ISSN 2087-3050
Volume 8
Nomor 2
Edisi Mei 2018
Halaman 1949 - 2126
JURNAL
DINAMIKA BAHARI
POLITEKNIK ILMU PELAYARAN SEMARANG
Jurnal Dinamika Bahari merupakan jurnal berkala dengan bidang ilmu kemaritiman dan
pelayaran yang dimiliki Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang yang terbit dalam 2 kali
setahun, yaitu pada bulan Mei dan Oktober. Jurnal ini memuat hasil penelitian
Pengajar/Dosen serta Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang.
DEWAN REDAKSI
Penanggung Jawab: Irwan
Redaktur: Bharto Ari Raharjo
Wakil Redaktur: A. Agus Tjahjono
Ketua Editor: Vega Fonsula A.
Anggota Editor: Alfi Maryati, Sri Purwantini, Okvita Wahyuni
Reviewer/Penelaah: Sarifuddin, Iksiroh El Husna, Winarno
Design Grafis: Ukien Sri Rejeki, Pritha Kurniasih, Desi Aryani, Atik Baroroh
Anggota: Eka Susanti, Purwanto, Suparmo, Agus Wahyudi, Sabtuti Martikasari, Meti
Rofiani, Aninda Putri Sulistyowati
Alamat Redaksi
Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang
Jalan Singosari 2A Semarang, Telp (024) 8311527, Fax (024) 8311529
Email: [email protected]
ISSN 2087-3050
Volume 8
Nomor 2
Edisi Mei 2018
Halaman 1949-2126
JURNAL
DINAMIKA BAHARI
DAFTAR ISI
1. Aulia Uyun Asalina (Taruna Program Studi Nautika PIP Semarang), Suherman (Dosen
Program Studi Nautika PIP Semarang) dan Sri Purwantini (Dosen Program Studi KALK
PIP Semarang) ............................................................................................................ 1949
“Optimalisasi Pengetahuan dan Keterampilan ABK Tentang Prosedur Penggunaan
Alat-Alat Pemadam Kebakaran di Kapal MT. Pematang”
2. Dwi Antoro (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang), Sri Purwantini (Dosen
Program Studi KALK PIP Semarang) dan M. Arif Ikhsannudin (Taruna Program Studi
Nautika PIP Semarang) ................................................................................................ 2960
“Analisa Peningkatan Dinas Jaga Di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan
Pada Kapal MT. Sei Pakning”
3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah
(Taruna Program Studi Teknika STIP Jakarta)........................................................... 1978
“Mengoptimalkan Perawatan Komponen-Komponen Pada Sistem Kelistrikan Guna
Mencegah Terjadinya Low Insulation Di Kapal SS. Surya Satsuma”
4. Dwi Maryuana Restu (Taruna Program Studi Teknika PIP Semarang), Abdi Seno (Dosen
Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Andy Wahyu Hermanto (Dosen Program
Studi Teknika PIP Semarang) ..................................................................................... 1982
“Analisa Penurunan Kualitas Air Pada Pengoperasion Ketel Uap Di MV. NYK Vega”
5. Kadek Mikewati (Taruna Program Studi Nautika PIP Semarang), Sidrotul Muntaha
(Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang) dan Okvita Wahyuni (Dosen Program
Studi KALK PIP Semarang) ........................................................................................ 1992
“Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di
VLGG Pertamina Gas 2”
6. Vega F. Andromeda (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang) dan Danang Wahyu
Pratama (Taruna Program Studi Nautika PIP Semarang) ........................................... 2011
“Penanganan Bongkar Muat Dengan Craine Kapal Di MV. Oriental Jade”
7. Suwondo (Taruna Program Studi Teknika PIP Semarang), Edy Warsopurnomo (Dosen
Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Ahmad Muchlisin (Taruna Program Studi
Teknika PIP Semarang) ............................................................................................... 2029
“Faktor-faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine MT. Sei
Pakning”
8. Sumarno P.S. (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang), Dwi Prasetyo (Dosen
Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Saiful Hadi Prasetyo (Taruna Program Studi
Teknika PIP Semarang) .............................................................................................. 2045
“Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging
Muatan Kimia Cair”
9. Sarifuddin (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang), Winarno (Dosen Program
Studi KALK Semarang) dan Jijin Arga Saputra (Taruna Program Studi Teknika PIP
Semarang) ................................................................................................................... 2063
“Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di MT.
Gandini Dengan Metode Fishbone”
10. Eko Murdiyanto (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang), Agus Subardi (Dosen
Program Studi Nautika PIP Semarang) dan I Made Suryadana (Taruna Program Studi
Nautika PIP Semarang) ................................................................................................ 2077
“Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal LCT. Adinda Diza”
11. Agus Hadi P. (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang), Suwiyadi (Dosen Program
Studi Nautika PIP Semarang) dan Muhammad Reza Wardani (Taruna Program Studi
Nautika PIP Semarang) ................................................................................................ 2093
“Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di MV. San Pedro Bridge”
12. Suwiyadi (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang), Suherman (Dosen Program
Studi Nautika PIP Semarang) dan Wibowo (Taruna Program Studi Nautika PIP
Semarang) ..................................................................................................................... 2107
“Olah Gerak Kapal MV. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi
Hurricane Matthew”
13. Firdaus Sitepu (Dosen PIP Semarang).......................................................................... 2119
“Peranan Nakhoda Dalam Memotivasi Semangat Kerja Kru Di Atas Kapal KN. Bima
Sakti”
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1949
OPTIMALISASI PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN ABK
TENTANG PROSEDUR PENGGUNAAN ALAT-ALAT PEMADAM
KEBAKARAN DI KAPAL MT. PEMATANG
Aulia Uyun Asalinaa, Suherman
b dan Sri Purwantini
c
aTaruni (NIT.50134867.N) Program Studi Nautika PIP Semarang
bDosen Program Studi Nautika PIP Semarang cDosen Program Studi KALK PIP Semarang
ABSTRAK
Fire drill merupakan program pelatihan yang wajib dilaksanakan di kapal sesuai
aturan yang terdapat di dalam buku Safety Of Life At Sea (SOLAS) Chapter III Regulation
9.3.4, dan setiap crew kapal harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam
pengoperasian alat-alat pemadam kebakaran sesuai aturan Standard Of Training
Certification and Watchkeeping For Seafarer (STCW) tabel A-VI/1-2. Tujuan dari penelitian
ini yaitu, untuk mengetahui bagaimana pengetahuan dan keterampilan anak buah kapal,
selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui sistem pelatihan yang seharusnya
diterapkan sebagai meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anak buah kapal dalam
kaitannya dengan prosedur penggunaan alat-alat pemadam kebakaran di kapal MT.
Pematang / P.1021. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara, observasi, dokumentasi dan studi pustaka. Hasil
penelitian menunjukan bahwa, penyebab utama kegagalan pelaksanaan fire drill di kapal
MT. Pematang / P.1021 adalah kurangnya pengetahuan anak buah kapal terhadap prosedur
penggunaan alat-alat pemadam kebakaran, kurangnya kedisiplinan dan rendahnya
kesadaran tentang bahaya yang dapat ditimbulkan. Upaya-upaya yang diterapkan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan awak kapal dalam kaitannya dengan alat-alat
pemadam kebakaran di kapal MT. Pematang / P.1021 adalah dengan melaksanakan fire drill
secara reguler minimal 1 kali sebulan sesuai aturan yang terdapat di dalam buku Safety Of
Life At Sea, safety movie, familiarisasi alat-alat modern dan solas training, harus
dioptimalkan oleh anak buah kapal.
Kata Kunci : pengetahuan dan keterampilan, ABK, alat-alat pemadam kebakaran
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara maritim
atau kepulauan terbesar di dunia, 2/3
wilayahnya merupakan wilayah lautan.
Indonesia juga sebagai negara yang
mempunyai banyak pulau. Lima pulau
terbesar di Indonesia adalah Pulau Jawa,
Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau
Sumatera, dan Pulau Papua. Jumlah pulau
di Indonesia menurut data Departemen
Dalam Negeri Republik Indonesia tahun
2004 adalah sebanyak 17.504 buah. 7.870
pulau diantaranya telah mempunyai nama,
sedangkan 9.634 pulau belum memiliki
nama. Pulau satu dengan pulau yang lain
dipisahkan oleh laut. Sarana transportasi
untuk menghubungkan pulau satu dengan
pulau yang lain dibutuhkan transportasi
laut yaitu kapal.
Transportasi berasal dari kata
“transportation”, dalam Bahasa Inggris
yang memiliki arti angkutan, atau dapat
pula berarti suatu proses pemindahan
manusia atau barang dari suatu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan suatu
Optimalisasi Pengetahuan dan Keterampilan ABK Tentang Prosedur Penggunaan Alat-Alat
Pemadam Kebakaran Di Kapal MT. Pematang
Aulia Uyun Asalinaa, Suherman
b dan Sri Purwantini
c
1950
alat bantu kendaraan darat, laut, maupun
udara. Transportasi laut adalah
pemindahan barang/sesuatu/orang dari
pelabuhan tolak menuju pelabuhan tiba
menggunakan kapal.
Sarana transportasi yang paling
banyak dibutuhkan ialah alat transportasi
laut berupa kapal. Karena Indonesia
merupakan negara maritim dan kapal
mampu mendistribusikan muatan dalam
jumlah yang besar dengan biaya yang
murah. Ada berbagai macam jenis kapal
yang dibedakan berdasarkan jenis muatan
yang dibawa. Salah satu jenis kapal adalah
kapal tanker. Sesuai dengan jenis
muatannya, tanker dapat dibedakan dalam
3 (tiga) kategori, yaitu : Crude Carriers
(CC) yaitu kapal tanker untuk
pengangkutan minyak mentah, Black-Oil
Product Carriers (BOPC) yaitu kapal
tanker mengutamakan mengangkut
minyak hitam seperti Marine Fuel Oil
(MDF) dan sejenisnya. Light-Oil Product
Carriers (LOPC) yaitu yang sering
mengangkut minyak petroleum bersih
seperti kerosene, avtur, gas oil Reguler
Mogas (RMS) dan sejenisnya.
Kapal tanker yang dijadikan sebagai
obyek penelitian adalah MT. Pematang /
P.1021. Kapal ini dimiliki Pertamina
Shipping Company. MT. Pematang adalah
kapal tanker, kapal tanker mengangkut
muatan minyak yang mudah terbakar. Di
bidang pelayaran, terutama dalam hal
pengoperasian kapal banyak sekali hal-hal
yang harus diperhatikan, khususnya jika
dikaitkan dengan tujuan manajemen kapal
yang menginginkan tercapainya suatu
pengoperasian kapal yang lancar, efektif,
efisien dan selamat. Seperti yang diketahui
banyak sekali kecelakaan-kecelakaan di
atas kapal yang seharusnya tidak perlu
terjadi, ataupun kegagalan-kegagalan
dalam menanggulangi suatu kecelakaan di
atas kapal, yang diakibatkan oleh
kesalahan manusia (Human Error).
Menurut hasil survei yang dilakukan oleh
Komite Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT), diperoleh data sejak
tahun 2010-2016. Rilis KNKT per
November 2016 menyatakan bahwa dari
total 54 kecelakaan, 35% disebabkan oleh
kebakaran kapal. Dan pada awal tahun
2017 terjadi kebakaran kapal Yahro
Express di Kepulauan Seribu yang
menyebabkan 23 korban tewas dan 17
korban hilang. Menurut informasi yang
telah didapat oleh KNKT, penyebab
terjadinya kebakaran adalah terjadinya
kebocoran pada generator dan hal ini
semakin diperparah karena kepanikan crew
saat menghadapi keadaan darurat.
Gambar 1.1 : Diagram Jenis kecelakaan laut
Sumber : knkt.dephub.go.id
Di antara kasus-kasus tersebut di atas,
faktor keselamatan merupakan hal yang
harus mendapatkan perhatian secara
intensif. Keselamatan menjadi sangat
penting karena berhubungan dengan jiwa
manusia, lingkungan, kapal dan muatan.
Oleh karena itu banyak sekali aturan-
aturan baik nasional maupun internasional
seperti : UU No 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran, SOLAS 1974 konsolidasi 2014,
STCW 1978 amandemen 1995, yang
semuanya itu mengatur tentang segala
aspek keselamatan baik prosedur maupun
cara pengoperasian alat-alat keselamatan.
Hal ini juga sesuai dengan semboyan IMO
yaitu Safe Secure Efficient on the Clean
Sea.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1951
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan sebelumnya, maka permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengetahuan dan
keterampilan ABK tentang prosedur
penggunaan alat-alat pemadam
kebakaran?
2. Upaya-upaya apa sajakah yang
diperlukan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ABK
tentang prosedur penggunaan alat-alat
pemadam kebakaran?
.
II. METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Menurut Ridwan
(2009 : 27) metode deskriptif adalah suatu
metode dalam meneliti sekelompok
manusia, suatu obyek, suatu set kondisi,
suatu sistem pemikiran, ataupun suatu
kelas peristiwa pada masa sekarang.
Penelitian deskriptif sesuai karakteristik
memiliki langkah-langkah tertentu dalam
pelaksanaannya, yaitu sebagai berikut :
1. Diawali dengan adanya masalah;
2. Menentukan jenis informasi yang
diperlukan;
3. Menentukan prosedur pengumpulan
data melalui observasi atau
pengamatan;
4. Pengolahan informasi atau data;
5. Menarik kesimpulan.
Menurut Ridwan (2009:27), Tujuan
dari penelitian deskriptif adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
secara sistematis, aktual dan akurat
mengenai fakta, sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki. Metode
deskriptif juga ingin mempelajari norma-
norma atau standar-standar, sehingga
penelitian deskriptif ini disebut juga survey
normative. Dalam metode deskriptif dapat
diteliti masalah normative bersama-sama
dengan masalah status dan sekaligus
membuat perbandingan antar fenomena.
Studi demikian dinamakan secara umum
sebagai studi atau penelitian deskriptif.
Perspektif waktu yang dijangkau dalam
penelitian deskriptif, adalah waktu
sekarang, atau sekurang-kurangnya jangka
waktu yang masih terjangkau dalam
ingatan responden. Di dalam pembahasan
nanti akan dipaparkan tentang hasil yang
diperoleh baik hal-hal yang bersifat teoritis
ataupun yang bersifat praktis, hasil
penelitian merupakan hasil pengamatan
langsung dan wawancara dengan
narasumber yang terkait dengan obyek
penelitian.
Metode pengumpulan data dapat
diperoleh dari hasil wawancara
(interview), hasil observasi, dokumentasi,
studi pustaka. Pengumpulan data
dimaksudkan untuk memperoleh bahan-
bahan yang relevan, akurat, dan nyata.
Penelitian ini menggunakan metode
pengumpulan data lebih dari satu, sehingga
dapat saling melengkapi satu sama lain
untuk menuju kesempurnaan penelitian.
Dalam penelitian ini penulis
mengunakan teknik analisis data
deskriptif kualitatif. Teknik analisis data
berupa :
1. Reduksi data
Reduksi dalam ini adalah cara
memformulasikan teori ke dalam
seperangkat konsep yang tinggi
tingkatan abstraksinya atas dasar
keseragaman kategori dan
kawasannya. Data yang ada dipelajari
dan dilakukan pembatasan teori
sehingga menjadi padat dan berisi
dengan mengeluarkan data yang tidak
relevan, mengintegrasikan kawasan
yang kecil-kecil ke dalam kerangka
kategori yang berkaitan.
2. Penyajian Data
Penyajian data dimaksudkan sebagai
proses analisa untuk merangkum data-
data yang terdapat di lapangan dalam
bentuk paparan deskriptif dalam
satuan kategori bahan dari yang umum
menuju yang khusus. Dengan
penyajian data yang tepat diharapkan
Optimalisasi Pengetahuan dan Keterampilan ABK Tentang Prosedur Penggunaan Alat-Alat
Pemadam Kebakaran Di Kapal MT. Pematang
Aulia Uyun Asalinaa, Suherman
b dan Sri Purwantini
c
1952
supaya pembaca dapat lebih mudah
memahami dan mengerti maksud yang
akan disampaikan dalam penelitian
ini.
3. Penarikan Kesimpulan
Menarik kesimpulan merupakan
kemampuan seorang peneliti dalam
menyimpulkan berbagai temuan data
yang diperoleh selama proses
penelitian berlangsung. Dalam
penelitian ini peneliti menyimpulkan
fakta-fakta yang ada di atas kapal MT.
Pamatang / P.1021 berdasarkan hasil
observasi dan wawancara kepada para
awak kapal.
III. HASIL PENELITIAN &
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan masalah akan
diungkapkan berbagai penyelesaian dari
masalah-masalah sebelumnya selain itu
pada pembahasan penelitian berdasarkan
masalah yang telah dirumuskan akan dikaji
lebih mendalam dan lebih detail. Sesuai
data-data yang ada, dalam hal ini
pembahasan masalah yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan dan keterampilan ABK
tentang prosedur penggunaan alat-
alat pemadam kebakaran. Kurangnya pengetahuan tentang
prosedur penggunaan alat-alat
pemadam kebakaran mengakibatkan
para ABK tidak terampil dalam
mengoperasikan alat-alat pemadam
kebakaran hal ini terlihat pada saat
dilakukannya fire drill di atas kapal.
Dan kurangnya kesadaran ABK
terhadap bahaya-bahaya yang dapat
terjadi.
a. Pengawasan dari Perwira Dalam suatu management peran
pengawasan sangatlah penting, untuk
mencapai standar yang ditetapkan
maka diperlukan pengawasan yang
baik, prosedur yang baik, dan
tindakan yang baik. Kurangnya
pengawasan dari perwira terhadap
ABK pada saat dilaksanakan fire
drill juga menjadi penyebab ABK
kurang disiplin, dikarenakan mereka
mempunyai pemikiran bahwa hal
tersebut hanya latihan dan tidak akan
ditegur bahkan dikenakan sanksi
oleh perwira jika mereka tidak
disiplin. Kurangnya pengetahuan
yang dimiliki oleh anak buah kapal
jelas sangat mempengaruhi
keberhasilan dalam melaksanakan
tugas-tugasnya di atas kapal, baik
tugas rutin maupun tugas yang
sifatnya sementara. Meskipun
mereka mempunyai pengetahuan
yang baik tetapi jika tidak ditunjang
oleh keterampilan yang memadai
sesuai dengan panduan keselamatan
dari perusahaan, maka tetap akan
menjadi kendala di dalam
pelaksanaan tugas-tugasnya. Oleh
karena itu, faktor pengetahuan dan
keterampilan ABK kapal harus
mendapat perhatian yang besar dari
pihak-pihak yang bertanggung jawab
dalam hal tersebut.
b. Kurangnya kedisplinan ABK
Untuk meningkatkan kedisiplinan
ABK bukanlah suatu hal yang
mudah tanpa disertai usaha-usaha
yang keras. Langkah-langkah yang
perlu diambil untuk memotivasi
ABK meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan dalam penggunaan
alat-alat pemadam kebakaran
memerlukan peranan seorang
perwira agar tujuan itu dapat
tercapai. Setiap perwira harus selalu
memberi contoh dan disiplin kepada
anak buah kapal, baik secara lisan
maupun tindakan pada saat
melaksanakan pekerjaan di atas
kapal terutama dalam proses
kegiatan latihan atau drill. Seorang
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1953
perwira dalam hal ini terutama
Mualim I sebagai safety officer dan
Mualim III yang bertanggung jawab
kepada Mualim I atas perawatan
safety equipment harus mampu
menyampaikan kegunaan dan
bagaimana cara menggunakan serta
menyediakan segala peralatan dan
perlengkapan yang diperlukan pada
saat melaksanakan latihan
kebakaran.
Jika anak buah kapal melakukan
suatu tindakan ceroboh dan tidak
mematuhi ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan dalam prosedur
latihan atau drill. Misalnya bercanda
pada saat latihan, tidak memakai alat
pelindung yang lengkap, karena ia
berpikir bahwa hal itu tidak perlu,
hal ini menjelaskan bahwa kesadaran
atau disiplin anak buah kurang, dan
dapat membahayakan dirinya sendiri
maupun rekan kerjanya sehingga
perlu tindakan-tindakan untuk
penegakan disiplin, seperti
memberikan teguran atau sanksi.
Hal ini seperti yang dikemukakan
oleh Mualim I dalam hasil
wawancara dengan penulis yang
menyatakan bahwa, “menurut saya
para ABK sedikit banyak sudah
mengetahui tentang aturan untuk
menomorsatukan keselamatan, tetapi
karena kurangnya disiplin dan
kesadaran akan bahaya yang dapat
ditimbulkan tetap saja masih ada
yang bersikap mengabaikan. Maka
dari itu perlu dibuat sanksi bagi
ABK yang tidak disiplin pada saat
drill.”
c. Pemberian sanksi yang tegas
Dalam pemberian sanksi-sanksi
kepada ABK yang melanggar
peraturan harus bersifat tegas, tidak
memandang siapa orangnya, jabatan
maupun lamanya masa kerja agar
ABK yang menyalahi aturan tidak
melakukan pelanggaran lagi dan
memperbaiki kesalahannya serta
mencegah para ABK yang lain untuk
melakukan pelanggaran yang sama.
Tindakan dan sanksi ini dapat
berupa suatu tindakan peringatan,
dengan membuat suatu pernyataan
atau teguran. Jika ABK masih saja
tidak memperbaiki kesalahan yang
dilakukan maka perwira harus
memberikan surat peringatan secara
tertulis, tindakan terakhir apabila
ABK tidak bisa lagi mematuhi
peraturan yang telah ditetapkan
adalah menurunkan siapa saja yang
melanggar tersebut dari kapal.
Tujuan dari sanksi-sanksi
pendisiplinan bersifat positif,
mendidik dan mengoreksi. Bukan
tindakan negatif yang menjatuhkan
ABK yang berbuat salah.
Pendisiplinan bertujuan untuk
memperbaiki sikap, tindakan dan
cara ABK dalam bekerja untuk
waktu yang akan datang dan
bukannya memberikan hukuman atas
kesalahan yang dilakukannya.
Seorang perwira wajib
menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya dengan disiplin, memberi
contoh dan pengawasan terbaik
dalam mencapai tujuan yang
diinginkan. Tujuan itu adalah ABK
yang terampil dalam pengoperasian
alat-alat pemadam kebakaran:
2. Upaya-upaya yang diperlukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan ABK tentang prosedur
penggunaan alat-alat pemadam
kebakaran.
Sehubungan dengan latihan dan
pemahaman alat-alat pemadam
kebakaran oleh anak buah kapal, maka
dapat dilakukan kerjasama antara
Nakhoda dengan anak buah kapal.
Nakhoda sebagai pemegang kendali
utama menunjuk Mualim 1 sebagai
Optimalisasi Pengetahuan dan Keterampilan ABK Tentang Prosedur Penggunaan Alat-Alat
Pemadam Kebakaran Di Kapal MT. Pematang
Aulia Uyun Asalinaa, Suherman
b dan Sri Purwantini
c
1954
safety officer untuk melakukan
pengarahan-pengarahan kepada semua
anak buah kapal mengenai alat-alat
pemadam kebakaran, yang dibantu juga
oleh Mualim III sebagai pelaksana
harian mengenai perawatan alat-alat
pemadam kebakaran di atas kapal.
Agar mendapatkan hasil yang lebih
baik dengan upaya meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan tentang
prosedur dan tata cara pengoperasian
alat-alat pemadam kebakaran di atas
kapal, dapat dilakukan dengan cara :
a. Meningkatkan kesadaran anak
buah kapal dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab
Mengadakan pengawasan
langsung kepada anak buah kapal
agar melakukan sesuatu pekerjaan
yang dapat terlaksana sesuai dengan
apa yang diharapkan. Karena
bagaimanapun rencana yang akan
dilakukan akan gagal dan tidak
terlaksana bilamana dalam pekerjaan
tersebut tidak diikuti suatu
pengawasan.
Seorang pemimpin tentu
mengharapkan agar pekerjaan yang
dikerjakan sesuai rencana yang telah
ditentukan, untuk itu Nakhoda yang
dibantu oleh perwira dek dan mesin
harus selalu melakukan pemeriksaan,
pengecekan atau inspeksi dan
tindakan-tindakan lainnya. Bahkan
bila perlu menghindari sebelum
terjadi kemungkinan adanya
penyimpangan terhadap pekerjaan
yang dilakukan oleh anak buah
kapal. Dan bila hal itu terjadi maka
seorang pimpinan di atas kapal harus
menempuh langkah perbaikan atau
penyempurnaan. Perlu diketahui
bahwa secanggih-canggihnya
peralatan yang digunakan di atas
kapal, jika orang yang
mengendalikan peralatan tersebut
tidak mentaati peraturan dengan baik
atau tidak disiplin pasti hal-hal yang
tidak diinginkan akan terjadi.
Dalam hal ini yang paling utama
diperbaiki adalah dari manusia itu
sendiri. Jika manusia tersebut
menyadari akan tanggung jawabnya,
maka segala sesuatu yang
dikerjakannya dapat diselesaikan
tepat waktu. Disiplin adalah salah
satu faktor yang sangat penting
dalam melaksanakan suatu
pekerjaan, dengan adanya
kedisiplinan dari anak buah kapal itu
sendiri maka dapat menjamin
terlaksananya latihan-latihan dalam
mengoperasikan alat-alat pemadam
kebakaran di atas kapal dengan baik.
Dan juga mendapatkan hasil yang
baik bagi anak buah kapal itu
sendiri.
Pengetahuan awak kapal dapat
ditingkatkan dengan cara
meningkatkan peran serta perwira
dalam hal peningkatan pengetahuan
ABK kapalnya, seperti memberikan
metode pelatihan yang lebih mudah
dimengerti oleh awak kapalnya saat
melakukan latihan serta dengan cara
menyediakan buku-buku di ruang
messroom bagi crew yang ada
kaitannya dengan keselamatan
seperti buku Solas Training Manual.
Sehingga diharapkan dengan cara ini
dapat meningkatkan minat membaca
dari awak kapal untuk mengetahui
lebih dalam mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan keselamatan di atas
kapal.
b. Melakukan pemutaran film
mengenai keselamatan (Safety
Movie)
Salah satu cara untuk
meningkatkan kesadaran dan
kedisplinan ABK adalah dengan
memutarkan film tentang
keselamatan, dan bahaya-bahaya
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1955
yang dapat terjadi, dengan
pemutaran film ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan dan
keterampilan awak kapal dalam
mengoperasikan alat-alat pemadam
kebakaran yang ada di atas kapal.
Dalam film ini ditunjukkan
bagaimana bahaya yang sering
terjadi di atas kapal, dan bagaimana
tata cara pengoperasian alat-alat
pemadam kebakaran yang baik dan
benar, semuanya ditampilkan secara
jelas dan dibahas berdasarkan pada
prosedur yang benar. Dengan cara
ini juga dapat menghilangkan
kejenuhan yang dialami selama
melakukan pelayaran, dan juga dapat
menangkap hal yang diperlihatkan
oleh film tersebut yang biasanya
berdasarkan oleh fakta yang sering
terjadi di atas kapal, bahwa apa yang
dilakukannya itu benar atau salah.
Perwira kapal setelah
melaksanakan pemutaran film ini
melakukan diskusi dengan seluruh
crew kapal mengenai apa yang telah
diperoleh, dan memberikan
bimbingan dan penyuluhan kepada
seluruh awak kapal serta
menanyakan apa yang tidak
dimengerti dan mencoba untuk
dijelaskan kembali sehubungan
dengan apa yang telah
dipertunjukkan. Perwira kapal dapat
juga melakukan evaluasi dengan
melakukan tanya jawab kepada
setiap anak buah kapal tentang
materi yang telah dipelajari dan
dipahami. Dengan mengecek
pemahaman anak buah kapal dapat
diukur tentang pemahaman anak
buah kapal, dengan melakukan
pemutaran film tersebut maka dapat
meningkatkan pemahaman anak
buah kapal dan merupakan sarana
yang efektif sebagai penunjang
praktek latihan-latihan keselamatan.
c. Memberikan motivasi
Untuk meningkatkan kemampuan
Anak Buah Kapal, dapat dilakukan
dengan cara melakukan latihan
secara rutin dan terjadwal minimal
1x dalam sebulan untuk melatih
keterampilan Anak Buah Kapal
dalam pengoperasian alat-alat
pemadam kebakaran. Apabila hal
tersebut telah dilaksanakan namun
tidak mendapat respon yang serius
oleh ABK maka Officer bahkan
Nakhoda harus memberi sanksi atau
punishment yang tegas terhadap
ABK tersebut, peringatan secara
lisan atau teguran atau peringatan
secara tertulis. Dan Sebaliknya
Officer atau Nahkoda juga memberi
reward atau apresiasi kepada Anak
Buah Kapal yang rajin dan terampil
dalam prosedur penggunaan alat-alat
pemadam kebakaran Sehingga hal
ini mampu meningkatkan semangat
dan memotivasi crew menjadi lebih
baik.
Motivasi crew kapal tentang
keselamatan juga dapat diberikan
pada saat Safety meeting. Safety
meeting merupakan suatu pertemuan
yang dilakukan untuk membahas
kegiatan-kegiatan keselamatan dan
mengevaluasi apabila terjadi
kesalahan dalam melaksanakan
pekerjaan. Hal ini dilakukan agar
upaya keselamatan dalam bekerja
dapat terwujud. ABK harus
memahami tempat kerja dan peralatan
keselamatan yang harus disiapkan
sebelum bekerja, sehingga dapat
mengurangi resiko kecelakaan yang
dapat terjadi. Pentingnya memberikan
informasi kepada ABK adalah agar
seluruh ABK berhati-hati dan sadar
tentang bahaya yang dapat terjadi
sewaktu-waktu ketika sedang bekerja.
Safety meeting mempunyai peran
penting sebagai tindakan evaluasi
kegiatan yang diadakan agar seluruh
Optimalisasi Pengetahuan dan Keterampilan ABK Tentang Prosedur Penggunaan Alat-Alat
Pemadam Kebakaran Di Kapal MT. Pematang
Aulia Uyun Asalinaa, Suherman
b dan Sri Purwantini
c
1956
ABK kapal di atas kapal mendapatkan
informasi berkaitan adanya kegiatan
yang akan dilakukan, meliputi
pengenalan alat-alat keselamatan dan
demonstrasi penggunaan alat-alat
tersebut dan menyiapkan ABK dalam
keadaan darurat.
d. Familiarisasi Peralatan modern
safety equipment.
Perkembangan ilmu pengetahuan
terus menerus mengikuti zaman dan
perubahan-perubahan mengikuti
perkembangan bahkan menghasilkan
penemuan-penemuan baru. Alat-alat
keselamatan kapal modern dimuat
dengan sistem yang baru atau
modern. Dengan demikian secara
bertahap dan terus menerus akan
terjadi perubahan atau perbedaan
sistem pengoperasian daripada alat-
alat tersebut maka familiarisasi
sangat diperlukan untuk
meningkatkan pengetahuan ABK.
e. Melaksanakan latihan-latihan
keselamatan pemadam kebakaran
secara regular.
Drill merupakan latihan yang
dilakukan secara terus-menerus atau
berulang-ulang, merupakan metode
praktis dalam meningkatkan
keterampilan. Dalam pelaksanaan
drill keterampilan dalam
pengoperasian alat-alat pemadam
kebakaran sangat menentukan
tingkat kesuksesan dan efektifan
latihan, maka semakin sering
dilaksanakannya suatu latihan
peluang ABK menjadi lebih terampil
semakin besar.
Melaksanakan latihan-latihan
pemadam kebakaran secara reguler
sangat efektif untuk dilaksanakan
dalam rangka meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan para
anak buah kapal. Latihan
keselamatan ini harus tetap
dilaksanakan secara regular minimal
1x dalam sebulan. Cara alternatif ini
diharapkan dapat mengefektifkan
kemampuan dan keterampilan
seluruh anak buah kapal dalam
mengoperasikan alat-alat pemadam
kebakaran yang ada di atas kapal.
Disamping itu, para perwira kapal
yang menjadi penanggung jawab
atas terlaksananya kegiatan tersebut
diharapkan dapat menjalankan
tugasnya dengan baik untuk
menerangkan hal-hal yang
berhubungan dengan pengetahuan
serta cara pengoperasian alat-alat
pemadam kebakaran secara optimal
dan jelas. Dan juga diharapkan
seluruh anak buah kapal dapat
memahami secara rinci apa yang
menjadi tanggung jawab dan juga
mengerti apa yang harus dilakukan
apabila terjadi keadaan darurat yang
sewaktu-waktu bisa terjadi di atas
kapal, mengerti bagaimana
pengoperasian peralatan keselamatan
secara cepat, tepat dan dilakukan
sesuai prosedur yang ada di atas
kapal.
f. Pemeriksaan terhadap
kelengkapan dan kesiapan alat-
alat pemadam kebakaran.
Petunjuk dan perawatan alat-alat
keselamatan pemadam kebakaran di
atas kapal haruslah dapat dimengerti
dengan mudah, yang sesuai dengan
aplikasi-aplikasi di bawah ini
(SOLAS 1974 chapter III Reg. 36 :
332 – 333).
IV. KESIMPULAN
Bedasarkan analisis dan pembahasan
pada bab-bab sebelumnya tentang
pengetahuan dan ketrampilan ABK tentang
prosedur penggunaan alat-alat pemadam
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1957
kebakaran. Maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
Kurangnya pengetahuan Anak Buah
Kapal dalam menggunakan alat-alat
pemadam kebakaran dikarenakan
kurangnya kesadaran pada anak buah
kapal tentang pentingnnya penguasaan
terhadap prosedur penggunaan alat-alat
pemadam kebakaran, kurang terampilnya
anak buah kapal dalam menggunakan alat-
alat pemadam kebakaran dikarenakan
ketidak seriusan dan kurangnya
kedisiplinan anak buah kapal pada saat
mengikuti latihan di atas kapal kurangnya
pengawasan Officer pada saat fire drill
dilaksanakan dan kurang tegasnya Officer
dalam memberikan reward dan
punishment terhadap kedisiplinan anak
buah kapal. Sehingga menjadi salah satu
faktor tidak maksimalnya pelaksanaan
latihan-latihan keselamatan di atas kapal.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan anak buah kapal adalah
dengan melaksanakan latihan-latihan atau
drill secara reguler (minimal 1x sebulan)
dengan lebih serius.
Melaksanakan solas training sesuai
dengan perkembangan teknologi yang
semakin modern, melakukan pemeriksaan
terhadap kelengkapan dan kesiapan alat-
alat pemadam kebakaran dan memastikan
dalam keadaan baik dan ready to use,
memberikan motivasi dan meningkatkan
kesadaran ABK dengan memberikan safety
movie kepada anak buah kapal dengan
memutarkan film-film tentang keselamatan
yang terbaru dan menarik dengan tujuan
untuk mengurangi kejenuhan anak buah
kapal, mengingatkan kembali tentang
keselamatan dan betapa pentingnya
latihan-latihan yang serius dan sesuai
Peraturan agar anak buah kapal terlatih dan
terampil dalam menghadapi keadaan
darurat.
Berdasarkan kesimpulan hasil
penelitian di atas, maka penulis
memberikan saran yang sekiranya dapat
bermanfaat dan dapat meningkatkan
pengetahuan Dan keterampilan ABK
tentang prosedur penggunaan alat-alat
pemadam kebakaran di atas kapal MT.
Pematang / P.1021. Adapun beberapa
saran sebagai berikut :
1. Pada saat anak Buah Kapal baru naik
kapal atau pergantian anak buah kapal
sebaiknya ABK yang lama atau ABK
yang akan digantikan memberikan short
training atau familiarisasi tentang tugas
dan tanggung jawab yang harus
dilakukan di atas kapal sekurang-
kurangnya 1 sampai 2 hari untuk
ratings dan 1 sampai 2 trip untuk
officer. Pihak perusahaan sebaiknya
memberikan dukungan akan hal
tersebut, pihak perusahaan dapat
memberikan kebijakan perpanjangan
waktu kepada ABK lama sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan untuk
memberikan short training kepada
ABK yang menggantikannya, sehingga
ABK yang telah ada penggantinya tidak
didesak untuk segera sign off.
Karena hal tersebut saling berkaitan,
tanpa bantuan atau dukungan dari
perusahaan, pihak kapal atau Nakhoda
tidak bisa menahan ABK untuk
familirisasi lebih detail dan
memberikan pelatihan khusus tentang
tugas-tugas pada saat dilaksanakannya
latihan keselamatan disamping tugas
dan tanggung jawab harian sehingga
pada saat dilaksanakan drill atau latihan
keselamatan di atas kapal Anak Buah
Kapal lebih terampil dan optimal dalam
pengoperasian alat keselamatan.
2. Nakhoda sebaiknya lebih rutin dan
berkala memantau pelaksanaan latihan-
latihan keselamatan agar anak buah
kapal lebih bersemangat dan disiplin
serta mengerti dan memahami tugas dan
tanggung jawab masing-masing untuk
memastikan kesiapan anak buah kapal
kesiapan anak buah kapal dalam
menghadapi keadaan darurat dapat
Optimalisasi Pengetahuan dan Keterampilan ABK Tentang Prosedur Penggunaan Alat-Alat
Pemadam Kebakaran Di Kapal MT. Pematang
Aulia Uyun Asalinaa, Suherman
b dan Sri Purwantini
c
1958
melakukan tindakan-tindakan yang
seharusnya dilakukan jika sewaktu-
waktu terjadi bahaya kebakaran di atas
kapal yang sesuai dengan ketentuan
peraturan SOLAS.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. 2007. Metode
Penelitian. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Cooling, David A. 1990. Fire Prevention
And Protection bab 10. Industrial
Safety Management And
Technology. New Jersey: Prentice
Hall
Dunnette. 2006. Ketrampilan Pembukuan.
Jakarta : PT. Grapindo prasada
Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi
Program Pembelajaran.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Nadler. 1996. Ketrampilan Belajar.
Jakarta : Bumi Aksara
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian.
Jakarta : Ghalia Indonesia
Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan
Dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT.
Rineka Cipta
Ridwan. 2009. Rumus Dan Data Dalam
Analisis Statistika Untuk
Penelitian. Bandung : Alfabeta
Soekanto. 2007. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta : PT. Raja
Grafindo
Suranto. 2004. Managemen Operasional
Angkutan Laut Dan
Kepelabuhanan Serta Prosedur
Impor Barang. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama
Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta : PT. Bumi Aksara
Syatori, Nasehudin dan Gozali Nanang.
2012. Metode Penelitian
Kuantitatif. Bandung : Pustaka
Setia
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian
Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).
Bandung : CV. Alfabeta
Suryana. 2010. Metodologi Penelitian
Model Praktis Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif.
Universitas Pendidikan Indonesia
Wiratna. 2014. Metode Penelitian
Lengkap, Praktis, Dan Mudah
Dipahami. Yogyakarta : Pustaka
Baru Press
ICS OCIMF. 1996. ISGOTT (International
Safety Guide For Oil Tankers and
Terminal, Fourth Edition)
MARPOL (Marine Pollution) 73/78
ANNEX II.
STCW (Standart of Training, Certificate
and Wachtkeeping for sea farrers)
1995 Amandement (1997).
SOLAS (Safety Of Life At Sea). 2014.
Consolidated Editon.
Undang-Undang RI No. 17 tahun 2008
Tentang Pelayaran.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1959
Peraturan Menteri No.26/PRT/M/2008
Tentang Persyaratan Teknis Sistem
Proteksi Kebakaran Pada
Bangunan Gedung Dan
Lingkungan.
Badan Diklat Perhubungan. 2000. Fire
Prevention and Fire Fighting.
Jakarta
----------------------. 2001. Diklat Khusus
Perkapalan Pertamina Advanced
Fire Fighting. Jakarta
---------------------. 2001. Diklat Khusus
Perkapalan Pertamina. Basic Safety
Training (pencegahan dan
pemadaman kebakaran). Jakarta
Ghazali I. 2005. Aplikasi Analisis
Multivariate Dengan Program
SPSS BP. Semarang : Universitas
Diponegoro
http://www.pertamina.com/1ndex.php/hom
e/read/company_profile. diakses
pada tanggal 25 Oktober 2017.
Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan
Pada Kapal MT. Sei Pakning
Dwi Antoroa, Sri Purwantini
b dan M. Arif Ikhsannudin
c
1960
ANALISIS PENINGKATAN DINAS JAGA DI DAERAH RAWAN GUNA
MENINGKATKAN KEAMANAN PADA KAPAL MT. SEI PAKNING
Dwi Antoroa, Sri Purwantini
b dan M. Arif Ikhsannudin
c
aDosen Program Studi Nautika PIP Semarang bDosen Program Studi KALK PIP Semarang
cTaruna (NIT.49124420.N) Program Studi Nautika PIP Semarang
ABSTRAK
Dinas jaga pelabuhan di kapal dilaksanakan ketika kapal sedang berlabuh jangkar, sandar
dermaga atau diikat di buoy, olah gerak untuk berangkat dari pelabuhan maupun tiba di
pelabuhan, bongkar muat, dan menerima atau menurunkan pandu. Dinas jaga berfungsi untuk
menciptakan keamanan di kapal dan lingkungan. Pelaksanaan dinas jaga tidak maksimal
disebabkan karena peralatan penunjang keamanan yang kurang dan penerapan ISPS Code yang
tidak maksimal. Dan hal tersebut dapat diatasi dengan menyediakan peralatan penunjang
keamanana dan ISPS Code diterapkan secara maksimal di atas kapal.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan USG untuk menentukan
prioritas masalah. Permasalahan yang terjadi adalah pelaksanaan dinas jaga yang tidak
maksimal di daerah rawan yang berpengaruh terhadap keamanan di kapal MT. Sei Pakning.
Maka rumusan masalah dari masalah tersebut adalah bagaimana pelaksanaan dinas jaga di
daerah rawan oleh crew MT. Sei Pakning dan bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk
meningkatkan keamanan di daerah rawan.
Dari hasil penelitian yang menyebabkan kurang efektifnya pelaksanaan dinas jaga di daerah
rawan di kapal MT. Sei Pakning adalah peralatan penunjang keamanan seperti handy talky,
senter, pentungan yang tidak ada, CCTV yang trouble. Dan pelaksanaan ISPS Code yang tidak
diterapkan secara baik di atas kapal. Dari masalah-masalah tersebut yang menjadi penyebab
kurang maksimalnya pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan. Upaya yang dilakukan
meningkatkan keamanan adalah dengan menyediakan peralatan penunjang keamanan,
perbaikan, penyediaan CCTV oleh kontraktor, pengawasan, pembuatan checklist, training
kepada crew dan penambahan personil yang melakukan dinas jaga.
Kata kunci : dinas jaga, USG, dan ISPS Code
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinas kapal pada umumnya terbagi
menjadi 2 (dua) yakni dinas harian dan dinas
jaga. Dinas harian merupakan kegiatan atau
aktifitas yang dilaksanakan pada jam kerja
baik di laut maupun di pelabuhan oleh semua
anak buah kapal. Adapun kegiatan yang
dilakukan dalam dinas harian adalah
administrasi di kapal, pemeliharaan atau
perawatan kapal berserta peralatan yang ada
di atas kapal, urusan anak buah kapal, urusan
muatan atau penumpang, sedangkan dinas jaga merupakan kegiatan atau aktifitas yang
dilaksanakan oleh regu jaga yang dipimpin
oleh seorang perwira jaga di atas kapal.
Tujuan dilaksanakan dinas jaga adalah untuk
menjaga keamanan, ketertiban, dan
kebersihan kapal, muatan, penumpang,
lingkungan, dan untuk melaksanakan
peraturan-peraturan, perintah atau instruksi
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1961
yang berlaku. Dalam pelaksanaannya dinas
jaga di kapal terbagi menjadi Jaga Laut dan
Jaga Pelabuhan.
Dinas jaga pelabuhan di kapal
dilaksanakan ketika kapal sedang berlabuh
jangkar, sandar dermaga atau diikat di buoy,
olah gerak untuk berangkat dari pelabuhan
maupun tiba di pelabuhan, bongkar muat, dan
menerima/menurunkan pandu. Adapun hal-
hal yang berkaitan dengan keamanan di area
pelabuhan harus sesuai dengan ISPS Code
diharuskan sebagai perwira jaga mengetahuai
tentang pelaksanaan dinas jaga dan
pencegahan ancaman guna menciptakan
keamanan di kapal.
Dinas jaga pelabuhan harus dilaksanakan
dengan maksimal, khususnya pada daerah
rawan yang sangat beresiko terjadinya
ancaman keamanan, maka dilaksanakan
sesuai dengan safety of life at sea (SOLAS)
yang terkait dengan, langkah-langkah khusus
untuk meningkatkan keamanan maritime,
kode keamanan internasional untuk kapal dan
pelabuhan (ISPS Code) bagian A dan B. ISPS
Code. Langkah-langkah khusus untuk
meningkatkan keamanan maritim dalam
Konvensi Internasional untuk Keselamatan
Jiwa di Laut (SOLAS). Tujuan dari kode ini
adalah menyediakan standar, kerangka kerja
yang konsisten untuk mengevaluasi risiko,
memungkinkan Pemerintah untuk
mengimbangi apabila terjadi perubahan
ancaman dengan merubah nilai kerentanan
pada kapal dan fasilitas pelabuhan melalui
penentuan tingkat keamanan yang sesuai dan
langkah-langkah keamanan yang sesuai dan
pencegahan yang sesuai.
Selama penulis melakukan penelitian di
atas kapal penulis menemukan adanya
permasalahan-permasalahan yang berkaitan
dengan penerapan ISPS Code yang tidak
maksimal dan pelaksanaan dinas jaga yang
kurang efektif, khususnya daerah rawan.
Untuk memastikan bahwa langkah-langkah
untuk mengatasi segala ancaman bahaya
keamanan fasilitas pelabuhan, kapal, muatan
dan untuk melindungi crew kapal, beserta
barang miliknya maka berdasarkan latar
belakang tersebut, maka penulis memilih
judul “ANALISIS PENINGKATAN DINAS
JAGA DI DAERAH RAWAN GUNA
MENINGKATKAN KEAMANAN PADA
KAPAL MT. SEI PAKNING”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang
telah di kemukakan di atas, maka rumusan
permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan dinas jaga di
daerah rawan oleh crew MT. Sei
Pakning?
2. Bagaimana upaya yang harus
dilakukan untuk meningkatkan
keamanan di daerah rawan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut untuk:
1. Untuk mengetahui bagaimana
pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan
oleh crew MT. Sei Pakning?
2. Untuk mengetahui upaya yang harus
dilakukan untuk meningkatkan
keamanan di daerah rawan?
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Analisis
Menurut Jogiyanto (2010:129) analisis
dapat didefinisikan sebagai penguraian
dari suatu sistem informasi yang utuh ke
dalam bagian-bagian komponennya
dengan maksud untuk mengidentifikasi
dan mengevaluasi permasalahan,
kesempatan, hambatan yang terjadi dan
kebutuhan yang terjadi dan kebutuhan
yang diharapkan sehingga dapat diusulkan
perbaikannya.
2. Peningkatan
Pengertian peningkatan secara
etimologi adalah menaikan derajat taraf
dan sebagainya mempertinggi
memperhebat produksi dan sebagainya,
proses cara perbuatan meningkatkan usaha
kegiatan dan sebagainya.
Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan
Pada Kapal MT. Sei Pakning
Dwi Antoroa, Sri Purwantini
b dan M. Arif Ikhsannudin
c
1962
3. Dinas Jaga
Menurut Djoko Subandrijo (2011:67)
pelaksanaan dinas jaga yang dilakukan
oleh petugas jaga navigasi atau tugas jaga
dek, harus memenuhi syarat sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan jaga navigasi atau jaga dek. Pada
waktu kapal sedang berlayar maupun
kapal sandar di pelabuhan:
a. Dinas harian
1) Dilakukan pada hari-hari kerja
sedangkan hari minggu dan hari
besar libur.
2) Tugas-tugas yang dilakukan
meliputi tugas administrasi dan
perawatan operasional kapal,
sesuai jabatan dan tanggung
jawab masing-masing personil.
b. Dinas jaga
1) Dinas jaga navigasi
Dinas jaga navigasi adalah dinas
jaga selama kapal dalam keadaan
berlayar, dimana mesin penggerak
utama jalan. Dinas jaga ini dimulai
sejak perintah nakhoda one hour
noutice satu jam untuk manouver
atau mengolah gerak atau berangkat
dari pelabuhan dan berakhir pada
perintah Finish With Engine saat
kapal tiba di pelabuhan tujuan ini
adaah perintah nakhoda kepada
seluruh awak kapalnya agar mulai
mempersiapkan semua peralatan dan
permesinan untuk manouvering.
Secara umum pengaturan tugas jaga
navigasi di kapal dilaksanakan
sebagai berikut:
a) Jam 00.00-04.00 Jaga Mualim II b) Jam 04.00-08.00 Jaga Mualim I
c) Jam 08.00-12.00 Jaga Mualim III
d) Jam 12.00-16.00 Jaga Mualim II
e) Jam 16.00-20.00 Jaga Mualim I
f) Jam 20.00-00.00 Jaga Mualim III
2) Dinas jaga pelabuhan
Dinas jaga pelabuhan adalah
dinas jaga pada saat kapal berada
di pelabuhan. Pada saat kapal
yang sandar dengan aman sesuai
situasi-situasi normal di
pelabuhan, Nakhoda harus
mengatur agar tugas jaga yang
memadai dan efektif tetap
dijalankan untuk tujuan
keselamatan. Persyaratan-
persaratan mungkin diperlukan
untuk jenis-jenis khusus sistem
penggerak kapal atau peralatan
bantu, untuk membawa muatan
berbahaya, beracun atau mudah
terbakar, atau jenis-jenis khusus
muatan lain. Petugas jaga di
pelabuhan terdiri dari: perwira
jaga dibantu oleh juru mudi dan
kelasi. Tugas jaga di pelabuhan
dilaksanakan pada saat:
a) Kapal sedang berlabuh
jangkar.
b) Kapal sedang sandar di
dermaga dan kapal terkepil
pada pelampung kepil.
c) Kapal sedang berolah gerak
tiba di pelabuhan dan
berangkat dari pelabuhan.
d) Kapal sedang melakukan muat
bongkar.
e) Kapal menerima/ menurunkan
pandu.
4. Daerah Rawan
Menurut Hikmahanto (2007:102)
daerah rawan adalah daerah yang
terjadi tindak pembajakan dan pencurian. Diharapkan kapal-kapal
waspada saat berada di daerah tersebut,
diharapkan pemerintah dapat
mengumumkan dan menghimbau para
nakhoda kapal untuk meningkatkan
kewaspadaan di daerah tersebut
mengingat wilayah tersebut tidak
aman. Asia Tenggara, sebagaimana
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1963
layaknya nation-state, masih
menganggap penting keamanan
tradisional, yaitu keamanan terhadap
teritori negara. Termasuk didalamnya
adalah keamanan domestik dan
internasional.
5. Keamanan
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008:48) Keamanan adalah
keadaan aman bebas dari bahaya tidak
mengungsi ke tempat aman dalam
situasi perang, banjir, wabah penyakit,
bebas dari gangguan pencuri.
Terlindung tidak merasa takut atau
khawatir terhadap kejahatan, bahaya,
mencegah orang yang melanggar
hukum demi keamanan dirinya atau
lingkungan.
B. Kerangka Pikir
III. METODOLOGI
A. Metode Penelitian
Menurut Juliansyah (2009:147),
penelitian deskriptif adalah penelitian yang
berusaha mendriskripsikan suatu gejala,
peristiwa, kejadian yang terjadi saat
sekarang. Penelitian deskriptif
memusatkan perhatian pada masalah
aktual sebagaimana adanya pada saat
penelitian berlangsung. Melalui penelitian
deskriptif, peneliti berusaha
mendeskripsikan peristiwa dan kejadian
yang menjadi pusat perhatian tanpa
memberikan pelakuan khusus terhadap
peristiwa tersebut. Variabel yang diteliti
bisa tunggal (satu variabel) bisa juga lebih
dari satu variabel. Penelitian deskriptif
sesuai karakteristik memiliki langkah-
langkah tertentu dalam pelaksanaannya,
langkah-langkah ini sebagai berikut :
1. Diawali dengan adanya masalah;
2. Menentukan jenis informasi yang
diperlukan;
3. Menentukan prosedur pengumpulan
data melalui observasi atau pengamatan;
4. Pengolahan informasi atau data;
5. Menarik kesimpulan penelitian.
Menurut Sugiyono (2009:9),
penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang berlandaskan pada
filsafat. Digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah, dimana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci.
Teknik pengumpulan data dilakukan
secara gabungan, analisis data bersifat
induktif atau kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi. Metode
penelitian kualitatif yang digunakan
adalah bersifat deskriptif yang artinya
menggambarkan dan menguraikan suatu
objek yang akan diteliti.
B. Waktu Dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 13
(tiga belas) bulan, 9 (sembilan) hari
Peralatan penunjang
keamanan yang kurang
ANALISIS PENINGKATAN DINAS JAGA DI DAERAH RAWAN
GUNA MENINGKATKAN KEAMANAN PADA KAPAL
MT. SEI PAKNING
Penerapan ISPS Code yang
tidak maksimal
Tidak
tersedianya
peralatan
penunjang
keamanan
CCTV yang
mengalami
trouble
Pelaksanaan
dinas jaga
yang tidak
Sesuai ISPS
Code
Personil
dinas jaga
yang kurang
Penyediaan
peralatan
penunjang
keamanan
Perbaikan
dan
penyediaan
CCTV oleh
kontraktor
Pengawasan,
pembuatan
checklist dan
dilaksanakan
Training atau
pengarahan
kepada crew
Penambahan
personil yang
melakukan
dinas jaga
Hasil Akhir
PELAKSANAAN DINAS JAGA DI DAERAH RAWAN
MAKSIMAL KEAMANAN PADA KAPAL MT. SEI PAKNING
AKAN MENINGKAT
Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan
Pada Kapal MT. Sei Pakning
Dwi Antoroa, Sri Purwantini
b dan M. Arif Ikhsannudin
c
1964
ketika masa praktek laut berlangsung,
yaitu tehitung tanggal 23 Maret 2015
sampai dengan tanggal 02 Mei 2016.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama
melaksanakan praktek laut di kapal
MT. Sei Pakning. Kapal milik
perusahaan PT. Pertamina yang
beralamat di Jl. Medan Merdeka Timur
1A, Gedung Perwira 2 Lantai 1, Jakarta
Pusat 10110. Pelaksanaan penelitian
dilakukan pada saat kapal berada di
Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
C. Data Yang Digunakan
Metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data. Data merupakan
tahapan yang penting dalam proses
penelitian, karena hanya dengan
mendapatkan data yang tepat maka proses
penelitian akan berlangsung sampai
peneliti mendapatkan jawaban dari
perumusan masalah yang sudah
ditetapkan. Data yang kita cari harus
sesuai dengan tujuan penelitian.
Berdasarkan cara memperolehnya, data
yang diperoleh selama penelitian sebagai
pendukung tersusunnya penulisan
penelitian ini adalah:
1. Data primer
Menurut S. Margono (2008:23),
data primer adalah data yang
dikumpulkan langsung dari individu-
individu yang diteliti, dikumpulkan
oleh peneliti secara langsung dari
sumber data utama atau objek
penelitian. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru,
memiliki sifat up to date. Untuk
mendapatkan data primer, peneliti
harus mengumpulkannya secara
langsung.
Data primer dalam penelitian ini
diperoleh melalui pengamatan
langsung pada objek-objek penelitian
di kapal MT. Sei Pakning dan melalui
wawancara-wawancara pada pihak-
pihak yang terkait pada penelitian.
2. Data Sekunder
Menurut S. Margono (2008:23),
data sekunder adalah data yang ada
dalam studi pustaka atau studi literatur,
arsip-arsip, gambar dan foto-foto. Data
sekunder dalam penelitiaan dibagi
menjadi Studi Dokumentasi dan Studi
Pustaka. Studi dokumentasi diperoleh
melalui Foto-foto dan gambar-gambar.
Studi pustaka ini diperoleh dari buku
IMO, STCW dan ISPS Code.
D. Metode Pengumpulan Data Di dalam penelitian ini penulis
menggunakan beberapa metode
pengumpulan data antara lain :
1. Observasi
Menurut Sugiyono (2009:145),
observasi digunakan bila, penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia,
proses kerja, gejala-gejala alam dan
bila responden yang diamati tidak
terlalu besar. Dari segi proses
pelaksanaan pengumpulan data.
Observasi dapat dibedakan menjadi
participant observation (observasi
berperan serta) dan non participant
observation, selanjutnya dari segi
instrumentasi yang digunakan, maka
observasi dapat dibedakan menjadi
observasi terstruktur dan tidak
terstruktur.
Observasi dalam penelitian ini
adalah participant observation
(observasi berperan serta), dimana peneliti terlibat dengan kegiatan
sehari-hari orang yang sedang
diamati atau yang digunakan sebagai
sumber data penelitian. Peneliti
terlibat langsung dalam pengamatan
dan andil bagian atau berperan serta
dalam kegiatan.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1965
2. Wawancara
Menurut Sugiyono (2009:137),
wawancara adalah proses memperoleh
penjelasan untuk mengumpulkan
informasi-informasi dengan
menggunakan cara tanya jawab, bisa
dilakukan sambil bertatap muka secara
langsung, melalui media
telekomunikasi antar pewawancara
dengan orang yang diwawancarai,
dengan atau tanpa menggunakan
pedoman. Pada hakikatnya wawancara
merupakan kegiatan untuk memperoleh
informasi secara mendalam tentang
sebuah isu atau tema yang diangkat
dalam penelitian atau merupakan
proses pembuktian terhadap informasi
atau keterangan yang telah diperoleh.
Adapun wawancara dalam
penelitian ini dilakukan secara terbuka
dan terstruktur, pihak-pihak yang
menjadi narasumber pada penelitian
ini adalah:
a. Capt. Diwan Adfi Siregar (Nakhoda
Kapal MT. Sei Pakning). Sebagai
pimpinan, yang bertanggung jawab
terhadap seluruh kegiatan di atas
kapal, sebagai wakil perusahaan dan
sebagai penegak hukum.
b. Toric Aguido Sihotang (Mualim I
Kapal MT. Sei Pakning). Sebagai
pihak yang membuat jadwal dinas
jaga, yang bertanggung jawab
terhadap crew kapal dan
pelaksanaan dinas jaga berjalan
dengan baik di atas kapal MT. Sei
Pakning.
c. Fernando Frendji Gandaria (Mualim
II Kapal MT. Sei Pakning). Sebagai
pihak yang menjadi SSO di atas
kapal yang bertanggung jawab
terhadap keamanan kapal MT. Sei
Pakning.
d. Baso Palonggang (Juru Mudi Kapal
MT. Sei Pakning). Sebagai pihak
yang terlibat langsung dalam
pelaksanaan dinas jaga di kapal MT.
Sei Pakning.
e. James Dean Umbokahu (Klasi
Kapal MT. Sei Pakning). Sebagai
pihak yang terlibat langsung dalam
pelaksanaan dinas jaga di kapal MT.
Sei Pakning.
3. Dokumentasi
Dalam upaya mengumpulkan data
dengan cara dokumentasi peneliti
menelusuri berbagai macam dokumen
antara lain ship’s particular, crew list,
daftar dinas jaga, daftar organisasi
keamanan kapal dan foto-foto yang
terkait dengan objek penelitian.
4. Metode Kepustakaan
Menurut Supardi (2008:33), studi
kepustakaan adalah menelusuri dan
mencari dasar-dasar acuan yang erat
kaitannya dengan masalah penelitian
yang hendak dilakukan, dasar-dasar
tersebut tidak terbatas dari satu sumber
saja tetapi dapat dicari dari berbagai
sumber yang kemudian disusun dalam
bab tersendiri. Study Pustaka yang
digunakan dalam penelitian adalah
buku-buku yang terkait dengan
penelitian, seperti International
Maritime Organization (IMO),
Standards of Training, Certification
and Watchkeeping for Seafarers
(STCW) dan International Ship and
Port Facility Security (ISPS). Buku-
buku tersebut sangat mendukung,
menunjang dan menjadi dasar materi
penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
E. Teknik Analisa Data Tahap analisa data adalah tahap paling
penting dan menentukan dalam suatu
penelitian. Analisasi data, menurut
Wiratna (2014:103) adalah upaya data
yang sudah tersedia kemudian diolah
dengan daftar dan dapat digunakan untuk
menjawab rumusan masalah dalam
penelitian. Dengan demikian, teknis
analisis data dengan tujuan mengolah
Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan
Pada Kapal MT. Sei Pakning
Dwi Antoroa, Sri Purwantini
b dan M. Arif Ikhsannudin
c
1966
data tersebut untuk menjawab rumusan
masalah.
Dalam penelitian ini penulis
mengunakan lebih dari satu teknik
analisis data. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data kualitatif dan metode
matrik USG. Teknis analisis data yang
digunakan penulis dalam penelitian
yaitu:
1. Teknik analisisi data kualitatif
a. Reduksi data
Dalam proses reduksi data
penulis akan memilih hal-hal
pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting dan membuang data
yang tidak diperlukan. Dengan
demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran lebih
jelas mengenai permasalahan
penelitian.
b. Penyajian data
Penyajian data yang berupa
sekumpulan informasi yang telah
tersusun secara terpadu dan mudah
dipahami yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan.
2. Penarikan kesimpulan
Dalam menarik kesimpulan
merupakan kemampuan seorang
peneliti dalam menyimpulkan
berbagai data yang diperoleh selama
proses penelitian berlangung.
3. Metode Matriks USG (Urgency,
Seriousness, Growth).
Dimana Metode Matriks USG
adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan suatu masalah yang
prioritas, terdapat 3 (tiga) faktor yang
perlu dipertimbangkan. Ketiga faktor
tersebut adalah urgency, seriousness,
dan growth.
Urgency berkaitan dengan
mendesaknya waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Semakin mendesak suatu masalah
untuk diselesaikan maka semakin
tinggi urgency masalah tersebut.
Seriousness berkaitan dengan
dampak dari adanya masalah tesebut
terhadap organisasi. Dampak ini
terutama yang menimbulkan kerugian.
Semakin tinggi dampak masalah
tersebut terhadap organisasi maka
semakin serius masalah tersebut.
Growth berkaitan dengan
pertumbuhan masalah. Semakin cepat
berkembang masalah tersebut maka
semakin tinggi tingkat
pertumbuhannya. Suatu masalah yang
cepat berkembang tentunya makin
prioritas untuk diatasi
permasalahannya.
Metode USG merupakan salah satu
cara menetapkan urutan prioritas
masalah dengan metode teknik scoring.
Caranya dengan menentukan Urgency,
Seriousness, dan Growth dengan
menggunakan skala nilai 1-5, suatu
masalah dengan total skor tertinggi
merupakan masalah yang prioritas.
Adapun keterangan skor sebagai
berikut:
Tabel Skala penilaian metode USG
Skala Penilaian
5 Sangat Besar
4 Besar
3 Sedang
2 Kecil
1 Sangat Kecil
IV. DISKUSI
A. Gambaran Umum
PT. Pertamina (Persero) adalah
perusahaan milik negara yang bergerak
pada sektor logistik yang profesional
dalam hal penyediaan minyak, gas bumi,
petrokimia dan produk kilang lainnya.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1967
Pada tanggal 15 Maret 1990 Keputusan
Presiden No. 11 (sebelas) menghasilkan
terbentuknya direktorat perkapalan
kepelabuhanan dan komunikasi yang
kemudian menjadi PT. Direktorat
Pemasaran, pada tahun 2004 menjadi PT.
Pertamina (Persero) yang beralamat di Jl.
Yos Sudarso 32-34 Tanjung Priok Jakarta
Utara. PT Pertamina Pusat beralamat di Jl.
Medan Merdeka Timur 1A, Gedung
Perwira 2 (dua) Lantai 1 (satu), Jakarta
Pusat 10110. Misi dari perusahaan adalah
memfokuskan pada pemberian pelayanan
yang terbaik dengan tetap menjaga dan
mempertahankan lingkungan alam sekitar.
Untuk mencapai misi tersebut,
perusahaan telah menciptakan budaya
perusahaan yang lebih baik, membangun
citra perusahaan yang baru dan
menerapkan prinsip transportasi, good
corporate governance dan sistem
pengawasan internal yang tepat.
Saat ini perusahaan PT. Pertamina
(Persero) telah memiliki kurang lebih 50
kapal tanker yang beroperasi dengan
berbagai macam tipe yaitu kapal-kapal
tanker tipe M, K, P, S, G dan kapal-kapal
gas yang di kelompokan berdasarkan
ukuran dan nama depan dari setiap tipe
kapal-kapal tanker tersebut.
Peneliti melakukan penelitian di kapal
MT. Sei Pakning salah 1 (satu) kapal milik
PT. Pertamina (Persero) tipe Medium
Range tipe S, dengan jenis kapal oil tanker
produk yang memuat hasil produk olahan
minyak bumi, seperti Premium, HSD,
Kerosin maupun Aftur. Route pelayaran
MT. Sei Pakning tergantung dari shiping
order yang dikirim melalui email yang
dikirimkan oleh perusahaan ke email
kapal.
Sesuai dengan judul “Analisis
peningkatan dinas jaga di daerah rawan
guna meningkatkan keamanan di kapal
MT. Sei Pakning” maka sebagai diskripsi
data akan di jelaskan tentang keadaan
sebenarnya yang terjadi di kapal, sehingga
dengan deskripsi ini penulis
mengharapkan agar pembaca mampu dan
bisa merasakan tentang semua hal yang
terjadi selama penulis melaksanakan
penelitian. Gambar di bawah merupakan
gambar kapal tempat penulis
melaksanakan praktek laut dan tempat
penulis melaksanakan penelitian.
Gambar Kapal MT. Sei Pakning
MT. Sei Pakning memiliki nama
panggilan (Call Sign), PODV (Papa Oscar
Delta Viktor), memiliki Deadweight
(DWT) 29.756 Ton, panjang kapal 180,00
meter, lebar 30,49 meter. MT. Sei Pakning
di buat di China dan Louncing pada 15
Oktober 2011. Class yang di miliki kapal
adalah BKI dan DNV, kapal beroperasi di
Indonesia, discarging maupun loading
dengan pelabuhan yang berbeda beda
sesuai dengan shiping order yang di kirim
perusahaan ke email kapal. Crew kapal
berjumlah 29 (dua puluh sembilan) crew
termasuk nakhoda, semua crew kapal
berkebangsaan indonesia.
Pentingnya pelaksanaan dinas jaga yang
baik untuk menjaga keamanan dan
keselamatan jiwa, kapal, muatan dan
pelabuhan dari hal-hal yang tidak
diinginkan. Penelitian yang dilakukan
penulis merupakan suatu bentuk analisis,
adapun pengertian dari analisis adalah
penyelidikan terhadap suatu peristiwa
(perbuatan, karangan dan sebagainya)
untuk mendapatkan fakta yang tepat, asal-
usul, sebab, penyebab sebenarnya, dan
sebagainya.
Analisis data yang digunakan adalah
metode USG (Urgency, Seriousnes,
Growth), untuk menentukan masalah
Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan
Pada Kapal MT. Sei Pakning
Dwi Antoroa, Sri Purwantini
b dan M. Arif Ikhsannudin
c
1968
utama atau prioritas masalah dari kurang
efektifnya pelaksanaan dinas jaga di
daerah rawan di kapal MT. Sei Pakning.
Peneliti melakukan survai terhadap crew
kapal mengunakan kuisioner atau angket
dan dilengkapi juga dengan hasil
wawancara dengan beberapa crew kapal
untuk menentukan urutan permasalahan
penyebab kurang efektifnya pelaksanaan
dinas jaga di daerah rawan di kapal MT.
Sei Pakning.
Dari survei yang dilakukan melalui
kuisioner kepada Mualim I, II dan III.
Pertanyaan mengenai masalah-masalah
yang menyebabkan kurang efektifnya
pelaksanaan dinas jaga di kapal MT. Sei
Pakning didapat hasil sebagai berikut :
Tabel Hasil Kuisioner
Dari hasil Kuisioner yang dilakukan
peneliti terhadap Mualim I, II dan III
didapat urutan masalah sebagai berikut :
1. Peralatan penunjang keamanan
yang kurang;
2. Penerapan ISPS Code yang
tidak maksimal;
3. Pengetahuan dan kesadaran crew
yang kurang tentang keamanan di
daerah rawan;
4. Disiplin personil dinas jaga;
5. Security Patrol;
6. Waktu istirahat personil dinas jaga;
7. Perancanaan dinas jaga.
Hasil dari kuisioner kemudian
dilakukan analisis data mengunakan
metode USG untuk menentukan skor tiap-
tiap masalah. Metode USG pada
prinsipnya merupakan pendekatan untuk
mengidentifikasi prioritas penyebab
masalah, pendekatan ini dapat digunakan
untuk mengidentifikasi masalah utama
atau prioritas masalah yang berpotensi
sebagai faktor penyebab kurang efektifnya
pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan di
kapal MT. Sei Pakning. USG mempunyai
3 (tiga) klasifikasi prioritas permasalahan
yaitu: Urgency (U), Seriousnes (S) dan
Growth (G).
