Psoriasis
Rendy Aprianus Santoso (10.2008.020)
Mahasiswa Fakultas Kedoteran UKRIDA Semester IV
Jakarta 2013
Email: [email protected]
Skenario 3
Seseorang laki-laki usia 55 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan
berupa bercak merah besisik tebal seperti mika pada dada, perut, pinggang, kedua tungkai
atas dan bawah yang terasa gatal sejak 4 minggu yang lalu. Selain kelainan kulit pasien juga
menderita penyakit kencing manis yang diketahui sejak 6 bulan yang lalu. Pasien berobat
teratur untuk penyakit kencing manisnya. Pemeriksaan fisik umumnya didapat gizi kurang,
konjungtiva anemis +/+, lain-lain dalam batas normal.
PENDAHULUAN
Psoriasis adalah penyakit yang disebabkan oleh autoimun, bersifat kronik dan residitif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, auspitz, dan kobner.
Psoriasis merupakan bagian dari penyakit dermatosis eritroskuamosa.
Penyakit ini mengenai sekitar 1-2% populasi dan hampir tak tampak atau mengganggu
secara kosmetik atau kronis. Jarang timbul akut dan mengancam jiwa. 1-4, 7,8
Anamnesis
Bila penderita datang untuk pertama kali pada dokter dapat ditanyakan kepada penderita
berobat untuk penyakit atau keluhan apa. Hal yang penting ditanyakan pada penderita
adalah: riwayat penyakit, penggunaan obat-obat untuk penyakit yang dideritanya maupun
untuk penyakit lain, penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lain, penyakit-
penyakit lain yang diderita sekarang maupun pada masa lampau, dan kebiasaan tertentu.
1
Anamnesis tidak perlu terlalu terperinci, akan tetapi dapat dilakukan lebih terarah kepada
diagnosis banding setelah dan sewaktu inspeksi. Mulailah dengan pertanyaan terbuka;
- apakah pasien merasakan dan melihat perubahan pada kulit.
- Apakah ada gatal, kemerahan, nyeri atau benjolan.
- Apakah ada benjolan? Bagaimana ukuran, bentuk warna, dan kepekaannya?
- Adakah benjolan baru?
- Untuk rambut, tentu ditanyakan mengenai kerontokan rambut, dan meluas tentang
kemungkinan adanya lesi di daerah kepala, seperti benjolan atau bahkan ada sensasi
panas dan gatal.
- Untuk kuku, apakah ada perubahan warna, ketebalan kuku, nyeri dan bentuk kuku
yang tidak normal. Garis longitudinal pigmentasi mungkin terlihat pada kuku orang
berkulit normal tipe Fitzpatrick 4-6.1,5
Pemeriksaan Fisik
Pada saat pemeriksaan fisik seluruh permukaan kulit dibawah cahaya yang baik. Inspeksi
dan palpasi setiap area.
Perhatikan lokalisasi, warna, kelembapan, temperature, tekstur, mobilitas (kemudahan
lipatan kulit untuk dapat digerakkan), turgor (kecepatan lipatan kulit kembali ke keadaan
semula). Perhatikan juga akan adanya lesi dan lokasi dan distribusi anatomisnya, susunan
dan bentuk lesi, tipe lesi (macula, papula, pustule, bula, dan tumor), warna lesi (merah,
putih, cokelat).1,6
Pemeriksaan penunjang
Untuk dapat menegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang untuk lebih
meyakinkan akan diagnosis akhir tersebut. Dalam kasus psoriasis ini pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu menyokong diagnosis psoriasis tidak
banyak. Pemeriksaan yang bertujuan mencari penyakit yang menyertai psoriasis perlu
dilaksanakan, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar asam urat, mencari penyakit infeksi,
pemeriksaan gula darah, kolesterol untuk penyakit diabetes mellitus.
