99
PEMBELAJARAN BERBASIS LINGKUNGAN PEMANFAATAN HASIL PENELITIAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI UMUM BERBASIS LINGKUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIFISME (MODEL PROBLEM – BASED LEARNING) Disusun oleh DRA. SAWITRI KOMARAYANTI, M.S. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

BM Biologi Lingkungan-Penyu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BM Biologi Lingkungan-Penyu

PEMBELAJARAN

BERBASIS LINGKUNGAN

PEMANFAATAN HASIL PENELITIAN

SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI UMUM

BERBASIS LINGKUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN

PENDEKATAN KONSTRUKTIFISME

(MODEL PROBLEM – BASED LEARNING)

Disusun oleh

DRA. SAWITRI KOMARAYANTI, M.S.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

DESEMBER 2007

Page 2: BM Biologi Lingkungan-Penyu

PENGANTAR

Dengan izin Allah SWT serta dorongan dari berbagai pihak, terselesaikan juga

penyusunan HIBAH PEMBELAJARAN BERBASIS LINGKUNGAN ini, yang dibiayai

oleh Program Hibah Kompetisi A1 tahun 2007 Program Studi Pendidikan Biologi

Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Jember.

Hibah Pembelajaran Berbasis Lingkungan ini, merupakan salah satu agenda

kegiatan Program Hibah Kompetisi A1 yang bertujuan untuk mengembangkan

kompetensi dosen dalam proses pembelajaran berbasis lingkungan. Diharapkan lebih

lanjut dapat memberi konstribusi pada peningkatan mutu penyelenggaraan kegiatan

akademik di Program studi Pendidikan Biologi.

Sasaran dari Hibah Pembelajaran Berbasis Lingkungan ini adalah meningkatkan

kompetensi dosen dalam merancang model pembelajaran berbasis lingkungan. Indikator

yang digunakan adalah dosen mampu menyusun model pembelajaran berbasis

lingkungan dengan memanfaatkan hasil penelitian berbasis lingkungan sebagai sumber

belajar yang dikembangkan.

Hibah Pembelajarn Berbasis Lingkungan pada tulisan ini , menampilkan

pemanfaatan hasil penelitian ” PERILAKU PENYU BERTELUR DI PANTAI

SUKAMADE” sebagai sumber belajar matakuliah BIOLOGI UMUM untuk Pokok

Bahasan ” Perilaku sebagai gejala biologis”, sub pokok bahasan ” Fenomena perilaku

pada organisme/hewan yang berdasarkan instink (naluri).

Demikian karya ini ditulis ,semoga dapat menjadi inspirasi bagi pengembangan

model-model pembelajaran berbasis lingkungan pada pokok-pokok bahasan lainnnya

atau pada matakuliah lainnya di Proram Studi Pendidikan Biologi. Masukan yang berupa

kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan tulisan ini.

Nopember 2007

Penyusun

2

Page 3: BM Biologi Lingkungan-Penyu

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. 1

PENGANTAR ........................................................................................... 2

DAFTAR ISI ............................................................................................. 3

1. PENDAHULUAN ................................................................................. 4

2. SILABI MATA KULIAH BIOLOGI UMUM ..................................... 5

3. POKOK BAHASAN TERPILIH SEBAGAI MODEL

PEMBELAJARAN ERBASIS LINGKUNGAN .................................. 9

4. PEMANFAATAN HASIL PENELITIAN ”PERILAKU PENYU

BERTELUR DI PANTAI SUKAMADE” SEBAGAI MODEL

PEMBELAJARAN BIOLOGI UMUM BERBASIS LINGKUNGAN.. 11

A. HASIL PENELITIAN ”PERILAKU PENYU BERTELUR

DI PANTAI SUKAMADE” ................................................................ 11

B. ANALISIS HASIL PENELITIAN SEBAGAI BAHAN AJAR

MATERI BIOLOGI UMUM PADA POKOK BAHASAN

”PERILAKU SEBAGAI GEJALA BIOLOGIS” ................................. 31

C. PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS LINGKUNGAN

PADA TOPIK PERILAKU BNERTELUR PENYU DI PANTAI

SUKAMADE ....................................................................................... 31

D. STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS LINGKUNGAN

DENGAN MODEL ”PROBLEM BASED LEARNING”.................... 45

E. STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN VCD ............................... 48

F. DATA-DATA TAMBAHAN DAN FOTO-FOTO YAN DAPAT

DIGUNAKAN UNTUK DISKUSI PENGEMBANGAN …………… 52

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 57

3

Page 4: BM Biologi Lingkungan-Penyu

1. PENDAHULUAN

Pembelajaran berbasis lingkungan (potensi daerah) yang sedang dikaji oleh

Proram Studi Pendidikan Biologi , merupakan arah pengembangan Program Studi

Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Jember ke depan. Fenomena ini menunjukkan bahwa

Program Studi Pendidikan Biologi akan mengimplementasikan pendekatan-pendekatan

pembelajaran berbasis lingkungan sebagai wujud melakukan inovasi (pembaharuan)

dalam pengembangan model-model pembelajaran terkini yang selaras dengan

pembaharuan pendidikan nasional.

Alasan lain untuk pengembangan tersebut , yaitu adanya paradigma baru UU

otonomi daerah yang menempatkan daerah secara otonom, maka pendidikan biologi ke

depan berbasis kearifan pembangunan daerah untuk meraih martabat nasional

(mengetahui potensi alam daerah yang dapat diangkat dan digunakan sebagai sumber

belajar biologi).

Tujuan yang diharapkan dicapai mahasiswa dalam pembelajaran biologi masa

kini adalah kemampuan yang berkaitan dengan pemecahan masalah hidup dan

kehidupan, atau yang lebih dikenal dengan kecakapan hidup. Dalam bidang biologi,

kecakapan hidup itu dijabarkan menjadi dua ranah kecakapan, yaitu kecakapan kerja

ilmiah (ketrampilan proses ilmiah), dan pemahaman konsep. Bila kedua kecakapan

tersebut dapat dikuasai mahasiswa, maka mahasiswa akan mampu memecahkan masalah

hidup dan kehidupan dengan menggunakan konsep biologi dan ketrampilan kerja ilmiah.

Pada akhir-akhir ini para ahli pendidikan sains (Biologi),mendifinisikan sains

(biologi) adalah proses kerja ilmiah untuk mengemati, menginterpretasi, menganalisis

dan menaruk kesimpulan berbagai fenomena alam dan untuk memecahkan masalah yang

ada di dalamnya. Pada definisi ini, melalui belajar biologi mahasiswa dapat membangun

kerja ilmiah. Pandangan konstruktivisme, mengemukakan bahwa materi ajar untuk

pembelajaran biologi adalah fenomena dan masalah-masalah yang terjangkau oleh

pengalaman langsung mahasiswa dalam konteks kehidupannya yang nyata. Melalui

fenomena dan masalah-masalah dunia nyata itu mahasiswa dapat membangun sendiri

kecakapan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan.

4

Page 5: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Jika pandangan diatas digunakan sebagai rujukan untuk mengembangkan materi

ajar, maka ”program pengembangan pembelajaran berbasis lingkungan (potensi alam

daerah)” yang diagendakan dalam Hibah Pembelajaran Berbasis Lingkungan ini

merupakan suatu inovasi (perubahan) yang sangat progresif. Program ini mempertajam

pandangan bahwa materi ajar biologi seharusnya adalah fenomena dan masalah-masalah

dunia nyata yang menjadi potensi daerah dimana perguruan tinggi tersebut berada.

Fenomena dan masalah-masalah biologi tersebut merupakan potensi daerah yang perlu

dipecahkan atau dikembangkan keberadaannya.

5

Page 6: BM Biologi Lingkungan-Penyu

2. SILABI MATA KULIAH BIOLOGI UMUM

I. Identitas Mata Kuliah

A. Mata Kuliah : BIOLOGI UMUM

B. Kode / SKS : Bio 253 / 3

C. Semester : 1 (satu)

D. MK Prasyarat : -

E. Dosen : Ika Priantari, S.Si.

II. Kompetensi:

a. Memahami ciri-ciri keilmuan biologi, dari sisi obyek, gejala,

persoalan,metodologi serta struktur keilmuannya.

b. Terampil mengidentifikasikan persoalan biologi yang ada disekitar serta

upaya pemecahannya

c. Sadar akan pentingnya eksistensi sesama makhluk di alam

III. Deskripsi :

Mata kuliah ini dilaksanakan dengan memuat (1) konsepsi dasar tentang struktur

keilmuan biologi, yang teridentifikasikan dari segi obyek, organisasi tingkat

kehidupan dan tema persoalannya, (2) metode ilmiah dan pendekatan baik secara

induktif maupun deduktif untuk mendapatkan kebenaran temuan yang berupa

konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, serta teori-teori biologi, (3)

ketrampilan dasar menerapkan proses ilmiah melalui latihan laboratorium yang

dikaitkan dengan 7 (tujuh) tema persoalan pokok biologi, yaitu a.

Keanekaragaman, b. Komplementaritas (saling melengkapi) antara makhluk

dengan lingkungan, c. Komplementaritas antara struktur dengan fungsi, d.

Pewarisan sifat dan kelangsungan hidup, e. Regulasi, f. Perilaku, g. Evolusi.

IV. Referensi :

a. BSCS, 1963. Student Manual, High School Biology, Ran Mc. Nally &

Co.Chicago.

b. Collte and T. Alfred, 1973. Science Teaching for the Secondary School. Allyn

and bacon Inc. Boston.

c. Drickkamer,LC.& Vessey. Stephan H. 1982. Animal Behavior Concept,

Processes and Methods, Willard Grant Press Boston.

6

Page 7: BM Biologi Lingkungan-Penyu

d. Putu Suryadarma I.G.P, dkk, 1987. Diktat Kuliah Biologi Umum, FPMIPA

IKIP Yogyakarta

.

V. Rancangan Kegiatan Pembelajaran :

Pert.

ke

Pokok Bahasan/

Sub Pokok Bahasan

Pengalaman Belajar

mahasiswa

Referensi

1 Pendahuluan

1.Alasan mempelajari Biologi

Umum

2.Kedudukan Biologi di antara

ilmu-ilmu lain

Diskusi tentang alasan

pentingnya mempelajari..

Diskusi tentang kedudukan

Biologi dengan ilmu-ilmu yang

lain

a(17-25)

d

2 Ciri keilmuan Biologi

1.Obyek,gejala dan persoalan

serta metode pengkajiannya

.Pendekatan induktif dan

deduktif

Diskusi tentang ciri-ciri

keilmuan biologi ditinjau dari

obyek,gejala,persoalan serta cara

(metode) pengkajiannya.

Diskusi tentang pendekatan

induktif dan deduktif dalam

pengkajian biologi

a(17-25)

d

3 Komplementaritas (saling

melengkapi) antara makhluk

dengan lingkungannya

1.Lingkungan (abiotik-biotik)

sebagai sumber daya bagi

kehidupan

2.Kecermatan makhluk dalam

mengelola lingkungan sebagai

sumberdaya sebagai ciri

keberhasilan hidup (survival)

Diskusi tentang hubungan

makhluk hidup dengan

lingkungan

d

4 Keanekaragaman makhluk:

1.Keanekaragaman sebagai

fenomena biologis

Diskusi tentang keanekaragaman

sebagai fenomena biologis, serta

keanekaragaman taksonomis dan

d

7

Page 8: BM Biologi Lingkungan-Penyu

.2 Faktor-faktor penentu

terjadinya keanekaragaman

3.Keanekaragaman Taksonomis

dan non taksonomis

non taksonomis, serta faktor-

faktor penentunya

5 Komplementaris antara struktur-

fungsi.

1.Struktur fungsi pada tingkat

organisasi sel,jaringan,organ dan

individu.

2. Struktur-fungsi pada tingkat

organisasi populasi dan

komunitas

Diskusi tentang hubungan antara

struktur dan fungsi pada setiap

tingkat organisasi kehidupan

mulai dari sel sampai dengan

komunitas

d

6 Pewarisan sifat dan

kelangsungan hidup.

1.Pewarisan sifat dan

perbanyakan jenis.

2.Dasar-dasar hereditas menurut

Mendel

Diskusi tentang perbanyakan diri

serta penurunan sifat

d

7 Regulasi dan homeostatis,pada

berbagai tingkatan organisasi

kehidupan

1.Mekanisme stimulus-respon

.Koordinasi dan umpan balik

Diskusi tentang mekanisme

stimulus respon, serta koordinasi

dan umpan balik

d

8 Perilaku sebagai gejala biologis.

1.Berbagai macam teori

perilaku.

2.Berbagai macam fenomena

perilaku pada organisme. Naluri

dan hasil belajar

Diskusi tentang perilaku serta

faktor-faktor yang

mempengaruhinya.

Metode pengamatan langsung di

alam

d

9 Evolusi

1.Variasi dan spesifikasi anggota

Diskusi tentang gejala-gejala

terjadinya evolusi dan bukti-

d

8

Page 9: BM Biologi Lingkungan-Penyu

spesies.

2.Interaksi faktor enetik dengan

lingkungan.

3.Seleksi alam

bukti terjadinya evolusi

VI. Metode Penilaian:

A. Indikator Keberhasilan

1 Mahasiswa dapat mengemukakan alasan mempelajari biologi umum.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan ciri-ciri keilmuan biologi.

3. Mahasiswa dapat menunjukkan hubungan antara kehidupan dengan

lingkungan.

4. Mahasiswa dapat memahami bahwa keanekaragaman merupakan fenomena

biologis, serta keanekaragan taksonomis dan non taksonomis serta faktor-faktor

penentunya.

5. Mahasiswa dapat menunjukkan hubungan antara struktur dan fungsi pada

setiap tingkatan organisasi kehidupan.

6. Mahasiswa dapat menjelaskan dasar-dasar penurunan sifat pada enerasi

penerusnya pada kehidupan.

7. Mahasiswa dapat memahami pengertian dasar regulasi dalam kehidupan

makhluk.

8. Mahasiswa dapat memahami prinsip regulasi dalam kehidupan makhluk hidup

untuk mencapai keseimbangan.

9. Mahasiswa dapat memahami tentang perilaku pada kehidupan sebagai faktor

yang berperan dalam kelangsungan hidup.

10. Mahasiswa dapat menjelaskan evolusi sebagai fenomena kehidupan serta

faktor-faktor yang terlibat.

B. Teknik:

Penilaian terhadap penguasaan konsep dilakukan secara bersama dalam ujian

tengah semester dan akhir semester.

C. Kriteria:

Tugas : 10 %

9

Page 10: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Praktikum : 30 %

Ujian tengah semester 30 %

Ujian Akhir Semester : 30%

10

Page 11: BM Biologi Lingkungan-Penyu

3. POKOK BAHASAN TERPILIH SEBAGAI

MODEL PEMBELAJARAN BERBASISLINGKUNGAN.

Pokok Bahasan ”PERILAKU SEBAGAI GEJALA BIOLOGIS” (pokok bahasan

ke- 8 ) terpilih sebagai salah satu model pengembangan pembelajaran biologi

umum berbasis lingkungan melalui kajian ”PERILAKU PENYU BERTELUR DI

PANTAI SUKAMADE” dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Kompetensi yang ingin dicapai dalam mata kuliah biologi umum diantaranya

adalah : mahasiswa terampil mengidentifikasi persoalan biologi yang ada

disekitar serta upaya pemecahannya, dan diharapkan mahasiswa sadar akan

pentingnya eksistensi sesama makhluk di alam.

2. Persoalan/fenomena ”Perilaku Penyu Bertelur Di Pantai Sukamade”

merupakan permasalahan biologi yang bisa langsung dipelajari di alam , sarat

denganberbagai konsep, prinsip, hukum dan terminologi yang dapat dikaji

mahasiswa secara langsung.