Dengan mengetahuai masalah utama
atau masalah prioritas tersebut, maka dapat
diambil tindakan-tindakan yang dilakukan
untuk mencegah kurang efektifnya
pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan di
kapal MT. Sei Pakning. Agar pelaksanaan
dinas jaga dapat berjalan baik dan
maksimal sehingga keamanan di atas kapal
akan meningkat.
Bardasarkan survei yang dilakukan
peneliti kepada para perwira di atas kapal
menggunakan angket atau kuisioner
didapat data kemudian data tersebut
diperoleh dengan mengunakan metode
USG untuk mengetahui total nilai dari
masing-masing masalah, maka dapat
dilakukan urutan peroritas masalah
berdasarkan nilai tebesar atau tertinggi.
Nilai yang paling besar atau tertinggi
adalah prioritas yang perlu segera dilaksanakan, dan demikian seterusnya
sampai nilai terendah yaitu prioritas yang
paling tidak mendesak untuk segera
diselesaikan. Masalah utama atau masalah
mendesak harus segera diselesaikan dan
dicari pemecahan masalahnya agar
masalah mengenai kurang efektifnya
pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan
NO PERNYATAAN SKALA TOT
AL 1 2 3 4 5
1 Peralatan penunjang
keamanan yang kurang
I
I I 13
2 Penerapan ISPS Code
yang tidak maksimal I I I 12
3
Pengetahuan dan
kesadaran crew yang
kurang tentang keamanan
di daerah rawan
I I
I 11
4 Disiplin personil dinas
jaga I I I 9
5 Security patrol I
I I 8
6 Waktu istirahat personil
dinas jaga
I
I I 7
7 Perancanaan dinas jaga I I I 6
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1969
dapat segera dicari solusi pemecahan
masalah-masalahnya. Untuk lebih jelasnya
menentukan masalah utama atau prioritas
masalah dapat dilihat pada tabel analisis
perbandingan USG di bawah ini:
Tabel Analisis USG
N
O
MASALA
H
ANALISIS
PERBAN
DINGAN
U S G NILAI
PRI
O
RIT
AS U S G T
A
Peralatan
penunjan
g
keamanan
yang
kurang
A-B
A-C
A-D
A-E
A-F
A-G
A
B
A
A
A
G
A
A
D
E
A
A
A
C
A
E
F
A
4 5 4 11 I
B
Penerapa
n ISPS
Code
yang
tidak
maksima
l
B-C
B-D
B-E
B-F
B-G
B
B
B
B
G
B
D
B
B
B
C
B
E
B
G
4 4 2 10 II
C
Pengetahu
an dan
kesadaran
crew yang
kurang
tentang
keamanan
di daerah
rawan
C-D
C-E
C-F
C-G
C
C
C
C
D
C
C
C
C
E
C
G
4 3 2 9 III
D
Disiplin
personil
dinas jaga
D-E
D-F
D-G
D
D
D
E
D
D
D
D
G
3 2 2 7 IV
E Security
patrol
E-F
E-G
E
E
E
E
E
G 2 2 1 5 V
F
Waktu
istirahat
personil
dinas jaga
F-G F F G 1 1 - 2 VI
G
Perancan
aan dinas
jaga
G - - G - - 1 1 VII
Berdasarkan Tabel Analisis
perbandingan USG masalah yang
menempati urutasn prioritas pertama 1
(satu) adalah peralatan penunjang
keamanan yang mempunyai total skor
sebesar 11 (sebelas), dan yang menempati
prioritas masalah ke 2 (dua) adalah
penerapan ISPS Code yang tidak maksimal
yang mempunyai total skor sebesar 10
(sepuluh). Dengan demikian masalah
umum atau prioritas masalah adalah:
1. Peralatan penunjang keamanan yang
kurang.
2. Penerapan ISPS Code yang tidak
maksimal.
B. Analisis Masalah
Berdasarkan Tabel Analisis USG,
penulis mendapatkan analisis penyebab
kurang efektif pelaksanaan dinas jaga di
daerah rawan oleh crew MT. Sei Pakning
saat kapal berada di Pelabuhan Tanjung
Perak Surabaya. Berikut faktor-faktor yang
menyebabkan kurang efektifnya
pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan :
1. Peralatan penunjang keamanan yang
kurang
a. Tidak tersedianya peralatan
penunjang
1) Jumlah HT (Handy Talky) yang
terbatas
Jumlah HT (handy talky) yang
terbatas dikarenakan HT (Handy
Talky) yang jumlahnya sedikit dan
ada yang rusak. Jumlah yang
terbatas menyebabkan tidak
mencukupi semua crew yang ada di
atas kapal. Tidak semua perpersonil
dinas jaga membawa handy talky
(HT) satu per satu hanya Mualim
jaga dan juru mudi jaga yang
membawa handy talky (HT) karena
jumlahnya yang terbatas. Handy
talky (HT) banyak yang mengalami
kerusakan di baterai yang sering
drop atau lowbed, dan antena handy
talky (HT) yang hilang dan patah.
Handy talky (HT) berperan penting
dalam berkomunikasi antar personil
dinas jaga. Komunikasi yang kurang
terhadap para personil dinas jaga
menyebabkan pelaksanaan dinas
jaga kurang maksimal.
2) Senter yang rusak
Senter yang rusak akibat
perawatan yang kurang, kerusakan
senter terjadi di bolam lampu dan
per tempat menaruh baterai yang
karatan. Per berkarat karena baterai
yang dayanya sudah habis tidak
langsung diganti, dan diletakkan
sembarangan di luar akomodasi
setelah digunakan.
Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan
Pada Kapal MT. Sei Pakning
Dwi Antoroa, Sri Purwantini
b dan M. Arif Ikhsannudin
c
1970
3) Pentungan yang tidak tersedia
Pentungan digunakan untuk
memebela diri ketika ada pencuri,
penjahat, dan orang yang berniat
buruk untuk membela diri.
Pentungan yang tidak tersedia di
atas kapal karena terjatuh ke laut
saat diletakkan di reling kapal dan
ada ombak saat berlayar.
b. Closed Circuit Television (CCTV)
yang mengalami trouble
Closed circuit television (CCTV)
yang mengalami trouble akibat dari
pemasangan yang tidak sempurna dan
tidak maksimal oleh pihak kontraktor,
menyebabkan kontrol CCTV yang
tidak berfungsi, gambar yang
berkedip-kedip dan tidak muncul
gambar di layar monitor adalah
kendala-kendala yang ada di
perangkat CCTV. CCTV yang trouble
menyebabkan pengawasan ke seluruh
bagian yang dipasang kamera CCTV
tidak maksimal.
2. Penerapan ISPS Code yang tidak
maksimal
a. Pelaksanaan dinas jaga yang tidak
sesuai ISPS Code
Pelaksanaan dinas jaga yang tidak
sesuai ISPS Code karena personil dinas
jaga tidak melakukan prosedur ISPS
Code dengan benar, personil dinas jaga
tidak melakukan pemeriksaaan
menyeluruh terhadap loading master,
surveyor dan para buruh yang
memasang loading up yang datang ke
kapal, pengecekan barang bawaan,
pencocokan identitas diri, KTP ataupun passport dan diganti dengan visitor
card yang disesuaikan dengan
keperluan dari setiap tamu yang naik ke
atas kapal.
b. Personil dinas jaga yang kurang
Pada tingkat siaga 2 atau daerah
rawan jumlah personil dinas jaga
masih kurang dan dalam proses
pelaksanaan dinas jaga pada saat
melaksanakan security patrol para
personil dinas masih melaksanakan
security patrol seperti di daerah aman
durasi waktu tidak ditingkatkan sesuai
status security level yang diterapkan
di daerah rawan.
C. Pembahasan Masalah
Berdasarkan Tabel Analisis USG
masalah utama atau prioritas masalah
yaitu: Pertama peralatan penunjang
keamanan yang kurang dan ke 2 (dua)
penerapan ISPS Code yang tidak
maksimal. Dari ke 2 (dua) masalah
prioritas tersebut yang menjadi penyebab
kurang efektifnya pelaksanaan dinas jaga
di daerah rawan di kapal MT. Sei Pakning
pada saat kapal berada di pelabuhan
Tanjung Perak Surabaya.
Bagaimana pelaksanaan dinas jaga di
daerah rawan oleh crew MT. Sei Pakning?
1. Peralatan penunjang keamanan yang
kurang
Penyelesaian masalah dari peralatan
penunjang keamanan yang kurang
adalah pertama penyediaan peralatan
penunjang keamanan. Kedua
pengawasan, pemberian sangsi kepada
yang melanggar dan melaporkan ke
kantor agar CCTV diperbaiki oleh
kontraktor.
a. Penyediyaan peralatan penunjang
keamanan
1) Handy talky (HT)
Pengunaan handy talky sangat
penting dan mendukung dalam
pelaksanaan dinas jaga untuk berkomunikasi kepada para personil
jaga. Handy talky adalah alat
berkomunikasi dengan
menggunakan sinyal frekuensi
tertentu sebagai pemancarnya untuk
menghubungkan handy talky (HT)
yang satu dengan handy talky (HT)
yang lain. Handy talky (HT)
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1971
biasanya digunakan oleh kepolisian
ataupun security dengan
mengunakan bahasa isyarat dalam
berbicara.
Masalah handy talky (HT) yang
terjadi di atas kapal adalah
jumlahnya yang sedikit, dan tidak
mencukupi semua crew yang ada di
atas kapal. Tidak semua perpersonil
dinas jaga membawa handy talky
(HT) satu persatu hanya Mualim
jaga dan juru mudi jaga yang
membawa handy talky (HT) karena
jumlahnya yang terbatas. Handy
talky (HT) banyak yang mengamai
kerusakan di baterai yang sering
drop atau lowbed, dan antena handy
talky (HT) yang hilang dan patah.
Handy talky (HT) berperan penting
dalam berkomunikasi antar personil
dinas jaga. Komunikasi yang kurang
terhadap para personil dinas jaga
menyebabkan pelaksanaan dinas
jaga kurang maksimal. Seharusnya
personil dinas jaga membawa satu
orang satu agar dalam pelaksanaan
dinas jaga dalam pemantauan atau
menyampaikan informasi dapat
dilaporkan segera dan dapat
diketahui oleh para personil dinas
jaga, kemudian perwira dapat
mengambil tindakan yang harus
dilakukan, dan keselamatan para
personil dinas jaga dapat tidak
terancam.
Upaya yang harus dilakukan
untuk menyelesaikan permasalahan
handy talky (HT) adalah dengan
memperbaiki handy talky (HT) yang
rusak ke tempat servis handy talky
(HT), membuat permintaan barang
yang dikirim ke kantor dan dengan
membeli handy talky (HT) baru.
Mempersiapkan sparepart seperti
baterai cadangan antena, dan handy
talky (HT) baru di store. Apabila
ada handy talky (HT) dapat segera
diperbaiki dan apabila handy talky
(HT) ada yang mengalami
kerusakan dapat segera diganti
dengan handy talky (HT) baru,
sehingga pelaksanaan dinas jaga
tetap berjalan dengan optimal.
Gambar HT (handy talky)
2) Penerangan (Senter)
Penerangan sangat penting untuk
menunjang pengawasan pada malam
hari untuk memberi cahaya agar
dapat melihat pergerakan, orang,
benda atau prahu yang mendekati
kapal. Penerangan geladak berfungsi
sebagai pengawasan dan membantu
dalam penglihatan dalam malam
hari, personil dinas jaga juga
dilengkapi dengan senter yang
berfungsi untuk menyorot sekeliling
kapal dan untuk memberi
penerangan di deck agar personil
jaga tidak terjatuh karena
tersandung gading-gading kapal.
Senter yang digunakan harus aman
dalam situasi dan kondisi sesuai
dengan muatan yang dibawa agar
tidak menimbulkan panas yang
dapat meyebabkan bunga api yang
memicu kebakaran pada kapal
tanker.
Masalah yang terjadi di atas
kapal sehubungan dengan senter
adalah jumlah senter yang sedikit
yang sesuai persyaratan yang
diperbolehkan digunakan di kapal
tanker, senter yang mengalami
kerusakan pada bolam lampu yang
mati, dan per tempat baterai yang
berkarat.
Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan
Pada Kapal MT. Sei Pakning
Dwi Antoroa, Sri Purwantini
b dan M. Arif Ikhsannudin
c
1972
Upaya yang dilakukan adalah
dengan memperbaiki senter yang
rusak, dengan mengganti bolam
lampu yang baru, mengganti per
tempat meletakkan baterai,
membuat permintaan barang ke
kantor dan membeli senter yang
baru yang sesuai ketentuan di kapal
tanker agar jumlahnya memadai
dalam proses pelaksanaan dinas
jaga. Menyimpan sparepart bolam
lampu, per, baterai dan senter baru
agar sewaktu-waktu senter rusak
dapat segera diperbaiki dan diganti
dengan senter yang baru.
3) Pentungan
Pentungan biasanya digunakan
oleh polisi, security dan hansip
untuk membela diri dari penjahat
yang hendak melawan. Keberadaan
pentungan di atas kapal sangat
penting untuk melindungi diri
penjahat. Bahan pembuat dari
pentungan yang keras dan tumpul
berfungsi untuk melumpuhkan
penjahat tidak untuk membunuh.
Pentungan yang tidak ada di atas
kapal sebagai alat pelindung diri
personil dinas jaga adalah hal yang
fatal dan membahayakan bagi
keselamatan personil dinas jaga
yang berada di deck yang bertatap
muka langsung dengan orang atau
penjahat di lapangan.
Hal yang harus dilakukan adalah
dengan membuat permintaan barang
ke kantor atau dengan membeli
pentungan tersebut ditempat peralatan satpam/kepolisian.
Disesuaikan jumlah personil jaga
dan menyediakan spare di store agar
ada cadangan apabila sewaktu-
waktu hilang atau rusak.
b. Perbaikan dan penyediaan CCTV
oleh kontraktor
Closed Circuit Television
(CCTV) adalah merupakan sebuah
sistem komputer menggunakan
video kamera untuk menampilkan
dan merekam gambar pada waktu
dan tempat dimana perangkat
tersebut terpasang. CCTV adalah
singkatan dari kata Closed Circuit
Television, yang artinya
menggunakan sinyal yang bersifat
tertutup atau rahasia, tidak seperti
televisi biasa pada umumnya yang
merupakan broadcast signal. Closed
Circuit Television (CCTV)
digunakan untuk pelengkap sistem
keamanan yang dapat membantu
kontrol keamanan dan juga dapat
dipasang di berbagai lokasi seperti
di anjungan, kamar mesin, haluan,
buritan lambung kiri dan kanan
kapal. Rekaman CCTV dapat
diulang kembali dapat dijadikan
barang bukti apa bila kapal
mengalami suatu kejadian atau
tindakan kriminal yang mengancam
keamanan di atas kapal.
CCTV yang ada di atas kapal
sering mengalami kerusakan. seperti
motor kamera yang berputar-putar
tidak terkontrol, CCTV yang mati,
monitor yang gambarnya kabur dan
kontrol CCTV yang tidak berfungsi
dengan baik menyebabkan fungsi
CCTV sebagai peralatan keamanan
kurang maksimal.
Hal yang harus dilakukan terkait
masalah CCTV adalah dengan
membuat laporan yang dikirim ke
kantor selanjutnya kantor memanggil kontraktor yang
memasang untuk mengecek dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi
terkait dengan CCTV, perwira
mengecek ulang perbaikan yang
dilakukan oleh kontraktor agar
CCTV dapat digunakan. CCTV
masih dalam garansi jadi pihak
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1973
kapal tidak perlu mengeluarkan
biaya untuk perbaikan.
2. Penerapan ISPS Code yang tidak
maksimal
Penyelesaian masalah dari
penerapan ISPS Code adalah pertama
pengawasan, pembuatan checklist dan
dilaksanakan training atau pengarahan
kepada crew. Kedua penambahan
personil yang melakukan dinas jaga.
a. Pengawasan, pembuatan checklist
dan dilaksanakan training atau
pengarahan kepada crew
Untuk meningkatkan keamanan
maka kapal harus menerapkan ISPS
Code dimanapun kapal berada di
setiap pelabuham. Dalam
melaksanakan ISPS Code maka
harus ada managemen keamanan
(Security Management) kapal yang
baik. Manajemen artinya mengurus,
mengelola, mengendalikan,
mengusahakan, memimpin agar
dapat teroganisasi dan lebih evektif
dalam menjaga dan mengamankan
kapal. Pemilik atau operator kapal
yang mengoperasikan kapal untuk
ukuran tertentu sebagaimana
dimaksud Pasal 170 ayat 1 undang-
undang tersebut butir 1 di atas harus
memenuhi persyaratan manajemen
keamanan kapal. Kapal yang telah
memenuhi persyaratan manajemen
keamanan kapal sebagaimana
dimaksud ayat 1 diberi sertifikat.
Sertifikat Manajemen Keamanan
Kapal sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 berupa Sertifikat Keamanan
Kapal Internasonal (International
Ship Security Certificate/ISSC).
Perusahaan Pelayaran sebagaimana
dimaksud ayat 2 di atas adalah
sebagai organisasi yang telah
memikul tanggung jawab atas
pengoperasian kapal dan telah
menyetujui untuk melaksanakan
semua kewajiban dan tanggung
jawab yang diwajibkan sebagaimana
yang ditentukan Bab XI-2 Bagian A
ISPS Code 2002.
Perwira keamanan kapal ship
security officer (SSO) adalah
personil di atas kapal, yang
bertanggung jawab kepada nakhoda,
yang ditunjuk oleh Perusahaan
sebagai penanggung jawab terhadap
keamanan kapal, termasuk
implementasi dan pemeliharaan dari
rancangan keamanan kapal dan
untuk berkoordinasi dengan petugas
keamanan perusahaan dan petugas
keamanan fasilitas pelabuhan.
1) Pada keamanan tingkat siaga I,
aktivitas yang harus dilaksanakan
dengan melalui cara-cara yang
tepat, pada semua kapal dengan
berpedoman pada petunjuk
pelaksanaan yang terdapat pada
bab XI-2 dan bagian A serta
bagian B ISPS Code, dalam
rangka mengidentifikasi dan
mengambil tindakan pencegahan
terhadap insiden keamanan.
2) Pada tingkat siaga 2 tindakan
pencegahan tambahan, yang
ditetapkan dalam pedoman
khusus ini harus diterapkan untuk
masing-masing kegiatan secara
terinci sebagaimana yang
dimaksud huruf B tersebut di atas
dengan memperhatikan petunjuk
pelaksanaan yang terdapat pada
bagian B ISPS Code.
3) Pada tingkat siaga 3 tindakan
pencegahan khusus lebih lanjut,
yang ditetapkan dalam rancangan
masing-masing kegiatan secara
terperinci sebagaimana yang
dimaksud huruf b tersebut di atas.
Yang terjadi di kapal MT. Sei
Pakning pada saat pelaksanaan dinas
jaga di pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya para personil dinas jaga
tidak melakukan prosedur ISPS
Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan
Pada Kapal MT. Sei Pakning
Dwi Antoroa, Sri Purwantini
b dan M. Arif Ikhsannudin
c
1974
Code dengan benar, personil dinas
jaga tidak melakukan pemeriksaaan
menyeluruh terhadap loading
master, surveyor dan para buruh
yang memasang loading up yang
datang ke kapal, pengecekan barang
bawaan, memastikan barang bawaan
yang naik ke atas kapal tidak ada
barang yang berbahaya, pencocokan
identitas diri, KTP ataupun passport
dengan orang yang naik di atas
kapal dan identitas ditinggal dan
diganti dengan visitor card yang
disesuaikan dengan keperluan dari
setiap tamu yang naik di atas kapal.
pengecekan dengan metal detektor
disertai perabaan memastikan dalam
tubuh tidak ada benda, berbahaya
dan barang terlarang naik ke atas
kapal. Barang berbahaya dan
terlarang tidak boleh naik ke atas
kapal barang tersebut diamankan
oleh pihak kapal agar hal-hal yang
tidak diinginkan tidak terjadi di atas
kapal.
Hal-hal yang harus dilakukan
berkaitan dengan masalah kurang
efektifnya penerapan ISPS Code
adalah dengan melaksanakan
pengawasan oleh perwira kapal,
memberikan pengarahan rutin atau
training kepada crew kapal agar
pengetahuan tentang ISPS Code
lebih meningkat, membuat checklist
terhadap semua kegiatan di atas
kapal, menempel poster-poster
tentang ISPS Code.
b. Penambahan personil yang melakukan dinas jaga
Penambahan personil dinas jaga
di daerah rawan adalah hal yang
sangat penting dalam pelaksanaan
dinas jaga, jumlah personil dinas
jaga di daerah rawan harus ditambah
mengingat daerah yang yang
mempunyai security level yang
meningkat dibanding daerah aman
atau normal, harus diadakan
pengawasan lebih maksimal karena
ancaman yang meningkat, agar tidak
ada kejadian atau hal yang
dikhawatirkan terjadi di atas kapal.
Hal-hal yang harus dilakukan
berkaitan dengan masalah kurang
efektifnya penerapan ISPS Code adalah
dengan menambah personil dinas jaga
untuk membantu dalam pelaksanaan
dinas jaga, pengawasan dan
meningkatkan keamanan di kapal.
Bagaimana upaya yang harus
dilakukan untuk meningkatkan
keamanan di daerah rawan?
1. Penjadwalan terhadap perawatan alat
penunjang keamanan.
Jadwal perawatan yang rutin
harus dilaksanakan agar alat-alat
tersebut terpelihara dengan baik. Hal
ini tentunya sangat dibutuhkan
perencanaan yang baik dalam
melaksanakan kegiatan tersebut.
Perawatan secara berkesinambungan
ini tentu sangat diperlukan untuk
menghindari kemerosotan fungsi
alat yang disebabkan karena usia
atau faktor yang lainnya. Maka dari
itu menurut Planed Maintenance
System (Sistem Perawatan
Terencana) perlu adanya
pelaksanakan perawatan pada
waktu-waktu yang dijadwalkan :
a. Perawatan HT (handy talky)
b. Perawatan Penerangan (senter)
c. Perawatan berkala Perlengkapan
CCTV
2. Meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran tentang keamanan
Tugas nakhoda dan mualim tidak
hanya mengacu pada pekerjaan
operasional kapal. Tetapi mereka
juga dituntut untuk memberi contoh,
sebagai panutan dan mengarahkan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1975
tentang pelaksanaan dinas jaga yang
baik dan benar. Dari segi pendidikan
nakhoda dan Mualim tentu
mempunyai pengetahuan lebih
tentang dinas jaga, oleh karena itu,
mereka wajib memberi arahan dan
pengertian yang jelas tentang
pentingnya pelaksanaan dinas jaga
yang baik dan benar agar tercipta
keamanan dan keselamatan jiwa,
kapal dan muatan. Menanamkan
tentang pentingnya keamanan dan
keselamatan jiwa kapal dan muatan
bukanlah hal yang mudah. Dengan
memberi pengertian akan
pentingnya pelaksanaan dinas jaga
yang baik agar tercipta keamanan
dan keselamatan jiwa, kapal dan
muatan, crew kapal tentu akan
melaksanakan dinas jaga dengan
sebaik-baiknya.
Upaya meningkatkan kesadaran
crew kapal dalam melaksanakan
dinas jaga. Mualim I yang
bertanggung jawab terhadap
pembuatan jadwal dinas jaga dan
Mualim II selaku SSO yang
bertanggung jawab terhadap
keselamatan kapal harus bekerja
sama untuk menciptakan suasana
kapal yang aman.
3. Menerapkan ISPS Code di atas kapal
Untuk meningkatkan keamanan
maka kapal harus menerapkan ISPS
Code dimanapun kapal berada di
setiap pelabuhan. Dalam
melaksanakan ISPS Code maka
harus ada manajemen keamanan
(Security Management) kapal yang
baik. Manajemen artinya mengurus,
mengelola, mengendalikan,
mengusahakan, memimpin agar
dapat teroganisasi dan lebih efektif
dalam menjaga dan mengamankan
kapal. Pemilik atau operator kapal
yang mengoperasikan kapal untuk
ukuran tertentu sebagaimana
dimaksud Pasal 170 ayat (1)
undang-undang tersebut butir 1 di
atas harus memenuhi persyaratan
manajemen keamanan kapal. Kapal
yang telah memenuhi persyaratan
manajemen
4. Pengawasan langsung di lapangan
terhadap pelaksanaan dinas jaga oleh
perwira.
Dalam kegiatan pelaksanaan
dinas jaga harus ada kontrol dan
pengawasan agar dalam pelaksanaan
dinas jaga dapat dilakukan dengan
baik. Mualim I sebagai penanggung
jawab pelaksana dinas jaga dan
mualim II sebagai perwira
keamanan sebaiknya turun langsung
di lapangan dan memeriksa
pelaksanaan dinas jaga yang
dilakukan oleh regu jaga secara
langsung. Mualim berhak menegur
apabila dalam pelaksanaan dinas
jaga dilakukan dengan tidak serius
atau seenaknya sendiri oleh regu
jaga. Sehingga pelaksanaan dinas
jaga dapat dilaksanakan dengan baik
dan tercipta keamanan di atas kapal.
5. Komunikasi yang baik
Tingkatkan komunikasi serta
koordinasi antara kapal dan
pelabuhan. Pihak kapal dan
pelabuhan harus ada komunikasi
dan koordinasi yang baik tentang
prosedur keamanan yang harus
dijalankan untuk mencegak
ancaman keamanan. Selain itu pihak
kapal sendiri juga harus ada
komunikasi dan koordinasi yang
baik antara semua crew baik
perwira dan bawahan, antara
personil dinas jaga, departemen deck
dan mesin dan crew kapal MT. Sei
Pakning. Tingkatkan pula hubungan
yang harmonis antara perwira dan
bawahannya dengan cara sering
mengadakan acara pertemuan rutin
Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan
Pada Kapal MT. Sei Pakning
Dwi Antoroa, Sri Purwantini
b dan M. Arif Ikhsannudin
c
1976
di atas kapal mengangkat masalah-
masalah yang terjadi di kapal. Juga
dengan cara saling bertukar
informasi baik dari perwira ke
bawahan ataupun dari bawahan ke
perwiranya. Sehingga para bawahan
tidak merasakan adanya jurang
pemisah yang selama ini
menjadikan jarak diantara perwira
dan bawahannya. Selama ini para
bawahan akan cenderung mendekati
perwira atau orang-orang yang bisa
diajak bertukar pikiran dan
informasi dengan mereka.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian tentang “Analisis peningkatan
dinas jaga di daerah rawan guna
meningkatakan keamanan pada kapal MT.
Sei Pakning” adalah :
1. Pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan
tidak maksimal karena peralatan
penunjang keamanan yang kurang,
disebabkan karena tidak tersedianya
handy talky (HT), senter, pentungan di
atas kapal yang menjadi peralatan
penunjang keamanan dan CCTV di atas
kapal yang mengalami trouble disebabkan
karena pemasangan CCTV yang tidak
sempurna oleh kontraktor.
2. Penerapan ISPS Code di atas kapal ketika
berada di daerah rawan tidak berjalan
maksimal disebabkan karena pelaksanaan
dinas jaga yang tidak sesuai prosedur
ISPS Code dan jumlah personil dinas jaga
yang kurang dalam pelaksanaan dinas
jaga.
Dalam kesempatan ini penulis juga akan
memberikan saran-saran, diharapkan dalam
menjadi masukan dalam pelaksanaan dinas
jaga di daerah rawan dapat berjalan secara
maksimal adapun saran-saran tersebut
adalah:
1. Seharusnya perusahaan pelayaran PT.
Pertamina (Persero) menyediaan
peralatan penunjang keamanan seperti
handy talky (HT), senter, dan pentungan
kepada kapal milik karena peralatan
penunjang keamanan sangat penting
dalam menunjang pelaksanaan dinas jaga
dalam menciptakan keamanan di kapal.
2. Sebaiknya pihak kapal segera
melaporkan masalah CCTV yang trouble
kepada kantor PT. Pertamina (Persero)
agar perusahaan segera memangil
kontraktor agar segera dilakukan
perbaikan dan penyediaan CCTV oleh
kontraktor agar mempermudah dalam
pengawasan. CCTV sangat membantu
dalam pelaksanaan dinas jaga karena
fungsi CCTV yang sangat penting dapat
ditempatkan di lokasi-lokasi yang
diinginkan dan mudah dalam
pengawasannya.
3. Seharusnya Perwira melaksanakan
pengawasan terhadap crew, pembuatan
checklist dan dilaksanakan training atau
pengarahan kepada crew sehingga crew
dapat mengerti dan memahami tentang
prosedur ISPS Code yang benar sehingga
crew dapat melaksanakan tugas dan
tanggung jawab sesuwai prosedur ISPS
Code.
4. Sebaiknya crew kapal untuk ikut
membantu dalam pelaksanaan dinas jaga
sehingga jumlah personil dinas jaga yang
melaksanakan dinas jaga mencukupi
sehingga dalam pelaksanaan dinas jaga
lebih meningkat, pengawasan terhadap
bagian kapal dan lingkungan kapal lebih
baik. Penjagaan kapal lebih detail dan
kontrol terhadap bagian kapal lebih baik, sehingga akan memaksimal pelaksanaan
dinas jaga sehingga akan menciptakan
keamanan di atas kapal.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1977
DAFTAR PUSTAKA
Cipto. 2007. Hubungan Internasional di Asia
Tenggara. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Collins, Alan. 2007. Contemporary Security
Studies. UK: Oxford University Press
Supardi. 2008. Metodologi Penelitian
Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: UII
Press
Margono. 2008. Metodologi Penelitian
Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Tim Penyusun Kamus Pusat Indonesia. 2008.
Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:
Depdikbud Balai Pustaka
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Noor, Juliansyah. 2009. Metodologi
Penelitian : Skripsi, Tesis, Disertasi
dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana
Jogiyanto. 2010. Analisis dan Desain Sistem
Informasi, Edisi IV. Yogyakarta: Andi
Offset
IMO. 2010. STCW a Guide For Seafarers
Talking Into Account the 2010
Manila. London: CPI Group (United
Kingdom)
Subanrijo, Djoko. 2011. Tugas Jaga.
Semarang: Patriangga
IMO. 2012 .Guide to Maritimme Security
and The ISPS Code. London: CPI
Group (United Kingdom)
Wiratna. 2014. Dasar dan Teknik Reseach.
Bandung: Tarsito
IMO. 2016. Internasional Ship and Port
Facility Security Code. London: CPI
Group (United Kingdom)
Mengoptimalkan Perawatan Komponen-Komponen Pada Sistem Kelistrikan Guna Mencegah
Terjadinya Low Insulation Di Kapal SS. Surya Satsuma
Darul Prayogoa dan Krisman Gelesah
b
1978
MENGOPTIMALKAN PERAWATAN KOMPONEN-KOMPONEN PADA
SISTEM KELISTRIKAN GUNA MENCEGAH TERJADINYA LOW
INSULATION DI KAPAL SS. SURYA SATSUMA
Darul Prayogoa
dan Krisman Gelesahb
aDosen Program Studi Teknika PIP Semarang bTaruna Program Studi Teknika STIP Jakarta
ABSTRAK
Pentingnya kebutuhan listrik diatas kapal sering tidak disertai dengan perawatan yang
baik atau secara intensif. Hal ini dapat menyebabkan terjadi masalah pada sistem kelistrikan
yang ada di kapal. Biasanya masalah kelistrikan terjadi pada kapal - kapal yang sudah
cukup lama beroperasi (kapal-kapal tua). Salah satu masalah kelistrikan yang popular di
atas kapal adalah kebocoran arus listrik yang yang lebih sering kita kenal dengan istilah
“low insulation”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab dan pengaruh low insulation
dalam sistem kelistrikan diatas kapal dan mengetahui perawatan yang benar dalam sistem
kelistrikan kapal.
Sasaran dari pengkajian ini adalah sebagai sumbangan terhadap ilmu pengetahuan
terkait perawatan komponen-komponen pada sistem kelistrikan diatas kapal dan sebagai
acuan atau pedoman dalam melakukan perawatan terhadap komponen-komponen pada
sistem kelistrikan diatas kapal.
Kondisi sekitar (seperti suhu, kelembaban, dan cuaca) menyebabkan suatu komponen
listrik mengalami kerusakan akibat terbentuknya korosi. Umur dari suatu komponen-
komponen listrik dapat mempengaruhi terjadinya low insulation di atas kapal. batas waktu
tersebut menyebabkan komponen itu tidak dapat berfungsi secara maksimal bahkan
mengalami kerusakan. Faktor korosi dapat menyebabkan terjadinya low insulation dikapal
SS. Surya Satsuma. Bagian komponen listrik yang terbuat dari besi mengalami korosi dan
lama-kelamaan korosi tersebut mulai menyebar pada isolator di komponen listrik tersebut
dan mengakibatkan isolator sebagai penghambat listrik tidak berfungsi.
Kata kunci : perawatan, low insulation, korosi
I. PENDAHULUAN
Di dalam melakukan pelayaran dari satu
pelabuhan ke pelabuhan yang lain dengan
jarak yang cukup jauh, maka kapal harus
dapat beroperasi dengan baik. Agar kapal
dapat beroperasi dengan baik harus
didukung dengan permesinan yang baik. Di
atas kapal terdapat mesin penggerak
utama (Main Engine) serta permesinan
bantu (Auxiliary Engine), guna memenuhi
segala kebutuhan di atas kapal. Jika mesin
penggerak utama (Main Engine) berperan
sebagai penggerak kapal, maka permesinan
bantu (Auxiliary Engine) merupakan
permesinan bantu di atas kapal yang
berguna untuk memenuhi segala kebutuhan
untuk menunjang kinerja dari kapal
tersebut. Salah satu kebutuhan yang
diperlukan untuk menunjang kinerja kapal
adalah kebutuhan akan listrik. Namun
kebutuhan listrik ini juga harus ditunjang
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1979
dengan faktor-faktor seperti perencanaan
akan intalasi listrik di atas kapal atau
sistem distribusi daya listrik di atas kapal.
Selain harus ditunjang dengan beberapa
faktor penting, kebutuhan akan listrik
juga harus diikuti dengan pengadaan
komponen listrik yang baik pula guna
memenuhi kelengkapan komponen-
kompanen untuk system distribusi dan
sesuai persyaratan pada peraturan
rekayasa kemaritiman. Lebih khusus lagi
yaitu merencanakan instalasi penerangan,
sistem komunikasi, navigasi, monitoring,
dan sistem pendukung lainnya pada
geladak anjungan (navigation deck).
Kebutuhan listrik di atas kapal dapat
dipenuhi dengan suplai listrik dari
generator.
Pentingnya kebutuhan listrik di atas
kapal sering tidak disertai dengan
perawatan yang baik atau secara intensif.
Hal ini dapat menyebabkan terjadi
masalah pada sistem kelistrikan yang ada
di kapal. Biasanya masalah kelistrikan
terjadi pada kapal-kapal yang sudah
cukup lama beroperasi (kapal-kapal tua).
Salah satu masalah kelistrikan yang
popular di atas kapal adalah kebocoran
arus listrik yang yang lebih sering kita
kenal dengan istilah “low insulation”.
II. METODE PENELITIAN
Metode analisa data yang penulis
gunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif dimana data data yang
diperoleh disusun secara sistematis dan
teratur, kemudian penulis membuat analisa
kualitatif agar diperoleh kejelasan tentang
masalah yang dilakukan dalam penelitian
ini. Analisa data yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah analisa terhadap low
insultion. Dari penjelasan tersebut
diharapkan mampu menggambarkan secara
keseluruhan pokok bahasan serta
pemecahan masalah penelitian ini.
III. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN 1. Kondisi lingkungan sekitar dapat
mempengaruhi terjadinya low
insulation di atas kapal
Pada tanggal 01 Januari 2016 kapal
SS. Surya Satsuma berlayar dari
Bontang menuju ke Hiroshima-Japan.
Kondisi kapal berlayar dengan cuaca
baik. Pada saat saat itu Jepang sedang
dalam iklim dingin (musim salju).
Tiba-tiba pada pukul 14:00 alarm
low insulaton berbunyi. Oiler jaga dan
chief engineer melihat alarm low
insulation (resistansi rendah) dari sistem
kelistrikan kapal. Masinis 3 pergi
melihat CRT (Computer Remote
Temperature) dan di sana terdapat
keterangan alarm low insulation 100V
MSB. Setelah itu Masinis 3
beserta kadet melakukan pengecekan
sistem kelistrikan di kapal khususnya
pada sistem kelistrikan 100V.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mematikan sakelar listrik yang
menggunakan arus 100V secara
bergantian sambil memantau nilai
insulation pada panel. Melalui
pemeriksaan itu, Masinis 3 mendapati
low insulation terjadi pada sistem
lampu navigasi kapal.
Ternyata kami menemukan banyak
kadar air yang terdapat di dalam rumah
lampu (casing). Kemudian kami
melakukan pengecekan ternyata
komponen yang berfungsi sebagai kedap
airnya sudah rusak.
2. Umur dari suatu komponen-komponen
listrik dapat mempengaruhi terjadinya
low insulation di atas kapal
Pada tanggal 14 Januari 2016 kapal
SS. Surya Satsuma dalam perjalanan
menuju ke Jepang. Sekitar pukul 05:00
alarm low insulation aktif. Pada saat itu
seda terjadi peralihan musim dari musim
Mengoptimalkan Perawatan Komponen-Komponen Pada Sistem Kelistrikan Guna Mencegah
Terjadinya Low Insulation Di Kapal SS. Surya Satsuma
Darul Prayogoa dan Krisman Gelesah
b
1980
salju ke musim semi di Jepang. Masinis
3 pergi ke ECR untuk melihat di mana
terjadi low insulation. Pada CRT ada
keterangan yang menyatakan alarm low
insulation terjadi pada sistem lampu
navigasi kapal. Masinis 3 Mematikan
alarm low insulation tetapi tidak meriset
alarm tersebut. Hal tersebut dilakukan
Masinis 3 karena apabila alarm tersebut
diriset tanpa diperbaiki terlebihi dahulu,
maka alarm akan terus aktif.
Pukul 09:00 Masinis 3 melakukan
pengecekan terhadap lampu-lampu
navigasi untuk menemukan titik masalah
dari low insulation tersebut. Setelah
melakukan pemeriksaan selama 10
menit, maka ditemukan lampu navigasi
sebelah kananlah yang menyebabkan
alarm low insulation aktif.
3. Korosi dapat menyebabkan terjadinya
low insulation di atas kapal
Korosi merupakan suatu proses
yang menyebabkan terjadinya karat
pada suatu logam. Pada tanggal 15
Februari 2016, saat itu SS. Surya
Satsuma sedang berada di pelabuhan
Hatsukaichi, Jepang. Tiba-tiba terdengar
alarm dari kamar mesin. Pada saat itu
masinis yang sedang jaga adalah Masinis
2 dan dia mendapati alarm tersebut
adalah alarm low insulation pada 100V.
Masinis 2 mematikan alarm tersebut
lalu melaporkannya kepada Masinis 3
Hal tersebut dikarenakan bagian
kelistrikan adalah tanggung jawab dari
Masinis 3. Namun karena masih di
pelabuhan, maka masalah tersebut tidak
dapat langsung dikerjakan. Maka Masinis 3 hanya membuat jadwal
pemeriksaan untuk masalah tersebut
ketika kapal sudah meninggalkan
pelabuhan. Pada saat kami melakukan
pemeriksaan kami mendapati low
insulation terjadi pada lampu
penerangan pada bagian kanan kapal.
low insulation terjadi akibat adanya
bagian kabel pada junction box untuk
lampu tersebut yang mangalami korosi.
Low insulation ini baru diketahui karena
lampu tersebut jarang dioperasikan, dan
pengoperasiannya hanya dilakukan pada
saat kapal sandar kanan ketika berada di
pelabuhan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Kondisi sekitar (seperti suhu,
kelembaban, dan cuaca)
menyebabkan suatu komponen
listrik mengalami kerusakan akibat
terbentuknya korosi. Cara
penanganannya adalah dengan
melakukan pemeriksaan nilai
resistansi secara berkala dan
melakukan perawatan secara teratur.
2. Umur dari suatu komponen-
komponen listrik dapat
mempengaruhi terjadinya low
insulation di atas kapal. Faktor ini
dimana suatu komponen listrik
telah memiliki batas waktu
pemakaian tertentu dan jika sudah
melewati batas waktu tersebut
menyebabkan komponen itu tidak
dapat berfungsi secara maksimal
bahkan mengalami kerusakan. Cara
penanganannya adalah dengan cara
mengganti komponen tersebut
dengan yang baru.
3. Faktor korosi dapat menyebabkan
terjadinya low insulation di kapal
SS. Surya Satsuma. Bagian
komponen listrik yang terbuat dari
besi mengalami korosi dan lama-kelamaan korosi tersebut mulai
menyebar pada isolator di
komponen listrik tersebut dan
mengakibatkan isolator sebagai
penghambat listrik tidak berfungsi,
oleh sebab itu cara penanganannya
adalah dengan cara melakukan
perawatan secara teratur dan jika
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1981
korosi tersebut sudah parah, maka
segera ganti dengan suku cadang
yang baru.
B. SARAN 1. Meningkatkan perawatan secara
berencana (Planing Maintenance
Schedule) dan berkala di atas
kapal, serta melakukan pemeriksaan
secara berkala pada sistem
kelistrikan yang berada di luar
kapal atau yang berhubungan
langsung dengan kondisi
lingkungan.
2. Perlu adanya penyediaan suku
cadang yang cukup oleh pihak
perusahaan pelayaran, sehingga
dapat mengganti semua komponen-
komponen listrik yang sudah tidak
layak pakai lagi.
3. Ditujukan pada pihak perusahaan
perlu dilakukan pemeriksaan
resistansi terjadwal paling sedikit
tiga bulan sekali pada sistem
kelistrikan mencakup tegangan
440V pada semua motor-motor
listrik yang ada di kapal dan pada
tegangan 100V pada sistem
penerangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Endratmo. 1999. Sistem Kelistrikan Kapal.
Jakarta: Erlangga
Handoyo, Jusak Johan. 2014. Teknik
Kelistrikan Kapal. Jakarta: Djangkar
Salim, Agus. 2003. Pengetahuan Praktis
Kelistrikan Kapal. Jakarta: PT. Asuka
Bahari Nusantara
Harten, Setiawan. 1983. Instalasi Listrik
Arus Kuat. Jakarta: CV. Trimitra
Mandiri
Arya. 2015. Pengertian dan Definisi Listrik.
Bandung: Mandar Maju
Kumala. 2015. Kerusakan pada Motor
Listrik. Jakarta: CV. Karya Jaya
Abadi.
Analisa Penurunan Kualitas Air Pada Pengoperasian Ketel Uap Di MV. NYK Vega
Dwi Maryuana Restua, Abdi Seno
b dan Andy Wahyu Hermanto
c
1982
ANALISA PENURUNAN KUALITAS AIR PADA PENGOPERASIAN
KETEL UAP DI MV. NYK VEGA
Dwi Maryuana Restua, Abdi Seno
b dan Andy Wahyu Hermanto
c
aTaruna Prodi Teknika PIP Semarang
b dan cDosen Program Studi Teknika PIP Semarang
ABSTRACT
Steam boiler is a closed vessel that can produce hot steam with the pressure of more than
one atmosphere by heating the water within it. Water in the process greatly affect the
condition of the kettle, so the quality must always be maintained.
The research method used in this research is descriptive qualitative method. The data
analysis technique used SWOT method to analyze the factors causing the decreasing of water
quality of boiler and the effort made to overcome these factors by identifying the strengths,
weaknesses, opportunities, and threats.
Based on the result of the research, it can be concluded that water boiler degradation is
caused by: 1) Distilled water not yet widely available on board is caused by leakage of
evaporator pipe on FWG and mechanical seal damage at distillation pump. 2) Freshwater
conditions from land are not eligible for boiler water. To overcome these factors, it is
necessary to check to determine which pipe is leaking, patching the leaking pipe using a
copper plug, opening and closing the inlet valve and evaporator outlet slowly to avoid
thermal shock, mechanical seal replacement of the distillation pump, and testing the boiler
water , addition of chemical dosing and water boiler blowdown.
Keywords: boiler, water quality, SWOT
I. PENDAHULUAN
Tersedianya uap panas merupakan hal
yang mutlak bagi kelancaran operasional
permesinan yang membutuhkan, misalnya
untuk pemanas bahan bakar F.O, pemanas
minyak lumas, pemanas akomodasi saat
musim dingin, pemanas air tawar, dan lain-
lain. Kegiatan pelayaran dapat terganggu
jika produksi uap panas mengalami
masalah, karena pengaruh peralatan dan kerja dari komponen ketel uap yang kurang
baik atau sebab yang lain yang
menyebabkan ketel uap mengalami
gangguan.
Untuk dapat memproduksi uap
diperlukan media yang dipanaskan yaitu
air tawar. Air yang digunakan pada proses
pembentukan uap sangat berpengaruh
terhadap kondisi ketel. Dengan demikian,
kualitas air harus diperhatikan dan dijaga
agar selalu dalam kondisi baik, sehingga
ketel akan selalu dalam kondisi baik pula.
Dalam kenyataannya, ketel uap sering
kali mengalami gangguan-gangguan,
seperti saat dilakukan pengujian air ketel
didapat hasil bahwa kadar alkalinitas, pH
yang terkandung di dalam air berada di
bawah batas normal. Apabila hal ini tidak
segera diatasi, maka akan mempengaruhi kondisi ketel uap, seperti timbulnya kerak
pada pipa-pipa di dalam drum uap sehingga
dapat memperlambat waktu pembentukan
uap, serta perusahaan akan mengeluarkan
biaya tambahan untuk penambahan
Chemical Dosing.
Dilatarbelakangi oleh perbedaan antara
pernyataan secara teori yang berbeda
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1983
dengan kenyataan yang terjadi, maka
penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisa
Penurunan Kualitas Air pada
Pengoperasian Ketel Uap di MV. NYK
Vega”.
II. METODOLOGI
Metode yang digunakan pada pelitian ini
yaitu menggunakan metode deskriptif
kualitatif, adapun tujuannya untuk
mengungkapkan kejadian atau fakta,
keadaan yang terjadi saat penelitian
berlangsung dengan menyajikan apa yang
sebenarnya terjadi. Untuk mendapatkan
sumber data dalam penelitian ini dilakukan
dengan observasi, wawancara dan studi
pustaka.
Teknik analisis data yang akan dipakai
oleh peneliti yaitu dengan menggunakan
analisis SWOT. Menurut Fatimah
(2016:27), Analisis SWOT adalah suatu
bentuk analisis situasi dengan
mengidentifikasi berbagai faktor-faktor
secara sistematis terhadap kekuatan-
kekuatan (strenghts), kelemahan-
kelemahan (weaknesses), peluang-peluang
(opportunities), serta ancaman-ancaman
(threats) dari lingkungan untuk
merumuskan strategi yang akan diambil.
Strategi tersebut antaralain:
1. Strategi optimalkan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang (Strategi
Ekspansi/pertumbuhan),
2. Strategi menggunakan kekuatan untuk
mencegah dan mengatasi ancaman
(Strategi Diversifikasi),
3. Strategi mengurangi kelemahan dengan
memanfaatkan peluang (Strategi
Aliansi/stabilitas),
4. Strategi mengurangi kelemahan untuk
mengatasi ancaman (Strategi Defensive).
Pada pengolahan data menggunakan
metode SWOT dilakukan dengan
memberikan penilaian-penilaian faktor
menggunakan tabel-tabel untuk
menentukan Faktor Kunci Keberhasilan
(FKK) seperti yang dituliskan pada modul
LAN (2018), yaitu: Bobot Faktor (BF),
Nilai Dukungan faktor (ND), Nilai Relatif
Keterkaitan faktor (NRK), Total Bobot
Nilai (TNB), serta Peta Kuadran Strategi.
III. HASIL DAN DISKUSI
1. Faktor-faktor apakah yang
menyebabkan menurunnya kualitas
air ketel?
a. Air destilasi yang belum banyak
Air destilasi adalah air yang
dihasilkan dari proses destilasi di
dalam Fresh Water Generator
(FWG). Air ini adalah salah satu air
yang baik untuk digunakan sebagai
air ketel. Namun dari hasil observasi
yang peneliti lakukan, saat kapal
berada di dock-yard tanggal 4
Agustus 2016 sampai dengan 19
Agustus 2016 dilakukan perawatan
terhadap permesinan-permesinan
kapal termasuk pada FWG. Setelah
kapal keluar dari dock-yard, FWG
baru diperiksa dengan melakukan uji
pengoperasian pada tanggal 27
Agustus 2016 saat kapal dalam
perlayaran dari Xiamen (China) ke
Kobe (Jepang) karena kondisi air laut
di daerah sebelumnya (daerah China)
kotor dan tidak memungkin untuk
mengoperasikan FWG. Ternyata
setelah diuji pengoperasian tersebut
terjadi beberapa gangguan pada
FWG, sehingga harus dimatikan
terlebih dahulu dan belum bisa
digunakan untuk memproduksi air
tawar. Dari hasil observasi dan
wawancara yang dilakukan peneliti
dengan KKM, penyebab dari
gangguan pada FWG tersebut adalah
karena bocornya pipa pada
evaporator dan rusaknya mechanical
seal pada pompa destilasi:
1) Bocornya pipa pada evaporator
FWG
Analisa Penurunan Kualitas Air Pada Pengoperasian Ketel Uap Di MV. NYK Vega
Dwi Maryuana Restua, Abdi Seno
b dan Andy Wahyu Hermanto
c
1984
Bocornya pipa pada evaporator
menyebabkan keluarnya air
evaporator (air dari pendingin
jaket mesin induk) ke dalam
evaporator dan akibatnya proses
penguapan air laut menjadi
terganggu. Kebocoran pipa
evaporator di MV. NYK Vega
diketahui pada tanggal 27 Agustus
2016 dan baru dapat diatasi pada
tanggal 29 Agustsus 2016.
2) Rusaknya mechanical seal pada
pompa destilasi
Pompa destilasi adalah pompa
berjenis sentrifugal yang
digunakan untuk menghisap air
hasil proses destilasi yang
terkumpul pada bagian kondensor
FWG yang kemudian dipompa ke
tangki air tawar atau tangki air
minum. Rusaknya mechanical seal
pada pompa menyebabkan air
yang telah diproduksi pada
kondensor tidak dapat dialirkan ke
tangki air tawar. Kerusakan ini
terjadi pada tanggal 2 September
2016. Sehingga suplai air destilasi
di kapal tidak banyak tersedia.
Gambar Kebocoran pada Pipa Evaporator
FWG
Gambar Pompa Destilasi
Akibat dari gangguan pada
FWG tersebut adalah air destilasi
tidak banyak diproduksi di kapal.
Hal ini diperkirakan sebagai
penyebab air yang baik digunakan
sebagai air pengisian ketel tidak
tersedia, dan air di dalam tangki
air tawar masih air yang disuplai
dari darat. Seperti yang
disampaikan oleh KKM dan
Masinis 3 bahwa kurangnya air
destilasi yang disebabkan oleh
rusaknya FWG setelah dry-dock
diperkirakan menyebabkan air
yang baik untuk pengisian ketel
uap tidak tersedia di kapal. Peneliti
juga mendapatkan data dari studi
pustaka dengan melihat
NALFLEET Log sheet NYK Vega
tahun 2012 setelah kapal
melaksanakan dry-dock yang
menunjukkan adanya penurunan
kualitas air ketel.
b. Kondisi air tawar dari darat tidak
memenuhi syarat untuk air ketel
Air yang baik digunakan sebagai
air pengisian ketel adalah air yang
berasal dari proses destilasi yaitu air
dari hasil produksi Fresh Water
Generator dan air dari proses
kondensasi yaitu air yang terbentuk
dari uap bekas yang didinginkan di
dalam kondensor dan menjadi air
kondensat. Namun dari hasil
observasi yang peneliti lakukan di
MV. NYK Vega pada saat setelah
dry-dock, air disuplai dari darat yang
kondisinya kurang sesuai jika
digunakan sebagai air pengisian dan
air ketel. Hal tersebut juga disebutkan
oleh Masinis 3 dalam wawancara
yang dilakukan peneliti, bahwa hasil
pengujian air yang berada di bawah
batas normal merupakan akibat dari
penggunaan air dari darat yang
sebenarnya tidak memenuhi syarat.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1985
Dari hasil studi pustaka yang
peneliti kutip dari
http://lokerpelaut.com/perawatan-air-
ketel-uap-atauboiler.html yang
dipublikasikan tanggal 16 Agustus
2017, menyatakan bahwa air tawar
yang didapatkan dari berbagai
pelabuhan dengan tanpa kandungan
yang jelas seperti banyak
mengandung chloride, asam atau
yang akan sangat berpengaruh pada
perawatan air ketel.
c. Penginjeksian chemical dosing yang
kurang baik
Pemberian chemical dosing
dilakukan sesuai dengan hasil uji air
ketel, dan mengacu pada instruksi
dari program perawatan air ketel yang
disusun oleh perusahaan. Namun dari
hasil observasi yang peneliti lakukan,
terkadang penginjeksian chemical
dosing tersebut mengalami gangguan,
dan mengakibatkan berkurangnya
jumlah chemical yang terinjeksi ke
dalam air pengisian.
d. Air pengisian kotor
Air yang digunakan sebagai media
pembentukan uap di dalam ketel tidak
sepenuhnya bebas dari kotoran, baik
yang bersifat padat maupun yang
larut dalam air. Dari hasil observasi
yang peneliti lakukan melalui
pengujian air ketel, didapatkan bahwa
kondisi air pengisian dalam kondisi
kotor.
e. Air kondensat yang belum banyak
tersedia di kapal
Air kondensat yaitu air yang
terbentuk dari uap yang sudah
digunakan sebagai media evaporator
dan berubah wujud dari uap menjadi
air karena terjadi perpindahan panas,
kemudian dinginkan di dalam
kondensor dan menjadi air kondensat.
Namun dari hasil observasi peneliti,
air kondensat belum banyak tersedia
di kapal karena mengingat kapal baru
selesai melaksanakan dry-dock.
f. Tidak dilakukan pengujian air
sebelum air dari darat disuplai ke
kapal
Dari hasil observasi yang peneliti
lakukan, pada saat setelah dry-dock,
air tawar untuk kebutuhan di atas
kapal disuplai dari darat. Air tersebut
digunakan juga sebagai air pengisian
untuk ketel karena belum tersedianya
air hasil destilasi/kondensasi. Namun
pada saat sebelum bunker, belum
dilakukan pengujian untuk air
tersebut, sehingga belum diketahui
apakah air tersebut layak digunakan
sebagai air pengisian atau
membutuhkan perawatan lebih.
g. Lamanya kapal berlabuh
Dari hasil observasi yang peneliti
lakukan, tanggal 28 Agustus 2016
hingga tanggal 1 September 2016
kapal memasuki kawasan Jepang
melakukan bongkar muat di empat
terminal yaitu di Kobe, Nagoya,
Shimizu, dan Tokyo. Pada saat itu air
ketel sama sekali tidak dilakukan
blowdown. Sehingga tidak dapat
membuang kotoran-kotoran yang
terdapat dalam air ketel.
h. Pencegahan pencemaran di sekitar
pelabuhan
Air ketel yang telah mendapat
perawatan menggunakan chemical
dosing kemungkinan mempunyai
kandungan-kandungan yang dapat
menyebabkan pencemaran apabila
dibuang ke perairan pelabuhan.
Dengan demikian untuk menghindari
pencemaran air di sekitar pelabuhan
maka blowdown air ketel tidak
dilakukan pada saat kapal berlabuh,
dan hanya dilakukan pada saat kapal
berlayar di laut lepas. Dari hasil
observasi yang peneliti lakukan,
blowdown air ketel di MV. NYK
Vega tidak dilakukan pada saat kapal
berlabuh, dan hanya dilakukan pada
saat kapal berlayar di laut lepas.
Analisa Penurunan Kualitas Air Pada Pengoperasian Ketel Uap Di MV. NYK Vega
Dwi Maryuana Restua, Abdi Seno
b dan Andy Wahyu Hermanto
c
1986
i. Air pengisian yang cukup
Air adalah kebutuhan utama dalam
proses pembentukan uap pada ketel
uap. Dari hasil observasi yang
peneliti lakukan selama peneliti
melaksanakan praktek laut,
ketersediaan air pengisian ketel di
MV. NYK Vega selalu tercukupi. Air
pengisian tersebut bersumber dari
proses kondensasi uap kembali yang
sebelumnya uap tersebut digunakan
sebagai media pemanas, selain itu
kebutuhan air pengisian juga
dicukupi dengan air dari tangki
penampungan air tawar, sedangkan
air di tangki penampungan air tawar
bersumber dari darat.
j. Terdapatnya SOP yang baku
Dari hasil observasi yang peneliti
lakukan, Standard Operational
Procedure (SOP) yang digunakan
untuk pengoperasian ketel uap di
MV. NYK Vega dipaparkan dalam
Working Instruction yang terdapat
dalam folder Electronic-Safety
Management System (E-SMS) di
komputer kapal. Standard
pengoperasian tersebut disusun oleh
chief engineer dengan mengacu pada
instruction manual book dan
disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Kemudian dicetak dan ditempelkan
didekat panel pengoperasian ketel
uap.
k. Pemberian Chemical Dosing yang
sesuai
Pemberian chemical dosing
dilakukan sesuai dengan hasil uji air
ketel, dan mengacu pada instruksi
dari program perawatan air ketel yang
disusun oleh perusahaan. Adapun
hasil observasi yang peneliti lakukan,
chemical yang digunakan untuk
perawatan air ketel di MV. NYK
Vega adalah produk dari UNITOR
yaitu BWT (Boiler Water Treatment)
Liquid Plus, Oxygen Control,
Condensate Treatment 9-150.
l. Pengujian air ketel teratur
Kualitas air ketel harus secara
teratur diuji agar dapat diketahui
apakah air tersebut layak digunakan
atau harus dilakukan perawatan yang
lebih. Begitu pula di MV. NYK
Vega, dari hasil observasi dan studi
pustaka yang peneliti lakukan,
pengujian air ketel dilakukan setiap 2
atau 3 hari sekali secara teratur sesuai
dengan jadwal perawatan berkala
ketel uap yang terdapat di instruksi
manual dan working instruction.
Adapun test kit yang digunakan untuk
pengujian air ketel di MV. NYK
Vega adalah menggunakan
NALFLEET Test Equipment.
m. Pasokan chemical dosing unit dari
perusahaan terpenuhi
Dari hasil observasi yang peneliti
lakukan, chemical dosing unit untuk
perawatan air ketel selalu
diperhatikan oleh perusahaan. Setiap
kali ada permintaan pemasokan
chemical dosing yang dikirim dari
kapal selalu mendapatkan respon
yang baik dari perusahaan, sehingga
chemical dosing untuk perawatan air
ketel tersebut tidak pernah
mengalami kekurangan pasokan. Hal
ini sangat berpengaruh dalam usaha
membuat kualitas air ketel selalu
dalam kondisi baik.
n. Pasokan test kit untuk air ketel dari
perusahaan terpenuhi
Dari hasil observasi yang peneliti
lakukan, test kit untuk pengujian air
ketel selalu diperhatikan oleh
perusahaan. Setiap dilakukan
permintaan pemasokan test kit yang
dikirim dari kapal selalu
mendapatkan respon yang baik dari
perusahaan, sehingga test kit untuk
pengujian air ketel tersebut tidak
pernah mengalami kekurangan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1987
pasokan. Serta setiap bulan dilakukan
inventaris untuk menghitung jumlah
test kit dan mengetahui tanggal
kadaluwarsa test kit tersebut.
o. Dilakukan pengujian air ketel oleh
teknisi dari perusahaan
Kualitas air ketel harus secara
teratur diuji agar dapat diketahui
apakah air tersebut layak digunakan
atau harus dilakukan perawatan yang
lebih. Dari hasil observasi yang
peneliti lakukan, selain pengujian air
ketel yang dilakukan oleh cadet
mesin atau Masinis 3 di kapal,
pengujian air ketel juga dilakukan
secara teratur setiap 2 bulan sekali
oleh teknisi dari darat yang dikirim
oleh perusahaan.
p. Terdapat standar perawatan air ketel
dari perusahaan
Dari hasil observasi yang peneliti
lakukan, selain standar pengoperasian
untuk ketel uap itu sendiri, di MV.
NYK Vega terdapat juga standar
perawatan air ketel yang disusun oleh
pihak perusahaan yang disesuaikan
dengan chemical dosing unit yang
digunakan di atas kapal.
2. Upaya apa yang dilakukan untuk
mengatasi faktor-faktor penyebab
menurunnya kualitas air ketel?
Dari faktor-faktor penyebab
terjadinya fuel gas trip di atas tersebut
dikelompokkan masing-masing
berdasarakan metode pengambilan
keputusan yaitu SWOT (Strength,
Weakness, Opportunities, Threats). Dari
faktor tersebut peneliti mengambil
penyelesaian terhadap faktor kelemahan
(weakness) dan ancaman (threats) yang
terjadi ketika peneliti praktek laut
sedangkan faktor kekuatan (strength)
dan peluang (opportunities) tidak ada
penyelesaiannya karena merupakan hal
yang positif dan perlu dipertahankan.
Adapun faktor-faktor kelemahan dan
ancaman tersebut adalah sebagai berikut:
a. Air destilasi yang belum banyak
tersedia di kapal
Dari hasil observasi dan
wawancara yang dilakukan peneliti
dengan KKM, penyebab dari
gangguan pada FWG tersebut adalah
karena bocornya pipa pada
evaporator dan rusaknya mechanical
seal pada pompa distillate. Adapun
upaya yang dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut sesuai
dengan hasil observasi dan
wawancara serta studi pustaka yang
peneliti lakukan adalah:
1) Bocornya pipa pada evaporator
FWG
Dilakukan pemeriksaan untuk
menentukan pipa mana yang
bocor, dilakukan penambalan pipa
yang bocor menggunakan plug
dari tembaga, serta membuka dan
menutup katup inlet dan outlet air
pemanas evaporator secara
perlahan untuk menghindari
thermal shock yang dapat
menyebabkan kebocoran pipa.
2) Rusaknya mechanical seal pada
pompa distillate, dilakukan
penggantian mechanical seal pada
pompa.
b. Kondisi air tawar dari darat tidak
memenuhi syarat untuk air ketel
Dari hasil observasi dan
wawancara serta studi pustaka yang
dilakukan peneliti, untuk mengatasi
masalah tersebut maka dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
Dilakukan pengujian air ketel di atas
kapal, dilakukan penambahan
chemical dosing, serta dilakukan
blowdown air ketel.
c. Penginjeksian chemical dosing yang
kurang baik
Dari hasil observasi yang
dilakukan peneliti, untuk mengatasi
masalah tersebut maka dilakukan
pembersihan pada filter pipa inlet
chemical dosing pump dan
Analisa Penurunan Kualitas Air Pada Pengoperasian Ketel Uap Di MV. NYK Vega
Dwi Maryuana Restua, Abdi Seno
b dan Andy Wahyu Hermanto
c
1988
Tabel 4.3. Faktor Internal dan Eksternal
Faktor Internal
No Kekuatan (S) No Kelemahan (W)
1. Air pengisian yang
cukup 1.
Penginjeksian chemical
dosing yang kurang baik
2. Terdapatnya SOP yang
baku 2. Air tawar pengisian kotor
3. Pemberian Chemical
Dosing Unit yang sesuai 3.
Air kondensat yang belum
banyak tersedia di kapal
4. Pengujian air ketel
teratur 4.
Air destilasi yang belum
banyak tersedia di kapal
Faktor Eksternal
No Peluang(O) No Ancama (T)
1.
Pasokan chemical
dosing unit dari
perusahaan terpenuhi
1.
Kondisi air tawar dari
darat tidak memenuhi
syarat untuk air ketel
2.
Pasokan test kit untuk
air ketel dari perusahaan
terpenuhi
2.
Tidak dilakukan pengujian
air sebelum air dari darat
di supply ke kapal
3.
Dilakukan pengujian air
ketel oleh teknisi dari
perusahaan
3. Lamanya kapal berlabuh
4.
Terdapat standard
perawatan air ketel dari
perusahaan
4. Pencegahan pencemaran
di sekitar pelabuhan
pembersihan lubang outlet yang
terpasang pada pipa air pengisian.
Kemudian menambah feed rate
pompa untuk mempercepat proses
penginjeksian chemical yang sempat
terhambat.
d. Air pengisian kotor
Dari hasil observasi dan
wawancara serta studi pustaka yang
dilakukan peneliti, untuk mengatasi
masalah tersebut maka dilakukan
dengan blowdown air dan
penambahan chemical.
e. Air kondensat yang belum banyak
tersedia di kapal
Dari hasil observasi dan
wawancara serta studi pustaka yang
dilakukan peneliti, untuk mengatasi
masalah tersebut maka dilakukan
dengan mengisi cascade tank dengan
menggunakan air dari tangki
penampungan air tawar, serta dapat
ditambahkan air dari hasil proses
destilasi dari FWG.
f. Tidak dilakukan pengujian air
sebelum air dari darat disuplai ke
kapal
Dari hasil observasi dan
wawancara serta studi pustaka yang
dilakukan peneliti, untuk mengatasi
masalah tersebut maka dilakukan
pengujian air sesaat setelah
digunakan untuk mengisi ketel,
sehingga dapat dijadikan pedoman
dalam rencana perawatan, seperti
penambahan chemical dosing dan
pelaksanaan blowdown.
A. Pembahasan Masalah
1. Faktor Kunci Keberhasilan
a. Faktor Internal dan Eksternal
Setelah didapatkan faktor-faktor
yang mendukung maupun yang
menyebabkan penurunan kualitas air
ketel di MV. NYK Vega, kemudian
dikelompokkan dalam tabel faktor
internal dan eksternal.
Tabel 1. Faktor Internal dan Eksternal
b. Komparasi Urgensi Faktor
Internal dan Eksternal
Penilaian terhadap faktor-faktor
untuk menentukan Bobot Faktor (BF)
dengan membandingkan tiap-tiap
faktor pada faktor internal maupun
pada faktor eksternal.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1989
Tabel 2. Komparasi Urgensi
c. Nilai Dukungan Faktor
Setelah bobot faktor diketahui,
berikutnya dilakukan penentuan Nilai
Dukungan (ND). Penilaian tersebut
penulis dapatkan dari diskusi dengan
taruna semester 8 yang dikapalnya
terdapat ketel uap. Adapun Nilai
Dukung adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Nilai Dukungan (ND) Faktor
d. Nilai Relatif Keterkaitan Faktor-
Faktor
Dengan adanya keterkaitan itulah
maka akan tercipta suatu sinergi
dalam mendukung misi organisasi.
Untuk itu perlu ditentukan Nilai
Relatif Keterkaitan (NRK) tiap
faktor dengan faktor lainnya. Dalam
penilaian didapatkan NRK paling
besar pada faktor kelemahan (W)
yaitu air destilasi yang kurang
tersedia di kapal dengan nilai 3.00,
dan faktor ancaman (T) yaitu kondisi
air tawar dari darat tidak memenuhi
syarat untuk air ketel dengan nilai
2.87.
e. Matriks Ringkasan Analisis Faktor
Internal dan Eksternal
Setelah mendapatkan bobot faktor
(BF), nilai dukung (ND) serta nilai
relatif keterkaitan (NRK), kemudian
langkah selanjutnya adalah penulis
menentukan Total Nilai Bobot
(TNB).
Tabel 4. Matriks Ringkasan Analisis Faktor
Internal dan Eksternal
f. Peta Kuadran Strategi
Dari hasil penilaian terhadap
faktor-faktor yang telah disusun di
dalam matrik ringkasan analisis
Analisa Penurunan Kualitas Air Pada Pengoperasian Ketel Uap Di MV. NYK Vega
Dwi Maryuana Restua, Abdi Seno
b dan Andy Wahyu Hermanto
c
1990
faktor internal dan eksternal di atas
dapat digunakan untuk menentukan
peta kuadran strategi. Adapun peta
kuadran strategi tersebut adalah
sebagai berikut:
Gambar Peta Kuadran Strategi
Berdasarkan gambar di atas
dimana nilai jumlah TNB kekuatan
(S) = 1,79 dan nilai jumlah TNB
kelemahan (W) = 4,94 maka
selisihnya (Y) = S – W maka hasilya
Y = - 3,15, sedangkan nilai jumlah
TNB peluang (O) = 1,15 dan nilai
jumlah TNB ancaman (T) = 4,87
maka hasil selisihnya (X) = O – T
dan hasilnya -3,73 maka titik tersebut
berada di (-3,73; -3,15) atau dapat
diketahui bahwa peta kuadran strategi
berada di kuadran IV (Strategi
Defensive), maka strategi yang
dilakukan yaitu mengurangi
kelemahan untuk mengatasi ancaman
dengan langkah-langkah yang
dijelaskan pada bagian upaya yang
dilakukan untuk mengatasi faktor-
faktor penyebab menurunnya kualitas
air ketel, yaitu untuk mengatasi:
a. Air destilasi yang belum
banyak tersedia di kapal;
b. Kondisi air tawar dari darat
tidak memenuhi syarat untuk
air ketel.
