampaikan oleh informan diatas telah menegaskan bahwa
memang ada pihak-pihak yang turut melindungi mereka dalam menjalankan
usahanya namun karena rasa takut akan pejabat pemerintah tersebut informan
tidak mau mengatakan pada siapa dan berapa pungutan yang mereka
bayarkan. Beberapa kali peneliti mengkonfirmasi hal tersebut pada pengusaha
pertambangan ilegal maupun legal namun hanya sedikit yang bicara akan
fakta tersebut. kemudian peneliti menemukan fakta akan adanya “pungutan ”
dalam usaha pertambangan yang diungkapkan oleh informan I.8 (BH) sebagai
berikut:
“Setahu saya yah neng yang pertambangan tanpa izin itu juga membayar sejumlah uang pada pemerintah yang berwenang terhadap hal tersebut. Uang yang mereka berikan tersebut menjadi jaminan akan keberadaan usaha mereka agar tidak terjadi hal-hal
yang diinginkan seperti adanya operasi.” (wawancara, 28/5/2011, 13:30 kediaman informan)
Apa yang diungkapkan informan I.9 (YU) tersebut akhirnya dibenarkan
oleh I.10 (DW) seperti di bawah ini:
“kumaha nyah neng, emang bener aya pungutan teh, ja nu mentana geh ti pihak pejabat keneh ieh, ku rumasa urang mah ilegal atu daek te dek ogeh ja kudu setor bae. eta the dibere jeng uang jaminan usaha urang pan bisi aya operasi penertiban atawa di laporken . ngen ku gedena sabaraha mah eta mah tergantung usaha tambang na neng, upami bapak mah kan usahana batubara trus make lahan perhutani, ja sok aya bae eta geh ti pihak perhutani kadie, atu ti pihak kemanan geh aya.” (gimana ya neng, memang benar ada pungutan, yang mintanya dari pejabat juga, karena merasa ilegal mau tidak mau harus setor. itu diberikan sebagai uang jaminan usaha sayatakutnya ada operasi penertiban atau dilaporkan, cumin seberapa besar itu tergantung usaha tambangnya, kalau bapak usahanya di batubara dan memakai lahan perhutani suka ada juga dari pihak perhutani kemari, juga ada dari pihak keamanan juga ada). (wawancara, 10/6/2011, 09:30, Lokasi tambang)
Berdasarkan pemaparan informan diatas menegaskan bahwa pejabat
atau pemerintah itu sendiri yang turut andil menumbuh kembangkan danya
pertambangan ilegal. Bukannya berupaya mengurangi hal tersebut, pungutan
yang diberikan atau bahkan diminta oleh pengusha tambang tersebut sebagi
upaya perlindungan terhadap kegiatan usaha yang mereka lakukan yang
tentunya hal ini menyebabkan kerugian bagi keuangan daerah maupun negara
namun disisi lain ternyata menguntungkan pihak-pihak yang tidak
bertangungjawab tersebut. peneliti mencoba mengkonfirmasi hal tersbut
kepada pihak terkait yang disebutkan namun tidak ada yang mau memberi
tanggapan secara jelas. seperti yang diungkapkan salah satu pegawai Perhutani
Bayah I.11 (IM) sebagai berikut:
“jika ada pertambangan tanpa izin di areal perhutani kami melakukan tindakan dengan melaporkan ke pihak berwenang yaitu penyidik polri dan dibuat laporan, kami tidak pernah meminta pungutan agar hal ini ditutup-tuutpi. tami kami tidak tahu kalau mungkin ada pungutan yang diminta dari pihak lain” (wawancara, 26/5/2011, 10:25, KPH Bayah)
Peneliti berpendapat apa yang dikatakan para pengusaha pertambangan
tersebut tidak mungkin hanya mengada-ngada, namun juga tidak ada
konfirmasi resmi dari dinas terkait terhadap masalah tersebut. bahwa praktik-
prakti perdamaian adalah hal yang telah menjadi rahasia umum, namun
tindakan itu seolah-olah memperoleh legitimasi secara de facto bahwa
perbuatan atau tindakan “damai” dalam menyelesaikan sebuah kendala yuridis
cenderung telah menjadi budaya hukum bangsa ini.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penelitian mengenai Pengawasan Dinas Pertambangan Dan Energi
Kabupaten Lebak Dalam Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral Dan
Batubara di Kecamatan Bayah dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengawasan Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak terhadap
usaha pertambangan khusunya di Bayah terhambat kendala kurangnya
personil pengawasan dari interen dinas sendiri, pelaku kontrol yang tidak
proposional dengan luas wilayah , jadwal pengawasan yang kurang intensif
yang dilakukan DISTAMBEN, serta masih minimnya anggaran yang
dialokasikan untuk pengawasan usaha pertambangan dan masih kurangnya
peralatan yang mendukung pengawasan hal tersebut membuat pengawasan
kurang optimal, sehingga masih terdapat masalah-masalah dalam kegiatan
usaha pertambangan
2. Kurangnya pelaksanaan koordinasi dengan dinas terkait lain seperti Badan
Lingkugan Hidup, Dinas Perhubungan serta aparatur di Kecamatan yaitu
dengan muspika Kecamatan Bayah.
