1
WANITA BEKERJA DENGAN POLA SHIFT MALAM
DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Oleh :
NAMA : DEWI SAPUTRI
NIM/ NIMKO : 08.22.076/081108076
JURUSAN : MANAJEMEN SYARIAH
2
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM HAMFARA
YOGYAKARTA
2013
WANITA BEKERJA DENGAN POLA SHIFT MALAM
DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi
Syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Manajemen Syari’ah
Pada STEI Hamfara Yogyakarta
3
Oleh :
Nama : DEWI SAPUTRI
NIM : 08.22.076
NIMKO : 081108076
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM (STEI) HAMFARA
YOGYAKARTA
2013
WANITA BEKERJA DENGAN POLA SHIFT MALAM
DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi
Syarat guna memperoleh gelar Sarjana
4
Oleh :
DEWI SAPUTRI
Telah diujikan dan disahkan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar
Sarjana jenjang Strata-1
Skripsi berjudul
WANITA BEKERJA DENGAN POLA SHIFT MALAM
DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM
Nama : DEWI SAPUTRI
NIM : 08.22.076
Pembimbing Pertama
Wijiharta , SP, MM
Pembimbing Kedua
Shalihah Khairawati, S.Ag.,MM
5
NIMKO : 081108076
Yogyakarta, 23-01-2013
Disahkan oleh :
Ir. M. Ismail Yusanto, MM
Ketua STEI HAMFARA Yogyakarta
Dewan Penguji :
1. …………………..
2. …………………..
3. …………………..
4. …………………..
PERSEMBAHAN
Perantara kehidupanku, orang tua ku tercinta; mama (Siti suniyah) dan bapak
(Karyo Raharjo).Terima kasih banyak atas segala bimbingan, pengorbanan,
serta motivasi yang telah diberikan, sehingga anakmu ini (atas izin-Nya) dapat
istiqomah menjadi pejuang syariah penegak khilafah. “[Ya Allah…
Tempatkanlah mereka kedalam surga-Mu]”. Amiin
Adik-adikku (Uswatun hasanah dan Rian Raharjo). Yang senantiasa istiqomah
di jalan Allah serta sabar dalam melalui lika liku kehidupan ini, engkaulah
matahari dikala cahaya yang lain mulai redup dan engkaulah bagaikan mata
6
air yang menyejukkan mata hati kami .(Keep spirit and gambatte kudasai. O
hayo gozaimasu)
Para Hamlu ad-Dakwah, yang senantiasa memberikan motivasi perjuangan.
Semoga Allah SWT., senantiasa mempermudah setiap langkah kita menuju
jalan-Nya.
Keluarga besar mbah sunah (di kepel) dan keluarga besar di bumiharja,
semoga menjadi benteng perjuangan islam serta dilimpahi syafaat-Nya
Saudara-saudaraku keluarga besar pondok pesantren Al-Wutsqo, Depok, Jawa
Barat, tetaplah tegar dalam mengamalkan ilmu Allah SWT
Saudara-saudaraku keluarga besar STEI Hamfara, tetaplah Berjaya selalu
dalam membangun tatanan peradaban islam
MOTTO
“Jadilah Muslim Terbaik Dan Umat Terbaik Karena Rasul Memang
Hanya Mewariskan Individu, Umat, Dan
Peradaban Terbaik Bagi Dunia”
QS. Ali-Imran [3] : 110
7
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
QS. Ali-Imran [3] : 104
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.”
QS. At-Taubah [9] : 111
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan
8
Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar
dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli
yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”
Imam Syafi’I dalam buku Fikhul Akbar
“Ketahuilah, kewajiban pertama bagi seorang mukallaf (muslim yang
telah baligh sehingga diberi beban (taklif) hukum atas setiap perbuatannya)
adalah berfikir dan mencari dalil untuk ma’rifat kepada Allah dan yang dengan
itu dapat sampai kepada ma’rifat kepada hal-hal yang ghaib dari indra dan yang
(ma’rifat itu) merupakan suatu keharusan…
Saya katakan bahwa kewajiban pertama adalah berfikir, karena sebagian
besar dari ibadah adalah bergantung dari niat, sedang yang namanya niat itu
adalah suatu maksud yang ditujukan untuk beibadah terhadap Dzat yang
disembah secara khusus. Maksud dalam bentuk semacam ini tidak mungkin
dicapai kecuali sesudah tercapainya ma`rifat terhadap Dzat yang disembah
tersebut, sedangkan ma`rifat itu sendiri tidak mungkin tercapai kecuali dengan
jalan berfikir dan pembuktian. Itulah mengapa saya mengatakan bahwa berfikir
itu merupakan kewajiban yang pertama bagi seorang mukallaf.”
THANKS TO
1. Saudari-saudariku seperjuangan dalam menyusun skripsi, penghuni kos
lapangan batok:
part 1: mb Cholifah, Mb Qulyuni, misliana dan titin
part 2: misliana, titin dan icha
Terimakasih atas motivasi dan kebersamaan di detik-detik terakhir masa
skripsi dalam bingkai izzul islam
9
2. Sahabat-sahabatku Deti, Latifah, Miswanti, Mbak Erlina, Eni, Jumsinah,
Wulan, Hera, Ratih, Mega, Afifah, Mbak Kurniati, Jannah, Kiki, Mbak Intan,
Sumi, Vivi, Ize, Mbak Yeni, mb hera dan semua teman-teman angkatan 2008
Best Generation terimakasih atas bantuan yang telah kalian berikan.
3. Rekan-rekan seperjuangan dalam mencapai kesuksesan teman-teman KKN
Godegan, Srandakan, Bantul (Titin, Misliana, Latifah dan Rozak, Azzam,
Robi, Anto, Surur, Ilham, Pradana), serta sahabat-sahabat ku terucap indah
dan semangat atas yang kalian berikan, terima kasih atas doa dan dukungan
kalian. Semoga tiap langkah kita mendapatkan kemudahan, keberkahan dan
menjadi kunci kesuksesan bahwa kita menjadi manusia yang berguna bukan
hanya diri sendiri tetapi untuk orang lain pada setiap tempat kita berpijak dan
bertindak.
4. Adek-adek tingkat akademik jebolan AW (Riyan Triana dan Qisty) pantang
menyerah dan ciptakan prestasi. Dan adek-adek tingkat baru: elis, weni, alda..
Tetap semangat dan buktikan bahwa kita bisan dan tidak ada yang tidak
mungkin, Man Jadda wa Jadda.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, Ashadu Allaa Ilaa Hailallah wa Ashadu
Anna Muhammadar Rasulullah, segala puji hanyalah milik Allah SWT., Rabb
semesta alam, yang atas segala nikmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “WANITA BEKERJA DENGAN POLA
SHIFT MALAM DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM”.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, penulis tidak akan
pernah bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan
10
ini, penulis dengan penuh ketulusan dan keikhlasan menyampaikan rasa hormat
dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT, Rabb semesta alam, Yang Maha Esa, yang telah memberi kita
nikmat hidup di dunia ini.
2. Rasulullah Muhammad SAW, teladan sejati dalam perjuangan menegakkan
kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH – Tiada Tuhan Selain ALLAH di muka
bumi.
3. Mama dan Bapak tercinta yang selalu mendo’akan dan memberikan curahan
kasih sayang yang penulis dapatkan selama ini, serta seluruh motivasinya
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Adek-adekku yang tercinta, semoga menjadi mujahid-mujahidah Allah SWT
di garda terdepan dalam barisan ketaqwaan.
5. Ir. Bambang Sutejo selaku Ketua Yayasan STEI HAMFARA yang telah
banyak berkorban untuk kami semua.
6. Ir. Ismail Yusanto, MM., selaku Ketua STEI Hamfara Yogyakarta.
7. Wijiharta, SP, MM, selaku Dosen Pembimbing pertama yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
8. Shalihah Khairawati, S.Ag.,MM, selaku Dosen Pembimbing kedua yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Segenap dosen STEI HAMFARA yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuan kepada penulis. Dan Para staf pengajaran Pak Marsono, Bu Sulis,
Mbak Yani, Bu inti yang telah memberikan nasihat dan dukungan.
10. Pak Untung, Pak Wahyu, Pak Ibnu yang telah memberikan pelayanan parkir
setara dengan VVIP.
11
11. Sahabat-sahabatku pengemban dakwah Ideologis pejuang Syariah dan
penegak Khilafah yang selalu mengarahkanku untuk terus berjuang demi
melanjutkan kehidupan Islam.
Akhir kata penulis mengharap semoga laporan penelitian ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan
rahmat-Nya kepada kita semua. Amien.
Yogyakarta, 23 Januari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN ............................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
ABSTRAKSI ................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6
C. Batasan Masalah ............................................................................. 6
D. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6
E. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
12
F. Metodologi Penelitian ..................................................................... 8
G. Sistematika Penulisan ..................................................................... 13
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 15
A. Kedudukan Wanita Dalam Syariah ................................................ 15
B. Aktivitas Wanita Bekerja Dalam Syariah ....................................... 18
1. Persfektif Fiqh Klasik ................................................................. 18
2. Pemikiran Taqiyuddin An-Nabhani ............................................ 21
C. Aqad Kerja Dalam Tinjauan Syariah ............................................. 35
1. Aqad Kerja ................................................................................. 35
2. Kerja Seorang Pekerja ............................................................... 41
D. Shift Kerja ....................................................................................... 50
1. Pengertian Shift Kerja ................................................................ 50
2. Dampak Kerja shift pada Kinerja Karyawan ............................ 51
3. Manajemen Kerja shift ................................................................ 52
4. Regulasi ...................................................................................... 53
5. Simulasi Pengaturan Jadwal Kerja shift ..................................... 56
6. Efek Kerja Malam ....................................................................... 62
BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ................................................. 65
A. Pendahuluan ................................................................................... 65
B. Gambaran Umum Kondisi pada Pekerja Wanita di Indonesia ........ 65
1. Profil Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan ............................ 65
2. Peranan Wanita dalam Bidang Ketenagakerjaan ................... 66
3. Persoalan Beban Ganda (Double Burden) dan Partisipasi Kerja 66
4. Persoalan Kekerasan Terhadap Perempuan ............................. 67
5. Kondisi Jam Kerja Pada Pekerja Wanita .................................... 74
C. Biografi Singkat Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani ......................... 77
1. Nasab Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani ...................................... 77
2. Kelahiran dan Pertumbuhan Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani ... 77
3. Ilmu dan Pendidikan Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani ............... 79
4. Bidang-Bidang Aktivitas Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani ........ 81
5. Aktivitas Politik Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani ..................... 83
6. Karya-karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani ............................ 92
BAB IV ANALISIS HASIL PENELTIAN
A. Hukum Syariah ............................................................................... 96
B. Persyaratan Wanita Bekerja Shift Malam dalam Tinjauan Hukum
Islam dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI
13
Nomor Per-04/Men/1989 ................................................................. 99
C. Batasan Syariah Terhadap Wanita bekerja dengan Pola Shift
Malam dalam Tinjauan Hukum Islam .......................................... 102
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 115
A. Kesimpulan .................................................................................... 115
B. Saran .............................................................................................. 117
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 118
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1 Teknik Content Analysis 12
Tabel 2 Standar Internasional bagi Pekerja Malam 53
Tabel 3 Simulasi Penjadwalan 4 Grup 3 shift 57
Tabel 4 Simulasi Penjadwalan 3 Grup 3 shift 58
Tabel 5 Simulasi Penjadwalan 3 Grub 2 shift (long shift) 60
Tabel 6 Pekerja Kerja Malam Hari Dilihat dari Jam Kerja Menurut
Status Pernikahan 77
Tabel 7 Persyaratan Wanita Bekerja menurut hukum Islam dan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Per-04/Men/1989 89
Tabel 8 Rangkuman Fakta-Fakta Wanita Kerja Shift Malam Dalam
Tinjauan Hukum Islam 113
14
ABSTRAKSI
Analisis Kritis terhadap jam kerja malam pada karyawan wanita dalam
tinjauan hukum Islam merupakan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis
batasan-batasan wanita bekerja dan menjelaskan hukum wanita bekerja pada shift
kerja malam, dimana pemikiran Taqiyuddin An-nabhani sebagai tolak ukurnya
dan diperkuat dengan pandangan Fiqh klasik.
Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif, yang temuan-
temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan
lainnya. Penelitian dilakukan melalui studi literatur pada berbagai sumber data.
Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan komparasi antara fakta wanita
bekerja pada shift malam dan tinjauan hukum Islam. Hasil analisis selanjutnya
dideskripsikan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa wanita
bekerja pada shift malam dari segi faktanya tidak sesuai dalam hukum islam.
Sedangkan dari segi hukumnya haram, Keharaman ini hanya berlaku bagi seorang
pekerja wanita yang menimbulkan madharat/bahaya bagi kehormatan dan
agamanya. Namun tidak berlaku bagi pekerja wanita yang tidak mengalaminya.
Kemudian, diperoleh rekomendasi bahwa pekerjaan wanita hendaknya sesuai
dengan fitrah dan kemampuan fisiknya.
Kata Kunci : Wanita Bekerja dalam Syariah, Shift Kerja Malam.
BAB I
PENDAHULUAN
15
A. Latar Belakang Masalah
Meski bukan sebuah fenomena yang baru lahir, akan tetapi permasalahan
mengenai wanita bekerja di ranah publik tampaknya masih terus menjadi
perdebatan hingga saat ini. Bagaimanapun, sebagian masyarakat masih
memandang keluarga yang ideal adalah suami bekerja di luar rumah dan isteri
di rumah dengan mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga.1 Anggapan
negatif (stereotype) yang kuat di masyarakat masih menganggap idealnya
suami berperan sebagai pencari nafkah, dan pemimpin yang penuh kasih,
sedangkan istri menjalankan fungsi pengasuhan anak.2
Dalam rumah tangga, Allah memberikan peran bagi suami adalah
sebagai pemimpin rumah tangga dan wajib memimpin, melindungi dan
memberi nafkah kepada anggota keluarganya. Sedangkan peran istri sebagai
ibu dan pengatur rumah tangga yang bertanggug jawab mengatur rumah
tangganya di bawah kepemimpinan suami.3 Sebagaimana firman Allah yang
berbunyi:
Artinya: Suami itu pengayom bagi istri, karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah
memberikan nafkah dari hartanya.(QS. Al-Nisa (4): 34)
Namun di sisi lain ada sebagian kelompok yang membuka pintu selebar-
lebarnya bagi seorang wanita untuk keluar rumah tanpa adanya ikatan dan
1 Amru Abdul Mun'in Salim, Sifat-sifat Istri Shalihah, Najla Press, Jakarta, 2005, hal. 141
2 Umi Sumbulah dkk, Spektrum Gender, UIN Press, Malang, 2008, hal. 2
3 Rahma Qomariyah, Wanita Dipersimpangan Jalan: Kepala Rumah Tangga Perempuan Atau Ibu
Rumah Tangga, http: hizbut-tahrir.or.id, diakses 13 Agustus 2012
16
norma dan melepaskan pengawasan terhadapnya agar dia bisa berbuat sesuai
kehendaknya tanpa syarat dan batasan, sebagaimana keadaan wanita di Barat.4
Pada masa sekarang ini, wanita ikut berpartisipasi meningkatkan
kesejahteraan keluarga dengan cara bekerja merupakan hal biasa. Eksistensi
kaum wanita di abad ke-20 ini tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, akan
tetapi juga dapat bekerja membantu suami meningkatkan penghasilan karena
tuntutan kebutuhan ekonomi keluarga. Wanita memiliki beberapa potensi yang
juga tidak kalah dibanding dengan kaum pria, baik dari segi intelektual,
kemampuan, maupun keterampilan.
Pekerja wanita atau buruh wanita yang bekerja di perusahaan saat
sekarang ini mengalami situasi dramatis. Situasi dilematis secara progresif
cenderung memiliki dampak "marginalisasi" dan "privatisasi" pekerjaan
wanita, serta mengkonsentrasikan di dalam bentuk pekerjaan pelayanan yang
tidak produktif. Kenyataan ini menimbulkan fenomena menurunnya posisi
kaum wanita dalam bidang pekerjaan.5
Fenomena wanita dalam bidang pekerjaan juga dikenal sebagai
"industrial redeployment", terutama terjadi melalui pengalihan proses produksi
di dalam industri manufaktur dari negara-negara maju ke negara-negara
berkembang. Pengalihan proses produksi yang meliputi transfer kapital,
teknologi, mesin-mesin, dan lingkungan kerja industrial barat ke negara-negara
sedang berkembang tersebut sebagaimana diketahui terutama terjadi di dalam
industri-industri tekstil, pakaian, dan elektronik. Akan tetapi, dikarenakan
komoditi industri-industri tersebut telah mencapai tingkat perkembangan lanjut
4Asyraf Muhammad Dawabah, Muslimah Karier (terj.), Mashun, Sidoarjo, 2009, hal. 2
5Iwan Prayitno, Wanita Islam Perubah Bangsa, Pustaka Tarbiatuna, Jakarta, 2003, hal. 185
17
di dalam siklus produksi, hanya tenaga kasar dan tenaga setengah kasar yang
diperlukan di dalam pengalihan proses produksi dari negara-negara maju ke
negara-negara sedang berkembang. Termasuk Indonesia.6
Di dalam dunia usaha manusia tetap memegang peranan yang sangat
penting, karena manusia adalah sebagai pusat pelaksana dari segala kegiatan di
bidang usaha, baik itu usaha jasa maupun barang. Tetapi manusia akan lebih
memegang peranan penting di dalam bidang usaha jasa. Sebagai contohnya di
bidang manufaktur yang dewasa ini semakin berkembang. Seperti yang
diketahui saat ini bidang manufaktur di Indonesia sudah semakin maju dan
canggih. Seperti yang diketahui bahwa kemampuan kerja seseorang itu sangat
terbatas di mana banyak faktor yang membatasi kegiatan manusia, antara lain
fisik, daya pikir, pendidikan dan latihan, sikap, waktu, dan tempat.
Rutenfranz menyatakan adanya Shift kerja dan kelompok kerja juga dapat
berpengaruh terhadap manusia. Didalam dunia perusahaan oleh karena alasan
teknis, ekonomi maupun sosial, maka banyak dari perusahaan menerapkan
beberapa Shift kerja tambahan, yakni Shift kerja pagi, Shift siang dan malam.
Kondisi kerja dengan waktu yang berbeda tersebut sering menyebabkan
berbagai gangguan, seperti gangguan fisiologis (kualitas tidur rendah, kapasitas
fisik maupun mental turun, gangguan saluran pencernaan), gangguan
psikologis, sosial maupun gangguan performasi kerja. Sharpe menyatakan
bahwa pekerja pada shift malam memiliki resiko 28% lebih tinggi mengalami
cidera atau kecelakaan.7
6 Fauzi Ridzal, Dinamika Gerakan Wanita di Indonesia,Tiara Wacana, Yogyakarta, 2000, hal. 78
7 Sharpe, J, Shift work and long hours: risky business, Rock Product, January 2007, hal. 11
18
Tarwaka mengatakan bahwa 63% pekerja menderita kelelahan akibat
pengaruh shift kerja yang dapat berakibat terjadi kecelakaan kerja.8 Sedangkan
menurut Manuaba kelelahan bersifat subjektif akibat shift kerja, yaitu tidak
dapat tidur siang, selera makan menurun, gangguan pencernaan, nyeri
lambung.9 Dan Grandjean sekitar 60–70% pekerja shift malam menderita
gangguan tidur.
Menurut Schultz shift kerja malam lebih berpengaruh negatif terhadap
kondisi pekerja dibanding shift pagi, karena pola siklus hidup manusia pada
malam hari umumnya digunakan untuk istirahat. Namun karena bekerja pada
shift malam maka tubuh dipaksa untuk mengikutinya. Hal ini relatif cenderung
mengakibatkan terjadinya kesalahan kerja, kecelakaan dan absentism. Pulat
mengatakan bahwa dampak shift kerja malam terutama gangguan irama tubuh
yang menyebabkan penurunan kewaspadaan, gangguan fisiologis dan
psikologis berupa kurang konsentrasi, nafsu makan menurun, penyakit jantung,
tekanan darah, stress dan gangguan gastrointestinal yang dapat meningkatkan
resiko terjadi kecelakaan kerja.
Kondisi seperti ini juga terjadi pada tenaga kerja Indonesia yang bekerja
shift malam baik pekerja laki-laki maupun wanita. Hal ini berdampak buruk
bagi kesehatan pekerja dan juga mempengaruhi kehidupan rumah tangganya.
Kasus ini juga terjadi di kota-kota industri seperti Bogor, Tanggerang, Bekasi
bahkan ibu kota Jakarta. Cerita salah satu pasien di bawah ini mungkin bisa
membantu memahami bagaimana waktu kerja bisa mempengaruhi tidurnya.
8 Tarwaka, Produktivitas dan Pemanfaatan Sumberdaya Manusia, Majalah Hiperkes dan
Keselamatan Kerja, Jakarta, XXI (4) dan XXII (1), 1999, hal. 29-32 9 Manuaba, A, Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Editor: Sritomo W dan Stefanus
E.W. Proceeding Seminar Nasional Ergonomi, Penerbit Guna Wijaya, Surabaya, 1999, hal. 1-4
19
"Saya adalah seorang pekerja disuatu pabrik. Kerja saya kebanyakan
shift malam yang dimulai pukul 10 malam sampai pukul 6 pagi. Hal ini sudah
berlangsung hampir 5 tahun. Shift malam ini biasanya bergantian selang tiga
hari. Permasalahan tentang tidur saya mulai timbul mulai 3 tahun yang lalu.
