REFLEKSI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI
RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik
Ilmu penyakit saraf
Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak
STROKE NON HEMORAGIK DENGAN DIABETES MELITUS
Disusun oleh
Ardiriawan
01.208.5609
Pembimbing :
dr. Hamidah, Sp.S, M.Si.Med
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014
DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif
1. Hemiparese dekstra spastik 2 Juni 2014
2. Hipertensi 2 Juni 2014
3. Diabetes Mellitus 2 Juni 2014
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. S
2. Umur : 44 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. No CM : 073409
5. Agama : Islam
6. Pendidikan : SD
7. Pekerjaan : swasta
8. Status : menikah
9. Diantar oleh : keluarga
10. Tanggal Masuk : 2 Juni 2014
B. SUBJEKTIF
Anamnesa dilakukan secara allo dan autoanamnesis pada tanggal 2 Juni 2014 di bangsal
Teratai.
1. Keluhan Utama : Pusing berputar sebelum jatuh
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Lokasi : Kepala
Onset : 3 hari SMRS, ketika pasien sedang beristirahat
Kualitas : Aktivitas sehari-hari terganggu dan berjalan dibantu keluarga
Kuantitas : Pasien merasakan pusing berputar, bicara pelo, belom pernah sakit
seperti ini sebelumnya.
Faktor yang memperberat : bangun dari tempat tidur,berdiri dan berjalan
Faktor yang memperingan : istirahat/tiduran
Gejala lain : bicara pelo(+) mual (+), muntah (+), demam (-)
penurunan kesadaran (-).
3. Kronologis : 3 hari SMRS pasien mengeluh pusing berputar
pada saat membuka mata setelah bangun tidur. Kemudian disertai mual tapi muntah 2
kali. 2 hari yang lalu pasien mulai pelo saat berbicara.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sama : disangkal
Riwayat Hipertensi : ada
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Paru : disangkal
Riwayat DM : ada
Riwayat Stroke : disangkal
Riwayat Kejang : disangkal
Riwayat penyakit maag : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Hipertensi : ada (ayah)
- Riwayat Penyakit Jantung: disangkal
- Riwayat Penyakit Paru : disangkal
- Riwayat DM : ada (ibu)
- Riwayat Stroke : disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Kesan ekonomi : menengah, untuk biaya kesehatan ditanggung sendiri
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status PresentKeadaan Umum : baik
Kesadaran : composmentis GCS 15 E4M6V5
Vital Sign :
Tensi : 160/100 mmHg Nadi : 95 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36,8 0C
b. Status Internus Kepala : Mesocephale, nyeri tekan (-), alopesia (-) Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil (bulat, isokor
bulat, ø 3mm) Leher :o Sikap : Simetris
o Pergerakan : Normal
o Pembesaran kelenjar limfe : (-)
o Kaku kuduk : (-)
Jantung : irama regular, bising jantung (-), mur-mur (-), gallop (-)
Paru : suara vesikuler, suara tambahan (-) Abdomen : kulit normal, cembung, bising usus (+), timpani, nyeri tekan
epigastrik (-) Extremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill <2”/ <2” <2”/ <2”
c. Status Psikikuso Cara berpikir : Realistis
o Perasaan hati : Euthyme
o Tingkah laku : Normoaktif
o Ingatan : Baik
o Kecerdasan : Baik
d. Status Neurologikus1. N.I ( OLFAKTORIUS)
Subjektif : anosmia (-)2. N II ( OPTIKUS)
tajam penglihatan : tidak dilakukan lapang penglihatan : normal melihat warna : normal funduskopi : tidak dilakukan
3. N III ( OKULOMOTORIUS ), N IV (TROKLEARIS ), N VI (ABDUCENS )Dx Sx
Pergerakan bulbus N N
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Strabismus - -
Pupil bulat,isokor,ø 3mm bulat,isokor,ø 3mm
Refleks terhadap sinar + +
Refleks konvergensi + +
Melihat kembar - -
4. N V ( TRIGEMINUS )Sensibilitas taktil dan nyeri muka : normal, simetris
