40
INDONESIAN ECONOMIC REVIEW AND OUTLOOK Macroeconomic Dashboard Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada No 3/Tahun II/September 2013

Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

INDONESIAN ECONOMIC

REVIEW AND OUTLOOK

Macroeconomic DashboardFakultas Ekonomika dan BisnisUniversitas Gadjah Mada

No 3/Tahun II/September 2013

Kemacetan di Yogyakarta

Harga sembako melambung tinggi

Page 2: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Kata PengantarIndonesian Economic Review and Outlook (IERO) merupakan

buletin kuartalan yang diterbitkan oleh Macroeconomic

Dashboard, Jurusan Ilmu Ekonomi – Fakultas Ekonomika dan

Bisnis, Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) yang bekerja

sama dengan PT Bank Mandiri, Tbk.

IERO kali ini mengangkat tema “Situasi Kritis Ekonomi

Indonesia: Selamat atau Terjerembab?” Instabilitas ekonomi

makro terus meningkat akibat nilai tukar rupiah yang terus

terdepresiasi, inflasi yang terus menanjak, meningkatnya

defisit transaksi berjalan, serta cadangan devisa yang semakin tergerus membuat

Indonesia memasuki “lampu kuning” krisis. Selain itu, perlambatan pertumbuhan

ekonomi Indonesia tidak lepas dari memburuknya ekonomi emerging economies serta

kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian. Hal ini sejalan dengan hasil

prediksi GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI).

GAMA LEI adalah acuan yang dihasilkan Macroeconomic Dashboard untuk

memprediksi keadaan ekonomi Indonesia di masa mendatang. Sejak IERO diluncurkan

pada Desember 2012, GAMA LEI telah membuktikan mampu meramalkan keadaan

ekonomi Indonesia secara akurat dan tepat. Tujuan dihasilkannya GAMA LEI adalah

untuk membantu para pembuat kebijakan publik dan pengambil keputusan bisnis agar

dapat memantau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan, sehingga

mereka dapat mengantisipasi keadaan ekonomi.

Pada edisi ini, IERO juga membahas situasi Indonesia yang berada di bawah bayang-

bayang “sindrom” krisis sebagai topik current issue. Kajian ini diharapkan dapat

memberikan gambaran tentang kondisi Indonesia sehingga para stakeholder dapat

melakukan penanganan lebih cepat dan tepat agar Indonesia tidak terperosok ke dalam

jurang krisis.

Penerbitan IERO yang senantiasa menyajikan berbagai tema hangat diharapkan dapat

membantu para pembuat kebijakan publik dan pengambil keputusan bisnis serta civitas

academica dalam mendapatkan informasi yang aktual terkait perekonomian Indonesia.

Selamat membaca

Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc

Head of Researcher

Macroeconomic Dashboard

Page 3: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

1

Indonesian Economic Review and Outlook

I. Perkembangan Ekonomi Terkini

Perekonomian nasional saat ini berada dalam critical point. Faktor

melemahnya nilai tukar rupiah, inflasi yang terus naik bahkan

mencapai puncak tertinggi sejak Asian Financial Crisis 1998/1999,

disertai peningkatan defisit transaksi berjalan dan semakin

tergerusnya cadangan devisa akibat capital outflow serta besarnya

utang luar negeri swasta jangka pendek yang jatuh tempo membuat

instabilitas perekonomian Indonesia meningkat. Memburuknya

indikator-indikator makro ekonomi Indonesia sudah berlangsung

lebih dari satu tahun terakhir ini. Selain itu, tekanan yang dihadapi

ekonomi nasional disebabkan juga oleh semakin memburuknya

ekonomi emerging economies serta kondisi ekonomi global yang

masih penuh ketidakpastian. Hal ini harus diwaspadai karena bisa

berlanjut ke tahapan yang lebih buruk dan menyebabkan Indonesia

masuk ke dalam lubang krisis.

Dimulai dengan Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB), perlambatan

pertumbuhan ekonomi nasional sudah terjadi sejak empat kuartal

terakhir. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Perubahan (APBN-P) 2013 pemerintah menetapkan pertumbuhan

ekonomi mencapai 6,3%. Namun, di tengah kondisi perekonomian

global yang belum stabil, pencapaian target PDB tersebut tidaklah

mudah. Sulitnya pencapaian target pertumbuhan ekonomi tahun

2013 tercermin dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2013 yang

masih di bawah ekspektasi pemerintah, tercatat sebesar 6,03% (yoy)

dan terus melambat di kuartal II-2013 menjadi 5,81% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2013 yang melambat dari kuartal

sebelumnya selaras dengan hasil prediksi GAMA Leading Economic

Indicator (GAMA LEI). Selama ini GAMA LEI terbukti mampu

memprediksi kondisi ekonomi Indonesia secara akurat, bahkan

pada edisi sebelumnya prediksi GAMA LEI mampu mematahkan

prediksi berbagai lembaga lainnya.

Dari sisi pengeluaran, ekonomi Indonesia yang melambat

disebabkan karena melambatnya pertumbuhan investasi, yang

tercermin dari menurunnya pertumbuhan Pembentukan Modal

Tetap Bruto (PMTB) pada kuartal II-2013, menjadi 4,67% dari 12,47%

pada kuartal II-2012.

Page 4: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

2

Perkembangan Ekonomi Terkini

Selain itu, Konsumsi Pemerintah juga menurun sangat tajam akibat

rendahnya penyerapan anggaran pemerintah hingga sekarang ini.

Pada kuartal II-2013, pertumbuhan Konsumsi Pemerintah hanya

2,13% padahal di kuartal II-2012 mampu tumbuh mencapai 8,64%.

Selain itu, meskipun pada kuartal II-2013 ekspor meningkat 4,78%

(yoy) dibandingkan kuartal II-2012 yang tercatat sebesar 2,63%,

namun pertumbuhan ini masih tergolong rendah karena di bawah

target pertumbuhan ekspor pada APBN-P 2013, yaitu sebesar 6,6%.

Dari sisi lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada

kuartal II-2013, secara year on year, dibandingkan kuartal sebelumnya

terjadi di semua sektor, kecuali sektor Pengangkutan dan

Komunikasi yang tumbuh sebesar 11,46% dan sektor Listrik, Gas,

dan Air Bersih yang naik tipis menjadi 6,60%.

Dalam rangka merespon meningkatnya instabilitas ekonomi makro

karena merosotnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, pemerintah

mengeluarkan empat paket kebijakan. Kebijakan tersebut meliputi

penetapan pajak barang mewah lebih tinggi untuk mobil completely

build up (CBU) dan barang impor bermerk dari rata-rata 75% menjadi

Gambar 1: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000.

Menurut Pengeluarana, Tahun 2005 – 2013* (yoy, dalam %)

Sejak 10 kuartal terakhir baru sekarang ini laju pertumbuhan PDB berada di bawah 6%

Sumber: BPS dan CEIC (2013)

Page 5: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

3

Indonesian Economic Review and Outlook

125% hingga 150%. Selain itu, paket kebijakan pemerintah tersebut

juga menegaskan pemberian insentif kepada industri padat karya,

termasuk keringanan pajak; pemerintah juga berkoordinasi dengan

bank sentral menjaga gejolak harga dan inflasi; serta mengefektifkan

sistem layanan terpadu satu pintu perizinan investasi. Paket

kebijakan ini diharapkan mampu menyelamatkan perekonomian

Indonesia di tengah semakin memburuknya perekonomian

emerging economies, serta ketidakpastian ekonomi global. Namun,

ternyata paket tersebut tidak mampu meredam volatilitas ekonomi

makro, rupiah terus terdepresiasi, dan IHSG terus turun.

Meskipun pertumbuhan ekonomi melambat, pemerintah

mengklaim telah berhasil menekan angka kemiskinan. Namun,

penting untuk dicermati apakah batas garis kemiskinan yang

dijadikan parameter oleh pemerintah sudah mencerminkan

peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Sebagaimana dirilis oleh BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia

turun dari 11,66% pada September 2012 menjadi 11,37% pada Maret

2013 atau setara 28,07 juta orang. Menurut BPS, garis batas

kemiskinan meningkat 4,66% dari IDR 259.520 per kapita per bulan

pada September 2012 menjadi IDR 271.626 per kapita per bulan pada

Maret 2013. Dengan tidak bermaksud mendiskreditkan pemerintah,

Gambar 2: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000.

Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2005 – 2013* (yoy, dalam %)Target pertumbuhan ekonomi sulit tercapai

Sumber: BPS dan CEIC (2013)

Page 6: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

4

namun tentunya akan sulit bagi masyarakat untuk hidup layak

dengan batas garis kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Meski demikian, pemerintah terus berusaha menurunkan angka

kemiskinan. Salah satu usahanya adalah ditingkatkannya anggaran

untuk penanggulangan kemiskinan dari IDR 53,1 triliun di tahun

2007 menjadi sebesar IDR 115,5 triliun pada tahun 2013. Dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah, pemerintah menargetkan

angka kemiskinan tahun 2013 menjadi sekitar 9,5% - 10,5%. Namun,

keberhasilan pemerintah mencapai target angka kemiskinan

tergantung dari keberhasilan pemerintah menekan inflasi. Jika

pemerintah tidak berhasil menjaga inflasi, maka penduduk yang

hampir miskin bisa jatuh ke bawah garis kemiskinan.

