PRESENTASI KASUS
FRAKTUR GREENSTICK
DISUSUN OLEH :
Efbri Chauresia Dalitan
NIM 030.07.077
PEMBIMBING :
dr. Herman Ghofara, SpOT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO
RUMKITAL DR. MINTOHARDJO
KEPANITERAAN KLINIK BEDAH
LEMBAR PENILAIAN PRESENTASI KASUS
Nama Mahasiswa : Efbri Chauresia Dalitan
NIM : 030.07.077
Judul Presentasi Kasus : Fraktur Greenstick
Hari dan Tanggal :
Dosen Pembimbing : dr. Herman Ghofara, SpOT
PENILAIAN NILAI MAKSIMAL NILAI MAHASISWA
1 Materi Penulisan A. Laporan Kasus 15
Identitas
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Klinis
Penatalaksanaan
Laporan dan Temuan Operasi
Follow Up
B. Tinjauan Pustaka 25
Pendahuluan
Patofisiologi
Gejala Klinis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Penatalaksanaan
Prognosis
Referensi (Mis. Cara Vancouver)
2 Penyajian Suara 10
Tampilan Slide
3 Diskusi Kasus Penguasaan Materi 50
JUMLAH NILAI MAHASISWA 100
Catatan : Lembar penilaian ini hanya untuk menilai presentan.
Dosen Pembimbing
(dr. Herman Ghofara, SpOT)
A. Laporan Kasus
1. Identitas
Nomor RM : 148935
Nama : An. Farhan Abimanyu
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 5 tahun
Alamat : Taman Jati Sari Permai Blok CY 3 no. 12 A RT 03/15
Agama : Islam
Status Marital : Belum Menikah
Tanggal MRS : 24 Januari 2016
Tanggal Pemeriksaan : 24 Januari 2016
2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan alloanamnesis dengan ayah pasien pada tanggal 25 Januari
2016 pada pukul 08.00 WIB di ruang rawat inap P. Sibatik K2.5.
Keluhan Utama
Tangan kanan terasa nyeri saat digerakkan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSAL dengan keluhan tangan kanan terasa nyeri saat
digerakkan sejak 2 jam SMRS setelah jatuh dari tempat tidur. Pasien melompat dari sisi
tengah tempat tidur ke bawah dan terjatuh dengan tangan kanan menahan beban tubuh.
Tinggi tempat tidur sekitar 40cm. Tangan pasien sempat ditarik untuk diluruskan oleh
ayah pasien namun tidak dibidai. Kepala tidak terbentur. Muntah, pingsan, dan kesadaran
menurun disangkal ayah pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat flek paru 3 tahun yang lalu dan sudah tuntas pengobatan selama 6 bulan.
Riwayat Kebiasaan
Pasien sangat aktif, makan teratur.
Status Sosial
Baik
Status Ekonomi
Cukup
3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesan gizi : Gizi Baik
BB : 23 kg
Tanda Vital
Nadi : 88 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36°C
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata
Wajah : Simetris, tidak pucat
Mata : Alis warna hitam, oedem palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-, pupil bulat isokor
Hidung : Normosepti, pernapasan cuping (-), deviasi septum (-), deformitas (-),
secret (-)
Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik (-), serumen (-)
Mulut : Bibir simetris, sianosis (-), mukosa bibir basah, muksa lidah merah
muda, tonsil T2-T2, kripta tidak melebar, detritus (-), faring tidak
hiperemis, oral hygiene baik
Leher : KGB tidak teraba membesar, deviasi trakea (-)
Thorak
Paru : Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Vokal fremitus simetris pada kedua lapang paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Jantung : Inspeksi : Pulsasi iktus cordis tidak terlihat jelas
Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS IV 1 cm medial dari linea
midclavikularis sinistra, thrill (-)
Perkusi : Batas atas jantung redup setinggi ICS 3 linea parasternal
sinistra, batas kanan jantung redup setinggi ICS 3-5 linea
midclavicularis dextra, batas kiri jantung redup setinggi
ICS V 1 cm medial linea midclavicularis kiri
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Genitalia : Tidak dilakukan
Ekstremitas :
Superior dextra (lihat status lokalis)
Superior sinistra
o Inspeksi : Simetris, deformitas (-/-), edema (-/-)
o Palpasi : Akral hangat, CRT < 2”, tonus otot baik, edema (-/-)
Inferior dextra
o Inspeksi : Simetris, deformitas (-/-), edema (-/-)
o Palpasi : Akral hangat, CRT < 2”, tonus otot baik, edema (-/-)
Inferior sinistra:
o Inspeksi : Simetris, deformitas (-/-), edema (-/-)
o Palpasi : Akral hangat, CRT < 2”, tonus otot baik, edema (-/-)
Status Lokalis
Ekstremitas superior dextra
o Look : Luka (-), bengkak (+), deformitas (+)
o Feel : Nyeri tekan (+), massa (-), suhu perabaan hangat, CRT < 2”
o Move : Pada lengan bawah kanan gerakan aktif dan pasif terhambat,
nyeri bila digerakkan (+), gerakan terbatas
4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : Tanggal pemeriksaan 24/01/2016
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Leukosit 9.900 /uL 5.000-10.000
Eritrosit 5.28 juta/uL 4.6-6.2
Hemoglobin 13.6 g/dL 10.8-15.6
Hematocrit 40 % 33-45
Trombosit 316000 ribu/uL 150.000-450.000
Hemostasis
Masa
Pendarahan/BT
3’00” menit 1-3
Masa
Pembekuan/CT
12’00” menit 5-15
Rontgent Forearm Dextra
Kesan :
Fraktur Greenstick Antebrachii Dextra 1/3 Medial
5. Diagnosis Klinis
Fraktur Greenstick Antebrachii Dextra 1/3 Medial
6. Penatalaksanaan
Infus RL : DS = 1 : 1 15 tpm
Inj. Novalgin 3x250mg
Balut bidai lengan bawah kanan
Konsul dr. SpOT
Konsul dr. SpA
Konsul dr. SpAn
Pro Reposisi + Pasang Gips pada tanggal 26 Januari 2016
7. Laporan Operasi
Pasien supine dengan GA
Dilakukan pematahan pada korteks yang berlawanan
Reposisi
Pasang Gips LAC
Pasang Arm Sling
Operasi selesai
8. Follow Up
25 Januari 2016
S : Nyeri lengan bawah kanan
O : KU : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 96 x/menit
Suhu : 36.6°C
Respirasi : 24 x/menit
Status lokalis :
Look : Terpasang balut dan bidai, rembesan (-)
Feel : Akral hangat, CRT <2”
Move : Pada lengan bawah kanan gerakan aktif dan pasif terhambat,
nyeri bila digerakkan (+), gerakan terbatas
A : Fraktur Greenstick Antebrachii Dextra 1/3 Medial
P : Infus RL : DS = 1 : 1 15 tpm
Inj. Novalgin 3x250mg