Jika gambaran klinisnya tidak khas, dilakukan biopsy. Gambaran histopatologi yang khas
pada psoriasis adalah hyperkeratosis, parakeratosis, dan akantosis. Pada stratum spinosum
2
terdapat kelompok leukosit yang disebut abses munro. Selain itu terdapat papilomatosis dan
vasodilatasi di subepidermis.4,7
Working diagnosis
Pada psoriasis keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi
eritroderma. Sebagian besar penderita mengeluh gatal ringan. Tempat-tempat predileksi
biasanya pada scalp, extremitas bagian extensor terutama lutut dan siku, dan lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama
diatasanya.eritema sirkuskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema
yang ditengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan
berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi; lentikular,
nummular atau plakat, dan berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular
disebut gutata, biasanya pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut
oleh Streptococcus.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner (isomorfik). Fenomena
tetesan lilin dan auspitz dianggap khas pada psoriasis, sedangkan pada fenomena kobner
hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken
planus dan veruka plana juvenilis.1-4,8
Gambar 1. Gambaran psoriasis diunduh dari http://www.skinmagazine.co.uk
3
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan,
seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya index bias. Cara menggores dapat
dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik
yang disebabka oleh papilomatosis. Cara mengerjakannya demikian: skuama yang berlapis-
lapis itu dikerok, misalnya dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka
pengerokan baru dilakukan secara perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak
perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis dan yang sama dengan
kelainan psoriasis dan disebut fenomena kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan-kelainan kuku, yakni sebanyak kira-kira 50%,
yang agak khas ialah yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar.
Kelainan yang tak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena
terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hyperkeratosis subungual), dan onikolisis.1-4,8
Gambar 2 tempat predileksi psoriasis. Diunduh dari
http://media.tanyadokteranda.com/images//2010/06/lokasi-psoriasis.jpg
4
Disamping menimbulkan kelainan pada kuku dan kulit, penyakit ini juga dapat pula
menyebabkan kelainan sendi (arthritis psoriatic), terdapat pada 10-15% pasien psoriasis.
Umumnya bersifat poliartikular, tempat predileksinya pada sendi interfalangs distal,
terbanyak ada usia 30-50 tahun. Sendi membesar, kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik
subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang ditemukan.
Bentuk klinis Psoriasis
1. Psoriasis vulgaris
Ini merupakan bentuk yang paling sering ditemukan, disebut juga tipe plak karena lesi-
lesinya pada umumnya berbentuk plak. Tempat predileksinya adalah scalp, extremitas
bagian extensor, dan daerah lumbosakral.
2. Psoriasis gutata
Diameternya kelainannya biasanya tidak melebihi 1 cm. timbulnya mendadak dan
diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis
influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu dapat juga timbul
setelah infeksi yang lain, baik bacterial maupun viral.
3. Psoriasis inversa (psoriasis fleksural)
Sesuai dengan namanya tempat predileksinya didaerah fleksor.
4. Psoriasis eksudativa
Ini merupakan bentuk yang sangat jarang. Pada bentuk ini kelainanya eksudatif seperti
dermatitis akut.
5. Psoriasis seboroik (seboriasis)
Gambaran klinisnya merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis seborhoik, skuama
yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat
yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.
6. Psoriasis pustulosa
Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai penyakit tersendiri,
kedua dianggap sebagai varian dari psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa, bentuk
lokalisata dan generalisata. Contoh dari bentuk lokalisata yaitu palmo-plantar (barber),
sedangkan contoh dari bentuk generalisata ialah psoriasis pustulosa generalisata akut ( von
zumbusch).1-4,8
5
Gambar 3 Diunduh dari http://www.psoriasisexpert.com/images/pustular-psoriasis.jpg
a. Psoriasis pustulosa palmoplantar (barber)
Penyakit ini bersifat kronik dan residitif, mengenai telapak tangan atau telapak kaki atau
keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustule kecil steril dan dalam, di atas
kulit yang eritematosa, disertai gatal.
b. Psoriasis pustulosa generalisata akut (von zumbusch)
Sebagai factor provokatif banyak, misalnya obat yang tersering karena penghentian
kortokosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan derivatnya serta antibiotic
betalaktam yang lain, hidroklorokuin, kalium jodida, morfin, sulfapiridin, sulfonamide,
kodein, fenilbutazon, dan salisilat. Factor lain selain obat, ialah hipokalsemia, sinar
matahari, alcohol, stress emosional, serta infeksi bacterial dan virus.
Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah menderita psoriasis. Dapat
pula muncul pada penderita yang belum perah menderita psoriasis.
Gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum berupa demam,
malaise, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin eritematosa. Setelah
beberapa jam timbul banyak plak edematosa dan eritematosa pada kulit yang normal. Dan
dalam beberapa jam banyak timbul pustule miliar pada plak-plak tersebut. Dalam sehari
pustule-pustul itu berkonfluensi membentuk “lake of pus” berukuran beberapa cm.
Kelainan-kelainan semacam itu akan terus-menerus dan dapat menjadi eritroderma.
7. Eritroderma psoriatic
Eritroderma psoriatic dapat disebabkan oleh pengobatan topical yang terlalu kuat atau oleh
penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas pada psoriasis tidak tampak lagi
karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih
tampak samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.1-4,8
6
Diagnosis Banding
1. Ptiriasis rosea
Biasanya berjalan subakut; skuama tidak berlapis-lapis dan efloresensi berupa eritema
berbentuk lonjong sesuai dengan garis lipatan kulit.4
2. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis karena skuamanya berminyak dan kekuning-
kuningan dan bertempat predileksi pada tempat yang seboroik.1,2
3. Dermatofitosis
Pada stadium penyembuhan dapat terjadi hanya dipinggir hingga menyerupai
dermatofitosis. Perbedaannya ialah keluhan pada dermatofitosis gatal sekali dan pada
sediaan langsung dengan KOH ditemukan jamur.1,2
4. Sifilis psoriasis
Sifilis stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis psoriasiformis. Penyakit
tersebut sekarang jarang terdapat. Perbedaannya, pada sifilis terdapat sanggama tersangka
(coitus suspectus), pembesaran getah bening menyeluruh, dan tes serologi untuk sifilis
(T.T.S) positif.1,2
Penatalaksanaan
Karena penyebab psoriasis belum diketahui secara pasti, maka belum ada obat pilihan.
Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan sebagian hanya berdasarkan empiris.
Psoriasis sebaiknya diobati secara topical. Jika hasilnya tidak memuaskan, baru
dipertimbangkan pengobatan sistemik karena efek samping pengobatan sistemik lebih
banyak.4
7
Gambar 4 Diunduh dari
http://www.websters-online-dictionary.org/images/wiki/wikipedia/commons/thumb/f/f6/
Psoriasis_treatment_ladder.svg/450px-Psoriasis_treatment_ladder.svg.png
Pengobatan Sistemik
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, dosisnya kira-kira ekuivalen dengan prednisone
30 mg perhari. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan, kemudian diberi dosis
pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan
dapat terjadi psoriasis putulosa generalisata.
2. Obat sitostatik
Biasanya digunakan ialah metotreksat. Indikasinya ialah untuk psoriasis vulgaris, psoriasis
pustulosa, psoriasis arthritis dengan lesi kulit, dan eritroderma karena psoriasis, yang sukar
terkontrol dengan obat standar.
Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, system hematopoetik, kehamilan, penyakit
infeksi aktif, ulkus peptikum, colitis ulserosa, dan psikosis.
Dosisnya 3x2,5 mg, dengan interval 12 jam seminggu dengan dosis total 7,5 mg. jika tidak
tampak perbaikan dosis dinaikan 2,5 mg-5 mg per minggu. Biasanya dengan dosis ini akan
tampak banyak perbaikan. Cara lain adalah suntikan intramuscular 7,5mg – 25 mg dosis
8
tunggal setiap minggu. Cara tersebut lebih banyak menimbulkan efek samping dari cara
pertama. Jika penyakitnya telah terkontrol dosis diturunkan atau masa interval diperpanjang
kemudian dihentikan dan kembali ke terapi topical.
Efek sampingnya adalah nyeri kepala, alopesia, juga tehadap saluran cerna, sumsum tulang
belakang, hepar, dan lien. Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung stomatitis
ulserosa, dan diare. Jika hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal.
