1
Oleh Edy Setiyoko P enyu adalah salah satu spesies purba dari bangsa reptilia. Ada tujuh jenis penyu di dunia, enam di antaranya berada di Indonesia. Status semua jenis penyu tersebut dalam kondisi terancam punah. Siapa yang bertanggung jawab atas nasib kepunahan binatang tersebut? Fakultas Biologi Universitas Nasional (Unas) Jakarta menaruh kepedulian akan kelangsungan hidup penyu. Mahasiswa bersama Kelompok Studi Penyu Laut (KSPL) Chelonia mengangkat persoalan ini dalam seminar sehari 'Penangkaran Penyu Laut dan Habibat yang Semakin Punah' di Selasar Lantai 2 kampus setempat, Jakarta, Agustus silam. Tak hanya itu, KSPL Chelonia juga melakukan kegiatan konservasi penyu laut di Pantai Citirem, Suaka Margasatwa Cikepuh, Jawa Barat. Melalui program 'Save Sea Turtle in Your Hands (SSTIYH)’ Mei 2009, dan April 2010. Musim demi musim dilalui. ''Dari musim panas hingga penghujan, tidak menyurutkan konservasionis dari KSPL untuk melakukan monitoring penyu,'' tutur Dicky R Paulus, ketua KSPL Chelonia. Dicky dan konservasionis lainnya selalu mengenang selama berpetualang di sana,' “Saat air lalu surut dan saat pasang naik di muara Citirem yang harus dilewati menuju camp hingga setinggi dada orang dewasa, membawa kenangan manis dan indah yang tidak akan pernah dilupakan.'' Kegiatan edutainment di Desa Pangumbahan, juga melibatkan anak-anak SD (Sekolah Dasar) setempat. Seperti, siswa SDN Jaringao, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Aktivitas pelestarian penyu di sana disertai kegiatan outbond, flying fox, dan permainan anak-anak. Sehingga penanaman melestarikan, melindungi, dan kecintaan terhadap penyu pada anak-anak dan warga setempat, dilakukan secara harmonis dan penuh keakraban. Ada yang membahagiakan hati manakala melihat seekor penyu naik ke darat, menggali pasir, bertelur, dan menutupnya. Kemudian, kembali ke laut. ''Suatu yang indah, sulit dilupakan melihat si penyu,'' tambah Dicky. Bila ingin bertemu di darat, lanjut dia, harus menunggu di tepi pantai tempat lokasi bertelur. Butuh kesabaran menunggu penyu naik hingga berpuluh jam. Keheningan suasana menjadi syarat. Tak boleh berisik, karena penyu sensitif kegaduhan. Penyu berbalik kembali ke laut kalau merasa terusik. KSPL, konservasoris, dan Resort KSDA, berjuang memungut telur penyu hijau. Lalu, ditangkar secara semi alami di camp Citerum. Bila sudah menetas, tukik (akan penyu) dilepas ke laut bebas. Hanya saja, telur di sana sering dicuri pada siang hari -- tatkala lepas pengamanan polisi hutan maupun pamswakarsa. Perburuan merupakan eksploitasi yang dapat mengancam kelangsungan populasi penyu laut. ''Pemburu dari warga sekitar masih bisa diajak kompromi. Tapi, pemburu dari luar, dan mereka pembawa modal besar, ini yang menjadi sumber kepunahan dan petaka penyu laut,'' tambah Drs Imran SL Tobing MSi, Dekan Fakultas Biologi Unas. Kehadiran pemburu dari luar ini, kata dia, menyebabkan warga setempat tergiur, dan ramai-ramai berburu hewan bernilai ekonomi tinggi ini. ed: irwan kelana REPUBLIKA Halaman >> Senin > 20 September 2010 19 pendidikan >> program << Cara Mahasiswa Menyayangi Penyu >> dinamika << Gunadarma Lima Besar PT Terbaik Universitas Gunadarma menjadi perguruan tinggi swasta (PTS) yang masuk ke urutan lima besar perguruan tinggi (PT) terbaik di dunia maya. Sementara urutan pertama hingga keempat masih didominasi oleh perguruan tinggi negeri (PTN) yakni ITB, UI, UGM dan Institut Teknologi Sepuluh November. Data 4ICU, awal bulan lalu menunjukkan, peringkat satu hingga empat tak mengalami perubahan sejak Januari 2010. Perubahan hanya terjadi di urutan kelima, di mana peringkat Universitas Gunadarma merangsek naik. Pada Januari 2010, universitas itu hanya menduduki urutan kesembilan. Kini, naik menjadi urutan kelima. PTS lain, yang mampu mengimbangi dominasi PTN pada pemeringkatan adalah Universitas Bina Nusantara, dan Universitas Kristen Petra. Sistem pemeringkatan PT yang dilakukan 4ICU tak jauh beda dengan pemeringkatan seperti Webometrics, dan JiaTong -- pemeringkatan popularitas PT di dunia Internet. Meski popularitasnya di Internet, metode pemeringkatan sangat berkait dengan kiprah akademik PT, karena kontribusinya ke publik. Tak heran, kampus yang cukup mapan, terkenal, serta memiliki