Perkembangan Moneter

Gambar 3: Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, Tahun 2004 – 2013* Pemerintah klaim jumlah penduduk miskin menurun, namun jumlah penduduk miskin masih besar

Sumber: Berita Statistik BPS No. 47/07/Th. XVI, 1 Juli 2013

II. Perkembangan Moneter

A. Jumlah Uang Beredar

Pada bulan Juli 2013, bank sentral mencatat jumlah uang beredar M1

dan M2 mencapai IDR 903, 29 triliun dan IDR 3.529,66 triliun.

Dengan demikian, terdapat peningkatan dalam jumlah uang

beredar M1 di mana pada Juli 2013 MI tumbuh 17% (yoy), naik

dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,2%

(yoy). Sementara itu, pertumbuhan M2 juga tercatat meningkat

15,5% (yoy) pada Juli 2013 dibandingkan bulan Juni 2013 yang

tumbuh sebesar 11,9% (yoy).

Page 7: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

5

Indonesian Economic Review and Outlook

Tingginya pertumbuhan uang beredar di bulan Ramadhan dan

Lebaran, mendorong laju inflasi bulan Agustus 2013. Berdasarkan

data Bank Indonesia (BI) penarikan uang tunai oleh masyarakat pada

periode 10 Juli –2 Agustus 2013 mencapai IDR 97 triliun atau 94,1%

dari estimasi kebutuhan uang tunai selama Lebaran yang mencapai

IDR 103,1 triliun.

BPS mengumumkan inflasi Agustus 2013 mencapai 8,79% (yoy),

setelah mencatat inflasi yang cukup tinggi pada bulan sebelumnya

yang tercatat sebesar 8,61% (yoy). Dengan demikian, maka inflasi

tahun kalender Januari-Agustus 7,94%, telah melampaui asumsi

inflasi APBN-P 2013 yang sebesar 7,2%.

Pemicu inflasi bulan Agustus 2013 terutama karena tekanan dari

beberapa harga komoditas hortikultura dan berlanjutnya tekanan

harga bawang merah dan daging sapi, sehingga menyebabkan inflasi

bergejolak (volatile) masih cukup tinggi yakni mencapai 16,52% (yoy).

Sedangkan pada Agustus 2013, inflasi kelompok harga diatur

pemerintah (administered prices) mencapai 15,4% (yoy), yang

didorong kenaikan tarif angkutan selama periode Lebaran dan

kenaikan tarif listrik. Sementara itu, inflasi inti mencapai 4,48% (yoy).

B. Tingkat Inflasi

Sumber : Bank Indonesia dan CEIC (2013)

Gambar 4 : Jumlah Uang Beredar, Tahun 2011 – 2013* (dalam IDR Triliun)Meningkatnya jumlah uang beredar turut mendorong laju inflasi Agustus 2013

Page 8: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

6

Perkembangan Ekonomi Terkini

Sumber : BPS dan CEIC (2013)

Gambar 6: Tingkat Inflasi Tahun 2009 - 2013* Menurut Kelompok Pengeluaran (mtm, dalam %)

Tekanan inflasi yang semakin meningkat menjadi ancaman bagi perekonomian nasional

Dari data yang dirilis BPS, inflasi Agustus 2013 terjadi karena adanya

kenaikan harga di seluruh kelompok pengeluaran. Angka tertinggi

penyumbang inflasi Agustus 2013 (mtm) adalah kelompok sandang

1,81%, bahan makanan 1,75%, serta kelompok pendidikan, rekreasi,

dan olahraga 1,36%. Tingginya inflasi bulan Agustus 2013 tidak lepas

dari dampak bulan Ramadhan dan Lebaran yang menyebabkan

meningkatnya permintaan sandang dan bahan makanan.

Selain itu, inflasi Agustus 2013 (mtm) juga didorong oleh kelompok

Gambar 5: Tingkat Inflasi, Tahun 2011 – 2013* (YoY, dalam %)

Tingginya inflasi Agustus 2013 terutama berasal dari inflasi harga diatur pemerintah dan harga bergejolak..

Sumber : BPS dan CEIC (2013)

Page 9: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

7

Indonesian Economic Review and Outlook

makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,68%; kelompok;

kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,66%;

kelompok sandang 1,81%; kelompok kesehatan 0,37%; dan

kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan 0,95%.

Di awal tahun 2013, Bank Indonesia mematok suku bunga acuan (BI

rate) sebesar 5,75%. Kemudian, di bulan Juni 2013, bank sentral

menaikkan 25 basis poin ke level 6% . Kebijakan ini diambil BI

sebagai antisipasi terhadap inflasi dan respon terhadap pelemahan

rupiah seiring dengan arus keluar modal asing mulai akhir Mei 2013.

Kemudian pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI tanggal 11 Juli

2013, bank sentral kembali menaikkan BI rate sebesar 50 basis poin

menjadi 6,5%. Kebijakan ini diambil BI sebagai upayanya merespon

semakin tingginya ekspektasi inflasi serta memelihara kestabilan

makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan ditengah

ketidakpastian pasar keuangan global.

Menyikapi pelemahan rupiah yang terus berlangsung serta

dinamika perubahan ekonomi global dan nasional, Bank Indonesia

mengadakan RDG bulanan tambahan pada Kamis, 29 Agustus 2013

yang memutuskan untuk menaikkan BI rate sebesar 50 basis poin

menjadi 7%.

C. Tingkat Suku Bunga

Gambar 7: Perkembangan BI Rate, Suku Bunga SBI, Deposito, dan Penjaminan,

Tahun 2009 - 2013* (dalam % )

Suku bunga acuan naik menjadi 7%

Sumber : Bank Indonesia dan CEIC (2013)

Page 10: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

8

Perkembangan Moneter

Selanjutnya, sehubungan dengan tekanan yang masih dihadapi oleh

rupiah, Bank Indonesia kembali menaikkan BI rate dalam RDG

tanggal 12 September 2013 menjadi 7,25%. Keputusan BI menaikkan

suku bunga acuan diambil untuk membantu menjaga kurs mata uang

rupiah agar tidak jatuh lagi karena suku bunga dalam rupiah jadi

lebih atraktif. Kebijakan ini juga sebagai bagian dari langkah bank

sentral dalam menekan defisit transaksi berjalan. Selain menaikkan

BI rate, bank sentral juga memutuskan untuk menaikkan suku bunga

Lending Facility (LF) menjadi 7,25% dan suku bunga Deposit Facility

(DF) menjadi 5,5%.

Selain itu, BI juga mengeluarkan kebijakan untuk memperpendek

jangka waktu month-holding-period kepemilikan Sertifikat Bank

Indonesia (SBI) dari 6 bulan menjadi 1 bulan. BI juga memutuskan

untuk memperhitungkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI)

sebagai komponen Giro Wajib Minimum (GWM) Sekunder.

Kebijakan lainnya adalah bank sentral memutuskan untuk

memperkuat kerjasama antara bank sentral dengan memperpanjang

Bilateral Swap Arrangement (BSA) antara Bank Indonesia dengan Bank

of Japan . Bank Indonesia telah menandatangani perpanjangan BSA

dengan Bank of Japan sebagai agen Menteri Keuangan Jepang

sebesar USD 12 miliar, berlaku efektif 31 Agustus 2013.

Gambar 8 : Cadangan Devisa Indonesia Tahun 2011- 2013* (dalam USD Milyar)Cadangan devisa semakin tergerus

Sumber : Bank Indonesia dan CEIC (2013)

Page 11: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

9

Indonesian Economic Review and Outlook

Cadangan devisa Indonesia merupakan aset eksternal yang dapat

langsung tersedia dan berada di bawah kontrol bank sentral selaku

otorita moneter untuk membiayai ketidakseimbangan neraca

pembayaran, serta melakukan intervensi di pasar dalam rangka

memelihara kestabilan nilai tukar.

Namun, saat ini posisi cadangan devisa semakin tergerus karena

defisit transaksi berjalan yang meningkat padahal surplus transaksi

modal dan finansial belum dapat menutup defisit transaksi berjalan,

sehingga neraca pembayaran defisit. Cadangan devisa tercatat

merosot sebesar USD 20,11 miliar dari USD 112,78 miliar pada

Desember 2012 menjadi USD 92,997 miliar pada Agustus 2013.

Kondisi cadangan devisa ini membuat upaya bank sentral untuk

melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah semakin terbatas.

Padahal kebutuhan akan USD untuk pembayaran utang luar negeri

cukup besar. Berdasarkan data BI, pembayaran utang luar negeri

sepanjang Juni hingga Desember 2013 mencapai USD 28,88 miliar.

Tekanan yang tinggi pada pasar keuangan global di tengah

melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia telah memberikan

tekanan pada kinerja perdagangan dan pasar keuangan nasional.

Rencana pengurangan bertahap stimulus moneter oleh bank sentral

Amerika Serikat (the Fed) terus memberikan tekanan pada pasar

keuangan di berbagai negara. Penarikan modal dan meningkatnya

risiko investasi menyebabkan harga saham menurun serta nilai

tukar di beberapa negara emerging market melemah, termasuk

Indonesia.

Selanjutnya, akibat tekanan pasar keuangan global serta faktor

domestik terutama terkait dengan tingginya defisit transaksi

berjalan dan inflasi, pada bulan Agustus 2013 nilai tukar rupiah

terhadap USD mencapai IDR 10.924 per USD, terdepresiasi sebesar

12,64% dibandingkan bulan Januari 2013 yang tercatat berada pada

level IDR 9.698 per USD. Nilai rupiah terus menurun hingga

menembus level IDR 11.200 per USD pada tanggal 6 September 2013.