Depresi sumsum tulang akibat trombositopenia, kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat
terjadi fibrosis dan sirosis.
3. Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Menurut hasil uji coba levodopa
berhasil menembuhkan kira-kira sejumlah 40% kasus psoriasis. Dosisna antara 2x250 mg-
3x500mg, efek sampingnya berupa: mual, muntah, anoreksia, hipotensi, gangguan psikik,
dan pada jantung.
4. DDS
DDS (diaminofenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe barber
dengan dosis 2x100 mg sehari. Efek sampingnya ialah : anemia hemolitik,
methemoglobinemia, dan agranulositosis.
5. Etretinat dan asitretin
Etretinat merupakan retinoid aromatic, digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan
dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Dapat pula digunakan untuk eritroderma
psoriatika. Cara kerjanya belum diketahui pasti. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi
proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal.
Dosisnya bervariasi; pada bulan pertama diberikan 1 mg/kg BB, jika belum juga membaik
dosis dapat dinaikan menjadi 1,5 mg/kg BB.
Efek sampingnya sangat banyak diantaranya pada kulit(menipis); selaput lender pada mulut,
mata, dan hidung kering: peninggian lipid darah; gangguan fungsi hepar; hyperostosis; dan
teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat dihentikan.
Asitretin merupakan metabolit aktif etretinat yang utama. Efek samoing dan manfaatnya
serupa dengan atretinat. Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2 hari, bandingkan
dengan etretinat yang lebih dari 100 hari.
9
6. siklosporin
efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kg BB sehari. Bersifat nefrotoksik dan
hepatotoksik.. hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat
terjadi kekambuhan.
Dosisnya bevariasi: pada bulan pertama diberikan 1 mg/kg, jika belum terjadi perbaikan
dapat dinaikkan menjadi 1,5 mg/kgBB.
Efek sampingnya sangat banyak, diantaranya atrofi kulit; selaput lendir mulut; mata, hidung
mongering, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hati, hyperostosis, dan teratogenik.
7. Terapi biologic
Obat biologic merupakan obat yang baru, efeknya memblok langkah molecular spesifik
penting pada pathogenesis psoriasis ialah infiksimal, alefasep, etanersep, efalizimab,
adalimumab dan ustekimumab. Ternyata hasil pengobatan dengan obat yang terkhir ini lebih
baik daripada dengan etanersef. Efalizumab sekarang oleh FDA ditarik dari peredaran
karena dapat menimbulkan risiko timbulnya leukoensefalopatik multiple yang dapat
menyebabkan infeksi otak dan menyebabkan kematian.
Pengobatan Topikal
1. Preparat ter
Obat topical yang biasa digunakan, efeknya ialah antiinflamasi. Menurut asalnya preparat
ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari:
- Fosil, misalnya iktiol
- Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski
- Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens.
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis, yang cukup
efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari batubara lebih efektif daripada ter
yang berasal dari kayu, sebaliknya kemungkinan memberikan efek iritasi juga lebih besar..
Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik menggunaka ter yang berasal dari batubara,
karena ter tersebut lebih efektif daripada ter yang berasal dari kayu dan pada psoriasis
menahun kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebaliknyapada psoriasis yang akut lebih
baik menggunakan ter yang berasal dari kayu, Karena jika menggunaka ter batubara
dikhawatirkan akan iritasi dan eritroderma.
10
Ter yang berasal darri kayu kurang nyaman bagi penderita karena berbau kurang sedap dan
berwarna coklat kehitaman. Sedangkan likuor karbonis detergens tidak
demikian.konsentrasi yang biasanya digunakan ialah 2-5 %, dimulai dengan konsentrasi
rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih efektif, maka daya
penetrasinya harus dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi
3-5% sebagai vehikulum harus digunakan salap, karena salap mempunai daya penetrasi
yang terbaik.
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid topical member hasi yang baik. Potensi dan vehikulum bergantung pada
lokasinya.