kiprah, berada di posisi baik. Hal itulah yang masih menjadikan pemeringkatan PT menjadi panduan dalam upaya peningkatan kualitas. Lembaga 4ICU melakukan pemeringkatan terhadap 10 ribu PT di 200 negara. Peringkat popularitas diukur berdasar tiga parameter, yakni Google pagerank, inbound link Yahoo, dan web traffic berdasarkan Alexa. edy setiyoko, ed: irwan kelana Mahasiswa Nagoya Field Trip di Undip Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menerima mahasiswa Nagoya University, Jepang, untuk melakukan field trip di sejumlah daerah di Jateng, serta kegiatan belajar singkat di sana. Field trip merupakan program Nagoya yang memberi kesempatan mahasiswa untuk tinggal, belajar, serta berinteraksi bersama masyarakat. Menurut Pembantu Rektor I Undip, Prof Dr dr Riwanto,Sp.BD, sebanyak 11 mahasiswa Nagoya akan belajar bahasa dan budaya Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya, khusus Program Studi D III Bahasa Jepang. “Selain itu, kedatangan mereka yang didampingi dua guru besarnya ini, juga bertujuan untuk bekerja sama melakukan penelitian, dan memperkenalkan budaya dan bahasa ke Jepang kepada masyarakat Indonesia,” kata Riswanto di Semarang baru-baru ini. Field trip pada dasarnya merupakan program dari Nagoya University yang memberikan kesempatan kepada mahasiswanya untuk tinggal, belajar, serta berinteraksi dengan masyarakat setempat. Interaksi terjadi saat mahasiswa tinggal di rumah penduduk (homestay). Prof Nishimo Setsuo, guru besar Head of Education and Human Development Nagoya University mengemukakan, kegiatan ini merupakan agenda rutin kedua universitas. Tujuannya, pengenalan dan pertukaran budaya kedua negara. Ke depan, kegiatan tersebut akan ditingkatkan. Tak hanya sekedar mahasiswa tinggal di rumah penduduk, tetapi juga pengembangan riset, implementasi teknologi modern bagi masyarakat dan dunia pendidikan Indonesia. edy setiyoko, ed: irwan kelana Oleh Edy Setiyoko Keterbatasan kom- petensi guru dan insti- tusi pendidikan sering tidak diperhitungkan dalam pembuatan kebijakan pendidikan. D unia pendidikan di Indonesia banyak mengalami tantangan. Ini karena berbagai faktor, termasuk inkonsistensi program, serta mutu sarana pendidikan itu sendiri. Patut disayangkan pendidikan di negeri ini justru mengesampingkan tujuan pedagogis dari dunia pendidikan yang sebenarnya. Tanoto Foundation bekerja sama dengan Yayasan Paras, melalui Forum Peningkatan Kualitas Pendidikan (Forum Pelita Pendidikan), mencoba mengangkat persoalan ini dalam sebuah diskusi bertajuk 'Memerangi Keterbelakangan Pendidikan di Indonesia' yang digelar di Jakarta akhir Agustus 2010. ''Pendidikan merupakan dasar bagi pengentasan kemiskinan,'' tutur Sihol P Aritonang, Head of Tanoto Foundation. Hanya melalui pendidikan, kata dia, rantai kemiskinan antargenerasi dapat diputus dengan memberikan akses terhadap pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak yang berasal dari keluarga miskin. Peran serta Tanoto Foundation dalam mendukung program pendidikan ini, diharapkan juga dapat memicu pihak swasta lainnya untuk bahu-membahu mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi Indonesia. Permasalahan pendidikan, menurutnya, tidak hanya kurang memadainya infrastruktur bangunan, maupun fasilitas pendidikan di beberapa lokasi di Indonesia. Tetapi, juga kualitas tenaga pengajar yang kurang memadai. Data Departemen Pendidikan Nasional 2008 mengungkapkan, lebih dari 60 persen guru belum mengecap pendidikan tinggi empat tahun. Dewi Susanti, Programer Pelita Pendidikan Tanoto Foundation, meng- atakan, ''Persoalan di atas lebih terlihat, terutama di sekolah-sekolah untuk masyarakat level ekonomi rendah dan terletak di kawasan terpencil, di mana sarana dan prasarana pendidikan cende- rung lebih tidak memadai, dengan kualitas sekolah yang lebih terpuruk dan jumlah serta kualitas guru yang sangat minim.'' Melalui analisis masalah dan tantangan yang dihadapi dalam keseharian praktik pembelajaran, Forum Pelita Pendidikan berupaya menggali potensi solusi yang dapat diusung kepada pembuatan kebijakan, dan pemangku kepentingan lain. ''Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) melibatkan pakar, pemerhati, guru, dan aktivis, membahas bersama perihal permasalahan dan inkonsistensi