3. Pandangan pendekatan pembelajaran terkini yaitu : pendekatan

konstruktivisme mengemukakan bahwa materi ajar biologi adalah fenomena

dan masalah-masalah yang terjangkau oleh pengalaman langsung mahasiswa

dalam konteks kehidupannya yang nyata. Melalui fenomena dan masalah-

masalah dunia nyata itu mahasiswa dapat membangun sendiri kecakapan

untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan.

4. Pantai Sukamade Taman Nasional Meru Betiri yang terkenal dengan

penyunya yang menjadi permasalahan dunia internasional, karena dari 7 jenis

penyu yang ada di dunia yang sudah dikenal, 5 jenis diantaranya terdapat di

perairan Indonesia dan 4 jenis diantaranya terdapat di Pantai Sukamade.

Dengan demikian Pantai Sukamade dapat menjadi potensi alam daerah yang

dapat dimanfaatkan sebagai laboratorium alam sumber belajar Biologi Umum,

khususnya kajian ”Perilaku Penyu Bertelur”.

5. Pantai Sukamade yang lokasinya relatif dekat dengan Universitas

Muhammadiyah Jember jika dibandingkan dengan perguruan-perguruan

tinggi lain dan lembaga-lembaga internasional yang datang untuk mengkaji

masalah kehidupan penyu di Pantai Sukamade ini.

11

Page 12: BM Biologi Lingkungan-Penyu

6. Kajian ’perilaku penyu bertelur di pantai Sukamadr” dapat memberi

pengalaman belajar langsung yang bermakna bagi mahasiswa. Perilaku

kehidupan penyu belum banyak terungkap, masih merupakan rahasia alam

dengan banyak permasalahan yang menarik untuk dikaji sebagai sumber

belajar Biologi Umum untuk pokok bahasan ”Perilaku Sebagai Gejala

Biologis”

7. Model pembelajarn berbasis lingkungan dengan memanfaatkan hasil

penelitian ”Perilaku Penyu Bertelur Di Pantai Sukamade” dapat memberi

pengalaman belajar lansung pada mahasiswa, membuat mahasiswa akrab dan

peka dengan permasalahan biologi yang ada dilingkungannya, mengenal dan

memahami potensi daerahnya sebagai permasalahan biologi internasional

yang dapat digunakan sebagai sumber belajar biologi umum berbasis

lingkungan.

8. Mahasiswa diharapkan lebih lanjut dapat memikirkan upaya-upaya

perlindungan dan pelestariannya yang sudah merupakan masalah

internasional.

12

Page 13: BM Biologi Lingkungan-Penyu

4. PEMANFAATAN HASIL PENELITAN ” PERILAKU PENYU BERTELUR DI

PANTAI SUKAMADE” SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN BIOLOGI

UMUM BERBASIS LINGKUNGAN.

A. Hasil Penelitian ”Perilaku Penyu Bertelur Di Pantai Sukamade” .

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Taman Nasional Meru Betiri

Berdasarkan letak administratif pemerintah, Kawasan Taman Nasional Meru

Betiri ( TNMB ) terletak di dua wilayah Kabupaten di Propinsi Jawa Timur, yaitu di

bagian barat yaitu Kabupaten Jember luas 37.626 ha dan bagian timur termasuk

Kabupaten Banyuwangi dengan luas 20.374 ha. Setelah areal perkebunan PT. Sukamade

baru dan Bandealit dilepas yang seluas 2.155 ha, luas total Kawasan Taman Nasional

Meru Betiri menjadi 58. 000 ha yang terdiri dari daratan 55.000 ha, dan lautan 845 ha.

Secara administratif, Kawasan Taman Meru Betiri dibawah pengelolaan Balai Taman

Meru Betiri.

Kawasan Taman Nasional Meru Betiri secara geografis terletak antara

133038’48”-13308’30” BT dan 8020’48”LS.Sebelah utara berbatasan dengan kawasan

PT. Perkebunan Nusantara XII malangsari dan PT. Perkebunan Trebesalak sebelah timur

berbatasan dengan desa Sarongan Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi dan

Kawasan PTP XII Sumberjambe, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sabrang dan

desa Curahnongko Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember Kawasan PT. Perkebunan

nusantara XII Kalisanen. ( Buku II Data, Proyeksi, dan Analisis Pengelolaan Taman

Nasional Meru Betiri 1995-2020).

b. Aksesibilitas

Aksesibilitas untuk menuju Kawasan Taman Nasional Meru Betiri dapat dicapai

melalui jalan darat dari Jember dan Banyuwangi yaitu:

● Jalur Jember-Ambulu-Curahnongko-Bandealit ( Kawasan Taman Nasional MeruBetiri

bagian Barat ) sepanjang 64 km dapat ditempuh dalam waktu 1,5-2 jam dengan

kendaraan roda dua maupun roda empat.

● Jalur Jember-Tempurejo-Curahnongko-Bandealit ( Kawasan Taman Nasional Meru

Betiri bagian Barat ) sepanjang 55 km dapat ditempuh dalam waktu 1,5 -2 jam dengan

roda dua maupun roda empat.

13

Page 14: BM Biologi Lingkungan-Penyu

● Jalur Jember-Glenmore-Trebesalak-Sarongan-Sukamade ( Kawasan Taman Nasional

Meru Betiri bagian Timur ) sepanjang 103 km dapat ditempuh dalam waktu 4-5 jam

dengan kendaraan roda dua maupun roda empat pemandangan sepanjan perjalanan cukup

menarik terutama pemandangan alam.

● Jalur Jember-Genteng-Jajag- Pesanggaran-Sarongan-Sukamade (Kawasan Taman

Nasional Meru Betiri bagian timur) sepanjang 109 km dapat ditempuh dalam waktu 3,5

jam dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.

● Jalur Banyuwangi-Jajag-Pesanggaran-Sarongan-Sukamade ((Kawasan Taman Nasional

Meru Betiri bagian timur) sepanjang 109 km dapat ditempuh dalam waktu 3,5 jam

dengan kendaraan bermotor.

c. Topografi

Keadaan topografi Taman Nasional Meru Betiri pada umumnya bergelombang,

berbukit, dan bergunung-gunung. Kawasan dibagian selatan berbukuit-bukit dan makin

kearah pantai keadaan yang bergelombang.

Gunung yang terdapat di kawasan ini antara lain Gunung Permisan (587 m),

Gunung Meru (343 m) dan Gunung Betiri (1.233 m). Semuanya terletak di sebelah barat.

Di sebelah selatan terdapat Gunung Sumbudadung (520 m), Gunung Sukamade

(363 m), Gunung Rajegwesi (181 m) dan Gunung Benteng (222 m). Di bagian timur

adalah Gunung Gendeng (9893 m) dan Gunung Lumberpacet (760 m). Daerah dataran

yang agak landai antara lain di sekitar teluk rajegwesi seluas 1.316 ha sudah merupakan

tanah desa. Di sekitar Teluk Sukamade seluas 22 ha, dan di bagian timur seluas 50 ha.

Sungai-sungai di kawasan ini adalah Sungai Sukamade dan Sungai Meru yang

berair sepanjang tahun. Kedua aliran sungai tersebut bergabung menjadi satu di blok

Sumbersari membentuk Sungai Sukamade. Di kawasan barat Meru Betiri mengalir Sekar

Pisang, Sungai Bandealit dan di bagian tengah mengalir Sungai Permisan. Sunagi-sungai

ini merupakan sumber air minum bagi satwa yang hidup di kawasan Meru Betiri.

Pada umumnya keadaan topografi di sepanjang pantai berbukit-bukit sampai

bergunung-gunung dengan tebing yang curam. Hanya sebagian kecil pantai dasar yang

berpasir, yaitu dari timur ke barat; Pantai Sukamade, Pantai Permisan, Pantai Meru dan

Pantai Bandealit. Pantai-pantai ini merupakan kawasan yan mempunyai nilai ilmiah dan

pariwisata yang tinggi.

14

Page 15: BM Biologi Lingkungan-Penyu

e. Tanah dan Geologi

Secara umum keadaan tanah di Taman Nasional Meru Betiri merupakan

gabungan dari jenis alluvial, regosol coklat dan sebagian besar merupakan komplek

latosol. Keadaantanah ini sangat erat hubungannya dengan proses geologis daerah yang

bersangkutan. Yaitu tanah tersebut mempunyai bahan induk yang berasal dari batuan

alluvial vulkanik. Tanah alluvial umumnya terdapat di daerah lembah dan tempat-tempat

rendah sampai daerah pantai. Sedangkan regosol dan latosol umumnya terdapat di lereng

dan punggung gunung.

f. Iklim

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson Kawasan taman Nasional

Meru Betiri di bagian utara dan tengah termasuk tipe iklim B, sedangkan bagian lainnya

termasuk tipe iklim C. Curah hujan rata-rata antara 2.300 sampai dengan 4.000

mm/tahun.

Kawasan Taman Nasional Meru Betiri banyak dipengaruhi oleh banyaknya angin

muson, dimana pada bulan November sampai bulan Maret anin bertiup dari arah barat

yang mengakibatkan turun hujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi pada April

sampai bulan Oktober.

g. Hidrologi

Keadaan tanah kawasan Taman Nasional Meru Betiri yang berbukit-bukit dan

bergunung-gunung mengakibatkan terjadinya aliran sungai yang cukup banyak tersebar

hampir di seluruh kawasan Taman Nasional.Daerah aliran sungai yang utama diantara

punggung-punggung gunung adalah Sungai Bandealit, Sungai Meru dan Sungai

Sukamade, sedangkan dibagian timur daerah aliran sungai terdapat pantai pasir yang

cukup luas, disamping itu terdapat pula beberapa pantai yang lebih sempit, misalnya

Sekar Pisang. Wilayah daerah aliran sungai yang datar sebagian besar telah berubah

menjadi kawasan-kawasan perkebunan, terutama kopi, karet dan coklat. Daerah aliran

sungai utamanya adalah Sungai Sanen.

h. Ekosistem

Kawasan Taman Nasional Meru Betiri merupakan perwakilan ekosistem hutan

hujan dataran rendah di Pulau Jawa yang mempunyai nilai ilmiah yang sangat penting,

khususnya bagi propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.Ciri khas tipe hutan hujan tropis

15

Page 16: BM Biologi Lingkungan-Penyu

adalah vegetasinya tidak pernah menggugurkan daun, sehinga kondisinya sangat

bervariasi. Pohon-pohon komunitas hutan hujan tinginya dapat mencapai 60 m, akan

tetapi pohonnya berbentuk ramping-ramping.

Kawasan Taman Nasional Meru Betiri memiliki lima tipe ekosistem yaitu tipe

ekosistem hutan magrove ( 7 ha ), tipe ekosistem hutan pantai (2.229 ha ), tipe ekosistem

hutan rawa ( 25 ha), tipe ekosistem hutan hujan tropis (47.783 ha ) dan tipe ekosistem

hutan bambu ( 5.810 ha ).

i. Flora

Keadaan vegetasi di Taman Nasional Meru Betiri bagian timur yang luasnya kira-

kira 1/3 dari luas areal kawasan, terdiri atas 4 tipe. Yaitu: hutan pantai, hutan payau,

hutan rawa dan hutan hujan tropika.

Hutan pantai merupakan jaur yang sangat sempit. Lebarnya 20-30 m agak datar

dan berpasir. Terdapat di sepanjang Pantai Laut Selatan, di Teluk Rajegwesi dan di

Pantai Sukamade. Jenis tumbuhan yang banyak dijumpai adalah jenis-jenis yang

membentuk stolon dan menjalar, antara lain Ipomoea pescarprae dan spinifex squarratus.

Tegakan-tegakan yang umum terdapat di kawasan ini adalah putat (Barringtona

speciosa), pandan (Pandannus sp), waru laut (Hibiscus sp), kapasan (Hernandia sp),

ketapang (Terminallia catapa), nyampung (Callophylum inophylum), tembelekan

(Lantana camara), cemara-cemara (Cycas rumli, sterculia foetida dan Cerbera

menghas).

Hutan rawa terdapat di muara Sungai Sukamade, yaitu di bagian dalam setelah

hutan payau dengan luas 10 ha. Jenis-jenis tegakan yang terdapat di hutan rawa ini, antara

lain rengas (Gluta renghas), pulai (Alstonia angustilusa) dan putat (Barringtonia sp).

Selain itu di dataran rendah bagian hilir Sungai Sukamade dipenuhi tegakan gelagah

(Sachraum spontaneum).

Tumbuhan penting lainnya yang terdapat di daerah ini adalah bermacam-macam

jenis ternak dan rumput-rumputan semusim yang tumbuh di tepi sungai dan batu-batu di

tengah sungai yang kering.

Jenis vegetasi hutan hujan tropik merupakan vegetasi yang paling luas dan

merupakan campuran antara hutan hujan dataran rendah dan pegunungan. Komposisi

jenis tegakannya sangat beraneka ragam. Dari jenis pohon palma (rotan), bambu liana,

16

Page 17: BM Biologi Lingkungan-Penyu

perdu hingga herba. Jenis-jenis tegakan yang mendominasi tipe vegetasi hutan hujan

tropika ini adalah kala (Mitrephora javanica), doyo (Dysoxylus amoorides), nyamuh

(Litsea mopelata), belase (Chydenantus exelsa), langsep lutung (Aglaia eusideroxylon),

balungan (Caseria grewifolia) dan sepen (Pomitea tomentosa).

Di dalam hutan hujan tropika ini juga terdapat berjenis-jenis liana, paku dan

angrek. Sedangkan di tebing hulu sungai dan dataran rendah lembah sungai Sukamade,

terutama di blok Sumbersari terdapat kelompok tegakan bambu. Sebagian besar terdiri

dari jenis jalang dan sebagian bambu petung (Gigantochora sp).

Vegetasi di daerah perbukitan Rajegwesi, sebagian besar juga terdiri dari jenis

bambu buluh. Jenis palma lain yang terpenting adalah rotan (sebanyak 7 jenis rotan).

j. Fauna

Jenis-jenis satwa yang terdapat di Taman Nasional Meru Betiri meliputi kelas

mamalia, reptilia, aves, amphibia, pieescea dan insekta. Mamalia dari ordo primata yang

biasa ditemukan antara lain kera(Macaca irus), budeng/lutung (Presbytis pyrruhus), dan

kukang (Nictecebus cankang) ,. Ordo rodentia yang ada meliputi felarang (Ratufa

bicolor), bajing (Ptanrista sp), bajing terbang (Ptanris elegang), dan landak (Histrix

brachyara).Sedangkan ordo carnivora sejenis macan jawa (Panthera tigris

sundaicus),macan kumbang (Felis bongalensis), anjing hutan (Coun javanicus),

dedes/rase (Vivericulanidace), dan luwak (Pacodorenus hemaproditus).

Macan jawa dan macan kumbang terbesar di daerah perkebunan Sukamade Baru,

Sumbersari, Sumberjambe, Sumber Langsep, Darungas, bagian hutan merah, dan Sumber

Agung. Macan tutul dan kucing hutan terbesar di Sumbergadung, Pringsali,

Tumpakgesing, Gunung Permisan, Sumber Lansep, Gunung Buta dan Kedung Batu.

Gunung Meru, Gunung Permisan, dan Sumber Gadung merupakan tempat penyebaran

anjing hutan.

Jenis-jenis mamalia lain yang terdapat di kawasan ini adalah trenggiling

(Manisjavanicus), babi hutan (Sus sp), kijang (Muntiacus muntjak), kancil(Tragulus sp),

dan banteng (Bos sundaicus), yang terbesar di kompleks hutan Sukamade, Bandealit,

Curahnongko, Gunung Butak-Rayuda-Tempurejo disekitar Lodadi dan pagergunung.

