33
Kepemimpinan Berbasis Kecerdasan Emosional (Emotional Inelligence) I. PENDAHULUAN Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970) menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja (Goleman, 2002 : 17). Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang

Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

Kepemimpinan Berbasis Kecerdasan Emosional (Emotional Inelligence)

I. PENDAHULUAN

Hasil beberapa penelitian di University of

Vermont mengenai analisis struktur neurologis otak

manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970)

menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu

mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan

individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan karir, mengembangkan

hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya

dalam kalangan remaja (Goleman, 2002 : 17). Memang harus diakui bahwa

mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan

mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal

yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada

menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah,

dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar

orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat

memperkirakan prestasi belajar seseorang.

Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian

orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel

Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata

cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun

beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak

Page 2: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002:44). Menurut Goleman (2002 : 512),

kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan

emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence);

menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of

emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian

diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki

kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak

beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan

cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila

didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang

seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila

seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka

cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah

frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi

lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya,

dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki

kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini dikarenakan orang yang ber-IQ tinggi

gagal menjadi pemimpin, sementara orang yang IQ-nya sedang-sedang justru bisa

menjadi pemimpin yang baik dibandingkan pemimpin dengan kecerdasan

emosional yang mencakup keterampilan mengahadapi tekanan, mengenali dan

mengekspresikan emosi, keteguhan hati, empati serta keterampilan  berhubungan

dengan orang lain

Page 3: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

Gaya kepemimpinan yang digunakan kepala sekolah juga penting bagi

motivasi kerja guru. Dalam menjalankan roda kepemimpinan, kepala sekolah

perlu menggunakan strategi disamping taktik atau siasat kepemimpinan yang

tepat. Strategi kepemimpinan ini berisikan iklim dan seni untuk memperoleh dan

memanfaatkan dukungan dalam melaksanakan kebijakan dan mencapai maksud

yang diinginkan, serta berisi patokan yang perlu dipegang untuk mengerjakan

upaya-upaya guna mengejar pencapaian tujuan. Selain itu kepala sekolah juga

harus memahami setiap individu bawahannya serta menyesuaikan dengan situasi,

sifat dan kondisi yang ada agar gaya yang akan digunakan tidak mengakibatkan

hal-hal yang negatif, tetapi harus dapat mendorong dan membangkitkan para guru

agar bekerja lebih sungguh-sungguh sehingga tujuan dan sasaran yang telah

ditetapkan sebelumnya dapat tercapai.

Page 4: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

II. PEMBAHASAN

A. Defenisi kepemimpinan

Secara sederhana kepemimpinan memiliki definisi adalah kemampuan yang

dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain. hal ini mengandung makna

bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan seseorang untuk

mempengaruhi orang lain sehingga orang lain tunduk atau mengikuti semua

keinginan seorang pemimpin.

Setiap manusia merupakan pemimpin, baik pemimpin akan dirinya sendiri

maupun pemimpin akan masyarakat atau pemimpin suatu organisasi. Sikap

kepemimpinan sudah ada didalam diri manusia, namun banyak yang tidak dapat

menggunakan sikap kepemimpinan tersebut dengan baik ataupun manusia

tersebut tidak menyadari akan kemampuan kepemimpinan yang dimiliki oleh

dirinya.

Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu:

pemimpin sebagai subjek, dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin

mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan

juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung

jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari

yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap

orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.

Terdapat 3000 lebih penelitian dan definisi kepemimpinan yang telah

diciptakan manusia (Bass & Stogdill'1990) seperti yang dikutip dalam Husaini

usman (2006 : 279). Definisi pemimpin menurut Stogdill (1974) ialah ( l) fokus

Page 5: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

dari proses kelompok, (2) penerimaan kepribadian seseorang, (3) seni

memengaruhi perilaku, (4) alat untuk memengaruhi perilaku, (5) suatu tindakan

perilaku, (6) bentuk dari ajakan (persuasi), (7) bentuk dari relasi yang kuat, (8)

alat untuk mencapai tujuan, (9) akibat dari interaksi, ( l0) peranan yang

diferensial, dan (ll) pembuat struktur. Menurut Yukl (2001 : 4) seperti yang

dikutip dalam Husaini usman (2006 : 279), beberapa definisi yang dianggap

cukup mewakili selama seperempat abad adalah sebagai berikut :

1. Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin

aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama

(shared goal)

2. Kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi yang dijalankan dalam suatu

situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi ke arah pencapaian

satu atau beberapa tujuan tertentu.

3. Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam

harapan dan interaksi.

4. Kepernimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan

berada di atas kepatutran mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin

organisasi.

5. Kepemimpinan adalah proses memengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah

kelompok yang diorganisasi kearah pencapaiantujuan.

6. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberikan arti (pengarahan yang

berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk

melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.

Page 6: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

7. Para pernimpin adalah mereka yang secara konsisten memberikan kontribusi

yang efektif terhadap orde sosial, serta yang diharapkan dan dipersepsikan

melakukannya.

Kepemimpinan menurut Surat Keputusan Badan Administrasi Kepegawaian

Negara No. 27/KEP/1972 dalam Usman(2006 : 280) ialah kegiatan untuk

meyakinkan orang lain sehingga dapat dibawa turut serta dalam suatu pekerjaan.

Kepemimpinan menurut Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian

Negara No. 02/SE/1980 ialah kemampuan seorang pegawai negeri sipil untuk

meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara optimal. Pendapat lain

juga diusampaikan oleh Terry & Rue (1985) dalam Usman (2006 : 280) bahwa

kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seorang pernimpin,

memengaruhi orang lain untuk bekerja sama secara sadar dalarn hubungan tugas

yang diinginkan.

Dari beberapa pengertian kepemimpinan yang telah diuraikan di atas maka

secara lebih khusus akan dibahas kepemimpinan dalam bidang pendidikan.

Kepemimpinan pendidikan khususnya dalam kontek persekolahan lebih

menekankan pada terciptanya hubungan antar personil yang lebih harmonis dalam

melaksanakan pekerjaan. Husna Asmara mengemukakan bahwa: "Kepemimpinan

pendidikan adalah segenap kegiatan dalam usaha mempengaruhi personil di

fingkungan pendidikan pada situasi tertentu agar melalui kerjasama mau bekerja

dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas demi tercapainya tujuan pendidikan

yang telah ditentukan."

Kutipan di atas memberikan pandangan kepada kita bahwa kepemimpinan

pendidikan memperlihatkan adanya usaha untuk mempengaruhi semua personil

Page 7: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

yang terkait dalam lingkup pendidikan yang meliputi unsur-unsur guru, staf tata

usaha, siswa serta unsur lainnya agar mereka mau berbuat dan bekerja sesuai

dengan tugasnya serta penuh rasa tanggung jawab dan ikhlas, maka kerjasama itu

merupakan usaha dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.

B. Kecerdasan Emosional (Emotional Inelligence)

1. Pengertian Kecerdasan Emosional (Emotional Inelligence)

Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan emotional quotient

adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta

mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi

mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan,

kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang

valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai

tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian

mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada

kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan

seseorang.

Kecerdasan Emosi atau Emotional Quotation (EQ) meliputi kemampuan

mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan

kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya. Kecerdasan emosi dapat

juga diartikan sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan

dan memahami perasaan-perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada

kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut. Jadi orang yang cerdas

secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan-perasaan, tetapi juga

Page 8: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

memahami apa artinya. Dapat melihat diri sendiri seperti orang lain melihat kita,

mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan orang itu kita

rasakan juga..

2. Unsur – unsur Kecerdasan Emosional (Emotional Inelligence)

Adapun unsur-unsur kecakapan dalam EQ menurut Goleman yang dikutip

menurut Masaong (2011 : 71) sebagaimana yang diadopsi dari model yang

dikembangkan oleh Salovey dan Mayer, mempunyai cakupan lima kemampuan

dasar berikut, yaitu:

a. Mengendalikan Dorongan Hati

Merupakan karakteristik emosi untuk menunda kesenangan sesaat untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik. Hal ini sering juga disebut “menahan diri”.