dunia pendidikan Indonesia dari perspektif makro dan mikro, sekaligus potensi solusinya,'' tambah Dewi. Pendirian Forum Pelita Pendidikan, kata dia, bertujuan untuk menghasilkan konsep pendidikan, inovasi praktik pendidikan, dan saran bagi kebijakan pendidikan yang memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Terutama, daerah terpencil dan untuk kelompok masyarakat miskin. Forum yang diprakarsai Prof Mochtar Buchori itu dimulai dengan diskusi pemetaan permasalahan pendidikan. Baru pada akhir sesi pemetaan, narasumber berkesempatan berbicara, dan merumuskan benang merahnya. Format ini berbeda dari kebanyakan diskusi. Hingga Dr Bambang Indrianto, Sekjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendiknas menyatakan, ”Saya merasa memasuki new frontier dalam forum diskusi.” Suparman, Ketua Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), mengutip Ki Hajar Dewantara, menyatakan, ''Pendidikan adalah cara kita untuk memerdekakan lahir, batin, dan pikiran.'' Ungkapan senada datang dari Prof HAR Tilaar, guru besar emeritus Universitas Negeri Jakarta (UNJ). “Pendidikan sesungguhnya merupakan upaya pembebasan dari tekanan kekuasaan, kekuatan politik, kebodohan, feodalisme, dan kemelaratan ekonomi. Jadi, bukan sekadar memenangkan olimpiade semata,” tegasnya. Beberapa peserta juga menyayangkan upaya peningkatan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) yang dianggap menyebabkan terjadinya kastanisasi pendidikan. Pokok permasalahan kedua, berkaitan dengan relevansi pendidikan, dan perannya dalam menjawab permasalahan yang ada dalam masyarakat. Arifin Ali, dari Walagri Aksara, mempertanyakan relevansi pendidikan formal yang kebanyakan bobot akademisnya ditujukan untuk mempersiapkan siswa ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. ”Sekolah tidak seharusnya menjadi bagian yang terpisah dari masyarakat,” katanya. Anindita dan Fadilla, dari Sokola, Riau, beranggapan kurikulum dan metode pembelajaran banyak diterapkan pendidikan formal sering tidak dapat diakses, baik secara geografis maupun kultural bagi kelompok masyarakat yang termarjinalkan. Terkait guru sebagai pilar utama perbaikan kualitas pendidikan, Ruth Solaiman dari I-Teach Education Training Center, menyatakan, ''Kompetensi guru yang kurang sering disertai dengan motivasi belajar yang rendah. Kare- nanya, upaya pengembangan profesi guru perlu disertai dengan evaluasi institusi pendidikan dan guru didukung dengan pendampingan melekat.'' Beberapa peserta juga menyampaikan, motivasi belajar yang lebih tinggi, dan kehausan akan pengetahuan, dan metode pembelajaran baru lebih mudah ditemukan pada guru di daerah. Keterbatasan kompetensi guru dan institusi pendidikan sering tidak diperhitungkan dalam pembuatan kebijakan pendidikan. Sehingga praktik pendidikan tidak dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Berkait dengan pengembangan promotor pendidikan karakter yang sekarang sedang digarap Kementrian Pendidikan Nasional, Pembina Yayasan Budi Siswa, Baskoro Poedjinegoro menyatakan, tujuan kebijakan sebenarnya bagus. Tapi, implementasinya yang sering tidak berjalan sampai di lapangan. “Kebijakan lemah, karena tidak ada evaluasi atau supervisi. Padahal, guru tidak punya ketrampilan untuk mengolah kurikulum,” ujarnya. Baskoro dan Prof Tilaar sepakat, permasalahan kompetensi sumber daya manusia (SDM) juga dianggap menghambat terjadinya desentralisasi pendidikan seperti yang diharapkan. ”Bagi saya, desentralisasi adalah malapetaka. Karena, masalah kompetensi yang belum memadai. Terutama berkaitan dengan penguasa daerah,” kata Baskoro. Sementara, Tilaar berpendapat, korupsi dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) merupakan salah satu akibat nyata dari penyimpangan desentralisasi pendidikan. Prof Tilaar berharap, Forum Pelita Pendidikan ini dapat lebih difokuskan untuk mereka yang terlupakan dan termarjinalisasikan di daerah-daerah. Ia melihat upaya Tanoto Foundation untuk meningkatkan kualitas pendidikan di lebih dari 200 sekolah di Sumatera Utara, Riau, dan Jambi, melalui Program Pelita Pendidikan dapat menjadi sebuah sarana nyata. ed: irwan kelana Memerangi Keterbelakangan PENDIDIKAN INDONESIA EDY SETIYOKO/REPUBLIKA DOK REP Pelatihan guru Telkom-Republika

