Responsi
MORBUS HANSEN
Oleh :
Maulia Prismadani
G9911112093
Penguji :
Dr. Nurrachmat Mulianto, SpKK, M.Sc
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN KULIT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD Dr. MOEWARDI
S U R A K A R T A
2013
STATUS RESPONSI
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
Pembimbing : Dr. Nurrachmat Mulianto, SpKK, M.Sc.
Nama : Maulia Prismadani
NIM : G9911112093
KUSTA
I. SINONIM
Lepra,Morbus Hansen1,2,3
II. DEFINISI
Penyakit Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium Leprae yang pertama menyerang saraf perifer, selanjutnya dapat
menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial,
mata, otot, tulang dan testis, kecuali susunan saraf pusat.4
Penyakit kusta juga dapat mengenai mukosa hidung, konka, nasofaring dan
laring.4
III. ETIOLOGI
Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium Leprae ditemukan oleh G.A
Hansen pada tahun 1873 yang sampai sekarang belum dapat dibiakan dalam media
artifisial. Kuman ini bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8, lebar
0,2-0,5 biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel
terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan.
Kuman ini juga dapat menyebabkan infeksi sistemik pada hewan Armadilo. Masa belah
diri kuman ini memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain
yakni 12-21 hari. Oleh karena itu masa tunas menjadi lama yaitu 2-5 tahun.5
Hewan perantara yang biasa menularkan penyakit kusta antara lain ditemukan
dalam 3 spesies yaitu armadillo, simpanse dan monyet mangabay. 6
Mycobacterium leprae
IV. EPIDEMIOLOGI
Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan karena cara penularannya saja
belum diketahui dengan pasti, hanya berdasarkan anggapan yang klasik ialah melalui
kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi,
sebab M. Leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenitas kuman penyebab,
cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang
berhubungan dengan kerentanan, perubahan-perubahan imunitas dan kemungkinan
adanya reservoir luar manusia.
Belum ditemukannya medium artifisial mempersukar untuk mempelajari sifat-
sifat M. Leprae.7
Angka kejadian penyakit kusta di dunia dilaporkan mencapai 5.5 juta kasus,
kebanyakan penyakit menginfeksi penduduk yang hidup di daerah tropis dan sub tropis.
Secara keseluruhan 80 % kasus di dapatkan di 5 negara, diantaranya India, Myanmar,
Indonesia, Brazil dan Nigeria.
Di Amerika penyakit kusta ditemukan di negara bagian seperti Florida,
Loisiana, Texas sebanyak 112 kasus pada awal tahun.6
Di Indonesia jumlah kasus kusta yang tercatat akhir maret 1997 adalah 31.699
orang, distribusi juga tidak merata yang tertinggi antara lain di Jawa timur, Jawa barat
dan Sulawesi Selatan. Prevalensi di Indonesia per 10.000 penduduk 1,57.6
Penyakit kusta jarang menyebabkan kematian, tetapi penyakit ini sering
menyebabkan kecacatan yang signifikan, pada penderita kusta tipe LL 70-75 %
mengalami kecacatan pada mata, tangan dan kaki. Berdasarkan suatu penelitian angka
kejadian dari gangguan fungsi saraf pada daerah yang endemik tercatat 1,7 per 100
pasien pertahun pada kusta tipe pausibasiler dan 12 per 100 pasien pada kusta tipe
multibasiler. Frekuensi angka kejadian lesi saraf baru selama penderita mendapatkan
pengobatan adalah 2% pada kusta tipe PB dan 11 % pada kusta tipe MB. Pada
penelitian secara luas komplikasi okular pada penyakit kusta ditemukan kebutaan
akibat penyakit kusta sekitar 10 % penderita.5
Kusta dapat terjadi pada semua ras di dunia, pada orang afrika dilaporkan
insiden kusta bentuk tuberkuloid lebih tinggi. Orang kulit putih dan penduduk Cina
lebih sering terkena kusta tipe leprosa.6
Pada orang dewasa kusta tipe lepromatosa lebih sering pada laki-laki dengan
perbandingan 2 : 1. Pada anak-anak bentuk tuberkuloid pre dominan dan tidak ada
perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan.6
Di Indonesia penderita anak-anak dibawah umur 14 tahun 13 %, tetapi anak
dibawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi pada kelompok umur antara
25-35 tahun. Faktor sosial ekonomi memegang peranan, makin rendah sosial
ekonominya makin subur penyakit kusta.5
V. PATOGENESIS
Meskipun cara masuk M. Leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan
pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui
kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
Pengaruh M. Leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang,
kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang
lama, serta sifat kuman yang avirulen dan nontoksis.5
M. Leprae merupakan parasit obligat intraseluler yang terutama terdapat pada
sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel schwann di
jaringan saraf. Bila kuman M. Leprae masuk dalam tubuh dan bereaksi mengeluarkan
makrofag ( berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit )4
Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. Leprae di samping itu
sel schwann berfungsi sebagai dieliminasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai
fagositosis. Jadi bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel schwann, kuman dapat
bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi
kerusakan yang progresif.5
VI. KLASIFIKASI
Jenis Klasifikasi yang umum
A. Klasifikasi Internasional : Klasifikasi Madrid (1953)
1. Indeterminate ( I )
2. Tuberkuloid ( T )
3. Borderline – Dimorphous ( B )
4. Lepromatosa ( L )
B. Klasifikasi untuk kepentingan riset : Klasifikasi Ridley – Jopling (1962)
1. Tuberkuloid ( T )
2. Borderline Tuberkuloid ( BT )
3. Mid- borderline ( BB )
4. Borderline Lepromatous ( BL )
5. Lepromatosa ( L )
C. Klasifikasi untuk kepentingan Program Kusta : Klasifikasi WHO ( 1981) dan
modifikasi WHO ( 1988 )
1. Pausibasilar ( PB )
Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut
Kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid.