5. N VII (FACIALIS)Dx Sx
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Menahan rangsang membuka mata + +
Menyeringai + +
Mencucu/bersiul + +
Pengecapan lidah 2/3 + +
6. N VIII (VESTIBULOCOCHLEARIS)Dx Sx
JENTIK JARI + +
TES WEBER tidak dilakukan tidak dilakukan
TES RINNE tidak dilakukan tidak dilakukan
7. N IX (GLOSSOPHARINGEUS)Pengecapan 1/3 posterior lidah : (+) Normal
Arkus faring : normal, simetrisSengau : (-)
8. N X ( VAGUS )Arkus faring : simetris
Berbicara : sengau (-)
Menelan : normal
Nadi : 91 x/menit reguler
9. N XI (ACCESORIUS )Mengangkat bahu : +/+
Memalingkan kepala : simetris
10.N XII ( HYPLOGOSSUS )Pergerakan lidah : normal
Tremor lidah : (-)
Artikulasi : disartria
Lidah : deviasi ke kiri
e. Badan dan Anggota Gerak1. BADAN
MOTORIK
Respirasi : normal Duduk : normalSENSIBILITAS
Taktil : +/+ Nyeri : +/+ Thermi : tidak dilakukan Diskriminasi 2 titik : +/+
2. ANGGOTA GERAK ATASMOTORIK
Motorik Dx Sx
Pergerakan B B
Kekuatan (5) (1)
Tonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi Eutrofi
Klonus - -
SENSIBILITAS
Dx Sx
Taktil Dbn Dbn
Nyeri Dbn Dbn
Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik Dbn Dbn
REFLEK
Dx Sx
Biceps N
Triceps N
Hoffman - -
Trommer - -
3. ANGGOTA GERAK BAWAHMOTORIK
Motorik Dx Sx
Pergerakan B B
Kekuatan (5) (1)
Tonus Normotonus Normotonus
Klonus - -
Trofi Eutrofi Eutrofi
SENSIBILITAS
Dx Sx
Taktil Dbn Dbn
Nyeri Dbn Dbn
Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik Dbn Dbn
REFLEK
Dx Sx
Patella ↓ ↓
Achilles ↓ ↓
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Gonda - -
Bing - -
Rossolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
f. Gerakan Abnormal Tremor : -
g. Alat Vegetatif Miksi : dbn Defekasi : dbn
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium Darah : (tgl 2 Juni 2014 )Hemoglobin : 15,6 g%
Leukosit : 8800 /ul
Hematokrit : 40 /ul
Trombosit : 289000 /ul
Hitung jenis Leukosit
N segmen : 61
Limposit : 35
Monosit : 4
Gula Darah Sewaktu : 223
Gula Darah Puasa : 135
Gula darah 2 PP : 147
Ureum : 23
Creatinin :1,02
Kalium : 3,95 mmol/L (3,6-5,5)
Natrium : 136,0 mmol/L (135-155)
Clorida : 106,8 mmol/L (75-108)
Mg : 2,0 mmol/L
(Tgl 2 Juni 2014)
Cholesterol total : 180 mg%
Trigliserida : 96 mg%
Asam Urat : 5,6 mg%
E. RESUME
Anamnesis dilakukan secara allo dan autoanamnesis pada tanggal 2 juni 2014 dibangsal Teratai.
Pasien mengeluh pusing berputar, mual, tapi muntah 2 kali Pasien tidak pernah sakit seperti ini Pada pemeriksaan fisik didapatkan penurunan reflek fisiologis pada anggota gerak kiri
atas pada bagian triscep. Dan didapatkan penurunan reflek fisiologis di anggota gerak bawah. Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan kelainan bermakna berupa kenaikan nilai gula darah puasa dan 2 jam post pandrial.
Siriraj Stroke Score o Kesadaran : 2,5 x 0 = 0
o Muntah : 2 x1 = 2
o Nyeri kepala : 2 x 2 = 4
o Diastolik : 0,1 x 90 = 9
o Ateroma : -3 x 1 = -3
o Konstanta : -12 +
o Skor 0
Suspect Stroke Non Hemoragik
F. ASSESMENT
1. D/ Klinis Hemiparese dextra UMN / fase diasesis / kena sel motorik
(motor neuron di kortek serebri).
Paresis nervus XII sentral Sinistra
Paresis nervus VII sentral Dextra
D/ Topis : hemisfer serebri gyrus postcentralis dextra
D/ Etiologis : suspek SNH trombosis
2. Diagnosa lain : hipertensi grade I
Diabetes Mellitus
G.PLANNING
1. Stroke
Medikamentosa
Infus RL + sohobal 1 amp/24 jam Inj. Ranitidin 2x1 ampul Inj. piracetam 3x3 gr Aspilet 80 mg ,1x1 Citicolin 2x500mg Neurotropik : (B1, B6, B12) 3X1
Non Medikamentosa :
Konsultasi ke ahli Gizi untuk menentukan diet rendah garam dan
rendah lemak.
Monitoring :
Keadaan umun, tanda-tanda vital serta perbaikan gejala dan tanda.