Cara mahasiswa menyayangi penyu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Cara mahasiswa menyayangi penyu

Oleh Edy Setiyoko

Penyu adalah salah satu spesies purba dari bangsareptilia. Ada tujuh jenis penyu di dunia, enam diantaranya berada di Indonesia. Status semua jenis

penyu tersebut dalam kondisi terancam punah. Siapa yangbertanggung jawab atas nasib kepunahan binatangtersebut?

Fakultas Biologi Universitas Nasional (Unas) Jakartamenaruh kepedulian akan kelangsungan hidup penyu.Mahasiswa bersama Kelompok Studi Penyu Laut (KSPL)Chelonia mengangkat persoalan ini dalam seminar sehari'Penangkaran Penyu Laut dan Habibat yang SemakinPunah' di Selasar Lantai 2 kampus setempat, Jakarta,Agustus silam.

Tak hanya itu, KSPL Chelonia juga melakukan kegiatankonservasi penyu laut di Pantai Citirem, SuakaMargasatwa Cikepuh, Jawa Barat. Melalui program 'SaveSea Turtle in Your Hands (SSTIYH)’ Mei 2009, dan April2010. Musim demi musim dilalui. ''Dari musim panashingga penghujan, tidak menyurutkan konservasionis dari

KSPL untuk melakukan monitoring penyu,'' tutur Dicky RPaulus, ketua KSPL Chelonia.

Dicky dan konservasionis lainnya selalu mengenangselama berpetualang di sana,' “Saat air lalu surut dan saatpasang naik di muara Citirem yang harus dilewati menujucamp hingga setinggi dada orang dewasa, membawakenangan manis dan indah yang tidak akan pernahdilupakan.''

Kegiatan edutainment di Desa Pangumbahan, jugamelibatkan anak-anak SD (Sekolah Dasar) setempat.Seperti, siswa SDN Jaringao, Kecamatan Ciracap,Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Aktivitas pelestarianpenyu di sana disertai kegiatan outbond, flying fox, danpermainan anak-anak. Sehingga penanaman melestarikan,melindungi, dan kecintaan terhadap penyu pada anak-anakdan warga setempat, dilakukan secara harmonis danpenuh keakraban.

Ada yang membahagiakan hati manakala melihatseekor penyu naik ke darat, menggali pasir, bertelur, danmenutupnya. Kemudian, kembali ke laut. ''Suatu yangindah, sulit dilupakan melihat si penyu,'' tambah Dicky.

