UPAYA PENGEMBANGAN AKHLAK PERILAKU
PESERTA DIDIK MELALUI METODE CERITA
DI RA HIDAYATULLAH NGASINAN KEC. JEBRES
SURAKARTA TAHUN 2010/2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh
SRI HARPENI
NIM: 073111273
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
ABSTRAK
Sri Harpeni (NIM: 073111273). Upaya Pengembangan Akhlak Perilaku Peserta
Didik Melalui Metode Cerita di RA Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres Surakarta
tahun 2010/2011. Skripsi. Semarang Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo 2011.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah akhlak perilaku
peserta didik mengalami perkembangan setelah dilakukan pembelajaran
menggunakan metode cerita di RA Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres Surakarta
tahun 2010/2011.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan dua
siklus. Subyek penelitian sebanyak 20 peserta didik. Metode pengumpulan data
menggunakan lembar observasi dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis
dengan menggunakan analisis deskriptif prosentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan pembelajaran
menggunakan metode cerita terlihat adanya pengembangan akhlak perilaku
peserta didik. Hal ini tampak dari hasil observasi yang penulis lakukan tentang
pengembangan akhlak perilaku peserta didik. Pada pra siklus prosentase aktifitas
belajar peserta didik 47% dengan kriteria kurang. Sedangkan pada siklus I
prosentase aktifitas peserta didik meningkat menjadi 70% dengan kriteria baik.
Dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 88% dengan kriteria sangat baik. Dari
hasil tersebut dapat diketahui bahwa aktifitas peserta didik tiap siklus meningkat
secara signifikan. Dari lima aspek akhlak perilaku yang penulis amati sebagian
besar sudah menguasai. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa ada
perkembangan akhlak perilaku peserta didik setelah dilakukan pembelajaran
menggunakan metode cerita di RA Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres Surakarta
tahun 2010/2011 diterima.
Hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan informasi dan masukan bagi para
guru dalam rangka memperbaiki kualitas pembelajaran. Metode cerita dapat
digunakan sebagai upaya dalam mengembangkan akhlak perilaku peserta didik.
iii
Semarang, Maret 2011
NOTA DINAS
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
di Semarang
Assalamu’alaikum wr. wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan
koreksi naskah skripsi dengan:
Judul : Upaya Pengembangan Akhlak Perilaku Peserta Didik Melalui
Metode Cerita di RA Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres
Surakarta tahun 2010/2011.
Nama : Sri Harpeni
NIM : 073111273
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqosah.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Pembimbing,
Dr. H. Ruswan, M.A.
NIP. 19680424 199303 1 004
iv
KEMENTERIAN AGAMA R.I.
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH Alamat: Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Semarang
Telp. 024-7601295 Fax. 7615387
PENGESAHAN
Naskah Skripsi dengan:
Judul : Upaya Pengembangan Akhlak Perilaku Peserta Didik Melalui
Metode Cerita di RA Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres
Surakarta tahun 2010/2011.
Nama : Sri Harpeni
NIM : 073111273
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
telah diujikan dalam sidang munaqasyah oleh Dewa Penguji Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salash satu syarat memperoleh gelar
sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam.
Semarang, Maret 2011
Ketua, Sekretaris,
_________________ _________________
NIP: NIP:
Penguji I, Penguji II,
_________________ _________________
NIP: NIP:
Dosen Pembimbing,
Dr. H. Ruswan, M.A.
NIP. 19680424 199303 1 004
v
DEKLARASI
Penulis menyatakan dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau
diterbitkan. Skripsi ini juga tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain
kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Semarang, Maret 2011
Deklarator
Sri Harpeni
NIM: 073111273
vi
MOTTO
ô‰s)s9 šχ% x. ’Îû öΝÎηÅÁ |Á s% ×οu�ö9 Ïã ’Í<'ρT[{ É=≈ t6 ø9F{ $# 3 $ tΒ tβ% x. $ ZVƒ ωtn 2”u�tIø�ムÅ6≈s9 uρ
t,ƒÏ‰óÁ s? “Ï%©!$# t ÷ t/ ϵ÷ƒ y‰tƒ Ÿ≅‹ÅÁ ø�s?uρ Èe≅ à2 &ó x« “Y‰èδ uρ Zπ uΗ÷qu‘uρ 5Θöθ s)Ïj9 tβθ ãΖÏΒ ÷σム∩⊇⊇⊇∪
)١١١: يوسف (
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran
bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah
cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab)
yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
(QS. Yusuf : 111)1
1 Soenarjo, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 366
vii
PERSEMBAHAN
Sebagai rasa syukur, skripsi ini saya persembahkan sepenuhnya untuk
orang-orang yang telah memberi arti dalam perjalanan hidupku.
1. Kedua orang tuaku yang telah mengukir jiwa ragaku serta menguraikan kasih
sayangnya dan memberikan dorongan baik moral maupun sprituil.
2. Suami tercinta yang dengan sabar selalu menemani dan membimbing penulis
dalam mengarungi kehidupan ini.
3. Putra putriku tersayang yang selalu menyejukkan hati dan mengiringi setiap
langkah perjalan hidup.
4. Keluarga besarku terima kasih atas cinta dan kepeduliannya selama ini.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahakaya, atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
pembuatan skripsi dengan judul “Upaya Pengembangan Akhlak Perilaku Peserta
Didik Melalui Metode Cerita di RA Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres Surakarta
Tahun 2010/2011”.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai
pihak. Karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada
berbagai pihak atas bantuannya sehingga skripsi ini dapat tersusun. Semoga
segala budi baik akan mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Pemberi. Untuk
menyebutkan satu persatu rasanya tidak mungkin, namun demikian penulis
menganggap perlu menyebutkan beberapa pihak yang secara khusus berkenaan
dengan peranannya dalam penyusunan skripsi ini, antara lain :
1. Dr. Suja’i, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang beserta stafnya.
2. Dr. H. Ruswan, M.A. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan selama proses pembuatan skripsi ini.
3. Kepala RA Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres Surakarta yang yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.
4. Segenap dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah
memberikan bekal berbagai ilmu pengetahuan kepada penulis selama di
bangku perkuliahan.
5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan berupa saran, kritik petunjuk
dan pinjaman buku-buku yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini
Semoga amal baik beliau tersebut di atas dan juga semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan mendapatkan balasan pahala yang berlipat ganda di sisi
Allah SWT. Amien.
ix
Akhirnya penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
mencapai kesempurnaan dalam arti sebenarnya, namun penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca pada
umumnya.
Semarang, Maret 2011
Sri Harpeni
NIM: 073111273
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iii
PENGESAHAN PENGUJI ............................................................................. iv
DEKLARASI .................................................................................................. v
MOTTO .......................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................... 4
C. Penegasan Istilah ................................................................... 5
D. Rumusan Masalah .................................................................. 6
E. Tujuan Penelitian ................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ................................................................ 6
BAB II : PENDIDIKAN AHKLAK PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH
DAN METODE CERITA
A. Pendidikan Akhlak Anak Usia Prasekolah ........................... 8
1. Pengertian Akhlak .......................................................... 8
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Akhlak ............................ 9
3. Materi Pendidikan Akhlak ............................................. 11
B. Metode Cerita ...................................................................... 16
1. Pengertian Metode Cerita .............................................. 16
2. Pelaksanaan Metode Kisah dalam Proses Pendidikan
Islam .............................................................................. 17
C. Kerangka Berpikir ................................................................... 25
D. Hipotesis Tindakan ................................................................ 26
xi
BAB III: HASIL PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ....................................................................... 27
B. Setting dan Subyek Penelitian ................................................ 27
C. Desain Penelitian .................................................................... 28
D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 31
E. Teknik Analisis Data .............................................................. 32
F. Indikator Keberhasilan ........................................................... 33
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Awal .............................................................. 34
B. Hasil Penelitian ....................................................................... 36
C. Pembahasan ............................................................................ 43
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 48
B. Saran-saran ............................................................................... 48
C. Penutup ..................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sepanjang perjalanan hidup manusia tidak akan terlepas dari apa yang
disebut pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1
Dengan demikian, pendidikan memegang peranan penting dalam menentukan
hitam putihnya manusia, dan akhlak juga jadi standar kualitas manusia, artinya
baik buruknya akhlak salah satu indikator berhasil tidaknya pendidikan.
Dalam rangka menyelamatkan dan memperkokoh akidah islamiah
anak, pendidikan anak harus dilengkapi dengan pendidikan akhlak yang
memadai. Dalam al Qur'an sendiri banyak sekali ayat yang menyindir,
memerintahkan atau menekankan pentingnya akhlak bagi setiap hamba Allah
yang beriman. Maka dalam rangka mendidik akhlak kepada anak-anak, selain
harus diberikan keteladanan yang tepat, juga harus ditunjukkan tentang
bagaimana harus menghormati dan seterusnya. Karena pendidikan akhlak
sangat penting sekali, bahkan Rasul sendiri diutus oleh Allah untuk
menyempurnakan akhlak.
Pendidikan akhlak dan budi pekerti sebagai salah satu aspek
pendidikan Islam yang harus mendapat perhatian serius, akhlak merupakan
salah satu ajaran yang terpenting, sebab dalam kehidupan sehari-hari kita tidak
dapat melepaskan diri dari kehidupan sosial, baik sesama manusia maupun
dengan alam sekitar dan terlebih bagi dalam hubungannya dengan Allah Sang
Pencipta.
1Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor
20 Tahun 2003, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003), hlm. 6
2
Semasa anak-anak jika jauh dari pendidikan akhlak, tidak diragukan
lagi kalau anak tersebut akan tersesat dalam pergaulan. Untuk itu pendidikan
akhlak harus mendapat perhatian serius. Dalam hal ini, orang tua, guru dan
pendidik harus berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan anak atau
peserta didik ke arah yang baik, supaya menjadi generasi yang berakhlakul
karimah.
Masa kanak-kanak dengan usia 3-6 tahun disebut dengan masa
prasekolah merupakan masa bahagia dan amat memuaskan kreativitas, seperti
bermain boneka, suka cerita, permainan drama, menyanyi, menggambar dan
lain sebagainya. Sebagai pendidik baik orang tua maupun guru bertanggung
jawab terhadap kesejahteraan jiwa anak. Kedua pendidik tersebut mempunyai
wewenang mengarahkan perilaku anak dengan sebagaimana yang diinginkan.
Orang tua bertanggung jawab untuk merangsang dan membina perkembangan
intelektual anak serta membina pertumbuhan sikap dan nilai-nilai yang baik
dalam pembinaan anak dan diharapkan ada saling pengertian dan kerja sama
yang erat antara keduanya, dalam usaha mencapai tujuan bersama yaitu
kesejahteraan jiwa anak.
Maka peranan sekolah terhadap pendidikan menjadi sangat penting
mengingat ia merupakan pertengahan antara media masyarakat yang luas. Di
lingkungan keluarga, seorang anak hanya bergaul dengan beberapa individu
saja yang sifat-sifat jasmani atau karakteristik psikologi dan sosialnya
mengalami perubahan yang cukup lambat. Keluarga merupakan tempat
pendidikan pertama bagi anak-anak. Orang tua harus mampu memberikan
dukungan kepada anaknya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat
mengembangkan kreativitas anaknya. Jika ditemukan anak-anak terhenti
kreativitasnya, maka lebih disebabkan karena ketidakwaspadaan orang tua
terhadap perkembangan psikologi anak.2
2 Andang Ismail, Education Games (Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan
Edukatif), (Yogyakarta : Pilar Media, 2006), hlm. 78
3
Di sinilah pentingnya mengapa mendidik anak itu dimulai sejak dini,
karena perkembangan jiwa anak telah mulai tumbuh sejak kecil, sesuai dengan
fitrahnya. Dengan demikian maka fitrah manusia itu kita salurkan, kita
bimbing dan kita juruskan kepada jalan yang seharusnya sesuai dengan
arahnya. Oleh karena itu, pendidikan anak-anak selain diberikan di lingkungan
keluarga, juga harus diberikan pendidikan formal. Salah satu pendidikan
formal untuk anak-anak pra sekolah adalah Raudlatul Atfal (RA).3
Perlu diketahui, bahwa pada pendidikan Taman Kanak-Kanak TK
memiliki karakteristik-karakteristik tujuan yang akan dicapai, yaitu:
mengembangkan jiwa eksploratif, membentuk dan mengembangkan jiwa
kreatif serta membentuk dan mengembangkan jiwa kepribadian integral.4
Namun tidak semudah itu untuk mewujudkan suatu keberhasilan dari
pendidikan Agama Islam, kalau tidak ada kerjasama antara semua pihak
terkait. Terutama bagi pendidik dalam menyampaikan materi agama
hendaknya memperhatikan langkah-langkah yang harus di tempuh agar materi
yang disampaikan dapat diterima oleh anak didik, salah satu diantaranya
adalah penggunaan metode cerita.
