LAPORAN AKHIR
PETA PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN KABUPATEN BENGKULU
TENGAH SKALA 1:50.000
HAMDAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2013
No. Kode: 26/1801.013/011/D/Lapkir/2013
LAPORAN AKHIR
PETA PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN KABUPATEN BENGKULU
TENGAH SKALA 1:50.000
HAMDAN AGUS DARMADI IRMA CALISTA
BAHAGIA SUARDI
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2013
ii
KATA PENGANTAR
Penyusunan Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan zona
agroekologi (ZAE) mempunyai arti penting mendukung pelaksanaan penelitian
dan pengkajian oleh BPTP Bengkulu, sedangkan bagi pemerintah daerah untuk
perencanaan pengembangan pertanian. Data dan informasi yang dihasilkan dari
kegiatan ini berupa data sumberdaya tanah/lahan terformat dalam data base
yang dinamis, sehingga bisa di update sesuai dengan kepentingan pengguna.
Peta-peta yang dihasilkan dapat dijadikan rujukan dalam menentukan
pengembangan komoditas pertanian di Kabupaten Bengkulu Tengah. Untuk
mendapatkan informasi yang lebih komprehensif khususnya pewilayahan
komoditas pertanian untuk mendukung perencanaan pengembangan pertanian di
Kabupaten Bengkulu Tengah maka pada tahun anggaran 2013 dilakukan
penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agro
Ekologi (ZAE).
Laporan ini menyajikan data/informasi pelaksanaan kegiatan yang telah
dilaksanakan, berupa interprestasi data iklim, interprestasi data sumberdaya
lahan berdasarkan analisis terain, dan pelaksanaan survey tanah. Kepada semua
pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan laporan ini, disampaikan
banyak terimakasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
Bengkulu, Desember 2013
Hamdan, SP.,M.Si NIP197706212002121001
iii
LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul RPTP : Peta Pewilayah Komoditas Pertanian/AEZ-II
2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu 3. Alamat Unit Kerja : Jl. Irian Km.6.5 Kel. Semarang Kota Bengkulu
38119 4. Sumber Dana : DIPA BPTP Bengkulu TA. 2013 5. Status Penelitian (L/B) : Baru 6. Penanggung jawab : a. Nama : Hamdan, SP., M.Si b. Pangkat/Golongan : Penata III/c c. Jabatan : Peneliti Pertama 7. Lokasi : Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu 8. Agroekosistem : - 9. Tahun Mulai : 2013 10. Tahun Selesai : 2013 11. Output tahunan : - 12. Output Akhir : Peta Satuan Lahan dan Peta Pewilayahan
Komoditas Pertanian Kabupaten Bengkulu Tengah Skala 1:50.000
13. Biaya : Rp. 100.000.000 ( Seratus Juta Rupiah)
Koordinator Program
Dr. Dr. Ir. Wahyu Wibawa,MP NIP.19690427 199803 1 001
Penanggungjawab RPTP Hamdan,SP., M.Si NIP. 19772106 200212 1 001
Mengetahui,
Kepala BBP2TP,
Dr. Ir. Agung Hendriadi, MSc NIP. 19610802 198903 1 011
Kepala BPTP Bengkulu,
Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP NIP. 19590206 198603 1 002
iv
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR........................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. iii DAFTAR ISI ..................................................................................... iv DAFTAR TABEL ................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ........................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... vii RINGKASAN DAN SUMMARY ......................................................... viii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang..................................................................... 1 1.2. Tujuan ................................................................................ 3 1.3. Luaran ................................................................................ 3 1.4. Perkiraan Dampak dan Manfaat ............................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
III. METODOLOGI 3.1. Evaluasi Sumberdaya Lahan ................................................. 11 3.2. Inventarisasi Sumberdaya Lahan ........................................... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Lokasi Penelitian ................................................................. 15 4.2. Penduduk ........................................................................... 16 4.3. Kondisi Iklim ........................................................................ 16 4.4. Zona agroklimat dan tipe hujan ............................................ 17 4.5. Landform dan relief .............................................................. 18 4.6. Evaluasi lahan .................................................................... 23 4.7. Pewilayahan komoditas pertanian ......................................... 26
V. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA ANALISIS RISIKO JADUAL KERJA PEMBIAYAAN PERSONALIA
v
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Jumlah penduduk dirinci per kecamatan di Kabupaten Bengkulu
Tengah Tahun 2012 dan luas kecamatan ........................................ 16
2. Anasir iklim Kabupaten Bengkulu Tengah ........................................ 17
3. Rincian distribusi hujan bulanan, hari hujan dan klasifikasi hujan menurut Schmidt&Fergusson dan Oldeman ..................................... 18
4. Rincian landform di Kabupaten Bengkulu Tengah ............................ 19
5. Legenda satuan peta tanah Kabupaten Bengkulu Tengah ................. 22
6. Rincian relief Kabupaten Bengkulu Tengah ...................................... 23
7. Karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan untuk komoditas pertanian ...................................................................... 24
8. Kondisi biofisik dan kimia lahan, iklim Kabupaten Bengkulu Tengah .... 25
9. Legenda pewilayahan komoditas pertanian Kabupaten Bengkulu Tengah ........................................................................ 27
10. Beberapa alternatif tehnik konservasi tanah, persyaratan, kegunaan dan kendala penerapannya ........................................... 29
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram alir penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian ..... 10
2. Peta Kabupaten Bengkulu Tengah ................................................... 15
3. Peta satuan lahan Kabupaten Bengkulu Tengah .............................. 21
4. Peta pewilayahan komoditas pertanian Kabupaten Bengkulu Tengah ............................................................................................. 32
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Gambar pelaksanaan survey tanah, pengamatan satuan lahan,
vegetasi dan pengambilan sampel tanah ....................................... 37
viii
RINGKASAN
1. Judul : Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian/AEZ 2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu 3. Lokasi : Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu 4. Agroekosistem : - 5. Status (L/B) : Baru 6. Tujuan : a).Mengidentifikasi dan mengkarakterisasi
sumberdaya lahan di Kabupaten Bengkulu Tengah, b). Menyusun peta peta arahan komoditas pertanian unggulan berdasarkan zona agroekologi skala 1:50.000 di Kabupaten Bengkulu Tengah
7. Keluaran : a). Karakteristik dan potensi sumberdaya lahan dalam bentuk peta satuan lahan skala 1:50.000. b).Peta pewilayahan komoditas berdasarkan AEZ Kabupaten Bengkulu Tengah skala 1:50.000
8. Hasil/pencapaian : - 9. Prakiraan Manfaat : Internal BPTP; Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian
berdasarkan Zona Agroekologi sangat diperlukan dalam melaksanakan mandat Balai yaitu Perakitan Teknologi Spesifik Lokasi sehingga dalam penelitian/pengkajian terarah kepada wilayah pengembangan komoditas yang akan diteliti/dikaji. Eksternal: Sebagai acuan bagi Pemda dalam menyusun program pembangunan khususnya dibidang pertanian. Peta skala 1 : 50.000 adalah skala operasional yang dapat dipergunakan sebagai acuan peyusunan program pertanian di tingkat kecamatan.
10. Prakiraan Dampak : a).Percepatan pengembangan komoditas unggulan/spesifik lokasi. b).Percepatan Optimalisasi penggunaan lahan
11. Metodologi : Penyusunan peta pewilayahan komoditas diperlukan Modul Pewilayahan Komoditas Komoditas (MPK). Modul tersebut memerlukan tiga jenis data utama yaitu : (1) data hasil evaluasi lahan, (2) data peluang investasi, dan (3) data prioritas tanaman. Selain itu data penggunaan lahan saat ini (present land use) diperlukan juga sebagai salah satu faktor pertimbangan dalam pewilayahan komoditas. Peta arahan komoditas disajikan dalam bentuk peta yang dilengkapi dengan legenda dan naskah laporannya. Pemetaan dilakukan melalui beberapa tahapan metodologi, yaitu: inventarisasi sumberdaya lahan berupa penyusunan peta dasar, analisis satuan lahan, verifikasi lapangan berupa pengumpulan data primer dan data sekunder meliputi data biofisik (pengamatan tanah, pengambilan contoh tanah, penyusunan satuan evaluasi lahan) dan data sosial ekonomi pertanian, dan evaluasi sumberdaya lahan. Evaluasi
ix
lahan didasarkan pada karakteristik lahan yang bersumber dari data/peta satuan lahan hasil analisis terrain yang dilengkapi dengan data tanah dan iklim, serta data sosial ekonomi dan budaya. Pendekatan evaluasi lahan dilakukan dengan cara membandingkan (matching) anatara karakteristik lahan dan persyaratan penggunaan lahan (land use requirements).
12. Jangka Waktu : 1 (satu) tahun 13. Biaya : Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah)
x
SUMMARY
Title : Map Directive of Commodities
Implementing Unit : Assessment Institute for Agricultural Technology of Bengkulu
Location : Bengkulu Tengah District of Bengkulu Province Objectives Immediate objectives : Identify and characterize of land resources of
agricultural in the district of Bengkulu Tengah
Long term objectives : Map directives of commodities based of AEZ in scale 1:50.000 for district of Bengkulu Tengah
Description of Project : Sustainable agriculture only be achieved if land is used in accordance with its potential and precise management. To determine its potential, it is necessary to identification and characterization of land resources (soil, climate, and environment) and social economics, both in relation to the development and improvement of productivities of agricultural commodities . The assessment aims to a). Identify and characterize, and evaluation of the potential of land resources in the district of Bengkulu Tengah. b). Prepared maps landing agricultural commodities by agroecological zone scale 1: 50,000 at Bengkulu Tengah district. Geographic Information System (GIS) is used in the manufacture and preparation of land resource maps and directions commodities taking into account the state of the existing land use and the results of the analysis of satellite imagery. The main output of this study is the characteristics and potential of the land in map direction of commodities in Bengkulu Tengah district
Methodology : Compilation of direction map of commodity uses main of data: (1) data of land evaluation, (2) data on investment opportunities, and (3) the data priority crops. Furthermore, supported by the data of current land use as one of the factors considered in direction of commodities. The map of directive of commodities presented in the form of maps that come with the legend and the text report. Mapping is done through several stages of the methodology, among others: inventory of land resources in the form of preparation of the base map, land units of analysis, field verification in the form of collecting primary data and secondary data include biophysical data (observations of soil, soil sampling, preparation
xi
of land evaluation units) and socio-economic data agriculture, land resources, and evaluation. Land evaluation is based on the characteristics of the data that comes from the land / land units map terrain analysis incorporating soil and climate data, as well as cultural and socio-economic data. Approach to land evaluation is done by comparing between land characteristics and requirements of land use
Expected output of the year : Map directives of commodities based agroecological zone
Duration : 1 (one) year Proposed Budget : Rp 100.000.000
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Provinsi Bengkulu memiliki potensi sumberdaya alam yang terbatas,
sehingga sangat diperlukan upaya pemanfaatan lahan secara optimal. Dari luas
wilayah provinsi 1.978.870 ha, hanya 1.000.913 ha (51,58%) yang dapat
digolongkan sebagai kawasan budidaya. Selebihnya merupakan kawasan hutan
dengan topografi bergelombang hingga berbukit/bergunung. Oleh sebab itu
dalam pengembangan usaha pertanian, kebijakan yang diperlukan adalah
mewujudkan optimalisasi penggunaan lahan, melakukan usaha intensifikasi
teknologi pertanian dan penggunaan komoditas unggulan/spesifik lokasi pada
lahan-lahan yang telah dimanfaatkan.
