RANGKUMAN MATERI FIQIH OLEH : XI MAKBI
MUNAKAHAT
1. Pengertian
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Dalam istilah syari’at nikah berarti
melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan serta menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar
sukarela dan persetujuan bersama demi terwujudnya keluarga yang bahagia yang diridhai
oleh Allah swt. Sabda Rosulullah saw. Yang artunya sebagai berikut:
“Saya shalat, tidur, berpuasa, makan dan menikahi wanita. Barang siapa yang tidak suka
dengan perbuatan(sunnah)ku maka dia bukanlah dari golonganku” (H.R. Bukhari dan Muslim
dari Anas bin Malik r.a)
2. Dasar Hukum
a. Sunah
Bagi yang ingin menikah, mampu menikah, dan mampu pula mengendalikan diri dari
perzinaan (walaupun tidak segera menikah).
b.Wajib
Bagi yang ingin menikah, mampu menikah dan ia khawatir berbuat zina jika tidak segera
menikah.
c.Makruh
Bagi yang ingin menikah tetapi belum mampu memberi nafkah terhadap istri dan anaknya.
d.Haram
Bagi yang ingin menikah dengan maksud menyakiti wanita yang akandinikahinya
“Wahai para pemuda, jika diantara kamu sudah memiliki kemampuan untuk menikah,
hendaklah ia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih
memelihara kemaluan (kehormatan). Dan barang siapa tidak mampu menikah hendaklah ia
berpuasa. Sebab puasa itu penjaga baginya.” (H.R, Bukharidan Muslim)
3.Tujuan Pernikahan
a. Untuk memperolah rasa cinta dan kasih sayang.
b. Untuk membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah, keluarga yang
merasakan kebahagiaan
c. Lahir dan bathin.
d. Untuk memenuhi kebutuhan seksual (birahi) secara sah.
e. Diridhoi Allah swt.
f. Untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat.
g. Untuk mewujudkan keluarga bahagia dunia dan akherat.
4. Rukun Nikah
1.Ada calon suami.
Syarat seorang suami:
– Seorang laki-laki dewasa
– Beragama islam
– Tidak dipaksa/terpaksa
– Tidak sedang dalam ihram haji arau umrah
– Bukan muhrim calon istrinya
2.Ada calon istri
Syarat sorang istri:
a. – seorang wanita yang cukup umur
b. – bukan perempuan musyrik
c. – tidak dalam ikatan perkawinan dengan laki-laki lain
d. – bukan mahram calon suaminya.
3. Ada wali nikah.
Yaitu wali yang menikahkan mempelai laki-laki dengan mempelai wanita atau mengizinkan
penikahannya.
Pembagian wali nikah
Yaitu, wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempela iwanita yang akan
dinikahkannya.
Syarat-Syarat seorang wali nikah:
• Beragama Islam
• Laki-laki
• Baligh dan berakal
• Merdeka dan bukan hamba sahaya
• Bersifat adil
• Tidak sedang ihram haji atau umrah
4. Ada dua orang saksi
syarat saksi:
• – beragama islam
• – laki-laki
• – baligh dan berakal sehat
• – dapat mendengar
• – dapat melihat
• – dapat berbicara
• – adil
• – tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah
5. Ada akad nikah
yaitu ucapan ijab qabul. Ijab adalah ucapan wali (dari pihak mempelai wanita) sebagai
penyerahan kepada laki-laki. Qabul adalah ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda
penerimaan.
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-
saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara
ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Q.s an Nisa: 23).
5. Muhrim
Muhrim secara bahasa berarti diharamkan. Dalam masalah fikih muhrim bermakna wanita
yang haram untuk dinikahi.
a.Karena keturunan:
• Ibu kandung dan seterusnya keatas
• Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah
• Saudara perempuan (sekandung, sebapak atau seibu)
• Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah
• Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah
b.Karena hubungan sepersusuan:
• Ibu yang menyusui
• Saudara perempuan sesusuan
Wanita yang haramdinikahi
c.Karena perkawinan:
• Ibu dari istri
• Anak tiri, apabila suami sudah berkumpul dengan ibunya
• Ibu tiri baik sudah dicerai atau belum.
• Menantu. Baik yang sudah dicerai atau belum. Karena ada pertalian muhrim dengan istri.
