Upload
minyuna
View
37
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara
kekuasaan masa soekarno (orde lama) dengan masa soeharto. Sebagai masa yang
menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965.
Orde baru atau lebih dikenal dengan sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto
di Indonesia. Orde baru menggantikan orde lama yang merujuk kepada era pemerintahan
Soekarno. Salah satu penyebab yang melatarbelakangi runtuhnya orde lama dan lahirnya
orde baru adalah keadaan keamanan dalam negeri yang tidak kondusif pada masa orde
lama. Hal ini menyebabkan presiden soekarno memberikan mandat kepada soeharto
untuk melaksanakan kegiatan pengamanan di Indonesia melalui surat perintah sebelas
maret atau supersemar.
Setelah dikeluarkan supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada
kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan
dilakukan di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan.
Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada
pemerintah karena soeharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI.
Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk
mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno dan mengangkat soeharto sebagai
pejabat presiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan
pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Soekarno. 12
Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia.
Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan orde lama dan dimulainya kekuasaan orde
baru.
Orde baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang
dilakukan oleh soekarno pada masa ordelLama. Orde baru berlangsung dari tahun 1966
hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat
meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini.
Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar. Orde
baru lahir sebagai upayauntuk: mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada
masa orde lama, penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara
Indonesia,melaksanakan Pancasila dan UUD1945 secara murni dan konsekuen dan
menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.
Setelah orde baru memegang kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan,
muncul suatu keinginan untuk terus-menerus mempertahankan status quo. Hal ini
menimbulkan hal-hal negatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal orde baru tersebut.
Akhirnya berbagai macam penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila
dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh
pemerintah orde baru. Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya itu
direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa, sehingga hal tersebut selalu
dianggap sah dan benar, walaupun merugikan rakyat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian masa pemerintahan orde baru?
2. Apakah yang melatar belakangi lahirnya masa pemerintahan orde baru?
3. Bagaimana kehidupan politik pada masa pemerintahan orde baru?
4. Bagaimana kehidupan ekonomi pada masa pemerintahan orde baru?
5. Bagaimana kronologis runtuhnya sistem pemerintahan orde baru?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan orde baru?
7. Bagaimana struktur kelembagaan demokrasi pancasila orde baru?
8. Apa tugas dan fungsi MPR?
9. Bagaimana hubungan antar lembaga negara?
10. Apa saja lembaga negara Republik Indonesia?
11. Bagaimana bentuk pemerintahan negara Republik Indonesia?
12. Bagaimana sistem pemerintahan negara Republik Indonesia?
C. Tujuan
Dengan dibuatnya makalah ini kami berharap dapat mencapai tujuan yang kami
inginkan yaitu, dapat mempelajari dan memahami perkembangan masyarakat Indonesia
pada masa orde baru dan sekaligus mengerjakan tugas yang diberikan dosen mata kuliah
pancasila dan kewarganegaraan yang kami hormati.
Semoga makalah yang saya buat dapat memberikan manfaat kepada mahasiswa
Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo, khususnya saya sendiri agar menjadi mahasiswa
yang lebih dapat menghargai nilai-nilai dari sejarah Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Masa Pemerintahan Orde Baru
Orde baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara
yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan
tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh
semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945.
2.2. Latar Belakang Lahirnya Masa Pemerintahan Orde Baru
1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
2. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30
September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung
lama.
3. Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600%
sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan
bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
4. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan
besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut
agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
5. Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dan sebagaimya) yang ada di masyarakat
bergabung membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya
lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam
Gerakan 30 September 1965.
6. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR
mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :
- Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
- Pembersihan Kabinet Dwikora
- Penurunan Harga-harga barang.
7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet
Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet
tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September
1965.
8. Wibawa dan kekuasaan presiden soekarno semakin menurun setelah upaya untuk
mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965
tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar
Biasa(Mahmilub).
9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang
bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas
Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil
langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau
dan sulit dikendalikan.
2.3. Kehidupan Politik Pada Masa Orde Baru
2.3.1. Penataan politik dalam negeri
1. Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet
AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera
yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk
melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang disebut
Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut:
a) Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.
b) Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
c) Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan
nasional.
d) Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala
bentuk dan manifestasinya.
Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan soeharto sebagai
presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan
nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan Pancakrida,
yang meliputi :
Penciptaan stabilitas politik dan ekonomi
Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap
pertama
Pelaksanaan Pemilihan Umum
Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 30 September
Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh
PKI.
