BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 19
BAB 2 : PERKEMBANGAN INFLASI
Pada triwulan II-2010, inflasi tahunan Gorontalo tercatat sebesar 2,73% (y.o.y), lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,59% (y.o.y). Penurunan inflasi Provinsi
Gorontalo terutama disebabkan oleh melemahnya tekanan volatile food inflation. Perbaikan
produksi sektor pertanian menyebabkan pasokan relatif lancar sehingga mengurangi
tekanan harga-harga terutama pada kelompok bahan makanan. Output gap diperkirakan
mulai mengalami peningkatan seiring dengan membumbungnya permintaan masyarakat.
Semarak kegiatan domestik pada periode laporan diantaranya penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah di tiga kabupaten, periode liburan sekolah, dan tahun baru ajaran sekolah
mendorong peningkatan permintaan masyarakat. Sementara itu, aspek produksi
diperkirakan belum optimal dalam memenuhi tekanan permintaan. Disisi lain, administered
price inflation mengalami kenaikan seiring dengan kebijakan pemerintah untuk menaikan
cukai rokok.
2.1 INFLASI GORONTALO
Penurunan inflasi Provinsi Gorontalo terutama disebabkan oleh melemahnya
tekanan volatile food inflation. Inflasi tahunan Gorontalo triwulan II-2010 tercatat sebesar
2,73% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,59% (y.o.y).
Perbaikan produksi sektor pertanian menyebabkan pasokan relatif lancar sehingga
mengurangi tekanan harga-harga terutama pada kelompok bahan makanan. Sementara itu,
dorongan inflasi mulai muncul dari inflasi inti (core inflation) dan inflasi administered price.
Berdasarkan aspek permintaan-penawaran, diperkirakan tekanan permintaan mulai
meningkat seiring dengan maraknya aktivitas perekonomian daerah. Disisi lain, harga-harga
yang dikendalikan pemerintah mengalami kenaikan.
Sumber : BPS Prov. Gorontalo
Grafik 2.1 Disagregasi Inflasi Provinsi Gorontalo
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
20 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
Kelancaran pasokan bahan makanan mengawal penurunan harga-harga barang
yang bergejolak (volatile food inflation). Barang yang dikategorikan volatile foods pada
umumnya merupakan bahan makanan yang permintaannya sangat tinggi sementara aspek
produksi sangat rentan/bergejolak. Perbaikan produksi sektor pertanian menjadi salah satu
penyebab berkurangnya tekanan pada harga volatile food. Produksi pertanian yang lebih
baik mampu menjaga kelancaran pasokan bahan makanan sehingga harga-harga
cenderung menurun. Hasil pemantauan harga menunjukkan bahwa harga beras sebagai
komoditas bahan makanan yang memiliki bobot tertinggi dalam pembentukan volatile food
inflation mengalami penurunan.
Sumber : Diskoperindagprov. Gorontalo
Grafik 2.2 Perkembangan Harga Beras
Inflasi Inti (core inflation) pada triwulan II-2010 sebesar 3,41% (y.o.y) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,32% (y.o.y). Output gap diperkirakan mulai
mengalami peningkatan seiring dengan membumbungnya permintaan masyarakat.
Sumber ; Bank Indonesia Gorontalo
Grafik 2.3 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 2.4 Realisasi Volume Produksi
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 21
Semarak kegiatan domestik pada periode laporan diantaranya penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah di tiga kabupaten, periode liburan sekolah, dan tahun baru ajaran
sekolah mendorong peningkatan permintaan masyarakat. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan
peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan II-2010 sebesar 129,60 (saldo
bersih + 100) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 125,92. Sementara itu, aspek
produksi diperkirakan belum optimal dalam memenuhi tekanan permintaan. Hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha menunjukkan bahwa realisasi volume produksi masih menunjukkan
posisi negatif walaupun meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Volume produksi
pada triwulan II-2010 bernilai negatif sebesar -0,43 SB (Saldo Bersih) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -6,27 SB.
Inflasi harga-harga yang dikendalikan pemerintah (administered price inflation) pada
triwulan II-2010 sebesar 2,39% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 2,13% (y.o.y). Kebijakan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok melalui
Peraturan Menteri Keuangan No.181/PMK.011/2009 memberikan tekanan pada inflasi
administered price. Hal ini dikonfirmasi oleh peningkatan inflasi tahunan sub-kelompok
tembakau dan minuman beralkohol pada triwulan laporan sebesar 7,43% (y.o.y) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,40% (y.o.y).
Sumber : Diskoperindagprov. Gorontalo
Grafik 2.5 Inflasi Subkelompok Tembakau dan Minuman Beralkohol (yoy)
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
22 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
2.2 INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA
2.2.1 INFLASI TAHUNAN (y.o.y)
Secara tahunan, inflasi Gorontalo triwulan II-2010 sebesar 2,73% (y.o.y) lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,59% (y.o.y). Tendensi penurunan harga
terutama terjadi pada kelompok bahan makanan akibat ketersediaan pasokan yang cukup
memadai.
Tabel 2.1
Inflasi Tahunan Kelompok Barang dan Jasa (y.o.y)
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Penurunan inflasi kelompok bahan makanan terutama didorong oleh penurunan sub
kelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya. Pada triwulan II-2010, inflasi tahunan
kelompok bahan makanan sebesar 2,03% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 5,10% (y.o.y). Penyebab utama melemahnya tekanan inflasi pada
kelompok ini karena perkembangan harga subkelompok padi-padian mengalami penurunan.