Edukasi :
Menjelaskan penyakit yang diderita kepada pasien dan
keluarganya.Cukup istirahat (tirah baring), atur pola makan, tenangkan
pikiran dan minum obat secara teratur. Rutin menjalankan fisioterapi
dan kontrol rutin di poliklinik syaraf. Berikan dukungan kepada pasien.
Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan darah lengkap
o EKG
o CT scan
2. Hipertensi
Medikamentosa
o Tidak diberikan terlebih dahulu, tetapi setelah fase akut (7-10 hari) tetap
diberikan Non medikamentosa
o Diet rendah garam dan lemak
Monitor
o Vital sign dan KU serta tekanan darah
Edukasi
o istirahat yang cukup
o olahraga teratur
o hindari kegiatan yang melelahkan
o menghindari stress
o konsul ke dokter secara teratur
Non medikamentosa
o Diet rendah kalori
o Diet rendah gula
o Diet rendah lemak
Monitor
o Vital sign dan KU serta gula darah sewaktu, gula darah puasa, dan gula
darah post pandrial.
3. Diabetes Mellitus
Medikamentosa
Metformin 0,5mg 2x1
Monitor
o Cek Gula Darah sewaktu setiap pagi
o Cek ulang HBA1c
Edukasi
o istirahat yang cukup
o menghindari stress
o konsul ke dokter secara teratur
Non medikamentosa
o Diet rendah kalori
o Diet rendah gula
o Diet rendah lemak
Monitor
o Vital sign dan KU serta gula darah sewaktu, gula darah puasa, dan gula
darah post pandrial.
H.PROGNOSAAd sanam : dubia ad bonam
Ad vital : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
1. Stroke
1. 1. Defenisi Stroke
Berdasarkan defenisi WHO (World Health Organization) stroke adalah gangguan fungsi
serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.
1. 2. Epidemologi Stroke
Stroke adalah penyebab kematian terbesar ketiga di negara-negara industri setelah penyakit
jantung dan kanker. Prevalensi stroke pada populasi kulit putih berkisar antara 500-600 per
100.000 penduduk. Dilaporkan di Selandia baru 793 per 100.000 penduduk, di Perancis 1445
per 100.000 penduduk. Rentang pada Negara sedang berkembang juga bervariasi. Di China,
prevalensi stroke 620 per 100.000 penduduk, dan Thailand 690 per 100.000 penduduk
(WHO, 2006)
Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah sakit dan penyebab
kematian tertinggi ketiga di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker (Purve,
2004). Setiap tahunnya 500.000 orang di negara ini mengalami stroke dan 150.000
meninggal. Prevalensi secara keseluruhan adalah 750/ 100.000 (Davis, 2005).
Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke (15,4%), yang
disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil Riskesdas 2007,
prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, dan yang telah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia
dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua
(3,8 per 1.000 penduduk) (Depkes, 2009).
1. 3. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan atas jenisnya, stoke dibagi atas:
Stroke jenis ini pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak yang kemudian
menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa ke otak. Stroke ini sering diakibatkan
oleh trombosis akibat plak aterosklerosis arteri otak atau suatu emboli dari pembuluh darah di
luar otak yang tersangkut di arteri otak. Jenis stroke ini merupakan jenis stroke yang tersering
didapatkan, sekitar 80% dari semua stroke. Stroke jenis ini juga bisa disebabkan oleh
berbagai hal yang menyebabkan terhentinya aliran darah otak antara lain, syok, hipovolemia,
dan berbagai penyakit lain.
Stroke jenis ini merupakan sekitar 20% dari semua stroke. Stroke jenis ini diakibatkan oleh
pecahnya suatu mikro aneurisma di otak. Stroke ini dibedakan atas: perdarahan intraserebral,
subdural, dan subaraknoid (Sudoyo, 2007).
1. 4. Faktor Risiko Stroke
a. Usia
Usia adalah faktor risiko tunggal terpenting. Sekitar 30% stroke terjadi pada usia 65 tahun
dan 70% terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Faktor risiko meningkat dua kali lipat untuk
setiap dekade setelah usia 55 tahun.
b. Hipertensi
Setelah usia, hipertensi adalah faktor risiko stroke terkuat. Faktor risiko meningkat seiring
dengan peningkatan tekanan darah. Di Framingham, faktor risiko relatif stroke untuk
peningkatan 10 mmHg sistolik adalah 1,9 untuk pria dan 1,7 untuk wanita setelah faktor
risiko stroke yang lain dikontrol. Peningkatan tekanan sistolik dan diastolik atau keduanya
mempercepat terjadinya aterosklerosis (Houston, 2000). 1. Stroke Non hemoragik 2. Stroke
Hemoragik
c. Jenis kelamin
Infark dan stroke terjadi 30% lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita. Perbedaan ini
terjadi terutama pada usia kurang dari 65 tahun.
