Analisis masalaha. Seorang anak laki-laki, umur 10 tahun mengeluh mata kanannya kabur sejak 2 hari
yang lalu sejak terkena bola bulu tangkis
1. Bagaimana anatomi pada mata normal?
Orbita berbentuk buah pir, dengan nervus optikus sebagai tangkainya. Lingkaran anterior
lebih kecil sedikit dari pada lingkaran di bagian dalam.
Volume orbita kira-kira 30cc dan bola mata hanya menempati seperlima bagian ruangan,
selebihnya diisi lemak dan otot. Pada bagian anterior, terdapat septum orbitae (pemisah
antara palpebra dan orbita).
Orbita berhubungan dengan sinus frontalis di atas, sinus maksilaris di bawah, sinus
ethmoidalis dan sinus sphenoid di medial. Dasar orbita yang tipis mudah rusak oleh trauma
langsung terhadap bola mata sehingga menimbulkan 'fraktur blow-out' dengan herniasi isi
orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi pada sinus ethmoidalis dan sphenoid dapat
mengikis dinding medialnya yang setipis kertas (lamina papyracea) dan mengenai orbita.
Defek pada atapnya (misal : neurofibromatosis) dapat berakibat timbulnya pulsasi pada bola
mata yang berasal dari otak.
Dinding Orbita:
o Atap orbita => terdiri dari facies orbitalis osis frontalis. Di bagian anterior lateral atas,
terdapat fosa lakrimalis yang berisi kelenjar lakrimal. Di posterior atap, terdapat ala parva
osis sphenoid yang mengandung kanalis optikus.
o Dinding lateral => dipisahkan dari bagian atap oleh fisura ortalis superior yang
memisahkan ala parva dan ala magna osis sphenoidalis. Bagian anterior dinding lateral
dibentuk oleh facies orbitalis osis zygomatici (malar), merupakan bagian terkuat orbita.
o Dasar orbita => dipisahkan dari dinding lateral oleh fisura orbitalis inferior. Bagian
dasar yang luas terbentuk dari pars orbitalis osis maksilaris (merupakan tempat yang paling
sering terjadinya fraktur). Processus orbitalis osis platini membentuk daerah segitiga kecil
pada dasar posterior.
Apeks Orbita => merupakan tempat masuknya semua saraf dan pembuluh darah ke mata
serta merupakan tempat asal semua otot ekstraokuler kecuali obliquus inferior.
o Fisura orbitalis superior =>
vena ophthalmika superior, nervus lakrimalis, frontalis, dan trabekularis => berjalan di
bagian lateral fisura (di luar anulus Zinn)
o Ramus superior dan inferior nervus okulomotorius, nervus abducens dan nasosiliaris =>
berjalan di bagian medial fisura (di dalam anulus Zinn)
o Vena ophthalmika superior sering bergabung dengan vena ophthalmika inferior
sebelum keluar dari orbita.
o Kanalis Optikus (di dalam anulus Zinn) => dilalui nervus optikus dan arteri
ophthalmika
Perdarahan
Arteri Carotis Interna => Arteri Ophtalmika (berjalan dengan nervus optikus menuju orbita
dan bercabang)
o => Arteri Retina Sentralis (cabang intraorbita pertama, memasuki nervus optikus
sekitar 8-15mm di belakang bola mata.
o => Arteri Lakrimalis => perdarahi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas.
o => Arteri Siliaris Posterior Longa dan Brevis (cabang muskularis ke berbagai otot
orbita)
o Longa => perdarahi korpus siliare dan beranastomose dengan arteri siliaris anterior
membentuk circulus arterialis mayor iris.
o Brevis => perdarahi khoroid dan bagian nervus optikus.
o => Arteri Siliaris Anterior (cabang muskularis menuju muskuli recti) => perdarahi
sklera, episklera, limbus, konjungtiva.
o => Arteri Palpebralis (cabang ke kelopak mata)
ACPL (Artery Cyliaris Posterior Longus) + ACA (Artery Cyliaris Anterior) => di
pangkal iris membentuk sirkulus arteriosus mayor.
Bola Mata
Bola mata dewasa normal hampir mendekati bulat dengan diameter anteroposterior sekita
24,5 mm. Pada saat bayi, panjangnya 16,5 mm.
Konjungtiva
=> merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus :
o Permukaan posterior kelopak mata => konjungtiva palpebralis
K. Palpebralis melekat erat ke tarsus
o Permukaan anterior sklera => konjungtiva bulbaris
K. bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali.
Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. Kecuali di limbus (tempat kapsul tenon menyatu dengan
konjungtiva sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris melekat longgar dengan kapsul tenon
dan sklera di bawahnya.
o Konjungtiva fornik
Perdarahan konjungtiva versal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Persarafannya berasal dari cabang pertama N. V.
Kapsula Tenon (Fascia Bulbi)
Kapsula Tenon merupakan membran fibrosa yang membungkus bola mata dari limbus
sampai ke nervus optikus. Di dekat limbus, konjungtiva-kapsula tenon-dan episklera
menyatu. Segmen bawah kapsula tenon tebal dan menyatu dengan fasia muskulus rektus
inferior dan muskulus obliquus inferior membentuk ligamentum suspensorium
bulbi(Ligamentum Lock-wood), tempat terletaknya bola mata.
Sklera dan Episklera
Sklera merupakan 5/6 bagian dinding bola mata berupa jaringan kuat yang berwarna putih.
Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh lapisan tipis jaringan elastik halus yang
disebut episklera.
Dibagian anterior, sklera bersambung dengan kornea dan dibagian belakang bersambung
dengan duramater nervus optikus. Beberapa sklera berjalan melintang bagian anterior nervus
optikus sebagai Lamina Cribrosa. Persarafan sklera berasal dari saraf-saraf siliaris.
Episklera banyak mengandung pembuluh darah.
Sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21388/4/Chapter%20II.pdf
Kornea
Kornea merupakan lapisan transparan yang melapisi 1/3 depan bola mata.
Permukaannya licin dan mengkilat. Lebih tebal di bagian pinggir dari pada sentral. Indeks
biasnya 1,337 dengan daya refraksi + 42 dioptri.
Kornea bersifat avaskuler sehingga nutrisinya berasal dari pembuluh darah limbus, air mata,
dan akuos humor. Dipersarafi oleh N. V1 (N. Ophthalmicus).
Lapisan kornea :
1. Epitel : terdiri dari 5-6 lapis sel berbentuk kubus sampai gepeng.
2. Membrana Bowman : Lapisan jernih aseluler.
3. Stroma : terdiri dari kumpulan sel yang membentuk jaringan ikat yang kuat.
4. Membrana Dessement : sebuah membran jernih yang elastik, tampak amorf.
5. Endotel : merupakan satu lapis sel berbentuk kubus.
Bila ada infeksi kronik, kornea akan memutih dan terbentuk vaskuler pada kornea.