Permasalahan utama yang dihadapi khususnya dalam pengembangan
komoditas pertanian unggulan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya
lahan, yaitu belum dipetakannya tingkat kesesuaian lahan yang menunjukkan
keunggulan komparatif. Pengembangan komoditas pertanian unggulan harus
didukung oleh daya dukung agroekologi, artinya bahwa komoditas tersebut
untuk dapat tumbuh dan berproduksi tinggi harus didukung oleh kondisi
biofisiknya (tanah dan iklim), teknologi, dan sosial budaya petani. Selain itu
komoditas pertanian tersebut harus mempunyai permintaan yang tinggi baik di
pasar dalam maupun di luar daerah tersebut yang merupakan keunggulan
kompetitif.
BPTP Bengkulu telah melaksanakan penyusunan Peta ZAE (Zona
Agroekologi) skala 1:250.000 dan 1:100.000 untuk seluruh Kabupaten di Provinsi
Bengkulu. Peta tersebut sangat bermanfaat sebagai acuan dasar pada tingkat
perencanaan regional atau nasional, sedangkan untuk pemanfaatannya pada
skala operasional perlu ditindaklanjuti dengan skala yang lebih besar dan detail
yaitu 1:50.000. Penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan
Zona Agroekologi pada skala 1:50.000 di Provinsi Bengkulu telah dilaksanakan
dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2004, terdiri dari peta Kecamatan Arga
Makmur dan Padang Jaya (Kabupaten Bengkulu Utara), Kecamatan Curup,
Bermani Ulu dan Selupu Rejang (Kabupaten Rejang Lebong) serta Kecamatan
Manna dan Seginim (Kabupaten Bengkulu Selatan) (Gunawan, at al. 2004).
2
Bagi BPTP, peta kesesuaian lahan sangat penting untuk mendukung
pelaksanaan litkaji dan diseminasi sesuai dengan tupoksinya. Untuk itu
diharapkan pemetaan AEZ dengan skala 1:50.000 dapat dilanjutkan, mengingat
manfaatnya yang besar dalam kegiatan penelitian dan pengkajian lingkup Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), pengembangan
komoditas ataupun penyusunan kebijakan daerah.
Untuk mendukung kebijakan satu peta (one map policy) yang
dicanangkan pemerintah melalui UU Nomor 4 tahun 2011 tentang informasi
geospasial, maka pada tahun 2013 BPTP Bengkulu bersama BBSDLP sebagai wali
data spasial Balitbangtan Kementan melakukan kegiatan penyusunan peta
pewilayahan komoditas pertanian di Kabupaten Bengkulu Tengah yang
merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Utara.
Informasi geospasial adalah data geospasial yang sudah diolah sehingga dapat
digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan
keputusan, dan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan sektor
pertanian.
Kabupaten Bengkulu Tengah memiliki luas wilayah 112.394 ha yang
terdiri dari 10 kecamatan, 112 desa definitif dan 1 kelurahan yang secara
geografis berbatasan; Sebelah Utara dengan Kabupaten Bengkulu Utara, sebelah
Selatan dengan Kabupaten Seluma, sebelah Timur dengan Kabupaten
Kepahiang, dan sebelah Barat dengan Kota Bengkulu. Sebagai kabupaten baru,
tentunya memerlukan data dukung yang memadai dalam upaya mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya alam yang ada khusunya sumberdaya pertanian.
Kegunaan dari pelaksanaan kegiatan pewilayahan komoditas pertanian
berdasarkan AEZ ini adalah untuk memberikan data dan informasi yang
dibutuhkan dalam pengembangan komoditas pertanian unggulan dengan
melakukan evaluasi kesesuaian lahan sehingga dapat meningkatkan keunggulan
komparatifnya dan melakukan analisis ekonomi untuk meningkatkan keunggulan
kompetitifnya. Dengan meningkatnya keunggulan komparatif dan kompetitif
tersebut, diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk baik secara
regional, nasional dan bahkan internasional.
Pada akhir kegiatan ini akan dilaksanakan sosialisasi hasil kegiatan/ekspose
kepada Pemda Bengkulu Tengah sehingga diharapkan nantinya peta yang
dihasilkan dapat dijadikan sebagai acuan penyusunan kebijakan pertanian di
3
kecamatan yang dipetakan. Selain itu, besar harapan dapat terjalin kerjasama
dengan BPTP Bengkulu dalam melanjutkan kegiatan pemetaan wilayah
kecamatan lainnya dengan sumber dana APBD Kabupaten Bengkulu Tengah.
1.2. Tujuan
a. Mengidentifikasi dan mengkarakterisasi sumberdaya lahan di Kabupaten
Bengkulu Tengah.
b. Menyusun peta kesesuaian lahan dan peta pewilayahan komoditas pertanian
unggulan berdasarkan zona agroekologi skala 1 : 50.000 di Kabupaten
Bengkulu Tengah.
1.3. Luaran
a. Karakteristik dan potensi sumberdaya lahan dalam bentuk peta satuan lahan
Kabupaten Bengkulu Tengah.
b. Peta kesesuaian lahan dan peta pewilayahan komoditas pertanian unggulan
di Kabupaten Bengkulu Tengah
1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Kegiatan ini yang hasilnya berupa peta pewilayahan komditas pertanian
yang memuat informasi potensi biofosik, sosial ekonomi, kelembagaan dan
kesesuaian lahan beberapa komoditas pertanian unggulan diharapkan
bermanfaat baik langsung maupun tidak langsung bagi stake holder (Pemerintah
Daerah, Dinas Pertanian, Swasta dan masyarakat petani pada umumnya).
Adapun manfaat yang diharapkan antara lain :
1. Bermanfaat untuk dijadikan sebagai bahan perencanaan penelitian dan
pengkajian, serta pengembangan pertanian wilayah berdasarkan zona
agroekologi baik bagi Peneliti BPTP maupun Pemerintah Daerah Kabupaten
Bengkulu Tengah.
2. Bermanfaat untuk menunjang kegiatan agribisnis di wilayah Bengkulu
Tengah khususnya dan Provinsi Bengkulu pada umumnya.
3. Bermanfaat sebagai sumber informasi potensi khususnya potensi lahan untuk
pengembangan komoditas pertanian spesifik lokasi dan dapat digunakan
sebagai acuan dalam penyusunan program pembangunan pertanian ditingkat
operasional sesuai dengan tata ruang dan kondisi wilayah.
4
Adapun perkiraan dampak dari kegiatan ini antara lain:
1. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pertanian untuk produksi pangan
secara dinamis, lestari, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan kebutuhan
pangan.
2. Pengembangan komoditas pertanian yang memberi arti ekonomis bagi
wilayah secara keseluruhan dan dapat dikembangkan dalam skala luas.
3. Pengembangan agribisnis dan agroindustri yang berdaya saing,
berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Peta Zone Agro Ekologi (ZAE), skala 1:250.000 yang telah disusun oleh
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu untuk seluruh wilayah
kabupaten/kota merupakan database/informasi sumberdaya lahan yang
menjelaskan pengelompokan suatu wilayah ke dalam zona-zona pengembangan
pertanian, perkebunan dan sistem kehutanan serta alternatif komoditas
berdasarkan kesamaan karakteristik biofisik (lahan dan iklim) lingkungan.
Informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan
pengembangan pertanian secara regional, agar terjaga kontinuitas produksi dan
produktivitas serta kelestarian lingkungannya.
Konsep ZAE diperkenalkan oleh FAO (1978) untuk evaluasi lahan di
Afrika dengan menggunakan peta tanah FAO 1974 skala 1:5.000.000 dengan
parameter panjang periode tumbuh (length of growing period) dan suhu.
Selanjutnya, FAO merekomendasikan penggunaan ZAE pada tingkat nasional dan
provinsi pada skala 1:1.000.000-1:500.000 (Kassam et al., 1991). ZAE
didefinisikan sebagai pengelompokan wilayah ke dalam zona-zona berdasarkan
kemiripan (similarity) karakteristik iklim, terrain, dan tanah, yang memberikan
keragaan (performance) tanaman tidak berbeda secara nyata (FAO, 1996).
Peta ZAE skala 1:250.000 penggunaannya terbatas pada tingkat provinsi
untuk perencanaan pengembangan pertanian. Untuk perencanaan
pengembangan pertanian, peta tersebut perlu dijabarkan ke dalam skala yang
lebih detil agar lebih operasional, yaitu dengan penyusunan Pewilayahan
Komoditas Pertanian skala 1 :50.000. Pada skala tersebut diperlukan informasi
yang lebih detil terutama yang berkaitan dengan sifat dan karakteristik lahan,
sebagai prasyarat utama dalam evaluasi lahan. Sifat dan karakteristik lahan yang
digunakan dalam evaluasi lahan adalah tanah (media perakaran, retensi hara,
toksisitas), iklim (suhu udara, elevasi, curah hujan), terrain (lereng dan
singkapan batuan), bahaya banjir, dan bahaya erosi.
Pewilayahan komoditas pertanian disusun dengan mempertimbangkan
kualitas dan ketersediaan sumberdaya lahan, manusia, dan infrastruktur yang
tersedia, agar diperoleh manfaat yang optimal dan ramah lingkungan melalui
pendekatan sistem dan usaha agribisnis (Hartomi dan Suhardjo, 2001).
Pengembangan komoditas pertanian yang sesuai secara biofisik dan
6
menguntungkan secara ekonomi, sangat penting dalam perencanaan pengkajian
teknologi untuk pengembangan komoditas unggulan dengan mempertimbangkan
kemampuan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kelembagaan
sehingga pengembangan komoditas tersebut berkelanjutan.
Data dan informasi sumberdaya lahan yang dikemas dalam produk ZAE
merupakan data dasar yang penting dalam perencanaan pengembangan sistem
usaha pertanian spesifik lokasi. Penyusunan peta pewilayahan komoditas skala
1:50.000 Kabupaten Bengkulu tengah berdasarkan ZAE dilakukan dengan
identifikasi dan karakterisasi sumberdaya lahannya melalui pendekatan analisis
terrain, dengan mempertimbangkan karakteristik lahan yaitu relief, lereng,
proses geomorfologi, litologi/bahan induk, dan hidrologi sebagai parameter
dalam analisis terrain (Van Zuidam, 1986).
Unsur-unsur terrain seperti lereng dan tingkat torehan mempunyai
kaitan erat dengan tingkat kesesuaian lahan, sehingga delineasi yang dihasilkan
dapat digunakan sebagai satuan dasar dalam evaluasi lahan. Secara hirarki,
terrain dapat dibedakan berdasarkan skala peta (1:250.000-1:10.000) kedalam
empat kategori yaitu: terrain province, terrain system, terrain unit, dan terrain
component. Kategori terrain unit yang setara dengan land catena dapat
digunakan untuk mendelineasi satuan lahan pada skala 1:50.000 (Kips et al.,
1981; Van Zuidam, 1986; Meijerink,1988).