6.KEWAJIBAN SUAMI DAN ISTRI
Suami:
• Memberi nafkah
• Memimpin serta membimbing istri dan anak-anak
• Bergaul dengan istri dan anak-anak yang baik
• Menjaga istri dan anak dari bencana
• Membantu istri dalam tugas sehari-hari
Istri :
• Taat pada suami dalam batas yang sesuai dengan ajaran Islam
• Memelihara diri serta kehormatan dan harta benda suami
• Membantu suami dalam memimpin keselamatan dan kesejahteraan keluarga
• Menerima dan menghormati pemberian suami
• Hormat dan sopan pada suami dan keluarganya
• Memelihara, mengasuh dan mendidik anak
Pembatalan pernikahan antara suami dan istri karena sebab-sebab tertentu:
a. Sumpah suami yang menuduh istrinya berzina dikarenakan suami tidak bisa mendatangkan
4 orang saksi
b.Melepaskan ikatan pernikahan dengan mengucapkan secara suka rela oleh pihak suami.
c.Perceraian berarti pemutusan ikatan perkawinan antar suami dan istri.
d.Fasakh adalah melepaskan ikatan pertalian antara suami dan istri.
e.Talak adalah melepaskan ikatan nikah dari pihak suami dengan mengucapkan sebuah lafal
tertentu.
f.Li’an adalah sumpah suami yang mengatakan bahwa ia tidak akan meniduri istrinya selama
4 bulan atau lebih
Hal-hal yang dapat memutuskan pernikahan:
A .Zihar adalah suatu ungkapan yang menyatakan kepada istrinya “Bagiku kamu seperti
punggung ibuku”, ketika ia hendak mengharamkan istrinya itu bagi dirinya.
b. Khulu’ adalah ucapan suami yang menyerupakan istrinya dengan ibunya
c. Ila’ adalah bersumpah untuk tidak lagi mencampuri istri.
d.Iddah yaitu masa menunggu bagi istri yang ditinggal mati atau bercerai dari suaminya
untuk bisa menikah kembali.
• Lama masa iddah
Karena suami wafat
a. 4 bulan sepuluh hari bagi istri yang tidak hamil. Baik sudah bercampur atau belum
b. Sampai melahirkan jika istri sedang hamil
Karena talak, fasakh dan khulu’
a. Tidak ada iddah bagi istri yang belum bercampur
b. bagi yang sudah bercampur:
– 3 kali suci, bagi yang masih menstruasi
– 3 bulan., bagi yang sudah berhenti menstruasi
– sampai melahirkan, bagi istri yang sedang hamil
f.Rujuk
Berarti kembalinya suami kepada ikatan pernikahan dengan istrinya yang dicerai dalam masa
iddah.
jika sebelum mentalak suami belum menyempurnakan pembagian waktunya
jika rujuknya suami dengan niat karena Allah
Rukun rujuk
• Istri sudah bercampur dengan suami yang mentalaknya dan masih berada dalam masa iddah
• Keinginan rujuk suami atas kehendaknya sendiri
• Ada dua orang laki-laki yang adil sebagai saksi
• Ada shigat atau ucapan rujuk
Hukum rujuk
Wajib, bagi laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu jika suami menalak salah seorang
istrinya, sedangkan sebelum menalak. Ia belum menyempurnakan pembagian waktunya,
Sunnah jika rujuk akan membuat lebih baik dan manfaat bagi suami istri, misalnya dengan
rujuknya suami kepada istrinya niat karena allah, untuk memperbaiki sikap dan prilaku serta
bertekad untuk menjadikan rumah tangganyasebagai rumah tangga bahagia.
Makruh apabila meneruskan perceraian lebih bermanfaat dari pada rujuk.
Haram, misalnya jika maksud rujuknya suami adalah untuk menyakiti istri atau untuk
mendurhakai allah.
B. Hikmah Pernikahan
• Pernikahan merupakan cara yang benar, baik dan diridhai Allah swt untuk memperoleh
anak serta mengembangkan keturunan yang sah
• Melalui pernikahan suami-istri dapat memupuyk rasa tanggungjawab membaginya dalam
rangka memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anaknya
• Menjalin hubungan silaturahim antara keluarga suami dan keluarga istri
C. Pernikahan Menurut Perundang-undangan di Indonesia
Pernikahan diatur dalam keputusan menteri agama RI no. 154/1991 tentang pelaksanaan
intruksi presiden RI no. 1/1991 tanggal 1991 mengenai Kompilasi Hukum Islam di Bidang
Hukum Pernikahan
Akta Nikah
Dalam pasal 7 ayat (1) dari Kompilsai Hukum Islam di bidang hukum pernikahan dijelaskan
bahwa pernikahan hanya bisa dibuktikan dengan Akta nikah yang dikeluarkan oleh Pegawai
Pencatat Nikah.
Akta Nikah mempunyai nama lain Buku Nikah adalah surat keterangan yang dibuat oleh
pegawai pencatat nikah yakni Kantor Urusan Agama Kecamatan. Di dalamnya memuat
informasi tempat berlangsungnya penikahan, yang terjadi pada hari, tanggal, bulan, tahun dan
jam telah terjadinya akad nikah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan berikut para
saksinya
• Kawin Hamil.
• Dalam pasal 53 ayat (1), (2) dan (3) dari Kompilasi Hukum Islam di bidang hukum
pernikahan dijelaskan:
o Seorang wanita hamil di luar nikah dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya.
o Perkawinan dengan wanita hamil yag disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa
menunggu kelahiran terlebih dahulu.
o Dengan dilangsungkannya pernikahan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan
ulang setelah anak yang dikandung lahir.