Subsektor padi-padian pada triwulan II-2010 mengalami inflasi sebesar 5,97% (y.o.y) lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,46% (y.o.y).
Tabel 2.2
Inflasi Tahunan Sub-kelompok Bahan Makanan (y.o.y)
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Hasil konfirmasi pemantauan harga menunjukkan bahwa beberapa komoditas utama
subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya mengalami penurunan dibandingkan
tahun sebelumnya. Harga beras jenis IR-64 pada triwulan I-2010 sebesar Rp6.000/kg turun
menjadi Rp5.000/kg pada triwulan II-2010, sedangkan harga tepung terigu merek Segitiga
Biru pada triwulan I-2010 sebesar Rp8.000/kg turun menjadi Rp6.500/kg pada triwulan II-
2010.
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Umum 9.24 11.01 10.54 10.92 9.83 7.22 4.07 4.89 3.59 2.74 2.69 2.73
1 Bahan makanan 12.49 20.78 21.05 18.27 15.16 14.59 5.26 7.98 5.1 3.54 2.34 2.03
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 13.57 13.93 21.08 16.48 16.49 12.39 8.13 8.52 5.93 4.09 5.83 5.56
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 11.8 9.51 14.74 8.99 8.76 5.57 3.57 3.17 3.06 2.98 3.06 3.57
4 Sandang 2.45 4.11 6.36 2.44 3.12 2.53 2.63 0.42 -0.18 0.27 1.17 2.25
5 Kesehatan 4.43 3.73 3.42 3.48 3.54 3.41 7.81 8.1 9.35 7.86 7.31 7.38
6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 4.15 4.35 4.27 4.18 4.28 4.24 0.53 0.28 0.36 0.18 0.35 0.35
7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0.52 -0.36 -0.37 2.39 0.8 -5.15 -0.97 -0.09 -0.06 -0.2 -0.36 -0.40
No Kelompok 2009 2010
JAN FEB MAR APR MEI JUNI JAN FEB MAR APR MEI JUNI
BAHAN MAKANAN 12.49 20.78 21.80 18.27 15.16 14.59 5.26 7.98 5.1 3.54 2.34 2.03
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 10.47 16.10 14.49 13.63 11.50 8.67 5.41 9.06 7.46 4.17 3.36 5.97
Daging dan Hasil-hasilnya 23.52 21.37 14.70 6.00 5.37 2.65 -4.86 -1.62 0.31 1.59 0.86 0.63
Ikan Segar 35.75 46.35 51.62 64.53 46.56 49.54 5.18 5.74 5.58 -0.55 -10.89 -8.8
Ikan Diawetkan 13.82 -1.37 -9.24 -7.44 -7.55 -8.61 0.75 8.67 10.14 7.56 7.8 9.94
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 13.84 12.64 9.14 9.64 6.29 1.36 -5.81 -2.3 -2.47 -4.7 -5.14 -2.91
Sayur-sayuran -10.91 -14.75 -17.13 -26.54 -10.63 -7.41 -7.25 8.55 25.92 10.17 21.99 30.25
Kacang - kacangan 9.15 8.62 12.90 19.27 15.06 10.81 11.58 10.85 4.09 1.65 6.85 9.04
Buah - buahan 50.44 83.04 84.66 67.59 66.84 65.24 29.04 40.99 27.79 24.31 24.21 -4.61
Bumbu - bumbuan -25.65 3.86 18.49 -15.19 -19.50 -16.01 21.23 8.32 -17.84 9.74 44.9 26.78
Lemak dan Minyak -11.58 -11.68 -13.27 -10.95 -10.49 -10.80 5.86 7.34 6.45 2.8 -8.82 -7.23
Bahan Makanan Lainnya 0.86 -1.11 1.51 2.87 3.41 3.41 2.49 5.01 2.3 0.95 0.95 0.95
2010
Kelompok / Sub kelompok
2009
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 23
Sumber : Diskoperindagprov. Gorontalo
Grafik 2.6 Perkembangan Harga Beras dan Tepung Terigu
2.2.2 INFLASI TRIWULANAN (q.t.q)
Secara triwulanan, perkembangan harga-harga di Gorontalo pada triwulan II-2010
mengalami deflasi sebesar -0,25% (q.t.q) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mengalami inflasi sebesar 1,59% (q.t.q). Penurunan inflasi secara triwulanan terutama
didorong oleh penurunan harga-harga pada subkelompok bahan makanan dan
subkelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.
Tabel 2.3 Kelompok Barang dan Jasa (q.t.q)
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Kelancaran pasokan menjadi penyebab menurunnya inflasi triwulanan kelompok
bahan makanan. Perkembangan harga-harga kelompok bahan makanan pada triwulan II-
2010 sebesar -0,25% (q.t.q) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,25%
(q.t.q). Membaiknya pasokan bahan makanan terutama komoditas beras, kacang kedelai,
daging ayam tepung terigu, gula pasir, dan minyak goreng dapat mengurangi tekanan
inflasi. Hasil pemantauan harga menunjukkan bahwa komoditas-komoditas dimaksud
mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
Umum -0.04 3.83 4.01 0.16 2.33 0.59 0.85 0.53 1.59 -0.25
Bahan makanan -4.72 4.73 7.89 -1.44 6.83 0.88 -0.67 0.62 4.25 -2.07
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1.96 4.01 2.32 4.46 3.15 1.93 2.00 -5.18 7.45 1.57
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 5.20 1.36 4.40 1.34 -0.14 -0.07 2.23 -8.16 9.85 0.42
Sandang 2.33 -0.67 -0.04 1.14 2.52 -1.08 0.22 -1.61 2.34 1.33
Kesehatan 1.74 1.34 0.56 0.42 0.62 1.77 5.59 0.08 1.67 -0.08
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0.26 0.47 3.98 -0.12 0.17 0.20 0.19 0.01 -0.05 0.19
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0.60 8.37 0.13 -3.09 -2.39 0.14 -0.08 -0.17 0.05 -0.21
2010Kelompok 2008 2009
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
24 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
Inflasi subkelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan
sebesar 0,42% (q.t.q) mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 9,85% (q.t.q). Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan biaya
tempat tinggal terutama harga komoditas semen yang turun pada kisaran Rp500 –
Rp1000 /sak. Sementara itu harga biaya tempat tinggal lainnya seperti seng dan besi
beton turut mengalami penurunan.