2. Multibasiler ( MB )
Termasuk Kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley
dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA
positif.4
Untuk pasien yang sedang dalam pengobatan diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Bila pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetap diobati sebagai MB apapun hasil
pemeriksaan BTA nya saat ini.
2. Bila awalnya didiagnosis tipe MB harus dibuat klasifikasi baru
berdasarkan gambaran klinis dan hasil BTA saat ini.
Selain Klasifikasi diatas juga didapatkan :
1. Kusta tipe neural
Yaitu penyakit kusta yang ditandai oleh hilangnya fungsi sensoris pada
daeerah sepanjang distribusi sensoris batang saraf yang menebal ( dapat
disertai paralisis motoris maupun tidak ), tanpa ditemukannya bercak pada
kulit.
2. Kusta Histoid
Pada kusta Histoid didapatkan lesi kulit berupa nodula-nodula dengan kulit
sekitarnya normal, secara klinis didapatkan nodula-nodula licin berkilat,
padat, eritematosa, bentuk bulat atau oval dengan ukuran penampang
bervariasi 1 – 20 mm.9
MANIFESTASI KLINIS
KUSTA MULTIBASILER
Sifat Lepromatosa ( LL)
Borderline Lepromatosa ( BL )
Mid Borderline ( BB )
LesiBentuk Makula, Infiltrat
difus,papul,nodulMakula, Plakat, papul
Plakat,Dome-shaped (kubah), Punched-out
Jumlah Tak terhitung,praktis tidak ada kulit yang sehat
Sukar dihitung,masih ada kulit sehat
Dapat dihitung, kulit sehat jelas ada
Distribusi Simetris Hampir simetris AsimetrisPermukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar,agak
berkilatBatas Tak jelas Agak jelas Agak jelasAnestesia Tak ada sampai
tak jelasTak jelas Lebih jelas
BTALesi kulit
Sekret hidung
Banyak (ada globus)Banyak (ada globus)
Banyak
Biasanya negatif
Agak banyak
Negatif
Tes Lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif
KUSTA PAUSIBASILERSifat Tuberkuloid ( TT ) Borderline
Tuberkuloid ( BT )
Indeterminate ( I )
LesiBentuk Makula saja,makula
dibatasi infiltratMakula dibatasi infiltrat,infiltrat saja
Hanya makula
Jumlah Satu dapat beberapa Beberapa atau satu dengan satelit
Satu atau beberapa
Distribusi Asimetris Masih asimetris VariasiPermukaan Kering bersisik Kering bersisik Halus agak berkilat
Batas Jelas Jelas Dapat jelas atau dapat tidak jelas
Anestesia Jelas Jelas Tak ada sampai tak jelas
BTA Negatif Negatif atau + 1 Negatif
Tes lepromin Positif kuat ( 3+) Positif lemah Dapat positif lemah atau negatif
Gambaran Klinis organ tubuh lain yang dapat diserang :
1. Mata : Iritis, Iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan
2. Hidung : Epistaksis, hidung pelana.
3. Tulang dan sendi : Absorbsi, mutilasi, arthritis
4. Lidah : Ulkus, nodus
5. Testis : Ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi testis
6. Kelenjar Limfe : Limfadenitis
7. Rambut : Alopesia, Madarosis
8. Ginjal : Glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis, nefritis interstisial
Predileksi Lesi Kulit
Bagian tubuh yang relatif lebih dingin, misalnya pada muka, hidung, mukosa,
telinga, anggota tubuh dan bagian tubuh yang terbuka.4
Predileksi Kerusakan Saraf Tepi
Kuman ini lebih sering mengenai saraf tepi yang lebih superfisial dengan suhu yang
relatif lebih dingin. Saraf tepi yang terkena akan menunjukkan berbagai kelainan yaitu :
1. N.Fasialis : Lagoftalmus, mulut mencong
2. N.Trigeminus : anestesi kornea
3. N. Aurikularis magnus
4. N. Radialis : Tangan lunglai ( drop wrist )
5. N. Ulnaris : Anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari V dan sebagian jari IV.
Kerusakan N. Ulnaris dan N. Medianus menyebabkan jari kiting ( claw Toes ) dan
tangan cakar (claw hand)
6. N. Peroneus komunis : Kaki samper ( droop foot)
7. N. Tibialis posterior : Mati rasa telapak kaki dan jari kiting.
Manifestasi penyakit yang menunjukan bahwa penyakit kusta masih aktif adalah :
1. Kulit : Lesi membesar, jumlah bertambah, ulserasi, eritematosa,
infiltrat atau nodus.
2. Saraf : Nyeri, gangguan fungsi bertambah, jumlah saraf yang
terkena bertambah.
Tanda sisa penyakit kusta :
1. Kulit : Atrofi, keriput, non-repigmentasi dan bulu hilang
2. Saraf : Mati rasa persisten, paralisis, kontraktur dan atrofi otot.5
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis Penyakit kusta di dasarkan pada penemuan tanda kardinal ( tanda
utama ), yaitu :
1. Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak).
Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu,
rasa nyeri.
2. Penebalan Saraf Tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf
yang terkena, yaitu :
a. Gangguan fungsi saraf sensoris : mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis
c. Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema, tempat
pertumbuhan rambut terganggu
3. Ditemukan kuman tahan asam
Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian
yang aktif. Kadang-kadang diperoleh dari biopsi di kulit atau saraf.10
Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu
tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan maka kita hanya dapat
mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6
bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan.5
Gejala prodormal penyakit kusta bisanya tidak terlihat dan penyakit ini tidak
dikenali sampai didapatkan erupsi pada kulit, pada 90% pasien menunjukan gejala
kehilangan sensasi rasa beberapa tahun lebih dulu sebelum lesi pada kulit tampak.
Rangsang suhu adalah sensasi yang pertama hilang, pasien sulit membedakan rasa panas
dan dingin, selanjutnya pasien baru kehilangan sensasi raba dan nyeri. Kehilangan
sensasi ini terutama pada tangan dan kaki.6
PEMERIKSAAN PASIEN
1. Anamnesis
a. Keluhan pasien
b. Riwayat kontak dengan pasien
c. Latar belakang keluarga,misalnya keadaan sosial ekonomi
2. Inspeksi
Dengan penerangan yang baik, lesi kulit harus diperhatikan dan juga kerusakan
kulit.
3. Palpasi
a. Kelainan kulit : nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan
dan kaki
b. Kelainan saraf : Pemeriksaan saraf dengan teliti, N. Aurikularis magnus,
N.Ulnaris dan N.Peroneus. Harus dicatat adanya nyeri tekan dan penebalan
saraf, pemeriksaan harus simetris .
Pemeriksaan saraf tepi :
Bandingkan ssraf bagian kiri dan kanan
Membesar atau tidak
Pembesaran regular ( smooth ) atau irreguler,bergumpal
Perabaan keras atau kenyal
Nyeri atau tidak
4. Tes fungsi saraf
a. Tes Sensoris, dengan menggunakan kapas, jarum serta tabung reaksi berisi air
hangat dan dingin.
b. Tes otonom, berdasarkan adanya gangguan berkeringat di makula anestesi.
Tes dengan pensil tinta ( tes Gunawan )
Pinsil tinta digoreskan mulai dari bagian tengah lesi yang dicurigai
terus sampai kedaerah kulit normal.
Tes Pilocarpin
Daerah kulit pada makula dan perbatasannya disuntikkan
pilokarpin subkutan setelah beberapa menit tampak daerah kulit
normal berkeringat, sedangkan daerah lesi tetap kering.
c. Tes motoris
Voluntary Muscle Test ( VMT )
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Bakterioskopis ( sayatan kulit )
Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif. Tempat yang paling
sering diambil adalah cuping telinga, lengan, punggung, bokong dan paha atau
bisa juga dari sekret hidung. Dengan cara membuat kerokan pada kulit dengan
menggunakan skapel kemudian hasil kerokan diletakkan pada gelas obyek, dapat
dibuat beberapa apusan dari tempat yang berbeda. Preparat apusan dipulas
dengan Ziehl-Neelsen atau modifikasi dengan Kinyoun menurut prosedurnya.7
Indeks Bakteri ( IB )
1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP
2+ Bila 1-10 BTA dalam 10 LP
3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP
4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP
5+ bila 101- 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
Pemeriksaan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan minyak
emersi. Hasil yang lebih akurat dan reliabel adalah dengan menghitung indeks
bakteri pada lesi kulit dengan indek logaritma biopsi .Indeks ini dapat
mengetahui pasien terinfeksi pada awal pengobataan dan progresifitasnya.6
Indeks Morfologi (IM)
Indeks morfologi di kalkulasi dengan menghitung kuman batang yang solid pada
pewarnaan tahan asam, basil lepra yang diwarnai dengan karbol fuchsin yang
solid merupakan bakteri yang viabel, basil yang terwarna irreguler mungkin
karena mati dan berdegenerasi.9
b. Biopsi Kulit
Biopsi kulit dapat digunakan untuk menunjukan indeks morfologi, yang
berguna untuk evaluasi pengobatan pasien yaitu jumlah bakteri yang viabel per
100 bakteri pada jaringan lepra.11
c. Tes Lepromin
Lepromin adalah suspensi yang berisi M. Lepra yang dimatikan diambil
dari manusia yang terinfeksi dan jaringan Armadillo, Setelah terjadi inokulasi
intradermal, akan timbul reaksi cepat (48 jam, reaksi Fernandez) juga reaksi
lambat (3-4 minggu, reaksi mitsuda).Reaksi Mitsuda merupakan respon
granulomatosis terhadap antigen adalah lebih tepat. Pasien-pasien dengan kusta
tipe TT atau BT mempunyai respon positif kuat ( > 5 mm) akan tetapi pasien
dengan tipe LL tidak ada respon. Tes ini merupakan petunjuk untuk mengetahui
fungsi sistem imunitas seluler seseorang. Respon imunitas seluler terhadap M.