Pendekatan dengan metode analisis terrain telah banyak dilakukan antara
lain oleh Mitchell dan Howard (1978) yang membedakan lahan kedalam tujuh
kategori, yaitu: land zone-land province-land region-land system-land catena-
land facet-land element. Akan tetapi hanya empat kategori yang sering
digunakan, yaitu skala 1:250.000 sampai 1:5.000. Pendekatan serupa telah
dilakukan oleh Kips et. al. (1981) di DAS Sekampung, Provinsi Lampung pada
skala 1:250.000, dan DAS Samin Provinsi Jawa Tengah pada skala 1:25.000.
Dent et al. (1977) menggunakan pendekatan sistem lahan (land system) untuk
evaluasi sumberdaya lahan tingkat tinjau mendalam skala 1:100.000 di DAS
Cimanuk, Jawa Barat. Desaunettes dalam Dent et al. (1977) telah menyusun
Catalogue of Landform for Indonesia untuk menunjang pemetaan sumberdaya
lahan di Indonesia. Dalam survei sumberdaya lahan tingkat tinjau Proyek LREP I
Sumatera (1987-1990) telah diterapkan pendekatan analisis terrain, terdiri dari
komponen landform, litologi, dan relief.
7
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa analisis terrain untuk
mendelineasi satuan lahan dengan menggunakan citra dan peta
topografi/rupabumi merupakan pilihan yang cukup memadai dalam kegiatan
evaluasi lahan sebagai dasar untuk menyusun peta pewilayahan komoditas
pertanian unggulan pada skala 1: 50.000.
III. METODOLOGI
Penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000,
dilakukan melalui beberapa tahapan metodologi, yaitu: inventarisasi sumberdaya
lahan dan evaluasi sumberdaya lahan. Semua data diolah dalam format data
base baik tabular maupun spasial. Skema Kerja dalam penyusunan peta
pewilayahan komoditas pertanian, skala 1:50.000 di Kabupaten Bengkulu Tengah
disajikan pada Gambar 1.
3.1. Inventarisasi Sumberdaya Lahan
Dalam inventarisasi sumberdaya lahan dilakukan beberapa tahapan
kegiatan, yaitu: penyusunan peta dasar, analisis satuan lahan, verifikasi
lapangan.
Penyusunan peta dasar
Peta dasar yang digunakan adalah skala 1:250.000 dan dilengkapi
dengan informasi dari citra landsat. Sumber peta dasar yang digunakan adalah
peta Topografi (Diptop TNI AD, 1995) skala 1:250.000 dan citra landsat 7 ETM+,
(Lapan, liputan tahun 2012) yang dikemas dalam format digitasi.
Analisis satuan lahan
Pendekatan landform digunakan sebagai dasar pembeda utama dalam
analisis satuan lahan. Satuan landform diperoleh dari analisis terrain melalui
interpretasi peta topografi, Digital Elevation Model (DEM), dan citra landsat.
Metode interpretasi tersebut mengacu pada Aerial Photo Interpretation in Soil
Survey (Goosen, 1967) dan Van Zuidam (1986). Terrain merupakan keadaan fisik
lahan yang mempunyai kaitan erat dengan tingkat kesesuaian lahan untuk
tanaman, sehingga dapat digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan.
Klasifikasi landform mengacu pada Laporan Teknis LREPP II No.5 (Marsoedi et.
al., 1997) sampai level 2 (Lampiran 1), dalam wadah delineasi satuan-satuan
landform. Delineasi satuan landform ditambah informasi relief (lereng), litologi,
dan penggunaan lahan merupakan peta satuan lahan sementara yang
selanjutnya dipindahkan ke dalam peta dasar (Peta Topografi skala 1:250.000).
Peta satuan lahan tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyusun rencana
operasi di lapangan.
9
Relief diperoleh dari interpretasi peta topografi dan DEM dilengkapi
dengan lereng (%). Pembagian relief mengacu pada Laporan Teknis LREPP II
No.5 (Marsoedi et. al., 1997).
Penggunaan lahan diperoleh dari analisis citra landsat ETM 7, band 543.
Pengelompokan jenis penggunaan lahan dan pengelolaannya dikaitkan dengan
parameter yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan. Jenis penggunaan
lahan tertentu yang dipisahkan, adalah: sawah (sw), tegalan (ut), perkebunan
(pk), dan non sawah/non tegalan (ht).
Hasil analisis terrain yang berupa peta satuan lahan dan ditunjang
dengan analisis sumberdaya tanah serta penggunaan lahan yang spesifik
merupakan satuan agroekologi, selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam
evaluasi kesesuaian lahan dan penyusunan peta pewilayahan komoditas
pertanian skala 1: 50.000.
Verifikasi lapangan
Kegiatan utama dari verifikasi lapangan adalah pengumpulan data primer
dan data sekunder meliputi data biofisik (pengamatan tanah, pengambilan
contoh tanah, penyusunan satuan evaluasi lahan dan data sosial ekonomi
pertanian.
Pengamatan tanah
Peta hasil interpretasi satuan lahan skala 1:250.000 digunakan sebagai
peta kerja di lapangan. Pengecekan batas delineasi satuan lahan hasil
interpretasi dilakukan sekaligus dengan pengamatan tanah dan lingkungan.
Pengamatan tanah di lapangan mengikuti metode transek dengan
memperhatikan hubungan antara tanah dan landscape (King et al., 1983; Steers
dan Hajek, 1978; White, 1966). Intensitas pengamatan tergantung dari
heterogenitas terrain/landform, toposekuen, litosekuen.
10
Gambar 1 Diagram alir penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian
Pengamatan sifat morfologi tanah dilakukan melalui pemboran, minipit,
dan pembuatan profil yang mengacu pada Soil Survey Manual (Soil Survey
Division Staff, 1993) dan Guidelines for Soil Profile Description (FAO, 1990).
Parameter sifat-sifat tanah yang diamati di lapangan antara lain: kedalaman
Analisis Terrain : - Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000 - Citra Landsat 7 ETM+ - Peta Geologi
Kabupaten Bengkulu Tengah
Verifikasi Lapang dan
Pengambilan Contoh Tanah
Peta Satuan Lahan Skala 1:50.000
GIS Process
EVALUASI LAHAN (S1,S2,S3,N) dan Zonasi
Nilai Ekonomi (B/C, NPV)
KEINGINAN DAERAH
SPASIAL URUTAN KOMODITAS
PERTANIAN
Status Kawasan
Hutan
Penggunaan
Lahan
PETA PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN
11
tanah (sampai bahan induk atau lapisan kedap), tekstur, drainase, reaksi
tanah/pH, keadaan batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah.
Sedangkan parameter fisik lingkungan yang diamati antara lain: landform, bahan
induk, relief/lereng, penggunaan lahan dan pengelolaannya, gejala-gejala erosi.
Hasil pengamatan lapangan disimpan dalam basis data Site and Horizon
Description. Perubahan batas delineasi satuan lahan, deskripsi karakteristik tanah
dan lingkungan dilakukan di lapangan, dan dicatat dalam form maupun peta
lapang.
Pengambilan contoh tanah
Contoh tanah diambil dari profil tanah atau minipit. Contoh tanah profil
diambil di seluruh lapisan/horison tanah kemudian dianalisis di laboratorium
untuk mendukung klasifikasi tanah, sedangkan contoh minipit diambil sampai
kedalaman + 60 cm (mengikuti horisonisasi, dapat terdiri dari 2-3 contoh) untuk
mendukung sifat kesuburan tanah yang mewakili satu jenis tanah di dalam
satuan lahan. Apabila satuan lahan mempunyai penyebaran yang luas,
pengambilan contoh tanah dilakukan pada beberapa lokasi pengematan dan
distribusinya merata dan mewakili seluruh satuan lahan. Contoh tanah dianalisis
di laboratorium Puslitbangtanak Bogor mengikuti metode yang tercantum dalam
Soil Survey Investigation Report No. 1 (Soil Survey Lab. Staff, 1991), dan
Penuntun Analisa Tanah (Balai Peneltian Tanah, 2005). Data hasil analisis tanah
digunakan untuk reklasifikasi tanah, evaluasi tingkat kesuburan, dan evaluasi
lahan.
Penyusunan satuan evaluasi lahan
Satuan evaluasi lahan disusun berdasarkan hasil interpretasi satuan lahan
yang telah diverifikasi di lapangan. Peta satuan evaluasi dan legenda yang sudah
disusun di lapangan (isi dan deliniasi) merupakan satuan evaluasi lahan yang
siap digunakan sebagai dasar dalam evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas.
Komponen satuan evaluasi lahan terdiri dari: landform, elevasi, relief dan lereng,
klasifikasi tanah (subgrup), bahan induk tanah.
3.2. Evaluasi Sumberdaya Lahan
Untuk menunjang evaluasi sumberdaya lahan, dilakukan analisis contoh
tanah dan penyusunan database. Analisis contoh tanah terdiri dari penetapan:
12
tekstur 3 fraksi, pH, kadar C organik, N, P, dan K total, P tersedia, basa-basa
dapat ditukar (Ca, Mg, K dan Na), KTK, dan kejenuhan basa. Analisis tambahan
diperlukan untuk tipologi lahan tertentu, yaitu: kadar Al (untuk lahan kering
masam), daya hantar listrik dan salinitas (untuk lahan pasang surut).
Konsep dasar Kerangka Evaluasi Lahan (FAO, 1976; Rossiter, 1994, 1995;
Rossiter et al, 1994) sesuai dengan tujuan kesesuaian lahan, yang dibedakan
menjadi kesesuaian lahan secara fisik (kualitatif) dan kesesuaian lahan secara
ekonomik (kuantitatif). Sistem kesesuaian lahan yang digunakan, dibedakan
menjadi kelas sesuai (S) dan kelas tidak sesuai (N). Kelas S dibedakan menjadi 3
kelas. Ke-4 kelas kesesuaian lahan tersebut diuraikan sebagai berikut :
Kelas S1 - Lahan sangat sesuai (Highly suitable) => lahan tidak
mempunyai faktor pembatas berarti yang dapat mempengaruhi
pengelolaan tanah/tanamannya.
Kelas S2 - Lahan cukup sesuai (Moderately suitable) => lahan mempunyai
pembatas ringan yang dapat mempengaruhi pengelolaan tanah/
tanaman dan masukan biaya ringan.
Kelas S3 - Lahan sesuai marjinal (Marginally suitable) => lahan mempunyai
pembatas agak berat yang dapat mempengaruhi pengelolaan
tanah/tanaman dan masukan biaya sedang sampai tinggi.
Kelas N - Lahan tidak sesuai (Not suitable) => lahan mempunyai
pembatas berat perbaikannya memerlukan biaya yang sangat
besar tetapi tidak akan sesuai dengan produksi yang dihasilkan.
Kelas kesesuaian lahan dibedakan dalam Sub-kelas kesesuaian lahan
berdasarkan faktor pembatas yang paling dominan/berat. Subkelas kesesuaian
lahan ditulis dengan simbol Kelas ditambah huruf kecil yang menyatakan faktor
pembatas tesebut. Misal: Subkelas S3 rc, berarti tanah/lahan termasuk sesuai
marjinal (Kelas S3) dengan pembatas utama media perakaran (rc ).