Saya kesulitan tidur sepulang kerja shift malam. Ketika shift saya berganti ke
pagi hari juga saya sebaliknya tidak bisa tidur di malam hari. Sialnya walau
tidak bisa tidur saya kerap mengantuk dan sulit konsentrasi walaupun saya
tetap tidak bisa terlelap. Saya sudah mencoba beberapa obat tidur dari yang
dijual bebas sampai yang akhirnya diresepkan dokter tetapi tetap tidak banyak
membantu. Saya juga akhirnya menjadi mengalami kesulitan dalam hubungan
seksual karena tidak bergairah dan sulit terangsang". (Tuan A, Laki-laki, usia
50 tahun).10
Selain itu, gangguan tidur malam yang buruk selama enam kali berturut-
turut, juga dapat memicu timbulnya diabetes dan penyakit jantung.
Profesor Philippe Froguel dari Imperial College London mengatakan:
"Kontrol gula darah adalah salah satu dari banyak proses yang diatur oleh
jam biologis tubuh," katanya, Ahad (29/1).
Salah satu jam biologis tubuh adalah tidur. Terganggunya proses tidur itu
akan berdampak pada kontrol gula darah.11
Berdasarkan latar belakang inilah, penulis terdorong untuk menyusun
skripsi ini, sehingga mengambil judul “Wanita Bekerja Dengan Pola Shift
Malam Dalam Tinjauan Hukum Islam”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis menyusun rumusan masalah skripsi sebagai berikut:
1. Bagaimana batasan-batasan wanita bekerja dalan tinjauan Islam?
2. Bagaimana hukum wanita bekerja pada shift malam dalam Tinjauan Hukum
Islam?
10
Andri, gangguan tidur akibat shift kerja, http:health.detik.com, diakses 30 Oktober 2012 11
Waspada Serangan Jantung di Usia Muda, http:www.kabar6.com, diakses 30 Oktober 2012
20
C. Batasan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih fokus dan memperoleh hasil
yang lebih baik serta berkualitas, maka penelitian ini lebih dititik beratkan pada
“Batasan dan hukum wanita bekerja pada shift malam dalam Tinjauan Hukum
Islam”. Dimana pemikiran taqiyuddin an-nabhani sebagai tolak ukurnya dan
diperkuat dengan pendapat fiqh klasik.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan batasan-batasan wanita bekerja dalam Tinjauan Hukum
Islam
2. Menjelaskan mengenai hukum wanita bekerja pada jam kerja malam (shift
night) dalam Tinjauan Hukum Islam
E. Manfaat Penelitian
Peneliti pasti mengharapkan hasil penelitiannya mempunyai manfaat
tertentu bagi dirinya sendiri pada khususnya dan bagi orang lain pada
umumnya. Manfaat penelitian ini yaitu :
1. Secara teoritis
Dapat menambah khazanah keIslaman tentang wanita yang bekerja di
ranah publik dalam hukum Islam maupun pandangan manajemen
21
sumberdaya manusia islami, serta dapat dijadikan bahan referensi bagi
penelitian yang sejenis dengannya di masa yang akan datang.
2. STEI Hamfara
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah-satu sumber
referensi dan masukan pemikiran baik untuk kalangan akademisi khususnya
STEI Hamfara, praktisi maupun mahasiswa serta dijadikan bahan
pertimbangan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terkait dengan
wanita yang bekerja di sektor publik dengan pola shift malam.
3. Penulis
Melalui penelitian ini, penulis diharapkan dapat memperoleh
pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang fakta yang
diteliti, dalam hal ini adalah mengenai tinjauan hukum Islam tentang wanita
bekerja dengan pola shift malam.
4. Pihak Lain
Membantu menyumbangkan pemahaman yang berkaitan dengan
konsep ekonomi Islam sehingga dapat menambah khasanah keilmuan
khususnya bagi pengembangan ekonomi Islam.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
22
Penelitiant ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif
(deskriptive research). Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang
menghasikan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai atau diperoleh
melalui prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari
kuantifikasi (pengukuran). Selanjutnya, penelitian kualitatif dipilih karena
kemantapan peneliti berdasarkan pengalaman penelitiannya dan metode
kualitiatif dapat memberikan rincian yang lebih kompleks tentang fenomena
yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.12
2. Desain Penelitian
Sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad dari Kerlinger, desain
penelitian merupakan rencana dan struktur penyelidikan yang dibuat
sedemikian rupa agar diperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
penelitian. Rencana ini merupakan program menyeluruh dari penelitian.
Suatu desain penelitian menyatakan baik struktur masalah penelitian
maupun rencana penyeledikan yang akan dipakai untuk memperoleh bukti
empiris mengenai hubungan-hubungan dalam masalah.13
Dalam penelitian ini, desain yang digunakan oleh penulis adalah
penelitian deskriptif yaitu, penelitian yang bertujuan menguraikan sifat-sifat
atau karakteristik dari suatu fenomena tertentu.
a) Tahap Deskriptif
Tahap Deskriptif yang dilakukan pada penelitian ini adalah
tahapan pengkajian yang dilakukan dengan pendekatan fenomenologis.
12
Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, Pustaka Setia, Bandung,
2009 13
Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif, Rajawali Press,
Jakarta, 2008.
23
Menurut Muhadjir Sebuah penelitian yang menggunakan pendekatan
fenomenologis menuntut dilakukannya pendekatan yang bersifat holistik,
mendudukkan obyek penelitian dalam konstruksi ganda, melihat
obyeknya dalam satu konteks natural, bukan parsial. Fenomenologis
menuntut bersatunya subyek peneliti dengan obyek penelitian. Untuk
menghasilkan gambaran yang tepat tentang fenomena antropologis,
peneliti menggunakan pendekatan induktif, dalam lingkup yang tidak
terlalu luas, fleksibel dan kontekstual.14
b) Tahap komparatif
Pendekatan yang digunakan pada tahap analitik ini adalah dengan
pendekatan analisis komparatif. Setelah mendeskripsikan obyek
penelitian, maka tahap selanjutnya adalah menganalisis objek penelitian
yang telah dideskripsikan sesuai dengan pembahasan masalah pada
penelitian ini. Menurut Utomo Analisis yang digunakan dengan
menggunakan analisis komparatif, yaitu suatu penelitian yang bersifat
membandingkan. Variabelnya masih sama dengan penelitian varabel
mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu, atau dalam waktu yang
berbeda.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam pnelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi
yang di keluarkan oleh pihak yang berwenang, yang berupa buku literatur,
jurnal ilmiah, internet, dan sumber lain yang berhubungan dengan masalah
14
Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, Pustaka Setia, Bandung,
2009, hal. 65
24
yang di teliti.15
Data ini diperoleh penulis antara lain dari literatur-literatur
yang mendukung, dengan melakukan pengumpulan bahan-bahan dari
berbagai perpustakaan dengan data tekstual. Data sekunder dalam penelitian
ini diantaranya adalah buku-buku karya Taqiyuddin An-Nabhani seperti
Membangun Sistem Ekonomi alternatif perspektif Islam, Sistem Ekonomi
Islam, An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam, Asy Syakhshiyah al Islamiyah
jilid 1, Asy Syakhshiyah al Islamiyah jilid 3, serta buku-buku lain yang
berkaitan dengan penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan adalah metode
dokumentasi. Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya
barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi
peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan
sebagainya.16
Dokumen telah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data
karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan
sebagai alat untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.
Dokumen ini sesuai untuk digunkan dalam penelitian kualitatif karena
sifatnya alamiah dan sesuai dengan konteks yang ada.17
15
Soeratno dan Lincolin Arsyad, Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis. UPP
AMPYKPN, 1999, hal. 76 16
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta,
2006, cet. XIII, hal. 231 17
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi, ROSDA, Bandung, 2007, hal.
217
25
Dalam penelitian ini, dokumen-dokumen yang digunakan adalah
berupa buku-buku yang terkait dengan permasalahan perempuan yang
bekerja di sektor publik terutama pada shift malam.
5. Teknik Analis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori dan suatu uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh
data18
.
Penelitian deskriptif yaitu penelitian berusaha untuk menuturkan
pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, menyajikan,
menganalisis dan menginterpretasi data.19
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisis
isi (content analisis) adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-
inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan sahih data dengan
memerhatikan konteksnya.20
Secara lebih jelas, alur analisis dengan
menggunakan Teknik Content Analysis seperti pada tabel berikut:
Tabel: 1 teknik content analysis
18
Lexy J Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000. 19
Narbuko Cholid, Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, 2003, hal. 44 20
Burhan Bugin, penelitian kualitatif: komunikasi, ekonomi, kebijakan public, dan ilmu social
lainnya, kencana, Jakarta, ed. 1, cet. 4, 2010, hal. 159
Menemukan
lambang/simbol
Klasifikasi data
berdasarkan
lambang/simbol
Prediksi/
menganalis
data
26
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menjabarkan tentang fakta-fakta wanita bekerja dengan pola shift malam
dan konsep mempekerjakan wanita pada malam hari yang diperoleh dari
data sekunder. Kemudian menganalisa data yang telah diperoleh dalam
Tinjauan Islam serta mencoba mengggali dasar hukum kasus pekerja
wanita dengan pola shift malam. Langkah akhir adalah penarikan
kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan.
G. Sistematika Pembahasan
Agar memperoleh penulisan penelitian yang sistematis dan konsisten,
penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab dan beberapa sub bab. Adapun
penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan gambaran umum mengenai sistematika
penulisan secara menyeluruh. Dimulai dengan penjelasan latar
belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan hasil penelitian.
BAB II. LANDASAN TEORI
27
Bab ini menguraikan teori-teori yang digunakan untuk mendukung
penelitian agar didapat gambaran yang jelas tentang kedudukan
wanita dan aktivitas wanita bekerja dalam syariah, aqad kerja
dalam tinjauan syariah serta shift kerja. Adapun sumber teori-teori
adalah berasal dari berbagai buku referensi, internet dan sumber
lainnya yang dianggap representative sebagai pengayaan teori
penelitian.
BAB III. DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran umum kondisi pekerja
wanita pada shift sebagai acuan penelitian.
BAB IV. ANALISIS DATA
Dalam Bab ini akan membahas tentang persyaratan wanita bekerja
menurut peraturan mentri dan Tinjauan Hukum Islam, Batasan-
batasan wanita bekerja shift malam dan menggali hukum wanita
bekerja shift malam menurut Tinjauan Islam, disajikan pembahasan
secara analisis untuk menemukan jawaban dari rumusan
permasalahan yang telah penulis susun dan dianalisis menurut
pendapat syaikh Taqiyuddin An-Nabhani sebagai tolak ukurnya.
BAB V. PENUTUP
Bab ini merupakan perumusan terakhir dari keseluruhan isi skripsi
yang diwujudkan dalam bentuk kesimpulan dari pembahasan
28
penelitian, kemudian dilanjutkan dengan saran-saran serta harapan
penulis atas terselesaikannya skripsi ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kedudukan Wanita dalam Syariah
Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan dalam bukunya “peraturan
hidup dalam islam” bahwa Berbagai hak, kewajiban dan taklif syariah ada
kalanya terkait dengan karakter wanita dengan predikatnya sebagai wanita, dan
terkait dengan posisinya di dalam suatu komunitas (jamaah), atau
keberadaannya di dalam masyarakat.21
21
Taqiyuddin An-Nabhani, sistem pergaulan dalam islam (terj), Hizbut Tahrir Indonesia, Jakarta,
2007, hal. 124
29
Imam al-Bukhârî mengeluarkan hadits dari jalur ’Uqbah bin al-Hârits, ia
berkata:
“Aku menikahi seorang wanita, lalu datang seorang wanita dan berkata:
“Sesungguhnya aku Allah SWT telah menetapkan bekerja untuk mencari
nafkah sebagai kewajiban bagi pria. Sebaliknya, bekerja untuk mencari nafkah
bukan merupakan kewajiban bagi wanita, tetapi hanya sekadar mubah (boleh)
saja. Jika dia menghendaki, dia boleh melakukannya; jika dia tidak
menghendakinya, dia boleh untuk tidak melakukannya”.
Allah SWT berfirman:
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya.” (TQS ath-Thalâq [65]: 7).
Dan Allah SWT juga berfirman:
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu.”
(TQS al-Baqarah [2]: 233)
Jadi Allah menetapkan bekerja mencari nafkah sebagai kewajiban bagi
pria. Islam telah menetapkan bahwa urusan kepemimpinan (qawwâmah) adalah
diperuntukkan bagi pria atas wanita. Islam menetapkan para suami memiliki
hak kepemimpinan, mengeluarkan perintah dan larangan.
Allah SWT berfirman:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka, sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah
lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka).Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar.” (TQS an-Nisâ’[4]: 3) ”.
Allah SWT telah menjelaskan bahwa kepemimpinan dalam rumah tangga
adalah bagi kaum pria, karena Allah SWT telah menetapkan berbagai
tambahan taklif kepada mereka, seperti pemerintahan, imamah shalat,
30
perwalian dalam pernikahan dan hak menjatuhkan talak ada di tangan kaum
pria.
Allah SWT berfirman:
“…oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (lakilaki)
atas sebahagian yang lain (wanita).” (TQS an-Nisâ’ [4]: 3).
Kepemimpinan tersebut juga dikarenakan berbagai beban yang telah
digantungkan oleh Allah di pundak kaum pria berupa taklif nafkah dalam
bentuk mahar, makanan, pakaian dan tepat tinggal. Hal itu sebagaimana Allah
berfirman:
“Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka.” (TQS an-Nisâ’ [4]: 3)
Sebagaimana Allah SWT juga telah menetapkan adanya hak bagi seorang
suami untuk mendidik istrinya dengan cara memberi nasihat yang baik,
memisahkannya di tempat tidur, atau memukulnya dengan pukulan yang tidak
menyakiti (melukai) menurut dosa (pelanggaran) yang memerlukan pendidikan
itu. Hal itu dilakukan jika si istri melakukan nusyuz atau bermaksiat kepada
(melanggar perintah) suaminya, dan melakukan penentangan terhadap suami.
Sebaliknya, Allah SWT telah menetapkan bahwa hak mengasuh anak
yang masih kecil baik laki-laki atau perempuan ada ditangan wanita, sementara
kaum pria dilarang dari hal itu. Allah SWT juga telah menetapkan bahwa
wanita berhak untuk mengambil sendiri nafkah anak kecil (dari harta ayahnya)
jika si ayah mereka menelantarkan mereka atau berlaku kikir terhadap mereka;
sementaradalam kondisi semacam ini, pria dilarang untuk melakukannya.
Dalam konteks ini, Hindun pernah mendatangi Rasulullah SAW, lalu berkata:
“Ya Rasulullah, sungguh Abû Sufyân seorang pria yang sangat pelit. Ia
tidak memberikan nafkah yang cukup bagi diriku dan anakku”. Maka
31
Rasulullah SAW bersabda: “Ambil saja olehmu apa yang mencukupi untuk
dirimu dan anakmu secara makruf”. (Muttafaq ‘alayh dari jalur ‘Aisyah)
Dalam kondisi semacam ini, seorang qâdhî (hakim) akan memaksa sang
suami untuk menyerahkan nafkah kepada istrinya dan menetapkan bagi si isteri
hak untuk mengelola langsung nafkah untuk diri dan anak-anaknya itu, dan
sebaliknya Qadhi akan menolak pengelolaan nafkah tersebut oleh si suami.22
B. Aktifitas Wanita Bekerja Perspektif Fiqh Klasik dan Pemikiran
Taqiyuddin An-Nabhani
1. Perspektif Fiqh Klasik
Kaum muslimin sepakat bahwa perkawinan merupakan salah satu
sebab yang mewajibkan pemberian nafkah, seperti halnya dengan
kekerabatan. Nafkah atas istri ditetapkan nashnya dalam surat sebagai
berikut23
:
“Dan kewajiban ayah adalah memberi makanan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara yang ma’ruf.”(Q.S. Al-Baqarah:233)
Yang dimaksud para ibu di sini adalah istri-istri, sedangkan yang
dimaksud ayah adalah suami-suami. Para ulama madzhab telah sepakat
bahwa pemberian nafkah terhadap istri hukumnya adalah wajib.24
Seorang
perempuan (istri) dilarang untuk keluar rumah tanpa adanya izin dari pihak
laki-laki (suami).25
22
Ibid, hal. 130-132
23Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Madzhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali,
(terj), PT Lentera Basritama , Jakarta, 2001, cet. VII, hal. 400 24
Ibid, hal. 401 25
Husain Matar, Al-Targhib wa Al-Tarhib, Al-Hidayah, Surabaya, hal. 85
32
Sejalan dengan hal tersebut, tanggung jawab kehidupan rumah tangga
terletak pada pundak seorang suami. Tanggung jawab tersebut khususnya
yang berkaitan dengan permasalahan pencarian nafkah, perlindungan
keamanan, dan hubungan keluar. Di dalam literatur-literatur klasik,
memandang bahwa itu mutlak menjadi tanggung jawab suami, sekalipun
seandainya sang istri adalah orang yang kaya raya.26
Hambali menyatakan bahwa, apabila seorang istri mengurung diri
terhadap suaminya dengan maksud agar si suami memenuhi nafkah atau
maharnya, maka bila sang suami tidak mampu memenuhi kewajiban-
kewajiban materilnya, maka kewajiban memberikan nafkah menjadi
gugur.27
Oleh karenanya sang istri tidak berhak menuntut suami untuk
memenuhi kebutuhannya dan dia dapat membantu sang suami untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Di dalam al-Qur’an disebutkan
bahwa:
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan”.(Q.S. Al-Baqarah:280)
Hanafi menegaskan bahwa, jika seorang istri adalah seorang wanita
pekerja dan tidak menetap di rumah, maka dia tidak berhak atas nafkah
manakala suaminya memintanya untuk menetap di rumah akan tetapi
istrinya tidak menurutinya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat yang
ditegaskan oleh madzhab-madzhab lainnya yang menyatakan
ketidakbolehan istri keluar rumah tanpa izin suaminya.28
26
Sa’di Abu Habib, Ensiklopedi Ijma’: Persepakatan Ulama Dalam Hukum Islam (terj), Pustaka
Firdaus, Jakarta, 1987, hal. 454 27
Muhammad Jawad Mughniyah, op.Cit, hal. 405 28
Ibid, hal. 426
33
Bahkan Syafi’i dan Hambali lebih menegaskan bahwa, jika istri keluar
rumah dengan izin suami tapi demi kepentingannya sendiri, maka gugurlah
hak nafkah bagi sang istri tersebut. Serta jika seorang suami meminta
kepada istrinya untuk meninggalkan pekerjaannya, dan sang istri tidak
memenuhi permintaannya, maka sang istri juga tidak berhak atas nafkah
suami.29
Di dalam Q.S al-Ahzab: 33 disebutkan
“Dan tetaplah kamu di rumah kamu”. (Q.S. Al-Ahzab:33)
Al-Qurthubi-pakar tafsir dalam bidang hukum- (w. 671 H) menulis,
sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab, antara lain:
“Makna ayat di atas adalah perintah untuk menetap di rumah.
Walaupun redaksi ayat ini ditujukan kepada istri-istri Nabi, akan tetapi
selain dari mereka juga tercakup dalam perintah tersebut. Agama dipenuhi
oleh tuntunan agar wanita-wanita tinggal di rumah dan tidak keluar rumah
kecuali dalam keadaan darurat”.30
Di dalam dunia politik, disebutkan bahwa, dunia peran pada dasarnya
dibedakan ke dalam dua bagian.31
Pertama, wilayah publik (al-wilâyah al-
âmmah) dan yang kedua, wilayah domestik (al-wilâyah al-khâshshah).
Wilayah publik meliputi urusan-urusan sosial kemasyarakatan, seperti
penyusunan undang-undang, melakukan proses rekonsiliasi terhadap
konflik-konflik yang terjadi pada masyarakat umum, menjalankan
pemerintahan dan sebagainya. Wilayah ini menjadi kekuasaan kaum laki-
laki. Sedangkan wilayah khusus meliputi tugas-tugas rumah tangga,
29
Ibid, hal.426 30
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 11, Lentera
hati , Jakarta, 2003, cet. I, hal. 266 31
Syafiq Hasyim, Hal-hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-isu Keperempuanan Dalam Islam:
Sebuah Dokumentasi, Mizan, Bandung, 2001, hal. 191
34
mendidik anak, dan tugas-tugas yang bersifat internal, seperti wasiat kepada
anak dan mengurus harta suami di rumah menjadi tugas kaum perempuan.32
Berdasarkan pandangan tersebut, Islam telah menentukan peran
perempuan dalam wilayah khusus (domestic role). Menurut mereka, secara
historis sejak kelahirannya, Islam tidak pernah menyandarkan urusan publik
ke pundak perempuan. Sejak masa kenabian, tak satu pun perempuan yang
terlibat secara langsung ke dalam kegiatan-kegiatan politik.33
Salah satu landasan argumentasi yang digunakan adalah berdasarkan
ijma’. Dalam ijma’ telah disepakati bahwa pengalaman praktik Islam dalam
masa Nabi SAW, masa khalîfah, serta generasi sesudahnya tidak pernah
mengajak perempuan untuk terlibat dalam menyelesaikan urusan politik.
Memang, pada masa Rasulullah banyak perempuan yang cemerlang dalam
peradaban maupun pemikiran, seperti istri-istri Rasul, tetapi mereka tidak
pernah bergabung dalam urusan politik. Mereka juga tidak pernah diajak
untuk terjun ke dalamnya.34
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa, dalam pandangan
literatur klasik, seorang perempuan yang telah bersuami, dapat bekerja atau
beraktivitas di luar rumah jika dengan izin sang suami ataupun sang suami
memang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nafkah sang istri. Akan
tetapi pekerjaan yang digeluti oleh seorang perempuan tidak boleh
merambah dunia politik.
