Sistemik Lupus Eritematosus
Lupus Eritematosus Sistemik adalah suatu penyakit autoimun menahun yang
menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai organ tubuh, termasuk kulit,
persendian dan organ dalam.
SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit
yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai
banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi
dari beberapa penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun
terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang terjadi
karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan
dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan
ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik
diselangi episode remisi.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimun yang
kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit
ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk didiognisis.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai
macam autoantibodi dalam tubuh.
Etiologi
Sampai saat penyebab LES (Lupus eritematsus sistemik) belum diketahui,
Diduga ada beberapa paktor yang terlibat seperti paktor genetic,inpeksi dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES (Lupus eritmatosus sistemik).
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari
sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat
menghasilkananti bodi secara terus menerus. Anti bodi ini juga berperan dalam
komplek imun sehingga mencetuskan penyakit implamasi imun sistemik dengan
kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan
Mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas selbe.hal ini
dapat terjadi sekunder
Terhadap beberapa factor :
1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B
2. Hiperaktivitas sel T helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :
Infeksi
Antibiotik
Sinar ultraviolet
Stres yang berlebihan
Obat-obatan yang tertentu
Hormon
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh
pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun
10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan wanita
sering terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada
masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa
hormon (terutama esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini.
Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus, yang
akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan
Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi
ini ditimbulkan oleh kombinasi antara factor-faktor genetic, hormonal (sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduksi) dan
lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti
hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam
penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pda SLE, peningkatan produksi
autoantibody diperkirakan terjadi akibat funsi sel T supresor yang abnormal sehingga
timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan
menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibody tambahan dan siklus
tersebut berulang kembali.
Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak
disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga
menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala yang
terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapt remisi dan eksaserbsi. Remisinya
mungkin berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti
kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap serangan biasanya
disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu makan berkurang, kelemahan,
berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-
kadang disertai menggigil.
Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal, berupa
artritis (93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal proksimal
didikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan
kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi. Artritis
biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau ankilosis. Adakala
terdapat nodul reumatoid. Nekrosis vaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan
ditemukan pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan streroid dosis tinggi.
Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris.
Gejala Mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus SLE.
Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lasi kulit akut, subakut,
diskoid, dan livido retikularis.
Ruam kulit berbentuk kupu-kupu berupa eritema yang agak edamatus pada
hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh
tanpa bekas luka. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam
kulit yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi kulit akut.Lesi kulit
subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan
atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup oleh sisik
keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan
berbentuk silikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai
yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual.Livido retikularis
suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada SLE.
Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling sering
ialah proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik kegagalan ginjal jarang
terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus difus dan
nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus merupakan kelainan yang paling berat.
Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi
ginjal sedang sampai berat. Nefritis lupus membranosa lebih jarang ditemukan.
Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan
penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah
pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab
kematian SLE kronik.
Susunan Saraf Pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis
organik dan kejang-kejang.
Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE
pada sistem lain-lainnya. Pasien menunjukkan gejala halusinasi disamping gejala
khas organik otak seperti sukar menghitung dan tidak snggup mengingat kembali
gambar-gambar yang pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak
dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara keduanya baru dapat
diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai. Psikosis
lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan dan sebaliknya.
Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain
yang mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia.
Mata
Kelainan mata dapat berupa konjungtivitas, perdarahan subkonjungtival dan
adanya badan sitoid di retina
Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat
keadaan tersebut.
Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pluera
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari kejadian tersebut
sering timbul nyeri dada dan sesak napas.
Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual dan
diare. Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat
pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril
atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan
ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pankreatitis.
Hemik-Limfatik
Kelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal, dengan
karakteristik tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain adalah splenomegali
yang biasanya disertai oleh pembesaran hati. Kerusakan lien berupa infark atau
trombosis berkaitan dengan adanya lupus antikoagulan. Anemia dapat dijumpai pada
periode perkembangan penyakit LES, yang diperantai oleh proses imun dan non-
imun.
faktor genetik
Obat-obatan tidak cocok
Gen membawa SLE pada keturunan
selanjutnya
Keterlibatan gen
infeksiMerangsang system imun
Gangguan kulitHormon proklatin
Factor lingkungan (sinar ultraviolet)
faktor hormonal
Faktor pemicu (mengikat komplemen)
Stres berlebihan
Pembentukan kompleks
imun
Aktivasi komplemen
Lupus Eritematosus Sistemik
Kulit akut artritis Efusi pleura kelelahann
Obat-obatan(Hidration)
Obat terakumulasi dalam tubuh
Obat berikatan dengan kompleks
anti bodi
Imun kompleks
Perubahan reaksi imun(reaksi Hipersensitivitas dan
Autoimun)
Penatalaksanaan
Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis
gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ
yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari
pemeriksaan serologis. Monotoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan parameter
laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit.