Kualitas/karakteristik lahan yang akan dipilih untuk evaluasi lahan terdiri
dari: temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran,
gambut, retensi hara, toksisitas, salinitas, bahaya sulfidik, bahaya erosi, bahaya
banjir, dan penyiapan lahan dengan rincian sebagai berikut:
- temperatur (tc) : ditentukan oleh keadaan temperatur rata-rata
- ketersediaan air (wa) : ditentukan oleh keadaan curah hujan,
13
kelembaban, lama masa kering, sumber air
tawar, atau amplitudo pasang surut, tergantung
jenis komoditasnya
- ketersediaan oksigen (oa) : ditentukan oleh keadaan drainase atau oksigen
tergantung jenis komoditasnya
- media perakaran (rc) : ditentukan oleh keadaan tekstur, bahan kasar
dan kedalaman tanah
- gambut (g) : ditentukan oleh ketebalan dan kematangan
gambut
- retensi hara (nr) : ditentukan oleh KPK-liat, kejenuhan basa, pH-
H20, dan C-organik
- bahaya keracunan (xc) : ditentukan oleh salinitas, alkalinitas, dan
kedalaman pirit (FeS2)
- bahaya erosi (eh) : ditentukan oleh lereng dan bahaya erosi
- bahaya banjir (fh) : ditentukan oleh genangan
- penyiapan lahan (lp) : ditentukan oleh batuan di permukaan dan
singkapan batuan
Tanaman yang dinilai terdiri dari tanaman pangan (padi sawah, jagung,
kedelai, ubi-umbian), tanaman tahunan/perkebunan kopi, kelapa sawit, dan
kakao), dan tanaman hortikultura (pisang, jeruk, sayuran). Kriteria kesesuaian
lahan mengacu pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian
(Balai Penelitian Tanah, 2003).
Tipe penggunaan lahan yang secara fisik tidak sesuai (N) mempunyai
pengertian secara ekonomi juga tidak menguntungkan, karena peranan dari
karakteristik lahan yang merupakan faktor pembatas sangat sulit dan/atau tidak
dapat diatasi. Batas kelas secara ekonomik antara S1 dan S2, S2 dan S3, serta
S3 dan N menggunakan pendekatan taksiran nilai harapan finansial dari tipe
penggunaan lahan yang bersangkutan dengan memperhatikan kultur setempat.
Batas kelas „S3‟/„N1‟ selalu pada “titik” kemungkinan finansial (gross margin,
NPV, IRR 0, dan BCR 1). Penyusunan peta pewilayahan komoditas
didasarkan pada hasil evaluasi lahan secara fisik dan ekonomi yang diproses
dengan Modul Pewilayahan Komoditas (MPK) dengan mempertimbangkan aspek
sosial ekonomi.
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian mencakup seluruh batas administratif Kabupaten Bengkulu
Tengah, di sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia, di sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Utara, di sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Seluma, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Kepahiang (Gambar 2).
Gambar 2 Peta Kabupaten Bengkullu Tengah
Kondisi sarana perhubungan antar kecamatan melalui jalan darat dengan
kondisi cukup baik. Jalan antar desa sebagian besar sudah diaspal dengan kondisi
kurang baik. Kondisi jaringan telekomunikasi sudah menjangkau ibukota kecamatan
dan informasi melalui siaran televisi umumnya sudah dapat diakses.
16
4.2. Penduduk
Keadaan penduduk merupakan salah satu indikator tingkat kemajuan suatu
daerah baik dari aspek ekonomi, sosial, pendidikan, dan budaya. Komposisi
penduduk dari segi usia, akan mencerminkan ketersediaan tenaga kerja potensial
yang produktif atau yang menjadi beban tanggungan dari usia produktif. Prosentase
penduduk dari segi pendidikan mengilustrasikan jumlah dan strata pendidikan yang
dapat mendukung kegiatan pembangunan daerah dari berbagai aspek tersebut di
atas.
Berdasarkan data statistic tahun 2012, jumlah penduduk Kabupaten
Bengkulu Tangah sebanyak 99.855 jiwa, dengan luas wilayah sekitar 1.223,94 Km2
dapat dikatakan tingkat kepadatan penduduk tergolong kurang dengan penyebaran
penduduk belum merata dan hanya terkonsentrasi di ibukota kabupaten dan ibukota
kecamatan. Kepadatan penduduk geografis (KPG) rata-rata adalah 81,58 jiwa/ km2.
Dari keadaan penduduk berdasarkan rasio jenis kelamin, terlihat bahwa semua
kecamatan mempunyai rasio jenis kelamin lebih dari 100, hal ini menunjukkan
bahwa penduduk perempuan lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan
penduduk laki-laki.
Tabel 1 Jumlah penduduk dirinci per kecamatan di Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2012 dan luas kecamatan
No. Kecamatan Luas (Km2)
Laki-laki (Jiwa)
Perempuan (Jiwa)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Talang Empat Karang Tinggi Taba Penanjung Merigi Kelindang Pagar Jati Merigi Sakti Pondok Kelapa Pondok Kubang Pematang Tiga Bang Haji
93,62 137,47 148,38 98,42
188,57 99,42 92,00
165,20 129,64 70,71
6.935 5.873 5.709 3.256 2.926 2.909
13.194 4.203 3.450 3.125
6.249 5.533 5.282 3.095 2.853
2.797 12.419 3.809 3.334 2.904
Kabupaten 1.223,94 51.580 48.275 Sumber: BPS Kabupaten Bengkulu Tengah 2012
4.3. Kondisi iklim
Iklim merupakan salah satu faktor determinan yang sangat menentukan
tingkat kesesuaian lahan, produktivitas, jenis, dan mutu produk. Setiap jenis
tanaman memerlukan unsur iklim dengan kisaran tertentu dalam setiap fase
pertumbuhannya. Pada keadaan tertentu fluktuasi unsur iklim yang ekstrim menjadi
17
faktor pembatas terutama pada fase kritis yang pengaruhnya sangat besar terhadap
penurunan hasil tanaman. Namun di sisi lain keragaman dan dinamika iklim dapat
bermanfaat bagi pengembangan sistem dan usaha agribisnis, terutama dalam
kaitannya dengan jenis dan mutu hasil serta periode panen.
Seri data hujan selama 2 tahun yang tercatat di Stasiun Taba Penanjung,
Talang Pauh, BPP Anak Dalam, BPP Jayakarta, Karang Tinggi dan Pagar Jati sebagai
stasiun hujan Kabupaten Bengkulu Tengah menunjukkan bahwa curah hujan rata-
rata tahunan sebesar 2.573,23 mm. Anasir iklim lainnya, seperti suhu udara dan
diperoleh dari Stasiun Klimatologi Pulau Bai dan Stasiun Geofisika Kepahiang. Suhu
rata-rata tahunan berkisar 25,25oC, kelembaban udara relatif berkisar 84,99%
sepanjang tahun, dengan capaian nilai maksimum bulan November dan minimum
terjadi bulan Agustus. Distribusi curah hujan bulanan hampir merata sepanjang
tahun dengan curah hujan rata-rata bulanan 214,44 mm dan hari hujan rata-rata
bulanan sebesar 12 hari (Tabel 2).
Tabel 2 Anasir iklim Kabupaten Bengkulu Tengah tahun 2012
Bulan Suhu udara Kelembaban
udara Curah hujan
Hari hujan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
24.88 25.00 25.20 25.25 25.65 25.48 24.95 25.30 25.50 25.45 25.15 25.15
85.25 84.50 83.75 86.75 84.75 84.50 84.75 82.75 83.33 85.25 87.50 86.75
201.50 164.83 165.83 316.92 202.25 120.58 143.08
81.03 101.58 229.00 474.33 372.29
12.25 10.25 11.42 16.67 13.25 8.33 8.83 6.42 6.58 15.08 19.50 19.17
Sumber : BMKG Provinsi Bengkulu, 2013
4.4. Zona agroklimat dan tipe hujan
Yang dimaksud curah hujan tahunan adalah jumlah dari nilai rata-rata curah
hujan bulanan dari Januari hingga Desember (12 bulan) di masing-masing stasiun.
Klasifikasi zona agroklimat menurut Oldeman (1975) dan klasifikasi tipe hujan
menurut Schmidt dan Ferguson (1951) menggunakan kriteria jumlah bulan basah
dan jumlah bulan kering. Menurut Oldeman yang dimaksud dengan bulan basah
adalah bulan-bulan yang memiliki intensitas >200 mm/bulan, dan bulan kering
adalah bulan-bulan yang memiliki intensitas <100 mm/bulan. Sedangkan menurut
18
Schmidt dan Ferguson, yang dimaksud bulan basah adalah bulan-bulan yang
memiliki intensitas lebih dari 100 mm/bulan, dan kriteria bulan kering adalah bulan-
bulan yang memiliki intensitas <60 mm/bulan. Rincian distribusi hujan bulanan, hari
hujan dan klasifikasi hujan menurut Schmidt & Fergusson dan Oldeman disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3 Rincian distribusi hujan bulanan, hari hujan dan klasifikasi hujan menurut Schmidt&Fergusson dan Oldeman
Bulan Curah Hujan
Hari Hujan
Karakteristik Iklim
Schmidt dan Ferguson (1951)
Oldeman et al, (1980)
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
201.50 164.83 165.83 316.92 202.25 120.58 143.08 81.03 101.58 229.00 474.33
372.29
12.25 10.25 11.42 16.67 13.25 8.33 8.83 6.42 6.58
15.08 19.50 19.17
Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah
Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Kering Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah Bulan Basah
Sumber: BMKG Provinsi Bengkulu 2013 (diolah)
4.5. Landform dan relief
Analisis landform mengacu pada peta satuan lahan Kabupaten Bengkulu
Tengah skala 1:250.000. Pendetilan peta satuan lahan dilakukan dengan overlay
peta kontur, peta lereng interval 12,5 dari Digital Elevation Model (DEM) dengan
bantuan program SAGA serta interpretasi citra landsat 7 ETM+. Pengelompokan
landform mengacu pada Klasifikasi Landform LREP II (Marsoedi et.al., 1997).
Berdasarkan hasil interpretasi dan pengamatan di lapangan, daerah penelitian
dikelompokan kedalam 6 Grup landform, yaitu: aluvial, marin, fluvio marin, tektonik,
volkanik, dan aneka bentuk (Tabel 4).
a. Grup Aluvial (A)
Landform aluvial (A) merupakan landform yang terbentuk akibat proses
fluvial (aktivitas sungai), koluvial (gravitasi), atau gabungan dari proses fluvial dan
koluvial. Penyebaran landform ini di sekitar jalur aliran sungai, pelembahan, dan
dataran aluvial, dari beberapa sungai dan anak sungai yang melintas di Kabupaten
19
Bengkulu Tengah. Grup ini menurunkan subgrup tanggul sungai meander (A.1121)
dan rawa belakang sungai bermeander (A.1122).