Leprae juga dapat dilihat dengan menggunakan Lymphocite Transformation Test
(LTT) dan Lymphocyte Migratipon Inhibition Test (LMIT),dasar test ini adalah
untuk mendeteksi antibodi atau antigen M. Leprae.9
d. Tes-tes Serologis
Tes serologi mayor meliputi Fluorescent Antibody absorbtion test (FLA-
ABS), Radioimunoassay (RIA), ELISA, Passive Hemaglutination Assay (PHA),
Serum Antibody Competition Test (SACT) dan Particle Agglutination Assay
(PAA).
e. Analisa Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR bisa untuk mendeteksi dan mengidentifikasi M. Leprae.
Tehnik ini sering digunakan ketika basil tahan asam telah ditemukan tetapi
gambaran klinis atau gambaran histopatologinya atipikal.Test ini tidak
berguna saat basil tahan asam tidak ditemukan dengan mikroskop cahaya.9
f. Pemeriksaan Histopatologi
Pada tipe TT didapatkan bangunan epiteloid granuloma dalam
papiladermis,disekitarnya di dapatkan struktur neovaskuler. Granuloma
tertangkap oleh Limfosit yang meluas ke epidermis dan kadang terbentuk sel
datia langhans. Nervus pada dermal dihancurkan atau mengalami
pembengkakan karena adanya granuloma, tidak didapatkan basil tahan asam.
Pada tipe LL epidermis normal, daerah yang tidak patologik memisahkan
epidermis dari reaksi granulomatous difus dengan makrofag, sel busa
histiosit yang besar (Virchow atau sel lepra) dan didapatkan banyak basil
tahan asam yang begabung membentuk globi. Sel epiteloid dan sel datia tidak
ditemukan. Granuloma banyak terdapat disekitar pembuluh darah, saraf dan
kulit kadang ditemukan banyak sel plasma. Saraf kulit dapat terlihat dengan
mudah.
Tipe BT, granuloma terdiri dari epiteloid dan limfosit, saraf pada kulit
kebanyakan sudah rusak, basil mungkin ditemukan atau tidak ada.
Tipe BB, granuloma terdiri dari epiteloid, saraf kulit mungkin masih ada
dan basil terlihat lebih banyak dari tipe BT.
Tipe BL, granuloma dibangun oleh histiosit, saraf kulit masih ada dan
basil ditemukan lebih banyak dari tipe lainya.8
VIII.KOMPLIKASI
1. Reaksi Kusta
Terminologi reaksi digunakan untuk menggambarkan keadaan mengenai
berbagai gejala dan tanda radang akut lesi penderita kusta,yang dapat dianggap
sebagai kelaziman pada perjalanan penyakit atau bagian komplikasi penyakit kusta.
Seluruh komplikasi penyakit kusta yang dimaksud meliputi :
a. Komplikasi jaringan akibat invasi masif M. Leprae
b. Komplikasi akibat reaksi
c. Komplikasi akbat imunitas yang menurun
d. Komplikasi akibat kerusakan saraf
e. Komplikasi disebabkan resisten terhadap obat antikusta
Penyebab pasti dari reaksi kusta belum diketahui dengan pasti, kemungkinan
reaksi ini menggambarkan reaksi hipersensitifitas akut terhadap antigen basil yang
menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada.
Berbagai faktor yang dianggap sering mendahului timbulnya reaksi kusta
antara lain :
a. Setelah pengobatan antikusta yang intensif
b. Infeksi rekuren
c. Pembedahan
d. Stres fisik
e. Imunisasi
f. Kehamilan
g. Saat-saat setelah melahirkan
Ada 2 tipe reaksi menurut hipersensitivitas yang menyebabkannya,yaitu :
a. Reaksi lepra tipe 1, yang disebabkan oleh hipersnsitivitas seluler
b. Reaksi lepra tipe 2, disebabkan oleh hipersensitivitas humoral
c. Fenomene Lucio atau reaksi kusta tipe 3, yang merupakan lanjutan dari
reaksi tipe 2.5
Reaksi Kusta tipe I
Menurut Jopling reaksi kusta tipe 1 adalah delayed hypersensitivity reaction.
Antigen yang berasal dari basil yang telah mati akan bereaksi dengan limfosit T disertai
perubahan sistem imunitas seluler yang cepat. Jadi pada dasarnya reaksi kusta tipe 1 ini
terjadi akibat perubahan keseimbangan antar imunitas seluler dan basil maka hasil akhir
reaksi tersebut dapat terjadi upgrading/reversal apabila menuju ke arah tuberkuloid
(terjadi peningkatan SIS) atau down grading apabila menuju ke bentuk lepromatosa
(terjadi penurunan SIS).6
Secara garis besar manifestasi dari reaksi kusta tipe 1 dapat digolongkan sebagai
berikut :
Organ yang diserang Reaksi ringan Reaksi berat
Kulit Lesi kulit yang telah ada
menjadi lepromatosa
Lesi yang telah ada menjadi
eritematosa. Timbul lesi
baru kadang-kadang disertai
panas dan malaise.
Saraf Membesar tidak nyeri
fungsi tidak terganggu.
lesi kurang dari 6 minggu
Membesar, nyeri, fungsi
terganggu berlangsung lebih
dari 6 minggu
Kulit dan saraf bersama-
sama
Lesi yang telah ada
menjadi lebih
eritematosa, nyeri saraf
berlangsung kurang dari
6 minggu
Lesi kulit yang eritematosa
disertai ulserasi atau edema
pada tangan/kaki dan
fungsinya terganggu,
berlangsung > 6 mg
Reaksi tipe II
Reaksi kusta tipe 2 ini dikenal dengan nama Eritema Nodusum Leprosum
(ENL). Reaksi ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III menurut comb dan Gell,
antigen berasal dari produk kuman yang telah mati dan bereaksi dengan antibodi
membentuk kompleks Ag-Ab yang mengaktivasi komplemen sehingga terjadi ENL. Jadi
ENL merupakan reaksi humoral yang merupakan manifestasi sindrom kompleks imun.
