BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu indra yang sangat penting untuk kehidupan
manusia. Terlebih lagi dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik
merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang
sangat peka. Meskipun mata telah mendapat perlindungan dari tulang orbita,
bantalan lemak retrobulber, kelopak mata dengan bulu matanya, juga dengan telah
dibuatnya macam-macam alat untuk melindungi mata, tetapi frekuensi kecelakaan
masih sangat tinggi.1
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata yaitu palpebra,
konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita.. Kerusakan
mata akan mengganggu fungsi penglihatan.. Trauma mata merupakan keadaan
gawat darurat pada mata sehingga diperlukan perawatan yang tepat untuk
mencegah terjadinya kebutaan.2
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah
terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Pada
mata dapat terjadi trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia, dan
trauma radiasi.3
Trauma tumpul mata dapat merupakan penyebab kebutaan unilateral pada
anak dan dewasa muda. Berdasarkan studi Schein pada the Massachusetts eye
and ear infirmary, 8% dari populasi yang mengalami trauma tumpul mata
cukup berat adalah anak dibawah usia 15 tahun. Studi Israel menerangkan bahwa
47% dari 2500 kejadian trauma mata terjadi pada usia dibawah 17 tahun. Laporan
kasus kali ini menunjukkan bahwa para ahli mata harus lebih waspada terhadap
trauma yang tidak jelas dan adanya pergeseran bola mata.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Gambar 1 Anatomi MataMata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan
mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada
objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang
dengan segera dihantarkan ke otak. Di sini akan di bahas struktur dan fungsi mata.
Mata kita terdiri dari bermacam-macam struktur sekaligus dengan fungsinya.
Struktur dari mata itu sendiri atau bisa di sebut dengan anatomi mata meliputi
sklera, konjungtiva, kornea, pupil, iris, lensa, retina, saraf optikus, humor aqueus,
serta humor vitreus yang masing-masingnya memiliki fungsi atau kerjanya
sendiri.
Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan relatif kuat.
Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian luar sklera.
Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.
2
Gambar 2 Histologi Mata
Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.
Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea dan di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara merubah ukuran pupil.
Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata; berfungsi mengirimkan pesan visuil melalui saraf optikus ke otak.
Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil dari retina ke otak.
Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.
Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina (mengisi segmen posterior mata).
Bola mata terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh cairan:
1. Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus
yang merupakan sumber energi bagi struktur mata di dalamnya. Segmen
anterior sendiri terbagi menjadi 2 bagian (bilik anterior : mulai dari kornea
sampai iris, dan bilik posterior : mulai dari iris sampai lensa). Dalam
3
keadaan normal, humor aqueus dihasilkan di bilik posterior, lalu melewati
pupil masuk ke bilik anterior kemudian keluar dari bola mata melalui
saluran yang terletak ujung iris.
2. Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina,
berisi humor vitreus yang membantu menjaga bentuk bola mata.
Otot Mata, Saraf Mata, dan Pembuluh Darah
Mata mempunyai otot, saraf serta pembuluh darah. Beberapa otot bekerja
sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu.
Tulang orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya,
yaitu :
Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina
ke otak
Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata
Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan
merangsang otot pada tulang orbita.
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata
kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis.
Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.4
2.2 DEFINISI
Trauma tumpul mata adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda
yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut
dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan
pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.3
2.3 Diagnosis
2.3.1 Anamnesa
Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi
trauma, benda apa yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya benda
yang mengenai mata tersebut apakah dari depan, samping atas, bawah dan
4
bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa
besar benda yang mengenai mata dan bahan benda tersebut apakah terbuat dari
kayu, besi atau bahan lain. Apabila terjadi penurunan penglihatan, ditanyakan
apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan.
Ditanyakan juga kapan terjadinya trauma. Apakah trauma disertai dengan
keluarnya darah dan rasa sakit dan apakah sudah dapat pertolongan sebelumnya.3
2.3.2 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum terlebih dahulu diperiksa, karena 1/3 hingga ½ kejadian
trauma mata bersamaan dengan cedera lain selain mata. Untuk itu perlu
pemeriksaan neurologis dan sistemik mencakup tanda-tanda vital, status mental,
fungsi, jantung dan paru serta ekstremitas. Selanjutnya pemeriksaan mata dapat
dimulai dengan:
1. Menilai tajam penglihatan, bila parah: diperiksa proyeksi cahaya, diskriminasi
dua titik dan defek pupil aferen.