FARAID
Ilmu faraid (mawaris) adalah ilmu yang menguraikan tata cara pembagian harta
warisan sesuai dengan ajaran Islam. Rasulullah saw. menyuruh mempelajari ilmu faraid
kepada umatnya, mengajarkannya pada orang lain, dan mengamalkannya.
A. PENGERIAN AHLI WARIS
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta waris dari seorang yang
meninggal dunia. Orang-orang yang mendapat bagian harta warisan dari orang yang
meninggal dunia ada 25 orang, 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak
perempuan.
1. Ahli Waris dari Pihak Laki-Laki :
a. Anak laki-laki.
b. Cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah).
c .Bapaknya.
d. Kakek (bapaknya bapak dan seterusnya).
e. Saudara laki-laki sekandung.
f. Saudara laki-laki sebapak.
g. Saudara laki-laki seibu.
h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sekandung.
i .Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah.
j. Saudara laki-laki bapak yang sekandung.
k. Anak laki-laki dari saudara laki-laki bapak yang sekandung.
l. Anak laki-laki dari saudara laki-laki bapak seayah.
m. Suaminya.
n. Laki-laki yang memerdekakan mayat tersebut.
Jika semua ahli waris tersebut ada, yang berhak menerima warisan hanya tiga:
a.Bapak,
b.Anak laki-laki, dan
c.Suami.
2.Ahli Waris dari Pihak Perempuan :
a. Anak perempuan.
b. Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah.
c. Ibunya bapak.
d. Ibunya ibu dan seterusnya ke atas.
e. Ibunya.
f. Saudara perempuan sekandung.
g. Saudara perempuan sebapak.
h. Saudara perempuan seibu.
i.Istrinya
j. Wanita yang memerdekakan budak.
Jika semua ahli waris perempuan ada,
yang berhak menerima warisan hanya 5 :
1) istri,
2)anak perempuan,
3)cucu perempuan (anak perempuan dari anak
laki-laki),
4)ibu
5)Saudara perempuan sekandung.
Selanjutnya, jika ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan semuanya ada, yang berhak
mewarisi harta hanya lima orang saja, yaitu
a)suami atau istri,
b)ibu,
c)bapak,
d)anak laki-laki, dan
e)anak perempuan.
Ahli waris laki-laki ada 15, nomor 1 sampai dengan 13 adalah karena pertalian darah.
Sedangkan nomor 14 karena pertalian nikah. Ahli waris perempuan ada 10, nomor 1 sampai
dengan 8 karena pertalian darah, dan nomor 9 karena pertalian nikah.
Perlu diperhatikan, dalam warisan ada hal-hal yang menyebabkan hak waris dan ada yang
menggugurkan hak waris.
3. Yang menyebabkan hak waris
(a) Adanya hubungan keturunan (nasab)
Contoh: Jika seorang ayah meninggal, anaknya mendapat warisan dari ayahnya.
(b) Adanya hubungan perkawinan
Contoh: Seorang suami meninggal maka istrinya mendapat warisan dari suaminya.
(c)Adanya hubungan Islam
Jika ahli waris dari yang meninggal tidak ada, harta waris diserahkan ke baitulmal untuk
kepentingan perjuangan Islam.
(e)Adanya hubungan memerdekakan hamba sahaya.
4. Yang menggugurkan hak waris
a.Perbedaan agama
Nabi Muhammad saw. Bersabda yang artinya :
“Tidak mewarisi orang Islam atas orang kafir dan tidak mewarisi orang kafir atas orang
Islam.” (HR. Jamaah)
b.Murtad
c.Membunuh
Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Yang membunuh tidak menerima waris dari yang dibunuhnya.” (HR. Nasa’i)
d.Perbudakan
Seorang budak tidak menerima waris dari keluarganya yang meninggal dunia selama ia
belum dimerdekakan.
Firman Allah :
” Allahmembuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat
bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang baik dari Kami, lalu
dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah
mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah , tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui.
” (QS. An-Nahl: 75)
B.KETENTUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS
Ilmu faraid, sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan Islam, bersumber kepada
AlQur’an dan hadis. Tujuan diturunkannya ilmu faraid adalah agar pembagian warisan
dilakukan secara adil, tidak ada ahli waris yang merasa dirugikan sehingga tidak akan terjadi
persclisihan atau perpecahan di antara ahli waris karena pembagian warisan.
Sebab-sebab seseorang dapat menerima harta warisan menurut Islam adalah sebagai berikut :
1.Adanya pertalian darah dengan yang meninggal (mayat), baik pertalian ke bawah, ke atas
dan ke bawah, serta ke atas dan ke samping.
2.Adanya hubungan pernikahan, yaitu suami atau istri.