Orang yang cerdas secara emosi tidak memakai prinsip “harus memiliki segalanya

saat itu juga”. Mengendalikan dorongan hati merupakan salah satu seni bersabar

dan menukar rasa sakit atau kesulitan saat ini dengan kesenangan yang jauh lebih

besar dimasa yang akan datang. Kecerdasan emosi penuh dengan perhitungan.

b. Mengelola Suasana Hati

Merupakan kemampuan emosionil yang meliputi kecakapan untuk tetap

tenang dalam suasana apapun, menghilangkan gelisahan yang timbul, mengatasi

kesedihan atau berdamai dengan sesuatu yang menjengkelkan. Orang yang cerdas

secara emosi tidak berada dibawah kekuasaan emosi. Mereka akan cepat kembali

bersemangat apapun situasi yang menghadang dan tahu cara menenangkan diri.

Mengelola suasana hati bukan berarti menekan perasaan. Salah satu ekspresi

emosi yang bisa timbul bagi setiap orang adalah marah. Menurut Aristoteles,

Marah itu mudah. Tetapi untuk marah kepada orang yang tepat, tingkat yang

Page 9: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

tepat, waktu, tujuan dan dengan cara yang tepat, hanya bisa dilakukan oleh orang-

orang yang cerdas secara emosi. Ketiga hal tersebut diatas, merupakan

kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi-emosi diri sendiri yang harus

dimiliki oleh orang-orang yang dikatakan cerdas secara emosi.

c. Memotivasi Diri

Orang dengan keterampilan ini cenderung sangat produktif dan efektif dalam

hal apapun yang mereka hadapi. Ada banyak cara untuk memotivasi diri sendiri

antra lain dengan banyak membaca buku atau artikel-artikel positif, “selftalk”,

tetap fokus pada impian-impian, evaluasi diri dan sebagainya.

d. Memahami Orang lain

Menyadari dan menghargai perasaan-perasaan orang lain adalah hal

terpenting dalam kecerdasan emosi. Hal ini juga biasa disebut dengan empati.

Empati bisa juga berarti melihat dunia dari mata orang lain. Ini berarti juga dapat

membaca dan memahami emosi-emosi orang lain. Memahami perasaan orang lain

tidak harus mendikte tindakan kita. Menjadi pendengar yang baik tidak berarti

harus setuju dengan apapun yang kita dengar. Keuntungan dari memahami orang

lain adalah kita lebih banyak pilihan tentang cara bersikap dan memiliki peluang

lebih baik untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan orang lain.

e. Kemampuan Sosial

Memiliki perhatian mendasar terhadap orang lain. Orang yang mempunyai

kemampuan sosial dapat bergaul dengan siapa saja, menyenangkan dan tenggang

rasa terhadap orang lain ynag berbeda dengan dirinya. Tingkah laku seperti itu

memerlukan harga diri yang tinggi, yaitu: menerima diri sendiri apa adanya, tidak

perlu membuktikan apapun (baik pada diri sendiri maupun orang lain), bahagia

Page 10: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

dan puas pada diri sendiri apapun keadaannya. Kemampuan sosial erat

hubungannya dengan keterampilan menjalin hubungan dengan orang lain. Orang

yang cerdas secara emosi mampu menjalin hubungan sosial dengan siapa saja.

Orang-orang senang berada disekitar mereka dan merasa bahwa hubungan ini

berharga dan menyenangkan. Ini berarti kedua belah pihak dapat menjadi diri

mereka sendiri. Orang-orang dengan kecerdasan emosi yang tinggi bisa membuat

orang lain merasa tentram dan nyaman berada didekatnya. Mereka menebar

kehangatan dan keterbukaan atau transparansi dengan cara yang tepat.