Bila ingin bertemu di darat, lanjut dia, harus menunggudi tepi pantai tempat lokasi bertelur. Butuh kesabaranmenunggu penyu naik hingga berpuluh jam. Keheningansuasana menjadi syarat. Tak boleh berisik, karena penyusensitif kegaduhan. Penyu berbalik kembali ke laut kalaumerasa terusik.

KSPL, konservasoris, dan Resort KSDA, berjuangmemungut telur penyu hijau. Lalu, ditangkar secara semialami di camp Citerum. Bila sudah menetas, tukik (akanpenyu) dilepas ke laut bebas. Hanya saja, telur di sanasering dicuri pada siang hari -- tatkala lepas pengamananpolisi hutan maupun pamswakarsa.

Perburuan merupakan eksploitasi yang dapatmengancam kelangsungan populasi penyu laut. ''Pemburudari warga sekitar masih bisa diajak kom promi. Tapi,pemburu dari luar, dan mereka pem bawa modal besar, iniyang menjadi sumber kepunahan dan petaka penyu laut,''tambah Drs Imran SL Tobing MSi, Dekan Fakultas BiologiUnas. Kehadiran pemburu dari luar ini, kata dia,menyebabkan warga setempat tergiur, dan ramai-ramaiberburu hewan bernilai ekonomi tinggi ini. ■ ed: irwan kelana

REPUBLIKAHalaman >>

Senin > 20 September 2010

19pendidikan>> program <<

Cara Mahasiswa Menyayangi Penyu

>> dinamika <<

Gunadarma Lima Besar PT Terbaik

Universitas Gunadarma menjadiperguruan tinggi swasta (PTS) yang masukke urutan lima besar perguruan tinggi (PT)terbaik di dunia maya. Sementara urutanpertama hingga keempat masih didominasioleh perguruan tinggi negeri (PTN) yakniITB, UI, UGM dan Institut TeknologiSepuluh November.

Data 4ICU, awal bulan lalumenunjukkan, peringkat satu hingga empattak mengalami perubahan sejak Januari2010. Perubahan hanya terjadi di urutankelima, di mana peringkat UniversitasGunadarma merangsek naik. Pada Januari2010, universitas itu hanya mendudukiurutan kesembilan. Kini, naik menjadiurutan kelima. PTS lain, yang mampumengimbangi dominasi PTN padapemeringkatan adalah Universitas BinaNusantara, dan Universitas Kristen Petra.

Sistem pemeringkatan PT yangdilakukan 4ICU tak jauh beda denganpemeringkatan seperti Webometrics, danJiaTong -- pemeringkatan popularitas PT didunia Internet. Meski popularitasnya diInternet, metode pemeringkatan sangatberkait dengan kiprah akademik PT, karenakontribusinya ke publik.

Tak heran, kampus yang cukup mapan,terkenal, serta memiliki kiprah, berada diposisi baik. Hal itulah yang masihmenjadikan pemeringkatan PT menjadipanduan dalam upaya peningkatankualitas.

Lembaga 4ICU melakukanpemeringkatan terhadap 10 ribu PT di 200negara. Peringkat popularitas diukurberdasar tiga parameter, yakni Googlepagerank, inbound link Yahoo, dan webtraffic berdasarkan Alexa.

■ edy setiyoko, ed: irwan kelana

Mahasiswa Nagoya Field Trip di Undip

Universitas Diponegoro (Undip)Semarang menerima mahasiswa NagoyaUniversity, Jepang, untuk melakukan fieldtrip di sejumlah daerah di Jateng, sertakegiatan belajar singkat di sana. Field tripmerupakan program Nagoya yang memberikesempatan mahasiswa untuk tinggal,belajar, serta berinteraksi bersamamasyarakat.

Menurut Pembantu Rektor I Undip, Prof Dr dr Riwanto,Sp.BD, sebanyak 11mahasiswa Nagoya akan belajar bahasadan budaya Indonesia di Fakultas IlmuBudaya, khusus Program Studi D III BahasaJepang. “Selain itu, kedatangan merekayang didampingi dua guru besarnya ini,juga bertujuan untuk bekerja samamelakukan penelitian, danmemperkenalkan budaya dan bahasa keJepang kepada masyarakat Indonesia,”kata Riswanto di Semarang baru-baru ini.