IV. KESIMPULAN
Setelah melaksanakan identifikasi
masalah dan dilakukan pembahasan
terhadap data yang diperoleh, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Penurunan kualitas air ketel disebabkan
oleh dua faktor, yaitu:
a) Air destilasi yang belum banyak
tersedia di kapal disebabkan oleh
bocornya pipa evaporator pada FWG,
dan rusaknya mechanical seal pada
pompa destilasi yang berdampak
pada air destilasi dari tangki yang
digunakan untuk mengisi cascade
tank menjadi berkurang.
b) Kondisi air tawar dari darat tidak
memenuhi syarat untuk air ketel yang
disebabkan oleh tidak adamya
perawatan khusus dari darat untuk air
ketel yang berdampak pada
rendahnya kualitas air ketel dari hasil
pengujian.
2. Adapun upaya yang dilakukan untuk
mengatasi faktor-faktor penyebab
menurunnya kualitas air ketel, yaitu:
a) Air destilasi yang belum banyak
tersedia di kapal disebabkan oleh
bocornya pipa evaporator pada FWG
maka dilakukan pemeriksaan untuk
menentukan pipa mana yang bocor,
dilakukan penambalan pipa yang
bocor menggunakan plug dari
tembaga, membuka dan menutup
katup inlet dan outlet air pemanas
evaporator secara perlahan untuk
menghindari thermal shock yang
dapat menyebabkan kebocoran pipa,
sedangkan rusaknya mechanical seal
pada pompa destilasi, yaitu dengan
dilakukan penggantian mechanical
seal pada pompa.
b) Kondisi air tawar dari darat yang
tidak memenuhi syarat untuk air ketel
yaitu dilakukan pengujian air ketel di
atas kapal, dilakukan penambahan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1991
chemical dosing dan dilakukan blow
down terhadap air ketel.
DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, Fajar Nur’aini D. 2016. Teknik
Analisis SWOT. Yogyakarta :
Quadrant
Handoyo, Jusak Johan. 2016. Ketel Uap,
Turbin Uap, dan Turbin Gas
Penggerak Utama Kapal. (Edisi 3).
Jakarta : Djangkar
Narbuko, Chalid dan Abu Achmadi. 2015.
Metode Penelitian. Jakarta : PT Bumi
Aksara
Osaka Boiler Mfg. Co., Ltd. 2006.
Instruction Manual Book. Jepang
Riandry, Muhammad Aldy. 2014. Air
Boiler dan Air Pengisian Boiler.
Diambil dari:
http://termodinamikablog.blogspot.co.
id/2015/04/air-boiler-dan-air-pengisi-
boiler.html, Diakses pada 02
September 2017
Setiawan, Agus. 2016. Pengertian Studi
Kepustakaan, Diambil dari:
http://www.transiskom.com/2016/03/
pengertian-studi-kepustakaan.html.
Diakses pada 02 September 2017
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung : CV Alfabeta
______. 2008. Teknik-teknik Analisis
Manajemen, Modul Pendidikan dan
Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III.
Jakarta : Lembaga Administrasi
Negara
______. 2017. http://lokerpelaut.com/
perawatan-air-keteluap-atau-
oiler.html. Diakses pada 04
November 2017
Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina
Gas 2
Kadek Mikewatia, Sidrotul
Muntaha
b dan Okvita Wahyuni
c
1992
PEMBONGKARAN LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) DENGAN
SHIP TO SHIP OPERATION DI VLGG PERTAMINA GAS 2
Kadek Mikewati
a, Sidrotul
Muntaha
b dan Okvita Wahyuni
c
aTaruna (NIT. 49124485.N) Program Studi Nautika PIP Semarang
bDosen Program Studi Nautika PIP Semarang cDosen Program Studi KALK PIP Semarang
ABSTRAK
LPG merupakan muatan gas yang dicairkan yang terdiri dari butane dan propane.
Pembongkaran LPG di VLGC Pertamina Gas 2 dilakukan dengan Ship to Ship Operation.
Berdasarkan hasil penelitian, pembongkaran LPG mengalami ketidaklancaran. Maka penulis
tertarik untuk mengangkat rumusan masalah untuk dibahas dalam judul “Pembongkaran
Liquefied Petroleum Gas (LPG) dengan Ship to Ship Operation di VLGC Pertamina Gas 2”.
Penulis menggunakan metode kualitatif studi kasus untuk menguraikan kasus-kasus yang
terjadi dan menjelaskan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala, antara lain
pengetahuan beberapa ABK yang masih kurang, kurangnya koordinasi antara pihak kapal
dengan pihak yang terkait serta peralatan bongkar tidak dalam kondisi normal. Beberapa
upaya untuk mengatasinya dengan cara peningkatan pengetahuan ABK dengan mengadakan
pengenalan dan pelatihan kepada seluruh crew dek mengenai pelaksanaan prosedur bongkar
muatan, tugas dan tanggung jawab, peningkatan koordinasi antara pihak kapal dengan
pihak yang terkait serta melakukan perawatan yang rutin terhadap alat-alat pembongkaran
dan peralatan penunjang lainnya.
Kata kunci: LPG, bongkar, ship to ship
I. PENDAHULUAN
Liquefied Petroleum Gas (LPG)
merupakan gas minyak bumi yang
dicairkan, di mana campurannya terdiri
dari berbagai unsur hidrokarbon yang
berasal dari gas alam dengan komponen
utama yaitu unsur propana (C3H8) dan
unsur butana (C4H10). LPG juga
mengandung hidrokarbon ringan lain
dalam jumlah kecil, misalnya etana (C2H6)
dan pentana (C5H12).
Sarana transportasi laut yang memenuhi
kriteria untuk hal ini adalah tipe kapal
tanker jenis gas carrier yang didesain
khusus untuk mengangkut muatan gas
dalam bentuk cair. Kapal tanker
pengangkut LPG merupakan kapal yang
khusus dibangun untuk mengangkut LPG
dalam jumlah yang besar, kapasitasnya
antara 3.000 m3 sampai 85.000 m
3. Kapal
pengangkut LPG merupakan sarana
transportasi yang paling efisien, karena
yang diangkut adalah gas alam yang telah
dicairkan. Dimana rasio perbandingan
antara volume gas LPG bila menguap
dengan gas LPG dalam keadaan cair
bervariasi tergantung komposisi tekanan
dan temperatur, untuk LPG biasanya
sekitar 250 berbanding 1. Sehingga dapat
dibayangkan bahwa sebuah kapal
pengangkut LPG yang mengangkut gas
alam yang telah dicairkan akan sebanding
dengan 250 kapal pengangkut gas yang
muatannya masih dalam bentuk gas.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1993
Jenis-jenis kapal tanker pengangkut
LPG di dunia ada 3 jenis kapal, fully
pressurised, semi refrigerated dan fully
refrigerated. LPG pertama kali yang
dipasarkan ke pelayaran internasional
diangkut dalam tangki dengan tekanan
silinder LPG sistem fully pressurized.
Kapal jenis fully pressurised memiliki
sejumlah kekurangan pada daya angkut
yang sangat kecil sekitar 2.500 m3.
Beberapa tahun kemudian tepatnya pada
tahun 1959, kapal pertama dengan sistem
semi-didinginkan atau semi refrigerated
yang memiliki kemampuan lebih banyak
dalam membawa muatan karena memiliki
sistem yang dapat mendinginkan muatan.
Pada tahun 1960-an desain kapal baru
dengan sistem fully refrigerated dibangun
dengan ukuran 28.875 m 3 dan mengalami
perkembangan desain dengan ukuran yang
lebih besar agar dapat meningkatkan
kapasitas muatannya sebanyak 75.000-
85.000 m3 yang tergolong menjadi kapal
VLGC (Very Large Gas Carrier).
Di Indonesia kapal jenis VLGC banyak
digunakan sebagai kapal pengambil LPG
pertamina, dikarenakan pemerintah telah
membuat keputusan mengganti bahan
bakar minyak menjadi bahan bakar gas
yang mana lebih menguntungkan dari segi
ekonomis dan lingkungan. VLGC
Pertamina Gas 2 sebagai salah satu kapal
jenis Very Large Gas Carrier yang dibeli
oleh PT. Pertamina sebagai kapal
pengambil muatan dan storage gas yang
melayani pembongkaran LPG ke semua
tipe kapal gas.
VLGC Pertamina Gas 2 beroperasi di
Indonesia yaitu di pelabuhan Kalbut dan
Teluk Semangka untuk melayani kapal-
kapal gas yang akan memasok ke berbagai
daerah di Indonesia seperti Jawa Timur,
Bali, Sulawesi, Kalimantan dan Jakarta.
VLGC Pertamina Gas 2 saat
pembongkaran LPG dengan Ship to Ship
Operation. Pada saat pelaksanaan
pembongkaran muatan LPG tersebut,
terjadi ketidaklancaran yang menghambat
pembongkaran LPG antara lain
pengetahuan beberapa ABK yang masih
kurang mengenai prosedur pembongkaran,
kurangnya koordinasi antara pihak kapal
dengan pihak yang terkait serta alat
pembongkaran tidak dalam kondisi
normal.
Bila ditinjau dari ketidaklancaran yang
ada pada saat pembongkaran LPG, maka
harus diperlukan upaya untuk menangani
ketidaklancaran tersebut, agar proses
pembongkaran berlangsung secara optimal
dan tidak terjadi kegagalan saat proses
bongkar muatan yang akan mengakibatkan
kerugian bagi pihak perusahaan karena
keterlambatan pembongkaran muatan yang
akan didistribusikan keseluruh area yang
dilayani. Dari penjelasan di atas maka
perlu dilakukan penelitian sehingga
penulis tertarik untuk mengangkat masalah
yaitu, “Mengapa terjadi ketidaklancaran
dalam pembongkaran Liquefied Petroleum
Gas (LPG) dengan Ship to Ship operation
di VLGC Pertamina Gas 2?”
Untuk menghindari perluasaan masalah,
maka penulis hanya membahas tentang
ketidaklancaran dalam pelaksanaan
pembongkaran Liquefied Petroleum Gas
(LPG) dengan Ship to Ship operation dan
upaya yang dilakukan untuk mengatasi
ketidaklancaran tersebut. Di mana
penelitian yang dilakukan oleh penulis
yaitu selama melaksanan praktek di VLGC
Pertamina Gas 2 yaitu pada tanggal 12
Agustus 2014 sampai dengan 23 Agustus
2015. Adapun tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui penyebab terjadinya
ketidaklancaran serta upaya yang
dilakukan untuk mengatasi
ketidaklancaran saat pembongkaran LPG
secara Ship To Ship di kapal VLGC
Pertamina Gas 2.
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Bongkar
Metode pembongkaran LPG
tergantung dari jenis kapal, spesifikasi
Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina
Gas 2
Kadek Mikewatia, Sidrotul
Muntaha
b dan Okvita Wahyuni
c
1994
muatan, dan penyimpanan di terminal.
Tiga metode yang dapat digunakan yaitu:
1. Discharge by pressurising the
vapour space
Pembongkaran dengan tekanan
menggunakan vaporizer dan
compressor di atas kapal jenis tangki
tipe C. Metode pembongkaran ini
membutuhkan waktu yang lama dan
terbatas untuk kapal berukuran kecil.
Metode alternatif adalah menekan
muatan ke tangki yang lebih rendah
dari pompa terminal.
2. Discharging by pump
Sebuah pompa sentrifugal harus
dimulai dengan valve yang tertutup
rapat atau terbuka sebagian untuk
meminimalkan beban awal. Setelah
itu, discharge valve dibuka perlahan
sampai beban pompa dalam parameter yang aman dan muatan berpindah ke
darat. Sebagai hasil pembongkaran,
level muatan di dalam tangki harus
dipantau. Proses pembongkaran harus
hati-hati untuk menjaga stabilitas
kapal dan stres lambung.
Pembongkaran muatan oleh pompa
sentrifugal dengan menggunakan
pompa muatan atau dalam seri dengan
booster pump adalah metode yang
digunakan sebagian besar kapal dan
pemahaman mengenai karakteristik
sangat penting dalam pembongkaran
yang efisien.
3. Discharging via booster pump and
cargo heater
Di mana muatan yang sedang
dibongkar dari sebuah refrigerated
ship ke dalam pressurized ship, maka
diperlukan untuk menghangatkan
muatan (biasanya paling sedikit 0 °C).
Ini berarti dengan menjalankan
booster pump dan cargo heater seri
dengan pompa muatan. Namun,
apabila jarak pembongkaran tidak
jauh, maka booster pump tidak perlu
digunakan, karena di sini fungsi dari
booster pump adalah untuk menambah
tekanan sehingga muatan dapat
dipindahkan.
B. Liquefied Petroleum Gas
1. Propane merupakan anggota dari
alkane atau paraflin series of
hydrocarbon yang merupakan gas
yang tidak berwarna dan mudah
terbakar pada tekanan atmosfer dan
suhu normal serta memiliki bau gas
alam yang khas. Sama halnya dengan
Propane, Butane juga merupakan
anggota dari alkane atau paraflin
series of hydrocarbon. Butane
merupakan gas yang tidak berwarna,
mudah dicairkan, mudah terbakar,
tidak larut dalam air dan sedikit larut
dalam alkohol serta tidak berbau.
2. This is abbreviation for Liquefied Petroleum Gas. This group of
product includes propane and butane
which can be shipped separately or
as a mixture. LPG may be refenery
by-products or may be produced in
conjunction with crude oil or natural
gas.
Gambar 1: Diagram antara gas LPG, NGL
dan LNG
C. Ship to Ship Operation
1. To Ship (STS) transfer operation is
an operation where liquid or
gaseous cargo is transferred
between ships moored side by side.
Such operations may take place
when one ship is at anchor or
alongside or when both are
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1995
underway. In general, the expression
includes the approach manoeuvre,
mooring, hose connection,
procedures for cargo transfer, hose
disconnection, unmooring, and
departure manoeuvre.
Yang artinya yaitu sebuah operasi di
mana muatan cair atau gas yang
dipindahkan antara kapal-kapal yang
ditambatkan satu sama lain. Di mana
salah satu kapal berlabuh jangkar
atau sandar atau saat keduanya
berlayar. Secara umum,
pelaksanaannya mulai dari olah
gerak kapal saat kapal tiba,
penambatan kapal, pemasangan
hose, prosedur transfer muatan,
pelepasan hose, pelepasan tambat
kapal, dan olah gerak pada saat
kapal akan berangkat.
2. Ship to ship activity means any
activity not related to a port facility
that involves the transfer of goods or
person from one ship to another.
D. Kapal LPG
Kapal gas adalah kapal barang yang
dibangun dan dirancang untuk dapat
mengangkut muatan secara curah semua
jenis gas yang dicairkan. Kapal gas dibagi
beberapa jenis menurut muatannya antara
lain:
1. Fully pressurised ship
Kapal fully pressurised merupakan
tipe kapal yang paling sederhana dari
semua tipe pengangkut gas, membawa
muatan pada suhu ambient dengan tipe
tangki muatan “C“ yang mempunyai
tekanan sekitar 18 bar, mempunyai
kapasitas ruang muatan antara 4.000 m
sampai 6.000m kapal ini digunakan
untuk membawa LPG dan amonia.
2. Semi pressurized ship
Kapal tipe semi pressurised ini
merupakan jenis kapal yang dapat
melakukan pemuatan dan
pembongkaran secara fully refrigerated
dan fully pressurised, mempunyai
volume muat antara 3.000 m sampai
15.000 m dengan suhu yang dingin
antara 4˚C sampai 8˚C dan tekanan
antara 3.5 bar sampai 4.5 bar, kapal ini
dapat memuat muatan LPG dalam
bentuk fully refrigrated dan fully
pressurised.
3. Ethylene and gas / chemical carrier
Kapal ini mempunyai kelebihan
dengan dapat memuat muatan selain
muatan LPG, kapal ini dapat memuat
ethylene yang mempunyai boiling point
-104˚C, serta mempunyai kapasitas
ruang muat antara 1.000 m sampai
12.000 m , dengan specific gravity 1.8
pada temperatur minimum -104˚C
sampai +80˚C, kapal tipe ini dapat
melakukan pemuatan dan
pembongkaran secara pressurised dan
refrigerated.
4. Fully refrigerated ship
Kapal dengan kapasitas ruang muat
besar yang berkisar antara 20.000 m
sampai 100.000 m dapat memuat
muatan dengan temperatur -48˚C, jenis
muatan yang dapat dimuat oleh kapal
tipe ini yaitu: LPG, ammonia, and vinyl
chloride.
5. Liquefied Natural Gas (LNG) carrier
Kapal ini mempunyai kapasitas
antara 125.000 m sampai 135.000 m,
Muatan LNG diangkut dalam
temperatur -162 ºC, kapal ini hanya
dapat memuat muatan jenis LNG atau
muatan gas chemical lainnya.
Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina
Gas 2
Kadek Mikewatia, Sidrotul
Muntaha
b dan Okvita Wahyuni
c
1996
III. METODOLOGI
A. Kerangka Pemikiran
Gambar 2 : Kerangka Pikir Penelitian
B. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, metode
penelitian yang digunakan penulis dalam
menyampaikan masalah adalah kualitatif
studi kasus. Metode penelitian kualitatif
ditujukan untuk penelitian yang bersifat
mengamati kasus. Dengan demikian,
proses pengumpulan data dan analisis data
bersifat kasus pula. Penelitian studi kasus
atau penelitian lapangan dimaksudkan
untuk mempelajari secara intensif tentang
latar belakang masalah keadaan dan posisi
suatu peristiwa yang sedang berlangsung
saat itu, serta interaksi lingkungan unit
sosial tertentu yang bersifat apa adanya.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini
penulis mengadakan observasi langsung ke
objek penelitian, yaitu dengan
melaksanakan praktek laut selama 12
bulan yang dimulai pada bulan agustus
2014 sampai dengan bulan agustus 2015 di
atas kapal VLGC Pertamina Gas 2 yang
memiliki panjang keseluruhan 225,81 m
dengan GRT 48.917 MT dan DWT 54.626
MT. Kapal VLGC Pertamina Gas 2 milik
dari PT. Pertamina dengan alamat
perusahaan Jl. Yos Sudarso No. 32-34,
Tanjung Priok-Jakarta.
D. Data yang Diperlukan
Dari sebuah penelitian akan dihimpun
data-data utama dan sekaligus data
tambahannya. Sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan, sedangkan data tertulis, foto, dan
statistik adalah data tambahan.
E. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan
teknik atau cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk pengumpulan data.
Pengumpulan data dimaksudkan untuk
memperoleh bahan-bahan yang relevan,
akurat, dan nyata. Untuk memperoleh
data-data tersebut dengan cara antara lain
seperti: wawancara, observasi, dan
kepustakaan. Masing-masing data
memiliki kelebihan dan kekurangan
sendiri-sendiri. Oleh karena itu, lebih baik
mempergunakan suatu pengumpulan data
lebih dari satu, sehingga dapat saling
melengkapi satu sama lain.
Di dalam penelitian ini menggunakan
beberapa teknik pengumpulan data, antara
lain:
1. Metode wawancara mendalam
Wawancara mendalam adalah suatu
kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi secara
langsung dengan mengajukan
pertanyaan kepada narasumber
(informan) untuk mendapatkan
informasi yang mendalam.
Pelaksanaan wawancara dilakukan
dengan para awak kapal VLGC
Proses Bongkar Muatan secara Ship
To Ship
Proses Bongkar Muatan Tidak
Lancar
1. Pengetahuan beberapa ABK masih kurang 2. Tidak ada koordinasi yang baik dengan pihak
yang terkait
3. Peralatan bongkar tidak dalam kondisi normal
Upaya untuk mengatasi ketidaklancaran yang terjadi:
1. Peningkatan pengetahuan ABK 2. Peningkatan koordinasi antara pihak kapal
dengan pihak yang terkait
3. Pelaksanaan perawatan dan pengecekan
peralatan bongkar secara rutin
Bongkar Muatan Lancar
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1997
Pertamina Gas 2 yaitu Master Capt.
Reymond Paparang, Chief Officer
Hadi Wibowo, 2nd
Officer Arendra
Pramadikya, 3rd
Officer Panji
Pratama, 4th
Officer Burhanudin,
Gas Engineer Sigit Tri Wahyu
Haryadi dan bosun Jonder
Nainggolan dengan menggunakan
cara terpimpin, yaitu pewawancara
membuat kerangka dan garis besar
pokok-pokok pertanyaan. Antara
lain tentang kapal dan muatan
LPG, prosedur proses bongkar
muatan secara ship to ship, safety
di atas kapal, kendala-kendala yang
dihadapi dan cara mengatasinya.
2. Metode Observasi
Observasi difokuskan sebagai
upaya peneliti mengumpulkan data
dan informasi dari sumber data
primer dengan mengoptimalkan
pengamatan peneliti. Dalam
penelitian ini, teknik penelitian
yang dilakukan juga melibatkan
aktivitas mendengar, membaca,
mencium, dan menyentuh. Apabila
objek penelitian bersifat perilaku
dan tindakan manusia, fenomena
alam (kejadian-kejadian yang ada
di sekitar alam kita), proses kerja,
dan penggunaan responden kecil,
maka tehnik observasi digunakan
dengan maksud untuk mendapatkan
atau mengumpulkan data secara
langsung selama melaksanakan
praktek laut di VLGC Pertamina
Gas 2.
3. Analisa dokumentasi
Teknik pengumpulan data melalui
analisa dokumentasi diartikan
sebagai upaya untuk memperoleh
data dan informasi berupa catatan
tertulis / gambar yang tersimpan
berkaitan dengan proses bongkar
muatan secara ship to ship di kapal
LPG. Dokumen berupa fakta dan
data tersimpan dalam berbagai
bahan yang berbentuk
dokumentasi.
4. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan
penelitian yang dilakukan untuk
menghimpun dan menganalisis data
yang bersumber dari buku-buku
literatur. Studi pustaka juga
merupakan pelengkap di dalam
teknik pengumpulan data terutama
apabila terdapat kesulitan dalam
pemecahan masalah dengan
mempelajari teori-teori yang
berhubungan dengan permasalahan.
5. Penelusuran data online
Penulis juga melakukan
pengumpulan data melalui internet,
di mana penulis mendapatkan
informasi yang terbaru dan seluas-
luasnya di dunia maya. Data-data
ini digunakan untuk memperkuat
sumber-sumber lainnya yang telah
didapat.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif dicirikan
dengan sifat-sifat tertutup, jangka masa
panjang, dan mendalam. Tidak heran jika
kemudian, dalam analisis ini ada yang
bersifat kembali lagi ke lapangan seperti
dalam analisis interaktif. Analisis interaktif
yaitu mendeskripsikan analisis yang
diarahkan untuk menjejaki hubungan-
hubungan yang sah dan stabil di antara
fenomena sosial.
Dalam penelitian ini, peneliti
menganalisis data dengan model interaktif,
dimana model ini memiliki tiga
komponen, yaitu:
1. Reduksi data (data reduction)
2. Tampilan data (data display).
Kegiatan menampilkan data adalah
mengorganisasi, meringkas, dan
menyambungkan informasi.
3. Kesimpulan yang digambarkan dan
diverifikasi. Alasan perlunya
reduksi dan display data adalah
Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina
Gas 2
Kadek Mikewatia, Sidrotul
Muntaha
b dan Okvita Wahyuni
c
1998
untuk membantu menggambarkan
kesimpulan.
IV. DISKUSI
A. Gambaran Umum
1. Gambaran Umum VLGC
Pertamina Gas 2
VLGC Pertamina Gas 2 adalah
sebuah kapal Very Large Gas Carrier
jenis fully refrigerated milik PT.
Pertamina yang mengangkut muatan
LPG berupa butane (C4H10) dan
propane (C3H8). Awalnya kapal
VLGC Pertamina Gas 2 hanya sebagai
storage ship di pelabuhan Kalbut,
Situbondo. Di mana muatan diterima
dari kapal-kapal charter import dan
kemudian dibongkar kembali ke
kapal-kapal yang berukuran lebih kecil yang akan dibongkar ke
pelabuhan-pelabuhan Indonesia.
Kemudian mulai bulan Februari 2015,
kapal VLGC Pertamina Gas 2
mengambil muatan dari pelabuhan
muat antara lain Bontang, Ruwais-
United Arab Emirate dan Ras Laffan-
Qatar, kemudian dikirim ke Teluk
Semangka dan Kalbut Situbondo
sebagai tempat bongkar. Proses
bongkar muatan dilakukan dengan
ship to ship operation. Jadi selama
penulis melakukan penelitian di
VLGC Pertamina Gas 2, kapal ini
hanya melakukan proses bongkar
muatan dengan ship to ship operation.
VLGC Pertamina Gas 2 memiliki
Call sign YDFN (Yankee Delta
Foxtrot November) dengan isi kotor
48.917 MT dan isi bersih 15.575 MT
serta memiliki Deadweight (DWT)
Summer 54.626 MT. Ukuran-ukuran
pokok kapal diantaranya, panjang
kapal 225,81 m dan lebar kapal 36,60
m serta memiliki Depth moulded to
main deck (jarak vertikal dari lunas
sampai dek utama) 20,30 m. Kapal
VLGC Pertamina Gas 2 memiliki
crane dengan jumlah 3 unit yang
masing-masing memiliki SWL 10 MT
yang berada di geladak utama di dekat
manifold, sedangkan 2 lainnya
merupakan provision crane (katrol
pengangkut persediaan kapal) berada
di samping kiri dan kanan anjungan
kapal dengan SWL masing-masing 0.9
MT. Kapal VLGC Pertamina Gas 2
memiliki tangki berjenis independent
tank type “A”, dengan kapasitas total
tangki muatan 84.155,753 m3.
Peralatan bongkar yang dimiliki antara
lain: cargo pump (pompa muatan) 2
unit di setiap tangki yang berjumlah 8
(kanan dan kiri), 4 cargo compressor
(3 untuk propane dan 1 untuk butane),
1 unit cargo vaporizer, 1 unit cargo
heater, dan 2 unit booster pump. Badan kapal ini terbuat dari baja dan
bahan utama untuk tangkinya terbuat
dari carbon-manganese yang mampu
menahan suhu sampai dengan -55 oC,
dibuat di Hyundai Heavy Industries,
Co.Ltd, Korea. (sumber : ship
particular VLGC Pertamina Gas 2)
2. Gambaran Umum Pembongkaran
LPG secara Ship to Ship
Di kapal VLGC Pertamina Gas
2, saat melakukan bongkar muatan
ke kapal LPG tipe fully pressurize
dilaksanakan secara bergantian, di
mana muatan butane terlebih
dahulu dibongkar dan dilanjutkan
dengan muatan propane. Berbeda
dengan pelaksanaan bongkar
muatan ke kapal LPG tipe fully
refrigerated dan tipe semi
refrigerated dilakukan secara
simultant yaitu muatan butane dan
propane dibongkar secara
bersamaan. Proses bongkar muatan
secara ship to ship ini dapat dibagi
menjadi beberapa tahap yang harus
diperhatikan yaitu persiapan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
1999
alongside, setelah alongside,
selama proses bongkar muatan, dan
setelah proses bongkar muatan
yang akan dipaparkan sebagai
berikut:
a. Persiapan alongside
Sebelum kapal melakukan proses
bongkar muatan, maka shutle ship
akan melakukan manoeuvering dan
mooring dengan kapal mother ship
yang berlabuh jangkar. Untuk itu
harus dilakukan komunikasi
mengenai apa yang harus
diperhatikan oleh kedua kapal.
Komunikasi yang sangat penting ini
meliputi:
1) Penggunaan channel radio dan
mempersiapkan channel lain
apabila terjadi hambatan pada
channel utama.
2) Bahasa yang digunakan selama
operasi ship to ship
berlangsung serta waktu harus
disinkronkan antara kedua
kapal.
3) Rencana penyandaran dan olah
gerak kapal harus dimengerti
dan disetujui antara kedua
kapal. Termasuk penataan
letak dan ukuran fenders harus
sedemikian rupa agar mother
ship dan shutle ship tidak
berbenturan.
4) Mooring arrangement harus
disepakati dan dilaksanakan.
5) Peralatan olah gerak,
penambatan tali-tali dan
peralatan navigasi harus diuji
dan dalam keadaan siap
digunakan.
6) Transfer of personnel antara
kedua kapal.
7) Susunan manifold dan lifting
gear harus diketahui kedua
kapal.
8) Menyegarisluruskan manifold
muatan antara kedua kapal.
b. Setelah alongside
Sesudah kapal menempel atau
alongside maka kedua kapal
menyiapkan hal-hal berikut ini:
1) Penggunaan channel radio dan
mempersiapkan channel lain
jika terjadi kerusakan pada
channel utama pada saat
transfer muatan.
2) Ukuran cargo transfer hose
yang digunakan sehubungan
dengan pemasangan reducer
pada manifold.
3) Pertukaran informasi mengenai
Material Safety Data Sheet
(MSDS).
4) Dokumen-dokumen muatan
yang dibutuhkan.
5) Menyediakan alat-alat
pemadam kebakaran di
manifold meliputi portable dan
fix pemadam kebakaran. Serta
pompa hydrant pada posisi
siap digunakan.
6) Menaikkan bendera B (bravo).
7) Memulai cargo hose handling.
8) Pengecekan cargo transfer
hose apakah ada kebocoran
setelah melakukan leak test.
9) Cargo transfer system safety
device termasuk inert gas,
emergency signal dan
emergency shutdown (ESD)
system dapat berfungsi.
10) Line up pipa-pipa muatan
dari cargo pump sampai ke
manifold.
c. Selama proses bongkar muatan
Selama proses bongkar muatan
berlangsung perlu diadakan
pengawasan dengan tujuan untuk
menghindari hal-hal yang
membahayakan baik bagi kapal itu
maupun terminal dermaga sebagai
tempat sandar. Tindakan-tindakan
pengamanan yang harus dipatuhi
Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina
Gas 2
Kadek Mikewatia, Sidrotul
Muntaha
b dan Okvita Wahyuni
c
2000
selama proses bongkar muatan
secara ship to ship meliputi:
1) Selama proses bongkar muatan
harus dicek berapa muatan
yang sudah dibongkar yaitu
dengan menghitung ullage
(ruang kosong tangki). Dengan
diketahuinya jumlah muatan di
dalam tangki maka dapat
diketahui rate per-jamnya
(rata-rata bongkar per jam).
2) Menjaga tekanan pompa
jangan sampai over speed dan
menjaga tekanan dalam pipa
karena bila tekanan sangat
rendah maka cargo pump akan
mati.
3) Suhu muatan pada manifold
juga harus diperhatikan sesuai
dengan permintaan kapal penerima muatan terutama saat
bongkar muatan dengan tipe
kapal yang berbeda.
4) Pengecekan terhadap
sambungan-sambungan cargo
transfer hose dan area di
sekitar manifold.
5) Pengecekan terhadap posisi
fenders dan tali-tali tambat
kapal karena posisi kapal
saling berkaitan.
6) Pengecekan terhadap posisi
kapal karena kapal pada posisi
berlabuh jangkar.
7) Stabilitas kapal harus benar-
benar diperhatikan oleh
perwira jaga.
8) Mengadakan pengawasan di area
samping kapal karena
dikhawatirkan banyak perahu
nelayan di sekitar area kapal yang
sedang melakukan
pembongkaran.
d. Setelah pembongkaran
Setelah melaksanakan proses
bongkar muatan harus dilaksanakan
pembersihan line dengan cara
blowing dengan vapour yang diambil
dari dalam tangki muatan. Kemudian
setelah proses bongkar muatan
selesai kedua kapal melakukan
pengecekan tangki-tangki muatan,
kemudian dilakukan perhitungan bila
telah sesuai dengan Bill of Lading
(BL) maka dapat diselesaikan semua
dokumen muatan dan bisa
dilaksanakan disconnect cargo
transfer hose dan shuttle ship siap
untuk lepas sandar
B. Analisa Masalah
Berdasarkan observasi dan analisa
objek secara langsung di atas kapal,
selama proses bongkar muatan
berlangsung tidak luput dari kendala-
kendala yang terjadi yaitu adanya ketidaklancaran dalam proses bongkar
muatan tersebut. Ketidaklancaran yang
menjadi masalah dalam proses bongkar
muatan LPG di kapal VLGC Pertamina
Gas 2 adalah :
1. Pengetahuan beberapa ABK masih
kurang
Pengetahuan dari beberapa ABK
yang masih kurang mengenai
bagaimana prosedur pembongkaran
yang sesuai dengan standar aman dan
aturan yang berlaku. Dan juga
tindakan yang tidak disiplin sehingga
sikap ceroboh dan meremehkan
segala sesuatu atas dasar pengalaman
yang mereka miliki selama bekerja di
kapal sebelumnya.
2. Tidak ada koordinasi yang baik
dengan pihak terkait
Kurangnya koordinasi antara pihak
kapal (mother ship) dengan pihak
kapal penerima muatan (shuttle ship)
dan juga kurangnya koordinasi dari
pihak kapal baik dari pihak mother
ship maupun shuttle ship dengan
pihak pelabuhan sehingga sering
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2001
terjadi kesalahpahaman dan
perubahan jadwal Ship to Ship yang
tidak terkoordinir dengan baik yang
menyebabkan proses pembongkaran
sering mengalami keterlambatan.
3. Peralatan bongkar tidak dalam
kondisi normal
Faktor peralatan bongkar muatan
yang tidak dalam kondisi normal
dapat menyebabkan terganggunya
proses bongkar muatan dikarenakan
kurangnya perawatan dan pengecekan
peralatan bongkar tersebut.
C. Pembahasan Masalah
Dalam pembahasan masalah ini
penulis mencoba untuk memberikan
pemecahan-pemecahan masalah yang
terjadi di VLGC Pertamina Gas 2
khususnya pada saat pembongkaran LPG
secara ship to ship. Pembahasan tersebut
meliputi:
1. Ketidaklancaran Pada Saat
Pembongkaran LPG Secara Ship to
Ship (STS) di VLGC Pertamina
Gas 2
Berdasarkan observasi dan analisa
objek secara langsung di atas kapal,
ketidaklancaran yang menjadi
permasalahan keterlambatan proses
bongkar muatan LPG di kapal VLGC
Pertamina Gas 2 adalah :
a. Pengetahuan beberapa ABK
masih kurang
Pengetahuan beberapa ABK
yang masih kurang tentang
bagaimana prosedur pembongkaran
yang sesuai dengan standar aman
dan aturan yang berlaku. Dan juga
tindakan yang tidak disiplin
sehingga sikap ceroboh dan
meremehkan segala sesuatu atas
dasar pengalaman yang mereka
miliki selama bekerja di kapal
sebelumnya.
Beberapa hal yang terkait
dengan faktor anak buah kapal
adalah :
1) Kurangnya pengetahuan
beberapa ABK mengenai kapal
LPG tipe full refrigerated
Kurangnya pengetahuan dari
ABK tentang kapal LPG
terutama tipe fully refrigerated
menjadi salah satu kendala,
dikarenakan sebagian besar
pengalaman ABK VLGC
Pertamina Gas 2 adalah di kapal
oil tanker dan atau di kapal LPG
tipe fully pressurize. Di VLGC
Pertamina Gas 2, hanya
Nahkoda, Mualim 2 dan Gas
Engineer saja crew deck yang
memiliki pengalaman di kapal
LPG tipe fully refrigerated
selebihnya pengalaman crew
deck yaitu di kapal oil tanker
dan di kapal LPG tipe fully
pressurize. Dan pada saat crew
pertama kali onboard di atas
kapal, crew diberikan
kesempatan untuk melaksanakan
pengenalan kapal, namun saat
pelaksanaan pengenalan,
minimnya data lisan maupun
data tertulis yang diterima oleh
crew baru pada saat pergantian
crew.
Dari hasil observasi, penulis
mendapatkan beberapa kejadian
yang penulis alami pada saat
melaksanakan praktek di VLGC
Pertamina Gas 2:
a) Pada tanggal 1 Desember
2014, lokasi Pelabuhan
Kalbut, Situbondo.
Mualim 1 memerintahkan
AB dan saya standby di
tangki no.1 untuk
mengecek keadaan tangki
muatan no.1 saat akan
membongkar muatan
butane. AB menjawab
Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina
Gas 2
Kadek Mikewatia, Sidrotul
Muntaha
b dan Okvita Wahyuni
c
2002
lewat radio bahwa main
liquid valve sudah terbuka
penuh, filling valve
terbuka 50%, discharge
valve terbuka 35% dan
cargo pump siap untuk
dinyalakan. Namun pada
saat cargo pump sudah
dinyalakan dan filling
valve perlahan ditutup,
tekanan pada main liquid
valve terus bertambah dan
tidak ada penambahan
tekanan pada manifold
liquid valve. Kemudian
mulaim 1 memerintahkan
saya untuk berlari ke main
valve liquid pada tangki
no.1 untuk memastikan
sudah terbuka. Dan setelah saya cek, ternyata main
liquid valve pada tangki
no.1 belum terbuka
kemudian saya langsung
membukanya secara penuh
dan akhirnya tekanan pada
main liquid valve tangki
no.1 mulai berkurang dan
tekanan pada manifold
liquid valve mulai
bertambah. Setelah
Mualim 1 menanyakan
kembali ke AB mengenai
hal di atas, ternyata AB
hanya melihat tali yang
ada pada main liquid valve
dalam kondisi tidak
terpasang. Yang mana tali
itu merupakan tanda,
apabila tali itu terpasang
pada main liquid valve
maka tandanya tertutup,
apabila tidak terpasang
maka tandanya main
liquid valve terbuka. Ini
merupakan salah satu
sikap yang kurang disiplin
dari AB yang meremehkan
dan menganggap hal yang
sudah biasa sehingga tidak
dilakukan pengecekan.
b) Pada tanggal 13 April
2015, lokasi Pelabuhan
Kalbut, Situbondo. Pada
saat bongkar muatan ke
kapal LPG/C Gas Natuna
yang mana merupakan
kapal LPG tipe full
pressurize yang mana
suhu muatan yang
diterima lebih panas dari
kapal tipe full
refrigerated, sehingga
pembongkaran harus
menggunakan cargo
heater. Saat proses
pembongkaran muatan propane sedang
berlangsung, Mualim 2
mengamati dari CCR
terlihat bahwa suhu pada
manifold liquid valve
berubah-ubah tidak stabil.
Setelah Mualim 2 bertanya
kepada AB yang sedang
bertugas jaga di dek,
ternyata pada saat itu AB
berusaha untuk inisiatif
sendiri mengatur suhu
pada manifold liquid valve
agar segera stabil kembali
tanpa melaporkan ke
Mualim 2 yang sedang
bertugas jaga waktu itu,
hal ini dilakukan karena
AB tersebut merasa sudah
paham cara mengatur suhu
pada manifold liquid valve
dan mengetahui suhu yang
biasanya diterima oleh
kapal LPG/C Gas Natuna
berdasarkan pengalaman
yang biasanya dilakukan
saat bongkar muatan ke
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2003
kapal LPG/C Gas Natuna
sebelumnya.
2) Kurang pengecekan di dek oleh
perwira jaga saat pembongkaran
muatan berlangsung
Tugas seorang perwira
jaga sangat erat kaitannya
dengan tanggung jawab
mereka sebagai orang yang
dipercaya dalam kegiatan
bongkar muat.
Berdasarkan hasil
wawancara yang penulis
lakukan dengan responden
Mualim 1 yang bernama
Hadi Wibowo, dikatakan
bahwa, “Mualim jaga pada
saat proses bongkar muatan
kurang melakukan
pengawasan dan pengecekan
di dek, mereka cenderung
mengamati dari CCR dan
hanya melakukan
pengecekan pada saat tugas
jaga akan berakhir, padahal
mereka seharusnya
melakukan pengecekan di
dek tiap jam”.
3) Perwira jaga harus
bertanggung jawab agar
kegiatan-kegiatan berikut ini
dilakukan.
a) Seringkali berkeliling
kapal untuk memantau:
i) Tali-tali tambat kapal
terpasang dengan baik.
ii) Cargo transfer hose
yang terpasang di
manifold dengan
keadaan baik dan tidak
ada kebocoran.
iii) Saluran-saluran pipa di
deck.
iv) Tempat-tempat di
sekitar kapal.
v) Peralatan pemadam
kebakaran dan
penanggulangan
tumpahan minyak.
vi) Kepastian bahwa tidak
ada personil yang tidak
berkepentingan
diperbolehkan berada
di tempat-tempat
muatan dan di ruang
pengontrol muatan.
b) Memastikan penjagaan
agar tempat di sekitar
manifold selalu terpantau
oleh dinas jaga di dek.
c) Memastikan bahwa ABK
yang bertugas jaga di dek
memahami tugas-
tugasnya.
d) Operasi-operasi transfer
muatan ditangguhkan jika
terjadi perubahan-
perubahan atas kondisi-
kondisi lingkungan yang
memperlihatkan suatu
bahaya untuk melanjutkan
operasi.
e) Semua masukan yang
diperlukan dicatat di
dalam buku harian kapal.
f) Mualim 1 dipanggil jika
merasa ragu untuk
melakukan tugas-tugas
kerjanya, atau jika
ditemukan ancaman-
ancaman terhadap kapal
atau penanganan muatan.
g) Instruksi-instruksi dari
Mualim 1 dipatuhi.
h) Perwira jaga wajib
melakukan pemeriksaan
kerja yang teratur pada
awal dan selama
pembongkaran untuk
mengkonfirmasi bahwa
tangki muatan sedang
membongkar muatan
sesuai rencana.
Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina
Gas 2
Kadek Mikewatia, Sidrotul
Muntaha
b dan Okvita Wahyuni
c
2004
i) Perwira jaga wajib
mengecek di CCR maupun
di dek mengenai tekanan
pada pipa-pipa muatan,
cargo pump dan manifold
secara berkala setiap satu
jam dan dicatat pada
hourly cargo discharging
rate log.
j) Melakukan penghitungan
ullage dan tekanan muatan
dan dicatat.
k) Jika ditemukan perbedaan
yang besar, pembongkaran
dihentikan dan harus di
cek ulang secara manual
banyaknya muatan di
shuttle ship dengan
loading master.
b. Tidak ada koordinasi yang baik
dengan pihak terkait
Berdasarkan hasil wawancara
yang penulis lakukan dengan
responden, dikatakan bahwa
pelaksanaan proses bongkar
muatan ke kapal gas lain menjadi
terhambat dikarenakan oleh
kurangnya koordinasi antara pihak
kapal (mother ship) dengan pihak
kapal penerima muatan (shuttle
ship) yaitu mengenai ketersediaan
alat penunjangan bongkar muat.
Dan kurangnya koordinasi antara
pihak kapal baik pihak mother ship
maupun shuttle ship dengan pihak
pelabuhan mengenai jadwal
penyandaran. Dan perubahan
penjadwalan tidak segera diinfokan
kepada pihak mother ship dan
shuttle ship. Kurangnya koordinasi
tersebut meliputi :
1) Kurangnya informasi alat
penunjang pembongkaran
muatan yang tersedia di kedua
kapal
Informasi mengenai alat
penunjang pembongkaran yang
tersedia di kedua kapal sangat
penting untuk diberikan karena
tanpa informasi yang jelas,
proses bongkar muatan dapat
tertunda bahkan batal. Maka
dari itu adapun beberapa
informasi yang harus diberikan
yaitu:
a) Susunan posisi manifold dari
masing-masing kapal (posisi
manifold liquid dan vapour
untuk butane dan propane).
b) Ukuran reducer yang akan
digunakan dan yang tersedia
di atas kapal.
c) Initial rate, maksimum rate
dan suhu muatan yang akan
dibongkar. d) Posisi tengah-tengah kapal
sebagai acuan pemasangan
cargo transfer hose.
e) Ukuran panjang dan lebar
kapal sebagai acuan dalam
peletakan fenders.
2) Kurang terjadwalnya rencana
waktu pembongkaran muatan
Jadwal atau rencana waktu
pembongkaran muatan sangatlah
diperlukan agar kegiatan ship to
ship cargo operation dapat berjalan
secara teratur dan tepat waktu.
Namun pada kenyataannya yang
terjadi, perubahan waktu
pembongkaran muatan diberikan
secara mendadak dan kadang kala
terdapat kesalahan dalam
pemberian jadwal kapal yang
seharusnya melakukan ship to ship
cargo operation.
c. Peralatan bongkar tidak dalam
kondisi normal
Peralatan bongkar muatan yang
kurang terawat merupakan salah
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2005
satu kelemahan dalam penanganan
bongkar muatan, peralatan bongkar
muat yang kurang terawat dapat
mengakibatkan alat tersebut
mengalami kerusakan dan tidak
berfungsi dengan normal. Padahal
apabila ingin penanganan
pembongkaran muatan berjalan
lancar, maka harus didukung oleh
peralatan bongkar muat dalam
kondisi yang baik dan memadai.
Adapun kejadian yang pernah
dialami di VLGC Pertamina Gas 2
mengenai peralatan yang tidak
dalam kondisi normal saat proses
bogkar muatan secara ship to ship
berlangsung, yaitu:
1) Pada tanggal 3 Januari 2015
di pelabuhan Kalbut,
Situbondo. LPG/C Amelia 1
melaksanakan ship to ship
operation di kapal VLGC
Pertamina Gas 2. Cargo
transfer hose yang berfungsi
sebagai sambungan antara
manifold kapal VLGC
Pertamina Gas 2 dengan
manifold LPG/C Amelia 1
mengalami kerusakan, akibat
dari cargo transfer hose yang
kondisinya sudah lama yang
saat itu terjadi gerakan kapal
karena adanya ombak,
sehingga cargo transfer hose
tersebut mengalami lekukan-
lekukan (gambar terlampir
pada halaman lampiran).
Melihat hal tersebut, proses
bongkar muatan ditunda dan
harus menunggu pergantian
cargo transfer hose yang lain.
Pihak kapal segera
melaporkan ke pihak
pelabuhan agar segera
digantikan dengan cargo
transfer hose yang baru
sehingga saat pembongkaran
selanjutnya tidak terdapat
kendala yang sama.
2) Pada tanggal 9 Mei 2015 di
pelabuhan Kalbut, Situbondo.
Saat sedang melakukan
pemasangan cargo hose pada
LPG/C AE Gas, terjadi
kebocoran oli pada cargo
crane. Saat itu Bosun
langsung melaporkan kepada
Mualim jaga dan pemasangan
cargo transfer hose ditunda.
Kemudian gas engineer
langsung mengecek cargo
crane. Setelah diperiksa oleh
gas engineer ternyata terjadi
kebocoran O-ring pada limit
switch wire, kemudian O-ring
yang sudah rapuh diganti
dengan yang baru dan operasi
cargo crane bisa dilanjutkan.
2. Upaya-upaya yang Dilakukan Agar
Proses Bongkar Muatan LPG
Secara Ship To Ship Lancar
Dalam pembongkaran LPG di
VLGC Pertamina Gas 2 ke kapal gas
lain tidak terlepas dari kendala-kendala
yang telah diuraikan di atas. Maka dari
itu adapun upaya-upaya yang
dilakukan untuk memperlancar proses
bongkar muat secara ship to ship di
VLGC Pertamina Gas 2 yaitu sebagai
berikut:
a. Peningkatan pengetahuan ABK
Dari hasil wawancara dengan
narasumber tentang bagaimana cara
mengatasi kendala yang dihadapi
dalam proses bongkar muatan LPG,
bahwa cara mengatasi kendala
mengenai peningkatan pengetahuan
dan pemahaman awak kapal yaitu:
1) Mengadakan seleksi kepada
seluruh anak buah kapal
pada saat akan naik kapal
Sebagaimana kita ketahui
dalam suatu perusahaan,
tentunya peranan anak buah
Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina
Gas 2
Kadek Mikewatia, Sidrotul
Muntaha
b dan Okvita Wahyuni
c
2006
kapal (SDM) yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan
sangat berperan sekali di dalam
kemajuan perusahaan itu
sendiri. Begitu juga dalam
penerimaan ABK baru,
perusahaan perlu mengadakan
seleksi kepada anak buah kapal
terlebih dahulu serta mengenai
persyaratan baik sertifikat
maupun dokumen yang lain.
Dengan mengadakan seleksi
tersebut maka pihak perusahaan
dapat menentukan pilihan yang
terbaik bagi yang akan bekerja
di atas kapal, sesuai dengan
hasil seleksi yang dilakukan dan
sesuai dengan penilaian sikap
dari kapal sebelumnya.
Tentunya yang bekerja di atas kapal merupakan orang-orang
yang berkualitas dan
profesional dibidangnya.
2) Pengenalan kapal kepada
anak buah kapal yang baru
Untuk ABK yang baru
pertama kali bekerja di atas
kapal LPG dengan tipe yang
berbeda, tentu banyak sekali
mengalami kesulitan karena
banyak sekali hal-hal yang
belum diketahui terutama segala
sesuatu yang menyangkut
bahaya yang ditimbulkan dan
prosedur bongkar muat serta
pengoperasian peralatan
pembongkaran. Untuk
menghindari kejadian yang
dapat menghambat terjadinya
proses bongkar muat, maka
alangkah baiknya apabila anak
buah kapal yang baru naik
diberikan pengarahan dan
penjelasan begitu pertama kali
tiba di atas kapal untuk bekerja.
Karena di VLGC Pertamina
Gas 2 diperlukan penanganan
muatan yang teliti, maka bagi
ABK baru apabila diberi tugas
harus didampingi oleh
seseorang yang telah
berpengalaman di atas kapal
tersebut. Hal ini bertujuan agar
bila ada sesuatu yang tidak
diketahui oleh ABK yang baru,
bisa langsung dijelaskan oleh
orang yang telah
berpengalaman sebelumnya.
Sehubungan dengan hal
tersebut, Mualim 1 melakukan
koordinasi dengan nakhoda
untuk memberikan pengenalan
kapal kepada seluruh crew dek
saat pertama kali naik kapal
tentang penanganan proses
bongkar muatan serta peralatan yang menunjang. Dan Mualim 1
memastikan bahwa crew kapal
yang melaksanakan pengenalan
benar-benar paham dengan apa
yang tertera dalam
familiarization checklist.
3) Secara rutin mengadakan
pelatihan tentang prosedur
bongkar muat dan cargo
transfer system safety device.
Pelatihan untuk crew dek,
terutama crew dek yang baru
sangat penting untuk mencegah
kesalahan prosedur yang
dilakukan oleh crew dek
tersebut. Dengan diadakannya
pelatihan dan pengenalan kapal,
diharapkan crew dek dapat
mengerti dan membantu dalam
penanganan bongkar muatan.
Di VLGC Pertamina Gas 2,
nahkoda memberikan pelatihan
kepada seluruh crew dek
minimal 1 bulan sekali agar
mereka mengerti dan benar-
benar paham tentang kapal gas.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2007
Pelatihan tersebut mengenai
prosedur bongkar muat dan
cargo transfer system safety
device.
Setiap bulan juga nahkoda
mengadakan safety meeting,
yang akan membahas seluruh
kejadian di luar dalam keadaan
normal yang terjadi di atas
kapal dan diakhir dari safety
meeting, nahkoda mengadakan
video training mengenai
keselamatan di atas kapal dan
dilanjutkan dengan mengadakan
tes. Crew yang mendapatkan
nilai terbaik akan diberikan
penghargaan, sehingga crew
terdorong untuk memperhatikan
dan memahami video yang
diputarkan. Selain itu di dalam
safety meeting jug dibahas
nearmiss yang telah dibuat.
Yang dimaksud nearmiss disini
adalah apabila salah satu crew
yang menemukan suatu
kejadian yang membahayakan
atau di luar keadaan normal dan
crew tersebut tidak berani
melaporkannya, maka crew
dapat menulis kejadian tersebut
dan memasukkannya ke dalam
kotak nearmiss yang kemudian
akan dibahas dalam safety
meeting.
4) Melaksanakan proses
bongkar muatan sesuai
dengan prosedur
Di setiap peralatan bongkar
muatan, Mualim 1 sudah
memberikan safety operational
procedure (SOP). Maka
diharapkan seluruh crew dek
membaca dan memahami isi
dari masing-masing SOP
tersebut. Dan di CCR juga
sudah terdapat chief officer
standing order yang mana
sudah disetujui oleh nahkoda
dan ditandatangani oleh Mualim
2, Mualim 3, Mualim 4 dan gas
engineer. Maka dari itu Mualim
dan gas engineer wajib paham
isi dari chief officer standing
order tersebut dan dapat
melaksanakannya dengan baik.
5) Melaksanakan pengawasan
selama kegiatan bongkar
muatan di dek oleh perwira
jaga
Pengawasan dan monitoring
kegiatan penanganan bongkar
muatan di dek oleh perwira jaga
harus dilakukan secara teratur
minimal sekali dalam satu jam
agar kegiatan yang dilakukan
oleh crew yang bertugas
terpantau dan mengecek benar
tidaknya laporan crew di dek
tentang tekanan dan suhu
muatan, serta memastikan
penanganan pembongkaran
muatan dalam keadaan yang
aman dan lancar.
Sehubungan dengan hal
tersebut, Mualim 1 memberikan
pengertian kepada perwira jaga
untuk mengecek ke dek setiap 1
jam sekali bagaimana situasi di
dek dan keadaan peralatan
bongkar muatan serta Mualim 1
yang akan menggantikan
perwira jaga di CCR.
6) Melaksanakan kerja sama
yang baik antara crew kapal
selama ship to ship operation
berlangsung
Koordinasi dan kerja sama
harus tetap dijaga agar di dalam
melaksanakan penanganan
bongkar muatan seluruh crew
kapal bisa mengerti tugasnya
masing-masing sehingga
tercipta penanganan bongkar
Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina
Gas 2
Kadek Mikewatia, Sidrotul
Muntaha
b dan Okvita Wahyuni
c
2008
muatan yang lancar, aman dan
sesuai prosedur. Antara crew
yang berjaga di dek maupun
perwira jaga harus saling
mengingatkan satu sama lain.
Begitu juga Mualim 1 dan
nahkoda dapat mengingatkan
Mualim jaga ataupun crew yang
berjaga di dek agar tidak terjadi
kekeliruan. Dan apabila perwira
jaga ragu-ragu dalam
mengambil tindakan maka
dapat memanggil Mualim 1
demi kelancaran proses bongkar
muatan.
b. Peningkatan koordinasi antara
pihak kapal dengan pihak yang
terkait
Koordinasi antara kedua kapal dan dengan pihak pelabuhan
sangat berpengaruh dalam
kelancaran proses bongkar muatan,
sehingga di dalam operasi ship to
ship ini diperlukan komunikasi
yang baik antara pihak-pihak yang
bersangkutan. Beberapa poin yang
telah disebutkan dalam analisa
hasil penelitian, memaparkan
bentuk kendala yang terdapat di
atas kapal di mana penulis
melakukan penelitian selama
praktek berlayar.
Dari hasil wawancara dengan
narasumber tentang bagaimana
cara mengatasi kendala terhadap
kurangnya koordinasi yang
ditemui tersebut, yaitu:
1) Pihak kapal (mother ship)
seharusnya mendorong pihak
kapal penerima muatan atau
shuttle ship agar memberikan
informasi yang jelas kepada
mother ship mengenai
peralatan bongkar muat yang
tersedia.
Hal ini tentunya sangat
penting karena informasi yang
terkait sangat berperan dalam
kelancaran proses bongkar
muatan. Apabila tidak ada
informasi dan koordinasi,
pembongkaran akan terhambat
seperti yang telah penulis
paparkan sebelumnya. Yaitu
pihak shuttle ship hendaknya
memberikan informasi kepada
pihak mother ship mengenai
ukuran reducer yang tersedia,
berkomunikasi dan bertukar
informasi dengan kedua kapal
yang akan melakukan ship to
ship cargo operation mengenai
tipe alat bongkar muat yang
terdapat di masing-masing
kapal.
2) Kedua kapal saling
berkomunikasi dan saling
bertukar informasi sebelum
proses penyandaran, setelah
penyandaran, selama
pembongkaran dan setelah
pembongkaran selesai.
Hal ini sudah tercantum
dalam ship to ship transfer
checklist dan ship/shore safety
checklist. Dan kedua kapal
harus benar-benar mengecek
dan menjalankan apa yang telah
tercantum dalam checklist
tersebut. Selama proses bongkar
muatan berlangsung juga harus
selalu memperhatikan tinggi
ullage, suhu dan tekanan
sehingga apabila terjadi high
pressure dan ketidakcocokan
rata-rata bongkar per jam dapat
langsung dikomunikasikan
dengan segera. Hal ini erat
kaitannya dengan jumlah
muatan yang dibongkar. Agar
pembongkaran ini sesuai
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2009
dengan perjanjian antara kedua
kapal yang telah tercantum
dalam dokumen cargo
operation agreement.
3) Penjadwalan kegiatan ship to
ship cargo operation yang
tepat.
Pemberian jadwal yang tepat
(fixed schedule) bertujuan agar
kegiatan bongkar muatan dapat
berjalan tepat waktu dan sesuai
dengan yang telah dijadwalkan.
Sehingga saat tidak ada jadwal
pembongkaran, tidak membuat
ragu-ragu pihak kapal untuk
melakukan pengecekan dan
perawatan terhadap peralatan
bongkar muat. Sehingga semua
dapat berjalan sesuai dengan
jadwal dan hal ini dapat
meminimalisir kerugian dan
finansial perusahaan.
c. Pelaksanaan perawatan dan
pengecekan peralatan bongkar
secara rutin
Pembongkaran muatan LPG
ke kapal lain yang seharusnya
dilakukan secara baik, lancar
dan aman, akan tetapi karena
terdapat kendala tersebut
sehingga menjadi terhambat dan
tidak lancar. Salah satu
kelemahan dalam penanganan
pembongkaran, peralatan
pembongkaran yang kurang
terawat dapat mengakibatkan
alat tersebut mengalami
kerusakan dan tidak berfungsi
dengan normal. Meskipun
pengecekan cargo hose
dilakukan oleh pihak pelabuhan
namun pihak kapal juga harus
ikut serta dalam melakukan
pengecekan fisik, kelayakan
untuk dipakai dan
memperhatikan penempatan
cargo hose tersebut. Pengaturan
posisi penempatan cargo hose
secara sembarangan pada saat
setelah pembongkaran selesai
dan harus memperhatikan
lekukan dari cargo hose
tersebut.
Peralatan bongkar muatan
yang tidak dalam kondisi
normal juga dikarenakan oleh
jadwal bongkar muatan yang
sangat padat sehingga pihak
kapal dan pelabuhan memiliki
sedikit waktu untuk melakukan
pengecekan dan perawatan
terhadap peralatan bongkar
muat.
Sehingga diperlukan kerja
sama yang baik dan saling
membantu dalam melaksanakan
pengecekan dan perawatan
tersebut. Pihak kapal harus
pintar-pintar mengatur waktu
agar semua dapat berjalan
antara pelaksanaan bongkar
muatan dan pngecekan serta
perawatan alat-alat bongkar
muat.
V. KESIMPULAN
Pada saat pelaksanaan bongkar muatan
secara ship to ship, sering kali terjadi
ketidaklancaran yang menghambat proses
bongkar muatan, antara lain:
1. Pengetahuan beberapa ABK masih
kurang.
2. Tidak ada koordinasi yang baik dengan
pihak terkait.
3. Peralatan bongkar tidak dalam kondisi
normal.
Dari ketidaklancaran tersebut diadakan
upaya-upaya untuk mengoptimalkan proses
bongkar muatan sehingga tidak terjadi
keterlambatan dalam pembongkaran.
Upaya-upaya tersebut antara lain:
Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina
Gas 2
Kadek Mikewatia, Sidrotul
Muntaha
b dan Okvita Wahyuni
c
2010
1. Peningkatan pengetahuan ABK dengan
mengadakan pelatihan dan pengarahan
prosedur bongkar muatan, tugas dan
tanggung jawab masing-masing crew
kapal.
2. Peningkatan koordinasi antara pihak
yang terkait.
3. Pelaksanaan perawatan dan pengecekan
peralatan bongkar secara rutin.
Dengan upaya-upaya tersebut,
pembongkaran LPG dengan ship to ship
operation dapat berjalan lancar apabila
semua ABK memiliki pengetahuan yang
lebih mengenai bongkar muatan secara
ship to ship, mengerti dan terampil dalam
mengoperasian peralatan, dapat melakukan
koordinasi yang baik dengan pihak-pihak
yang terkait serta semua peralatan
pembongkaran dalam kondisi bagus dan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Mc Guire and White. 2000. Liquified Gas
Handling Principles, 3rd
edition
Indrawan dan Yaniawati. 2014.
Metodologi Penelitian
2014. Tanker Management Self
Assessment-Main Manual
Hyundai Heavy Industries CO. Ltd. 2013.
LPG Cargo Handling System
Intruction Manual
CDI, ICS, OCIMF and SIGTTO. 2013.
Ship To Ship Transfer Guide
(Liquefied gases), 2nd
edition
Saebani, B.A. dan Affifudin. 2012. Metode
Penelitian Kualitatif.
Mustari, Mohammad. 2012. Pengantar
Metode Penelitian
Liquified Gas Tanker Training Progamme
Pertamina. 2012
SOLAS Consolidated. 2014
Riduwan. 2003. Metode dan Teknik
Menyusun Proposal Penelitian.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2011
PENANGANAN BONGKAR MUAT DENGAN CRANE KAPAL
DI MV. ORIENTAL JADE
Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama
b
aDosen Program Studi Nautika PIP Semarang
bTaruna (NIT.50134776 N) Program Studi Nautika PIP Semarang
ABSTRAK
Pelaksanaan bongkar muat dengan menggunakan crane kapal harus dilaksanakan
dengan benar dan penanganan muatan yang melebihi SWL crane kapal. Dengan dasar ini
penulis merumuskan masalah tentang bagaimana pelaksanaan bongkar muat dengan
menggunakan crane kapal di MV. Oriental Jade dan bagaimana jika muatan melebihi SWL
crane kapal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis selama praktek layar di
MV. Oriental Jade mengenai pelaksanaan bongkar muat dengan menggunakan crane kapal
ditemukan adanya masalah-masalah yang meliputi persiapan crane yang terlalu lama, alat
bongkar muat yang sebagian sudah tidak layak, wirerope sudah aus. Dalam pelaksanaan
bongkar muat ditemukan muatan yang melebihi SWL crane akibatnya muatan tidak mampu
diangkat oleh satu crane kapal sehingga dibutuhkan dua crane yang digabungkan supaya
beban yang diangkat tidak terlalu berat dan muatan yang diangkat dengan HMC (Harbour
Mobile Crane).
Kata kunci: bongkar muat, crane kapal, SWL crane
ABSTRACT
Implementation of loading and unloading using a ship's crane must be carried out
properly and handling loads that exceed SWL crane vessels. On this basis the author
formulates the problem of how the loading and unloading practices using the ship's crane in
MV. Oriental Jade and what if the load exceeds the SWL crane of the ship. Based on the
results of research conducted during the screen practice author in MV. Oriental Jade on
loading and unloading activities using a ship's crane found problems encompassing crane
preparations that were too long, unloading tools partly improper, wirerope worn out. In the
loading and unloading operation, a load exceeding the SWL crane resulted in the inability of
the load to be lifted by a crane so that two cranes were combined so that the load would not
be too heavy and the load raised with HMC (Harbor Mobile Crane).
Keywords: loading and unloading, ship crane, SWL crane
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara kepulauan,
maka transportasi laut merupakan sektor
yang sangat penting dalam dunia
perdagangan, sehingga Indonesia harus
mempunyai sistem transportasi laut yang
berguna dan berhasil guna (efisiensi dan
efektifitas). Kebutuhan akan transportasi
khususnya di bidang kelautan sangat besar,
karena transportasi laut merupakan suatu
alat yang dapat mengangkut penumpang
atau barang dari satu tempat ke tempat
yang lainnya, dengan menempuh jarak
yang jauh dengan biaya yang relatif murah
jika dibandingkan dengan menggunakan
Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade
Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama
b
2012
sarana transportasi darat maupun
transportasi udara.
Dalam dunia perdagangan nasional
maupun perdagangan internasional,
pelayaran niaga sangat berperan penting
untuk menunjang proses pendistribusian
barang. Hampir semua barang ekspor dan
impor menggunakan sarana angkutan kapal
laut, walaupun diantara tempat di mana
pengangkutan dilakukan terdapat fasilitas-
fasilitas angkutan lainnya yang berupa
angkutan darat seperti truk dan kereta api.
Pengangkutan barang dengan kapal laut
dipilih karena jumlah barang yang diangkut
akan lebih besar jika dibandingkan dengan
menggunakan truk, kereta api, atau pesawat
terbang dan biaya angkut juga lebih kecil
jika dibandingkan dengannya.
Salah satu tujuan pengangkutan melalui
kapal laut adalah mengangkut muatan
melalui laut dengan cepat dan selamat
sampai ke tempat tujuan. Kelancaran
operasional kapal ditentukan oleh kondisi
operasional kapal pada waktu melakukan
kegiatan operasional bongkar muat dan
pengurusan administrasi di pelabuhan asal
dan pelabuhan tujuan. Untuk kelancaran
kegiatan bongkar muat dari dan ke kapal,
peralatan alat bongkar muat merupakan
salah satu faktor yang terpenting untuk
menjamin kegiatan bongkar muat di
pelabuhan.
Pada tahun 2015-2016 penulis
melaksanakan praktek laut di kapal MV.
Oriental Jade. Kapal ini merupakan kapal
jenis Container DWT (Dead Weight
Tonnage) 18.000 Ton dan melayani
pelayaran domestik. Selama kurun waktu
12 bulan penulis berlayar di kapal MV.
Oriental Jade. Penulis menemukan
beberapa masalah dalam pelaksanaan
bongkar muat dengan menggunakan crane
kapal di MV. Oriental Jade. Beberapa
diantaranya adalah pelaksanaan bongkar
muat yang melebihi SWL crane kapal.
Berdasarkan kenyataan di atas saat kapal
melakukan aktifitas bongkar muat barang
dari kapal ke dermaga dan dari dermaga ke
kapal atau juga dari kapal ke kapal
diperlukan tenaga ahli dan tenaga kerja atau
buruh bongkar muat yang profesional dan
peralatan bongkar muat yang baik pula
kondisinya untuk kelancaran bongkar muat
tersebut.
Pada saat pelaksanaan bongkar muat
dengan menggunakan crane kapal masih
terdapat kendala yang membuat crane
berjalan lamban dan pelaksanaan bongkar
muat tidak dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Tentunya hal ini membuat
pelaksanaan bongkar muat tidak sesuai
dengan prinsip pemuatan. Semua akan
berjalan lancar jika ada kerja sama yang
baik antara pemilik muatan, pengangkut
dan buruh.
Atas munculnya permasalahan di atas
penulis ingin mengangkat fenomena
tersebut dalam penelitian yang berjudul
“Pelaksanaan Bongkar Muat Dengan
Menggunakan Crane Kapal Di MV.
Oriental Jade”. Hal ini bertujuan untuk
mencari pemecahan masalah dengan cara
penanggulangan yang tepat dalam
mengatasi permasalahan pada saat
pelaksanaan bongkar muat, sehingga di
kemudian hari permasalahan yang sama
tidak akan terulang lagi serta kegiatan
operasional dapat berjalan dengan lancar.
Berdasarkan judul dan latar belakang
yang telah diuraikan penulis, maka penulis
merumuskan masalah-masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pelaksanaan bongkar muat
dengan menggunakan crane kapal di
MV. Oriental Jade?
2. Bagaimana jika muatan melebihi
kapasitas dari SWL crane kapal di
MV. Oriental Jade?
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka tujuan penulisan ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana
pelaksanaan bongkar muat dengan
menggunakan crane kapal di MV.
Oriental Jade.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2013
2. Untuk mengetahui cara menangani
muatan yang melebihi SWL crane
kapal.
II. KAJIAN PUSTAKA
Menurut penelitian yang dilakukan
Asisten Wakil Rektor senior akademik
bidang operasional pendidikan dan
pengendalian mutu (2004), “Pelaksanaan
yang berarti telah memiliki organisasi dan
prosedur pelaksanaan pada tingkat
universitas, fakultas, jurusan atau bagian
dan program studi, termasuk didalamnya
adalah sumber daya manusia untuk
melaksanakan”. Menurut Komarudin
(2004:3), “Pelaksanaan adalah sistim
pembentukan jaringan yang dengan
istimewa diciptakan untuk membantu
pimpinan dalam pengawasan biaya yang
dibutuhkan untuk program, jumlah
keperluan, dan waktu”. Berdasarkan
definisi tersebut, penulis menyimpulkan
bahwa pelaksanaan adalah perbuatan
melaksanakan suatu pekerjaan atau
tindakan yang sudah direncanakan atau
keputusan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
Menurut Soegiyanto dan Martopo
(2004:30) “Proses bongkar muat adalah
kegiatan mengangkat, mengangkut serta
memindahkan muatan dari kapal ke
dermaga pelabuhan atau sebaliknya”.
Sedangkan proses bongkar muat barang
umum di pelabuhan meliputi stevedoring
(pekerjaan bongkar muat kapal),
cargodoring (operasi transfer tambatan),
dan receiving / delivery (penerima /
penyerahan) yang masing-masing
dijelaskan di bawah ini:
a. Stevedoring (pekerjaan bongkar muat
kapal)
Menurut Soegiyanto dan Martopo
(2004:30) “stevedoring (pekerjaan
bongkar muat kapal) adalah jasa
pelayanan membongkar dari/kapal,
dermaga, tongkang, truk atau muat
dari/ke dermaga, tongkang, truk
ke/dalam palka dengan menggunakan
derek kapal atau yang lain”. Petugas
stevedoring (pekerjaan bongkar muat
kapal) dalam mengerjakan bongkar muat
kapal, selain foreman (pembantu
stevedor) juga ada beberapa petugas lain
yang membantu stevedore dalam
melaksanakan kegiatan bongkar muat
(pemborong bongkar muat kapal), yaitu:
1. Cargo surveyor perusahaan PBM;
2. Petugas barang berbahaya;
3. Administrasi;
4. Cargodoring (operasi transfer
tambatan)
Menurut Soegiyanto dan Martopo
(2004:32) “cargodoring (operasi transfer
tambatan) adalah pekerjaan
mengeluarkan barang atau muatan dari
sling di lambung kapal di atas dermaga,
mengangkut dan menyusun muatan di
dalam gudang atau lapangan
penumpukan dan sebaliknya”.