Uvea
Uvea merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh sklera dan. Bagian ini ikut
memasok darah ke retina. Terdiri dari :
o Iris => merupakan perpanjangan korpus siliare ke anterior. Di dalam stroma iris
terdapat sfingter dan otot dilatator. Perdarahan iris berasal dari circulus mayor iris,
persarafannya berasal dari serat di dalam nervi siliare.
Iris berfungsi mengendalikan banyak cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil
ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatik yang
dihantarkan melalui N. Kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik.
o Korpus Siliare
Korpus siliare dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi untuk produksi akuos humor.
Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, radial. Fungsi serat
sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat Zonula yang berorigo di lembah di
antara prosesus siliaris.
o Koroid => merupakan segmen posterior dari uvea, di antara retina dan sklera.
Tersusun dari 2 lapis pembuluh darah
Lensa
Lensa merupakan struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna, dan hampir transparan
sempurna. Lensa Kristalin => saat neonatal bentuknya hampir bulat dengan konsentrasi cair.
Daya akomodasinya sangat kuat. Lensa kristalin ini tumbuh seumur hidup di ekuator lensa
sehingga semakin tua lensanya semakin padat dan daya akomodasinya turun.
Saat dewasa, bentuknya cembung ganda, permukaan anterior lebih flat dibanding posterior.
Diameter 9 mmm, tebal 4,5-6 mm. Warnanya bening keabuan, transparan, avaskuler. Daya
refraksinya +16 dioptri, indeks bias 1,337.
Konsistensinya 65% air dan 35% protein (kristalin). Kandungan kalsium lensa lebih banyak
dari pada jaringan tubuh lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah.
Menggantung pada korpus siliare melalui Zonula Zinii. Di anteriornya terdapat akuos humor
dan di posteriornya terdapat vitreus humor.
Aquaeus Humor
Akuos humor merupakan cairan yang mengisi COA, diproduksi oleh korpus siliare di COP
(Kamera Okuli Posterior) yang selanjutnya mengisi COA dan dieksresi melalui trabekula.
Sepuluh persennya dieksresikan melalui iris.
Fungsi:
o Nutrisi lensa dan kornea sampai epitel
o Pertahankan TIO normal 10-20 mmHg.
Kamera Okuli Anterior (COA)
Sudut COA merupakan terbentuk dari perifer kornea dengan akar iris, besarnya 45'. COA
berisi cairan Akuos humor yang dihasilkan corpus siliaris.
Garis Schwalbe merupakan tanda dari berakhirnya kornea. Jalinan trabekula terdapat di atas
kanalis Schlemm.
Retina
Retina merupakan jaringan saraf tipis yang semi transparan, membentang dari papil saraf
optic ke depan sampai Oraserata. Tebalnya 0,1 mm, dan semakin tebal pada bagian posterior.
Pada retina terdapat :
o Makula => merupakan pigmentasi kekuningan (Xantofil) yang membatasi arcade
arteri retina sentralis sehingga Fovea menjadi avaskular
o Fovea => merupakan bagian di tengah makula, merupakan cekungan sehingga
menghasilkan pantulan khusus dengan ophthalmoscop yang disebut refleks fovea.
o Foveola => bagian paling tengah dari Fovea. Seluruhnya berupa sel Cone/ Sel kerucut
(sel foto reseptor) dan semakin ke perifer digantikan oleh sel Rod.
Vitreus
Korpus vitreus mengisi 2/3 bagian isi bola mata dan mempertahankan bentuknya selalu bulat.
Konsistensinya 99% air dan berbentuk gel.
ADNEKSA MATA
Alis Mata
Alis mata merupakan lipatan kulit menebal yang ditutupi rambut. Lipatan kulit ini ditunjang
oleh serat otot di bawahnya. Glabela merupakan prominentia tanpa rambut di antara alis.
Palpebra
Palpebra merupakan modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup dan melindungi bola mata
bagian anterior. Struktur palpebra :
o Lapisan Kulit => lapisan kulit luar, berbeda dengan kulit pada bagian tubuh lain
karena lebih longgar, tipis, dan elastik. Terdapat sedikit folikel rambut dan lemak subkutan.
o Muskulus Orbikularis Okuli => berfungsi untuk menutup palpebra. Dipersarafi oleh
N. Facialis.
o Jaringan Alveolar => jaringan aerolar submuskular yang terdapat di bawah muskulus
orbikularis okuli.
o Tarsus => struktur penyokong utama palpebra berupa jaringan fibrosa padat. Terdapat
tarsus superior dan inferior.
o Konjungtiva Palpebra => selapis membran yang melekat pada tarsus di bagian
posterior palpebra.
Tepian Palpebra :
1. Tepian Anterior
o Bulu mata
o Glandula Zeis => modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara ke dalam
folikel rambut pada dasar bulu mata.
o Glandula Moll => modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu
baris dekat bulu mata.
2. Tepian Posterior => bagian posterior palpebra yang berkontak dengan mata dan di
sepanjangnya bermuara dari kelenjar sebasea yang telah dimodifikasi (Glandula Meibom)
3. Punktum Lakrimale
Aparatus Lakrimalis
Terdiri dari glandula lakrimalis > duktus sekretori > menyebar di permukaan mata > masuk
ke punctum superior atau inferior > menuju kanalis superior atau inferior > menyatu di
kanalis komunis > sakus lakrimalis > duktus lakrimalis > bermuara pada meatus inferior dari
rongga nasal.
Pasokan darah dari aparat lakrimal berasal dari arteria lakrimalis
PERSYARAFAN MATA
Nervus Optikus
Nervus opticus merupakan kumpulan dari 1 juta serat saraf. Terdapat beberapa bagian :
o Pars Intra Okuler
Terdapat papil saraf optik berwarna merah muda dengan diameter 1,5 mm, berbatas tegas,
tempat keluar masuk arteri dan vena sentralis retina. Terdapat cekungan (cup) normal
dibanding papil (disc) dengan C/D = 0,3.
o Pars Intra Orbita
Keluar dari sklera, diameter 3 mm, panjang 25-30 mm. Berbentuk S dan berjalan dalam
muskular memasuki foramen optikum 4-9 mm.
o Pars Intra Kranial
Panjangnya 10 mm dan bergabung dengan nervus optikum sebelahnya membentuk kiasma
optikum
Ganglion retina dan aksonnya merupakan bagian dari susunan saraf pusat sehingga tidak
dapat beregenerasi bila terpotong. Mendapat pasokan darah dari cabang arteri retina.
Kiasma Optikus
Kiasma dibentuk dari pertemuan kedua nervi optici dan merupakan tempat penyilangan serat-
serat nasal ke tractus optikus. Kiasma menerima perdarahan dari circulus Willis.