Terutama di daerah perbatasan perkebunan besar”Kota Blater”. Di daerah ini banteng

dalam keadaan terancam karena pesatnya pembukaan tanah oleh penduduk setempat.

17

Page 18: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Reptilia banyak ditemukan di daerah pantai Rajekwesi dan pantai Sukamade.

Terdiri dari jenis-jenis penyu hijau (Chelonia mydas), penyu karet (Careffa careta),

penyu belimbing(Dermochelys cariaceae), penyu kembang(Lepido chelys sp), penyu

sisik (Stremochelys sp).

Selain itu juga terdapat nyambek (Varanus salvaator) dan ular sawah (Phyton

reticulatus). Jenis-jenis dari kelas aves yang terdapat di kawasan ini antara lain

kangkerang (Bucros sp), rangkong (Phynoceros sp), ayam hutan (Pasianidae) dan merak

(Payo muticus).

Satwa-satwa yang dilindungi di Taman Nasional Meru Betiri adalah budeng/lutung,

felarang, bajing terbang, macan jawa, kareng, rangkong dan merak.

2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Kawasan

a. Kondisi Demografi Masyarakat Sekitar Kawasan

Sebagian besar masyarakat di sekitar kawasan merupakan etnis Jawa dan Madura

dan didominasi oleh etnis Madura. Kepadatan penduduk umumnya menyebar di

desa-dea sekitar kawasan,bahkan perkampungan di tengah kawasan seperti

Bandealit dan Sukamade.

b. Mata Pencaharian Masyarakat Sekitar Kawasan

Pola hidup masyarakat sekitar kawasan masih dipengaruhi kondisi alam setempat

dan merupakan masyarakat agraris dengan sawah tadah hujan. Di samping itu

masih ada masyarakat yang masih mengumpulkan hasil hutan dari dalam

kawasan. Saat ini khususnya di wilayah barat sebagian masyarakat terlibat dalam

kegiatan rehabilitasi.Disamping melakukan industri rumah tangga

( jamu,tempe,genteng ), menjadi burah perkebunan dan menjadi TKI ke luar

negri. Di wilayah timur ( Sarongan ) masyarakat umumnya mengusahakan

pembuatan gula kelapa di samping pertanian pada umumnya.

c. Kondisi Tata Guna Lahan Masyarakat Sekitar Kawasan

Masing-masing masyarakat di sekitar kawasan memiliki tanah/ lahan sendiri

( terutama lahan untuk pemukiman ). Disamping itu ada pula masyarakat yang

memiliki sawah dan tegalan.

d. Kondisi Pendidikan Masyarakat Sekitar Kawasan

18

Page 19: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Pada umumnya masyarakat sekitar kawasan memiliki pendidikan yang relatif

rendah. Masyarakat pedesaan sebagian besar hanya mampu menamatkan sekolah

dasar dan sederajat.

e. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Sekitar Kawasan

Budaya masyarakat sekitar kawasan umumnya dipengaruhi oleh budaya etnis

yang ada yaitu Jawa dan Madura. Agama mayoritas adalah Islam dengan nuansa

Islam tradisional (Nahdatul Ulama). Agama selain Islam berkembang karena

dibawa pendatang yang berasal dari wilayah lain antara lain : Kristen, Hindu,

Budha dan Aliran Kepercayaan.

3. Obyek Wisata

Taman Nasinal Meru Betiri terlatak di dua kabupaten Jember dan Banyuwangi,

sehingga ada dua gerbang untuk memasuki obyek wisata alam, yaitu Rajegwesi di

kabupaten Banyuwangi dan Andongrejo di kabupaten Jember.

a. Obyek wisata kabupaten Banyuwangi yaitu Pantai Rajegwesi, Teluk Hijau,

Pantai Sukamade dan Pantai Permisan.

b. Obyek wisata kabupaten Jember yaitu Tanaman dan Pengolahan Jamu, Goa

Jamu dan Teluk Bandealit.

Hasil dan pembahasan yang dikemukakan dalam bab ini meliputi : (1)

Inventarisasai tempat-tempat peneluran penyu hijau di Pantai Sukamade; (2) Analisis

karakteristik habitat tempat penyu bertelur meliputi (vegetasi pantai yang ada, tipe pasir,

suhu pasir permukaan dan kedalaman, jenis satwa yang ada dan jenis gangguan);(3)

Pengamatan perilaku penyu bertelur; (4) Analisis kejadian dan pengembangan konsep;

(5) Analisis makna Pantai Sukamade Sebagai Laboratorium Alam sumber belajar biologi

umum berbasis lingkungan.

1. Inventarisasi tempat-tempat peneluran penyu hijau di Pantai Sukamade.

Tempat-tempat yang disukai atau dipilih oleh penyu hijau untuk membuat sarang

dan bertelur dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik antara lain : Panjang pantai, Lebar

pantai dan Kelandaian atau kemiringan pantai.

Hasil wawancara dengan penduduk sekitar pantai sepanjang pantai peneluran

penyu, didapat informasi pantai yang paling banyak dikunjingi oleh penyu hijau adalah

19

Page 20: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Pantai Sukamade bila dibandingkan dengan pantai Bandealit dan Rajekwesi yang masih

jarang sekali dikunjungi penyu hijau.

Pemilihan Pantai Sukamade sebagai tempat peneluran penyu hijau ternyata

berhubungan dengan kondisi fisik pantai Sukamade sebagai berikut , dapat dilihat pada

tabel 1.

Tabel 1. Kondisi Fisik Pantai Sukamade

No Kondisi Fisik Pantai Sukamade Keterangan

1 Panjang pantai peneluran ± 2.8 km

2 Lebar pantai peneluran Intertidal: 22 – 52 m;

supratidal: 16 – 32 m

3 Kelandaian/kemiringan pantai 5 – 17 0

a. Panjang pantai merupakan salah satu karakteristik fisik dari suatu pantai peneluran.

Pantai yang paling banyak dikunjungi oleh penyu hijau ( Chelonia mydas) yaitu Pantai

Sukamade yang mempunyai panjang pantai berkisar kurang lebih 2,8 km. Pantai

Sukamade mengalami penyusutan panjang pantai, hal ini disebabkan pada tahun 1997,

terdapat bencana alam badai tsunami yan cukup besar sehingga terjadi abrasi oleh air

laut.Pengurangan panjang pantai yang lain disebabkan meuasnya muara sungai yan

behubungan ke laut. Kondisi Pantai Sukamade yang pada saat ini terpotong oleh muara,

sehingga panjang lokasi pantai penelura penyu hijau (Chelonia mydas ) berkisar kurang

lebih 8-9 m. Terpotongnya pantai yang disebabkan oleh muara yang meluap,

mengakibatkan peneluran bagi penyu hijau ( Chelonia mydas ) semakin sempit, tetapi

tidak mempengaruhi proses kunjungan penyu hijau tersebut. Pada tahun 1997, memang

terjadi penurunan kunjungan penyu hijau ke Pantai Sukamade, tetapi sekarang kondisi

kunjungan penyu hijau menjadi pulih.

b. Lebar Pantai

Umumnya penyu hijau ( Chelonia mydas ) menyukai pantai yang lebar dan

mempunyai hutan pantai, dimana jenis Pandanus merupakan jenis yang disukai oleh

penyu sebagai tempat bertelur.

Jarak pasang surut merupakan salah satu faktor pemilihan dalam bersarang,

karena induk penyu cenderung akan memilih membuat saran pada tempat yang tidak

20

Page 21: BM Biologi Lingkungan-Penyu

terkena pasang pantai, dapat diketahui dari pengamatan bahwa sebagian besar penyu

memilih bersarang di tempat- tempat sekitar batas vegetasi yang tidak terjangkau pasang

laut meskipun tidak harus berada dalam naungan vegetasi.

Dari penjelasan diatas, dapat diketahui pantai yang sering dikunjungi oleh penyu

hijau untuk melangsungkan proses peneluran yaitu Pantai Sukamade yang memiliki lebar

pantai untuk intertidal berkisar 22-52 m sedangkan untuk supratidal berkisar anyara 16-

32 m.

a. Kelandaian atau Kemiringan Pantai

Kemiringan pantai sering berubah-ubah karena terjadinya pemindahan massa

pasir oleh ombak. Bentuk pantai yang semula datar karena terjadi penumpukan

pasir menjadi landai sampai agak curam.

Perubahan nilai kemiringan atau kelandaian dari masing-masing pantai

berbeda. Menurut Ridha (199) menyebutkan kemiringan pantai sebesar 50 masih

agak datar. Pantai Sukamade dengan kemiringan 5 – 17 derajat sangat disukai

penyu hijau untuk melangsungkan proses peneluran.

2. Analisis Karakteristik Habitat Tempat Penyu Hijau Bertelur.

a. Vegetasi Pantai

Kondisi vegetasi sepanjang pantai peneluran Sukamade kebanyakan telah

rusak akibat bencana tsunami yang terjadi pada sekitar akhir tahun 1997, akibat

yang sangat nyata terjadi pada vegetasi Pandanus tectorius yang hampir

seluruhnya rusak dan musnah. Menurut keterangan petugas pandan yang rusak

mencapai kedalaman 25 m, sedangkan yang tersisa hanya sebagian kecil saja.

Kini yang ada sebagian besar adalah pandan yang merupakan hasil penanaman

tahun 1998 yang juga telah banyak berkurang karena abrasi pantai berulang kali.

Jenis-jenis pohon yang ditemui kebanyakan masih berupa sapling seperti:

nyamplung ( Callophyllum mophyllum ) atau krangkong ( Barringtonia insignis ).

Kebanyakan yang ditemui adalah waru. Herba-herba yang ditemui adalah bakung

deangan INP sebesar 36.67%, palelar dengan INP terendah 13.33 % dan pandan

dengan INP tertinggi 68.33 % yang dominan, juga Ipomea pescaprae denganINP

tertinggi 50% ( lampiran 2 ). Tumbuhan merambat yang kebanyakan ditemui

adalah asem-asem ( Ipomea pescaprae ).

21

Page 22: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Pada lokasi yang berbatasan dengan batu karang vegetasi yang ditemui

merupakan pohon- pohon yang telah dewasa, sehingga terlihat bahwa abrasi di

daerah tersebut sangat hebat hingga formasi terdepan habis dan yang berada di

depan kini adalah bagian dari formasi belakang yang berupa waru (

Hibiscustiliaceus ), terdapat pula pandan hasil penanaman tetapi hanya sisa-

sisanya saja, karena telah rusak juga akibat abrasi berulang- ulang.

Tabel 2.Jenis Vegetasi Pantai

Tingkat Herba

No Nama Daerah Nama Ilmiah

1 Pandan Pandanus tectorius

2 Bakung Crinum asiaticum

3 Krandan Canavalia eusiformis

4 Asem asam Ipomea pescaprae

5 Palelar

Tingkat tiang

No Nama Daerah Nama Ilmiah

1 Waru Hibiscus tiliaceus

2 Nyamplung Callophyllum inobhyllum

3 Krangkong Barringtonia insignis

Tingkat pohon

No Nama Daerah Nama Ilmiah

1 Apak Ficus benjamina

2 Waru Hibiscus tiliaceus

3 Cembirit Voacanga grandifolia

4 Keben Barringtonia asiatica

22

Page 23: BM Biologi Lingkungan-Penyu

b. Tipe pasir

Pada Pantai Sukamade didominasi dengan jenis pasir yang terdiri dari pasir

sebesar 92, 09 %, jenis debu sebesar 2, 57 %, dan fraksi pasir jenis liat sebesar 0, 83 %-

1, 01 %. Terdapat 3 jenis komponen tanah pada lokasi pantai peneluran penyu hijau yaitu

pasir, debu dan jenis liat yang didominasi oleh fraksi pasir dari pada kedua fraksi pasir

lainnya.

Pasir merupakan unsur utama dalam penyusunan tekstur untuk bersarang bagi penyu

hijau. Susunan tekstur berupa pasir tidak kurang dari 90 % dengan ukuran diameter yang

berkisar antara 0, 2 – 0, 5 mm. Sedangkan sisanya adalah debu dan liat dengan diameter

yang berbentuk halus dan sedang. Penyu hijau akan mencari bagian- bagian permukaan

pasir yang sesuai dengan nalurinya untuk membuat sarang dan tidak semua pasir

digunakan untuk tujuan bertelur. Lazimnya adalah butiran pasir yang mudah digali dan

secara insting dianggap aman untuk bertelur. Penyu cenderung memilih kondisi pasir yan

cukup lembab, hal ini berkaitan denan kemudahan dalam penggalian sarang, karena

kondisi lembab memungkinkan pasir tidak gampang longsor. (Sumaryanto, 1998 ).

c. Suhu pasir permukaan dan kedalaman

Penyu hijau dalam memiih sarang juga memperhatikan kondisi lingkungan seperti

suhu dan kelembapan. Pada permukaan sarang kisaran suhu permukaan pasir pada pagi

hari adalah 22. 2- 28. 90 C, sedangkan bagian dalam sarang suhu 27. 8- 31. 1 0 C, pada

siang hari suhu permukaan 33.33- 43. 30 C suhu bagian dalam sarang 28. 3- 37. 80 C,

pada sore hari suhu permukaan sarang 33. 3- 38. 90 C suhu suhu bagian dalam sarang 28.

9- 35. 60C. Dari data terbaca bahwa suhu permukaan sarang lebih tinggi dari pada di

dalam sarang, karena menerima sinar matahari secara langsung sehingga lebih fluktuasi

antara kondisi pagi, siang dan sore, sedangkan bagian dalam sarang suhu relatif lebih

stabil. Tinggi rendahnya temperatur tergantung pada intensitas cahaya matahari.

Intensitas cahaya matahari lebih tinggi terjadi pada sarang yang bebas naungan, sehingga

akan memberikan kehangatan lebih tinggi pada sarang. Dalam kaitannya dengan inkubasi

maka temperatur yang lebih tinggi pada sarang, menyebabkan masa inkubasi telur lebih

pendek. Dengan peletakan telur oleh induk penyu pada kedalaman tertentu dan tidak

terkena sinar matahari secara langsung, maka kondisi suhu di dalam sarang akan relatif

lebih stabil sehingga inkubasi telur akan berjalan dengan baik.

23

Page 24: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Penyu cenderung memilih kondisi pasir yang cukup lembab hal ini berkaitan

dengan kemudahan dalam penggalian sarang, karena kondisi lembab memungkinkan

pasir tidak gampang longsor, dan juga untuk kebutuhan telur itu sendiri selama masa

inkubasi, dari hasil pengamatan kisaran kelembapan sarang adalah 52% - 90%.

d. Jenis satwa ( Predator )

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawacara dengan petugas lapangan diperoleh

bahwa predator telur penyu secara alamiah adalah biawak (Varanus salvator) dan babi

hutan. Sedangkan tukik seringkali dimangsa oleh elang ketika dalam perjalanan menuju

laut dan juga semut merah pada saat baru saja menetas. Karena telur penyu tiap malam

diambil oleh petugas maka sedikit sekali kemungkinan biawak atau babi hutan memakan

telur langsung dari sarang alaminya. Biawak sernkali terlihat di sekitar ruang penetasan

untuk menunggu buangan sisa-sisa telur yang rusak. Di dalam ruang penetasan pemangsa

telur adalah tikus yang biasanya naik ke box penetasan. Untuk meminimalkan gangguan

semut merah pada tukik.disiasati dengan memberi oli pada kaki-kaki box penetasan.

