Upload
diana-amelia-bagti
View
277
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
Politik Multikultural
Dwi Korina Relawati
Terjadinya konflikMisskomunikasi awal terjadinya konflik, dipicu oleh multikultural (kebergaman) masyarakat Indonesia, lingkungan, situasi dan kondisi masyarakat yang majemuk (plural) serta budaya. Ditandai: banyak perbedaan/kepentingan, tingginya angka kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, kesulitan ekonomi, tingginya pengangguran. Tidak semua kepentingan sejalan, bahkan bertentangan. Kepentingan menjadi arah, saluran, diskursus, dan wacana utama dalam komunikai politik. Masalah kepentingan (politik) disitulah letak hubungannya antara konflik & politik.
Kemungkinan besar menjadikan pesan tidak sampai, atau pesan sampai tetapi arti, maksud, dan maknanya tidak sesuai dengan maksud dari pemberi pesan, maksud dan makna berbeda dengan si pemberi pesan (informasi), kesimpansiuran informasi, penyalagunaan informasi, kegaduhan masyarakat memicu lahirnya keresahan, menjadi benih awal lahirnya kekerasan dalam masyarakat.
• Pentingnya penjagaan terhadap pesan/informasi agar tetap efektif dan proporsional. Bila terlalu longgar, akan terjadi bias komunikasi yg smakin lebar, komunikasi memburuk, hiruk pikuk informasi palsu, simpang siur, dan sederetan ketidakpastian informasi lainnya.
• Peran media dalam penyampaian informasi yang benar (akurat).
Akar Konflik di Indonesia
1. Masyarakat yg BeragamPerbedaan agama, keyakinan, dan kepercayaan. Perbedaan tajam akan rumit dalam memandang suatu masalah termasuk kebijakan negara. berbeda-beda, antar individu, kelompok, masyarakat, pulau, suku bangsa, ras (Papua, Ambon, Keturuan Cina, Arab, Pribumi/Jawa), dialeg bahasa, dsb yang berbeda. Pebedaan yang tajam dan rumit tersebut dapat memicu lahirnya berbagai bentuk konflik dan berujung pada berbagai kekerasan termasuk terorisme yang mengatas-namakan agama.
Komunikasi politik sangat sentral dalam merumuskan penyelesaian masalah berkaitan dengan perbedaan yang tajam, terorisme agama terjadi pada semua bentuk agama dan kepercayaan serta keyakinan di dunia ini, bukan hanya oleh kelompok Islam, tetapi juga bisa dilakukan oleh kelompok Budha, Hindhu, Kristen, Jahudi dsb, terkait dengan situasi dan kondisi dunia global.
2. Bangunan Masyarakat Politik Yang Eksklusif (bukan Inklusif)
Pola berpikir Budaya Jawa, Orde Lama, dan Orde Baru yang dominan ke masyarakat yang ekslusif negatif (menganggap diri/kelompoknya paling benar, paling hebat, paling kaya, paling wah, saya berbeda dengan yang lain. Pemikiran feudal (isme), pengaruh masa kolonial (penjajahan) dahulu. Ini sangat negatif/merusak/berbahaya bila merendahkan (menyinggung) harga diri orang, kelompok, suku, agama kepercayaan dan keyakinan lainnya.
Pola pikir ekslusif (tertutup) mengarah negatif tsb bila berhadapan dengan masyarakat demokrasi modern yang dituntut egalitarian (menuntut persamaan perlakuan/keadilan dalam berbagai hal/bentuk). Kebenaran harus dirasakan adil bagi semua orang/kelompok.
Pola pikir insklusifInsklusif (memadu-membaur-sederajat-terbuka), sejalan dengan pikiran demokratis egalitarian, memandang manusia itu sama/ sederajat/seimbang, adil (egaliter), tidak ada pembedaan atas dasar kemanusiaan. Melihat kebenaran dengan memperhatikan pihak lain, kebenaranpun sifatnya didiskusikan, bukan monopoli, terbuka untuk menerima kebenaran dari pihak lain.
Komunikasi politik efektif ?
Komunikasi politik menjadi kata kunci untuk mewujudkan inklusif. Komunikasi politik yang efektif akan mampu menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat dengan lebih baik.
Penjagaan Atas Pesan (Informasi)Medium PesanUmpan Balik: Masukan Positif
Konflik pada prinsipnya tidak dapat dihapuskan, tetapi dapat ditekan/diminimalisir. Sumber konflik di Indonesia antara lain; • Masyarakat Indonesia yang sangat beragam (plural)• Masyarakat yang eksklusif • Penjagaan atas pesan (informasi) dari sumber
pesan(komunikator) yang lemah shg terjadi justru kesimpangsiuran/kesalahpahaman/kegaduhan• Media informasi kurang professional dan masukan
terhadap pesan yang sering dipandang/disikapi harus beda/asal beda, shg jauh dari akal sehat/jernih.