2. Bagaimana fisiologi penglihatan normal?
3. Apa yang menyebabkan mata kanannya kabur setelah terkena bola bulu tangkis?
-Terkena benda/trauma tumpul pada mata menyebabkan rupturnya pembuluh
darah iris dan badan siliaris sehingga bilik mata depan terpenuhi oleh darah Hal
ini menyebabkan rangsangan cahaya sampai ke retina menjadi terganggu sehingga
menyebabkan cahaya tidak sepenuhnya mencapai retina disertai gangguan visus
Mata kabur.
-Terkena benda/trauma tumpul pada mata menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan intraocular sesaat (seperti pada kasus rokbeknya trabekulum meshwork dan
terdapat gumpalan darah pada trabekulum meshwork) hal ini menyebabkan
rupturnya pembuluh darah yang berujung terjadinya mata kabur.
b. Mata merah ada, keluar darah -, nyeri, mual, muntah +, penderita dibawa ke mantri
diberikan obat tetes Cendoxytrol ® dan obat makan. Keluhan tidak berkurang penderita
dibawa ibu ke RS karena mata kanan makin kabur
1. Bagaimana mekanisme terjadinya mata merah?
Mata merah yang terjadi akibat pelebaran pembuluh darah konjungtiva sebagai reaksi
dari trauma pada bola mata. Darah terdapat di antara konjungtiva dan sclera. Pada kasus ini
perdarahan terjadi di bilik mata anterior dan subkonjungiva. Karena darah nya terkumpul di
bilik mata anterior (Camera Oculi Anterior/COA) yaitu daerah di antara kornea dan iris yang
terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Darah yang
terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang dan bercampur dengan
aqueous humor (cairan mata yang jernih).
2. Bagaimana mekanisme terjadinya mual, muntah? (akibat tingginya tekanan
intarokuler)
Rangsangan nyeri pada saraf simpatis di mata kanan ↑ peristaltik proton pump
terbuka ion H teraktivasi ion H berikatan dengan ion Cl pada lambung HCl HCl
↑ mengiritasi lambung mual
Jika pH semakin asam dikompensasi oleh lambung dengan mengeluarkan isi lambung,
melalui saraf aferen n. Vagus, dan saraf simpatis impuls dibawa ke pusat muntah di medula
oblongata kemudian dibawa oleh saraf eferen n.V,VII,IX,X,XI ke traktus gastrointestinal
bagian atas, saraf vagus dan saraf simpatis ke traktus GI yang lebih bawah dan melalui saraf
spinalis ke diafragma dan otot abdomen kontraksi dan peningkatan tekanan di dalam
lambung muntah yang projektil.
3. Apa indikasi dari obat tetes yang diberikan?
Indikasi
Infeksi mata yang disebabkan oleh bakteri yang peka terhadap neomisina dan polimiksina,
blefaritis tidak bernanah, konjungtivitis tidak bernanah, skleritis, tukak kornea, dan keratitis.
Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitiif atau alergi terhadap salah satu komponen obat. Penderita
tuberkulosis mata, infeksi maya yang disebabkan jamur dan viru, cacar air, konjungtivitis
atau blefaritis akut yang bernanah.
Dosis dan aturan pakai
4-6 kali sehari sebanyak 1-2 tetes.
c. Pemeriksaan oftamologi
- AVOD : 1/300
- AVOS : 6/6 E
- TIOD : 35,50 mmHg
- TIOS : 18,5 mmHg
- Palpebra blefarospasme +,
- Konjungtiva subkonjungtiva bleeding +,
- Kornea odema
- Bilik mata depan terdapat darah + (Black ball eye)
- Iris, pupil, lensa dan segmen posterior tidak dapat dinilai
1. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan?
AVOD&AVOS Visus mata kanan menurun.
AVOD :1/300, pada orang normal dapat melihat 300 meter, tapi pasien hanya dapat melihat 1
meter. Mekanisme nya karena adanya sel-sel darah merah di bilik anterior sehingga
mengganggu media refraksi, penglihatan turun.
TIOD & TIOS tek. Intraokuler kanan meningkat.
TIO Normal : 10-21 mmHg TIOD : 35,50 mmHg Abnormal (tinggi)
Mekanisme : trauma merobek pembuluh darah di iris dan merusak sudut bilik mata depan.
Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat (hifema).
Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila
pembentukan bekuan darah menimbulkan blokade pupil yang akan mengakibatkan TIO
meningkat.
Pada traumatic hifema, TIO bisa meningkat karena beberapa alasan. Pada onset yang akut,
peningkatan TIO berhubungan dengan 1) oklusi dari anyaman trabekular oleh bekuan darah,
sel sel inflamasi, ataupun debris aritrosit; atau 2) blok pupil sekunder terhadap bekuan darah
berbentuk tombol yang terdapat pada bilik mata depan dan bilik mata belakang.
TIOS : 18,5 mmHg Normal
Blefarospasme (+)
Interpretasi: Positif, jika ditemukan kedipan mata yang kuat melebihi normal (yaitu 10-15
kali) dalam satu menit. Mekanisme: Adanya gangguan pada ganglia basalis yang
menyebabkan produksi asetilkholin yang berlebihan.
Subkonjungtiva bleeding (+)
Interpretasi: Tidak normal Normal: tidak ada perdarahan.
Mekanisme: Di konjungtiva banyak terdapat saraf dan pembuluh darah kecil yang rapuh,
seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pembuluh darah yang rapuh ini bisa pecah dan
mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (daerah dibawah konjungtiva) yang tampak
sebagai patch merah terang (paling banyak) atau merah gelap.
Kornea edema (+)
Trauma tertutup ( bola bulu tangkis ) robeknya pembuluh darah iris atau badan siliar
darah berpindah ke bilik mata depan blokade trabekular oleh sel darah merah cairan
aquos humor tidak bisa dikeluarkan (gangguan aliran aquos humor) akumulasi cairan pada
bilik mata depan kornea edema
black ball eye
Tidak normal karena ada akumulasi darah di camera occuli anterior yang disebabkan
robeknya pembuluh darah iris/badan siliar yang akan bercampur dengan aquous humor yang
jernih.
Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard) :
1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA
2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA
3. Grade III : darah mengisi hampir total COA
4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA
iris, pupil, lensa, segmen posterior tidak dapat dinilai.
Normalny semua dapat dilihat. Akan tetapi pada kasus ini terjadi pendarahan di bilik
anteriornya sehingga lensa yang seharusnya bening, menjadi tertutupi dan tidak dapat dinilai.
Begitu juga dengan iris, dan pupil. Sedangkan segmen posterior tidak dapat dinilai karena
terjadi edema.