Tabel 4 Rincian landform di Kabupaten Bengkulu Tengah
Simbol Landform
Grup aluvial
Af.1121-n Af.1122-f Af.12-n
Tanggul sungai meander Rawa belakang sungai meander Teras sungai
Grup marin
Mf.32-f Mf.32-n Mf.32-u Mfq.111-n Mfq.112-n
Teras marin subresen Teras marin subresen Teras marin subresen Punggung dan cekungan pesisir resen Punggung dan cekungan pesisir subresen
Grup fluvio marin
Bu.03-f Dataran fluvio marin
Grup volkan
Va.32-h Va.33-c Va.33-m Vab.31-n Vab.31-r Vab.31-u Vab.32-c Vab.32-h Vab.33-m
Perbukitan volkan Pegunungan volkan Pegunungan volkan Dataran volkan Dataran volkan Dataran volkan Perbukitan volkan Perbukitan volkan Pegunungan volkan
Grup tektonik
Tq.101-n Tq.102-u Tq.103-r Tq.111-n Tq.112-u Tq.113-r Tq.121-c Tq.121-h Tq.122-c Tq.122-m
Peneplain datar Peneplain berombak Peneplain bergelombang Dataran tektonik datar Dataran tektonik berombak Dataran tektonik bergelombang Perbukitan Perbukitan Pegunungan Pegunungan
Grup aneka
X.1 X.2 X.3 X.5
Bukit Terjal Pemukiman Tubuh air Areal Tambang
Sumber: Data primer (diolah) 2013
20
b. Grup Marin (M)
Landform marin (M) merupakan landform yang terbentuk akibat proses
pengendapan secara langsung dari marin dan melalui proses pasang surut. Sesuai
dengan posisi dan proses pembentukanya, penyebaran landform marin terutama di
daerah pantai dan pasang surut. Grup ini menurunkan subgrup teras marin
subresen (M.32), punggung dan cekungan pesisir resen (M.111), dan punggung dan
cekungan pesisir subresen (M.112).
c. Grup Fluvio Marin
Landform fluvio-marin (B) merupakan landform yang terbentuk dari
gabungan proses fluvial dan marin. Grup fluvio marin di Kabupaten Bengkulu
Tengah merupakan dataran fluvio-marin (B.3).
d. Grup volkan
Landform volkan (V) Grup ini terbentuk karena aktivitas volkanik, terdiri dari
dataran volkan (V.31), perbukitan volkan (V.32), dan pegunungan volkan (V.33).
Landform ini umumnya berada di bagian timur Kabupaten Bengkulu Tengah yang
merupakan gugusan Bukit Barisan.
e. GrupTektonik/struktural
Landform tektonik/struktural (T) merupakan landform yang terbentuk akibat
dari proses tektonik, berupa angkatan, lipatan, dan patahan. Grup ini dibedakan
menjadi subgrup peneplain datar (T101), peneplain berombak (T102), peneplain
peneplain bergelombang (T103), dataran tektonik datar (T.111), dataran tektonik
berombak (T.112), dataran tektonik bergelombang (T.113), perbukitan tektonik
(T.121), dan pegunungan tektonik (T.122).
f. Grup aneka
Grup aneka merupakan bentukan lahan yang tidak dapat diklasifikasikan
sebagai landform, baik hasil bentukan alami maupun akibat campur tangan
manusia. Grup aneka di Kabupaten Bengkulu Tengah merupakan lembah sungai
terjal, areal pertambangan dan badan air/danau. Rincian dan legenda landform
Kabupaten Bengkulu Tengah disajikan pada Gambar 3 dan Tabel 5
21
Gambar 3 Peta satuan lahan Kabupaten Bengkulu Tengah
22
Tabel 5 Legenda satuan peta tanah Kabupaten Bengkulu Tengah
Simbol Litologi Relief
(% lereng) Elevasi (m dpl)
Karakteristik dan Klasifikasi Tanah L u a s
Ha %
Af.1121-n Endapan liat Agak datar (1-3) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sangat terhambat; pH sangat masam; KTK 61,09 ( Tropaquepts) 1.599,02 1,53
Af.1122-f Endapan liat Datar (0-1) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sangat terhambat; pH masam; KTK 61,09 ( Tropaquepts) 654,14 0,63
Af.12-n Endapan liat Agak datar (1-3) 0-400 Sangat dalam; tekstur lempung liat berdebu; drainase sangat terhambat; pH masam; KTK 61,09 ( Tropaquepts) 1.845,30 1,77
Mf.32-f Endapan liat Datar (0-1) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 32,77 (Hapludults) 2.647,57 2,53
Mf.32-n Endapan liat Agak datar (1-3) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 32,77 (Hapludults) 7.394,78 7,07
Mf.32-u Endapan liat Berombak (3-8) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 24,25 (Hapludults) 6.037,37 5,77
Mfq.111-n Endapan liat, pasir Agak datar (1-3) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat; drainase cepat; pH masam; KTK 24,25 (Tropopsamments) 1.193,14 1,14
Mfq.112-n Endapan liat, pasir Agak datar (1-3) 0-400 Dalam; tekstur liat berdebu; drainase baik; pH masam; KTK 59,18 (Hapludults) 1.182,23 1,13
Bu.03-f Endapan liat, gambut Datar (0-1) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase terhambat; pH masam; KTK 11,82 (Hydraquents) 1.383,32 1,32
Va.32-h Tuff andesit Berbukit (25-40) 400-700 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 36,26 (Dystropepts) 3.233,72 3,09
Va.33-c Tuff andesit Berbukit kecil (15-25) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 36,26 (Dystropepts) 2.559,12 2,45
Va.33-m Tuff andesit Bergunung (>40) 700-1.200 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 62,01 (Dystropepts) 3.523,69 3,37
Vab.31-n Tuff andesit, basal Agak datar (1-3) 0-400 Sangat dalam; liat; drainase sedang; pH masam; KTK 32,76 (Dystropepts) 351,74 0,34
Vab.31-r Tuff andesit, basal Bergelombang (8-15) 0-400 Sangat dalam; liat; drainase sedang; pH masam; KTK 32,76 (Dystropepts) 1.766,91 1,69
Vab.31-u Tuff andesit, basal Berombak (3-8) 0-400 Sangat dalam; liat; drainase sedang; pH masam; KTK 32,76 (Dystropepts) 57,34 0,05
Vab.32-c Tuff andesit, basal Berbukit kecil (15-25) 0-400 Sangat dalam; liat; drainase sedang; pH masam; KTK 32,76 (Dystropepts) 2.242,92 2,15
Vab.32-h Tuff andesit, basal Berbukit (25-40) 400-700 Sangat dalam; liat; drainase sedang; pH masam; KTK 32,76 (Dystropepts) 1.472,15 1,41
Vab.33-h Tuff andesit Berbukit (25-40) 400-700 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 29,74 (Dystropepts) 915,62 0,88
Vab.33-m Tuff andesit Bergunung (>40) 700-1.200 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 29,74 (Dystropepts) 11.630,56 11,12
Tq.101-n Endapan batuan felsik kasar Agak datar (1-3) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat; drainase baik; pH masam; KTK 16,74 (Haplohumults) 2.176,06 2,08
Tq.102-u Endapan batuan felsik kasar Berombak (3-8) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 33,25 (Dystropepts) 3.895,37 3,73
Tq.103-r Endapan batuan felsik kasar Berbukit kecil (15-25) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 33,25 (Dystropepts) 3.138,36 3,00
Tq.111-n Batu pasir Agak datar (1-3) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat; drainase sedang; pH masam; KTK 22,37 (Dystropepts) 98,15 0,09
Tq.112-u Batu pasir Berombak (3-8) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat; drainase sedang; pH masam; KTK 22,37 (Dystropepts) 7.730,57 7,39
Tq.113-r Batu pasir Berbukit (25-40) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 62,01 (Dystropepts) 11.724,69 1,21
Tq.121-c Batu pasir Berbukit kecil (15-25) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat; drainase sedang; pH masam; KTK 22,37 (Dystropepts) 8.056,03 7,71
Tq.121-h Batu pasir Berbukit (25-40) 700-1200 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 62,01 (Dystropepts) 10.544,32 10,09
Tq.122-c Batu pasir Berbukit kecil (15-25) 0-400 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 62,01 (Dystropepts) 780,51 0,75
Tq.122-m Batu pasir Bergunung (>40) 400-700 Sangat dalam; tekstur liat berdebu; drainase sedang; pH masam; KTK 62,01 (Dystropepts) 2.528,29 2,42
X.1 Bukit Terjal 1.132,68 1,08
X.2 Pemukiman 851,43 0,81
X.3 Tubuh air 32,30 0,03
X.5 Areal Tambang 169,98 0,16
Jumlah 104.549,36 100,00
Sumber: Data primer (diolah) 2013
23
Berdasarkan bentukan relief, Kabupaten Bengkulu Tengah mempunyai
ketinggian dari 0-1.225m dpl). Lahan umumnya mempunyai relief dari datar sampai
bergunung. Rincian relief lahan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Rincian relief Kabupaten Bengkulu Tengah
Simbol Relief Lereng
(%) Beda Tinggi
(m)
Luas
Ha %
f n u r c h m X1 X2 X3 X5
Datar Agak Datar Berombak Bergelombang Berbukit Kecil Berbukit Bergunung Lereng terjal Pemukiman Badan air/sungai Areal tambang
<1 1-3 3-8 8-15 15-25 25-40 >40
- -
<5 <5
5-10 10-50 10-50 50-300 >300
- -
4.685,03 15.462,34 17.720,65 16.633,47 13.638,58 12.932,08 20.916,25 1.132,68 1.226,00
32,30 169,98
4,48 14,79 16,95 15,91 13,05 12,37
20,01 1,08 1,17 0,03 0,16
J u m l a h 104.549,36 100,00
Sumber: Data primer (diolah) 2013
4.6. Evaluasi lahan
Penilaian kualitas/karakteristik lahan terhadap persyaratan tumbuh tanaman
yang dinilai dipisahkan dalam tiga kelompok yaitu: (1) persyaratan tumbuh
tanaman (crop requirements) yang merupakan karakteristik zone agroekologi; (2)
persyaratan pengelolaan [management pengelolaan (management requirements)]
yang merupakan grup manajemen atau grup perbaikan lahan; (3) persyaratan
pengawetan (conservation requirements) yang merupakan grup konservasi dan
lingkungan. Khusus bagi peruntukan pengembangan peternakan terdapat satu
kriteria lainnya, yakni (4) persyaratan faktor kenyamanan (freshness) bagi
kehidupan ternak.
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi.
karakteristik lahan yang digunakan dalam menilai lahan adalah temperatur rata-rata
tahunan, curah hujan (tahunan atau pada masa pertumbuhan), kelembaban udara,
drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman efektif, kematangan dan ketebalan
gambut, KTK, KB, pH, C organik, total N, P2O5, K2O, salinitas, alkalinitas, kedalaman
sulfidik, lereng, batuan di permukaan, singkapan batuan, bahaya longsor, bahaya
erosi serta tinggi dan lama genangan. Tabel 7 menyajikan kualitas dan
karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan.