2. Pemeriksan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita. Lakukan palpasi untuk
mencari defek pada tepi tulang orbita.
3. Pemeriksaan permukaan kornea : benda asing, luka dan abrasi
4. Inspeksi konjungtiva: perdarahan/tidak
5. Kamera okuli anterior: kedalaman, kejernihan, perdarahan
6. Pupil: ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya (dibandingkan dengan mata
yang lain)
7. Oftalmoskop: menilai lensa, korpus vitreus, diskus optikus dan retina.3
2.4 TRAUMA TUMPUL
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda
yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras
(kencang) ataupun lambat.3
A. PALPEBRA
5
Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga
kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva,
sklera, kornea dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan
persarafan). Karena palpebra merupakan pelindung bola mata maka saat terjadi
trauma akan melakukan refleks menutup. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
hematoma palpebra. Hematoma ini terjadi karena keluarnya darah dari
pembuluh darah yang rusak pada trauma tersebut.3
Gambar 3 Hematoma Palpebra
B. KONJUNGTIVA
Edema Konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik
pada setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak
terpajan ke dunia luar dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat
mengedip,maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan edema pada konjungtiva.3
Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak
menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva. Pada edema
konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan
didalam selaput lendir konjungtiva. Pada kemotik konjungtiva berat dapat
dilakukan insisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi
tersebut.3
6
Gambar 4 Edema Konjungtiva
Hematoma Subkonjungtiva
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau dibawah
konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. 3
Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan
bahwa tidak terdapat robekan dibawah jaringan konjungtiva atau sklera. Kadang-
kadang hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih buruk
seperti perforasi bola mata. Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap
penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma. Bila tekanan bola
mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan menurun dan
hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk
mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.3
Pengobatan ini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres
hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu
tanpa diobati.3
Gambar 5 Hematoma Konjungtiva
7
C. KORNEA
Edema Kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat
mengakibatkan edema kornea malahan ruptur membran descement. Edema kornea
akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola
lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji
placido yang positif.3
Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel
radang dan neovaskularisasi kedalam jaringan stroma kornea.
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau
larutan garam hipertonik 2-8%, glukose 40% dan larutan albumin. Bila terdapat
peninggian tekanan bola mata maka diberikan azetolamida3
Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan endotel
sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan memberikan keluhan rasa
sakit dan menurunkan tajam penglihatan akibat astimagtisme ireguler.3
Erosi Kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat
diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa
cedera pada membran basal. Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat
bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut.3
Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea
yang mempunnyai serat sensibel yang banyak, mata berair, denagan kornea yang
keruh.3
Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi
perwanaan fluorescein akan berwarna hijau. Epitel yang terkelupas atau terlipat
sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan
antibiotika spektrum luas seperti neosporin, kloramfenikol, dan sulfasetamide
tetes mata. Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka diberikan
siklopegik aksi pendek seperti tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup bila
dibebat tekan selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya tertutup kembali setelah
48 jam.3
8
Gambar 6 Erosi Kornea
D. Uvea
Iridoplegia
Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter
pupil atau iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis.Pasien akan
sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan
pengaturan masuknya sinar pada pupil.Pupil terlihat tidak sama besar atau
anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler. Pupil ini tidak bereaksi
terhadap sinar. Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu. Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk
mencegah terjadinya kelelehan sfingter dan pemberian roboransia.3
Gambar 7 Iridoplegia
9
Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga
bentuk pupil menjadi berubah.Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya.
Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi
bersama-sama dengan terbentuknya hifema. Bila keluhan demikian maka pada
pasien sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris
yang terlepas.3
Gambar 8 Iridodialisis
Hifema
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.3
Gambar 9 Hifema
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat
10
terkumpul dibagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh
ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.3
Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang
ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada anak
yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Asetazolamida diberikan bila terjadi
penyulit glaukoma. Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila berjalam
penyakit tidak berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk.3
Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan di lakukan
pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma
sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat
tanda-tanda hifema akan berkurang.3
Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat
terjadi perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang
pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.3
Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat
suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata. Zat
besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan
akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.3
Hifema spontan pada anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukimia
dan retinoblastoma. Perdarahan sekunder dapat terjadi sesudah 5 sampai 7 hari
terjadinya trauma. Hifema biasanya akan mengalami penyerapan spontan. Bila
mana hifema penuh, dan penyerapannya sukar, dapat terjadi hemosiderosis kornea
(penimbunan pigmen darah dalam kornea), atau glaukoma sekunder.3
Apabila hifema tidak mengurang dalam 5 hari dan tekanan bola mata
meninggi, dilakukan tindakan pembedahan mengeluarkan darah dari bilik mata
depan (parasentesis).3
11
Gambar 10 Hifema
Bedah Pada Hifema
Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan
darah atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut : dibuat
incisi kornea 2mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris.
Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik
mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan
dibilas dengan garam fisiologik. Biasanya luka incisi kornea pada parasentesis
tidak perlu dijahit.
Iridosiklitis
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga
menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea anterior. 3Pada uveitis anterior
diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal. Bila terlihat tanda radang berat
maka dapat diberikan steroid sistemik. Sebaiknya pada mata ini diukur tekanan
bola mata untuk persiapan memeriksa funduskopi dengan midriatika.3
12
E. LENSA
Dislokasi Lensa
Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula zinn yang akan mengakibatkan
kedudukan lensa terganggu.3
Gambar 11. Dislokasi Lensa
Subluksasi Lensa
Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn sehingga lensa berpindah
tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita
kelainan pada zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma
akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa akan memberikan
gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak
ada maka lensa yang elastic akan menjadi cembung, dan mata akan menjadi lebih
miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris ke depan sehingga
sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi sempit pada mata ini
mudah terjadi glaucoma sekunder.3
Luksasi Lensa Anterior
Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa
dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak dalam bilik mata
depan ini maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata
sehingga akan timbul glaucoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya. Pasien
akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat,
muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat,
13
edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan
pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.3
Luksasi Lensa Posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa
posterior akibat putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga
lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior
fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya
akibat lensa mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa
lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk
jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada
dalam polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa,
berupa glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik3
Katarak Traumatik
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun
tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada trauma tumpul
akan terlihat katarak subkapsular anterior maupun posterior. Kontusio
lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk tercetak
(imprinting) yang cincin Vossius.3
Gambar 12. Vossius ring.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi
kecil akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk
kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan
14
terbentuknya katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya massa lensa di
dalam bilik depan. 3
Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik massa lensa yang akan
bercampur magrofag dengan cepatnya, yang dapat menyebabkan uveitis . Lensa
dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan
mengakibatkan apa yang disebut sebagi cincin Soemering atau bila epitel lensa
berploriferasi aktif akan terlihat mutiara Elsching.3
Pengobatan katarak traummatik tergantung pada saat terjadinya. Bila
terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya
ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra
okuler primer atau sekunder. 3
Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu
sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan
lain sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan
glaukoma sering dijumpai pada orang tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk
cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan.
Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasio retina, uveitis atau salah letak
lensa. 3
Gambar 13.. Katarak traumatik
F. Trauma tumpul Retina dan Koroid
Edema Retina
Warna retina terlihat lebih abu – abu akibat sukarnya melihat jaringan
koroid melalui retina yang sembab ,terjadi edema makula sehingga tidak terdapat
15
cherry red spot, penglihatana akan sangat menurun. Pada trauma tumpul yang
paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau edema berlin. 2,3
Gambar 14.. Edema Berlin.