2. Pemikiran Taqiyuddin An-Nabhani
32
Salah satu ulama yang mendukung pendapat ini adalah Imam al-Ghazali. 33
Syafiq Hasyim, Op.Cit, 191 34
Taqiyuddin An- Nabhani, sistem pergaulan dalam islam (terj), Hizbut Tahrir Indonesia, Jakarta,
2007Ibid, hal. 192
35
Watak pandangan Islam secara yuristik telah menetapkan aktivitas-
aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kedudukannya sebagai
manusia, ada kalanya sebagai sesuatu yang mubah baik bagi kaum pria
maupun kaum wanita, tanpa membedakan keduanya ataupun
mendiskriminasi salah satunya dari yang lain. Atau menetapkan aktivitas-
aktivitas itu sebagai sesuatu yang wajib, haram, makruh, atau mandûb
(sunnah), tanpa ada pembedaan atau diskriminasi.
Adapun berbagai aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki dengan
predikatnya sebagai laki-laki seiring dengan karakter kemanusiaannya, atau
yang dilakukan oleh perempuan dengan predikatnya sebagai perempuan seiring
dengan karakter kemanusiaannya, maka sungguh syara’ telah memisahkannya
di antara keduanya dan membedakannya terkait dengan masing-masing dari
keduanya, baik ditinjau dari sisi wajib, haram, makruh, mandûb (sunah), atau
pun mubah. Dari sinilah, kita menemukan bahwa pemerintahan dan kekuasaan
telah ditetapkan oleh syariah sebagai hak laki-laki dan bukan bagi perempuan.
Sebaliknya, pengasuhan anak baik anak laki-laki atau anak perempuan,
ditetapkan sebagai hak kaum wanita saja, dan bukan hak kaum pria. Karena itu,
merupakan keniscayaan untuk menyerahkan berbagai aktivitas yang berkaitan
dengan perempuan dengan predikatnya sebagai perempuan kepada kaum
wanita. Juga merupakan keniscayaan, menyerahkan berbagai aktivitas yang
berhubungan dengan laki-laki dengan sifatnya sebagai laki-laki kepada kaum
pria. Allah SWT sebagai Zat yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan
adalah pihak yang paling mengetahui apakah sesuatu itu termasuk urusan laki-
laki atau urusan perempuan. Karena itu, kita harus berhenti pada batas hukum-
36
hukum yang telah disyariatkan-Nya dan tidak melampauinya, baik hukum-
hukum itu bagi pria saja atau wanita saja, atau bagi manusia secara umum
tanpa memperhatikan posisinya sebagai pria atau wanita. Sebab, Allah SWT
adalah pihak yang paling mengetahui apa yang paling layak bagi manusia.
Dengan demikian, upaya-upaya akal untuk menghalangi wanita dari
melakukan berbagai aktivitas dengan alasan aktivitas itu tidak termasuk urusan
wanita, atau upaya akal untuk menyerahkan berbagai aktivitas kepada wanita
yang semestinya khusus untuk pria, dengan anggapan bahwa penyerahan itu
demi memberikan persamaan kepada wanita dan merealisasikan keadilan di
antara pria dan wanita, semua upaya itu merupakan upaya yang telah
melampaui batasan syara’, termasuk tindakan yang sama sekali salah dan
menyebabkan kerusakan.
Syariah Islam telah menetapkan bahwa wanita adalah seorang ibu dan
pengatur rumah tangga (ummun wa rabbah al-bayt). Untuk itu, syariah Islam
telah mendatangkan bagi wanita seperangkat hukum yang berkaitan dengan
kehamilan, kelahiran (wilâdah), penyusuan (radhâ‘ah), pengasuhan
(hadhânah), ataupun berkaitan dengan masalah ‘iddah. Semua itu sedikitpun
tidak ditetapkan bagi pria. Karena hukum-hukum tersebut memang hanya
berhubungan dengan perempuan dalam kedudukannya sebagai perempuan.
Maka, syara’ telah memberikan kepada wanita tanggung jawab terhadap anak
mulai dari hamil, kelahiran, penyusuan, dan pengasuhan. Aktivitas-aktivitas
tersebut merupakan aktivitas wanita yang paling penting dan tanggungjawab
yang paling besar bagi seorang wanita.
37
Dari sini dapat dikatakan bahwa, aktivitas pokok bagi seorang wanita
adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (ummun wa rabbah al-bayt).
Sebab, di dalam aktivitas tersebut terdapat rahasia kelangsungan jenis manusia.
Dan karena aktivitas-aktivitas tersebut telah dikhususkan bagi wanita, dan tidak
diberikan sedikit pun kepada pria.
Atas dasar ini, harus sudah menjadi sesuatu yang jelas dan gamblang
bahwa betapapun banyak aktivitas yang disandarkan kepada wanita dan
betapapun berbagai taklif yang dibebankan kepada wanita, maka yang wajib
menjadi aktivitas pokoknya adalah aktivitas keibuan (al-umûmah/motherhood)
dan aktivitas pendidikan anak-anak. Karena itu, kita jumpai syariah Islam telah
memperbolehkan wanita untuk berbuka pada siang hari bulan pada Ramadan
sementara ia sedang mengandung atau menyusui. Syara’ juga telah
menggugurkan kewajiban shalat dari wanita pada saat mereka sedang haidh
atau nifas. Syara’ pun telah melarang pria untuk bepergian bersama anaknya
selama ibunya masih mengasuh anak itu. Semua itu dalam rangka untuk
menyempurnakan aktivitas pokoknya selaku wanita, yaitu sebagai ibu dan
pengatur rumah tangga (ummun wa rabbah al-bayt).
Hanya saja, keberadaan aktivitas pokok wanita sebagai ibu dan pengatur
rumah tangga itu tidak berarti bahwa aktivitas wanita hanya dibatasi pada
aktivitas tersebut dan dilarang melakukan aktivitas-aktivitas lainnya.
Melainkan maknanya adalah bahwa Allah SWT telah menciptakan wanita agar
pria cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan agar pria (suaminya) bisa
memperoleh keturunan dan anak darinya. Allah SWT berfirman:
38
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak anak dan cucu-cucu.”
(TQS an-Nahl [16]: 72)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya” (TQS ar-Rûm [30]: 21)
Akan tetapi, dalam waktu yang sama, Allah SWT juga telah menciptakan
wanita agar ia melakukan aktivitas di kehidupan umum, sebagaimana ia
melakukan aktivitas di kehidupan khusus. Maka Allah SWT telah mewajibkan
atas wanita untuk mengemban dakwah dan menuntut ilmu tentang apa yang
menjadi keharusan dari aktivitasaktivitas kehidupannya. Allah SWT juga telah
memperbolehkan seorang wanita untuk melakukan transaksi jual-beli, kontrak
kerja (ijârah), dan perwakilan (wakâlah). Di sisi lain, Allah SWT telah
mengharamkan wanita untuk berdusta, bertindak curang, dan berkhianat.
Sebagaimana semua itu telah diwajibkan, diperbolehkan, atau diharamkan
kepada pria.
Allah SWT juga telah menetapkan bahwa wanita boleh menekuni
aktivitas pertanian, industri, perdagangan. Ia juga boleh melakukan berbagai
transaksi (akad), memiliki setiap jenis kepemilikan yang dibolehkan, dan
mengembangkan hartanya. Wanita pun boleh untuk melakukan sendiri
berbagai urusannya di tengah kehidupan. Ia boleh menjadi pesero dalam suatu
syirkah (perseroan), menjadi pegawai, mempekerjakan orang, menyewakan
sesuatu atau melakukan semua bentuk muamalat lainnya. Semua itu
berdasarkan keumuman seruan Allah SWT dan tidak adanya larangan khusus
yang ditujukan bagi wanita.
39
Hanya saja, wanita tidak boleh menduduki jabatan pemerintahan. Maka
ia tidak boleh menjadi kepala negara (Khalifah), mu‘âwin (pembantu)
Khalifah, Wali (gubernur), ‘âmil (setara walikota/bupati), atau jabatan apa saja
yang termasuk pemerintahan (kekuasaan). Hal itu didasarkan kepada apa yang
telah diriwayatkan dari Abû Bakrah, ia menuturkan:
“ketika sampai berita kepada Rasulullah SAW bahwa penduduk Persia
telah mengangkat putri Kisra sebagai ratu mereka, beliau lalu bersabda:
“Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka
kepada seorang wanita.” (HR al-Bukhârî)
Hadits ini secara gamblang melarang wanita untuk memegang urusan
pemerintahan yaitu ketika mencela orang-orang yang menyerahkan urusan
mereka kepada wanita. Waliyul-Amri (pemegang urusan pemerintahan) tidak
lain adalah penguasa (pemerintah).
Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (TQS an-Nisâ’ [4]: 59)
Jadi, kekuasaan pemerintahan tidak boleh diserahkan kepada kaum
wanita. Selain urusan (kekuasaan) pemerintahan, wanita boleh memegang
(menjabat)-nya. Atas dasar ini, wanita boleh diangkat sebagai pegawai negara,
karena pekerjaan semacam itu tidak termasuk urusan pemerintahan, melainkan
termasuk kontrak kerja (ijârah). Pegawai pada hakikatnya adalah pekerja
khusus yang bekerja kepada pemerintah. Statusnya sama seperti pekerja yang
bekerja kepada seseorang atau suatu perusahaan. Wanita juga boleh menangani
urusan peradilan (menjabat sebagai qâdhî atau hakim), karena seorang qâdhî
bukanlah pemerintah (penguasa). Ia hanyalah orang yang memutuskan
40
persengketaan di antara anggota masyarakat dan memberitahukan hukum
syara’ yang bersifat mengikat kepada pihak-pihak yang bersengketa.35
Dilihat dari aktivitas Sistem Pergaulan Islam (an-Nizhâm al-Ijtimâ’iy fî
al-Islâm) seorang Muslim, baik pria maupun wanita, wajib terikat dengan
hukum-hukum syara’ secara keseluruhan, supaya tidak terjadi kontradiksi
dalam diri seseorang sehingga pada akhirnya menampakkan adanya
pertentangan di antara hukum-hukum.36
Akidah Islam mengharuskan setiap Muslim untuk menerapkan seluruh
hukum Islam terhadap dirinya. Islam juga telah mensyariatkan hukum-hukum
yang meliputi pelaksanaan perbuatan secara positif (berupa perintah) atau pun
negatif (berupa larangan). Hukum-hukum tersebut dapat memelihara setiap
Muslim, baik pria ataupun wanita, sehingga mereka tidak keluar dari nilai-nilai
yang mulia.
Hukum-hukum tersebut juga bisa menjadi perisai bagi mereka, sehingga
mereka tidak tergelincir ke dalam pandangan yang bersifat seksual semata
tatkala mereka berada dalam suatu komunitas (jamaah) di tengah masyarakat.
Hukum-hukum tersebut banyak jumlahnya. Di antara hukum yang terkait
dengan pelaksanaan berbagai aktivitas secara positif (berupa perintah), adalah:
a. Islam telah memerintahkan baik kepada laki-laki maupun wanita agar
menundukkan pandangannya serta memelihara kemaluannya. Allah SWT
berfirman:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang
35
Ibid, hal. 135-139
36Ibid,
hal. 156
41
beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya.” (TQS an-Nûr [24]: 30-31)
Menahan (menundukkan) pandangan yang dilakukan oleh setiap pria
maupun wanita merupakan perlindungan yang hakiki bagi mereka masing-
masing. Perlindungan subyektif (internal) itu akan menghalanginya
sehingga tidak terjatuh ke dalam perkaraperkara yang diharamkan. Sebab,
mata merupakan sarana vital ke arah perbuatan-perbuatan yang terlarang itu.
Saat pandangan ditundukkan, saat itu juga kemungkaran telah dicegah.
b. Islam telah memerintahkan kepada kaum pria dan wanita agar bertakwa
kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar.” (TQS al-Ahzâb [33]: 70)
“Dan bertakwalah kamu (hai isteri-isteri Nabi) kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (TQS al-Ahzâb
[33]: 55)
c. Islam telah memerintahkan kepada kaum pria dan kaum wanita agar
menjauhi tempat-tempat syubhat (meragukan) dan agar bersikap hati-hati
sehingga tidak tergelincir ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah.
Islam juga memerintahkan kepada pria maupun wanita untuk
menjauhi tempat manapun, dan untuk tidak melakukan aktivitas apapun
serta untuk tidak berada di dalam kondisi apa pun yang di dalamnya
terdapat perkara syubhat, supaya mereka tidak terjerembab ke dalam
perbuatan yang haram. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya perkara yang halal telah jelas dan perkara yang
haram pun telah jelas. Akan tetapi, di antara keduanya terdapat perkara
yang syubhat di mana banyak orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa
yang menjauhi perkara-perkara yang syubhat, sesungguhnya ia telah
menjaga agama dan dirinya. Sebaliknya, barangsiapa yang terjatuh ke
dalam perkara syubhat, berarti ia telah terjatuh ke dalam yang haram.
Demikianlah, sebagaimana seorang penggembala yang menggembalakan
42
gembalaannya di seputar hima, hampir-hampir ia terjatuh ke dalamnya.
Ketahuilah, setiap raja memiliki hima, dan hima Allah adalah apa yang
diharamkan- Nya.” (HR Muslim dari jalur an-Nu’mân bin Bisyir).
Perkara syubhat di sini bisa terjadi dalam tiga keadaan. Pertama,
syubhat (kesamaran) yang ada pada sesuatu, apakah hukumnya haram
ataukah mubah; atau syubhat (kesamaran) tentang suatu perbuatan, apakah
hukumnya wajib, haram, makruh, mandûb, ataukah mubah. Adanya syubhat
(kesamaran) tentang deskripsi sesuatu atau tentang hukum suatu perbuatan,
maka seseorang tidak boleh mengambil atau melakukan perbuatan itu
sampai jelas hukum syara’ tentangnya. Dengan begitu, seorang Muslim
akan mengambil atau melaksanakannya dengan perasaan tenang
berdasarkan dugaan kuatnya bahwa hukum itulah yang merupakan hukum
Allah tentang sesuatu atau perbuatan tersebut. Baik kejelasan hukum itu dia
peroleh setelah dia melakukan ijtihad, atau setelah ia mendapat pengetahuan
tentang hukum syara’ tersebut dari seorang mujtahid atau seseorang yang
mengetahui hukum, walaupun orang itu seorang muqallid atau pun ‘âmmî,
selama ia yakin akan ketakwaan dan pengetahuan orang itu atas hukum
tersebut, bukan keilmuan orang itu secara mutlak. Kedua, seseorang ragu-
ragu terjatuh ke dalam yang haram, dari perbuatannya yang mubah karena
begitu dekatnya perbuatan tersebut dengan yang haram atau karena diduga
bisa mengantarkan kepada yang haram. Misalnya, seseorang yang
menyimpan hartanya di bank yang melakukan aktivitas riba; seseorang yang
menjual anggur kepada pedagang yang memiliki pabrik khamr; atau
seseorang yang mengajar wanita secara rutin, baik mingguan atau harian,
dan perbuatan lain yang sejenis. Perbuatan-perbuatan semisal itu merupakan
43
perbuatan yang mubah dan seseorang itu boleh melakukannya. Akan tetapi
yang lebih utama tidak melakukannya dalam rangka memelihara diri atas
dorongan sifat wara‘. Ketiga, masyarakat merancukan perbuatan mubah
yang dirancukan sebagai perbuatan haram. Akhirnya seseorang menjauhi
perbuatan mubah tersebut karena khawatir masyarakat menganggapnya
telah melakukan perbuatan haram. Misalnya, orang yang lewat di suatu
tempat yang di dalamnya penuh dengan kerusakan sehingga orang banyak
menyangkanya sebagai seorang yang rusak (bejat). Kekhawatiran bahwa
nanti masyarakat akan menilainya demikian menyebabkan dia menjauhi
sesuatu yang mubah itu. Contoh lain adalah seorang laki-laki bersikeras
menyuruh istrinya atau mahram-nya yang lain agar mengenakan cadar,
padahal ia berpendapat bahwa wajah bukanlah aurat. Akan tetapi laki-laki
itu tetap bersikeras akan hal itu karena khawatir masyarakat akan
mengatakan bahwa isteri atau saudari si Fulan membuka aurat. Dalam
konteks jenis ketiga ini terdapat dua aspek: Pertama, sesuatu yang
dirancukan oleh masyarakat sebagai sesuatu yang haram atau makruh,
nyatanya secara syar’i memang haram atau makruh. Dan seseorang
melakukan suatu perbuatan yang mubah, lalu dari hal itu orang-orang
memahami bahwa seseorang itu telah melakukan perbuatan yang terlarang.
Maka dalam keadaan seperti ini, seseorang itu hendaknya menjauhi
perbuatan mubah tersebut karena khawatir orang-orang menyangkanya
melakukan perbuatan haram, atau hendaknya ia menjelaskan perbuatannya
itu kepada mereka.
44
d. kesopanan dan mengenakan pakaian yang sempurna di dalam kehidupan
umum.
Islam juga telah menetapkan kehidupan khusus hanya terbatas bagi
wanita dan para mahram-nya saja. Tidak diragukan lagi bahwa munculnya
wanita yang sopan lagi serius akan menghalanginya dari pandangan nakal
dari mereka yang tidak bertakwa kepada Allah SWT. Al-Quran telah
mendeskripsikan pakaian wanita dengan deskripsi yang detil, sempurna, dan
menyeluruh. Apabila seorang wanita telah mengenakan pakaiannya secara
sempurna; menutupkan kain kerudung atas kerah bajunya sehingga terulur
menutupi kepala, leher dan dadanya; serta mengulurkan jilbabnya sehingga
baju kurung atau jubahnya terulur sampai ke bawah supaya menutupi
seluruh tubuh hingga kedua telapak kakinya, maka artinya wanita tersebut
telah mengenakan pakaian yang sempurna, berhati-hati dalam memakainya
dan tampak kehormatan (kesopanan)-nya. Dengan pakaian yang sempurna
tersebut, ia dapat terjun ke tengah-tengah kehidupan umum untuk
melangsungkan berbagai aktivitasnya. Pada saat yang sama, ia berada dalam
kondisi yang sangat terhormat dan bermartabat. Semua itu akan dapat
menghalangi dirinya dari pandangan nakal orang-orang yang tidak bertakwa
kepada Allah SWT.
Inilah hukum-hukum syara’ yang mencakup pelaksanaan berbagai
aktivitas yang diperintahkan. Sedangkan hukum-hukum syara’ yang meliputi
berbagai perbuatan yang dilarang di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat satu sama lain.
45
Khalwat maknanya adalah seorang pria bertemu dan berkumpul
dengan seorang wanita di suatu tempat yang tidak memungkinkan orang
lain untuk bergabung dengan keduanya, kecuali dengan izin keduanya.
Misalnya, seorang pria dan wanita berkumpul di rumah atau di tempat sunyi
yang jauh dari jalan dan jauh dari orangorang.
Dikatakan di dalam kamus al-Muhîth: Dia meminta berduaan dengan
raja, maka raja pun menyendiri dengannya; khalâ bihi, khalâ ilayhi dan
khalâ ma’ahu (mashdarnya) khalwan, khalâ’an dan khalwat, maknanya
adalah memintanya untuk bertemu berduaan saja, lalu ia pun melakukannya.
Dengan demikian, khalwat adalah bertemunya dua orang secara menyendiri
sehingga aman dari keberadaan orang lain bersama keduanya. Khalwat
adalah perbuatan yang rusak. Karena itu, Islam melarang dengan tegas
setiap bentuk khalwat yang dilakukan oleh seorang pria dan seorang wanita
yang bukan mahram, siapa pun kedua orang tersebut dan bagaimanapun
bentuk khalwat yang dilakukan. Rasulullah SAW telah bersabda:
“Janganlah seorang pria berduaan dengan seorang wanita kecuali
wanita itu disertai mahramnya, (karena) sesungguhnya yang ketiga adalah
setan.” (HR Muslim dari jalur Ibn ’Abbâs)
Dengan melarang khalwat, syariah telah memberikan pemeliharaan
(penghalang) di antara pria dan wanita. Fakta khalwat menunjukkan, bahwa
khalwat itu telah menjadikan pria hanya mengenal wanita sebagai seorang
perempuan saja, sekaligus menjadikan wanita hanya mengenal pria sebagai
seorang laki-laki saja. Dengan adanya larangan khalwat maka sebab-sebab
kerusakan dapat dipupuskan, karena khalwat merupakan sarana yang secara
langsung dapat mengantarkan kepada kerusakan.
46
b. Islam melarang kaum wanita untuk bertabarruj. Allah SWT berfirman:
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan
mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa
menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan
perhiasan.” (TQS an-Nûr [24]: 60)
Ayat ini melarang wanita yang sudah tua untuk melakukan tabarruj.
Yaitu pada saat ayat ini mempersyaratkan terhadap wanita tua itu dalam
menanggalkan atau melepaskan pakaian yang boleh untuk ditanggalkan,
hendaklah ia tidak bertabarruj. Mafhumnya, ayat ini merupakan larangan
bertabarruj. Jika kaum wanita yang sudah tua dilarang melakukan tabarruj,
maka wanita selain mereka (yaitu wanita yang lebih muda dari mereka)
tentu lebih dilarang lagi.
Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan.” (TQS an-Nûr [24]: 31)
Semisal perbuatan yang disebutkan di dalam ayat ini dinilai sebagai
tabarruj. Tabarruj maknanya adalah: Menampakkan perhiasan dan
kecantikan kepada laki-laki asing (bukan mahram). Dikatakan tabarrajat al-
mar’ah (seorang wanita bertabarruj) artinya azhharat zînatahâ wa
mahâsinahâ li al-ajânib (wanita itu telah menampakkan perhiasan dan
kecantikannya kepada pria asing-bukan mahram-nya). Terdapat sejumlah
hadits tentang larangan atas setiap perbuatan yang dinilai sebagai tabarruj.
Abû Musâ al- Asy‘ari menuturkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Wanita siapa saja yang memakai wewangian kemudian melewati
suatu kaum agar mereka mencium aromanya, maka ia (seperti) wanita yang
berzina (pelacur).” (HR Ibn Hibbân dan al-Hâkim).
47
c. Islam melarang pria dan wanita untuk melakukan segala bentuk perbuatan
yang mengandung bahaya terhadap akhlak atau yang dapat merusak
masyarakat.
Karenanya seorang wanita dilarang untuk bekerja dengan pekerjaan
yang dimaksudkan untuk memanfaatkan aspek keperempuanan (feminitas).
Diriwayatkan dari Râfi‘ ibn Rifâ‘ah, ia menuturkan: “Nabi SAW telah
melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang
dikerjakan dengan kedua tangannya. Beliau bersabda, “begini (dia
kerjakan) dengan jari-jemarinya seperti membuat roti, memintal, atau
menenun.” (HR Ahmad)
Dengan demikian, seorang wanita dilarang untuk bekerja di tempat-
tempat penjualan untuk menarik pengunjung. Wanita dilarang bekerja di
kantor-kantor diplomatik dan konsulat atau yang sejenisnya, dengan maksud
untuk memanfaatkan unsure kewanitaannya dalam rangka mencapai tujuan-
tujuan politik. Wanita juga dilarang bekerja sebagai pramugari di pesawat-
pesawat terbang dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang mengeksploitasi
unsur kewanitaannya.
d. Islam melarang menuduh wanita yang baik-baik yaitu melontarkan tuduhan
zina kepadanya. Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah
kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah
orang-orang yang fasik.” (TQS an-Nûr [24]: 4)
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-
baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia
dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar” (TQS an-Nûr [24]: 23)
Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Jauhilah oleh kalian tujuh dosa besar.” Para sahabat bertanya:
“Apa saja itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah,
48
sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan
yang dibenarkan, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari
medan perang, dan menuduh berzina atas wanita yang suci, yang tidak
melakukan apa-apa.” (Muttafaq ’alayhi dari jalur Abû Hurayrah).37
C. Aqad Kerja dalam Tinjauan Syariah
1. Aqad Kerja
Aqad kerja merupakan salah satu hal yang penting dalam proses
Ijarah al ajiir, dimana dalam Aqad kerja terdapat perjanjian antara kedua
belah pihak (manajemen dan pekerja) dalam suatu waktu dan dalam
pekerjaan tertentu. Maka dari itu, penting untuk memperjelas kontrak kerja,
mengingat banyaknya permasalahan dalam hubungan antara manajemen
(perusahaan) dengan pekerja/karyawan dikarenakan masalah kontrak kerja.
a. Ijarah
1) Pengertian Ijarah
Secara bahasa, Ijarah berasal dari kata al-ajru. Al-ajru di dunia
adalah kompensasi, al-ajru di akhirat adalah pahala.38
Adapun definisi
lain yaitu akad atas manfaat/jasa dengan mendapat kompensasi dan
disyariatkannya manfaat/jasa itu harus bisa diperoleh oleh musta’jir
atau majikan.39
Ijarah adalah pemilikan jasa dari seorang ajiir (pekerja) oleh
musta’jir (majikan), serta pemilikan harta dari pihak musta’jir oleh
37
Ibid, hal. 157-172 38
Yusuf As-Sabatin, Bisnis Islami dan Kritik atas Praktik Bisnis ala Kapitalis (terj.), Al-Azhar
Press, Bogor, 2009, hal. 321 39
Ibid, hal. 321
49
seorang ajiir. Dimana Ijarah tersebut merupakan transaksi terhadap
jasa tertentu dengan disertai kompensasi.40
Hasan juga mengumpulkan definisi Ijarah dari ulama-ulama
madzhab yaitu:
i. Definisi Ulama Hanafiyah:
“Transaksi terhadap manfaat dengan kompensasi” (lihat juga
as-Sarakhsi, al-Mabsuth, XVIII/18; Fath al-Qadiir, XX/44
(Maktabah Syamilah)).
ii. Definisi Ulama Malikiyah dan Hanabilah:
“Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu
tertentu dengan suatu imbalan” (Lihat juga Syarh al-Kabir li as-
Syaikh ad-Dardir, II/4 (Maktabah Syamilah)).
iii. Deinisi Ulama Syafi’iyah:
“Transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu, bersifat
dapat dimanfaatkan da dibolehkan dengan suatu imbalan tertentu”
(Lihat juga asy-Syarbini, Mughni al-Muhjat, IX/363 (Maktabah
Syamilah); Ibnul Qasim, 1982: I/297)).
2) Pensyariatan Ijarah
Islam membolehkan seseorang untuk mengontrak tenaga para
pekerja atau buruh, agar mereka bekerja untuk dirinya.41
a) Al-Qur’an
i) Ath-Thalaq ayat 6:
40
Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi alternatif perspektif Islam, Risalah Gusti,
Surabaya, 1996, hal. 83 41
Taqiyuddin An- Nabhani, Sistem Ekonomi Islam, Tim HTI Press, Jakarta, 2010, hal. 106-108
50
“…Jika mereka menyusukan (anak-anak) kalian untuk
kalian maka berikanah kepada mereka upahnya…”
ii) Al-Baqarah ayat 233:
“…Dan jika kalian ingin agar anak kalian disusukan
oleh orang lain maka tidak ada dosa bagi kalian jika kalian
memberikan pembayaran secara patut. Bertakwalah kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa saja
yang kalian kerjakan“
iii) As-Sunah
(1) Hadist Imam Bukhari dari ‘Aisyah ra:
“Rasulullah dan Abu Bakar (pada saat hijrah)
menyewa seorang dari suku Ad-Dil kemudian dari suku
‘Abdi bin ‘Adiy sebagai petunjuk jalan dan yang mahir
menguasai seluk beluk perjalanan yang sebelumnya dia
telah diambil sumpahnya pada keluarga al-‘Ash bin Wa’il
dan masih memeluk agama kafir Quraisy...” (Shahih
Bukhari No. 2103).
(2) Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Nabi SAW juga
bersabda:
“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering
keringatnya”.
(3) Ijma42
Umat pada masa sahabat telah sepakat akan bolehnya akad
Ijarah , sebelum adanya al-Asham, Ibn Aliyah dan selain
keduanya, dikarenakan kebutuhan manusia akan berbagai
manfaat, seperti manfaat benda-benda yang terindera.
Ketika akad jual beli dibolehkan terhadap barang/benda,
42
(Ijma menurut ulama ushul adalah kesepakatan atas suatu hukum atas suatu fakta bahwa itu
adalah hukum syara'. …ijma yang dijadikan sebagai dalil syara adalah ijma sahabat saja)
Taqiyuddin An-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz III, 195. Hal. 297
51
maka akad Ijarah (sewa) pun dibolehkan terhadap
manfaat. Dalil ijma juga diketengahkan oleh Sabiq,
menurutnya tidak ada ulama yang berbeda dalam hal ini
(dibolehkannya Ijarah ).
3) Rukun-Rukun Ijarah
Rukun-rukun Ijarah adalah:
a) Ijab dan qabul dengan lafal Ijarah/sewa atau dengan yang
maknanya sama.
b) Dua pihak yang berakad. Keduanya disyaratkan memiliki
kelayakan melangsungkan akad, yaitu keduanya harus berakal.
c) Objek yang diakadkan harus bisa dimanfaatkan.43
4) Syarat-Syarat Sah Ijarah
Syarat-syarat sah Ijarah adalah:
a) Adanya kerelaan kedua belah pihak. Seandainya salah satu
dipaksa atas Ijarah tersebut maka akadnya tidak sah.
b) Pengetahuan akan manfaat yang diakadkan dengan pengetahuan
yang menghilangkan perselisihan yaitu bisa dengan melihat
benda yang ingin disewa, penjelasan jangka waktu, dan
penjelasan pekerjaan yang diminta.
c) Pekerjaan yang diakadkan haruslah berada dalam batas
kemampuan untuk dipenuhi secara syar’i.
d) Manfaat tersebut haruslah manfaat yang mubah (boleh), bukan
haram dan bukan pula wajib.44
43
Yusuf As-Sabatin, Bisnis Islami dan Kritik atas Praktik Bisnis ala Kapitalis (terj.), Al-Azhar
Press, Bogor, 2009, hal. 323
52
b. Pekerja (Ajiir)
Syariah islam menganggap pekerja (ajiir) adalah setiap orang
yang bekerja dengan upah (honor) tertentu, baik yang mengontrak
(musta’jir) berupa pribadi, jamaah, maupun negara. Olek karena itu,
pekerja mencakup orang yang bekerja dalam bidang kerja apa pun,
yang ada dalam pemerintahan islam tanpa dibedakan apakah pegawai
negara maupun pekerja lain. Dengan demikian, buruh tani, pelayan,
buruh pabrik, akuntan dan pegawai negara adalah ajiir.45
As-Sabatin dalam bukunya “Bisnis Islami dan Kritik atas
Praktik Bisnis ala Kapitalisme” menjelaskan bahwa akad di dalam
Ijarah al-ajiir (kontrak kerja) kadangkala dinyatakan atas manfaat
pekerjaan yang dilakukan pekerja, dan kadangkala dinyatakan atas
manfaat pekerja itu sendiri.
1) Jika akad dinyatakanatas manfaat pekerjaan maka objek akadnya
adalah manfaat yang dihasilkan dari pekerjaan. Contoh:
mempekerjakan tukang pahat dan pengrajin untuk pekerjaan-
pekerjaan tertentu; mempekerjakan tukang celup, tukang potong
dan tukang kayu.
2) Jika akad Ijarah itu dinyatakan atas manfaat seseorang maka objek
yang diakadkan adalah manfaat/jasa seseorang itu. Contoh:
mempekerjakan pembantu dan buruh. Bentuk pekerja dibagi
menjadi dua:
44
Ibid, hal. 323-324 45
Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi alternatif perspektif Islam, Risalah Gusti,
Surabaya, 1996, hal. 100-101
53
a) Pekerja ini kadangkala bekerja untuk individu saja untuk
selama jangka waktu tertentu. Contoh: orang yang bekerja di
kebun, ladang atau pabrik milik seseorang dengan gaji tertentu;
pegawai pemerintah di seluruh instansi pemerintah. Pekerja
bentuk ini dinamakan al-ajiir al-khash
b) Kadangkala pekerja itu melakukan pekerjaan tertentu untuk
semua orang dengan upah tertentu atas apa yang ia kerjakan.
Contoh: tukang kayu, tukang jahit, tukang sepatu dan
semacamnya. bentuk ini dinamakan al-ajiir al-musytarak atau
al-ajiir al-aam.46
2. Kerja Seorang Pekerja
Kerja seorang pekerja (Ajiir) berkaitan dengan sebagai berikut:
a. Ketentuan (Pembatasan) Kerja
Ijarah adalah memanfaatkan jasa sesuatu yang dikontrak. Apabila
Ijarah berhubungan dengan seorang pekerja (Ajiir) maka yang
dimanfaatkan adalah tenaganya. Sehingga untuk mengontrak seorang
pekerja harus ditentukan bentuk kerjaanya, waktu, upah, dan tenaganya.
Oleh karena itu, Jenis pekerjaanya harus dijelaskan sehingga tidak kabur.
Karena transaksi Ijarah yang masih kabur hukumnya adalah fasid
46
Yusuf As-Sabatin, Bisnis Islami dan Kritik atas Praktik Bisnis ala Kapitalis (terj.), Al-Azhar
Press, Bogor, 2009
54
(rusak). Dan waktunya juga harus ditentukan, semisal harian, bulanan
atau tahunan. Disamping itu, upah kerjanya juga harus ditetapkan.
Dari Ibnu Mas’ud berkata: Nabi SAW bersabda:“apabila salah
seorang diantara kalian, mengontrak (tenaga) seorang ajiir,
makahendaknya diberitahu tentang upahnya”.
Termasuk yang harus ditetapkan adalah tenaga yang harus
dicurahkan oleh para pekerja sehingga para pekerja tidak dibebani
dengan pekerjaan yang di luar kapasitasnya. Allah swt berfirman:
“Allah swt tidak akan membebani seseorang, selain dengan
kemampuannya.” (Q.s. Al-Baqarah:286).
Nabi saw juga bersabda:
“apabila aku telah memerintahkan kepada kalian suatu perintah maka
tunaikanlah perintah itu semampu kalian.” (H.r. Imam Bukhari dan
Muslim, dari Abu Hurairah)
Sehingga tidak diperbolehkan untuk menuntut seorang pekerja agar
mencurahkan tenaga, kecuali sesuai dengan kapasitasnya yang wajar.
Karena tenaga kerja tersebut tidak mungkin dibatasi dengan takaran yang
baku, maka membatasi jam kerja dalam sehari adalah takaran yang lebih
mendekati pembatasn tersebut. Sehingga pembatasan jam kerja sekaligus
merupakan tindakan pembatasan tenaga yang harus dikeluarkan.
Disamping itu, pekerjaannya juga juga harus ditetapkan, semisal
menggali tanah, menopang atau melunakkan benda, menempa besi,
memecah batu, mengemudikan mobil, atau bekerja di penambangan.
Disamping yang juga harus dijeaskan adalah kadar tenaganya.
Dengan begitu, pekerjaan tersebut benar-benar telah ditentukan
bentuknya, waktu, upah dan tenaga yang harus dicurahkan dalam
melaksanakannya. Atas dasar inilah, maka ketika syara’
55
memperbolehkan menggunakan pekerja, maka syara’ juga menetapkan
pekerjaannya, waktu upah serta tenaganya. Sedangkan upah yang
diperoleh oleh seorang ajiir kompensasi dari kerja yang dia lakukan itu
merupakan hak milik orang tersebut, sebagai konsekuensi tenaga yang
telah dia curahkan.47
b. Bentuk Pekerjaan
Setiap pekerjaan yang halal boleh di-Ijarah -kan (diakad
kontrakan), karena itulah transaksi Ijarah boleh dilakukan dalam:
perdagangan, pertanian, industri, pelayanan, perwakilan. Yang termasuk
dalam Ijarah juga adalah menggali sumber dan pondasi bangunan,
mengemudikan mobil dan pesawat, mencetak buku, menerbitkan koran,
memindahkan kendaraan dan sebagainya.
Dalam menentukan bentuk pekerjaan, disyaratkan agar
ketentuannya bisa menghilangkan kekaburan (persepsi yang macam-
macam) sehingga transaksi Ijarah tersebut berlaku untuk pekerjaan yang
jelas. Sebab mengontrak sesuatu yang masih kabur hukumnya fasad
(rusak). Contoh: ada seorang yang mengatakan: “Saya mengontrak Anda
untuk membawakan kotak-kotak dagangan saya ini ke Mesir dengan
ongkos 10 dinar” maka transaksi Ijarah semacam ini sah. Atau
mengatakan: “… untuk membawakannya, tiap 1 ton ongkosnya 1 dinar,”
maka transaksi tersebut juga sah. Apabila dia mengatakan kepadanya:
“Tolong kamu bawakan barangku, tiap 1 tonnya dengan ongkos 1 Dinar.
Dan setiap ada lebihnya, maka disesuaikan dengannya”, Transaksi
47
Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif: Perspektif Islam, Risalah
Gusti, Surabaya, 1996, hal. 84-85
56
semacam ini tidak sah, sebab yang disepakati hanya sebagian sementara
sebagian yang lain masih tetap majhul atau kabur.48
As-Sabatin juga
sepakat bahwa dalam menentukan jenis pekerjaan dalam akad Ijarah
(kontrak kerja) disyaratkan harus jelas, jika masuk unsur ketidakjelasan
(majhul) maka Ijarah tidak sah.49
Dalam hal ini, maka pentingnya menentukan bentuk dan jenis
pekerjaan sekaligus menentukan siapa yang akan melakukan pekerjaan
tersebut, agar dapat diketahui seberapa besar kadar pengorbanan yang
dikeluarkan. Juga disyaratkan agar ketentuannya dapat menghilangkan
kekaburan persepsi, sehingga transaksi Ijarah tersebut dapat berlangsung
secara jelas.50
c. Jangka Waktu Kerja
Di dalam Ijarah ada yang harus disebutkan jenis pekerjaan yang
dikontrakan saja tanpa menyebutkan jangka waktu kerjanya, misalnya
mengemudikan mobil sampai tempat tertentu. Sebaliknya ada Ijarah
yang harus disebutkan jangka waktu kerjanya saja dan tidak perlu
disebutkan kadar pekerjaannya. Misal: seseorang berkata “saya
mempekerjakan Anda satu bulan untuk menggali sumur atau parit”. Jadi
setiap pekerjaan yang tidak bisa diketahui kecuali dengan disebutkan
48
Ibid. hal. 87-88
49Yusuf As-Sabatin, Bisnis Islami dan Kritik atas Praktik Bisnis ala Kapitalis (terj.), Al-Azhar
Press, Bogor, 2009, hal. 341 50
Tim Penulis Komunitas Pengusaha Rindu Syariah (PRS), Pokok-Pokok Panduan Implementasi
Syariah dalam Bisnis, Cetakan ke 2, Pustaka PRS, Bogor, 2010, hal. 72
57
jangka waktunya maka harus disebutkan jangka waktunya. Sebab Ijarah
wajib jelas semuanya.51
An-Nabhani dalam perkara ini sepakat bahwa apabila waktu kerja
harus disebutkan dalam transaksi, dengan kata lain menyebutkan waktu
tersebut merupakan sesuatu yang urgen untuk menafikan ketidakjelasan,
maka waktunya harus dibatasi dengan jangka waktu tertentu, semisal satu
menit, satu jam, satu minggu, satu bulan, atau satu tahun.52
Dari segi masa kerja yang ditetapkan maka transaksi ijaratul ajiir
dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1) Transaksi yang hanya menyebutkan takaran kerja pekerjaan yang
dikontrakan saja tanpa harus menyebutkan masa kerja/kontraknya.
Seperti, pekerjaan menjahit pakaian dengan model tertentu sampai
selesai. Maka berapapun lamanya, seorang pekerja harus
menyelesaikan pakaian tersebut.
2) Transaksi yang hanya menyebutkan masa kerjanya tanpa harus
menyebutkan takaran kerja. Contohnya, memperbaiki bangunan
selama satu bulan. Jika demikian, maka orang tersebut harus
memperbaiki bangunan selama satu bulan, baik bangunan tersebut
selesai diperbaiki atau belum.
51
Yusuf As-Sabatin, Bisnis Islami dan Kritik atas Praktik Bisnis ala Kapitalis (terj.), Al-Azhar
Press, Bogor, 2009, hal. 341-342 52
Taqiyuddin An-Nabhani, op. Cit, hal.89
58
3) Transaksi yang menyebutkan masa kerjanya sekaligus menyebutkan
takaran kerjanya. Misalnya, pekerjaan membangun rumah yang harus
selesai dalam waktu tiga bulan.53
d. Gaji (Upah) Kerja
Disyaratkan pula agar gaji akad Ijarah jelas, dengan bukti dan ciri
yang bisa menghilangkan ketidakjelasan. Hal ini dijelaskan dalam hadits-
hadits berikut:
Nabi SAW pernah bersabda:
“Apabila salah seorang dari kalian mengontrak tenaga seorang
pekerja maka hendaknya ia memberitahukan kepadanya gajinya” (HR.
ad-Daruquthni).
“Bahwa Rasulullah Saw melarang memperkerjakan seorang
pekerja hingga dijelaskan upah kepadanya” (HR Ahmad No. 11248).
Kompensasi Ijarah (gaji, upah, honor) boleh tunai dan boleh tidak,
boleh dalam bentuk harta maupun jasa. Intinya, apa saja yang tidak
dinilai dengan harga boleh dijadikan sebagai kompensasi, dengan syarat
harus jelas. Apabila tidak jelas maka transaksinya tidak sah. Misal:
apabila ada buruh pemanen tanaman dikontrak dengan upah dari hasil
panen tanaman maka transaksi tersebut tidak sah, karena masih belum
jelas. Berbeda halnya kalau orang tersebut dikontrak dengan kompensasi
satu sha’ atau satu mud maka sah transaksinya.54
Upah harus sudah fix disepakati sebelum dimulai pekerjaan.
Makruh mempekerjakan pekerja sebelum dipastikan upahnya. Jika Ijarah
itu dilakukan terhadap pekerjaan maka pekerja itu memiliki upah tersebut
53
Tim Penulis Komunitas Pengusaha Rindu Syariah (PRS), Pokok-Pokok Panduan Implementasi
Syariah dalam Bisnis, Cet.2, Pustaka PRS, Bogor, 2010, hal. 72-73 54
Taqiyuddin An-Nabhani, op. Cit, hal. 89
59
dengan adanya akad Ijarah. Akan tetapi, upah itu tidak wajib diserahkan
kecuali setelah selesainya pekerjaan.