24
Tabel 7 Karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan untuk komoditas pertanian
No. Kualitas lahan Karakteristik lahan Sumber data
1. Temperatur (tc) - Temperatur rata-rata tahunan (°C)
Stasiun iklim setempat/ data sekunder (BPS)
2. Ketersediaan air (wa)
- Curah hujan (mm) - Kelembaban udara (%)
Stasiun iklim setempat/ data sekunder (BPS)
3. Ketersediaan oksigen (oa)
- Drainase Pengamatan lapang
4. Media perakaran (rc)
- Tekstur - Bahan kasar (%) - Kedalaman efektif (cm) - Kematangan gambut - Ketebalan gambut (cm)
Pengamatan lapang
5. Retensi hara (nr) - KTK tanah (me/100 g) - Kejenuhan Basa (%) - pH tanah - C organik (%)
Analisis laboratorium Analisis laboratorium Lapang/Laboratorium Analisis laboratorium
6. Hara tersedia (na) - N total (%) - P2O5 (mg/100 g) - K2O (mg/100 g)
Analisis laboratorium
7. Toksisitas (xc) - Salinitas (mmhos/cm) Analisis laboratorium
8. Sodisitas (xn) - Alkalinitas (%) Perhitungan
9. Bahaya sulfidik (xs) - Kedalaman sulfidik (cm) Pengamatan lapang
10. Tingkat bahaya erosi (eh)
- Lereng (%) - Bahaya erosi (cm/tahun) - Kedalaman tanah (cm)
Pengamatan lapang Perhitungan Pengamatan lapang
11. Bahaya longsor (lh) - Lereng (%) - Bahaya longsor
Pengamatan lapang
12. Bahaya banjir/ genangan (fh)
- Genangan (cm/bulan) Pengamatan lapang
13. Penyiapan lahan (lp)
- Batuan di permukaan (%) - Singkapan batuan (%)
Pengamatan lapangan
Dalam penilaian kesesuaian lahan perlu ditentukan komoditas apa yang akan
dinilai disesuaikan dengan tujuan penelitian. Penentuan komoditas tersebut
mempertimbangkan kondisi biofisik dan kimia lahan, iklim dan sosial ekonomi pada
suatu sistem usahatani (Tabel 8). Kondisi biofisik tersebut dipakai sebagai dasar
penentuan kualitas dan karakteristik lahan dalam evaluasi lahan. Komoditas yang
dinilai adalah usahatani tanaman pangan, hortikultura, tanaman tahunan. Tanaman
pangan terdiri dari: padi sawah, padi gogo, ubi jalar, dan jagung. Tanaman
tahunan/perkebunan dan hortikultura terdiri dari: kelapa sawit, karet, jeruk
kalamansi, durian, pisang, nenas, buah naga dan sayuran.
25
Tabel 8 Kondisi biofisik dan kimia lahan, iklim Kabupaten Bengkulu Tengah
No
Tanah
Temperatur rerata
(°C) Ketinggian
Curah
Hujan
Bulan
Kering
Kelembaban
(%) Drainase Tekstur
Kedalaman tanah
(cm)
KTK liat
(cmol)
Kejenuhan basa
(%)
pH
H2O
C-organik
(%)
N-
Total P2O5 K2O
Lereng
(%)
Bahaya
erosi Soil Taxonomy
1 26,93 38 3134 2 83,51 1 11 100 61,09 53,11 5,42 1,25 0,18 72,07 81,87 3 1 Tropaquept
2 26,93 12 3134 2 83,51 1 11 100 61,09 53,11 5,42 1,25 0,18 72,07 81,87 1 1 Tropaquept
3 26,93 88 3134 2 83,51 1 9 100 61,09 53,11 5,42 1,25 0,18 72,07 81,87 3 1 Tropaquept
4 26,93 38 3134 2 83,51 2 11 100 32,77 23 4,27 2,25 0,24 17,62 16,48 1 1 Hapludult
5 26,93 50 3134 2 83,51 2 11 100 32,77 23 4,27 2,25 0,24 17,62 16,48 3 1 Hapludult
6 26,93 38 3134 2 83,51 2 11 100 24,25 15,75 4,75 2,47 0,2 12,78 8,47 8 2 Hapludult
7 26,93 12 3134 2 83,51 7 11 100 24,25 15,75 4,75 2,47 0,2 12,78 8,47 3 1 Psamment
8 26,93 12 3134 2 83,51 5 11 75 59,18 15,71 4,5 0,04 0,64 153,63 19,85 3 1 Hapludult
9 26,93 12 3134 2 83,51 2 12 100 11,82 15,3 4,92 2,9 0,06 13,14 8,81 1 1 Hydraquent
10 26,93 450 3134 2 83,51 5 11 100 36,26 11,21 4,97 2,19 0,33 27,21 21,38 40 3 Dystropept
11 26,93 462 3134 2 83,51 4 11 100 36,26 11,21 4,97 2,19 0,33 27,21 21,38 25 3 Dystropept
12 26,93 1200 3134 2 83,51 4 11 100 62,01 55,14 5,08 0,29 0,11 191,41 156,43 100 4 Dystropept
13 26,93 50 3134 2 83,51 4 12 100 32,76 9,67 4,9 2,7 0,14 14,61 6,66 3 1 Dystropept
14 26,93 325 3134 2 83,51 4 12 100 32,76 9,67 4,9 2,7 0,14 14,61 6,66 15 3 Dystropept
15 26,93 62 3134 2 83,51 4 12 100 32,76 9,67 4,9 2,7 0,14 14,61 6,66 8 2 Dystropept
16 26,93 325 3134 2 83,51 4 12 100 32,76 9,67 4,9 2,7 0,14 14,61 6,66 25 4 Dystropept
17 26,93 300 3134 2 83,51 4 12 100 32,76 9,67 4,9 2,7 0,14 14,61 6,66 40 4 Dystropept
18 26,93 538 3134 2 83,51 5 11 100 29,74 14,32 4,72 1,85 0,23 31,17 10,92 40 4 Dystropept
19 26,93 950 3134 2 83,51 5 11 100 29,74 14,32 4,72 1,85 0,23 31,17 10,92 100 1 Dystropept
20 26,93 62 3134 2 83,51 5 12 100 16,74 20,68 4,73 2,86 0,15 13,31 12,19 3 1 Haplohumult
21 26,93 75 3134 2 83,51 4 11 100 33,25 15,51 4,52 2,15 0,24 83,47 91,08 8 2 Dystropept
22 26,93 225 3134 2 83,51 4 11 100 33,25 15,51 4,52 2,15 0,24 83,47 91,08 15 2 Dystropept
23 26,93 75 3134 2 83,51 1 11 100 22,37 38,86 5,55 3,63 0,19 136,02 89,67 3 1 Dystropept
24 26,93 75 3134 2 83,51 4 12 100 22,37 38,86 5,55 3,63 0,19 136,02 89,67 8 2 Dystropept
25 26,93 225 3134 2 83,51 4 11 100 62,01 55,14 5,08 0,29 0,11 191,41 156,43 15 2 Dystropept
26 26,93 325 3134 2 83,51 4 12 100 22,37 38,86 5,55 3,63 0,19 136,02 89,67 25 3 Dystropept
27 26,93 975 3134 2 83,51 4 11 100 62,01 55,14 5,08 0,29 0,11 191,41 156,43 40 4 Dystropept
28 26,93 175 3134 2 83,51 4 11 100 62,01 55,14 5,08 0,29 0,11 191,41 156,43 25 3 Dystropept
29 26,93 638 3134 2 83,51 4 11 100 62,01 55,14 5,08 0,29 0,11 191,41 156,43 100 4 Dystropept
Sumber: Data primer (diolah) 2013
26
4.7. Pewilayahan Komoditas Pertanian
Pewilayahan komoditas pertanian merupakan kegiatan yang menghasilkan
arahan penggunaan lahan untuk pertanian dengan mempertimbangkan daya
dukung lahan (kesesuaian lahan), penggunaan lahan saat ini (existing landuse),
kondisi sosial ekonomi (kompetitif dan komperatif), tabel prioritas tanaman
unggulan daerah, dan peta status kawasan hutan. Perhitungan luas wilayah
Kabupaten Bengkulu Tengah berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi
Bengkulu tahun 2010, sebesar 104.549 ha.
Peralatan yang digunakan dalam tahapan ini adalah komputer dan perangkat
lunak untuk penilaian evaluasi lahan Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan (SPKL)
Versi 1.0 yang sedang dikembangkan di BBSDLP. SPKL dikembangkan dengan
perangkat lunak dan bahasa pemrograman Access 2010. Tampilan utama program
besisi pilihan: a) Penilaian Kesesuaian Lahan, b) Entri Kriteria Syarat Tumbuh, dan
c) Entri Parameter Ekonomi. Nilai karakteristik lahan yang dimasukan akan direspon
langsung oleh program dengan menampilkan hasil penilaian berupa kelas dan sub
kelas, zona dan sub dan sub-zona, misalnya IV/D.
Proses di atas dilakukan secara komputerisasi dan diperoleh tabel
pewilayahan komoditas yang dapat dibuat spasialnya. Data spasial pewilayahan
komoditas tersebut di overlay dengan peta status kawasan dan peta penggunaan
lahan. Status kawasan APL dan HPK yang merupakan lahan yang dapat
dikembangkan pertanian dan yang lainnya tetap sebagai kawasan hutan. Untuk
peta penggunaan lahan yang relatif tetap, seperti sawah perkebunan (kelapa sawit,
karet, kopi, dll) pewilayahan komoditasnya tetap dan merupakan penggunaan
existing. Hasil overlay tersebut merupakan Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian,
skala 1:50.000 (Gambar 4). Legenda peta pewilayahan komoditas disajikan pada
Tabel 9.
Sistem budidaya pertanian di Kabupaten Bengkulu Tengah adalah budidaya
lahan basah dan budidaya lahan kering, mencakup areal seluas seluas 76.942 ha
(73,59%) termasuk dalam zona IV, III, dan II, sedangkan sisanya seluas 27.607 ha
(26,41%) tidak dapat dikembangkan untuk pertanian dikarenakan kondisi biofisik
lahan tidak memungkinkan. Komoditas pertanian yang disarankan berupa komoditas
tanaman pangan, tanaman tahunan/perkebunan, kehutanan dan hortikultura.
Pembudidayaan komoditas dapat secara tumpangsari atau monokultur.
27
Pengembangan sistem budidaya pertanian dirinci menjadi: Pertanian bebasis
tanaman pangan, pertanian berbasis tanaman perkebunan dan kehutanan.
Tabel 9 Legenda pewilayahan komoditas pertanian Kabupaten Bengkulu Tengah
Zona Sistem Pertanian/Alternatif Komoditas Pertanian Luas
Ha %
Pertanian lahan basah, tanaman pangan
IV/Wfs Padi sawah, umbi-umbian, sayuran 3.940 3,77
Pertanian lahan kering, tanaman tahunan/perkebunan, tanaman pangan
IV/Dfsei Kelapa sawit, karet, padi gogo, jagung, umbi-umbian 31.598 30,22
III/Dfsei Kelapa sawit, karet, padi gogo, jagung, umbi-umbian 15.879 15,19
Pertanian lahan kering, tanaman pangan, tanaman hortikultura
IV/Dfuf Ubi jalar, pisang 1.193 1,14
Pertanian lahan kering, tanaman tahunan/perkebunan
II/Dei Karet, kelapa sawit, kopi robusta, durian 8.932 8,54
Pertanian lahan kering, tanaman kehutanan
II/Dej Durian, sengon, kayu bawang 10.823 10,35
I/Dej Durian, sengon, kayu bawang 2.063 1,97
Status kawasan
HL Hutan lindung 27.607 26,41
Lain-lain
X.1 Bukit terjal 1.133 1,08
X.2 Pemukiman 851 0,81
X.3 Badan air/danau 360 0,34
X.5 Areal tambang 170 0,16
J u m l a h 104.549 100,00
Sumber: Data Primer (diolah) 2013
Pertanian lahan basah adalah budidaya pertanian yang dilakukan pada
lahan-lahan yang secara alami mempunyai drainase sangat terhambat.