3. Indikator penunjang Kecerdasan Emosional (Emotional Inelligence)

Kecerdasan emosional menentukan pontensi kita untuk mempelajari

ketermpilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsur yang ada

maka akan lebih jelas diuraikan indikator – indikator tersebut penunjang

kecerdasan emosional seperti dikutip menurut Masaong (2011 : 72), yaitu sebagai

berikut :

a. Kesadaran Diri

Kepala yang memiliki kompetensi kesadaran diri tinggi memiliki ciri

kepemimpinan yang berorientasi pada pemahaman kecerdasan diri emosional,

mampu menilai diri sendiri secara akurat, dan memiliki kepercayaan diri yang

tinggi. Selain itu, dengan memiliki tanda dalam diri mereka sendiri, mengenali

bagaimana perasaan mereka mempengaruhi diri dan kinerja mereka (Goleman,

1999). Mendengarkan dan menyelaraskan diri dengan nilai-nilai yang

membimbingnya dan seringkali secara naluriah bisa menentukan tindakan yang

terbaik. Kepala sekolah yang sadar diri emosional bisa tegas dan otentik mampu

bicara tentang emosinya dengan kenyakina tentang visi yang membimbingnya.

Page 11: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

Kepala sekolah yang memiliki penilaian diri yang akurat akan memiliki

kesadaran diri yang tinggi baik kelemahan maupun kelebihannyan tentang

menunjukkan cita rasa humor tentang diri mereka sendiri. Selain itu, menunjukan

pembelajaran yang cerdas tentang apa yang mereka perlu perbaiki serta

menerima kritik dan umpan balik yang membangun. Dengan penilaina diri yang

akurat` membuat mereka mengetahui kapan harus meminta bantuan dan di mana

ia harus memusatkan diri untuk menumbuhkan kekuatan kepemimpina yang baru.

Bagi kepala sekolah yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan mengetahui

kemampuannya secara akurat yang memungkinkan mereka untuk menjalankan

kepemimpinannya dengan baik, mereka percaya diri dapat menerima tugas yang

sulit (Goleman, 1999).

b. Penglolaan Diri

Kepala sekolah yang memiliki kompetensi pengelohan diri secara efektif akan

menempilkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pengendalian diri,

memiliki transparansi, maupun menyusuaikan diri, berprestasi, dan penuh dengan

inisiatif.

c. Kesadaran Sosial

Kesadaran sosial sebagai salah satu variabel kecerdasan emosional mutlak

dimiliki oleh kepala sekolah dalam mengembangkan iklim sekolah yang kondusif.

Kesadaran sosial mencakup sifat empati, kesadaran terhadap tugas dan tanggung

jawaw di sekolah, serta kompetensi pelayanan tinggi (Goleman, 1999)

d. Pengelolan Relasi

Pengelolan relasi sangat penting dimiliki kepala sekolah dalam mewujudkan

iklim sekolah yang kondusif. Pengelolaan relasi dalam kaitannya dengan

Page 12: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

kepemimpinan pendidikan mencakup inspirasi, pengaruh, bimbinganuntuk

mengembangkan guru dan staf dituntut bertindak sebagai katalisator perubahan,

serta mampu mengelolah konflik serta menekankan pada kerja tim dan kolaborasi.

C. Gaya Kepemimpian Berbasis Kecerdasan Emosional

Penelitian yang dilakukan oleh goleman dan dipublikasikan pada tahun 1999

mengubah paradigma berpikir setiap orang tentang kecerdasan. Temuan tersebut

menegaskan eksistensi kecerdasan emosional terhadap seorang pemimpin jauh

lebih berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang dibandingkan kecerdasan

intelektualnya. Berdasarkan temuan tersebut Goleman (2004) seperti yang dikutip

menurut Masaong (2011 : 171) mengemukakan gaya kepemimpinan yang efektif

berdasarkan kecerdasan emosional, yaitu :

1. Gaya Kepemimpian Visioner

Langkah awal yang harus dilakukan oleh kepala sekolah dengan

kepemimipinan visioner adalah mengajak warga sekolah bersama stakeholder

menganalisis dan mengkaji kondisi internal dan eksternal sekolah. Kepala sekolah

menjelaskan harapan-harapan atau visi yang ingin diwujudkan dalam menjalankan

tugas kepimpinannya, kemudian meminta masukan dari warga sekolah dan

stakeholder lainnya. Tujuannya, adalah untuk memperoleh dukungan dan simpati

dari stafnya tentang masa depan mereka. Selain itu, membangun inisiatif pada staf

serta kenyakinan bahwa keberhasilan mewujudkan tujuan sekolah dan tujuan

individu berada diri mereka sendiri (Goleman, dkk, 2004).