Field trip pada dasarnya merupakanprogram dari Nagoya University yangmemberikan kesempatan kepadamahasiswanya untuk tinggal, belajar, sertaberinteraksi dengan masyarakat setempat.Interaksi terjadi saat mahasiswa tinggal dirumah penduduk (homestay).

Prof Nishimo Setsuo, guru besar Head ofEducation and Human DevelopmentNagoya University mengemukakan,kegiatan ini merupakan agenda rutin keduauniversitas. Tujuannya, pengenalan danpertukaran budaya kedua negara. Kedepan, kegiatan tersebut akanditingkatkan. Tak hanya sekedarmahasiswa tinggal di rumah penduduk,tetapi juga pengembangan riset,implementasi teknologi modern bagimasyarakat dan dunia pendidikanIndonesia. ■ edy setiyoko, ed: irwan kelana

Oleh Edy Setiyoko

Keterbatasan kom -petensi guru dan insti-tusi pendidikan seringtidak diperhitungkandalam pembuatan kebijakan pendidikan.

Dunia pendidikan diIndonesia banyakmengalami tantangan. Inikarena berbagai faktor,termasuk inkonsistensiprogram, serta mutu

sarana pendidikan itu sendiri. Patutdisayangkan pendidikan di negeri inijustru mengesampingkan tujuanpedagogis dari dunia pendidikan yangsebenarnya.

Tanoto Foundation bekerja samadengan Yayasan Paras, melalui ForumPeningkatan Kualitas Pendidikan(Forum Pelita Pendidikan), mencobamengangkat persoalan ini dalam sebuahdiskusi bertajuk 'MemerangiKeterbelakangan Pendidikan diIndonesia' yang digelar di Jakarta akhirAgustus 2010.

''Pendidikan merupakan dasar bagipengentasan kemiskinan,'' tutur Sihol PAritonang, Head of Tanoto Foundation.Hanya melalui pendidikan, kata dia,rantai kemiskinan antargenerasi dapatdiputus dengan memberikan aksesterhadap pendidikan yang berkualitasbagi anak-anak yang berasal darikeluarga miskin.

Peran serta Tanoto Foundation dalammendukung program pendidikan ini,diharapkan juga dapat memicu pihakswasta lainnya untuk bahu-membahumewujudkan masa depan yang lebihbaik bagi Indonesia.

Permasalahan pendidikan,menurutnya, tidak hanya kurangmemadainya infrastruktur bangunan,maupun fasilitas pendidikan di bebe rapalokasi di Indonesia. Teta pi, juga kualitastenaga pengajar yang kurang memadai.Data Departemen Pendidikan Nasional2008 mengungkapkan, lebih dari 60persen guru belum mengecappendidikan tinggi empat tahun.

Dewi Susanti, Programer PelitaPendidikan Tanoto Foundation, meng -atakan, ''Persoalan di atas lebih terlihat,terutama di sekolah-sekolah untukmasyarakat level ekonomi rendah danterletak di kawasan terpencil, di manasarana dan prasarana pendidikan cende -rung lebih tidak memadai, dengan kualitassekolah yang lebih terpuruk dan jumlahserta kualitas guru yang sangat minim.''

Melalui analisis masalah dantantangan yang dihadapi dalamkeseharian praktik pembelajaran, ForumPelita Pendidikan berupaya menggalipotensi solusi yang dapat diusungkepada pembuatan kebijakan, danpemangku kepentingan lain. ''KegiatanFocus Group Discussion (FGD)melibatkan pakar, pemerhati, guru, danaktivis, membahas bersama perihalpermasalahan dan inkonsistensi duniapendidikan Indonesia dari perspektifmakro dan mikro, sekaligus potensisolusinya,'' tambah Dewi.

Pendirian Forum Pelita Pendidikan,kata dia, bertujuan untuk menghasilkankonsep pendidikan, inovasi praktikpendidikan, dan saran bagi kebijakanpendidikan yang memberikan kontribusibagi peningkatan kualitas pendidikan diIndonesia. Terutama, daerah terpencildan untuk kelompok masyarakat miskin.

Forum yang diprakarsai Prof MochtarBuchori itu dimulai dengan diskusipemetaan permasalahan pendidikan.Baru pada akhir sesi pemetaan,narasumber berkesempatan berbicara,dan merumuskan benang merahnya.Format ini berbeda dari kebanyakandiskusi. Hingga Dr Bambang Indrianto,

Sekjen Manajemen Pendidikan Dasardan Menengah Kemendiknasmenyatakan, ”Saya merasa memasukinew frontier dalam forum diskusi.”