Tabel 3. Nama Predator dan yang dimangsa

No Nama predator Yang dimangsa

1 Harimau Tukik dan telur

2 Babi hutan Telur

3 Biawak Tukik dan telur

4 Anjing hutan Tukik

5 Musang Tukik

6 Elang Tukik

7 Semut Tukik

e. Jenis Gangguan lain

Keberadaan satwa-satwa pemangsa tukik atau telur dalam kondisi normal tentu

saja masalah karena hal tersebut alamiah. Tetapi juga pemangsa itu adalah manusia maka

akan sangat membahayakan. Karena potensi ekonomi penyu hijau yang tinggi untuk telur

dan dagingnya, maka manusia berlomba mengeksploitasi penyu besar-besaran. Di pantai

Sukamade tiap malam dapat dipastikan terjadi pencurian telur, dan pencuru tersebut

kebanyakan berasal dari desa-desa sekitar pantai. Seringkali petugas lapangan harus

24

Page 25: BM Biologi Lingkungan-Penyu

pontang paanting mengambil telur agar tidak didahului oleh para pencuri ini. Kejadian

seperti ini sangatlah dilematis, dimana para pencuri ini adalah penduduk desa sekitar

yang biasanya hanyaah buruh perkebunan dan dalam kondisi kurang mampu. Mereka

ingin mendapatkan uang dengan mudah lewat menjual telur penyu yang meman harganya

mahal dipasaran.

Hal lain yang tidak kalah buruknya adalah adanya kapal-kapal pemburu penyu,

para petugas mengenalnya sebagai kapal yang berasal dari Bali. Seringkal kapal-kapal ini

berjajar-jajar di laut lepas sehingga terlihat disepanjang Pantai Sukamade. Tentunya akan

sangat mudah menemukan penyu di lokasi tersebut, karena pada saat musim kawin penyu

dewasa akan bergerak atau berada di pantai sekitar tempat kelahirannya.

Kondisi ini berarti meningkatnya tekanan terhadap populasi penyu, induk penyu

ditankap di laut dan dibantai untuk dagingnya dan hal yang sama terjadi pada telurnya di

darat. Dapat dibayangkan masa depan dari penyu hijau jika kondisi demikian terus

berlangsung.

3. Pengamatan perilaku penyu hijau bertelur

Perilaku hewan dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Faktor dalam yang

menentukan pemilihan tempat bertelur adalah instink (naluri) untuk kembali ke pantai

tempat penyu tersebut ditetaskan. Sedangkan faktor luar adalah kondisi lingkungan

pantai. Gangguan terhadap linkungan peneluran baik yang terjadi secara alami maupun

tidak, dapat mengakibatkan penyu mengurungkan niatnya dan mencari pantai peneluran

baru.

a. Waktu Bertelur.

Umumnya penyu hijau yang akan bertelur sangat tergantung dari individu penyu

dan keadaan malam hari itu. Walaupun penyu mempunyai naluri untuk bertelur

pada malam itu, tetapi karena situasi tidak memungkinkan seperti datangnya

angin yang kencang, adanya cahaya selain cahaya bulan, petir dan lain-lain, maka

dapat dipastikan penyu tidak akan bertelur. Menurut Bustard (1972), saat

bertelurnya penyu kemungkinan dipengaruhi kecepatan angin dan pasang. Makin

besar kecepatan angin maka makin besar gelombang yang ditimbulkannya.

Gelombang yang terlalu besar akan menyulitkan penyu mencapai pantai untuk

25

Page 26: BM Biologi Lingkungan-Penyu

mendarat. Sedangkan gelombang yang sedang akan membantu mendorong penyu

naik ke pantai, sehingga penyu tidak terlalu jauh merayap.

Dari hasil penelitian terhadap 11 sampel penyu hijau, diperoleh data saat

penyu hijau naik untuk bertelur dan saat kembali ke laut seperti terlihat pada tabel

4.

Tabel 4. Waktu naik dan kembali ke laut penyu hijau yang bertelur

Sampel Saat naik ke pantai

(WIB)

Saat kembai ke laut

(WIB)

Lamanya waktu

bertelur (menit)

1 18.08 20.50 162

2 20.07 22.38 151

3 20.15 23.04 169

4 20.50 23.25 155

5 21.20 23.57 157

6 21.30 23.58 148

7 22.01 24.52 171

8 24.13 02.49 158

9 24.17 02.46 149

10 01.05 03.35 150

11 0.20 04.43 143

Rerata 155.5

Dari data diatas diperoeh bahwa penyu hijau pertama kali naik ke pantai untuk

bertelur, pada pukul 18.08 WIB dan penyu terakhir kembali ke laut pada pukul

04.43 WIB. Sedangkan total waktu yang dibutuhkan penyu hijau untuk

melakukan keiatan bertelur (Nesting behavior) berkisar antara 143 sampai 171

menit dengan rata-rata 155,5 menit. Agus (1985) menyatakan bahwa waktu yang

dibutuhkan penyu hijau untk menyelesaikan kegiatan bertelur rata-rata 157,8

menit. Sedangkan menurut Diamond dalam Witzell (1983) waktu yang

dibutuhkan berkisar 150 menit.

26

Page 27: BM Biologi Lingkungan-Penyu

b. Tahapan Bertelur

Bertelur bagi penyu adalah upaya untuk mengembangbiakkan ataupun untuk

melanjutkan keturunan agar tidak punah. Ada beberapa tahan saat penyu hijau

bertelur. Menurut Carr et al (1965) dan Marlock and Harles (1979) menyatakan

bahwa penyu hjau mempunyai 10 tahapan bertelur. Nuitja (1983) dalam Priyono

(1985) menyatakan bahwa ada 6 tahapan bertelur sedangkan Agus (1985) mencatat

ada 7 tahapan bertelur. Pada tahapan bertelur ini, sesekali penyu hijau mengeluarkan

suara dengan nafas. Dari penelitian ini diperoleh data seperti terlihat pada tabel 5.

Tabel 5. Waktu yang dibutuhkan tiap tahapan pada saat penyu hijau berteur (menit)

Tahapan/sampel S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 Rerata

Seleksi habitat 22 28 37 15 25 16 24 32 26 24 20 24.5

Gali lubang tubuh 25 24 20 22 30 30 29 26 20 25 28 25.4

Gali lubang telur 30 21 20 24 15 24 23 20 22 22 21 22

Bertelur 16 13 19 18 17 15 15 15 16 14 12 15.5

Tutup lubang telur 10 9 15 10 8 10 12 12 15 10 11 11.1

Tutup luban tubuh

& penyamaran 45 43 48 56 50 47 60 41 40 44 37 46.5

Kembali ke laut 14 13 10 10 12 6 8 10 10 11 14 10.7

Dari tabel 5 dapat dijelaskan masing-masing tahapan sebagai berikut :

1). Seleksi habitat.

Penyu hijau mulai muncul dari gelombang laut pada malam hari saat air laut

pasang. Sehingga penyu tidak terlalu jauh merayap naik untuk mencari tempat

bertelur. Saat muncul dari hempasan gelombang, penyu hijau berhenti beberapa sat

untuk mengamati lingkungan sekitarnya dengan menggerakkan kepalanya kekiri dan

ke kanan. Tahapan ini adalah tahapan yang paling kritis, sebab bila ada gangguan

misalnya ada cahaya atau dirasakan ada manusia mendekat, maka penyu hijau dapat

dipastikan segera kembali ke laut. Jika lingkungan sekitar dirasa aman maka penyu

hijau akan merayap ke pantai untuk bertelur.

Penyu hijau pada umumnya merangkak tegak lurus ke arah pantai. Jika ada

penhalang misalnya kayu maka penyu hijau akan berbelok sambil sesekali berhenti

mengamati situasi dan menarik nafas. Dengus nafas penyu hijau dapat didengar

27

Page 28: BM Biologi Lingkungan-Penyu

sampai pada jarak kurang lebih 1,5 meter. Jejak penyu hijau jelas terlihat di pasir

seperti jejak ban traktor. Saat merayap di pantai, kedua sirip depan ditarik bersama-

sama kemudian barulah kedua sirip belakang juga ditark bersamaan.

Waktu yang dibutuhkan sampel penyu hijau untuk menyeleksi habitat berkisar 15

sampai 37 menit, dengan rata-rata 24,5 menit.Lamanya waktu yang diperlukan penyu

hijau untuk menyeleksi habitat tergantung dari jarak sarang terhadap pinggir laut dan

adanya penghalang di pantai misalnya batang yang berserakan. Kadang-kadang penyu

hijau yang telah mengali lubang tubuh berpindah tempat untuk menggali lubang yang

lain. Keadaan ini dapat dikarenakan adanya akar tumbuhan sehingga menghalangi

penggalian.

2). Menggali lubang tubuh

Bila penyu telah merasa cocok dengan pemilihan sarang, maka penyu hijau mulai

mengali lubang tubuh. Penggalian lubang tersebut untuk menempatkan badannya

sebagai tempat bertumpu saat penyu bertelur.

Penggalian lubang tubuh dilakukan dengan menggunakan sirip depan dan sirip

belakang, Pada tahap ini terlihat bahwa sirip depan lebih banyak berfungsi mengali

lubang tubuh, sedangkan sirip belakang fungsinya lebih banyak untuk mendorong

tubuh agar terbenam ke dalam lubang yang di gali. Pasir yang di gali akan dilempar

kebelakang oleh sirip depan dengan jarak lemparan mencapai krang lebih 2 meter.

Penggalian akan berhenti ketika tubuh akan terbenam rata pada lubang yang di gali.

Waktu yang dibutuhkan pada tahapan ini berkisar antara 20 sampai 30 menit dengan

rata-rata 5,4 menit. Umumnya lamanya waktu yang dibutuhkan pada tahapan ini

tergantung pada banyaknya akar-akar tanaman di dalam pasir. Kadangkala pada tahap

permulaan pengalian lubang tubuh, ternyata pasir sangat keras atau ada bends

penghslsng maka penyu akan pindah ke tempat lain. Tetapi bila ditemukan jejak

galian seekor penyu hijau lebih dari 3 buah dengan berpindah-pindah tempat maka

dapat dipastikan bahwa penyu tersebut hanya memeti saja.

3). Penggalian lubang telur

Penggalian lubang tubuh akan dihentikan bila badan sudah rata dengan

permukaan pasir dan mulailah penyu mengali lubang elur. Sebelum menggali, penyu

hijau menggerak-gerakkan tubuhnya sampai mencapai kedudukan yang benar-benar

28

Page 29: BM Biologi Lingkungan-Penyu

baik. Pengalian lubang telur dilakukan dengan menggunakan kedua sirip belakang.

Sirip belakang menggali lubang telur secara bergantian. Bila sirip belakang bagian

kanan menali lubang, maka sirip belakang bagian kiri diam dengan posisi menahan

pasir pada tepi lubang telur agar tidak masuk kembali ke dalam galian. Ketika pasir

yang tergali sirip belakang bagian kanan diangkat, saat itu pula sirip belakang bagian

kanan diangkat, saat itu pula sirip belakang bagian kiri melempar pasir disekitarnya

ke arah depan. Kegiatan ini dilakukan terus menerus secara bergantian. Penggalian

luban telur akan berhenti jika sirip belakang sudah tidak dapat mencapai tempat yang

lebih dalam. Dari hasil pengamatan didapatkan waktu yang dibutuhkan untuk

penggalian lubang telur berkisar antara 15 sampai 30 menit dengan rata-rata 22 menit.

4). Bertelur

Pada saat bertelur, penyu hijau mengatupkan kedua sirip belakang dan menutup

permukaan lubang telur, sedangkan ekor menekuk kedalam lubang telur. Telur keluar

dari kloaka bersama lendir bening satu persatu atau sampai empat sekaligus (Carr et

al, 1966). Dari pengamatan didapat, waktu yang dibutuhkan pada tahapan ini berkisar

antara 12 sampai 19 menit dengan rata-rata 15,5 menit. Menurut Domentey (1953),

waktu yang dibutuhkan penyu hijau di Sulu untuk bertelur berkisar antara 10 sampai

30 menit dengan telur yang dikeluarkan sebanyak 97 sampai 148 butir.

Pada tahapan ini, jiks mendapat gangguan sebelum mengeluarkan telurnya

pertama misalnya ada sinar lampu maka penyu hijau akan mengurungkan niatnya

untuk bertelur. Tetapi bila telur pertama sudah dikeluarkan, maka penyu hijau tidak

terusik dengan adanya gangguan dan penyu hijau tetap meneruskan bertelur,

walaupun telur yang baru keluarkannya diambil dari belakang. Lamanya tahapan iani

umumnya dipengaruhi oleh banyaknya telur yang dikeluarkan. Semakin banyak telur

yang dikeluarkan, semakin lama waktu yang dibutuhkan.

5). Penutupan lubang telur (sarang)

Setelah penyu hijau selesai bertelur, maka dengan perlahan-lahan lubang telur

ditutup pasir dengan menggunakan sirip belakang. Caranya dengan menyiduk pasir

disekitarnya dan menjatuhkannya ke dalam lubang telur secara bergantian. Kemudian

pasir yang menutupi saran dipadatkan dengan kedua sirip belakang dengan cara

menepuk permukaan pasir tempat lubang lubang telur dibuat sampai sarang rata

29

Page 30: BM Biologi Lingkungan-Penyu

dengan tempat bertumpu tubuhnya. Dari hasil pengamatan selama penelitian

didapatkan waktu yang dibutuhkan untuk penutupan lubang telur berkisar antara 8

sampai 15 menit dengan rata-rata 11.1 menit. Menurut Schulz (1975), waktu yang

dibutuhkan penyu hijau di Suriname untuk menyelesaikan penutupan lubang telur

berkisar antara 5 sampai 10 menit.

6). Penutupan lubang tubuh dan penyamaran

Pada tahap ini, kedua pasang sirip penyu hijau kembali bergerak dan mengeruk

pasr di bagian kanan dan kiri tubuhnya untuk menutupi lubang tubuh. Kemudian

penyu hijau maju berbelok atau lurus menjauhi sarang untuk membuat sarang palsu

(sarang tipuan). Sarang tipuan ini berfungsi sebagai penyamaran aar sarang asli sulit

untuk ditemukan. Penyamaran ini selalu dilakukan setiap kali bertelur, karena secara

naluriah penyu hijau berusaha mengembangkan keturunannya dengan cara

mengamankan telur-telurnya. Menurut Bustard (1972), jarak sarang asli dengan

sarang tipuan berkisar antara 2 sampai 2,5 meter.

Tetapi penyamaran ini menjadi sia-sia di tangan pencuri telur yang ahli. Sehingga

dibutuhkan bantuan yang berwenang yaitu pihak PHPA untuk menjaga dan

melindungi sarang penyu hijau. Di pantai peneluran Sukamade, setiap hari petugas

PHPA membongkar sarang penyu hijau untuk dipindahkan ke tempat penetasan semi

alami sehingga keamanantelur terjamin dan regenerasi tetap berlangsung. Dari

pengamatan diperoleh bahwa waktu yang dibutuhkan pada tahapan ini berkisar antara

37 sampai 60 menit dengan rata-rata 46,5 menit.

7). Kembali ke laut

Penyu hijau akan kembali ke laut setelah melakukan penyamaran sarang. Selama

perjalanan tersebut, penyu hijau sesekali berhenti. Pada umumnya jalan yang

ditempuh adalah lurus kecuali ada penghalang misalnya berupa batang kayu. Setelah

mencapa batas air, penyu hijau berdiam sebentar menunggu gelombang yang akan

menghempaskannya ke laut. Dari hasil pengamatan didapatkan waktu yang

dibutuhkan pada tahapan ini berkisar antara 8 sampai 14 menit dengan rata-rata 10,7

menit. Lamanya waktu yang diperluakn dalam tahapan ini dipengaruhi oleh jarak

sarang dengan air laut.

4. Analisis kejadian dan pengembangan konsep kajian ”Perilaku penyu hijau

30

Page 31: BM Biologi Lingkungan-Penyu

bertelur di Pantai Sukamade”.