Page 13: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

2. Gaya Kepemimpinan Pembimbing

Kepala sekolah yang menganut gaya kepemimpinan pembimbing akan

berusaha melakukan perbincangkan mendalam dengan seorang pegawai,

membahas hal-hal yang lebih dari sekedar persoalan tugas sehari-hari menjelajahi

kehidupan staf, termasuk impian-impiannya, tujuan hidupnya, dan harapan

kariernya. Meskipun ada keyakinan umum bahwa setiap kepala sekolah perlu

menjadi seorang pembimbing yang baik, akan tetapi kenyataannya jarang sekali

menunjukkan gaya pembimbing yang sebenarnya (Ogilvy dalam Golemen, 2004.

Pada saat-saat penuh tekanan, kepala sekolah kerap berkata bahwa mereka “tidak

mempunyai waktu” untuk melakukan pembimbingan, tetapi dengan mengabaikan

gaya ini, mereka kehilangan alat yang sangat powerful, meskipun gaya

pembimbingan ini lebih berfokus pada individu, bukan pada pencapaian tujuan,

tetapi umumnya, gaya ini memprediksi adanya respon emosi yang positif dan

hasil yang lebih baik. Dengan memastikan bahwa ia melakukan perbincangan

pribadi dengan para stafnya, kepala sekolah mengkomunikasikan minat yang

ditulus kepada stafnya, dan bukan Cuma memandang mereka sebagai alat untuk

meyelesaikan pekerjaan. Oleh karena itu, gaya pembimbing akan menciptakan

percakapan yang berkelanjutan yang memungkinkan staf untuk mendengarkan

umpan balik kinerja mereka dengan terbuka, melihatnya sebagai penunjang

inspirasi mereka sendiri, dan bukan hanya untuk kepentingan kepala sekolah

(Goleman, dkk, 2004).

3. Gaya Kepimpinan Alifiatif

Saling membagi emosi terbuka merupakan salah satu ciri gaya alifiatif.

Kepala sekolah dengan ngaya ini menghargai perasaan stafnya, tidak terlalu

Page 14: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

menekankan pencapaian hasil dan tujuan, tetapi lebih menekankan kebutuhan

emosi pada staf. Mereka berusaha membuat staf senang, menciptakan harmoni

untuk membangun resonansi tim (Goleman, dkk, 2004)

Gaya afiliatif ini cocok untuk membangun resonansi pada semua situasi,

tetapi terutama perlu diterapkan ketika kepala sekolah berusaha meninggikan tim,

meningkatkan moral, memperbaiki komunikasi atau memperbaiki kepercayaan

yang pernah putus. Banyak budaya yang sangat mengahargai ikatan pribadi yang

kuat, menjadikan pembangunan relasi yang kuat. Langkah ini akan muncul secara

alami bagi kepala sekolah yang menunjukan gaya afiliatif.

4. Gaya Kepemimpinan Demokratis

Gaya in akan sangat baik jika kepala sekolah menginginkan persetujuan,

membangun rasa hormat, dan membangun komitmen. Dengan meluangkan waktu

untuk mendengarkan kepedulian staf terhadap tujuan sekolah akan meningkatkan

moral kepala sekolah dan dampaknya menghasilkan iklim emosi yang positif bagi

sekolah. Kepala sek olah yang memilki visi yang kuat, gaya demokratis akan

sangat bermanfaat untuk memancing ide-ide tentang cara terbaik menerapkan visi

tersebut (Gerstner dalam Goleman, 2004).