Pro Reposisi + Pasang Gips pada tanggal 26 Januari 2016
Puasa 6 jam sebelum operasi
26 Januari 2016
S : Pasien merasakan ada batasan pergerakan jari tangan, nyeri (-)
O : KU : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 94 x/menit
Suhu : 36.5°C
Respirasi : 24 x/menit
Status lokalis :
Look : Terpasang Gips dan Arm Sling pada lengan kanan
Feel : Akral hangat, CRT <2”
Move : Pada lengan bawah kanan gerakan aktif dan pasif terhambat,
gerakan terbatas
A : Post Reposisi + Pasang Gips
P : Infus RL 20 tpm
Inj. Novalgin 3x250mg
Rencana pulang besok
B. Tinjauan Pustaka
1. Pendahuluan
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas dari tulang ,tulang rawan sendi,tulang rawan
epifisis baik yang bersifat total ataupun bersifat parsial yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan fraktur radius dan ulna, dan dapat berupa
trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang
klavikula atau radius distal patah.1,2
Secara umum, fraktur dapat dibagi menjadi dua, berdasarkan ada tidaknya hubungan
antara tulang yang fraktur dengan dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Disebut
fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh. Tetapi apabila kulit di
atasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat
masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. 1,2
Sehubungan dengan patofisiologi dan perjalanan penyakitnya, fraktur juga dibagi atas
dasar usia pasien, yaitu fraktur pada anak-anak, fraktur pada orang dewasa, dan fraktur pada
orang tua. Pola anatomis kejadian fraktur dan penanganannya pada ketiga golongan umur
tersebut berbeda. Orang tua lebih sering menderita fraktur pada tulang yang osteoporosis, seperti
vertebra atau leher femur; orang dewasa lebih banyak menderita fraktur tulang panjang,
sedangkan anak jarang menderita robekan ligament. Penanganan fraktur pada anak
membutuhkan pertimbangan bahwa anak masih tumbuh. Selain itu, kemampuan penyembuhan
anak lebih cepat dan karena itulah pemendekan serta perubahan bentuk akibat patah lebih dapat
ditoleransi pada anak. Pemendekan dapat ditoleransi karena pada anak terdapat percepatan
pertumbuhan tulang panjang yang patah. Perubahan bentuk dapat ditoleransi karena anak
mempunyai daya penyesuaian bentuk yang lebih besar. 1,2
Bentuk fraktur pada anak-anak yaitu plastic deformation, fraktur buckle atau torus,
fraktur greenstick, fraktur komplit, dan kerusakan pada lempeng pertumbuhan. Fraktur pada
antebrachii (lengan bawah) merupakan fraktur yang paling sering (lebih dari 50%) terjadi pada
anak-anak. Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis
tulang radius distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering
sebagai faktur type greenstick.Fraktur dapat mengenai salah satu tulang baik radius atau ulna
saja, tapi kebanyakan pada kedua tulang. Dimana 75% fraktur pada radius dan ulna terjadi pada
sepertiga distal. fraktur greenstick merupakan fraktur inkomplit yang paling sering terjadi pada
anak-anak.1,2,3,4,5
Fraktur greenstick adalah fraktur dimana salah satu sisi pada tulang tetap intak
sedangkan sisi lainnya patah. Dengan meningkatnya umur, maka tulang seseorang akan menjadi
lebih keras (kaku) dan lebih rapuh. Sehingga fraktur greenstick hanya terjadi pada bayi dan anak-
anak saja dimana struktur tulangnya masih lembut dan periosteumnya masih tebal.1,3
Perbedaan Tulang Anak-anak dengan Dewasa
Gambaran umum fraktur pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa, karena adanya
perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang. Lempeng epifisis merupakan suatu diskus
tulang rawan yang terletak di antara epifisis dan metafisis. Fraktur lempeng epifisis merupakan
1/3 dari seluruh fraktur pada anak-anak. Tulang rawan lempeng epifisis lebih lemah daripada
tulang. Daerah yang paling lemah dari lempeng epifisis adalah zona transformasi tulang rawan
pada daerah hipertropi dimana biasanya terjadi garis fraktur.
a. Perbedaan Anatomi
Anatomi tulang pada anak-anak terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan
pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat, serta menghasilkan kalus yang cepat dan lebih
besar dari pada orang dewasa.
b. Perbedaan Biomekanik
Perbedaan biomekanik terdiri atas:
Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong
oleh karena kanalis haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang
anak-anak dapat menerima toleransi yang besar deformitas tulang dibandingkan dewasa.
Biomekanik lempeng pertumbuhan
Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat erat pada metafisis yang
bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh prosesus mamilaris. Untuk
memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng
epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang keras.
Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan
dibandingkan orang dewasa.
c. Perbedaan Fisiologis
Pada anak-anak pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih besar
dibandingkan pada orang dewasa.
Pertumbuhan berlebihan (over growth)
Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan
panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyembuhan
tulang.
Deformitas yang progresif
Kerusakan permanent lempeng epifisis menyebabkan pemendekan atau deformitas
anguler pada epifisis.
Fraktur total
Pada anak-anak, fraktur total jarang bersifat kominutif karena tulangnya lebih fleksibel
dibandingkan orang dewasa.
Atas dasar perbedaan anatomi, biomekanik dan fisiologis, maka fraktur pada anak-anak
mempunyai gambaran khusus :
1. Lebih sering ditemukan
Fraktur pada anak-anak lebih sering ditemukan karena tulang relatif ramping dan juga
kurang pengawasan. Beberapa fraktur pada anak-anak seperti retak, fraktur garis rambut,
fraktur buckle, fraktur greenstick.