Pada scalp, muka, lipatan, dan genitalia eksterna dipilih potensi sedang. Bila memberi efek
samping di antaranya teleangektasis, sedangkan pada lipatan berupa strie atrofikans. Pada
batang tubuh dan ekstremitas digunakan salap dengan potensi kuat atau sangat kuat
bergantung pada lama penyakit. Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya
dikurangi.
3. Ditranol (antralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya ialah mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi
yang digunakan biasanya 0,2-0,8% dalam pasta, salap atau krim. Lama pemakaian hanya ¼
- ½ jam sehari sekali untuk mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.
4. Pengobatan dengan penyinaran
Seperti diketahui sinar UV mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan
untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik ialah penyinaran secara alamiah, tetapi saying
tidak dapat diukur dan jika berlebihan malah akan memperparah psoriasis. Karena itu
digunakan sinar UV artificial, diantaranya sinar A yang dikenal UVA. Sinar tersebut dapat
digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen dan disebut PUVA, atau
bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman.
UVB juga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata, pustulasr, dan
eritroderma. Pada tipe plak dan gutata dikombinasi dengan salap likuor karbonis detergens
5-7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama
12-23 m J menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan
sebagai 15% dari dosis sebelumnya. Diberikan pengurangan 75% dari dosis sebelumnya.
11
Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan ialah pengurangan 75% skor PASI
(psoriasis area and severety index). Hasil baik yang dicapai pada 73,3% kasus, terutama tipe
plak.
5. Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vit. D, berupa salap atau krim 50 mg/g, efeknya antiproliferas.
Perbaikan setelah satu minggu. Efektivitas salap ini sedikit lebih baik daripada betametason
17-valerat.
Efek sampingnya pada 4-20 % penderita berupa iritasi yakni rasa terbakar dan tersengat,
dapat pula terlihat eritema dan skuamasi. Rasa tersebut akan menghilang setelah beberapa
hari sesudah obat dihentikan.
6. Tazaroten
Obat ini merupakan molekul retinoid asetilinik topical, efeknya menghambat proliferasi dan
normalisasi petanda diferensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel
radang yang menginfiltrasi kulit.
Tazaroten tersedia dalam bentuk gel dank rim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1%. Bila
dikombinasikan dengan steroid topical potensi sedang dan kuat akan mempercepat
penyembuhan dan mengurangi iritasi.
Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema pada 30% kasus, juga
bersifat fotosensitif.
7. Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh, extremitas atas dan
bawah biasanya menggunakan salap dengan bahan dasar vaselin, fungsinya juga sebagai
emolien dengan akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Emolien ialah lanolin dan
minyak mineral. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.
PUVA
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek sinergik. Mula-mula
10-20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian dilakukan penyinaran. Tedapat
bermacam-macam bagan, diantaranya 4x seminggu.penyembuhan mencapai 93% setelah
pengobatan 3-4 minggu, setelah itu dilakukan terapi pemeliharaan seminggu sekali atau
dijarangkan untuk mencegah rekuren.
12
PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatic dan psoriasis pustulosa. Beberapa
penyelidik mengatakan pada pemakaian yang lama kemungkinan terjadi kanker kulit.
Pengobatan cara Goeckerman
Pada tahun 1925 Goeckerman menggunakan pengobatan kombinasi ter berasal dari batubara
dan sinar UV. Kemudian terdapat banyak modifikasi mengenai ter dan sinar tersebut. Yang
pertama digunakan ialah crude coal tar yang bersifat fotosensitif. Lama pengobatan 4-6
minggu, penyembuhan terjadi setelah 3 minggu. Ternyata bahwa UVB lebih efektif daripada
UVA.
1. Barber
Pengobatannya sulit, bermacam-macam obat dapat digunakan. Tetrasiklin diberikan selama
4 minggu, metrotreksat untuk bentuk yang parah dengan dosis 15-25 mg per minggu,
eretinat 25-50 mg sehari, kortikosteroid (prednisone) dengan dosis 40-50 mg sehari.
Kolkisin juga dapat digunakan dengan dosis 0,5-1 mg sehari, diberikan dua kali, setelah ada
perbaikan dosis diturunkan menjadi 0,2-0,5 mg sehari.