Sumber : Diskoperindag Provinsi Gorontalo
Grafik 2.7 Harga Beras dan Kacang Kedelai
Grafik 2.8 Harga Daging Ayam
Grafik 2.9 Harga Gula dan Tepung
Grafik 2.10 Harga Minyak Goreng
Sumber : Diskoperindag Provinsi Gorontalo
Grafik 2.11 Harga Semen
Grafik 2.12 Seng dan Besi Beton
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 25
BOX 1 : DISAGREGASI INFLASI GORONTALO
Konsep Disagregasi Inflasi
“a condition of generally rising prices” (Okun, 1970)
“a process of continuously rising prices, or, equivalently, of a continuously falling value of money”
(Laidler & Parkin, 1975)
“kecenderungan kenaikan harga secara umum dan terus menerus” – (Boediono, 1999).
Secara kontekstual, Inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga yang bersifat umum
(general price movements) dan sifatnya langgeng atau terus menerus (persistent price
movements). Nilai inflasi umumnya merupakan nilai pertumbuhan Indeks Harga Konsumen
(IHK) dalam dimensi waktu bulanan (month-to-month), kuartalan (quarter-to-quarter), dan
tahunan (year-on-year). Inflasi IHK merupakan indikator inflasi dengan kontinuitas
penyediaan data yang dapat disediakan dengan segera dan perannya yang dapat
mencerminan kenaikan biaya hidup masyarakat (cost of living). Di dalam inflasi IHK juga
mencakup variabilitas pergerakan harga karena pengaruh kejutan temporer (seperti
pengaruh alam, gangguan distribusi) dan dampak perubahan kebijakan pemerintah di
bidang harga (administered prices). Sehingga, sering kali pergerakan inflasi IHK tidak
mencerminkan perubahan harga yang bersifat langgeng (persistent price movements). Oleh
karena itu, analisis berdasarkan disagregasi inflasi diperlukan untuk mendapatkan inflasi inti
yang dapat menangkap persistent price movement dan general price movement sehingga
lebih mencerminkan perubahan harga-harga fundamental perekonomian.
Perubahan dan pergerakan inflasi inti merupakan resultan dari pengaruh faktor-faktor
fundamental yang meliputi faktor eksternal, kesenjangan output (output gap), dan ekspektasi
inflasi. Pergerakan nilai tukar rupiah dan gejolak inflasi di luar negeri (eksternal) dapat
memberikan pengaruh pada inflasi domestik. Melemahnya nilai tukar rupiah dapat
mengakibatkan harga-harga di luar negeri menjadi relatif lebih mahal sehingga dapat secara
langsung meningkatkan harga komoditas internasional yang dikonsumsi di dalam negeri,
misal emas. Sementara itu, dalam proses produksi juga membutuhkan barang-barang modal
impor sehingga bila harga barang-barang tersebut meningkat mengakibatkan naiknya biaya
produksi dan mendorong inflasi domestik.
Munculnya kesenjangan antara penawaran dan permintaan (output gap) dapat
memberikan tekanan pada tingkat inflasi. Lonjakan permintaan dapat memaksa kegiatan
produksi untuk berproduksi melebihi tingkat potensialnya dengan biaya yang lebih tinggi.
Sementara itu, perkembangan persepsi masyarakat terhadap tingkat harga juga
memberikan dampak terhadap kondisi inflasi kedepan. Studi kasus, pada saat menjelang
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
26 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
lebaran pada umumnya harga-harga telah meningkat jauh hari sebelumnya akibat adanya
faktor ekspektasi inflasi.
Gambar Disagregasi Inflasi
Dalam komponen inflasi IHK, terdapat komponen selain inflasi inti yaitu inflasi
volatile food dan inflasi administered price. Inflasi volatile food merupakan
pergerakan harga-harga yang sangat bergejolak dan cenderung ekstrim. Barang
yang dikategorikan dalam volatile food biasanya merupakan kelompok bahan
makanan yang permintaannya sangat tinggi namun aspek produksi sangat rentan
akibat faktor pasokan dan masalah distribusi. Sementara itu, inflasi administered
price merupakan pergerakan harga-harga barang/jasa yang dikendalikan oleh
pemerintah seperti harga bahan bakar, tarif listrik, dan cukai rokok.