2. Periosteum yang sangat aktif dan kuat
Periosteum yang kuat pada anak-anak membuatnya jarang mengalami robekan pada saat
fraktur, sehingga sering salah satu dari periosteum merupakan bidai dari fraktur itu
sendiri. Periosteum pada anak-anak mempunyai sifat osteogenesis yang lebih besar.
3. Penyembuhan fraktur sangat cepat
Peyembuhan fraktur pada anak-anak sewaktu lahir sangat menakjubkan dan berangsur-
angsur berkurang setelah anak menjadi besar, karena sifat osteogenesis yang aktif pada
periosteum dan endosteum.
4. Terdapat problem kasus dan diagnosis
Gambaran radiologi epifisis sebelum dan sesudah perkembangan pusat osifikasi sekunder
sering membingungkan, walaupun demikian ada beberapa pusat osifikasi yang
keberadaannya relatif konstan.
5. Koreksi spontan pada suatu deformitas residual
Fraktur pada orang dewasa tidak akan terjadi koreksi spontan dan bersifat permanen.
Pada anak-anak deformitas residual cenderung mengalami koreksi spontan melalui
remodelling yang eksrensif, melalui pertumbuhan lempeng epifisis atau kombinasi
keduanya. Beberapa faktor yang mempengaruhi koreksi fraktur adalah sisa waktu
pertumbuhan dan bentuk deformitas yang dapat berupa: Angulasi, Aposisi tidak total dan
Rotasi
6. Terdapat perbedaan dalam komplikasi
Beberapa komplikasi fraktur pada anak-anak mempunyai ciri yang khusus seperti fraktur
epifisis dan lempeng epifisis.
7. Berbeda dalam metode pengobatan
Prinsip utama pengobatan pada anak-anak adalah secara konservatif baik dengan cara
manipulasi tertutup atau traksi kontinyu
8. Robekan ligamen dan dislokasi lebih jarang ditemukan
Ligamen pada anak-anak sangat kuat dan pegas. Ligamen ini lebih kuat dari lempeng
epifisis sehingga tarikan ligamen dapat menyebabkan fraktur pada lempeng epifisis dan
bukan robekan ligamen, misalnya pada sendi bahu tidak terjadi dislokasi tetapi akan
terjadi fraktur epifisis.
9. Kurang toleransi terhadap kekurangan darah
Jumlah volume darah secara proporsional lebih kecil pada anak-anak daripada orang
dewasa. Pada anak-anak jumlah volume darah diperkirakan 75 ml per kg berat badan,
sehingga pada anak dengan berat badan 20 kg diperkirakan mempunyai jumlah darah
1500 ml. Perdarahan sebesar 500 ml pada anak-anak akan kehilangan 1/3 jumlah volume
darah, sedangkan pada orang dewasa hanya sebesar 10%.
Aspek Biologi Fraktur pada Anak-anak
Dibandingkan dengan tulang orang dewasa, tulang pada anak-anak memiliki perbedaan
baik struktur, fisiologi maupun biomekanik tulang yang menyebabkan tulang pada anak-anak
memiliki pola fraktur berbeda jika mengalami trauma. Tulang pada anak-anak merupakan tulang
immature, adanya trauma akan menyebabkan perubahan pada epifisis, fisis, metafisis, maupun
diafisis. Tulang panjang pada anak-anak secara anatomi terbagi atas; epifisis, fisis (epiphyseal
plate), metafisis, dan diafisis. Adanya trauma pada bagian tertentu seperti fisis atau epifisis yang
merupakan pusat osifikasi akan menyebabkan gangguan pertumbuhan pada bagian tersebut.
Pada epifisis tulang panjang terdapat struktur tulang kartilago pada tiap bagian akhir
tulang panjang, yang disebut kondroepifisis. Bagian ini berperan dalam pusat osifikasi sekunder
dan perlahan meluas hingga kartilago ini secara keseluruhan akan digantikan oleh tulang dewasa
melalui proses maturasi. Epifisis bertanggung jawab terhadap pertumbuhan tulang transversal
dan spherical pada ujung akhir tulang, bentuk permukaan artikular, dan pertumbuhan
longitudinal metafisis dan diafisis.
Fisis atau lempeng pertumbuhan, merupakan fundamental terjadinya mekanisme osifikasi
endochondral dan struktur penting dimana fungsi primernya adalah untuk pertumbuhan tulang.
Fisis merupakan struktur yang relatif lemah terhadap daya torsi dan shear. Bagian ini terdiri dari
4 zona yaitu: resting cell, poliferating cell, hypertrophic/ maturing zone dan provisional
calcification zone. Vaskularisasi lempeng ini predominan berasal dari epifisis. Pertumbuhan
secara normal dan maturasi pada lempeng ini sangat bergantung pada vaskularisasi ini. Adanya
kerusakan pada bagian ini akan memberikan ciri khusus pada trauma tulang immature pada
anak-anak. Kerusakan pada bagian ini karena trauma tulang immature pada anak-anak.
Kerusakan pada bagian ini karena trauma akan menyebabkan iskemik pada fisis tulang. Untuk
deskripsi fraktur pada daerah ini digunakan klasifikasi sistem dari Salter-Harris.
Metafisis tulang secar karakteristik ditandai dengan berkurangnya ketebalan dari bagian
kortikal dan bertambahnya bagian trabekula. Metifisis merupakan tempat terjadinya modelling
remodelling baik di perifer maupun sentral. Bila dibandingakn dengan diafisis, korteks metafisis
jauh lebih tipis dan lebih porus (trabecular fenestration). Pada cortical fenestrations didalamnya
terdapat komponen jaringan fibrovaskular yang menghubungkan rongga sumsum metafisis
dengan subperiosteal. Korteks metafisis jauh lebih porus pada struktur yang dekat dengan fisis
dibanding dengan yang dekat diafisis, yang perlahan-lahan akan terjadi peningkatan ketebalan
dan densitas tulang.
Diafisis membentuk bagian terpanjang pada tulang. Secara prinsipil merupakan hasil
produk dari periosteal, terjadi karena aposisi jaringan membran tulang pada endokondral tulang.
Saat lahir, diafisis tersusun dari tulang laminar (woven) yang ditandai dengan miskin akan sistem
Haversian. Diafisis tulang femur pada neonatus merupakan daerah yang secara signifikan
menunjukkan perubahan dari tulang laminar menjadi tulang lebih dewasa dengan sistem osteon.