d. Riwayat keluarga
Prevalensi stroke meningkat lima kali lipat pada kondisi kembar monozigot dibandingkan
dengan kembar dizigot yang secara genetik memiliki predisposisi terhadap stroke. Study
cohort pada kelahiran di Swedia pada tahun 1913 menunjukkan peningkatan tiga kali lipat
insidensi stroke pada orang yang ibunya meninggal karena stroke, dibandingkan dengan
orang tanpa riwayat maternal seperti itu.
e. Diabetes Melitus
Setelah faktor-faktor risiko stroke lainnya telah terkontrol, diabetes meningkatkan risiko
stroke tromboembolik sekitar dua hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan orang tanpa
diabetes. Diabetes merupakan predisposisi terhadap iskemik serebral dengan mempercepat
aterosklerosis pada pembuluh darah besar seperti arteri koroner atau karotis atau dengan efek
lokal pada mikrosirkulasi serebral.
f. Penyakit jantung
Individu dengan penyakit jantung jenis yang mana saja mempunyai risiko lebih dari dua kali
terkena stroke dibandingkan dengan orang dengan fungsi jantung normal. Penyakit arteri
koroner merupakan indikator kuat keberadaan penyakit vaskular aterosklerotik dan
berpotensi menjadi sumber emboli. Penyakit jantung kongestif, Penyakit jantung hipertensi
Berhubungan dengan peningkatan stroke. Fibrilasi atrial berperan kuat dalam stroke emboli
dan fibrilasi atrial meningkatkan risiko stroke hingga 17 kali.
g. Merokok
Beberapa laporan termasuk sejumlah meta analisis menunjukkan bahwa merokok sigaret
meningkatkan risiko stroke pada semua usia dan kedua jenis kelamin. Derajat risiko
berkorelasi dengan jumlah komsumsi rokok sigaret (Tsementzis, 2000).
h. Obstructive sleep apnea syndrome
Obstructive sleep apnea syndrome secara bermakna meningkatkan risiko stroke dan kematian
serta menjadi faktor dependen risiko lain seperti hipertensi (Yaggi, 2005).
i. Peningkatan hematokrit
Peningkatan viskositas menyebabkan simptom stroke ketika hematokrit melebihi 55%.
Penentu utama viskositas whole blood adalah sel darah merah, protein plasma, serta
fibrinogen. Ketika viskositas meningkat akibat dari polisitemia, hiperfibrinogenemia atau
paraproteinemia, biasanya akan terjadi simptom seperti sakit kepala, letargi, tinitus, dan
penglihatan kabur. Infark serebral fokal dan oklusi vena retina serta disfungsi platelet dapat
menyebabkan perdarahan intraserebral dan subaraknoid.
j. Peningkatan kadar fibrinogen dan abnormalitas sistem pembekuan darah
Peningkatan kadar fibrinogen berpengaruh pada peningkatan risiko stroke trombotik.
Abnormalitas sistem pembekuan darah seperti defisiensi antitrombin III dan defisiensi protein
C dan S pernah dilaporkan berhubungan dengan venous thrombotic.
k. Sickle-cell disease
Sickle-cell disease dapat menyebabkan infark iskemik maupun hemoragik, perdarahan
intraserebral dan subaraknoid, trombosis sinus venous dan cortical vein. Secara keseluruhan
insidensi stroke pada sickle-cell disease adalah 6 – 15%.
l. Penyalahgunaan obat
Obat-obat yang dihubungkan dengan stroke di antaranya adalah methamphetamine,
norepinephrine, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin meningkatkan necrotizing vasculitis
yang berakibat pada perdarahan petekie difus atau terbentuknya area iskemik dan infark
fokal. Heroin dapat menyebabkan hipersentisitas vascular berupa alergi yang membawa ke
infark. Perdarahan subaraknoid dan infark serebral pernah dilaporkan setelah penggunaan
kokain.
m. Hiperlipidemia
Peningkatan kolesterol menjadi faktor risiko terjadinya aterosklerosis terutama pada pria di
bawah usia 55 tahun (Tsementzis, 2000). Penurunan kadar
LDL kolesterol menurunkan risiko stroke 10% untuk pengurangan 1 mmol/L dan 17% untuk
pengurangan 1,8 mmol/L (Law, 2003). Kenaikan kadar kolesterol yang terdapat pada LDL
berkaitan dengan penyakit aterosklerosis, sedangkan kadar HDL yang tinggi mempunyai efek
protektif (Murray, 2003). Di samping itu keadaan hipertrigliserida juga dianggap berkorelasi
dengan peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL yang akan meningkatkan risiko
terjadinya aterosklerosis (Brunzell, 2007).