Metode cerita mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan
materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana
terjadinya sesuatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja.
Metode kisah merupakan salah satu metode yang mashur dan terbaik, sebab
kisah ini mampu menyentuh jiwa jika didasarkan oleh ketulusan hati yang
mendalam.5
Kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan ternyata
mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari sifat
3 Soemarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, (Jakarta : PT. Rineka Cipta,
2000), hlm. 59 4 Theo Riyanto FIC dan Martin Handoko FIC, Pendidikan pada Anak Usia Dini, (Jakarta:
Grasindo, 2005), hlm. 28 5Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hlm. 160.
4
alamiah manusia untuk menyenangi cerita itu, dan menyadari pengaruhnya
yang besar terhadap perasaan. Oleh karena itu Islam mengekploitasi cerita
tersebut untuk dijadikan salah satu metode pendidikan.
Berawal dari uraian tersebut di atas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul UPAYA PENGEMBANGAN AKHLAK PERILAKU
PESERTA DIDIK MELALUI METODE CERITA DI RA
HIDAYATULLAH NGASINAN KEC. JEBRES SURAKARTA TAHUN
2010/2011.
B. Identifikasi Masalah
Cerita atau kisah-kisah yang mengandung banyak pelajaran dan hikmah
sangat penting untuk pembentukan sikap atau perilaku anak sesuai dengan
tuntunan Islam. Metode kisah ini sangat efektif untuk menarik perhatian anak
dan merangsang otaknya agar bekerja dengan baik. Metode ini dapat
mempengaruhi pola pikir anak ke arah yang lebih baik, karena dengan
mendengar cerita anak merasa senang sekaligus menyerap nilai-nilai
pendidikan Islam tanpa merasa dijejali.
Cerita-cerita yang memiliki misi-misi edukatif sangat penting digunakan
dalam pelaksanaan pendidikan, sebab dapat mempengaruhi pendengar atau
penghayat kisah untuk bersikap, berpendirian, bahkan berprilaku sebagaimana
yang dikehendaki cerita tersebut. Dengan demikian cerita tersebut dapat
membentuk keimanan dan akhlak anak. Oleh karena itu, lembaga pendidikan
anak usia dini perlu mengimplementasikan metode cerita ini, sebagai upaya
untuk pengembangan akhlak perilaku peserta didik.
C. Penegasan Istilah
Untuk dapat mengambil suatu pengertian yang jelas dan terhindar dari
kesalahpahaman dalam memahami judul skripsi di atas, maka peneliti perlu
5
menjelaskan maksud dan arti dari berbagai istilah dalam yang ada pada judul
tersebut.
1. Metode Cerita
Metode adalah “cara yang telah diatur dan dipikir baik-baik untuk
mencapai suatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya.”6 Dalam
bahasa Arab, metode disebut “tariqah”, artinya jalan, cara, sistem atau
ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah metode
berarti suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita.7
Cerita adalah “tuturan yang membentangkan bagaimana sesuatu
terjadi atau karangan yang mengisahkan perbuatan, pengalaman,
penderitaan orang dan lain sebagainya.”8 Dengan demikian cerita adalah
suatu ungkapan, tulisan yang dituturkan oleh seseorang kepada orang lain,
kelompok, umum, baik itu mengenai pengalaman pribadinya maupun
pengalaman orang lain yang benar-benar terjadi ataupun hanya merupakan
khayalan / imajinasi saja.
Jadi metode cerita adalah cara yang digunakan dalam suatu
pembelajaran dengan memberikan suatu ungkapan atau tulisan yang
berisikan runtutan peristiwa atau kejadian.
2. Pembelajaran Aqidah Akhlak
Pembelajaran aqidah akhlak merupakan salah satu rumpun PAI
yang bertujuan agar setiap siswa memiliki pengertian baik buruknya suatu
perbuatan, juga memiliki aqidah yang benar dan mantap dan dapat
mengamalkannya sesuai dengan ajaran agama Islam dan selalu
berakhlakul karimah.
6 Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya
Karya, 2009), hlm. 321 7 Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: CV Pustaka Setia,
1997), hlm. 136 8 Suharso dan Ana Retnoningsih, op.cit, hlm. 108.
6
Jadi, yang dimaksud dengan judul penelitian di atas, adalah usaha yang
dilakukan guru dalam rangka pengembangan akhlak perilaku peserta didik
dengan cara mengimplementasikan metode cerita dalam pembelajaran secara
komprehensif dan sistematis di RA Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres
Surakarta Tahun 2010/2011.
D. Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut di atas, rumusan masalahnya adalah apakah akhlak
perilaku peserta didik mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik
setelah dilakukan pembelajaran menggunakan metode cerita di RA
Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres Surakarta tahun 2010/2011?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah akhlak perilaku
peserta didik mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik setelah
dilakukan pembelajaran menggunakan metode cerita di RA Hidayatullah
Ngasinan Kec. Jebres Surakarta tahun 2010/2011.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian antara lain:
1. Bagi peserta didik
Penerapan metode cerita dapat memberikan pengetahuan baru bagi
peserta didik melalui cerita-cerita edukatif yang sebelumnya belum pernah
mereka dengar. Ketertarikan peserta didik terhadap cerita-cerita edukatif
dapat membuat pembelajaran terasa lebih menyenangkan.
7
2. Bagi guru
Kegunaan bagi guru adalah agar mendapat pengalaman langsung
tentang pelaksanaan metode cerita pada bidang pengembangan akhlak
perilaku sekaligus sebagai contoh yang dapat dilaksanakan dan
dikembangkan kelak di lapangan.
3. Bagi sekolah
Dengan mengetahui hasil penelitian ini, hendaknya pihak sekolah
memiliki sikap proaktif terhadap setiap usaha guru, mendukung dan
memberi kesempatan kepada guru untuk senantiasa meningkatkan kualitas
pembelajaran yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar peserta
didik.
8
BAB II
PENDIDIKAN AHKLAK PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH
DAN METODE CERITA
A. Pendidikan Akhlak Anak Usia Prasekolah
1. Pengertian Akhlak
Secara etimologi, akhlak dapat diartikan “budi pekerti atau
kelakuan”.1 Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, jama dari kata
khilqun atau khulqun yang berarti perangai, kelakukan, tabiat, watak
dasar.2
Sedangkan Abudin Nata mengartikan akhlak sebagai perbuatan
yang dilakukan dengan mendalam dan tanpa pemikiran. Namun perbuatan
itu telah mendarah daging dan melekat dalam jiwa, sehingga saat
melakukan perbuatan tidak lagi memerlukan pertimbangan dan
pemikiran.3
Akhlak juga menjelaskan tentang arti baik dan buruk,
menerangkan segala tingkah laku yang harus dilaksanakan oleh sebagian
manusia kepada manusia lainnya, kepada Tuhannya, kepada lingkungan
sekitar serta menjelaskan tujuan yang hendak dicapai oleh manusia dalam
perbuatan dan menunjukkan jalan yang harus dibuat.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah suatu
sikap atau kehendak manusia disertai dengan niat yang tentram dalam jiwa
berlandaskan al-Qur’an dan al Hadits, yang dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan atau kebiasaan secara mudah tanpa memerlukan
pertimbangan terlebih dahulu. Bila kehendak jiwa itu menimbulkan
perbuatan-perbuatan dan kebiasaan jelek, maka disebut akhlak yang
tercela begitu pula sebaliknya.
1 Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya
Karya, 2009), hlm.23. 2 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 2 3 Ibid., hlm. 5
9
Dalam menentukan baik buruknya akhlak, Islam telah meletakkan
dasar-dasar sebagai suatu pendidikan nilai, dimana ia tidak mendasarkan
konsep al-ma’ruf (yang baik) dan al-munkar (yang jelek) semata-mata
pada rasio, nafsu, intuisi, dan pengalaman yang muncul dari panca indera
yang selalu mengalami perubahan. Tetapi Islam, telah memberikan sumber
yang tetap yang menentukan tingkah laku moral yang tetap dan universal
yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Dasar hidup itu menyangkut kehidupan
perorangan, keluarga, tetangga, sampai pada kehidupan bangsa.4 Karena
meskipun penilaian akhlak hanya pada amal dan tindakan perbuatan
manusia, namun tindakan dan prilaku seseorang pada dasarnya muncul
atas dorongan batiniahnya yang sering juga didorong oleh tekanan-tekanan
lingkungan.5
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Akhlak
Yang dimaksud dasar pendidikan akhlak adalah pandangan yang
mendasari segala kegiatan pendidikan akhlak. Akhlak adalah sistem moral
yang berdasarkan pada ajaran Islam. Adapun dasar pendidikan akhlak
adalah al-Qur'an, sebagaimana firman Allah:
)٤: القلم(وإِنك لَعلى خلُقٍ عظيمٍ
Sesungguhnya engkau (Muhammad) berbudi pekerti yang luhurز (QS. Al-Qalam: 4).
6
Dalam penanaman pendidikan akhlak, al-Qur'an sendiri telah
mengawali dengan memberi petunjuk kepada pendidik, untuk
memanfaatkan masa sosialisasi di lingkungan keluarga sebelum anak lebih
jauh bergaul dengan lingkungannya. Pendidikan itu adalah pendidikan
untuk menghormati dan menghargai orang tua. Hal ini telah tercermin
dalam al-Qur'an, sebagaimana firman Allah:
4 Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqh Sosial, (Yogyakarta: LKiS Bekerjasama dengan Pustaka
Pelajar, 1994), hlm. 180-181 5 Ibid, hlm. 177 6 Soenarjo, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 960
10
كُراش نِ أَنيامي عف الُهصفنٍ وهلَى وا عنهو هأُم هلَتمح هيدالانَ بِوسا الْإِننيصوو )١٤: لقمان . (ي الْمصريلي ولوالديك إِلَ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
kedua orang tuanya, ibu bapaknya, ibunya telah mengandung
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kedua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Lukman : 14)7
Dari ayat di atas, al-Qur'an begitu bijaksana dalam memberikan
alasan yang logis dan mudah dicerna anak, karena disajikan dalam bahasa
yang sederhana. Ayat di atas sekaligus memberikan jawaban kepada anak
mengapa ia harus menghormati orang tuanya. Dengan penjelasan dari
pendidik anak akan mendapat kejelasan bagaimana susahnya orang tua
dalam membesarkan mereka.
Dan dasar lain selain al-Qur'an adalah hadits. Sebagaimana sabda
Rasulullah:
: حدثنا عبد اهللا بن عمر القواريري وخلق بن هشام قال: حدثنا عبد اهللا قالقال رسول : حدثنا عمر احلزان عن ايوب بن موسى عن ابيه، عن جده قال
رواه (ما حنل والد ولده حنال افضل من ادب حسن : اهللا صلى اهللا عليه وسلم ٨)امحد بن حنبل
Abdullah mengatakan kepada kami, berkata: Ubaidillah bin Umar
al Qawariri dan Khalaf bin Hisyam keduanya berkata: Amir al
Hazani dari Ayub bin Musa, dari bapaknya, dari kakeknya berkata:
Rasulullah Saw bersabda: Tidak ada pemberian yang lebih utama
seorang ayah kepada anaknya selain budi pekerti yang baik. (HR.