3.Adanya pertalian agama. Contoh, jika seorang hidup sebatang kara lalu meninggal, harta
warisnya masuk baitulmal.
4.Karena memerdekakan budak (wala’).
Sebab-sebab seseorang tidak mendapat harta warisan sebagai berikut :
a.Hamba (budak),
Sebagaimana firman Allah yang artinya “Allah membuat perempamaan dengan seorang
budak sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun.” (QS. An-Nahl:
75)
اوج عبداامملوكااليقدرعلىشيءومنرزقناهمنارزقااحسناافهوينفقمنهسر اهليستوونالحمدللهبلكثرهمليعلمون ضرباللهمثلا هرا
(75)
b.Pembunuh, orang yang membunuh tidak dapat mewarisi harta dari yang dibunuh.
Sabda Rasulullah saw:
“Yang membunuh tidak dapat mewarisi sesuatu dari yang dibunuhnya.” (HR. Nasa’i)
c.Murtad dan kafir (orang yang keluar dari Islam), yaitu antara pewaris atau yang mati,
murtad salah satunya.
Rukun waris adalah sesuatu yang harus ada dalam pewarisan. Jika salah satu tidak ada, tidak
terjadi pewarisan.
Rukun warisan ada tiga, yaitu sebagai berikut :
1) Adanya yang meninggal dunia, baik secara hakiki atau hukmi.
2) Adanya harta waris.
3) Adanya ahli waris, maksudnya ketika yang mewariskan meninggal dunia pada saat itu ahli
waris hidup, baik hakiki maupun hukmi.
Pemindahan hak dengan jalan waris-mewarisi bisa terjadi atau berlangsung jika memenuhi
syarat-syarat seperti berikut ini :
a. Matinya mawaris, orang yang akan mewariskan sudah benar-benar mati, baik mati hakiki,
hukmi, maupun takdiri.
b. Hidupnya waris, ahli waris masih benar-benar hidup pada saat mawaris meninggal.
c. Tidak ada penghalang untuk menerima harta waris. Apabila ada dari empat penghalang
sebagaimana disebutkan di atas, waris-mewarisi tidak akan terjadi.
C.DALIL NAQLI DAN AQLI TENTANG AHLI WARIS
Ketentuan mawaris yang diundangkan oleh Islam antara lain ditandai oleh dua macam
perbaikan, yaitu mengikutsertakan kaum wanita sebagai ahli waris seperti kaum pria, dan
membagi hara warisan kepada segenap ahli waris secara demokratis. Firman Allah :
(QS. An-Nisaa’: 7)
Menurut ketentuan ayat tersebut, kaum wanita seperti halnya pria, mendapatkan harta
warisan yang ditinggalkan ibu bapaknya, harta warisan tersebut disesuaikan berdasarkan
ketentuan Allah , sebagaimana akan dijelaskan dalam uraian selanjutnya. Firman Allah :
(QS. An-Nisaa’ : 11)
Ayat tersebut memberi ketentuan jumlah yang harus diterima oleh masirig-masing ahli waris,
yaitu sebagai berikut:
1. Bagian untuk seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan.
2. Jika anak yang ditinggalkan itu semuanya perempuan dan lebih dua orang, bagi mereka
mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan itu.
3. Jika anak yang ditinggalkannya itu hanya satu orang anak perempuan, dan tidak ada orang
lain, perempuan itu mendapat separuh harta.
4. Untuk dua orang ibu bapak, masing-masing mendapat seperenam dari harta yang
ditinggalkan dengan syarat yang meninggal itu mempunyai anak.
5. Jika yang meninggal itu tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya saja,
ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, ibunya
mendapat seperenam.
Selain itu, ayat tersebut juga menjelaskan bahwa pembagian harta warisan dengan ketentuan
tersebut baru dilakukan apabila wasiat yang meninggal itu sudah dilaksanakan dan telah
dilunasi utang-utangnya. Jika setelah dilunasi utangnya, harta tersebut habis, masing-masing
ahli waris tidak-mendapatkan bagian apa-apa.
Ayat itu juga mengingatkan hendaknya jangan coba-coba melaksanakan pembagian harta
warisan berdasarkan pertimbangan manfaat, atau peranan yang dimainkan oleh masing-
masing ahli waris berdasarkan pertimbangan manusia, tetapi hendaknya berdasarkan
ketetapan Allah. Selanjutnya firman Allah :
(QS. An-Nisaa’: 12)
Ayat ini membicarakan tentang ketentuan bagian harta yang harus diberikan kepada ahli
waris. Dalam hal ini bagian harta para suami yang ditinggalkan istri-istrinya, bagian harta
untuk para istri yang ditinggalkan suaminya, bagi seorang yang meninggal, baik laki-laki
maupun perempuan, dan yang tidak meninggalkan ayah dan anak, tetapi memiliki saudara
lakilaki atau perempuan yang seibu saja. Semua ketentuan ini dilakukan setelah dilaksanakan
wasiat atau utang-utang orang yang meninggal.