n. Kontrasepsi oral
Kontrasepsi oral high-estrogen telah dilaporkan meningkatkan risiko terjadinya stroke pada
wanita muda. Pengurangan jumlah kandungan estrogen telah menurunkan masalah ini, tetapi
tidak dapat mengeliminasinya. Faktor risiko ini sangat besar pengaruhnya pada wanita
berusia lebih dari 35 tahun yang disertai dengan kebiasaan merokok. Mekanismenya
diperkirakan akibat peningkatan koagulasi karena stimulasi estrogen terhadap produksi
protein oleh hati.
o. Komsumsi alkohol
Alkohol juga dapat meningkatkan tekanan darah dan risiko stroke hemoragik (Brunzell,
2007). Adanya peningkatan resiko infark serebral dan perdarahan subaraknoid yang telah
dihubungkan dengan penyalahgunaan alkohol pada dewasa muda. Mekanisme etanol
menyebabkan stroke dengan pengaruh pada tekanan darah, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel darah merah. Di samping itu, alkohol dapat menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan pada aliran darah serebral (Tsementzis, 2000).
p. Obesitas
Obesitas, terutama abdominal obesity, dihubungkan dengan peningkatan risiko hipertensi,
diabetes, hiperlipidemia, sleep apnea, penyakit jantung koroner, dan stroke (DeMaria, 2007).
Berat relatif lebih dari 30% di atas rata-rata merupakan kontributor independen terhadap
aterosklerosis (Tsementzis, 2000).
q. Infeksi
Infeksi meningeal dapat menyebabkan infark serebral melalui perubahan dinding pembuluh
darah akibat inflamasi. Menigovascular syphilis dan Mucormycosis dapat menyebabkan
artritis dan infark serebral.
r. Homosistinemia atau homosistinuria (bentuk homozigot)
Homosistinemia atau homosistinuria Predisposisi terhadap trombosis arteri dan vena serebral.
Risiko stroke pada usia muda sekitar 10 – 16%.
s. Etnis
African-Americans mempunyai risiko tinggi terhadap stroke dibandingkan etnis lain
(Tsementzis, 2000).
1. 5. Patofisiologi Stroke
Dalam keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak adalah 50–60 ml per 100 gram
otak per menit. Jadi jumlah darah untuk seluruh otak, yang kira-kira beratnya antara 1200-
1400 gram adalah 700-840 ml per menit. Dari jumlah darah itu, satu pertiganya disalurkan
melalui tiap arteri karotis interna dan satu pertiga sisanya disalurkan melalui susunan
vertebrobasilar. Daerah otak tidak berfungsi bisa karena secara tiba-tiba tidak menerima
suplai darah lagi karena arteri yang memperdarahi daerah tersebut putus atau tersumbat.
Penyumbatan itu bisa terjadi secara mendadak atau secara berangsur-angsur (Mardjono,
2008).
Oklusi akut pembuluh darah intrakranial menyebabkan penurunan aliran darah ke regio otak
sesuai dengan kebutuhannya. Penurunan aliran ini akan berpengaruh pada aliran darah
kolateral dan ini sangat tergantung pada anatomi vaskular individual dan lokasi oklusi.
Apabila aliran darah serebral tidak ada sama sekali, akan terjadi kematian pada jaringan otak
dalam 4 hingga 10 menit. Apabila aliran darah ke otak kurang dari 16-18 ml/ 100 gram
jaringan otak per menit maka akan menyebabkan infark dalam satu jam. Apabila kurang dari
20 ml/ 100 gram jaringan otak per menit menyebabkan iskemik tanpa infark kecuali jika
berlangsung selama beberapa jam atau hari. Jika aliran darah dikembalikan dengan cepat
sesuai dengan kebutuhannya, sehingga jaringan otak dapat pulih penuh dan simptom pada
pasien hanya transien dan ini disebut transient ischemic attack (TIA). Tanda dan gejala TIA
biasanya berlangsung dalam 5-15 menit tetapi secara defenisi harus kurang dari 24 jam.
Kematian sel pada otak terjadi melalui dua jalur yaitu: (1) jalur nekrosis di mana pemecahan
sitoskletal seluler berlangsung cepat yang berakibat pada
kegagalan energi sel, dan (2) jalur apoptosis di mana sel terprogram untuk mati. Iskemik
menyebabkan nekrosis karena sel-sel neuron mengalami kekurangan glukosa yang berakibat
pada kegagalan mitokondria dalam menghasilkan ATP. Tanpa ATP, pompa ion pada
membran akan berhenti berfungsi dan neuron mengalami depolarisasi dan disertai dengan
peningkatan kalsium intraselular. Depolarisasi selular juga menyebabkan pelepasan glutamat
dari terminal sinapsis (Kasper, 2005). Di samping itu, penurunan ATP akan menyebabkan
penumpukan asam laktat dan menyebabkan terjadinya asidosis selular (Ropper, 2005).