Perkembangan diafisis tulang pada neonatus atau anak kecil sangat bergantung kepada
vaskularisasi. Analisis potongan melintang pada tulang, tampak densitas tulang berkurang
dibanding pada orang dewasa. Seiring berjalan dengan pertumbuhan akan memicu meningkatnya
kompleksitas sistem haversian dan terbentuknya matriks ekstraselular, yang menyebabkan
berkurang porositas dan bertambahnya kekerasan pada tulang. Hal tersebut merupakan faktor
yang turut serta dalam memberikan pola fraktur yang berbeda ketika terjadi trauma pada anak-
anak.
Secara drmaatis terjadi penurunan sirkulasi darah pada tibia seiring dengan maturasi
tulang yang terjadi. Hal ini merupakan jawaban yang menjelaskan kenapa penyembuhan fraktur
pada tibia lama dan insidensi nonunion meningkat pada fraktur orang dewasa. Respon vaskular
yang tidak baik dapat menyebabkan gangguan pada tahap pembentukan kalus.
Periosteum pada anak-anak lebih tebal, lebih mudah terlepas dari diafisis dan metafisis
tulang serta memiliki potensi osteogenik yang besar dibanding dengan periosteum pada orang
dewasa. Periosteum melekat erat pada perifer fisis (zona Ranvier), melalui anyaman kolagen,
dimana struktur ini berperan dalam mekanika fraktur dan penyembuhan. Dengan periosteum
yang tebal sangat berpengaruh terhadap displacement fraktur, reduksi, pembentukan kalus, serta
berperan dalam mempertahankan internal straint ketika dilakukan reduksi tertutup
Aspek Biomekanik Fraktur pada Anak-anak
Seperti yang telah diketahui, mineralisasi tulang pada anak-anak belum terjadi dengan
sempurna dan struktur tulangnya memiliki saluran vaskular lebih banyak bila dibandingkan pada
orang dewasa. Kondisi ini menyebabkan modulus of elasticity yang rendah. Ketika diberikan
tekanan/ beban pada daerah tertentu di tulang maka akan terjadi strain, berbeda pada tulang
dewasa yang akan terjadi stress. Tulang pada anak-anak memiliki tingkat bending strength yang
rendah, disamping itu juga dengan rendahnya tingkat modulud of elasticity memberikan
kemampuan menyerap energi lebih tinggi sebelum terjadi fraktur. Tulang pada anak-anak juga
memiliki kemampuan untuk terjadinya plastic deformation. Hal ini terjadi karena terlampauinya
yield point ketika suatu tekanan/ beban mengenai tulang.
Pada anak-anak sering dijumpai fraktur greenstick, dan termasuk buckle fracture yang
disebabkan karena adanya kompresi. Fraktur ini sering dijumpai pada metaphyseal-diaphyseal
junction, dmana pada regio ini korteks diafisis yang tebal bertemu dengan korteks metafisis yang
tipis. Selain itu diameter tulang pada anak-anak yang kecil atau tidak selebar diameter pada
tulang orang dewasa, juga berpengaruh terhadap kekuatan tulang tersebut.
Aspek Fisiologi Fraktur pada Anak-anak
Penyembuhan fraktur pada anak-anak biasanya cepat dan jarang terjadi nonunion.
Sebagian besar fraktur pada anak-anak sembuh melalui secondary fracture healing,
penyembuhan terjadi tanpa rigid immobilization dan melibatkan peran osifikasi intramembran
dan endokondral. Fraktur menyebabkan terjadinya cellular injury dan hematoma, yang kemudian
memicu platelet menghasilkan transforming growth factor , yang kemudian memicu terjadinya
proliferasi. Stem sel kemudian menghasilkan bone morphogenetic protein yang akan
menyebabkan terjadinya diferensiasi selular.
Selama fase ke-2 penyembuhan fraktur pada anak-anak, terjadi angiogenesis. Pada tahap
ini penyembuhan tulang yang terjadi difasilitasi oleh adanya periosteum yang kaya akan
vaskularisasi. Selain itu periosteum juga berkontribusi terhadap penyembuhan dengan terjadinya
osifikasi membran pada hari ke-10 sampai hari ke-14. Angiogenesis yang terjadi disertai dengan
pembentukan kalus. Periosteum merupakan struktur penting dalam proses penyembuhan tulang
dan harus dipertahankan sebaik mungkin ketika terjadi fraktur. Fraktur dengan segmen yang
besar akan memungkinkan terjadi regenerasi dan remodel selama periosteum tetap intak.
Klasifikasi Fraktur pada Anak
Klasifikasi fraktur pada anak dapat dikelompokkan berdasarkan radiologis, anatomis,
klinis dan fraktur yang khusus pada anak.
a. Klasifikasi Radiologi
- Fraktur Buckle atau torus
Fraktur dimana bagian yang fraktur hanya satu sisi korteks saja. Paling terjadi pada
umur 5-10 tahun dan terjadi di metafisis dari distal radius.6
- Tulang melengkung
Merupakan hasil yang terjadi karena adanya fraktur mikro pada korteks dan tulang
tersebut tidak kembali pada tempatnya semula. Bentuk ini tidak pernah ditemukan
pada tulang dewasa. Fraktur ini banyak terjadi pada lengan bawah dan tungkai bawah
dimana terjadi plastic deformation pada ulna atau fibula disertai fraktur pada radius
dan ulna. 1
- Fraktur greenstick
Terjadi karena energi yang lebih kuat daripada energi yang menyebabkan tulang
melengkung. Terjadi kerusakan pada sisi tulang yang mendapat tekanan sedangkan
sisi tulang yang medapat kompresi langsung masih tetap intak. Pada fraktur ini akan
terjadi angulasi. 1,6
- Fraktur total
b. Klasifikasi Anatomis
- Fraktur epifisis
- Fraktur lempeng epifisis
- Fraktur metafisis
- Fraktur diafisis
c. Klasifikasi Klinis
- Traumatik
- Patologik
- Stress
d. Klasifikasi Fraktur Khusus pada Anak7
Banyak klasifikasi fraktur lempeng epifisis antara lain menurut Salter-Harris, Polland,
Aitken, Weber, Rang, Ogend. Tapi klasifikasi menurut Salter-Harris yang paling mudah dan
praktis serta memenuhi syarat untuk terapi dan prognosis.