Pergerakan rupiah terhadap USD yang terus tertekan disertai

dengan cadangan devisa yang semakin tergerus membuat para

pelaku pasar panik, hal ini tercermin dari pelemahan pergerahan

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pergerakan IHSG semakin

melemah, di awal tahun 2013 IHSG berada pada level 4.453,70.

Page 12: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

10

Perkembangan Moneter

Bahkan pada bulan Mei 2013 mampu menanjak hingga level

5.068,63. Namun pada akhir Agustus 2013, IHSG merosot hingga ke

level 4.195,09.

Sehubungan dengan semakin terpuruknya IHSG, Otoritas Jasa

K e u a n g a n ( O J K ) m e n g e l u a r k a n p e r a t u r a n t e n t a n g

dimungkinkannya pembelian kembali saham (buyback) oleh emiten

tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Kebijakan buyback ini

diatur dalam Peraturan OJK No. 02/POJK 04/2013 tentang Pembelian

Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan

Publik dalam Kondisi Pasar yang Berfluktuasi secara Signifikan.

Pemberlakuan kebijakan buyback sebagai antisipasi merosotnya

harga berbagai saham big caps di pasar modal. Akibatnya, saham-

saham blue chips yang tadinya menjadi leading movers IHSG terpaksa

harus bergeser menjadi lagging movers IHSG.

Gambar 9 : Nilai Tukar dan Harga Saham, Tahun 2011 - 2013*

Nilai Rupiah terus menurun. Sejak awal tahun hingga Agustus 2013, rupiah sudah terdepresiasi sebesar 12,64%.

Sumber : Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia dan CEIC (2013)

Page 13: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

11

Indonesian Economic Review and Outlook

III. Perkembangan Fiskal dan Utang Negara

A. Perkembangan Fiskal

Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2013 mencapai 5,8% (yoy),

lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2012

sebesar 6,3%. Menurunnya kinerja ekonomi Indonesia berdampak

pada rendahnya penerimaan negara. Realisasi penerimaan negara

per 31 Agustus 2013 sebesar IDR 844,9 triliun, angka ini lebih tinggi

secara nominal dibanding periode yang sama tahun sebelumnya

IDR 798,36 triliun. Namun, pencapaian tersebut jika dibandingkan

dengan target dalam APBN-P 2013 baru mencapai 56,3%, angka ini

lebih kecil dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

58,7% dari target APBN-P 2012.

Pada saat yang sama, realisasi belanja negara mencapai IDR 945,8

triliun atau setara 54,8% dari pagu APBN P 2013 lebih tinggi

dibandingkan pada periode yang sama tahun 2012 yang hanya

mencapai 53,8% dari total pagu APBN-P 2012 atau sebesar IDR

832,824 triliun. Meskipun demikian, realisasi belanja modal hingga

Agustus 2013 masih rendah, hanya 31,4% dari total alokasi pada pos

tersebut. Realisasi subsidi BBM mencapai 66,6% dari pagu

anggaran. Realisasi pembayaran kewajiban cicilan utang luar negeri

sudah melebihi pagu anggaran yang sudah ditetapkan yaitu IDR 20

triliun dari IDR 15,8 trilliun atau 127,2% dari pagu anggaran APBN-

P 2013.

Dalam pidato kenegaraan yang disampaikan pada 16 Agustus 2013,

Presiden menyampaikan pidato terkait postur RAPBN 2014.

Beberapa asumsi makro pada RAPBN 2014 yang digunakan dinilai

terlalu optimis jika dikaitkan dengan kondisi ekonomi saat ini.

Tabel 1: APBN-P 2013 dan RAPBN 2014

Instabilitas makroekonomi yang sedang terjadi akan mengancam pencapaian asumsi indikator makro

dalam RAPBN 2014

Sumber: Kementerian Keuangan (2013)

Page 14: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

12

Dengan asumsi tersebut, pemerintah harus bekerja keras untuk

mencapai pertumbuhan ekonomi 6,4%; menjaga inflasi pada level

4,5% dan nilai tukar pada posisi IDR 9.750 per USD.

Subsidi memiliki porsi yang paling besar dari RAPBN 2014 sebesar

IDR 336,2 triliun, setara dengan 27% total belanja pemerintah pusat.

Jumlah tersebut diperkirakan dapat meningkat seiring potensi

pelemahan rupiah yang akan berdampak naiknya harga BBM. Bukan

hanya itu, pelemahan rupiah juga akan dapat meningkatkan alokasi

anggaran untuk pembayaran bunga utang luar negeri, sehingga

kondisi fiskal akan semakin tertekan. Sementara itu, belanja modal

pada RABPN 2014 mengalami kenaikan 6% dari APBNP 2013,

namun masih lebih kecil dibandingkan kenaikan belanja pegawai

sebesar 16%. Lain halnya dengan bantuan sosial, meski mengalami

penurunan 48% pada RABPN 2014, namun hal ini tetap rawan

ditunggangi oleh kepentingan politik menjelang pemilu 2014.

Penerimaan pajak (tanpa penerimaan dari cukai) tahun 2013 per 31

Agustus meningkat 7,01% secara nominal dibandingkan periode

yang sama tahun 2012. Akan tetapi, realisasi penerimaan pajak per 31

Agustus 2013 tersebut secara persentase (realisasi penerimaan pajak

dibandingkan target penerimaannya) menurun 4,84% dibandingkan

tahun sebelumnya pada periode yang sama. Secara nominal Pajak

Penghasilan (PPh) Non Migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan

Tabel 2 : Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat, 2013-2014 (IDR Triliun)

Pelemahan rupiah akan berpotensi menyebabkan pembengkakan anggaran pada pos subsidi

dan pembayaran bunga utang dalam RAPBN 2014

Sumber: Kementerian Keuangan (2013)

Perkembangan Fiskal dan Utang Negara

Page 15: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

13

Indonesian Economic Review and Outlook

Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), serta pajak lainnya

mengalami peningkatan dibanding periode yang sama sebelumnya.

Penerimaan pajak yang mengalami penurunan terjadi pada

penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 69,87% serta

Pajak Penghasilan (PPh) Migas sebesar 3,55%.

Di tahun 2014, pemerintah harus bekerja keras menurunkan defisit

anggaran seperti yang tertera pada RAPBN menjadi 1,49% dari PDB.

Pemerintah menetapkan rencana penerimaan negara naik sebesar

10,69% dari IDR 1.502 triliun menjadi IDR 1662.5 triliun. Rencana

belanja negara juga mengalami kenaikan sebesar 5,24% dari APBN-P

2013 menjadi IDR 1.816,7 triliun sebagaimana tertera dalam RAPBN

2014. Pada RAPBN 2014, belanja pemerintah pusat mengalami

kenaikan 2,8%, sedangkan transfer ke daerah jumlahnya bertambah

10,77%. dari APBN-P 2013.

Tabel 4: Defisit Anggaran dalam APBN-P 2013 dan RAPBN 2014 (IDR Triliun)

Pemerintah menargetkan penurunan defisit anggaran menjadi 1,49% terhadap PDB pada 2014

Sumber: Kementerian Keuangan (2013)

Tabel 3: Penerimaan Pajak dalam Negeri Periode 1 Januari hingga 31 Agustus 2013

(dalam IDR Miliar)Meski penerimaan pajak per 31 Agustus 2013 secara nominal meningkat 7,01% (yoy) dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya, tetapi realisasi penerimaan negara terhadap target dalam APBN-P mengalami penurunan sebesar 4,84%.

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak (2013)

Page 16: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

14

Perkembangan Fiskal dan Utang Negara

Meskipun demikian, optimisme pemerintah untuk mengurangi

defisit APBN 2014 ini akan mendapat tantangan yang serius karena

rasio realisasi penerimaan pemerintah terhadap target APBN-P 2013

yang menurun ditambah potensi pengeluaran yang membengkak

akibat pelemahan rupiah yang signifikan. Pemerintahan SBY di

tahun-tahun terakhirnya akan menghadapi tekanan fiskal yang

cukup berat dengan instabilitas makroekonomi yang saat ini terjadi.

B. Perkembangan Utang Negara dan Utang Luar Negeri

Total Surat Berharga Negara (SBN) outstanding yang dapat

diperdagangkan per Agustus 2013 mencapai IDR 1.535,47 triliun

meningkat sebesar IDR 33,86 triliun dibandingkan dengan SBN

outstanding per Juli 2013 yang tercatat sebesar IDR 1.501,62 triliun.

Komposisi SBN outstanding periode Agustus 2013 paling besar

adalah obligasi negara dengan bunga tetap, tercatat sebesar IDR

685,9 triliun. Sementara itu, Surat Perbendaharaan Negara (SPN)

pada Agustus 2013 tercatat sebesar IDR 32,15 triliun menunjukkan

peningkatan sebesar IDR 3,56 triliun dibandingkan bulan

sebelumnya yang sebesar IDR 29 triliun. Sedangkan Obligasi Negara

dengan tingkat bunga mengambang tidak mengalami perubahan

sejak Januari 2013 hingga Agustus 2013 sebesar IDR 122,754 triliun.