Ahmad bin Hambal)
7 Ibid, hlm. 654 8 Muhammad Abdul Salam Abdul Sani, Musnad Ahmad bin Hanbal juz IV, (Beirut: Dar
al Alamiah, 142 H), hlm. 97
11
Sedangkan tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah
sesuatu usaha yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan maka
tujuannya bertingkat dan bertahap.
Ibnu Miskawaih seperti dikutip Abudin Nata menyatakan bahwa
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.9
Jadi ilmu akhlaq adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan
buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir
dan batin. Ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah membahas
tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah
perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik dan atau buruk.10
Karena tujuan berakhlak itu menjalin hubungan antara kita dengan
Allah SWT dan dengan sesama makhluk, sehingga selalu dapat terpelihara
dengan baik dan harmonis. Dari pernyataan ini menunjukkan bahwa tujuan
pendidikan akhlak supaya dapat memahami tentang perbuatan amal yang
baik, sehingga dapat mengamalkan ajaran Islam yang telah diterimanya.
3. Materi Pendidikan Akhlak
Pendidikan anak usia pra sekolah adalah pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik
di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, maka
perlu dirumuskan sebuah bentuk kurikulum yang tepat sesuai dengan
bentuk pendidikan anak usia pra sekolah tersebut.
Soemiarti mengemukakan bahwa penentuan kurikulum untuk
pendidikan anak pra sekolah disusun berdasarkan pendekatan fakta dan
pendekatan ketrampilan, organisasi kurikulum dan pengalaman belajar
disusun melalui pemilihan topik dan dilakukan secara terintegrasi.
9 Abudin Nata, op.cit., hlm. 3 10 Ibid., hlm. 8.
12
Pendidikan anak usia pra sekolah baru memiliki arti dan peran
dalam menciptakan manusia yang memiliki adat stabilitas yang terus
menerus terhadap globalisasi apabila memiliki kurikulum yang tepat.
Kurikulum pendidikan anak usia pra sekolah yang disebut dengan
acuan menu pembelajaran mencakup tiga bidang pengembangan, yaitu :
a. Pengembangan moral dan nilai-nilai agama
b. Pengembangan sosial dan emosional
c. Pengembangan kemampuan dasar11
Adapun pokok-pokok pendidikan yang harus diberikan kepada
anak (kurikulumnya) tiada lain adalah ajaran Islam itu sendiri. Ajaran
Islam secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu aqidah,
ibadah dan akhlak. Pokok-pokok pendidikan yang harus diberikan kepada
anak sedikitnya harus meliputi pendidikan aqidah, pendidikan ibadah, dan
pendidikan akhlak.12
Dalam rangka menyelamatkan dan memperkokoh aqidah Islam
pendidikan anak harus dilengkapi dengan pendidikan akhlak yang
memadai. Untuk usia prasekolah, mereka perlu diajarkan dan dibiasakan
dengan akhlak-akhlak yang mulia. Sebelum dikenalkan kepada anak-anak
sebaiknya pendidikan menerapkan akhlak bukan hanya pengenalan
tentang teori-teori tata krama atau akhlak saja tetapi juga praktek-praktek
tata krama yang mereka tiru dan teladani dari para guru.
Samsu Yusuf LN, menyatakan bahwa anak-anak perlu diajarkan
atau dilatih tentang kebiasaan-kebiasaan melaksanakan akhlak
madzmumah seperti mengucapkan salam, membaca hamdalah pada saat
mendapat kenikmatan dan setelah mengerjakan sesuatu, menghormati
orang lain, memberi sedekah, memelihara kebersihan baik diri sendiri
11 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung, PT. Remaja Rosda Karya,
2003), hlm. 6 12 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam., (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), hlm. 115
13
maupun lingkungan (seperti mandi, menggosok gigi dan membuang
sampah pada tempatnya).13
Sedangkan pandangan al-Ghazali tentang pendidikan akhlak anak
meliputi:
a. Kesopanan dan kesederhanaan: makanan, pakaian, tidur.
b. Kesopanan dan kedisiplinan: duduk, berludah, berbicara.
c. Pembiasaan dan latihan bagi anak untuk menjauhkan perbuatan yang
tercela, misalnya: suka bersumpah, suka meminta, suka
membanggakan diri, berbuat dengan cara sembunyi-sembunyi,
menjauhi segala sesuatu yang tercela.
d. Latihan beribadah dan mempelajari syariat agama Islam.14
a. Kesopanan dan kesederhanaan
Al-Ghazali sangat menganjurkan kesopanan dan kesederhanaan
dalam hal makan, berpakaian dan tidur. Salah satu hal yang biasa
terjadi terhadap diri anak-anak ialah mempunyai sifat rakus makan,
maka ini perlu didik pula. Misalnya pada waktu makan itu senantiasa
menggunakan tangan kanannya dan mengucapkan
Bismillahirrahmanirrahim.15
Hal-hal lain yang perlu diketahui dan dipahami anak ketika
makan, diantaranya adalah :
1) Biasakan agar anak mengambil makanan yang dekat dengannya
(ada di hadapannya)
2) Peringatkan anak-anak untuk tidak mengembalikan makanan yang
telah dikunyah ke dalam piring
3) Biasakan agar anak-anak mengunyah secara perlahan, tidak
menelan terburu-buru
13 Samsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung, Rosda
Karya, 2002), hlm.77 14 Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid I, Terj. Muhammad Zuhri, (Semarang: Asy-
Syifa, 1990), hlm.149 15 Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
hlm.109
14
4) Biasakan agar anak tidak mencela makanan yang tidak mereka
sukai.16
b. Kesopanan dan kedisiplinan
Al-Ghazali sangat mengutamakan kedisiplinan anak untuk
menghindarkan perbuatan yang tidak pantas di pandang umum dan
membiasakan anak untuk berbuat hal-hal yang patut sesuai dengan
norma-norma masyarakat yang berlaku. Dalam hal ini al-Ghazali
melatih kesopanan dan kedisiplinan anak dalam tata cara duduk,
berbicara, dan meludah.
c. Pembiasaan dan latihan bagi anak untuk menjauhkan perbuatan yang
tercela
Al-Ghazali menganjurkan agar mendidik anak dengan
pembiasaan dan latihan untuk menghindarkan dari perbuatan yang
tercela serta tidak sesuai dengan norma masyarakat maupun ajaran
agama (Islam).
1) Suka bersumpah
Bersumpah jangan dibolehkan sama sekali, baik pada waktu
ia dalam keadaan benar, apalagi jikalau bersalah. Kepentingannya
adalah agar ia tidak membiasakannya sejak kecil. Sehingga setelah
ia dewasa, dia akan seenaknya dan dengan mudah melanggar
sumpah atau tidak memperdulikan atas hal ini sangat dilarang oleh
ajaran agama (Islam).
2) Suka meminta
Baik sekali anak itu diberi nasehat agar jangan suka
menerima sesuatu pemberian dari kawannya, lebih-lebih jikalau
sampai memintanya hendaklah ia diinsyafkan bahwa keluhuran
budi itu ialah apabila ia dapat memberi dan bukan menerima.
Meminta adalah suatu tanda kerendahan, kehinaan, cela dan
kekurangan harga diri, tetapi harus pula dijaga agar dengan
16 Sihabudin, Mendidik Anak Secara Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm.49
15
demikian ini jangan sampai anak itu menjadi seorang yang
congkak dan takabur.
Jadi anak dibiasakan untuk suka memberi bukan suka
menerima, hal ini apabila dilatih terus menerus sehingga dewasa
nanti akan menjadi seorang dermawan yang suka membantu dan
menolong keperluan orang lain.
3) Suka membanggakan diri
Agar anak itu diawasi benar-benar jangan sampai
membangga-banggakan dirinya baik yang berhubungan dengan
makan atau pakaian yang diperoleh dari rumahnya, juga hal ihwal
keluarga atau keadaan rumah tangganya.
4) Berbuat dengan cara sembunyi-sembunyi
Anak-anak harus dilarang segala sesuatu yang ia lakukan
dengan sembunyi-sembunyi, sebab ia tidak akan melakukan
sesuatu perbuatan dengan sembunyi-sembunyi kalau ia meyakini
bahwa perbuatannya itu jahat. Kalau ia dibiarkan maka ia akan
membiasakan perbuatan jahat.
Maksudnya anak telah mengetahui bahwa perbuatan itu
buruk, tetapi ia tetap melakukannya secara sembunyi-sembunyi
karena ia takut ditegur, dimarahi, atau bahkan dihukum oleh orang
tua atau pendidiknya apabila perbuatan itu diketahuinya.
5) Menjauhi segala sesuatu yang tercela
Laranglah anak-anak itu dengan sungguh-sungguh sehingga
ia takut mencuri dan makan sesuatu yang diharamkan. Demikian
pula harus dicegah benar-benar dari kelakuan-kelakuan yang
bersifat pengkhianat, kata-kata dusta dan kotor serta segala sesuatu
yang dianggap buruk, baik dalam pandangan masyarakat maupun
agama.
d. Latihan beribadah dan mempelajari syariat agama Islam
Al-Ghazali sangat menganjurkan sedini mungkin agar orang
tua memberikan pembiasaan dalam latihan beribadah, seperti bersuci,
16
shalat, berdoa, berpuasa bulan ramadhan, dan lain-lain, sehingga
secara berangsur-angsur akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah
tersebut, kemudian dengan sendirinya anak akan terdorong untuk
melakukannya tanpa diperintah dari luar (motivasi eksternal), tetapi
dorongan itu timbul dari dalam dirinya (motivasi internal) dengan
penuh kesadaran. Anak harus berangsur-angsur dapat
mengabstraksikan, memahami bahwa beribadah itu harus sesuai
dengan keyakinannya sendiri, keyakinan dengan sadar bukan ikut-
ikutan atau paksaan. Dengan kata lain, anak yang banyak mendapat
kebiasaan dan latihan keagamaan pada waktu dewasanya akan semakin
merasakan kebutuhan terhadap pentingnya agama dalam kehidupan.17
B. Metode Cerita
1. Pengertian Metode Cerita
Istilah metode berasal dari bahasa Yunani yaitu ”metha” dan
”hodos”. Metha adalah melaui, hodos adalah jalan atau cara, jadi metode
adalah jalan atau cara yang dilalui untuk mencapai tujuan.18 Jadi yang
dimaksud dengan metode dalam hal ini adalah jalan atau cara yang dilalui
untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik, sehingga
tercapai tujuan pendidikan.
Dengan kata lain metode dapat diartikan sebagai jalan atau cara yang
digunakan untuk menyampaikan dan menjelaskan materi pendidikan
kepada anak didik, sehingga ia memperoleh pengetahuan atau wawasan,
atau untuk mengembangkan sikap-sikap dan keterampilannya agar mampu
mandiri dan bertanggungjawab sesuai dengan norma, yang penulis maksud
ialah norma atau ajaran Islam.
Sedangkan metode pembelajaran ialah cara yang digunakan oleh
guru untuk menyampaikan pelajaran kepada pelajar. Karena penyampaian
17 Zainuddin dkk, op.cit., hlm.112-116
18 Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM (Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan), (Semarang: Rasail Media Group, 2008),
hlm. 7.
17
itu berlangsung dalam interaksi edukatif, metode mengajar dapat diartikan
sebagai cara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.19
Dengan demikian, metode pembelajaran merupakan alat untuk
menciptakan proses belajar mengajar.