Sehari itu juga PUVA, sebagai pengobatan topical dengan kortikosteroid topical secara
oklusi.
2. Psoriasis pustulosa generalisata akut (Von Zumbusch)
Kortikosteroid dapat dipakai pengobatan penyakit ini, dosis prednisone sehari 40 mg.
setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan.
Obat lain yang dapat digunakan ialah asitretin dengan dosis 2x25 mg sehari. Kedua obat
tersebut bila digabung lebih efektif. Jika menyembuh dosis keduanya diturunkan,
kortikosteroid lebih dahulu.1-4
Etiologi
1. Factor genetic
Bila orangtuanya tidak menderita psoriasis risiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika
salah seorang orangtuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%. Berdasarkan
awitan penyakit dikenal 2 tipe: psoriasis tipe I dengan awitan dini besifat familial, psoriasis
tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyoking adanya factor
genetic ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan
13
HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2,
sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27.1
2. Factor imunologik
Defek genetic pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni
limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan
stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit
pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas
limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi
baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat
sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel langerhans juga berperan pada
imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya
pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel langerhans.1 Berbagai factor
pencetus seperti;
a. Factor trauma. Gesekan dan tekanan pada kulit sering dapat menimbulkan lesi
psoriasis pada tempat trauma, dan ini disebut fenomena koebner.
b. Factor infeksi. Infeksi streptococcus di faring dapat merupakan factor pencetus pada
penderita dengan predisposisi psoriasis. Pada bentuk ini, sebaiknya dilakukan apusan
tenggorokan untuk mencari infeksi fokal. Apabila infeksi tenggorokan sembuh,
biasanya psoriasisnya juga akan sembuh.
c. Obat-obatan. Kortikosteroid merupakan obat bermata dua. Pada permulaan dapat
menyembuhkan psoriasis, tetapi apabila obat ini dihentikan penyakit akan kambuh
kembali, bahkan lebih berat daripada sebelumnya menjadi psoriasis pustulosa atau
generalisata. Obat-obat lain seperti antimalaria (klorokuin) dan obat antihipertensi
betabloker dapat memperberat penyakit psoriasis.
d. Sinar ultraviolet dapat menghambat pertumbuhan sel-sel epidermis, tetapi bila
penderita sensitive terhadap sinar matahari, malahan penyakit psoriasis akan
bertambah hebat karena reaksi isomorfik.
e. Stress psikologis. Pada sebagian penderita factor stress dapat menjadi factor pencetus.
Penyakit ini sendiri dapat menyebabkan gangguan psikologis penderita, sehingga
menimbulkan satu lingkaran setan, dan hal ini memperberat penyakit. Sering
pengobatan psoriasis tidak akan berhasil apabila factor stress psikologis ini belum
dapat dihilangkan.
14
f. Kehamilan. Kadang-kadang wanita yang menderita psoriasis dapat sembuh saat
hamil, tetapi akan kambuh kembali sesudah bayinya lahir, dan penyakit ini akan kebal
terhadap pengobatan selama beberapa bulan.4
Patogenesis
Perubahan morfologik dan kerusakan sel epidermis pada penderita psoriasis telah banyak
diketahui. Gambaran histopatologi kulit yang terkena psoriasis seringkali menunjukkan
akumulasi sel monosit dan limfosit di puncak papil dermis dan dalam stratum basalis. Sel-
sel radang ini tampak lebih banyak, apabila lesi bertambah hebat. Pembesaran dan
pemanjangan papil dermis menyebabkan epidermodermal bertambah luas dan menyebabkan
lipatan dibawah lapisan stratum spinosum tambah banyak. Proses ini juga menyebabkan
masa pertumbuhan kulit menjadi lebih pendek dari normal, dari 28 hari menjadi 3-4 hari.
Stratum granulosum tidak tebentuk di dalam stratum korneum terjadi parakeratosis. Dengan
pemendekan interval proses keratinisasi sel epidermis dan stratum basalis menjadi stratum
korneum, proses permatangan dan keratinisasi gagal mencapai proses yang sempurna.