Nabi SAW bersabda:
“Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum kering
keringatnya”.55
Jika disyaratkan penundaan pembayaran upah maka upah itu
diserahkan sampai jatuh temponya. Jika disyaratkan diberikan secara
berangsur, harian, bulanan atau yang lain maka disesuaikan dengan
kesepakatan keduanya itu.56
Upah dapat diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, upah yang telah
disebutkan (ajrun musamma), dan kedua, upah yang sepadan (ajrun
mitsli). Upah yang telah disebutkan itu syaratnya ketika disebutkan harus
disertai kerelaan kedua belah pihak yang bertransaksi. Sedangkan upah
yang sepadan adalah upah yang sepadan dengan kondisi pekerjaannya
(profesi kerja) jika akad Ijarah -nya telah menyebutkan jasa (manfaat)
kerjanya.57
Untuk upah sepadan (ajrun mitsli) ditentukan oleh mereka yang
mempunyai keahlian untuk upah, bukan standar yang ditetapkan negara,
juga bukan sekedar kebiasaan penduduk suatu negara, melainkan oleh
orang yang ahli dalam menangani upah kerja ataupun pekerja yang
55
Diriwayatkan oleh ibn Majah di Sunan-nya dari hadis Abdullah bin Umar. Dan di dalam
sanadnya terdapat Wahab bin Sa’id bin ‘Athiyah as-Sulami dan Abdurahman bin Aslam
sementara keduanya dhaif. 56
Yusuf As-Sabatin, Bisnis Islami dan Kritik atas Praktik Bisnis ala Kapitalis (terj.), Al-Azhar
Press, Bogor, 2009, hal. 343-344 57
Tim Penulis Komunitas Pengusaha Rindu Syariah (PRS), Pokok-Pokok Panduan Implementasi
Syariah dalam Bisnis, cet.2, Pustaka PRS, Bogor, 2010, hal. 73-74
60
hendak diperkirakan upahnya. Orang yang ahli dalam menentukan
besarnya upah disebut dengan khubara’u.58
e. Tenaga yang Dicurahkan saat Bekerja.
Akad di dalam Ijarah al-ajir (kontrak kerja) terjadi atas manfaat
tenaga/jasa yang dicurahkan. Upah ditentukan berdasarkan
manfaat/jasanya dan tenaga itu sendiri tidak menjadi standar
manfaat/jasa. Sebab, jika tenaga menjadi standar niscaya upah tukang
batu lebih besar daripada upah insinyur karena tenaga yang ia curahkan
lebih banyak daripada tenaga yang dicurahkan insinyur, padahal faktanya
sebaliknya. Atas dasar ini, upah merupakan kompensasi atas
manfaat/jasa, bukan kompensasi tenaga. Tenaga sama sekali tidak
dijadikan acuan dalam kompensasi.59
Apabila ada seseorang dikontrak untuk membangun (suatu
bangunan), maka kontrak tersebut harus diperkirakan waktu dan
kerjanya. Bila pekerjaan tersebut sudah diperkirakan, maka disitu baru
nampak jasanya, semisal tentang kejelasan tempatnya, tingginya,
spesifikasinya, langit-langitnya serta bahan-bahan bangunannya dan
sebagainya. Apabila sudah diperkirakan waktunya, maka jasanya tentu
akan bertambah dengan bertambahnya jumlah waktunya. Sehingga,
deskripsi kerja dan waktunya itulah yang menjadi standar jasanya. Sebab
apabila sudah diperkirakan waktunya, pekerjaan tersebut tidak akan
58
Ibid, hal. 74 59
Yusuf As-Sabatin, Bisnis Islami dan Kritik atas Praktik Bisnis ala Kapitalis (terj.), Al-Azhar
Press, Bogor, 2009, hal. 345
61
dikerahkan melebihi kapasitasnya yang wajar, dan tidak akan dipaksa
pula selain dengan kapasitas sewajarnya.60
Allah SWT berfirman:
“Allah tidak membebani seseorang, selain dengan
kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila aku telah memeritahkan kepada kalian suatu perintah,
maka tunaikanlah perintah itu semampu kalian,” (HR. Imam Bukhari
dan Muslim, dari Abu Hurairah).
Sehingga tidak diperbolehkan untuk menuntut seorang pekerja agar
mencurahkan tenaga, kecuali sesuai dengan kapasitas kemampuannya
yang wajar. Karena tenaga tersebut tidak mungkin dibatasi dengan
takaran yang baku, maka membatasi jam kerja dalam sehari adalah
takaran yang lebih mendekati pembatasan tersebut. Sehingga pembatasan
jam kerja sekaligus merupakan tindakan pembatasan tenaga yang harus
dikeluarkan oleh seorang pekerja.61
Dengan begitu, pekerjaan tersebut benar-benartelah ditentukan
bentuknya, masa, upah dan tenaga yang harus dicurahkan dalam
melaksanakannya. Atas dasar inilah, maka ketika syara’
memperbolehkan pekerjaannya, jenis, masa upah serta tenaganya.
Sedangkan upah yang diperoleh oleh seorang ajiir sebagai imbalan dari
kerja yang dia lakukan itu merupakan hak milik orang tersebut, sebagai
konsekuensi tenaga yang telah dia curahkan.62
60
Taqiyuddin An-Nabhani, op. Cit, hal. 92 61
Tim Penulis Komunitas Pengusaha Rindu Syariah (PRS), Pokok-Pokok Panduan Implementasi
Syariah dalam Bisnis, Cetakan ke 2, Pustaka PRS, Bogor, 2010, hal. 75 62
Muhammad ismail et.al, Pengantar Manajemen Syariat, cet. 2, Khairul Bayan, Jakarta Selatan,
2003, hal. 154
62
f. Kebolehan Mempekerjakan Para Pekerja
Islam membolehkan individu untuk mempekerjakan pekerja untuk
mengajari dirinya. Allah SWT berfirman:
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhan kalian? Kami
telah menentukan diantara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia dan meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang
lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan
sebagian yang lain (QS as-Zukhruf:32).”
Rasulullah saw. Pernah bersabda:
Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman, “Ada tiga orang yang akan
aku tuntut pada Hari Kiamat kelak: seseorang yang berjanji untuk
memberi dengan mengatasnamakan Aku, tetapi dia tidak menepati
janjinya; dan seseorang yang mempekerjakan pekerja, lalu telah
pekerjaan itu telah ditunaikan, tetapi ia tidak membayar upahnya.63
g. Mempekerjakan Perempuan yang Menyusui
Seorang laki-laki tidak boleh mempekerjakan istrinya untuk
menyusui anaknya dengan istrinya itu karena itu merupakan perkara yang
wajib bagi istrinya dalam menyusui anak keduanya. Allah SWT
menjelaskan:64
“Jika kalian ingin agar anak kalian disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagi kalian jika kalian memberikan pembayaran
secara patut. Bertakwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Alla Maha Melihat apa saja yang kalian kerjakan.” (QS al-
Baqarah:233).
D. Shift Kerja
1. Pengertian shift Kerja
63
Yusuf As-Sabatin, Bisnis Islami dan Kritik atas Praktik Bisnis ala Kapitalis (terj.), Al-Azhar
Press, Bogor, 2009, hal. 334-335 64
Ibid, hal. 347
63
Tayari and Smith menjelaskan tentang definisi shift kerja sebagai
periode waktu 24 jam yang satu atau kelompok orang dijadwalkan atau
diatur untuk bekerja di tempat kerja.65
Selanjutnya Oxord Advanced
Learner’s Dictionary mendefinisikan shift kerja sebagai suatu periode
waktu yang dikerjakan oleh sekompok pekerja yang mulai bekerja ketika
kelompok yang lain selesai.66
Menurut Bhattacharya dan McGlothlin definisi shift kerja yang
mendasar adalah waktu dari sehari seorang pekerja harus berada di tempat
kerja. Dengan definisi ini, semua pekerja yang dijadwalkan berada di tempat
kerja secara teratur, termasuk pekerja siang hari, adalah pekerja shift.67
2. Dampak Kerja shift pada Kinerja Karyawan
Tayari and Smith mengungkapkan bahwa kerja shift dapat
mempengaruhi kinerja karyawan dalam berbagai cara. Namun demikian
pengaruh sekunder tidak penting dibandingkan pengaruh lain dari kerja
shift. Pengaruh utama adalah psikologis, sosial dan pribadi. Pengaruh dari
kerja shift pada kinerja karyawan dapat diringkas sebagai berikut:
a. Secara Umum, kinerja kerja shift dipengaruhi oleh kombinasi dari
faktor-faktor berikut:
65
Tayyari, F., and Smith J.L., Occupational Ergonomics Principles and applications, T.J. Press
Ltd, Great Britain, Smith, 1997, hal. 350 66
Oxford University Press, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, United Kingdom, 2005, hal.
1400 67
Bhattacharya A.,and J.D. Glothlin, Occupational Ergonomics Theory and applications, Marcel
Dekker, Inc. 1996, hal. 404
64
1) Tipe Pekerjaan. Pekerjaaan yang menuntut secara mental (seperti
inspeksi dan kontrol kualitas) memerlukan kesabaran dan kehati-
hatian. Pekerja shift mungkin akan kekurangan dua hal tersebut.
2) Tipe Sistem shift. Gangguan irama tubuh (circadian rhythms) dapat
menimbulkan kerugian terhadap kemampuan fisik dan mental pekerja
shift, khususnya ketika perubahan shift kerja dan shift malam.
3) Tipe Pekerja. Untuk contoh, pekerja yang telah berusia tua memiliki
kemampuan yang minimal untuk untuk menstabilkan irama tubuh
ketika perubahan shift kerja.
b. Kinerja shift malam yang rendah dapat dikaitkan dengan;
a) Ritme tubuh yang terganggu
b) Adaptasi yang lambat terhadap kerja shift malam
c) Pekerja lebih produktif pada shift siang daripada shift malam
d) Pekerja membuat sedikit kesalahan dan kecelakaan pada shift siang
daripada shift malam.
e) Kehati-hatian pekerja menurun selama kerja shift malam, khususnya
ketika pagi-pagi sekali. Hal ini mungkin penting diperhatikan
terutama untuk tugas-tugas yang memerlukan pengawasan yang terus-
menerus (seperti operator mesin).
f) Jika pekerja tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk shift kerja,
kinerja dapat dipengaruhi secara buruk khususnya.
g) pekerjaan yang memerlukan tingkat kehati-hatian yang tinggi.
3. Manajemen Kerja shift
65
Menurut Tayari F and Smith J.L. ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk manajemen kerja shift adalah sebagai berikut.
1) Jika memungkinkan lamanya kerja shift malam dikurangi tanpa
mengurangi kompensasi dan benefit lainnya.
2) Jumlah karyawan shift malam yang diperlukan seharusnya dikurangi
untuk mengurangi jumlah hari kerja pekerja shift malam.
3) Lamanya kerja shift tidak melebihi 8 jam.
4) Tiap shift siang atau malam seharusnya diikuti dengan paling sedikit 24
jam libur dan tiap shift malam dengan paling sedikit 2 hari libur,
sehingga pekerja dapat mengatur kebiasaaan tidur mereka.
5) Memungkinkan adanya interaksi sosial dengan teman kerja.
6) Menyediakan fasilitas kegiatan olah raga seperti permainan bola
baskket, khususnya untuk pekerja shift malam.
7) Musik yang tidak monoton selama bekerja shift malam sangat berguna.68
4. Regulasi
a. Pada sidang ke-77 di Jenewa tanggal 26 Juni 1990 dibahas mengenai
standar Internasional bagi pekerja malam. Standar yang dimaksud
adalah The Night Work Convention and Recommendation. The Night
Work Convention membahas mengenai kesehatan dan keselamatan,
transfer kerja siang hari, perlindungan bagi kaum wanita, kompensasi dan
pelayanan sosial. Recommendation membahas mengenai batas waktu
kerja normal, waktu istirahat yang minimum antar shift, transfer kerja
siang pada situasi khusus, kesempatan pelatihan
68
Tayyari, F., and Smith, op.Cit, hal. 358-359
66
Tabel: 2 Standar Internasional bagi Pekerja Malam
No. Bidang Ukuran
1 Jam kerja normal Tidak lebih dari 8 jam sehari
2 Overtime Tidak ada shift kerja yang penuh berurutan
3 Waktu istirahat Sekurang-kurangnya 11 jam antar shift
4 Jam kerja istirahat Istirahat utuk makan dan istirahat
5 Ibu/calon ibu Penugasan di siang hari (sebelum dan
sesudah kehamilan)
6 Pelayan social Batas waktu transfortasi, biaya dan
perbaikan keselamatan, perbaikan kualitas
istirahat
7 Situasi khusus Toleransi pada pekerja yang mempunyai
tanggung jawab bagi keluarga, pekerja
yang lamban dan tua
8 Pelatihan Mendapat kesempatan pelatihan
9 Transfer Pemikiran khusus untuk ditugaskan siang
hari (setelah bertahun-tahun bekerja pada
malam hari)
10 Pensiun Pemikiran khusus bagi pekerja yang
pensiun sebelum waktunya
b. Perusahaan memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi sesuai
dengan Undang-Undang No.13/2003 yang lebih lanjutnya diatur dalam
Kep.224/Men/2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan
Pekerja Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara
pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib :
1) Memberikan Makanan dan Minuman Bergizi
Makanan dan minuman yang bergizi harus sekurang-kurangnya
memenuhi 1.400 kalori, harus bervariasi, bersih dan diberikan pada
waktu istirahat antara jam kerja. Makanan dan minuman tidak dapat
diganti dengan uang.
2) Menjaga Kesusilaan dan Keamanan Selama di Tempat Kerja
67
Pengusaha wajib menjaga keamanan dan kesusilaan
pekerja perempuan dengan menyediakan petugas keamanan di
tempat kerja dan menyediakan kamar mandi yang layak dengan
penerangan yang memadai serta terpisah antara pekerja perempuan
dan laki-laki. Pengusaha juga diharuskan menyediakan antar jemput
mulai dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya. Lokasi
tempat penjemputan harus mudah dijangkau dan aman bagi
pekerja perempuan.
Pelaksanaan pemberian makanan dan minuman bergizi,
penjagaan kesusilaan, dan keamanan selama di tempat kerja serta
penyediaan angkutan antar jemput diatur lebih lanjut dalam perjanjian
kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Jadi
ingat, sebelum menandatangani Perjanjian Kerja, harap dibaca dahulu
dengan sksama apa yang tertulis di Perjanjian Kerja.
Sebagaimana dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor
Per-04/Men/1989 Tentang Tata Cara Mempekerjakan Pekerja Wanita
Pada Malam Hari pasal 3, Pengusaha yang mempekerjakan pekerja
wanita pada malam hari harus menjaga keselamatan kesehatan dan
kesusilaan dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:69
1) Pekerja wanita tidak dalam keadaan hamil;
2) Pekerja wanita berumur sekurang-kurangnya 18 tahun atau sudah
kawin;
3) Menyediakan angkutan antar jemput;
69
Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.L. Nomor per-04/men/1989, web regulasi.com ,diakses 27
Juni 2012
68
4) Memberi makanan dan minuman yang bergizi;
5) Mendapat persetujuan dari suami /orang tua/ wali;
6) Memperhatikan kebiasaan setempat.
c. Waktu Kerja Normal menurut Keputusan Menteri Tenaga kerja dan
Transmigrasi, No. KEP. 102/MEN/VI/2004.
1) Untuk 6 hari kerja : Waktu Kerja 7 jam/hari (hari ke1-5), 5 jam/hari
(hari ke-6) , 40 jam/minggu.
2) Untuk 5 hari kerja : Waktu Kerja 8 jam/hari, 40 jam/minggu
Lebih dari waktu ini dihitung waktu kerja lembur
5. Simulasi Pengaturan Jadwal Kerja shift
Pengaturan Jadwal kerja shift di Industri manufacture Indonesia
terdapat beberapa model yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan itu
sendiri. Penjadwalan Kerja shift yang biasa digunakan antara lain:70
a. Empat (4) Grup Tiga (3) shift
Penjadwalan model ini digunakan untuk aktivitas manufacture
selama 24 jam sehari dan beroperasi penuh selama sepanjang tahun,
terhenti pada hari besar Idul fitri dan Tahun Baru. Besarnya output
produksi yang ditetapkan dan aktivitas engineering yang menuntut
aktivitas ini berlangsung terus. Karyawan terbagi kedalam 4 Grup,
Bekerja selama 5 hari kerja dengan working hours 7+1. Pergantian shift
70
Dedy Londong, Penjadwalan Shift Kerja, www.dedylondong.blogspot.com, di akses 12 Oktober
2012
69
dari 3 ke 1, karyawan mendapat libur 2 hari. Model ini menyebabkan
Hari Libur karyawan tidak menentu.
Tabel: 3 simulasi penjadwalan 4 Grup 3 shift
Keterangan :
a) shift 1 : Pk. 07.00 – 15.00 , shift 2 : Pk.15.00 – 23.00 , shift 3 : Pk.
23.00 – 07.00
b) Urutan Putaran shift, shift 3 -> shift 2 -> shift 1 (3-2-1) ,
Pergesaran shift menuju dan setelah shift 3 ada perlakuan khusus.
Setelah shift 3 karyawan mendapat libur lebih banyak (2 hari)
sebelum memasuki jadwal shift 1.
70
Dua hari sebelum libur sebelum shift 3, aktual libur adalah 1
hari. Satu harinya lagi merupakan hari pertengahan, tapi karyawan
harus mulai masuk pada malam harinya (Pk. 23.00)
b. Tiga (3) Grup Tiga (3) shift
Penjadwalan shift model ini, memberikan peluang istirahat /
Libur secara Teratur. Karyawan bekerja dari Senin–Sabtu, minggu
istirahat. Dibanding model 4 Grup, Total karyawan yang dibutuhkan
pastinya lebih sedikit, begitu pula untuk out put volume Produksinya.
Jam kerja perhari 7 + 1 (7 jam kerja, 1 jam istirahat), kecuali
hari sabtu 5 Jam kerja dengan Total jam kerja 40 jam Seminggu. Jam
kerja ini fleksibel, jika diperlukan pada hari terakhir bisa dibuat
overtime (otomatis) selama 2 Jam.
Tabel: 4 simulasi Penjadwalan 3 grup 3 shift
71
Keterangan :
a) Jam Kerja shift fleksibel, untuk shift 1, bisa dimulai di Pk. 06.00
atau Pk.07.00, shift berikutnya menyesuaikan.
b) Putaran shift shift 3 -> shift 2 -> shift 1 (3-2-1).
c) Jadwal ini bisa diterapkan untuk putaran 2 Grup, 2 shift
d) Berdasarkan Keputusan Menteri, Kep.102/MEN/2004, Pasal 3 ayat
1, “waktu Kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3
jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu”. Khusus shift 1 bisa
diberlakukan Long shift (Pk.07.00–Pk.19.00), dengan istirahat,
selama maksimal 15 Jam/orang perminggu.
c. Non shift
Non shift, pada umumnya diperuntukkan bagi departemen yang
memerlukan koordinasi internal dan eksternal saat jam-jam kerja pagi-
siang. Jam Kerja normal fleksible, Pk.08.00-Pk.16.00.
Jadwal kerja Non shift ada 2 model, 6 hari kerja dan 5 hari
kerja. Meski beda Lama jam kerja sehari namun tetap total jam kerja
seminggu 40 Jam.
d. Tiga (3) Group Dua (2) Shift atau Long Shift
Model penjadwalan shift ini untuk mengadopsi jam kerja bagian
petugas keamanan (security) atau karyawan dengan terlebih dahulu
ada kesepakatan antara perwakilan pekerja dan management.
Pengatuan jadwal kerjanya menggunakan formulasi 2-2-2. Yaitu
72
dalam 1 minggu kerja terdiri dari 2 hari shift 1, 2 hari shift 2, dan 2
hari libur. seperti simulasi dibawah.
Tabel: 5 simulasi penjadwalan 3 Group 2 Shift atau Long Shift
Berikut contoh pegnaturan jam kerjanya :
Shift I
Senin-Kamis : Jam 08.00 wib – jam 20.00 wib
Sabtu-Minggu : Jam 08.00 wib – jam 20.00 wib
Istirahat : Jam 12.00 wib – jam 13.00 wib
Break : Jam 17.00 wib – jam 17.05 wib
Jumat : Jam 08.00 wib – jam 20.00 wib
Istirahat : Jam 11.45 wib – jam 13.15 wib
73
Break : Jam 17.30 wib _ jam 17.35 wib
Shift II
Senin-Kamis : Jam 20.00 wib – jam 08.00 wib
Sabtu-Minggu : Jam 20.00 wib – jam 08.00 wib
Istirahat : Jam 00.00 wib –jam 01.00 wib
Break : Jam 05.00 wib – jam 05.05 wib
Perhitungan Jam kerja untuk long shift ini, ada beberapa macam :
1) Jam kerja 7 jam + 1 jam istirahat + 4 jam over time.
Perhitungan jam overtime perharinya = 1,5 + (2 x 3 ) jam = 7,5
jam/hari
2) Jam kerja 8 jam + 1 jam istirahat + 3 jam overtime
Perhitungan jam overtime per harinya = 1,5 + ( 2x2 ) jam = 5,5
jam/hari
Penentuan model penjadwalan kerja shift, perlu dipertimbangankan
tingkat fleksibilitasnya. Untuk Bagian produksi, pembagian shift terkait erat
dengan menambah jam kerja mesin. Biasanya terjadi saat Peak Seasion.