Sedang kata kisah atau cerita berarti tuturan yang membentangkan
bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya) dan
karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan
orang, kejadian dan sebagainya (baik yang sungguh-sungguh terjadi
maupun yang hanya rekaan belaka).20
Dalam bahasa arab, kata kisah atau cerita adalah qishas yang berarti
kisah atau cerita,21 sedangkan dalam bahasa Inggris adalah story, tale, dan
narrative yang berarti pula cerita.22
Dengan demikian metode kisah mengandung arti suatu cara dalam
menyampaikan materi pelajaran dengan menceritakan secara kronologis
tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal, yang menuturkan perbuatan,
pengalaman atau penderitaan orang lain baik yang sebenarnya terjadi
ataupun hanya rekaan saja. Metode kisah yang disampaikan merupakan
salah satu metode pendidikan yang mashur dan terbaik, sebab kisah itu
mampu menyentuh jiwa jika didasarkan oleh ketulusan hati yang
mendalam.23
Suryadi dan Agus Suryana mengungkapkan bahwa metode cerita
adalah cara bertutur dan menyampaikan cerita atau memberikan
penerangan lisan.24
19 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 2 20Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya
Karya, 2009), hlm. 108 21Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah
dan Pentafsir Al-Qur’an, 1973), hlm. 343. 22John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
1983), hlm. 135. 23Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,,
2002), hlm. 160 24 Suryadi dan Agus Suryana, Memahami Perilaku Anak Usia Dini, (Jakarta: Edsa
Mahkota, 2007), hlm. 157-158
18
2. Pelaksanaan Metode Kisah dalam Proses Pendidikan Islam
Dalam mendidik anak diperlukan suatu metode yang sesuai. Dalam
hal ini guru sebelum menggunakan metode harus benar-benar
mempertimbangkan berbagai hal yaitu baik materi, metode maupun tujuan
pendidikan Islam, sehingga tujuan pendidikan Islam dapat terwujud
dengan baik.
Metode kisah sebagai salah satu metode pilihan yang digunakan
dalam proses pendidikan anak dalam Islam dengan harapan dapat untuk
menyampaikan materi, sesuai dengan kemampuan dan perkembangan jiwa
anak, sehingga dapat dicapai suatu tujuan yang dikehendaki tersebut.
Dalam pendidikan Islam bagi anak pelaksanaan metode kisah tidak
akan terlepas dari pertimbangan sebagai berikut :
a. Tingkat Perkembangan Anak
Pelajaran yang disampaikan kepada anak hendaknya
menyesuaikan kemampuan anak, sebab hal ini menjadi bahan
pertimbangan apakah anak dapat menangkap apa yang akan
diceritakan atau tidak. Bila anak dapat menangkap apa yang
disampaikan, salah satunya berarti materi yang disampaikan sesuai
dengan tingkat perkembangan anak.
Untuk menerapkan metode ini, diharapkan pendidik mengetahui
tingkat perkembangan anak, yang dalam hal ini dapat diketahui
melalui dari tingkat usia atau kemampuan anak. Dalam psikologi
pendidikan dijelaskan tentang tingkat perkembangan dan beberapa
bobot materi yang akan disampaikan, khususnya yang berkaitan
dengan materi pendidikan agama.25
Adapun pemetaan tentang masa perkembangan yang terkait
dengan bobot materi pendidikan agama yang disampaikan adalah :
25Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan; Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 177-180.
19
1) Masa 0 - 3 tahun
Sejak usia 0-3 tahun, pengetahuan anak tentang Tuhan baru
diperoleh dari orang tua dan masa ini merupakan pendidikan awal
dari orang tua atau awal pengenalan pendidikan agama kepada
anak. Kisah atau cerita pada usia ini belum begitu dimengerti oleh
anak, sebab anak belum dapat memahami secara penuh tentang apa
yang disampaikan oleh orang tua.
2) Masa 3 - 5 tahun
Konsep tentang Tuhan mulai diperoleh melalui kisah-kisah
atau cerita-cerita atau pengalaman, karena anak dalam masa ini
selalu ingin mengetahui segala sesuatu yang dilihatnya. Kisah yang
sangat berperan tersebut harus dapat dimanfaatkan oleh orang tua
untuk memupuk keimanan pada diri anak.
3) Masa 6 - 12 tahun
Pada umur ini anak mulai berkembang inteligensinya secara
pesat; anak ingin mengetahui segala sesuatu dan berfikir secara
logis. Pada usia ini, kisah atau cerita yang disampaikan kepada
anak harus terfokus dan sesuai dengan perkembangan
inteligensinya.
4) Masa 13 - 19 tahun
Masa ini merupakan masa pertumbuhan anak yang sangat
cepat, sehingga kadang-kadang membuat anak bingung dalam
mengambil sikap atau tingkah laku, dan dalam masa ini anak
memerlukan perhatian yang lebih. Pada masa pertumbuhan anak
sangat membutuhkan cerita yang terarah dan orang tua diharapkan
selalu berada di sisinya pada saat ia mempunyai banyak
problematika.26
Dari perkembangan di atas, masa penerapan metode kisah dapat
dimulai ketika anak berumur tiga tahun ke atas, tatkala anak
sebelumnya telah dikenalkan kepada Tuhan. Kemudian ke atasnya
26Armai Arief, loc.cit.
20
merupakan penanaman lanjut tentang Ketuhanan dan yang lainnya,
seperti melaksanakan shalat, melaksanakan perbuatan-perbuatan yang
baik dan lain sebagainya. Dari sini metode kisah sangat berperan
dalam menumbuhkembangkan jiwa keagamaan anak, sehingga anak
kelak dapat mengenal Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya dengan baik dan
benar.
b. Tujuan yang Hendak Dicapai
Metode kisah atau cerita sangat efektif dalam pencapaian tujuan
pendidikan Islam sebab dalam cerita memberikan kisah pelajaran
kepada anak didik untuk senantiasa berfikir mengekspresikan sikap,
serta terampil berperilaku sesuai dengan kandungan yang diharapkan
oleh isi cerita atau kisah. Metode ini bertujuan agar anak lebih mudah
menangkap materi atau penjelasan guru secara menarik dan membuka
kesempatan anak untuk bertanya.27
Menurut Moeslichatoen manfaat metode kisah di antaranya
sebagai berikut :
1) Mengkomunikasikan nilai-nilai budaya.
2) Mengkomunikasikan nilai-nilai sosial.
3) Mengkomunikasikan nilai-nilai keagamaan.
4) Menanamkan etos kerja, etos waktu, etos alam.
5) Membantu mengembangkan fantasi anak.
6) Membantu mengembangkan dimensi kognitif anak.
7) Membantu mengembangkan dimensi bahasa anak.28
Sesuai dengan manfaat tersebut di atas, bercerita mempunyai
tujuan yaitu untuk memberikan informasi, menanamkan nilai-nilai
sosial, nilai-nilai moral, nilai-nilai keagamaan serta pemberian
informasi tentang lingkungan fisik dan lingkungan sosial.29 Dalam
mencapai tujuan tersebut, guru senantiasa diharapkan dapat
mengaplikasikan metode kisah sesuai dengan tujuan yang dikehendaki
sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
27 Suryadi dan Agus Suryana, loc.cit.
28Moeslichatoen, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Rineka Cipta,
1999), hlm. 26-27. 29
Ibid., hlm. 171.
21
c. Materi yang Disampaikan
Materi atau bahan pelajaran yang harus disampaikan oleh guru
kepada anak didik untuk mencapai suatu tujuan pendidikan yang
diinginkan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik harus sesuai
dengan ajaran Islam. Guru harus pandai-pandai menyampaikan materi
dengan baik sesuai dengan taraf perkembangan anak, meskipun dalam
hal ini tidak terlepas pula dari peran serta guru, orang tua, dan
masyarakat, juga metode yang digunakan.
Agar materi pelajaran dapat diserap oleh anak, sehingga anak
yang didambakan orang tua menjadi muslim yang baik, maka orang
tua dan guru diharapkan tahu akan tahapan materi pendidikan anak.
Menurut Fatimah Heeren, yang dikutip oleh Ibnu Mustafa, dia
membagi tahapan materi yang disampaikan dalam pendidikan agama
anak menjadi empat tahap yaitu :
Tahap pertama, sejak anak lahir dari usia 0 sampai usia 20 tahun,
ketika anak tumbuh dewasa dan akan mulai meninggalkan rumah,
hendaknya dia dibiasakan tinggal dan hidup dengan ajaran yang sesuai
dengan ajaran Islam.
Tahap kedua, adalah tahap cerita dan tradisi. Ketika usia anak
menginjak 3 tahun, orang tua mulai membuka medan yaitu dengan
daya khayal dan niat baik untuk mengungkapkan berbagai kisah atau
cerita yang terdapat dalam Al-Qur’an, hadis, dan buku-buku tentang
kisah atau cerita maupun yang lainnya. Dari sini merupakan awal
pembentukan moral anak hingga anak tahu tentang apa yang harus
dilakukannya.
Tahap ketiga, menginjak usia 10 tahun merupakan awal
penerapan kewajiban beragama bagi anak. Adapun tanggung jawab
orang tua adalah menanamkan sikap dan gemar menjalankan segala
perintah Allah dan menjauhi larangannya.
Dan tahap keempat, usia 15 tahun mulailah ditanamkan
pengertian jihad. Jihad yang dimaksud adalah dalam pengertian umum
22
yaitu bekerja keras atau bersungguh-sungguh dalam melaksanakan
suatu pekerjaan.30
Di antara materi yang perlu diterapkan dengan metode kisah
adalah materi yang berkaitan dengan masalah akidah, misalnya
larangan menyekutukan Allah, materi yang berkaitan dengan masalah
ibadah, misalnya shalat, zakat dan puasa, kemudian materi yang
berkaitan dengan masalah muamalah, misalnya larangan riba dan serta
materi yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang ada dalam Al-
Qur’an seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan lain
sebagainya, yang banyak memberikan teladan dan pelajaran hidup
dalam rangka pengamalan ajaran agama.
d. Ketrampilan Guru
Sebagaimana tujuan di atas terutama dalam rangka memberikan
pengalaman belajar dan untuk mencapai tujuan pengajaran, misalnya
tentang pemberian informasi atau menanamkan nilai-nilai moral, nilai-
nilai sosial dan nilai-nilai keagamaan, guru harus pandai-pandai
mengaitkan materi yang telah dipilih. Tema tersebut harus ada
kedekatannya dengan kehidupan anak dalam keluarga, sekolah,
maupun masyarakat. Tema harus menarik dan memikat perhatian anak.
Guru dalam bercerita hendaknya mampu dan trampil menerapkan
langkah-langkah sebagai berikut :
1) Mengkomunikasikan tujuan dan materi dalam kegiatan bercerita,
misalnya tujuan bercerita menanamkan nilai-nilai keagamaan,
materi cerita tentang Nabi Yusuf.
2) Mengatur tempat duduk anak dan menetapkan bahan atau alat
bantu apa yang diperlukan.
3) Merupakan pembukaan dalam bercerita, tugas guru adalah
menggali pengalaman anak dalam kaitan dengan materi.
30Ibnu Musthafa, Keluarga Islam Menyongsong Abad 21, (Bandung: Al-Bayan, 1993),
hlm. 101.
23
4) Merupakan pengembangan cerita yang dituturkan guru, guru
menyajikan fakta-fakta yang berkaitan dengan kehidupan anak.
5) Setelah lancar bercerita, maka guru menetapkan rancangan cara-
cara bertutur yang dapat menggetarkan perasaan anak dengan cara
memberikan gambaran tentang materi yang disampaikan.