5. Gaya Kepemimpinan Penentu Kecepatan

Kepala sekolah dalam menggunakan gaya ini harus ekstra hati-hati dan

menerapkannya cukup sekali-sekali saja. Ciri gaya ini memang kelihatannya

bagus tetapi jika salah dalam menerapkan sangat beresiko terhadap kinerja

seseorang. Kepala sekolah dengan gaya ini bersikap : (1) memegang teguh dan

melaksanakan standar kinerja yang tinggi, (2) bersikap obsesif bahwa segala

sesuatu bisa dilakukan dengan lebih baik, lebih cepat sehingga meminta hal yang

Page 15: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

sama pada semua stafnya, (3) cepat menunjuk staf yang kinerjanya buruk dan

menuntut lebih banyak dari mereka, dan (4) jika staf tidak melakukannya dia

sendiri yang akan melakukan pekerjaan itu.

6. Gaya Kepemimpinan Memerintah (Otoriter)

Kepala sekolah yang menganut gaya kepemimpinannyiini bersifa direktif

(memerintah) bersifat otoriter. Gaya ini menuntut stafnya mematuhi langsung

perintahnya, tetapi tidak mau repot-repot menjelaskan alasan yang ada dibalik

perintah itu (Goleman, 2004).

Gaya ini merupakan gaya yang paling tidak efektif dari segala situasi

(Gerstner dalam Goleman, 2004). Oleh karena emosi menular dengan cepat dari

atas ke bawah, maka kepala sekolah yang dingin dan mengintimkan akan

mengotori suasana hati setiap staf, dan kualitas iklim emosi secara keseluruhan

akan berspiral ke bawah.

D. Peran kepemimpinan berkaitan dengan dimensi kecerdasan emosional

Penerapan gaya kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional yang baru

diterapkan akan rentang timbulnya pertentangan bahkan sampai menimbulkan

konflik, oleh karena itu seorang pemimpim harus memiliki peran khusus. Kepala

sekolah sebagai pemimpin pendidikan menurut gorton (1976) berperan sebagai :

manajer, pemimpin pengajaran, fasilitator hubungan masyarakat, agen perubahan,

mediator konflik, dan penegak disiplin. Dalam kaitan kecerdasan emosional,

berikut penulis kemukakan peran kepala sekolah dalam rangka efektivitasnya

kepemimpinan dibidang pendidikan.

Page 16: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

1. Manajer

Sebagai manajer kepala sekolah diharapkan dapat mengorganisasi dan

mengkoordinasi manusia dan sarana prasarana lainnya sehingga tujuan sekolah

dapat tercapai secara efektif. Dalam tugas sebagai manajer pemimpin pendidikan,

kepala sekolah perlu kecerdasan emosional seperti ketrampilan sosial,

kemampuan berkomunikasi dengan efektif, dapat mengorganisir bawahan dan

mempengaruhinya untuk mencapai tujuan organisasi dan untuk memahami

karakteristik dan sifat bawahan, keterampitan empati perlu dikembangkan sesara

optimal, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai,

2. Pemimpin pengajaran

Kepala sekolah berperan untuk rnemperbaiki pengajaran terutama guru yang

masih rnembutuhkan bimbingan, selain sebagai administrator. Sebagai pemimpin

pengajaran, keterampilan sosial seperti kemampuan berkomunikasi dengan efektif

mutlak dibutuhkan untuk melakukan transfer pengetahuan . Hal yang tak kalah

pentingnya adalah integrasi dan komitrnen sebagai kompetensi personal dari

kecerdasan emosi harus dimiliki seorang kepala sekolah untuk rnencapai tujuan

organisasi sekolah.

3. Fasilitator hubungan masyarakat

Kepala sekolah harus memiliki hubungan baik dengan masyarakat, sehingga

kompetensi sosial yang berupa rnemiliki empati berupa bisa memahami

keberadaan orang lain dengan, dapat menangkap bahasa tubuh dan ekspresi non

verbal dan kemampuan rnenjalln hubungan dengan orang lain dengan melihat

berbagai latar belakang budaya. Etnis dan lain lain merupakan kunci kecerdasan

emosi yang terperrting dalam berltubungan dengan masyarakat

Page 17: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

4. Agen perubahan

Peranan administrator sebagai agen perubahan yaitu : a) mendiagnostik

kebutuhan untuk perubahan, b) mengembangkan atau menyeleksi suatu inovasi

mengorientasikan semua target terhadap perubahan yang diusulkan, d)

mengantisipasi masalah dan daya tahan terhadap perubahan yang diusulkan.