D.KETENTUAN TENTANG HARTA BENDA SEBELUM PEMBAGIAN WARISAN
Sebelum harta warisan dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya, hendaknya
dikeluarkan untuk keperluan berikut.
1 .Biaya pengurusan jenazah, biaya pengurusan jenazah, seperti membeli kain kafan,
menyewa ambulans, dan biaya pemakaman. Bahkan, bisa digunakan untuk biaya perawatan
waktu sakit.
2. Utang. Jika orang yang meninggal memiliki utang, hendaknya utangnya dilunasi dengan
harta peninggalannya.
3. Zakat.Jika harta warisan belum dizakati, padahal sudah memenuhi syaratsyarat wajibnya,
hendaknya harta itu dizakati dahulu scbelum dibagibagikan kepada ahli waris yang berhak
menerimanya.
4. Wasiat.Wasiat adalah pesan si pewaris sebelum meninggal dunia agar sebagian harta
peninggalannya, kelak setelah ia meninggal dunia, discrahkan kepada seseorang atau suatu
lembaga (dakwah atau sosial) Islam. Wasiat seperti tersebut harus dipenuhi dengan syarat
jumlah harta peninggalan yang diwasiatkannya tidak lebih dari sepertiga harta
peninggalannya. Kecuali, kalau disetujui oleh seluruh Ahli waris. Rasulullah J bersabda yang
artinya: “Berwasiat sepertiga harta itu sudah banyak, sesungguhnya jika ahli waris itu kamu
tinggalkan dalam keadaan mampu, itu lebih baik, daripada meninggalkan mereka dalam
keadaan papa, menadahkan tangan kepada manusia untuk meminta-minta.” (HR. Bukhari-
Muslim).
Selain itu, tidak dibenarkan berwasiat kepada ahli waris, seperti anak kandung dan kedua
orang tua karena ahli waris tersebut sudah tentu akan mendapat bagian warisan yang telah
ditetapkan syarak. Berwasiat kepada ahli waris bisa dilakukan apabila disetujui oleh ahli
waris yang lain. Rasulullah saw. Bersabda yang artinya “Tidak boleh berwasiat bagi ahli
waris, kecuali bila ahli waris yang lain menyetujuinya.” (HR. Daruqutni)
Apabila harta warisan sudah dikeluarkan untuk empat macam keperluan di atas, barulah harta
warisan itu dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
Contoh: Seseorang meninggal dunia, setelah dihitung harta peninggalan berjumlah 100 juta
rupiah. Sedangkan hak-hak mayat yang harus dipenuhi lebih dahulu adalah
a.biaya perawatan mayat Rp.1.000.000,00
b.utang piutang mayat Rp.2.000.000,00
c.zakat mal dan fitrah Rp.1.000.000,00
d.wasiat Rp.3.000.000,00
Jadi, hak mayat Rp.7.000.000,00
Jadi, hak mayat Hak mayat = Rp7.000.000,00
Hak ahli waris = Rp100.000.000 – 7.000.000,00 = Rp93.000.000,00
Harta sejumlah 93 juta adalah yang siap untuk dibagikan kepada ahli waris.
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan warisan pada harta, bukan yang ditinggalkan oleh
seseorang sesudah mati. Adapun hak-haknya tidak diwariskan kecuali yang menyangkut
harta atau dalam pengertian harta. Misalnya, hak pakai, hak penghormatan, dan hak tinggal
rumah. Pandangan ulama mengenai harta peninggalan atau waris meliputi semua harta dan
hak yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik harta benda maupun hak bukan harta
benda.
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya,
baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah di tetapkan.” (QS. An-Nisaa’: 7)
Ayat di atas turun karena ada sebab-sebab tertentu, yaitu ada salah satu sahabat nabi
Muhammad yang meninggalkan dunia dan meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak
perempuan. Kemudian Allah menerangkan, anak yatim mendapat peninggalan harta dari
kedua orang tuanya atau kerabatnya yang lain mereka sama mempunyai hak dan bagian.
Masing-masing mereka akan mendapat bagian yang telah ditentukan oleh Allah . Tidak
seorang pun dapat mengambil atau mengurangi hak mereka.
E.PRINSIP-PRfNSIP HUKUM ISLAM TENTANG PERHITUNGAN DALAM
PEMBAGIAN WARISAN
Cara membagi harta warisan, di mana ahli waris terdiri dari anak lakilaki dan anak
perempuan, berdasarkan firman Allah yang artinya “Allah mensyariatkan bagimu tentang (
pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan.” (.An-Nisaa’: 11)
Contoh untuk menghitung pembagian harta waris menurut firman Allah di atas sebagai
berikut :
Seseorang meninggal dunia dengan jumlah seluruh harta peninggalannya Rp27.000.000,00.