3. Masih rendahnya upaya Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak
dalam menganggulangi masalah gurandil di Bayah dan wilayah selatan
lainnya, kurangya pembinaan kepada para penambang legal terhadap
pentingnya perizinan usaha serta kegiatan pertambangan yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan serta kesehatan dan keselamatan kerja.
Keberadaan PETI menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, serta
pendapatan daerah. Keberadaan peti disebabkan beberapa faktor yaitu, pola
pikir masyarakat setempat yang menganggap bahwa segala potensi tambang
yang ada merupakan milik warga, persyaratan dan prosedur perizinan yang
berbelit-belit dan lama, serta masalah ekonomi yaitu kemiskinan yang
dialami masyarakat.
5.2. Saran
Dari hasil pengkajian dan analsisis yang dilakukan dalam penelitian
mengenai Pengawasan Dinas Pertambangan Dan EnergiKabupaten Lebak Dalam
Penyelenggaraan Pertambangan Umum Di Kecamatan Bayah, maka peneliti
mencoba memberikan saran sebagai berikut:
1. Potensi Pertambangan atau bahan galian mineral dan batubara di Bayah
merupakan sumber daya yang potensial untuk menyumbang pendapatan
daerah maka dari itu Dinas Pertamabngan adan Energi Kabupaten Lebak
harus semakin menekan angka penambang ilegal sehingga iklim investasi
di bidang pertambangan semakin kondusif.
2. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak untuk menambah
personil pengawasan sehingga dapat melakukan pengawasan dengan
optimal dan dapat menjangkau semua wilayah di Kabuapaten Lebak atau
bila perlu adanya unit pelaksana tugas Dinas Pertambangan Dan Energi di
wilayah selatan mengingat besarnya potensi tambang di wilayah selatan.
3. Menjalin koordinasi yang baik dengan instansi terkait serta organisasi
taktis di kecamatan seperti Camat, Polsek dan Danramil serta organisasi
eksternal lain yang turut mengontrol kegiatan pertambangan yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan seperti lembaga swadaya
masyarakat.
4. Melakukan pembinaan yang lebih intensif terhadap para penambang ilegal
untuk diarahkan menjadi pertambangan yang memiliki izin dan melakukan
pertambangan sesuai denga aturan yang berlaku sehingga kegiatan
pertambangan tersebut berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dengan
tingkat kesehatan dan keselamatan kerja yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2006. Politik & Kebijakan Publik. Bandung : Aipi – Puslit KP2W Lemlit Unpad.
Alwasilah, A.Chaedar.2006. Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi kedua.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press. DEPHUKAM RI. 2007. Analisis Dan Evaluasi Hukum Tentang Pengembangan
Masyarakat Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan. Jakarta: DEPHUKAM RI
Islamy, M. Irfan. 2003. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara
Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : DIA FISIP Universitas Indonesia
Miles, B Matthew dan Huberman, Michael A.1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Perss.
Moleong, J Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya. Nugroho, Riant D. 2004. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan
Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Nugroho, Riant D. 2007. Analisis kebijakan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Jakarta: PT. Gramedia. Parson, Wayne. 2006. Public Policy, Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Jakarta: Prenada Media Group Setyodarmojo, Soenarko. 2003. Public Policy. Surabaya: Airlangga University
Press. Solichin, Abdul Wahab. 2010. Analisis Kebijaksanan: Dari Formulasi ke
Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara Subarsono, AG. 2010. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori, dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudrajat Nandang. 2010. Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut
Hukum. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. Suryabrata, Sumadi. 1992. Metodelogi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers Suwandi, dan Basrowi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka
Cipta Syafei, Inu Kencana. 2006. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: PT. Rineka Cipta Wicaksono, Kristian Widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah.
Yogyakarta : Graha Ilmu Widjaja, H A W. 2001. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: Raja
Grafindo.
Widodo, Joko. 2006. Analisis Kebijkan Publik. Malang: Bayumedia Publishing. Sumber Lain: Undang-Undang Dasar 1945 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Pertambangan umum. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No 1 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara http://aspindo-imsa.or.id/ http://www.ima-api.com/mining.php?pid=5&act=press&do=detail http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=53868 Jurnal: Aris, Ahmad. 2007. Masa Depan Investasi Pertambangan Indonesia karya.
http://aude23.blog.friendster.com