Seorang kepala sekolah sebagai agen perubahan harus memiliki sikap terbuka

untuk menerima perubahan sebagai dimensi dari kompetensi sosial dan tidak

harus taat pada aturan dan status quo. Hal yang penting bagi kepala sekolah

sebagai agen perubahan, yaitu harus memiliki inisiatif terutama jika manajemen

berbasis sekolah telah diterapkan.

5. Mediator konflik

Peranan kepala sekolah sebagai mediator konflik dewasa ini sangat penting

karena kecenderungan konflik dan variasinya semakin meningkat. Dalam

menyelesaikan perselisihan, kepala sekolah pada dasarnya bertindak sebagai

penengah/perantara. Keterampilan empati berupa memahami latar belakang

konflik terjadi dan keterampilan soal berupa penanganan manajemen konflik

meliputi langkah negosiasi dan menyelesaikan ketidak sepkatan sangat berperanan

dan membantu dalam mereduksi konflik yang terjadi antara sesama guru, guru

dengan orang tua dan guru dengan siswa

6. Penegak disiplin

Kepala sekolah perlu untuk menegakkan disiplin, walaupun memiliki konotasi

yang negatif. Narnun dernikian konsep 'disiplin yang modern tidak harus

rnenghukum, tetapi lebih menekankan pada pendekatan yang positif yang berupa

pentingnya pendekatan manusiawi dalam metakukan fungsi penegak disiplin,

Page 18: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

kepala sekolah lebih menekankan pada pendekata kemanusiaan (human relation)

dari pada pendekatan kekuasaan dalam pelaksaan peran kepemimpinan yang

berkaitan dengan kecerdasan emosional

E. Karakteristik pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional

Pemimpin besar mempunyai legalitas yang jauh lebih bagus dari pada yang

dimiliki orang yang dipimpin. Ketrampilan pemimpin besar menyertakan

kecerdasan emosional memiliki karakteristik tertentu dalam melaksanakan

kepemimpinannya. Adapun karakteristik pemimpin yang memiliki kecerdasan

emosional menurut Patton (2011 : 32) adalah sebagai berikut.

1. Penyingkapan diri

Penyikapan diri berarti mengetahui bagaimana mempresentasikan pandangan

anda yang yang positif dan cerah. Pemimpin yang dapat melakukan penyingkapan

diri sering membuat orang yang disekitarnya merasa nyaman mengungkapkan

perasaan diri sendiri. Penyingkapan diri dapat menciptakan persahabatan yang

produktif, kemitraan, dan penyelesaian masalah.

2. Wawasan.

Wawasan pribadi adalah mengenali pola orang lain, maksudnya sebagai

seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional harus berwawasan akan

pola dalam emosi dan reaksi orang lain sehingga dapat mengenali kecenderungan

tertentu, baik positif maupun negatif. Wawasan juga dapat mempermudah

menangani kebutuhan emosi orang lain dan mengetahui bagaimana memecahkan

permasalahan.

Page 19: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

3. Tanggung jawab pribadi

Banyak pemimpin sekarang mengaharapkan perubahan dan menuntut hasil

tetapi tidak berpartisipasi dalam usaha perubahan tersebut guna keberhasilan

organisasi. Pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional selalu terlibat aktif

dan bertanggung jawab terhadap proses pengembangan dan implementasi

biasanya selalu memperoleh hasil yang positif.

4. Agen perubahan

Menjadi agen perubahan berarti memacu berbagai gagasan, perasaan, dan

informasi guna peningkatan produktifitas kerja. Dengan demikian tidak ada

konsekuensi negatif untuk berbicara jujur. Pemimpin yang memiliki kecerdasan

emosional menijinkan para bawahan mengungkapkan pernyataan yang jujur

kepada orang lain.