Gambar 10 : Komposisi Surat Berharga NegaraOutstanding Januari 2011 - Agustus 2013

Surat Berharga Negara terus meningkat

Sumber: Kementerian Keuangan dan CEIC (2013)

Page 17: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

15

Indonesian Economic Review and Outlook

Total kepemilikan asing atas SBN menunjukkan peningkatan

sebesar IDR 10,81 triliun dari awal tahun 2013 hingga Agustus 2013

dari IDR 273,2 triliun menjadi IDR 284,01 triliun. Sedangkan

kepemilikan asing atas saham menunjukkan peningkatan sebesar

IDR 76,33 triliun dari awal tahun 2013 hingga Juli 2013 menjadi IDR

1693,2 triliun. Namun, total kepemilikan asing atas SBN

menunjukkan penurunan sebesar IDR 18,93 triliun dari Mei 2013.

Total kepemilikan asing atas ekuitas, obligasi pemerintah, dan SBI

secara umum mengalami penurunan akhir-akhir ini. Sejak Mei 2013,

kepemilikan asing atas ekuitas turun sebesar USD 21 miliar menjadi

USD 162 miliar hingga Juli 2013 dan obligasi pemerintah turun

sebesar USD 4,21 miliar menjadi USD 26,8 miliar pada Agustus 2013.

Sejak April 2013, kepemilikan asing atas SBI turun sebesar USD 80,9

juta menjadi USD 88,77 juta pada Agustus 2013. Penurunan terjadi

selain karena penerapan kebijakan 6 months holding period oleh BI

untuk SBI, juga karena pengaruh kebijakan Bank Sentral Amerika

Serikat yang menyebabkan investor asing mengalihkan investasinya

ke Amerika yang menyebabkan pelemahan rupiah dan juga

turunnya kepemilikan asing atas surat berharga di Indonesia.

Capital outflow yang terjadi karena berkurangnya kepemilikan asing

atas surat berharga Indonesia ikut menggerus cadangan devisa

Indonesia. Hal ini terjadi karena investor yang berinvestasi pada

Gambar 11: Kepemilikan Asing Atas Ekuitas, Obligasi, dan SBI Maret 2010 – Agustus 2013

Kepemilikan asing terus menurun.

Sumber: Kementerian Keuangan dan CEIC (2013)

Page 18: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

16

Perkembangan Fiskal dan Utang Negara

dana jangka pendek, hot money, seperti saham, SBI, dan obligasi

melepas surat berharga yang dipegang kemudian meningkatkan

permintaan akan dollar AS, sehingga rupiah mengalami pelemahan.

Akibatnya cadangan devisa berkurang untuk stabilisasi rupiah.

Debt Service Ratio (DSR) adalah indikator yang menunjukkan rasio

pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap

penerimaan hasil ekspor suatu negara. Pada kuartal II-2013, DSR

Indonesia sebesar 41,4%. Rasio terus meningkat dibandingkan

dengan kuartal tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini berbahaya

apabila pelemahan rupiah terus terjadi karena beban utang

Indonesia akan semakin berat.

Secara umum total utang luar negeri Indonesia terus meningkat,

terutama utang luar negeri swasta. Total utang luar negeri Indonesia

pada Juni 2013 sebesar USD 257 miliar hanya turun sebesar USD 0,54

miliar dari bulan sebelumnya, meningkat sebesar USD 6,48 miliar

dari awal tahun 2013, dan meningkat sebesar USD 19,06 miliar dari

bulan Juni tahun 2012.

Nilai utang luar negeri swasta pada Mei 2012 sebesar USD 118,48

miliar telah melebihi utang luar negeri pemerintah sejak bulan Mei

2012. Pada bulan Juni 2013, nilai utang luar negeri swasta mencapai

USD 133,98 miliar, lebih besar sebesar USD 19,97 miliar dari nilai

utang luar negeri pemerintah bulan Juni 2013 yang mencapai USD

114,01 miliar dan lebih besar sebesar USD 9,9 miliar dari nilai utang

luar negeri pemerintah dan bank sentral bulan Juni 2013 yang

mencapai USD 124 miliar.

Nilai utang luar negeri swasta jangka pendek by original maturity

adalah utang yang dihitung mulai dari timbulnya kewajiban utang

sampai dengan jatuh tempo. Pada Juni 2013, nilai utang luar negeri

swasta jangka pendek by original maturity sebesar USD 39,58 miliar,

meningkat sebesar USD 3,32 miliar dari bulan Mei 2013 dan

meningkat sebesar USD 2,49 miliar dari bulan Juni tahun 2012. Nilai

utang luar negeri swasta jangka pendek by remaining maturity adalah

posisi utang yang dihitung dengan menjumlahkan posisi utang

jangka pendek berdasarkan original maturity dan posisi utang jangka

panjang yang akan dibayar dalam jangka waktu maksimal satu tahun

ke depan dari posisi bulan pelaporan. Pada Juni 2013, utang swasta

Page 19: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

17

Indonesian Economic Review and Outlook

jangka pendek by remaining maturity sebesar USD 40,48 miliar,

meningkat sebesar USD 997 juta dari bulan Mei 2013 dan meningkat

sebesar USD 2,102 miliar dari bulan Juni tahun 2012.

Gambar 12: Debt Service Ratio Indonesia 2004:Q1 – 2013:Q2

Debt Service Ratio terus meningkat

Sumber: Kementerian Keuangan dan CEIC (2013)

Gambar 13: Total Utang Luar Negeri Indonesia

Total utang luar negeri swasta terus meningkat

Sumber: Kementerian Keuangan dan CEIC (2013)

Page 20: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

18

Perkembangan Internasional

IV. Perkembangan Internasional

Melemahnya pertumbuhan ekonomi Internasional dan kawasan

serta rendahnya daya saing internasional Indonesia yang disertai

dengan melemahnya harga komoditas telah menekan ekspor

Indonesia.

Kinerja neraca perdagangan Indonesia memburuk pada bulan Juli

2013. Neraca perdagangan tercatat defisit USD 2,3 miliar setelah

sebelumnya pada bulan Juni 2013 defisit USD 0,9 miliar. Secara

kumulatif dari bulan Januari hingga Juli 2013, defisit neraca

perdagangan Indonesia telah menyentuh USD 5,6 miliar.

Nilai ekspor Indonesia pada bulan Juli 2013 meningkat 2,4% dari

bulan sebelumnya. Nilai ekspor meningkat dari USD 14,8 miliar

pada Juni 2013 menjadi USD 15,1 miliar pada Juli 2013, meskipun jika

dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya pencapaian

ekspor turun 6,1%. Sedangkan dari sisi impor, nilai impor Indonesia

Juli 2013 meningkat 11,4 % dibandingkan Juni 2013 dan meningkat

6,5% dibandingkan Juli 2012. Peningkatan terbesar (mtm) terjadi

pada impor barang modal sebesar 13,2%, kemudian impor barang

mentah sebesar 11%, dan impor barang konsumsi sebesar 10,7%.

Peningkatan nilai impor Indonesia ini memicu defisit neraca

perdagangan yang semakin besar. Secara kumulatif dari bulan

Januari hingga Juli 2013, nilai impor Indonesia menurun 0,86%,

begitu juga dengan nilai ekspor Indonesia yang menurun 6,08%

dibandingkan dengan periode Januari hingga Juli 2012.

Gambar 14 : Neraca Perdagangan Indonesia, Januari 2011 – Juli 2013Defisit neraca perdagangan Indonesia catat rekor terbesar

Sumber: Badan Pusat Statistik dan CEIC (2013)

Page 21: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

19

Indonesian Economic Review and Outlook

Peningkatan nilai impor yang lebih besar dari nilai ekspor pada

bulan Juli 2013 mengakibatkan defisit neraca perdagangan tidak

terelakkan lagi. Defisit neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2013

mencatat rekor tertinggi defisit neraca perdagangan yang pernah

ada. Defisit neraca perdagangan yang cukup besar akan menggerus

cadangan devisa Indonesia sehingga semakin lama cadangan devisa

Indonesia semakin kecil. Hal ini seiring dengan menurunnya nilai

cadangan devisa Indonesia dari USD 108,8 miliar pada bulan Januari

2013 menjadi USD 92,997 miliar pada Agustus 2013.

Kenaikan harga bahan bakar minyak yang diberlakukan beberapa

waktu lalu belum signifikan berpengaruh terhadap nilai impor

migas Indonesia. Nilai impor migas Indonesia tercatat masih

mengalami peningkatan, dari yang sebelumnya USD 3,5 miliar pada

Juni 2013 menjadi USD 4,1 miliar pada Juli 2013. Lebih rinci,

peningkatan impor migas disebabkan oleh naiknya impor minyak

mentah sebesar 30,67% dan hasil minyak sebesar 1,62%, di saat impor

gas turun 5,81%. Secara kumulatif, nilai impor migas dari bulan

Januari hingga Juli 2013 mencapai USD 26,2 miliar, meningkat 8,3%

dari impor migas pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Berbanding terbalik dengan nilai impor migas yang meningkat, nilai

ekspor migas Indonesia tercatat mengalami penurunan. Nilai ekspor

migas Indonesia yang semula USD 2,8 miliar pada Juni 2013,

menurun menjadi USD 2,3 miliar pada Juli 2013. Penurunan ini

Gambar 15: Neraca Perdagangan Migas Indonesia, Januari 2011 – Juli 2013

Defisit neraca perdagangan migas masih terus meningkat

Sumber: Badan Pusat Statistik dan CEIC (2013)

Page 22: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

20

Perkembangan Internasional

dipicu oleh penurunan ekspor minyak mentah sebesar 10,47%, ekspor

hasil minyak sebesar 7,94%, dan ekspor gas sebesar 25,3%. Meskipun

terjadi penurunan ekspor migas, namun harga minyak mentah

Indonesia di pasar dunia tercatat naik USD 99,97 per barel pada Juni

2013 menjadi USD 103,12 per barel pada Juli 2013. Secara kumulatif,

nilai ekspor migas Indonesia pada Januari hingga Juli 2013 sebesar

USD 18,6 miliar, menurun 19,7% dari nilai ekspor migas Indonesia

periode yang sama tahun sebelumnya.