Tanaman pangan yang dapat dibudidayakan adalah padi sawah. Lahan ini
dapat juga dimanfaatkan untuk budidaya palawija dan sayuran terutama
pada musim kemarau apabila dilakukan pengelolaan air. Pengelolaan air
dapat dilakukan dengan membuat saluran drainase dan atau guludan
sebagai media tumbuh palawija dan sayuran. Berdasarkan kondisi
drainasenya, lahan basah yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan
lahan adalah subzona IV/Wfs yaitu lahan basah yang mempunyai kondisi
drainase sangat terhambat dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman
pangan padi sawah, umbi-umbian, dan sayuran dengan luas areal 3.940 ha
(3,77%). Faktor pembatas pemanfaatan lahan adalah media perakatan (rc)
28
yang dipengaruhi oleh kondisi drainase yang sangat terhambat dan tekstur
tanah.
Pertanian lahan kering adalah budidaya pertanian yang dilakukan
pada lahan-lahan yang mempunyai drainase tanah baik. Pertanian lahan
kering secara zonasinya termasuk dalam zona IV, III, dan II. Komoditas
pertanian yang disarankan berupa komoditas tanaman pangan, tanaman
tahunan/perkebunan, dan hortikultura. Pembudidayaan komoditas dapat
secara tumpangsari atau monokultur. Berdasarkan pola pengembangannya
pertanian lahan kering di Kabupaten Bengkulu Tengah dapat dibedakan
menjadi 2 pola, yaitu pertanian lahan kering berbasis tanaman pangan
(tanaman pangan dan hortikultura, dan perkebunan; tanaman pangan dan
tanaman perkebunan) dan pertanian lahan kering berbasis tanaman
perkebunan (wanatani dan monokultur).
Sistem pertanian lahan kering, tanaman pangan dan perkebunan
seluas 31.598 ha (30,22%), termasuk dalam zona IV dengan kelerengan
<8% dan menurunkan subzona IV Dfsei dan zona III dengan kelerengan 8-
15% menurunkan subzona III/Dfsei seluas 15.879 ha (15,19%). Komoditas
yang dianjurkan adalah kelapa sawit, karet, padi gogo, jagung, umbi-umbian
seluas 31.598 ha (30,22%) dan 15.879 ha (15,19%). Lahan yang saat ini
berupa lahan sawah termasuk kelas cukup sesuai untuk padi dan sesuai
marjinal untuk tanaman semusim atau tanaman lainnya, dengan faktor
pembatas utama retensi hara (nutrient retention, nr), yang dicirikan oleh pH
tanah masam (pH 4,7-5,1), kandungan C organik dan kapasitas tukar kation
rendah. Oleh karena itu, untuk usahatani tanaman semusim diperlukan
masukan unsur hara dengan pemupukan yang berimbang baik dengan
pupuk organik maupun an-organik.
Pertanian lahan kering, tanaman pangan, tanaman hortikultura
(IV/Dfuf) komoditas ubi jalar, pisang seluas 1.193 ha (1,14%). Pertanian
lahan kering, tanaman tahunan/perkebunan (II/Dei) dengan komoditas
anjuran karet, kelapa sawit, kopi robusta, durian seluas 8.932 ha (8,54%).
Faktor pembatas pemanfaatan lahan adalah bahaya erosi (eh) dan
ketersediaan air (wa) disebabkan kelerengan lahan yang berada pada 25-
29
40%. Pemanfaatan lahan harus mempertimbangkan konsep konservasi
dengan pembuatan teras dan pengolahan tanah minimum.
Pertanian lahan kering, tanaman kehutanan (II/Dej dan I/Dej )
komoditas anjuran durian, sengon, kayu bawang seluas 10.823 ha (10,35%)
dan 2.063 ha (1,97%). Faktor pembatas pemanfaatan lahan adalah bahaya
erosi (eh) karena kelerangan lahan 25-40% dan diatas 40%.
Hutan lindung (HL) seluas 27.607 ha (26,41%). Lain-lain berupa bukit terjal
(X.1) seluas 1.133 ha (1,08%), Pemukiman (X.2) seluas 851 ha (0,81%), Badan
air/danau (X.3) seluas 360 ha (0,34%) dan Areal tambang (X.5 ) seluas 170 ha
(0,16%).
Pengembangan kawasan budidaya di Kabupaten Bengkulu Tengah sebaiknya
mempertimbangkan kondisi biofisik dan kimia tanah serta iklim. Mengingat sebagian
besar (63,78%) lahan kering di Kabupaten Bengkulu Tengah mempunyai bentuk
wilayah bergelombang, berbukit dan bergunung dengan lereng 15-40%, maka
teknik konservasi tanah perlu diupayakan. Konservasi tanah pada lahan pertanian
tidak hanya terbatas pada usaha untuk mengendalikan erosi atau aliran permukaan,
tetapi termasuk usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah.
Konservasi tanah vegetatif mencakup semua tindakan konservasi yang
menggunakan tumbuhan (vegetatif), baik tanaman legum yang menjalar, semak,
perdu, pohon dan rumput-rumputan serta tanaman lain dengan tujuan untuk
mengendalikan erosi dan aliran permukaan pada lahan pertanian, juga untuk
meningkatkan bahan organik tanah. Jadi pada dasarnya, upayakan tanah tertutup
oleh vegetasi yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah, pakan ternak,
dan sekaligus dapat menguraji erosi tanah. Sebagai gambaran umum teknik
konservasi yang bisa diterapkan sesuai kondisi lahan dan besarnya lereng dapat
dilihat pada Tabel10.
Tabel 10 Beberapa alternatif tehnik konservasi tanah, persyaratan, kegunaan
dan kendala penerapannya
Teknik
konservasi Persyaratan Kegunaan
Kendala
penerapan
Penanaman
pohon buah-
buahan dan
perkebunan.
- Status enguasaan
lahan tetap
berjangka panjang.
- Tersedia bibit
- Memberikan proteksi
relatif permanen pada
tanah karena anaman
tidak ditebang.
- Biaya
pemeliharaan
tinggi
- Perlu
30
tanaman bermutu.
- Pemilikan lahan
luas, bila sempit,
diprioritas-kan
tanaman pangan
- Pohon tanpa
penutup tanah,
erosi meningkat
- Sumber pendapatan
dan devisa.
- Sebagai sumber bibit
(pohon induk).
penguasaan
teknologi
bibit.
Tanaman
kayu-kayuan
dan Multi
PurposeTree
Species/ MPTS
- Status pemilikan
tanah tetap atau
HGU cukup lama
(>25 th)
- Untuk lahan kritis,
perlu pemupukan
(pupuk P).
- Memberi proteksi
jangka panjang.
- Sumber pendapatan
dan devisa.
- Sumber bahan organik
- Sumber kayu bakar.
- Sumber bibit.
- Penebangan
kayu-kayuan,
mengakibat kan
lahan kembali
terbuka.
- Setelah
ditebang perlu
biaya
replanting.
Tanaman
penutup tanah
C. pubescens,
P. javanica,
C.
mucunoides,
Mucuna sp.
- Perlu merehabilitasi
lahan kritis dan
penutup tanah.
- Ditanam dalam strip
atau sebagai
tanaman penutup
tanah.
- Memperbaiki struktur
dan meningkatkan
kandungan bahan
organik dan unsur hara
tanah.
- Memberikan proteksi
pada permukaan
tanah (Erosi).
- Merehabilitasi lahan
dalam waktu yang
relatif pendek.
- Sumber pakan.
- Kompetisi unsur
hara,
- Bahan tanaman
(benih
- atau bibit) sulit
tersedia.
- Memerlukan
pemeliharaan
- agar tidak
mengganggu
- tanaman pokok.
- - Inang H/P
Teras bangku,
Teras individu.
- Solum tanah> 60
cm
- Lereng > 15-< 45%
- Tanah Stabil (Tidak
mudah
- longsor).
- Tenaga kerja
banyak
- Subsoil tidak
mengandung
- Al, Fe dan Mn
berkonsetrasi tinggi
- Nyata menurunkan
erosi apabila
- memenuhi
persyaratan.
- Memudahkan petani
untuk
- mengerjakan
lahannya
- Produksi
tanaman pada
bidang olah
menurun
pada tahun
pertama
dibuat teras.
- Biaya atau
tenaga kerja
tinggi
- Teras bangku
perlu
31
tanaman
penguat bibir
dan tampingan
teras
Teras gulud. - Solum dangkal
sampai dalam
- Lereng 5–15 %
- Perlu tanaman
penguat teras
- Menurunkan erosi.
- Tenaga kerja sedikit
- dibandingkan teras
bangku.
- Sumber pakan.
- Perlu biaya
pembuatan
gulud dan
pemeliharaan
saluran air.
Rorak,
jebakan
sedimen,
sumur
resapan,
gully plug,
terjunan
(drop
structure),
embung.
- Tersedia tenaga
kerja
pembuatan dan
pemeliharaan
- Bahan yang
digunakan cukup
tersedia.
- Menurunkan
kecepatan
dan volume aliran
perrmukaan,
menekan laju erosi
dan
sedimentasi.
- Meningkatkan
simpanan air tanah
(fluktuasi debit
maks dan min.
menurun).
- Memperpanjang
musim tanam
(cropping seasons)
karena air tanah
tersedia lebih lama.
- Biaya
pembuatan >
mahal dan
tidak ter-
jangkau petani
(perlu bantuan
pemerintah).
- Mengurangi
luas lahan.
- Perlu disertai
dengan
efisiensi
pengunaan
air.
Sumber: Diolah dari Agus et al. (1997) dan sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan
Reboisasi Pusat (1997a).
32
Gambar 4 Peta pewilayahan komoditas pertanian Kabupaten Bengkulu Tengah
29
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian melalui pendekatan zona
agro ekologi Kabupaten Bengkulu Tengah perlu dilakukan untuk
mendapatkan gambaran wilayah yang berpotensi untuk pengembangan
komoditas pertanian.
2. Berdasarkan hasil interprestasi citra landsat, DEM dan sumber lainnya
dengan menggunakan analisis terrain Kabupaten Bengkulu Tengah terdiri
dari 5 landform utama yaitu: aluvial, fluvio-marin, marin, vulkanik, tektonik,
dan bentukan lain (aneka).
3. Berdasarkan analisis zona agro ekologi, Kabupaten Bengkulu Tengah dibagi
menjadi 6 zona agro ekologi. Zona pengembangan pertanian di Kabupaten
Bengkulu Tengah seluas 74.649,90 ha (71,40%), terdiri dari zona
pengembangan tanaman pangan lahan basah dan lahan kering, zona
pengembangan tanaman tahunan dan tanaman pangan dengan sisitem
wana tani dan zona pengembangan tanaman tahunan/perkebunan.
4. Berdasarkan analisis tata ruang pertanian, Kabupaten Bengkulu Tengah
terdiri dari Kawasan Budidaya Tanaman Pangan Lahan Basah seluas
5.397,25 atau 5,16%, Kawasan Budidaya Tanaman Pangan Lahan Kering
seluas 31.975,68 ha atau 30,58%, Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
seluas 37.272,97 ha atau 35,65% dan Kawasan Konservasi seluas 27.726,86
ha atau 26,52%.