Terutama terjadi pada bentuk LL dan kadang-kadang pada bentuk BL, biasanya terjadi
gejala sistemik .
Baik Reaksi tipe 1 maupun tipe 2 ada hubungannya dengan pemberian
pengobatan antikusta hanya saja reaksi tipe 2 tidak lazim terjadi pada 6 bulan pertama
pengobatan, tetapi justru terjadi pada akhir pengobatan karena basil telah menjadi
granular. Selain itu pada reaksi ini tidak terlihat gambaran perubahan lesi kusta.
Manifestasi reaksi lepra tipe 2 dapat sebagai berikut :
Organ yang diserang Reaksi ringan Reaksi berat
Kulit Timbul sedikit nodus
yang beberapa
diantaranya terjadi
ulserasi. Disertai
demam ringan dan
malaise
banyak nodus yang nyeri
dan mengalami ulserasi
disertai demam tinggi dan
malaise
Saraf Saraf membesar tetapi
nyeri dan fungsinya
tidak terganggu
Saraf membesar, nyeri dan
fungsinya terganggu.
Mata Tidak ada gangguan Nyeri, penurunan visus dan
merah disekitar limbus
Testis Lunak, tidak nyeri Lunak, nyeri dan membesar
Kulit, saraf, mata dan Gejalanya seperti Gejalanya seperti tersebut
testis bersama-sama tersebut diatas diatas disertai keadaan sakit
yang keras dan nyeri yang
sangat.
Fenomena Lucio
Lucio leprosy (diffuse non-nodular type of leprosy ) yang ditetapkan pertama kali
oleh Lucio dan Alvarado pada tahun 1852 di Meksiko adalah salah satu tipe dari kusta
dengan gambaran klinik kusta tipe muiltibasiler. Gambaran klinis Lucio leprosy umumnya
status generalis tidak ditemukan kelainan, kulit terlihat eritem yang menebal dan
mengkilat, kerontokan rambut, penebalan kelopak mata sehingga penderita terlihat
mengantuk dan melankolik. Penurunan sensoris terjadi biasanya setelah kelainan kulit
menghilang. Sama seperti pada kusta tipe lepromatosa dapat terjadi edema dan ulkus pada
kedua tungkai.
Ulserasi juga dapat terjadi pada mukosa hidung menyebabkan gejala-gejala hidung
dan epistaksis, mengenai laring sehingga suara menjadi serak dan iktiosis pada fase lanjut.
Namun demikian tidak terdapat nodul, kelemahan motorik, kontraksi jari-jari dan
kerusakan mata.
Pemeriksaan laboratorium biasanya didapatkan anemia normokrom normositer
ringan dan pada pemeriksaan bubur jaringan kulit dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
ditemukan banyak basil tahan asam. Kerusakan akibat kusta dapat menyebabkan ulserasi,
selulitis, skar dan destruksi tulang. Kerusakan pada mata dapat terjadi lagoftalmus,
ektropion dan entropion.12
Klasifikasi Cacat
Cacat pada tangan dan kakiTingkat 0:Tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan atau deformitas yang terlihatTingkat 1:Ada gangguan sensibilitas tanpa kerusakan atau deformitas yang terlihatTingkat 2:Terdapat kerusakan atau deformitas
Cacat pada mataTingkat 0 :Tidak ada gangguan pada mata akibat kusta ; tidak ada gannguan penglihatanTingkat 1 :Ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada gangguan penglihatanTingkat 2 :Gangguan penglihatan berat (visus < 6/60; tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 meter
IX. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa hal penting dalam menentukan diagnosis banding :
1. Ada makula hipopigmentasi
2. Pemeriksaan bakteriologi memperlihatkan basil tahan asam
3. Ada daerah anestesi
4. Ada pembengkakan saraf tepi atau cabang-cabangnya.
Tipe I ( Makula hipopigmentasi ) :
1. Tinea versikolor
2. Vitiligo
3. Ptiriasis Rosea
4. Dermatitis seboroika
5. Liken simplek kronik
Tipe TT ( Makula eritematosa dengan pinggir meninggi )
1. Tinea Corporis
2. Psoriasis
3. Lupus eritematosus tipe discoid
4. Ptiriasis rosea
Tipe BT,BB,BL (Infiltrat merah tak berbatas tegas)
1. Selulitis
2. Erisipelas
3. Psoriasis
Tipe LL ( Bentuk nodula )
1. Lupus eritematosis sistemik
2. Dermatomiositis
3. Erupsi obat
X. PENATALAKSANAAN
Tujuan farmakoterapi pada penderita kusta adalah untuk mengurangi
morbiditas, mencegah komplikasi dan menghilangkan penyakit ini nantinya.5
Manajemen penatalaksanaan penderita mencakup terapi medikamentosa
diantaranya kemoterapi untuk menghentikan proses infeksi, penatalaksanaan untuk
meminimalkan deformitas berupa rehabilitasi fisik, sosial dan psikologi. Deformitas
potensial dapat dicegah dengan memberi edukasi pada pasien tentang adanya
kerusakan saraf dengan perawatan diri untuk mengurangi kerusakan yang lain.