Ruam kulit berbentuk kupu-kupu
Eritema dan
purpura
Gangguan mobilitas
MK : gg. Integritas
Sendi interfalngeal
proksimal
Efusi sendi
pembekakan
nyeri
Mk : gg rasa nyaman (nyeri kronik)
Pneumonitis lupus
Kompleks imun pada alveolus
sesak
nyeri
Meningkatnya beban kerja
Merangsang system imun
Pembentukan komples antibodi
MK : intoleransi aktivitas
Anemia
Reaksi inflamasi nyeri
a. Pendidikan terhadap Pasien
Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan
penyakit, komplikasi, prognosis), sehingga dapat bersikap positif terhadap
penanggulangan penyakit.
b. Beberapa Prinsip Dasar Tindakan Pencegahan pada SLE
1. Monitoring yang teratur
2. Penghematan enersi
Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang menonjol. Diperlukan
waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan pentingnya tidur yang
cukup.
3. Fotoproteksi
Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat juga
digunakan lotion tertentu untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari langsung.
4. Mengatasi infeksi
Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas sebabnya,
pasien harus memeriksanya.
5. Merencanakan kehamilan
Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang
mendapatkan pengobatan dengan obat imunosupresif.
c. pengobatannya
Lupus diskoid
Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal. Krim
luocinonid 5% lebih efektif dibandingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi dengan
hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif terhadap 50% pasien.
Serositis lupus (plueritis, perikarditis)
Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap gangguan
ginjal), anti-malaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis rendah.
Arthritis lupus
Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan
pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal dan ati-malaria. Sedangkan untuk
keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake inhibitor
antidepresan (amitriptilin)
Miositis lupus
Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan prednison
dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen meningkat mencapai
dosis efektif terendah. Metode lain yang digunakan untuk mencegah efek samping
pemberian harian adalah dengan cara pemberian prednison dosis alternate yang lebih
tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg) metrotreksat atau azathioprine.
Fenomena Raynaud
Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin dan
nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.
Lupus nefritis
Lupus nefritis kelas II mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan
terapi minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karna menggambarkan
perubahan status penyakit menjadi lebih parah. Lupus nefritis III memerlukan terapi
yang sama agresifnya dengan DPGN. Pada lupus nefritis IV kombinasi kortikosteroid
dengan siklofosfamid intravena. Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan,
setelah 10-14 hari pemberian, diperiksa kadar leukositnya. Dosis siklofosfamid
selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkan tergantung pada jumlah leukositnya
(normalnya 3.000-4.0000/ml). Pada lupus nefritis V regimen terapi yang di berikan
adalah (1) monoterapi dengan kortikosteroid. (2) terapi kombinasi kortikosteroid
dengan siklosporin A. (3) sikofosfamid, azathioprine atau klorambusil. Pada lupus
nefritis V tahap lanjut, pilihan terapinya adalah dialisis dan transplantasi renal.
Gangguan hematologis
Untuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini adalah
kortikosteroid, imunoglobulin intravena. Sedangkan untuk anemi hemolitik, terapi
yang dipertimangkan adalah kortikosteroid, danazol, dan spelenektomi.
Pneumonitis intersititialis lupus
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid
intravena.
Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid
intravena
Komplikasi
Komplikasi LES meliputi :
Hipertensi (41%)
Gangguan pertumbuhan (38%)
Gangguan paru-paru kronik (31%)
Abnormalitas mata (31%)
Kerusakan ginjal permanen (25%)
Gejala neuropsikiatri (22%)
Kerusakan muskuloskeleta (9%)
Gangguan fungsi gonad (3%)
8. Pemeriksaaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorim
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan :
1. Hematologi
Ditemukan anemia, leukopenia, trombosittopenia
2. Kelainan Imunologis
Ditemuka sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti DNA,
faktor reumatitoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu.
b. Histopatologi
Umum :
Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi
onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-
Sacks.
Ginjal :
2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus
membranosa
Kulit
Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukkan deposit igG granular pada
dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada
kulit yang tak terkena (70%). Yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika
ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan terpanjan.
Recommended