30
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Tanah. 2002. Petunjuk Teknis Penyusunan Pewilayahan Komditas Pertanian Berdasakan Zona Agroekologi (ZAE) Skala 1:50.000 (Model 1).
Balai Penelitian Tanah. 2002. Penyusunan Peta Satuan Evaluasi Lahan Untuk Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 Melalui Analisis Terrain (Model 2).
Buurman, P., and T. Balsem 1990. Land unit classification for the reconnaissance soil survey of Sumatra. TR No. 3, Version 2.1. LREP Project. Centre for Soil and Agroclimate Research, Bogor.
CSR/FAO Staff. 1983. Reconnaissance land resource surveys 1: 250.000 scale Atlas Format Procedures. AGOF/INS/78/006. Manual 4, Version 1. CSRlFAO, Bogor.
Dent, F.J., Desaunettes, J.R, and J.P. Malingreau. 1977. Detailed reconnaissance land resources surveys Cimanuk Watershed area (West Java). AGL/T'F/INS/44. Working paper No. 14. FAO/SRI, Bogor.
Desaunettes, J. R 1977. Catalogue of landform fro Indonesia. Example of
physiographic approach to land evaluation for agricultural development.
AGL/TF/INS/44. Working paper No. 14. SRI/FAO. Bogor.
Djaenudin, D., Marwan H., H. Subagyo, Anny Mulyani, dan N. Suharta. 2000. Kriteria kesesuaian lahan versi 3.0. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Environmental Systems Research Institute, Inc. 1996. Arc View GIS.
FAO. 1977. Guidelines for soil profile description. FAO Soil Bulletin 73. Rome.
Goosen, D. 1967. Aerial photo interpretation in soil survey. FAO Soil Bulletin No.6. Rome.
Hartomi, H. D. dan H. Suhardjo. 2001. Kebijakan Pewilayahan Komoditas. Makalah Kebijakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Puslitbangtanak, Bogor.
FAO. 1996. Agro-ecological zoning guidelines. FAO Soil Bulletin 73. Rome.
Kassam, A.H., H.T. van Velthuizen, G.W. Fischer and M.M. Shah. 1991. Agroecological land resources assessment for agricultural development planning. A case study of Kenya. Resource data base and land productivity. Technical Annex 1. Land Resources. Land and Water Development Division, FAO, Rome.
Kips, A.. Djaenudin, and Nata Suharta. 1981. The land unit approach to land resources surveys for land use planning with particular reference to the Sekampung watershed, Lampung Province, Sumatra., Indonesia. AGOF/INS/78/006. Technical Note No. 11. Centre for Soil Research, Bogor.
Marsoedi, Ds., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul SWP, S. Hardjowigeno, J. Hof dan ER. Jordens. 1997. Pedoman klasifikasi landform LT 5 Versi 3.0. Proyek LREP II, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Marwan H., D. Djaenudin, Subagyo H., S. Hardjowigeno, dan E.R. Jordens. 2000. Petunjuk Teknis Pengoperasian Program Sistem Otomatisasi
31
Penilaian Lahan (Automized Land Evaluation System/ALES) Versi 3.0. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Muljadi, D., and F.J. Dent. 1979. Evaluation of Indonesian soil and land resources. Indonesian Agricultural Research and Development Journal. No. 1-2: 21-23.
Rossiter, D.G. and A.R. Van Wambeke. 1997. ALES Version 4.65 User‟s Manual. Cornell University. Dept. of Soil, Crop & Atmospheric Sciences. Ithaca, NY USA.
Soil Survey Staff, 1998. Keys to Soil Taxonomy. United States Department of Agriculture. Natural Resources Conservation Service. Eighth Edition, 1998.
Van Zuidam, R. 1986. Air photo-interpretation for terrain analysis and geomorphologic mapping. Smits Publ. The Hague, The Netherlands.
32
ANALISIS RESIKO
Analisis resiko dalam pengkajian sangat diperlukan, agar dapat
mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan
kegiatan pengkajian, kemudian apa penyebab dan dampaknya perlu disusun
daftar risiko dan penangannya seperti tabel berikut.
Tabel 9 Risiko, penyebab, dan dampaknya terhadap pelaksanaan pengkajian penyusunan peta arahan komoditas Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2013
No. Risiko Penyebab Dampak
1. Dokumentasi kegiatan sebelumnya tidak lengkap
Pelaksanaan kegiatan sebagian besar dilakukan peneliti diluar BPTP
Keterlambatan dalam penyusunan dokumen awal dan pelaksanaan kegiatan
2. Data potensi daerah tidak tersedia
Database belum tersusun karena daerah pemekaran
Gambaran umum wilayah tidak dapat ditampilkan secara detail
3. Alat dan bahan pengkajian tidak tersedia
Kegiatan sejenis umumnya dilakukan BBSDLP
Kegiatan baru dapat dilaksanakan setelah ada supervise dari BBSDLP
4. Peta dasar, peta tematik, dan peta pendukung tidak tersedia
Database belum tersusun dan belum pernah dilakukan pemetaan
Keterlambatan dan pelaksanaan kegiatan
Tabel 5 Risiko, penyebab, dan Penanganannya dlam pelaksanaan pengkajian penyusunan peta arahan komoditas Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2013
No. Risiko Penyebab Penanganan risiko
1. Dokumentasi kegiatan sebelumnya tidak lengkap
Pelaksanaan kegiatan sebagian besar dilakukan peneliti diluar BPTP
Koordinasi dengan peneliti pelaksana tahun sebelumnya dan BSDLP serta Balitklimat
2. Data potensi daerah tidak tersedia
Database belum tersusun karena daerah pemekaran
Kolektif data dari kabupaten induk dan provinsi
3. Alat dan bahan pengkajian tidak tersedia
Kegiatan sejenis umumnya dilakukan BBSDLP
Melakukan pengumpulan data yang dapat dikerjakan tanpa supervise BBSDLP
4. Peta dasar, peta tematik, dan peta pendukung tidak tersedia
Database belum tersusun dan belum pernah dilakukan pemetaan
Koordinasi dengan pihak terkait kepemilikan peta pendukung yang dibutuhkan
33
JADUAL KERJA
KEGIATAN BULAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Persiapan:
a. RPTP, seminar, juknis dll.
b. Desk study
Persiapan kegiatan
lapangan :
c. Penyiapan peralatan d. Penyiapan peta dasar
dan peta analisis
Kegiatan lapangan:
e. Pengumpulan data tanah
f. Pengumpulan data iklim
g. Pengumpulan data pertanian, dll.)
Analisis data dan
penyusunan peta:
h. Analisis sampel tanah i. Penyusunan peta
evaluasi lahan (peta satuan tanah).
j. Penyusunan peta pewilayahan komoditas, dll.
Sosialisasi hasil/ekspose
Pelaporan
34
PEMBIAYAAN
A. Rencana Anggaran Belanja (RAB)
No Jenis Pengeluaran Volume Harga Satuan
(Rp.)
Jumlah (Rp.)
1
Belanja Bahan: - ATK, Kumputer supply dan pelaporan
- Bahan kartografi peta
- Bahan pendukung - Konsumsi dalam rangka sosialisasi/
ekspose hasil
1 Paket
1 Paket
1 Tahun 40 OH
5.445.000
3.880.000
4.870.000 50.000
5.445.000
3.880.000
4.870.000 2.000.000
2 Honor Output Kegiatan:
- Honor operasional tenaga pembantu
survei
70 OH
100.000
7.000.000
3 Belanja Barang Non Operasional Lainnya
- Dokumentasi, penggandaan, jilid, porto
- Analisis data, penyusunan peta
- Analisis tanah - Akomodasi dalam rangka sosialisasi/
ekspose hasil
1 Tahun
1 Paket
1 Paket 1 Kali
6.000.000
10.000.000
8.000.000 2.000.000
6.000.000
10.000.000
8.000.000 2.000.000
4 Belanja Sewa
- Sewa kendaraan - Sewa alat survey
10 hari 14 Hari
500.000 100.000
5.000.000 1.400.000
5 Belanja Jasa Profesi - Narasumber, evaluator, fasilitator
8 OJ
500.000
4.000.000
6 Belanja Perjalanan Lainnya
- Persiapan desk study, pengumpulan data dan survey lapang
- Konsultasi ke pusat
97 OH
1 OP
365.000
5.000.000
35.405.000
5.000.000
35
B. Realisasi Anggaran
No Jenis Pengeluaran Realisasi Anggaran
(Rp)
Persentase Keuangan
(%)
Persentase Fisik
(%)
1 Belanja Bahan: - ATK, Kumputer supply dan pelaporan
- Bahan kartografi peta - Bahan pendukung
- Konsumsi dalam rangka sosialisasi/
ekspose hasil
1,464,725
3,700,000 3,800,000
-
26.90
95.36 78.03
-
100.00
100.00 100.00
-
2 Honor Output Kegiatan:
- Honor operasional tenaga pembantu
survei
1,000,000
14.29
100.00
3 Belanja Barang Non Operasional Lainnya
- Dokumentasi, penggandaan, jilid, porto
- Analisis data, penyusunan peta - Analisis tanah
- Akomodasi dalam rangka sosialisasi/ ekspose hasil
-
- -
-
-
- -
-
-
- -
-
4 Belanja Sewa
- Sewa kendaraan - Sewa alat survey
5,000,000 -
100.00 -
100.00 -
5 Belanja Jasa Profesi
- Narasumber, evaluator, fasilitator
4,000,000
100.00
100.00
6 Belanja Perjalanan Lainnya - Persiapan desk study, pengumpulan
data dan survey lapang
- Konsultasi ke pusat
14,600,000
13,910,000
62.50
81.61
100.00
100.00
36
TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANA
5.1. Personil
No. Nama/NIP Jabatan
Fungsional/
Bidang Keahlian
Jabatan
dalam
Kegiatan
Uraian Tugas Alokasi
Waktu
(jam)
1. Hamdan, SP, M.Si
19970621 200212 1 001
Peneliti
Pertama/ Sosek
Pertanian
Penanggung
jawab
Bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan pengkajian
Menyusun dan
merencanakan operasional kegiatan dan
mempresentasikan Mengkoordinir anggota tim
Menyusun laporan
Melaksanakan koordinasi dan
konsultasi kebijakan di luar
propinsi
20
2. Agus Darmadi, SP
19710805 199803
1 002
Peneliti Umum/
Agronomi
anggota Membantu pelaksanaan
pengkajian Membantu menyusun
laporan
15
3. Irma Kalista, A.Md, ST.
19810716 200501 2 002
Peneliti Pertama/
Analis
anggota Membantu pelaksanaan
pengkajian Membantu menyusun
laporan
15
4. Bahagia, A.Md Teknisi/
Peternakan anggota
Membantu pelaksanaan
pengkajian
Membantu menyusun
laporan
15
5. Suardi Teknisi/
Administrasi anggota
Membantu pelaksanaan
pengkajian
10
37
LAMPIRAN
Gambar 1 Pengamatan dan pengambilan sampel tanah pada landform gambut
Gambar 2 Pengamatan dan pembuatan minipit pada landform volcanic
38
Gambar 3 Karakterisasi sifat fisik tanah, profil, tekstur, pH dan horizon
Gambar 4 Karakterisasi landform alluvial yang berada di landform volcanic