Perilaku hewan dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam yang

menentukan pemilihan tempat bertelur adalah instink (Naluri) untuk kembali ke

pantai tempat telur penyu tersebut ditetaskan, sedangkan faktor luar adalah kondisi

lingkungan pantai. Ganguan terhadap lingkungan peneluran baik yan terjadi secara

alami maupun tidak, dapat mengakbatkan penyu mengurungkan niatnya dan mencari

pantai peneluran baru.

Kejadian yang teramati dalam penelitian ini,pada saat mulai muncul dari laut,

penyu akan segera naik ke darat dengan bergerak pelen-pelan menggunakan kedua

kaki depannya bersamaan hingga meninggalkan jejak khas. Gerakan ini diselingi pula

dengan berhenti sejenak untuk beristirahat kemudian bergerak kembali. Penyu akan

bergerak ke arah vegetasi. Pada saat menemukan tempat yang cocok penyu akan akan

mulai menggali, dengan diawali gerakan seperti membersihkan calon sarangnya

menggunakan kaki depan, hingga tempat tersebut menjadi rata. Baru kemudian

dimulailah aktivitas menggali, masih menunakan kaki depan, penyu hijau akan

membuat lubang badan terlebih dahulu, setelah terbentuk, baru berikutnya lubang

telur dibuat dengan menggunakan kaki belakang yang berfungsi sebagai sekop, satu

kaki mengeruk, kemudian diikuti kaki satunya membuangnya ke samping. Semua

gerakan itu dilakukan perlahan-lahan diselingi pula istirahat beberapa menit, dan

menghembuskan nafas yang berat. Pada proses ini penyu akan peka sekali terhadap

ganggan, suatu hal yang mengusiknya akan membuatnya menggagalkan rencana

bertelur.

Setelah lubang telur selesai dibuat. Penyu hijau akan mulai bertelur yang

jumlahnya dapat mencapai lebih dari 100 butir dari tiap sarang. Sarang tersebut

berbentuk lubang yang sempit dengan diameter kurang lebih 25-30 cm. Setelah

selesai bertelur penyu akan segera menutup lubang dengan rapat, dengan

memadatkan pasir yang menutup lubang lubang telur dengan menggunakan kaki

belakangnya, kemudian menutup sarang dengan cara meratakan kembali lubang yang

dibuatnya seperti sediakala menggunakan kaki depannya. Gerakan menutup itu

dilakukan sambil bergerak menjauh perlahan-lahan sekali, hingga kita akan kesulitan

menemukan lubang telurnya jika tidak terlebih dulu diberi tanda, karena pada saat

31

Page 32: BM Biologi Lingkungan-Penyu

gerakannya selesai untuk menutup sarang penyu telah berada beberapa meter dari

sarangnya semula. Hal tersebut merupakan cara penyu hijau untuk menyamarkan

sarang.

Perilaku teramati dalam penelitian ini, kejadian penyu yang naik ke darat tidak

selalu bertelur terkadang hanya sekedar naik beberapa meter ke darat kemudian turun

kembali, yang nampak dari jejak yang ditinggalkan berupa jejak yang memutar,

penyu yang demikian merupakn penyu yang memeti. Pada saat memeti ini penyu

terkadang juga berlaku mempersiapkan sarang dan menggali lubang badan tapi

kemudian meninggalkannya dan kembali ke laut. Selama pengamatan ditemukan

bahwa terkadang dalam semalam lebih banyak penyu yang memeti daripada bertelur,

kegiatan memeti ini belum jelas tujuannnya.

Pada penyu yang bertelur jejaknya akan berupa jejak yang menuju suatu tempat

kemudian jejak turun dari tempat tersebut atau terdapat bekas-bekas pembuatan

sarang. Keberhasilan induk penyu untuk bertelur pada suatu malam tergantung

kemampuan dan kepekaannya dalam menemukan dan menggali tempat yang tepat,

karena seringkali pula penyu berpindah-pindah tempat karena tidak berhasil menggali

lubang telur. Dapat pula terjadi setelah berpindah-pindah dan tetap gagal membuat

sarang penyu akan turun kembali ke laut.

Menurut Sutarto(2003), tempat peneluran yang disukai penyu adalah pantai

dengan vegetasi pandan yang dominan dan frekuensi sarang telur penyu hijau

tertinggi dapat dijumpai pada daerah-daerah yang masih berada dalam nangan pandan

dan sekitarnya. Tetapi dengan kondisi vegetasi yang ada sekarang dimana sebagian

besar pandan rusak maka hal yang teramati adalah penyu cenderung mencari sarang

yang pasirnya mudah digali atau tidak mudah longsor, bahkan ditempat yang bebas

naungan, tetapi tetap mendekati daerah yang bervegetasi.

Dari parameter perilaku penyu hijau bertelur dalam penelitian ini teramati ada 7

tahapan perilaku bertelur , yaitu (1) seleksi habitat, (2) gali lubang tubuh, (3) gali

lubang telur, (4) bertelur, (5) tutup lubang telur, (6) tutup lubang tubuh dan

penyamaran, (7) kembali ke laut. Masing-masing tahapan itu membutuhkan waktu

yang berbeda-beda. Total waktu yang dibutuhkan penyu hijau melakukan kegiatan

bertelur berkisar antara 113 sampai 171 menit, dengan rata-rata 155,5 menit. Menurut

32

Page 33: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Carr et al (1966) dan Marlock and Harles (1979) menyatakan bahwa penyu hijau

mempunyai 10 tahapan bertelur, sedangkan Agus (1985) mencatat ada 7 tahapan

bertelur..

Penyu hijau umumnya bertelur ke pantai pada petang hari atau dalam keadaan

gelap. Dari pengamatan diperoleh bahwa penyu hijau pertama kali naik ke pantai

bertelur pada pukul 18.08 WIB dan penyu teakhir kembali ke laut pada pukul 04.43

WIB.

Dari perilaku bertelur penyu hijau yang teramati membuktikan bahwa lingkungan

dapat menjadi faktor pembatas terhadap kegiatan hidup reproduktif. Kejadian diatas

dapat dikaitkan dengan ”Hukum minimum dari Liebig” dan hukum toleransi dari

Shelford” pada obyek hewan. Hukum minimum menyatakan adanya faktor pembatas

lingkungan yang mengontrol kehidupan suatu organisme (Odum, 1962).

B. Analisis Hasil Penelitian Sebagai Bahan Ajar Materi Biologi Umum Pada

Pokok Bahasan Perilaku Sebagai Gejala Biologis.

Suatu hasil penelitian dalam kajian ini ”Perilaku Bertelur Penyu Di Pantai Sukamade”

jika akan digunakan sebagai sumber belajar biologi umum pada pokok bahasan ”Perilaku

sebagai gejala biologis”, maka harus melalui tahapan-tahapan sebagai berikut ”

1. Identifikasi proses dan produk penelitian

2. Seleksi dan modifikasi hasil penelitian sebagai sumber belajar ”Perilaku sebagai

gejala biologis”.

3. Penerapan dan pengembangan hasil penelitian sebagai sumber belajar ”Perilaku

sebagai gejala biologis”

4. Merancang model organisasi instruksional, dalam hal ini menggunakan

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME dengan MODEL PROBLEM-BASED

LEARNING.

C. PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS LINGKUNGAN

TOPIK : PERILAKU BERTELUR PENYU DI PANTAI SUKAMADE

PERSOALAN : 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perilaku bertelur penyu

di Pantai Sukamade.

33

Page 34: BM Biologi Lingkungan-Penyu

1. Bagaimana tahapan-tahapan perilaku bertelur penyu.

34

Page 35: BM Biologi Lingkungan-Penyu

KOMPETENSI DASAR :

1.Mengenal faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bertelur penyu

2.Mengidentifikasi macam faktor yang berpengaruh terhadap perilaku

bertelur penyu.

3.Mengetahui tahapan-tahapan perilaku bertelur penyu

4.Membuat tabel dan grafik perilaku bertelur penyu

5.Menganalisis hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh dengan

perilaku bertelur penyu serta.peranan manusia dalam menjaga pelestarian penyu

yang sudah menjadi permasalahan dunia.

GARIS-GARIS BESAR MATERI AJAR:

1. Kondisi fisik pantai Sukamade

2. Karakteristik habitat tempat penyu bertelur

3. Perilaku penyu bertelur

4. Usaha pelestarian penyu di Pantai Sukamade

ANALISIS MATERI AJAR BERBASIS SALING TEMAS

Materi Pokok Sains Lingkungan Teknologi Masyarakat

1. Kondisi fisik pantai Sukamade a

2. Karakteristik habitat tempat penyu

bertelur

b c

3. Perilaku penyu bertelur d e f

4. Usaha pelestarian penyu di Pantai

Sukamade

g h

PENENTUAN ISI MATERI AJAR BERBASIS POTENSI WILAYAH

No Materi Pokok Isi Materi Isi Salingtemas

1 Kondisi fisik pantai

Sukamade

Panjang pantai, lebar pantai,

kelandaian pantai

Sains (a)

2 Karakteristik habitat tempat

penyu bertelur

Vegetasi pantai, tipe pasir,suhu

pasir,jenis satwa predator,jenis

gangguan lain

Sains (b) Lingk

(c)

3 Perilaku penyu bertelur Waktu bertelur, Tahapan Sains(d) Lingk

35

Page 36: BM Biologi Lingkungan-Penyu

bertelur (seleksi habitat, gali

lubang tubuh,gali lubang

telur,bertelur,tutup lubang

telur,tutup lubang tubuh

&penyamaran,kembali ke laut)

(e) Tekn (f)

4 Usaha pelestarian penyu di

Pantai Sukamade

Kondisi sosial ekonomi

masyarakat sekitar kawasan

pantai Sukamade

Tekn (g)

Masyarakat (h)

PENGEMBANGAN MATERI AJAR

A. Kondisi fisik pantai Sukamade

Pemilihan Pantai Sukamade sebagai tempat peneluran penyu hijau ternyata

berhubungan dengan kondisi fisik pantai Sukamade sebagai berikut , dapat dilihat pada

tabel 1.

Tabel 1. Kondisi Fisik Pantai Sukamade

No Kondisi Fisik Pantai Sukamade Keterangan

1 Panjang pantai peneluran ± 2.8 km

2 Lebar pantai peneluran Intertidal: 22 – 52 m;

supratidal: 16 – 32 m

3 Kelandaian/kemiringan pantai 5 – 17 0

a. Panjang pantai merupakan salah satu karakteristik fisik dari suatu pantai peneluran.

Pantai yang paling banyak dikunjungi oleh penyu hijau ( Chelonia mydas) yaitu Pantai

Sukamade yang mempunyai panjang pantai berkisar kurang lebih 2,8 km. Pantai

Sukamade mengalami penyusutan panjang pantai, hal ini disebabkan pada tahun 1997,

terdapat bencana alam badai tsunami yan cukup besar sehingga terjadi abrasi oleh air

laut.Pengurangan panjang pantai yang lain disebabkan meuasnya muara sungai yan

behubungan ke laut. Kondisi Pantai Sukamade yang pada saat ini terpotong oleh muara,

sehingga panjang lokasi pantai penelura penyu hijau (Chelonia mydas ) berkisar kurang

lebih 8-9 m. Terpotongnya pantai yang disebabkan oleh muara yang meluap,

mengakibatkan peneluran bagi penyu hijau ( Chelonia mydas ) semakin sempit, tetapi

36

Page 37: BM Biologi Lingkungan-Penyu

tidak mempengaruhi proses kunjungan penyu hijau tersebut. Pada tahun 1997, memang

terjadi penurunan kunjungan penyu hijau ke Pantai Sukamade, tetapi sekarang kondisi

kunjungan penyu hijau menjadi pulih.

b. Lebar Pantai

Umumnya penyu hijau ( Chelonia mydas ) menyukai pantai yang lebar dan

mempunyai hutan pantai, dimana jenis Pandanus merupakan jenis yang disukai oleh

penyu sebagai tempat bertelur.

Jarak pasang surut merupakan salah satu faktor pemilihan dalam bersarang,

karena induk penyu cenderung akan memilih membuat saran pada tempat yang tidak

terkena pasang pantai, dapat diketahui dari pengamatan bahwa sebagian besar penyu

memilih bersarang di tempat- tempat sekitar batas vegetasi yang tidak terjangkau pasang

laut meskipun tidak harus berada dalam naungan vegetasi.

Dari penjelasan diatas, dapat diketahui pantai yang sering dikunjungi oleh penyu

hijau untuk melangsungkan proses peneluran yaitu Pantai Sukamade yang memiliki lebar

pantai untuk intertidal berkisar 22-52 m sedangkan untuk supratidal berkisar anyara 16-

32 m.

c. Kelandaian atau Kemiringan Pantai

Kemiringan pantai sering berubah-ubah karena terjadinya pemindahan massa

pasir oleh ombak. Bentuk pantai yang semula datar karena terjadi penumpukan pasir

menjadi landai sampai agak curam.

Perubahan nilai kemiringan atau kelandaian dari masing-masing pantai berbeda.

Menurut Ridha (199) menyebutkan kemiringan pantai sebesar 50 masih agak datar. Pantai

Sukamade dengan kemiringan 5 – 17 derajat sangat disukai penyu hijau untuk

melangsungkan proses peneluran.

B. Karakteristik tempat peneluran penyu

a. Vegetasi Pantai

Kondisi vegetasi sepanjang pantai peneluran Sukamade kebanyakan telah rusak

akibat bencana tsunami yang terjadi pada sekitar akhir tahun 1997, akibat yang sangat

nyata terjadi pada vegetasi Pandanus tectorius yang hampir seluruhnya rusak dan

musnah. Menurut keterangan petugas pandan yang rusak mencapai kedalaman 25 m,

sedangkan yang tersisa hanya sebagian kecil saja. Kini yang ada sebagian besar adalah

37

Page 38: BM Biologi Lingkungan-Penyu

pandan yang merupakan hasil penanaman tahun 1998 yang juga telah banyak berkurang

karena abrasi pantai berulang kali.

Jenis-jenis pohon yang ditemui kebanyakan masih berupa sapling seperti:

nyamplung ( Callophyllum mophyllum ) atau krangkong ( Barringtonia insignis ).

Kebanyakan yang ditemui adalah waru. Herba-herba yang ditemui adalah bakung

deangan INP sebesar 36.67%, palelar dengan INP terendah 13.33 % dan pandan dengan

INP tertinggi 68.33 % yang dominan, juga Ipomea pescaprae denganINP tertinggi 50% (

lampiran 2 ). Tumbuhan merambat yang kebanyakan ditemui adalah asem-asem ( Ipomea

pescaprae ).

Pada lokasi yang berbatasan dengan batu karang vegetasi yang ditemui

merupakan pohon- pohon yang telah dewasa, sehingga terlihat bahwa abrasi di daerah

tersebut sangat hebat hingga formasi terdepan habis dan yang berada di depan kini adalah

bagian dari formasi belakang yang berupa waru ( Hibiscustiliaceus ), terdapat pula

pandan hasil penanaman tetapi hanya sisa-sisanya saja, karena telah rusak juga akibat

abrasi berulang- ulang.

Tabel Jenis Vegetasi Pantai

Tingkat Herba

No Nama Daerah Nama Ilmiah

1 Pandan Pandanus tectorius

2 Bakung Crinum asiaticum

3 Krandan Canavalia eusiformis

4 Asem asam Ipomea pescaprae

5 Palelar

Tingkat tiang

No Nama Daerah Nama Ilmiah

1 Waru Hibiscus tiliaceus

2 Nyamplung Callophyllum inobhyllum

3 Krangkong Barringtonia insignis

38

Page 39: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Tingkat pohon

No Nama Daerah Nama Ilmiah

1 Apak Ficus benjamina

2 Waru Hibiscus tiliaceus

3 Cembirit Voacanga grandifolia

4 Keben Barringtonia asiatica

b. Tipe pasir

Pada Pantai Sukamade didominasi dengan jenis pasir yang terdiri dari pasir

sebesar 92, 09 %, jenis debu sebesar 2, 57 %, dan fraksi pasir jenis liat sebesar 0, 83 %-

1, 01 %. Terdapat 3 jenis komponen tanah pada lokasi pantai peneluran penyu hijau yaitu

pasir, debu dan jenis liat yang didominasi oleh fraksi pasir dari pada kedua fraksi pasir

lainnya.