Radikal bebas juga dihasilkan oleh degradasi membran lipid dan mitokondria yang
mengalami disfungsi. Radikal bebas ini menyebabkan kerusakan pada membran dan fungsi
vital lain sel. Di samping itu, demam akan memperparah iskemik begitu juga dengan
hiperglikemia, oleh karena itu demam dan hiperglikemia harus diatasi dan jika bisa dicegah
(Kasper, 2005). Penurunan suhu setidaknya 2 – 3 0C dapat menurunkan kebutuhan metabolik
neuron dan meningkatkan toleransi terhadap hipoksia sebesar 25-30 % (Ropper, 2005).
1. 6. Gejala dan Tanda Stroke
Gejala stroke dapat dibedakan atas gejala/ tanda akibat lesi dan gejala/ tanda yang
diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa sangat jelas dan mudah untuk
didiagnosis akan tetapi dapat sedemikian tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi
untuk mengenalinya. Pasien dapat datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah
separuh badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja akan tetapi tidak jarang pasien
datang dalam keadaan koma sehingga memerlukan penyingkiran diagnosis banding sebelum
mengarah ke stroke. Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak yang
menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut. Jenis patologi
(hemoragik atau nonhemoragik) secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan
gejala, kecuali bahwa pada jenis hemoragik sering kali ditandai dengan nyeri kepala hebat
terutama terjadi saat bekerja. Beberapa perbedaan yang terdapat pada stroke hemisfer kiri dan
kanan dapat dilihat dari
tanda-tanda yang didapatkan dan dengan pemeriksaan neurologis sederhana dapat diketahui
kira-kira letak lesi seperti yang terlihat di bawah ini.
Lesi di korteks:
Lesi di kapsula:
Lesi di batang otak:
Lesi di medula spinalis:
Gejala akibat komplikasi akut menyebabkan kematian lima kali lebih banyak dibanding
akibat lesi, dan bersama-sama keduanya menyebabkan sekitar 20% kematian pada hari
pertama. Komplikasi akut yang terjadi adalah: Gejala terlokalisasi dan mengenai daerah
kontralateral dari letak lesi. Hilangnya sensasi kortikal (diskriminasi dua titik) ambang
sensorik yang bervasiasi. Kurang perhatian terhadap rangsang sensorik. Bicara dan
penglihatan mungkin terkena. Lebih luas dan mengenai daerah kontra lateral dari letak lesi.
Sensasi primer menghilang. Bicara dan penglihan mungkin terganggu. Luas dan
bertentangan dengan letak lesi Mengenai saraf kepala sesisi dengan letak lesi (III-IV otak
tengah), (V,VI,VII, di pons), (IX, X, XI, XII di medula) Neuron motorik bawah di daerah
lesi, sesisi Neuron motorik atas di bawah lesi, berlawan dengan letak lesi Gangguan
sensorik
Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi sebagai
upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu, kecuali bila
menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik > 130) tekanan darah tidak
perlu diturunkan karena akan turun sendiri selama 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis,
tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera. Universitas Sumatera Utara Kadar gula
darah. Pasien stroke sering kali merupakan pasien DM, sehingga kadar gula darah pasca
stroke tinggi. Akan tetapi sering kali terjadi kenaikan kadar gula darah pasien sebagi reaksi
kompensasi atau mekanisme stres. Gangguan jantung baik sebagai penyebab maupun
sebagai komplikasi. Keadaan ini memerlukan perhatian khusus, sering kali memperburuk
keaadn stroke, bahkan sering merupakan penyebab kematian. Gangguan respirasi, baik
akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat nafas. Infeksi dan sepsis, merupakan
komplikasi stroke yang serius Gangguan ginjal dan hati. Ulcer stres, yang sering
menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena (Sudoyo, 2007).