Sedangkan untuk bagian Engineering, Pada umumnya mengikuti jadwal
produksi, kecuali di bagian utility atau mesin-mesin yang akan
membutuhkan waktu lama (lebih dari 1 hari) saat running awal, biasanya di
setting 4 Grup 3 shift.
d. Efek Kerja Malam
74
Banyak perusahaan beroperasi lebih dari 8 jam per hari untuk
memenuhi kebutuhan pasar dan karena keterbatasan sumberdaya/fasilitas.
Konsekuensinya, perusahaan harus melakukan shift kerja. shift kerja adalah
periode waktu dimana suatu kelompok pekerja dijadualkan bekerja pada
tempat kerja tertentu. Disamping memiliki segi positif yaitu
memaksimalkan sumberdaya yang ada, shift kerja akan memiliki resiko dan
mempengaruhi pekerja pada:
a. Efek Fisiologis
Fish mengungkapkan bahwa efek fisiologis bekerja pada (shift)
malam hari pada pekerja antara lain:71
1) Kualitas tidur: tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak
gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus
kurang tidur selama kerja malam.
2) Menurutnya kapasitas fisik kerja akibat timbulnya perasaan
mengantuk dan lelah.
3) Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan
b. Aspek Psikologis
Tingkat kecelakaan dapat meningkat Stress akibat shift kerja akan
menyebabkan kelelahan (fatique) yang dapat menyebabkan gangguan
psikis pada pekerja, seperti ketidakpuasan dan iritasi dengan
meningkatnya stres, fatique, dan ketidakpuasan akibat shift kerja ini.72
71
Fish,D,. The Impact of SShift Work.Australia, 2002, www.healthservice.or.id, diakses 23
September 2012 72
Maurits, Lientje Setyawati, Widodo, Imam Djati “Faktor Dan Penjadualan Shift Kerja”
Program Studi Ilmu Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada dan
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia, jurnal
Teknoin, Volume 13, Nomor 2, Desember 2008, 11-22 ISSN: 0853-8697
75
c. Efek Psikososial
Efek ini menunjukkan masalah lebih besar dan efek fisiologis,
antara lain adanya gangguan kehidupan keluarga, hilangnya waktu luang,
kecil kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, dan gangguan
aktivitas kelompok dalam masyarakat. shift kerja akan berpengaruh
negatif terhadap hubungan keluarga seperti tingkat berkumpulnya
anggota keluarga dan sering berakibat pada konflik keluarga. Secara
sosial, shift kerja juga akan mempengaruhi sosialisasi pekerja karena
interaksinya terhadap lingkungan menjadi terganggu.73
Saksono menambahkan bahwa pekerjaan malam berpengaruh
terhadap kehidupan masyarakat yang biasanya dilakukan ada siang atau
sore hari. Sementara pada saat itu bagi pekerja malam diperlukan untuk
istirahat atau tidur, sehingga tidak dapat berpartisipasi aktif dalam
kegiatan tersebut, akibatnya tersisih dari lingkungan masyarakat.74
d. Efek Kinerja
Dari beberapa penelitian baik di Amerika maupun Eropa, shift kerja
memiliki pengaruh pada kinerja pekerja. Kinerja pekerja, termasuk
tingkat kesalahan, ketelitian dan tingkat kecelakaan, lebih baik pada
waktu siang hari dari pada malam hari, sehingga dalam menentukan shift
kerja harus diperhatikan kombinasi dari tipe pekerjaan, sistem shift dan
tipe pekerja.75
73
Ibid 74
Saksono,A, Perlindungan Tenaga Kerja Wanita. Model Kursus Tertulis bagi Dokter Hyperkes
Pusat Pelayanan Ergonomic KKK Departemen, Jakarta, 1991 75
Tayyari F. dan Smith, J. L, Occupational Ergonomics: Principles and Applications, Chaman &
Hall, London, 1997
76
Fish mengemukakan bahwa Kinerja menurun selama kerja malam
yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek psikososial. Menurutnya
kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang
berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas
kendali dan pemantauan.76
e. Efek Terhadap Kesehatan
Kerja malam menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah ini
cenderung terjadi pada usia 40-45 tahun. Kerja malam juga dapat
menjadi masalah terhadap keseimbangan kadar gula dalam darah bagi
penderita diabetes.77
BAB III
DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN
A. Pendahuluan
76
Fish,D. The Impact of SShift Work.Australia, 2002, www.healthservice.or.id 77
Ruri Kartika Puteri, “ gambaran stress kerja pada perawat shift malam di ruang instalasi gawat
darurat RSUD di pirngadi medan tahun 2009” Skripsi Sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009
77
Dalam bab ini akan dijelaskan gambaran umum kondisi pekerja wanita
dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Per-04/Men/1989 Tentang Tata
Cara Mempekerjakan Pekerja Wanita Pada Malam Hari.
B. Gambaran Umum Kondisi pada Pekerja Wanita di Indonesia
1. Profil Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan78
Kesempatan kerja bagi warga negara Indonesia merupakan hak yang
dijamin oleh negara, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 27 Ayat 2 yang berbunyi bahwa “Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak”. Untuk itu, pemerintah memiliki
tanggung jawab yang besar dalam penyediaan lapangan pekerjaan bagi
warga negaranya.
Indikator ekonomi dan ketenagakerjaan merupakan indikator penting
dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan, baik di bidang sosial
maupun di bidang ekonomi. Indikator ekonomi dan ketenagakerjaan dapat
memberikan gambaran tentang daya serap ekonomi terhadap pertumbuhan
penduduk dan produktifitas tenaga kerja. Apabila perekonomian tidak dapat
menyerap pertumbuhan tenaga kerja maka peningkatan pengangguran tidak
apat dihindari sehingga pada akhirnya, banyaknya pengangguran tersebut
akan mengakibatkan banyak terjadinya masalah sosial. Selain itu, informasi
dan kondisi ketenagakerjaan suatu daerah menjadi semakin penting
mengingat salah satu tujuan pembangunan adalah menciptakan lapangan
pekerjaan dalam jumlah dan kualitas yang memadai dan pada akhirnya
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
78
Badan Pemberdayaan Perempuan Dan Masyarakat, Profil Gender Dan Anak, Profinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, 2011, hal. 34-35, diakses 5 Mei 2012
78
2. Peranan Wanita dalam Bidang Ketenagakerjaan
Ditunjukkan oleh tingkat partisipasi angkatan kerja wanita yang
terus meningkat, dari 32,7 persen pada tahun 1980 menjadi 38,8 persen
pada tahun 1990. Bahkan, dalam kurun waktu 1980-1990, laju
pertumbuhan angkatan kerja wanita, adalah 4,4 persen atau lebih cepat
dari laju pertumbuhan angkatan kerja laki-laki, yaitu 3,1 persen.79
3. Persoalan Beban Ganda (Double Burden) dan Partisipasi Kerja80
Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima
salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.
Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan
permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang
bekerja diwilayah publik, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban
mereka di wilayah domestik. Upaya maksimal yang dilakukan mereka
adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti
pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun
demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan.
Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.
Harbirson menyatakan, berkaitan dengan masuknya penduduk
perempuan dalam pasar kerja, setidaknya dapat dijelaskan: Pertama, teori
strategi kelangsungan rumah tangga (household survival strategy).
Sedangkan menurut Rodgers & Standing bahwa masuknya wanita dalam
pasar kerja merupakan strategi untuk menambah pendapatan, sebagai akibat
status ekonomi rumah tangganya rendah. Kedua, teori transisi
79
Peranan Wanita, Anak Dan Remaja Dan Pemuda, www.bappenas.go.id, diakses 25 Juli 2012 80
Ibid
79
industrialisasi. Tenaga kerja wanita muncul akibat adanya akumulasi modal
pada saat awal industrialisasi. Pada kondisi ini, suatu industri cenderung
memilih tenaga kerja wanita untuk menekan biaya produksi, misalnya upah
buruh. Pengupahan yang rendah ini berawal dari asumsi bahwa tenaga kerja
wanita dapat menerima upah rendah dibandingkan tenaga kerja laki-laki
dewasa.
4. Persoalan Kekerasan Terhadap Perempuan81
Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non
fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi
keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran
gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan
dianggap feminism dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud
dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan
sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan
sebagainya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun
ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan.
Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai
alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan.
Contoh :
a. Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap
isterinya di dalam rumah tangga.
b. Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan
tersiksa dan tertekan.
81
Ibid
80
c. Pelecehan seksual.
d. Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi.
Penindasan terhadap kaum perempuan terkait bidang ekonomi yang
saat ini marak adalah fenomena pelecehan seksual di tempat kerja.
Eksploitasi perempuan dalam segala bentuk di tempat kerja merupakan
salah satu wujud dari pelecehan seksual dalam arti luas yang saat ini
menjadi perhatian masyarakat sosial di dunia. Pelecehan seksual di tempat
kerja dapat didefinisikan sebagai kejadian tak dikehendaki yang mengarah
pada seksualitas, berpengaruh terhadap martabat di tempat kerja, termasuk
di dalamnya perlakuan fisik tak dikehendaki, baik verbal maupun nonverbal
(CEC, 1993). Walaupun pelecehan seksual dapat terjadi pada jenis kelamin
laki-laki maupun perempuan, namun ketimpangan gender yang masih subur
di masyarakat menempatkan perempuan pada posisi yang rentan sebagai
subjek dari tindak pelecehan seksual. Berdasarkan Badan Survay Nasional
di Amerika pada tahun 1992 diproyeksikan bahwa sekitar 44 persen sampai
dengan 85 persen dari perempuan Amerika akan mengalami pelecehan
seksual di sepanjang karier pekerjaan mereka. Lebih dari itu, berdasarkan
hasil survey secara internasional terhadap korban tindak kekerasan pada
lebih dari 30 negara di dunia, ditemukan bahwa kekerasan seksual yang
terjadi di tempat kerja dapat berbentuk perkosaan, percobaan perkosaan, dan
perilaku menyimpang lain yang mengarah pada seks. Dalam ILO,
ditemukan bahwa pelecehan seksual di tempat kerja yang berat seperti
perkosaan tercatat 8 persen dan percobaan perkosaan sekitar 10 persen.
Telah sama-sama disadari bahwa semua bentuk kekerasan membawa imbas
81
yang serius terhadap kesehatan perempuan dan kesehatan reproduksi
mereka. Watts mengatakan bahwa secara global di dunia diketahui
setidaknya satu dari lima perempuan yang disurvey melaporkan bahwa
mereka pernah mengalami tindak kekerasan seksual seperti perkosaan,
pelecehan seksual disertai dengan kekerasan fisik dan tindak pemaksaan
yang berkaitan dengan seksualitas. Sedangkan menurut Garcia-Moreno
diperkirakan bahwa di Amerika Serikat terdapat sekitar 32,000 kehamilan
pertahun, yang terjadi dari hasil dari perkosaan, kebanyakan dari mereka
masih dalam usia remaja putri dimana 50 persen diantaranya tidak
melanjutkan kehamilannya alias aborsi.
Tindak kekerasan dapat terjadi di ruang publik dan domestik seperti:
kekerasan domestik oleh suami (marital rape), kekerasan terhadap anak,
pemaksaan prostitusi, kekerasan terhadap pembantu rumah tangga, girls and
women-trafficking dan pelecehan seksual di tempat bekerja. Dalam
masyarakat tertentu, misalnya di India, terdapat bentuk-bentuk kekerasan
yang diperbolehkan oleh masyarakat karena berkaitan dengan tradisi dan
norma sosial, seperti pembunuhan yang terkait dengan mas kawin
(dowryrelated death), pembunuhan oleh keluarga sendiri dengan sebab
untuk menjaga nama baik atau martabat keluarga (killing honour) dan
mutilasi alat kelamin perempuan (female genital mutilation).
Selanjutnya, Committee of the Elimination of Discrimination Against
Women (CEDAW) dalam rekomendasi umum pasal 12 menyebutkan bahwa
kekerasan seksual di tempat bekerja mencakup kontak fisik secara seksual
tak dikehendaki, segala sesuatu yang mengarah pada aspek seksual,
82
keinginan seksual dan pornografi baik dengan ucapan maupun tindakan.
Martin & Carson mengungkapkan bahwa pelecehan seksual yang dialami
oleh perempuan di tempat bekerja biasanya terkait dengan lemahnya posisi
tawar perempuan, misalnya pada hubungan kerja dengan rekan sejawat,
majikan, promosi jabatan dan saat rekrutmen tenaga kerja. Organisasi buruh
internasional (ILO) pada tahun 2001 memberikan beberapa kunci pokok
tentang elemen-elemen yang terkandung dalam definisi pelecehan seksual di
tempat bekerja sebagai berikut:
a. Tindakan yang berbasis seksual yang berpengaruh pada kehormatan atau
martabat perempuan dengan tidak dikehendaki, tidak diharapkan atau
tanpa disadari.
b. Tindakan tersebut secara eksplisit maupun tidak berkaitan dengan kinerja
atau prospek kerja perempuan.
c. Tindakan tersebut bersifat intimidasi, merendahkan martabat dan
mempunyai imbas pada lingkungan atau iklim bekerja yang tidak
kondusif bagi perempuan.
Komnas Perempuan dalam siaran pers Hari Ibu tahun 2011
menyebutkan, pada tahun 2010 terjadi 105.103 kasus kekerasan terhadap
wanita yang tercatat, 101.128 (96 %) nya adalah kasus KDRT. Komnas
Perempuan mendokumentasikan, pada periode 1998-2010 sebanyak 93.960
kasus (25%) adalah kasus kekerasan seksual berupa perkosaan, pelecehan
seksual, perdagangan wanita untuk tujuan seksual, eksploitasi seksual,
penyiksaan seksual. Bila dirata-ratakan maka setiap hari ada 28 wanita
menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia.
83
Wanita Indonesia juga rentan menjadi korban trafficking atau
perdagangan manusia. Indonesia berada dalam kategori “Tier 2”
(menengah) dalam laporan tahunan mengenai trafficking yang disusun
Deplu Amerika Serikat. Mengutip data dari Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), Migrant Care, laporan tersebut menyebutkan bahwa 43 persen atau
sekitar tiga juta warga Indonesia yang bekerja di mancanegara merupakan
korban perdagangan manusia -yang digolongkan PBB sebagai perbudakan
moderen.
Banyaknya kasus kejahatan terhadap wanita itu tidak lain akibat
sistem Kapitalisme, liberalisme dan gaya hidup bebas yang berlaku di negeri
ini. Kapitalisme gagal mendistribusikan kekayaan secara merata dan adil,
dan hanya terkonsentrasi pada sebagian kecil kapitalis. Penghasilan seorang
suami yang menjadi kepala keluarga tidak lagi cukup untuk memenuhi
kebutuhan. Akibatnya wanita yang seharusnya lebih fokus dalam kehidupan
mengurus keluarga dan mendidik anak-anaknya, dipaksa untuk keluar
rumah bekerja dan bergulat mencari nafkah. Tak sedikit dari mereka
mengalami eksploitasi dan harus bekerja hingga larut malam.
Selain itu dengan dorongan ide liberalisme dan kesetaraan yang salah
kaprah, sebagian wanita terpedaya hingga lebih memilih mengejar karir dan
bekerja meski banyak mengeksploitasi feminitas dan sensualitas mereka.
Tak jarang pula mereka harus pulang malam hari. Dengan kondisi
keamanan yang minim, maka kaum wanita menjadi target empuk para
pelaku kriminal. Sejumlah kasus pemerkosaan di angkutan umum yang
marak belakangan ini terjadi saat kaum wanita beraktifitas di malam hari.
84
Himpitan ekonomi juga menjadi penyebab maraknya kasus trafficking
di tanah air. Banyak wanita dari keluarga miskin yang tergiur dengan
tawaran kerja hingga akhirnya terperangkap sindikat trafficking.
Tindak kejahatan terhadap kaum wanita, khususnya kekerasan
seksual, juga sering dipicu oleh maraknya pornografi di negeri ini. Konten
pronografi dengan mudah ditemui di dunia maya, lapak pinggir jalan, media
cetak, beredar lewat HP, dsb. Ditambah lagi maraknya pergaulan bebas
makin mendorong dan memperbesar peluang terjadinya berbagai kejahatan
terhadap wanita itu.
Disamping itu, tidak bisa disangkal bahwa sebagian wanita juga
membiasakan diri mengumbar aurat dan sensualitasnya di ruang publik.
Mereka tidak malu lagi mempertontonkan lekukan tubuhnya dalam pakaian
ketat atau terbuka. Iklan dan tayangan film di televisi turut mendorong
kaum Hawa untuk tidak risih lagi mempertontonkan aurat mereka di muka
umum. Padahal sebuah studi oleh Georgia Gwinnett College, AS,
memperlihatkan bahwa pada otak lelaki terjadi efek seperti saat seseorang
meminum miras atau obat-obatan bila melihat lekuk tubuh wanita yang
ramping dan seksi.
Peluang terjadinya kejahatan terhadap wanita makin besar oleh
minimnya jaminan rasa aman bagi masyarakat. Kejahatan terhadap wanita
mudah terjadi tempat umum, di angkutan umum, terminal, dsb. Keberadaan
aparat keamanan belum mampu memberikan jaminan rasa aman, terlebih
bagi kaum wanita.
85
Rasa keadilan bagi kaum wanita juga semakin sulit diperoleh.
Hukuman yang dijatuhkan pada pelaku kejahatan tidak memberi efek jera.
Hukumannya terlalu ringan dan tidak berempati pada korban. Vonis
hukuman terhadap pelaku pemerkosaan, misalnya, terbilang rendah. Dalam
Pasal 285 KUHP, hukuman bagi pelaku pemerkosaan paling lama dua belas
tahun. Hukuman ini dianggap masih terlalu ringan. Apalagi di pengadilan
para pemerkosa sering mendapat vonis yang ringan. Seperti dilangsir dalam
detik news bahwa pelaku tindak pemerkosaan di Bekasi yang terjadi pada
tahun 2010, misalnya, hanya divonis 4 tahun penjara.82
5. Kondisi Jam Kerja Pada Pekerja Wanita83
Berkaitan dengan masalah gaji Haruswati dalam “Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan” meyatakan bahwa jam kerja khususnya jam
kerja malam hari masih merupakan hal yang sering dikeluhkan. Ketentuan
yang ada (UU nomor 25 tahun 1997, pasal 100(2)) menyebutkan bahwa jam
kerja yang diperbolehkan untuk siang hari adalah:
a. Tujuh jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk enam hari kerja dalam
satu minggu, atau
b. Delapan jam sehari dan 40 jam semiggu untuk lima hari kerja dalam satu
minggu
Khusus untuk malam hari, maka jam kerja yang diperkenankan
adalah:
82
Al-Islam, kapitalisme demokrasi gagal melindungi kaum wanita, www.hizbut-tahrir.or.id,
diakses 12 Oktober 2012 83
Indah Haruswati dkk, Masalah Tenaga Kerja Wanita di Sektor Industri, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial Deputy IV, Cet. 1, Jakarta, 2000, hal. 48-50
86
a. Enam jam satu hari dan 35 jam satu minggu untuk enam hari kerja dalam
satu minggu
b. Tujuh jam sehari dan 35 jam seminggu untuk lima hari kerja dalam satu
minggu
Haruswati dalam “Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan” menunjukkan bahwa terdapat variasi jam kerja malam hari.
Jam kerja yang terbanyak dilakukan adalah antara jam 15.00-23.00 dengan
lama kerja delapan jam. Bahkan, terdapat pekerja wanita yang bekerja
dimalam hari sampai dengan 12 jam (11.1%), bahkan 14 jam (10.3%). Bila
dilihat dari setatus ketenagaan maka variasi jumlah dan jam kerja malam
hari ini berlaku bagi pekerja dengan seluruh variasi setatus ketenagakerjaan
di perusahaan mereka bekerja. Selain itu, umumnya (95,6%) merka adalah
pekerja yang bekerja di unit produksi. Bila dikaitkan dengan limit waktu
waktu yang diperkenankan oleh UU nomor 25/1997 pasal 100 (2)
nampaknya perlu ada perhatian khusus yang berkaitan dengan jumlah jam
kerja, terutama untuk malam hari. Sehubungan dengan hal ini, perusahaan
perlu adanya setandar jam kerja bagi tenaga kerja wanita, khususnya.
Jumlah jam kerja yang di usulkan adalah 8 jam sehari.
Selain dari limit waktu yang diperkenankan oleh Undang-Undang
tersebut, ketentuan yang sama melarang mempekerjakan wanita untuk
melakukan pekerjaan pada waktu tertentu malam hari (UU nomor 25 pasal
98 (1)). Alasan karena malam hari sangat dibutuhkan untuk keluarga dan
rawan bagi kesehatan dan kesusilaan pekerja wanita. Disisi lain, perlu pula
diperhatikan bahwa tenaga kerja wanita bersama dengan pasangan hidupnya
87
mempunyai tugas dan tanggung jawab mendidik dan mengurus rumah
tangga.
Berlakunya jam kerja tersebut tampaknya tidak terlalu
menguntungkan bila dilihat dari hilangnya waktu istirahat malam, dan
masih adanya tuntutan untuk tetap beraktifitas di pagi hari sebagai sebagai
ibu rumah tangga. Disamping itu, tampaknya pemberlakuan jam kerja
malam oleh perusahaan secara nyata tidak sejalan dengan ketentuan yang
ditetapkan Undang-Undang itu. Masalah jam kerja malam hari perlu
mendapat perhatian sendiri.
