TUGAS STUDI KASUS
PENGELOLAAN LIMBAH B3
Nama : Lukman Hakim
NIM : 2012339002
UNIVERSITAS SAHID JAKARTA
JAKARTA
2012
Klarifikasi Exxon Mobil Diperlukan Untuk Tuntaskan
Kasus Pencemaran Merkuri Di Aceh
Posted on Agustus 26, 2010 | Tinggalkan Komentar
Peninjauan Tim Kementerian Lingkungan
Hidup di lahan eks bengkel dan gudang
ExxonMobil di Gampong Hueng,
Kecamatan Tanah Luas, Kabupaten Aceh
Utara, 18-20 Agustus, menemukan ratusan
kubik tanah terkontaminasi merkuri.
Kementerian Lingkungan Hidup
menunggu klarifikasi ExxonMobil soal
asal-usul merkuri itu.
Deputi Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) dan Limbah B3 Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) Imam Hendargo
Abu Ismoyo menyatakan, timnya
mengebor tanah dengan bor pertanian
untuk mengambil sejumlah sampel tanah
di lahan eks bengkel dan gudang
ExxonMobil. Ternyata tanah di lahan
berukuran 15 meter x 17,8 meter
terkontaminasi merkuri, kata Imam di
Jakarta, Rabu (25/8).
Merkuri itu ditemukan tercampur tanah,
dalam wujud berupa buliran-buliran
berwarna berkilauan. Tim KLH
membawa empat sampel tanah dari lokasi
itu dan akan diuji di laboratorium. Meski
belum ada uji laboratorium dari KLH,
kontaminasi merkuri sudah dapat
disimpulkan dari banyaknya merkuri yang
kasatmata. Merkuri itu ditemukan
tercampur dalam tanah, sedikitnya hingga
kedalaman 60 cm, kata Imam.
Dia menyatakan, hingga kemarin pihaknya
belum menerima laporan tertulis
ExxonMobil Indonesia soal pengelolaan
limbah merkuri yang dihasilkan pada
produksi gas alam cair di Aceh Utara itu.
Secara terpisah, Vice President of Public
Affair ExxonMobil Indonesia Maman
Budiman menyatakan, pihaknya akan
menyerahkan laporan tertulis tentang
pengelolaan limbah merkuri mereka pada
hari ini (Kamis, 26/8).
Kami berkomitmen membantu
pemerintah mengusut asal-usul
pencemaran merkuri itu. Aktivitas kami di
lokasi itu tidak menimbulkan pencemaran
merkuri, kata Maman saat dihubungi,
Rabu.
ExxonMobil Oil Tidak Becus Tangani Merkuri Kamis, 29-07-2010 18:09:56 oleh: Muhammad Nizar
Kanal: Peristiwa
Penemuan cairan yang diduga kuat
Merkuri di areal bekas kegiatan
Exxonmobil Oil (Exxon) telah
memunculkan pertanyaan bagaimana
perusahaan raksasa tersebut mengelola
limbah terutama limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3). Merkuri merupakan
produk samping yang dihasilkan dalam
proses pemurnian gas alam dan tentu saja
jumlahnya sudah puluhan ton sejak proses
pengolahan gas berlangsung. Selain itu
juga patut dipertanyakan kebijakan Exxon
dalam penggunaan bahan berbahaya
Merkuri dalam aktivitasnya baik yang
terkait langsung dengan pengolahan gas
maupun yang tidak terkait langsung seperti
rumah sakit, perbengkelan, laboratorium
dan sebagainya.
Hasil pengamatan yang dilakukan Walhi
Aceh menunjukkan bahwa Exxon belum
melaksanakan pengelolaan lingkungan
dengan benar. Hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya cairan berbahaya Merkuri
dengan mudahnya oleh penduduk. Walhi
Aceh telah melakukan kunjungan ke
lapangan pada lokasi penemuan cairan
yang diduga kuat Merkuri. Lokasi tersebut
berada di gampong Hueng Kecamatan
Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara. Areal
bekas aktivitas Exxon tersebut luas
keseluruhannya mencapai 4,2 ha yang
merupakan bekas lokasi maintenance.
Pada areal tersebut terdapat rumah sakit,
perbengkelan dan bangunan-bangunan lain
yang kini semua bangunan tersebut sudah
diruntuhkan sebelum diserahterimakan
kepada pemerintah Kabupaten Aceh Utara.
Pemerintah setempat ketika menerima
lahan tidak melakukan pengecekan
menyeluruh kondisi komplek tersebut. Hal
ini sangat salah dimana seharusnya
penerima asset memeriksa kondisi asset.
Tim Walhi Aceh yang turun ke lapangan
bersama LSM BITRA, SAHARA dan
LIMID mendapat informasi yang
dihimpun oleh Tim Walhi Aceh, penemu
cairan pertama kali ada seorang warga
setempat pada bulan Juli 2010. Cairan
tersebut ditemukan dalam kemasan dan
menggenang di atas tanah. Tampilannya
yang unik yaitu berwarna kuning
keemasan dan mengambang membentuk
semacam butiran menarik perhatian
penduduk lainnya. Kemudian penduduk
diberitahu oleh staff lapangan Exxon
bahwa cairan tersebut adalah Merkuri dan
berbahaya. Penduduk secara sederhana
mencoba mengujinya dengan memasukan
sendok ke dalam cairan dan tak berapa
lama kemudian sendok tersebut patah.