2. Bagaimana cara pemeriksaan TIO?
Tonometri digital palpasi
Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa
Alat : jari telunjuk kedua tangan pemeriksa
Teknik :
Mata ditutup
Pandangan kedua mata menghadap kebawah
Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien
Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian
Satu telunjuk mengimbangi saat telunjuk lain menekan bola mata
Nilai : didapat kesan berapa ringannya bola mata ditekan
Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut : N : normal, N+1 : agak tinggi, N+2 : lebih
tinggi lagi, N-1 : lebih rendah dari normal dst.
Keuntungan :
cari ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit
Kekurangan :
cari ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subjektif
Tonometri Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan kornea dengan
beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang ditaruh pada bola mata
(kornea) akan menekan bola mata kedalam dan mendapatkan perlawanan tekanan dari dalam
melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung beban tonometer.
Alat dan Bahan : Tonometer Schiotz dan anestesi local (pantokain 0.5%)
Teknik :
Pasien diminta rileks dan tidur telentang
Mata diteteskan pantokain dan ditunggu sampai pasien tidak merasa perih
Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, jangan sampai bola mata
tertekan
Pasien diminta melihat lurus keatas dan telapak tonometer Schiotz diletakkan pada
permukaan kornea tanpa menekannya
Baca nilai tekanan skala busur schiotz yang berantara 0-15. Apabila dengan beban 5.5
gr (beban standar) terbaca kurang dari 3 maka ditambahkan beban 7.5 atau 10 gr.
Nilai : pembacaan skala dikonversikan pada table tonometer schoitz untuk mengetahui
tekanan bola mata dalam mmHg
Pada tekanan lebih dari 20mmHg dicurigai glaucoma, jika lebih dari 25 mmHg pasien
menderita glaucoma.
Kekurangan : tonometer schiotz tidak dapat dipercaya pada penderita myopia dan penyakit
tiroid dibanding dengan tonometer aplanasi karena terdapat pengaruh kekakuan sclera pada
penderita myopia dan tiroid.
Tonometri aplanasi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan tekanan intra ocular dengan menghilangkan
pengaruh kekakuan sclera dengan mendatarkan permukaan kornea.
Tekanan merupakan tenaga dibagi dengan luas yang ditekan. Untuk mengukur tekanan mata
harus diketahui luas penampang yang ditekan alat sampai kornea rata dan jumlah tenaga yang
diberikan. Pada tonometer Aplanasi Goldmann jumlah tekanan dibagi penampang dikali 10
dikonversi dalam mmHg tekanan bola mata. Dengan tonometer aplanasi tidak diperhatikan
kekakuan sclera karena pada tonometer ini pengembangan dalam mata 0.5 mm 3 sehingga
tidak terjadi pengembangan sclera yang berarti. Pada tonometer schiotz , pergerakan cairan
bola mata sebanyak 7-14 mm3 sehingga kekakuan sclera memegang peranan dalam
penghitungan tekanan bola mata
Alat :
Slit lamp dengan sinar biru
Tonometer Aplanasi
Flouresein strip
Obat anastesi local
Teknik :
Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topical pantocain 0.5%
Pada mata tersebut ditempelkan kertas flouresein yaitu pada daerah limbus inferior.
Sinar oblik warna biru disinarkan dari slit lamp kedasar telapak prisma tonometer Aplanasi
Goldmann
Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp dan dahinya tepat
dipenyangganya.
Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan 10mmHg
Telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan lahan
Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada kornea yang telah
diberi flouresein terlihat bagian luar berhimpit dengan bagian dalam
Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang member gambaran
setengah lingkaran yang berhimpit. Tekanan tersebut merupakan TIO dalam mmHg.
Nilai : dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah dianggap menderita
glaucoma.
d. Analisis aspek klinis
1. Apa Diagnosis banding pada kasus ?
DD Hifema dengan
glaucoma sekunder
pasca trauma
Glaucoma primer
Sudut tertup
Glaucoma primer
sudut terbuka
Erosi kornea
Mata kabur + + + +
Mata merah + + - +
Tidak Keluar
darah
+ + + +
Nyeri + + + +
Mual muntah + + + -
Gangguan visus + + + +
Peningkatan
Tekanan
Intraokular
+ + + +
Palpebral
blefarospasme
+ - - -
Konjungtiva
subkonjungtiva
bleeding
+ + - -
Edema kornea + + + +
Bilik mata depan
terisi darah
(Black Ball Eye)
+ + - -
Iris, pupil, lensa,
dan segmen
posterior tidak
dapat di nilai
+ ++ +
2. Apa diagnosis pada kasus?
Hifema traumatic grade IV dengan komplikasi glaucoma sekunder et causa trauma
tumpul
3. Apa faktor resiko diagnosis pada kasus?
- olah raga yang mengakibatkan trauma tumpul ataupun trauma tembus
- leukimia dan retinoblastoma yang menyebabkan pendarahan spontan pada anak
- paska pembedahan
4. Bagaimana patofisiologi diagnosis pada kasus?
Terkena bola bulu tangkis 2 hari yang lalu (trauma tumpul pada mata)
Ruptur pembuluh darah ciliaris dan corpus ciliaris
Peningkatan aliran di bilik mata depan
Iris Terdorong ke belakang
Robeknya trabekulum meshwork
hambat aliran aqueous humour keluar
Peningkatan Tekanan Intraokular
Penekanan pada N.opticus
Spasme otot kelopak mata
Palpebra blefarospasme
Perdarahan pemb. Darah konjungtiva ( arteri ciliaris anterior dan posterior)
Darah terjebak antara konjungtiva dan sklera
Pendarahan subkonjungtiva
Nyeri mata
Darah terperangkap di chamber anterior
Darah tidak keluar
Mata Merah
Black Ball Eye
Iris, pupil, lensa, dan segmen posterior tidak dapat di nilai
Rangsamg reflex vagal
Terjadilah mual dan muntah
Kehilangan protein dan cairan plasma ke intertitial
Edema kornea
Rangsangan cahaya ke retina terganggu
Gangguan penglihatan
Mata Kabur
Tekanan Intraokular Dextra 35,5 mmHg
Gangguan Visus
AVOD 1/300
5. Bagaimana tatalaksana diagnosis kasus?
Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan, namun pada
dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk :
Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
Mengendalikan tekanan bola mata
Mencegah terjadinya imbibisi kornea
Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini
Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatic
hyphaema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu (1) Perawatan dengan
cara konservatif / tanpa operasi, dan (2) Perawatan yang disertai dengan tindakan
operasi.
Perawatan Konservatif / Tanpa Operasi
Tirah baring sempurna (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala di angkat (diberi
alas bantal) kurang dari 600, hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh
darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada
persesuaian pendapat dari banyak sarjana mengenai tirah baring sempurna ini sebagai
tindakan pertama yang harus dikerjakan bila mengenai kasus traumatic hyphaema.
Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan bahwa dengan tirah baring sempurna
absorbsi dari hyphaema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi
perdarahan sekunder.
Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara
para sarjana. Edward-Layden lebih condong untuk menggunakan bebat mata pada
mata yang terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.
Bila mungkin kedua mata ditutup untuk memberika istirahat pada mata. Selanjutnya
dikatakan bahwa pemakaian bebat pada kedua mata akan menyebabkan penderita
gelisah, cemas dan merasa tidak enak, dengan akibat penderita (matanya) tidak
istirahat. Akhirnya Rakusin mengatakan dalam pengamatannya tidak ditemukan
adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian bebat atau tidak terhadap absorbsi,
timbulnya komplikasi maupun prognosis dari tajamnya penglihatannya.
Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatic hyphaema tidaklah mutlak,
tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan
menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan
seperti:
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC,
Coagulen, Transamin, vit K, dan vit C.
Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau
miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-
sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti
dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.
Ocular Hypotensive Drug
Semua sarjana menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral
sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan
perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotik.
Obat-obat lain
Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa sakit diberikan
analgetik aau asetozalamid bila sakit pada kepala akibat tekanan bola mata naik.
Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri seperti asetaminofen dengan atau tanpa
kodein.
Perawatan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan:
Glaukoma sekunder yang berkurang / menghilang dengan pengobatan
konservatif
Kemungkina timbulnya hemosiderosis kornea dan tidak ada pengurangan dari
tingginya hifema dengan perawatan non operasi selam 3-5 hari
Atas dasar di atas Darr menentukan cara pengobatan traumatic hyphaema,
sedang Rakusin menganjurkan tindakan operasi setelah hari kedua bila ditemukan
hyphaema dengan tinggi perdarahannya ¾ bilik depan bola mata. Tindakan operasi
yang dikerjakan adalah:
Paracentesa: mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata melalui
lubang yang kecil di limbus
Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik
Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka
korneoscleranya sebesar 1200
Tindakan pembedahan parasentese dilakukan bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea,
glaukoma, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila darah setelah 5 hari tidak
memperlihatka tanda-tanda berkurang.
Untuk mencegah atropi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila:
Tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari
Tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari
Untuk mencegah imbibisi kornea,dilakukan pembedahan bila:
Tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari
Bila terdapat tanda-tanda dini imbibisi kornea
Untuk mencegah sinekia posterior perifer dilakukan pembedahan bila:
Hifema total bertahan selama 5 hari
Hifema difus bertahan selama 9 hari
6. Apa saja komplikasi trauma?
1. Perdarahan sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan insidensinya sangat
bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris
akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya. Perdarahan
sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer. Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya
antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu bervariasi sebelum 7 hari post-trauma.
2. Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh tersumbatnya
trabecular meshwork oleh butir-butir/ gumpalan darah. Adanya darah dalam COA dapat
menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi sudut
COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma. Glaukoma sekunder dapat pula
terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi
gangguan pengaliran cairan mata.
3. Hemosiderosis kornea
Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah
merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi
melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim
fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk
hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam
lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut
hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti.
Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai
glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder
disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karenahemosiderosis tidak selalu
permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2
tahun). Insidensinya ± 10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis
bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.
4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini akibat dari
iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat terapi
medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada
hifema.Peripheral anterior synechiae anterior synechiae terjadi pada pasien dengan
hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9 hari atau lebih.Patogenesis dari
sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis yang lama akibat trauma atau dari
darah pada COA. Bekuan darah pada sudut COA kemudian bisa menyebabkan
trabecular meshwork fibrosis yang menyebabkan sudut bilik mata tertutup.
5. Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.
6. Uveitis
Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea, uveitis. Selain
dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang mungkin juga masuk ke
dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada funduskopi gambaran fundus tak
tampak dan ketajaman penglihatan menurunnya lebih banyak.Hifema dapat sedikit,
dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan
intraokular masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan
gangguan visus dan kenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit oleh
karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah karena
tekanan intra okular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun lagi.
7. Bagaimana prognosis diagnosis kasus?
Vitam : dubia at bonam
Fungsionam : dubia at malam
8. Apa SKDI kasus?
3A
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan member terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat)
I. Learning Issue
1. Anatomi dan fisiologi mata
Otot-otot Penggerak Bola Mata
Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakkan mata tergantung
pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot. Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot
yaitu :
1. Oblik inferior, aksi primer - ekstorsi dalam abduksi
sekunder - elevasi dalam aduksi
- abduksi dalam elevasi
2. Oblik superior, aksi primer- intorsi pada abduksi
sekunder - depresi dalam aduksi - abduksi dalam depresi
3. Rektus inferior, aksi primer- depresi pada abduksi
sekunder - ekstorsi pada abduksi
- aduksi pada depresi
4. Rektus lateral, aksi - abduksi
5. Rektus medius, aksi - aduksi
6. Rektus superior, aksi primer - elevasi dalam abduksi
sekunder - intorsi dalam aduksi - aduksi dalam elevasi
1. Otot Oblik Inferior
Oblik inferior mempunyai origo pada foss lakrimal tulang lakrimal, berinsersi pada sklera
posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf okulomotor, bekerja untuk
menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi.
2. Otot Oblik Superior
Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenodi di atas foramen optik,
berjalan menuju troklea dan dikatrol batik dan kemudian berjalan di atas otot rektus superior,
yang kemudian berinsersi pada sklera dibagian temporal belakang bola mata. Oblik superior
dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear yang keluar dari bagian dorsal susunan saraf pusat.
Mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan kerja utama terjadi
bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan search atau mata melihat ke arch nasal. Berfungsi
menggerakkan bola mata untuk depresi (primer) terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi
dan insiklotorsi.
Oblik superior merupakan otot penggerak mata yang terpanjang dan tertipis.
3. Otot Rektus Inferior
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik inferior dan bola
mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada persilangan dengan oblik
inferior diikat kuat oleh ligamen Lockwood.
Rektus inferior dipersarafi oleh n. III
Fungsi menggerakkan mata - depresi (gerak primer)
- eksoklotorsi (gerak sekunder)
- aduksi (gerak sekunder)
Rektus inferior membentuk sudut 23 derajat dengan sumbu penglihatan.
4. Otot Rektus Lateral
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen optik. Rektus
lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan pekerjaan menggerakkan mata terutama abduksi.
5. Otot Rektus Medius
Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dura saraf optik yang
sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakkan mata bila terdapat neuritis retrobulbar,
dan berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus medius merupakan otot mata yang paling
tebal dengan tendon terpendek. Menggerakkan mata untuk aduksi (gerak primer).