Sebelum dibagikan untuk diwariskan, maka diperlukan penyusutan terlebih dahulu, seperti
berikut:
1. Biaya perawatan ketika sakit Rp. 750.000,00
2. Biaya perawatan jenazah Rp. 150.000,00
3. Utang yang belum dibayar : –
4. Zakat yang belum dikeluarkan Rp. 100.000,00
5. Wasiat untuk madrasah ibtidaiyah Rp. 2.000.000,00
Jumlah Rp 3.000.000,00
Ahli warisnya ada 4 anak, yaitu 2 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Dengan ketentuan
bagian anak laki-laki 2 kali daripada anak perempuan. Jadi, 2 anak laki-laki sebesar 4 bagian,
sedangkan 2 anak perempuan sebanyak 2 bagian. Dijumlah sebanyak 6 bagian. Sebelum harta
warisan dibagikan hendaknya dikurangi biaya perawatan, utang, zakat, dan wasiat. Harta
warisan yang dibagikan adalah:
Diketahui:
1.Harta yang ditinggalkan Rp. 27.000.000,00
2.Biaya yang harus dikeluarkan Rp. 3.000.000,00
Jumlah Rp 24.000.000,00
Jadi, bagian dari 2 anak laki-laki: 4/6 x 24.000.000,00 = 4 x Rp4.000.000,00 =
Rp16.000.000,00.
Jadi, masing-masing mendapat bagian Rp 8.000.000,00. Sedangkan bagian dari 2 anak
perempuan adalah 4/6 x Rp24.000.000,00 = 2 x Rp4.000.000,00 = Rp8.000.000,00.
Jadi, masing-masing mendapat bagian Rp4.000.000,00.
a.Ahli Waris dengan Bagian Tertentu
Ahli waris dengan bagian tertentu adalah ahli waris yang mendapat harta pusaka dengan
bagian tertentu. Seperti diterangkan dalam AlQur’an ada enam, yaitu 1/2 (seperdua),
1/4 (seperempat),
1/8 (seperdelapan),
2/3 (dua pertiga),
1/3 (sepertiga),
dan 1/6 (seperenam).
1)Ahli waris yang memperoleh 1/2 (seperdua), yaitu sebagai berikut:
a)Anak perempuan apabila ia sendirian tidak bersama-sama saudaranya.
b)Saudara perempuan yang seibu sebapak jika sendirian.
c)Anak perempuan dari anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan yang lain.
d)Suami jika tidak mempunyai anak atau tidak ada anak dari anak laki-laki (cucu), baik laki-
laki maupun perempuan.
2)Ahli waris yang memperoleh 1/4 (seperempat), yaitu sebagai berikut:
a)Suami jika istrinya yang meninggal All mempunyai anak, baik lakilaki maupun perempuan
atau meninggalkan anak dari anak lakilaki, baik laki-laki maupun perempuan.
b)Istri, baik seorang atau lebih jika suami tidak meninggalkan anak, baik laki-laki atau
perempuan dan tidak ada pula anak dari anak laki-laki (cucu), baik laki-laki maupun
perempuan. Jika istri lebih dari satu, cara pembagiannya seperempat dibagi sejumlah istri.
3)Ahli waris yang memperoleh 1/8 (seperdelapan),
yaitu istri jika suami meninggalkan anak, baik laki-laki atau perempuan atau anak dari anak
laki-laki (cucu), baik laki-laki maupun perempuan.
4)Ahli waris yang memperoleh 2/3 (dua pertiga), yaitu sebagai berikut:
a)Dua anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak laki-laki. Jika ada
anak laki-laki, anak perempuan menjadi ahli waris asabah.
b)Dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki (cucu) jika tidak ada anak perempuan.
c)Saudara perempuan seibu sebapak lebih dari satu.
d)Saudara perempuan sebapak, dua orang atau lebih jika tidak ada saudara perempuan yang
seibu sebapak.
5)Ahli waris yang mendapat 1/3 (sepertiga), yaitu sebagai berikut:
a)Ibu apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu (dari anak laki-laki), tidak
pula meninggalkan dua orang saudara (laki-laki maupun perempuan), baik saudara seibu
sebapak atau saudara sebapak saja.
b)Dua orang saudara atau lebih, dari saudara yang seibu, baik lelaki maupun wanita.
6)Ahli waris yang mendapat 1/6 (seperenam), yaitu sebagai berikut.
a)Ibu apabila yang meninggal itu mempunyai anak, cucu (dari anak laki-laki), dan saudara
atau lebih baik saudara laki-laki atau perempuan, seibu sebapak atau sebapak saja.
b)Bapak jika yang meninggal itu meninggalkan anak atau cucu (dari anak laki-laki).