Perhitungan Disagregasi Inflasi Provinsi Gorontalo
Blinder (1982 dan 1997) menyatakan inflasi inti sebagai prediktor inflasi IHK
dalam periode mendatang karena telah mengeliminasi temporary shocks. Dalam
perkembangannya, secara umum inflasi inti dapat dipahami sebagai indikator inflasi
yang lebih menunjukkan perkembangan harga yang persistent sesuai kondisi
fundamental ekonomi dengan mengeluarkan komponen inflasi yang lebih
menggambarkan temporary shocks. Sebagai implikasinya, metode pengukuran
inflasi inti juga sangat beragam mulai dari metode exclusion (mengeluarkan sebagian
komponen inflasi), pemangkasan data stokastik (trimmed mean) ataupun model
struktural. Perhitungan inflasi inti di Provinsi Gorontalo dilakukan dengan melakukan
disagregasi inflasi metode exclusion atau mengeluarkan inflasi volatile food dan
inflasi administered price dalam komponen inflasi IHK. Bank Indonesia telah
melakukan estimasi untuk mengkategorikan sub-kelompok barang dan jasa yang
dikategorikan sebagai inflasi inti, volatile food, dan administered price sebagai
berikut:
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 27
Tabel Pengkategorian Disagregasi Inflasi
Berdasarkan pengelompokkan tersebut, dapat diestimasi komponen disagregasi
inflasi Provinsi Gorontalo sehingga dapat diketahui pergerakan dari inflasi inti,
volatile food, dan administered price sebagai berikut:
Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa pergerakan inflasi inti
Provinsi Gorontalo pada tahun
2010 cenderung relatif stabil
dibandingkan tahun sebelumnya.
Aspek produksi masih perlu
diperkuat sehingga dapat
mengurangi tekan inflasi dari sisi
output gap.
Disisi lain, ekspektasi inflasi diperkirakan minim sementara faktor eksternal inflation
tidak banyak mempengaruhi perekonomian Gorontalo. Inflasi volatile food terlihat
sangat bergejolak dalam tiga tahun terakhir, namun pada tahun 2010 cenderung
menurun karena membaiknya produksi pertanian akibat cuaca yang mendukung.
Sementara itu, tekanan inflasi administered price tahun 2010 relatif minim
dibandingkan tahun sebelumnya terkait dengan efek lanjutan kebijakan penurunan
harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh pemerintah.
Disagregasi Inflasi Provinsi Gorontalo (yoy)
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
28 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 29
BAB 3 : PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Pada triwulan II-2010 kinerja perbankan di Provinsi Gorontalo menunjukkan
perkembangan yang cukup menggembirakan, diikuti dengan stabilitas sistem perbankan
yang relatif terkendali. Dana pihak ketiga mengalami pertumbuhan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sementara itu, penyaluran kredit masih dalam posisi yang tinggi dengan
pertumbuhan di atas 30% (y.o.y). Di sisi lain, stabilitas sistem perbankan di Gorontalo
meliputi aspek risiko kredit dan risiko pasar relatif terkendali, namun risiko likuiditas perlu
mendapat perhatian. Non Performing Loans (NPLs) relatif terjaga berada pada nilai dibawah
batas ketentuan BI yaitu dibawah 5%. Sementara, aspek penyerapan dana masyarakat
perlu menjadi perhatian karena Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di ambang ‘tidak wajar’.
3.1 FUNGSI INTERMEDIASI
Perkembangan fungsi intermediasi perbankan pada triwulan II-2010 menunjukkan
kinerja yang cukup menggembirakan. Dana pihak ketiga mengalami pertumbuhan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kinerja penghimpunan dana pihak ketiga
terutama didorong oleh peningkatan tabungan masyarakat. Kenaikan pendapatan
masyarakat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan tabungan, sementara
perbankan juga semakin aktif untuk terus menggiatkan penyerapan tabungan dari
masyarakat. Sementara itu, penyaluran kredit masih dalam posisi yang tinggi dengan
pertumbuhan di atas 30% (y.o.y). Pertumbuhan kredit yang relatif tinggi terutama didorong
oleh perkembangan kredit konsumsi. Sementara itu secara sektoral, sektor perdagangan
menjadi sektor utama penyaluran kredit perbankan.
3.1.1 PERKEMBANGAN KANTOR BANK
Kegiatan perbankan di Provinsi Gorontalo saat ini dilayani oleh 9 Bank Umum
Konvensional, 2 Bank Umum Syariah, 4 Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Jaringan kantor
Bank Umum baik yang konvensional maupun syariah di Provinsi Gorontalo terdiri dari 13
kantor cabang, 26 kantor cabang pembantu, 12 kantor kas serta 21 kantor unit. Sedangkan,
jaringan kantor BPR terdiri dari 4 kantor pusat, 3 kantor cabang dan 2 kantor kas
3.1.2 PENYERAPAN DANA MASYARAKAT
Pada posisi akhir triwulan II-2010 dana yang dihimpun tercatat sebesar Rp1,99
triliun, tumbuh sebesar 6,79% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
-0,80% (y.o.y). Tabungan sebagai komponen DPK dengan share tertinggi sebesar 54,42%
mengalami pertumbuhan sebesar 11,31% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
30 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
sebelumnya sebesar 6,55% (y.o.y). Kenaikan pendapatan masyarakat menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan kenaikan tabungan, sementara perbankan juga semakin aktif
untuk terus menggiatkan penyerapan tabungan dari masyarakat. Giro mengalami
pertumbuhan sebesar 15,79% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
8,61% (y.o.y). Peningkatan giro tersebut merupakan cerminan dari realisasi pengeluaran
pemerintah yang belum optimal. Sementara itu, deposito mengalami kontraksi sebesar -
6,44% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -15,93% (y.o.y).
Kontraksi pada perkembangan deposito sejalan dengan tren penurunan suku bunga
deposito.