6. Otot Rektus Superior
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior beserta
lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakkan bola mata bila
terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus dan dipersarafi
cabang superior N.III.
Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral.
- aduksi, terutama bila tidak melihat ke lateral
- insiklotorsi
Fisiologi Mata Terhadap serangan dari luar
A. Proteksi Non-imun (Sawar Anatomik)
Mekanisme perlindungan yang bersifat non imun secara alamiah antara lain :
1. Palpebra, yang melindungi mata dari paparan dengan lingkungan luar.
Palpebra melindungi permukaan okuler terhadap organisme yang tersebar di udara, benda
asing dan trauma minor.
2. Bulu mata, mampu mendeteksi adanya benda asing dan segera memicu kedipan mata.
3. Air mata, mempunyai efek mengencerkan dan membilas. Memegang peranan dalam
menjaga integritas dari epitel konjungtiva dan kornea yang berfungsi sebagai barier anatomi.
Pembilasan yang terus menerus pada permukaan okuler mencegah melekatnya
mikroorganisme pada mata.
Integrasi antara palpebra, silia, air mata dan permukaan okuler merupakan
sebuah mekanisme proteksi awal terhadap benda asing. Epitel kornea adalah epitel skuamosa
non keratin yang terdiri hingga lima lapis sehingga akan menyulitkan mikroorganisme untuk
menembus lapisan-lapisan tersebut. Selain itu kornea juga diinervasi oleh ujung serabut saraf
tidak bermielin sehingga akan memberikan peringatan awal yang sangat cepat bagi mata
terhadap trauma dikarenakan oleh sensitifitasnya.
B. Proteksi Imun
1. Sistem Lakrimalis
Proteksi imun untuk mucosal surface termasuk permukaan okuler adalah Mucosa-Associated
Lymphoid Tissue (MALT) . MALT terbentuk oleh adanya interkoneksi dari daerah mukosa
yang memberikan gambaran imunologis spesifik tertentu yaitu terdapat banyak APC,
struktur khusus untuk memproses antigen secara terlokalisir (tonsil) dan sel efektor (sel T
intraepitelial dan sel mast yang berlimpah). Salah satu fungsi utama MALT adalah untuk
menciptakan keseimbangan antara imunitas dan toleransi untuk mencegah kerusakan jaringan
mukosa.
Jaringan limfoid difus pada permukaan glandula lakrimal, duktus lakrimal, konjungtiva
(conjunctival associated lymphoid tissue atau CALT) dan berlanjut sampai kanalikulus serta
sistem drainase lakrimal (lacrimal drainade–associated lymphoid tissue atau LDALT) secara
keseluruhan disebut Eye-Associated Lymphoid Tissue (EALT). EALT merupakan kumpulan
sel-sel limfoid yang terletak pada epitel permukaan mukosa. Sel-sel ini menghasilkan antigen
dan mampu menginduksi terjadinya respon imun seluler maupun humoral. Kelenjar
lakrimalis merupakan penghasil IgA terbesar bila dibandingkan dengan jaringan okuler
lainnya.
2. Tear Film
Air mata mengandung berbagai mediator seperti histamin, triptase, leukotrin dan
prostaglandin yang berhubungan dengan alergi pada mata. Mediator-mediator itu berasal dari
sel mast. Semuanya dapat menimbulkan rasa gatal, kemerahan, air mata dan mukus yang
berhubungan dengan penyakit alergi akut dan kronis. Pengerahan komponen seluler lokal
melibatkan molekul adhesi seperti Intercelluler Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) di epitel
konjungtiva yang meningkatkan adhesi leukosit ke epitel dan endotel. Ekspresi molekul
adhesi diatur oleh banyak komponen ekstraseluler dan intraseluler seperti sitokin
proinflamasi, matriks protein ekstraseluler dan infeksi virus.
Pada lapisan mukus yang diproduksi oleh sel goblet dan sel epitel konjungtiva, glikocalyx
yang disintesis epitel kornea membantu perlekatan lapisan mukus sehingga berhubungan
dengan imunoglobulin pada lapisan akuos. Pada lapisan akuos sendiri, banyak mengandung
faktor-faktor terlarut yang berperan sebagai antimikroba. Seperti laktoferin, lisozim, dan β-
lisin. Laktoferin berfungsi utama dalam mengikat besi yang dibutuhkan oleh pertumbuhan
bakteri, sehingga bersifat bakteriostatik dan bakterisidal. Lisozim efektif dalam
menghancurkan dinding sel bakteri gram positif. β-lisin memiliki kemampuan dalam merusak
dinding sel mikroorganisme. Selain faktor terlarut tersebut, lapisan akuos juga mengandung
banyak IgA yang sangat efektif dalam mengikat mikroba, lalu melakukan opsonisasi,
inaktivasi enzim dan toksin dari bakteri, serta berperan langsung sebagai efektor melalui
Antigen Dependent Cell Cytotoxycity (tanpa berinteraksi dengan komplemen).
3. Konjungtiva
Konjungtiva terdiri dari dua lapisan : lapisan epitel dan lapisan jaringan ikat yang disebut
substansia propria. Konjungtiva tervaskularisasi dengan baik dan memiliki sistem drainase
limfe yang baik ke limfonodi preaurikularis dan submandibularis. Jaringan ini mengandung
banyak sel Langerhans, sel dendritik dan makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting
Cell (APC) yang potensial. Folikel pada konjungtiva yang membesar setelah infeksi ataupun
inflamasi pada ocular surface menunjukkan adanya kumpulan sel T, sel B dan APC. Folikel
ini merupakan daerah untuk terjadinya respon imun terlokalisir terhadap antigen oleh sel B
dan sel T secara lokal di dalam folikel.
Proteksi imun untuk mucosal surface termasuk ocular adalah Mucosa-Associated Lymphoid
Tissue. MALT terbentuk oleh adanya interkoneksi dari daerah mukosa yang memberikan
gambaran imunologis spesifik tertentu yaitu banyak terdapat APC, struktur khusus untuk
memproses antigen secara terlokalisir (Peyer’s patches atau tonsil) dan sel efektor (sel T
intraepitelial dan sel mast yang berlimpah). Salah satu fungsi utama MALT adalah untuk
menciptakan keseimbangan antara imunitas dan toleransi untuk mencegah kerusakan jaringan
mukosa.