6) Merupakan langkah penutup, kemudian guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan denga materi tersebut. Dan
pada langkah ini dapat diterapkan metode lain sesuai dengan apa
yang menjadi kemampuan guru.31
Bercerita dalam proses menerapkan metode kisah, keterampilan
guru sangat berpengaruh terhadap kemauan anak dalam mendengarkan
isi cerita atau kisah. Guru harus dapat mamanfaatkan segala sesuatu
yang ada, misalnya dengan menggunakan anggota badan dalam
mengekspresikan sebuah kisah ataupun dengan yang lainnya sesuai
dengan keterampilan yang dimiliki seorang guru, sehingga pesan dari
isi cerita atau kisah dapat dipahami oleh nalar anak didik, dan dapat
menyentuh perasannya.
e. Sarana yang Dipakai
Dalam bercerita, maka sarana yang dipakai seharusnya
disesuaikan dengan bentuk atau kisah cerita yang dituturkan guru.
Pada dasarnya ada tiga sarana yang bisa digunakan guru dalam hal ini
yaitu bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar, bercerita dengan
membaca buku atau majalah dan bercerita dengan menggunakan papan
flannel.
Dalam menggunakan sarana tersebut guru harus menyesuaikan
sarana yang dipakai dengan materi yang disajikan, misalnya ketika
bercerita tentang Nabi Yusuf AS, maka sarana yang digunakan adalah
buku atau majalah yang berkaitan langsung dengan kisah tersebut.32
31Moeslichatoen, op.cit., hlm. 179 – 180.
32Ibid, hlm. 177.
24
Jadi jelaslah bahwa sarana yang dipakai dalam penerapan metode
kisah yang didasarkan pada nilai-nilai agama yang terkandung dalam
Al-Qur’an, hadis dan buku kisah atau cerita Keislaman sangatlah
penting dalam pembentukan pribadi dan memperkuat pendirian anak.
3. Langkah-langkah Penerapan Metode Cerita
Setelah mempertimbangkan kelima aspek di atas yaitu tingkat
perkembangan anak, tujuan yang hendak dicapai, materi yang
disampaikan, ketrampilan guru, sarana yang dipakai dalam rangka
menerapkan metode kisah dalam pendidikan anak, maka langkah-langkah
proses pembelajaran dalam menyajikan bahan kisah dengan cara bertatap
muka di hadapan anak-anak, adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pengantar pengajaran
Sebelum guru berkisah, perlu menyusun rencana fokus yang
maksudnya untuk menarik perhatian anak-anak agar menyimak bahan
kisahan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti
mengenalkan tokoh-tokoh. Namun yang terpenting yaitu melakukan
dialog dengan pertanyaan dan lebih baik apabila ada media audio
visual, seperti film, gambar-gambar, slide dan sejenisnya.
2. Menyajikan bahan pengajaran
Kisah yang disajikan oleh guru harus dipilih secara matang
berdasarkan pada bahan pelajaran. Kisah tersebut dapat berbentuk
episode atau secara kronologis dari mulai awal sampai akhir dari
sebuah kisah. Yang penting nantinya dalam penerapan kisah tersebut
benar-benar dapat menyentuh kebutuhan kognitif, afektif dan
psikomotorik anak. Untuk menciptakan komunikasi, cara-cara
pengajaran kisah dapat diurut seperti menyuruh anak membaca teks
kisah atau membaca ayat-ayat Al-Qur'an, kemudian guru menjelaskan
isi kisah dari ayat dibaca dan guru mendialogkannya dengan anak-
anak.
25
3. Menutup acara berkisah
Dalam menutup acara berkisah, guru senantiasa menyampaikan
pujian dan terima kasih kepada anak-anak dan menghendaki untuk
berkisah pada waktu lain yang ditentukan. Apabila hubungan berkisah
tersebut ada hubungannya dengan pemberian penilaian, maka untuk
mengukur tingkat pemahaman anak ajukanlah beberapa pertanyaan
terhadap bahan kisah yang telah disajikan tersebut.
Dalam setiap penyajian pengajaran kisah ini, guru harus senantiasa
melibatkan anak mulai sejak awal berkisah hingga berakhirnya kegiatan
tersebut. Adapun cara yang lebih mudah adalah dengan menyapa atau
menanyakan sesuatu kepada anak-anak, sebagai contoh tatkala guru
berkisah tentang Nabi Yusuf, maka guru bertanyalah kepada anak-anak,
siapakah yang mempunyai nama sama dengan Yusuf?, siapakah yang
mempunyai saudara, kakak ataupun adik namanya sama dengan Yusuf ?,
bagaimana perasaan anak bila diperlakukan seperti halnya Nabi Yusuf ?
Kemudian hubungkanlah pertanyaan dengan pengalaman Yusuf,
misalnya tentang mimpinya, tanyakanlah apakah anak-anak juga pernah
bermimpi?, mintalah anak-anak untuk bercerita tentang mimpinya?,
tanyakanlah apa mimpi Yusuf pada waktu masih kecil itu?, adakah di
antara anak-anak yang pernah bermimpi serupa Yusuf ?, akhirilah dengan
sebuah nilai, misalnya tentang mimpi itu. Mimpi Yusuf adalah sebuah
wahyu sebagai ciri pokok Kenabian, sedangkan mimpi kita adalah bukan
sebuah wahyu.33
Demikianlah aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan guru dalam
kegiatan berkisah yang meliputi pemberian pengantar, menyajikan dan
menutupnya. Metode kisah atau bercerita yang diterapkan guru dalam
praktek pembelajaran sangat berpengaruh terhadap kemauan anak dalam
mendengarkan isi cerita atau kisah yang disajikan. Guru harus dapat
memanfaatkan dan menerapkan semaksimal mungkin aspek-aspek yang
ada hubungannya dengan kegiatan berkisah dengan sebaik mungkin.
33
Ibid. hlm. 121-122.
26
C. Kerangka Berpikir
Pentingnya metode kisah jika dibandingkan metode lain adalah selain
kemampuannya menyentuh aspek kognitif, juga efektif menyentuh aspek
afektif, hal tersebut berpotensi membentuk aspek psikomotorik, yakni
mengajak anak untuk berperilaku sesuai dengan apa yang dikisahkan, meniru
perilaku baik dari pelaku yang dikisahkan setelah memahami dan menghayati
isi kisah yang dipaparkan, kemudian dipraktekkan dalam kehidupan sehari-
hari.
Metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan Islam yang
diharapkan dapat mempengaruhi anak, terutama dalam penyucian,
pengukuhan dan pembersihan jiwa yang merupakan tujuan utama dari
pendidikan Islam. Dengan terealisasinya tujuan tersebut, maka masyarakat
akan berperilaku luhur dan menjauhi segala kemungkaran serta perbuatan keji,
sehingga tidak ada seorangpun yang berbuat aniaya terhadap orang tua dan
seluruh anggota masyarakat. Mereka akan sama-sama menjalankan perintah
Allah, berbuat makruf, menegakkan keadilan dan melakukan perbaikan serta
kebajikan.
D. Hipotesis Tindakan
Yang dimaksud hipotesis adalah suatu dugaan awal yang akan terjadi
jika suatu tindakan dilakukan dengan baik, sehingga melalui tindakan ini akan
diperoleh suatu pemecahan problem yang baik. Sedangkan hipotesis tindakan
yang peneliti ajukan adalah bahwa ada perkembangan akhlak perilaku peserta
didik setelah dilakukan pembelajaran menggunakan metode cerita di RA
Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres Surakarta tahun 2010/2011.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian
ini disusun untuk memecahkan suatu masalah serta melakukan perubahan
yang berfungsi sebagai peningkatan. Upaya peningkatan ini dilakukan dengan
melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang
diangkat dari kegiatan sehari-hari di kelas.
Sarwiji Suwandi mengemukakan bahwa penelitian tindakan
merupakan suatu penelitian yang bersifat reflektif yang didasarkan pada
kondisi riil yang kemudian dicari permasalahannya dan ditindaklanjuti dengan
melakukan tindakan-tindakan nyata yang terencana dan terukur.1 Dalam PTK
guru secara reflektif dapat menganalisis, mensintesis terhadap apa yang telah
dilakukan di kelas. Dalam hal ini berarti dengan melakukan PTK, pendidik
dapat memperbaiki praktik-praktik pembelajaran sehingga menjadi lebih
efektif.
B. Setting dan Subyek Penelitian
1. Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi yang diteliti adalah RA Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres
Surakarta tahun 2010/2011. Sedangkan waktu penelitian dimulai pada
tanggal 25 Oktober 2010 s/d 13 Desember 2010. Berikut ini adalah jadwal
pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di RA
Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres Surakarta tahun 2010/2011.
1 Sarwiji Suwandi, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya Ilmiah,
(Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS Surakarta, 2009), hlm. 10-11
28
No Rencana Kegiatan Minggu Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Persiapan
Menyusun konsep pelaksanaan
Menyepakati jadwal
Menyusun instrumen
Diskusi konsep
2 Pelaksanaan
Persiapan kelas dan alat
Pelaksanaan siklus I
Pelaksanaan siklus II
3 Pembuatan Laporan
Menyusun Konsep Laporan
2. Subyek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas RA
Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres Surakarta yang berjumlah 20 peserta
didik yang terdiri dari 11 peserta didik putra dan 9 peserta didik putri.
C. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini ada empat tahapan yang akan dilalui yaitu: peren-
canaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Keempat tahapan ini
dilaksanakan dalam dua siklus, setiap tahapan siklus didasarkan atas masukan
dari siklus sebelumnya.2 Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus,
yaitu (a) perencanaan, (b) tindakan, (c) pengamatan, dan (d) refleksi yang
dapat digambarkan sebagai berikut:
2 Suharsimi Arikunto, dkk., Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),
hlm. 17
29
Prosedur yang ditetapkan dalam penelitian ini terdiri dari dua siklus.
Hal ini sesuai persyaratan dalam penelitian tindakan kelas, yaitu dalam
penelitian tindakan kelas harus memenuhi sekurang-kurangnya dua siklus.
Setiap siklus terdiri dari tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan dan
refleksi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk setiap siklus
pembelajaran dalam prosedur penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berkut:
1. Pra Siklus
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan observasi awal
atau pra siklus. Observasi awal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi
pembelajaran dan hasil belajar peserta didik sebelum diadakan penelitian
tindakan kelas dengan menggunakan metode cerita. Hasil dari pra siklus
ini akan dikomprasikan dengan hasil belajar pada siklus I dan II. Apakah
ada perbedaan hasil belajar dari tiap siklusnya. Kegiatan observasi awal ini
juga dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang muncul selama
proses pembelajaran, sehingga dapat diambil tindakan pada siklus I.
Pelaksanaan
tindakan I
Pengamatan/
pengumpulan data
I
Pelaksanaan
tindakan II
Pengamatan/
pengumpulan data II
Permasalahan Perencanaan
Tindakan I
Refleksi I Siklus I
Permasalahan
baru hasil refleksi
I Perencanaan
Tindakan II
Refleksi II Siklus II
Pengambilan
keputusan
30
2. Siklus I
a. Perencanaan
1) Peneliti dan kolaboran (guru) menyusun rencana pembelajaran di
kelas.
2) Peneliti dan kolaboran menyiapkan lembar observasi,
pendokumentasian, dan lembar penilaian.
3) Mempersiapkan teks cerita-cerita yang akan digunakan dalam
pembelajaran.
b. Tindakan
1) Guru memberikan informasi awal tentang jalannya pembelajaran
secara singkat, jelas, dan penuh suasana kehangatan.
2) Guru menyampaikan pokok bahasan akhlak yang akan dibahas.
3) Guru memberikan sebuah kasus yang berkaitan dengan perilaku
atau akhlak yang baik dan yang buruk.
4) Guru menceritakan sebuah kisah yang mencerminkan perilaku
yang baik dan yang buruk.
5) Guru meminta beberapa peserta didik untuk memberikan komentar
terhadap akhlak yang baik dan akhlak yang buruk yang ada dalam
cerita tersebut.
6) Guru menjelaskan kesimpulan atau pesan-pesan yang terkandung
dari cerita tersebut.