Suparman, Ketua Federasi GuruIndependen Indonesia (FGII), mengutipKi Hajar Dewantara, menyatakan,''Pendidikan adalah cara kita untukmemerdekakan lahir, batin, dan pikiran.''

Ungkapan senada datang dari ProfHAR Tilaar, guru besar emeritusUniversitas Negeri Jakarta (UNJ).“Pendidikan sesungguhnya merupa kanupaya pembebasan dari tekanankekuasaan, kekuatan politik, kebo dohan,feodalisme, dan kemelaratan ekonomi.Jadi, bukan sekadar meme nangkanolimpiade semata,” tegasnya.

Beberapa peserta jugamenyayangkan upaya peningkatanSekolah Berstandar Internasional (SBI)yang dianggap menyebabkan terjadinyakastanisasi pendidikan. Pokokpermasalahan kedua, berkaitan denganrelevansi pendidikan, dan perannyadalam menjawab permasalahan yangada dalam masyarakat.

Arifin Ali, dari Walagri Aksara,mempertanyakan relevansi pendidikanformal yang kebanyakan bobotakademisnya ditujukan untukmempersiapkan siswa ke jenjangpendidikan yang lebih tinggi. ”Sekolahtidak seharusnya menjadi bagian yangterpisah dari masyarakat,” katanya.

Anindita dan Fadilla, dari Sokola,Riau, beranggapan kurikulum danmetode pembelajaran banyak diterap kanpendidikan formal sering tidak dapatdiakses, baik secara geografis maupunkultural bagi kelompok masyarakat yangtermarjinalkan.

Terkait guru sebagai pilar utamaperbaikan kualitas pendidikan, RuthSolaiman dari I-Teach Education TrainingCenter, menyatakan, ''Kompetensi guruyang kurang sering disertai denganmotivasi belajar yang rendah. Kare -nanya, upaya pengembangan profesiguru perlu disertai dengan evaluasi

institusi pendidikan dan guru didukungdengan pendampingan melekat.''

Beberapa peserta jugamenyampaikan, motivasi belajar yanglebih tinggi, dan kehausan akanpengetahuan, dan metode pembelajaranbaru lebih mudah ditemukan pada gurudi daerah. Keterbatasan kompetensi gurudan institusi pendidikan sering tidakdiperhitungkan dalam pembuatankebijakan pendidikan. Sehingga praktikpendidikan tidak dapat berjalan sesuaiyang diharapkan.

Berkait dengan pengembanganpromotor pendidikan karakter yangsekarang sedang digarap KementrianPendidikan Nasional, Pembina YayasanBudi Siswa, Baskoro Poedjinegoromenyatakan, tujuan kebijakansebenarnya bagus. Tapi,implementasinya yang sering tidakberjalan sampai di lapangan. “Kebijakanlemah, karena tidak ada evaluasi atausupervisi. Padahal, guru tidak punyaketrampilan untuk mengolah kurikulum,”ujarnya.

Baskoro dan Prof Tilaar sepakat,permasalahan kompetensi sumber dayamanusia (SDM) juga dianggapmenghambat terjadinya desentra lisasipendidikan seperti yang diharapkan.

”Bagi saya, desentra lisasi adalahmalapetaka. Karena, masalah kompetensiyang belum memadai. Terutamaberkaitan dengan penguasa daerah,”kata Baskoro. Sementara, Tilaarberpendapat, korupsi dana BOS (BantuanOperasional Sekolah) merupakan salahsatu akibat nyata dari penyimpangandesentralisasi pendidikan.

Prof Tilaar berharap, Forum PelitaPendidikan ini dapat lebih difokuskanuntuk mereka yang terlupakan dantermarjinalisasikan di daerah-daerah. Iamelihat upaya Tanoto Foundation untukmeningkatkan kualitas pendidikan dilebih dari 200 sekolah di SumateraUtara, Riau, dan Jambi, melalui ProgramPelita Pendidikan dapat menjadi sebuahsarana nyata. ■ ed: irwan kelana

Memerangi KeterbelakanganPENDIDIKAN INDONESIA

EDY SETIYOKO/REPUBLIKA

DOK REP

● Pelatihan guru Telkom-Republika