Grafik 3.1 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Grafik 3.2 Komposisi Dana Pihak Ketiga
3.1.3 PENYALURAN KREDIT
Pada posisi akhir triwulan laporan, kredit yang disalurkan tercatat sebesar Rp3,05
triliun, tumbuh 31,98% (y.o.y) sedikit lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 32,59% (y.o.y). Pertumbuhan kredit yang relatif tinggi terutama didorong oleh
perkembangan kredit konsumsi yang mengalami pertumbuhan sebesar 40,07% (y.o.y) lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 37,64% (y.o.y). Kredit konsumsi sangat
mendominasi dalam portofolio kredit perbankan Gorontalo yaitu sebesar 60,83%, jauh
meninggalkan kredit modal kerja sebesar 33,17% (y.o.y) dan kredit investasi sebesar 6,00%
(yoy). Dari sisi risiko, protofolio kredit yang di dominasi oleh kredit konsumtif merupakan hal
yang baik karena kredit konsumsi memiliki exposure resiko yang relatif rendah. Namun, dari
segi perannya terhadap perekonomian daerah, dominasi kredit konsumtif menunjukkan
bahwa peran perbankan dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi kurang optimal karena
kredit konsumtif tidak memberikan efek multiplier yang tinggi bila dibandingkan kredit
investasi atau modal kerja. Sementara itu, kredit modal kerja tumbuh sebesar 19,17% (y.o.y)
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 21,95% (y.o.y). Sedangkan kredit
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 31
investasi tumbuh sebesar 33,25% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 51,68% (y.o.y).
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.3 Pertumbuhan Kredit Penggunaan Grafik 3.4 Komposisi Kredit Penggunaan
Perlambatan kredit sektor produktif mewarnai kinerja perbankan pada triwulan II-
2010. Kredit pertanian mengalami perlambatan yang cukup signifikan yaitu terkontraksi
sebesar -49,23% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi
sebesar -41,23% (y.o.y). Hal ini diperkirakan karena perbankan masih menganggap kredit
pertanian memiliki risiko yang cukup tinggi. Sementara itu, kontraksi perkembangan kredit
juga dialami oleh sektor industri sebesar -42,66% (y.o.y) dan sektor angkutan sebesar -
36,05% (y.o.y), keduanya lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja kredit
perdagangan masih menunjukkan pertumbuhan sebesar 14,99% (y.o.y) namun masih lebih
lambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 16,07% (y.o.y). Sementara itu, sektor
konstruksi mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan sektor lainnya sebesar 64,60%
(y.o.y) namun masih lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 121,12%
(y.o.y). Peran perbankan dalam dukungan pendanaan proyek-proyek infrastruktur menjaga
kinerja kredit konstruksi. Adapun beberapa proyek pembangunan infrastruktur yang saat ini
tengah dalam proses pengerjaan adalah Dermaga Penyebrangan Marisa, Pelabuhan
Internasional Anggrek, Dermaga Penyebrangan Tilamuta, dan Pelapisan landasan Bandara.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.5 Pertumbuhan Kredit Sektoral Grafik 3.6 Komposisi Kredit Sektoral
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
32 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
Pada triwulan laporan, kredit UMKM tercatat sebesar Rp2.53 triliun atau tumbuh
76,677% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 69,13% (y.o.y).
Peningkatan kinerja kredit UMKM tak lepas dari kinerja perbankan untuk terus menggali dan
men-support potensi daerah dengan berbagai program kegiatannya. Salah satu bentuk dari
program tersebut adalah dibentuknya Financial Advisor (FA) yaitu merupakan forum individu
profesional dari perbankan yang dikoordinir oleh Bank Indonesia untuk memberikan
bantuan teknis kepada masyarakat dan pelaku UMKM secara langsung.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.7 Pertumbuhan Kredit UMKM
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 33
BOX 2 : UPAYA NYATA PERBANKAN MENDORONG
PENINGKATAN DANA
Sejak dicanangkannya Gerakan Indonesia Menabung dan peluncuran produk
TabunganKu mulai tanggal 20 Februari 2010 lalu, antusiasme dan respon masyarakat
terhadap gerakan menabung dengan produk TabunganKu mulai dirasakan. Berdasarkan
data BI, per bulan Juni 2010, jumlah rekening TabunganKu sudah mencapai 409.125
rekening dengan total simpanan sebesar Rp 395 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa setiap
bulan terjadi pembukaan rata-rata hampir 100 ribu rekening dengan rata-rata simpanan per
bulan sebesar Rp 100 miliar untuk seluruh Indonesia. Jika merunut ke belakang, alasan
diluncurkannya produk TabunganKu adalah potensi nasabahnya demikian besar.
Berdasarkan data bahwa penduduk dewasa yang memiliki rekening di bank hanya 42% atau
58 juta jiwa dari jumlah penduduk Indonesia ± 138 juta.
TabunganKu di Gorontalo
Salah satu sumber pembiayaan bagi
pembangunan perekonomian daerah Gorontalo
adalah pengumpulan dana masyarakat (DPK)
oleh perbankan. Hingga Juni 2010, DPK
Gorontalo sebesar Rp 1,99 triliun namun julah
kredit yang dikucurkan telah mencapai angka
3,05 triliun.
Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi ketimpangan antara permintaan kredit dengan
kemampuan masyarakat menyediakan dana di perbankan. Upaya mendorong tabungan
masyarakat perlu dilakukan melalui inovasi produk perbankan. Inovasi produk TabunganKu
yang didukung oleh perbankan Gorontalo (Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, BCA, Bank
Muamalat, BSM, Bank Danamon, Bank BPD Sulut dan Bank Mega) mempunyai tujuan
utama untuk menggalang dana murah dari masyarakat.