5. Pengembang

Pengembang adalah pembuat konsensus dan pemerjelas pemahaman.

Pengembang tahu kapan mendengarkan, empati, berbicara, dan memberikan

pengarahan. Pengembang mempunyai kombinasi yang seimbang antara asertif dan

ketenangan, mereka percaya bahwa setiap orang punya hak mengungkapkan

pendapat dan perbedaan merupakan kualitas positif suatu organisasi.

6. Pemegang saham

Pemimpin dengan sikap pemegang saham memberikan karyawan peluang

berbagi rasa dalam kesuksesan dan tantangan organisasi. Karyawan diberikan

saham beban untuk merealisasikan misi organisasi dan bertanggung jawab

terhadap apa yang mereka lakukan.

7. Ketrampilan mengatasi stres

Page 20: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

Banyaknya tugas dan pekerjaan dapat membuat seorang pemimpin seringkali

tak mampu mengendalikan luapan energi dan emosi sehingga meluapkan pada

hal-hal negatif. Kecerdasan emosional memampukan seorang pemimpin

mengatasi luapan emosi yang berakibatkan stres dalam melaksanakan kerja.

8. Ekspresi

Ekspresi atau suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang pemimpin dapat

menjadi faktor penentu sukses atau gagalnya dalam menghadapi situasi sulit.

Tindakan nyata yang dilakukan seorang pemimpin dapat memotivasi bawahan

dalam melaksanakan tugasnya. Ucapan yang singkat dan tulus atas darma bakti

bawahan yang disampaikan seorang pemimpin dapat memotivasi bawahan

sehingga terkesan dalam hatinya bahwa dia sangat diperhatikan.

9. Menjinakkan anomi organisasi/perusahan

Anomi dalam organisasi diukur dengan indikator licik yang menunjukan

bahwa ada cacat tujuan, identitas, nilai, dan kondisi yang menyebabkan

kekurangan atau kegagalan dalam menjalankan tugas. Anomi mungki terkesan

seperti zona perang dan perlu dijinakan agar tidak dapat menyebabkan kegagalan

suatu organisasi.

10. Harmoni

Menciptakan harmoni ditempat kerja merupakan tugas yang paling sulit

dicapai karena adanya perbedaan agenda, kepribadian, kebutuhan, dan

tantangan. Pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional mampu

menciptakan atmosfir yang harmonis dalam lingkungan kerja dimana seorang

pemimpin menyatukan berbagai keragaman guna menggapai kebaikan

bersama.

Page 21: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

III. KESIMPULAN

Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan emotional quotient

adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta

mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi

mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan,

kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang

valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai

tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian

mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada

kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan

seseorang.

Kecerdasan Emosi atau Emotional Quotation (EQ) meliputi kemampuan

mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan

kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya. Kecerdasan emosi dapat

juga diartikan sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan

dan memahami perasaan-perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada

kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut. Jadi orang yang cerdas

secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan-perasaan, tetapi juga

memahami apa artinya. Dapat melihat diri sendiri seperti orang lain melihat kita,

mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan orang itu kita

rasakan juga..

Gaya kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional sangatlah baik jika diterapkan

oleh pemimpin pendidikan, karena seorang pemimpin pendidikan dalam tugasnya sebagai

manajer, pemimpin pengajaran, fasilitator hubungan masyarakat, agen perubahan,

Page 22: Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional

mediator konflik, dan penegak disiplin hasrus memiliki kecerdasan emosional yang baik

sehingga dapat tercapainya tujuan pendidikan.

Faktor kepemimpinan kepala sekolah ini memang perlu memperoleh

perhatian yang serius. Di antara sekolah ada terdapat kepala sekolah yang

memimpin dengan gaya yang otoriter dan seenaknya. Dalam kepemimpinannya

kepala sekolah sering menerapkan kebijakan yang lebih pro pada kepentingan

pribadi ketimbangan pada kepentingan guru. Memang ada kepala sekolah dengan

gaya kepemimpinan yang sesuai dengan harapan guru, akan tetapi mereka juga

tidak dapat berbuat banyak.