7) Guru melakukan refleksi dan evaluasi/tes lisan.
c. Pengamatan
Observasi ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan
kemampuan peserta didik dalam memahami akhlak yang baik dan
akhlak yang buruk. Dalam tahap ini yang diamati antara lain:
1) Jalannya proses pembelajaran.
2) Situasi lingkungan dan subjek/sasaran penelitian pada waktu
proses pembelajaran.
31
d. Refleksi
1) Menganalisa hasil pengamatan untuk membuat kesimpulan
sementara terhadap pelaksanaan pengajaran pada siklus I.
2) Mendiskusikan hasil analisis untuk tindakan perbaikan pada
pelaksanaan kegiatan penelitan dalam siklus II.
3. Siklus II
Pada prinsipnya, semua kegiatan siklus II hampir sama dengan
kegiatan siklus I. Siklus II merupakan perbaikan dari siklus I, terutama
didasarkan atas hasil refleksi pada siklus I.
a. Tahapannya tetap seperti pada siklus I yaitu perencanaan, tindakan,
pengamatan dan refleksi
b. Materi pelajaran berkelanjutan
c. Diharapkan, efektivitas kerja peserta didik semakin tinggi
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dipergunakan untuk memperoleh data yang
diperlukan, baik yang berhubungan dengan studi literatur maupun data yang
dihasilkan dari data empiris.
Mengenai sumber empirik, penulis menggunakan beberapa teknik
sebagai cara yang ditempuh untuk mengumpulkan data, di antaranya adalah:
1. Observasi
Observasi biasa diartikan sebagai ”pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap fenomena atau kejadian yang diselidiki.”3
Metode observasi ini diharapkan dapat mengetahui kondisi riil yang terjadi
di lapangan dan mampu menangkap kenyataan sebanyak mungkin
mengenai apa yang terjadi. Metode observasi ini peneliti gunakan untuk
mendapatkan gambaran tentang aktivitas belajar siswa yang berkaitan
dengan pengembangan akhlak perilaku dan pengelolaan pengajaran dalam
proses belajar mengajar.
3 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi, 2002), hlm. 136.
32
2. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah “data mengenai hal-hal yang berupa
catatan, transkrip, buku surat kabar, majalah, agenda dan sebagainya”.4
Peneliti secara langsung dapat mengambil bahan dokumen yang sudah ada
dan untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Metode ini digunakan untuk
memperoleh data daftar nama peserta didik, rencana kegiatan harian, dan
foto kegiatan belajar mengajar.
E. Teknik Analisis Data
Berdasarkan pada tujuan penelitian yang akan dicapai, maka mulai
dengan menelaah seluruh data yang sudah tersedia dari berbagai sumber yaitu
pengamatan, wawancara dan dokumentasi dengan mengadakan reduksi data.
Yaitu data-data yang diperoleh di lapangan dirangkum dengan memilih hal-hal
yang pokok serta disusun lebih sistematis sehingga mudah dikendalikan.
Data yang terkumpul akan mempunyai arti jika dianalisis sesuai dengan
tujuan penelitian. Oleh karena itu, analisis data dalam penelitian adalah statistik
deskriptif. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengolah karakteristik
data yang berkaitan dengan menjumlah, merata-rata, mencari prosentase serta
menyajikan data yang menarik, mudah dibaca, dan diikuti alur berpikirnya
misalnya bentuk grafik dan tabel.5 Data di lapangan yang akan di analisis di
antaranya adalah nilai aktifitas peserta didik yang nantinya akan dicari
prosentase aktifitas secara klasikal kemudian baru dideskripsikan.
4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), hlm. 206 5 Suharsimi Arikunto, dkk., op.cit., hlm. 131-132
33
F. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan tindakan dalam penelitian ini diukur dari
prosentase aktifitas belajar peserta didik di kelas mencapai 80 %. Hasil
prosentase dapat diketahui dari lembar observasi peserta didik yang disusun
oleh peneliti. Hasil observasi ini juga sekaligus sebagai hasil belajar peserta
didik, yaitu untuk mengetahui bagaimana perkembangan akhlak perilaku
peserta didik.
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Awal
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti sebelum
melakukan penelitian diperoleh data mengenai kondisi pembelajaran yang
terjadi di RA Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres Surakarta. Hasil yang didapat
pada tahap awal ini akan dijadikan sebagai perbandingan terhadap
keberhasilan pembelajaran pada siklus I dan II.
Observasi awal ini juga digunakan untuk mencari permasalahan
pembelajaran yang terjadi di RA Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres
Surakarta. Dengan mengetahui permasalahan tersebut, maka selanjutnya
peneliti dapat menyusun tindakan perbaikan untuk mengatasi masalah
tersebut. Pada pra siklus ini guru melakukan pembelajaran dengan cara
menjelaskan materi secara singkat kemudian dilanjutkan dengan nyanyian.
Namun dalam pengamatan peneliti, metode ini belum dapat membantu peserta
didik dalam mengembangkan akhlak perilakunya. Sebagian besar peserta
didik belum tahu bagaimana tata cara berakhlak atau berperilaku terhadap
sesama.
Ada beberapa hal yang menjadi fokus pengamatan dalam penelitian ini
yang menunjukkan akhlak peserta didik, yaitu peserta didik dapat mengucapkan
salam, dapat membaca hamdalah pada saat mendapat kenikmatan dan setelah
mengerjakan sesuatu, dapat memelihara kebersihan baik diri sendiri maupun
lingkungan, dapat membedakan perbuatan yang baik dan buruk, dan dapat
mengucapkan kata maaf jika berbuat salah.
Rangkuman hasil observasi tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
35
Tabel 1
Hasil Observasi Aktifitas Peserta Didik pada Pra Siklus
Aspek yang diamati Jumlah
Peserta Didik Prosentase
1. Peserta didik dapat mengucapkan salam 9 45%
2. Peserta didik dapat membaca hamdalah
pada saat mendapat kenikmatan dan setelah
mengerjakan sesuatu
12 60%
3. Peserta didik dapat memelihara kebersihan
baik diri sendiri maupun lingkungan 9 45%
4. Peserta didik dapat membedakan perbuatan
yang baik dan buruk 8 40%
5. Peserta didik dapat mengucapkan kata maaf
jika berbuat salah 9 45%
Jumlah 47
Prosentase aktifitas secara klasikal 47%
Kriteria aktifitas :
0% - 39% = Sangat Kurang
40% - 55% = Kurang
56% - 65% = Cukup
66% - 79% = Baik
80% - 100% = Sangat Baik
Berdasarkan tabel di atas, prosentase aktifitas peserta didik secara
klasikal selama pembelajaran pada tahap awal ini adalah 47% dan termasuk
dalam kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahap pra siklus ini
peserta didik belum dapat menunjukkan bahwa anak belum begitu mengenal
tata cara berkahlak atau berperilaku terhadap sesama. Oleh karena itu, perlu
dicari solusi untuk memperbaiki proses pembelajaran, sehingga hasil belajar
peserta didik dapat meningkat. Dalam penelitian ini peneliti akan
36
mengoptimalkan metode cerita sebagai upaya untuk mengembangkan akhlak
perilaku peserta didik.
B. Hasil Penelitian
1. Siklus I
a. Perencanaan Tindakan
Pada tahap perencanaan ini peneliti dan kolaborator (guru)
menyusun rencana pembelajaran di kelas. Peneliti dan kolaborator juga
menyiapkan lembar observasi bagi siswa serta peralatan
pendokumentasian. Disamping itu, juga dipersiapkan teks cerita yang
akan digunakan dalam pembelajaran. Cerita yang akan disampaikan
pada siklus I ini adalah tentang Menengok Teman yang Sedang Sakit .
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus I ini dilaksanakan pada
tanggal 3 Januari 2011. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
adalah sebagai berikut: Guru membukan pelajaran dengan membaca
doa bersama. Setelah itu guru memberikan informasi awal tentang
jalannya pembelajaran menggunakan metode cerita secara singkat,
jelas, dan penuh suasana kehangatan.
Guru menyampaikan pokok bahasan akhlak yang akan dibahas
dengan penuh keriangan. Guru memberikan sebuah kasus yang
berkaitan dengan perilaku atau akhlak yang baik dan yang buruk.
Kemudian guru menceritakan sebuah kisah yang mencerminkan
perilaku yang baik dan yang buruk tersebut. Guru bercerita dengan
penuh semangat dan sangat ekspresif. Setelah guru selesai bercerita,
guru meminta beberapa peserta didik untuk memberikan komentar
singkat tentang akhlak yang baik dan akhlak yang buruk yang ada
dalam cerita tersebut. Guru menjelaskan kesimpulan atau pesan-pesan
yang terkandung dari cerita tersebut. Pada akhir pembelajaran guru
37
memberikan pertanyaan secara lisan kepada peserta didik tentang
akhlak perilaku yang terjadi pada kehidupan sehari-hari.
c. Observasi
Pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung peneliti
mengamati aktifitas peserta didik secara individu. Hasil pengamatan
berupa aktifitas peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung
tersebut juga sebagai tolok ukur keberhasilan belajar peserta didik. Hasil
observasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2
Hasil Observasi Aktifitas Peserta Didik Siklus I
Aspek yang diamati Jumlah
Peserta Didik Prosentase
1. Peserta didik dapat mengucapkan
salam 14 70%
2. Peserta didik dapat membaca hamdalah
pada saat mendapat kenikmatan dan
setelah mengerjakan sesuatu
14 70%
3. Peserta didik dapat memelihara
kebersihan baik diri sendiri maupun
lingkungan
13 65%
4. Peserta didik dapat membedakan
perbuatan yang baik dan buruk 15 75%
5. Peserta didik dapat mengucapkan kata
maaf jika berbuat salah 14 70%
Jumlah 70
Prosentase aktifitas secara klasikal 70%
38
Kriteria aktifitas :
0% - 39% = Sangat Kurang
40% - 55% = Kurang
56% - 65% = Cukup
66% - 79% = Baik
80% - 100% = Sangat Baik
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pada siklus I ini ada
peningkatan aktifitas peserta didik. Prosentase aktifitas peserta didik
selama pembelajaran adalah 70% dengan kriteria baik. Atau bisa
disimpulkan bahwa akhlak perilaku peserta didik secara klasikal sudah
mulai berkembang.
d. Refleksi
Dari hasil observasi di atas, langkah selanjutnya adalah
melakukan refleksi terhadap aktifitas pembelajaran. Hasil refleksi
menunjukkan bahwa akhlak perilaku peserta didik pada siklus I ini
mulai berkembang. Jika dibandingkan tahap pra siklus, siklus I
cenderung mengalami peningkatan yang cukup bagus. Indikasinya dapat
dilihat dari prosentase aktifitas peserta didik. Pada pra siklus prosesntase
aktifitas peserta didik adalah 47% dengan kriteria kurang, dan pada
siklus I meningkat menjadi 70% dengan kategori baik. Hal ini
menunjukkan bahwa secara klasikal akhlak perilaku peserta didik sudah
mengalami perkembangan. Misalnya dari hasil observasi siklus I di atas
diketahui bahwa jumlah anak yang dapat mengucapkan salam adalah 14
orang sedangkan pada pra siklus jumlah anak yang bisa mengucapkan
hanya 9 orang. Begitu juga indikator lainnya yang juga mengalami
peningkatan.
Meskipun mengalami peningkatan, namun hasil pada siklus I ini
belum memenuhi indikator keberhasilan tindakan yang telah ditetapkan
39
peneliti yaitu nilai hasil pengembangan akhlak perilaku peserta didik
secara klasikal mencapai 80 %. Ada beberapa permasalahan yang
ditemukan pada siklus I ini yaitu:
1) Pada saat pembelajaran sedang berlangsung, situasi kelas kurang
kondusif. Ada beberapa peserta didik yang melakukan aktifitas
sendiri dan terkadang mengganggu proses pembelajaran. Meskipun
hanya dilakukan oleh sebagian kecil peserta didik, namun hal ini
cukup mengganggu. Hasil belajar mereka pun cenderung rendah,
karena tidak memperhatikan cerita guru.