Sampai dengan saat ini realisasi TabunganKu per Juni 2010 mencapai 2.327
rekening atau setara 0,2% dari total jumlah penduduk Gorontalo, dengan jumlah nominal
TabunganKu sebesar Rp 4,15 miliar. Meskipun pertumbuhan jumlah rekening TabunganKu
berdasarkan tabel 4, terjadi penurunan, pada bulan Juni 2010 terjadi peningkatan jumlah
rekening tabungan sebanyak 591 buah atau sebesar 34% dibandingkan dengan Mei 2010
jumlah rekening TabunganKu sebesar 1736 buah.
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
Tabel 4 Perkembangan Rekening TabunganKu di Gorontalo
Upaya-upaya untuk meningkatkan DPK melalui TabunganKu
Meskipun demikian, beberapa upaya terus dilakukan oleh BI Gorontalo untuk
meningkatkan DPK khususnya TabunganKu. Dimulai dengan melakukan koordinasi BI
dengan perbankan Gorontalo dibawah naungan BMPD untuk terus melakukan upaya
supaya perbankan Gorontalo dapat meningkatkan jumlah nasabah TabunganKu. Salah
satunya adalah pembuatan standing banner TabunganKu yang ditempatkan di bank-bank
masing-masing sehingga masyarakat dapat mengetahui dan tertarik terhadapa produk
TabunganKu.
Selain itu, BMPD bersama BI Gorontalo turut serta dalam pameran yang
diselenggarakan oleh Pemda Provinsi Gorontalo dengan menampilkan produk TabunganKu
disamping memperkenalkan produk perbankan lainnya. Beberapa account officer perbankan
Gorontalo difasilitasi oleh BI Gorontalo telah membentuk Financial Advisor (FA). FA secara
rutin melakukan pertemuan (focus group discussion) untuk membicarakan hal-hal terkait
dengan permasalahan perbankan yang ada di Gorontalo seperti perkembangan
TabunganKu. Selanjutnya, KBI Gorontalo bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota
Gorontalo dan Perbankan Gorontalo melakukan sosialisasi Produk Perbankan TabunganKu
dan Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah ke sekolah-sekolah dengan tema BAGOeS (Bank Goes
to School).
Untuk tahap awal, BAGOeS telah dilaksanakan pada 4 SMA pada bulan Juli 2010
lalu. Tujuan akhir kegiatan BAGOeS ini tidak lain adalah selain untuk menanamkan budaya
menabung juga memperkenalkan TabunganKu. Dalam kegiatan tersebut, perbankan juga
membuka pelayanan perbankan bagi para peserta yang tertarik untuk membuka
TabunganKu dapat langsung membuka rekeningnya. Kehadiran perbankan dan BI
Gorontalo sesungguhnya sudah dinantikan pihak sekolah. Hal ini terbukti dengan
banyaknya antusias dan respon dari pihak sekolah seperti pembukaan rekening
TabunganKu oleh siswa dan guru.
0
0.5
1
1.5
2
0
500
1000
1500
2000
2500
Feb Mar Mei Jun
Jumlah rekening TabunganKu
Pertumbuhan rekening TabunganKu
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 35
3.2 STABILITAS SISTEM PERBANKAN
Stabilitas sistem perbankan di Gorontalo meliputi aspek risiko kredit dan risiko pasar
relatif terkendali, namun risiko likuiditas perlu mendapat perhatian. Non Performing Loans
(NPLs) relatif terjaga berada pada nilai dibawah batas ketentuan BI yaitu dibawah 5%.
Sementara itu, aspek penyerapan dana masyarakat perlu menjadi perhatian karena Loan to
Deposit Ratio (LDR) berada di ambang „tidak wajar‟ mencapai lebih dari 145% sehingga
dapat mengancam ketersediaan likuiditas perbankan. Sedangkan volatilitas kurs diyakini
tidak akan berdampak besar terhadap risiko pasar, karena paparan tehadap transaksi valuta
asing yang tidak tinggi.
3.2.1 RISIKO KREDIT
Dari indikator kredit non-lancar dan konsentrasi kredit diindikasikan bahwa risiko kredit
tetap terkendali pada level yang rendah. Kredit Non-Lancar atau Non Performing Loans
(NPLs) untuk kredit secara keseluruhan tetap terjaga pada level 2.03% (bruto) lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2.38%. Nilai ini tergolong „baik‟ karena masih
berada di bawah batas maksimal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5% (bruto).
Dengan nilai NPL yang relatif terjaga maka terdapat peluang untuk terus meningkatkan
kinerja penyaluran kredit. Sementara itu secara sektoral, NPL tertinggi terdapat pada sektor
industri sebesar 6.38%. Sedangkan sektor strategis lainnya memiliki tingkat NPL yang relatif
rendah seperti pertanian sebesar 2,51%, perdagangan sebesar 3,65%, dan konstruksi
sebesar 3.40%.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.8 Perkembangan NPL Grafik 3.9 NPL per Sektor
Konsentrasi kredit di sektor tertentu. Selain NPL, risiko kredit yang stabil-rendah disebabkan
pula oleh komposisi kredit yang disalurkan, dimana kredit konsumsi memiliki pangsa yang
dominan sebesar 65%. Selain itu, pangsa terbesar kredit produktif dikucurkan ke sektor
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
36 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
PHR sebesar 28%. Sektor-sektor produktif lain yang dianggap lebih tinggi tingkat risikonya
memiliki pangsa kucuran kredit yang relatif kecil.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.10 Konsentrasi Kredit
3.2.2 RISIKO LIKUIDITAS
Indikator risiko likuiditas yaitu konsentrasi jangka waktu sumber dana dan tingkat Loan
Deposit Ratio menunjukkan risiko likuiditas pada triwulan laporan patut mendapat perhatian.