Pihak berkompeten segera turun tangan,
mengambil sampel untuk memeriksa lebih
lanjut di laboratorium kepastian unsur
dalam cairan tersebut. Kini lokasi
penemuan cairan Merkuri seluas 2 x 2
meter telah dipagari dengan police line
agar penduduk tidak mendekat dan
mengambil cairan sisa yang kini tinggal
sedikit. Walau terlambat namun
pemagaran ini merupakan tindakan yang
tepat untuk menghindari pencemaran lebih
melebar ke kawasan lain. Diperkirakan
lebih kurang 100 orang anak-anak telah
bersentuhan dengan cairan yang diduga
keras Merkuri tersebut.
Walhi Aceh berdasarkan temuan tersebut
dan kajian terhadap literatur yang ada
meminta Exxon harus mengungkapkan
titik-titik di mana saja selama ini mereka
menyimpan Merkuri hasil produk samping
pemurnian gas dan sudah berapa banyak
jumlah Merkuri yang terkumpul sejak
pengolahan gas alam tersebut beroperasi.
ExxonMobil Oil harus mengungkapkan
penggunaan Merkuri yang dilakukan
dalam lingkungan mereka (perbengkelan,
RS atau laboratorium).
Pertanyaan besarnya adalah siapa pihak
yang mengelola limbah B3 Exxon selama
ini? Karena sesuai dengan Peraturan
Menteri LH no 18 tahun 2009, pihak
penghasil limbah tidak dizinkan mengelola
limbah. ExxonMobil Oil bertanggung
jawab atas pencemaran Merkuri di Tanah
Luas dengan memulihkan kawasan
tersebut. Kepada Pemerintah Aceh Utara
harus mengisolasi tempat-tempat yang
telah tercemar dan melarang penduduk
melakukan aktivitas di lokasi tersebut.
Sedangkan di masa mendatang,
pemerintah harus melakukan pemeriksaan
atas setiap serah terima asset.
Walhi Aceh menganggap tuntutan yang
disampaikan di atas sangat penting dalam
rangka mencegah kerusakan lingkungan
dan manusia lebih lanjut. Jangan sampai
hasil bumi Aceh yang dikeruk puluhan
tahun dan tidak memberikan kesejahteraan
pada penduduk setempat malah ketika
berakhir melahirkan penderitaan
berkepanjangan. Warga setempat
menyampaikan bahwa air sumur warga
tidak bisa dikonsumsi sejak Mobil Oil dan
Exxon melakukan pengeboran gas dan
minyak bumi kawasan tersebut. Contoh
sumur bor yang dibuat oleh Exxon dengan
kedalaman 4 meter masih terdapat hingga
kini dan masih mengeluarkan bau gas.
Keluhan lain yang disampaikan oleh
masyarakat adalah banjir selalu
menghantui masyarakat bila musim hujan
datang. Ini disebabkan oleh pembangunan
jalan yang lebih tinggi dari pemukiman
penduduk sehingga menghambat air
mengalir dari satu sisi ke sisi lain.
Komentar :
Limbah bahan berbahaya dan beracun
yang selanjutnya disingkat limbah B3
adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan
yang mengandung bahan berbahaya
dan/atau beracun yang karena sifat
dan/atau konsentrasinya dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat mencemarkan
dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
dan/atau dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain.
(Permen LH 30 Tahun 2009). Mercury
(Hg) temasuk kedalam limbah B3 karena
sifat dan dalam jumlah konsentrasi tertentu
dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Selain itu, Hg memiliki simbol bahaya T+
yang artinya sangat beracun. Nilai
Ambang Batas (NAB) untuk unsur Hg
sebesar 0,025 mg/m3. Efek yang
ditimbulkan oleh pemaparan unsur Hg
yaitu sitotoksik dan protoplasmatoksik.
Efek pada lingkungan yaitu dapat
membunuh 50% dari populasi ikan dengan
konsentrasi 0,9 mg/l.
Berdasarkan pemaparan diatas jelas
bahawa PT ExxonMobil Indonesia
membuang limbah B3 yang dapat
menimbulkan kerusakkan lingkungan dan
dapat menyebabkan kesehatan masyarakat
sekitar terganggu. Solusi yang dapat
dilakukan oleh perusahaan tersebut yaitu
mengisolasi tempat terpaparnya limbah
B3. Selain itu, perusahan tersebut harus
mengembalikan keadaan lingkungan yang
telah terpapar limbah Mercury. Salah
satunya dapat dilakukan dengan cara
menambahkan arang aktif ke bagian yang
terpapar Mercury. Seleteh itu, tanah dapat
diangkut ke perusahan yang bergerak di
bidang pengolahan limbah B3. Karena
sesuai dengan Perman LH No 18 Tahun
2009 tentang Pengolahan Limbah
Berbahaya dan Beracun pada pasal 2
dijelaskan bahwa penghasil limbah B3
tidak dapat melakukan kegiatan
pengumpulan limbah B3. Pengumpulan
limbah B3 hanya dapat dilakukan sesuai
dengan izin yang berlaku apabila tersedia
teknologi pemanfaatan limbah B3.
Selain bertanggung jawab terhadap
lingkungan PT ExxonMobil Indonesia
seharusnya bertanggung jawab terhadap
masyarak sekitar yang telah terpapar oleh
limbah B3 yang dihasilkan oleh kegiatan
tambang. Bentuk tanggung jawab dapat
dilakukan dengan cara pemberian
pengobatan atau pemeriksaan kesehatan
bagi masyarakat sekitar. Selain itu, dapat
juga melakukan kegiatan pengiriman air
bersih untuk masyarakat sekitar.
Sumber-sumber :
Permen LH No 30 Tahun 2009
Permen LH No 18 Tahun 2009
http://www.wikimu.com/news/DisplayNews.a
spx?id=17531
http://teknologitinggi.wordpress.com/2010/08/
page/2/