Ketidak sesuaian penerapan peraturan lebih tampak dengan adanya
tenaga kerja wanita yang kebetulan bersetatus pernah menikah dan yang
bekerja dari malam hingga pagi hari. Selain bertentangan dengan peraturan,
mereka ini adalah orang tua tunggal yang mempunyai anak yang tinggal
bersamanya. Kondisi semacam ini menuntut mereka untuk dapat mengatur
waktu dan kesehatannya agar dapat mendampingi anaknya. Kalaupun
mereka bekerja malam hari hingga pagi hari, atau menggunakan waktu tidur
anak sebagai waktu bekerjanya, tetap saja mereka ini dituntut untuk “hadir”
saat anak memerlukannya di siang hari,. Akibatnya, tenaga kerja wanita
sebagai orang tua tunggal ini tidak lagi mempunyai waktu istirahat yang
cukup. Disisi lain, mereka ini tidak mempunyai pasangan hidup yang dapat
menggantikan perannya di saat mereka memerlukan istirahat setelah bekerja
di malam hari. Dengan tingkat kelelahan yang demikian dan bila ini berlaku
untuk waktu yang relaif panjang dapat diperkirakan tingkat kesehatan dan
kesejahhteraan ibu dan anak akan menjadi semakin rendah, apalagi jika
88
ditunjang dengan tingkat konsumsi makanan yang kurang memenuhi
persyaratan kebutuhan gizi yang minimum dan tingkat kebersihan rendah
serta kepadatan lingkungan yang tergolong tinggi.
Tabel: 6 Pekerja Kerja Malam Hari Dilihat dari Jam Kerja menurut
Status Pernikahan
Status
pernikahan
Jam kerja
malam hari
Pernah bekerja
malam hari (f)
TOTAL
(%)
Kawin 15.00-23.00
19.00-07.00
23.00-07.00
20.00-08.00
18
3
2
8
22.79%
(31)
Tidak/belum
kawin
15.00-23.00
19.00-07.00
23.00-07.00
20.00-08.00
21.00-06.00
80
9
5
7
1
75%
(102)
Janda 15.00-23.00
19.00-07.00
1
2
2.21%
(3)
TOTAL 136 100%
Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan (2000)
C. Biografi Singkat Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani84
1. Nasab Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani
Beliau adalah Syaikh Muhammad Taqiyyuddin bin Ibrahim bin
Musthafa bin Ismail bin Yusuf An Nabhani, dinisbahkan kepada kabilah
Bani Nabhan, yang termasuk orang Arab penghuni padang sahara di
Palestina. Mereka bermukim di daerah Ijzim yang termasuk wilayah Haifa
di Palestina Utara.
2. Kelahiran dan Pertumbuhan Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani
84
Ihsan Samarah, Mafhum Al Adalah al Ijtima’iyah fi Al Fikri Al Islami Al Mu’ashir (terj), Dar An
Nahdlah Al Islamiyah, Beirut, cet. II, 1991, hal. 140-151, dan hal. 266-267
(syaikh taqiyyuddin an-nabhani pendiri hizbut-tahrir, http://hizbut-tahrir.or.id)
89
Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dilahirkan di Ijzim, masuk wilayah
Haifa tahun 1909. Beliau mendapat didikan ilmu dan agama di rumah dari
ayah beliau sendiri, seorang syaikh yang faqih fid din. Ayah beliau adalah
seorang pengajar ilmu-ilmu syariat di Kementrian Pendidikan Palestina.
Ibunda beliau juga menguasai beberapa cabang ilmu syariat yang diperoleh
dari kakek beliau, Syaikh Yusuf An-Nabhani. Beliau ini adalah seorang
qadhi (hakim), penyair, sastrawan, dan salah seorang ulama terkemuka
dalam Daulah Utsmaniyah.
Mengenai Syaikh Yusuf An-Nabhani, beberapa penulis biografi
menyebutkan sebagaimana yang dikutip oleh Ihsan Samarah sebagai
berikut:
“(Dia adalah) Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Hasan bin Muhammad
An-Nabhani asy-Syafi’i. Julukannya Abul Mahasin. Dia adalah seorang
penyair, sufi, dan salah seorang qadhi yang terkemuka. Dia menangani
peradilan (qadho’) di Qushbah Janih, termasuk wilayah Nablus. Kemudian
beliau berpindah ke Konstantinopel (Istambul) dan diangkat sebagai qadhi
untuk menangani peradilan di Sinjiq yang termasuk wilayah Moshul. Dia
kemudian menjabat sebagai ketua Mahkamah Jaza’ di al-Ladziqiyah,
kemudian di al- Quds. Selanjutnya dia menjabat sebagai ketua Mahkamah
Huquq di Beirut. Dia menulis banyak kitab yang jumlahnya mencapai 80
buah.”
Pertumbuhan Syaikh Taqiyuddin dalam suasana keagamaan yang
kental seperti itu, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan
kepribadian dan pandangan hidup beliau. Beliau telah hafal Al-Qur’an
seluruhnya dalam usia yang amat muda, yaitu dibawah usia 13 tahun.
Beliau banyak mendapat pengaruh dai kakek beliau, Syaikh Yusuf an-
Nabhani, dan menimba ilmu beliau yang luas. Syaikh Taqituddin juga sudah
mulai mengerti masalah-masalah politik yang penting, mengingat kakek
90
beliau mengalami langsung peristiwa-peristiwanya karena mempunyai
hubungan erat dengan para penguasa Daulah Utsmaniyah saat itu.
Beliau banyak menarik pelajaran dari majelis-majelis dan diskusi-
diskusi fiqih yang diselenggarakan oleh kakek beliau, Syaikh Yusuf an-
Nabhani. Kecerdasan dan kecerdikan Syaikh Taqiyuddin yang nampak saat
mengikuti majelis-majelis ilmu tersebut telah mewnarik perhatian kakeknya.
Oleh karena itu, kakek beliau begitu memperhatikan Syaikh Taqiyuddin dan
berusaha meyakinkan ayah beliau -Syaikh Ibrahim bin Musthafa- mengenai
perlunya mengirimkan Syaikh Taqiyuddin ke Al Azhar untuk melanjutkan
pendidikan beliau dalam ilmu syariah.
3. Ilmu dan Pendidikan Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani
Syaikh Taqiyyuddin menerima pendidikan dasar-dasar ilmu syari’ah
dari ayah dan kakek beliau, yang telah mengajarkan hafalan Al Qur’an
sehingga beliau hafal Al Qur’an seluruhnya sebelum baligh. Di samping itu,
beliau juga mendapatkan pendidikannya di sekolah-sekolah negeri ketika
beliau bersekolah di sekolah dasar di daerah Ijzim.
Setelah itu beliau berpindah ke sebuah sekolah di Akka untuk
melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah. Sebelum beliau
menamatkan sekolahnya di Akka, beliau telah bertolak ke Kairo untuk
meneruskan pendidikannya di Al Azhar, guna mewujudkan dorongan
kakeknya, Syaikh Yusuf An Nabhani.
Syaikh Taqiyyuddin kemudian meneruskan pendidikannya di
Tsanawiyah Al Azhar pada tahun 1928 dan pada tahun yang sama beliau
meraih ijazah dengan predikat sangat memuaskan. Lalu beliau melanjutkan
91
studinya di Kulliyah Darul Ulum yang saat itu merupakan cabang Al Azhar.
Di samping itu beliau banyak menghadiri halaqah-halaqah ilmiyah di Al
Azhar yang diikuti oleh syaikh-syaikh Al Azhar, semisal Syaikh
Muhammad Al Hidlir Husain –rahimahullah– seperti yang pernah
disarankan oleh kakek beliau. Hal itu dimungkinkan karena sistem
pengajaran lama Al Azhar membolehkannya.
Meskipun Syaikh Taqiyyuddin menghimpun sistem Al Azhar lama
dengan Darul Ulum, akan tetapi beliau tetap menampakkan keunggulan dan
keistimewaan dalam kesungguhan dan ketekunan belajar.
Syaikh Taqiyyuddin telah menarik perhatian kawan-kawan dan dosen-
dosennya karena kecermatannya dalam berpikir dan kuatnya pendapat seta
hujjah yang beliau lontarkan dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-
diskusi fikriyah, yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga ilmu yang ada
saat itu di Kairo dan di negeri-negeri Islam lainnya. Syaikh Taqiyyuddin An
Nabhani menamatkan kuliahnya di Darul Ulum pada tahun 1932. Pada
tahun yang sama beliau menamatkan pula kuliahnya di Al Azhar Asy Syarif
menurut sistem lama, di mana para mahasiswanya dapat memilih beberapa
syaikh Al Azhar dan menghadiri halaqah-halaqah mereka mengenai bahasa
Arab, dan ilmu-ilmu syari’ah seperti fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir, tauhid
(ilmu kalam), dan yang sejenisnya.
Pada forum-forum halaqah ilmiyah tersebut, An Nabhani dikenal oleh
kawan-kawan dan sahabat-sahabat terdekatnya dari kalangan Al Azhar,
sebagai sosok dengan pemikiran yang genial, pendapat yang kokoh,
pemahaman dan pemikiran yang mendalam, serta berkemampuan tinggi
92
untuk meyakinkan orang dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi
fikriyah. Demikian juga beliau sangatlah bersungguh-sungguh, tekun, dan
bersemangat dalam memanfaatkan waktu guna menimba ilmu dan belajar.
4. Bidang-Bidang Aktivitas Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Syaikh Taqiyyuddin An
Nabhani kembali ke Palestina untuk kemudian bekerja di Kementerian
Pendidikan Palestina sebagai seorang guru di sebuah sekolah menengah atas
negeri di Haifa. Di samping itu beliau juga mengajar di sebuah Madrasah
Islamiyah di Haifa.
Beliau sering berpindah-pindah lebih dari satu kota dan sekolah
semenjak tahun 1932 sampai tahun 1938, ketika beliau mengajukan
permohonan untuk bekerja di Mahkamah Syari’ah. Beliau ternyata lebih
mengutamakan bekerja di bidang peradilan (qadla’) karena beliau
menyaksikan pengaruh imperialis Barat dalam bidang pendidikan, yang
ternyata lebih besar daripada bidang peradilan, terutama peradilan syar’iy.
Dalam kaitan ini beliau berkata :
“Adapun golongan terpelajar, maka para penjajah di sekolah-sekolah
missionaris mereka sebelum adanya pendudukan, dan di seluruh sekolah
setelah pendudukan, telah menetapkan sendiri kurikulum-kurikulum
pendidikan dan tsaqafah berdasar filsafat, hadlarah (peradaban) dan
pemahaman kehidupan mereka yang khas. Kemudian tokoh-tokoh Barat
dijadikan sumber tsaqafah (kebudayaan) sebagaimana sejarah dan
kebangkitan Barat dijadikan sumber asal bagi apa yang mengacaukan cara
berpikir kita.”
Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani lalu menjauhi bidang pengajaran
dalam Kementerian Pendidikan, dan mulai mencari pekerjaan lain dengan
pengaruh peradaban Barat yang relatif lebih sedikit. Beliau tak mendapatkan
pekerjaan yang lebih afdol selain pekerjaan di Mahkamah Syar’iyah yang
93
dipandangnya merupakan lembaga yang menerapkan hukum-hukum syara’.
Dalam hal ini beliau berkata;
“Adapun An Nizhamul Ijtima’iy, yang mengatur hubungan pria dan
wanita, dan segala hal yang merupakan konsekuensinya (yakni Al Ahwalu
Asy Syakhshiyyah), tetap menerapkan syari’at Islam sampai sekarang,
meskipun telah berlangsung penjajahan dan penerapan hukum-hukum
kufur. Tidak diterapkan sama sekali selain Syari’at Islam di bidang itu
sampai saat ini…”.
Syaikh Taqiyyuddin sangat berkeinginan untuk bekerja di Mahkamah
Syar’iyah. Dan ternyata banyak kawan beliau –yang pernah sama-sama
belajar di Al Azhar– bekerja di sana. Dengan bantuan mereka, Syaikh
Taqiyyuddin akhirnya dapat diangkat sebagai sekretaris di Mahkamah
Syar’iyah Beisan, lalu dipindah ke Thabriya. Namun demikian, karena
beliau mempunyai cita-cita dan pengetahuan dalam masalah peradilan,
maka beliau terdorong untuk mengajukan permohonan kepada Al Majelis
Al Islamy Al A’la, agar mengabulkan permohonannya untuk mendapatkan
hak menangani peradilan. Dalam hal ini beliau menganggap bahwa dirinya
mempunyai kecakapan untuk menangani masalah peradilan.
Setelah para pejabat peradilan menerima permohonannya, mereka lalu
membeliau ke Haifa dengan tsebagai Kepala Sekretaris (Basy Katib) di
Mahkamah Syar’iyah Haifa. Kemudian pada tahun 1940, beliau diangkat
sebagai Musyawir (Asisten Qadly) dan beliau terus memegang kedudukan
ini hingga tahun 1945, yakni saat beliau dipindah ke Ramallah untuk
menjadi qadly di Mahkamah Ramallah sampai tahun 1948. Setelah itu,
beliau keluar dari Ramallah menuju Syam sebagai akibat jatuhnya Palestina
ke tangan Yahudi.
94
Pada tahun 1948 itu pula, sahabatnya Al Ustadz Anwar Al Khatib
mengirim surat kepada beliau, yang isinya meminta beliau agar kembali ke
Palestina untuk diangkat sebagai qadly di Mahkamah Syar’iyah Al Quds.
Syaikh Taqiyyuddin mengabulkan permintaan itu dan kemudian beliau
diangkat sebagai qadly di Mahkamah Syar’iyah Al Quds pada tahun 1948.
Kemudian, oleh Kepala Mahkamah Syar’iyah dan Kepala Mahkamah
Isti’naf saat itu –yakni Al Ustadz Abdul Hamid As Sa’ih– beliau lalu
diangkat sebagai anggota Mahkamah Isti’naf, dan beliau tetap memegang
kedudukan itu sampai tahun 1950.
Pada tahun 1950 inilah, beliau lalu mengajukan permohonan
mengundurkan diri, karena beliau mencalonan diri untuk menjadi anggota
Majelis Niyabi (Majelis Perwakilan).
Pada tahun 1951, Syaikh An Nabhani mendatangi kota Amman untuk
menyampaikan ceramah-ceramahnya kepada para pelajar Madrasah
Tsanawiyah di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah. Hal ini terus berlangsung
sampai awal tahun 1953, ketika beliau mulai sibuk dalam Hizbut Tahrir,
yang telah beliau rintis antara tahun 1949 hingga 1953.
5. Aktivitas Politik Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani
Sejak remaja Syaikh An Nabhani sudah memulai aktivitas politiknya
karena pengaruh kakeknya, Syaikh Yusuf An Nabhani, yang pernah terlibat
diskusi-diskusi dengan orang-orang yang terpengaruh peradaban Barat,
seperti Muhammad Abduh, para pengikut ide pembaharuan, tokoh-tokoh
Freemasonry, dan pihak-pihak lain yang merongrong dan membangkang
terhadap Daulah Utsmaniyah.
95
Perdebatan-perdebatan politik dan aktivitas geraknya di antara para
mahasiswa di Al Azhar dan di Kulliyah Darul Ulum, telah menyingkapkan
pula kepeduliannya akan masalah-masalah politik.
Beberapa sahabatnya telah menceritakan sikap-sikapnya yang
menggaungkan seruan-seruan yang bersifat menantang, yang mampu
memimpin situasi Al Azhar saat itu. Di samping itu, beliau juga melakukan
berbagai perdebatan dengan para ulama Al Azhar mengenai apa yang harus
dilakukan dengan serius untuk membangkitkan umat Islam.
Pada saat Syaikh An Nabhani kembali dari Kairo ke Palestina dan
ketika beliau menjalankan tugasnya di Kementerian Pendidikan Palestina,
beliau sudah melakukan kegiatan yang cukup menarik perhatian, yakni
memberikan kesadaran kepada para murid yang diajarnya dan orang-orang
yang ditemuinya, mengenai situasi yang ada saat itu. Beliau juga
membangkitkan perasaan geram dan benci terhadap penjajah Barat dalam
jiwa mereka, di samping memperbaharui semangat mereka untuk berpegang
teguh terhadap Islam. Beliau menyampaikan semua ini melalui khutbah-
khutbah, dialog-dialog, dan perdebatan-perdebatan yang beliau lakukan.
Pada setiap topik yang beliau sodorkan, hujjah beliau senantiasa kuat.
Beliau memang mempunyai kemampuan yang tinggi untuk meyakinkan
orang lain.
Beliau pindah pekerjaan ke bidang peradilan, beliau pun lalu
mengadakan kontak dengan para ulama yang beliau kenal dan beliau temui
di Mesir. Kepada mereka beliau mengajukan ide untuk membentuk sebuah
partai politik yang berasaskan Islam untuk membangkitkan kaum muslimin
96
dan mengembalikan kemuliaan dan kejayaan mereka. Untuk tujuan ini pula,
beliau berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain di Palestina dan
mengajukan ide yang sudah mendarah daging dalam jiwa beliau itu kepada
tokoh-tokoh terkemuka, baik dari kalangan ulama maupun para pemikir.
Kedudukan beliau di Mahkamah Isti’naf di Al Quds sangat membantu
aktivitas beliau tersebut.
Beliau dapat menyelenggarakan berbagai seminar dan mengumpulkan
para ulama dari berbagai kota di Palestina. Dalam kesempatan itu, beliau
mengadakan dialog dengan mereka mengenai metode kebangkitan yang
benar. Beliau banyak berdebat dengan para pendiri organisasi-organisasi
sosial Islam (Jam’iyat Islamiyah) dan partai-partai politik yang bercorak
nasionalis dan patriotis. Beliau menjelaskan kekeliruan langkah mereka,
kesalahan pemikiran mereka, dan rusaknya kegiatan mereka. Selain itu,
beliau juga sering melontarkan berbagai masalah politik dalam khutbah-
khutbah yang beliau sampaikan pada acara-acara keagamaan di masjid-
masjid, seperti di Al Masjidil Aqsha, masjid Al Ibrahim Al Khalil (Hebron),
dan lain-lain.
Di dalam kesempatan seperti itu beliau selalu menyerang sistem-
sistem pemerintahan di negeri-negeri Arab, dengan menyatakan bahwa
semua itu merupakan rekayasa penjajah Barat, dan merupakan salah satu
sarana penjajah Barat agar dapat terus mencengkeram negeri-negeri Islam.
Beliau juga sering membongkar strategi-strategi politik negara-negara Barat
dan membeberkan niat-niat mereka untuk menghancurkan Islam dan
97
umatnya. Selain itu, beliau berpandangan bahwa kaum muslimin
berkewajiban untuk mendirikan partai politik yang berasaskan Islam.
Semua ini ternyata membuat murka Raja Abdullah bin Al Hussain,
lalu dipanggillah Syaikh An Nabhani untuk menghadap kepadanya,
terutama karena khutbah yang pernah beliau sampaikan di Masjid Raya
Nablus.
Beliau disuruh hadir di suatu majelis lalu ditanya oleh Raja Abdullah
mengenai apa yang menyebabkan beliau menyerang sistem-sistem
pemerintahan di negeri-negeri Arab, termasuk juga negeri Yordania. Namun
Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani tidak menjawab pertanyaan itu, dan malah
berpura-pura tidak mendengar. Ini mengharuskan Raja Abdullah
mengulangi pertanyaannya tiga kali berturut-turut. Akan tetapi Syaikh
Taqiyyuddin tetap tidak menjawabnya.
Maka Raja Abdullah pun naik pitam dan berkata kepada beliau:
”Apakah kamu akan menolong dan melindungi orang yang kami
tolong dan lindungi, dan apakah kamu juga akan memusuhi orang yang
kami musuhi?”.
Lalu, Syaikh Taqiyyuddin berkata kepada dirinya sendiri:
”Kalau aku lemah untuk mengucapkan kebenaran hari ini, lalu apa
yang harus aku ucapkan kepada orang-orang sesudahku nanti ?”.
Kemudian Syaikh Taqiyyuddin bangkit dari duduknya seraya berkata:
”Aku berjanji kepada Allah, bahwa aku akan menolong dan
melindungi (agama) Allah dan akan memusuhi orang yang memusuhi
(agama) Allah. Dan aku amat membenci sikap nifaq dan orang-orang
munafik !”.
Marahlah Raja Abdullah mendengarkan jawaban itu, sehingga dia lalu
mengeluarkan perintah untuk mengusir Syaikh Taqiyyuddin dari majelis
98
tersebut dan menangkap beliau. Dan kemudian Syaikh Taqiyyuddin benar-
benar ditangkap. Namun kemudian Raja Abdullah menerima permintaan
maaf dari beberapa ulama atas sikap Syaikh Taqiyyuddin tersebut lalu
memerintahkan pembebasannya, sehingga Syaikh Taqiyyuddin tidak sempat
bermalam di tahanan.
Beliau lalu kembali ke Al Quds dan sebagai akibat kejadian tadi,
beliau mengajukan pengunduran diri dan menyatakan:
”Sesungguhnya orang-orang seperti saya sebaiknya tidak bekerja
untuk melaksanakan tugas pemerintahan apa pun.”.
Syaikh Taqiyyuddin kemudian mengajukan pencalonan dirinya untuk
menduduki Majelis Perwakilan. Namun karena sikap-sikapnya yang
menyulitkan, aktivitas politik dan upayanya yang sungguh-sungguh untuk
membentuk sebuah partai politik, dan keteguhannya berpegang kepada
agama, maka akhirnya hasil pemilu menunjukkan bahwa Syaikh
Taqiyyuddin dianggap tidak layak untuk duduk dalam Majelis Perwakilan.