Pasir merupakan unsur utama dalam penyusunan tekstur untuk bersarang bagi penyu

hijau. Susunan tekstur berupa pasir tidak kurang dari 90 % dengan ukuran diameter yang

berkisar antara 0, 2 – 0, 5 mm. Sedangkan sisanya adalah debu dan liat dengan diameter

yang berbentuk halus dan sedang. Penyu hijau akan mencari bagian- bagian permukaan

pasir yang sesuai dengan nalurinya untuk membuat sarang dan tidak semua pasir

digunakan untuk tujuan bertelur. Lazimnya adalah butiran pasir yang mudah digali dan

secara insting dianggap aman untuk bertelur. Penyu cenderung memilih kondisi pasir yan

cukup lembab, hal ini berkaitan denan kemudahan dalam penggalian sarang, karena

kondisi lembab memungkinkan pasir tidak gampang longsor. (Sumaryanto, 1998 ).

c. Suhu pasir permukaan dan kedalaman

Penyu hijau dalam memiih sarang juga memperhatikan kondisi lingkungan seperti

suhu dan kelembapan. Pada permukaan sarang kisaran suhu permukaan pasir pada pagi

hari adalah 22. 2- 28. 90 C, sedangkan bagian dalam sarang suhu 27. 8- 31. 1 0 C, pada

siang hari suhu permukaan 33.33- 43. 30 C suhu bagian dalam sarang 28. 3- 37. 80 C,

pada sore hari suhu permukaan sarang 33. 3- 38. 90 C suhu suhu bagian dalam sarang 28.

9- 35. 60C. Dari data terbaca bahwa suhu permukaan sarang lebih tinggi dari pada di

dalam sarang, karena menerima sinar matahari secara langsung sehingga lebih fluktuasi

antara kondisi pagi, siang dan sore, sedangkan bagian dalam sarang suhu relatif lebih

39

Page 40: BM Biologi Lingkungan-Penyu

stabil. Tinggi rendahnya temperatur tergantung pada intensitas cahaya matahari.

Intensitas cahaya matahari lebih tinggi terjadi pada sarang yang bebas naungan, sehingga

akan memberikan kehangatan lebih tinggi pada sarang. Dalam kaitannya dengan inkubasi

maka temperatur yang lebih tinggi pada sarang, menyebabkan masa inkubasi telur lebih

pendek. Dengan peletakan telur oleh induk penyu pada kedalaman tertentu dan tidak

terkena sinar matahari secara langsung, maka kondisi suhu di dalam sarang akan relatif

lebih stabil sehingga inkubasi telur akan berjalan dengan baik.

Penyu cenderung memilih kondisi pasir yang cukup lembab hal ini berkaitan

dengan kemudahan dalam penggalian sarang, karena kondisi lembab memungkinkan

pasir tidak gampang longsor, dan juga untuk kebutuhan telur itu sendiri selama masa

inkubasi, dari hasil pengamatan kisaran kelembapan sarang adalah 52% - 90%.

d. Jenis satwa ( Predator )

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawacara dengan petugas lapangan diperoleh bahwa

predator telur penyu secara alamiah adalah biawak (Varanus salvator) dan babi hutan.

Sedangkan tukik seringkali dimangsa oleh elang ketika dalam perjalanan menuju laut dan

juga semut merah pada saat baru saja menetas. Karena telur penyu tiap malam diambil

oleh petugas maka sedikit sekali kemungkinan biawak atau babi hutan memakan telur

langsung dari sarang alaminya. Biawak sernkali terlihat di sekitar ruang penetasan untuk

menunggu buangan sisa-sisa telur yang rusak. Di dalam ruang penetasan pemangsa telur

adalah tikus yang biasanya naik ke box penetasan. Untuk meminimalkan gangguan semut

merah pada tukik.disiasati dengan memberi oli pada kaki-kaki box penetasan.

Tabel 3. Nama Predator dan yang dimangsa

No Nama predator Yang dimangsa

1 Harimau Tukik dan telur

2 Babi hutan Telur

3 Biawak Tukik dan telur

4 Anjing hutan Tukik

5 Musang Tukik

6 Elang Tukik

7 Semut Tukik

40

Page 41: BM Biologi Lingkungan-Penyu

e. Jenis Gangguan lain

Keberadaan satwa-satwa pemangsa tukik atau telur dalam kondisi normal tentu

saja masalah karena hal tersebut alamiah. Tetapi juga pemangsa itu adalah manusia maka

akan sangat membahayakan. Karena potensi ekonomi penyu hijau yang tinggi untuk telur

dan dagingnya, maka manusia berlomba mengeksploitasi penyu besar-besaran. Di pantai

Sukamade tiap malam dapat dipastikan terjadi pencurian telur, dan pencuru tersebut

kebanyakan berasal dari desa-desa sekitar pantai. Seringkali petugas lapangan harus

pontang paanting mengambil telur agar tidak didahului oleh para pencuri ini. Kejadian

seperti ini sangatlah dilematis, dimana para pencuri ini adalah penduduk desa sekitar

yang biasanya hanyaah buruh perkebunan dan dalam kondisi kurang mampu. Mereka

ingin mendapatkan uang dengan mudah lewat menjual telur penyu yang meman harganya

mahal dipasaran.

Hal lain yang tidak kalah buruknya adalah adanya kapal-kapal pemburu penyu,

para petugas mengenalnya sebagai kapal yang berasal dari Bali. Seringkal kapal-kapal ini

berjajar-jajar di laut lepas sehingga terlihat disepanjang Pantai Sukamade. Tentunya akan

sangat mudah menemukan penyu di lokasi tersebut, karena pada saat musim kawin penyu

dewasa akan bergerak atau berada di pantai sekitar tempat kelahirannya.

Kondisi ini berarti meningkatnya tekanan terhadap populasi penyu, induk penyu

ditankap di laut dan dibantai untuk dagingnya dan hal yang sama terjadi pada telurnya di

darat. Dapat dibayangkan masa depan dari penyu hijau jika kondisi demikian terus

berlangsung.

C. Perilaku bertelur penyu di Pantai Sukamade

Perilaku hewan dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Faktor dalam yang

menentukan pemilihan tempat bertelur adalah instink (naluri) untuk kembali ke pantai

tempat penyu tersebut ditetaskan. Sedangkan faktor luar adalah kondisi lingkungan

pantai. Gangguan terhadap linkungan peneluran baik yang terjadi secara alami maupun

tidak, dapat mengakibatkan penyu mengurungkan niatnya dan mencari pantai peneluran

baru.

c. Waktu Bertelur.

Umumnya penyu hijau yang akan bertelur sangat tergantung dari individu penyu

dan keadaan malam hari itu. Walaupun penyu mempunyai naluri untuk bertelur

41

Page 42: BM Biologi Lingkungan-Penyu

pada malam itu, tetapi karena situasi tidak memungkinkan seperti datangnya

angin yang kencang, adanya cahaya selain cahaya bulan, petir dan lain-lain, maka

dapat dipastikan penyu tidak akan bertelur. Menurut Bustard (1972), saat

bertelurnya penyu kemungkinan dipengaruhi kecepatan angin dan pasang. Makin

besar kecepatan angin maka makin besar gelombang yang ditimbulkannya.

Gelombang yang terlalu besar akan menyulitkan penyu mencapai pantai untuk

mendarat. Sedangkan gelombang yang sedang akan membantu mendorong penyu

naik ke pantai, sehingga penyu tidak terlalu jauh merayap.

Dari hasil penelitian terhadap 11 sampel penyu hijau, diperoleh data saat

penyu hijau naik untuk bertelur dan saat kembali ke laut seperti terlihat pada tabel

4.

Tabel 4. Waktu naik dan kembali ke laut penyu hijau yang bertelur

Sampel Saat naik ke pantai

(WIB)

Saat kembai ke

laut (WIB)

Lamanya waktu

berteur (menit)

1 18.08 20.50 162

2 20.07 22.38 151

3 20.15 23.04 169

4 20.50 23.25 155

5 21.20 23.57 157

6 21.30 23.58 148

7 22.01 24.52 171

8 24.13 02.49 158

9 24.17 02.46 149

10 01.05 03.35 150

11 0.20 04.43 143

Rata-rata 155.5

Dari data diatas diperoeh bahwa penyu hijau pertama kali naik ke pantai untuk

bertelur, pada pukul 18.08 WIB dan penyu terakhir kembali ke laut pada pukul

04.43 WIB. Sedangkan total waktu yang dibutuhkan penyu hijau untuk

melakukan keiatan bertelur (Nesting behavior) berkisar antara 143 sampai 171

42

Page 43: BM Biologi Lingkungan-Penyu

menit dengan rata-rata 155,5 menit. Agus (1985) menyatakan bahwa waktu yang

dibutuhkan penyu hijau untk menyelesaikan kegiatan bertelur rata-rata 157,8

menit. Sedangkan menurut Diamond dalam Witzell (1983) waktu yang

dibutuhkan berkisar 150 menit.

d. Tahapan Bertelur

Bertelur bagi penyu adalah upaya untuk mengembangbiakkan ataupun untuk

melanjutkan keturunan agar tidak punah. Ada beberapa tahan saat penyu hijau

bertelur. Menurut Carr et al (1965) dan Marlock and Harles (1979) menyatakan

bahwa penyu hjau mempunyai 10 tahapan bertelur. Nuitja (1983) dalam Priyono

(1985) menyatakan bahwa ada 6 tahapan bertelur sedangkan Agus (1985) mencatat

ada 7 tahapan bertelur. Pada tahapan bertelur ini, sesekali penyu hijau mengeluarkan

suara dengan nafas. Dari penelitian ini diperoleh data seperti terlihat pada tabel 5.

Tabel 5. Waktu yang dibutuhkan tiap tahapan pada saat penyu hijau berteur (menit)

Tahapan/sampel S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 Rerata

Seleksi habitat 22 28 37 15 25 16 24 32 26 24 20 24.5

Gali lubang tubuh 25 24 20 22 30 30 29 26 20 25 28 25.4

Gali lubang telur 30 21 20 24 15 24 23 20 22 22 21 22

Bertelur 16 13 19 18 17 15 15 15 16 14 12 15.5

Tutup lubang telur 10 9 15 10 8 10 12 12 15 10 11 11.1

Tutup luban tubuh

& penyamaran 45 43 48 56 50 47 60 41 40 44 37 46.5

Kembali ke laut 14 13 10 10 12 6 8 10 10 11 14 10.7

Dari tabel 5 dapat dijelaskan masing-masing tahapan sebagai berikut :

1). Seleksi habitat.

Penyu hijau mulai muncul dari gelombang laut pada malam hari saat air laut

pasang. Sehingga penyu tidak terlalu jauh merayap naik untuk mencari tempat

bertelur. Saat muncul dari hempasan gelombang, penyu hijau berhenti beberapa sat

untuk mengamati lingkungan sekitarnya dengan menggerakkan kepalanya kekiri dan

ke kanan. Tahapan ini adalah tahapan yang paling kritis, sebab bila ada gangguan

misalnya ada cahaya atau dirasakan ada manusia mendekat, maka penyu hijau dapat

43

Page 44: BM Biologi Lingkungan-Penyu

dipastikan segera kembali ke laut. Jika lingkungan sekitar dirasa aman maka penyu

hijau akan merayap ke pantai untuk bertelur.

Penyu hijau pada umumnya merangkak tegak lurus ke arah pantai. Jika ada

penhalang misalnya kayu maka penyu hijau akan berbelok sambil sesekali berhenti

mengamati situasi dan menarik nafas. Dengus nafas penyu hijau dapat didengar

sampai pada jarak kurang lebih 1,5 meter. Jejak penyu hijau jelas terlihat di pasir

seperti jejak ban traktor. Saat merayap di pantai, kedua sirip depan ditarik bersama-

sama kemudian barulah kedua sirip belakang juga ditark bersamaan.

Waktu yang dibutuhkan sampel penyu hijau untuk menyeleksi habitat berkisar 15

sampai 37 menit, dengan rata-rata 24,5 menit.Lamanya waktu yang diperlukan penyu

hijau untuk menyeleksi habitat tergantung dari jarak sarang terhadap pinggir laut dan

adanya penghalang di pantai misalnya batang yang berserakan. Kadang-kadang penyu

hijau yang telah mengali lubang tubuh berpindah tempat untuk menggali lubang yang

lain. Keadaan ini dapat dikarenakan adanya akar tumbuhan sehingga menghalangi

penggalian.

2). Menggali lubang tubuh

Bila penyu telah merasa cocok dengan pemilihan sarang, maka penyu hijau mulai

mengali lubang tubuh. Penggalian lubang tersebut untuk menempatkan badannya

sebagai tempat bertumpu saat penyu bertelur.

Penggalian lubang tubuh dilakukan dengan menggunakan sirip depan dan sirip

belakang, Pada tahap ini terlihat bahwa sirip depan lebih banyak berfungsi mengali

lubang tubuh, sedangkan sirip belakang fungsinya lebih banyak untuk mendorong

tubuh agar terbenam ke dalam lubang yang di gali. Pasir yang di gali akan dilempar

kebelakang oleh sirip depan dengan jarak lemparan mencapai krang lebih 2 meter.

Penggalian akan berhenti ketika tubuh akan terbenam rata pada lubang yang di gali.

Waktu yang dibutuhkan pada tahapan ini berkisar antara 20 sampai 30 menit dengan

rata-rata 5,4 menit. Umumnya lamanya waktu yang dibutuhkan pada tahapan ini

tergantung pada banyaknya akar-akar tanaman di dalam pasir. Kadangkala pada tahap

permulaan pengalian lubang tubuh, ternyata pasir sangat keras atau ada bends

penghslsng maka penyu akan pindah ke tempat lain. Tetapi bila ditemukan jejak

44

Page 45: BM Biologi Lingkungan-Penyu

galian seekor penyu hijau lebih dari 3 buah dengan berpindah-pindah tempat maka

dapat dipastikan bahwa penyu tersebut hanya memeti saja.

3). Penggalian lubang telur

Penggalian lubang tubuh akan dihentikan bila badan sudah rata dengan

permukaan pasir dan mulailah penyu mengali lubang elur. Sebelum menggali, penyu

hijau menggerak-gerakkan tubuhnya sampai mencapai kedudukan yang benar-benar

baik. Pengalian lubang telur dilakukan dengan menggunakan kedua sirip belakang.

Sirip belakang menggali lubang telur secara bergantian. Bila sirip belakang bagian

kanan menali lubang, maka sirip belakang bagian kiri diam dengan posisi menahan

pasir pada tepi lubang telur agar tidak masuk kembali ke dalam galian. Ketika pasir

yang tergali sirip belakang bagian kanan diangkat, saat itu pula sirip belakang bagian

kanan diangkat, saat itu pula sirip belakang bagian kiri melempar pasir disekitarnya

ke arah depan. Kegiatan ini dilakukan terus menerus secara bergantian. Penggalian

luban telur akan berhenti jika sirip belakang sudah tidak dapat mencapai tempat yang

lebih dalam. Dari hasil pengamatan didapatkan waktu yang dibutuhkan untuk

penggalian lubang telur berkisar antara 15 sampai 30 menit dengan rata-rata 22 menit.