Dalam pelaksanaan produktifitas
cargodoring dipengaruhi oleh tiga
variabel, yakni jarak tempuh, kecepatan
kendaraan, dan waktu tidak aktif :
1) jarak yang ditempuh
2) kecepatan kendaraan
3) waktu tidak aktif (immobilisasi)
b. Receiving atau Delivery (penerima/
penyerahan)
Adalah pekerjaan mengambil barang
atau muatan dari tempat penumpukan
atau gudang hingga menyusunnya di
atas kendaraan pengangkut keluar
pelabuhan atau sebaliknya. Kegiatan
receiving (penerima) ini pada dasarnya
ada dua macam, yaitu :
1) Pola muatan angkutan langsung
adalah pembongkaran atau pemuatan
dari kendaraan darat langsung dari
dan ke kapal.
2) Pola muatan angkutan tidak langsung
adalah penyerahan atau penerimaan
barang/peti kemas setelah melewati
gudang.
Terlambatnya operasi delivery
(penyerahan) dapat terjadi disebabkan :
Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade
Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama
b
2014
1) Cuaca buruk / hujan waktu bongkar /
muatan dari kapal.
2) Terlambatnya angkutan darat, atau
terlambatnya dokumen.
3) Terlambatnya informasi atau alur dari
barang.
4) Perubahan alur dari loading point
(nilai pemuatan).
Menurut Soegiyanto dan Martopo
(2004:7), “stowage atau Penataan
muatan merupakan suatu istilah dalam
kecakapan pelaut, yaitu suatu
pengetahuan tentang memuat dan
membongkar muatan dari dan ke atas
kapal sedemikian rupa agar terwujud 5
prinsip pemuatan yang baik”. Untuk itu
para perwira kapal dituntut untuk
memiliki pengetahuan yang memadai
baik secara teori maupun praktek
tentang jenis-jenis muatan, perencanaan
pemuatan, sifat dan kualitas barang yang
akan dimuat, perawatan muatan,
penggunaan alat-alat pemuatan, dan
ketentuan-ketentuan lain yang
menyangkut masalah keselamatan kapal
dan muatan. Adapun 5 prinsip pemuatan
yang baik adalah :
a. Melindungi awak kapal dan buruh
(Safety of crew and longshoreman)
Melindungi awak kapal dan buruh
adalah suatu upaya agar mereka selamat
dalam melaksanakan kegiatan. Untuk itu
perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1) Penggunaan alat-alat
keselamatan kerja secara benar,
misalnya sepatu keselamatan,
helm, kaos tangan, pakaian kerja;
2) Memasang papan-papan
peringatan;
3) Memperhatikan komando dari
kepala kerja;
4) Tidak membiarkan buruh lalu
lalang di daerah kerja;
5) Tidak membiarkan muatan
terlalu lama menggantung lama
di tali muat;
6) Memeriksa peralatan bongkar
muat sebelum digunakan
sehingga dalam keadaan baik;
7) Tangga akomodasi (gang way)
diberi jaring;
8) Memberi penerangan secara baik
dan cukup saat bekerja pada
malam hari;
9) Bekerja secara tertib dan teratur
mengikuti perintah;
10) Jika ada muatan di deck,
dibuatkan jalan lalu lalang orang
secara bebas dan aman;
11) Semua muatan yang dapat
bergerak di-lashing dengan kuat;
12) Muatan di deck memiliki
ketinggian yang tidak
mengganggu penglihatan saat
bernavigasi;
13) Mengadakan tindakan berjaga-
jaga secara baik;
14) Muatan berbahaya harus dimuat
sesuai dengan SOLAS.
b. Melindungi kapal (to protect the ship)
Melindungi kapal adalah suatu upaya
agar kapal tetap selamat selama kegiatan
muat bongkar maupun dalam pelayaran,
misalnya menjaga stabilitas kapal,
jangan memuat melebihi deck load
capacity, memperhatikan SWL (Safety
Working Load) peralatan muat bongkar.
c. Melindungi muatan (to protect the
cargo)
Dalam peraturan perundang-
undangan internasional dinyatakan
bahwa perusahaan atau pihak kapal
bertanggung jawab atas keselamatan dan
keutuhan muatan sejak muatan itu
dimuat sampai muatan itu dibongkar.
Oleh karena itu pada waktu memuat,
membongkar, dan selama dalam
pelayaran, muatan harus ditangani
secara baik. Pada umumnya kerusakan
muatan disebabkan oleh :
1) Pengaruh dari muatan lain yang
berada dalam satu ruang palka;
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2015
2) Pengaruh air, misalnya terjadi
kebocoran, keringat kapal,
keringat muatan, dan kelembaban
udara dalam ruang palka;
3) Gesekan antar muatan dengan
badan kapal;
4) Penanggasan (panas) yang
ditimbulkan oleh muatan itu
sendiri;
5) Pencurian (pilferage);
6) Penanganan muatan yang tidak
baik.
d. Melakukan muat bongkar secara
cepat dan sistematis (rapit and
systematic loading and discharging).
Agar pelaksanaan pemuatan dan
pembongkaran dapat dilakukan secara
cepat dan sistematis, maka sebelum
kapal tiba di pelabuhan pertama di suatu
negara, harus sudah tersedia rencana
pemuatan dan pembongkaran (stowage
plan). Meskipun telah direncanakan
secara baik dan dilaksanakan dengan
baik pula, namun masih sering terjadi
adanya kekeliruan-kekeliruan seperti
timbulnya long hatch, over stowage,
over carriage ini harus dihindarkan.
e. Penggunaan ruang muat semaksimal
mungkin.
Dalam melakukan pemuatan harus
diusahakan agar semua ruang muat
dapat terisi penuh oleh muatan atau
kapal dapat memuat sampai sarat
maksimum, sehingga dapat diperoleh
uang tambang yang maksimal. Namun
demikian, karena bentuk paking muatan
tertentu, sering muatan tidak dapat
memenuhi ruang muat, kemungkinan
lain adalah cara pemadatan yang kurang
baik, sehingga banyak ruang muat yang
tidak terisi oleh muatan. Ruang muatan
yang tidak terisi muatan disebut broken
stowage. Dalam prinsip pemuatan,
broken stowage harus diusahakan
sekecil mungkin dengan cara :
1) Menggunakan/memuat muatan
pengisi (filler cargo);
2) Melaksananakan perencanaan
yang baik;
3) Pengawasan pada waktu
pelaksanaan pemuatan;
4) Penggunaan terap muatan
(dunnage) secara efisien;
5) Penggunaan ruang palka
disesuaikan dengan bentuk
muatan.
Menurut Martopo dan Soegiyanto
(2004:38-71) “Crane kapal adalah alat
bongkar muat yang dirancang khusus di
atas kapal yang digunakan sebagai alat
pengangkat”. Crane bekerja dengan
mengangkat material yang akan
dipindahkan, memindahkan secara
horizontal, kemudian menurunkan
material di tempat yang diinginkan. Alat
ini memiliki bentuk dan
kemampuan angkat yang besar dan
mampu berputar hingga 360 derajat dan
jangkauan hingga puluhan meter. Crane
biasanya digunakan untuk mengambil
muatan dari dermaga ke kapal. Crane
terdiri dari beberapa bagian antara lain :
1) Tiang crane yang dilengkapi
dengan rel crane (gigi roda yang
berputar) agar bisa bergerak ke
kiri maupun ke kanan 360 derajat.
2) Boom yaitu batang pemuat yang
dilengkapi dengan hydraulic untuk
mengangkat ke atas dan ke bawah.
3) Crane house atau rumah crane
adalah tempat untuk mengontrol
dari pada crane tersebut di mana
operator sebagai pengoperasinnya.
4) Kerek muat atau cargo block
adalah jalur wire untuk bergerak
yang berada di ujung batang
pemuat.
5) Wire drum adalah tempat untuk
melilitnya wire.
6) Wire adalah kawat sebagai
penerus dari gerakan yang
dihasilkan oleh winch.
7) Motor penggerak atau winch
adalah penggerak utama dari
Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade
Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama
b
2016
setiap gerakan yang ada, seperti
menaikturunkan spreader.
8) Spreader adalah alat bantu untuk
mengangkat equipment atau
obyek/material lain.
Untuk kapal cargo modern sering
digunakan deck crane (geladak kran)
sebagai alat bongkar muat dan untuk
kapal-kapal khusus menggunakan alat
muat bongkar yang sesuai dengan jenis
barang yang diangkut. Pada batang
pemuat tertera berat beban maka yang
dapat diangkut dengan aman oleh batang
pemuat tersebut. Panjang batang pemuat
sedemikian rupa, sehingga dapat
mengambil muatan di samping lambung
kapal. Panjang batang pemuat
sedemikian rupa sehingga kalau batang
tersebut diturunkan sampai sudut 250
dengan bidang datar, maka tali muat dan
kait muat harus bisa mencapai 2,5 meter
di lambung kapal.
Panjang batang pemuat harus
mencapai pojok terjauh dan tali muatnya
harus tersisa 4 s.d 6 gulungan di winch
roller (gulungan mesin derek).
Pemasangan batang pemuat dilakukan
sedemikian rupa, sehingga dapat
digerakkan naik turun, mendatar kekiri
dan kekanan. Gerakan ini disebabkan
oleh adanya baut pada ujung bawah
batang pemuat tersebut. Di beberapa
negara penggunaan alat-alat ini
didasarkan atas sertifikat yang
dikeluarkan oleh Surveyor dari
Internasional Cargo Gear Bearau
(ICCB) atau (biro klasifikasi tentang
perawatan peralatan bongkar muat),
yang menyatakan bahwa setelah
memeriksa dan melakukan tes, maka
alat-alat pemuatan tersebut telah
memenuhi syarat keamanannya. “Pada
kapal pelayaran samudera maka setiap
tiang pada umumnya paling sedikit 2
boom (batang pemuat)” (Istopo,
1999:17).
III. METODOLOGI
Kata metodologi berasal dari
penggabungan dua kata yang berasal dari
Yunani, yaitu metodos dan logos. Metodos
berarti melalui dan logos berarti ilmu
pengetahuan. Metode merupakan suatu
kerangka kerja untuk melakukan suatu
tindakan atau suatu kerangka berfikir untuk
menyusun suatu gagasan yang beraturan,
berarah dan berkonteks dengan maksud dan
tujuan.
Metode penelitian yang digunakan oleh
Penulis adalah metodologi penelitian
deskriptif kualitatif untuk menggambarkan
dan menguraikan objek yang diteliti serta
kaidah-kaidah yang diambil dari teori-teori
yang berhubungan dengan topik yang
dibahas, selain itu juga menggunakan
pendekatan di lapangan yang telah
dilaksanakan selama praktek laut dengan
cara wawancara dan pengamatan. Adapun
hal-hal yang diamati adalah tentang
pelaksanaan bongkar muat dengan
menggunakan crane kapal, yang
kegiatannya dilaksanakan di kapal MV.
Oriental Jade. Dengan adanya penelitian ini
diharapkan hubungan antara pokok
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Peneltian
Pelaksanaan
Bongkar Muat
Dengan
Menggunakan
Crane Kapal DI
Mv. Oriental Jade
Persiapan
sebelum
bongkar muat
Aktivitas
bongkar muat
dengan crane
kapal
Pelaksanaan
Bongkar
Muat Dengan
Crane
Jika Muatan
Melebihi
SWL crane Muatan diangkat
dengan HMC
(Harbour Mobile
Crane)
Muatan
diangkat
dengan 2 crane
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2017
permasalahan dengan metode
pemecahannya akan lebih jelas, sehingga
selanjutnya dapat dicari usaha dan upaya
untuk menanggulangi masalah tersebut.
1. Metode deskriptif
Metode penelitian deskriptif adalah
metode penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri atau
lebih (independen) tanpa membuat
perbandingan atau menggabungkan
antara variabel satu dengan yang lain.
(Sugiyono, 2012:35). Pada bagian ini
peneliti akan mendeskripsikan tentang
pelaksanaan bongkar muat dengan
menggunakan crane kapal.
2. Metode kualitatif
Metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat post positivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) di mana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara
triangulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil
penelitian lebih menekankan makna
generalisasi. (Sugiyono, 2012:13).
Menurut Sukardi dalam bukunya
Metodologi Penelitian Pendidikan
(2003:53), menerangkan bahwa yang
dimaksud dengan tempat penelitian yaitu
tempat di mana proses studi yang
digunakan untuk memperoleh
pemecahan masalah penelitian
berlangsung. Penelitian ini dilakukan
selama penulis melaksanakan praktek
laut di atas kapal MV. Oriental Jade
armada milik PT. Salam Pacific
Indonesia Lines berbendera Indonesia
dengan homeport Jakarta yang beralamat
Jl. Kali Anak No. 51 F, Surabaya. Pada
saat penulis melaksanakan praktek laut
dari bulan September 2015 sampai
dengan bulan September 2016.
Data adalah suatu informasi yang
digunakan dalam suatu penelitian agar
dapat dilakukan pembahasan. Data yang
diperoleh dengan analisis. Berdasarkan
cara memperolehnya, data yang
diperoleh selama penelitian sebagai
pendukung tersusunnya penulisan
penelitian ini diantaranya :
1. Data primer
Data Primer adalah data yang berasal
dari sumber asli atau pertama. Data ini
tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi
ataupun dalam bentuk file-file. Data ini
harus dicari melalui narasumber atau
dalam istilah teknisnya responden, yaitu
orang yang kita jadikan objek penelitian
atau orang yang kita jadikan sebagai
sarana mendapatkan informasi ataupun
data. Penulis memperoleh data melalui
wawancara dengan Mualim I MV.
Oriental Jade yang berhubungan dengan
pelaksanaan bongkar muat dengan
menggunakan crane kapal.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang
sudah tersedia sehingga kita tinggal
mencari dan mengumpulkan. Data
sekunder dapat diperoleh dengan mudah
dan cepat. Karena sudah tersedia,
misalnya di perpustakaan, organisasi-
organisasi perdagangan, dan kantor-
kantor pemerintah.
Beberapa pertimbangan dalam
mencari data sekunder:
a. Jenis data sesuai dengan tujuan
penelitian yang sudah ditentukan.
b. Data sekunder yang dibutuhkan
bukan menekankan pada jumlah
tetapi pada kualitas, oleh karena
itu harus selektif dan hati-hati.
c. Data sekunder biasanya digunakan
sebagai pendukung data primer,
oleh karena itu keduanya saling
digunakan sebagai sumber
informasi untuk menyelesaikan
masalah penelitian.
Data menjadi sangat penting bagi
diperolehnya jawaban yang benar atas
masalah yang diteliti. Untuk
memperoleh jawaban yang benar,
diperlukan data yang benar, dan untuk
Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade
Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama
b
2018
memperoleh data yang benar diperlukan
metode pengumpulan yang benar.
Di dalam penelitian ini penulis
menggunakan beberapa metode
pengumpulan data antara lain :
1. Metode observasi
Menurut Nazir (2005:175),
pengumpulan data dengan observasi
langsung atau dengan pengamatan
langsung adalah cara pengambilan
data dengan menggunakan mata
tanpa ada pertolongan alat standar
lain untuk keperluan tersebut. Dalam
hal ini penulis melaksanakan
pengamatan secara langsung saat
melaksanakan praktek laut di MV.
Oriental Jade, khususnya saat
pelaksanaan bongkar muat dengan
menggunakan crane kapal.
2. Metode Wawancara
Menurut Nazir (2005:193),
wawancara adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab,
sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan atau responden
dengan menggunakan alat yang
dinamakan interview guide.
Wawancara sebagai metode
pengumpul data, adanya komunikasi
langsung antara penulis dengan
sasaran penelitian yaitu Mualim I di
MV. Oriental Jade sebagai
narasumber.
3. Metode Kepustakaan
Metode kepustakaan digunakan
dengan maksud untuk mendapatkan
atau mengumpulkan data dengan
jalan mempelajari buku-buku yang
berkaitan dengan pokok masalah
yang diteliti, juga sebagai pelengkap
data apabila terdapat kesulitan dalam
pemecahan-pemecahan masalah
dalam penelitian.
4. Dokumentasi
Menurut Hadari Nawawi dalam
bukunya Metode Penelitian Bidang
Sosial (2004:133), teknik
dokumentasi yaitu cara pengumpulan
data melalui peninggalan tertulis,
terutama berupa arsip-arsip dan
termasuk juga buku-buku tentang
pendapat, teori, dalil atau hukum-
hukum dan lain-lain yang
berhubungan dengan masalah
penyelidikan.
Menurut Supardi (2003:7), dalam
proses penelitian, pengetahuan yang
diperoleh dari kepustakaan yang
relevan dengan topik sangat penting
dan perlu, karena dapat memberikan
latar belakang informasi, memberikan
arahan terhadap pendekatan teoritis
yang sesuai, menunjukkan bidang
topik yang harus dimasukkan ke
dalam atau dikeluarkan dari fokus
penelitian, dan menghindari
terjadinya duplikasi penelitian yang
tak perlu. Kepustakaan yang paling
penting adalah yang berisi hasil,
penelitian yang pernah dilakukan
oleh penelitian orang lain.
IV. DISKUSI
Berdasarkan analisa penelitian di atas
kapal, penulis menemukan beberapa
permasalahan yang berhubungan dengan
perawatan alat bongkar muat khususnya
derrick boom (batang pemuat derek) yaitu
tentang :
1. Pelaksanaan bongkar muat dengan crane
kapal
Dalam penelitian ini, pelaksanaan
bongkar muat dengan menggunakan
crane kapal dapat ditemukan pada hal
yang terkait dengan persiapan,
pelaksanaan, dan perawatan crane.
Persiapan sebelum pelaksanaan bongkar
muat dengan crane, pelaksanaan
bongkar muat dengan crane serta
perawatan crane diantaranya meliputi:
a. Persiapan sebelum pelaksanaan
bongkar muat
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2019
1) Persiapan crane yang akan
digunakan untuk kegiatan
bongkar muat
2) Persiapan alat bongkar muat
3) Persiapan Tenaga Kerja
Bongkar Muat
b. Aktivitas pembongkaran dan
pemuatan dengan menggunakan
crane kapal :
1) Aktivitas pembongkaran
dengan menggunakan crane
kapal
2) Aktivitas pemuatan dengan
menggunakan crane kapal
2. Muatan yang melebihi SWL crane
kapal.
Safe Working Load (Beban Kerja
Aman) adalah beban maksimum yang
ditanggung oleh sling pada saat benda
diangkat secara tidak langsung karena
adanya pengikatan sling pada benda.
Sling tidak digunakan untuk mengangkat
beban yang melebihi SWL yang tertera
pada label sebuah sling. Muatan yang
melebihi SWL adalah muatan yang
bobotnya melebihi kapasitas beban kerja
aman. Jumlah crane di MV. Oriental
Jade berjumlah 3 crane, dengan masing-
masing kapasitas SWL 30 ton, 30 ton,
dan 25 ton. Muatan yang melebihi SWL
crane tidak bisa diangkat jika hanya
mengandalkan satu crane dengan
maksimal SWL 30 ton. Maka dari itu
cara menangani muatan yang melebihi
SWL crane adalah dengan cara berikut:
a. Muatan diangkat dengan 2 crane
Ketika menemukan muatan yang
melebihi SWL crane maka cara
menanganinya adalah dengan cara
menggunakan 2 crane yang
digabungkan untuk mengangkat
beban yang melebihi SWL. Dengan
menggabungkan 2 crane untuk
mengangkat, maka tanggungan beban
pada masing-masing crane menjadi
lebih ringan.
b. Muatan diangkat dengan HMC
(Harbour Mobile Crane)
HMC (Harbour Mobile Crane)
alat bongkar muat di pelabuhan
/crane yang dapat berpindah pindah
tempat serta memiliki sifat yg flexible
sehingga bisa digunakan untuk
bongkar/muat peti kemas dengan
kapasitas angkat/SWL (Safety Weight
Load) sampai dgn 100 ton. Untuk
mengangkat muatan yang melebihi
SWL crane dapat dengan mudah di
angkat.
Pelaksanaan bongkar muat dengan
menggunakan crane kapal di MV.
Oriental Jade dilaksanakan oleh pihak
kapal yang dioperatori oleh pihak darat
dengan cara membongkar muatan untuk
diturunkan ke darat dengan
menggunakan crane kapal dan
mengangkat muatan untuk dinaikkan ke
masing-masing palka sesuai dengan
stowage plan yang dibuat oleh Mualim I
menggunakan crane kapal. Berdasarkan
analisa penelitian di atas kapal, penulis
menemukan beberapa permasalahan
yang berhubungan dengan pelaksanaan
bongkar muat dengan menggunakan
crane kapal yaitu tentang:
1. Pelaksanaan bongkar muat dengan
menggunakan crane kapal.
Berdasarkan dengan apa yang
telah penulis amati di atas kapal,
penulis akan menjelaskan tentang
bagaimana pelaksanaan bongkar muat
dengan menggunakan crane kapal:
a. Persiapan sebelum bongkar
muat
Sesaat setelah kapal sandar di
pelabuhan bongkar muat Sorong,
cadet dan crew membuka lashing
muatan. Sebelumnya menanyakan
kepada Mualim I palka mana yang
akan dibongkar atau dimuat, agar
pelaksanaan melepas lashing
terlaksana dengan benar. Setelah
lashing muatan telah selesai
dibuka, crew akan mempersiapkan
Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade
Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama
b
2020
crane untuk kegiatan bongkar
muat. Adapun kegiatan tersebut
adalah :
1) Persiapan crane yang akan
digunakan untuk kegiatan
bongkar muat.
Dari hasil wawancara
dengan narasumber yaitu
Mualim I tentang bagaimana
cara menghidupkan crane yang
akan digunakan untuk kegiatan
bongkar, dikatakan bahwa :
“Mualim I akan menghubungi
Engine Control Room untuk
meminta menghidupkan crane
untuk digunakan dalam
kegiatan bongkar muat yang
membutuhkan daya lebih besar
maka untuk menunjang hal
tersebut dibutuhkan peran
Departemen Mesin”
Dalam pelaksanaan
persiapan crane, semua bagian
crane harus dicek sebelum
digunakan dalam kegiatan
bongkar muat, oleh karena itu
Mualim I sebagai perwira yang
bertanggung jawab terhadap
muatan perlu mengadakan
pengecekan dan pendataan
tentang alat-alat tersebut.
Adapun bagian crane yang
harus dicek diantaranya :
a) Cargo Block
Cargo block digunakan
untuk mengaitkan sling wire
yang akan digunakan untuk
mengangkat muatan harus
dicek dengan benar. Guna
memastikan kelayakan
cargo block maka bosun
akan mengecek cargo block
tersebut kemudian
melaporkan kepada Mualim
I bahwa cargo block siap
untuk digunakan.
b) Wire drum
Drum ini berbentuk
lingkaran dan menjadi
wadah bagi wirerope. Di
drum ini, wirerope tergulung
rapi dan dengan bentuk
drum yang melingkar
memudahkan wirerope
untuk keluar masuk ketika
dioperasikan. Putaran
wirerope di dalam wire
drum harus dicek dan
diperhatikan agar tidak
terbelit di dalam wire drum.
c) Wirerope
Wirerope ini terdapat di
wiredrum. Panjangnya 200
meter dalam 1 gulungan.
Wire ini harus selalu
diberikan grease agar tidak
berkarat. Mengecek
wirerope dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu:
i) Secara visual
Lihat fisik dari
wirerope sling apakah
fisik berubah mengecil,
bengkok atau ada
kerusakan lain misalnya
ada wire yang putus
(dalam ukuran panjang 1
meter terdapat wire 6
putus wirerope tersebut
sudah tidak layak pakai).
Metode ini dilakukan
pada setiap saat waktu
sling digunakan.
ii) Menggunakan alat
ukur
Ukur dimensi wirerope
sling, jika dimensi
menyusut 10 % dari
ukuran aslinya maka
wirerope tersebut sudah
tidak layak pakai.
d) Motor
Motor listrik dengan
memanfaatkan medan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2021
magnet untuk
menciptakan gerakan.
Gerakan tersebut
menggerakkan gear
kemudian diteruskan ke
drum.
2) Persiapan alat bongkar muat
Persiapan alat bongkar muat
merupakan hal yang penting
guna menunjang kegiatan
bongkar muat dengan
menggunakan crane kapal
dapat berjalan dengan baik dan
tanpa kendala. Karena
persiapan ini berkaitan dengan
persiapan crane. Hal ini juga
diungkapkan oleh Narasumber
yaitu Mualim I tentang
persiapan alat bongkar muat,
dikatakan bahwa :
“Persiapan alat bongkar muat
merupakan hal yang penting
yang berkaitan dengan kegiatan
bongkar muat dengan crane
kapal agar berjalan dengan
baik dan tanpa kendala ”
Alat bongkar muat yang
harus dipersiapkan adalah
sebagai berikut:
a) Spreader
Spreader adalah alat bantu
untuk mengangkat
kontainer. Spreader
berfungsi untuk
menyebarkan beban dari 1
lifting point dari crane atau
lifting equipment lainnya
menjadi beberapa titik.
Spreader dapat diatur
panjang pendeknya sesuai
panjang kontainer.
b) Sling wire
Sling wire nantinya akan
dikaitkan dengan cargo
block, dan dipasangi cargo
hook. Sling wire ini
mempunyai jenis dan
diameter berbeda-beda
tergantung dari muatan yang
akan diangkat. Jika muatan
yang diangkat semakin berat
maka jenis dan diameter
sling juga akan semakin
bertambah. Sling yang
digunakan di atas kapal
mempunyai beban
maksimum hingga 35 ton.
Jika beban melebihi 35 ton,
maka sling wire akan putus
karena tidak kuat menahan.
c) Cargo hook
Cargo hook befungsi untuk
mengaitkan pada kontainer.
Petunjuk penggunaan cargo
hook:
i) Lakukan pemeriksaan
berkala apakah ada
keretakan, cuil, bengkok
dan faktor lain yang
dapat menyebabkan
kerusakan pada hook.
ii) Lakukan pemeriksaan
oleh crew yang sudah
berpengalaman
misalnya bosun.
iii) Untuk penggunaan hook
bekas harus dilakukan
inspeksi dengan
magnetic particle dan
Dye Penetrant oleh
orang yang
berpengalaman terlebih
dahulu secara berkala.
iv) Jangan menggunakan
hook yang sudah
mengalami pemegaran
leher maksimal 5 % dari
bentuk awal.
v) Jangan menggunakan
hook yang bengkok dan
jangan berusaha
meluruskan hook yang
telah bengkok untuk
dipakai lagi.
Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade
Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama
b
2022
vi) Berat beban tidak boleh
melebihi working load
hook.
vii) Dilarang memperbaiki,
meluruskan,
mengerjakan ulang
ataupun membentuk
ulang hook dengan cara
dipanaskan, dibakar,
dilelehkan ataupun di
press.
viii) Jangan menggunakan
hook dengan posisi
terhalang benda atau
balok.
ix) Jangan menggunakan
hook dengan posisi
dimiringkan.
3) Persiapan Tenaga Buruh
Bongkar Muat (TKBM)
Tenaga Buruh Bongkar
Muat (TKBM) biasanya 1-2
regu yang terdiri dari 8-12
orang setiap regunya. Jam kerja
TKBM diatur dalam shift jam
kerja selama 8 jam termasuk
istirahat 1 jam kecuali hari
jum’at siang istirahat 2 jam,
untuk kegiatan bongkar muat
dengan penggantian tenaga
kerja bongkar muat pada setiap
gilir kerja. Mereka akan dibagi
tugas sesuai tugasnya masing-
masing. Setiap orang
mempunyai tugas kerja
tersendiri, diantaranya sebagai:
a. Operator crane
b. Signalman
c. Buruh bongkar
d. Buruh muat
b. Aktivitas bongkar muat dengan
crane kapal
1) Aktivitas pembongkaran
dengan menggunakan crane
kapal:
a) Perlengkapan dokumen
dan komunikasi:
i) Foreman yang
ditunjuk perusahaan
akan naik ke kapal
ketika kapal telah
selesai sandar di
dermaga. Foreman
akan menemui Mualim
I selaku perwira
penanggung jawab
muatan utntuk
menyerahkan bayplan
kemudian memastikan
kapal siap untuk
melaksanakan kegiatan
bongkar muat sesuai
bayplan.
ii) Sebelum melaksanakan
aktivitas bongkar muat,
terlebih dahulu
Mualim I meminta
kepada Engine Control
Room untuk standby
crane untuk digunakan
kegiatan bongkar muat.
b) Penggunaan Alat
Bongkar Muat:
i) TKBM yang sudah
berada di atas kapal
akan membuka lashing
peti kemas sesuai
arahan dari foreman.
Tidak semua lashing
dibuka di pelabuhan
tersebut karena muatan
juga dibongkar di
pelabuhan yang lain.
ii) Spreader beams/wire
ropes/steel bars (lifting
equipment) harus
dipasang dengan benar
agar ketika peti kemas
diangkat dengan crane
kapal tidak jatuh atau
mengalami kerusakan.
iii) Masing-masing sudut
peti kemas tersebut
akan dikaitkan oleh
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2023
TKBM dengan benar
guna menghindari
terlepasnya kaitan
ketika diangkat dengan
crane kapal.
iv) Operator crane kapal
dan foreman akan
berkomunikasi dengan
walkie talkie ketika
pelaksanaan bongkar
muat. Operator crane
akan membongkar
sesuai daftar peti
kemas.
v) Foreman/Supervisor
akan memeriksa
apakah peti kemas
yang dibongkar
tersebut benar,
kemudian foreman
memberikan perintah
kepada operator crane
untuk mengangkat peti
kemas.
vi) TKBM akan
membantu operator
crane selama
pelaksanaan bongkar,
sebagian TKBM
memasang lifting
equipment, kemudian
salah satu TKBM
memberikan hand
signal untuk memberi
aba-aba kepada
operator crane.
vii) Setelah peti kemas
berhasil diangkat
menuju truck
trailer/on chassis,
kemudian TKBM di
darat melepas lifting
equipment yang
terpasang pada
masing-masing sudut.
2) Aktivitas pemuatan dengan
crane kapal
a) Posisikan dengan benar
spreader beams/wire
ropes/steel bars (lifting
equipment) di atas peti
kemas. TKBM akan
memasang spreader
beams/wire ropes/steel
bars (lifting equipment)
pada masing-masing
sudut peti kemas.
Signalman akan memberi
aba-aba ketika
pemasangan telah siap.
b) Angkat peti kemas
dimaksud sesuai dengan
daftar peti kemas muat ke
kapal tersebut. Jika sudah
siap maka signalman
akan memberi aba-aba
kepada operator crane
untuk mengangkat peti
kemas tersebut ke atas
kapal sesuai bay plan.
c) TKBM (Signalman)
memandu operator crane
kapal selama pemuatan
peti kemas di bay kapal.
Selama kegiatan
pemuatan, signalman
tetap memandu operator
crane kapal hingga peti
kemas benar-benar
dimuat di bay kapal.
Operator crane kapal
meletakkan peti kemas
sesuai dengan bay yang
ditentukan.
d) Sebelum peti kemas
diletakkan di bay kapal,
TKBM terlebih daluhu
memasang cones agar
muatan tidak bergeser
ketika kapal miring atau
terkena cuaca buruk.
Cones juga dipasang pada
masing-masing sudut
Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade
Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama
b
2024
diantara dua peti kemas
yang disusun tegak.
e) Jika in hold telah penuh
maka operator crane
akan menutup palka
kemudian melanjutkan
pemuatan on deck.
f) Pelaksanaan pemuatan
telah selesai, kemudian
TKBM melakukan
pelashingan peti kemas
pada setiap tier dengan
lashing silang.
Kegiatan tersebut dilakukan ketika
sedang melaksanakan bongkar muat
di Pelabuhan Sorong, dikarenakan di
Pelabuhan Sorong tidak ada alat
bongkar muat HMC (Harbour Mobile
Crane) maupun CC (Container
Gantry Crane). Kegiatan bongkar
muat hanya dengan crane kapal
ataupun dengan menyewa base crane
untuk kapal-kapal yang tidak
dilengkapi dengan crane kapal. Pada
saat melakukan kegiatan bongkar
muat dengan menggunakan crane,
penulis menemukan hambatan yang
mengganggu kelancaran pelaksanaan
bongkar muat.
2. Jika muatan melebihi SWL crane
kapal
Pelaksanaan bongkar muat dengan
menggunakan crane kapal
mempunyai kendala-kendala. Muatan
yang melebihi SWL tidak bisa
dipaksa untuk diangkat, karena beban
melebihi kapasitas. Jika tetap
dipaksakan maka yang terjadi adalah
rusaknya cargo block dan wire akan
putus. Dari hasil wawancara dengan
narasumber yaitu Mualim I tentang
muatan yang melebihi SWL crane
dikatakan bahwa:
“muatan yang melebihi SWL crane
tidak bisa dipaksa untuk diangkat,
jika dipaksa akan mengakibatkan
kerusakan yang fatal, misalnya
rusaknya cargo block, putusnya wire.
Karena kapasitas SWL crane di kapal
hanya mampun mengangkat beban
tidak lebih dari 30 ton”.
Mualim I akan melakukan rencana
untuk menangani muatan tersebut
agar dapat diangkat tanpa merusak
crane. Di sini peran Mualim I sebagai
perwira yang bertanggung jawab
terhadap muatan sangat dibutuhkan.
Berikut cara untuk menangani
muatan SWL crane yang
direncanakan oleh Mualim I:
a. Muatan diangkat dengan 2
crane
SWL crane di kapal MV.
Oriental Jade hanya 30 ton.
Sedangkan beban yang
diangkat berkisar 35 ton.
Dengan cara menggabungkan 2
crane untuk mengangkat
muatan tersebut beban yang
ditanggung oleh masing-masing
crane tidak terlalu berat
sehingga muatan dapat diangkat
dengan 2 crane yang diangkat
bersama-sama.
Pengangkatan dengan
menggunakan crane sangat
beresiko tinggi jika tidak
diperhitungkan dengan baik dan
dilakukan sesuai prosedur.
Berikut adalah cara
pengangkatan muatan dengan 2
crane :
1) Hanya personil yang
berwenang memegang SIO
yang diperbolehkan
mengoperasikan crane;
2) Crew yang melakukan
pengikatan
(rigging/slinging) akan
diberi pelatihan khusus;
3) Pemeriksaan harian
terhadap crane dan alat
bantu angkat harus
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2025
dilakukan sebelum
pengoperasian;
4) Semua sling, tali kawat
baja dan lain-lain harus
ditangani, dilumasi dan
disimpan dengan benar
untuk mencegah terpelintir,
karat, dan putusnya kawat
dapat menimbulkan bahaya
bagi crew. Penanganan
sling harus diperhatikan
dengan serius agar dapat
menunjang pelaksanaan
bongkar muat yang efektif;
5) Pengalas yang sesuai harus
digunakan untuk mencegah
kerusakan pada sling,
rantai dan sebagainya, pada
saat bergesekan dengan
permukaan atau ujung yang
tajam;
6) Pengait dan shackle harus
dilengkapi dengan
pengaman yang efektif
untuk memastikan beban
tidak terjatuh dengan tiba-
tiba;
7) Pakailah sarung tangan
ketika memegang tali
kawat;
8) Ketahui beban kerja aman
yang tertera pada alat takel
atau tali-temali yang
digunakan. Jangan sampai
melebihi batas maksimum;
9) Hitung total berat beban
sebelum diikat;
10) Periksalah semua
perangkat keras, peralatan,
alat tackel dan sling
sebelum digunakan dan
laporkan peralatan yang
rusak kepada Supervisor;
11) Dilarang menunggangi alat
pengangkut, muatan, atau
setiap permukaan bulat di
crane dan alat derek
lainnya;
12) Jangan memanjat atau
menuruni peralatan yang
sedang bergerak. Jangan
meloncat dari peralatan
apapun. Gunakan kedua
tangan saat naik atau turun
dari suatu peralatan;
13) Hindari tangan anda dari
titik jepit saat mengait,
menyambung atau
menjepit;
14) Tali pengaman (tag line)
harus digunakan untuk
pengangkatan beban yang
panjang;
15) Semua kait harus dililit,
kecuali bila sudah
dilengkapi dengan palang
pengaman;
16) Hanya satu orang, yang
harus diketahui operator,
yang boleh memberikan
kode atau isyarat kepada
operator;
17) Operator crane harus
diberi pengarahan oleh
supervisor mereka sebagai
bagian dari job safety
analysis;
18) Pertimbangan terhadap
faktor-faktor keselamatan
kerja harus dievaluasi
ulang jika sudut sling
melebihi 600;
19) Karena pertimbangan akan
berat dan pusat gaya berat,
maka semua muatan harus
dicek sebelum diangkat.
Pastikan peralatan
pengangkatan sesuai
dengan kapasitasnya;
20) Gunakan sling berkaki
banyak, bukan gabungan
sling dari kaki tunggal.
Jangan mengangkat beban
memakai satu dari sling
kaki banyak sebelum kaki-
Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade
Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama
b
2026
kaki yang tidak terpakai
diikat dengan aman;
21) Rapat pra-pengangkatan
(Pre-lift meeting);
Membahas penentuan tugas
dan peran semua pihak,
macam cara pengangkatan,
tingkatan personil yang
terlibat.
22) Persiapan pengangkatan
(Lift Preparation). Inspeksi
crane/mesin pengangkat,
peralatan, shackle dan
sling, melaporkan
komponen untuk
perbaikan, pengujian
fungsi operasi crane,
identifikasi ukuran sling
yang tepat dan shackle
untuk pengangkatan beban;
23) Komunikasi dengan
personil di lingkungan
kerja (dilakukan secara
lisan dan melalui radio);
24) Sinyal (isyarat) penggunaan
radio dan atau aba-aba
tangan/hand signal yang
ditunjuk;
25) Gerakan putaran (swing)
crane tidak boleh men-
swing beban, menjaga titik
pusat tegak lurus dengan
hook pada boom;
26) Pengangkatan khusus
(Non-routine operation);
Kehati-hatian terhadap
kerja aman, untuk heavy
lifting cargo, pandangan
operator yang terhalang,
kapal yang beroperasi
disekitarnya, bongkar muat
dari bagian kapal,
penangan cargo tanpa tag
line, Pandangan yang
terbatas, cuaca
buruk/gelombang besar
harus diperhatikan agar
tidak terjadi kesalahan
ketika proses pengangkatan
dilaksanakan;
27) Laksanakan pengangkatan
muatan dengan hati-hati
dan sesuai aba-aba tangan
dari signalman yang
ditunjuk.
b. Muatan diangkat dengan HMC
(Harbour Mobile Crane)
HMC (Harbour Mobile
Crane) merupakan fasilitas
bongkar muat yang disediakan
oleh pelabuhan, ketika
menjumpai muatan yang
melebihi SWL crane, maka
HMC (Harbour Mobile Crane)
dapat digunakan sebagai pilihan
kedua jika dengan
menggunakan 2 crane tidak
mampu mengatasi. HMC
(Harbour Mobile Crane)
mempunyai kapasitas SWL
beragam sesuai tipenya.
Kapasitas SWL antara 40 ton
hingga 100 ton. Sangat efektif
untuk mengangkat beban yang
tidak mampu diangkat oleh
crane kapal.
Dalam pengoperasiannya,
HMC (Harbour Mobile Crane)
tidak terlalu rumit dan
membutuhkan banyak orang
seperti menggunakan crane
kapal. Lebih ringkas dan mudah
menggunakan HMC (Harbour
Mobile Crane). Crew kapal
tidak terlibat dalam penggunaan
HMC (Harbour Mobile Crane)
karena telah ditangani oleh
pihak darat, mulai dari
persiapan hingga proses
pengangkatan muatan sampai
berada di atas kapal dengan
selamat.
Dengan kapasitas SWL yang
besar, HMC (Harbour Mobile
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2027
Crane) dapat dengan mudah
mengangkat beban yang
melebihi kapasitas SWL crane.
Pelaksanaan pengangkatannya
pun tidak terlalu membutuhkan
banyak orang, berikut adalah
cara pengangkatan dengan
HMC (Harbour Mobile Crane):
1) Pasang lifting equipment
yaitu spreader bar beserta
chainsling yang sudah
terpasang pada cargo block
HMC (Harbour Mobile
Crane).
2) Pasang chainsling pada
muatan yang akan diangkat,
pastikan semua terpasang
dengan benar.
3) Jika sudah terpasang dengan
benar, beban diangkat pelan-
pelan dengan memerhatikan
keadaan sekitar.
4) Ketika muatan sudah berada
di atas deck, lepaskan
chainsling yang terpasang
pada muatan.
V. PENUTUP
1. Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari
penelitian tentang pelaksanaan bongkar
muat dengan menggunakan crane kapal di
MV. Oriental Jade adalah :
1. Pelaksanaan bongkar muat dengan
menggunakan crane kapal di MV.
Oriental Jade :
a) Dengan adanya persiapan yang
baik sebelum bongkar muat
dengan menggunakan crane
menentukan lancar dan tidaknya
pelaksanaan bongkar muat.
b) Kegiatan bongkar muat dengan
menggunakan crane dapat berjalan
lancar karena sesuai dengan
prosedur.
2. Jika muatan yang melebihi SWL
crane :
a) Muatan yang melebihi SWL crane
dan di darat tidak tersedia CC
(Container Crane) maupun HMC
(Harbour Mobile Crane) maka
dapat diatasi oleh crew kapal
dengan alternatif menggunakan
dua crane yang digunakan
bersama-sama atau digabungkan
untuk mengangkat muatan tersebut
serta bagaimana cara
menanganinya.
b) Menggunakan HMC (Harbour
Mobile Crane) lebih kecil resiko
kegagalan dalam mengangkat
beban muatan yang melebihi SWL
crane kapal, karena HMC
(Harbour Mobile Crane)
menpunyai SWL yang lebih besar.
2. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan di atas
mengenai pelaksanaan bongkar muat
dengan menggunakan crane kapal, maka
penulis memberi saran sebagai berikut.
1. Pelaksanaan bongkar muat dengan
menggunakan crane kapal di MV.
Oriental Jade :
a) Sebelum persiapan bongkar muat
dengan menggunakan crane kapal
sebaiknya diadakannya meeting
untuk memberikan pengarahan
terhadap crew tentang prosedur
yang baik dan benar, sehingga
diharapkan dapat terlaksana
kerjasama yang baik.
b) Kegiatan bongkar muat yang dapat
berjalan dengan lancar sebaiknya
didukung oleh pihak kapal dan
pihak darat. Serta penyediaan alat
bongkar muat yang baik dan siap
digunakan.
2. Jika muatan melebihi SWL crane :
a) Menggunakan 2 crane untuk
mengangkat muatan yang melebihi
SWL crane sangat tinggi
resikonya, lebih baik dilakukan
Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade
Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama
b
2028
rapat pra-pengangkatan (Pre-lift
meeting). Membahas penentuan
tugas dan peran semua pihak,
macam cara pengangkatan,
tingkatan personel yang terlibat.
b) Jika di darat terdapat HMC
(Harbour Mobile Crane) lebih
baik menggunakan HMC
(Harbour Mobile Crane) daripada
menggunakan crane kapal, karena
HMC (Harbour Mobile Crane)
menpunyai SWL yang lebih besar
daripada crane kapal dan agar
lebih aman guna memperkecil
kecelakaan kerja dan melindungi
crew kapal dan muatan.
DAFTAR PUSTAKA
Komarudin. 2004. Ensiklopedia
Manajemen. Bandung: Penerbit
Almuni
Martopo, Arso dan Soegiyanto. 2004.
Penanganan dan Pengaturan
Muatan. Semarang: Politeknik Ilmu
Pelayaran Semarang
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya
________. 2006. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Sukardi. 2003. Metode Penelitian
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor:
Ghalia Indonesia
Nawawi, Hadari. 2004. Metode Penelitian
Bidang Sosial. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada
Salim, Abbas. 2004. Manajemen
Transportasi. Jakarta: Raja
Gravindo Perkasa
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode
Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu
Supardi. 2003. Kerangka Dasar dan
Paradigma Penelitian. Semarang:
Universitas Negeri Semarang
Suwiyadi, HR. M. Transportasi Laut dan
Bisnis Pelayaran. Semarang:
Politeknik Ilmu Pelayaran
Semarang
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2029
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RETAKNYA JACKET COOLING DI
CYLINDER MAIN ENGINE MT. SEI PAKNING
Suwondoa , Edy Warsopurnomo
b dan Ahmad Muchlisin
c
a dan b
Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang cTaruna (NIT.50134930.T) Program Studi Teknika PIP Semarang
ABSTRAK
Jacket cooling sebagai selimut cylinder liner dan cylinder cover yang didalamnya
berupa air pendingin (air tawar) dengan temperatur tertentu yang digunakan untuk
menyerap panas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar di dalam silinder. Faktor
yang mempengaruhi keretakan jacket cooling main engine di bagian cylinder cover sebagai
berikut: (a) Pemasangannya (instal), (b) Usia dari material (running hours), (c) Temperatur
dan tekanan air pendingin, (d) Perawatan (maintenance), (e) Kualitas air pendingin, (f)
Kebocoran pada seal jacket yang sudah diketahui tetapi tidak dilakukan tindakan
penanganan (leakage).
Faktor-faktor dari Kekuatan (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang
(Opportunities) dan Ancaman (Threats) maka akan dapat dilihat bagaimana solusi untuk
mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan keretakan pada jacket cooling. Analisis SWOT
dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi
keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, dimana
aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strength) mampu mengambil keuntungan
(advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan
(weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada,
selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang
ada, dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu
membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.
Hasil penelitian diketahui bahwa faktor keretakan terjadi karena kurangnya perawatan
serta usia material jacket cooling yang sudah melampaui batas jam kerja dan juga
penyetelan temperatur jacket cooling yang tidak stabil. Sebagai mantel pendingin mesin
induk jacket cooling sangat berperan dalam menjaga temperatur untuk meningkatkan kinerja
dari permesinan tersebut. Keadaan keretakan jacket cooling mengakibatkan pelayaran
tertunda.
Peneliti menyimpulkan bahwa keretakan atau pecahnya jacket cooling dapat terjadi
karena usia dari material yang sudah melampaui batas jam kerja dan tidak stabilnya
temperatur air pendingin. Untuk mengatasi keretakan pada jacket cooling di cylinder cover
mesin induk, sebaiknya dilakukan penyetelan temperatur secara bertahap, melakukan
pengetesan kadar keasaman air pendingin dan melakukan pengecekan ataupun penggantian
terhadap material (jacket cooling) ketika sudah mendekati batas jam kerja yaitu 8000 jam di
cylinder cover dan 16000 jam di cylinder liner agar penyebab masalah yang mengakibatkan
keretakan jacket cooling di cylinder cover mesin induk teratasi. Melakukan upaya untuk
menjadikan temperatur air jacket cooling main engine menjadi lebih normal dapat dilakukan
dengan selalu melakukan perawatan pada central cooler, membersihkan plat-plat dari sisi
air laut maupun air tawar, melakukan sirkulasi chemical (powder descaler) secara berkala,
membersihkan plat-plat di fresh water jacket cooler (FWJC).
Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning
Suwondoa , Edy Warsopurnomo
b dan Ahmad Muchlisin
c
2030
Kata kunci: keretakan, jacket cooling cylinder cover, mesin induk di MT. Sei Pakning.
ABSTRACT
Jacket cooling as a cylinder liner blanket and cylinder cover which is in the form of
cooling water (fresh water) with a certain temperature used to absorb heat generated by fuel
combustion inside the cylinder. Factors affecting the cracking of the main engine jacket in
the cylinder cover as follows: (a) Installation, (b) The age of the material running running,
(c) Temperature and pressure of cooling water, (d) Maintenance , (e) Cooling water quality,
(f) Leakage on known jacket seals but no leakage measures.
Factors of strength (Strength), Weakness, Opportunities and Threats can then be seen
how to solve the factors that cause cracks in jacket cooling. The SWOT analysis can be
applied by analyzing and sorting things that affect the four factors, then applying them in
SWOT matrix images, where the application is how the strengths are able to take advantage
of existing opportunities, how to overcome weaknesses (weaknesses) that prevent the
advantages of opportunities, then how strengths are able to deal with existing threats, and the
last is how to overcome weaknesses that can make threats become real or create a new
threat.
The results revealed that the crack factor occurred due to lack of care and the age of
jacket cooling material that has exceeded the working hours and also the unstable jacket
cooling temperature setting. As a jacket cooling engine coolant mantle is instrumental in
maintaining the temperature to improve the performance of the machinery. The
circumstances of the jacket cooling crack resulted in a delayed voyage.
The researchers concluded that cracking or rupture of jacket cooling may occur due to
the age of the material that has exceeded the working hour limit and the unstable cooling
water temperature. To overcome the crack in the jacket cooling on the cylinder cover of the
main engine, it is better to adjust the temperature gradually, to test the acidity of the cooling
water and to check or replace the material (jacket cooling) when it is close to the working
time limit of 8000 hours on the cylinder cover and 16000 hour in the cylinder liner to cause
the problem causing the cracking of jacket cooling on the cylinder cover of the master
machine is resolved. Making efforts to make the water jacket cooling temperature of the main
engine more normal can be done by always doing maintenance on central cooler, cleaning
the plates from the sea or fresh water, doing chemical circulation (powder descaler)
regularly, cleaning the plates in fresh water jacket cooler (FWJC).
Keywords: cracking, jacket cooling cylinder cover, main engine in MT. Sei Pakning.
I. PENDAHULUAN
Motor diesel merupakan mesin
penggerak utama di MT. Sei Pakning yang
berfungsi untuk mengubah tenaga mekanik
menjadi tenaga gerak dengan metode
penyalaan bahan bakar di dalam mesin itu
sendiri. Bahan bakar diinjeksikan di dalam
silinder yang berisi udara bertekanan tinggi.
Silinder adalah bagian mesin yang sangat
penting karena merupakan jantung mesin
dan tempat bahan bakar diinjeksikan dan
daya ditimbulkan. Bagian dari mesin induk
salah satunya adalah cylinder cover yang
berfungsi sebagai penutup silinder, cylinder
cover ini terdiri dari: (1) distance pipe, (2)
stud,fuel valve, (3) stud,exhaust valve, (4)
protective cap, (5) nut, oring, bolt, screw,
(6) jacket cooling.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2031
Jacket cooling ini berfungsi untuk
menyerap panas yang dihasilkan oleh
pembakaran bahan bakar di dalam silinder
pesawat yang keluar melalui gas buang.
Jacket cooling mempunyai diameter 600
mm dengan ketebalan 11 mm yang terbuat
dari besi tuang. Dalam pemasangan jacket
cooling pada cylinder cover harus sesuai
dengan manual book supaya tidak terjadi
kesalahan. Jacket cooling harus tahan
terhadap panas dan tekanan yang telah
ditentukan supaya dapat menyerap panas
secara maksimal dan tidak menimbul
overheating. Berdasarkan STCW Bab VIII
, Nakhoda, Kepala Kamar Mesin (KKM)
dan Personil tugas jaga harus menjamin
bahwa pelaksaan tugas jaga dilakukan
secara aman dan terpelihara. Dalam
menjalankan tugas jaga di kamar mesin
harus selalu mengecek temperatur, tekanan,
serta volume air pendingin. Kelalaian saat
tugas jaga dapat menyebabkan retak dan
kebocoran jacket cooling no. 2
dikarenakan temperatur air pendingin yang
tidak stabil dan kekuatan dari material yang
sudah melampaui batas jam kerja.
Perawatan yang dilakukan oleh para
masinis kapal dalam menjaga temperatur
pendingin mesin induk harus secara baik
dan terencana karena merupakan faktor
yang sangat penting agar pendinginan
mesin induk secara maksimal. Dengan
adanya perawatan dan pemeliharaan air
pendingin mesin induk secara baik dan
terencana, maka kualitas material (jacket
cooling) akan terjaga sehingga performa
mesin induk akan meningkat. Namun di sisi
lain juga para masinis harus rutin
melakukan pengecekan terhadap kualitas
air pendingin, jam kerja material, serta
kestabilan temperatur sehingga jacket
cooling akan awet dan terhindar dari
keretakan yang menyebabkan kebocoran
pada jacket cooling tersebut. Rumusan
dalam masalah ini antara lain:
1. Faktor-faktor apa sajakah yang
menyebabkan keretakan jacket cooling
main engine di MT. Sei Pakning?
2. Apa sajakah dampak keretakan jacket
cooling main engine di MT. Sei
Pakning?
3. Upaya apa sajakah yang dilakukan
supaya tidak terjadi keretakan jacket
cooling main engine di MT. Sei
Pakning?
Hal ini yang melatarbelakangi peneliti
tertarik untuk mengangkat masalah tersebut
dan menuangkannya dalam suatu bentuk
karya ilmiah berupa penelitian dengan
judul: “faktor-faktor penyebab retaknya
jacket cooling di cyilinder cover main
engine MT. Sei Pakning”.
Landasan teori yang mendasari
penelitian ini antara lain:
1. Mesin induk
Mesin induk kapal adalah suatu
instalasi mesin yang terdiri dari
berbagai unit atau sistem pendukung
berfungsi untuk menghasilkan daya
dorong terhadap kapal, sehingga kapal
dapat berjalan maju atau mundur. MT.
Sei Pakning tenaga penggerak utama
menggunakan mesin diesel 2 tak. Mesin
diesel menurut Jusak Johan Handoyo,
(2015: 34), dalam buku mesin diesel
penggerak utama kapal, menyatakan
bahwa mesin diesel adalah suatu
pesawat yang mengubah energi
potensial panas langsung menjadi energi
mekanik, atau juga disebut Combustion
Engine Sytem.
Pembakaran (combustion engine)
dibagi dua yaitu, (1) mesin pembakaran
dalam (internal combustion) adalah
pesawat tenaga yang pembakarannya
dilaksanakan di dalam pesawat itu
sendiri. Contoh: mesin diesel, mesin
bensin, turbin gas dan lain-lain. (2)
mesin pembakaran luar (external
combustion) adalah pesawat tenaga,
dimana pembakarannya dilaksanakan di
luar pesawat itu sendiri, contoh: turbin
uap. Bagian dari mesin induk ini terdiri
dari beberapa komponen antara lain, (1)
cylinder cover, (2) piston with rod and
stuffing box, (3) cylinder liner and
cylinder lubrication, (4) crosshead with
connecting rod, (5) crank shaft, thrust
Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning
Suwondoa , Edy Warsopurnomo
b dan Ahmad Muchlisin
c
2032
bearing and turning gear, (6)
mechanical control gear, (7) starting air
componen, (8) exhaust valve, (9) fuel oil
system, (10) turbocharger system, (11)
safety equipment. Sesuai dengan judul
yang peneliti ajukan, maka peneliti akan
mendetail di bagian cylinder cover dan
lebih detailnya ke bagian jacket cooling
di cylinder cover main engine.
2. Cylinder cover
Cylinder cover atau cylinder head
berfungsi sebagai penutup satu ujung
silinder dan tempat lewat udara, bahan
bakar diisikan dan gas buang
dikeluarkan. Semakin besar ukuran
silinder, semakin sukarlah untuk
menguasai tegangan-tegangan bahan di
dalam pelapis silinder dan juga di dalam
tutup silinder.
Dalam pelapis silinder terutama
bagian atas (cylinder cover) yang harus
mampu menahan suhu-suhu dan tekanan-tekanan tinggi selama terjadinya
proses pembakaran. Hal ini dapat
dibayangkan betapa banyaknya bahan
bakar yang dibakar di ruang bakar.
Cylinder cover terdiri dari beberapa
bagian antara lain, (1) distance pipe, (2)
stud, fuel valve, (3) stud, exhaust valve,
(4) protective cap, (5) nut, oring, bolt,
screw, (6) jacket cooling
Gambar 1. Cylinder cover mesin induk
3. Jacket cooling
Jacket cooling berfungsi sebagai
selimut silinder liner yang didalamnya
berupa air pendingin (air tawar) dengan
temperatur tertentu yang digunakan
untuk menyerap panas yang dihasilkan
oleh pembakaran bahan bakar di dalam
silinder. Spesifikasi Jacket cooling di
MT. Sei Pakning adalah sebagai berikut:
tipe cooling medium, jenis pendingin air
tawar, diameter 600 mm, ketebalan 11
mm, material besi tuang. Secara umum
besi tuang (Cast Iron) adalah besi yang
mempunyai karbon konten 2.5% – 4%.
Oleh karena itu besi tuang yang
kandungan karbon 2.5% – 4% akan
mempunyai sifat mampu las rendah
(sulit dilas).
Karbon dalam besi yang dapat berupa
sementit (Fe3C) atau biasa disebut
dengan karbon bebas (grafit). Perlu
diketahui juga kandungan fosfor dan
sulphur dari material ini sangat tinggi
dibandingkan baja. Ada beberapa jenis
besi tuang (Cast Iron) yaitu: (a) besi
tuang putih (white cast iron) besi tuang
yang seluruh karbonnya berupa Sementit
sehingga mempunyai sifat sangat keras
dan getas. Mikrostrukturnya terdiri dari
Karbida yang menyebabkan berwarna
putih, (b) besi tuang mampu tempa (malleable cast iron) jenis ini dibuat dari
besi tuang putih dengan melakukan heat
treatment kembali yang tujuannya
menguraikan seluruh gumpalan grafit
(Fe3C) akan terurai menjadi matriks
Ferrite, Pearlite dan Martensite.
Mempunyai sifat yang mirip dengan
baja, c) besi tuang kelabu (grey cast
iron) Jenis besi tuang ini sering dijumpai
sekitar 70% besi tuang berwarna abu-
abu. Mempunyai grafit yang berbentuk
flake. Sifat dari besi tuang ini kekuatan
tariknya tidak begitu tinggi dan
keuletannya rendah sekali (Nil
Ductility).
Material dari jaket pendingin di MT.
Sei Pakning termasuk jenis besi tuang
kelabu. Menempel pada bagian cylinder
liner dan yang bagian atas menempel
pada cylinder cover, air pendingin
dipasok dari bagian bawah jaket
pendingin. Pada cylinder liner, air
langsung menuju ke bagian atas jaket
pendingin. Sedangkan pada cylinder
head air melewati lubang pendingin dari
atas jaket pendingin, air mengalir
melalui sambungan air ke jaket
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2033
pendingin di bagian bawah penutup
silinder.
Cylinder dan exhaust valve
didinginkan oleh air tawar, air tawar
mengalir melalui pipa utama sepanjang
mesin induk dan melalui cabang ke jaket
pendingin masing-masing silinder. Air
dialirkan dari jaket pendingin sampai
penutup silinder kemudian kembali ke
manifol untuk disirkulasikan ke
pendingin air segar (central cooler).
Mantel air pendingin ini harus
memanjang sesuai langkah toraknya,
sehingga ekspansi yang tidak seimbang
dari material dapat dicegah dan juga
supaya film minyak pelumas tidak rusak
akibat suhu yang terlalu tinggi
(overheating). Pada umumnya bagian-
bagian motor yang terkena suhu yang
luar biasa, mendapat pendinginan lebih.
Gambar 2. Jacket cooling bagian cylinder cover
Pendingin adalah suatu media yang
berfungsi untuk menyerap panas. Panas
tersebut didapat dari hasil pembakaran
bahan bakar di dalam cylinder. Di dalam
sistem pendingin terdapat beberapa
komponen yang bekerja secara
berhubungan antara lain : cooler, pompa
sirkulasi air tawar, pompa air
laut, strainer pada air laut dan sea chest.
Dari keempat komponen inilah yang
sering menyebabkan kurang
maksimalnya hasil pendinginan terhadap
Motor Induk. Air pendingin dalam
fungsinya sangat vital dalam menjaga
kelancaran pengoperasian motor induk.
(P.Van Maanen, 2002, Motor Diesel
Kapal, hal 8.1, Noutech).
4. Prinsip kerja pendinginan mesin induk
Sistem pendinginan ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya kelelahan
bahan, karena pemanasan berlebihan
yang dapat mengakibatkan turunnya
kinerja pada mesin itu. Tidak adanya
perawatan terhadap air pendingin mesin
induk dan pesawat bantu lainnya dapat
berakibat fatal dan serius. Jenis sistem
pendinginan antara lain:
a. Sistem pendinginan tertutup
Sistem pendingin tertutup adalah
sebuah sistem dengan media
pendinginnya menggunakan air tawar
yang digunakan secara terus-menerus
bersirkulasi untuk mendinginkan
Motor/Mesin tersebut. Jadi sebelum
dimasukan kembali ke dalam
Motor/Mesin, air tawar pendingin
tersebut dimasukkan ke dalam alat
pemindah panas yang disebut fresh
water cooler untuk menurunkan
media air tawar tersebut pada suhu
antara 500C-60
0C. Sedangkan alat
pemindah panas yang dipergunakan
untuk menyerapnya panas air tawar
adalah media air laut yang setelah
mendinginkan air tawar langsung
dibuang ke laut.
b. Sistem pendinginan terbuka
Sistem pendinginan terbuka adalah
sistem media air laut sebagai media
pendinginnya setelah melakukan
fungsi pendinginan, selanjutnya air
laut tersebut langsung dibuang ke
luar, umumnya media pendingin yang
dipakai adalah air laut, sistem media
terbuka ini mempunyi dampak
negatif terhadap material yang
bersentuhan langsung dengan air laut,
akan mudah berkarat, kotor,
penyempitan saluran pipa-pipa
pendingin dan lainnya.
Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning
Suwondoa , Edy Warsopurnomo
b dan Ahmad Muchlisin
c
2034
5. Kerangka pikir penelitian
Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian
II. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah suatu
usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran ilmiah. Metode
penelitian ini digunakan untuk memperoleh
gambaran suatu metode dengan harapan
memberikan arah penelitian dan tujuan
yang telah ditetapkan.
A. Gambaran Umum Objek Yang
Diteliti
Peneliti pada bab ini akan
menjelaskan gambaran umum terhadap
materi atau objek yang akan diteliti
menggunakan metode SWOT. Dalam
melaksanakan penelitian ini, peneliti
mengumpulkan data-data dari mesin
induk di MT. Sei Pakning. Adapun
spesifikasi tersebut seperti di bawah ini:
Nama : Mesin induk
Type : Hyundai-ManB&W
6S42MC7
Maker : Hyundai Heavy
Industries Co.Ltd
Max H.P/KW/RPM : 8820 BHP/6480KW/
136 RPM
Cyl. Number : 6 cylinder
Diameter silinder : 420 mm
Langkah piston : 1.764 mm
B. Analisa Hasil Penelitian
Analisa merupakan langkah awal
untuk mencari penyelesaian suatu
masalah. Didalamnya berisikan
penyebab timbulnya masalah sekaligus
untuk mencari penanggulangan dari
masalah tersebut. Dari hasil wawancara
kepada Masinis 1 dan KKM, dapat
disimpulkan bahwa faktor yang
menyebabkan retaknya jacket cooling di
cylinder cover yaitu:
1. Pemasangannya (install)
Pemasangan jacket cooling di
cylinder cover harus sesuai dengan
instruksi dan aturan-aturan yang ada
di manual book untuk mendapatkan
hasil pemasangan yang optimal.
Maka dari itu dalam pemasangan
harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut antara lain:
a. Hydrolick pressure, mounting
: 900 bar b. Exhaust valve stud, screwing in
torque : 200 Nm
c. Cylinder cover stud, check
distance : 110/3 mm
2. Usia dari material
Material dari jacket cooling ini
terbuat dari besi tuang kelabu, jacket
cooling tersebut menempel pada
bagian cylinder liner dan cylinder
head masing-masing mempunyai
batas usia pakai yang telah dianjurkan
dari pabriknya (Maker). Pada
cylinder liner batas maksimum yang
dianjurkan yaitu 16000 jam
sedangkan pada cylinder head batas
maksimumnya 8000 jam. Maka dari
itu perlu diadakan pembaruan jika
sudah mencapai batas maksimum.
3. Temperatur dan tekanan air
pendingin
Temperatur air pendingin yang
masuk dalam jacket cooling harus
dijaga agar tetap stabil dalam
pendinginan mesin dan mesin tetap
dalam kondisi yang prima. Dalam
menjaga kestabilan temperatur mesin
induk (jacket cooling) harus mengacu
Keretakan Jacket Cooling
Analisa SWOT
Peluang Kelemah
an
Ancaman Kekuatan
Hasil penelitian dan pembahasan
Simpulan dan saran
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2035
pada manual book instruction antara
lain:
a. Temperatur masuk ke mesin induk
: 65-700C
b. Temperatur keluar dari masing-
masing cylinder : 75-800C
c. Temperatur keluar dari mesin
induk ke FWG : 800C-85
0C
d. Tekanan air pendingin : 3.5 – 4.5
bar
Jika dalam menjaga kestabilan
temperatur dan tekanan air pendingin
tidak diperhatikan secara cermat,
maka hal tersebut akan
mempengaruhi dari kualitas jacket
cooling tersebut.
4. Perawatan (maintenance)
Kualitas air pendingin, kebocoran
pada seal jacket yang sudah diketahui
tetapi tidak dilakukan tindakan
penanganan (leakage). Untuk
menunjang kelancaran dalam
menjaga temperatur dari mesin induk
di kapal maka jacket cooling perlu
adanya perawatan, perawatan yang
dilakukan di jacket cooling cylinder
cover main engine antara lain, (1)
Menjaga seluruh ruangan pendingin
di dalam kepala silinder tetap bersih
dari kotoran atau benda asing yang
tertinggal didalamnya serta pastikan
terisi penuh dengan air pendingin,
jangan sampai terjadi adanya udara
terjebak didalamnya karena dapat
menyebabkan panas yang tidak
merata, (2) Menjaga suhu air
pendingin tetap stabil pada saat mesin
penggerak utama bekerja ataupun
sedang tidak bekerja. Perawatan rutin
yang dilakukan yaitu pengecekan
pada pipa-pipa, lubang pendingin dan
bagian atas antara silinder dan
cylinder head dan bagian bawah
exhaust valve. Perawatan rutin
lainnya antara lain:
a. Pencegahan korosi
Berbagai jenis pencegahan
yang ada namun, umumnya hanya
bernitrat-borat yang dianjurkan.
Pengolahan air pendingin
menggunakan minyak penghambat
tidak direkomendasikan, karena
perlakuan tersebut melibatkan
risiko deposit tak terkendali yang
dapat merusak lingkungan.
Undang-undang untuk
pembuangan air limbah, termasuk
air pendingin, melarang
menggunakan kromat untuk
menghilangkan kotoran air
pendingin yang menjadi
penghambat dan kromat tidak
boleh digunakan pada air
pendingin yang terhubung dengan
fresh water generator (FWG) air
tawar.
b. Kualitas air pendingin
Air pendingin jacket cooling
lebih baik menggunakan air tawar
yang dari hasil proses kondensasi
(freh water generator).
Pengecekan yang dilakukan antara
lain:
1) Hardness max 100 dH (10
ppm CaO)
2) pH 65-80 (at 200C)
3) Chloride 50 ppm (50
mg/liter)
4) Sulphate 50 ppm (50
mg/liter)
5) Silicate 25 ppm (25
mg/liter)
c. Pengecekan dan pembersihan
Lakukan pengecekan pada
pipa-pipa, lubang pendingin dan
bagian atas antara cylinder liner
dan cylinder head dan bagian
bawah exhaust valve.
1) Pengecekan mingguan, yaitu:
Pengambilan sampel air tawar
pada saat mesin beroperasi.
Pengecekan kondisi air
pendingin, pengetesan nilai pH
dan konten chloride.
2) Tiga bulanan
Pengambilan sampel air
pendingin dan kemudian
dilakukan analisis laboratorium
(inhibitor, sulphate, iron, total
salinity)
Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning
Suwondoa , Edy Warsopurnomo
b dan Ahmad Muchlisin
c
2036
1 ABK yang terampil dan professional 1 Pemberdayaan ABK yang belum maksimal
2 Kualitas material yang bagus 2 Perawatan yang belum maksimal
3 Material yang kuat dan tahan terhadap getaran 3 Kurang lengkapnya sarana spesial tools
4 Sistem kontrol yang masih aktif 4 Tidak stabilnya temperatur air pendingin jacket
1 Reputasi perusahaan yang bagus 1 Meningkatnya gaji ABK
2 Penanganan perawatan yang optimal 2 Terhambatnya pengoperasian kapal
3 Kapal bisa di charter oleh perusahaan lain 3 Perusahaan tidak akan lulus audit
4 Perusahaan akan meningkatkan kualitas suku cadang 4 Meningkatnya biaya operasional kapal
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)
PELUANG (O) ANCAMAN (T)
S = 2,23
S = 2,23 W = 2,56
II: STRATEGI DIVERSIFIKASI I: STRATEGI EKSPANSI Y = -0,33
POSISI: O = 3,33
( -1,14 -0,33 ) >>KW IVT = 4,46
X = -1,14
T= 4,46 O= 3,33
IV: STRATEGI DEFENSIF III: STRATEGI ALIANSI
W= 2,56
-
+
-
(-1,14 , -0,33)
1 2
1
2
- 1,14
- 0,33
x
Y
5. Tahunan
Lakukan pengosongan untuk
flushing jacket cooling dengan air
tawar hingga bersih dan lakukan
pengisian kembali.