C)Nenek jika ibu dari si mayit tidak ada.
d)Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, baik sendirian atau berbilang jika bersama satu
anak perempuan. Apabila anak percmpuan si mayit lebih dari satu, cucu perempuan itu tidak
mendapat harta pusaka.
b.Beberapa Contoh Cara Menghitung Harta Pusaka
Apabila harta pusaka itu akan dibagikan, sebelumnya perlu dipelajari lebih dahulu antara
lain: siapa saja ahli warisnya? Siapakah di antara mereka yang mendapat bagian tertentu
(zawil furud), asabah, mahjub, dan beberapa bagian masing-masing? Sesudah diketahui,
barulah dihitung bagian masingmasing dengan cermat dan teliti.
Bagian ahli waris yang tertentu itu ada enam macam, yaitu 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6.
Bilangan itu adalah bilangan pecahan karena itu bila ada ahli waris yang mendapat bagian
1/2, sedangkan yang lain 1/3, harus dicari dulu KPT-nya (Kelipatan Persekutuan yang
Terkecil). KPT dari dua bilangan itu adalah 6.
Dalam ilmu faraid, KPT itu disebut asal masalah, dan hanya terbatas pada 7 macam saja,
yaitu asal masalah 2,3,4,6,8,12,dan 24. Perhatikan cara menghitung harta pusaka contoh :
Soal 1 :Seseorang meninggal dunia, ahli warisnya seorang anak wanita, suami, dan bapak.
Harta pusaka yang ditinggalkan senilai Rp80.000.000,00. Berapakah bagian masing-masing?
Jawab :
Anak wanita mendapat 1/2 (karena tunggal). Suami mendapat 1/4 (karena ada anak). Bapak
menjadi asabah (karena tidak ada laki-laki atau cucu laki-laki). Asal masalah (KPT) = 4.
Karena 4 ini adalah angka terkecil yang dapat dibagi oleh masing-masing penyebut 2 dan 4.
Perbandingannya 1/2:1/4 = 2 : 1 Jumlah bagian mereka 2 + 1 = 3
Sisa = 4 – 1 = 3 (bapak selaku asabah), jumlahnya = 2 + 1 + 1 = 4
Jadi, bagian masing-masing:
a.anak wanita = 2/4 x Rp 80.000.000,00 = Rp 40.000.000,00
b.suami = 1/4 x Rp 80.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
c.bapak = 1/4 x Rp 80.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
Jumlah = Rp 80.000.000,00
Soal 2 :
Seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan harta pusaka sawah seluas 24 ha. Ahli
warisnya terdiri dari suami, 2 orang saudara seibu, dan ibu.
Berapakah bagian masing-masing?
Jawab :
Suami mendapat 1/2 (karena tidak punya anak)
2 saudara seibu mendapat 1/3 (dua orang atau lebih)
Ibu mendapat 1/6 (karena ada 2 saudara seibu atau lebih)
Asal masalah (KPT) = 6
Perbandingannya 1/2 : 1/3 : 1/6 = 3 : 2 : 1
Jumlah bagian mereka = 3+2 +1=6
Suami = 1/2×6=3;3/6×24 ha= 12 ha
2 saudara seibu = 1/3×6=2;2/6×24 ha= = 8 ha
Masing-masing saudara seibu = 8 ha /2=4 ha
Ibu = 1/6×6=1;1/6×24 ha= 4 ha
Jumlah = 24 ha
Keterangan:
Dalam ilmu faraid, menambah angka penyebut agar menjadi sama dengan pembilanganya
disebut aul. Sedangkan mengurangi angka penyebut agar menjadi sama dengan
pembilangannya disebut rad. Cara menghitung warisan dengan menjadikan asal masalah
(KPT) menjadi aul atau rad dapat ditanyakan kepada guru atau dengan mempelajari ilmu
faraid secara mendalam.
F.PERBANDINGAN HUKUM ADAT DAN HUKUM ISLAM
Adat adalah aturan yang sudah biasa dituruti atau dilakukan sejak dahulu kala. Di suatu
daerah tertentu dalam menerapkan adat yang menyangkut tentang warisan, kaum laki-laki
adalah yang lebih berhak mendapat harta warisan.Tetapi sebaliknya di daerah lain,
perempuanlah yang lebih berhak untuk menjadi ahli waris. Oleh karena itu, adat merupakan
suatu kebiasaan yang sudah berjalan sejak zaman dahulu dan berlaku secara turun-temurun.
Ahli waris menurut hukum adat adalah mereka yang paling dekat dengan generasi
berikutnya, yaitu mereka yang menjadi dasar dalam keluarga yang mewariskan. Mereka yang
pertama-tama termasuk ahli waris adalah semua anak yang meninggal.
Pembagian warisan menurut hukum adat biasanya dilakukan atas dasar kesepakatan para ahli
waris. Di Indanesia, pembagian harta warisan berbeda dengan daerah lingkungan adat yang
satu dengan yang lain.