Mengetahui perjalanan penyakit pasien sangat penting untuk mengetahui
kepatuhan pasien dalam berobat, memonitor resistensi terhadap obat dan reaksi yang
timbul akibat obat.
A. MEDIKAMENTOSA
Program Multi Drug Therapy (MDT) dimulai pada tahun 1981 yaitu ketika
kelompok studi kemoterapi WHO secara resmi mengeluarkan rekomendasi
pengobatan kusta dengan kombinasi yang selanjutnya dikenal sebagai rejimen
MDT-WHO. Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obatan Dapson, Rifampisin
dan klofazimin. Kombinasi obat-obatan ini dapat membunuh bakteri patogen dan
menyembuhkan pasien. MDT adalah suatu terapi yang aman, efektif dan mudah
didapatkan oleh penderita yang kurang mampu.
Obat-obat pada rejimen MDT-WHO
1. Dapson (DDS, 4,4 diamino difenil sulfon). Obat ini bersifat bakteriostatik
dengan menghambat enzim dihidrofolat sintetase. Jadi tidak seperti pada kuman
lain, dapson bekerja sebagai anti metabolit PABA. Resistensi terhadap dapson
timbul sebagai akibat kandungan enzim sintetase yang terlalu tinggi pada kuman
kusta. Dapson biasanya diberikan dalam dosis tunggal, yaitu 50-100 mg/hari
untuk dewasa atau 2 mg/kg BB untuk anak-anak. Indeks morfologi kuman pada
penderita LL yang diobati dengan dapson biasanya menjadi 0 setelah 5 sampai 6
bulan. Obat sangat murah, efektif dan relatif aman. Efek samping yang mungkin
timbul antara lain : erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia
neuropati, nekrosis epidermal toksik, hepatitis dan methemoglobinemia. Namun
efek samping tersebut jarang dijumpai pada dosis lazim.
2. Rifampisin merupakan obat yang paling ampuh saat ini untuk kusta dan bersifat
bakterisidal kuat pada dosis lazim. Rifampisin bekerja dengan menghambat
enzim polimerase RNA yang berikatan secara irreversibel. Dosis tunggal 600
mg/hari (atau 5-15 mg/kg bb) mampu membunuh kuman kira-kira 99,9 % dalam
waktu beberapa hari.Pemberian seminggu sekali dengan dosis tinggi ( 900-1200
mg) dapat menimbulkan gejala yang disebut flu like syndrom. Pemberian 600 mg
atau 1200 mg sebulan sekali ditoleransi dengan baik. Efek samping yang harus
diperhatikan adalah : hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal dan erupsi
kulit. Obat ini harganya mahal dan saat ini telah dilaporkan adanya resistensi.
3. Klofazimin (lamprene –CIBA GEIGY : B-663). Obat ini merupakan turunan
zat warna iminofenazine dan mempunyai efek bakteriostatik sama dengan
dapson. Bekerjanya mungkin melalui gangguan metabolisme radikal oksigen. Di
samping itu obat ini juga mempunyai efek antiinflamasi sehingga berguna untuk
pengobatan reaksi kusta khususnya ENL. Dosis untuk kusta adalah 50 mg/hari
atau 100 mg tiga kali seminggu dan untuk anak-anak 1mg/kg BB/hari. Selain itu
dosis bulanan 300 mg juga diberikan setiap bulan untuk mengurangi reaksi tipe 1
dan 2. Kekurangan obat ini harganya mahal di samping itu menyebabkan
pigmentasi kulit yang sering merupakan masalah pada ketaatan penderita. Efek
sampingnya hanya terjadi pada dosis tinggi, berupa gangguan gastrointestinal
(Nyeri abdomen, diare, anoreksi dan vomitus).
4. Etionamid dan protionamid, Kedua obat ini merupakan obat antituberkulosis
dan hanya sedikit dipakai pada kusta. Dahulu dipakai sebagai pengganti
klofazimin, pada kasus-kasus yang berat. Obat ini bekerja bakteriostatik tetapi
karena cepat timbul resistensi, lebih toksik harganya mahal serta efek
hepatotoksiknya, maka sekarang tidak dianjurkan lagi pada rejimen pengobatan
kusta.