2) Guru kurang memberikan bimbingan secara intensif kepada peserta
didik. Hal ini dikarenakan pada saat bercerita, guru hanya berdiri di
depan kelas, sehingga ada beberapa peserta didik yang tidak
memperhatikan.
Dari permasalahan di atas, maka peneliti dan guru kolaborator
mencoba mencari solusi sudah permasalahan tersebut dapat diatasi.
Pada dasarnya kedua permasalahan tersebut saling berkaitan. Oleh
karena itu, langkah perbaikan yang diambil di antaranya adalah guru
harus mampu menguasai kelas saat pembelajaran sedang berlangsung.
Caranya adalah guru bercerita sambil sesekali mendekati tempat duduk
peserta didik. Disamping itu setting tempat duduk akan di rubah
dengan bentuk U, sehingga guru akan lebih mudah mengontrol situasi
kelas.
2. Siklus II
a. Perencaan Tindakan
Persiapan yang dilakukan pada tahap perencanaan tindakan
siklus II ini hampir sama dengan siklus I. Hanya saja catatan dari hasil
refleksi siklus I menjadi pertimbangan dalam perencanaan tindakan ini.
Yang dipersiapkan di antaranya RKH (Rencana Kegiatan Harian),
40
lembar observasi, pendokumentasian dan teks cerita yang akan
disampaikan pada siklus II. Pada siklus II ini juga dipersiapkan
gambar-gambar yang menarik sesuai dengan isi materi yang akan
disampaikan. Hal ini dilakukan supaya cerita yang disampaikan guru
lebih menarik dan mudah dipahami peserta didik. Tema cerita yang
disampaikan pada siklus II ini adalah Akibat Buang Sampah
Sembarang.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini dilaksanakan pada
tanggal 10 Januari 2011. Secara garis besar, pelaksanaan pembelajaran
siklus II ini hampir sama dengan siklus I. Hanya saja ada perbaikan-
perbaikan sesuai dengan hasil refleksi siklus I. Pada siklus II ini setting
kelas diubah dengan bentuk U.
Pada awal pembelajaran guru membukan pelajaran dengan
membaca doa bersama. Setelah itu guru memberikan informasi awal
tentang jalannya pembelajaran menggunakan metode cerita secara
singkat, jelas dengan penuh suasana kehangatan dan keceriaan.
Guru menyampaikan pokok bahasan akhlak tentang Akibat
Buang Sampah Sembarang dengan penuh keriangan. Guru
memberikan sebuah kasus yang berkaitan dengan perilaku atau akhlak
yang baik dan yang buruk sesuai dengan materi yang akan
disampaikan. Disamping itu, guru juga memperlihat beberapa gambar
yang menarik yang menunjukkan akhlak yang baik dan akhlak yang
buruk. Setelah itu, guru menceritakan sebuah kisah yang
mencerminkan perilaku yang baik dan yang buruk tersebut. Guru
bercerita dengan penuh semangat dan sangat ekspresif. Guru bercerita
sambil sesekali mendekati peserta didik. Pada saat ada peserta didik
yang tidak memperhatikan guru langsung mendekat dan memberikan
penekanan intonasi serta gerakan-gerakan yang dapat memancing
respon peserta didik, sehingga mau memperhatikan cerita guru.
41
Ketika guru selesai bercerita, guru meminta beberapa peserta
didik untuk memberikan komentar singkat tentang akhlak yang baik
dan akhlak yang buruk yang ada dalam cerita tersebut. Guru
menjelaskan kesimpulan atau pesan-pesan yang terkandung dari cerita
tersebut. Pada akhir pembelajaran guru memberikan pertanyaan secara
lisan kepada peserta didik tentang akhlak perilaku yang baik maupun
yang buruk yang terjadi pada kehidupan sehari-hari.
c. Observasi
Untuk mengetahui sejauhmana perkembangan akhlak perilaku
peserta didik, pada siklus II ini peneliti juga mengamati aktifitas peserta
didik selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3
Hasil Observasi Aktifitas Peserta Didik Siklus II
Aspek yang diamati Jumlah
Peserta Didik Prosentase
1. Peserta didik dapat mengucapkan
salam 19 95%
2. Peserta didik dapat membaca hamdalah
pada saat mendapat kenikmatan dan
setelah mengerjakan sesuatu
18 90%
3. Peserta didik dapat memelihara
kebersihan baik diri sendiri maupun
lingkungan
16 80%
4. Peserta didik dapat membedakan
perbuatan yang baik dan buruk 17 85%
5. Peserta didik dapat mengucapkan kata
maaf jika berbuat salah 18 90%
Jumlah 88
Prosentase aktifitas secara klasikal 88%
42
Kriteria aktifitas :
0% - 39% = Sangat Kurang
40% - 55% = Kurang
56% - 65% = Cukup
66% - 79% = Baik
80% - 100% = Sangat Baik
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada siklus II
ini ada peningkatan aktifitas peserta didik. Prosentase aktifitas peserta
didik selama pembelajaran adalah 88% dengan kriteria sangat baik. Atau
bisa disimpulkan bahwa akhlak perilaku peserta didik secara klasikal
sudah berkembang dengan baik.
d. Refleksi
Berdasarkan data yang didapat dari pelaksanaan siklus II
menunjukkan bahwa akhlak perilaku peserta didik sudah mengalami
perkembangan yang sangat signifikan jika dibandingkan siklus I. Pada
siklus I prosesntase aktifitas peserta didik adalah 70% dengan kriteria
baik, dan pada siklus II meningkat menjadi 88% dengan kategori sangat
baik. Hal ini menunjukkan bahwa secara klasikal akhlak perilaku peserta
didik sudah mengalami perkembangan yang sangat baik.
Sebagai contoh, dari observasi yang dilakukan pada siklus II di
atas diketahui bahwa jumlah anak yang dapat mengucapkan salam
adalah 19 orang sedangkan pada pra siklus jumlah anak yang bisa
mengucapkan adalah 14 orang. Indikator lainnya juga mengalami
peningkatan yang signifikan. Hanya satu indikator yang nilainya rendah
yaitu tentang memelihara kebersihan diri sendiri maupun lingkungan.
Hanya 16 anak yang tahu bagaimana cara memelihara kebersihan diri
dan lingkungan, sedangkan 4 anak lainnya belum mengetahui caranya.
Hal ini dapat dipahami, karena aktifitas peserta didik khususnya di
43
rumah masih bergantung pada orang tua, termasuk dalam hal
memelihara kebersihan seperti mandi, mencuci tangan, membuang
sampah dan lain sebagainya.
Secara klasikal hasil ini menunjukkan bahwa akhlak perilaku
peserta didik sudah berkembang sangat baik, sesuai dengan kompetensi
dasar Raudlatul Athfal kelas B yaitu anak memiliki akhlaqul karimah
dalam aktifitas sehari-hari. Hasil belajar tersebut juga menunjukkan
bahwa anak sudah dapat mengenal tata cara berakhlak atau berperilaku
terhadap sesama.
Dengan interpretasi tersebut dapat dinyatakan bahwa penelitian
tindakan kelas yang dilakukan telah sesuai rencana yang ditetapkan
yaitu terlaksananya siklus I dan siklus II. Dengan berakhirnya siklus II,
dapat diambil kesimpulan, bahwa penelitian tindakan kelas yang
dilaksanakan telah mampu menjawab permasalahan, yaitu penelitian
tindakan kelas yang dilaksanakan telah mampu menjawab
permasalahan, yaitu implementasi metode cerita terbukti dapat
membantu pengembangan akhlak perilaku peserta didik. Dengan
berhasilnya pembelajaran pada siklus II ini, maka peneliti memutuskan
untuk menghentikan penelitian pada siklus II.
C. Pembahasan
Periode awal pada kehidupan anak merupakan periode yang amat kritis
dan paling penting. Pembentukan pribadi seorang anak sangat berperan pada
masa ini. Masa pra sekolah dapat merupakan masa-masa bahagia dan amat
memuaskan dari seluruh kehidupan anak. Untuk itulah guru dan orang tua
perlu menjaga hal tersebut berjalan sebagaimana adanya. Perlu dicamkan
bahwa masa prasekolah adalah masa pertumbuhan. Pada masa ini kita bisa
melihat seperti apakah anak kita tersebut, dan teknik apakah yang cocok
dalam menghadapinya.
44
Pada usia anak 3 sampai 6 tahun dasar-dasar akhlak terhadap
kelompok sosial harus sudah terbentuk. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengawasan terhadap perkembangan anak serta menanamkan kebiasaan yang
baik guna mencapai akhlak mulia anak. Penanaman akhlak sangat
dipentingkan dalam pendidikan anak. Dengan demikian tugas terpenting bagi
seorang guru atau pendidik terhadap anak senantiasa menasehati dan membina
akhlak mereka serta membimbing agar tujuan utama mereka dalam menuntut
ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Pembentukan akhlak itu berlangsung secara berangsur-angsur dan
bukan hal yang sekali jadi melainkan sesuatu yang berkembang oleh karena
itu pembentukan akhlak adalah suatu proses yang akan menghasilkan sesuatu
yang baik kalau perkembangan itu dapat berlangsung dengan baik demikian
juga sebaliknya.
Untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai maka diperlukan
suatu metode atau cara. Demikian halnya dalam menanamkan pendidikan
akhlak agar dapat berhasil sebagaimana yang diharapkan, harus melalui
metode yang tepat salah satunya adalah metode cerita.
Pada dasarnya anak suka mendengarkan cerita-cerita atau kisah-kisah
yang diberikan oleh gurunya. Kisah-kisah yang mengandung nilai-nilai akhlak
banyak dikemukakan dalam ajaran Islam antara lain kisah Nabi-Nabi dan
umat mereka masing-masing. Disamping itu, guru juga bisa meramu cerita
sendiri sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Jika disampaikan dengan
baik dan penuh ekspresi, maka cerita-cerita yang disampaikan tersebut dapat
merasuk ke dalam hati. Oleh karena itu, kisah mempunyai kedudukan dan
mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi kehidupan manusia,
termasuk dalam membentuk akhlak anak.
Sejak zaman dahulu, tiap bangsa di muka bumi ini mempunyai kisah-
kisah yang mengandung nilai-nilai moral yang dipakai untuk mendidik anak
cucu atau generasi mudanya. Karena sangat pentingnya kedudukan kisah
dalam kehidupan manusia, agama Islam memakai kisah-kisah untuk secara
45
tidak langsung membawakan ajaran-ajarannya dibidang akhlak, keimanan dan
lain-lain.
Berdasarkan hasil analisis data pengamatan aktifitas peserta didik selama
pembelajaran, menunjukkan bahwa, penerapan metode cerita dapat membantu
perkembangan akhlak perilaku peserta didik. Indikasinya dapat dilihat dari
peningkatan prosentase aktifitas peserta didik tiap siklusnya. Pada pra siklus
prosesntase aktifitas peserta didik adalah 47% dengan kriteria kurang, dan pada
siklus I meningkat menjadi 70% dengan kategori baik, kemudian pada siklus III
meningkat lagi menjadi 88% dengan kriteris sangat baik. Hal ini menunjukkan
bahwa setelah dilakukan pembelajaran menggunakan metode cerita, akhlak
perilaku peserta didik mengalami perkembangan yang sangat baik.