Sebab-sebab memusakai harta warisan antara lain :
1. Keturunan
Di sini yang diutamakan adalah anak. Namun demikian, meskipun anak perempuan ahli waris
utama, ketentuan anak berbeda antara daerah adat yang satu dengan daerah adat yang lain.
a. Daerah yang sifat kekeluargaannya berdasarkan parental (ibu bapak), maka anak menjadi
Ahli waris.
b. Daerah yang sifat kekeluargaannya berdasarkan matriarkat (garis ibu) atau patriarkat (garis
bapak) maka anak sebagai ahli waris yang dibatasi.
Contoh: Di Minangkabau anak tidak menjadi ahli waris dari bapaknya, sebab ia masuk ke
dalam keluarga ibunya. Sedangkan di Tapanuli, anak tidak dapat memperoleh harta waris
ibunya. Di Bali (patriarkat), anak laki-laki tcrtualah yang dapat mewarisi seluruh harta
warisan dengan dibebani kewajiban memelihara adik-adiknya. Di Batak sering terjadi yang
sebaliknya, yaitu anak laki-laki termuda yang mewarisi seluruh harta orang tuanya.
2. Perkawinan
Hukum waris bagi istri yang ditinggal mati suami atau sebaliknya berbeda antara daerah
hukum adat yang satu dengan yang lain. Di Minangkabau, suami yang ditinggal mati istri
tidak menerima warisan dari istrinya itu, karena ia dianggap orang asing. Tetapi, di Sumatera
Selatan hubungan waris dengan orang tua dan kerabatnya sendiri terputus.
3. Adapsi
Menurut hukum adat, anak angkat memperoleh harta warisan seperti anak kandung sendiri.
Tetapi, kadang-kadang ia dianggap sebagai anak asing oleh keluarga si mayat. Jika anak yang
diadapsi itu adalah keponakannya sendiri, ia menjadi ahli waris terhadap orang tua yang
sebenarnya. Tetapi, di Sumatera Selatan hubungan waris dengan orang tua dan kerabatnya
sendiri terputus.
4. Masyarakat daerah
Jika orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris sama sekali, harta
peninggalannya jatuh kepada masyarakat daerah tempat ia meninggal. Dengan sedikit
keterangan di atas, dapat diketahui bahwa pembagian harta warisan secara adat tidak sama
antara daerah hukum adat yang satu dengan daerah hukum adat yang lain. Sedangkan
pembagian warisan menurut Islam seragam di mana-mana.
G.HIKMAH HUKUM WARISAN DALAM ISLAM
Allah menurunkan AlQur’an yang berisi aturan-aturan untuk kepentingan manusia dan bukan
untuk kepentingan Allah. Begitu pula dalam soal mawaris, keuntungan atau hikmah
menerapkan mawaris ini juga untuk manusia.
Hikmah melaksanakan mawaris antara lain sebagai berikut.
1.Untuk menunjukkan ketaatan kita kepada Allah. Kita wajib taat kepada semua perintah
Allah, termasuk dalam hal mawaris. Dengan menerapkan mawaris ini berarti kita taat kepada
Allah Karena ketaatan itu, maka melaksanakan mawaris dinilai ibadah.
2.Untuk menegakkan keadilan. Dengan mcnerapkan mawaris, berarti kita menegakkan
keadilan. Adil di dalam Islam tidak sama dengan sama rata dan sama rasa. Banyak dan
scdikitnya bagian ahli waris itu disesuaikan dengan tanggung jawabnya dalam hal
menanggung natkah dan kedckatan kekerabatannya terhadap si mayat.
3.Untuk tetap mengharmoniskan hubungan antar kerabat
Jika semua ahli waris menyadari aturan Allah ini, dengan pembagian warisan menggunakan
hukum Allah akan membuat hubungan mereka akan tetap harmonis. Namun, jika tidak
menggunakan hukum mawaris ini, kemungkinan akan timbul monopoli. Akibatnya,
perpecahan di antara kerabat itu tidak dapat dihindari.
4.Untuk lebih menyejahterakan keluarga yang ditinggal. Dengan menggunakan hukum waris
Islam, pembagian anak lebih besar daripada keluarga yang lebih jauh. Ini dimaksudkan agar
keturunan yang ditinggalkan itu tidak hidup dalam kesengsaraan. Dengan tidak menggunakan
hukum waris Islam, bisa terjadi anak sendiri tidak mendapatkan bagian harta pusaka,
sedangkan saudara yang lebih jauh malah memperoleh banyak.
5.Untuk kemaslahatan masyarakat. Dengan menerapkan hukum waris Islam, masyarakat kita
akan tenang. Jika tidak dibagi menurut aturan ini, kemun kinan terjadi di masyrakat
Misalnya, anak atau saudara dekatnya mistinya memperoleh bagian ternyata tidak.
Masyarakat akan bergejolak lantaran bersimpati kepada akhli waris dekat yang mestinya
mendapat bagian itu
6.Mengangkat martabat dan hak kaum wanita sebagai ahli waris.
~SEMANGAT PAT~
~MAAF JIKA ADA KEKURANGAN ATAU KELEBIHAN~