Klasifikasi menurut Salter-Harris merupakan klasifikasi yang dianut dan dibagi dalam
lima tipe :
1. Tipe I
Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada tulang, sel-sel
pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur ini meliputi zona hipertrofi
dan zona kalsifikasi. Fraktur ini terjadi oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada
bayi baru lahir dan pada anak-anak yang lebih muda. Tindakan konservatif dengan reduksi
tertutup mudah dilakukan oleh karena masih ada perlekatan periostum yang utuh dan baik.
Prognosisnya baik bila direposisi dengan cepat
2. Tipe II
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui sepanjang lempeng
epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk suatu fragmen metafisis yang
berbentuk segitiga yang disebut dengan tanda Thurston-Holland. Sel-sel pertumbuhan pada
lempeng epifisis juga masih melekat. Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini biasanya
terjadi karena trauma shearing force dan membengkok dan umumnya terjadi pada anak-anak
yang lebih tua. Periosteum mengalami robekan pada daerah konveks tetapi begitu sulit kecuali
bila reposisi terlambat harus dilakukan tindakan operasi. Tindakan konservatif dan dilakukan
reposisi tetapi apabila terlambat maka harus dilakukan tindakan operasi. Prognosisnya biasa
baik, tergantung kerusakan pembuluh darah.
Fraktur salter haris tipe II Fraktur salter haris tipe II pada distal tibia
3. Tipe III
Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garis fraktur mulai
permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang garis lempeng epifisis. Jenis ini
bersifat intra-artikuler dan biasanya ditemukan pada epifisis tibia distal. Dilakukan tindakan
operasi terbuka dan fiksasi interna dengan menggunakan pin yang halus. Prognosisnya baik bila
direduksi dengan baik.
Fraktur salter haris tipe III Fraktur salter haris tipe III pada distal tibia
4. Tipe IV
Fraktur tipe IV juga merupakan fraktur intra-artikuler yang melalui sendi memotong
epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis dan berlanjut pada sebagian metafisis. Jenis fraktur
ini misalnya fraktur kondilus lateralis humeri pada anak-anak. Dilakukan tindakan operasi
terbuka dan fiksasi interna karena fraktur tidak stabil akibat tarikan otot. Prognosis jelek bila
reduksi tidak dilakukan dengan baik.
fraktur salter Haris tipe IV fraktur salter Haris tipe IV distal tibia
5. Tipe V
Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan. Pada
lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan yaitu sendi pergelangan
kaki dan sendi lutut. Diagnosis sulit karena secara radiologik tidak dapat dilihat. Sulit untuk
dilakukan tindakan operasi karena secara radiologik kelainan tidak dapat dinilai. Prognosisnya
jelek karena dapat terjadi kerusakan sebagian atau seluruh lempeng epifisis.
Proses Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh
untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari fraktur
dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun faktor lokal:
1. Lokasi fraktur
2. Jenis tulang yang mengalami fraktur.
3. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.
4. Adanya kontak antar fragmen.
5. Ada tidaknya infeksi.
6. Tingkatan dari fraktur.
Adapun faktor sistemik adalah :
1. Keadaan umum pasien
2. Umur
3. Malnutrisi
4. Penyakit sistemik.
Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :
1. Fase Reaktif
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
a. Fase pembentukan callus
b. Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
a. Remodelling ke bentuk tulang semula (Jay. R. liberman, M. D. and Gary E
Friedlaender, 2005)
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas
penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.
Proses penyembuhan Fraktur Primer
Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya langsung oleh
korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi
menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya
(kontak langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis.
Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling dari
haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah
Ada 3 persyaratan untuk remodeling Haversian pada tempat fraktur adalah:
1. Pelaksanaan reduksi yang tepat
2. Fiksasi yang stabil
3. Eksistensi suplay darah yang cukup
Penggunaan plate kompresi dinamis dalam model osteotomi telah diperlihatkan
menyebabkan penyembuhan tulang primer. Remodeling haversian aktif terlihat pada sekitar
minggu ke empat fiksasi.
Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan lunak
eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase
hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling. (Buckley, R.,
2004, Buckwater J. A., et al,2000).
1. Fase Inflamasi:
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan
hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena
terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan
mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai
penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat
membuat kondisi mikro yang sesuai untuk :
(1) Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra membran pada
tempat fraktur,
(2) Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan
(3) Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan osifikasi
endokondral yang mengiringinya. (Kaiser 1996).
Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan pembuluh darah
lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada perkembangan selanjutnya hematom
bukan hanya disebabkan oleh robekan pembuluh darah tetapi juga berperan faktor- faktor
inflamasi yang menimbulkan kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai
saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.
2. Fase Proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang fibrin
dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan
osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum)
akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang.
Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak
pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang
yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada
minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8.
3. Fase Pembentukan Kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk jaringan
tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai
jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar
dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan
jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume
dibutuhkanuntuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan
dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung
dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi
digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh
ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian
banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang
menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast dan produksi
matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang
berperan penting pada proses angiogenesis selama penyembuhan fraktur. (chen,et,al,2004).
Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian bersama osteoblast akan
berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit, hal ini menandakan adanya sel tulang
serta kemampuan mengantisipasi tekanan mekanis. (Rubin,E,1999)
Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut sampai fase remodelling
adalah masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan fraktur. (Ford,J.L,et al,2003).
Jenis-jenis Kalus
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada terbentuk kalus
primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2 minggu Bridging (soft) callus terjadi
bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi
bridging callus secara perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah fraktur di
bawah periosteum periosteal callus terbentuk di antara periosteum dan tulang yang fraktur.
Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi celah fraktur di antara
tulang yang fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar daerah
fraktur. (Miller, 2000)
4. Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang immature
(woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat
sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast
yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru.
Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat
untuk menerima beban yang normal.
5. Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang
berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi
proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan
terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan
diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk
semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan
radiologi.