Substansia propria kaya akan sel-sel imun dari bone marrow yang akan membentuk sistem
imun mukosa pada konjungtiva yang dikenal dengan Conjunctiva Associated Limphoied
Tissue (CALT) yang merupakan salah satu bagian dari MALT. CALT merupakan sistem
imunoregulasi yang utama bagi konjungtiva. Pada substansia propria terdapat neutrofil,
limfosit, IgA, IgG, sel dendrite dan sel mast. Eosinofil dan basofil tidak ditemukan pada
konjungtiva yang sehat. Konjungtiva mengandung banyak sel mast. IgA merupakan antibodi
yang paling banyak dalam lapisan air mata. IgA menyerang bakteri dengan cara
“membungkusnya” sehingga mencegah terjadinya perlekatan antara bakteri dengan sel epitel.
Molekul terlarut yang banyak adalah komplemen. Respon imun yang terjadi pada
konjungtiva sebagian besar merupakan respon imun yang dimediasi oleh antibodi dan
limfosit, namun juga terdapat respon imun yang dimediasi oleh IgE terhadap sel mast pada
reaksi alergi.
4. Sklera
Sklera sebagian besar terdiri atas jaringan ikat kolagen. Hal ini menyebabkan sklera bersifat
relatif lebih avaskuler dibandingkan dengan konjungtiva. Karenanya pada sklera hanya
terdapat sedikit sel imun jika dibandingkan dengan konjungtiva. Dalam keadaan normal
sklera hanya sedikit mengandung sel-sel limfosit, makrofag dan neutrofil. Namun sebagai
respon imun saat terjadi inflamasi pada sklera sel-sel imun tersebut memasuki sklera melalui
pembuluh darah episklera dan pembuluh darah koroid Pada saat istirahat IgG ditemukan
dalam jumlah yang cukup besar.
5. Kornea
Kornea unik karena bagian perifer dan sentral jaringan menunjukkan lingkungan mikro
imunologis yang jelas berbeda. Hanya bagian limbus yang tervaskularisasi. Limbus banyak
mengandung sel Langerhans, namun bagian perifer, parasentral dan sentral dari kornea dalam
keadaan normal sama sekali tidak mengandung APC. Namun demikian, berbagai stimulus
dapat membuat sitokin tertentu (seperti IL-1) menarik APC ke sentral kornea. Komplemen,
IgM dan IgG ada dalam konsentrasi sedang di daerah perifer, namun hanya terdapat IgG
dengan level yang rendah pada daerah sentral.
Sel kornea juga terlihat mensintesis berbagai protein imunoregulasi dan antimikrobial. Sel
efektor tidak ada atau hanya sedikit terdapat pada kornea normal, namun PMN, monosit dan
limfosit siap siaga bermigrasi melalui stroma jika stimulus kemotaktik teraktivasi. Limfosit,
monosit dan PMN dapat pula melekat pada permukaan endotel selama inflamasi,
memberikan gambaran keratik presipitat ataupun garis Khodadoust pada rejeksi endotel
implan kornea. Proses lokalisasi dari suatu respon imun tidak terjadi pada kornea, tidak
seperti halnya pada konjungtiva.
Kornea juga menunjukkan suatu keistimewaan imun (Immune Privilege) yang berbeda
dengan uvea. Keistimewaan imun dari kornea bersifat multifaktorial. Faktor utama adalah
struktur anatomi limbus yang normal, dan lebih khusus lagi kepada keseimbangan dalam
mempertahankan avaskularitas dan tidak adanya APC pada daerah sentral kornea. Ditambah
oleh tidak adanya pembuluh limfe pada daerah sentral, menyebabkan lambatnya fase
pengenalan pada daerah sentral. Meski demikian, sel-sel efektor dan molekul-molekul
lainnya dapat menginfiltrasi kornea yang avaskuler melalui stroma. Faktor lain adalah adanya
sistem imunoregulasi yang intak dari bilik mata depan, dimana mengadakan kontak langsung
dengan endotel kornea.
6. Bilik Depan Mata, Uvea Anterior dan Vitreus
Bilik mata depan merupakan rongga berisi cairan humor akuos yang bersirkulasi
menyediakan medium yang unik untuk komunikasi interseluler antara sitokin, sel imun dan
sel pejamu dari iris, badan siliar dan endotel kornea. Meskipun humor akuos relatif tidak
mengandung protein jika dibandingkan dengan serum (sekitar 0,1 – 1,0 % dari total protein
serum), namun humor akuos mengandung campuran kompleks dari faktor-faktor biologis,
seperti sitokin, neuropeptida, dan inhibitor komplemen yang mampu mempengaruhi peristiwa
imunologis dalam mata. Terdapat blood aquous barrier yakni Tight junction antara epitel
nonpigmen memberikan barier yang lebih eksklusif yang dapat mencegah makromolekul
interstisiel menembus secara langsung melalui badan silier ke humor akuos. Meski demikian,
sejumlah kecil makromolekul plasma melintasi barier epitel nonpigmen ini dan dapat
meresap dengan difusi ke anterior melalui uvea memasuki bilik mata depan melalui
permukaan iris anterior.
Intraokuler tidak mengandung pembuluh limfe. Pengaliran sangat tergantung pada saluran
aliran humor akuos untuk membersihkan substansi terlarut dan pada endositosis oleh sel
endotelial trabekula meshwork atau makrofag untuk pembersihan partikel-partikel.
Traktus uvea merupakan bagian yang penting dalam sudut pandang imunologi.Uvea banyak
mengandung komponen seluler dari sistem imun termasuk makrofag, sel mast, limfosit dan
sel plasma. Iris dan badan siliar mengandung banyak makrofag dan sel dendritik yang
berperan sebagai APC ataupun sebagai sel efektor. Proses imun tidak mungkin terjadi secara
terlokalisasi, namun APC meninggalkan mata melalui trabekula meshwork bergerak ke lien
tempat terjadinya proses imun seluler, berupa aktivasi sel T supresor CD8+. Konsentrasi IgG,
komplemen dan kalikrein sangat rendah didapat pada bilik mata depan yang normal.
Uvea anterior memiliki sistem imunoregulasi yang telah digambarkan sebagai immune
privilege (keistimewaan imun). Konsep modern mengenai immune privilege ini mengacu
pada pengamatan bahwa implan tumor atau allograft dengan tidak diharapkan dapat bertahan
lebih baik dalam regio ini, sedangkan implan atau graft yang sama mengalami penolakan
lebih cepat pada daerah tanpa keistimewaan imun. Daerah immune privilege lain yaitu ruang
subretina, otak dan testis. Meskipun sifat dasar dari antigen yang terlibat mungkin penting,
immune privilege dari uvea anterior telah diamati dengan banyak antigen, meliputi antigen
transplantasi, tumor, hapten, protein terlarut, autoantigen, bakteri dan virus.
Immune privilege dimediasi oleh pengaruh fase aferen dan efektor dari lintasan respon imun.