Kemudian masukkan analisa
SWOT, yaitu untuk mencari nilai
faktor tertinggi, faktor internal
ancaman dari dalam kapal mengenai
kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weaknesses) serta faktor-faktor
eksternal yaitu ancaman dari luar
kapal mengenai peluang
(opportunities) dan ancaman
(threats). Hasil penelitian faktor-
faktor internal dan eksternal adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Faktor Internal Eksternal
Berdasarkan identifikasi faktor-
faktor internal dan eksternal
sebagaimana terlihat dalam tabel di
atas, pada tahap selanjutnya
dilakukan penilaian terhadap faktor-
faktor tersebut. Penilaian dilakukan
melalui penentuan Nilai Urgensi
(NU), Bobot Faktor (BF), Nilai
Bobot Dukungan (NBD), Nilai Bobot
Keterkaitan (NBK) dan Total Nilai
Bobot (TNB), dengan rumus sebagai
berikut:
BF = x100%, ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
,TNB(S1)=NBD(S1)+BK(S1)
Tabel 2. Hasil penghitungan BF, NBD,
NBK dan TNB
Berdasarkan perhitungan SWOT
di atas kemudian didapatkan matrik
strategis sebagai berikut:
Tabel. 3 Matrik strategi
NU
∑ NU
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2037
Pada tabel di atas dapat dilihat
hasil matrik bahwa posisi koordinat
menunjukkan pada posisi (-0,14, -
0,33) yang menunjukkan bahwa
strategi yang digunakan adalah
strategi defensif yaitu strategi
Weakness dan Threats (strategi WT)
dimana strategi WT merupakan
strategi dengan situasi yang tidak
menguntungkan, sehingga perusahaan
harus menghadapi berbagai ancaman
dari luar dan kelemahan dari dalam.
III. PEMBAHASAN MASALAH
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi
retaknya jacket cooling di cylinder
cover main engine antara lain:
a. Perawatan yang belum maksimal
Perawatan yang belum maksimal
meliputi pengecekan kualitas air
pendingin mesin induk yang sangat
penting untuk menjaga tingkat
keasamannya, karena dari jeleknya
kualitas air pendingin akan timbul
kotoran yang menempel pada
dinding ruang pendingin, sehingga
proses pendinginan mesin induk
tidak merata (maksimal). Jeleknya
kondisi air pendingin juga bisa
mengikis material khususnya jacket
cooling sehingga material mudah
rapuh dan mudah pecah jika terjadi
perubahan temperatur yang secara
drastis.
Gambar 4. Jacket cooling terdapat kerak
Sedangkan di MT. Sei Pakning
pengetesan terhadap air pendingin
mesin induk maupun generator
jarang dilakukan oleh para Masinis,
biasanya para Masinis melakukan
pengecekan dan pengetesan sebulan
sekali, ada yang tiga bulanan bahkan
hanya sekali dalam masa kontrak
kerjanya. Hal tersebut sangat
disayangkan karna air (jacket
cooling) mengandung adanya
mineral-mineral yang terlarut di
dalam air selain menimbulkan
endapan padat, air juga dapat
memicu terjadinya korosi galvanik.
Jadi semakin jarang melakukan
pengecekan dan pengetesan terhadap
kualitas air pendingin akan lebih
besar peluang untuk menciptakan
korosi pada material jacket cooling
yang terbuat dari besi tuang.
Gambar 5. Bagian dalam terdapat kerak
b. Temperatur air pendingin jacket
tidak stabil
Temperatur dan tekanan air
pendingin jacket cooling main
engine sesuai dengan standar di buku
panduan yaitu:
Jacket cooling water inlet (JCW) :
65°C - 70°C
Temperatur keluaran JCW :
75°C - 80°C
Tekanan JCW :
3.5 - 4.5 bar
Sedangkan temperatur saat kapal
berolah gerak sangat tidak stabil
karna mesin induk kadang on
running secara tiba-tiba stop engine.
Perubahan laju mesin secara tiba-tiba
menyebabkan temperatur air
pendingin ketika disetel (dibuka)
untuk meningkatkan temperatur,
katup belum pada posisi maksimal
harus diputar kembali (ditutup) untuk
segera diturunkan ketika mesin
kondisi stop engine. Hal tersebut
akan mempengaruhi kekuatan dari
material (jacket cooling) karena
kerak
Kerak bagian dalam
Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning
Suwondoa , Edy Warsopurnomo
b dan Ahmad Muchlisin
c
2038
suatu benda akan mengalami
kelelahan (fatique) jika terjadi
perubahan temperatur dari panas ke
temperatur dingin secara cepat. Serta
sangat dibutuhkan penyetelan
temperatur air jacket cooling pada
katup keluaran ke mesin induk
secara hati-hati dan berkala untuk
menghindari naik turunnya
temperatur secara drastis.
Gambar 6. Temperatur Jacket cooling
Jacket cooling water (JCW) inlet :67.30°C
JCW outlet pada cylinder no. 2 :73°C
Tekanan JCW : 3.09 bar
Dilihat pada kontrol panel di atas
temperatur masih belum stabil. Pada
saat kapal berolah gerak pompa
preheater masih beroperasi untuk
membantu meningkatkan temperatur
air jacket cooling, kemudian pada
saat membuka valve outlet di pompa
air pendingin yang menuju ke mesin
induk, maka dengan cepat
temperatur naik hingga melebihi
temperatur yang kita harapkan.
Kemudian dengan cepat pula
menutup kembali valve oulet
tersebut, dan temperatur secara
otomatis akan turun dengan cepat.
Pada faktor inilah yang sangat
dominan dalam penyebab keretakan
jacket cooling main engine mengapa
demikian karena perpindahan suhu
panas ke suhu dingin secara drastis
dan berkesinambungan selama
berolah gerak sangat berpengaruh
terhadap kekuatan material jacket
cooling tersebut.
2. Dampak dari keretakan jacket
cooling cylinder cover
a. Terhambatnya pengoperasian
kapal
1) Dikarenakan air pendingin di
tangki ekspansi habis
Air pendingin di tangki
ekspansi antara low temperature
(LT) dan high temperture (HT)
menjadi satu tangki yang hanya
dipisah dengan sekat yang
tengahnya berlubang. Air
pendingin LT dan HT tetap
menjadi satu tangki dengan katup
keluaran HT yang menuju ke
mesin induk dan katup keluaran
LT yang menuju ke generator.
Katup pengisian pada tangki
ekspansi termasuk katup otomatis
dengan sistem kontrol
berkelanjutan (continuous
control) dengan jenis proporsional
kontrol yaitu untuk mengontrol
suatu proses seiring dengan
berubahnya suatu kondisi.
katupnya mampu bergerak secara terus-menerus (continue) untuk
mengubah derajat pembukaan
atau penutupan. Pada hal ini air
pendingin sebagai media yang
dikontrol dan pelampung sebagai
media pengontrol (sensor) untuk
level air pendingin.
Gambar 7. Sistem kontrol
Namun pada kenyataan pada
sistem kontrol di tangki ekspansi
MT. Sei Pakning yang digunakan
untuk mengetahui level air dan
sebagai sensor untuk membuka
atau menutup katup pengisian (fill
up valve) sudah tidak berfungsi
(rusak). Di samping itu katup
masuk pengisian air pendingin LT
patah di bagian handle valve
tetapi belum ada tindakan
perbaikan atau penggantian katup
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2039
tersebut dikarenakan katup
pengisian pada air pendingin HT
masih berfungsi dengan baik dan
tangki LT dengan HT menjadi
satu hanya dipisahkan dengan
sekat dengan tengahnya
berlobang. Jadi pada saat
melakukan pengisian di tangki
HT secara otomatis tangki LT
juga ikut terisi. Sehingga para
oiler/Masinis jaga dalam
melakukan pengisian air
pendingin dilakukan dengan
membuka katup pengisian air
pendingain HT secara manual dan
selalu mengecek kondisi level dari
air pendingin tersebut.
Gambar 8. Valve ekspantion tank rusak
Pada saat terjadinya kebocoran
pada seal ring antara permukaan
liner dengan cylinder cover
ditandai dengan adanya rembesan
dari celah-celah seal ring tersebut
dan dibiarkan tanpa ada tindakan.
Kemudian pada saat kejadian
retaknya jacket cooling bagian
bawah pada cylinder cover
dengan tekanan air pendingin 3.09
kg/cm2 air secara cepat mengalir
keluar dan memenuhi area mesin
induk. Dalam penanganan
tersebut katup keluaran tangki
ekspansi yang menuju mesin
induk dan katup keluaran di
silinder no. 2 yang terjadi
keretakan tidak segera ditutup.
Oleh sebab itu juga air di tangki
ekspansi cepat habis karena tidak
segera dilakukan pengisian secara
manual.
Gambar 9. Air pendingin keluar
2) Terjadinya Blackout
Blackout terjadi karena air
pendingin di tangki ekspansi low
temperature (LT) dan high
temperature (HT) habis. Aliran
air pendingin LT ke generator
yang digunakan untuk
mendinginkan generator
berkurang sehingga mengalami
overheating dan otomatis sistem
kontrol yang ada di generator
dengan batas tekanan tertinggi
yang telah diatur sebelumnya
akan bekerja untuk menshutdown
generator tersebut.
3) Main bearing generator no. 2
cylinder no. 1 ngejump
Terjadinya main bearing nge-
jump dikarenakan tidak ada aliran
pendinginan yang menuju ke
generator tepatnya pada bagian
piston, sehingga crank pin
bearing yang menempel pada
main bearing lengket dengan
crank shaft dan terbakar. Seperti
gambar berikut:
Gambar 10. Main bearing terbakar
b. Meningkatnya biaya operasional
kapal
Dengan adanya kerusakan pada
mesin induk dan permesinan lainnya
akibat dari keretakan tersebut,
kemungkinan besar perusahaan akan
mengeluarkan biaya lebih untuk
Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning
Suwondoa , Edy Warsopurnomo
b dan Ahmad Muchlisin
c
2040
melakukan perbaikan terhadap jacket
cooling dan terhadap kerusakan di
generator tersebut. Perusahaan akan
menyediakan suku cadang dengan
jumlah yang lebih dan kualitas lebih
bagus daripada suku cadang
sebelumnya.
3. Upaya yang dilakukan untuk
pencegahan keretakan pada jacket
cooling
Pada saat kapal dalam keadaan
berlayar mengalami trouble engine
yaitu terjadinya kebocoran air
pendingin akibat retaknya jaket
cooling di cylinder cover main
engine. Langkah pertama yang harus
dilakukan bagi Masinis jaga dengan
menurunkan rpm mesin induk
kemudian menuju ke mesin induk
dan lakukan penutupan pada katup
keluaran yang mengalami kebocoran
(silinder no. 2). Apabila tidak dapat dilakukan maka lakukan penutupan
pada katup masuk air pendingin di
mesin induk dan apabila juga tidak
dapat dilakukan karena panasnya air
jacket cooling yang keluar dan
sangat berbahaya bagi keselamatan
diri, lakukan penutupan pada katup
keluaran menuju mesin induk di
tangki ekspansi.
Setelah katup keluaran di silinder
no. 2 ditutup, lakukan pemberhentian
mesin induk (stop engine).
Kemudian biarkan pompa jacket
cooling beroperasi untuk
mensirkulasikan air pendingin di
silinder lainnya agar tidak terjadi
panas berlebihan di masing-masing
silinder. Lakukan pengamatan
terhadap keretakan tersebut seperti
gambar:
Gambar 11. Keretakan pada jacket cooling
Keretakan cukup parah (lebar)
dan posisinya berada pada bagian
bawah yang langsung mendapati
celah sambungan ke cylinder liner.
Dari parahnya keretakan tersebut
KKM mengambil keputusan untuk
mengganti dengan yang baru yang
kebetulan suku cadang pengganti
masih ada. Kemudian KKM
menginstruksikan ke Masinis 1 untuk
melakukan top overhoul penggantian
jacket cooling pada saat itu juga
setelah kondisi mesin agak dingin.
Seperti gambar berikut:
Gambar 12. Penggantian jacket cooling baru
Proses penggantian memerlukan
waktu ±10 jam dari jam 02.00 LT
hingga ± 12.00 LT dan siap
melakukan engine test. Setelah
mesin induk dinyatakan aman dan
siap beroperasi, kapal melanjutkan
pelayaran menuju terminal muat di
Cilacap.
Langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk mencegah
terjadinya keretakan pada jacket
cooling antara lain:
a. Menjaga kualitas air pendingin
Air pendingin sangat berperan
penting dalam mempertahankan
performa mesin induk. Maka dari
itu kualitas dari air pendingin
harus diperhatikan untuk
mengoptimalkan dalam menjaga
atau menyerap panas yang
ditimbulkan oleh mesin induk
akibat pembakaran bahan bakar di
dalam mesin itu sendiri. Di
samping itu kualitas air pendingin
sangat berpengaruh terhadap
kekuatan dari material (jacket
cooling) tersebut. Air pendingin
yang kotor mengandung kuman-
kuman yang mampu mengikis
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2041
jacket cooling secara perlahan dan
mempengaruhi dari kualitas
ketahanan material tersebut. Maka
dari itu perawatan atau
pengetesan yang dilakukan pada
air pendingin mesin induk atau
generator sangat penting untuk
mengetahui kadar air dari jacket
cooling tersebut. Perawatan
terhadap air pendingin dengan
memberikan chemical pada air
pendingin tersebut dan melakukan
pengetesan-pengetesan air
pendingin, antara lain:
1) Pengecekan nilai hardness mak
100dH (10 ppm CaO)
a) Ambil gelas ukur kecil,
pastikan bersih dan
masukkan sampel air
pendingin 5 ml lalu tutup
gelas ukur;
b) Tambahkan 5 tetes hardness
buffer melalui lubang pada
tutup gelas, aduk dengan
menggoyangkan gelas ukur
secara halus;
c) Tambahkan 1 tetes indikator
calmagite lalu larutkan
sampai larutan menjadi
warna merah keunguan;
d) Gunakan pipet tritasi, ambil
larutan HI 3812-0 EDTA,
pada tanda tera 0 ml pada
tabung pipet tritasi;
e) Masukkan ujung pipet
tritasi melalui lubang pada
tutup gelas ukur, lakukan
tritasi secara perlahan,
goyangkan gelas ukur untuk
melarutkan setiap tetes
tritasi. Lakukan tritasi
sampai larutan menjadi
ungu, setelah terjadi
perubahan warna tetap aduk
(putar) gelas ukur sampai
larutan berwarna biru;
f) Baca tanda tera pada tabung
pipet tritasi, kemudian
kalikan dengan 300 untuk
mendapatkan angka mg/L
CaCO3. Seperti gambar di
bawah ini uraian dari
langkah 1 sampai 6
pengetesan nilai hardness
air pendingin jacket.
Gambar 13. Hardness test kit
2) Melakukan pengetesan nilai
chloride conten
a) Ambil gelas ukur kecil,
bilas atau berishkan gelas
ukur kemudian tuangkan air
sampai tanda tera 5 ml;
b) Teteskan 2 tetes
diphenylcarbazone melalui
lubang pada tutup gelas
ukur, lalu goyangkan gelas
ukur untuk mencampurkan
larutan sampai warna
larutan menjadi merah
keunguan;
c) Sambil tetap mengaduk,
tambahkan larutan asam
nitrit sampai larutan
berubah warna menjadi
kuning;
d) Ambil penyemprot tritasi,
masukkan jarum ke larutan
mercuric nitrite H3815 lalu
ambil larutan sampai karet
pendorong pada tanda tera:
0 ml;
e) Masukkan jarum pipet
tritasi melalui lubang di
tutup gelas ukur, lakukan
tritasi sampai larutan di
gelas ukur berubah warna
dari kuning menjadi ungu;
f) Baca tanda tera pada jarum
penyemprotan (pipet tritasi),
kalikan dengan 1000 untuk
Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning
Suwondoa , Edy Warsopurnomo
b dan Ahmad Muchlisin
c
2042
mendapatkan angka mg/L
chloride.
Hasil pengetesan air pendingin
terhadap nilai chloride di MT. Sei
Pakning pada tanggal 03 Januari
2016 sebesar 6. Hal itu sangat
mempengaruhi kualitas dari air
pendingin jika semakin lama tidak
ada tanggapan dan tidak diberi
chemical water cooling treatment
pada air pendingin di tangki
ekspansi. Hasil nilai chloride
dapat dilihat pada gambar 13.
b. Menjaga kestabilan temperatur air
pendingin
Kestabilan temperatur air
pendingin sangat dianjurkan dalam
menjaga kualitas ketahanan material
jacket cooling pada mesin induk.
Dengan temperatur yang stabil juga
akan meningkatkan performa mesin induk dapat dibuktikan dengan mesin
pada kondisi yang stabil lebih
bertenaga dibandingkan ketika mesin
dalam keadaan dingin atau terlalu
panas (overheat). Langkah-langkah
yang harus diperhatikan dalam
menjaga kestabilan temperatur mesin
induk antara lain:
1) Melakukan pembersihan
terhadap plate fresh water
central cooler secara berkala,
selalu memonitor temperatur
masuk air tawar ke central
cooler dan temperatur keluar
ke mesin induk. Pembersihan
plate pada fresh water cooler
sebelum masuk ke pompa
pendinginan mesin induk;
2) Menjaga tekanan pompa air
pendingin masuk ke mesin
induk;
3) Melakukan pengecekan
tekanan pada pompa pemanas
awal (preheater) air pendingin,
serta memonitor temperatur air
masuk ke preheater dan keluar
ke mesin induk;
4) Apabila pada rpm tinggi saat
mesin induk beroperasi
temperatur air pendingin tinggi
dan penyetelan terhadap katup
inlet ke mesin induk sudah full,
lakukan pengalihan air
keluaran dari mesin induk ke
fresh water generator (FWG)
dan jalankan pompa ejector
pada FWG untuk bersirkulasi;
5) Pada saat olah gerak di MT.
Sei Pakning salah satu cadet
mesin harus standby di bawah
(dekat katup penyetelan jacket
cooling) dengan menggunakan
halky talky (HT) yang
dihubungkan ke Masinis.
Untuk melakukan tindakan
secara tepat dan cepat yang
berkaitan dengan berubah-
ubahnya temperatur pada saat
kapal sedang olah gerak.
IV. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab
sebelumnya, tentang pengaruh keretakan
jacket cooling terhadap kerja mesin induk
di MT. Sei Pakning dengan metode
SWOT. Sebagai bagian akhir dari
penelitian ini, peneliti memberikan
simpulan dan saran yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas dalam penelitian ini,
yaitu:
1. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas makan
peneliti dapat menarik simpulan sebagai
berikut:
a. Faktor yang menjadi penyebab
keretakan jacket cooling di cylinder
cover mesin induk selain usia dari
material tersebut yaitu penyetelan
temperatur air pendingin yang tidak
stabil. Temperatur dan tekanan air
pendingin jacket cooling main
engine sesuai dengan standar di buku
panduan yaitu:
Jacket cooling water (JCW) inlet :
65°C - 70°C
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2043
Temperatur outlet JCW :
75°C - 80°C
Tekanan JCW masuk :
3.5 - 4.5 bar
Sedangkan pada saat kejadian
temperatur jacket cooling naim
secara drastis 810°C. Usia dari
material jacket cooling sudah
melampaui batas jam kerja yaitu
16.388 jam sedangkan batas
maksimum sesuai instruction manual
book yaitu 8000 jam sudah diadakan
penggantian.
b. Keretakan pada jacket cooling
mengakibatkan kebocoran hingga air
pendingin di tangki ekspansi habis
dan terjadi blackout serta kerusakan-
kerusakan pada permesinan bantu
lainnya.
c. Untuk mengatasi keretakan pada
jacket cooling di cylinder cover
mesin induk, sebaiknya dilakukan
penyetelan temperatur secara
bertahap, melakukan pengetesan
kadar keasaman air pendingin dan
melakukan pengecekan ataupun
penggantian terhadap material
(jacket cooling) ketika sudah
mendekati batas jam kerja yaitu 8000
jam di cylinder cover dan 16000 jam
di cylinder liner agar penyebab
masalah yang mengakibatkan
keretakan jacket cooling di cylinder
cover mesin induk teratasi.
Melakukan upaya untuk menjadikan
temperatur air jacket cooling main
engine menjadi lebih normal dapat
dilakukan dengan selalu melakukan
perawatan pada central cooler,
membersihkan plat-plat dari sisi air
laut maupun air tawar, melakukan
sirkulasi chemical (powder descaler)
secara berkala, membersihkan plat-
plat di fresh water jacket cooler
(FWJC).
2. Saran
Berdasarkan uraian di atas maka
peneliti dapat memberikan saran
sebagai berikut:
a. Lakukan pemeriksaan rutin
terhadap kondisi/kualitas air
pendingin, jaga temperatur jacket
cooling tetap stabil pada saat
mesin beroperasi maupun tidak
beroperasi, dan melakukan
penggantian jacket cooling sesuai
batas jam kerja.
b. Ketika terjadi kebocoran akibat
keretakan pada jacket cooling di
mesin induk sebaiknya segera
melakukan penutupan pada outlet
valve di silinder yang bocor dan
bila tidak terjangkau sebaiknya
lakukan penutupan pada outlet
valve di tangki ekspansi yang ke
mesin induk. Hal itu dapat
mencegah terjadinya kerusakan
pada permesinan bantu lainnya.
c. Segera lakukan penutupan katup
keluaran air pendingin di silinder
yang bocor. Cek level air
pendingin tangki ekspansi,
pastikan airnya pada level normal
dan apabila kurang segera
lakukan pengisian supaya tidak
kehabisan air pendingin yang bisa
menyebabkan overheating di
permesinan bantu lainnya.
Lakukan perawatan dan perbaikan
permesinan kapal khususnya
sistem pendinginan (jacket
cooling) secara berkala sesuai
dengan plain maintenance system
(PMS) yang ada di kapal.
DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, Dwi NF. 2009. Analisis SWOT
Teknik Analisi SWOT. Jakarta: Buku
Pintar Publisher
Handoyo, Jusak Johan. 2014. Mesin
Penggerak Utama Motor Diesel.
Yogyakarta : Deepublish
Instruction manual book. 2011. Hyundai
Man B&W 6S42MC7 Diesel
Engine Operation, Maintenance and
Data. China
Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning
Suwondoa , Edy Warsopurnomo
b dan Ahmad Muchlisin
c
2044
Sugiono. 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur
Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
(http://www.pelajaran.co.id/2017/29/penger
tian-analisis-menurut-para-
ahli.html). Diakses pada tanggal 21
September 2017
(http://www.pelajaran.co.id/2017/29/penger
tian-analisis-menurut-para-
ahli.html). Diakses pada tanggal 21
September 2017
https://www.tapatalk.com/groups/dunialistr
ikfr/ask-definisi-blackout-t656.html.
Diakses pada tanggal 26 September
2017
http://enginekomponenardiansyahab.blogsp
ot.co.id/2011/10/engine-
komponen.html. Diakses pada
tanggal 27 September 2017
http://migas-
indonesia.com/2005/12/15/mengapa
-pengelasan-castiron- sering-terjadi-
retak/). Diakses pada tanggal 4
Oktober 2017
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018
2045
IDENTIFIKASI PENYEBAB KERUSAKAN SEAL CARGO PUMP
DALAM PROSES DISCHARGING MUATAN KIMIA CAIR
Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo
b dan Saiful Hadi Prasetyo
c
a dan bDosen Program Studi Teknika PIP Semarang
bTaruna (NIT. 50135008.T) Program Studi Teknika PIP Semarang
ABSTRACT
Cargo pump is a type of pump which is principally used to transfer the oil and chemical
product from one tanker to another vessel or tank on land. On board, there are 10 cargo
pumps installed inside each parallel load tank with one source of propulsion coming from
Hydraulic Power Package located at Forecastle. One of the most important parts in cargo
pump is cargo seal and oil seal which serves to block the fluid or limit the hydraulic oil with a
charge that certainly should not happen damage to the part because it will interfere with the
work of the pump cargo itself. In the operation of the cargo pump is of course not separated
from the process of tank cleaning, cargo heating, hydraulic power package, purging cargo
pump, and other supporting systems. The method used in this research is the method of
Strength Weaknesses Opportunities Threats (SWOT), which is a form of situation analysis by
identifying various factors systematically to the strengths, weaknesses, opportunities , and
threats from the environment to formulate the strategy to be taken. Data collection techniques
are done through observation, documentation and literature study directly on subjects related
to cargo pumps.The results obtained from this study that the decrease of the work of the cargo
pump in the process of discharging the liquid chemical charge is due to damage to the cargo
seal and oil seal. While the cause of damage to the seal is caused by the temperature steam
boiler when the tank cleaning is very high and occur sustainably every tank cleaning so
damaging the strength of the seal itself to block the liquid. To overcome the above problems
in order to optimize the pump performance, we need to replace the damaged seals and adjust
the temperature used for the cleaning tanks by adjusting the size of the valve steam to deck
from the boiler.
Keywords: cargo pump, oil seal, cargo seal, tank cleaning, boiler
ABSTRAK
Cargo pump adalah suatu jenis pompa yang secara prinsip digunakan untuk mentransfer
muatan cair (oil and chemical product) dari tangki di kapal satu ke kapal lainnya atau tangki
di darat. Di kapal, terdapat 10 buah pompa cargo yang dipasang di dalam tiap-tiap tangki
muatan yang dipasang secara parallel dengan satu sumber tenaga penggerak yang berasal
Hidrolic Power Package yang terletak pada Forecastle. Salah satu bagian penting pada
cargo pump adalah cargo seal dan oil seal yang berfungsi untuk mengeblok cairan atau
membatasi antara minyak hidrolik dengan muatan yang tentunya tidak boleh terjadi
kerusakan pada bagian tersebut karena akan mengganggu kerja dari pompa cargo itu
sendiri. Dalam pengoperasian pompa cargo tentu saja tidak lepas dari proses tank cleaning,
cargo heating, hidraulic power package, purging cargo pump, dan sistem penunjang lainnya
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Strength, Weaknesses,
Opportunities, Threats (SWOT), yaitu suatu bentuk analisis situasi dengan mengidentifikasi
Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan
Kimia Cair
Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo
b dan Saiful Hadi Prasetyo
c
2046
berbagai faktor-faktor secara sistematis terhadap kekuatan-kekuatan (strenghts), kelemahan-
kelemahan (weaknesses), peluang-peluang (opportunities), serta ancaman-ancaman (threats)
dari lingkungan untuk merumuskan strategi yang akan diambil. Teknik pengumpulan data
dilakukan melalui observasi, dokumentasi dan studi kepustakaan secara langsung terhadap
subyek yang berhubungan dengan pompa cargo. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
bahwa menurunnya kerja dari pompa cargo dalam proses discharging muatan kimia cair
adalah karena adanya kerusakan pada cargo seal dan oil seal. Sedangkan penyebab
kerusakan pada seal tersebut diakibatkan oleh temperature steam boiler ketika tank cleaning
sangat tinggi dan terjadi secara berkelanjutan setiap dilakukan tank cleaning sehingga
merusak kekuatan dari seal itu sendiri untuk mengeblok cairan. Untuk mengatasi
permasalahan di atas agar kinerja pada pompa manjadi optimal perlu di adakan penggantian
pada seal yang mengalami kerusakan, serta mengatur temperature yang digunakan untuk
tank cleaning dengan mengatur besar kecilnya valve steam to deck dari boiler.
Kata kunci: cargo pump, oil seal, cargo seal, tank cleaning, boiler
I. PENDAHULUAN
Pompa merupakan salah satu
permesinan di atas kapal yang mempunyai
peranan sangat penting. Secara umum
fungsi pompa adalah untuk menaikkan
cairan dari permukaan rendah ke
permukaan yang lebih tinggi atau
memindahkan cairan dari tempat yang
bertekanan rendah ke tempat yang
bertekanan lebih tinggi.
Di atas kapal pompa digunakan pada
beberapa sistem diantaranya seperti:
Sistem pelumasan mesin induk maupun
mesin bantu, sistem bahan bakar, sistem
hydrant serta discharging muatan cair
terutama pada kapal-kapal tanker. Dari
sekian banyak jenis pompa yang berada di
atas kapal, terdapat jenis pompa
submersible yang digunakan khusus hanya
untuk discharging muatan (pompa cargo).
Dikapal MT. Tirtasari tempat penulis
melaksanakan praktik laut, pompa cargo
yang digunakan adalah pompa jenis
submersible merk Framo Submerged
Cargo Pumps dengan tipe SD125 dan
SD200. Prinsip kerja dari pompa ini adalah
menekan cairan ke atas, karena impeller
berada di dasar tangki dan diputar oleh
minyak hidrolik tekanan tinggi dengan
tekanan maksimal sekitar 203 bar yang
dipompakan oleh mesin hydraulic power
package. Pompa yang normal akan
memompakan debit aliran muatan dengan
jumlah yang normal pula sesuai tipenya.
Pada tipe SD125 debit kerja normal ketika
proses discharging muatan adalah 200
m3/jam dengan tekanan hidrolik 203 bar,
kecepatan putaran 2707 rpm, cargo
specific gravity – viscosity: 0,8 kg/dm 3 -
1,0 cSt. Suatu ketika, saat melakukan
discharging muatan kimia jenis methanol,
pompa beroperasi dengan tekanan
maksimal namun hanya dapat discharging
muatan berjumlah 948.774 M3
dengan
debit kurang dari 200 m3 / jam, sehingga
proses discharging yang seharusnya 5 jam
menjadi 7 jam mengakibatkan operasional
kapal menjadi terhambat.
Untuk memudahkan dalam penyusunan
penelitian ini, penulis merumuskan
masalah-masalah yang akan dikaji dari
hasil identifikasi yang dilakukan di atas
kapal pada saat penulis melaksanakan
praktik laut dari tanggal 28 Agustus 2015
sampai dengan tanggal 28 Agustus 2016.
Untuk itu berdasarkan beberapa uraian
yang telah dikemukakan di atas, penulis
merumuskan permasalahan sebagai
berikut :
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018
2047
1. Faktor yang menjadi penyebab
rusaknya seal cargo pump di MT.
Tirtasari ?
2. Dampak yang ditimbulkan akibat
rusaknya seal cargo pump ?
Landasan teori yang mendasari
penelitian ini antara lain :
1. Pengertian pompa cargo
Di atas kapal pompa-pompa ini
khususnya dipergunakan untuk
memindahkan air dan minyak. Dalam
dunia kapal tanker, terdapat pompa yang
terdapat di dalam tangki muatan yaitu
Cargo Pump. Cargo pump merupakan
pompa celup (submersible) yang
digunakan untuk memindahkan muatan
jenis cair (liquid crude oil, oil and
chemical product). Submersible cargo
pump merupakan jenis pompa sentrifugal
satu tingkat tekan karena dilihat dari
impeller-nya, hanya saja pompanya berada
pada dasar fluida (pompa celup) dan
digerakkan oleh minyak hidrolik tekanan
tinggi yang dipompakan oleh hydrolic
power package kemudian diterima
hidrolik motor untuk dikonversikan
menjadi putaran.
Strojniški vestnik, Journal of Mechanical
Engineering 56(2010) x
2. Prinsip Kerja pompa cargo
Pompa cargo termasuk ke dalam jenis
pompa sentrifugal, sehingga prinsip kerja
dari pompa ini adalah sama seperti pompa
sentrifugal lainnya. Pompa sentrifugal
adalah pompa yang memperoleh daya dari
luar kemudian diberikan kepada poros
pompa untuk memutarkan impeller di
dalam zat cair. Maka zat cair yang ada di
dalam impeller terdesak oleh dorongan
sudu-sudu yang ikut berputar. Karena
timbul gaya sentrifugal maka zat cair dari
tengah impeller keluar melalui saluran di
antara sudu-sudu. Di sini tekanan zat cair
menjadi lebih tinggi. Demikian pula
kecepatannya bertambah besar karena zat
cair mengalami percepatan. Zat cair yang
keluar dari impeller ditampung oleh
saluran berbentuk volute ini sebagian
kecepatan diubah menjadi tekanan. Jadi
impeller pompa berfungsi memberikan
kerja pada zat cair sehingga energi yang
dikandungnya menjadi lebih besar.
Sularso dan Tahara (2000:4)
3. Bagian-bagian pompa cargo
a. Mechanical oil seal dan cargo seal
Mechanical oil seal dan cargo seal
merupakan bagian yang berfungsi
sebagai penghalang masuknya cairan,
baik itu pelumas maupun cargo. Bagian
ini menempel pada sleeve ceramic yang
terpasang pada poros hidrolik motor
axial pump. Pada mechanical seal
terdapat seal face. Sealface disebut juga
dengan contact face. Merupakan bagian
yang terpenting dalam mechanical seal.
Sealface merupakan titik pengeblok
cairan utama. Komponen ini terbuat
dari bahan Teflon atau
polytetrafluoroethylene (PTFE) serta
terdapat cicin per (spring) pengikat
yang terbuat dari stainless steel.
http: //abi-blog.com2017/10// mechanical
– seal – pengertian – dan -bagian. html.
Gambar 1. Mechanical oil seal dan cargo seal
b. Hydraulic Motor
A hydraulic motor, usually axial-
piston type with fixed displacement qs,
is directly mounted in the lower part of
the cargo pump, in the so-called pump
head. In this way the length of impeller
drive shaft between the drive motor and
the rotor is minimal “yang artinya
Motor hidrolik, biasanya tipe aksial
piston dengan fixed displacement,
dipasang langsung di bagian bawah
Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan
Kimia Cair
Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo
b dan Saiful Hadi Prasetyo
c
2048
pompa kargo, di kepala pompa yang
disebut. Dengan cara ini panjang poros
penggerak impeller antara motor
penggerak dan rotor minimal".
Journal of Mechanical Engineering
56(2010)x, StartPage-EndPage
Banaszek, A. - Petrović, R. 4 . Strojniški
vestnik
Hydraulic motor merupakan jenis
axial piston pump angle housing.
Digunakan untuk merubah gaya tekan
dari minyak hidrolik menjadi tenaga
mekanik yang berbentuk putaran. Dari
kedua jenis piston pompa oli mengalir
melalui inlet port serta menggeser
piston dari kedua jenis pompa tersebut.
Sedangkan pada saat piston bergerak
maju menyebabkan terjadinya aliran ke
dalam sistem dan oli terdorong keluar
melalui oulet. Berikut adalah
spesifikasi hydraulic oil transfer unit
sesuai dengan manual book :
Number of transfer units : 1
Transfer pump type : PG -
KRAL CKCR1SU
Hydraulic pressure (differential) : 14
bar
Electric motor type : ABB
MzVA 80 C2
Protections : tP55
Power supply :
440V/60Hz/3
Pump speed : 3420
rpm
Oil delivery (each power pack) : 36
l/min
Electric motor rating : 1.3
kW
Rated normal current : 2.5A
Starting current (direct on-line ) : 15.3A
Gambar 2. Hidraulic motor
Di dalam pusat hidrolik motor
terdapat shaft yang akan mempengaruhi
kebocoran pompa yaitu berdasarkan
diameter shaft. Berikut adalah toleransi
diameter shaft pompa :
Gambar 3. Tabel toleransi diameter shaft
No. Pump Type Shaft
diameter
Maximum
limits
1. SD50 –
SD100
20 mm
shaft 0.2 mm
2. SD125 –
SD150
30 mm
shaft 0.3 mm
3. SD150 –
SD200
40 mm
shaft 0.4 mm
4. SD200 – SD
250
50 mm
shaft 0.5 mm
5. SD300 –
SD350
60 mm
shaft 0.6 mm
c. Shaft Sleeve Ceramic
Shaft sleeve ceramic berfungsi untuk
melindungi poros dari erosi, korosi dan
keausan pada stuffing box. Pada pompa
multi stage dapat berfungsi sebagai
leakage joint, internal bearing dan
interstage atau distance sleever. Bagian
ini sebagai tempat melekatnya
mechanical oil seal dan cargo seal
serta terletak pada poros shaft hidrolic
motor.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018
2049
Gambar 4. Shaft Sleeve Ceramic
d. Impeller
Berguna sebagai pemutar media zat
cair dan merubah energi kecepatan
menjadi tekanan (tekanan pembawa
naik atau ketinggian naik pompa)
bentuk impeller dan sudut harus
disesuaikan dengan jenis zat cair.
Gambar 5. Impeller
e. Ball bearing
Ball bearing adalah sebagai penahan
gesekan. Sehubungan dengan jumlah
putaran per menit yang tinggi, maka
ball bearing mempunyai gaya gesekan
yang kecil, akibatnya rendeman
mekanik diperbesar.
Gambar 6. Ball bearing
4. Sistem Hidrolik Framo Cargo Pump
Sistem pemompaan cargo hidraulic
framo dirancang untuk operasi
pengangkutan cargo dan tangki yang
fleksibel dan aman di kapal. Ini terdiri dari
satu pompa cargo dan motor hidrolik yang
dipasang di setiap tangki cargo, pompa
pemberat, pompa pembersih tangki, pompa
portabel dan pemakaian lainnya, semuanya
terhubung melalui sistem garis cincin
hidrolik ke unit daya hidrolik seperti yang
ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Pompa cargo submersible adalah pompa
sentrifugal panggung tunggal dengan
impeller yang dekat dengan dasar tangki,
memberikan kinerja pemompaan yang baik
dari semua jenis cairan dan dengan kinerja
discharging yang sangat baik. Bagian
hidrolik dikelilingi oleh cofferdam yang
benar-benar memisahkan minyak hidrolik
dari cargo.
Framo cargo pump manual book.
Gambar 7. Sistem hidrolik Framo Cargo Pump
5. Gangguan-gangguan pompa
Pompa tidak menghisap (memompa)
atau kapasitasnya lebih rendah dari
semestinya, mungkin yang menyebabkan
ialah:
1) Keran isap dan tekan tertutup.
2) Adanya kebocoran di pembuluh
isap.
3) Dalam pompa masih terdapat udara.
4) Jumlah putaran pompa di bawah
ketentuan (terlalu kecil).
5) Putaran kipas atau lengkung
sudunya salah.
6) Kenaikan manometrik terlalu besar.
7) Kerusakan komponen.
Kalau salah satu dari kelima penyebab
itu terjadi pada pompa maka pompa akan
Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan
Kimia Cair
Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo
b dan Saiful Hadi Prasetyo
c
2050
mendapat gangguan yang mana akan
menyebabkan kapasitas debit dari pompa
akan turun. Hal inipun dapat pula terjadi
lebih dari satu penyebab yang dialami oleh
pompa, misalnya saja dua penyebab atau
tiga dan empat atau semuanya itu terjadi
bersama-sama. Ini berarti pompa itu dapat
dinyatakan rusak dan tidak dapat dipakai
lagi. Karena untuk mengatasi semua
kerusakan yang timbul itu membutuhkan
waktu yang lama.
Purwanto dan Gianto, Pompa (1978:84),
II. TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik analisis data yang akan dipakai
oleh peneliti yaitu dengan menggunakan
analisis SWOT yaitu metode perencanaan
strategis yang digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan (strengths),
kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats)
pada suatu proyek. Menurut Fatimah
(2016:27), “Analisis SWOT adalah suatu
bentuk analisis situasi dengan
mengidentifikasi berbagai faktor-faktor
secara sistematis terhadap kekuatan-
kekuatan (strenghts), kelemahan-
kelemahan (weaknesses), peluang-peluang
(opportunities), serta ancaman-ancaman
(threats) dari lingkungan untuk
merumuskan strategi yang akan diambil”.
Dari pengertian SWOT tersebut akan
dijelaskan satu persatu, yaitu:
a. Kekuatan (Strength), yaitu faktor-faktor
kekuatan yang dimiliki, sehingga
pompa cargo dalam kondisi baik.
b. Kelemahan (Weakness), yaitu segala
faktor yang tidak menguntungkan atau
merugikan yang dapat menyebabkan
pompa cargo beserta bagian-bagiannya
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
c. Peluang (Opportunities), yaitu berbagai
situasi lingkungan yang
menguntungkan dan bisa dimanfaatkan
agar pompa cargo selalu dalam kondisi
baik, sehingga pompa selalu dapat
beroperasi dengan optimal.
d. Ancaman (Threats), yaitu hal-hal yang
dapat mendatangkan kerugian bagi
kerja pompa cargo.
Dengan melihat faktor-faktor dari
kekuatan (Strengths), kelemahan
(Weakness), kesempatan (Opportunities)
dan ancaman (Threats) maka akan dapat
dilihat bagaimana solusi untuk mengatasi
faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kerusakan pada seal pompa.
Analisis SWOT dapat diterapkan
dengan cara menganalisis dan memilah
berbagai hal yang mempengaruhi keempat
faktornya, kemudian menerapkannya
dalam gambar matrik SWOT, dimana
aplikasinya adalah bagaimana kekuatan
Eksternal Internal
- PERAWATAN DAN PERBAIKAN
- PENGOPERASIAN SESUAI SOP
- DISCHARGING NORMAL
- OPERASIONAL KAPAL LANCAR
- PERUSAHAAN MENDAPAT
KEUNTUNGAN
Mechanical
seal
Bearing Shaft Impeller
Menurunnya kerja pompa cargo
Hydraulic
Power Package
Sistem
perpipaan
Komponen
pompa
Putaran Pompa
(RPM)
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018
2051
(strengths) mampu mengambil
keuntungan (advantage) dari peluang
(opportunities) yang ada, bagaimana cara
mengatasi kelemahan (weakness) yang
mencegah keuntungan (advantage) dari
peluang (opportunities) yang ada,
selanjutnya bagaimana kekuatan
(strengths) mampu menghadapi ancaman
(threats) yang ada, dan terakhir adalah
bagaimana cara mengatasi kelemahan
(weaknesses) yang mampu membuat
ancaman (threats) menjadi nyata atau
menciptakan sebuah ancaman baru.
Adapun metode tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
Faktor-faktor yang mempengaruhi:
Faktor Internal : Kekuatan
(Strenghts) dan Kelemahan
(Weakness).
Faktor Eksternal : Peluang
(Opportunities) dan Ancaman
(Threats).
SO Strategi : Ini merupakan situasi
yang menguntungkan pihak kapal,
memiliki peluang dan kekuatan
sehingga dapat memanfaatkan peluang
yang ada. Strategi yang harus dilakukan
pada hal ini adalah mendukung
kebijakan dari pihak kapal dan
perusahaan.
ST Strategi : Dalam situasi ini
perusahaan menghadapi berbagai
ancaman, tetapi masih memiliki
kekuatan dari segi internal. Strategi
yang harus diterapkan dalam kondisi ini
adalah menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang jangka panjang
dengan cara strategi diversifikasi.
WO Strategi : Dalam situasi ini
kapal menghadapi peluang yang sangat
besar, tapi juga menghadapi kendala
atau kelemahan internal. Fokus strategi
pada situasi ini adalah meminimalkan
masalah-masalah internal sehingga
dapat memaksimalkan kinerja mesin
utama.
WT Strategi : Ini merupakan
situasi yang tidak menguntungkan,
sehingga perusahaan harus menghadapi
berbagai ancaman dan kelemahan
internal.
III. PEMBAHASAN MASALAH
1. Gambaran Umum Objek Yang
Diteliti
Di kapal MT. Tirtasari, cargo pump
terdiri dari banyak jenis pompa, salah
satunya adalah pompa muatan (Cargo
Pump). Di kapal cargo pump terdapat 10
buah pompa cargo yang dipasang di dalam
tiap-tiap tangki muatan yang dipasang
secara parallel dengan satu sumber tenaga
penggerak yang berasal Hidrolic Power
Package yang terletak pada Forecastle.
Cargo pump terdiri dari beberapa
komponen pendukung seperti Hidraulic
Power package, hydraulic motor,
mechanical oil and cargo seal serta
impeller yang berbentuk sistem. Sistem
cargo pump di MT. Tirtasari difungsikan
sebagai sistem yang digunakan untuk
memindahkan muatan kimia cair dari
tangki muatan kapal menuju ke tangki
kapal lain atau tangki di darat.
Cargo pump ini adalah pompa
sentrifugal satu tingkat tekan yang mana
penggeraknya adalah hidrolik motor
dengan tenaga tekanan tinggi minyak
hidrolik dari Power package. Pompa
sentrifugal ini mempunyai sebuah impeller
(baling-baling) untuk mengangkat zat cair
dari tempat yang lebih rendah ke tempat
yang lebih tinggi. Pompa cargo ini
berfungsi untuk memindahkan muatan
ketika discharging. Sistem bekerja secara
terus menerus selama mesin beroperasi.
Dalam pengoperasian pompa cargo tentu
saja tidak lepas dari proses tank cleaning,
cargo heating, hidraulik power package,
purging cargo pump, dan sistem penunjang
lainnya.
Ada beberapa tipe pompa cargo merk
Framo yang di pakai di atas kapal antara
lain SD50, SD100, SD125, SD150, SD200,
SD 250, SD300 dan SD350. Namun
Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan
Kimia Cair
Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo
b dan Saiful Hadi Prasetyo
c
2052
penulis hanya akan membahas pompa
cargo dengan tipe SD 125 karena
berdasarkan pengalaman penulis selama
melaksanakan praktik laut pompa dengan
tipe tersebut yang penulis amati dan teliti.
Salah satu masalah yang terjadi pada
pompa cargo ini adalah menurunnya debit
muatan yang dipompakan karena kerja
pompa cargo yang tidak optimal. Dalam
keadaan seal tidak normal akan
mengakibatkan proses discharging muatan
memakan waktu yang lebih lama. Prosedur
pengoperasian pompanya adalah sebagai
berikut:
a) Start Hidrolic power package dari
panel di dalam CCR, start pompa
cargo dengan cara membuka valve
inlet hidrolic oil secara perlahan dan
biarkan berjalan selama 2-3 menit
sebelum menaikkan kecepatan
putaran pompa. Menaikkan putaran
pompa adalah secara bertahap sedikit
demi sedikit.
b) Naikkan tekanan pompa untuk
menekan muatan ke atas sebelum
membuka katup discharging muatan.
Hal ini untuk mencegah tekanan
balik.
c) Atur tekanan sistem minyak hidrolik
sampai kira-kira 15 bar di atas
tekanan kerja.
Setelah pompa cargo beroperasi maka
muatan akan discharge dengan debit
maksimal 200 m3 / jam dan bisa diatur
melalui Cargo Control Room (CCR)
dengan mengatur tekanan minyak hidrolik.
Ketika mengoperasikan pompa, selain
debit yang dipompakan perhatikan juga
kerja pompa cargo dari suaranya. Suara
pompa cargo yang normal yaitu terdengar
halus menandakan komponen pompa
masih dalam kondisi yang baik, namun
bila terdengar suara kasar,
mengindikasikan bahwa ada komponen
pompa yang abnormal dan perlu dilakukan
pengamatan terhadap penyebab suara kasar
tersebut.
2. Analisa masalah
a. Identifikasi masalah
Berikut ini adalah beberapa
gambaran dari pengalaman atau data-
data yang penulis peroleh pada waktu
melaksanakan praktik laut di MT.
Tirtasari. Selama penulis melaksanakan
praktik laut penulis menemukan
permasalahan yang terjadi pada pompa
cargo dan pada penelitian ini penulis
mencoba menguraikan beberapa
permasalahan yang dapat menyebabkan
terjadinya penurunan kerja pada pompa
cargo dalam proses discharging adalah
sebagai berikut:
1) Sistem Pipa Hidrolik
Salah satu kemungkinan
penyebab penurunan kerja dari
pompa cargo adalah terjadinya
kebocoran pada system perpipaan
hidrolik. Pipa hidrolik adalah pipa
yang didalamnya mengalir minyak
hidrolik bertekanan tinggi dengan
tekanan kurang lebih 200 bar yang
dialirkan dari salah satu permesinan
penunjang pompa cargo yaitu
Hydraulic Power Package. Karena
mengalirkan minyak hidrolik tekanan
tinggi, maka pipanya berbeda dengan
pipa-pipa system yang lain seperti
pipa air tawar, pipa air laut, pipa
minyak lumas, pipa bahan bakar, dan
lain-lain. Pipa hidrolik yang ada pada
geladak utama kapal sangat rentang
terjadinya korosi sehingga
menyebabkan kebocoran pada pipa.
Hal tersebut disebabkan oleh pipa
yang ada pada geladak utama
berhubungan langsung dengan faktor
eksternal seperti seringnya terkena
air laut dan udara luar yang
mempercepat terjadinya proses
korosi pada pipa.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018
2053
Namun hal tersebut dapat
ditanggulangi dengan cara perawatan
secara rutin oleh crew dek dan crew
mesin. Perawatan yang dilakukan
crew dek adalah dengan melakukan
pengecatan terhadap pipa-pipa
hidrolik di dek, sedangkan perawatan
yang dilakukan crew mesin adalah
melakukan pengecekan pada flanges
sambungan, penggantian karet seal
yang ada di dalam flanges, serta
penggantian pipa pada pipa-pipa
yang mengalami korosi yang sudah
agak parah. Berikut adalah gambar
penggantian pipa hidrolik akibat
terjadinya korosi.
Gambar 8. Pipa Hidrolik Cargo Pump
Gambar tersebut menunjukkan
bahwa pipa-pipa hidrolik di atas
geladak utama di kapal MT. Tirtasari
terawat dengan baik karena adanya
kegiatan rutin mingguan pengecekan
(weekly inspection) yang diakukan
oleh kapten kapal. Oleh karena itu
pipa-pipa hidrolik yang sudah
terlihat tidak bagus akan segera
diganti. Jadi dapat disimpulkan
bahwa menurunnya kerja pompa
cargo bukan disebabkan oleh sistem
perpipaan yang mengalami
kerusakan atau kebocoran.
2) Komponen pompa
Menurunnya kerja pompa cargo
dalam proses discharging muatan
dapat dimungkinkan oleh kerusakan
komponen pompa. Di dalam pompa
cargo terdiri dari berbagai macam
komponen diantaranya:
a) Mechanical oil seal dan cargo
seal
Untuk mengetahui terjadinya
kerusakan seal pada pompa cargo
dapat dilakukan dengan purging
cargo pump dan pressure test
cargo pump. Pada saat pompa
cargo tidak beroperasi melakukan
proses discharging dilakukan
pembersihan cofferdam atau
disebut purging cargo pump yang
harus dilakukan secara rutin.
Tujuan dilakukannya purging
cargo pump adalah untuk
mengetahui kondisi kebocoran
seal pompa. Kebocoran dapat
diketahui berdasarkan jumlah
muatan, minyak hidrolik atau
campuran keduanya yang keluar
dari purging valve trap. Proses
purging dilakukan dengan
bantuan udara kompresor. Berikut
adalah purging prosedur yang
perlu dilakukan antara lain:
Tempatkan wadah yang sesuai
di bawah purging valve untuk
mengumpulkan kebocoran.
Periksa apakah purging valve
di bagian bawah tidak
terhalang.
Drain air hasil kondensasi
yang terdapat pada purging
line.
Sambungkan selang udara
compressor (maks. Tekanan
suplai adalah 7 bar).
Mulailah purging cofferdam
dengan membuka purging
valve. Katup relief dipasang
pada sambungan purging
cofferdam. Katup diatur pada
tekanan 3-3,5 bar untuk
membatasi tekanan untuk
perlindungan seal pompa.
Sedikit kebocoran pada relief
valve adalah normal saat cairan
dibersihkan dari cofferdam.
Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan
Kimia Cair
Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo
b dan Saiful Hadi Prasetyo
c
2054
Katup juga akan terbuka jika
cofferdam diblokir.
Periksa apakah ada gas keluar
dari purging valve (untuk
memastikan bahwa cofferdam
terbuka) serta hati-hati
terhadap gas yang keluar
karena bahaya kimia.
Drain purging line setelah
cairan hasil purging keluar.
Tampung cairan yang keluar
menggunakan ember.
Setelah tidak ada cairan yang
keluar, lepaskan selang udara
compressor.
Tutup purging valve.
Catat jumlah kebocoran dan
evaluasi hasilnya.
Di kapal terdapat form purging
cargo pump yang datanya penulis
peroleh dari melaksanakan
purging bersama Chief Officer
pada saat kapal sesudah discharge
metanol (CH3OH). Berikut adalah
tabel purging dan hasil evaluasi.
Tabel 1. Hasil Purging Cargo Pump
No. Cargo P/p
no Type Hasil Jumlah
1. 1P SD 125 C 2.4 liter
2. 1S SD 125 C 1.8 liter
3. 2P SD 200 W 1.2 liter
4. 2S SD 200 H 0.8 liter
5. 3P SD 200 W 1.1 liter
6. 3S SD 200 C 0.9 liter
7. 4P SD 200 C 0.5 liter
8. 4S SD 200 H Nil
9. 5P SD 200 H 0.8 liter
10. 5S SD 200 W 1.3 liter
Ket.
P : Portside Tank
S : Starboardside Tank
C : Cargo
H : Hydrolic Oil
W : Water Condensate
Jika hasil purging terdeteksi
kebocoran cargo (lebih dari 2
liter*), dan evaluasi menunjukkan
bahwa tindakan harus dilakukan,
hal pertama yang harus dilakukan
adalah mengidentifikasi
kebocoran tersebut. Dari data di
atas diketahui bahwa hasil
purging pompa No. 1P melebih
dari batas yang diijinkan yaitu
maksimal 2 liter, cara terbaik
adalah melakukan pressure test
cofferdam pompa No. 1P.
Pressure test Cofferdam
dilakukan dengan cara mengeblok
purging valve menggunakan
paking karet. Membuka flange
pada cover atas dan pasang flengs
uji dengan pressure gauge.
Pasang selang udara compressor
dan berikan tekanan ke 3-5 bar.
Setelah kira-kira 5 menit periksa
semua flengs pada pipa-pipa dan
semua sambungan lainnya untuk
mendeteksi kebocoran. Untuk
mengetahui kebocoran digunakan
air sabun dengan memanfaatkan
busanya.
Gambar 9. Purging Cargo Pump
pressure
Jika kebocoran cargo tidak
teridentifikasi dan tekanan 3 bar
tidak berkurang untuk jangka
waktu yang lama selama
pengujian tekanan, masih
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018
2055
mungkin seal pompa sudah aus
dan harus diganti dengan alasan
bahwa tekanan 3 bar di cofferdam
sedang menekan bibir atas seal
(menghadap cofferdam) di sekitar
poros pompa. Sehingga perlu
dilakukan overhoul pompa untuk
mengecek kondisi seal. Jika
pompa cargo memiliki kebocoran
minyak hidrolik, biasanya harus
membongkar pompa untuk
mengidentifikasi kebocorannya.
Kebocoran minyak hidrolik
sangat jarang terjadi dalam
kondisi normal, namun jika
kebocoran oli hidrolik terjadi, ada
tiga alasan penyebab yaitu:
Oil seal – jam kerja oil seal
sudah sangat tinggi (> 10.000
jam).
Retak di slevee ceramic - dapat
terjadi jika pompa cargo
bergetar karena viscositas
cargo yang tinggi.
Terjadi korosi pada seal ring
yang terjadi karena jam kerja
sudah tinggi.
(SUMBER : Framo Cargo Pump
Manual Book Frank Mohn
Services AS hal. 16-1997)
Dari hasil observasi, hasil
purging cargo pump serta
pressure test diketahui bahwa seal
pompa cargo tangki No. 1P
mengalami kerusakan atau terjadi
sesuatu yang abnormal. Untuk itu
akan diadakan pengamatan lebih
lanjut terhadap seal pompa cargo
tersebut.
b) Hidrolik motor
Salah satu komponen
penunjang pompa cargo adalah
hidrolik motor. Hirolik motor
berfungsi untuk merubah energi
tekanan dari minyak hidrolik
menjadi tenaga mekanik berputar
kemudian ditransmisikan untuk
memutar impeller.
Di dalam hidrolik motor
terdapat shaft atau poros. Bila
poros tersebut mengalami aus
maka akan menyebabkan
terjadinya kebocoran minyak
hidrolik dan masuk ke dalam
cofferdam. Oleh karena itu ketika
dilakukan overhoule pompa cargo
pada tangki No. 1P serta
dilakukan pengukuran diameter
poros pompa dan didapatkan hasil
pengukuran bahwa diameter poros
pompa adalah 29.8 mm. Diameter
tersebut masih dalam batas
toleransi yaitu tidak lebih dari 0.3
mm untuk pompa tipe SD125.
Dari hasil pengukuran shaft
hidrolik motor maka Hidrolik
motor pompa cargo No. 1P masih
dalam keadaan normal.
c) Shaft Sleeve Ceramic
Shaft Slevee ceramic
merupakan tempat menempelnya
cargo seal dan oil seal serta
sleeve ceramic menempel pada
poros shaft hidrolic motor.
Kerusakan pada bagian ini dapat
terjadi jika pompa cargo bergetar
karena viscositas cargo yang
tinggi sehingga akan
menyebabkan keretakan. Selain
itu pada saat pencopotan yang
dilakukan dengan tidak hati-hati
akan menyebabkan kerusakan
(pecah). Namun Engineer di kapal
MT. Tirtasari merupakan orang-
orang yang berpengalaman dan
proses melepas shaft sleeve
ceramic sesuai prosedur sehingga
kerusakan bagian pompa akibat
human error sangat jarang terjadi.
d) Impeller
Impeller berfungsi untuk
memutar zat cair agar terjadi gaya
sentrifugal sehingga cairan dari
pusat impeller terlempar ke sisi
Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan
Kimia Cair
Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo
b dan Saiful Hadi Prasetyo
c
2056
luar impeller dan menuju ke
bagian discharge line atau keluar.
Kerusakan yang mungkin terjadi
pada impeller adalah terjadinya
keausan atau menempelnya kerak-
kerak pada impeller. Pada saat
dilakukan overhoule pada pompa
cargo 1P dilakukan pengamatan
terhadap impeller untuk
mengecek kondisinya dan
didapatkan hasil yaitu kondisi
impellernya masih dalam kondisi
yang sangat bagus.
e) Ball bearing
Ball bearing ini berfungsi
untuk penahan gesekan putaran,
terpasang pada ujung shaft bagian
bawah, ada dua ball bearing yang
terpasang bagian ujung setelah
gear penghubung dan sebelum
gear penghubung. Ball bearing
harus dalam kondisi yang baik
karena menjadi penahan dan
kestabilan putaran shaft yang
tinggi. Apabila ball bearing ini
sudah jelek atau tidak sesuai maka
dapat mengakibatkan putaran dari
pada shaft akan terganggu, terjadi
keolengan dan tidak stabil bahkan
dapat dimungkinkan terjadi
kerusakan pada shaftnya. Indikasi
terjadi kerusakan pada bearing
adalah pompa menjadi cepat
panas dan terdengar suara gesekan
yang tidak semestinya pada
bagian bearing pompa tersebut.
Setelah dilakukan pembongkaran,
pengecekan dan pengamatan
ditemukan bearing masih dalam
kondisi yang baik.
3) Hidrolik Power Package
Kemungkinan lain yang menjadi
penyebab menurunnya kerja pompa
cargo adalah kerusakan pada
Hidrolik power package. Bila power
package mengalami kerusakan maka
akan terjadi abnormal terhadap
tekanan yang digunakan untuk
menggerakan hidrolik sehingga kerja
pompa akan terganggu ketika
beroperasi. Permasalahan yang
pernah penulis alami ketika
melaksanakan praktik berkaitan
dengan hydraulic power package
adalah kerusakan pada Jockey pump.
Namun hal tersebut dapat segera
ditangani karena Jockey pump yang
rusak segera mendapat ganti jockey
pump baru dari kantor sehingga
permasalahan dapat segera ditangani.
4) Putaran Pompa (RPM)
Salah satu faktor yang menjadi
kemungkinan menurunnya kerja
pompa dalam proses discharging
adalah putran pompa. Putaran
pompa berpengaruh terhadap jumlah
debit cargo yang dipompakan. Untuk
masalah putaran pompa, pada saat
dilaksanakan discharge pompa cargo
dengan tipe SD125 dapat diamati
pada panel Cargo Control bahwa
pompa berputar 2700 RPM dengan
tekanan minyak hidrolik 200 bar. Hal
tersebut adalah normal karena sesuai
dengan Framo Cargo Pump manual
book FRAMO Cargo Pumping
System Date: 02Nov93 Rev.B
20Sep99 Page 4 of 8 yang
menyatakan bahwa “Sistem hidrolik
menekan pompa dengan tekanan 200
bar akan menghasilkan putaran
pompa 2700 RPM”. Sehingga
disimpulkan bahwa putaran pompa
tidak mengalami masalah.
3. Pembahasan masalah
a. Mechanical Seal
Setiap mechanical seal terdiri dari
lima bagian dasar antara lain:
1) Sebuah ring (biasanya seal face)
berputar searah dengan bagian
pompa yang berputar (shaft).
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018
2057
NU BF = x 100% ∑NU
2) Seal sekunder (biasanya O-ring)
diantara shaft dan ring.
3) Sebuah dudukan tetap yang
terletak pada bagian yang tidak
berputar pada pompa (casing
pompa).
4) Seal sekunder (biasanya O-ring)
terletak antara tiap-tiap bagian
pompa.
5) Per (spring) untuk seal face.
Gambar 10. Mechanical Face Seal
b. Analisa SWOT
Dari hasil identifikasi masalah yang
telah dijabarkan di atas ditemukan
bahwa terjadi kerusakan pada
mechanical oil seal dan cargo seal.
Kemudian untuk menentukan penyebab
kerusakan seal tersebut dilakukan
pembahasan melalui identifikasi metode
SWOT yaitu dengan melihat faktor-
faktor dari kekuatan (Strengths),
kelemahan (Weakness), kesempatan
(Opportunities) dan ancaman (Threats).
Pada pembahasan metode SWOT ini
dilakukan penelitian terhadap faktor-
faktor internal dan eksternal yang
berkaitan dengan kerusakan mechanical
oil seal dan cargo seal. Berikut adalah
tabel pengamatan lingkungan yang
penulis peroleh dari hasil melaksanakan
praktik laut berkaitan dengan pompa
cargo.
Untuk memudahkan
pengidentifikasian faktor internal dan
eksternal tersebut kemudian
dikelompokkan dalam tabel faktor
internal dan ekternal yang dibagi ke
dalam dua kelompok yaitu kekuatan dan
kelemahan sebagai faktor internal serta
peluang dan ancaman masuk dalam
kategori faktor eksternal sebagaimana
terlihat pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
FAKTOR INTERNAL
KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)
1 Mechanical seal tahan terhadap
panas sampai 200ᵒC
1 Terjadi korosi pada seal ring
akibat jam kerja yang tinggi
2 Mechanical seal tidak mudah
bereaksi dengan bahan kimia lain
2 Sparepart yang tidak original
akan mudah rusak
3 Tahan terhadap gesekan atau
goresan
3 Proses overhoule susah jika tidak
menggunakan special tool.
4
Tahan terhadap korosi
4 Kemampuan blok melemah jika
jam kerja sangat tinggi (>
10.000 jam).
5 Mampu menahan fluida tekanan
tinggi
5 Bila rusak tidak dapat diperbaiki
FAKTOR EKSTERNAL
PELUANG (O) ANCAMAN (T)
1
Viscosity muatan yang rendah
1 Mahalnya harga sparepart
pengganti
2 Usia cargo pump yang sudah
diatas 10 tahun
2 Sulitnya membedakan
mechanical seal yang original
dengan yang tidak asli
3
Jumlah sparepart yang memadai
di atas kapal
3 Tidak bisa menerima panas yang
berlebih dan secara terus
menerus ketika steaming maupun
cargo heating
4 Engineer yang memiliki
pengalaman dalam menangani
pompa cargo
4 Pengiriman sparepart pengganti
tidak disemua pelabuhan sandar
5 Kondisi Hydrolic Power Pack
yang masih baik
5 Keterlambatan pengiriman
sparepart
Setelah menentukan faktor-faktor
internal dan eksternal langkah
selanjutnya adalah memilih dan
menetapkan penyebab kerusakan seal
cargo pump melalui penilaian Bobot
Faktor (BF), selanjutnya dilakukan
penilaian terhadap faktor-faktor
tersebut. Penilaian dilakukan melalui
penentuan nilai faktor (NF) dan bobot
faktor (BF) tiap faktor.
Pada tabel 3 dilakukan penentuan
Nilai Faktor masing-masing faktor serta
ditentukan nilai Bobot Faktor dengan
membandingkan nilai yang cenderung
menjadi penyebab kerusakan seal
antara satu faktor dengan yang lainnya
dengan rumus:
Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan
Kimia Cair
Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo
b dan Saiful Hadi Prasetyo
c
2058
Bobot Faktor akan dihasilkan dalam
bentuk prosentase dari jumlah nilai
urgensinya (NU) ke samping kanan
dibagi dangan jumlah total hasil NU.
Kemudian kita lihat hasil peringkat
dari prosentase tertinggi dari nilai bobot
dan dibawahnya maka akan terdapatkan
dua dari masing-masing kekuatan
internal, dua dari kelemahan internal,
dua dari peluang dan dua dari ancaman.
Ditemukan bahwa ada dua faktor
internal yang menjadi kemungkinan
penyebab kerusakan seal cargo pump
adalah Sparepart yang tidak original
(I/W) dan jam kerja dari seal yang
sangat tinggi ≥10.000 jam (I/W).
Kemudian ada dua faktor internal yang
menjadi kekuatan dengan prosentase
tertinggi yaitu Mechanical seal tahan
terhadap panas sampai 200ᵒC (I/S) dan
seal yang mampu menahan fluida
tekanan tinggi (I/S). Ketersediaan
sparepart yang memadai di buktikan
dengan adanya daftar inventory spare
part di kapal.
Setelah bobot faktor diketahui, maka
dilakukan penentuan Nilai Dukungan
(ND). Nilai Dukungan diungkapkan
dengan skala Likert 1 s/d 5 tergantung
nilai dukung terhadap sasaran. Faktor-
faktor internal dan eksternal saling
terkait atau saling berhubungan dalam
menentukan penyebab kerusakan seal
cargo pump. Dengan adanya keterkaitan
itulah maka akan tercipta suatu cara
untuk menanggulangi faktor kelemahan
(Weakness) dan ancaman (Threats) .
Untuk itu perlu ditentukan Nilai Relatif
Keterkaitan (NRK) tiap faktor dengan
faktor lainnya memakai skala 1 – 5.
Rumus menentukan Nilai Relatif
Keterkaitan adalah sebagai berikut :
Dari semua perhitungan Nilai Relatif
Keterkaitan (NRK) pada tabel di atas
akan ditentukan masing-masing 2 faktor
yang memiliki NRK tertinggi. Dalam
hasil perhitungan ditentukan bahwa
terdapatnya SOP yang baku dan
persediaan sparepart original di atas
kapal yang memadai menjadi dua faktor
kekuatan (strength) kemudian
kerusakan komponen pompa dan
kesalahan dalam prosedur tank cleaning
menjadi faktor kelemahan (weakness).
Untuk faktor eksternal didapati bahwa
usia cargo pump yang sudah di atas 10
tahun dan Chief Officer yang
memahami manual book menjadi faktor
kesempatan (Opportunities) serta yang
terakhir adalah kebiasaan buruk
operator dalam pengoperasian pompa
menaikkan RPM tidak bertahap dan
pengiriman sparepart pengganti tidak di
semua pelabuhan sandar menjadi
ancaman yang datang dari luar. Berikut
di bawah ini hasil dari pemilihan nilai
faktor tertinggi dalam bentuk tabel
faktor kunci keberhasilan.
Tabel 3. Faktor Kunci Keberhasilan Tabel 7. FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN
FAKTOR INTERNAL
STRENGHT (S) WEAKNESS (W)
1 Mechanical seal tahan
terhadap panas sampai 200ᵒC 1
Sparepart yang tidak original akan
mudah rusak
2 Mampu menahan fluida
tekanan tinggi 2
Kemampuan blok melemah jika jam
kerja yang sangat tinggi (> 10.000
jam).