Dengan keadaan ekspor dan impor migas yang telah dijabarkan

diatas, maka defisit neraca perdagangan migas Indonesia pada Juli

2013 tidak terelakkan semakin melebar. Defisit neraca perdagangan

migas yang semula USD 0,7 miliar pada Juni 2013, meningkat menjadi

USD 1,9 miliar. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang

surplus USD 0,2 miliar, neraca perdagangan migas Indonesia pada Juli

2013 dinilai memburuk.

Peningkatan ekspor pada bulan Juli 2013 ini ditopang oleh

meningkatnya nilai ekspor nonmigas dari USD 11,9 miliar pada bulan

Juni 2013 menjadi USD 12,8 miliar pada Juli 2013. Peningkatan ekspor

nonmigas terbesar antara lain terjadi pada komoditas bijih, kerak, dan

abu logam yang meningkat sebesar USD 0,2 miliar, sedangkan untuk

penurunan terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati

sebesar USD 0,4 miliar. Cina, Amerika, dan Jepang masih menjadi

negara utama tujuan ekspor nonmigas Indonesia yang nilainya

masing-masing mencapai USD 1,7 miliar, USD 1,5 miliar, dan USD 1,4

miliar pada bulan Juli 2013. Secara kumulatif, nilai ekspor nonmigas

Indonesia pada Januari hingga Juli 2013 mengalami penurunan

sebesar 2,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya.

Di sisi lain, impor nonmigas Indonesia meningkat dari USD 12,1 miliar

menjadi USD 13,3 miliar dari Juni 2013 ke Juli 2013. Barang-barang

impor yang memiliki kontribusi terbesar meningkatnya nilai impor

nonmigas antara lain mesin dan peralatan mekanik yang meningkat

18,3%, plastik dan barang dari plastik yang naik 28,2%, serta golongan

besi dan baja yang meningkat sebesar 14,9%. Ketiga barang tersebut

memiliki peningkatan impor terbesar dengan nilai nominal masing-

masing lebih dari USD 0,1 miliar. Menurut negara asal barang impor,

peningkatan impor nonmigas Indonesia ditopang oleh peningkatan

impor nonmigas dari Cina sebesar 17,56%, Jepang 9,7%, dan

Page 23: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

21

Indonesian Economic Review and Outlook

Singapura sebesar 15,9%. Secara kumulatif dari Januari hingga Juli

2013, nilai impor nonmigas Indonesia sebesar USD 85,5 miliar,

menurun dari nilai impor nonmigas kumulatif pada periode sama

tahun sebelumnya yaitu USD 88,6 miliar.

Dengan keadaan ekspor dan impor nonmigas yang telah dijabarkan

diatas, maka hal ini menegaskan bahwa terjadi pelebaran defisit

neraca perdagangan nonmigas. Neraca perdagangan nonmigas

yang semula defisit USD 0,2 miliar pada Juni 2013, meningkat

menjadi USD 0,5 miliar pada Juli 2013.

Demikian juga defisit transaksi berjalan terus meningkat pada

kuartal II-2013. Defisit transaksi berjalan meningkat dari USD 5,8

miliar pada kuartal I-2013 menjadi USD 9,8 miliar pada kuartal II-

2013. Dibandingkan dengan kuartal II-2012, kinerja transaksi

berjalan Indonesia pada kuartal II-2013 dinilai lebih buruk. Pada

kuartal II-2012, defisit transaksi berjalan Indonesia tercatat USD 8,2

miliar lebih rendah dari defisit saat ini.

Memburuknya defisit transaksi berjalan pada periode ini, terutama

disebabkan oleh merosotnya kinerja neraca perdagangan barang

yang memburuk dari kuartal sebelumnya. Neraca perdagangan

barang yang semula surplus USD 1,6 miliar pada kuartal I-2013,

menurun menjadi defisit USD 0,6 miliar pada kuartal II-2013.

Memburuknya kinerja neraca perdagangan nonmigas disaat neraca

perdagangan migas masih defisit, merupakan penyebab

memburuknya kinerja neraca perdagangan barang. Di samping itu,

Gambar 16: Neraca Perdagangan Nonmigas Indonesia, Januari 2011 – Juli 2013Defisit neraca perdagangan non migas juga semakin melebar

Sumber: Badan Pusat Statistik dan CEIC (2013)

Page 24: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

22

Perkembangan Internasional

harga komoditas ekspor Indonesia yang masih mengalami

penurunan turut memperburuk keadaan neraca perdagangan

barang pada periode ini.

Selain disebabkan menurunnya kinerja neraca perdagangan barang,

memburuknya kinerja transaksi berjalan juga disebabkan oleh

melebarnya defisit neraca jasa dan pendapatan. Defisit neraca jasa

meningkat dari USD 2,5 miliar pada kuartal I-2013 menjadi USD 3

miliar pada kuartal II-2013. Melebarnya defisit neraca jasa

merupakan akibat dari naiknya jasa transportasi seiring dengan

kenaikan impor barang. Sedangkan dalam periode yang sama,

defisit neraca pendapatan juga meningkat dari USD 6 miliar menjadi

USD 7,1 miliar pada kuartal II-2013. Peningkatan ini disebabkan

oleh meningkatnya pembayaran pendapatan investasi Indonesia

pada kuartal II-2013.

Transaksi modal dan finansial tercatat kembali mengalami surplus

sebesar USD 8,2 miliar pada kuartal II-2013, setelah pada kuartal

sebelumnya mengalami defisit USD 0,3 miliar. Dibandingkan

dengan tahun sebelumnya, kinerja transaksi modal dan finansial

pada kuartal II-2013 juga dinilai lebih baik. Pada kuartal II-2012

transaksi modal dan finansial tercatat surplus USD 5 miliar, lebih

rendah dari transaksi modal dan finansial kuartal II-2013.

Membaiknya kinerja transaksi modal dan finansial pada kuartal II-

2013 ditopang oleh peningkatan kinerja investasi lainnya yang

meningkat dari defisit USD 7 miliar pada kuartal I-2013 menjadi

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2013)

Gambar 17: Neraca Transaksi Berjalan 2009:Q1-2013:Q2Defisit transaksi berjalan terus meroket.

Page 25: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

23

Indonesian Economic Review and Outlook

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2013)

Gambar 18: Neraca Transaksi Modal dan Finansial, 2009:Q1-2013:Q2Transaksi Modal dan Finansial kembali surplus, investasi lainnya menjadi penopang utama membaiknya

kinerja transaksi modal dan finansial disaat kinerja investasi langsung dan investasi portfolio menurun.

surplus USD 2,3 miliar pada kuartal II-2013. Peningkatan kinerja

investasi lainnya disebabkan oleh meningkatnya penarikan uang dan

simpanan swasta di perbankan luar negeri yang mencapai USD 4,6

miliar pada kuartal II-2013 dan tercatat di sisi aset. Sedangkan

transaksi investasi lainnya di sisi kewajiban mencatat besarnya

pembayaran pinjaman luar negeri oleh otoritas moneter, pemerintah,

dan swasta yang masing-masing sebesar USD 0,03 miliar, USD 1,7

miliar, dan USD 7 miliar pada kuartal II-2013.

Berbeda dari investasi lainnya, kinerja investasi langsung dan

investasi portfolio pada kuartal II-2013 cenderung menurun. Kinerja

investasi langsung menurun dari USD 3,9 miliar pada kuartal I-2013

menjadi USD 3,3 miliar pada kuartal II-2013. Sedangkan investasi

portfolio menurun dari USD 2,8 miliar menjadi USD 2,6 miliar pada

kuartal II-2013.

Dari sisi kewajiban investasi portfolio, aliran masuk dana asing pada

surat utang sektor publik mencapai USD 3,1 miliar meningkat dari

kuartal sebelumnya yaitu USD 0,1 miliar. Kenaikan ini ditopang oleh

penerbitan obligasi pemerintah senilai USD 3 miliar pada kuartal II-

2013 di mana sebanyak USD 2,7 miliar dimiliki oleh investor asing.

Sementara itu, investasi asing pada instrumen portfolio pada sektor

swasta menunjukkan penurunan yang tajam dari USD 2,7 miliar pada

kuartal I-2013 menjadi USD 0,1 miliar pada kuartal II-2013.

Page 26: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

24

GAMA Leading Economic Indicator

Neraca pembayaran Indonesia mengalami sedikit perbaikan pada

kuartal II-2013. Terjadi penurunan defisit neraca pembayaran dari

USD 6,6 miliar pada kuartal I-2013 menjadi USD 2,5 miliar pada

kuartal II-2013. Meskipun keadaan transaksi berjalan masih defisit,

tetapi perbaikan kinerja neraca pembayaran ini ditopang oleh

perbaikan kinerja transaksi modal dan finansial, terutama jika dilihat

dari sisi investasi lainnya yang meningkat pesat dari kuartal

sebelumnya.