Fase Inflamasi
Fase Poliferasi
Fase Pembentukan
Fase Remodelling
Proses Penyembuhan Kalus (Jay. R. liberman, M. D. and Gary E Friedlaender, 2005)
Perbandingan Metode-metode Fiksasi
Ketika fiksasi plate dibandingkan dengan fiksasi intramedullary pada anjing-anjing
percobaan tampak vaskularisasi yang lebih tinggi dalam osteotomi pada rod intra medullary
dibandingkan plate.Tidak ada perbedaan signifikan dalam porositas tulang pada masing-masing
metode fiksasi. Akan tetapi pada fiksasi plated memperlihatkan nilai-nilai torsional yang lebih
tinggi dari pada fiksasi intramedullary pada 90 hari .Akan tetapi perbedaan ini tidak nyata setelah
120 hari.
Data ini memperlihatkan bahwa tulang sembuh melalui mekanisme yang berbeda dalam
tipe-tipe fiksasi yang berbeda.Walaupun metode fiksasi plate menghambat pembentukan
periosteal kalus tetapi waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian kekuatan dan
kekakuannormal adalah sama untuk kedua metode.
Anatomi Antebrachii
Regio antebrachii (lengan bawah) terdiri atas dua tulang yaitu tulang ulna (tulang
hasta) dan tulang radius (tulang pengumpil), Tulang hasta atau ulna merupakan tulang panjang di
bagian medial lengan bawah. Terletak sejajar dengan tulang pengumpil. Ujung atasnya bersendi
dengan tulang lengan atas (humerus) pada sendi siku, dan dengan caput radii (kepala bonggol
tulang pengumpil) pada persendian radioulnaris proksimal (persendian tulang hasta dan
pengumpil bagian atas). Pada bagian bawah bersendi dengan tulang pengumpil pada persendian
radioulnaris distal. Badan tulang hasta melebar pada bagian proksimal dan menyempit di bagian
distal.
Tulang hasta tampak depan Tulang hasta tampak samping
Gambar 2 Tulang hasta
Pada proksimalnya, memiliki sebuah tonjolan (processus) yang disebut procesus
olecranii, sebuah struktur seperti kail pancing yang nantinya masuk ke dalam fossa olecrani pada
humerus, Pada bagian distal terdapat processus styloideus.
Tulang pengumpil atau radius adalah tulang lengan bawah yang menyambungkan
bagian siku dengan tangan di sisi ibu jari. Tulang pengumpil terletak di sisi lateral tulang hasta
(ulna). Bentuk badan tulang pengumpil semakin ke bawah semakin membesar yang akan
membentuk persendian pergelangan tangan.
Ujung atasnya bersendi dengan tulang lengan atas (humerus) pada persendian siku dan
dengan tulang hasta di persendian radioulnaris proksimal. Ujung bawahnya bersendi dengan
tulang scaphoideum dan lunatum (salah satu tulang pergelangan tangan), serta dengan tulang
hasta pada persendian radioulnaris distal.
Pada ujung atas terdapat bagian yang sangat khas yaitu bonggol tulang yang bundar,
disebut caput radii (kepala radius). Permukaan caput akan bersendi dengan capitulum di tulang
lengan atas. Keliling caput akan bersendi dengan tulang hasta. Di dekat caput, terdapat struktur
kasar yang disebut tuberositas radii.
Badan tulang pengumpil memiliki pinggir interosseus (yang menghadap ke tulang
hasta) yang tajam.
Pada ujung bawah terdapat penonjolan processus styloideus ke arah distal. Di
permukaan posterior, terdapat struktur kasar yang kecil yang disebut tuberculum dorsalis.
Tulang Pengumpil tampak depan Tulang Pengumpil tampak belakang
Gambar 3 Tulang pengumpil
Gambar 4 Susunan tulang pengumpil terhadap tulang hasta
Otot-otot yang melekat pada tulang hasta adalah:
Otot pronator teres
Otot flexor pollicis longus
Otot flexor digitorum profundus
Otot brachialis
Otot pronator quadratus
Otot supinator
Otot triceps brachii
Otot anconeus
Otot extensor carpi ulnaris
Otot flexor carpi ulnaris
Otot abductor pollicis longus
Otot extensor pollicis longus
Otot extensor indicis
Gambar 5. Ekstremitas atas
Tulang hasta dibentuk dari tiga pusat yaitu pada badan tulang, bagian bawah (distal),
dan proksimal dari olecranon. Osifikasi (pembentukan tulang) dimulai dari bagian tengah badan
tulang pada janin berumur delapan minggu. Pada saat mendekati kelahiran, mulai dibentuk
tulang hasta yang sejati. Pada anak-anak umur empat tahun, pertumbuhan tulang dimulai dari
tengah kepala tulang. Pada umur sepuluh tahun, terjadi pertumbuhan di olecranon. Pada umur
enambelas tahun, bagian superior tulang sudah benar-benar bersendi dengan humerus, dan pada
bagian bawah terjadi pada usia kira-kira dua puluh tahun.
Otot-otot yang melekat pada tulang pengumpil:
Otot biceps brachii
Otot supinator
Otot flexor digitorum superficialis
Otot flexor pollicis longus
Otot pronator teres
Otot pronator quadratus
Otot brachioradialis
Otot abductor pollicis longus
Otot extensor pollicis brevis
Definisi
Antebrachii atau forearm atau lengan bawah adalah bagian anggota badan diantara siku
dan pergelangan tangan.9
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuintas struktur tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial. Atau dapat juga diartikan sebagai
terputusnya kontinuitas pada tulang, dengan atau tanpa displacement dari fragmennya.
Fraktur greenstick adalah fraktur dimana salah satu sisi patah dan sisi lainnya
melengkung. Disebut fraktur greenstick karena bentuk patahannya sama dengan patahan dahan
hijau (pohon muda segar), dimana jika dahan hijau patah maka hanya satu sisi saja yang patah
sedangkan sisi yang lainnya melengkung tetapi masih intak. Fraktur greenstick terjadi apabila
ada robekan periosteum dan kortex pada daerah konveks dari deformitas.Pada fraktur greenstick,
ada bagian korteks yang masih intak. Jadi pada fraktur greenstick, fraktur terjadi pada korteks
yang terdapat pada sisi yang berlawanan dari arah energi sedangkan korteks yang langsung
mendapat energi masih intak. Fraktur greenstick merupakan fraktur yang stabil karena sebagian
dari tulang tetap utuh dan tak terputus. 2,4,6
Bentuk fraktur pada anak-anak yaitu plastic deformation, fraktur buckle atau torus,
fraktur greenstick, fraktur komplit, dan kerusakan pada lempeng pertumbuhan. Fraktur
greenstick termasuk dalam fraktur incomplete pada anak-anak. 1,5
Insiden
Fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur yang paling sering (lebih dari 50%)
terjadi pada anak-anak. Fraktur pada anak-anak lebih sering terjadi pada metafisis.Fraktur dapat
mengenai salah satu tulang baik radius atau ulna saja, tapi kebanyakan pada kedua tulang.