1. 7. Anamnesa Stroke
Pokok manifestasi dari stroke adalah hemiparesis, hemiparestesia, afasia, disartria, dan
hemianopia. Hemiparesis yang ringan dapat dirasakan oleh penderita sebagai gangguan
gerakan tangkas. Cara mengemukakannya dapat berbunyi sebagai berikut:
Itulah contoh-contoh yang melukiskan hilangnya ketangkasan tangan kanan maupun kiri. Di
bawah ini diberikan lukisan gangguan ketangkasan tungkai sebagaimana penderita sendiri
atau pengantar si pasien:
Afasia atau disfasia motorik dilukis sebagai berikut: ”Tidak bisa bicara tapi masih mengerti
semuanya.” Afasia atau disfasia sensorik sering kali dikemukakan secara samar misalnya:
”Bicaranya sudah tidak karuan. Kata-kata yang dikeluarkan jelas tetapi tidak mempunyai
arti.” Disartria disajikan secara jelas yaitu: ”Lidahnya sudah kaku.” atau ”Lidah sudah
pendek.” a. ”Sekarang tulisan tidak karuan.” b. ”Kalau merokok sering kali rokok yang
dipegang lepas tanpa diketahui.” c. ”memasukkan kancing dalam lubang kancing sering tidak
berhasil.” a. ”Kaki kanan susah diatur karena itu jalannya canggung.” b. ”Pakai sandal tidak
bisa kalau tidak dibantu oleh tangan.”
Hemianopia tidak selalu dilukiskan oleh penderita secara jelas, seperti halnya dengan keluhan
berikut: ”Penglihatannya sebenarnya baik, tapi kadang kala jadi tampak gelap” (Sidharta,
2008).
1. 8. Fisik Diagnosis Stroke
Gejala defisit neurologik yang sudah jelas mudah dikenali. Terutama hemiparesis yang sudah
jelas, setiap dokter pasti mengenalnya. Juga tanda-tanda yang mengiringi hemiparesis mudah
diingat. Adapun tanda-tanda tersebut, yang dinamakan tanda-tanda gangguan upper motor
neuron (UMN):
Manifestasi stroke yang paling ringan sering berupa gangguan ketangkasan gerakan. Maka
dari itu, susunan periksaan motorik harus sebagai berikut:
a. Pemeriksaan ketangkasan gerakan
Adakan observasi sewaktu orang sakit berjalan. Tungkai yang sudah memperlihatkan gaya
jalan sirkumduksi masih dapat bertenaga besar jika dinilai pada waktu orang sakit berbaring
dan disuruh menendang.
Untuk menilai lengan sewaktu orang sakit berjalan harus diperhatikan cara orang sakit
berlenggan. Sering kali dialami penulis, bahwa tenaga lengan untuk fleksi, ekstensi lengan di
siku, dan tenaga tangan sewaktu mengepal masih normal, tetapi cara orang sakit
melenggankan lengan sewaktu berjalan sudah tampak kurang lincah.
Konfirmasi selanjutnya dapat diberikan oleh tes di mana orang sakit diperintahkan untuk
membuka dan menutup kancing bajunya dan kemudian melepas dan memakai sandalnya.
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai dengan cara
tersebut di atas.
b. Penilaian tonus otot
Penilaian tonus otot dilakukan dengan jalan menggerak-gerakkan otot secara pasif pada sendi
siku/ lutut. Adanya hipertonia ringan sesisi tidak akan a. Tonus otot pada sisi yang lumpuh
meningkat. b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh c. Refleks patologik positif
pada sisi yang lumpuh.
Universitas Sumatera Utara
diketahui bila mana penilaian tonus otot dilakukan pada anggota secara sendiri-sendiri. Tetapi
dengan menggerakkan kedua lengan secara simultan namun berselingan dalam hal fleksi dan
ekstensi, perbedaan ringan derajat tonus otot antara kedua lengan dapat diketahui. Pada
penilaian tonus otot tungkai dengan cara simultan diperlukan bantuan orang lain. Perawat
dapat melakukan gerakan fleksi dan ekstensi tungakai kiri penderita sedangkan dokter
melakukan tindakan yang serupa pada sisi kanan dan menilai tonus tungkai kanan. Kemudian
perawat berganti tempat dan menggerakkan tungkai kanan dan dokter menilai tonus tungkai
kiri orang sakit.
c. Penilaian refleks tendon
Hiper-refleksia pada sisi hemiparetik tidak selalu dijumpai. Jika terdapat lesi di tingkat
korteks, maka beberapa hari sampai minggu setelah hemiparesis menjadi kenyataan hiper-
refleksia ada kalanya masih belum didapati. Juga dapat penderita DM yang mengidap stroke
tidak didapat hiper-refleksia tendon lutut, walaupun pada umumnya masih terdapat hiper-
refleksia tendon bisep. Dalam hal itu, kedua refleks tendon lutut hilang karena neuropatia
diabetika yang sudah ada jauh sebelum orang sakit mendapatkan hemiparesis.