Sejalan dengan neraca pembayaran yang masih defisit, jumlah

cadangan devisa pun semakin menurun. Cadangan devisa Indonesia

yang tercatat USD 108,8 miliar pada Januari 2013, menurun menjadi

USD 92,997 miliar pada Agustus 2013. Debt Service Ratio Indonesia

yang menyentuh 41,4% pada kuartal II-2013 mengindikasikan jumlah

kewajiban pembayaran bunga dan cicilan utang yang semakin

mendekati jumlah pendapatan dari ekspor. Hal ini menunjukkan

kemampuan membayar utang Indonesia semakin mengecil.

Dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun sebelumnya,

keadaan neraca pembayaran Indonesia pada periode ini masih lebih

baik. Pada kuartal II-2012, neraca pembayaran Indonesia tercatat

defisit USD 2,8 miliar dengan defisit transaksi berjalan USD 8,2 miliar

dan transaksi modal dan finansial yang surplus USD 5,1 miliar.

Gambar 19: Neraca Pembayaran 2009:Q1 - 2013:Q2

Kinerja neraca pembayaran sedikit mengalami perbaikan

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2013)

Page 27: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

25

Indonesian Economic Review and Outlook

GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI) kali ini masih

menunjukkan kemerosotan pertumbuhan ekonomi Indonesia kedepan.

Gambar 19 menunjukan pergerakan siklus perekonomian Indonesia

yang didekati dengan PDB harga konstan beserta GAMA LEI dari tahun

2000 hingga tahun kuartal II-2013. Pergerakan GAMA LEI mampu

meramalkan pergerakan serta titik balik siklus perekonomian

Indonesia dengan akurat pada beberapa bulan ke depan. Keakuratan

peramalan GAMA LEI telah sukses memprediksi adanya penurunan

kegiatan perekonomian Indonesia tiga kali berturut–turut yaitu pada

kuartal IV-2012 hingga kuartal II-2013. Untuk edisi saat ini GAMA LEI

yang dibentuk oleh Tim Macroeconomic Dashboard FEB UGM akan

memprediksi pergerakan perekonomian Indonesia untuk kuartal III-

2013.

Secara umum, pergerakan indikator-indikator makroekonomi

pembentuk GAMA LEI mengalami penurunan kinerja di kuartal II-

2013. Pergerakan IHSG, ekspor nonmigas, dan cadangan devisa

mengalami kontraksi. Kurangnya kemampuan pemerintah dalam

meredam adanya sinyal buruk pada beberapa indikator makro tersebut

menyebabkan instabilitas perekonomian Indonesia saat ini semakin

meningkat.

Dari sisi konsumsi, adanya kontraksi pada indikator penjualan mobil

domestik dan konsumsi semen menunjukan gejala pelemahan

permintaan masyarakat akan barang yang diproduksi dalam negeri.

Hal ini dapat menjadi sinyalemen bagi pemerintah bahwa komponen

konsumsi masyarakat sebagai penopang perekonomian Indonesia

menurun daya dorongnya.

V. GAMA Leading Economic Indicator

Gambar 19 : GAMA LEI Indonesia Tahun 2000:Q1 – 2013:Q2

Page 28: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

26

GAMA Leading Economic Indicator

Dari sisi investasi, melemahnya realisasi investasi asing dan

domestik menjadi tanda bahwa Indonesia kurang mampu menarik

penanam modal untuk melakukan aktivitas ekonomi di Indonesia.

Pelemahan kedua indikator tersebut disebabkan karena adanya

koreksi beberapa kali terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia

serta kebijakan pemerintah yang kurang solutif dalam menarik

investasi ke dalam negeri.

Berdasarkan pemaparan di atas serta hasil peramalan dalam model

GAMA LEI, perekonomian Indonesia pada kuartal III-2013

diprediksi masih mengalami perlambatan. Hal ini juga diperkuat

dengan belum adanya titik balik pada model GAMA LEI yang

menunjukan perubahan arah pergerakan ekonomi di waktu yang

akan datang.

Estimasi ini diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan oleh tim

Macroeconomic Dashboard dengan responden dosen dan peneliti di

Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Survei ini memprediksi tiga

indikator makro utama Indonesia yaitu: pertumbuhan, inflasi dan

nilai tukar. Secara umum prediksi kondisi makroekonomi Indonesia

masih tidak menggembirakan.

Pertumbuhan PDB riil (yoy) untuk kuartal III-2013 dan kuartal IV-

2013 masing-masing 5,57% ± 0,28% dan 5,47% ± 0,31%. Sementara

itu, prediksi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan

memperhatikan kondisi terkini untuk tahun 2013 dan 2014 masing-

masing sebesar 5,73% ± 0,16% dan 5,71% ± 0,29%.

Terakhir, estimasi untuk nilai tukar rupiah terhadap dollar AS untuk

kuartal III-2013 dan kuartal IV-2013 masing-masing sebesar

IDR/USD 10.928,6 ± IDR/USD 534,5 dan IDR/USD 10.957,10 ±

IDR/USD 957,2. Sedangkan untuk kurs di tahun 2013 dan 2014

masing-masing sebesar IDR/USD 10.714,3 ± IDR/USD 487,9 dan

IDR/USD 10.728,6 ± IDR/USD 1.049,9

Selanjutnya, prediksi inflasi (yoy) untuk kuartal III-2013 dan kuartal

IV-2013 masing-masing 8,46% ± 0,46% dan 8,44% ± 1,04%. Sedangkan

untuk inflasi tahunan 2013 dan 2014 masing-masing sebesar 8,24%

dan 7,43%.

Konsensus Proyeksi Indikator Makroekonomi

Page 29: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

27

Indonesian Economic Review and Outlook

VI. Ekonomi ASEAN: Peningkatan Instabilitas,

Perlambatan Pertumbuhan

Stabilitas ekonomi makro ASEAN secara umum memburuk dilihat

dari meningkatnya inflasi di beberapa negara anggota dan

melemahnya mata uang pada hampir semua negara kawasan.

Demikian juga indeks harga saham gabungan kawasan banyak yang

merosot, sehingga laju pertumbuhan ekonomi kawasan cenderung

menurun.

Tingkat inflasi pada negara-negara ASEAN hingga bulan Agustus

2013 cenderung meningkat terutama untuk negara Indonesia

(8,79%), Vietnam (7,50%) dan Laos (7,43%). Indonesia mengalami

tekanan tinggi pada inflasi terutama diakibatkan dari terganggunya

pasokan sejumlah komoditas pangan seperti bawang merah, cabai,

daging sapi dan daging ayam serta momentum penyesuaian harga

Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berdekatan dengan hari besar

keagamaan serta tahun ajaran baru pendidikan dasar, menengah

dan perguruan tinggi. Sementara inflasi tinggi yang terjadi di

Vietnam terutama didorong oleh dampak penuh dari implementasi

penyesuaian harga BBM yang dilakukan pada bulan Agustus 2013

diiringi dengan peningkatan biaya oleh otoritas terkait pada biaya

kesehatan, biaya pendidikan, biaya air rumah tangga serta biaya

transportasi umum. Kebijakan bank sentral yang lemah diiringi

dengan pelayanan perbankan umum yang masih sangat terbatas

Tabel 5 : Estimasi PDB (YoY, dalam %)

Sumber: Data primer, diolah (2013)

Tabel 6 : Estimasi Inflasi (YoY, dalam %)

Sumber: Data primer, diolah (2013)

Tabel 7 : Estimasi Nilai Tukar rupiah terhadap dolar AS (IDR per USD)

Sumber: Data primer, diolah (2013)

Page 30: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

28

Ekonomi Asean

menyebabkan aktivitas perbankan yang dapat menjadi

penyeimbang terhadap kecenderungan peningkatan harga menjadi

berjalan tidak optimal di Vietnam. Lonjakan tingkat inflasi di

beberapa negara utama di ASEAN ini ditindaklanjuti dengan

berbagai kebijakan moneter oleh bank sentral masing-masing

negara serta kebijakan price pegging oleh otoritas terkait pada

beberapa sektor di Vietnam terutama pada biaya layanan kesehatan.

Tanda-tanda instabilitas ekonomi di negara ASEAN juga terekam

pada aktivitas di pasar saham maupun nilai tukar mata uang. Pasca

Krisis Keuangan Global 2008-2009, terlihat bahwa hampir semua

negara anggota mengalami pertumbuhan pada harga-harga saham

hingga tahun 2012. Namun, hingga transaksi per-30 Agustus 2013

terdapat 7 dari 10 negara ASEAN mengalami penurunan

pertumbuhan harga saham yang menunjukkan bahwa adanya

kecenderungan keluarnya arus modal para investor dari negara-

negara ASEAN akibat ekonomi Amerika Serikat mengirimkan sinyal

perbaikan ekonomi serta antisipasi kebijakan tapering the Fed

sementara persepsi para pelaku bisnis terhadap ekonomi ASEAN

tidak terlalu baik. Ketersediaan modal yang mengering diiringi

dengan neraca pembayaran yang mengalami defisit di beberapa

negara mendorong terjadinya juga pelemahan pada nilai tukar mata

uang tercatat hingga 30 Agustus 2013, seluruh mata uang negara

Gambar 19: N21 : Tingkat Inflasi Negara Anggota ASEAN Tahun 2000-Agustus 2013

(yoy, dalam %)

Kekanan inflasi meningkat

Sumber: Sumber: Bloomberg (2013)(Catatan: Myanmar pada tahun 2001 mengalami inflasi 53,8% dan pada tahun 2002 mengalami inflasi 54%)

Page 31: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

29

Indonesian Economic Review and Outlook

Tabel 9 : Indeks Saham Negara ASEAN: 2009-30/8/2013 (yoy, dalam %)

Pasar Saham Menunjukkan Pelemahan: Arus Balik Modal Asing

Sumber: Bloomberg (2013)

Tabel 8: Nilai Tukar Negara ASEAN Terhadap USD, Tahun 2009- 2013* (yoy, dalam %)

Nilai Tukar Mata Uang Negara ASEAN Cenderung Melemah

Sumber: Bloomberg (2013)

Catatan : 2013 = 30 Agustus 2013

Myanmar pada tahun 2012 mengalami penyesuaian nilai mata uang

anggota ASEAN mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika

Serikat (USD). Pelemahan mata uang terutama pada negara-negara

utama ASEAN (ASEAN-5) seperti Indonesia dan Malaysia yang

memiliki pangsa ekonomi yang besar diperkirakan akan

memberikan dampak pada ekonomi ASEAN secara keseluruhan.

Pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota Association of South

East Asian Nation (ASEAN) menunjukkan kecenderungan

perlambatan selama tengah tahun pertama 2013 ini terutama

disebabkan oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi global,

Page 32: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

30

sehingga memangkas ekspornya serta melemahnya konsumsi

karena naiknya inflasi. Data pertumbuhan ekonomi Kuartal II-2013

menunjukkan bahwa dari total 10 (sepuluh) negara anggota ASEAN,

hanya 2 (dua) negara yang mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi

year-on-year lebih baik daripada capaian pada tahun 2012 yaitu

Filipina (7,5%) dan Singapura (3,7%).

Filipina pada Kuartal II-2013, berhasil menjaga tingkat konsumsi

penduduk dengan memanfaatkan remitansi yang hingga sebesar

USD 1,7 miliar setiap bulannya serta meningkat pertumbuhan

investasi (capital formation) dan pengeluaran pemerintah (public

spending) yang kecepatannya melebihi pertumbuhan konsumsi.

Keadaan ini ditopang juga karena Filipina ini memiliki tingkat

ketergantungan terhadap perdagangan internasional yang lebih

rendah dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Sementara

Singapura berhasil menjaga pertumbuhan ekonominya berkat

kejelian para pelaku usaha Singapura di bidang perdagangan

wholesale maupun retail yang mampu mencari kesempatan

penurunan ekonomi di Cina dengan melayani perdagangan

internasional Amerika Serikat dan Eropa yang ekonominya

Gambar 22: Tingkat Pertumbuhan PDB Negara Anggota ASEAN Berdasarkan Harga Konstan,

Tahun 1998–Q2/2013 (yoy, dalam %)Perekonomian ASEAN cenderung melambat ditengah ketidakpastian ekonomi global dan instabilitas

ekonomi makro kawasan

Sumber: IMF, CEIC (2013)

Ekonomi Asean

Page 33: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

31

Indonesian Economic Review and Outlook

cenderung membaik. Menurut beberapa lembaga internasional,

perlambatan ekonomi negara ASEAN hanya dapat dicegah menjadi

lebih buruk apabila pemerintah masing-masing negara mampu

untuk menjaga pertumbuhan konsumsi domestik dan tingkat

investasi, mengingat negara utama di Asia juga mengalami

perlambatan ekonomi seperti Cina yang mengalami pertumbuhan

kuartal II hanya sebesar 7,5% dibandingkan kuartal I sebesar 7,7%

dan India yang pada kuartal II tumbuh hanya sebesar 4,4%

dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar 4,8%. Dengan situasi

tersebut terlihat bahwa ketidakpastian yang terjadi pada ekonomi

global diiringi dengan instabilitas ekonomi di kawasan ASEAN

terutama pada indikator inflasi, pasar saham dan nilai tukar mata

uang menyebabkan terjadinya kecenderungan penurunan

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara anggota ASEAN.

VII. Isu TerkiniIndonesia di Bawah Bayang-Bayang “Sindrom” Krisis

1Oleh Prof. Tri Widodo, Ph.D

Adakah alasan untuk mencurigai kemungkinan babak baru krisis

ekonomi di Indonesia? Terkait dengan pertanyaan tersebut dan

perkembangan terkini ekonomi Indonesia, terdapat tiga isu

perekonomian makro yang sangat relevan untuk dicermati yaitu

pertumbuhan ekonomi (economic growth), pengangguran

(unemployment) dan stabilisasi (stabilization).

Tiga triwulan terakhir ini pertumbuhan ekonomi mengalami

perlambatan. Target pertumbuhan ekonomi pemerintah

sebagaimana tercantum dalam APBN-P yang 6,3% kemungkinan

besar tidak akan tercapai. Bank Indonesia (2013) dan BPS(2013)

mencatat bahwa kondisi dua triwulan terakhir menunjukkan

pertumbuhan ekonomi hanya 5,8%. Implikasinya jelas, menurut

rujukan Hukum Okun, kemampuan ekonomi menyerap tenaga

kerja juga berkurang. Kelihatannya trickle-down effect pertumbuhan

ekonomi makro yang 5,8% tersebut jelas kurang mampu menyerap

tenaga kerja, karena permasalahan struktural, seperti daya saing

tenaga kerja, infrastruktur dan lain-lain.

Tidak salah jika kita menyatakan “perekonomian mikro tak seindah

warna perekonomian makro”, artinya keberhasilan indikator

pertumbuhan ekonomi makro kerap dijadikan komoditi pencitraan

Pertumbuhan Ekonomi Melambat

Page 34: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

32

Isu Terkini

pemerintah, padahal kinerja perekomian mikro seperti

penganguran dan kemiskinan masih relatif payah. Data Badan Pusat

Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran per Februari

2013 adalah 7,17 juta orang (5,92 %) dari jumlah angkatan kerja di

Indonesia yang mencapai 121,2 juta orang. Tingkat kemiskinan

bulan Maret 2013 mencapai 11,37%, sehingga kemungkinan besar

target kemiskinan tahun 2013 yang sebesar 10,5 % sulit untuk

dicapai. Apalagi, pesimisme tersebut diperparah dengan tingkat

inflasi yang tinggi pada Juli 2013 tercatat 3,29%.

Inflasi tersebut merupakan dampak rentetan panjang kenaikan

bahan bakar minyak bersubsidi, puasa dan lebaran. Masyarakat

miskin sudah terbiasa di-“ninabobo”-kan oleh kebijakan pemerintah

yang populis, sementara, political-opurtunis dan tidak menyelesaikan

masalah mendasar kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang

melambat tersebut selain mempengaruhi penyerapan tenaga kerja

juga akan mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam

memperoleh pendapatan pajak dan nonpajak. Sedangkan belanja

akan melonjak di tahun politik 2014, sehingga target defisit anggaran

hanya 1,49 % dari PDB kelihatannya susah untuk dicapai.

Industri dan investasi baik asing dan domestik lebih bias pada padat

modal (capital intensive) ketimbang padat karya (labor intensive). Daya

saing tenaga kerja, kegamangan peraturan ketenagakerjaan

memperparah pesimime dunia usaha. Hasil interview dengan

asosiasi pengusaha menunjukkan banyak pengusaha yang semula

bergerak di manufaktur padat tenaga kerja seperti tekstil, elektronik

dan lain-lain beralih pada bisnis yang lebih sedikit berinteraksi

dengan buruh, yaitu bisnis properti di mana sebagian besar tenaga

kerja bisa di-outsourcing-kan. Banyak pengusaha, tidak lagi

memproduksi barang tetapi mereka lebih suka untuk menjadi

pedagang/impor. Impor lebih menarik dan menguntungkan dari

pada berproduksi di domestik.

Kondisi ini memperparah defisit perdagangan. Neraca perdagangan

yang semula surplus USD 0,1 miliar pada Maret 2013, menurun

menjadi defisit USD 1,6 miliar pada April 2013. Bahkan, pada bulan

Juli 2013 tercatat defisit USD 2,3 miliar. Penurunan kinerja neraca

perdagangan pada April 2013 terutama disebabkan oleh

meningkatnya nilai impor sebesar 9,6%. Nilai impor yang

meningkat disebabkan oleh peningkatan impor nonmigas dari USD

Page 35: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

33

Indonesian Economic Review and Outlook

11 miliar menjadi USD 12,7 miliar, sementara impor migas menurun

sebesar USD 0,3 miliar atau 7,7%. Celakanya lagi, impor kita saat ini

tidak hanya di barang-barang modal, bahan baku dan penolong tetapi

juga barang-barang konsumsi. Ekspor turun dari USD 15,02 miliar

menjadi USD 14,7 miliar turut menyumbang defisit neraca

perdagangan pada April 2013. Ini adalah pertanda masalah struktural

daya saing bangsa.

Transaksi modal dan finansial dinilai memburuk pada kuartal I 2013.

Transaksi modal dan finansial tercatat turun tajam menjadi defisit USD

0,3 miliar pada kuartal I 2013 setelah sebelumnya mengalami surplus

USD 12,08 miliar pada kuartal IV 2012. Defisit di transaksi berjalan dan

tansaksi modal dan finansial secara otomatis menyebabkan defisit

neraca pembayaran USD 6,6 miliar pada kuartal II 2013 setelah

sebelumnya surplus USD 3,2 pada kuartal IV 2012. Defisit neraca

pembayaran ini mendekati kondisi krisis tahun 1998 yang defisit

sebesar USD 9,3 milyar.