Perkembangan akhlak perilaku peserta didik tiap siklus dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 4
Rekapitulasi Perkembangan Akhlak Perilaku Peserta Didik
Aspek yang diamati Pra
Siklus Siklus I Siklus II
1. Peserta didik dapat mengucapkan salam 45% 70% 95%
2. Peserta didik dapat membaca hamdalah pada
saat mendapat kenikmatan dan setelah
mengerjakan sesuatu
60% 70% 90%
3. Peserta didik dapat memelihara kebersihan
baik diri sendiri maupun lingkungan 45% 65% 80%
4. Peserta didik dapat membedakan perbuatan
yang baik dan buruk 40% 75% 85%
5. Peserta didik dapat mengucapkan kata maaf
jika berbuat salah 45% 70% 90%
Prosentase aktifitas secara klasikal 47% 70% 88%
46
47
70
88
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Pra Siklus Siklus I Siklus II
Gambar 1.
Perkembangan akhlak perilaku peserta didik tiap siklus
Tabel dan gambar di atas menunjukkan bahwa akhlak perilaku
peserta didik mengalami peningkatan yang signifikan, ditinjau dari lima
aspek pengamatan yang merupakan indikator akhlak perilaku anak. Dari
hasil siklus II dapat disimpulkan bahwa akhlak perilaku peserta didik sudah
berkembang sangat baik. Sebanyak 95% (19) peserta didik telah dapat
mengucapkan salam dengan baik. Sebanyak 90% (18) peserta didik sudah
dapat membaca hamdalah pada saat mendapat kenikmatan dan setelah
mengerjakan sesuatu. 80% (16) peserta didik sudah dapat memelihara
47
kebersihan baik diri sendiri maupun lingkungan. 85% (17) peserta didik
sudah dapat membedakan perbuatan yang baik dan buruk. Dan 90% (18)
peserta didik dapat mengucapkan kata maaf jika berbuat salah. Jadi hanya
sebagian kecil saja yang belum mengetahui tata cara berakhlak atau
berperilaku terhadap sesama.
48
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari deskripsi data dan analisis penelitian tentang “UPAYA
PENGEMBANGAN AKHLAK PERILAKU PESERTA DIDIK MELALUI
METODE CERITA DI RA HIDAYATULLAH NGASINAN KEC. JEBRES
SURAKARTA TAHUN 2010/2011”, dapat diambil kesimpulan bahwa setelah
dilakukan pembelajaran menggunakan metode cerita terlihat adanya
pengembangan akhlak perilaku peserta didik. Hal ini tampak dari hasil
observasi yang penulis lakukan tentang pengembangan akhlak perilaku peserta
didik. Pada pra siklus prosentase perkembangan akhlak perilaku peserta didik
adalah 47% dengan kriteria kurang. Sedangkan pada siklus I prosentase
pengembangan akhlak perilaku peserta didik meningkat menjadi 70% dengan
kriteria baik. Dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 88% dengan kriteria
sangat baik. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa aktifitas peserta didik
tiap siklus meningkat secara signifikan. Dari lima aspek akhlak perilaku yang
penulis amati sebagian besar sudah menguasai. Dengan demikian hipotesis
yang menyatakan bahwa ada perkembangan akhlak perilaku peserta didik
setelah dilakukan pembelajaran menggunakan metode cerita di RA
Hidayatullah Ngasinan Kec. Jebres Surakarta tahun 2010/2011 diterima.
B. Saran
Setelah membahas tema skripsi ini, sesuai harapan penulis agar
pikiran-pikiran dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menggunakan metode cerita.
Penulis akan menyampaikan saran-saran yang dapat bermanfaat bagi guru
yaitu :
1) Penggunaan metode cerita yang telah dilakukan di RA Hidayatullah
Ngasinan Kec. Jebres Surakarta agar ditingkatkan lagi, dengan lebih
49
meningkatkan pada kreativitas dan imajinasi guru untuk mencapai hasil
belajar yang maksimal.
2) Guru hendaknya membiasakan menerapkan metode-metode yang lebih
inovatif dan menyenangkan sehingga proses pembelajaran lebih efektif
dan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.
C. Penutup
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.
yang telah memberi kekuatan, Hidayah dan Taufiq-Nya kepada penulis,
sehingga penulisi dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari meskipun dalam penulisan skripsi ini telah berusaha
semaksimal mungkin, namun dalam penulisan skripsi ini tidak bisa lepas dari
kesalahan dan kekeliruan. Hal itu semata-mata merupakan keterbatasan ilmu
dan kemampuan yang penulis miliki. Karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik yang konstriktif dari berbagai pihak demi perbaikan yang akan datang
untuk mencapai kesempurnaan. Akhirnya penulis hanya berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Imam, Ihya’ Ulumuddin, Jilid I, Terj. Muhammad Zuhri, Semarang:
Asy-Syifa, 1990.
Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
Arikunto, Suharsimi, dkk., Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara,
2006.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, 2002.
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003.
Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia,
1983.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi, 2002.
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, Semarang: Rasail
Media Group, 2008.
Ismail, Andang, Education Games Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan
Edukatif, Yogyakarta : Pilar Media, 2006.
Mahfudz, Sahal, Nuansa Fiqh Sosial, Yogyakarta: LKiS Bekerjasama dengan
Pustaka Pelajar, 1994.
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam., Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005.
Moeslichatoen, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta: Rineka
Cipta, 1999.
Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung, PT. Remaja Rosda
Karya, 2003.
Musthafa, Ibnu, Keluarga Islam Menyongsong Abad 21, Bandung: Al-Bayan,
1993.
Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Patmonodewo, Soemarti, Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 2000.
Riyanto, Theo FIC dan Martin Handoko FIC, Pendidikan pada Anak Usia Dini,
Jakarta: Grasindo, 2005.
Sani, Muhammad Abdul Salam Abdul, Musnad Ahmad bin Hanbal juz IV, Beirut:
Dar al Alamiah, 142 H.
Sihabudin, Mendidik Anak Secara Islami, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan; Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan,
Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Soenarjo, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1989.
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang:
Widya Karya, 2009.
Suryadi dan Agus Suryana, Memahami Perilaku Anak Usia Dini, Jakarta: Edsa
Mahkota, 2007.
Suwandi, Sarwiji, Penelitian Tindakan Kelas PTK dan Penulisan Karya Ilmiah,
Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS Surakarta, 2009.
Uhbiyati, Nur dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, Semarang: CV Pustaka
Setia, 1997.
Uno, Hamzah B., Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar
yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah dan Pentafsir Al-Qur’an, 1973.
Yusuf, Samsu LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung, Rosda
Karya, 2002.
Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara,
1991.
DAFTAR NAMA PESERTA DIDIK
KELAS B
No Nama Keterangan
1. Adlia Perta Nirwana P
2. Aulya Melin Permadani P
3. Felicia Ica Parsell P
4. Harmoni Jauhar Fathin L
5. Kurniawan Sri Nugroho L
6. M. Hasyam Nahdhi Yadma L
7. M. Ivan Razendra Arifin L
8. Prima Sandika L
9. Rizqa Aulia P
10. Wahid Hilal Ramadan L
11. Adam Farrel Arya Mahendra P
12. Addlia Nandar Pasha L
13. Andaru Harum Isa L
14. Andika Riski Saputra P
15. Fanan Yanuar Putra P
16. Raysa Anindhita Wahyu P
17. Wahyu Prakoso Brahmanto Aji L
18. Yisha Nuraini P
19. Ines Rahmawati P
20. Mega Indriani P
REKAPITULASI HASIL OBSERVASI AKTIFITAS
PESERTA DIDIK
NO. RESP. PRA SIKLUS SIKLUS I SIKLUS II
R-1 12 20 22
R-2 12 16 22
R-3 13 20 21
R-4 11 19 23
R-5 8 17 24
R-6 13 16 22
R-7 14 20 22
R-8 13 21 25
R-9 13 17 22
R-10 10 17 24
R-11 12 17 22
R-12 12 15 22
R-13 12 18 23
R-14 10 18 23
R-15 13 16 21
R-16 11 17 22
R-17 12 18 24
R-18 12 17 25
R-19 14 16 23
R-20 12 17 23
R-21
R-22
R-23
Jml 239 352 455
rata-rata 10 15 20
2 3 4
% 37,11 54,66 70,65
kriteria BB BB BSH
No
Res
p
Pra Siklus Siklus I Siklus II
Skor tiap jenis aktivitas
ST
Kriteri
a
Skor tiap jenis aktivitas
ST
Kriteri
a
Skor tiap jenis aktivitas
ST
Kriteri
a a b c d e a b c d e a b c d e
R-1 0 1 1 0 1 3 A 1 1 0 1 0 3 A 1 1 0 1 0 3 A R-2 1 0 0 1 0 2 TA 0 1 0 1 1 3 A 1 1 0 1 1 4 A R-3 1 0 1 0 0 2 TA 1 1 1 0 1 4 A 1 1 1 1 1 5 A R-4 1 1 0 0 0 2 TA 0 0 1 1 1 3 A 1 1 1 0 1 4 A R-5 0 1 1 1 1 4 A 1 0 1 1 1 4 A 1 1 1 1 1 5 A R-6 0 1 1 1 1 4 A 1 1 1 1 1 5 A 1 1 1 1 1 5 A R-7 0 0 0 0 1 1 TA 1 1 0 1 1 4 A 1 1 1 1 1 5 A R-8 1 1 0 0 0 2 TA 0 1 0 1 0 2 TA 1 0 0 1 1 3 A R-9 0 1 1 1 1 4 A 1 1 1 0 0 3 A 1 1 1 0 1 4 A R-10 1 0 0 1 0 2 TA 1 1 1 0 0 3 A 1 1 1 0 1 4 A R-11 1 0 1 0 0 2 TA 1 1 0 1 1 4 A 1 1 1 1 1 5 A R-12 1 1 0 0 0 2 TA 1 0 1 1 1 4 A 1 1 1 1 1 5 A R-13 0 1 1 1 1 4 A 0 1 1 1 1 4 A 1 1 1 1 1 5 A R-14 0 0 0 0 0 0 TA 1 1 1 1 1 5 A 1 1 1 1 1 5 A R-15 0 0 0 0 0 0 TA 1 0 1 0 1 3 A 1 0 1 1 1 4 A R-16 0 1 1 1 1 4 A 1 1 0 0 0 2 TA 1 1 1 1 0 4 A R-17 0 0 0 0 1 1 TA 0 0 0 1 0 1 TA 0 1 1 1 1 4 A R-18 1 1 0 0 0 2 TA 1 0 1 1 1 4 A 1 1 1 1 1 5 A R-19 1 1 0 0 0 2 TA 0 1 1 1 1 4 A 1 1 0 1 1 4 A R-20 0 1 1 1 1 4 A 1 1 1 1 1 5 A 1 1 1 1 1 5 A
∑ 9 12 9 8 9 47 14 14 13 15 14 70 19 18 16 17 18 88
% 45,00
60,00
45,00 40,00 45,00 47,0
0 Kurang
70,00
70,00
65,00
75,00
70,00
70,00
Baik 95,00
90,00
80,00 85,00
90,00
88,00
Sangat
Baik
Ket.
Kuran
g
Cuku
p
Kuran
g
Kuran
g
Kuran
g Baik Baik
Cuku
p Baik Baik
Sanga
t Baik
Sanga
t Baik
Sangat
Baik
Sanga
t Baik
Sanga
t Baik
Ket
a : Peserta didik dapat mengucapkan salam
b : Peserta didik dapat membaca hamdalah pada saat mendapat kenikmatan dan setelah mengerjakan sesuatu
c : Peserta didik dapat memelihara kebersihan baik diri sendiri maupun lingkungan
d : Peserta didik dapat membedakan perbuatan yang baik dan buruk
e : Peserta didik dapat mengucapkan kata maaf jika berbuat salah
Prosentase Aktifitas Kriteria Aktifitas
0% - 39 % : Sangat Kurang 0 - 2 : Tidak Aktif
40% - 55% : Kurang 3 - 5 : Aktif
56% - 65% : Cukup
66% - 79% : Baik
80% - 100% : Baik Sekali