Kecermatan dalam penilaian refleks tendon ditentukan oleh teknik membangkitkan releks
tendon. Sering dilupakan bahwa penilaian refleks tendon bersifat penilaian banding. Maka
sikap anggota gerak kedua sisi harus sama dan pengetukan tendon sebagai stimulasi harus
berintensitas yang sama pula apabila dikehendaki hasil perbandingan yang bidsa dipercaya.
d. Refleks patologik
Pada sisi hemiparetik, dapat dijumpai refleks patologik. Refleks patologik yang dapat
dibangkitkan pada tangan ialah: refleks Tromner-Hoffmann, Leri dan Mayer. Refleks
Tromner-Hoffmann yang positif tidak selalu menunjukkan pada gangguan jaras piramidalis.
Pada orang-orang sehat pun dapat dijumpai refleks Tromner-Hoffmann yang positif.
Refleks patologik yang dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinski, Chadock, Oppenheim,
Gordon, Schaefer, Gonda. Bila refleks Babinski dan chadock sudah terbukti ada maka tidak
perlu untuk melakukan tindakan
pemeriksaan untuk membangkitkan refleks patologik lainnya. Refleks Babinski dan Chadock
merupakan refleks yang dapat dipercaya penuh (Sidharta, 2008).
1. 9. Pemeriksaan penunjang Stroke
Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara tepat stroke dan subtipenya,
untuk menidentifikasi penyebaba utamanya dan penyakit terkait lain, untuk menentukan
terapi dan strategi pengelolaan terbaik, serta untuk memantau kemajuan pengobatan.
Pemeriksaan yang dilakukan akan berbeda dari pasien ke pasien.
a. CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke adalah Computerised
Topography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada kepala. Mesin CT dan MRI
masing-masing merekam citra sinar X atau resonansi magnet. Setiap citra individual
memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan daerah abnormal yang ada di
dalamnya.
Pada CT, pasien diberi sinar X dalam dosis sangat rendah yang digunakan menembus kepala.
Sinar X yang digunakan serupa dengan pada pemeriksaan dada, tetapi dengan panjang ke
radiasi yang jauh lebih rendah. Pemeriksaan memerlukan waktu 15 – 20 menit, tidak nyeri,
dan menimbulkan resiko radiasi minimal keculi pada wanita hamil. CT sangat handal
mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik
ringan, terutama pada tahap paling awal. CT dapat memberi hasil negatif-semu (yaitu, tidak
memperlihatkan adanya kerusakan) hingga separuh dari semua kasus stroke iskemik.
Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan dan mengukur interaksi
antara gelombang-gelombang magnet dan nukleus di atom yang bersangkutan (misalnya
nukleus Hidrogen) di dalam jaringan kepala. Pemindaian dengan MRI biasanya berlangsung
sekitar 30 menit. Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat alat pacu jantung atau alat
logam lainnya di dalam tubuh. Selain itu, orang bertubuh besar mungkin tidak dapat masuk
ke dalam mesin MRI, sementara sebagian lagi merasakan ketakutan dalam ruangan tertutup
dan tidak tahan menjalani prosedur meski sudah mendapat obat penenang. Pemeriksaan MRI
aman, tidak invasif, dan tidak menimbulkan nyeri. MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam
mendeteksi stroke iskemik, bahkan pad stadium dini. Alat ini kurang peka dibandingkan CT
dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.
b. Ultrasonografi
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang suara untuk
menciptakan citra. Pendaian ini digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri
atau pembekuan di arteri utama. Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan relatif
cepat (sekitar 20-30 menit).
c. Angiografi otak
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X kedalam
arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-
pembuluh darah di kepala dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar paling akurat
mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan atau perubahan
patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini memiliki resiko kematian pada satu
dari setiap 200 orang yang diperiksa.
d. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas. Sebagai contoh, tindakan
ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi susunan saraf pusat serta cara ini juga
dilakukan untuk mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini memerlukan waktu
sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.
e. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau penyakit jantung
sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur EKG biasanya membutuhkan waktu hanya
beberapa menit serta aman dan tidak menimbulkan nyeri.
f. Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk mencari kelainan dada,
termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi pasien stroke, cara ini juga dapat memberikan
petunjuk mengenai penyebab setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur ini cepat dan tidak
menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi pasien dari
pajanan radiasi yang tidak diperlukan (Feigin, 2009).
g. Pemeriksaan darah dan urine
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab stroke dan untuk
menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke. Pemeriksaan yang direkomendasikan:
Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine untuk mengidentifikasi infeksi
dan penyakit ginjal (Feigin, 2009).
Diabetes Mellitus
Kekentalan Darah Meningkat
Emboli, Trombosis Gangguan Perfusi Serebral
Iskemik
Infark
Batang Otak Cerebrum
Disfagia Gangguan Pernafasan Hemiparese