Tingkat inflasi pada Juli 2013 tercatat 3,29%, ini dapat dikatakan tidak

buruk meskipun melenceng jauh lebih tinggi dari target yang

ditetapkan pemerintah. Jika dibandingkan dengan tahun krisis

sebelumnya, inflasi Indonesia tahun 2013 yang sebesar 8,79 jauh lebih

baik dibandingkan dengan tahun 1998 yang mencapai 54,54% dan

tahun 2008 sebesar 11,06%. Kondisi cadangan devisa Indonesia pada

tahun 2013 ini menjadi yang terbaik dibandingkan dengan masa krisis

sebelumnya. Pada tahun 1998 Indonesia hanya memiliki cadangan

devisa sebesar USD14,44 milyar dan pada tahun 2008 sebesar USD

57,108 milyar.

Cadangan devisa Indonesia kembali meningkat menjadi USD 107,27

miliar pada April 2013 dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya

tercatat sebesar USD 104,80 miliar. Namun, cadangan tersebut tidak

dibangun dari surplus perdagangan seperti yang terjadi di Cina.

Cadangan devisa tersebut dari sumber yang rapuh hot money yang bisa

hengkang dalam jangka pendek, seperti penerbitan surat utang

internasional (global bond) milik pemerintah pada bulan April 2013.

Total penerbitan tersebut adalah sebesar USD 3 miliar yang terbagi atas

USD 1,5 miliar untuk tenor 10 tahun dengan kupon 3,34%, dan USD 1,5

miliar untuk tenor 30 tahun dengan kupon 4,63%. Sehingga, jika pasar

Amerika dan Eropa yang saat ini dalam krisis - lebih menarik maka

siap-siap saja Indonesia kehilangan devisa tersebut.

Ketidakstabilan Meningkat

Page 36: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

34

Economic Outlook

Untuk rasio utang pemerintah, tahun 2013 menjadi tahun terburuk

dibandingkan dengan tahun-tahun krisis 1998 dan 2008. Angka ini

dapat dikatakan terlalu tinggi dari batas normal 20 persen. Tahun

1998 dan tahun 2008 DSR Indonesia masih dalam batas wajar yaitu

sebesar 12,84 persen dan 15,3 persen. Di tahun 2013 ini, angka

tersebut melebihi batas mencapai 41,4%. Kondisi nilai tukar rupiah

terhadap dolar Amerika pun mengalami kemerosotan tajam pada

periode berjalan 2013. Pada tahun 1998 mata uang rupiah anjlok

hingga IDR 17.000,00/USD. Hal ini bisa dipahami, karena kurs masih

mencari tingkat ekulibrium pasar setelah sekian lama terkungkung

dalam rejim sistem kurs mengambang terkendali. Fluktuasi kurs

2008 dan 2013 menunjukkan mekanisme pasar, sehingga anjloknya

rupiah di 2008 dan 2013 yang masing-masing IDR 11.711,00/USD

dan IDR 11.200,00/USD memang benar-benar kekuatan riil pasar.

Tidak ada alasan untuk tidak mengatakan, Indonesia di tengah

bayang-bayang “sindrom” krisis. Indikator melemahnya

pertumbuhan dan meningkatnya ketidakstabilan menunjukkan hal

ini. Logika sederhana seperti “si miskin” harus mencuri karena

sudah terdesak kebutuhan hidup, jika pengambil keputusan sudah

memilih kebijakan-kebijakan kritis berarti memang kondisi kritis.

Seperti, Bank Indonesia telah membuat kesepakatan perpanjangan

Bilateral Swap Agreement dengan Bank of Japan. Celakanya, dari sisi

pemerintah dan politisi senayan tidak akan melakukan apa-apa “do

nothing” di tahun politik ini. Mereka mencari aman, membangun

citra dengan “omong kosong”, dan tidak akan memikirkan apalagi

mencari terobosan-terobosan pemecahan masalah. Jika krisis benar-

benar terjadi maka untuk bangkit kembali akan lebih berat karena

latar belakang krisis kali ini lebih fundamental dibanding krisis-

krisis sebelumnya: akumulasi mis-manajemen yang menyebabkan

masalah ketidakunggulan bangsa. Terlebih, kebijakan domestik

akan relatif kurang efektif ketika pasar domestik sudah terbuka.

Tahun 2015 Masyakat Ekonomi ASEAN yang membuka pasar

domestik kita untuk berkompetisi secara bebas. Siapkah Indonesia?

Tanpa penanganan yang cepat dan tepat Indonesia bisa terperosok

dalam jurang krisis.

Penutup

VIII. Economic Outlook

Berbagai indikator ekonomi seperti inflasi yang meningkat, nilai

mata uang yang terdepresiasi signifikan, IHSG yang merosot, defisit

transaksi berjalan yang meningkat, cadangan devisa yang merosot,

Page 37: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

35

Indonesian Economic Review and Outlook

serta laju pertumbuhan ekonomi yang menurun telah menimbulkan

kekhawatiran akan masa depan ekonomi Indonesia. Apalagi

ekonomi dunia diperkirakan akan melemah pertumbuhannya,

bahkan ekonomi Cina dan India yang selama ini tumbuh pesat

mengalami pelemahan yang signifikan. Merosotnya pertumbuhan

ekonomi global dan kawasan yang disertai dengan volatilitas

ekonomi makro yang meningkat di emerging economies seperti India

dan Thailand telah membuat volatilitas pasar keuangan Indonesia

meningkat. Apalagi kekhawatiran bahwa bank sentral Amerika

Serikat akan mengurangi ekspansi moneternya telah membuat

capital outflow dari emerging economies meningkat, termasuk

Indonesia. Kondisi pasar keuangan Indonesia mengkhawatirkan

karena cadangan devisa yang dibangun dari hot money sudah

semakin terkikis, sementara itu Debt Service Ratio jauh di atas 20 %

yang dianggap aman. Demikian juga utang luar negeri swasta yang

semakin besar jumlahnya ternyata sebagian besar adalah jangka

pendek, sehingga meningkatkan permintaan dolar karena banyak

yang jatuh tempo. Padahal defisit transaksi berjalan terus meningkat,

padahal FDI mulai menurun, membuat neraca pembayaran defisit.

Sehingga nilai tukar rupiah terus menurun, demikian juga IHSG juga

terus merosot, yang menimbulkan kepanikkan di pasar. Padahal

kemerosotan nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan berlanjut

karena utang swasta yang jatuh tempo cukup besar dalam setahun

ini, serta capital outflow yang diperkirakan masih akan berlanjut

karena kebijakan tapering bank sentral AS. Dengan demikian

volatilitas pasar modal diperkirakan masih akan berlanjut dan

inflasi masih akan meningkat sehingga daya beli masyarakat

merosot. Padahal investasi akan melemah seiring dengan

menghangatnya suhu politik mendekati Pemilu. Sehingga Gama

Leading Economic Indicator meramalkan tren pemburukkan ekonomi

Indonesia masih akan berlanjut. Ekonomi Indonesia dalam situasi

kritis pada saat ini. Instabilitas ekonomi makro jika terus

berlangsung bahkan meningkat, bisa menyeret ekonomi Indonesia

masuk krisis lagi. Namun demikian jika otoritas ekonomi bisa segera

menstabilkan ekonomi makro sehingga laju pertumbuhan ekonomi

bisa meningkat lagi maka Indonesia bisa selamat. Oleh karena itu

diharapkan otoritas ekonomi bisa mengambil kebijakan yang tepat

dengan cepat untuk mengatasi instabilitas ekonomi makro yang

terjadi.

Page 38: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

36

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 39: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

37

Indonesian Economic Review and Outlook

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 40: Indonesian Economic Review and Outlook No 3 Tahun II/September 2013

INDONESIAN ECONOMIC REVIEW AND OUTLOOKMACROECONOMIC DASHBOARD TEAM

MACROECONOMIC DASHBOARDFAKULTAS EKONOMIKA dan BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADAth

Pertamina Tower Building 4 fl. Room 4.1Jl. Humaniora No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Phone : +62 274 548 517 ext 373Email : [email protected]

Website : www.macroeconomicdashboard.com

Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc.

Head of Researcher

[email protected]

+62 274 548 517 ext 373

Prof. Dr. Samsubar Saleh, M.Soc. Sc.

Senior Researcher

[email protected]

+62 274 548 517 ext 373

Azka Khairina, S.E.

Junior Researcher

[email protected]

+62 274 548 517 ext 373

Ganendra Widigdya

Research Assistant

[email protected]

+62 274 548 517 ext 373

Fandi Gunawan, S.E.

Web Developer and Layout

[email protected]

+62 274 548 517 ext 373

Prof. Dr. Tri Widodo, M.Ec.Dev.

Senior Researcher

[email protected]

+62 274 548 517 ext 373

Rosa Kristiadi, M.Comm

Researcher

rosa.kristiadimacroeconomicdashboard.com

+62 274 548 517 ext 373

Galih Adhidharma, S.E.

Junior Researcher

[email protected]

+62 274 548 517 ext 373

Reinardus Adhiputra Suryandaru

Research Assistant

[email protected]

+62 274 548 517 ext 373

Ade Febriady

Research Assistant

[email protected]

+62 274 548 517 ext 373