Ablasi Retina
Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadi ablasio retina ini
seperti retina tipis akibat miopia dan proses degenerasi retina lainnya. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu – abu, pembuluh
darah yang terlihat terangkat dan berkelok – kelok.2,3
Ruptur koroid
Terjadi perdarahan subretina, biasanya terletak di polus posterior bola
mata dan melingkar konsentris disekitar papilsaraf optik. Bila ruptur koroid ini
mengenai daerah makulalutea maka tajam penglihatan akan menurun dengan
cepat, ruptur bila tertutup oleh perdarahan subretina sukar dilihat tetapi bila darah
tersebut telah diabsorpsi maka akan terlihat bagian ruptur berwarna putih karena
sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup koroid. 2,3
16
Gambar 15.. Ruptur koroid
G. Saraf Optik
Avulsi Papil Saraf Optik
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya
didalam bola mata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan
kebutaan. Penderita ini perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan saraf
optiknya.3
Optik Neuropati Traumatik
Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik,
demikian pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik.3
Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat reaksi defek
aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat
ditemukan adalah gangguan penglihatan warna dan lapangan pandang. Papil saraf
optik dapat normal dalam beberapa minggu sebelum menjadi pucat.3
Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera mata adalah
trauma retina, perdarahan badan kaca, trauma yang mengakibatkan kerusakan
pada khiasma optik.3
Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu akut dengan
memberi steroid. Bila penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu
dipertimbangkan untuk pembedahan.3
17
BAB III
KESIMPULAN
Trauma pada mata dapat terjadi dalam bentuk-bentuk antara lain trauma
mekanik (tumpul dan tajam), trauma kimia (asam dan basa), dan trauma fisik.
Pemeriksaan awal pada trauma mata antara lain meliputi anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan
segera sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat
progesif lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing
intraocular apabila terdapat riwayat memalu, mengasah atau ledakan.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman
penglihatan. Apabila gangguan penglihatannya parah, maka periksa proyeksi
cahaya, diskriminasi dua-titik dan adanya defek pupil aferen. Periksa motilitas
mata dan sensasi kulit periorbita dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada
bagian tepi tulang orbita. Pada pemeriksaan bedside, adanya enoftalmus dapat
ditentukan dengan melihat profil kornea dari atas alis. Apabila tidak tersedia slit-
lamp di ruang darurat, maka senter, kaca pembesar atau oftalmoskop langsung
pada + 10 ( nomor gelap ) dapat digunakan untuk memeriksa adanya cedera
dipermukaan tarsal kelopak mata dan segmen anterior.
Permukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka dan
abrasi. Dilakukan inspeksi konjungtiva bulbaris untuk mencari adanya
perdarahan, benda asing atau laserasi. Kedalaman dan kejernihan kamera anterior
dicatat. Ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan
dengan mata yang lain untuk memastikan apakah terdapat defek pupil aferen di
mata yang cedera. Apabila bola mata tidak rusak, maka kelopak, konjungtiva
palpebra dan forniks dapat diperiksa secara lebih teliti, termasuk inspeksi setelah
eversi kelopak mata atas. Oftalmoskop langsung dan tidak langsung digunakan
untuk mengamati lensa, korpus vitreosus, diskus optikus, dan retina. Dokumentasi
foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan medikolegal pada semua kasus trauma
18
eksternal. Pada semua kasus trauma mata, mata yang tampak tidak cedera juga
harus diperiksa dengan teliti.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asbury, Taylor. Trauma Mata. Dalam: Vaughan. Oftalmologi Umum Edisi
XVII. Jakarta: Widya Medika. 2008; 373-80.
2. Wijana, Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC. 1993; 312-26.
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat FK-UI, Jakarta: 2012; 263-
81
4. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.
Jakarta. 2000.
5. .James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:
Indonesia;2006. Halaman.176-185.
6. Djelantik, Sukartini, Andayani Ari, Widiana Raka. The Relation of Onset of
Trauma and Visual Acuity on Traumatic Patient.. Jurnal Oftalmologi
Indonesia 2010; 7 :85-90
7. Macewen CJ, Ocular injuries JR. Coll. Surg. Edinb. 4 Oktober 1999, 317-51
8. Vats S. Murthy GVS, Chandra M, Gupta SK, Vashist P, Gogoi M.
Epidemiological study of ocular trauma in an urban slum population in Delhi,
India. Indian J Ophtalmol 2008; 56: 313-6
9. Rodriguez, Jorge. Prevention And Treatment Of Common Eye Injuries In
Sport. Available at: www.aafp.org. June 10, 2010.
19
Recommended