4). Bertelur

Pada saat bertelur, penyu hijau mengatupkan kedua sirip belakang dan menutup

permukaan lubang telur, sedangkan ekor menekuk kedalam lubang telur. Telur keluar

dari kloaka bersama lendir bening satu persatu atau sampai empat sekaligus (Carr et

al, 1966). Dari pengamatan didapat, waktu yang dibutuhkan pada tahapan ini berkisar

antara 12 sampai 19 menit dengan rata-rata 15,5 menit. Menurut Domentey (1953),

waktu yang dibutuhkan penyu hijau di Sulu untuk bertelur berkisar antara 10 sampai

30 menit dengan telur yang dikeluarkan sebanyak 97 sampai 148 butir.

Pada tahapan ini, jiks mendapat gangguan sebelum mengeluarkan telurnya

pertama misalnya ada sinar lampu maka penyu hijau akan mengurungkan niatnya

untuk bertelur. Tetapi bila telur pertama sudah dikeluarkan, maka penyu hijau tidak

terusik dengan adanya gangguan dan penyu hijau tetap meneruskan bertelur,

walaupun telur yang baru keluarkannya diambil dari belakang. Lamanya tahapan iani

45

Page 46: BM Biologi Lingkungan-Penyu

umumnya dipengaruhi oleh banyaknya telur yang dikeluarkan. Semakin banyak telur

yang dikeluarkan, semakin lama waktu yang dibutuhkan.

46

Page 47: BM Biologi Lingkungan-Penyu

5). Penutupan lubang telur (sarang)

Setelah penyu hijau selesai bertelur, maka dengan perlahan-lahan lubang telur

ditutup pasir dengan menggunakan sirip belakang. Caranya dengan menyiduk pasir

disekitarnya dan menjatuhkannya ke dalam lubang telur secara bergantian. Kemudian

pasir yang menutupi saran dipadatkan dengan kedua sirip belakang dengan cara

menepuk permukaan pasir tempat lubang lubang telur dibuat sampai sarang rata

dengan tempat bertumpu tubuhnya. Dari hasil pengamatan selama penelitian

didapatkan waktu yang dibutuhkan untuk penutupan lubang telur berkisar antara 8

sampai 15 menit dengan rata-rata 11.1 menit. Menurut Schulz (1975), waktu yang

dibutuhkan penyu hijau di Suriname untuk menyelesaikan penutupan lubang telur

berkisar antara 5 sampai 10 menit.

6). Penutupan lubang tubuh dan penyamaran

Pada tahap ini, kedua pasang sirip penyu hijau kembali bergerak dan mengeruk

pasr di bagian kanan dan kiri tubuhnya untuk menutupi lubang tubuh. Kemudian

penyu hijau maju berbelok atau lurus menjauhi sarang untuk membuat sarang palsu

(sarang tipuan). Sarang tipuan ini berfungsi sebagai penyamaran aar sarang asli sulit

untuk ditemukan. Penyamaran ini selalu dilakukan setiap kali bertelur, karena secara

naluriah penyu hijau berusaha mengembangkan keturunannya dengan cara

mengamankan telur-telurnya. Menurut Bustard (1972), jarak sarang asli dengan

sarang tipuan berkisar antara 2 sampai 2,5 meter.

Tetapi penyamaran ini menjadi sia-sia di tangan pencuri telur yang ahli. Sehingga

dibutuhkan bantuan yang berwenang yaitu pihak PHPA untuk menjaga dan

melindungi sarang penyu hijau. Di pantai peneluran Sukamade, setiap hari petugas

PHPA membongkar sarang penyu hijau untuk dipindahkan ke tempat penetasan semi

alami sehingga keamanantelur terjamin dan regenerasi tetap berlangsung. Dari

pengamatan diperoleh bahwa waktu yang dibutuhkan pada tahapan ini berkisar antara

37 sampai 60 menit dengan rata-rata 46,5 menit.

7). Kembali ke laut

Penyu hijau akan kembali ke laut setelah melakukan penyamaran sarang. Selama

perjalanan tersebut, penyu hijau sesekali berhenti. Pada umumnya jalan yang

ditempuh adalah lurus kecuali ada penghalang misalnya berupa batang kayu. Setelah

47

Page 48: BM Biologi Lingkungan-Penyu

mencapa batas air, penyu hijau berdiam sebentar menunggu gelombang yang akan

menghempaskannya ke laut. Dari hasil pengamatan didapatkan waktu yang

dibutuhkan pada tahapan ini berkisar antara 8 sampai 14 menit dengan rata-rata 10,7

menit. Lamanya waktu yang diperluakn dalam tahapan ini dipengaruhi oleh jarak

sarang dengan air laut.

D. Usaha Pelestarian penyu di Pantai Sukamade

Perkembangan populasi penyu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu penyu itu

sendiri, lingkungan tempat hidup, satwa predator dan manusia. Satwa predator

dan manusia tampak mempunyai kecenderungan untuk meningkatkan tekanan

terhadap populasi penyu ini tidak dapat dibiarkan terus berlangsung karena dapat

mengakibatkan menurunnya populasi penyu. Oleh karena itu perlu adanya campur

tangan yang lebih intensif dalam mengelola satwa penyu ini.

Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan teknologi ternyata

membawa dampak yang negatif terhadap kehidupan penyu. Perburuan penyu

lebih sering terjadi di laut, selama ni perburuan penyu banyak dilakukan oleh

orang-orang dari daerah Bali, dengan peralatan seperti perahu, panah, pancing dan

tombak. Sedangkan pencurian telur lebih banyak dilakukan oleh penduduk sekitar

pantai.

Di Pantai Sukamade belum sepenuhnya aman dari gangguan manusia. Kegiatan

negatif manusia yang berpengaruh terhadap penurunan populasi penyu antara lain

1. Pengambilan telur

2. Penangkapan untuk dikonsumsi sebagai sumber protein hewani

3. Perdagangan antar daerah untuk dimanfaaatkan bagian tubuh penyu selain

dagingnya.

4. Degradasi habitat karena aktivitas perikanan, pariwisata atau bencana alam

5. Pencemaran pantai sebagai dampak pembuangan limbah rumah tangga di

daerah hulu

Masalah keamanan telur penyu di pantai dapat berupa musuh alami maupun

manusia sebagai pencuri telur untuk konsumsi. Babi hutan dan biawak adalah

binatang pemangsa telur yang utama,sementara itu beberapa jenis burung, elang

48

Page 49: BM Biologi Lingkungan-Penyu

siap menerkam tukik yang masih lemah yang sedang merangkak menuju laut.

Semut sering mengganggu tukik yang masih berada di lubang.

Untuk menanggulangi tekanan predator di Pantai Sukamade salah satu

usaha yang telah dilakukan untuk mempertahankan kelestarian populasi penyu

yaitu dengan menetaskan telur penyu di sarang buatan. Teknik penetasan semi

alami cukup berhasil untuk menetaskan telur penyu.

PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS LINGKUNGAN

Metodologi pembelajaran untuk topik ”Perilaku Bertelur Penyu di Pantai

Sukamade” adalah MODEL-MODEL PROBLEM-BASED LEARNING dan

DISCOVERY-INQUIRY,dengan metode belajar di lapangan (Pantai Sukamade)

(STUDI EKSKURSI).

Sifat materi ajar yang berupa fenomena dan masalah yang diangkat dari dunia

nyata, dengan model dan metode pembelajaran diatas, maka mahasiswa dapat mengob-

servasi langsung potensi-potensi keilmuan, lingkungan,teknologi dan masyarakat yang

ada di pantai Sukamade. Mahasiswa akan benar-benar memahami dan menghayati secara

langsun potensi-potensi wilayah di lingkungan Pantai Sukamade. Dengan model-model

tersebut diharapkan mahasiswa bisa memperoleh kemudahan dalam belajar dan dapat

menguasai tujuan belajar secara maksimal

4.3. Pengembangan Model Organisasi Instruksional ”Perilaku Penyu Bertelur

di Pantai Sukamade”.

Sumber belajar yang digunakan sebagai model ialah ”Perilaku Penyu Bertelur di

Pantai Sukamade”. Tujuannya adalah untuk memperoleh kejelasan tentang perilaku

penyu bertelur dari pengalaman belajar langsung di alam.

Pengembangan tujuan

a. Pengembangan ketrampilan (pangamatan, inferensi, konseptualisasi)

b. Pengembangan sikap (teliti, disiplin, jujur, tekun, bekerja tuntas)

c. Pengembangan konsep (Karakteristik habitat tempat penyu bertelur,

karakteristik perilaku penyu bertelur)

d. Pengembangan prinsip (Batas toleransi organisme tarhadap faktor

lingkungan, batas toleransi kehidupan reproduktif organisme)

49

Page 50: BM Biologi Lingkungan-Penyu

e. Pengembangan hukum (Hukum minimal dari Liebig, Hukum toleransi

dari Shelford)

Pengembangan evaluasi

a. Evaluasi ketrampilan dapat diperhatikan dari (pangamatan, inferensi,

konseptualisasi)

b. Pengembangan sikap (teliti, disiplin, jujur, tekun, bekerja tuntas)

c. Pengembangan konsep (Karakteristik habitat tempat penyu bertelur,

karakteristik perilaku penyu bertelur)

d. Pengembangan prinsip (Batas toleransi organisme tarhadap faktor

lingkungan, batas toleransi kehidupan reproduktif organisme)

e. Pengembangan hukum (Hukum minimal dari Liebig, Hukum toleransi

dari Shelford)

Bahan dan Alat

a. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu satwa penyu di pantai

Sukamade yang sedang menunjukkan perilaku bertelur.

b. Alat yang digunakan meliputi :

- Termometer air raksa

- Termometer tanah

- Roll meter

- Alat tulis

- Kalkulator

- Kamera

- Senter 7 baterai

- Lembar kerja kegiatan lapangan

● Prosedur Kerja

a. Inventarisasi tempat-tempat peneluran penyu di pantai Sukamade.

- Kegiatan ini dilakukan melalui wawancara dengan penduduk

pantai sepanjang pantai peneluran penyu.

- Pengumpulan data sekunder, berupa literatur maupun laporan –

laporan yang sudah ada.

50

Page 51: BM Biologi Lingkungan-Penyu

b. Analisis karakteristik habitat tempat penyu bertelur meliputi (vegetasi

pantai yang ada, tipe pasir, suhu pasir permukaan, kedalaman, jenis

satwa yang ada di sekitar situ, jenis gangguan).

c. Pengamatan perilaku penyu bertelur

( Dilakukan pada malam hari jam 19.30 – 24.00 )

Parameter untuk mengatakan gejala perilaku penyu bertelur, menurut

Carr dan Ogren (1960) dalam Sutarto (2003) tahapan penyu

meletakkan telurnya dipantai yaitu :

- Menepi dan muncul dipermukaan

- Memilih arah dan merayap dari gelombang laut ke darat

- Menyeleksi tempat untuk bersarang

- Menentukan tempat yang sesuai

- Penggalian lubang badan

- Penggalian lubang telur

- Pengeluaran telur

- Pengisian dan menutupi lubang telur

- Penutupan lubang badan dan menyembunyikan sarang

- Memilih arah kembali

- Masuk ke gelombang dan mengarungi laut

- Buatlah catatan data perilaku penyu bertelur dari masing-

masing tahapan di atas dan catatlah waktu yang digunakan

penyu untuk menyelesaikan tahapan tersebut

- Buatlah catatan tambahan bila perlu

- Buatlah tabel susunan data dari masing – masing kelompok

- Bandingkan dan diskusikan data dari semua kelompok

pengamatan

- Rumuskan konsep – konsep apa yang ditemukan dari data

tersebut ( dibimbing asisten )

4.4 Merumusakan Analisis Kejadian

Menganalisis data yang diperoleh dengan kajian literatur yang mendukung.

51

Page 52: BM Biologi Lingkungan-Penyu

4.5 Pengembangan Konsep

Hasil kajian empirik diatas lebih lanjut dapat digunakan untuk pengembangan

konsep ( jelaskan konsep apa saja ).

4.6 Melakukan Analisis Makna Pantai Sukamade Taman Nasional Meru Betiri

Sebagai Laboratorium Alam Sumber Belajar Biovertebrata berbasis

lingkungan.

Analisis makna dilakukan baik dari segi proses maupun produk karena makna

sebagai sumber belajar dipandang dari analisis besarnya untuk mengembangkan baik

ketrampilan belajar biologi maupun hasil pengetahuannya.

4.7 Waktu yang diperlukan, tiga kali kontak dengan perincian :

e. Kontak pertama pengarahan kerja dan menerangkan tentang biologi penyu ( di

laboratorium biologi )

f. Kontak kedua pengamatan perilaku penyu bertelur di pantai Sukamade

g. Kontak ketiga adalah diskusi hasil pengamatan dan evaluasi

Diskusi Pengembangan :

1. Bagaimana tata urutan (tahapan) perilaku penyu bertelur di Pantai Sukamade

2. Identifikasikan perilaku yang ditampilkan pada masing-masing tahapan tersebut.

3. Apa manfaat penyu membuat penyamaran sarang telur setelah bertelur (pola

kamuflase)

4. Bagaimana perilaku penyu membuat pola penyamaran tersebut.

Namun jika pembelajarn dengan pengamatan langsung sulit dilaksanakan

(misalnya karena kondisi cuaca kurang baik), maka pembelajaran dapat diganti

dengan media VCD.

STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN VCD

ALAT DAN BAHAN

i. VCD player dan perlengkapannya

ii. Program VCD Perilaku bertelur penyu di Pantai Sukamade

iii. Data-data/tabel-tabel hasil penelitian tentang : a) Kondisi fisik

pantai Sukamade (data panjang pantai, lebar pantai dan kelandaian

pantai);b) Karakteristik habitat tempat penyu bertelur (data vegetasi pantai,

52

Page 53: BM Biologi Lingkungan-Penyu

tipe pasir, suhu pasir permukaan dan kedalaman, jenis satwa dan jenis

gangguan lain)

PROSEDUR KERJA:

1. Analisis kondisi fisik pantai (analisis data)

Tabel 1. Kondisi Fisik Pantai Sukamade

No Kondisi Fisik Pantai Sukamade Keterangan

1 Panjang pantai peneluran ± 2.8 km

2 Lebar pantai peneluran Intertidal: 22 – 52 m;

supratidal: 16 – 32 m

3 Kelandaian/kemiringan pantai 5 – 17 0

2. Analisis habitat tempat penyu bertelur (analisis data)

2.1. Analisis vegetasi

Tabel Jenis Vegetasi Pantai

Tingkat Herba

No Nama Daerah Nama Ilmiah

1 Pandan Pandanus tectorius

2 Bakung Crinum asiaticum

3 Krandan Canavalia eusiformis

4 Asem asam Ipomea pescaprae

5 Palelar

Tingkat tiang

No Nama Daerah Nama Ilmiah

1 Waru Hibiscus tiliaceus

2 Nyamplung Callophyllum inobhyllum

3 Krangkong Barringtonia insignis

53

Page 54: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Tingkat pohon

No Nama Daerah Nama Ilmiah

1 Apak Ficus benjamina

2 Waru Hibiscus tiliaceus

3 Cembirit Voacanga grandifolia

4 Keben Barringtonia asiatica

2.2. Analisis tipe pasir pantai Sukamade

Tabel 2. Fraksi Pasir Pantai Sukamade

Lokasi Fraksi pasir

Pantai Sukamade Pasir : 92,09 %

Debu : 2,57 %

Liat : 0,83 % - 1,01 %

2.3. Analisis suhu pasir paermukaan dan kedalam

Data parameter lingkungan fisik Pantai Sukamade

No SSp SSs Ssso SPp SPs Spso Kp Ks Kso Kdlmn1. 27.8 28.3 28.9 25.6 33.3 33.3 60 72 68 582. 28.9 33.3 32.2 28.9 37.7 36.7 60 60 75 423. 30 32 32.2 27.8 41.1 35.5 73 60 73 414. 31.1 34.4 34.4 27.8 42.2 38.9 52 62 52 515. 27.8 36.6 33.3 25.6 42.2 36.7 60 60 60 506. 27.8 32.2 30 26.7 42.2 34.4 60 62 75 487. 30 32 32.2 25.6 37.7 33.3 62 80 60 458. 27.8 28.3 28.9 22.2 35.5 33.3 60 55 68 509. 31.1 34.4 32.8 28.9 43.3 36.7 62 80 60 5510. 31.1 36.1 32 28.9 41.1 35.6 80 68 60 5011. 30 35 33.3 25.6 41.1 37.8 90 60 80 4512. 28.9 35.6 35.6 26.7 42.2 37.8 68 62 62 5513. 30 35.6 35.6 25.6 42.2 38.7 80 50 60 5214. 27.8 37.8 32 25.6 43.3 38.9 72 90 52 4815. 28.9 32.2 35.6 26.7 35.5 36.7 60 62 60 4116. 30 32 34.4 25.6 43.3 34.4 60 55 62 5117. 31.1 28.3 33.3 22.2 41.1 33.3 62 60 60 5018. 27.8 34.4 30 28.9 41.1 33.3 60 90 62 4819. 27.8 36.1 32.2 28.9 42.2 36.7 62 60 80 4520. 30 35 28.9 25.6 42.2 35.6 80 68 55 50