Dimana 75% fraktur pada radius dan ulna terjadi pada sepertiga distal. Puncak umur terjadinya
fraktur pada anak-anak adalah antara 5-12 tahun dengan rata-rata umur 8 tahun. 1,2,4
2. Patofisiologi
Bentuk fraktur yang unik pada anak-anak adalah hasil dari perbedaan biologis antara
anak-anak dengan dewasa. Secara spesifik, keberadaan lempeng pertumbuhan (growth plate),
periosteum yang tebal, serta kemampuan tulang anak-anak yang elastis seperti plastik, dan
kemampuan mengalami remodelling adalah dasar dari gambaran fraktur yang khas pada anak-
anak. Tulang pada anak-anak lebih lembut dan lebih elastis daripada tulang dewasa, sehingga
lebih tahan terhadap tekanan. Kepadatan tulang pada anak-anak lebih rendah daripada tulang
dewasa, tetapi periosteumnya lebih tebal. Karena tulang pada anak-anak mempunyai elastisitas
yang tinggi dan periosteum yang tebal maka jarang didapatkan fraktur komplit pada anak-anak. 1,6,10
Fraktur greenstick merupakan fraktur inkomplit pada anak-anak. Fraktur greenstick
terjadi karena adanya kompresi longitudinal dan torsional. Ada dua jenis fraktur greenstick yaitu
angulasi ke volar (sering ditemukan) dan angulasi ke dorsal (jarang ditemukan). 4
Pola fraktur greenstick terjadi sebagai akibat dari elastisitas tulang. Fraktur pada anak-
anak paling sering disebabkan jatuh karena bermain atau sedang berolahraga. Faktor resiko
terjadinya fraktur greenstick adalah aktivitas dengan resiko jatuh atau dapat juga karena adanya
pukulan (kompresi) pada lengan bawah. 1,3
3. Gambaran Klinis
Anamnesa
Sering kali pasien datang sudah dengan keluhan bahwa tulangnya patah karena jelasnya
keadaan patah tulang tersebut bagi pasien. Sebaliknya juga mungkin, fraktur tidak disadari oleh
penderita dan mereka datang dengan keluhan keseleo, terutama patah yang disertai dislokasi
fragmen yang minimal. 1,2
Riwayat trauma tertentu, seperti jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuatnya trauma
tersebut. Pada pasien dengan riwayat trauma yang perlu ditanyakan adalah waktu terjadinya,
cara terjadinya, posisi penderita dan lokasi trauma. Pada fraktur greenstick dapat terjadi karena
jatuh (kompresi longitudinal) atau adanya pukulan pada lengan bawah. 4
Dapat juga didapatkan keluhan nyeri meskipun fraktur yang fragmen patahannya stabil,
kadang tidak menimbulkan keluhan nyeri. Pada anak-anak yang lebih kecil akan menghindari
gerakan pada lengannya sehingga terjadi ”pseudoparalisis”. Pada fraktur greenstick juga terdapat
nyeri di daerah fraktur. 2
Perlu diperhatikan lokasi keluhannya. Anak-anak dengan fraktur pada lengan bawah
akan terjadi nyeri, bengkak dan krepitasi yang merupakan diagnosa pasti. Fraktur greenstick
dapat menunjukkan deformitas lebih jelas yang menjelaskan bahwa terjadi kerusakan yang lebih
berat. 2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya fraktur terdiri atas tiga langkah yaitu
lihat (inspeksi/look), raba (palpasi/feel), dan gerakan (move). 1,2
a. Inspeksi / look
Terlihat adanya asimetris pada kontur atau postur, pembengkakan, dan perubahan
warna local. Pasien merasa kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang
patah, terdapat pembengkakan, perubahan bentuk berupa bengkok, terputar,
pemendekan, dan juga terdapat gerakan yang tidak normal. Pasien diinstruksikan untuk
menggerakkan bagian distal lesi, bandingkan dengan sisi yang sehat.
b. Palpasi / feel
Nyeri yang secara subyektif dinyatakan dalam anamnesis, didapatkan juga secara
objektif pada palpasi. Nyeri itu berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan nyeri
tekan sumbu pada waktu menekan atau menarik dengan hati-hati anggota badan yang
patah searah dengan sumbunya.
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi
pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian di atas dan di
bawah cedera, status vaskuler di bagian distal lesi. Keadaan vaskuler ini dapat
diperoleh dengan memeriksa warna kulit dan suhu di distal fraktur. Neurovaskularisasi
yang perlu diperhatikan pada bagian distal fraktur diantaranya, pulsasi arteri, warna
kulit, pengembalian cairan kapiler (capillary refill test), dan sensibilitas. 8
c. Gerakan / move
Pemeriksaan gerak persendian secara aktif termasuk dalam pemeriksaan rutin fraktur.