Hal tersebut terlihat dari komposisi dana jangka menengah panjang yang lebih kecil dari
dana jangka pendek. Komposisi dana jangka panjang yaitu deposito hanya mencapai
26.25% dari total DPK lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 29,01% dari
total DPK. Sementara itu, dana jangka pendek mencapai lebih dari 70% dalam struktur dana
pihak ketiga yaitu giro sebesar 19,33% dan tabungan sebesar 54,42%.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.11 Perkembangan Protofolio DPK
Posisi LDR pada triwulan laporan sebesar 152,28% menunjukkan bahwa likuiditas
Perbankan Gorontalo sangat ketat. Tingginya LDR menunjukkan bahwa jumlah kredit yang
disalurkan jauh melebihi jumlah dana yang dihimpun oleh perbankan. Tentunya hal ini patut
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 37
mendapat perhatian mengingat bila sewaktu-waktu nasabah mengambil dananya dalam
jumlah besar dapat mengakibatkan ketidakstabilan pada kesehatan perbankan. Sementara
itu, perbankan Gorontalo harus lebih meningkatkan kemampuannya dalam menghimpun
dana dari masyarakat untuk mengimbangi jumlah kredit yang digelontorkan menuju tingkat
LDR yang dinilai optimal berada pada kisaran tidak jauh dari 90%.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.12 Perkembangan LDR Perbankan Gorontalo
3.2.3 RISIKO PASAR
Risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan dapat dilihat dari kestabilan volatilitas
suku bunga dan kurs. Kebijakan Bank Indonesia untuk menetapkan suku bunga acuan yang
mendukung sektor rill dengan mempertimbangkan potensi tekanan inflasi ke depan
diharapkan dapat meningkatkan penyaluran kredit. Sementara itu, volatilitas kurs diyakini
tidak akan berdampak besar terhadap kinerja perbankan Gorontalo, karena paparan
terhadap transaksi valuta asing yang tidak tinggi.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.13 Perkembangan Kurs USD dan BI-Rate
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
BOX 3 : PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN UMKM
Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan pilar perekonomian suatu
daerah yang dikenal tahan banting. Berdasarkan penelitian “Dampak Krisis Global Terhadap
Perekonomian” yang dilakukan oleh Bank Indonesia Gorontalo pada tahun 2009 yang lalu
membuktikan bahwa sebagian besar UMKM tidak terpengaruh terhadap external shock
yang menimpa Indonesia. Kondisi UMKM yang memiliki resistensi yang tinggi terhadap
krisis tidak dapat dilepaskan dari besarnya jumlah usaha serta akses pasar yang sebagian
besar masih mendominasi lingkup lokal provinsi maupun domestik.
Data Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Gorontalo
menunjukkan peningkatan jumlah UMKM dari 51.332 unit usaha pada tahun 2008, menjadi
55.891 unit usaha pada akhir tahun 2009. Strata usaha yang mendominasi jumlah tersebut
adalah usaha mikro dengan proporsi 86.3% atau sekitar 48.238 unit usaha, sementara
strata usaha kecil dan menengah berturut-turut 7.431 dan 222 unit usaha. Dibalik angka
yang sedemikian fantastis, ternyata UMKM tidak terlepas dari berbagai masalah yang
melingkupinya. Penelitian Baseline Economic Survey (BLS) yang dilakukan oleh Bank
Indonesia Manado pada tahun 2007 menunjukkan bahwa secara umum permasalahan yang
dihadapi oleh UMKM di Provinsi Gorontalo adalah proses produksi dan pemasaran yang
belum optimal, regulasi/ perizinan yang rumit, jiwa entrepreneurship/ kewirausahaan yang
masih rendah serta akses pembiayaan yang masih belum menjangkau sebagian besar
strata usaha.
Diantara beberapa kendala tersebut, rendahnya akses pembiayaan seringkali
mengemuka dan membutuhkan jawaban pemecahan tidak hanya di level akademisi, namun
juga langkah nyata dalam menyikapi kondisi di lapangan. Perlu keterlibatan dan
keberpihakan semua elemen, tidak hanya pemerintah daerah, namun juga perbankan
hingga akademisi untuk bersama-sama duduk dan memecahkan masalah ini. Apabila kita
mencoba menelisik lebih dalam, telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah
maupun perbankan dalam upaya penetrasi access to finance. Berbagai skim maupun pola
pembiayan mulai dari dana bergulir hingga produk kredit perbankan telah ditawarkan
kepada UMKM berdasarkan strata usahanya. Pembagian strata ini mengacu pada
stratifikasi yang disampaikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam
sosialisasi Kredit Usaha Rakyat di Kantor Bank Indonesia Surabaya pada tahun 2008.
Beberapa strata usaha menurut klasifikasi Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian antara lain potensial, belum feasible, belum bankable, potensial, feasible
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 39
namun belum bankable, potensial, bankable, namun belum feasible dan terakhir strata
potensial, feasible dan bankable. Dalam kesempatan ini akan menfokuskan pembahasan
pada strata potensial, feasible namun belum bankable. Strata dimaksud, saat ini menjadi
concern pemerintah dan perbankan melalui skema penjaminan kredit. Pola penjaminan
kredit yang menjadi primadona saat ini adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), dimana
penjaminan kredit dilakukan oleh pemerintah melalui perusahaan penjamin kredit (PT
Askrindo dan PT Jamkrindo). Dalam perkembangannya, penyaluran Kredit Usaha Rakyat
belum memenuhi target yang ditetapkan, sampai-sampai pemerintah harus menaikkan
plafon KUR mikro dari Rp5 juta hingga mencapai Rp20 juta per debitur. Belum tercapainya
target yang diharapkan pemerintah, salah satunya disebabkan karena perbankan kesulitan
mencari UMKM dengan strata potensial, feasible namun belum bankable tersebut untuk
diberikan kredit/pembiayaan, sementara pemerintah khususnya di daerah tidak dapat
melakukan apa-apa.