FAKTOR EKSTERNAL
OPPORTUNITIES (O) THREATS (T)
1 Jumlah sparepart yang memadai di atas kapal
1 Mahalnya harga sparepart
pengganti
2
Engineer yang memiliki
pengalaman dalam
menangani pompa cargo
2
Tidak bisa menerima panas yang
berlebih dan secara terus menerus
ketika steaming maupun cargo
heating
Dari hasil tersebut di atas matrik
ringkasan analisis faktor internal dan
external, dapat kita gambarkan dalam
peta posisi faktor yang mempengaruhi
kerja pompa cargo sebagai berikut:
TNK(total nilai keterkaitan) NRK =
∑NF(jumlah faktor yang dinilai) – 1
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018
2059
Di mana nilai jumlah kekuatan (S) =
2.67 dan nilai jumlah kelemahan (W) =
3.72 maka selisihnya (Y) = S – W dan
hasilnya Y = - 1.05, sedangkan nilai
jumlah peluang (O) = 3.18 dan nilai
jumlah ancaman (T) = 2.63 maka hasil
selisihnya (X) = O – T dan hasilnya
0.56 sehingga titik tersebut berada di
(0.56; -1,05) atau di kuadran III yang
terlihat pada gambar berikut:
S =
S = 2.67 W =
II: STRATEGI DIVERSIFIKASI Y I: STRATEGI EKSPANSI Y =
O =
>>KW IVT =
X =
x
T = O=
IV: STRATEGI DEFENSIF III: STRATEGI ALIANSI
W= 3.72
2.63
-1.050.56
3.18
2.67
3.72
-1.05
3.18
2.63
0.56
POSISI:
Matrik I: PETA POSISI STRATEGI FAKTOR PENYEBAB MENURUNNYA KERJA CARGO PUMP
POSISI :(0,56 ; -1.05)
Gambar 11. Peta posisi matrik SWOT
Penentuan posisi hanya untuk
mengarahkan permasalahan
diselesaikan dengan strategi
berdasarkan letak pada kuadran I, II, III,
atau IV. Pada posisi dari hasil
perhitungan di atas diperoleh posisi
berada pada kuadran III bahwa strategi
yang digunakan adalah strategi Aliansi
atau Weaknes Opportunity (WO)
Strategi yaitu strategi dalam situasi
menghadapi peluang yang sangat besar,
tapi juga menghadapi kendala atau
kelemahan internal. Fokus strategi pada
situasi ini adalah meminimalkan
masalah-masalah internal sehingga
dapat mencegah kerusakan seal cargo
pump. Kelemahan internal yang
dimaksud adalah Sparepart yang tidak
original akan mudah rusak dan
kemampuan blok melemah jika jam
kerja dari seal yang sangat tinggi (>
10.000 jam) sehingga mengakibatkan
terjadi kebocoran cargo pada waktu
purging serta proses discharging
muatan memakan waktu lebih lama.
c. Hasil Analisa SWOT
Tingginya temperature steaming
dapat mengakibatkan seal pompa
mengalami kerusakan. Di kapal-kapal
tanker terutama chemical tanker, dalam
pemuatan cargo chemical kondisi
tangki harus benar-benar bersih
mengingat sifat kimiawi dari muatan itu
sendiri yang mudah bereaksi dengan
kimia lain walaupun dalam jumlah yang
sedikit. Hal tersebut akan berdampak
kepada seluruh muatan. Oleh karena itu
diperlukan pembersihan tangki atau
tank cleaning sebelum melakukan
pemuatan. Proses tank cleaning antara
lain sebagai berikut:
Pencucian pendahuluan untuk
mengangkat atau mengosongkan sisa
muatan yang ada di bellmouth dan
sisa-sisa yang ada di dalam pipa serta
yang berada di pompa muatan.
Pencucian menggunakan air laut
untuk memaksimalkan agar sisa-sisa
muatan yang dicuci benar-benar
telah habis dari tangki. Hal ini bisa
dilakukan dengan menggunakan air
dingin maupun air panas.
Pencucian menggunakan air tawar
untuk membilas agar tangki bersih
dari air laut ataupun sabun,
terkadang untuk memaksimalkan
hasil agar kadar garamnya hilang
dilakukan penambahan proses
dengan penguapan (steaming)
dengan temperature 800C-120
0C
untuk menjaga kondisi seal.
Pengusiran Gas (Gas Freeing)
Mopping adalah proses
pengangkatan sisa cairan yang sudah
tidak bisa lagi dihisap oleh pompa,
jadi bagian yang belum kering dilap.
Fakta di lapangan saat melaksanakan
tank cleaning adalah tidak adanya
sistem control otomat yang mengatur
jumlah steam yang masuk ke dalam
Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan
Kimia Cair
Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo
b dan Saiful Hadi Prasetyo
c
2060
tangki sehingga mengakibatkan tidak
ada set point steam boiler yang masuk
ke dalam tangki dan temperature di
dalam tangki menjadi sangat tinggi.
Pada saat crew deck melaksanakan tank
cleaning, penulis melakukan
pengamatan terhadap temperature
dalam tangki dengan melakukan
pengukuran menggunakan
Thermometer laser. Hasil pengukuran
yang dilaksanakan adalah sebagai
berikut:
Tabel 4. Data hasil ukur temperature steaming
tank cleaning
NO NO.
TANGKI
CARGO
PUMP
TYPE
HASIL
UKUR CONDITION
1. 1P SD 125 1500C
NOT
PERMISSION
2. 1S SD 125 900C NORMAL
3. 2P SD 200 1000C NORMAL
4. 2S SD 200 850C NORMAL
5. 3P SD 200 970C NORMAL
6. 3S SD 200 1100C WARNING
7. 4P SD 200 1000C NORMAL
8. 4S SD 200 1020C NORMAL
9. 5P SD 200 1250C WARNING
10. 5S SD 200 960C NORMAL
Dari data di atas diketahui bahwa ada
sesuatu yang abnormal yang terjadi
pada tangki 1P (tangki nomor 1 sebelah
kiri) yaitu temperatur tangki ketika tank
cleaning di atas temperatur yang
diijinkan yaitu mencapai 1500C. Ketika
dilakukan proses discharging muatan,
pompa cargo pada tangki 1P mengalami
keterlambatan atau debit cargo yang
dipompakan jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan dengan pompa cargo 1S
dengan tipe yang sama SD125 dan
tekanan hidrolik yang sama 15 bar.
Untuk itu setelah kejadian tersebut
dilakukan overhoule pompa cargo pada
tanggal 3 April 2016 dan hasil overhoul
menemukan hal-hal sebagai berikut:
Gambar 12. Oil seal dan Cargo Seal
Dari gambar di atas dapat dilihat
bahwa kiri gambar adalah cargo seal
dan kanan gambar adalah oil seal yang
mengalami kerusakan. Dari sekilas
tidak terjadi kerusakan namun terjadi
penurunan kekuatan dari bahan teflon
sehingga seal tidak mampu menahan
tekanan dari minyak hidrolik dan tekan
muatan. Dari gambar juga dapat dilihat
bahwa spring (per) penahan seal juga
nampak berkarat. Setelah diketahui
bahwa seal tersebut rusak maka
dilakukan penggantian seal dengan
suku cadang yang terdapat di engine
store room. Berikut tabel sparepart
inventory pompa cargo di kapal MT.
Tirtasari.
Dari hasil analisa yang dikemukakan
di atas, pompa cargo mengalami
gangguan kerja pada saat proses
discharging disebabkan oleh kerusakan
seal (oil and cargo seal). Dampak yang
ditimbulkan akibat kerusakan seal
tersebut adalah menurunnya kinerja
pompa yaitu debit muatan yang
dipompakan dengan tekanan maksimal
adalah kurang dari standart pada
manual book sehingga proses
discharging muatan memakan waktu
yang lebih lama dan menjadikan
operasional kapal menjadi terhambat.
Untuk seal yang mengalami
kerusakan atau kebocoran diakibatkan
oleh suhu yang diterima pompa ketika
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018
2061
steaming tank cleaning maupun cargo
heating terlalu panas dan terjadi secara
continue sehingga kekuatan dari seal
yang terbuat dari bahan teflon akan
melemah. Walaupun teflon termasuk
jenis bahan yang tahan terhadap panas
namun bila menerima panas yang
berlebih maka akan tetap mengalami
kerusakan atau melemahnya
kemampuan kekuatan untuk mengeblok
tekanan.
Untuk permasalahan terlalu panasnya
steaming tank cleaning setelah
dilakukan pengamatan terhadap pipa
steam boiler yang diurutkan dari main
steam valve hingga masuk ke tangki
muatan ternyata disebabkan oleh terlalu
banyak supply steam dari boiler yang
menuju tangki (valve steam to deck
terbuka terlalu lebar). Cara mengatasi
jumalah steam yang menuju ke tangki
diadakan pembatasan dalam membuka
valve steam to deck sehingga panas
yang digunakan untuk steaming dapat
dikontrol dengan cara pemberian
marking atau tanda menggunakan
marker pada valve steam to deck.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari analisa penyebab timbulnya
permasalahan dalam penelitian ini penulis
membuat suatu pemecahan masalah
kemudian dibuat kesimpulan guna menjadi
masukan dan manfaat bagi crew mesin
kapal dan para Masinis. Berdasarkan
uraian yang dikemukakan pada bab
sebelumnya maka dapat diambil
kesimpulan yang berhubungan dengan
permasalahan yang dibahas yaitu :
a. Faktor penyebab menurunnya kerja
pompa cargo dalam proses
discharging muatan di kapal MT.
Tirtasari adalah :
1) Adanya kerusakan yang terjadi
pada oil seal dan cargo seal pada
pompa cargo di dalam tangki
muatan No. 1P mengakibatkan
debit muatan yang dipompakan
mengalami penurunan sehingga
discharging memakan waktu yang
lebih lama.
2) Faktor penyebab terjadinya
kerusakan pada seal pompa
sehingga mengganggu kerja
pompa disebabkan oleh :
Suhu yang digunakan saat
steaming tank cleaning
maupun cargo heating terlalu
panas sehingga berpengaruh
terhadap kekuatan dari seal
yang terbuat dari bahan teflon
akan melemah.
Panasnya steaming tank
cleaning maupun cargo
heating disebabkan oleh terlalu
banyak supply steam dari
boiler yang menuju tangki
(valve steam to deck terbuka
terlalu lebar).
2. Saran
Dari semua pembahasan tersebut di atas
maka penulis mengajukan saran dalam
melaksanakan perbaikan dan perawatan
terhadap pompa cargo untuk menunjang
kelancaran operasional kapal agar
menjadi lebih baik antara lain:
a. Sebaiknya memberikan batas
marking dalam membuka valve
steam yang menuju ke dek agar
membatasi temperature tank
cleaning tidak melebihi temperature
yang diijinkan (800C-120
0C)
sehingga seal akan lebih awet.
b. Sebaiknya dalam pengoperasian
pompa cargo ketika menaikkan atau
menurunkan RPM pompa dilakukan
secara bertahap karena perubahan
tekanan yang mendadak akan
menyebabkan kerusakan pada
hidrolik motor.
Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan
Kimia Cair
Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo
b dan Saiful Hadi Prasetyo
c
2062
DAFTAR PUSTAKA
Narto, Amad. 2015. Buku Ajar Diploma
IV Permesinan Bantu. PIP
Semarang
Fathoni, Abdurrahmat. Metodologi
Penelitian & Teknik Penyusunan
Skripsi.
http: //abi-blog.com2017/10// mechanical –
seal – pengertian – dan -bagian.
html.
https://en.wikipedia.org/wiki/ 2017/ 10/
Chemical_tanker. html
Instruction Manual Book Framo Cargo
Pump. FRANK MOHN AS.
Kartono, Kartini. Pengantar Metodologi
Riset Sosial.
Purwanto dan Herry Gianto. 1978.
Macam-Macam pompa dan
Penggunaannya. Semarang :
Politeknik Ilmu Pelayaran
Semarang
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung : ALFABETA
Sularso, Tahara. 2006. Pompa dan
Kompresor. Jakarta : Pradnya
Pramita
Vestnik, Strojniški. 2010. Journal of
Mechanical Engineering 56
Tim PIP Semarang. 2017. Panduan
Penyusunan Skripsi
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2063
PENGARUH KURANGNYA SUPPLY GAS LEMBAM DALAM
PENANGANAN MUATAN DI MT. GANDINI
DENGAN METODE FISHBONE
Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra
c
aDosen Program Studi Teknika PIP Semarang
bDosen Program Studi Kalk PIP Semarang
cTaruna (NIT.49124603.T) Program Studi Teknika PIP Semarang
ABSTRAK
Inert gas adalah gas atau campuran gas yang tidak mendukung cukup oksigen untuk
mendukung pembakaran hidrokarbon. Di MT. Gandini, inert gas dihasilkan oleh
pembakaran di dalam scrubber dan sekaligus dibersihkan dengan menggunakan air laut
dengan cara dikabutkan, sehingga kotoran hasil pembakaran jatuh ke bawah dan
selanjutnya dialirkan ke overboard dan gas yang bersih dialirkan menuju deck water seal,
selanjutnya masuk ke tangki muatan. Faktor penyebab supply gas lembam yang masuk ke
dalam tangki muatan kurang adalah rusaknya demister filter dan tersumbatnya saluran pipa
instalasi dari Scrubber menuju Deck Water Seal.
Hasil dari penelitian adalah tersumbatnya saluran pipa instalasi dari Scrubber menuju
Deck Water Seal diakibatkan oleh jelaga yang dihasil dari pembakaran dalam Scrubber
yang menumpuk, sehingga lubang pipa semakin lama semakin mengecil yang mengakibatkan
supply gas lembam ke dalam tangki terhambat. Dampak tersebut yang membuat supply gas
lembam ke dalam tangki muatan kurang optimal.
Kata kunci: identifikasi, inert gas supply, fishbone, MT. Gandini
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kebutuhan jasa angkutan pelayaran
dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan yang sangat pesat, khususnya
kapal-kapal niaga. Kapal niaga sebagai
sarana transportasi air yang mempunyai
peranan sangat penting dan efisien dalam
pengangkutan dari satu tempat ke tempat
tujuan, salah satunya adalah kapal tanker
atau kapal muatan minyak yaitu kapal yang mempunyai fungsi untuk
mengangkut muatan minyak mentah
maupun minyak hasil olahan atau produk
dalam bentuk curah melalui jalur laut atau
jalur perairan dari pelabuhan muat ke
pelabuhan bongkar. Berbicara tentang
minyak tentu erat kaitannya dengan
bahaya yang bisa terjadi sewaktu-waktu,
dalam hal ini adalah gangguan
keselamatan pada saat penanganan muatan
di atas kapal yang berdampak pada
pencemaran lingkungan.
Melihat dari konstruksinya yang
khusus yaitu kapal dengan tangki-tangki
berisi minyak maupun gas baik minyak
mentah, bahan kimia dan minyak hasil
olahan, maka dalam membangun kapal
disesuaikan dengan sifat-sifat muatan
yang akan dibawa oleh kapal. Terutama
kapal yang mengangkut muatan minyak bumi atau dari hasil pengolahan, karena
sifat dari muatan tersebut memiliki
karakteristik yang mudah menyala hal ini
disebabkan karena terbentuknya gas hasil
penguapan yang terus-menerus. Selain itu,
di dalam tangki muatan juga terjadi reaksi
kimia yang mengandung toxic (racun)
berbahaya bagi orang yang terkontaminasi
Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan
Metode Fishbone
Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra
c
2064
dengan gas tersebut.
Berdasarkan pada praktek laut di MT.
Gandini terdapat suatu permasalah
terhadap sistem gas lembam yaitu pada
saat pelaksanaan bongkar muat, volume
gas lembam yang masuk ke dalam tangki
muatan kurang, sehingga kadar oksigen
dalam tangki muatan tinggi yang
mengakibatkan tidak optimalnya proses
bongkar muat kapal, pelaksanaan
pengoperasian dan perawatan inert gas
system yang seharusnya dioperasikan oleh
engineer dioperasikan oleh electrictian
dikarenakan kurangnya pemahaman
perawatan terhadap sistem gas lembam
yang mengakibatkan perawatan sistem gas
lembam kurang maksimal.
Dari permasalahan dan latar belakang
itulah maka peneliti ingin membahas dan
mengangkat pengaruh gas lembam dalam
mencegah terjadinya gangguan
keselamatan pada saat kegiatan
penanganan muatan dan menuangkannya
ke dalam penelitian dengan judul:
“Pengaruh Kurangnya Supply Gas
Lembam Dalam Penanganan Muatan Di
MT. Gandini Dengan Metode Fishbone”
B. Perumusan masalah
1. Faktor apa yang menyebabkan
kurangnya supply gas lembam ke
dalam tangki muatan?
2. Hal-hal apa saja yang dapat terjadi
apabila supply gas lembam di
dalam tangki kurang pada saat
penanganan muatan?
3. Upaya apa saja yang harus
dilakukan untuk menjaga
optimalnya kinerja sistem gas lembam tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk memahami dan mengerti
akan pentingnya peranan sistem gas
lembam dalam prosedur
penanganan bongkar muat dan
perawatan yang dilakukan pada
komponen instalasi gas lembam.
2. Untuk mengetahui gangguan
keselamatan pada saat kegiatan
bongkar muat dari kegagalan fungsi
Inert Gas System (IGS).
3. Untuk peningkatan keselamatan
dan pencegahan terhadap bahaya
gangguan keselamatan pada saat
pengoperasian kapal.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Sebagai referensi tambahan terhadap
penelitian dengan bidang tentang sistem
gas lembam dan menjadi sebuah
tambahan wacana bagi rekan-rekan lain
yang hendak melakukan penelitian
kembali di bidang yang sama.
2. Manfaat Praktis
Sebagai panduan praktis untuk
memecahkan permasalahan tentang
sistem gas lembam serta meningkatkan
pengetahuan akan pentingnya gas
lembam dan perawatan-perawatan
instalasi gas lembam sehingga
kecelakaan kapal dalam hal ini dapat
berkurang.
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
Konsep kajian mengenai gas lembam
yang dikutip dari buku, Pieter batti Inert
Gas System & Crude Oil Washing (1983:
15) yang menyebutkan bahwa, pertama-
tama sistem ini digunakan pada kapal-
kapal tanker di Amerika-serikat sejak tahun 1925, dengan bermacam-macam
alasan sistem ini dilupakan atau
ditinggalkan selama beberapa tahun.
Perusahaan “Sun oil” di Philadelphia
adalah yang pertama kali menggunakan
sistem ini sebagai alat keselamatan pada
kapal-kapal tanker mereka pada tahun
1932, karena sebelumnya telah terjadi
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2065
ledakan besar pada salah-satu kapalnya.
Sistem yang mereka ciptakan waktu itu
begitu sederhana namun terbukti sangat
berhasil. Kemudian British Petroleum atau
B.P. Tanker menggunakan prototype ini
pada dua kapal steam pengangkut Crude
Oil pada tahun 1961. Kebijaksanaan ini
dilanjutkan dan sejak tahun 1963 semua
kapal pengangkut “Crude Oil” dilengkapi
dengan sistem ini. Menyusul kemudian
penggunaan sistem ini ditekankan dalam
SOLAS Convention 1974 dan peraturan-
peraturan serta penggunaannya
disempurnakan lagi dalam Konperensi
Internasional di London mengenai
“Tanker Safety and Pollution Prevention,
atau TSPP Protocol 1978”. Untuk
mengurangi resiko terjadinya suatu
kebakaran dan ledakan di atas kapal
tanker maka perlu ditiadakan adanya
sumber api dan udara/atmosfer yang dapat
terbakar yang secara bersamaan timbul di
tempat yang sama dan pada waktu yang
sama, sehingga tindakan kewaspadaan
umum di atas kapal tanker perlu
dilaksanakan dengan tujuan secara lebih
ketat meniadakan salah satu dari padanya.
(Badan Diklat Perhubungan, 2000: 77).
B. Definisi Operasional
Melihat akan kenyataan pentingnya
peranan sistem gas lembam pada kapal-
kapal tanker, menjadikan sistem ini suatu
sumbangan yang sangat berharga di dalam
dunia pelayaran, yang mana hal ini
menimbulkan rasa keingintahuan para
pembacanya dan untuk mempermudah
dalam mempelajarinya maka di bawah ini
akan dijelaskan mengenai pengertian dari
Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam
(Inert Gas) Dalam Penanganan Muatan
dan istilah-istilah yang ada:
1. Supply (penyedia), berarti memberi
pasokan gas ke dalam tangki muatan.
2. Inert gas (gas lembam), berarti gas
atau campuran gas yang tidak
mendukung cukup oksigen untuk
mendukung pembakaran hidrokarbon.
3. Fire point (titik bakar), berarti suhu
terendah dimana suatu zat atau bahan
bakar cukup mengeluarkan uap dan
terbakar/menyala secara terus-
menerus bila diberi sumber panas.
4. Flammable, berarti mudah menyala.
5. Flash point (titik nyala), berarti suhu
terendah dimana suatu cairan
mengeluarkan gas yang cukup untuk
membentuk suatu campuran gas yang
dapat terbakar sesaat jika ada sumber
penyalaan. Suhu ini diukur di
laboratorium memakai alat yang
standar dengan mengikuti prosedur
yang sudah ditentukan.
6. Flue gas, berarti gas sisa pembakaran
yang diambil dari ketel (boiler) di
kamar mesin.
7. Gas freeing (pembebasan gas) berarti
memasukkan udara segar ke dalam
tangki dengan tujuan mengeluarkan
gas-gas beracun, serta meninggalkan
kadar oxygen sampai 21% (dua puluh
satu persen) dari volume.
8. Gas lembam, berarti gas atau
campuran gas yang tidak cukup
mengandung oxygen untuk
mendukung pembakaran
hydrocarbon.
9. Inerting, berarti memasukkan gas
lembam ke dalam tangki dengan
tujuan untuk mencapai kondisi
lembam seperti didefinisikan dalam
“kondisi lembam”.
10. Kebakaran, berarti bahaya api yang
disebabkan oleh terbentuknya proses
segitiga api (bahan bakar, panas dan
oxygen), yang menghasilkan suatu
reaksi berantai antara ketiga unsur
tersebut secara tepat dan seimbang.
11. Ledakan, berarti pembakaran yang
terjadi dalam ruang tertutup, karena
terjadi penambahan tekanan pada
ruang tertutup maka mengakibatkan
peledakan.
12. Listrik statis, berarti aliran listrik
yang terjadi karena perpindahan
elektron-elektron dari molekul-
Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan
Metode Fishbone
Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra
c
2066
molekul yang muatannya berlainan,
listrik statis ini menimbulkan bunga
api yang dapat menyalakan gas yang
ada disekitarnya.
13. Plant gas lembam, berarti semua
perlengkapan yang dipasang khusus
untuk menghasilkan gas lembam
yang dingin, bersih dan bertekanan
beserta alat yang mengontrol
penyalurannya ke dalam sistem
tangki muat.
14. Purging, berarti memasukkan gas
lembam pada saat tangki dalam
keadaan kosong sehingga menjadi
lembam.
15. Sistem distribusi gas lembam, berarti
semua pemipaan, kerangan-kerangan
dan pasangan-pasangan yang
berhubungan dengan distribusi gas
lembam dari plant ke tangki-tangki
muat, pembuangan gas ke atmosfer
dan perlindungan tangki dari tekanan
lebih atau vakum.
16. Sistem gas lembam, berarti plant
(penghasil) gas lembam dengan
sistem distribusi gas lembam beserta
sarana-sarana untuk mencegah aliran
balik yang mengandung gas muatan
ke ruangan kamar mesin, alat ukur
yang tetap maupun jinjing dan alat
pengontrol (control devices).
Berdasarkan pernyataan tersebut maka
jelaslah bahwa kebakaran baru bisa terjadi
kalau memenuhi persyaratan dari Segi
Tiga Api/Fire Triangle, dalam bahasan ini
adalah:
1. Source of ignition (asal dari percikan
api); 2. Fuel dalam hal ini hydrocarbon yang
memenuhi persyaratan;
3. Oxygen yang cukup untuk dapat
menimbulkan kebakaran.
Apabila salah satu dari ketiga unsur ini
tidak ada atau tidak memenuhi
persyaratan dalam jumlah atau kadarnya,
maka tidak akan mengakibatkan
kebakaran.
Prosedur-prosedur dalam melakukam
pengoperasian dari inert gas system antara
lain:
1. Langkah Persiapan:
a. Periksa keran isap dan tekan dari
air laut yang berhubungan dengan
pompa srubber;
b. Periksa keran isap dan tekan dari
air laut yang berhubungan dengan
Deck water seal;
c. Periksa keran isap dan tekan dari
air laut yang berhubungan dengan
pompa bahan bakar. Semua Katup
(valve) dalam posisi terbuka;
d. Periksa tabung Analyzer harus
dalam keadaan terisi kurang lebih
¾ bagiannya;
e. Kalibrasi oksigen content pada inert
gas analiser 20,9%;
f. Jalankan secara manual pompa
Deck water seal dan pompa
Scrubber dengan menekan tombol
start di control panel Inert Gas,
yakinkan bahwa tekanan dari
pompa scrubber 4 Kg/cm2 dan
pompa Deck water seal 3 Kg/cm2.
Amati pada gelas duga yang
terdapat pada Scrubber dan Deck
water Seal untuk memastikan air
laut dari Scrubber pump dan Deck
water seal pump telah berjalan
secara normal;
g. Setelah itu semua pompa dimatikan
kembali.
2. Langkah Pengoperasian
Pada langkah pengoperasian dari inert
gas system ada 2 yaitu pengoperasian secara manual dan automatic. Cara
Pengoperasian secara manual sebagai
berikut:
a. Tekan tombol manual start pada
control panel Inert Gas;
b. Tekan tombol start untuk
menjalankan pompa scrubber;
c. Tekan tombol start untuk
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2067
menjalankan blower;
d. Tunggu 50 detik kemudian untuk
penghembusan sisa gas ke luar dari
ruang pembakaran (blow);
e. Tekan tombol Glow on;
f. Tunggu sekitar 30 detik hingga
bahan bakar dan udara mencapai alat
pembakaran;
g. Tekan tombol Inert Gas “ON”;
Tunggu sekitar 4 detik untuk
memberi waktu bahan bakar
mencapai induk pembakaran (main
burner);
h. Tekan tombol valve open jika lampu
flame on telah menyala, tunggu
beberapa saat kemudian;
i. Tekan tombol ignition on dan glow
on secara bersamaan;
j. Buka katup oksigen analyzer
mencapai angka 5 (pada tanda);
k. Yakinkan Inert Gas Sistem telah
berjalan secara normal kemudian
beritahukan ke Deck control bahwa
Inert Gas telah siap di supply ke
tanki;
l. Tekan tombol system ready.
3. Langkah-langkah pengoperasian secara
Auto inert gas system:
a. Tekan tombol auto start;
Secara otomatis dan berurutan akan
berlangsung proses seperti pada cara
pengoperasian secara manual;
b. Tekan tombol start untuk
menjalankan pompa Deck water seal
secara manual;
c. Buka katup oksigen analyzer
mencapai anka 5 (pada tanda);
d. Yakinkan Inert Gas Sistem telah
berjalan secara normal kemudian
beritahukan ke Deck control bahwa
Inert Gas telah siap di supply ke
tangki;
e. Tekan tombol system ready.
4. Air Venting
a. Tekan tombol air venting secara
Auto;
Secara berurutan akan menjalankan
pompa scrubber dan Auxiliary
blower;
b. Jalankan Deck water seal pump;
c. Kontak ke cargo control bahwa air
venting siap di supply;
d. Tekan system ready.
5. Prosedur Stop
a. Tutup katup oksigen analyzer;
b. Tekan kembali system ready;
c. Apabila Inert Gas dioperasikan
secara manual maka langsung dapat
menekan tombol stop;
d. Apabila Inert Gas dioperasikan
secara Auto maka dengan menekan
kembali tombol stop;
e. Apabila Inert Gas dijalankan secara
auto atau manual terhadap Air
venting juga dengan menekan
tombol stop.
C. Kerangka Pemikiran
Dampak yang terjadi :
1. Suplai gas lembam ke
dalam tangki muatan
kurang.
2. Gas lembam yang
masuk ke dalam
tangki muatan kotor.
Cara Mengatasinya :
Diadakan suatu perawatan
pada :
1. Membersihkan saluran
pipa dari scrubber
menuju ke deck water
seal.
2. Mengganti filter
demister scrubber yang
rusak.
3. Membersihkan filter
demister deck water seal.
Hasilnya :
• Suplai gas lembam
(inert gas) menuju ke
tangki muatan
menjadi lancar dan
standars prosedur
bongkar muat dapat
dilakukan secara
maksimal.
Faktor Penyebabnya :
1. Tersumbatnya pipa
saluran gas lembam
menuju deck water seal
oleh jelaga akibat
pembakaran;
2. Rusaknya demister filter
dalam scrubber;
3. Kotornya demister filter
dalam deck water seal.
Penurunan Kinerja Kinerja Optimal
Kinerja Sistem Gas
Lembam
Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan
Metode Fishbone
Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra
c
2068
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Pada penulisan penelitian ini dilakukan
pengkajian dengan menggunakan fakta-
fakta dari pengalaman juga pengetahuan
yang telah dipadukan dari permasalahan
yang peneliti lihat dan alami saat
melaksanakan praktek berlayar selama
kurang lebih 12 bulan yang terhitung dari
06 Desember 2014 sampai dengan 16
Desember 2015.
Peneliti melakukan penelitian tentang
sistem gas lembam ini berada di atas kapal
MT. Gandini yang mana data kapal dapat
dilihat di bagian lampiran particulars of
machinery part.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian pada hakikatnya merupakan
suatu usaha untuk menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran
suatu pengetahuan dengan menggunakan
metode-metode ilmiah. Para pakar
mengemukakan pendapat yang berbeda
dalam merumuskan batasan penelitian atau
penyelidikan terhadap suatu masalah, baik
sebagai usaha mencari kebenaran melalui
pendekatan ilmiah.
Secara umum, penelitian diartikan
sebagai suatu proses pengumpulan dan
analisis data yang dilakukan secara
sistematis dan logis untuk mencapai tujuan
tertentu. Pengumpulan dan analisis data
menggunakan metode-metode ilmiah, baik
yang bersifat kuantitatif dan kualitatif,
eksperimental atau non-eksperimental,
interaktif atau non interaktif. Metode-
metode tersebut telah dikembangkan
secara intensif melalui berbagai uji coba
sehingga telah memiliki prosedur yang
baku.
Dalam penulisan penelitian ini, peneliti
akan menggunakan metode-metode
penelitian yang dapat digunakan untuk
menganalisa dan membahas masalah-
masalah yang ditemukan dari faktor-faktor
dan data-data yang ada sehingga diperoleh
kesimpulan yang diperlukan, yaitu:
1. Fishbone Analysis
Gambar 1. Fishbone Analisis
Diagram tulang ikan atau
diagram fishbone adalah salah satu
metode di dalam meningkatkan
kualitas. Sering juga diagram ini
disebut dengan diagram Sebab-
akibat atau cause effect diagram
yang menggunakan data verbal
(non-numerical) atau data
kualitatif.
Fungsi dasar diagram fishbone
(tulang ikan) adalah untuk
mengidentifikasi dan
mengorganisasi penyebab-
penyebab yang mungkin timbul
dari suatu efek spesifik dan
kemudian memisahkan akar
penyebabnya.
Pendekatan yang digunakan
untuk menjabarkan metode
fishbone ini adaah dengan
pendekatan:
a. Man Power
b. Methode
c. Material
d. Machine
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2069
2. Metode Deskriptif
Menurut Sugiyono metode
penelitian deskriptif adalah metode
penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri
atau lebih (independent) tanpa
membuat perbandingan atau
menggabungkan antara variabel
satu dengan yang lain.
Metode deskriptif dapat
disimpulkan sebagai sebuah metode
yang bertujuan untuk melukiskan
atau menggambarkan keadaan
lapangan secara sistematis dengan
fakta-fakta interpretasi yang tepat
dan data yang saling berhubungan,
serta bukan hanya untuk mencari
kebenaran mutlak tetapi pada
hakekatnya mencari pemahaman
observasi. penelitian ini selain
mengandung hal-hal yang bersifat
teori, juga ada hal- hal yang bersifat
praktikum. Dalam pengertian
bahwa selain ditulis dari beberapa
literatur buku, juga bersumber dari
objek-objek penelitian yang
terdapat dalam buku. Penggunaan
aspek visual observasi sangat
berperan dalam buku ini. Oleh
karena itu penelitian ini memuat
tentang sebuah penelitian yang
dimunculkan dalam jenis-jenis
permasalahan yang akan diteliti.
Dalam metode ini digunakan
metode penelitian secara deskriptif.
Adapun pengertian lain dari
deskriptif adalah tulisan yang berisi
pemaparan, uraian dan penjelasan
tentang suatu objek sebagaimana
adanya pada waktu tertentu dan
mengambil keputusan atau
kesumpulan secara umum.
3. Metode Kualitatif
Menurut sugiyono bahwa
penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang berlandaskan pada
filsafat post positivisme, igunakan
untuk meneliti pada kondisi objek
yang alamih. Dimana peneliti
adalah sebagai instrumen kunci,
teknik pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi (gabungan)
analisis data bersifat induktif /
kualitatif, dan hasil penelitian lebih
menekankan makna generalisasi.
Oleh karena itu didalam
pembahasan nanti peneliti berusaha
memaparkan hasil dari semua studi
dan penelitian mengenai suatu
objek yang diperoleh, baik hal-hal
yang bersifat teori juga hal-hal
yang bersifat praktis. Dalam artian
bahwa selain ditulis dari beberapa
literatur buku, juga bersumber dari
objek-objek penelitian yang juga
terdapat dalam buku fresh water
generator. Penggunaan aspek
observasi atau pengamatan sangat
berperan dalam penelitian ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penulisan penelitian i
ini didasarkan pada suatu data, fakta
dan informasi yang didapat oleh
peneliti pada saat melaksanakan
praktek berlayar (prala) selama kurang
lebih satu tahun, kemudian dari data,
fakta dan informasi yang ada tersebut
menjadi bahan acuan dalam
penyusunan penelitian, serta didapat
dari informasi yang diperoleh dari
Masinis dan Kepala Kamar Mesin
(KKM) dan berpedoman pada buku
referensi yang kemudian
menuangkannya ke dalam bentuk
tulisan.
Adapun beberapa teknik pengumpulan
data yang dapat dilakukan berupa:
1. Observasi
Menurut Abdurrahmat Fathoni
observasi adalah teknik
pengumpulan data yang dilakukan
melalui suatu pengamatan, dengan
disertai pencatatan-pencatatan
Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan
Metode Fishbone
Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra
c
2070
terhadap keadaan atau perilaku
objek sasaran.
Selama peneliti melaksanakan
pengamatan saat praktek berlayar,
maka data-data yang tidak ada tidak
dapat dilampirkan. Peneliti hanya
mengalami dan mengamati
langsung beberapa permasalahan
yang terjadi pada sistem gas
lembam di kapal tersebut yaitu
masih kurangnya supply gas
lembam ke dalam tangki muatan
diakibatkan oleh tersumbatnya
saluran gas lembam.
Dari hasil pengamatan yang ada
maka peneliti merasa tertarik untuk
meneliti lebih lanjut terhadap
penelitian yang akan dibahas dalam
penelitian ini, mengapa
permasalahan tersebut dapat terjadi,
kemudian mengupayakan untuk
memecahkannya serta mengatasi
masalah tersebut agar supply gas
lembam ke dalam tangki muatan
dapat tercapai maksimal.
Dalam observasi ini dilakukan
pengamatan antara lain tentang:
a. Bagian-bagian utama dari
sistem, fungsi dan cara
kerjanya;
b. Urutan proses kerja dari
system;
c. Cara pengoperasiannya;
d. Perawatan dan
pemeliharaannya.
2. Dokumentasi
Dokumentasi ialah teknik
pengumpulan data yang digunakan peneliti dengan gambar arsip-arsip
yang ada di kamar mesin. Dan
segala permasalahan yang sering di
alami oleh peneliti sehubungan
dengan sistem gas lembam yang
kemudian peneliti dapat analisa dan
mengkaitkannya dengan strategi
perawatan dan perbaikan yang ada.
Teknik ini juga digunakan untuk
membandingkan kinerja dari sistem
gas lembam serta komponen-
komponen yang menunjang pada
saat keadaan normal ataupun tidak,
selain itu buku-buku pendukung
yang ada menjadi acuan peneliti
sebagai tolak-ukur teori yang akan
disajikan.
3. Studi Pustaka
Menurut Kartini Kartono studi
pustaka bertujuan mengumpulkan
data dan informasi dengan bantuan
macam-macam material referensi
yang berupa buku majalah, naskah,
catatan-catatan, kisah sejarah dan
dokumen. Dalam penelitian ini
peneliti mengambil beberapa buku
referensi tentang sistem gas
lembam dan sistem pembakaran hal
ini dimaksudkan agar buku-buku
referensi tersebut dapat mendukung
dan membantu peneliti dalam
melakukan penyusunan penelitian
ini dimana buku referensi tersebut
dapat memberikan acuan-acuan
teoritis dalam melakukan suatu
pembahasan terhadap masalah yang
diangkat meliputi penyebab kondisi
tersebut serta hal-hal apa yang
harus dilakukan dalam menangani
masalah tersebut.
D. Teknik Analisis
Metode yang digunakan dalam
menganalisis data yang ada dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif fishbone, di mana dengan metode deskirptif kualitatif ini, penulis
dapat menggambarkan data,
membandingkan, mengkomperhensif
dari permasalahan yang ditemukan
ditambah data-data dari buku-buku
teori, mengingat terbatasnya waktu
pada saat melakukan pengamatan serta
pengoperasian gas lembam yang
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2071
terbatas.
E. Metode Penarikan Kesimpulan
Dalam penelitian ini metode
penarikan kesimpulan yang digunakan
adalah dengan membandingkan antara
kegitan yang ada di kapal dengan
pelaksanaan yang benar sesuai
petunjuk yang ada dan membandingkan
dengan referensi yang didapat oleh
peneliti dari bidang yang sama.
IV. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Yang
Diteliti
Gambar 2. Flow chart IGGS
Pada umumnya kapal tanker dibuat
dan dirancang sesuai dengan
kebutuhannya agar mampu membawa
jenis-jenis muatan tertentu seperti
product oil (minyak olahan), gas
(LPG/LNG), crude oil (minyak
mentah) atau chemical (bahan kimia).
Selain itu juga memperhitungkan
tentang aspek stabilitas, persyaratan
keselamatan dan unsur pencemaran,
yang mengacu pada pelayanan yang
maksimal dan keamanan proses
pendistribusian barang kepada
pengguna jasa. Maka di dalam
pengoperasiannya harus dilakukan
dan diupayakan dengan baik, dalam
arti bagaimana bekerja di atas kapal
tanker agar dapat melakukan kegiatan
dengan aman dan memperhatikan
bahaya-bahaya yang dapat terjadi.
Seperti yang telah diketahui bahwa
semua instalasi telah diperhitungkan
dalam pembuatannya dari segi
keuntungan dan kerugiannya, namun
demikian sebagai alat yang bergerak
maka di dalam pengoperasiannya
tidak dapat dihindari adanya
gangguan-gangguan, yang mana
gangguan tersebut dapat disebabkan
oleh berbagai kemungkinan seperti
disebabkan kurangnya perawatan dan
pemeliharaan yang baik, teratur,
terencana dan sistematis terhadap
keseluruhan kapal meliputi
permesinan, konstruksi dan sistem-
sistem yang ada di atas kapal
diantaranya ialah terhadap sistem gas
lembam yang sangat berpengaruh
pada keselamatan kapal tanker serta
lancarnya proses bongkar muat,
dimana dalam hal ini adalah
mengupayakan suatu keadaan/kondisi
yang sangat diperlukan yaitu
tercapainya kondisi lembam untuk itu
proses bongkar muat belum dapat
terlaksana apabila syarat ini belum
terpenuhi. Tentu saja untuk mencapai
proses yang diinginkan itu bergantung
dari kondisi masing-masing
komponen yang menunjang kerja dari
instalasi gas lembam tersebut.
Maka disini sangatlah jelas bahwa
perhatian dan perawatan komponen-
komponen tersebut sangatlah
diperlukan mengingat saling
berhubungannya komponen satu dan
lainnya dan yang akan dibahas dalam
hal ini ialah tentang perawatan yang
dilakukan terhadap masing-masing
komponen inert gas system guna
terjaganya kinerja dari instalasi gas
Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan
Metode Fishbone
Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra
c
2072
lembam.
Dan di bawah ini adalah data-data
mengenai sistem gas lembam (design
specification) yang ada di atas kapal
MT. Gandini adalah sebagai berikut:
• Spesifikasi : NKK
• Kapasitas : 1.505,3 m3/h
• Kandungan oksigen : kurang dari
5%
• Temperatur gas:
a. 350 °C at furnance scrubber
b. 50 ºC at inert gas main line
• Tekanan pada dek utama:
a. Max 1400 mmH2O
b. Min 100 mmH2O
• Kandungan gas pada scrubber:
a. O2 (30%)
b. CO2 (13.0%)
c. SO2 (0.3%)
d. N2 (seimbang)
• Kandungan gas pada jalur utama:
a. O2 (3.0%)
b. CO2 (13.0%)
c. SO2 (kurang dari 0,03%)
d. N2 (seimbang)
e. partikel padat < 7,5mg/Nm3
Masalah yang sering timbul
adalah supply gas lembam yang
masuk ke dalam tangki muatan
kurang, maka pesawat inert gas
system sebagai pesawat yang dapat
memproduksi gas lembam harus
dapat bekerja dengan optimal. Di
bawah ini adalah tabel penjelasan
dari hasil observasi.
Tabel 1. Hasil Analisis Faktor Penyebab
Berdasarkan Hasil Observasi
Adapun fakta yang berkaitan
sehubungan dengan permasalahan
yang ada ialah pada saat bongkar
muat kadar oxygen dalam tangki
harus dijaga jangan sampai melebihi
8% (delapan persen) dari volume dan
dengan tekanan yang selalu positif
didalam tangki.
Pada Kapal MT. Gandini. Pada
saat melakukan proses bongkar-muat
(cargo operation) di pelabuhan
Balikpapan, terjadi gangguan dimana
tiba-tiba terdengar alarm dari engine
control room yang setelah diamati
menunjukkan kadar/kandungan
oxygen di dalam tangki melebihi
batas normal yang diijinkan dan
tekanan gas lembam pada tangki
kurang. Kemudian setelah dilakukan
pengecekan oleh Masinis jaga dan
dengan melaporkan masalah tersebut
kepada chief engineer atau KKM
(kepala kamar mesin) dan
berpedoman pada instruction manual
book pada sistem tersebut ternyata
terdapat kendala pada instalasi pipa
gas lembam yang menuju ke tangki
muatan yang mengakibatkan pasokan
gas lembam ke dalam tangki muatan
menjadi kurang. Sehingga proses
bongkar muat tidak dapat
dilaksanakan sesuai dengan standart
operasional procedure.
B. Analisa Masalah
Kekurangan pasokan gas lembam
ke dalam tangki di atas kapal pada
waktu kapal melakukan proses
bongkar muat dapat mengganggu
keselamatan kapal karena kebutuhan gas lembam sangat penting untuk
mencegah kebakaran dalam
penganganan muatan maka sistem
pesawat gas lembam sebagai alat yang
dapat memproduksi gas lembam harus
berkerja secara optimal. Segala upaya
untuk meningkatkan perawatan harus
dilakukan dengan cara yang seksama
Faktor penyebab
Jumlah permasalahan
Man 2
Method 2
Material 2
Machine 2
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2073
agar sistem gas lembam dapat bekerja
dengan baik. Sering kali pada suatu
penanganan muatan sistem gas
lembam tidak beroperasi sesuai yang
diharapkan, yaitu jumlah gas lembam
yang masuk ke dalam tangki muatan
yang tidak optimal dan sering terjadi
alarm low pressure. Adapun masalah-
masalah yang menyebabkan pasokan
gas lembam tidak maksimal yang akan
dibahas oleh peneliti adalah:
1. Faktor apa saja yang
menyebabkan kurangnya supply
gas lembam ke dalam tangki
muatan?
2. Hal-hal apa saja yang dapat
terjadi apabila supply gas lembam
di dalam tangki kurang pada saat
penanganan muatan?
3. Upaya apa saja yang harus
dilakukan untuk menjaga
optimalnya kinerja sistem gas
lembam tersebut?
Dari hasil analisa yang ada pada
diagram fishbone peneliti akan
memperjelas dengan menggunakan
tabel, di mana isi dalam tabel hanya
mengambil secara garis besar sebab
akibat dari permasalahan pada
rumusan masalah yang dianalisa
melalui diagram fishbone.
Tabel 2. Garis Besar Isi Permasalahan
Dalam Diagram Fishbone
C. Pembahasan Masalah
1. Faktor yang menyebabkan
kurangnya supply gas lembam
ke dalam tangki muatan.
Berdasarkan permasalahan
yang terjadi, maka Masinis
melakukan pengecekan terhadap
penyebab timbulnya masalah.
Setelah melakukan beberapa
analisa ditemukan adanya faktor,
yang diduga sebagai penyebab
timbulnya masalah, yaitu:
a. Adanya alarm pada engine
control room yang yang
menunjukkan bahwa alarm
low pressure pada tangki
muatan sehingga konsentrasi
oxygen gas lembam pada
tangki muatan cukup tinggi.
b. Kurangnya perawatan dan
pemeliharaan yang harus
dilakukan terhadap
komponen-komponen yang
terdapat pada gas lembam.
2. Hal-hal yang dapat terjadi
apabila supply gas lembam di
dalam tangki kurang pada saat
penanganan muatan.
Karena kadar prosentase
oxygen (O2) di dalam tangki
muatan pada waktu bongkar muat
(cargo operation) berada di atas
dari keadaan normal yaitu lebih
besar dari 8% bisa
mengakibatkan gangguan
keselamatan bagi crew atau ABK
di atas kapal tanker. Dari
tingginya kadar O2 maka bisa
mendukung terjadinya bahaya
kebakaran yang dengan seiring
waktu yang lama juga bisa
mengakibatkan peningkatan
tekanan di dalam tangki muatan
sehingga terjadi ledakan
(explosive) pada tangki tersebut
tidak dapat dihindari lagi.
Selain itu hasil reaksi kimia
yang dihasilkan banyak yang
Faktor yang diamati Masalah yang terjadi
1. Man
a. Kurangnya pengetahuan
tentang inert gas system.
b. Kurangnya pemahaman
perawatan inert gas system.
2. Method
a. Tidak datangnya spare part
meskipun sudah di order.
b. Kurangnya pelatihan dari
perusahaan.
3. Material
a. Rusaknya saringan
scrubber.
b. Rusaknya saringan deck
water seal.
4. Machine
a. Saluran instalasi pipa
tersumbat.
b. Supply gas lembam tidak
optimal.
Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan
Metode Fishbone
Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra
c
2074
mengandung racun bagi tubuh
manusia, sehingga akan sangat
berbahaya apabila gas hasil reaksi
tersebut terhisap oleh para crew
di kapal tanker khususnya,
karena rata-rata gas hasil reaksi
tersebut memiliki kadar racun
yang sangat tinggi.
Bahaya keselamatan yang
dapat terjadi apabila terjadi
kegagalan fungsi dari inert gas
system pada saat penanganan
muatan/bongkar muat antara lain:
a. Kebakaran (fire)
b. Ledakan (explosion)
c. Keracunan gas (toxit)
3. Upaya yang harus dilakukan
untuk menjaga optimalnya
kinerja sistem gas lembam
tersebut.
Ada beberapa komponen
utama yang perlu secara rutin
diperiksa dan diperhatikan,
seperti tersebut di bawah ini:
a. Inert gas scrubber
Pemeriksaan dilakukan
melalui lubang orang
(manhole) dan yang perlu
diperhatikan adalah bagian-
bagian yang terkena karat,
kotoran-kotoran dan bagian-
bagian yang rusak.
b. Inert gas blower
1) Pemeriksaan bagian dalam
secara visual setiap saat
akan dapat membantu
mengetahui kerusakan
sedini mungkin. Monitoring dengan sistem diagnosa
harus digunakan karena
dengan cara ini sangat
membantu untuk
memelihara kemampuan
yang efektif dari peralatan
ini. Dengan memasang dua
gas blower yang sama
ukuran dan kapasitasnya,
memungkinkan
penggunaan spare parts
lebih flexible. Dengan
demikian juga bisa disuplai
satu spare impeller dan
shaft yang bisa sewaktu-
waktu digunakan untuk
mengganti yang rusak pada
salah satu blower.
2) Pemeriksaan secara visual
melalui lubang-lubang yang
tersedia pada tutup blower
cukup untuk mengetahui
keadaan dari bagian-bagian
lain dalam blower.
c. Deck Water Seal
Pemeriksaan pada deck
water seal harus meliputi
bagian dalam yang
membutuhkan mengenai:
1) Venturi lines pada type dry
dari water seal;
2) Karat-karat yang mungkin
timbul pada pipa air masuk
dan housing;
3) Karat-karat yang mungkin
ada pada heating coils,
heating coil dipasang pada
kapal-kapal yang berlayar di
daerah dingin;
4) Karat-karat atau endapan-
endapan yang mungkin ada
pada drain dari air, supply
valves dan level monitoring;
5) Harus ditest apakah tetap
berfungsi dengan baik.
d. Non Return Valve
Non return valve harus sering-sering dibuka dan
diperiksa jangan sampai
berkarat dan dudukan valve
(valve seat) harus diperiksa.
Valve ini harus diperiksa
apakah bisa berfungsi selama
inert gas system (IGS)
dioperasikan.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2075
e. Scrubber effluent line (sistem
pembuangan dari scrubber)
Alat ini hanya dapat
diperiksa kalau kapal di atas
dock. Overboard discharge
valve dan pipa yang langsung
melekat pada sisi kapal dan
valve tersebut (side stub
piece) harus diperiksa setiap
kapal naik dock.
f. Pemeriksaan pada instalasi
pipa
Pemeriksaan pada pipa
instalasi inert gas juga
berpengaruh besar pada
pengoperasian sistem gas
lembam. Seiring dengan
lamanya usia kerja sebuah
sistem, tidak menutup
kemungkinan saluran pipa
sistem gas lembam terhambat
oleh jelaga yang menempel di
dinding lubang pipa yang
lama kelamaan membuat
lubang pipa semakin kecil,
dan mengakibatkan aliran gas
lembam terhambat. Oleh
karena itu pemeriksaan secara
berkala pada sistem pipa gas
lembam sangat perlu
dilakukan.
V. PENUTUP
Sebagai bagian akhir dari penelitian
ini penulis memberikan kesimpulan dan
saran yang berkaitan dengan masalah
yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
a. Kesimpulan
Dari keseluruhan uraian-uraian
tersebut di atas diperoleh beberapa
kesimpulan menurut hasil pengamatan
dan analisa yang telah dilakukan
selama ini. Penyebab dari kebakaran
dan ledakan yang merupakan bahaya
terbesar bagi gangguan keselamatan
yang dapat terjadi pada kapal-kapal
tanker adalah disebabkan adanya tiga
unsur kebakaran yaitu: Source of
ignition (sumber penyalaan) Fuel
(bahan bakar/material) Oxygen yang
cukup
Dimana dari ke-3 unsur tersebut
dapat ditekan kadarnya dari volume.
Dalam hal ini adalah oxygen, dengan
menggunakan sistem gas lembam/inert
gas yang berasal dari hasil
pembakaran dalam scrubber, yang
mana gas yang dikeluarkan tersebut
dapat digunakan apabila kandungan
oxygen-nya memenuhi persyaratan
(kurang dari 8%). Untuk itu dari hasil
analisa data maka dapat disimpulkan:
1. Perawatan inert gas (gas lembam)
pada penanganan muatan di MT.
Gandini, belum mencapai hasil
yang maksimal dikarenakan oleh
tersumbatnya saluran pipa instalasi
gas lembam yang mengakibatkan
supply gas lembam menuju tangki
muatan menjadi terhambat dan
kurangnya perawatan dan
pemeliharaan terhadap penanganan
instalasi gas lembam beserta
komponen-komponen penunjang
mengakibatkan masih tingginya
kadar oxygen di dalam sistem gas
lembam di kapal.
2. Kegagalan fungsi dari inert gas
system adalah kebakaran (fire),
ledakan (explosion), dan keracunan
gas (toxit).
3. Untuk menurunkan kadar oksigen
(O2) pada IGS adalah dengan
memaksimalkan perawatan setiap
tiga kali proses bongkar muat kapal
dan selalu memonitor keadaan inert
gas system.
b. Saran
Kapal tanker terutama yang
berbobot mati 20.000 dwt ke atas perlu
dilengkapi dengan IGS, agar tidak
terjadi resiko kebakaran dan ledakan
yang dapat menimbulkan korban
berupa materi, muatan dan
Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan
Metode Fishbone
Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra
c
2076
pencemaran serta jiwa manusia.
1. Agar proses pelaksanaan perawatan
terhadap sistem pipa instalasi gas
lembam dilakukan dengan
membuat Plan Maintenance
Schedule, sehingga supply gas
lembam ke dalam tangki muatan
tidak terhambat.
2. Agar memasang rambu-
rambu/tanda keselamatan dan
peringatan pada tempat-tempat
yang berbahaya dan menjaga gas
lembam pada kondisi yang normal.
3. Agar melakukan perawatan dan
pemeliharaan secara detail pada
sistem inert gas dan mengganti
saringan demister yang rusak.
DAFTAR PUSTAKA
Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi
Penelitian & Teknik Penyusunan
Skripsi. Jakarta : PT Rineka Cipta
Pieter, Batti. 2000. Inert Gas System dan
Crude Oil Washing. Semarang :
Politeknik Ilmu Pelayaran
Semarang
Badan Diklat Perhubungan. Oil Tanker
Familirization. Tanker
Familiarization Course (TFC).
Modul -1 (Cetakan Pertama Maret
2000) Dephub
Badan Diklat Perhubungan. Oil Tanker
Familirization. Tanker
Familiarization Course (TFC).
Modul -3 (Cetakan Pertama Maret
2000) Dephub
Hunt, Everett C. 2002. Modern Marine
Engineers’s Manual Volume II,
Third Edition. Centreville,
Maryland : Cornell Maritime Press
Patilima, Hamid. 2013. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Kashiwa-Peabody Marine. Inert Gas
System. (Instruction Book MT.
GANDINII / PNGS)
Anggoro, M. Toha. 2012. Metode
Penelitian. Jakarta : Universitas
Terbuka
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian
Pendidikan. Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung : Alfabeta
Wright A. A. 2000. Exhaust Emissions
from Combustion Machinery. BP
Marin
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2077
FAKTOR PENGHAMBAT PELAKSANAAN OLAH GERAK
BEACHING DI KAPAL LCT. ADINDA DIZA
Eko Murdiyantoa, Agus Subardi
b dan I Made Suryadana
c
a dan b
Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang cTaruna (NIT 50134751.N) Program Studi Nautika PIP Semarang
ABSTRAK
Kapal LCT adalah kapal digunakan untuk tujuan komersial karena kapal ini sangat
efisien untuk pengangkutan kendaraan dan alat berat. Proses sandar yang digunakan kapal
LCT adalah beaching, yaitu dengan cara mengkandaskan bagian depan haluan kapal ke
pantai. Pelaksanaan beaching di kapal mengalami hambatan, dikarenakan oleh faktor crew
dan faktor alam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan crew
tentang beaching. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan
teknik pengumpulan data berdasarkan hasil penelitian, observasi dan kepustakaan. Faktor-
faktor yang mengahambat olah gerak beaching di kapal yaitu, kesiapan crew dalam
menyiapkan sarana dan kurangnya perawatan peralatan yang digunakan, serta faktor cuaca
sekitar kapal. Untuk mencegah hal tersebut hendaknya memperhatikan faktor-fakor
penghambat yang mempengaruhi kelancaran olah gerak beaching, dan melaksanakan
metode atau cara yang tepat dalam kegiatan beaching. Sehingga perlu adanya pemberian
keterampilan, pemahaman dan pengetahuan crew kapal dalam pelaksanaan kegiatan tesebut.
Kata Kunci: LCT (Landing Craft Tank), pengandasan, pintu ram
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengolah gerak kapal dapat diartikan
sebagai menguasai kapal, baik dalam
keadaan diam maupun bergerak seefisien
mungkin, dengan mempergunakan sarana
yang terdapat di kapal itu seperti mesin,
kemudi dan lain-lain. Olah gerak kapal
sangat tergantung pada bermacam-macam
faktor, baik faktor internal maupun faktor
eksternal. Sebagai contoh yaitu faktor
bentuk kapal, cuaca, angin dan lain
sebagainya. Peran Perwira kapal dalam
memberikan tugas ataupun perintah
kepada anak buah kapal merupakan fungsi
yang sangat penting. Seseorang dapat
bekerja lebih efektif bilamana mengetahui
apa yang diharapkan. Kualitas
kepemimpinan memang sangat penting
bagi setiap Perwira. Berhubung peranan
kepemimpinan dalam suatu organisasi
ataupun dalam suatu kegiatan sangat
strategis, maka jika seorang pemimpin
kurang kreatif dan tidak dinamis, tidak
akan pernah didapat hasil kerja yang
memuaskan.
Dimana kita ketahui ruang lingkup
kapal sangatlah sempit sehingga
komunitas manusianya sangat sedikit,
maka diharapkan tiap keputusan yang
diambil dapat berguna untuk semua orang
di kapal. Pengalaman akan sangat
membantu menambah pengetahuan para
Perwira kapal dalam mengolah gerak
kapalnya. Seorang Perwira kapal yang
telah mempelajari prinsip olah gerak kapal
dan memperhatikan dengan saksama olah
gerak kapal pada setiap kesempatan, akan
dapat mengenal dan membawa kapalnya
dengan baik.
Selama melaksanakan praktek laut di
kapal LCT. Adinda Diza, yang merupakan
jenis kapal landing craft tank, kapal LCT
Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza
Eko Murdiyantoa, Agus Subardi
b dan I Made Suryadana
c
2078
(Landing Craft Tank) adalah sebuah jenis
kapal laut yang pada mulanya dirancang
untuk keperluan militer, setelah
mengalami kekalahan besar di Dunkirk,
pasukan sekutu menyadari bahwa tidak
ada jalan lain untuk memenangkan perang
selain mendaratkan mesin-mesin perang
mereka di Eropa daratan. Winston
Churchill, Perdana Menteri Inggris waktu
itu mengusulkan untuk merancang suatu
jenis kapal yang bisa mengangkut dan
mendaratkan beberapa tank sekaligus di
pantai-pantai Eropa. Dari situ lahirlah
landing craft tank yang disebut Kapal
LCT, yang kini telah dipergunakan untuk
mengangkut kargo, alat-alat berat dan
bahan-bahan konstruksi. Dengan LCT,
alat-alat dan bahan-bahan itu dapat
diangkut hingga ke daerah-daerah terpencil
yang sulit dicapai kapal pengangkut biasa
seperti, perairan sungai-sungai dan teluk.
Kapal jenis ini memiliki dek yang luas
dan rata sehingga cocok untuk
mengangkut tank, prajurit atau bahan
logistic. Dalam perkembangannya, dek
kapal ini juga bisa dipasangi senjata anti
serangan udara, meriam dan juga peluncur
roket. Beberapa kapal ini juga digunakan
sebagai penyapu ranjau. Kapal LCT
banyak digunakan untuk tujuan komersial
karena kapal ini sangat efisien untuk
pengangkutan heavy cargo, bulldozer,
excavator, dump truck, loader dan alat
berat lainnya yang sangat diperlukan untuk
pekerjaan pertambangan dan proyek
konstruksi. Selain itu bahan-bahan
konstruksi berukuran besar seperti pipa
besi, lembaran baja, tanki air dan
sebagainya juga dapat diangkut dengan
LCT. Proses sandar yang digunakan kapal
LCT adalah beaching yaitu dengan cara
mengkandaskan bagian depan haluan kapal
ke pantai atau ke tempat sandar yang
sudah ditentukan (beaching point). Olah
gerak untuk proses sandarnya lebih mudah
dari kapal-kapal lain karena menggunakan
baling-baling ganda (twin screw) serta
dibantu dengan adanya bowthruster atau
baling-baling yang dipasang di bagian
depan kapal yang dapat menggerakkan
kapal ke arah kanan maupun kiri.
Pengalaman penulis selama melaksanakan
praktek laut di kapal LCT. Adinda Diza
pernah mengalami kendala beaching di
beberapa pelabuhan. Tempat beaching
setiap pelabuhan yang disinggahi berbeda-
beda dan khusus, karena kebanyakan
muatan yang diangkut adalah berupa unit
seperti, dumtrack, exavator, mobil
tambang serta bahan bangunan untuk
pembuatan pertambangan dan pabrik.
Pada saat melaksanakan bongkar muat
di pelabuhan Kariangau, Balikpapan
terdapat kendala putusnya tali tambat
kapal bagian depan kiri, disebabkan karena
derasnya arus sungai dari lambung kiri
kapal. Pada saat kejadian Mualim jaga
langsung melaporkan kepada kapten
tentang kejadian tersebut serta
memberitahu orang mesin mempersiapkan
main engine untuk olah gerak sandar
beaching. Boaswaint dan cadet langsung
mempersiapkan tali tambat baru untuk
mengganti tali tambat yang putus serta
selalu standby engine selama proses
bongkar muat berlangsung. Kebanyakan
pelabuhan yang disinggahi adalah daerah
muara dan sungai maka pengetahuan crew
tentang beaching serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya sangat penting, serta
kesiapan crew dalam menghadapi suatu
keadaan tertentu agar lebih maksimal.
Berdasarkan hasil analisa mengenai
proses sandar tersebut di atas, maka
penulis berminat untuk menjadikan suatu
karya ilmiah yang berjudul “FAKTOR
PENGHAMBAT PELAKSANAAN
OLAH GERAK BEACHING DI
KAPAL LCT. ADINDA DIZA”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka
penulis merumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2079
1. Bagaimana metode pelaksanaan
beaching di kapal LCT. Adinda
Diza?
2. Faktor apa sajakah yang
menyebabkan terjadinya
keterlambatan pada saat proses
beaching?
3. Upaya-upaya apa sajakah yang
dilakukan untuk menanggulangi
hambatan tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini, penulis
mempunyai tujuan yang ingin dicapai,
yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kesiapan crew
dalam menyiapkan sarana yang
dibutuhkan.
2. Untuk meningkatkan pengetahuan
crew tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi keterlambatan proses
beaching.
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Olah Gerak
Menurut Djoko Subandrijo (2014:1)
dijelaskan bahwa olah gerak dan
pengendalian kapal adalah merupakan
suatu hal yang penting untuk
memahami beberapa gaya yang
mempengaruhi kapal dalam
gerakannya. Jadi untuk dapat mengolah
gerakan kapal dengan baik, maka
terlebih dahulu harus mengetahui sifat
sebuah kapal, dan bagaimana
gerakannya pada waktu mengolah gerak
yang tertentu dan mempelajari. Setelah
itu barulah kita mengenal dan
mempelajari sifat-sifatnya kapal.
Meskipun kita telah mengenal dan
mempelajari sifat-sifatnya kapal, tetapi
untuk betul-betul memahami olah
gerak, haruslah mencobanya sendiri
dalam praktek. Seperti halnya teori
berenang tidak akan menjamin orang
dapat berenang tanpa praktek.
Menurut Agus Hadi Purwantomo
(2012:1), faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan olah gerak
kapal yaitu faktor yang berasal dari
dalam kapal dan faktor yang berasal
dari luar kapal.
a. Faktor yang berasal dari dalam
kapal
1) Faktor-faktor yang bersifat
tetap
a) Bentuk kapal
Perbandingan antara
panjang dan lebar kapal,
mempunyai pengaruh yang
cukup besar tehadap
gerakan kapal pada waktu
merubah haluan. Kapal
yang pendek akan lebih
mudah membelok daripada
kapal yang panjang.
b) Macam dan kekuatan mesin
Mesin Caterpillar, adalah
pemasok engine diesel
kapal kecepatan sedang dan
tinggi, genset, dan engine
bantu yang terkemuka di
industri perkapalan.
c) Jumlah, tempat dan jenis
baling-baling kapal
d) Jumlah, jenis dan ukuran
daun kemudi
2) Faktor-faktor yang bersifat
tidak tetap
a) Sarat kapal
Pada sarat kapal besar
berarti kapal mempunyai
berat benaman yang besar,
maka massa kapal juga
besar. Kapal dengan sarat
kecil, bangunan atasnya
banyak dipengaruhi oleh
angin dan ombak sehingga
menyulitkan olah gerak.
b) Trim kapal
Trim adalah perbedaan sarat
depan dan belakang.
Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza
Eko Murdiyantoa, Agus Subardi
b dan I Made Suryadana
c
2080
c) Kemiringan kapal
Kemiringan kapal terjadi
karena pembagian bobot
yang tidak simetris dikapal
atau karena GM negatif,
tentu saja kapal miring sulit
untuk diolah gerak, bahkan
mungkin dapat
membahayakan.
d) Kondisi pemuatan di atas
kapal
Salah satu azas pemuatan
adalah, “to provide for
rapid and systematic
discharging and loading”,
mempunyai pengertian
bahwa pemadatan muatan
secara cepat dan sistematis,
serta pembagian bobot yang
merata transversal, vertical
dan horizontal.
e) Kondisi stabilitas kapal
f) Teritip yang menempel
pada lambung kapal
Teritip yang tebal akan
menimbulkan gesekan dan
mengurangi laju kapal.
Kapal baru atau turun dok,
lambungnya bersih dari
teritip, maka pengaruh
gesekan berkurang.
b. Faktor yang berasal dari luar
kapal
1) Keadaan laut
a) Kekuatan dan arah angin
Angin sangat
mempengaruhi olah gerak,
terutama ditempat-tempat
yang sempit dan sulit dalam
keadaan kapal kosong,
walaupun pada situasi
tertentu angin dapat pula
digunakan untuk
mempercepat olah gerak
kapal.
b) Kekuatan dan arah arus
Arus adalah gerakan air
dengan arah dan kecepatan
tertentu, menuju kesuatu
tempat tertentu pula.
Dikenal arus tetap dan arus
tidak tetap. Rimban yang
disebabkan oleh arus,
tergantung dari arah dan
kekuatan arus dengan arah
dan kecepatan kapal. Semua
benda yang terapung di
permukaan arus dan
didalamnya, praktis akan
bergerak dengan arah dan
kekuatan arus tersebut. Di
perairan bebas pada
umumnya arus akan
menghanyutkan kapal,
sedangkan di perairan
sempit atau di tempat-
tempat tertentu arus dapat
memutar kapal. Pengaruh
arus terhadap olah gerak
kapal, sama dengan
pengaruh angin.
c) Tinggi dan arah ombak /
alun
2) Keadaan perairan
a) Luasnya perairan
Pada perairan sempit, jika
lunas kapal berada terlalu
dekat dengan dasar perairan
maka akan terjadi ombak
haluan atau buritan serta
penurunan permukaan air di
antara haluan dan buritan di
sisi kiri atau kanan kapal
serta arus bolak-balik. Hal
ini disebabkan karena pada
waktu baling-baling bawah
bergerak ke atas terjadi
pengisapan air yang
membuat lunas kapal
mendekati dasar perairan,
terutama jika berlayar
dengan kecepatan tinggi,
maka kapal akan terasa
menyentak-nyentak dan
dapat mengakibatkan
kemungkinan menyentuh
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2081
dasar. Gejala penurunan
tekanan antara dasar laut
dengan lunas kapal
berbanding terbalik dengan
kuadrat kecepatannya.
b) Lurus berbeloknya perairan
c) Kepadatan perairan
Kondisi tempat perairan
yang ramai akan
mengakibatkan kapal sulit
untuk mengolah gerak
sehingga untuk dapat
mengolah gerak kapal
diperlukan kondisi perairan
yang tidak begitu ramai.
d) Kondisi penglihatan pada
perairan tersebut.
2. Pengertian Beaching
Menurut Agus Hadi Purwantomo,
beached atau beaching adalah
kandasnya suatu kapal pada dasar
perairan secara disengaja untuk usaha
penyelamatan kapal dari bahaya
tenggelam. Namun dalam penelitian ini
penulis membahas beaching untuk
proses sandar kapal LCT. Adinda Diza
tempat penulis melaksanakan praktek
laut.
Olah gerak sandar kapal LCT atau
yang sering disebut beaching adalah
proses sandar kapal dengan cara
mengkandaskan bagian depan haluan
kapal ke pantai atau tempat beaching
(beaching point). Proses sandar ini
banyak digunakan kapal-kapal niaga
seperti kapal Roro dan kapal Ferry.
Selain mempermudah proses bongkar
muat juga dapat mempercepat proses
olah gerak sandar dengan bantuan ram
door dan bowthruster.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh
peneliti di dalam menyampaikan masalah
adalah deskriptif kualitatif untuk
menggambarkan dan menguraikan objek
yang diteliti. Metode ini dilakukan dengan
cara mengumpulkan data yang telah
diperoleh dan dianalisa untuk dihubungkan
dengan teori-teori yang ada untuk diambil
kesimpulan yang logis. Permasalahan-
permasalahan yang terjadi diuraikan,
dipaparkan dan diidentifikasi
penyebabnya, kemudian dianalisa
pemecahan masalahnya.
Menurut Lexy J. Moleong, M.A
(2011:06), mendefinisikan deskriptif
adalah data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, gambar, dan bukan angka-
angka. Hal ini disebabkan oleh adanya
penerapan metode kualitatif. Selain itu
semua yang dikumpulkan berkemungkinan
menjadi kunci terhadap apa yang sudah
diteliti. Penelitian ini selain mengandung
hal-hal yang bersifat teori juga memuat
hal-hal yang bersifat praktikum.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data.
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan beberapa metode
pengumpulan data, diantaranya sebagai
berikut :
1. Metode lapangan
Metode lapangan adalah metode
penelitian dengan menggunakan
pengamatan secara langsung pada
obyek yang diamati dan dilakukan
pengamatan selama melaksanakan
praktek laut di atas kapal, sehingga
data-data yang diperoleh dan berhasil
dikumpulkan benar-benar sesuai dengan
kenyataan. Penelitian lapangan
dilakukan dengan cara :
a. Observasi
Menurut Margono (1997:158),
mendefinisikan observasi adalah
pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian.