Namun demikian, aktivitas politik Syaikh Taqiyyuddin tidaklah mandeg dan
tekadnya pun tiada pernah luntur. Beliau terus mengadakan kontak-kontak
dan diskusi-diskusi, sehingga akhirnya beliau berhasil meyakinkan sejumlah
ulama dan qadly terkemuka serta para tokoh politikus dan pemikir untuk
membentuk sebuah partai politik yang berasaskan Islam.
Beliau lalu menyodorkan kepada mereka kerangka organisasi partai
dan pemikiran-pemikiran yang dapat digunakan sebagai bekal tsaqafah bagi
partai tersebut. Ternyata, pemikiran-pemikiran beliau ini dapat diterima dan
disetujui oleh para ulama tersebut. Maka aktivitas beliau pun menjadi
semakin padat dengan terbentuknya Hizbut Tahrir.
99
Publikasi pembentukan partai ini secara resmi tersiar tahun 1953, pada
saat Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani mengajukan permohonan resmi
kepada Departemen Dalam Negeri Yordania sesuai Undang-Undang
Organisasi yang diterapkan saat itu. Dalam surat itu terdapat permohonan
izin agar Hizbut Tahrir dibolehkan melakukan aktivitas politiknya. Dalam
surat itu terdapat pula struktur kepengurusan Hizbut Tahrir dengan susunan
sebagai berikut :
a. Taqiyyuddin An Nabhani, sebagai pemimpin Hizbut Tahrir.
b. Dawud Hamdan, sebagai wakil pemimpin merangkap sekretaris.
c. Ghanim Abduh, sebagai bendahara.
d. Dr. Adil An Nablusi, sebagai anggota.
e. Munir Syaqir, sebagai anggota.
Berdasarkan permohonan yang diajukan tadi, di mana pihak
pemerintah diharapkan dapat memaklumi pendirian sebuah partai politik,
maka Hizbut Tahrir pun lalu menyewa sebuah rumah di kota Al Quds dan
memasang papan nama yang mencantumkan nama Hizbut Tahrir. Akan
tetapi Departemen Dalam Negeri Yordania lantas mengirimkan sepucuk
surat kepada Hizb yang melarangnya untuk melakukan aktivitas. Inilah teks
suratnya :
No : ND/70/52/916
Tanggal : 14 Maret 1953
100
Kepada Yang Terhormat :
Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani
dan seluruh pendiri Hizbut Tahrir
Saya telah meneliti berita yang dilansir oleh surat kabar Ash Sharih
edisi hari ini yang berjudul :
“Organisasi Pembebasan (Hai’atut Tahrir) : Pembentukan Partai
Politik Secara Resmi di Al Quds.”
Saya berharap dapat memberi pengertian kepada Anda sekalian,
bahwa apa yang dilansir mengenai pembentukan partai secara resmi di Al
Quds itu, ternyata tidak dapat dibenarkan. Selain itu, kami beritahukan
bahwa surat balasan yang Anda terima dari Kepala Kantor saya,
menjelaskan bahwa permohonan Anda telah sampai kepada saya.
Bahwasanya, Undang-Undang Dasar yang ada tidak mengizinkan aktivitas
Anda sekalian. Hal itu karena izin dan pengakuan pembentukan partai,
tergantung kepada kepentingan negara –seperti yang saya sampaikan
melalui beberapa catatan yang dikirimkan kepada Anda sekalian– yang
ternyata tidak mengizinkan adanya pendirian partai.
Atas Nama Departemen Dalam Negeri,
Ali Hasanah
Atas dasar surat ini, pihak kepolisian segera menyerbu rumah yang
disewa Hizb tadi dan mencabut papan nama yang ada di sana. Hizb lalu
dilarang untuk melakukan kegiatan apa pun.
101
Sejak saat itu –dan bahkan sampai saat ini– Hizb tidak dibolehkan
melakukan aktivitas dan segala aktivitasnya pun dilarang. Namun demikian,
Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani sama sekali tidak peduli dan tak
menggubris semua itu, bahkan beliau tetap bersiteguh untuk melanjutkan
misinya menyebarkan risalah yang telah beliau tetapkan sebagai asas-asas
bagi Hizb. Beliau memang sangat menaruh harapannya untuk
membangkitkan umat Islam pada Hizbut Tahrir, gerakan yang telah beliau
dirikan dan beliau tetapkan falsafahnya dengan karakter-karakter tertentu
yang beliau gali dari nash-nash syara’ dan sirah Nabi saw. Oleh karena itu,
Syaikh Taqiyyuddin kemudian menjalankan aktivitas secara rahasia dan
segera membentuk Dewan Pimpinan (Qiyadah) yang baru bagi Hizb, di
mana beliau sendiri yang menjadi pucuk pimpinannya. Dewan Pimpinan ini
dikenal dengan sebutan Lajnah Qiyadah.
Beliau terus memegang kepemimpinan Dewan Pimpinan Hizb ini
sampai wafatnya beliau pada tanggal 25 Rajab 1398 H, bertepatan dengan
tanggal 20 Juni 1977 M. Sepanjang masa kepemimpinan beliau, beliau telah
melakukan berbagai kegiatan politik yang luas. Hasil yang paling gemilang,
ialah beliau mewariskan kepada kita sebuah partai politik yang bermutu
tinggi, kuat, dan tersebar luas.
Semua upaya beliau ini telah menjadikan Hizbut Tahrir sebagai partai
dengan kekuatan Islam yang luar biasa, sehingga Hizb sangatlah
diperhitungkan dan disegani oleh seluruh pemikir dan politikus, baik yang
bertaraf regional maupun internasional, kendatipun Hizb tetap tergolong
partai terlarang di seluruh negeri di dunia.
102
Di bawah kepemimpinan beliau, Hizbut Tahrir telah melancarkan
beberapa upaya pengambil-alihan kekuasaan di banyak negeri-negeri Arab,
seperti di Yordania pada tahun 1969, di Mesir tahun 1973, dan di Iraq tahun
1972. Juga di Tunisia, Aljazair, dan Sudan. Sebagian upaya kudeta ini
diumumkan secara resmi oleh media massa, sedang sebagian lainnya
memang sengaja tidak diumumkan.
Selain itu, Hizbut Tahrir telah mengeluarkan banyak selebaran
(nasyrah) politik yang penting, yang membeberkan berbagai
persekongkolan jahat untuk melawan umat Islam. Hizb juga banyak
mengirimkan memorandum politik penting kepada para politikus dan
penguasa di negeri-negeri Islam dan negeri-negeri Islam lainnya, dengan
maksud agar mereka mundur dari pemerintahan dan menyerahkannya
kepada Hizb. Atau dengan maksud memberi nasehat dan peringatan atas
tindakan-tindakan mereka yang dianggap sebagai tindak pengkhianatan.
Atau dengan maksud mengancam mereka bahwa umat suatu saat akan
mengoreksi dan memperhitungkan tindakan-tindakan mereka.
Walhasil, aktivitas politik merupakan aspek paling menonjol dalam
kehidupan Syaikh Taqiyyuddin. Bahkan sampai-sampai ada yang
berpendapat bahwa beliau adalah Hizbut Tahrir itu sendiri, karena
kemampuan beliau yang tinggi untuk melakukan analisis politik,
sebagaimana yang nampak dalam kecermatan selebaran politik yang
dikeluarkan oleh Hizb. Beliau juga banyak menelaah peristiwa-peristiwa
politik, lalu mendalaminya dengan amat cermat, disertai pemahaman
sempurna terhadap situasi-situasi politik dan ide-ide politik yang ada.
103
Mereka yang mencermati selebaran-selebaran politik yang
dikeluarkan oleh Hizb, juga kitab-kitab mengenai politik yang ditulis oleh
Syaikh Taqiyyuddin, serta garis-garis besar langkah politik yang beliau
susun untuk membina pemikiran politik syabab Hizb, akan dapat
menyimpulkan bahwa Syaikh Taqiyyuddin memang benar-benar
mempunyai kemampuan luar biasa dalam masalah politik. Sungguh, beliau
termasuk salah seorang pemikir dan politikus terulung pada abad XX ini.
6. Karya-karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani
Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani wafat tahun 1398 H/ 1977 M dan
dikuburkan di Pekuburan Al Auza’i di Beirut. Beliau telah meninggalkan
kitab-kitab penting yang dapat dianggap sebagai kekayaan pemikiran yang
tak ternilai harganya. Karya-karya ini menunjukkan bahwa Syaikh
Taqiyyuddin An Nabhani merupakan seorang yang mempunyai pemikiran
brilian dan analisis yang cermat. Beliaulah yang menulis seluruh pemikiran
dan pemahaman Hizb, baik yang berkenaan dengan hukum-hukum syara’,
maupun yang lainnya seperti masalah ideologi, politik, ekonomi, dan sosial.
Inilah yang mendorong sebagian peneliti untuk mengatakan bahwa Hizbut
Tahrir adalah Taqiyyuddin An Nabhani.
Kebanyakan karya Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani berupa kitab-
kitab tanzhiriyah (penetapan pemahaman/pandangan) dan tanzhimiyah
(penetapan peraturan), atau kitab-kitab yang dimaksudkan untuk mengajak
kaum muslimin untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan mendirikan
Daulah Islamiyah. Al Ustadz Dawud Hamdan telah menjelaskan karakter
kitab-kitab Syaikh Taqiyyuddin –yang termasuk kitab-kitab yang
104
disebarluaskan oleh Hizbut Tahrir– secara mendalam dan tepat dengan
pernyataannya :
“Sesungguhnya kitab ini –yakni kitab Ad Daulah Al Islamiyyah–
bukanlah sebuah kitab untuk sekedar dipelajari, akan tetapi kitab ini dan
kitab lainnya yang telah disebarluaskan oleh Hizbut Tahrir –seperti kitab
Usus An Nahdlah, Nizhamul Islam, An Nizham Al Ijtima’i fi Al Islam, An
Nizham Al Iqthishady fi Al Islam, Nizham Al Hukm, Asy Syakhshiyah Al
Islamiyah, At Takattul Al Hizbi, Mafahim Hizhut Tahrir, Mafahim Siyasiyah
li Hizbit Tahrir– menurut saya adalah kitab yang dimaksudkan untuk
membangkitkan kaum muslimin dengan jalan melanjutkan kehidupan Islam
dan mengemban dakwah Islamiyah.”
Alasan inilah yang menyebabkan kitab-kitab Syaikh Taqiyyuddin
terlihat istimewa karena mencakup dan meliputi berbagai aspek kehidupan
dan problematika manusia. Kitab-kitab yang membahas aspek-aspek
kehidupan individu, politik, kenegaraan, sosial, dan ekonomi tersebut,
merupakan landasan ideologis dan politis bagi Hizbut Tahrir, di mana
Syaikh Taqiyyuddin menjadi motornya.
Disebabkan beraneka ragamnya bidang kajian dalam kitab-kitab yang
ditulis oleh Syaikh Taqiyyuddin, maka tak aneh bila karya-karya beliau
mencapai lebih dari 30 kitab. Ini belum termasuk memorandum-
memorandum politik yang beliau tulis untuk memecahkan problematika-
problematika politik. Belum lagi banyak selebaran-selebaran dan
penjelasan-penjelasan mengenai masalah-masalah pemikiran dan politik
yang penting.
Karya-karya Syaikh Taqiyyuddin, baik yang berkenaan dengan politik
maupun pemikiran, dicirikan dengan adanya kesadaran, kecermatan, dan
kejelasan, serta sangat sistematis, sehingga beliau dapat menampilkan Islam
sebagai ideologi yang sempurna dan komprehensif yang diistimbath dari
105
dalil-dalil syar’i yang terkandung dalam Al Kitab dan As Sunnah. Karya-
karya beliau dapat dikatakan sebagai buah usaha keras pertama yang
disajikan oleh seorang pemikir muslim pada era moderen ini di dalam
jenisnya.
Karya-karya syaikh taqiyuddin an-nabhani yang paling terkenal, yang
memuat pemikiran dan ijtihad beliaun diantaranya: Nizamul-Islam, Mafahim
Hizbut-Tahrir, At-Takatul-Hizbi, An-Nizamul-Iqtisadi fil-Islam, An-
Nizamul-Ijtima’i, Nizamul-Hukmi fil-Islam, Ad-Dustur, Muqqadimatud-
Dustur, Ad-Daulatul-Islamiyah, Asy-Syakhsiyatul-Islamiyah Juz I,II dan III,
Nazarah Siyasiyah, Nida’un Har, Al-Khilafah, At-Tafkir, Ad-Dausiyah,
Sur’atul-Badihah, Nuqtatul-Intilaq, Dukhulul-Mujtama’, Inqazu Falastin,
Risalatul-Arab, Tasalluh Misra, Ittifaqiyah As-Suna’iyatul-Misiriyah As-
Suriyah wal Yamaniyah, Hallu Qadiyati Falastina ‘Ala Tariqatil-Amrikiyah
wal-Injiliziyah, Nazariyatul-Faragus-Siyasa Haula Masyru’i Aizanhawer.
Semua ini belum termasuk ribuan selebaran-selebaran (nasyrah)
mengenai pemikiran, politik, dan ekonomi, serta beberapa kitab yang
dikeluarkan atas nama anggota Hizbut Tahrir –dengan maksud agar kitab-
kitab itu mudah beliau sebarluaskan– setelah adanya undang-undang yang
melarang peredaran kitab-kitab karya Syaikh Taqiyyuddin. Di antara kitab
itu adalah : As Siyasah Al Iqthishadiyah Al Mutsla, Naqdlul Isytirakiyah Al
Marksiyah, Kaifa Hudimat Al Khilafah, Ahkamul Bayyinat, Nizhamul
Uqubat, Ahkamush Shalat, Al Fikru Al Islami.
Apabila karya-karya Syaikh Taqiyyuddin tersebut ditelaah dengan
seksama, terutama yang berkenaan dengan aspek hukum dan ilmu ushul,
106
akan nampak bahwa beliau sesungguhnya adalah seorang mujtahid yang
mengikuti metode para fuqaha dan mujtahidin terdahulu. Hanya saja, beliau
tidak mengikuti salah satu aliran dalam ijtihad yang dikenal di kalangan
Ahlus Sunnah. Artinya, beliau tidak mengikuti suatu madzhab tertentu di
antara madzhab-madzhab fiqih yang telah dikenal, akan tetapi beliau
memilih dan menetapkan (mentabanni) ushul fiqih tersendiri yang khusus
baginya, lalu atas dasar itu beliau mengistimbath hukum-hukum syara’.
Perlu diingat di sini bahwa ushul fiqih Syaikh Taqiyyuddin An
Nabhani tidaklah keluar dari metode fiqih Sunni, yang membatasi dalil-dalil
syar’i pada Al Kitab, As Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qiyas Syar’iy, yakni
Qiyas yang illat-nya terdapat dalam nash-nash syara’ semata.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim, Departemen Agama RI
Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, Pustaka
Setia, Bandung, 2009
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekata Praktek, Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta, 2002
As-Sabatin, Yusuf, Bisnis Islami dan Kritik atas Praktik Bisnis ala Kapitalis
(terj.), Al-Azhar Press, Bogor, 2009
107
‘Atha bin Khalil, Ushul Fiqh: Kajian Ushul Fiqh Mudah dan Praktis (terj.),
Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, 2003.
An-Nabhani, Taqiyuddin, Membangun Sistem Ekonomi alternatif perspektif
Islam, Risalah Gusti, Surabaya, 1996
-----------, Sistem Ekonomi Islam, Tim HTI Press, Jakarta, 2010
-----------, An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam (terj.), HTI Press, Jakarta, 2011
---------- , Asy Syakhshiyah al Islamiyah jilid 1 (terj.), HTI Press, Jakarta, 2008.
---------- , Asy Syakhshiyah al Islamiyah jilid 3 (terj.), HTI Press, Jakarta, 2008.
Badan Pemberdayaan Perempuan Dan Masyarakat, Profil Gender Dan Anak,
Profinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011
Bugin, burhan, penelitian kualitatif: komunikasi, ekonomi, kebijakan public, dan
ilmu social lainnya, kencana, Jakarta, ed. 1, cet. 4, 2010
Bhattacharya A.,and J.D. Glothlin, Occupational Ergonomics Theory and
applications, Marcel Dekker, Inc. 1996
Dawabah, Asyraf Muhammad, Muslimah Karier (terj.), Mashun, Sidoarjo, 2009
Fauzi, Ridzal, Dinamika Gerakan Wanita di Indonesia,Tiara Wacana,
Yogyakarta, 2000
Habib, Sa’di Abu, Ensiklopedi Ijma’: Persepakatan Ulama Dalam Hukum Islam
(terj), Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987
Hasyim, Syafiq, Hal-hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-isu Keperempuanan
Dalam Islam: Sebuah Dokumentasi, Mizan, Bandung, 2001
Indah Haruswati dkk, Masalah Tenaga Kerja Wanita di Sektor Industri, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Deputy IV, Cet. 1,
Jakarta, 2000
Ismail, Muhammad et.al, Pengantar Manajemen Syariat, cet. 2, Khairul Bayan,
Jakarta Selatan, 2003
Iwan Prayitno, Wanita Islam Perubah Bangsa, Pustaka Tarbiatuna, Jakarta, 2003
Lexy J Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung
2000.
Manuaba, A, Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Editor: Sritomo W
dan Schultz, D.P. Psychology and Industry Today, An Introduction to
108
Industrial and Organizational Psychology, Third Edition, Macmillan
Publishing Co. Inc., New York, 1982
Matar, Husain, Al-Targhib wa Al-Tarhib, Al-Hidayah, Surabaya
Maurits, Lientje Setyawati, Widodo, Imam Djati “Faktor Dan Penjadualan Shift
Kerja” Program Studi Ilmu Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran,
Universitas Gadjah Mada dan Program Studi Teknik Industri, Fakultas
Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia, jurnal Teknoin,
Volume 13, Nomor 2, Desember 2008, 11-22 ISSN: 0853-8697
Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Madzhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki,
Syafi’I, Hambali, (terj), PT Lentera Basritama , Jakarta, , cet. VII,
2001
Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif,
Rajawali Press, Jakarta, 2008.
Oxford University Press, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, United
Kingdom, 2005
Prayitno, Iwan, Wanita Islam Perubah Bangsa, Pustaka Tarbiatuna, Jakarta, 2003
Pulat, B.M. Fundamental of Industrial Ergonomics, Prentice Hall, Englewood
Cliffs, New Jersey, USA, 1992
Puteri, Ruri Kartika, “ gambaran stress kerja pada perawat shift malam di ruang
instalasi gawat darurat RSUD di pirngadi medan tahun 2009” Skripsi
Sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,
Medan, 2009
Ridzal, Fauzi, Dinamika Gerakan Wanita di Indonesia,Tiara Wacana,
Yogyakarta, 2000
Saksono,A, Perlindungan Tenaga Kerja Wanita. Model Kursus Tertulis bagi
Dokter Hyperkes Pusat Pelayanan Ergonomic KKK Departemen,
Jakarta, 1991
Salim, Amru Abdul Mun'in, Sifat-sifat Istri Shalihah, Najla Press, Jakarta, 2005
Samarah, Ihsan, Mafhum Al Adalah al Ijtima’iyah fi Al Fikri Al Islami Al
Mu’ashir (terj), Dar An Nahdlah Al Islamiyah, Beirut, cet. II, 1991
(syaikh Taqiyyuddin An-Nabhani pendiri hizbut-tahrir, http://hizbut-
tahrir.or.id)
Sharpe, J, Shift work and long hours: risky business, Rock Product, January, 2007
109
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol.
11, Lentera hati , cet. I, Jakarta, 2003
Soeratno dan Lincolin Arsyad, Metode Penelitian Untuk Ekonomi Dan Bisnis,
Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN, Yogyakarta, 1993
Suma’mur, P.K. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja, Yayasan Swabhawa Karya,
Jakarta, 1993
Sumbulah, Umi dkk, Spektrum Gender, UIN Press, Malang, 2008
Tarwaka, Produktivitas dan Pemanfaatan Sumberdaya Manusia, Majalah
Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Jakarta, XXI (4) dan XXII (1), 1999
Tayyari, F., and J.L., Occupational Ergonomics Principles and applications, T.J.
Press Ltd, Great Britain, Smith, 1997
----------- dan Smith, J. L, Occupational Ergonomics: Principles and
Applications, Chaman & Hall, London, 1997
Tim Penulis Komunitas Pengusaha Rindu Syariah (PRS), Pokok-Pokok Panduan
Implementasi Syariah dalam Bisnis, Cetakan ke 2, Pustaka PRS,
Bogor, 2010
Badan Pemberdayaan Perempuan Dan Masyarakat, Profil Gender Dan Anak,
Profinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011, hal. 34-35, diakses 5 Mei
2012
http: hizbut-tahrir.or.id, Rahma Qomariyah, Wanita Dipersimpangan Jalan:
Kepala Rumah Tangga Perempuan Atau Ibu Rumah Tangga, diakses
13 Agustus 2012
http:health.detik.com, Andri, gangguan tidur akibat shift kerja, diakses 30
Oktober 2012
http:www.kabar6.com, Waspada Serangan Jantung di Usia Muda, diakses 30
Oktober 2012
web. regulasi.com, Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.L. Nomor per-
04/men/1989, diakses 27 Juni 2012
www.dedylondong.blogspot.com, Dedy Londong, Penjadwalan Shift Kerja, di
akses 12 Oktober 2012
www.bappenas.go.id, Peranan Wanita, Anak Dan Remaja Dan Pemuda, diakses
25 Juli 2012
110
www.hizbut-tahrir.or.id, Al-Islam, kapitalisme demokrasi gagal melindungi kaum
wanita, diakses 12 Oktober 2012