Untuk menjembatani perbankan dengan UMKM yang feasible namun belum
bankable sesungguhnya pemerintah dapat berperan sebagai fasilitator yang memberikan
informasi kredibel mengenai kondisi dunia usaha di daerah. Disamping itu lebih jauh lagi,
pemerintah daerah dapat turut andil dalam penguatan intermediasi perbankan melalui pola
penjaminan kredit. Pola penjaminan kredit ini kemudian berkembang kelembagaannya
menjadi Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah. Pendirian Perusahaan Penjaminan Kredit
Daerah (PPKD) secara nasional diatur dalam peraturan presiden nomor 2 tahun 2008
tentang Lembaga Penjaminan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.010/2008
tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit. Kegiatan
usaha yang dilakukan oleh Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah tidak terbatas pada
pemberian jasa penjaminan kredit tunai oleh lembaga keuangan, namun lebih luas lagi,
penjaminan diberikan atas PKBL maupun kredit non tunai di luar lembaga keuangan. Jasa
konsultasi manajemen bagi UMKM menjadi nilai tambah PPKD disamping penyediaan
informasi/database terjamin.
Bentuk badan hukum PPKD dapat berupa Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan
Perseroan (Persero), Perusahaan Daerah, Perusahaan Terbatas atau koperasi. Permodalan
PPKD, minimal adalah Rp100 milyar untuk lingkup nasional dan Rp50 milyar untuk lingkup
provinsi. Jumlah ini dapat disesuaikan dengan kondisi daerah dimana sumber pembiayaan
dapat dimungkinkan dari APBD dalam bentuk modal penyertaan, APBN dalam bentuk dana
dekonsentrasi/tugas pembantuan dalam bentuk subsidi atau pemanfaatan dana Corporate
Social Responsibility (CSR) dan atau Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang
berada dibawah kewenangan Kementerian BUMN.
Mekanisme pendirian PPKD diawali dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) atas penggunaan anggaran pemerintah daerah. Selanjutnya PPKD didirikan melalui
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
40 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
pemberian modal awal dan proses pengawasan yang intensif serta sesuai dengan badan
hukum yang telah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Mekanisme kerja PPKD secara sderhana dapat digambarkan dalam skema di bawah ini:
Permohonan kredit yang disampaikan oleh UMKM akan diproses oleh bank. Selanjutnya
bank akan mengajukan permohonan penjaminan dan pembayaran premi atas
pertanggungan kredit yang akan disalurkannya kepada PPKD. PPKD kemudian memberikan
persetujuan pemberian penjaminan dan bank dapat mengeksekusi pencairan kredit yang
dimohon UMKM. Manfaat yang dirasakan dari adanya PPKD bagi UMKM, khususnya strata
potensial, feasible namun belum bankable adalah untuk mengisi eligibility gap atau
kesenjangan dalam memenuhi persyaratan pengajuan kredit di bank, Bagi sebagian besar
UMKM, persyaratan pengajuan kredit di bank dirasakan berat, apalagi persyaratan
agunan/jaminan. Hal inilah yang menjadi concern pendirian PPKD, dimana penjaminan
kredit dapat diberikan tanpa mensyaratkan agunan maupun aspek legalitas usaha yang
terkadang menyulitkan UMKM.
Bagi perbankan, benefit yang dirasakan dari adanya PPKD adalah sebagai upaya mitigasi
risiko, karena dengan adanya PPKD, perbankan tidak menghadapi risiko kredit “sendirian”
namun bersama-sama dengan PPKD selaku penjamin kredit. Risk Sharing juga dapat
dilakukan dalam rangka penanggulangan risiko yang mungkin timbul.
Pemerintah daerah selaku pemangku kebijakan akan merasakan manfaat karena disamping
secara`langsung terlibat dalam pembiayaan ekonomi melalui PPKD juga turut serta
mendorong terciptanya iklim usaha yang pada`gilirannya akan meningkatkan proses
produksi sehingga muara akhir dari proses ini adalah terakselerasinya pertumbuhan
ekonomi di daerah.
Meneropong manfaat yang mungkin timbul dari pendirian PPKD di Provinsi Gorontalo,
nampaknya semua pihak perlu duduk bersama dan melakukan kontemplasi pemikiran
dalam rangka merumuskan formasi pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh UMKM.
Pemerintah daerah bersama dengan DPRD dan perbankan perlu mengkaji secara serius
kemungkinan-kemungkinan pendirian perusahaan penjaminan kredit dan sumber modal
penyertaannya. Tanpa adanya keterlibatan dan keberpihakan semua pihak, mustahil
pemberdayaan terhadap sektor usaha mikro, kecil dan menengah dapat terealisir. Sudah
saatnya UMKM diberikan kesempatan untuk mengepakkan sayapnya agar`dapat terbang
tinggi dan menjelajah angkasa.
PPKD BANK UMKM
Permohonan penjaminan dan
pembayaran premi
Pemberian penjaminan
Pemberian kredit
Permohonan kredit