Metode yang penulis lakukan
Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza
Eko Murdiyantoa, Agus Subardi
b dan I Made Suryadana
c
2082
berdasarkan pada pengalaman
selama melaksanakan Proyek Laut di
atas kapal LCT. Adinda Diza selama
1 tahun. Sehingga penulis dapat
melihat dan mengalami secara
langsung mengenai hal-hal yang
perlu mendapatkan perhatian khusus
serta hambatan yang akan timbul
dalam pelaksanaan olah gerak
beaching dan faktor-faktor yang
menghambat serta upaya yang
dilakukan untuk menyelesaikan
faktor tersebut.
b. Interview
Menurut J. Moleong, MA
(2011:135), mendefinisikan
interview adalah percakapan dengan
maksud tertentu, percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak yaitu
pewawancara yang mengajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai
yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. Metode tersebut
penulis lakukan untuk memperoleh
data yaitu wawancara langsung
dengan perwira kapal dan awak
kapal tentang olah gerak beaching di
kapal LCT. Adinda Diza.
2. Metode Kepustakaan
Menurut Nazir (2014:93),
mendefinisikan kepustakaan adalah
mengadakan survey terhadap data yang
ada merupakan langkah yang penting
sekali dalam metode ilmiah,
memperoleh informasi dari penelitian
terdahulu harus dikerjakan dan
menelusuri literature yang ada serta
menelaahnya secara tekun merupakan
kerja kepustakan yang sangat
diperlukan dalam mengerjakan
penelitian. Riset kepustakaan juga
disebut suatu sistem pengumpulan data
dengan mencari sumber dalam berbagai
buku mengenai keterangan-keterangan
yang dibahas dalam penelitian. Begitu
juga dengan penulisan, selain
melaksanakan riset lapangan juga
melaksanakan riset kepustakaan guna
mendapatkan keterangan yang akurat
mengenai masalah yang akan dibahas.
Riset penulisan itu penulis laksanakan
dengan jalan mengumpulkan buku-buku
yang berkenaan dengan olah gerak
kapal sewaktu praktek di atas kapal dan
yang ada di dalam perpustakaan PIP /
BPLP Semarang.
C. Teknik Analisis Data
Menurut Lexy J. Moleong
(2011:103), Analisis data didefinisikan
sebagai proses yang merinci usaha
secara formal untuk menemukan tema
dan merumuskan hipotesis (ide) seperti
yang disarankan oleh data dan sebagai
usaha untuk memberikan bantuan pada
tema dan hipotesis itu.
Metode yang digunakan untuk
menganalisa data yang dalam penelitian
ini memaparkan metode kualitatif, di
mana dalam penulisan penelitian ini
memaparkan semua kejadian atau
peristiwa yang terjadi di kapal yang
berhubungan dengan permasalahan
yang dibahas dalam penelitian ini.
Pengamatan dan pandangan terhadap
data yang ada mulai dari pokok
permasalahan yang terjadi, membaca
kumpulan data, dikaji berdasarkan
teori-teori yang dapat memberikan
pemecahan masalah yang terbaik
sehingga permasalahan yang timbul
dapat terselesaikan dengan solusinya.
Menurut Sarwono (2006:239),
Prinsip pokok teknik analisis kualitatif
ialah mengolah dan menganalisis data-
data yang terkumpul menjadi data yang
sistematik, teratur, terstruktur, dan
mempunyai makna. Dalam hal ini
setelah seluruh data dari hasil penelitian
diperoleh, dilaksanakan teknik analisa
data.
Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan tiga macam metode
analisa data sebagai berikut yaitu :
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2083
1. Reduksi data
Menurut Moleong reduksi data pada
mulanya diidentifikasikan satuan yaitu
bagian terkecil yang ditemukan dalam
data yang memiliki makna bila
dikaitkan dengan fokus dan masalah
penelitian. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa reduksi dapat
didefinisikan sebagai proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan
transformasi data kasar yang muncul
dari catatan tertulis dilapangan.
2. Penyajian data
Menurut Riduwan (2003:59)
penyajian data adalah data populasi
atau sample yang sudah terkumpul
dengan baik, apabila digunakan untuk
keperluan informasi, laporan atau
analisis lanjutan hendaknya diatur,
disusun dan disajikan dalam bentuk
yang jelas, rapi serta komunikatif
dengan cara menampilkan atau
menyajikan data yang lebih menarik
publik. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa penyajian data
merupakan sekumpulan informasi yang
telah tersusun secara terpadu dan
mudah dipahami yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan
simpulan dan pengambilan tindakan.
3. Menarik simpulan
Menarik simpulan merupakan
kemampuan seorang peneliti dalam
menyimpulkan berbagai data yang
diperoleh selama proses penelitian
berlangsung.
IV. ANALISA HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Yang Diteliti
1. Kapal MV. Oriental Ruby
Sesuai dengan masalah yang
diangkat, maka sebagai deskripsi data
akan dijelaskan tentang keadaan
sebenarnya yang terjadi di kapal,
sehingga dengan penelitian ini peneliti
mengharapkan pembaca mampu dan
dapat merasakan semua hal yang terjadi
selama peneliti melaksanakan
penelitian. Berikut akan diuraikan
mengenai data-data kapal tempat
peneliti mengadakan penelitian sesuai
dengan ship’s particular.
Berikut data-data kapal tempat
penulis melaksanakan penelitian :
SHIP NAME : LCT. ADINDA DIZA
CALL SIGN : POSL
IMO NUMBER : 9373797
CLASSIFICATION : BKI
SHIP TYPE : GENERAL CARGO/
LANDING CRAFT
PORT OF REGISTRY : SURABAYA
NATIONALITY : INDONESIA
OWNER : PT. ALFA TRANS
RAYA
L.O.A : 78,10 M
BEAM (MLD) : 22,5 M
DEPTH (MLD) : 16,0 M
SUMMER DRAFT
TONNAGE
: 3.5 M
GROSS
REGISTERED
TONNAGE
: 1668 MT
NET REGISTERED
TONNAGE
: 500 MT
LIGHT SHIP WEIGHT : 1066,25 MT
DEAD WEIGHT : 2341,32 MT
ENGINE TYPE : CATTERPILLAR
B.H.P : 1000 BHP x 2
DECK STRENGHT : 5 T/M2
RAMP DOOR : 8,2 M X 7 M, SWL
35T
Selain data-data kapal di atas, juga
masih ada data-data lain yaitu data para
awak kapal di LCT. Adinda Diza, atau
disebut juga Crew List (sijil anak buah
kapal), yang terdiri dari 14 (tiga belas)
orang termasuk Nakhoda. Awak kapal
tersebut terdiri dari 2 (dua) orang
Officer, 1 (satu) Chief Engineer, 2 (dua)
orang Engineer, 1 (satu) orang
Boatswain, 2 (dua) orang juru mudi, 3
(tiga) orang Oiler, 1 (satu) orang Koki
(Chief Cook), 1 (satu) orang deck cadet.
B. Hasil Penelitian Masalah
Berdasarkan rumusan masalah, hasil
penelitian masalah dapat diuraikan yaitu:
Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza
Eko Murdiyantoa, Agus Subardi
b dan I Made Suryadana
c
2084
1. Metode pelaksanaan beaching di
kapal LCT. Adinda Diza
Berdasarkan hasil wawancara
dengan Kapten di atas kapal tentang
beaching yaitu, beaching merupakan
proses mengkandaskan suatu kapal
secara disengaja yang bertujuan untuk
proses bongkar muat pada kapal LCT
(landing craft tank). Di mana proses
tersebut dilakukan dengan cara
mengkandaskan bagian depan haluan
kapal ke pantai atau ke tempat sandar
yg sudah ditentukan (beaching point).
2. Faktor yang menyebabkan terjadinya
keterlambatan pada saat proses
beaching
Berdasarkan pengalaman penulis
selama praktek di atas kapal, faktor
yang menyebabkan terjadinya
keterlambatan pada saat proses
beaching yaitu:
a. Pengaruh crew seperti:
1) Kesiapan crew dalam
menyediakan sarana yang
dibutuhkan.
2) Pengetahuan crew terhadap
proses sandar beaching.
3) Kurangnya perawatan alat dan
prasarana yang digunakan
seperti ; winch, ram door.
4) Kurangnya koordinasi dengan
pihak darat.
b. Faktor alam yaitu:
1) Pengaruh cuaca dan tempat
beaching (beaching point)
Tempat beaching (beaching
point) dan cuaca sekitar kapal
sangat mempengaruhi proses
sandar beaching seperti:
a) Tempat beaching bebatuan
di pantai dapat membuat
lambung kapal rusak.
b) Besarnya ombak sekitar
kapal.
c) Kuat arus dan arah angin
sangat berpengaruh
terhadap proses beaching
terutama di perairan
dangkal.
d) Kedalaman perairan sekitar
kapal.
3. Upaya-upaya apa sajakah yang
dilakukan untuk menanggulangi
hambatan tersebut.
Upaya untuk menanggulangi
hambatan pelaksanaan beaching
yaitu dengan cara:
a. Meningkatkan pengetahuan anak
buah kapal tentang beaching
b. Pelaksanaan perawatan alat dan
sarana yang dibutuhkan
c. Peningkatan koordinasi antara
deck crew dengan engine crew
Pada saat proses sandar beaching
terdapat kendala-kendala yang
ditemukan dan terjadi pada saat
beaching berlangsung. Berdasarkan
pengalaman yang pernah dialami
penulis di atas kapal, pada saat
beaching pernah mengalami
keterlambatan proses bongkar muat
dikarenakan pengaruh dari cuaca yg
tidak mendukung. Pada saat itu kapal
sedang melakukan olah gerak
beaching di Pelabuhan Kariangau,
Balikpapan. Kapal mengalami putus
tali tros depan sebelah kiri yang
disebabkan kuatnya arus dari
lambung kiri kapal dan hujan deras
yang disertai angin bertiup kencang.
Gambar 1. bongkar muat cuaca buruk
Perwira jaga melaporkan kejadian
tersebut kepada Kapten dan
memberitahu kamar mesin untuk
mempersiapkan mesin induk. Proses
bongkar muat dipercepat dan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2085
standby mesin selama proses
bongkar muat berlangsung.
C. Pembahasan Masalah
Dalam pembahasan masalah ini penulis
menggunakan studi pustaka dari berbagai
buku dan artikel tentang ship maneuvering,
landing craft. Pembahasan tersebut
meliputi:
1. Metode Pelaksanaan Beaching
Beaching adalah pelaksanaan
mengkandaskan kapal ke darat/pantai
(beaching point) untuk proses bongkar
muat kapal LCT (landing craft tank).
Beaching digunakan untuk kapal
landing craft tank agar pelaksanaan
bongkar muat berjalan lebih lancar dan
efisien, karena muatan yang diangkut
berupa alat berat dan pipa-pipa
offshore. Tempat beaching (beaching
point) dan cuaca sangat berpengaruh
terhadap proses sandar kapal, karena
tidak semua tempat beaching rata
melainkan lebih banyak terbuat dari
tumpukan bebatuan dan kayu serta
cuaca buruk seperti besar ombak, kuat
arus dan angin sekitar kapal yang dapat
mempersulit proses beaching.
Metode pelaksanaan beaching
hampir sama dengan proses sandar
kapal pada umumnya, yang
membedakannya adalah kapal pada
umumnya menggunakan sandar
samping dengan bantuan kapal tug
boat. Sedangkan untuk kapal LCT
sandar dengan cara mengkandaskan
bagian haluan kapal tanpa
menggunakan bantuan kapal lain.
Gambar 2. Kapal Beaching
Olah gerak pelaksanaan beaching
berdasarkan sumber pustaka serta
pengalaman penulis melaksanakan
praktek laut di atas kapal yaitu:
a. Seperti sandar kapal pada
umumnya, kapten
menginformasikan kepada agent
bahwa kapal sudah siap untuk
sandar.
b. Memberitahu perwira jaga mesin
untuk mempersiapkan main
engine dan segala yang
berhubungan dengan mesin untuk
proses olah gerak beaching.
c. Mualim II sebagai perwira yang
bertugas di deck bersama crew
deck mempersiapkan peralatan
dan sarana yang dibutuhkan.
d. Kapal maju pelan menuju tempat
beaching yang sudah ditentukan.
e. Semua instruksi diberikan dari
anjungan.
f. Perwira yang bertugas di deck
harus melaporkan setiap situasi
berbahaya selama proses
beaching berlangsung.
g. Boatswaint bersama AB (able
body) menghidupkan mesin winch
hidrolic untuk membuka ramp
door, serta standby di bagian
kanan dan kiri haluan kapal untuk
mengirimkan tali tros ke dermaga.
h. Setelah jarak kapal dengan
dermaga sekitar 100 meter atau 1
kali panjang kapal, mesin maju
pelan sekali.
i. Haluan mendekati jarak 20 meter
dengan dermaga lemparkan tali
tros depan kanan dan kiri serta
ramp door diturunkan perlahan
menyesuaikan tempat beaching
(beaching point).
j. Mesin maju pelan hingga haluan
kapal kandas serta ramp door
menyentuh dermaga dan pastikan
lurus dengan beaching point.
k. Aria wire rope ramp door sampai
ketegangannya berkurang, hingga
Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza
Eko Murdiyantoa, Agus Subardi
b dan I Made Suryadana
c
2086
ramp door dapat mengunci haluan
kapal.
l. Ikat kapal dengan bantuan tali tros
tengah kanan kiri agar kapal tidak
mudah kebawa arus atau ombak
agar kapal tidak mudah bergeser
dari beaching point.
Setelah melaksanakan beaching,
dilanjutkan dengan proses bongkar
muat. Perwira jaga mencatat seluruh
kegiatan sandar dalam log book,
mengawasi proses bongkar muat, serta
mempersiapkan crew untuk
pelaksanaan lashing cargo.
2. Faktor yang menyebabkan terjadinya
keterlambatan pada saat proses
beaching
Berdasarkan observasi dan hasil
penelitan langsung di atas kapal, ada 2
faktor penyebab keterlambatan proses
sandar beaching yaitu:
a. Faktor crew kapal
Faktor crew kapal penyebab
keterlambatan proses sandar
beaching antara lain:
1) Kesiapan Crew dalam
menyediakan sarana yang
dibutuhkan
Kesiapan dalam menyediakan
sarana yang dibutuhkan
tergantung dari pengecekan dan
perawatan peralatan secara rutin.
Sehingga pada saat proses
beaching tidak ada kendala, jika
sarana dan peralatan dalam
kondisi baik atau tidak rusak akan
sangat mepermudah pelaksanaan
beaching. Menurut Mualim I
pelaksanaan beaching menjadi
terhambat dikarenakan oleh
kurangnya pengalaman dan
pengetahuan crew kapal.
Penanggulangan hal tersebut
dapat diatasi dengan cara
melakukan safety meeting dan
membuat permit to work sebelum
melakukan setiap memulai
pekerjaan, agar setiap crew
mengetahui tugas masing-masing
yang harus dikerjakan.
2) Kurangnya perawatan sarana
yang dibutuhkan
Kurangnya perawatan sarana
dan alat yang dibutuhkan saat
proses pelaksanaan beaching,
sangat mempengaruhi cepat
lambatnya proses olah gerak
beaching berlangsung. Adapun
contoh kurangnya perawatan
terhadap sarana yang dibutuhkan
yaitu:
a) Perawatan terhadap winch
untuk ramp door
Selama penulis melakukan
praktek di atas kapal, winch
yang digunakan untuk ramp
door ada dua, yaitu winch
sebelah kanan dan kiri.
Sedangkan yang lebih
sering digunakan hanya di
sebelah kiri saja sehingga
membuat winch sebelah
kanan bekerja kurang
maksimal karena jarang
dipergunakan. Pada waktu
melaksanakan muat di
pelabuhan Tangkiang,
Sulawesi Tengah
mengalami trouble pada
winch sebelah kiri, sehingga
membuat proses beaching
ditunda karena harus
melakukan perbaikan
terhadap mesin winch agar
ramp door bisa diturunkan.
Cara untuk menanggulangi
hambatan tersebut, yaitu
melakukan perawatan
secara rutin setiap setelah
melakukan kegiatan
menggunakan winch,
dengan cara memberikan
pelumas pada poros putar
pada winch serta
mengontrol hidraulic oil
agar tidak sampai habis.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2087
b) Berkaratnya wire rop
membuat putarannya kurang
maksimal
Wire rop berkarat disebabkan
karena terkena air laut, karena
terletak di haluan kapal. Cara
mengatasi agar tidak
berkaratnya wire rop yaitu,
setiap setelah menggunakan
ramp door seharusnya
memberi pelumas, agar bagian
dalam wire rop tidak mudah
berkarat karena terkena air
laut.
Gambar 3. Wire rop berkarat
b. Faktor luar kapal
Adapun penyebab keterlambatan
proses sandar beaching yang berasal
dari luar kapal. Faktor luar disini
dimaksud sebagai faktor yang
datangnya dari luar kapal,
mencangkup dua hal penting yaitu
keadaan laut dan keadaan perairan.
Hal ini perlu dipahami, mengingat
keterbatasan kemampuan kapal
dalam menghadapi cuaca maupun
laut yang berbeda-beda, serta
gerakan kapal di air juga
memerlukan ruang gerak yang cukup
besar.
1) Keadaan laut
a) Pengaruh angin
Angin sangat mempengaruhi olah gerak
beaching pada kapal LCT,
terutama di tempat-tempat
yang sempit dan sulit dalam
keadaan kapal kosong. Bila
terdapat angin kencang pada
saat olah gerak beaching,
selalu menggunakan dua
mesin induk kanan dan kiri
dengan bantuan
bowthruster, agar bisa
manouver dengan cepat dan
lancar
b) Kapal hanyut ke sisi bawah
angin
Di tengah laut, angin akan
menghanyutkan kesisi
bawahnya, sudut
menyimpang disebut
Rimpan (drift). Rimban ini
tergantung dari laju dan
haluan kapal, kekuatan dan
arah angin, serta luas badan
kapal di atas permukaan.
Dalam hal ini dapat diatasi
dengan bantuan tali tros
depan, yang diikatkan ke
bolder dan ditarik
menggunakan winch kapal,
agar haluan bisa cepat
merapat ke tempat
beaching.
2) Pengaruh laut
Dibedakan menjadi 3, yaitu
jika kapal mendapat ombak dari
depan, belakang dan samping.
a) Ombak dari depan
Karena stabilitas
memanjang kapal
menghasilkan Metacentris
Height Line yang cukup besar,
maka pada waktu
mengangguk, umumnya kapal
cenderung mengangguk lebih
cepat dari pada periode
mengoleng. Bila ombak dari
depan dan kapal mempunyai
kecepatan konstan maka T
kapal > T ombak. Apabila
terdapat ombak dari depan
proses beaching tetap
berlangsung dengan lancar,
tetapi sedikit lama prosesnya
karena melawan arus dan
ombak dari depan kapal.
Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza
Eko Murdiyantoa, Agus Subardi
b dan I Made Suryadana
c
2088
b) Ombak dari belakang
Pada saat sandar beaching
terdapat ombak dari belakang,
sangat berbahaya untuk kapal,
karena kapal tidak mempunyai
rem. Bahaya yang dapat
ditimbulkan adalah kapal bisa
menabrak pelabuhan yang
diakibatkan dorongan dari
ombak. Keadaan tersebut dapat
membuat haluan kapal
menalami kerusakan. Untuk
mengantisipasi keadaan yang
tidak diinginkan apabila
terdapat ombak besar dari
belakang, sandar beaching
diundur dan kembali ke tempat
anchore dan menunggu hingga
laut mendukung untuk
melaksanakan beaching.
c) Ombak dari samping
Kapal akan mengoleng,
pada kemiringan yang besar
dapat membahayakan stabilitas
kapal. Olengan ini makin
membesar, jika terjadi
sinkronisasi antara periode
oleng kapal dengan periode
gelombang semu,
kemungkinan kapal terbalik
dan tenggelam. Ombak atau
arus dari samping sangat
membuat kesulitan dalam
melakukan sandar beaching,
terutama akan melaksanakan di
sungai. Resikonya dapat
membuat salah satu tali tros
depan karena kapal hanyut.
Cara untuk mengatasi
hambatan tersebut dengan cara
selalu menggunakan
bowthruster dan dua mesin
induk selama proses sandar
maupun bongkar muat
berlangsung.
3) Pengaruh arus
Arus sangat mempengaruhi
cepat lambatnya proses sandar
beaching. Pengaruh arus terhadap
olah gerak kapal, serta cara
mengatasinya sama dengan
pengaruh angin.
4) Keadaan perairan
Keadaan perairan sangat
penting dalam pelaksanaan sandar
beaching, karena agar bisa
mengetahui kondisi/keadaan
tempat beaching (beaching point)
yang sudah ditentukan. Terutama
kedalaman pada saat surut dan
pasang serta jenis dasar perairan
tempat beaching. Sebelum
melaksanakan beaching selalu
melihat kedalaman perairan pada
echo sounder, serta pasang surut
daerah tempat pelaksanaan
sandar.
Pengaruh faktor dari luar kapal
terhadap proses sandar beaching
sangat penting dan perlu
diketahui, karena dapat
menentukan kelancaran olah
gerak beaching agar dapat
terlaksana dengan cepat dan
efisien. Untuk menanggulangi
hambatan yang disebabkan karena
faktor cuaca yang tidak
mendukung untuk melaksanakan
sandar beaching, yaitu dengan
cara melihat dari cuaca,
pergerakan angin serta arah arus
sekitar kapal dan pelabuhan,
sebelum melakukan olah gerak
sandar beaching.
3. Upaya-upaya yang dilakukan untuk
menanggulangi hambatan
pelaksanaan beaching
Adapun upaya-upaya yang dilakukan
untuk memperlancar pelaksanaan
proses sandar beaching antara lain:
a. Meningkatkan pengetahuan anak
buah kapal tentang beaching
Dari peraturan STCW 1978
Section A-V/1 yang disebutkan di
atas dan dari hasil wawancara
dengan narasumber tentang
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2089
bagaimana cara mengatasi kendala
mengenai peningkatan pengetahuan
dan pemahaman awak kapal yaitu:
1) Mengadakan seleksi kepada
seluruh anak buah kapal pada
saat akan naik kapal
Sebagaimana kita ketahui
dalam suatu perusahaan,
peranan anak buah kapal
(SDM) yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan
sangat berperan sekali di
dalam kemajuan perusahaan
itu sendiri. Begitu juga dalam
penerimaan anak buah kapal
baru, perusahaan perlu
mengadakan seleksi atau tes
kepada anak buah kapal
terlebih dahulu serta mengenai
persyaratan baik sertifikat
maupun dokumen yang lain.
Dengan mengadakan seleksi
tersebut maka pihak
perusahaan dapat menentukan
pilihan terbaik bagi yang akan
bekerja di atas kapal. Sesuai
dengan hasil seleksi yang yang
dilakukan dan sesuai dengan
penilaian sikap dari kapal
sebelumnya. Tentunya yang
bekerja di atas kapal
merupakan orang-orang yang
berkualitas dan profesional di
bidangnya.
2) Pengenalan kapal kepada anak
buah kapal yang baru
Untuk anak buah kapal
yang baru pertama kali bekerja
di atas kapal LCT (Landing
Craft Tank), tentu banyak
sekali mengalami kesulitan
karena banyak sekali hal-hal
yang belum diketahui terutama
segala sesuatu yang
menyangkut bahaya yang
ditimbulkan dan prosedur
sandar beaching serta
pengoperasian peralatan dan
sarana yang dibutuhkan. Untuk
menghindari kejadian yang
dapat menghambat terjadinya
proses sandar beaching, maka
alangkah baiknya apabila anak
buah kapal yang baru naik
diberikan pengarahan dan
penjelasan begitu pertama kali
tiba di atas kapal untuk
bekerja. Karena pelaksanaan
sandar beaching sangat
diperlukan olah gerak khusus,
maka bagi ABK (anak buah
kapal) baru apabila diberi
tugas harus didampingi oleh
seseorang yang telah
berpengalaman di atas kapal
tersebut. Hal ini bertujuan agar
bila ada sesuatu yang tidak
diketahui oleh ABK (anak
buah kapal) yang baru, bisa
langsung dijelaskan oleh orang
yang telah berpengalaman
sebelumnya.
Sehubungan dengan hal
tersebut, Mualim I melakukan
koordinasi dengan nakhoda
untuk memberikan pengenalan
kapal kepada seluruh crew
deck saat pertama kali naik
kapal tentang pelaksanaan
sandar kapal LCT (Landing
Craft Tank) serta peralatan dan
sarana yang dibutuhkan.
Mualim I memastikan bahwa
crew kapal yang melaksanakan
pengenalan benar-benar paham
dengan apa yang tertera dalam
familiarization checklist.
3) Melaksanakan kerja sama yang
baik antara deck crew dan
engine crew
Koordinasi dan kerja sama
yang harus tetap dijaga agar di
dalam melaksanakan proses
sandar beaching dan bongkar
muat seluruh crew kapal bisa
mengerti tugasnya masing-
Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza
Eko Murdiyantoa, Agus Subardi
b dan I Made Suryadana
c
2090
masing sehingga pelaksanaan
proses sandar beaching lancar,
aman dan sesuai prosedur
antara crew yang berjaga di
deck maupun engine crew serta
tidak mengalami
keterlambatan bongkar muat.
Begitu juga chief officer dapat
mengingatkan crew yang
berjaga di deck agar tidak
terjadi kekeliruan. Apabila
perwira jaga ragu-ragu dalam
mengambil tindakan maka
dapat memanggil chief officer
demi kelancaran pelaksanaan
sandar beaching.
b. Melaksanakan perawatan alat dan
sarana yang dibutuhkan
1) Ramp door
Ramp Door (Pintu Rampa)
adalah pintu untuk memasukkan
ke dalam kapal Ro-Ro termasuk
kapal LCT ataupun jenis kapal
lain yang mengangkut kendaraan.
Penggunaan ramp door sangat
dibutuhkan untuk mempermudah
proses membongkar dan memuat
kendaraan dari dermaga ke kapal
dan sebaliknya. Ramp door
dihubungkan dengan moveable
bridge pelengsengan yang ada di
dermaga. Jenis ramp door ada
yang bisa dilipat ataupun tidak
sedangkan untuk sistem
penggerak dari ramp door ada 2
jenis, yaitu dengan menggunakan
sistem hidrolik atau dengan
menggunakan system steel wire
rope. (Sarjito, 2011)
Gambar 4. Ramp Door LCT. Adinda Diza
Pelaksanaan perawatan alat
dan sarana yang dibutuhkan harus
dilakuan secara rutin terutama
pada ramp door. Perawatan ramp
door dilakukan pada saat kapal
anchore, yaitu dengan cara
memberikan pelumas seperti
grease pada wire rop, serta
mengetes dengan cara
menaikturunkan ramp door agar
pada saat digunakan dapat
berfungsi dengan baik.
2) Hidraulic winch
Pada saat melakukan sandar
beaching, winch digunakan untuk
dua pengoperasian yaitu untuk
ramp door dan tali tros. Selama
proses sandar, winch digunakan
untuk menurunkan ramp door
terlebih dahulu. Setelah ramp
door sudah mengunci haluan,
maka selanjutnya winch
digunakan untuk menarik tali tros
depan agar kapal terihat lebih
kuat dan tidak mengalami
pergeseran selama proses bongkar
muat berlangsung. Perawatan
hidraulic winch dilakukan apabila
kapal dalam keadaan anchore,
dengan cara memberikan pelumas
berupa grease setiap poros yang
terdapat pada winch, agar tidak
berkarat dan siap digunakan.
3) Tali tros
Tali tros sangat berperan
terhadap beaching, karena hanya
menggunakan tali tros depan dan
tengah untuk mengikat kapal ke
darat atau ke pelabuhan.
Perawatan yang dilakukan untuk
tali tros yaitu dengan cara
merapikan setelah digunakan
serta ditutupi dengan
menggunakan penutup seperti
terpal, agar tali tidak gampang
berjamur dan mudah rapuh akibat
terkena hujan, air laut dan sinar
matahari. Mengganti tali yang
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2091
sudah tidak layak pakai dengan
yang baru, agar tidak terjadi
keadaan yang tidak diinginkan
seperti tali tros putus pada saat
kapal sandar.
c. Peningkatan koordinasi antara
deck crew dengan engine crew
Peningkatan pengetahuan crew
adalah meliputi pelatihan pada saat
mengikuti pelatihan atau pada saat
mengambil sertifikat keahlian pelaut,
pengenalan tentang olah gerak
sandar kapal dan cara perawatannya.
Untuk menanggulangi hambatan
kurangnya koordinasi antara deck
crew dengan engine crew yauitu
dengan melakukan safety meeting
sebelum memulai suatu pekerjaan di
atas kapal.
Gambar 5 : Safety meeting
Pengecekan serta checklist semua
peralatan dan sarana pendukung
beaching agar dapat mengetahui
kondisi alat siap pakai atau tidak.
Peningkatan koordinasi antar crew
kapal dengan adanya safety meeting
setiap memulai pekerjaan beaching
maupun bongkar muat atau yang
lainnya di atas kapal, dan siapa saja
yang memegang kendali di deck dan
di engine room. Melakukan
komunikasi dengan baik lewat VHF
(very high frequency) sesuai channel
yang sudah disepakati, agar selama
olah gerak sandar beaching berjalan
dengan lancar dan efisien.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari fakta dan penelitian
tentang olah gerak sandar beaching di
kapal LCT, maka peneliti dapat menarik
kesimpulan :
1. Pelaksanaan olah gerak sandar
beaching berjalan dengan lancar dan
efisien
Dari hasil penelitian dan olah data
dapat disimpulkan bahwa metode
pelaksanaan sandar beaching untuk
kapal LCT dibutuhkan olah gerak
khusus, tempat sandar khusus serta
sesuai dengan prosedur dan
ketentuan yang berlaku, agar sandar
beaching terlaksana dengan lancar.
2. Mengetahui faktor-faktor
penghambat pelaksanaan beaching
Mengetahui faktor-faktor
penghambat yang mempengaruhi
seperti faktor alam dan kesiapan
crew dalam mempersiapkan
peralatan dan sarana yang
dibutuhkan. Sehingga proses sandar
beaching dapat terlaksana dengan
aman, cepat dan efisien, serta proses
bongkar muat berjalan dengan
lancar.
3. Upaya yang dilakukan untuk
menanggulangi hambatan.
Meningkatkan pengetahuan anak
buah kapal tentang cara menyiapkan
peralatan dengan cepat dan
melakukan perawatan peralatan
maupun sarana yang dibutuhkan,
sehinga dapat membuat pekasanaan
sandar beaching lebih efisien.
B. Saran
Sebagai langkah perbaikan di masa
mendatang, penulis menyarankan beberapa
hal yang diharapkan dalam pelaksanaan
olah gerak sandar beaching dapat berjalan
secara efektif dan efisien.
1. Disarankan pada waktu pelaksanaan
sandar beaching agar perwira jaga
Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza
Eko Murdiyantoa, Agus Subardi
b dan I Made Suryadana
c
2092
menginformasikan kepada Captain
tentang kondisi atau keadaan
perairan sekitar kapal selama proses
olah gerak beaching berlangsung.
Pada saat proses bongkar muat
pastikan kapal tidak mengalami
pergeseran yang disebabkan oleh
pergerakan air saat terjadinya pasang
surut sehingga membuat ramp door
menjadi bergantung atau bergeser
dari tempat semula.
2. Disarankan sebelum melaksanakan
sandar beaching, agar
mempersiapkan peralatan dan sarana
yang dibutuhkan terlebih dahulu, dan
memperhatikan serta
menginformasikan dengan pihak
darat tentang cuaca sekitar kapal.
3. Melakukan sosialisasi atau
pengarahan oleh officer kepada crew
mengenai prosedur sandar beaching
terhadap ABK yang baru pertama
kalai join di kapal LCT. Karena
pelaksanaan sandar beaching sangat
diperlukan olah gerak khusus, maka
bagi ABK baru apabila diberi tugas
harus didampingi oleh seseorang
yang telah berpengalaman di atas
kapal tersebut. Hal ini bertujuan agar
bila ada sesuatu yang tidak diketahui
oleh ABK (anak buah kapal) yang
baru, bisa langsung dijelaskan oleh
orang yang telah berpengalaman
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawati, H. A. 2016. Ship Outfitting.
Surabaya : Jurusan Teknik
Perkapalan
Menurut Artikel, Cadiz. 2008. Paper
Presented at MAST beached
Martopo dan Soegiyanto. 2013.
Penanganan Dan Pengaturan
Muatan. PIP Semarang
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya
MacGregor. Ramps. MacGregor :
www.macgregor.com
Nazir. 2014. Metode Penelitian. Bogor :
Ghalia Indonesia
Purwantomo, Agus Hadi. 2012. Kumpulan
Soal Jawab Teknik Pengendalian
& Olah Gerak Kapal. PIP
Semarang
Riduwan. 2003. Dasar-dasar Statistika.
Bandung: Alfabeta
Sarwono. 2006. Metodologi Penelitian
Kualitatif Kuantitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Subandrijo, Djoko. 2014. Olah Gerak Dan
Pengendalian Kapal. Semarang:
Badan Penerbitan Buku Maritim
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018
2093
MANAJEMEN PENANGANAN MUATAN
REEFER CONTAINER DI MV. SAN PEDRO BRIDGE
Agus Hadi P.a, Suwiyadi
b dan Muhammad Reza Wardani
c
a dan b
Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang cTaruna (NIT 50134882 N) Program Studi Nautika PIP Semarang
ABSTRAK
MV San Pedro Bridge adalah kapal kontainer yang dapat memuat reefer container antar
pulau dan pelabuhan melalui laut. Muatan reefer container bersifat mudah rusak akibat suhu
yang tidak sesuai. Penanganan khusus untuk menghindari kerusakan muatan adalah proses
yang menjadi perbedaan reefer container dengan muatan peti kemas lainnya dan
menjadikannya kontainer dengan biaya jasa pengiriman yang berharga mahal diantara
muatan peti kemas lainnya.
Penelitian dilaksanakan di MV San Pedro Bridge dari tanggal 3 Februari 2016 sampai
dengan tanggal 7 Desember 2016. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif – kualitatif.
Sumber data yang diolah berdasarkan data primer dengan pengamatan dan wawancara
langsung, dan data sekunder diambil berdasarkan buku manual, artikel internet dan jurnal.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, dalam persiapan penanganan muatan dan
pelaksanaan manajemen penanganan muatan selama pelayaran dilaksanakan sesuai
panduan Bernhard Schulte Shipmanagement (BSM) Container Ship Manual, prinsip-prinsip
utama pemuatan, dan sesuai dengan empat fungsi manajemen: Planning, Organizing,
Actuating dan Controlling.
Kata kunci: reefer containers, suhu, manajemen
ABSTRACT
MV San Pedro Bridge is a container vessel shipping reefer containers inter island and
port through the sea. Reefer container’s cargo is very sensitive, and easily damaged because
of improper temperature. Special requirement in reefer cargo handling in order to avoid
cargo damage, make it has the most expensive freight cargo among the ordinary cargo
container.
This research had been done on the MV San Pedro Bridge from 3 February 2016 up to 7
December 2016. This research using descriptive - qualitative method. The data based on
primary data by observing and interviewing MV San Pedro Bridge directly. And secondary
data based on manual books, internet and journals. Based on the results, author concludes
the preparation and application reefer container handling management should be according
to Bernhard Schulte Shipmanagement (BSM) Container Ship Manual Book, the main
principle of cargo loading, and four functions of management: Planning, Organizing,
Actuating, and Controlling.
Keywords: reefer containers, temperature, management
Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge
Agus Hadi P.a, Suwiyadi
b dan Muhammad Reza Wardani
c
2094
I. PENDAHULUAN
Refrigated Cargo Container atau bisa
disebut juga reefer container adalah jenis
kontainer khusus yang digunakan untuk
mengantarkan muatan yang sensitif
terhadap perubahan suhu. Reefer container
dapat menjaga suhu muatan atau ruangan
di dalam kontainer yang dapat diatur
dengan rentang temperatur dari -40°C
sampai +30°C. Jenis kontainer ini
memiliki komponen elektronik dan sistem
pendingin yang sangat bergantung pada
daya listrik dengan rata-rata konsumsi 3
sampai 4 kWh (tergantung juga pada
kondisi dan jenis muatan) yang dihasilkan
oleh generator. Dari generator yang
terdapat di dalam ruang mesin, daya listrik
dialirkan dan dihubungkan sampai kepada
reefer socket yang terdapat di atas dek dan
di dalam palka selama kapal bersandar dan
berlayar di laut lepas.
Meningkatnya permintaan jasa
pengangkutan reefer container dari tahun
ke tahun membuktikan transportasi laut
menjadi sarana yang baik untuk
mengantarkan muatan dingin dan beku
dari suatu tempat ke tempat lain yang
harus melewati perairan seperti lintas
sungai, antar pulau dan antar negara.
Muatan yang biasa dibawa adalah hasil
sumber daya alam, aneka hasil peternakan,
aneka pertanian, bahan olahan atau hasil
produksi pabrik yang bersifat mudah
rusak akibat suhu yang tidak sesuai.
Dengan adanya reefer container,
konsumen dari seluruh penjuru dunia dapat
menikmati produk segar yang berasal dari
bagian dunia lain. Penanganan khusus
untuk menghindari kerusakan muatan
adalah proses yang menjadi perbedaan
reefer container dengan muatan peti
kemas lainnya dan menjadikannya
kontainer dengan biaya jasa pengiriman
yang berharga mahal diantara muatan peti
kemas lainnya.
Bernhard Schulte Shipmanagement
adalah perusahaan pelayaran yang
bergerak di bidang jasa pengangkutan
muatan internasional. Perusahaan ini
mempunyai banyak kapal yang aktif
beroperasi dalam pelayaran dunia. Kapal
tempat peneliti melaksanakan praktek laut
bernama MV Mol Growth (yang kemudian
berganti nama menjadi MV San Pedro
Bridge), kapal ini adalah kapal jenis
kontainer yang dapat memuat reefer
container.
Komponen dari reefer container
bergantung pada sumber listrik dari kapal
dan dapat rusak, dimana harus diganti atau
dicabut secepatnya untuk menghindari
kebakaran atau kerusakan komponen
lainnya.Menurut pengalaman peneliti
selama praktek layar, faktor-faktor yang
dialami reefer container ketika dimuat di
kapal antara lain posisi kontainer atau suhu
yang berbeda dari data yang tertera di
cargo manifest dengan keadaan
sesungguhnya, reefer container yang mati
karena kendala supply listrik, suku cadang
yang habis atau tidak tersedia di kapal, dan
beberapa kendala lain yang mengakibatkan
muatan di dalam reefer container rusak
atau membusuk.
Reefer container adalah salah satu
kunci utama pendapatan dari beberapa
perusahaan pelayaran. Namun jika terjadi
kesalahan penanganan dalam pemuatan
reefer container yang menyebabkan
muatan rusak, hal ini dapat membuat
perusahaan pelayaran rugi karena
pelanggan dapat mengajukan cargo claim
sebagai jaminan dan ganti rugi atas muatan
yang rusak tersebut. Oleh karena itu,
pelaksanaan manajemen penanganan
muatan yang baik diperlukan untuk
memastikan muatan reefer container dapat
dimuat dan diantarkan dari pelabuhan asal
ke pelabuhan tujuan.
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018
2095
mengkaji tentang manajemen penanganan
reefer container di perusahaan Bernhard
Schulte Shipmanagement di kapal MV San
Pedro Bridge untuk meminimalisir bahkan
menghilangkan kemungkinan kerusakan
muatan yang menyebabkan cargo claim
dari pihak charter kepada perusahaan
untuk mengganti rugi atas rusaknya
muatan tersebut. Sehingga peneliti dalam
penelitian ini mengambil judul:
“Manajemen Penanganan Muatan
Reefer Container di MV San Pedro
Bridge”
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan di atas, maka rumusan masalah
yang dibahas antara lain:
1. Persiapan-persiapan apa yang harus
dilakukan dalam manajemen
penanganan muatan reefer container di
MV San Pedro Bridge?
2. Bagaimana pelaksanaan manajemen
penanganan muatan reefer container di
MV San Pedro Bridge selama
pelayaran?
Kajian pustaka yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain:
1. Manajemen
Menurut Mulyono (2008:15)
manajemen adalah proses pencapaian
tujuan melalui kegiatan-kegiatan dan
kerja sama orang lain. Manajemen
berasal dari kata “manus” yang berarti
tangan yang secara harfiah berarti
menangani atau melatih kuda. Secara
maknawiah berarti memimpin,
membimbing atau mengatur. Beberapa
fungsi manajemen yang membentuk
suatu proses manajemen antara lain
adalah:
a. Planning (Perencanaan)
Proses pemastian sasaran adalah
suatu kegiatan menetapkan tujuan
organisasi dan memilih cara terbaik
untuk mencapai tujuan.
b. Organizing (Pengorganisasian)
Organizing adalah mengkoordinasi
sumber daya, tugas dan otoritas
diantara anggota organisasi agar
tujuan organisasi dapat dicapai
dengan efisien dan efektif.
c. Actuating (Penggerak, Pengaruhan,
Pelaksanaan)
Kegiatan manajemen yang berupa
tindakan untuk mengusahakan agar
anggota kelompok dalam organisasi
terdorong berkeinginan dan berusaha
untuk mencapai sasaran sehingga
sesuai dengan perencanaan
manajemen.
d. Controlling (Pengendalian)
Adalah suatu aktifitas untuk
menjamin perencanaan dilaksanakan
berdasakan dengan standard. Berikut
ini adalah fungsi dari controlling:
1) Mengumpulkan informasi yang
mengukur kinerja terakhir dalam
organisasi.
2) Membandingkan kinerja sekarang
dengan standar kinerja yang telah
ditentukan.
3) Menentukan perlunya
memodifikasi kegiatan agar
mencapai standar yang telah
ditentukan.
4) Menentukan standar prestasi yang
telah dicapai.
2. Penanganan Muatan
Menurut Arso Martopo dan
Soegiyanto (2004:07) pengaturan dan
teknik pemuatan di atas kapal
merupakan salah satu kecakapan pelaut
yang menyangkut berbagai macam
aspek tentang bagaimana cara
melakukan pemuatan di atas kapal,
bagaimana cara melakukan perawatan
muatan selama pelayaran, dan
bagaimana cara melakukan
pembongkaran di pelabuhan tujuan.
Stowage atau penanganan muatan
yaitu suatu pengetahuan tentang
memuat dan membongkar muatan dari
dan ke atas kapal sedemikian rupa agar
terwujud 5 prinsip pemuatan yang baik.
Lima prinsip pemuatan yang harus
Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge
Agus Hadi P.a, Suwiyadi
b dan Muhammad Reza Wardani
c
2096
benar-benar diperhatikan dan
dilaksanakan. Prinsip-prinsip utama
pemuatan:
a. Melindungi awak kapal dan buruh;
b. Melindungi kapal;
c. Melindungi muatan;
d. Melakukan muat bongkar secara
cepat dan sistematis;
e. Mencegah terjadinya ruang rugi.
3. Reefer container
Berdasarkan judul peneliti yang erat
kaitannya dengan reefer container,
menurut Istopo (2000:365) reefer
container adalah kontainer yang
dilengkapi dengan lapisan dalam, mesin
pendingin atau pemanas guna memuat
barang-barang yang harus dijaga
kesegarannya sampai tangan konsumen.
Sedangkan menurut Tim PIP Semarang
dalam buku Penanganan dan
Pengaturan Muatan (2004:20) reefer
container adalah peti kemas standar
biasa (closed container) yang
dilengkapi dengan alat pendingin yang
dihubungkan dengan generator
tersendiri (demountable generator).
Kontainer sebagai tempat muatan
dingin dan beku mutlak digunakan
dalam pengangkutan di kapal. Pada
awal perkembangannya, ukuran reefer
container belum distandarisasi,
kemudian mulai ada standarisasi ukuran
kontainer dengan ukuran 20 feet, 40
feet, 45 feet dan menggunakan ukuran
High Cube (HC) atau peti kemas tinggi
untuk membawa berbagai jenis muatan
dingin dan beku.
4. Jenis atau golongan Reefer Cargo
Reefer cargo dibagi menjadi dua
golongan yaitu:
a. Muatan dingin
Menurut Istopo (2000:310)
muatan dingin adalah muatan yang
bersuhu pada kisaran rentang 0.5oC
(0.9oF). Muatan ini harus
didinginkan untuk mempertahankan
kesegaran muatan untuk
menghambat kegiatan mikro
organisme serta proses kimia.
Menurut Soegiyanto & Martopo
(2004:3) muatan dingin adalah
muatan yang memerlukan ruangan
khusus yang dilengkapi dengan alat
pendingin. Contoh muatan dingin
yang dimuat di MV San Pedro
Bridge adalah: buah dan sayur segar;
daging dan ikan segar; produk susu
dan telur; jus segar; tanaman hidup
dan bunga; serta peralatan elektronik
dan kimia.
b. Muatan beku
Menurut Istopo (2000:311)
muatan beku adalah muatan yang
dimuat dalam keadaan beku keras
bersuhu sekitar -20oC (-4
oF) atau
lebih rendah. Muatan dalam keadaan
beku berfungsi untuk menghindari
atau menghentikan aktivitas dan
kemungkinan pertumbuhan bakteri
dan mikro organisme. Fungsi dari
pembekuan itu sendiri adalah untuk
mencegah terjadinya pembusukan
muatan oleh bakteri. Contoh muatan
beku yang dimuat di MV San Pedro
Bridge adalah: daging dan ikan
beku; makanan siap saji beku; serta
roti dan olahan pertanian lain.
5. Bay plan container (Stowage plan)
Menurut Soegiyanto dan Arso
Martopo (2004:6) bay plan adalah suatu
bagan penempatan kontainer di atas
kapal baik di dalam palka maupun di Gambar 1. Reefer container 40 feet
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018
2097
atas dek atau stowage plan untuk kapal
kontainer. Menurut (Tim BPLP
Semarang: 163) container bay plan
adalah bagan pemuatan peti kemas
secara membujur, melintang dan tegak.
Membujur ditandai dengan nomor bay
mulai dari depan ke belakang, dengan
catatan nomor ganjil untuk peti kemas
ukuran 20 feet dan nomor genap untuk
peti kemas ukuran 40 feet. Tegak/tier
dihitung dari bawah ke atas, di dalam
palka dimulai dengan nomor 02, 04, 06
dan seterusnya, sedangkan di atas
geladak dimulai dengan nomor 82, 84,
86 dan seterusnya. Arah melintang
disebut dengan nomor row dimulai dari
tengah dan dilihat dari belakang. Dari
tengah ke kanan row 01, 03, 05, 07, 09,
dan seterusnya sedangkan dari tengah
ke kiri row 02, 04, 06, 08, dan
seterusnya.
Bay plan biasanya berbentuk
lembaran-lembaran kertas yang
diberikan pihak darat ke pihak kapal,
dalam hal ini chief officer sebagai
perwira yang mengurus penanganan
muatan di atas kapal. Dalam bay plan
dapat dilihat data-data mengenai
kontainer yang akan dimuat, yaitu:
nomor kontainer, posisi kontainer
diletakkan berdasarkan (bay, row dan
row), tujuan bongkar, berat kontainer
dan isi dari kontainer khusus untuk
refrigated cargo. Agar tidak terjadi
kesalahan dalam pemuatan dan
pengawasan maka setiap kontainer
dengan tujuan berbeda diberi inisial
kota tujuan atau dapat juga dengan
pemberian warna yang berbeda.
Di bawah ini adalah kerangka pikir
dalam penelitian.
II. METODOLOGI
Metode penelitian yang digunakan oleh
peneliti adalah metodologi penelitian
deskriptif kualitatif untuk menggambarkan
dan menguraikan objek yang diteliti serta
kaidah-kaidah yang diambil dari teori-teori
yang berhubungan dengan topik yang
dibahas, selain itu juga menggunakan
pendekatan di lapangan yang telah
dilaksanakan selama praktek laut.
1. Metode deskriptif
Metode penelitian deskriptif adalah
metode penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri atau
lebih (independen) tanpa membuat
perbandingan atau menggabungkan
antara variabel satu dengan yang lain
(Sugiyono, 2012:35). Pada bagian ini
peneliti akan mendeskripsikan tentang
persiapan sebelum memuat reefer
container dan pelaksanaan penanganan
Kerangka pikir
Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge
Agus Hadi P.a, Suwiyadi
b dan Muhammad Reza Wardani
c
2098
muatan selama pelayaran di MV San
Pedro Bridge.
2. Metode kualitatif
Menurut Sugiyono (2012:13),
metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat postpositivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) di mana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara
triangulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil
penelitian lebih menekankan makna
generalisasi.
Dalam pembahasan peneliti
memaparkan hasil dari semua studi dan
penelitian mengenai suatu objek yang
diperoleh, baik hal-hal yang bersifat teori
juga memuat hal-hal yang bersifat praktis,
dalam artian bahwa selain ditulis dari
beberapa literatur buku, juga bersumber
dari objek-objek penelitian yang juga
terdapat dalam buku kemaritiman.
Penggunaan aspek observasi atau
pengamatan sangat berperan dalam
penelitian ini. Hasil observasi atau
pengamatan pelaksanaan di atas kapal
yang dilakukan oleh peneliti mengenai
pelaksanaan manajemen penanganan
muatan reefer container akan digabungkan
dengan sumber data yang lain seperti, hasil
wawancara dan dokumentasi di atas kapal
selama melakukan penelitian sehingga
mencapai hasil yang maksimal.
Penelitian dilaksanakan dari tanggal 3
Februari 2016 sampai dengan tanggal 7
Desember 2016 di kapal MV San Pedro
Bridge dari perusahaan K-LINE. Kapal ini
memiliki bendera kebangsaan Hong Kong
dan dimiliki oleh Bernhard Schulte
Shipmanagement (Hong Kong) Ltd. yang
beralamat di BSM Hong Kong, 2608, K.
Wah Centre, 1 91 Java Road, North Point,
Hong Kong.
Sumber data pada penelitian ini
menggunakan dua jenis data, yaitu:
1. Data primer
Menurut Bungin (2004:122), data
primer adalah data yang diperoleh
langsung dari sumber aslinya yaitu
instansi atau perusahaan yang menjadi
objek penelitian yang berupa kata-kata
atau tindakan dari informan. Sumber.
Data yang paling utama didapat dari
kata-kata, tindakan, selebihnya data
tambahan. Data yang diambil
merupakan data yang diperoleh dari
observasi langsung dan wawancara
kepada perwira di kapal MV San Pedro
Bridge.
2. Data sekunder
Menurut Sugiyono (2008:225), data
sekunder adalah sumber data yang tidak
langsung memberikan data kepada
pengumpul data, yang lebih terdahulu
dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang
yang tidak sedang meneliti walaupun
data yang diperoleh merupakan data
asli data ini diperoleh dari literatur,
buku-buku yang berkaitan dengan objek
yang sedang diteliti. Data sekunder
adalah data primer yang diolah atau
disajikan oleh pihak lain yang diperoleh
secara tidak langsung dari objek
penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti
mendapatkan data sekunder dari
dokumen-dokumen resmi perusahaan,
buku pedoman kapal kontainer
perusahaan (BSM Container Ship
Manual), website di internet, jurnal-
jurnal pendukung yang ada kaitan
dalam penelitian, dan studi kepustakaan
lain yang relevan dengan penelitian ini.
III. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Persiapan-persiapan yang harus
dilakukan dalam manajemen
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018
2099
penanganan muatan reefer container
di MV San Pedro Bridge
Persiapan yang dilaksanakan sebelum
penanganan muatan reefer container
berdasarkan buku panduan Bernhard
Schulte Shipmanagement, Container
Ship Manual (2016:10) dan observasi
peneliti dan observasi langsung peneliti.
a. Pembersihan ruangan muat kapal
Pembersihan di palka
membutuhkan prosedur yang ketat,
karena di dalam palka kapal
kontainer dapat digolongkan ke
dalam ruangan tertutup atau dalam
istilah pelayaran disebut dengan
enclosed space. Palka dapat
digolongkan menjadi enclosed space
dikarenakan tidak mendapat sirkulasi
udara yang mencukupi.
Sebelum melakukan pembersihan,
perlu dipastikan ruangan telah
mendapat ventilasi yang mencukupi
dan Mualim I diwajibkan mengisi
enclosed space entry permit form,
atau formulir perizinan untuk
memasuki ruangan tertutup dan
melakukan aktivitas disana. Setelah
semua prosedur di dalam formulir
perizinan untuk memasuki ruangan
tertutup telah dilaksanakan, kegiatan
pembersihan ruangan palka dapat
dimulai.
Pembersihan dimulai dari
menyapu debu, kotoran dan sisa
hasil perawatan dek yang
dikumpulkan. Jika diperlukan, palka
dapat dibersihkan dengan air tawar
dan air diberi cairan kimia untuk
menghilangkan bau. Setelah itu
ventilasi palka dibuka untuk
mempercepat proses pengeringan.
b. Pembuatan Bay Plan atau Stowage
Plan
1) Pengertian dari Bay Plan atau
Stowage Plan
Menurut Soegiyanto dan Arso
Martopo (2004:6) bay plan adalah
suatu bagan penempatan
container di atas kapal baik di
dalam palka maupun di atas dek
atau stowage plan untuk kapal
kontainer. Menurut (Tim BPLP
Semarang: 163) container bay
plan adalah bagan pemuatan peti
kemas secara membujur,
melintang dan tegak. Bay plan
atau stowage plan biasanya
berbentuk lembaran-lembaran
kertas yang diberikan pihak darat
ke pihak kapal, dalam hal ini chief
officer sebagai perwira yang
mengurus penanganan muatan di
atas kapal. Dalam bay plan dapat
dilihat data-data mengenai
kontainer yang akan dimuat,
yaitu: nomor kontainer, posisi
kontainer diletakkan berdasarkan
(bay, row dan tier), tujuan
bongkar, berat kontainer dan isi
dari kontainer khusus untuk
refrigated cargo. Agar tidak
terjadi kesalahan dalam pemuatan
dan pengawasan maka setiap
kontainer dengan tujuan berbeda
diberi inisial kota tujuan atau
dapat juga dengan pemberian
warna yang berbeda. Kebijakan
ini dapat berbeda menyesuaikan
kapal dan perusahaan masing-
masing.
2) Jenis-jenis Stowage Plan
Stowage plan memiliki dua
macam yang berbeda, yaitu:
a) Tentative Stowage Plan
Tentative Stowage Plan adalah
rencana pemuatan kontainer
yang berupa gambaran ancar-
ancar untuk suatu rencana
pengaturan muatan yang dibuat
sebelum kapal tiba di
pelabuhan muat atau sebelum
pelaksanaan pemuatan.
Tentative Stowage Plan dibuat
berdasarkan Booking List atau
Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge
Agus Hadi P.a, Suwiyadi
b dan Muhammad Reza Wardani
c
2100
Shipping Order yang diterima
untuk suatu pelabuhan tertentu.
b) Final Stowage Plan
Final Stowage Plan adalah
gambaran informasi yang
menunjukkan keadaan
sebenarnya dari letak-letak
muatan beserta jumlah dan
beratnya pada tiap-tiap palka
yang dilengkapi dengan
Consignment mark untuk
masing-masing pelabuhan
tertentu. Setelah selesai
mengadakan kegiatan
pengaturan muatan, maka
kondisi muatan yang
sebenarnya yang terdapat
didalam ruang muat/palka
dapat dilihat dalam Stowage
Plan ini, oleh kerena itu, maka
Stowage Plan seyogyanya
dibuat seteliti mungkin sebab
termasuk salah satu dokumen
yang cukup penting dan dapat
berfungsi sebagai bahan/bukti
pertanggung jawaban atas
pengaturan muatan di dalam
ruang muat/palka bila terjadi
tuntutan ganti rugi (cargo
claim) dari pemilik muatan
(Consignee).
c. Persiapan dokumen muatan
1) Cargo Manifest
Pengertian dari cargo manifest
adalah dokumen yang berisi
informasi detail mengenai seluruh
kargo yang dibawa, meliputi
informasi pengirim, informasi
barang yang dibawa, informasi
penerima barang, dan lain
sebagainya. Dokumen ini
digunakan pada semua jenis
pengangkutan baik darat, laut,
maupun udara untuk mencatat
seluruh bawaan.
2) Reefer Manifest
Reefer manifest adalah daftar
muatan reefer container yang
diberikan oleh shipper kepada
pihak kapal. Reefer manifest
menjadi acuan pihak kapal untuk
melakukan tindakan penanganan
menyesuaikan informasi yang
tertera didalamnya. Sesaat setelah
kedatangan kapal di pelabuhan
muat, Chief officer harus
mendapat daftar muatan kontainer
dan reefer manifest, yang
didalamnya terdapat informasi
mengenai:
1) Pelabuhan muat dan
pelabuhan bongkar;
2) Isi dari muatan reefer;
3) Suhu yang diinginkan (set
point);
4) Informasi pengaturan
ventilasi;
5) Tanggal pengisian muatan
reefer container;
6) Instruksi pengangkutan.
Gambar 2. Final stowage plan, dengan sistem tiga
warna. Normal container (kuning), reefer container
(hijau), dan dangerous goods container (merah)
Gambar 3 Reefer manifest
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018
2101
d. Persiapan awak kapal sebelum
proses pemuatan dimulai
1) Nakhoda
Nakhoda sebagai penanggung
jawab utama yang bertanggung
jawab keseluruhan untuk
memastikan awak kapal siap
untuk melakukan proses bongkar
muat. Nakhoda juga bertanggung
jawab untuk menginformasikan
segala kendala yang tidak
memuaskan atau kondisi yang
tidak aman terhadap reefer
container dan meminta solusi dari
segala kendala yang dialami dari
pihak Charter dan Marine
Superintendent.
2) Chief Officer (Mualim I)
Chief Officer atau Mualim I
selaku Cargo Officer atau perwira
yang bertanggung jawab untuk
penanganan muatan, harus
mengkaji ulang cargo manifest
dan reefer manifest menyesuaikan
dengan keadaan kapal yang
sesungguhnya. Jika terdapat hal-
hal yang perlu dikoordinasikan
ulang, chief officer dan shipper
masih mempunyai waktu untuk
mengantisipasinya.
3) Officer on Watch (Mualim Jaga)
Officer on Watch atau Mualim
Jaga adalah perwira yang
ditugaskan Chief Officer untuk
memantau jalannya bongkar muat
di pelabuhan. Di MV San Pedro
Bridge yang menjadi Mualim
Jaga adalah Second Officer (2/O)
dan Third Officer (3/O).
Mualim jaga mempunyai
fungsi dan tugas untuk
memastikan semua kontainer,
termasuk reefer container, berada
pada posisi yang tepat. Dan ketika
reefer container sudah diletakkan,
kabel reefer plug segera
ditancapkan lalu dicatat suhu
permulaannya dan diteliti
ventilasinya apakah sudah sesuai
dengan reefer manifest. Segala
hal yang janggal atau tidak sesuai
bisa langsung dilaporkan kepada
Chief Officer dan Electrician.
4) Chief engineer (Kepala Kamar
Mesin)
Berdasarkan Bernhard Schulte
Shipmanagement (BSM),
Appendix to Container Ship
Manual Document No. 12873
(2016:8), chief engineer
bertanggung jawab untuk
memastikan dan menyediakan
daya listrik yang mencukupi
untuk memuat reefer container di
atas kapal. Selain itu, chief
engineer juga nantinya
bertanggung jawab untuk
perawatan dan perbaikan reefer
container. Chief engineer dapat
mendelegasikan tanggung jawab
ini kepada engineer lain (di kapal
MV San Pedro Bridge chief
engineer mendelegasikan tugas
kepada electrician), tapi tentu
masih dalam pengawasan dan
pertanggungjawaban chief
engineer.
5) Electrician
Electrician adalah orang yang
bertanggung jawab untuk
kelistrikan kapal dan penanganan
reefer container, penanganan
muatan dalam peti kemas yang
termasuk ke dalam muatan beku
atau muatan reefer container
berbeda dengan muatan peti
kemas lainnya. Perbedaan yang
paling signifikan adalah reefer
container membutuhkan sumber
listrik atau power supply yang
dihasilkan dari generator,
sedangkan peti kemas biasa tidak
membutuhkan sumber listrik.
6) Bosun dan awak kapal
Bosun bertanggung jawab atas
seluruh kinerja awak kapal dek.
Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge
Agus Hadi P.a, Suwiyadi
b dan Muhammad Reza Wardani
c
2102
Persiapan sebelum melakukan
pemuatan antara lain persiapan
peralatan yang terdiri dari
pemeriksaan peralatan cargo
handling dan cargo securing
harus dipastikan layak dan siap
pakai seperti lashing bar, twist
lock, twist tacker, spanner serta
memastikan peralatan untuk
menyambungkan listrik kapal ke
reefer container seperti kabel,
reefer plug, koneksi listrik dapat
digunakan.
e. Persiapan peralatan perlindungan
kapal (lashing equipment)
Sistem pelasingan di MV San
Pedro Bridge menggunakan sistem
pelasingan yang tertera pada
Container Loading Plan yang
diterbitkan oleh galangan kapal
Hyundai Samho Heavy Industries
Co., LTD. Berdasarkan pada
Bernhard Schulte Shipmanagement
(BSM) Container Ship Manual
(2016:16). Adapun peralatan lashing
yang digunakan di kapal MV San
Pedro Bridge antara lain:
1) Twistlock, alat ini digunakan
untuk mengikat dan mengunci
peti kemas dengan peti kemas lain
secara bertumpuk ke atas. Adapun
jenis-jenisnya antara lain manual
twistlock, semi automatic
twistlock, dan full automatic
twistlock.
2) Turn Buckle, alat ini biasanya
dipasang di geladak di tempat-
tempat lashing deck. Berbentuk
berupa dua buah batang berulir di
mana salah satu ujungnya
mempunyai ikatan berupa segel
dan ujung lainnya berbentuk
kaitan ganco yang nantinya
dihubungkan kemata dari lasing
rod. Bila bagian tengahnya
diputar maka kedua batang berulir
akan berputar mengencang
ataupun mengendor.
3) Lashing Bar, alat ini berupa stock
atau batang besi dengan diameter
kira-kira 3.0 cm di mana
panjangnya ada bermacam-
macam, tergantung pada tingkat
atau susunan keberapa dari peti
kemas yang akan dilasing.
4) Extension Rod, alat ini berupa
sebuah batang berukuran 40.0 cm
yang dapat dipasang pada ujung
lashing bar dan ujung lainnya
dipasang pada turn buckle.
Tujuan batang ini adalah untuk
menambah panjang dari lashing
bar untuk memudahkan
menjangkau bagian kontainer
yang jauh.
Gambar 4. Manual twistlock
Gambar 5. Turn buckle
Gambar 6. Lashing bar
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018
2103
2. Pelaksanaan manajemen penanganan
muatan reefer container di MV San
Pedro Bridge selama pelayaran.
Pelaksanaan manajemen penanganan
reefer container harus sesuai dengan
proses manajemen antara lain: Planning
(perencanaan), Organizing
(pengorganisasian), Actuating
(pelaksanaan), dan Controlling
(pengendalian). Begitu pula dalam
pelaksanaan penanganan muatan yang
dilakukan harus sesuai dengan prinsip-
prinsip utama pemuatan, yaitu:
melindungi awak kapal, melindungi
kapal, melindungi muatan, melakukan
bongkar muat secara cepat dan
sistematis, dan mencegah terjadinya
ganti rugi.
a. Perencanaan penempatan reefer
container ketika proses pemuatan
Penanganan dan pemuatan reefer
container ketika proses pemuatan
harus sesuai dengan rencana
pemuatan atau cargo stowage plan
dan reefer manifest yang telah
disepakati oleh pihak kapal dan
shipper. Hal ini untuk memudahkan
pengawasan ketika dalam pelayaran
dan dapat memudahkan dua pihak
untuk memastikan semua container
telah dimuat dengan sesuai. Dan
yang perlu diperhatikan dan
dilaksanakan adalah prinsip-prinsip
utama pemuatan.
Sesaat setelah reefer container
dimuat di atas kapal, kabel reefer
harus segera ditancapkan pada reefer
plug yang berada pada setiap cross deck antara dua bay agar sistem
pendingin di dalam kontainer
berfungsi. Suhu awal, keterangan
ventilasi, dan jika ada informasi
tambahan segera dicatat pada log
book, laporan awal ini harus dikirim
kepada perusahaan tidak lebih dari 1
x 24 jam setelah kapal berangkat dari
pelabuhan.
b. Koordinasi dan kerjasama antara
awak kapal dengan pihak pelabuhan
Koordinasi dan komunikasi antar
awak kapal dilakukan ketika toolbox
meeting. Mualim I, perwira jaga, dan
seluruh awak kapal melakukan
pertemuan membahas tentang
bagaimana proses bongkar-muat
akan berlangsung. Pembagian tugas
dan tanggung jawab seluruh awak
kapal dapat diketahui ketika
pertemuan toolbox meeting ini.
Mualim I akan membuat chief mate
standing order yang bisa dilihat oleh
seluruh awak kapal di cargo office
room.
Komunikasi pihak kapal dengan
pihak pelabuhan harus saling
menghargai dan terjalin baik demi
lancarnya proses pemuatan.
Contohnya ketika laut mulai pasang,
kapal akan semakin naik dan tali
tross akan menjadi kendor. Tali tross
yang kendor mengakibatkan posisi
kapal tidak sepenuhnya sandar
pararel dengan jetty pelabuhan. Hal
ini akan menyusahkan crane untuk
meletakkan kontainer di atas kapal
dan berakibat pada besarnya
kemungkinan kerusakan pada
komponen bagian kapal jika crane
memaksakan muatan untuk dimuat.
c. Pembuatan final stowage plan
Setelah semua kontainer telah
dimuat di atas kapal, chief officer
bertanggung jawab untuk membuat
final stowage plan, berisi informasi
yang hampir sama dengan tentative
stowage plan namun bedanya adalah
di dokumen ini harus disampaikan
informasi yang benar-benar nyata.
Gambar 7. Extension rod
Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge
Agus Hadi P.a, Suwiyadi
b dan Muhammad Reza Wardani
c
2104
Berisi semua informasi terbaru
mengenai informasi yang
menunjukkan keadaan sebenarnya
dari letak-letak muatan beserta
jumlah dan beratnya pada tiap-tiap
palka yang dilengkapi dengan
Consignment mark untuk masing-
masing pelabuhan tertentu.
d. Tindakan pengawasan terhadap
reefer container selama pelayaran
Ada berbagai faktor yang
menyebabkan suhu reefer container
dapat berubah dan kendala yang
terjadi dengan reefer container
berkaitan dengan suku cadang
maupun kelistrikan kapal sehingga
dapat berpengaruh pada kualitas
muatan di dalam reefer container.
Oleh sebab itu, pengecekan rutin
harian sangat penting dilakukan
untuk tetap mengetahui status reefer
container masih dalam kondisi
normal atau terdapat kendala yang
harus segera diselesaikan.
Pengecekan dilaksanakan
minimal dua kali dalam satu hari,
jika terjadi kendala diperlukan
pemantauan intensif. Segala
malfungsi reefer container yang
terjadi wajib dilaporkan kepada
charter melalui e-mail segera.
e. Perbaikan kendala dalam
penanganan reefer container selama
pelayaran
Kendala-kendala yang sering
muncul dalam penanganan reefer
container antara lain, perbedaan
suhu yang besar antara suhu set point
dengan suhu sebenarnya,
ketidaksesuaian data suhu set point
yang tertera pada cargo manifest
dengan suhu set point yang tertera di
layar sensor reefer, minimalnya suku
cadang yang tersedia atau suku
cadang yang telah dipesan tidak
kunjung datang, kendala cuaca buruk
ketika melaksanakan pengecekan
rutin dan kendala waktu untuk
menyelesaikan masalah jika alarm
baru diketahui sore hari.
Disini adalah tugas dari
Electrician untuk menangani reefer
container yang memiliki kendala.
Ketika menemukan kendala dalam
pengecekan rutin harian, electrician
menulis malfunction report atau
berita acara yang berisi kendala atau
alarm apa yang muncul, posisi
container, serta informasi umum
mengenai reefer container tersebut.
Berita acara ini dikirim ke
perusahaan dan charter, lalu
dilakukan penanganan awal sesuai
arahan dari manual book pabrikan.
Perusaaan akan mengirimkan
balasan mengenai perijinan untuk
melakukan penanganan dan arahan
lebih lanjut. Jika crew kapal tidak
bisa menangani malfungsi dan reefer
container tidak dapat diperbaiki,
pihak kapal dapat meminta untuk
membongkar muatan di pelabuhan
selanjutnya.
IV. PENUTUP
Berdasarkan uraian-uraian pada bab
sebelumnya tentang “Manajemen
Penanganan Muatan Reefer Container di
MV. San Pedro Bridge”, maka sebagai
bagian akhir dari penelitian ini peneliti
memberikan kesimpulan dan saran yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas,
yaitu:
A. Simpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab
sebelumnya, maka peneliti mengambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Persiapan-persiapan yang harus
dilakukan dalam manajemen
penanganan muatan reefer container
di MV. San Pedro Bridge adalah
persiapan yang dimulai dari
persiapan ruang muat, persiapan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018
2105
dokumen (meliputi rancangan
stowage plan dan reefer manifest),
toolbox meeting bersama awak
kapal, persiapan peralatan cargo
handling dan cargo securing serta
memastikan peralatan untuk
menyambungkan listrik kapal ke
reefer container semuanya layak dan
siap pakai.
b. Pelaksanaan manajemen penanganan
muatan reefer container di MV. San
Pedro Bridge selama pelayaran
antara lain memastikan penempatan
muatan yang sesuai; koordinasi
dengan sesama awak kapal melalui
tool box meeting serta dengan pihak
pelabuhan dan perusahaan;
pembuatan final stowage plan;
pengawasan rutin setiap hari untuk
memeriksa reefer container; dan
perbaikan kendala reefer container
selama dalam pelayaran.