Skema Rejimen MDT-WHO
Rejimemen MDT-WHO baku terdiri atas kombinasi obat-obatan dapson, Rifampisin
dan klofazimin dengan skema menurut WHO sebagai berikut :
1. Rejimen PB untuk kusta PB , terdiri atas Rifampisin 600 mg sebulan sekali, di
bawah pengawasan ditambah dapson 100 mg/hr ( 1-2 mg/kgBB) selama 6 bulan
2. Rejimen MB untuk kusta MB, terdiri atas kombinasi Rifampisisn 600 mg
sebulan sekali di bawah pengawasan dapson 100 mg/hari swakelola, ditambah
klofazimin 300 mg sebulan sekali diawasi dan 50 mg/hari swakelola. Lama
pengobatan minimal 2 tahun dan juga mungkin sampai BTA negatif. Dosis
tersebut merupakan dosis dewasa untuk anak-anak disesuaikan dengan berat
badan
Obat dan dosis Rejimen MDT-PB
Obat Dewasa Anak
BB< 35 kg BB > 35 kg 10-14 tahun
Rifampisin 450 mg/bln
(diawasi)
600 mg/bln
(diawasi)
450 mg/bln
(diawasi)
Dapson
(swakelola)
50 mg/hr (1-2
mg/kg BB/hr)
100mg/hr 50 mg/hr
1-2 mg/kgBB/hari)
Obat kusta dalam Rejimen MDT MB
Obat Dewasa Anak
BB<35 kg BB >35 kg 10-14 tahun
Rifampisin 450mg/bln
(diawasi)
600mg/bulan
(diawasi)
450 mg/bln
(12-15
mg/kgBB/bl)
(diawsi
Klofazimin 300 mg/bln
diawasi dan
diteruskan 50
mg/hr
swakelola
200 mg/bln
diawasi
diteruskan 50 mg
selang sehari
Dapson
swakelola
50 mg/hr
(1-2 mg/kg
BB/hari)
100mg/hari 50 mg/hari
Obat Kusta baru
Dalam pelaksanaannya program MDT WHO masih ada beberapa masalah
yang timbul, yaitu adanya persisten, resistensi rifampisin dan lamanya pengobatan
terutama untuk kusta MB. Untuk penderita kusta PB rejimen MDT-PB juga masih
menimbulkan beberapa masalah antara lain: masih menetapnya lesi kulit setelah 6 bulan
pengobatan dan Late Reversal Reaction yang timbul setelah MDT. Oleh karena itu
diperlukan obat-obat baru dengan mekanisme bakterisidal yang berbeda dengan obat-
obat rejimen MDT saat ini, obat-obat kusta baru yang ideal memiliki syarat antara lain :
bersifat bakterisidal kuat terhadap M. Leprae, tidak antagonis dengan obat yang sudah
ada aman dan akseptabilitas penderita baik dapat di berikan per oral dan sebaiknya
diberikan tidak lebih dari sekali sehari. Obat-obatan yang dipakai yaitu :
1. Ofloksasin 400 mg/hari diberikan bersama rifampisin 600mg/hari selama 1 bulan
baik untuk penderita kusta MB atau PB
2. Minosiklin 100 mg/hari
3. Klaritromisin 500 mg/hari untuk penderita kusta tipe MB.8
B. NON MEDIKAMENTOSA
Edukasi :
1. Pasien harus diberi penjelasan tentang diagnosis dan prognosis penyakitnya.
2. Pasien harus diberitahu bagaimana tentang hilangnya sensasi rasa yang terjadi,
pasien harus berhati-hati dan mencegah terjadinya trauma dengan menggunakan
alas kaki.
3. Mengetahui kapan terjadinya anestesi pada anggota tubuh dan kelemahannya
serta kerusakan pada matanya.
4. Pasien harus mempelajari bagaimana mengenal timbulnya reaksi kusta dan ia
harus mendapatkan pengobatan secepatnya jika hal ini terjadi.
5. Deforrmitas yang potensial kemungkinan bisa dicegah jika penderita dapat
mengatasi kerusakan saraf sejak dini dan berlatih untuk mengurangi kerusakan
lebih lanjut.
6. Kemungkinan pasien membutuhkan konsultasi psikologi dalam menghadapi
penyakitnya untuk mengatasi stigma yang beredar di masyarakat.
7. Fisioterapi dan terapi okupasi dibutuhkan sebagai rehabilitasi.
8. Penggunaan obat sesuai aturan dan memperhatikan cara pemakaian, jangan
terlalu berlebihan karena dapat menyebabkan iritasi.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr.dr. H. Muh. Dali Amiruddin. Penyakit Kusta. Dalam : Marwali Harahap, Prof.,
Dr.(Ed), Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, Jakarta. 2000 : 260-76
2. Djuanda A. Kusta. Dalam : Kosasih, I made Wisnu, Syamsoe- Daili, Menaldi. Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi III. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2002 ; 173-80.
3. Siregar RS. Kusta. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta. 1996.
Hal : 179-186.
4. Rea, L Modlin. Leprosy. In : Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 6th ed. Vol.
I, Mc Graw Hill, New York, 2003 : 1962-1972
5. Djuanda A. Kusta Diagnosis dan Penatalaksanaan.Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 1997.
6. Anonim. Leprosy. Available from : http//www.e medicine.com. 2005.
7. Djuanda A. Kusta. Dalam : Kosasih, I made Wisnu, Syamsoe- Daili, Menaldi. Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi III. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2002 ; 173-80.
8. WHO Media Centre. Leprosy. Available from: http//www. whoint.co.id
9. Sidharta. What is Leprosy ?. Available from : http//www.medline.com
10. Riddley S. The Pathogenesis Of A Skin Lession. In : Skin Biopsy in Leprosy Histological
interpretation and Clinical Application. Second Edition 1985. CIBA-GEIGY Limited,
Basle (Switzerland).Pp: 17-22
11. Anonim. MorbusHansen from http//www.cdc.gov/ncidod/damd/diesinfo/Hansen.2003
12. A.Haris L.,dkk.Lucio Leprosy .Dalam :Perkembangan penyakit kulit kelamin di
Indonesia menjelang Abad 21.Erlangga University Pers.Surabaya.1999
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Sokorejo
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal pemeriksaan : 28 Maret 2013
No. RM : 01049226
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama : timbul luka baru yang terasa kebas
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak 3 hari yang lalu pasien merasa timbul luka baru di lengan kirinya.