54

Page 55: BM Biologi Lingkungan-Penyu

21. 27.8 35.6 32.8 26.7 43.3 37.8 73 80 80 5522. 31.1 35.6 32 25.6 42.2 37.8 52 72 68 5023. 31.1 37.8 33.3 25.6 42.2 38.7 60 62 60 4524. 30 28.3 35.6 25.6 42.2 38.9 72 80 60 5525. 28.9 33.3 35.6 28.9 37.7 37.8 60 55 60 5226. 30 32 32 27.8 35.5 38.7 60 80 80 4827. 27.8 34.4 35.6 27.8 43.3 38.9 62 68 62 4528. 31.1 36.6 32.2 25.6 41.1 36.7 60 60 60 5029. 31.1 32.2 28.9 22.2 35.5 34.4 62 68 52 5530. 30 32 32.8 28.9 43.3 33.3 80 80 60 50

Keterangan: SSP,SSs,Ssso : Suhu sarang pagi, siang sore ( 0C ) SPp,SPs,Spso : Suhu permukaan pagi, siang, sore (0C) Kp,Ks,Kso : Kelembapan pagi, siang, sore ( % ) Kdlmn : Kedalaman ( cm ).

2.4. Analisis Jenis sawa (predator)

Tabel 3. Nama Predator dan yang dimangsa

No Nama predator Yang dimangsa

1 Harimau Tukik dan telur

2 Babi hutan Telur

3 Biawak Tukik dan telur

4 Anjing hutan Tukik

5 Musang Tukik

6 Elang Tukik

7 Semut Tukik

iv. Pengamatan perilaku penyu bertelur (dengan VCD)

4.1.Amatilah perilaku bertelur penyu melalui program VCD yang tersedia

4.2. Identifikasikan perubahan perilaku pada setiap tahapan yang saudara amati.

4.3. Buatlah tata urutan (tahapan) perilaku penyu bertelur

(Bandingkan dan diskusikan data dari semua kelompok pengamatan, rumuskan

konsep-konsep apa yang ditemukan dari data tersebut/dibimbing asisten)

4.4 Merumuskan Analisis Kejadian

Menganalisis data yang diperoleh dengan kajian literatur yang mendukung.

55

Page 56: BM Biologi Lingkungan-Penyu

4.5 Pengembangan Konsep

Hasil kajian empirik diatas lebih lanjut dapat digunakan untuk pengembangan

konsep ( jelaskan konsep apa saja ).

4.6 Melakukan Analisis Makna Pantai Sukamade Taman Nasional Meru Betiri

Sebagai Laboratorium Alam Sumber Belajar Biovertebrata berbasis lingkungan.

Analisis makna dilakukan baik dari segi proses maupun produk karena makna

sebagai sumber belajar dipandang dari analisis besarnya untuk mengembangkan baik

ketrampilan belajar biologi maupun hasil pengetahuannya.

DATA DATA TAMBAHAN DAN FOTO-FOTO YG DAPAT DIPERGUNAKAN

UNTUK DISKUSI PENGEMBANGAN

Tabel 4. Waktu naik dan kembali ke laut penyu hijau yang bertelur

Sampel Saat naik ke pantai

(WIB)

Saat kembai ke

laut (WIB)

Lamanya waktu

berteur (menit)

1 18.08 20.50 162

2 20.07 22.38 151

3 20.15 23.04 169

4 20.50 23.25 155

5 21.20 23.57 157

6 21.30 23.58 148

7 22.01 24.52 171

8 24.13 02.49 158

9 24.17 02.46 149

10 01.05 03.35 150

11 0.20 04.43 143

Rata-rata 155.5

56

Page 57: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Tabel 5. Waktu yang dibutuhkan tiap tahapan pada saat penyu hijau berteur (menit)

Tahapan/sampel S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 Rerata

Seleksi habitat 22 28 37 15 25 16 24 32 26 24 20 24.5

Gali lubang tubuh 25 24 20 22 30 30 29 26 20 25 28 25.4

Gali lubang telur 30 21 20 24 15 24 23 20 22 22 21 22

Bertelur 16 13 19 18 17 15 15 15 16 14 12 15.5

Tutup lubang telur 10 9 15 10 8 10 12 12 15 10 11 11.1

Tutup luban tubuh

& penyamaran 45 43 48 56 50 47 60 41 40 44 37 46.5

Kembali ke laut 14 13 10 10 12 6 8 10 10 11 14 10.7

Foto-foto Penyu hijau (Chelonia midas)

Foto 1. Telur-telur penyu hijau

Foto 2. Perilaku penyu hijau membuat sarang

Foto 3. Penyu hijau dalam posisi bertumpu menjelang dan sampai selesai bertelur

57

Page 58: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Foto 4. Morfologi Penyu hijau

Foto 5. Jejak penyu

Foto 6. Penyu hijau yang dijumpai di Pantai Sukamade

Uraian Fisik penyu hijau

Memiliki warna kuning kehijauan atau coklat hitam gelap

Cangkangnya bulat telur bila dilihat dari atas dan kepalanya relatif kecil dan

tumpul

Ukuran panjang adalah antara 80 hingga 150 cm dan beratnya dapat mencapai

132 kg

58

Page 59: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Ekologi dan habitat

Penyu hijau sangat jarang ditemui di perairan beriklim sedang, tetapi sangat banyak

tersebar di wilayah tropis dekat dengan pesisir benua dan sekitar kepulauan.

Perkembangbiakan

Usia untuk kematang seksualnya tidaklah pasti: perkiraan saat ini sekitar 45 hingga 50

tahun. Penyu hijau betina bermigrasi dalam wilayah yang luas, antara kawasan mencari

makan dan bertelur, tetapi cenderung untuk mengikuti garis pantai dibandingkan

menyeberangi lautan terbuka. .

Makanan

Penyu hijau dewasa serupakan penyu laut herbivora. Makanan

utama mereka dalah lamun laut atau alga, yang hidup di perairan

tropis da subtropik. Tetapi anak-anaknya diasumsikan omnivore

untuk mempercepat pertumbuhan tubuh mereka. Kemungkinan

besar terjadi transisi bertahap, saat penyu mencapai besar yang

cukup untuk dapat menghindari predatornya.

Populasion dan Distribusi

Di kawasan pesisir Afrika, India dan Asia Tenggara serta sepanjang garis pantai pesisir

Australia dan Kepulauan Pasifik Selatan. terdapat sejumlah kawasan peteluran dan

kawasan mencari makan penting bagi penyu hijau. Mereka juga dapat ditemukan di

Mediterania dan terkadang di kawasan utara hingga perairan pesisir Inggris.

Ancaman

Hilang dan rusaknya habitat

Pembangunan yang tidak terkendali menyebabkan rusaknya pantai-pantai yang penting

bagi penyu hijau untuk bertelur. Demikian juga habitat tempat penyu hijau mencari

makan seperti terumbu karang dan hamparan lamun laut terus mengalami kerusakan

akibat sedimentasi atau pun pengrusakan oleh manusia.

Pengambilan secara langsung

Para peneliti memperkirakan setiap tahun sekitar 30.000 penyu hijau ditangkap di Baja,

Kalifornia dan lebih dari 50.000 penyu laut dibunuh di kawasan Asia Tenggara

(khususnya di Bali, Indonesia) dan di Pasifik Selatan.

© WWF-Indonesia/Dewi Satriani

59

Page 60: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Di banyak negara, anak-anak penyu laut ditangkap, diawetkan dan dijual sebagai cendera

mata kepada wisatawan. .

Pengambilan secara tidak langsung

Setiap tahu, ribuan penyi hijau terperangkap dalam jaring penangkap. Penyu laut

merupakan reptile dan mereka bernafas dengan paru-paru, sehingga saat mereka gagal

untuk mencapai permukaan laut mereka mati karena tenggelam.

Penyakit

Di sejumlah kepulauan Hawai, hampir 70% dari penyu hijau yang terdampar, terkena

fibropapillomas, penaykit tumor yang dapat membunuh penyu laut. Saat ini, penyebab

tumor belum diketahui.

Pemangsa Alami

Penyu laut dapat mengeluarkan lebih dari 150 telur per sarang dan bertelur beberapa kali

selama musimnya, agar semakin banyak penyu yang berhasil mencapai tingkat dewasa.

Keseimbangan antara penyu laut dan pemangsanya dapat menjadi lawan bagi

keberlanjutan hidup penyu saat pemangsa baru diintroduksi atau jika pemangsa alami

tiba-tiba meningkat sebagai hasil dari kegiatan manusia. Seperti yang terjadi di pantai

perteluran di Guianas, kini anjing menjadi ancaman utama bagi telur dan penetasan.

60

Page 61: BM Biologi Lingkungan-Penyu

DAFTAR PUSTAKA

Agus. D. 1985. Kehidupan Penyu Daging. Majalah Suara Alam No. 32, tahun VII. Feb. 1985 Yayasan Indonesia Hijau. Jakarta

Amin Moh. 1978. Mengajarkan Science dengan Menggunakan Metode Discovery Inquiry. FKIE-IKIP Yogyakarta.

AUSAID. 2005. Pelatihan Tim Sekolah 2A, Australia Government. AUSAID. Gedung Graha Bina Insani Jember.13-15 Juli 2005. Managed by IDP Education Australia.

Balai Taman Nasional Meru Betiri di Jember dan Banyuwangi, 1999-2003.

Barba H. Roberta. 1995. Science in The Multicultural Classroom. USA. Allya and Bacon.

Barbara Mang. 2001. Didaktik dan Metodik (Belajar dan Mengajar Sistem Jerman). Kerjasama Republik Indonesia dan Republik Federal Jerman. Bandung

Borich D. Garry. 1992. Effective Teaching Method. New Jersey Prentice Hall Inc.

Bustard, R.H. 1972. Sea Turtle Natural History and Conservation. Collin. Sydney

Carr, A H. Hirth, and L. Ogren. 1966. The Ecology and Migration of Sea Turtles an Carribean Sea. Bull. State. Mus. USA

Collette, A.T.1973. Science Teaching in The Secondary School. Allyn and Bacon. Inc Boston.

Djohar. 1984. Usaha Peningkatan Daya Guna dan Hasil Guna Penggunaan Sumber Belajar. FMIPA IKIP Yogyakarta.

Djohar. 1985. Sejarah Pendidikan Sains dan Implikasinya Bagi Pengembangan Konsep Belajar Mengajar IPA (Biologi). Cakrawala Pendidikan No. 2 Volume IV 1985. Yogyakarta.

Domantay, J.S. 1953. The turtle fisheries of the turtle island. Bull. Fish.Soc. of Phillipne. Vol 324. Bureau of Fisaheries Building. Manila

Galbraith, John K. 1967. The New Industrial State A Signet Book. New York. Library Inc.

Gega, P.C.1977. Science in Elementary Education, Third Ed. John Willey & Co. New York.

Imron Rosyidi. M. 1995. Peningkatan Proses Belajar Mengajar Melalui Pemanfaatan Sumber Belajar. makalah disampaikan pada Seminar Pelatihan

61

Page 62: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Pengembangan Strategi Belajar Mengajar di FKIP UNMUH Jember. 29-30 Nopember 1995.

Jenkins, E and R. Whitfield. 1974. Reading in Science Education. Mc. Graw Hill. London.

Lawson, A.E and C.A. Lawson. 1979. Atheory of Teaching for Conceptual Understanding, Rational Thought, and Creativity. In: Lawson, A.E. ed. The Psychology of Teaching for Thingking and Creativity.1980. AETS YEAR BOOK. Eric Clearinghouse for Science, Mathematics and Environmental Education. The Ohio State University. Ohio. p:104.

Marlock. H. and.M. Harless. 1979, Turtles Perspective and Research. A Willey Interscience Pyublication, New York,

Newman, Donald B. 1993. Experiencing Elementary Science. Belmont Wadsworth Publishing Company.

Nursahid Rosek. 1999. Mengapa Satwa Liar Punah?. KSBK dan Yayasan KEHATI, Malang. Indonesia.

Odum, E,P. 1962. Fundamentals of Ecology, Second Edition. W.B. Saunders Co. Philadelphia

Prawoto. 1984. Pemanfaatan Sumber Belajar Melalui Usaha Simplifikasi dan Manipulasi. IKIP Yogyakarta.

Priyono, A. 1985. Studi Reproduksi Penyu Daging di Pantai Sukamade, Kab. Banyuwangi. Karya Ilmiah Fakultas Perikanan IPB, Bogor

Ridha, 1992. Studi Habitat Peneluran Penyu Hijau di Pantai Pangumbahan Kab. Sukabumi. Skripsi Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Saxe David, Warren. 1994. Social Studies for The Rlementary Teacher. Massachussetts. Allya and Bacon.

Schulz, J.P. 1975. Sea Turtle Nesting in Suriname. Suriname Forest Service. Suriname

Sumaryanto. 1998. Kajian Karakteristik Lokasi Peneluran Penyu Hijau di Pantai Bandulu Kec, Anyer Kab Serang Jawa Barat. Skripsi Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Sutarto, 2003. Kajian karakteristik Lokasi peneluran penyu hijau ( Chelonia mydas) di Pantai Sukamade. Skripsi, Jurusan Konservasi sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

62

Page 63: BM Biologi Lingkungan-Penyu

Sutrisno. 2003. Pemikiran Tentang Kurikulum Pendidikan Tinggi Program Akademis Bidang Matematika dan Sains Berbasis Kompetensi. Makalah disampaikan pada Workshop Kurikulum Pendidikan MIPA Jakarta 2003.

Suwito, Umar. 1984. Identifikasi Sumber Belajar. IKIP Yogyakarta.

Taman Nasional Meru Betiri, 1996. Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur II. Indonesia.

Torrence, E.P. 1979. A Three-Stage Model for Teaching for Creative Thingking. In: Lawson, A.E. ed. The Psychology of Teaching for Thingking and Creativity.1980. AETS YEAR BOOK. Eric Clearinghouse for Science, Mathematics and Environmental Education. The Ohio State University. Ohio. p:104. The Ohio State University. Ohio. p: 227.

Wibowo Danny, 2004. Karakteristik Lokasi Peneluran Penyu hijau (Chelonia mydas) Di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur. Laporan Tugas Akhir Program diploma III konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

Witzell, W.N. 1983. Synopsis of Biological Data on The Hawkbill Turtle (Eretmocheleys imbricata). FAO. Rome

Wynne Harlen, 1983. Guides to Assesment in Education. SCIENCE. Macmillan Education. London

63