B. Saran
Dari kesimpulan di atas maka
peneliti dapat memberikan saran
mengenai permasalahan yang dibahas
sebelumnya untuk dijadikan pedoman
dalam menyelesaikan masalah yang
terjadi antara lain:
a. Sebaiknya persiapan penanganan
muatan peti kemas refrigated cargo
container atau reefer yang berisi
muatan beku atau muatan dingin
sebelum dimuat di atas kapal
dilaksanakan dengan prosedur yang
telah ditentukan dan disesuaikan
dengan panduan dalam Bernhard
Schulte Shipmanagement (BSM)
Container Ship Manual agar reefer
container bisa dimuat di atas kapal
dengan aman.
b. Disarankan kepada seluruh awak
kapal untuk lebih meningkatkan
perhatian dalam hal melaksanakan
penanganan selama pelayaran sesuai
dengan proses manajemen antara
lain: Planning (perencanaan),
Organizing (pengorganisasian),
Actuating (pelaksanaan), dan
Controlling (pengendalian). Serta
sesuai dengan prinsip-prinsip utama
pemuatan, yaitu: melindungi awak
kapal, melindungi kapal, melindungi
muatan, melakukan bongkar muat
secara cepat dan sistematis, dan
mencegah terjadinya ganti rugi.
DAFTAR PUSTAKA
Bernhard Schulte Shipmanagement, BSM.
2016. Container Ship Manual.
Bernhard Schulte
Shipmanagement, BSM ©
copyright
Bungin, M Burhan. 2004. Metodologi
Penelitian Kuantitatif; Komunikasi,
Eknomi dan Publik serta Ilmu-Ilmu
Sosial lainnya. Jakarta: Kencana
hlm. 122
Herdiansyah, Haris. 2013. Wawancara,
Observasi, Dan Focus Groups.
Jakarta: Rajawali Pers
Istopo. 2000. Kapal dan Muatannya.
Jakarta: Koperasi Karyawan BP3IP
Ghony, M. Djunaidi dan Fauzan
Almanshur. 2012. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Mulyono. 2008. Manajemen Admisitrasi &
Organisasi Pendidikan.
Yogjakarta: Ar-ruzz Media
Martopo, Arso dan Soegiyanto. 2004.
Penanganan dan Pengaturan
Muatan. Semarang : Politeknik
Ilmu Pelayaran Semarang
Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge
Agus Hadi P.a, Suwiyadi
b dan Muhammad Reza Wardani
c
2106
Sudjatmiko, F. D. C. 1995. Pokok-Pokok
Pelayaran Niaga. Jakarta :
Bhratara
Pengertian charter party:
http://www.maritimeworld.web.id/
2013/11/Charter-Party-Dan-
Standar-Perjanjian-Penyewaan-
Kapal.html (akses tanggal
23/10/2017 jam 11.30)
Pengertian frozen cargo dan chilled cargo:
https://www.apl.com/wps/portal/apl/apl-
home/services/refrigerated-
cargo/knowingyourcargo/ (akses
tanggal 23/10/2017 jam 11.40)
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2107
OLAH GERAK KAPAL MV. BERNHARD SCHULTE DALAM
KONDISI LIGHTSHIP SAAT MENGHADAPI HURRICANE MATTHEW
Suwiyadia, Suherman
b dan Wibowo
c
a dan bDosen Program Studi Nautika PIP Semarang
bTaruna (NIT. 50134739 N) Program Studi Nautika PIP Semarang
ABSTRAK
Berdasar data dari laporan Allianz mengenai safety and shipping review 2016,
menjelaskan bahwa terdapat 5 buah kapal yang hilang, terbalik, maupun kandas akibat
terkena cuaca buruk dan hurricane sepanjang tahun 2015. Serta berdasar Swedish Club
Assurance, terdapat 309 klaim dengan total USD172.000 sepanjang tahun 2005-2013 yang
diakibatkan cauca buruk. Salah satu hurricane yang paling besar pada tahun 2016 adalah
Hurricane Matthew. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara berolah gerak
yang tepat dalam kondisi lightship oleh Officer kapal MV. Bernhard untuk menghindari six
motion degree terutama rolling yang besar yang dapat mengakibatkan terbaliknya kapal saat
menghadapi Hurricae Matthew. Metode penelitian adalah kualitatif desain fenomenologi
dengan teknik analisis triangulasi sumber data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a)
cara berolah gerak yang dilakukan dengan metode head seas pada daerah navigable semi-
circle, dengan pemanfaatan topografi perairan sebagai tempat shelter dan penunjang olah
gerak kapal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah menggunakan metode berolah gerak head
and bow sea, walaupun pada head and bow sea tidak dianjurkan untuk kapal dalam kondisi
lightship menggunakan metode ini. Tetapi, resiko bahaya head and bow sea tersebut dapat
diminimalisir dengan cara meminimalkan/mematikan mesin, pengaturan stabilitas, serta
pemanfaatan topografi perairan sekitar.
Kata kunci: olah gerak, hurricane, lightship
ABSTRACT
Based on Allianz report related to safety and shipping review 2016, mention about 5
vessels are lost, capsized, and aground due to heavy weather and Huricane along 2015. And
Swedish Club Assurance mentioned 309 claims with amount USD172.000 along 2005-2013.
One of the biggest Hurricane in 2016 is Hurricane Matthew. So this study aims to observe
the correct maneuvers in lightship condition performed by MV.Bernhard Schulte officer to
prevent six motions degree especially heavy rolling, that leads capsizing of te ship, during
Hurricane Matthew. The method used in this study was qualitative phenomenology design
with analysis of triangulation data resources technique. The result shows (a) the ship
maneuvering was done with head seas in semi-circle navigable area by the use of waters topography as shelter and supporter of ship maneuvering. The conclusion is using head and
bow sea maneuvering method, even it is not recommended to be used on lightship condition.
But the risk can be reduced by minimizing engine used, stability adjustment, and the use of
waters topography.
Keywords: maneuvering, hurricane, lightship
Olah Gerak Kapal Mv. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi Hurricane
Matthew
Suwiyadia, Suherman
b dan Wibowo
c
2108
I. PENDAHULUAN
Samudera Atlantik menjadi salah satu
dari tiga tempat pusat terbentuknya badai
(hurricane/typhoon/cyclone). Dalam dunia
maritim berdasar data dari laporan Allianz
mengenai safety and shipping review 2016,
menjelaskan bahwa terdapat 5 buah kapal
yang hilang, terbalik, maupun kandas
akibat terkena cuaca buruk dan hurricane
sepanjang tahun 2015. Serta berdasar
Swedish Club Assurance, terdapat 309
klaim dengan total USD172.000 sepanjang
tahun 2005-2013 yang diakibatkan cuaca
buruk. Salah satu hurricane yang paling
besar pada tahun 2016 adalah Hurricane
Matthew.
Hurricane Matthew pertama kali
terbentuk pada tanggal 28 September 2016 pada posisi 13
o12.00’N/059
o48.00’W
dengan akurasi posisi sebesar 30 NM sesuai
prakiraan cuaca (Weather Forecast) tentang
Tropical Storm yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Barbados. Pada awal
terbentuknya, Hurricane Matthew memiliki
central pressure minimum sebesar 1008MB
dengan kecepatan angin sekitar 50-60 knots
atau sekitar 92.6-111.12 km/h di mana
kecepatan angin di setiap kuadran dapat
berbeda-beda. Pada tanggal 28 September
2016 pula, Hurricane Matthew bergerak
kearah 275o dengan kecepatan 18 knots
atau sekitar 33.34 km/h.
Pada tanggal 03 Oktober 2016,
Pemerintah Bahamas mengeluarkan
Hurricane Warning untuk wilayah
Bahamas di mana pada territorial negara
tersebut MV. Bernhard Schulte, sedang
dalam posisi Lay-up di posisi
25o47.00’N/078
o09.00’W. Pada tanggal 04
Oktober 2016, Hurricane warning yang
diterbitkan oleh National Hurricane Center
Miami Florida memprediksi bahwa pada
tanggal 06 Oktober 2016 pukul 18.00
UTC+0 Hurricane Matthew akan berada
pada 25o54.00’N/078
o12.00’W dengan kata
lain akan melewati posisi lay-up.
Sehingga Master kapal MV. Bernhard
Schulte memutuskan untuk menghindar
dari bahaya Hurricane Matthew. Kondisi
kapal MV Bernhard Schulte dalam kondisi
lightship hanya ada Operational Load dan
Water Ballast sehingga menyebabkan nilai
GM sangat besar, mencapai 4.36 meter dan
memiliki rolling period 11.89 detik. Maka
sudut rolling dari kapal MV. Bernhard
Schulte mencapai 20-25 derajat sehingga
menyebabkan terjadinya six motions degree
yang sangat besar terutama rolling motion
karena pengaruh luar (angin, swell, dan
ombak) dari efek Hurricane Matthew.
Berdasar latar belakang tersebut, maka
peneliti menemukan permasalahan yang
ingin diungkapkan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana cara berolah gerak
kapal saat menghadapi Hurricane
Matthew?”
Sehingga penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui cara berolah gerak yang tepat
dalam kondisi lightship yang dilakukan
oleh Officer kapal MV. Bernhard Schulte
agar tidak mendapat six motion degree
terutama rolling yang besar dalam
menghadapi Hurricae Matthew.
“Ship handling is an art rather than a
science. However, a ship hadler who khows
the science will be better at his art.
Knowledge of the science twoll nable easy
identification of a ship’s manoeuvring
characteristics and quick evaluation of the
skills needed for control. A ship handler
needs to understand what is happening to
his ship and, more importantly, what will
happen a short time into the future.”
(Murdoch: 2013) “Ship handling is an art
and as the artist must learn how to use and
to appreciate the material available to him,
so must the ship handler have a complete
understanding of them, their abilities, and
their limitation which can enable him to
take his ship…” (Armstrong, 1994). dapat
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2109
disimpulkan bahwa olah gerak merupakan
sebuah seni yang berdasar pada ilmu
pengetahuan dan pengalaman dari seorang
navigator yang ditunjang dengan
pemahaman terhadap manouver
characteristic sebuah kapal, keterbatasan
dari sebuah kapal, dan peralatan yang
membantu navigator untuk dapat
mengontrol gerakan kapal.
“Thе motions of a ship сan bе split into
thrеe mutually pеlpеndiсular translations
of thе сеntеr of gravity G and thrее
rotations around G:
Three translations of the ship.s сenter of
gravity G in the direсtion of the X., Y- and
Z-axes:
a. surgе in thе longiшdinal X-dirесtion,
positivе forward
b. sway in thе lateral Y-dirесtion, positivе
to starboard sidе
c. hеavе in thе vеrtiсal Z-dirесtion'
positivе downward
Тhree rotations about these аxes:
a. roll about thе X-aхis, positivе right
шming
b. pitсh about thе Y-axis, positivе bow up
motion
c. yaw about thе Z-axis, positivе right
tuming” (JCA, 2009)
“The following and quartering seas
mean here that the wave direction relative
to the ship course is within 0º to 45º from
the ship's stern. The period with which a
ship travelling in following and quartering
waves encounters the waves becomes
longer than in head or bow waves.”
(Circ/MSC/707)
“…angle between keel direction and
wave direction (α = 0° means head sea)”
Circ/MSC/1228. Sesuai Circ/MSC/707
revised Circ/MSC/1228 terdapat beberapa bahaya yang ditimbulkan, seperti Surf-
riding dan broaching-to, Reduction of
intact stability when riding a wave crest
amidships, Synchronous rolling motion,
Parametric roll motions, Dangеrous
Еnсountеr With lligh Wavе Grоup.
Tropical cyclone dengan kecepatan
angin 64 knots atau lebih disebut
hurricane. Disebut Hurricane karena
tropical cyclone tersebut terjadi di daerah
North Atlantic dan Eastern North Pasific
(Holweg:2000) Angin tropical cyclone di
Atlantic Utara bergerak secara berlawan
arah jarum jam (cyclonal) di sekitar pusat
tekanan rendah. Jika Navigator menghadap
arah angin, pusat tekanan paling rendah dan
juga pusat cyclone berada pada sisi sebelah
kanan Navigator dengan posisi baringan
090o hingga 120
o. sesuai dengan hukum
Buy’s Ballot yang menjelaskan apabila
Navigator membelakangi arah angin maka
tekanan rendah akan berada di sebelah
kirinya untuk posisi pengamat di bumi
bagian utara dan berada di sebelah
kanannya untuk pengamat di bumi bagian
selatan. Dan untuk posisi tekanan tinggi
merupakan kebalikan dari posisi tekanan
rendah pada bumi bagian utara maupun
selatan.
“Light ship condition: A ship complete
in all respects, but without consumables,
stores, cargo, crew and effects, and without
any liquids on board except that machinery
and system fluids, such as lubricants and
hydraulics, are at their normal operating
levels.” (Norwegian Maritime Authority,
2013). “Lightship condition is a ship
complete in all respects, but without
consumables, stores, cargo, crew and
effects, and without any liquids on board
except that machinery and piping fluids,
such as lubricants and hydraulics, are at
operating levels.” (Circ/MSC/267 (85))
II. METODOLOGI
Dalam melakukan penelitian, peneliti
menggunakan metode deskriptif kualitatif
jenis fenomenologi. Dengan teknik analisis data berupa triangulasi data. Data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan
bukan angka-angka yang menjelaskan
makna pengalaman hidup beberapa
individu tentang konsep atau fenomena.
Yang bertujuan untuk mempersempit
pengalaman individu (dalam hal ini adalah
pengalaman Master, dan peneliti sendiri di
Olah Gerak Kapal Mv. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi Hurricane
Matthew
Suwiyadia, Suherman
b dan Wibowo
c
2110
kapal MV. Bernhard Schulte) dengan
fenomena yang menggambarkan esensi
universal dengan mengidentifikasi suatu
fenomena. (Ghozali: 2013, 427) dengan
menggunakan data primer dan sekunder.
Data primer didapat secara langsung dari
wawancara dengan Master kapal MV.
Bernhard Schulte mengenai pola pengolah
gerakan kapal saat menghadapi Hurricane
Matthew.
Dan sumber data sekunder yaitu buku,
jurnal, publikasi pemerintah tentang
indikator ekonomi, data sensus, abstrak
statistik, media, laporan tahunan
perusahaan (Ghozali: 2013, 94). Data
tersebut diperoleh dari observasi dan
dokumentasi peneliti, buku, seperti final
report Hurricane Matthew dan Nicole; A
guide to ship handling; Bowditch; Bridge
Procedure Guide edition; Handling storm at sea; practical ship handling; Newsletter
of Indo-US Science and Technology
Forum; Hurricane;, jurnal, seperti method
to avoiding tropical cyclone on the example
of hurricane Fabian; Tropical Cyclone
Tornadoes: A Review of Knowledge in
Research and Prediction; Elements of
Tropical Cyclones Avoidance Procedure;
IMO circular nomor 707 dan 1228; video
pembelajaran Videotel kode 321, 636, 661
695, 738, 743, dan dokumentasi peneliti
tentang ramalan cuaca (weather
forecasting) yang dikeluarkan oleh
National Oceanic and Atmospheric
Administration (NOAA) U.S. Department
of Commerce.
III. HASIL PENELITIAN &
PEMBAHASAN
Deskripsi permasalahan yang terjadi saat
berolah gerak menghadapi Hurricane
Matthew oleh MV. Bernhard Schulte pada
tanggal 04 Oktober hingga 08 Oktober
2016 di perairan kepulauan Bahamas dan
Florida Strait, maka dilakukan analisis
mengenai cara berolah gerak saat
Hurricane Matthew. Adapun hasil
penelitian sebagai berikut:
1. Cara berolah gerak kapal saat
menghadapi Hurricane Matthew
Dalam fase ini berolah gerak
dilakukan di sekitar daerah Strait of
Florida. Hal yang perlu diperhatikan
adalah posisi pusat Hurricane Matthew
saat itu. Hal ini dapat diketahui melalui
hukum Buy’s Ballot yang menjelaskan
apabila Navigator membelakangi arah
angin maka tekanan rendah akan berada
antara 15o-30
o di depan sebelah kirinya
untuk posisi pengamat di bumi bagian
utara dan berada di sebelah kanannya
untuk pengamat di bumi bagian selatan.
Dan untuk posisi tekanan tinggi
merupakan kebalikan dari posisi tekanan
rendah pada bumi bagian utara maupun
selatan. Ketika Hurricane bergerak kearah utara dan arah angin yang
diamati dari atas kapal berubah searah
jarum jam, maka kapal berada pada
sebelah kanan semi-circle (right –hand
semicircle). Jika arah angin berubah
secara berlawanan arah jarum jam, maka
kapal berada di sebelah kiri semi-circle
(left-hand semicircle).
Pada gambar berikut terlihat terdapat
area biru dan area merah. Area biru
merupakan navigable semi-circle area
dari Hurricane Matthew dan area merah
merupakan dangerous semi-circle area
dari Hurricane Matthew.
Gambar 1. Navigable semi-circle dan dangerous
semi-circle
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2111
a. Berdasar hasil penelitian dengan
Master mengenai cara berolah gerak
saat menghadapi Hurricane Matthew,
peneliti mendapat data sebagai
berikut:
1) Kapal sebisa mungkin harus
mendapat ombak dari depan, dan
jangan memberikan ombak pada
quaterly part dari kapal. Guna
mencegah rolling kapal berlebih.
2) Penggunaan mesin harus sesuai
dengan apa yang telah dipesankan
oleh Chief Engineer.
3) Pengaturan kecepatan kapal harus
sedemikian rupa agar tidak terjadi
slamming bump, shipping water
dan racing propeller yang dapat
mengakibatkan kerusakan
struktural kapal.
Berolah gerak pada fase ini, kapal
akan berada pada situasi
following/quatering sea dan heading
sea, sehingga kapal akan mendapat
berbagai macam fenomena berbahaya
yang dapat membahayakan kapal.
Bahaya-bahaya tersebut seperti :
1. Dangerous encounter high wave
group Ketika gelombang tersebut
memunyai kecepatan yang hampir
sama dengan kecepatan kapal,
Dangerous encounter high wave
group akan terjadi. Dengan tinggi
gelombang sebenarnya dapat
mencapai dua kali tinggi
gelombang yang teramati sesuai
dengan kondisi laut saat itu. Hal
ini dapat mengakibatkan
Synchronous rolling motion,
parametric rolling, terjadinya
fenomena berbahaya dan
meningkatkan resiko terjadinya
kapal terbalik.
2. Berkurangnya Intact Stability
ketika kapal berada di puncak
gelombang pada bagian tengah
kapal (amidship)
Radius metasentris, BM, dan
stabilitas transversal akan
bertambah atau berkurang berdasar
pada gelombang yang lewat
sepanjang lambung kapal
(perubahan bagian lambung kapal
yang tenggelam). Pengurangan
stabilitas dapat memasuki zona
kritis ketika panjang gelombang
antara 0.6L-2.3L, di mana L
adalah panjang keseluruhan kapal
(LOA) dalam meter.
Ketika kapal berada di puncak
gelombang, intact stability akan
berkurang secara substansial
sebesar hilangnya luas permukaan
air pada bagian depan dan
belakang kapal mengurangi nilai
GM kapal dan stabilitas
transversal. Disisi lain, ketika
gelombang lewat pada bagian
tengah kapal (amidship) stabilitas
bertambah pada luas permukaan
laut bagian depan dan belakang,
sehingga nilai GM kapal dan
stabilitas transversal bertambah.
Dalam rentang tersebut,
pengurangan Pada rentang
tersebut, berkurangnya stabilitas
hampir sama dengan tinggi gelombang. Hal ini sangatlah
berbahaya, karena durasi saat
berada di puncak gelombang,
dibandingkan dengan interval
waktu hilangnya stabilitas,
menjadi lebih lama. Dan semakin
cepat kecepatan kapal, semakin
besar resiko kapal terbalik.
Gambar 2. Daerah terdampak angin Hurricane
Matthew
Olah Gerak Kapal Mv. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi Hurricane
Matthew
Suwiyadia, Suherman
b dan Wibowo
c
2112
3. Synchronous rolling motion
Gerakan rolling kapal yang
besar dapat terjadi ketika periode
rolling natural (TR) kapal hampir
sama dengan periode gelombang
yang datang (TE). Ketika kapal
miring (listing) dan terdapat
gelombang yang datang, maka
ketika gelombang tersebut mulai
menghantam kapal, secara
otomatis gerakan rolling untuk
mengembalikan kapal dalam
kondisi kapal tegak terjadi dan
kekuatan hantaman tersebut
didukung oleh sisa gelombang
yang datang tersebut. Sehingga
batasan gerakan rolling kapal
sama dengan puncak gelombang
atau bahkan dapat melebihi. Dan
hal ini dinamakan sinkronisasi rolling (synchronous rolling
motion) yang menyebabkan
bahaya gerakan rolling yang hebat.
4. Parametric rolling
Parametric rolling adalah
sebuah fenomena yang tidak stabil
di mana terjadi gerakan rolling
dan pitching dengan sudut rolling
sangat besar yang sangat cepat dan
gerakan pitching yang significant.
Dimana setiap perubahan stabilitas
transversal yang bervariasi dengan
perubahan periode lengan penegak
(GZ).
Ketika kapal mengalami
pitching, bagian buritan kapal
turun, GM bertambah yang
disebabkan oleh luas bidang air
efektif (area water plane), dan
sudut miring (heel) kapal
menghasilkan momen lengan
penegak yang sangat besar. Di sisi
lain ketika kapal mengalami
pitching, bagian haluan kapal
turun, GM berkurang yang
disebabkan luas bidang air efektif,
dan kapal secara otomatis akan
mengalami sudut miring (heel)
yang lebih besar guna
menghasilkan momen lengan
penegak yang sama besar. Inilah
yang menyebabkan parametric
rolling. Dapat disimpulkan jika
GM berkurang kemungkinan kapal
mengalami parametric rolling
lebih besar. 1 putaran gerakan
rolling (kanan-kiri) terjadi setiap
2 kali gelombang penuh, sehingga
sebagai konsekuensinya amplitudo
rolling kapal akan bertambah
besar.
5. Suf-riding dan Broaching to
Ketika kapal berada di depan
bagian curam dari ombak yang
tinggi pada kondisi following dan
quatering seas, sehingga
kecepatan orbital dari partikel gelombang dapat mengakibatkan
kapal dapat berada di atas ombak,
fenomena ini dikenal sebagai surf-
riding. Pada situasi ini (kapal
bergerak menuju lembah
gelombang), dua buah gaya drift
yang berlawanan menimbulkan
momen putar.
Hal tersebut disebut dengan
broaching-to, yang dapat
membahayakan kapal terbalik
sebagai akibat dari perubahan
haluan secara mendadak dan sudut
heeling yang tidak terduga.
Broaching-to umumnya terjadi
ketika gelombang datang dari arah
belakang dengan sudut 10o-30
o
atau pada sudut 135o<α<225
o dari
sumbu depan dan belakang kapal.
Ketika menggunakan metode head
dan bow seas, kapal akan mendapat
gerakan pitching, heaving, dan
rolling. Serta akan terjadi hogging,
sogging, hingga twisting dapat juga
terjadi tergantung pada posisi relatif
kapal terhadap gelombang, seperti
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2113
ketika puncak gelombang maupun
lembah gelombang berada pada
amidship kapal, dapat memberi
kerusakan pada struktur lambung
kapal. Serta kecepatan kapal akan
cenderung berkurang sebagai akibat
dari angin dan gelombang.
Penggunaan metode ini dengan
pertimbangan:
1. Gerakan pitching
Gerakan pitching yang yang
paling signifikan terjadi ketika
menggunakan metode ini,
ditentukan oleh panjang
gelombang relatif dengan panjang
kapal. Gerakan pitching kapal
akan terasa tidak terlalu signifikan
ketika panjang gelombang lebih
pendek dibanding panjang kapal,
karena dampak dari gelombang
kecil. Gerakan pitching dan
heaving kapal terjadi dengan
bagian haluan kapal terangkat
sesuai dengan gerak gelombang.
Ketika panjang gelombang sama
panjang dengan panjang kapal,
gerakan kapal akan lebih sering.
Gerakan heaving kapal akan
terjadi pada puncak gelombang
dan haluan (bow) akan terjun ke
dalam gelombang yang baru
terjadi. Dan terjadi perbedaan level
air relatif terhadap gelombang
pada bagian haluan dan buritan
kapal menjadi lebih besar
menyebabkan propeller terangkat
ke atas (propeller racing),
shipping water, dan fenomena
slamming. Dengan kata lain
gerakan pitching inilah yang
menjadi sebab fenomena-fenomena di bawah ini terjadi.
2. Propeller racing
Race (Propeller racing)
merupakan keadaan dimana
propeller kehilangan beban yang
berakibat terjadi perputaran
propeller yang cepat secara
seketika, dan menghasilkan
getaran yang cukup kuat. Hal ini
dapat menyebabkan kerusakan
propeller, propeller shaft, serta
mesin induk. Terjadi ketika buritan
kapal terangkat (heave) karenanya
gerakan relatif antara level air dan
buritan bertambah, sehingga
buritan terangkat keluar dari air
dan sebagian baling-baling ikut
terangkat keluar.
Ketika kapal dalam kondisi
ballast/lightship dalam melakukan
metode olah gerak ini, draft
buritan harus diperdalam, trim by
stern, sehingga rasio antara
terbenamnya propeller dengan
diameter propeller harus di selalu
20% atau lebih.
3. Shipping water
Merupakan air yang naik keatas
deck melalui forecastle bulwark.
Green water ini dapat
menimbulkan beberapa bahaya,
terutama pada permesinan deck,
deck cargo, dan hatch cover.
Dengan mempertimbangkan
skala beaufort yang sedang
berkembang dan tergantung dari
bentuk kapal dan kecepatan.
semakin lambat kapal,
kemungkinan terjadi shipping
water semakin sedikit.
4. Slamming bump
Terjadi ketika kapal mengalami
pitching dengan panjang
gelombang lebih panjang daripada
panjang kapal. kapal dalam
kondisi lightship dengan trim-by-stern rentan mengalami slamming
dibandingkan kapal dalam kondisi
full-loaded.
Olah gerak saat menghadapi
Hurricane Matthew, dimulai pada
tanggal 05 Oktober 2016 pukul
2400LT dengan posisi Hurricane
Olah Gerak Kapal Mv. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi Hurricane
Matthew
Suwiyadia, Suherman
b dan Wibowo
c
2114
berdasar public advisory 32 pukul
2300EDT berada di
24o24,00’N/076
o24,00’W dan posisi
kapal pukul 2400LT berada posisi
23o50,00’N/080
o43,06’W dengan
jarak antara pusat Hurricane dengan
kapal sebesar 239NM dengan
baringan 081o.
Berdasar pada arah pergerakan
angin yang terobservasi pada tanggal
05 Oktober 2016 hingga 06 Oktober
2016 antara West hingga East , di
mana pada saat itu posisi Hurricane
Matthew telah berada di Kepulauan
Bahamas dan bergerak northwest
menuju pantai timur Amerika,
sehingga kapal mendapat gelombang
yang cukup tinggi sebesar 2.5 meter,
tinggi gelombang dari 4,8m menjadi
2,5m diakibatkan karena adanya refraction effect yang diakibatkan
oleh topografi perairan yang dangkal.
Semakin dalam sebuah perairan,
semakin besar tenaga gelombang
yang dihasilkan oleh sebuah
Hurricane, Semakin lemah pula
kekuatan dari gelombang ketika
mencapai perairan dangkal. Dan efek
angin yang dihasilkan juga
terpengaruh dari adanya pulau-pulau
sekitar sebagai penghambat/pembelok
laju angin.
Saat berolah gerak kapal akan
berada pada posisi lee shore, di mana
memanfaatkan pulau sebagai tempat
berlindung (shelter). Sebagaimana
dijelaskan dalam wind force effect, di
mana kecepatan angin akan
berkurang atau dibelokkan jika
membentur permukaan yang tidak
rata. Hal ini dapat menjadi strategi
berolah gerak kapal saat menghadapi
Hurricane Matthew.
Kapal MV Bernhard Schulte pada
fase ini, menggunakan metode head
dan bow sea untuk berolah gerak, hal
tersebut berdasar pada data stabilitas,
di mana kapal pada kondisi lightship
dengan kondisi draft trim-by-stren,
dengan besaran trim 4.56m, memiliki
nilai GM actual sebesar 4.356m dan
sudut terlebar untuk lengan pembalik
GZ adalah 60o dengan limit 25
o.
Mempunyai amplitudo rolling 22.7o
dan periode rolling kapal sebesar
11.89 detik. Keadaan stress dan
bending moment kapal telah
memenuhi syarat. Dan kapal
terkadang mengalami gerakan rolling
dengan intensitas easily hingga
moderately.
Dalam metode head and bow seas
terdapat resiko terjadinya racing
propeller berdasar pada trim and
stability tabel of MV. Bernhard
Schulte serta data stabilitas didapat
perhitungan mengenai propeller
immersion.
( (
))
( (
))
Da Draft at A.P.
Df Draft at F.P,
Dm Mean Draft = (Da+Df)/2
A Distance from A.P. to propeller
center 5.6m
t Trim = Da - Df
dAP Draft at propeller position
Hs Height of shaft center line above of
the keel 4.421m
LBP Length of Perpendicular 251m
D Diameter of propeller 7.8m
Gambar 4. Pergerakan angin Hurricane
Matthew tanggal 06 Oktober 2016
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2115
(
)
(
)
Propeller hanya terbenam sebesar
96.8%. Dan berdasar pada teori diatas
di mana rasio antara terbenamnya
propeller dengan diameter propeller
harus di selalu 20% atau lebih.
Tetapi pada kenyataannya tidak
terpenuhi, rasio antara terbenamnya
propeller dengan diameter propeller
MV. Bernhard Schulte saat itu
sebesar -0,151 ≤ 0,2 (20%). Sehingga
terdapat kemungkinan terjadinya
racing propeller jika MV. Bernhard
Schulte menggunakan mesinnya
untuk berolah gerak.
Akan tetapi kapal sesekali
menggunakan mesin maju untuk
mengatur pergerakan kapal agar kapal
tidak berada pada situasi following
dan quatering sea. Sehingga kapal
masih berada di luar dari zona bahaya
berdasar pada V/T diagram pada
encountering to highwave group.
Walaupun kapal masih berada di luar
dari zona bahaya, tetapi harus
diperhatikan untuk tidak
menempatkan kapal dengan sudut
gelombang antara 20-60o dari buritan
karena akan meningkatkan resiko
terbaliknya kapal.
Saat itu kapal mendapat
gelombang dari bagian seperempat
dari belakang dengan periode
gelombang yang diamati sekitar 12
detik, sehingga berdasar pada
encounter wave diagram, didapat
encounter wave periode (TE) hampir
mendekati 12 dengan sudut
datangnya gelombang antara 30-45o
dan dengan kecepatan kapal saat
maksimal pada saat itu adalah 6knots.
Sehingga Tr/TE hampir mendekati
1 yang akan menyebabkan
synchonious rolling. menyebabkan
akan mengalami bahaya rolling yang
sangat besar akibat mendapat
synchonious rolling. Besarnya sudut
rolling kapal berdasar pada
dokumentasi peneliti, mencapai 20o-
25o. Besar sudut rolling tersebut
adalah besar sudut rolling di kamar
mesin. Sehingga bisa dibayangkan
besarnya sudut rolling saat berada di
anjungan.
Dan terjadinya slamming harus
diperhatikan karena kapal dalam
kondisi lightship dengan trim-by-
stren rentan mengalami slamming
dibandingkan kapal dalam kondisi
full-loaded. Serta frekuensi dari
pengurangan kecepatan kapal pun
menjadi pilihan paling efektif untuk
digunakan. Dan pengurangan
kecepatan pun dapat mengurangi
terjadinya resiko shipping water.
Sehingga Master kapal MV. Bernhard
Schulte mengambil tindakan untuk
tetap berolah gerak secara head sea
dengan kondisi mesin mati dan hanya
memberi kick untuk mempertahankan
posisi kapal serta mesin agar tetap
mendapat head sea. Dengan durasi
penggunaan mesin setiap 1 hingga 2 jam, sesuatu perintah dari Chief
Engineer.
IV. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas
mengenai analisis olah gerak kapal
Gambar 5. Encounter wave diagram
Olah Gerak Kapal Mv. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi Hurricane
Matthew
Suwiyadia, Suherman
b dan Wibowo
c
2116
dalam kondisi lightship saat menghadapi
Hurricane Matthew, maka dapat
disimpulkan bahwa.
a. Cara mengolah gerakan kapal melihat
pada kondisi kapal MV. Bernhard
Schulte dalam kondisi lightship dan
keadaan laut sekitar.
Master kapal menggunakan
metode berolah gerak head and bow
sea daripada menggunakan metode
berolah gerak following and
quatering sea, yang memiliki resiko
lebih besar untuk kapal terbalik
dibandingkan dengan menggunakan
head and bow sea. Walaupun pada
head and bow sea tidak dianjurkan
untuk kapal dalam kondisi lightship
menggunakan metode ini. Tetapi,
resiko bahaya head and bow sea
tersebut dapat diminimalisir dengan cara mematikan mesin, pengaturan
stabilitas, serta pemanfaatan topografi
perairan sekitar. Sehingga tidak
terjadi fenomena slamming yang
sangat keras, pitching yang sangat
besar, kemungkinan resiko shipping
water yang mengancam permesinan
deck menjadi lebih kecil, serta
terjadinya racing propeller dapat
diminalisir. Serta kapal harus berada
pada daerah navigable semi-circle,
karena kapal cenderung terhempas
menjauh dari dari jalur Hurricane dan
kapal masih dapat diolahgerakan.
2. Saran
Beradasarkan hasil pembahasan di
atas mengena saat dalam menghadapi
Hurricane Matthew maka peneliti
memberi saran sebagai berikut:
a. Pengolah gerakan kapal yang
dilakukan oleh para officer guna
mengadapi Hurricane dalam kondisi
kapal lightship disarankan untuk:
1) Sebisa mungkin kapal berada pada
navigable semicircle.
2) Penggunakan metode head seas
saat menghadapi hurricane.
Master kapal MV. Bernhard Schulte
menyarankan untuk berolah gerak
pada saat Hurricane harus
mempertimbangkan kondisi alam
seperti angin dari efek Hurricane,
arus, dan apabila di sekitar perairan
tersebut terdapat pulau dapat
dimanfaatkan sebagai tempat
berlindung (shelter) kapal. Sehingga
kapal akan terhindar dari resiko kapal
hilang/terbalik, maupun resiko kapal
mendapat six motion degree terutama
gerakan rolling yang sangat parah.
DAFTAR PUSTAKA
Allianz Global Corporate & Specialty.
2016. Safety and Shipping Review 2016. Munich: Allianz Global
Corporate & Specialty
Armstrong, Malcolm C. 1994. Practical
Ship Handling. Glasgow: Brown
Son & Ferguson Ltd.
Bowditch, Nathaniel. 2002. The American
Practical Navigator. Maryland:
National Imagery and Mapping
Agency
Edwards, R., 2012. Tropical Cyclone
Tornadoes: A Review of Knowledge
in Research and Prediction.
Electronic J. Severe Storms
Meteor., Vol. 7, No. 6: 1–61
Ghozali, Imam. 2013. Desain Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif Akuntansi,
Bisnis dan Ilmu Sosial Lainnya.
Semarang : Yoga Pratama
Holweg, Eric J. 2000. Mariner’s Guide For
Hurricane Awareness In The North
Atlantic Basin. Florida: National
Hurricane Center
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018
2117
IMO, Guidance to the Master for Avoiding
Dangerous Situation in Following
and Quatering Seas (IMO
doc.MSC/Circ.707, 19 October
1995)
IMO, Revised Guidance to The Master for
Avoiding Dangerous Situations in
Adverse Weather and Sea
Conditions (IMO doc.
MSC.1/Circ.1228, 11 January 2007)
IMO, Revision of The Code on Intact
Stability (IMO doc. SLF 48/4/8, 10
June 2015)
International Chamber of Shipping. 2016.
Bridge Procedure Guide Fifth
Edition. London: Marisec
Publication
ITF. 2017. STCW A guide for Seafarers.
London: ITF
Japan Captain’s Assosiation. 2009. A Guide
to Ship Handling The Best
Seamanship. Tokyo: IMMAJ
Kountur, Ronny. 2009. Metode untuk
Penulisan Skripsi dan Tesis. PPM:
Jakarta
L. Wu, Y.wen & Y. Cai. 2014. Ship
Routeing Design for Avoiding
Heavy Weather and Sea Conditions.
Poland: International Journal on
Marine Navigation and Safety of
Sea Transportation. Vol. 8, No.
4:551-556
Latto, Andrew S. dan Todd B. Kimberlain. 2017. Tropical Cyclone Report:
Hurricane Nicole (AL152016).
Florida: National Hurricane Center
Medyna, Piotr, Bernard Wiśniewski, &
Jarosław Chomski. 2010. Methods
of Avoiding Tropical Cyclone on
The Example of Hurricane Fabian.
Maritime University of Szczecin:
Scientific Journals. Vol. 20, No. 92:
92–97
Mohanty, Dev Niyogi, dan Subhasih
Tripathy. 2012. Tropical Cyclone
Prediction Eye on The Storm.
Newsletter of IUSSTF. Vol.
4(2):04-11
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya
_______________. 2005. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Narbuko, Cholid., Abu Achmadi. 2010.
Metodologi Penelitian. Jakarta:
Bumi Aksara
Norwegian Maritime Authority. 2013.
Procedures for Determination of
Lightship Displacement and Centre
of Gravity of Norwegian Ships.
Norwegia: Norwegian Maritime
Authority
Stewart, R.Stacy. 2017. Tropical Cyclone
Report: Hurricane Matthew
(AL142016). Florida: National
Hurricane Center
Papanikolaou, A. 2014. Ship Design
Methodologies of Preliminary
Design. New York: Springer
Pielke, Roger A. 1998. Hurricanes Their
Nature and Impact on Society.
Chichester: John Wiley&Sons Ltd.
Roth, Hal. 2009. Handling Storm at Sea.
Pennsylvania: McGraw-Hill
Companies, Inc
SOLAS 1/7/02 (Chapter V Safety of
Navigation)
Olah Gerak Kapal Mv. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi Hurricane
Matthew
Suwiyadia, Suherman
b dan Wibowo
c
2118
Soliman, Mohamed, Mohamed Nabil
Elnabawy. 2015. Impact of Fatigue
on Seafarer’s Performance.
IMPACT: International Journal of
Research in Engineering &
Technology. Vol.3, No.10: 87-100
Subandrijo, Djoko. 2011. Olah Gerak dan
Pengendalian Kapal. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang
Videotel No. 321, 636, 661 695, 738, 743
Wisniewski & P. Kaczmarek. 2012.
Elements of Tropical Cyclones
Avoidance Procedure. Poland:
International Journal on Marine
Navigation and Safety of Sea
Transportation. Vol. 6, No. 1:119-122
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 7 No. 2 Edisi Mei 2018
2119
PERANAN NAKHODA DALAM MEMOTIVASI SEMANGAT KERJA
KRU DI ATAS KAPAL KN. BIMA SAKTI
Firdaus Sitepu
Dosen PIP Semarang
ABSTRACT
The role of the skipper to give motivation to the crew work is urgently needed to
provide impetus in implementing the tasks and jobs on the boat and avoid delay and buildup.
The method used in this research is descriptive qualitative. Data were obtained using the
technique of direct interviews and a questionnaire that is provided to the crew. And to receive
data from the literature related to the title of this research. The conclusion of this study is the
motivation of the crew on board was influenced by encouragement from the skipper. And the
result is positive. The crew’s performance is getting better and this is expected to be mainted.
Keywords : motivation, crew, KN. Bima Sakti
ABSTRAK
Peranan Nakhoda untuk memberikan motivasi kerja kepada anak buah kapal sangat
dibutuhkan untuk memberikan dorongan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di atas
kapal dan tidak terjadi penundaan dan penumpukan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua kru
yang bekerja di atas kapal KN. BIMA SAKTI. Data yang diperoleh menggunakan teknik
wawancara langsung dan dengan kusioner yang di berikan kepada kru. Serta mendapat
dalam penelitian ini adalah motivasi kerja kru di atas kapal dipengaruhi oleh dorongan dari
Nakhoda. Dan hasilnya posiitif. Kinerja kru semakin membaik dan diharapkan ini dapat
dipertahankan.
Kata kunci : motivasi, kru, KN. Bima Sakti
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara maritim
yang terdiri dari pulau-pulau yang
dipisahkan oleh lautan. Untuk
memudahkan berbagai macam aktifitas di
atas laut diperlukan sebuah alat trasportasi.
Kapal laut merupakan sarana transportasi
yang penting dalam aktifitas hubungan
antara masyarakat dari pulau satu dengan
pulau lainnya. Pemimpin di atas kapal
adalah Nakhoda. Nakhoda mempunyai
wewenang dan tanggung jawab penuh atas
terlaksananya pelayaran yang baik
berkaitan dengan keselamatan kapal,
muatan, penumpang, keselamatan kru
kapalnya serta memotivasi awak kapal
agar selalu memperhatikan dan mematuhi
ketentuan sistem manajemen keselamatan.
Motivasi kerja merupakan salah satu
faktor yang dapat meningkatan kinerja kru.
Baik buruknya kinerja kru ditentukan oleh
motivasi. Kru agar mau bekerja pada
umumnya harus mempunyai motivasi.
Motivasi berarti suatu kondisi yang
mendorong atau menjadi penyebab
seorang melakukan suatu perbuatan atau
kegiatan, yang berlangsung secara sadar
(Nawawi, 2000 : 87). Menurut Steer
(2001), faktor yang mempengaruhi kinerja
Peranan Nakhoda Dalam Memotivasi Semangat Kerja Kru Di Atas Kapal Kn. Bima Sakti
Firdaus Sitepu
2120
adalah motivasi kerja, selanjutnya
menjelaskan bahwa motivasi mempunyai
kekuatan kecenderungan seseorang atau
individu untuk melibatkan diri dalam
kegiatan yang mengarah kepada sasaran
dalam pekerjaan sebagai kepuasaan, tetapi
lebih lanjut merupakan perasaan senang
atau rela bekerja untuk mencapai tujuan
pekerjaan, sehingga pekerjaan bias selesai
tepat waktu.
Dalam Undang-Undang N0. 21 Tahun
1992 tentang pelayaran mendefinisikan
“Pemimpin kapal itu adalah salah seorang
dari awak kapal yang menjadi pimpinan
umum di atas kapal untuk jenis dan ukuran
tetentu serta mempunyai wewenang dan
tanggung jawab tertentu, berbeda yang
dimiliki Nakhoda”.
„Nakhoda kapal adalah salah seorang dari
awak kapal yang menjadi pimpinan umum
di atas kapal dan mempunyai wewenang
dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.”
“Awak kapal adalah orang yang bekerja
atau dipekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk
melakukan tugas di atas kapal sesuai
dengan jabatannya yang tercantum dalam
buku sijil.”
Sebagai makhluk sosial manusia
membutuhkan bantuan orang lain.
Manusia akan selalu berusaha untuk
memenuhi kebutuhannya dan memerlukan
motivasi atau dorongan dari orang lain
untuk mencapai apa yang menjadi tujuan
hidupnya.
Pimpinan organisasi atau perusahaan
merupakan orang yang bekerja dengan
bantuan dari para bawahannya, yaitu
karyawan. Oleh karena itu, sudah menjadi
kewajiban dari seorang pimpinan untuk
mengusahakan agar para karyawan
berprestasi. Kemampuan bawahan untuk
dapat berprestasi disebabkan dengan
adanya dorongan atau motivasi.
Pemberian motivasi dengan tepat akan
dapat menimbulkan semangat, gairah dan
keikhlasan kerja dalam diri seseorang.
Meningkatnya kegairahan dan kemauan
untuk bekerja dengan sukarela tersebut
akan menghasilkan pekerjaan yang lebih
baik, sehingga akan meningkatkan
produktivitas kerja. Sedangkan seseorang
yang mempunyai motivasi kerja rendah,
mereka akan bekerja seenaknya dan tidak
berusaha untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
Motivasi kerja dapat memberi energi
yang menggerakkan segala potensi yang
ada, menciptakan keinginan yang tinggi
dan luhur serta meningkatkan kegairahan
dan kebersamaan.
Dari pengertian motivasi kerja di atas,
mendorong beberapa ahli untuk ikut
berpendapat mengenai motivasi kerja
meliputi:
1. Menurut Pandji Anoraga Motivasi kerja
adalah kemauan kerja karyawan yang
timbulnya karena adanya dorongan dari
dalam pribadi karyawan yang
bersangkutan sebagai hasil integrasi
keseluruhan daripada kebutuhan
pribadi, pengaruh lingkungan fisik dan
pengaruh lingkungan sosial dimana
kekuatannya tergantung daripada proses
pengintegrasian tersebut.
2. Ernest J. McCormick Motivasi kerja
adalah kondisi yang berpengaruh
membangkitkan, mengarahkan dan
memelihara perilaku yang berhubungan
dengan lingkungan kerja.
3. Berelson dan Steiner dalam Siswanto
Sastrohadiwiryo, motivasi kerja adalah
Keadaan kejiwaan dan sikap mental
manusia yang memberikan energi,
mendorong kegiatan atau
menggerakkan dan mengarah atau
menyalurkan perilaku ke arah mencapai
kebutuhan yang memberi kepuasan atau
mengurangi ketidakseimbangan.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 7 No. 2 Edisi Mei 2018
2121
Dari pendapat-pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah
sesuatu yang mendorong seseorang, baik
berasal dari dalam maupun dari luar diri
seseorang, sehingga seseorang tersebut
akan memiliki semangat, keinginan dan
kemauan yang tinggi untuk melaksanakan
aktivitas kerja.
Begitu pula di atas kapal pada
kenyataannya masih banyak pekerjaan
yang tidak selesai sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan, hal ini disebabkan
karena kurangnya semangat kerja kru di
atas kapal.
Salah seorang pelaut mengemukakan
pengalamannya pada saat kapal sandar di
pelabuhan dalam Tanjung Mas terjadi
perkelahian antara kru kapal yang berawal
dari adu mulut, hal ini disebabkan karena
salah seorang kru berhenti bekerja sebelum
waktu yang telah ditetapkan di atas kapal
sedangkan target pekerjaan yang ingin
diselesaikan saat itu masih banyak yang
belum selesai sehingga bosun marah dan
menegur kru tersebut karena kru tersebut
mersa tersinggung perkelahian tersebut
tidak dapat dihindari, dengan kejadian ini
membuat kurangnya hubungan yang
harmonis antara kru kapal. Hal ini terjadi
karena kurangnya perhatian dari perwira
kapal khususnya Nakhoda, kurangnya
perhatian Nakhoda membuat kru kurang
termotivasi dalam bekerja sehingga
banyak kru yang bermalas-malasan dalam
bekerja yang mengakibatkan banyak
pekerjaan yang tidak selesai sesuai dengan
target yang telah ditentukan.
Rendahnya motivasi kerja yang dimiliki
oleh awak kapal karena kejenuhan yang
dialami karena masa kontrak kerja yang
sudah lewat, juga kurangnya komunikasi
antara Nakhoda dan crew. Permasalahan
ini perlu segera diatasi, sehingga kinerja
awak kapal dapat meningkat lagi sehingga
pengoperasian kapal dapat berjalan lancar
seperti yang diharapkan.
Sesuai hal tersebut di atas, maka
peneliti terdorong untuk melakukan
penelitian dengan judul “Peranan
Nakhoda Dalam Memotivasi Semangat
Kerja Kru Di Atas Kapal KN. Bima
Sakti”. Berdasarkan latar belakang di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimana hubungan peranan
nakhoda terhadap peningkatan motivasi
kerja kru di atas kapal ?
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui peranan Nakhoda dalam
memotivasi semangat kerja kru di atas
kapal.
a. Untuk mengidentifikasi masalah
mengapa kinerja ABK menurun di atas
kapal.
b. Untuk mengetahui penyebab dalam
masalah peran dan tanggung jawab
Nakhoda dalam meningkatkan kinerja
ABK di atas kapal sehingga
pengoperasian kapal dapat berjalan
dengan baik.
c. Untuk mencari upaya meningkatkan
kinerja ABK dalam mengoperasikan
kapal.
II. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sempel
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua kru yang bekerja di atas kapal.
Adapun sampel kru dalam penelitian ini
adalah kru kapal KN. Bimasakti
B. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data mengenai
variabel yang akan diteliti, peneliti
menggunakan teknik :
1. Kuesioner (angket) pilihan ganda
yang akan disebarkan kepada
responden. Kuesioner ini digunakan
untuk mengukur variabel motivasi
dari nakhoda kepada kru di atas
kapal.
2. Wawancara, tanya jawab yang
dilakukan dengan responden untuk
memperoleh informasi tentang
kejadian-kejadian di atas kapal
selama mereka sandar atau berlayar
Peranan Nakhoda Dalam Memotivasi Semangat Kerja Kru Di Atas Kapal Kn. Bima Sakti
Firdaus Sitepu
2122
dan informasi guna melengkapi data
yang belum terjadi melalui
kuesioner.
C. Teknik Analisis Data
Dari data penelitian yang terkumpul,
selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis deskriptif
kualitatif. Teknik ini dimaksudkan
untuk menggambarkan peranan
Nakhoda dalam memotivasi semangat
kerja para kru di atas kapal.
III. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Analisis diskriptif yaitu analisis yang
digunakan untuk menggambarkan data
yang diperoleh dari responden. Dalam hal
ini persepsi responden terhadap pengaruh
Nakhoda dalam memotivasi semangat
kerja kru di atas kapal.
Kehidupan di atas kapal merupakan
suatu organisasi kecil dan dengan
lingkungan yang terbatas, maka
keharmonisan anak buah kapal dan
semangat kerja yang tinggi memiliki
peranan penting dalam meningkatkan
kinerja para pelaut di atas kapal.
Awalnya, kepemimpinan dipercaya
oleh masyarakat dahulu bahwa
kepemimpinan merupakan suatu bapak
yang tidak semua orang dapat memiliki
bakat kepemimpinan karena
kepemimpinan merupakan kemampuan
yang dibawa sejak lahir. Sehingga banyak
orang yang berpendapat bahwa teori dan
ilmu kepemimpinan tidak dibutuhkan.
Kepemimpinan dapat sukses dijalankan
tanpa didasari oleh teori, tanpa pelatihan
dan pendidikan sebelumnya.
Kepemimpinan adalah jenis pemimpin
yang tidak ilmiah yang dilakukan
berdasarkan bakat menguasai seni
memimpin. Dalam perkembangannya,
kepemimpinan secara ilmiah bermunculan
dan terus berkembang seiring dengan
pertumbuhan manajemen ilmiah (scientific
managemen), yang dipelopori oleh
ilmuwan Frederick W. Taylor abad ke-20
dan perkembangannya memunculkan satu
ilmu kepemimpinan yang tidak didasari
dari bakat dan pengalaman saja, tetapi
mempersiapkan secara berencana dan
melatih yang dilakukan dengan
perencanaan, percobaan, penelitian,
analisis, supervisi dan penggemblengan
secara sistematis untuk membagikan sifat-
sifat pemimpin yang unggul, agar mereka
berhasil dalam setiap tugasnya.
Berkembangnya ilmu kepemimpinan,
kepemimpinan berdasarkan bakat alam
tidak lagi menjadi acuan, namun
kepemimpinan melalui pelatihan dan
pendidikan menjadi kemampuan untuk
memengaruhi menggerakkan suatu karya
bersama. Kepemimpinan adalah suatu
kekuatan yang menggerakkan perjuangan
atau kegiatan yang menuju sukses.
Kepemimpinan dapat juga diartikan
sebagai proses memengaruhi atau memberi
contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya
dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan merupakan proses
mempengaruhi aktivitas kelompok dalam
rangka perumusan dan pencapaian tujuan.
Kepemimpinan berasal dari kata
pemimpin. Pengertian pemimpin adalah
suatu peran atau ketua dalam sistem di
suatu organisasi atau kelompok.
Sedangkan kepemiminan merupakan
kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
memengaruhi orang-orang untuk bekerja
mencapai tujuan dan sasaran.
a. Hal-hal yang menyebabkan Nakhoda
memotivasi semangat kerja ABK di
atas kapal ialah :
1. Gaya kepemimpinan Nakhoda
Kepemimpinan di atas kapal turut
mempengaruhi motivasi kerja kru.
Gaya kepemimpinan yang dimaksud
adalah cara Nakhoda menjalankan
kepemimpinannya sehingga dapat
memberi dorongan pada kru untuk
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 7 No. 2 Edisi Mei 2018
2123
bekerja secara efektif dan efisien.
Dalam penelitian ini kepemimpinan
Nakhoda dititikberatkan pada dua hal
pokok yaitu gaya kepemimpinan dan
kemampuan kepemimpinan untuk
mengarahkan dan memberi bimbingan
kepada bawahan untuk bekerja dengan
baik. Dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan di atas kapal sangat baik
bila Nakhoda bersikap ramah dan
memberikan kesempatan kepada kru
untuk menyampaikan ide-ide mereka.
Pemimpin itu mempunyai sifat,
kebiasaan. Temperamen, watak, dan
kepribadian sendiri yang unik dan khas,
sehingga tingkah laku dan gayanya
sendiri membedakan dirinya dengan
orang lain. Gaya atau style hidupnya
pasti akan mewarnai perilaku dan tipe
kepemimpinannya.
Tipe kepemimpinan Nakhoda pada
kapal ini yaitu kepemimpinan suportif
di mana Nakhoda bersikap ramah dan
menunjukkan perhatian kepada kru atau
bawahannya. Gaya kepemimpinan
Nakhoda tersebut dapat meningkatkan
kerja kru di atas kapal.
2. Pemberian Motivasi Secara
Langsung
Motivasi adalah dorongan yang
dimiliki individu yang merangsang
untuk melakukan tindakan atau
kegiatan dalam mencapai tujuan yang
diharapkan pada penelitian ini
pemberian motivasi dititikberatkan
pada pemberian himbauan agar kru
menyelesaikan tugas dan tanggung
jawabnya sehingga tidak terjadi
penumpukan pekerjaan.
Motivasi yang baik dapat diukur dari
tingginya semangat kerja kru dalam
melaksanakan tugas pokok tepat waktu
sedangka motivasi yang kurang dapat
pula dilihat dari rendahnya gairah dan
semangat kerja kru dalam
melaksanakan tugas pokok sehingga
sering terjadi penundaan dalam
menyelesaikan pekerjaan.
3. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan merupakan sifat dan
kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan, pemahaman, pengalaman,
akal sehat dan wawasan yang dalam.
Kebijaksanaan adalah akumulasi dari
ilmu, pengetahuan, dan pencerahan.
Orang yang bijaksana mempunyai
kualitas dalam berpengetahuan, serta
mempunyai kapasitas untuk
menggunakannya. Dia mengetahui
masukan yang baik serta dapat
mengolahnya menjadi hasil yang baik.
Dia mempunyai ketajaman akal, adil,
cerdas, dan mahir tentang ilmu
pengetahuan tertentu.
Kebijaksanaan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi motivasi
kerja kru. Kebijaksanaan yang
dimaksud penelitian ini adalah meliputi
peraturan-peraturan di atas kapal yang
menyangkut tata kerja dan mekanisme
kerja kru. Mengenai tata kerja,
penelitian yang diadakan
memperhatikan bahwa perintah atau
instruksi yang dibuat Nakhoda belum
tentu memadai.
Dengan adanya perintah dan intruksi
yang jelas dapat memudahkan kru
dalam bekerja sehingga dapat
meningkatkan motivasi kerja mereka,
hal ini dapat dilihat dari pendapat kru
terhadap pengaruh kebijaksanaan yang
dibuat Nakhoda.
4. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dalam suatu
perusahaan termasuk salah satu hal
yang penting untuk diperhatikan.
Meskipun lingkungan kerja tidak
melaksanakan proses produksi dalam
suatu perusahaan, namun lingkungan
kerja mempunyai pengaruh langsung
terhadap para karyawan yang
melaksanakan proses produksi tersebut.
Lingkungan kerja yang memusatkan
bagi karyawannya dapat meningkatkan
kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja
yang tidak memadai akan dapat
Peranan Nakhoda Dalam Memotivasi Semangat Kerja Kru Di Atas Kapal Kn. Bima Sakti
Firdaus Sitepu
2124
menurunkan kinerja dan akhirnya
menurunkan motivasi kerja karyawan.
Lingkungan kerja juga
mempengaruhi semangat kerja kru.
Lingkungan kerja yang dimaksud
adalah keadaan di mana kru dapat
bekerja dengan tenang dan nyaman
sehingga benar-benar dapat
meningkatkan motivasi kerjanya.
Penelitian ini dititikberatkan pada
bagaimana Nakhoda menciptakan
suasana kerja yang nyaman dengan
selalu siap memberikan petunjuk dan
pengarahan terhadap masalah-masalah
yang timbul dalam pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab kru dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
Lingkungan kerja yang baik akan
berpengaruh positif terhadap motivasi
kerja kru dalam menyelesaikan tugas
dan tanggung jawabnya, hal ini dapat
dilihat dari pendapat kru tentang
pengaruh lingkungan kerja terhadap
motivasi kerja kru.
b. Nakhoda Mempuyai Wewenang dan
Tanggung Jawab Penuh Bagi
Keselamatan Kapal, Kru, Muatan dan
Penumpang.
Setiap kapal laut dipimpin oleh
seorang Nakhoda, di mana seorang
Nakhoda bertanggung jawab atas
keselamatan. Nakhoda adalah
pemimpin kapal, yaitu seorang tenaga
kerja yang telah menandatangani
perjanjian kerja laut dengan perusahaan
pelayaran sebagai Nakhoda ,yang
memenuhi syarat dan tercantum dalam
sijil anak buah kapal sebagai Nakhoda
ditandai dengan mutasi dari perusahaan
dan pencantuman namanya dalam surat
laut.
Seorang Nakhoda dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari di
atas kapal mempunyai jabatan-jabatan
sebagai berikut:
1) Nakhoda sebagai pemimpi kapal
Nakhoda merupakan pemimpin
tertinggi dalam mengelola,
melayarkan dan mengarahkan kapal
tersebut. Hal yang lebih penting lagi
adalah Nakhoda sebagai pemimpin
kapal harus melayarkan kapalnya
dari suatu tempat ke tempat lain
dengan aman, tepat waktu, praktis
dan selamat.
2) Umum
Nakhoda bertugas untuk
menertipkan kapal. Anak buah kapal
harus patuh kepadanya, dengan
konsekuensi sebaliknya setiap
perintah Nakhoda yang tidak pantas
boleh diadukan kepada pihak yang
berwenang oleh anak buah kapal.
3) Nakhoda sebagai jaksa atau abdi
hukum
Nakhoda dalam mengatasi atau
menanggulangi suatu perkara atau
kejahatan diperbolehkan menahan
seseorang untuk pengamanan dan
pengusutan perkaranya, yang
kemudian dituangkan dalam sebuah
berita acara untuk kemudian
diserahkan kepada kepolisian atau
kejaksaan di pelabuhan berikutnya.
4) Nakhoda sebagai pegawai
pencatatan sipil
Dalam suatu perjalanan pelayaran
dapat saja terjadi hal-hal
menyangkut kehidupan manusia,
seperti kelahiran, kematian,
perkawinan, dan lain-lain. Namun
kemungkinan yang benar-benar
terjadi hanyalah kelahiran dan
kematian maka Nakhoda diberi tugas
sebagai pegawai catatan sipil dengan
mencatat semua kejadian di dalam
buku harian kapal dengan disaksikan
oleh dua orang saksi.
5) Nakhoda sebagai notaris
Nakhoda dapat bertindak sebagai
notaris dalam pembuatan surat
wasiat di atas kapal.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 7 No. 2 Edisi Mei 2018
2125
6) Nakhoda sebagai wakil perusahaan
pelayaran
7) Nakhoda sebagai pemilik muatan
Dalam kasus-kasus tertentu,
Nakhoda juga dapat menjabat
sebagai wakil pemilik muatan, baik
ia sebagai pengirim atau penerima.
c. Kurangnya Motivasi Kerja Kru Kapal
Motivasi adalah dorongan yang
dimiliki individu yang merangsang
untuk melakukan tindakan atau
kegiatan dalam mencapai tujuan yang
diharapkan. Apabila kurangnya
motivasi kru biasanya ditunjukkan
dengan menurunnya aktivitas yang
terus menerus yang berdampak pada
orientasi tujuan organisasi. Kru yang
tidak bermotivasi adalah mereka yang
termasuk dalam tiga hal berikut ini:
1) Perilaku kru tidak memperlihatkan
goal directed (berorientasikan
tujuan);
2) Perilaku kru tidak diarahkan pada
tujuan yang bernilai bagi organisasi;
3) Kru tidak komitmen terhadap tujuan
dan karenanya mudah terganggu dan
menuntut pengawasan yang tinggi.
d. Harus ada komunikasi yang baik antara
Nakhoda Dengan ABK
Buruknya kepemimpinan nakhoda
dapat mempengaruhi penurunan kinerja
anak buah kapal dan terjadinya
kesalahpahaman dalam berkomunikasi
akibat dari tata cara penyampaian tutur
kata yang tidak benar dan kurang tepat
sasaran. Menyampaikan suatu
panggilan hendaknya sesuai dengan
tugas perorangan yang sudah
terorganisir di kapal, diantara
penyampaian berita atau komunikasi
tersebut sebagai seorang nakhoda harus
dapat menyampaikan cara
berkomunikasi dengan baik, jelas dan
dapat dimengerti oleh semua
bawahannya. Seorang nakhoda dengan
kurang memiliki tata cara maupun
teknik-teknik tertentu untuk
menciptakan hubungan kerja yang
selaras dan baik antara sesama awak
kapal, bawahan dan atasan maupun
sebaliknya antara atasan dan bawahan,
serta kurangnya komunikasi.
Dalam pelaksanaan kerja di atas
kapal sehingga timbul berbagai masalah
yang diakibatkan tidak terciptanya
saling hormat menghormati antara
sesama ABK, baik atasan maupun
bawahan dengan tetap memegang teguh
tanggung jawab wewenang dari
masing-masing individu yang bekerja di
atas kapal. Sifat-sifat kepemimpinan
yang diperlukan (seperti diuraikan
dalam Manajemen Kepemimpinan
(Karyadi M. : 2008), Kepemimpinan,
disusun oleh H. Muhir Subagia, PB
PGRI) diantaranya sebagai berikut :
1) Jujur;
2) Berpengalaman;
3) Berani;
4) Mampu mengambil keputusan;
5) Dapat dipercaya;
6) Berinisiatif;
7) Bijaksana;
8) Tegas;
9) Adil;
10) Menjadi tauladan;
11) Tahan uji;
12) Tidak mementingkan diri
sendiri;
13) Simpatik;
14) Rendah hati.
Sifat kepemimpinan merupakan
kualitas pribadi seseorang yang amat
berharga bagi seorang pemimpin dalam
menjalankan kepemimpinannya dan
merupakan sikap dan tingkah laku yang
dapat dilihat dan dicontoh oleh
lingkungannya. Oleh karena itu sifat-
sifat kepemimpinan dapat dipelajari
dengan menjalani dan memahami sifat-
sifat kepemimpinan seseorang.
Pemimpin dapat menganalisa dirinya
guna kepentingannya. Kemampuan
memimpin atau kepemimpinan yang
sangat bergantung pada kualitas jiwa
Peranan Nakhoda Dalam Memotivasi Semangat Kerja Kru Di Atas Kapal Kn. Bima Sakti
Firdaus Sitepu
2126
dan sifat seseorang akan berhasil
menjalankan kepemimpinannya
tergantung kemampuan, usaha dan
kegiatan orang itu sendiri dalam
mengembangkan serta meningkatkan
kualitas pribadinya (self improvement).
Kepemimpinan sebagai ilmu di dalam
pelaksanaannya harus disesuaikan
dengan keadaan dan lingkungan serta
anggota bawahan yang dihadapi untuk
tipe kepemimpinan di laut yang cocok
dipakai/dianut yaitu tipe kepemimpinan
otoriter dan demokrasi, maksudnya
adalah tipe ini melakukan pimpinan
pekerjaan atau kehendak yang
diinginkan bersama dengan
bawahannya.
IV. KESIMPULAN
Motivasi dari para kru di atas kapal
sangat dipengaruhi oleh peran Nakhoda
karena secara umum para kru mempunyai
semangat dan tanggung jawab dengan
adanya motivasi dan dorongan dari
Nakhoda. Dari gaya kepemimpinan hingga
kebijakan yang diberikan.
Saran peneliti pada penelitian ini adalah
bahwa Nakhoda harus melaksanakan
perannannya di atas kapal agar menjadi
contoh bagi kru kapal bisa lebih
termotivasi dalam bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Faustino. 2004. Pemimpin dan
Kepemimpinan. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Hasibuan, Melayu. 2003. Organisasi dan
Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara
Kartono, Kartini. 1985. Pemimpin dan
Kepemimpinan. Jakarta: Rajawali
Press
Thoha, Miftah. 2005. Perilaku Organisasi.
Jakarta: Raja Garfindo Persada
https://www.scribd.com/document/268700
789/009-NAUTIKA
PEDOMAN PENULISAN
ARTIKEL JURNAL DINAMIKA BAHARI
1. Artikel harus asli, hasil karya sendiri, belum pernah dimuat di media lain, dan tidak sedang proses
pertimbangan untuk dimuat di media lain.
2. Tema artikel berisi hasil penelitian atau gagasan pemikiran (konseptual) tentang keselamatan
maritim, kajian dan rekayasa ilmu maritim, pendidikan dan pelatihan kemaritiman.
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris pada kertas ukuran A4, dengan format 2
kolom (kecuali abstrak), spasi tunggal, menggunakan font Times New Roman ukuran 12pt
(kecuali judul, font 14pt).
4. Susunan artikel hasil penelitian:
a. Judul (huruf kapital, bold, font 14);
b. Nama penulis (maksimal 3 orang);
c. Jabatan dan institusi penulis;
d. Abstrak (dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia, memuat informasi tentang tujuan,
metode dan kesimpulan, maksimal 150 kata, satu kolom, spasi tunggal, italic);
e. Kata kunci (3-5 kata kunci, diambil dari judul atau abstrak);
f. Pendahuluan (berisi latar belakang masalah, tinjauan pustaka/landasan teori, dan
masalah/tujuan penelitian, maksimal 30% dari artikel);
g. Metode penelitian (berisi jenis/pendekatan penelitian, subjek/populasi/sampel, metode
pengumpulan dan analisis data);
h. Hasil dan pembahasan;
i. Simpulan dan saran;
j. Daftar pustaka (hanya berisi pustaka yang dirujuk atau dikutip).
5. Perujukan/pustaka menggunakan sistem perujukan langsung, diletakkan dalam kurung, dengan
menyertakan nama belakang pengarang, tahun publikasi, dan halaman, contoh : Yusuf (2008:25)
atau (Yusuf, 2008:25). Dalam hal perujukan ganda atau lebih sumber ditulis secara berurutan
berdasarkan tahun terbit yang lebih awal, dengan menggunakan tanda semicolom [;] sebagai
pemisah antar pengarang, contoh : (Yusuf, 2000:25; Formen, 2001:27; Muhammad, 2002:24)
6. Daftar pustaka disusun berdasarkan nama akhir penulis. Nama depan dan tengah penulis disingkat
(menggunakan inisial, contoh : Amin Yusuf, ditulis Yusuf, A. ), dan dengan menyertakan
informasi tahun terbit, judul publikasi (dicetak miring), kota tempat penerbit dan nama penerbit.
Sumber berupa jurnal mencantumkan nama penulis, tahun terbit, judul artikel, nama jurnal,
volume (bila ada) edisi, dan halaman. Bila sumber tersebut berupa berasal dari sumber internet,
disertakan alamat url dan tanggal akses.
Contoh :
a. Buku
Abdillah. 2005. Pergaulan Multikultural. Semarang: Sinar Publishing
Foucault, M. 1972. The Archaeology Of Knowledge. London: Tavistock
b. Artikel Jurnal
Alanen, L. (1988). Rethinking Childhood. Acta Sociologica. 31(1). 53-67
c. Sumber elektronik/internet
Stone, J.E (1996). Developmentalism an Obsecure but Pervasive Restriction of Educational
Improvement. Educational Policy Analysis Archives. 4. 1-32. Diakses tanggal 18 Oktober
2007 dari http://epaa.asu.edu/epaa/v4n8.html
7. Artikel dikirim dalam bentuk hardcopy dan softcopy ke alamat redaksi : Pusat Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat, PIP Semarang, Jl. Singosari 2A Semarang 50242 Telp. (024)
8311527, Fax: (024) 8311529, email: [email protected] paling lambat 2 bulan sebelum
penerbitan.
8. Penulis akan diberikan bukti berupa 1 (satu) eksemplar jurnal (hardcopy) yang memuat artikel
penulis tersebut.