Awalnya luka yang muncul berukuran kecil, lama kelamaan ukurannya membesar
dan muncul juga di lengan kanannya. Pada bagian lukanya terasa menebal dan tidak
gatal. Luka yang timbul tidak diobati apapun sampai pasien berobat ke poli kulit.
Sebelumnya sekitar 10 hari yang lalu pasien mengalami batuk (+) pilek (+) selama
seminggu, pasien mengaku kelelahan. Saat ini pasien sudah tidak batuk pilek. Nafsu
makan menurun (+), alis dan bulu mata rontok (+), demam (-).
± 4 tahun yang lalu pasien pernah mengalami keluhan berupa luka di seluruh
tubuh yang terasa kebas. Awalnya hanya muncul bercak-bercak di bagian wajah dan
pergelangan tangan kanannya saja, namun lama-kelamaan meluas ke seluruh tubuh
dan ukurannya membesar. Akibat luka tersebut, kedua jarinya (jari ke-4 dan 5 tangan
kiri) saat ini memendek. Alis dan bulu mata pasien juga mudah rontok. Pasien tidak
merasa demam ataupun nyeri pada tangan, kaki, serta sendi-sendi. Pasien kemudian
memeriksakan diri ke RSDM, dilakukan pemeriksaan, dan dinyatakan menderita
kusta. Kemudian pasien dirujuk ke puskesmas untuk memperoleh obat dan menjalani
pengobatan. Sejak saat itu, pasien rutin berobat apabila muncul luka baru.
C. Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit serupa : (+) sejak 4 tahun yang lalu
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat Diabetes mellitus : disangkal
Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
Riwayat kontak dengan penderita kusta : disangkal
D. Riwayat Keluarga:
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat Diabetes melitus : disangkal
E. Riwayat Kebiasaan:
Pasien biasa mandi 2 kali sehari, dengan air sumur. Ganti pakaian dalam 2
kali sehari dan pakaian luar 1 kali sehari.
Penderita makan tiga kali sehari, dengan nasi dan sayur serta lauk pauk seperti
telur, ayam, tempe dan tahu.
F. Riwayat Ekonomi:
Penderita adalah seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama dengan suami
dan anaknya dalam satu rumah.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A.Status Generalis
1. Keadaan Umum : baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Vital Sign : Tensi : 120/90
Respirasi rate : 20x/menit
Nadi : 76x/menit
Suhu : afebril
2. Kepala : mesochepal, hidung pelana (+)
3. Mata : CA (+/+), SI (-/-)
4. Wajah : facies lionina (+)
5. Mulut : dalam batas normal
6. Leher : dalam batas normal
7. Punggung : lihat status dermatologis
8. Dada : lihat status dermatologis
9. Abdomen : lihat status dermatologis
10. Ekstremitas atas : lihat status dermatologis
11. Ekstremitas bawah : lihat status dermatologis
B. Status Dermatologis
Regio facialis : Lion’s face (+)
Regio thorax dan abdomen : tampak makula dan patch hiperpigmentasi,
multiple, konfluen
Regio truncus posterior : tampak nodul eritematosa, multiple, diskret,
dan patch hiperpigmentasi, multiple, diskret
Regio extremitas superior dx et sin : tampak nodul eritematosa, sebagian
hiperpigmentasi, multiple diskret, claw hand
(-/+), atrofi tenar dan hipotenar (+/+)
Regio extremitas inferior dx et sin : tampak patch hiperpigmentasi, xerotic,
oedema (+/+)
C. Pemeriksaan Saraf
1. Sensibilitas Lesi
Raba halus/kasar : hipoanastesi pada lesi
Tajam/tumpul : normal
Panas/dingin : normal
2. Pembesaran Saraf
N. Aurikularis magnus : -/-
N. Ulnaris : ++/+
N. Peroneus com. : -/+
N. Tibialis posterior : -/sde
3. Pemeriksaan Sensorik :
N. Ulnaris : normal/normal
N. Medianus : normal/normal
N. Tibialis Posterior : normal/normal
4. Pemeriksaan Motorik
N. Ulnaris : kuat/kuat
N. Medianus : kuat/kuat
N. Radialis : kuat/kuat
N. Tibialis Posterior : kuat/kuat
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan BTA (15 Maret 2013)
Pemeriksaan BTA telinga kanan dan kiri (+) : IB = +3 ; IM = 0%
V. DIAGNOSIS BANDING
MH MB dd PB
Vitiligo
Tinea corporis et cruris
VI. PLAN
Biopsi
Hasil tgl 28/12/2012
KESIMPULAN : biopsi kulit regio lengan bawah kiri : histologi sesuai dengan
Leprosy. Tuberkuloid
VII. DIAGNOSIS KERJA
MH tipe MB RFT 15 bulan dengan reaksi ENL.
Cacat derajat II.
VIII. TERAPI
Non medikamentosa:
1. Edukasi pasien tentang penyakitnya
2. Memakai sandal atau pelindung kaki untuk mencegah terjadinya luka
3. Memakai sarung tangan jika akan memegang benda panas
4. Merawat kulit kaki agar tidak kering dan pecah
Medikamentosa :
1. Metil prednisolon tab 8 mg 1-1-0
2. Antasyd syr 3 x CI a.c
3. Fe tab 1 x 1
4. Vit B1 1 x 1
5. Vit B12 2 x 1
6. Na diklofenac 2 x 50 mg (k/p)
PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia
Recommended