Imunisasi dengan menggunakan segmen anterior sebagai fase aferen dari respon imun primer
berakibat dihasilkannya efektor imunologis yang unik. Imunisasi seperti dengan protein lensa
atau autoantigen lain melalui bilik mata depan tidak menyebabkan terjadinya pola imunitas
sistemik yang sama seperti yang ditimbulkan oleh imunisasi pada kulit. Imunisasi oleh injeksi
bilik mata depan pada hewan coba menyebabkan terjadinya perubahan bentuk imunitas
sistemik terhadap antigen yang disebut Anterior Chamber-Associated Immune Deviation
(ACAID).
Pada vitreus tidak ditemukan kekhususan tertentu. Gel vitreus dapat mengikat protein dan
berfungsi sebagai depot antigen. Gel vitreus secara elektrostatik dapat mengikat substansi
protein bermuatan dan mungkin kemudian berperan sebagai depot antigen dan substrat untuk
adhesi sel leukosit. Karena vitreus mengandung kolagen tipe II, ia dapat berperan sebagai
depot autoantigen potensial pada beberapa bentuk uveitis terkait arthritis.
7. Retina dan Koroid
Sirkulasi retina menunjukkan adanya blood retinal barrier pada tight junction antara sel
endotel pembuluh darah. Pembuluh darah koriokapiler sangat permeabel terhadap
makromolekul, memungkinkan terjadinya transudasi sebagian besar makromolekul plasma ke
ruang ekstravaskular dari koroid dan koriokapiler. Tight junction antar sel RPE menyediakan
barier fisiologis antara koroid dan retina. Pembuluh limfe tidak didapatkan pada retina dan
koroid, namun APC ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi. Mikroglia (derifat monosit)
pada retina memiliki peran dalam menerima stimulus antigenik, dapat mengadakan
perubahan fisik dan bermigrasi sebagai respon terhadap berbagai stimuli.
RPE dapat diinduksi untuk mengekspresikan molekul MHC kelas II, yang menunjukkan
bahwa RPE juga dapat berinteraksi dengan sel T. Namun pada keadaan normal, segmen
posterior tidak mengandung sel limfosit. Perisit yang berada pada pembuluh darah retina
dapat mensintesis berbagai sitokin yang berbeda (seperti TGF-β)yang dapat mengubah respon
imun yang terjadi setelahnya. Proses imun yang terlokaliser juga tidak terjadi pada segmen
posterior ini.
Fisiologi
Refraksi ialah tindakan atau proses membiaskan. Media refrakta terdiri atas : kornea, ,aquous
humor, lensa, dan badan kaca. Kornea merupakan tonjolan jernih di mata depan dan elemen
pemfokus yang terfiksasi. Kornea memfokuskan bayangan dengan membiaskan atau
membelokkan berkas cahaya. Apabila kornea terlalu melengkung maka mata akan
berpenglihatan dekat, dan apabila kelengkungan kornea kurang yang akan terjadi adalah mata
akan berpenglihatan jauh.
Lensa memiliki pembungkus yang lentur dan ditopang di bawah tegangan oleh serat – serat
penunjang. Saat otot mata berfungsi memfokuskan bayangan berelaksasi, tegangan ini
menjaga agar lensa tetap gepeng dan berada pada dayanya yang paling rendah, dan mata
berfokus pada benda jauh. Titik ketika benda jauh terfokuskan saat otot- otot yang
memfokuskan berelaksasi disebut titik jauh. Lensa berubah menjadi bentuk yang lebih bulat,
terutama karena bagian depan menjadi lebih lengkung, daya pemfokusan lensa kemudian
menjadi lebih besar, benda yang terletak dekat dengan mata di bawa ke focus di retina. Titik
terdekat ketika benda masih dapat difokuskan saat lensa berada dalam keadaan paling tebal.
Aqueous humor mengisi ruang antara lensa dan kornea. Cairan ini terdiri dari air, diproduksi
terus-menerus, dan jumlah cairan yang berlebih keluar melalui canalis schlemm. Aqueous
humor mengandung banyak komponen darah dan menyalurkan zat gizi ke lensa dan kornea
yang tidak berpembuluh darah. Aqueous humor berfungsi untuk mempertahankan tekanan
internal mata.
Cahaya masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang bundar anterior
di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata. Pupil membesar bila
intensitas cahaya kecil (bila berada di tempat gelap), dan apabila berada di tempat terang atau
intensitas cahayanya besar, maka pupil akan mengecil. Yang mengatur perubahan pupil
tersebut adalah iris. Iris merupakan cincin otot yang berpigmen dan tampak di dalam aqueous
humor, karena iris merupakan cincin otot yang berpigmen, maka iris juga berperan dalam
menentukan warna mata. Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa
ini berada diantara aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otot–otot siliaris melalui
ligamentum suspensorium. Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang
bervariasi selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina.
Apabila mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot–otot siliaris akan berkontraksi,
sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Dan apabila mata memfokuskan objek
yang jauh, maka otot–otot siliaris akan mengendur dan lensa menjadi lebih tipis dan lebih
lemah. Bila cahaya sampai ke retina, maka sel–sel batang dan sel–sel kerucut yang
merupakan sel–sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal–sinyal cahaya
tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh retina adalah
terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak, karena otak
sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.
Jaras
Cahaya yang sampai di retina tersebut akan mengakibatkan hiperpolarisasi dari reseptor pada
retina. Hiperpolarisasi ini akan mengakibatkan timbulnya potensial aksi pada sel-sel
ganglion, yang aksonnya membentuk nervus optikus. Kedua nervus optikus akan bertemu
pada kiasma optikum, di mana serat nervus optikus dari separuh bagian nasal retina
menyilang ke sisi yang berlawanan, yang kemudian akan menyatu dengan serat nervus
optikus dari sisi temporal yang berlawanan, membentuk suatu traktus optikus. Serat dari
masing-masing traktus optikus akan bersinaps pada korpus genikulatum lateralis dari
thalamus. Kemudian serat-serat tersebut akan dilanjutkan sebagai radiasi optikum ke korteks
visual primer pada fisura calcarina pada lobus oksipital medial. Serat-serat tersebut kemudian
juga akan diproyeksikan ke korteks visual sekunder.
Selain ke korteks visual, serat-serat visual tersebut juga ditujukan ke beberapa area seperti:
(1)nukleus suprakiasmatik dari hipotalamus untuk mengontrol irama sirkadian dan perubahan
fisiologis lain yang berkaitan dengan siang dan malam, (2) ke nukleus pretektal pada otak
tengah, untuk menimbulkan gerakan refleks pada mata untuk fokus terhadap suatu obyek
tertentu dan mengaktivasi refleks cahaya pupil, dan (3) kolikulus superior, untuk mengontrol
gerakan cepat dari kedua mata.
Daftar Pustaka
Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2011
Vaughan, Daniel, dkk. Oftalmologi Umum.Jakarta: Widya Medika.2000
Recommended