Adanya keterbatasan gerakan disertai nyeri dan deformitas menunjukkan adanya
fraktur. 1,2,5
Pemeriksaan Penunjang
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pemeriksan Radiologi. Untuk
melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Foto rontgen minimal harus
dua proyeksi yaitu anteroposterior (AP) dan lateral. Foto rontgen X-ray dapat menunjukkan
fraktur greenstick. Tetapi dalam beberapa kasus, pada foto rontgen X-ray susah dilihat adanya
fraktur greenstick, hal ini disebabkan karena tulang pada anak-anak masih lunak sehingga
gambaran pada foto rontgen X-ray kurang jelas. Dalam kasus ini, ultrasound atau computerized
tomography (CT) scan dapat menunjukkan gambaran yang lebih baik. 8
Gambar 6 foto rontgen X-ray fraktur greenstick
Gambar 7 CTscan fraktur greenstick
4. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yaitu radiologis. 4
Pada anamnesa didapatkan adanya riwayat trauma (jatuh/kompresi longitudinal atau
terpukul pada lengan bawah), nyeri, pembengkakan, perubahan bentuk pada lengan bawah. 7
Pada pemeriksaan fisik pada lengan bawah didapatkan deformitas (angulasi dan rotasi),
bengkak atau kebiruan, fungsio laesa, nyeri tekan, krepitasi serta nyeri bila digerakkan, baik
gerak aktif maupun pasif. 8
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pemeriksan radiologi. Untuk
melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Foto rontgen minimal harus
dua proyeksi yaitu AP dan lateral. Ultrasound atau computerized tomography (CT) scan dapat
juga digunakan untuk menunjukkan gambaran yang lebih baik. 8
5. Penatalaksanaan
Pedoman terapi fraktur berdasarkan umur dari anak, lokasi fraktur dan derajat
displacement dan angulasi. Terapi yang digunakan adalah dengan reposisi tertutup dan
immobilisasi dengan gips. Reposisi fraktur dapat menggunakan semua teknik anestesi secara
umum, termasuk intramuscular, sedasi intravena, blok axilla atau anestesi umum. Fraktur pada
anak-anak jarang dibutuhkan tindakan bedah dibandingkan fraktur pada dewasa. Fraktur
sepertiga distal sampai sepertiga tengah dari lengan bawah dapat diterapi dengan short-arm cast,
long-arm cast dapat juga digunakan untuk mencegah terjadinya late displacement atau angulasi.
Displacement yang signifikan pada fraktur lengan bawah dapat digunakan long-arm cast untuk
mengontrol rotasi dan angulasi. Karena pada fraktur greenstick terdapat rotasi dan angulasi maka
sebaiknya menggunakan long-arm cast dengan siku difleksikan 90 derajat. Angulasi pada fraktur
greenstick dapat direposisi dengan traksi dan kontertraksi. Pada fraktur greenstick sering
dilakukan pematahan pada korteks yang berlawanan untuk mencegah angulasi berulang selama
di dalam gips. 2,11
Derajat angulasi yang dapat diterima pada fraktur sepertiga tengah radius dan ulna yaitu
hingga 30 derajat pada bayi, sedangkan pada anak-anak hingga 15 derajat tergantung umur. Pada
anak-anak, jika angulasi kurang dari 10 derajat dengan umur kurang dari 10 tahun maka tidak
memerlukan koreksi angulasi. Sedangkan angulasi yang dapat diterima pada fraktur sepertiga
distal radius dan ulna yaitu hingga 30 derajat pada bayi dan 15 derajat pada anak-anak.
Pemasangan gips untuk immobilisasi bervariasi tergantung umur :
0 – 2 tahun 2 – 3 minggu
2 – 5 tahun 3 – 4 minggu6 – 10 tahun 5 – 6 minggu> 10 tahun 6 – 8 minggu
Fraktur greenstick bisa memerlukan waktu lama untuk menyembuhkan karena mereka
cenderung terjadi di tengah, bagian tulang tumbuh lebih lambat.
Reposisi pada fraktur greenstick dengan angulasi ke volar adalah dengan memposisikan
lengan bawah dalam posisi pronasi, sedangkan jika angulasi ke dorsal maka lengan bawah dalam
posisi supinasi. Selama reposisi perlu untuk menjaga tekanan pada sendi periosteal tetap utuh.
Long-arm cast dapat digunakan setelah lengan bawah diposisikan supinasi atau pronasi.
Evaluasi terapi dilakukan setiap minggu selama 3 minggu untuk mengetahui adanya re-
angulasi pada fraktur setelah swelling menghilang. Jika re-angulasi terjadi kurang dari 2 minggu
maka dapat dilakukan koreksi manual, tetapi jika sudah lebih dari 2 minggu angulasi dapat
menjadi permanen karena proses penyembuhan berjalan cepat. Selama dan sesudah pemasangan
gips, pada umumnya pasien tidak memerlukan latihan fisioterapi secara khusus. 11
6. Komplikasi
Dapat terjadi penjeratan neurovascular pada daerah lengan bawah. Selain itu dapat terjadi
deformitas berulang, re-angulasi lebih banyak terjadi pada fraktur greenstick dengan angulasi ke
ventral daripada dorsal. Dan banyak juga terjadi pada fraktur greenstick pada radius sedangkan
ulna masih intak.1,2
7. Prognosis
Penanganan fraktur pada anak membutuhkan pertimbangan bahwa anak masih tumbuh.
Selain itu, kemampuan penyembuhan anak lebih cepat dan karena itulah pemendekan serta
perubahan bentuk akibat patah lebih dapat ditoleransi pada anak. Pemendekan dapat ditoleransi
karena pada anak terdapat percepatan pertumbuhan tulang panjang yang patah. Maka dari itu
dengan penanganan yang cepat dan baik maka prognosis akan baik.
8. Referensi
1. Luqmany Raashid. Textbook of orthopaedics, trauma and rheumatology. Mosby Elsevier
New York. 2008
2. Pizzutilo D Peter. Pediatric orthopaedics in primary practice international edition.
McGraw-Hill New York.1997
3. Carter MA, Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA, Wilson LM,
Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Buku II, edisi 4, EGC,
Jakarta, 1994
4. Rasjad Chairuddin. Pengantar ilmu bedah ortopedi. PT yarsif Watampone. Jakarta. 2007
5. Wienstein L Stuart. Turek’s orthopaedics sixth edition. Lippincott Wilkins. New York.
2005
6. Greene B Walter. Netter’s Orthopaedics. Saunder Elsevier. New York. 2007
7. Salter RB.Epiphyseal growth in Textbook of disorders and injury of the musculoskeletal
system.Third Edition . Lippincott Williams & wilkins.Philadelphia 2003.Page 7-14
8. Rasjad C, Trauma dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Bintang Lamumpatue
Ujung Pandang, 1998
9. Dorland. Kamus saku kedokteran edisi 25.Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.1998
10. Skinner B Harry. Current diagnosis and treatment in orthopaedics third edition
international edition.Lange medical book. North America. 2003
11. Mercier R Lonnie. Practical orthopaedics sixth edition. Mosby Elsevier. Nebraska. 2008
12. Sjamsuhidajat R, Sistem Muskuloskeletal dalam Syamsuhidajat R, de Jong W, Buku Ajar
Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997
Recommended