Gambar 5 perbandingan kulit sehat dan psoriasis, diunduh dari
http://psoriasis.blaauwberg.net/images/psoriasis_schematic.jpgS
Selain proses keratinisasi terganggu, proses biokimiawi di dalam masing-masing sel
berubah. Dengan mikroskop electron dapat dilihat, didalam sell epidermis, produksi
tonofilamen keratin dan butir-butir keratohialin berkurang dan adenosine 35 monofosfat
(AMP-siklik) pada lesi psoriasis berkurang. Inisangat penting dalam pengaturan aktivitas
mitosis sel epidermis.3,4
15
Epidemiologi
Insidens pada pria agak lebih banyak daripada wanita, dapat terjadi pada semua usia namun
pada umumnya pada orang dewasa. Angka kesakitan penyakit ini di amerika dilaporkan
sebesar 1 %, jerman 1,3 %, Denmark 1,7%, dan swedia 2,3%. Di Indonesia belum ada
angka kesakitan yang jelas untuk penyakit ini.
Penyakit ini dapat mengenai semua usia, walaupun pada bayi dan anak-anak jarang, dan
tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Umur rata-rata waktu gejala pertama timbul
pada laki-laki 29 tahun dan wanita 27 tahun.1,2
Komplikasi
Psoriasis dapat menyerang sendi sehingga menimbulkan arthritis psoriasis.
Gambar 6 Diunduh dari http://www.psoriasis.or.id/content/psoraisis_arthritis.jpg
Pada psoriasis pustule, pada eritema timbul pustule miliar. Jika menyerang telapak tangan
dan kaki serta ujung jari disebut psoriasis pustule tipe barber. Namun jika pustule timbul lesi
psoriasis dan juga diluar lesi, dan disertai gejala sistemik berupa panas/ rasa terbakar disebut
tipe zumbusch.
Pada psoriasis eritroderma jika lesi psoriasis terdapat di seluruh tubuh, dengan skuama halus
dan gejala konstitusi berupa badan terasa panas-dingin.4
16
Prognosis
Meskipun tidak menyebabkan kematian, namun bersifat kronis dan residif. Belum ada cara
yang efektif dan member penyembuhan yang sempurna. Tetapi dengan cara pengobatan
gabungan, pengendalian psoriasis menjadi lebih mudah serta kualitas hidup penderita dapat
dipertinggi.1-4
Preventif
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dapat terhindar dari psoriasis adalah
hindari atau mengurangi stress misalnya dengan meditasi atau relaksasi otot progresif atau
mengembangkan gaya hidup yang mencakup olah raga teratur.4
Kesimpulan
Psoriasis adalah penyakit kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa bercak-bercak
eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilat.
Dimana tempat predileksinya adalah di siku, lutut, kulit kepala, telapak kaki dan tangan,
punggung, tungkai atas dan bawah, serta kuku.1-8
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Psoriasis dalam Djuanda A, Hmazah M, dan Aisah S. ilmu penyakit kulit
dan kelamin. edisi 6. Jakarta: balai penerbit FKUI 2010. hal 189-195.
2. Mansjoer A, Suprohita, Wardhani W I, dan Setiowulan W. kapita selekta kedoteran.
Edisi 3; Jilid 2. Jakarta: balai penerbit FKUI 2009.hal 116-120.
17
3. Suurmond D, Johnson R A, Wolff K. clinical dermatology. Edisi 5. Indonesia:
penerbit salemba medika 2004.hal 55.
4. Goldstein B G dan Goldstein A O. dermatologi praktis. Jakarta: hipokrates 2001. Hal
182-187.
5. Santoso M, kartadinata H, Yuliani I W, Widjaja W H, Nah Y K, dkk. Buku panduan
keterampilan medic semester 4. Jakarta: FK UKRIDA 2010. Hal 35.
6. Bickley L S. buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Jakarta: EGC
2008. Hal 64-65.
7. williams L dan Wilkins. Uji diagnostik. Edisi 3. Jakarta: EGC 2010. hal 83.
8. Rubenstein D, wayne D, Bradley J. kedokteran klinis. Edisi 6. Jakarta: EGC 2005.
Hal 342-34
18