2. Pembubaran PKI dan Organisasi masanya
Soeharto sebagai pengemban supersemar guna menjamin keamanan,
ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan maka melakukan :
Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan
dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966..
Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi
terlarang di Indonesia.
Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang
dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan muncul
keraguan bahwa mereka tidak hendak membantu presiden untuk memulihkan
keamanan dan ketertiban.
3. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanaan jumlah partai tetapi
bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan
(fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan
pada ideologi tetapi atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan
tiga kekuatan sosial-politik, yaitu :
a) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII,
dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok
partai politik Islam)
b) Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik,
Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat
nasionalis).
c) Golongan Karya (Golkar)
4. Pemilihan Umum
Selama masa orde baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum
sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Penyelenggaraan pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan
kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu
berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas,
dan Rahasia).Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu
yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997.
Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan
pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan
tersebut memungkinkan soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama
enam periode pemilihan. Selain itu, setiap pertangungjawaban, rancangan undang-
undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR
dan DPR tanpa catatan.
5. Peran Ganda ABRI
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran
ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI
dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran
bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri
dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka
mendapat jatah kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan pengangkatannya
didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.
6. Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Soeharto mengemukakan gagasan
mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan
Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai
Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan
penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama
mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama
diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara.
Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang
kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah
dimanfaatkan oleh pemerintahan orde baru. Hal ini tampak dengan adanya
himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan
Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi
ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem
budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
7. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan
disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.
2.3.2. Penataan politik luar negeri
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah orde baru
juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-
upaya pembaharuan dalam politik luar negeri:
1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari
komisi bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR GR terhadap
pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati bahwa
Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan internasional
lainnya dalam rangka menjawab kepentingan nasional yang semakin mendesak.
Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia sadar bahwa ada banyak
manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun 1950-
1964. Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak
tanggal 28 Desember 1966.
Kembalinya Indonesia mendapat sambutan baik dari sejumlah negara Asia
bahkan dari pihak PBB sendiri hal ini ditunjukkan dengan ditunjuknya Adam
Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB dilanjutkan dengan tindakan
pemulihan hubungan dengan sejumlah negara seperti India, Filipina, Thailand,
Australia, dan sejumlah negara lainnya yang sempat remggang akibat politik
konfrontasi orde lama.
2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan
RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam
melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam
negeri Indonesia.
3. Normalisasi hubungan dengan beberapa negara
a) Pemulihan hubungan dengan Singapura
Sebelum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah
memulihkan hubungan dengan Singapura dengan perantaraan Habibur
Rachman (Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia
menyampikan nota pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal 2
Juni 1966 yang disampikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Akhirnya
pemerintah Singapurapun menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk
mengadakan hubungan diplomatik.
b) Pemulihan hubungan dengan Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan
diadakan perundingan di Bangkok pada 29 Mei – 1 Juni 1966 yang
menghasilkan perjanjian Bangkok, yang berisi:
- Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah
mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
- Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
- Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh
Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta tanggal 11 agustus
1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal ini
dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing
negara.
Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu
negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam
Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina,
Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi
Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal
berdirinya organisasi ASEAN.
2.4. Kehidupan Ekonomi Pada Masa Pemerintahan Orde Baru
Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya
mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-
unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah
berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha
mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan
kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan
harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 %
setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang
telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai
berikut:
1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
2. Kerja Sama Luar Negeri
3. Pembangunan Nasional
Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu:
1. Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
2. Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun),
merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap
pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.
Selama masa orde baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi
landasan awal pembangunan orde baru.Tujuannya adalah untuk meningkatkan
taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan
dalam tahap berikutnya dengan sasaran dalm bidang pangan, sandang, perbaikan
prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
2. Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran
utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana,
mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II
cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada
awal pemerintahan orde baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I
laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi
turun menjadi 9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III
pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan
lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur
Pemerataan, yaitu:
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang,
pangan, dan perumahan.
Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Pemerataan pembagian pendapatan
Pemerataan kesempatan kerja
Pemerataan kesempatan berusaha
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi
generasi muda dan kaum perempuan
Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik
beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan
industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal
tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah
akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan
pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik
beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi
yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi
perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan.
Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik
beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak
utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda
negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan
peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan
rezim orde baru runtuh.
2.5. Kronologis Runtuhnya Sistem Pemerintahan Orde Baru
1. Krisis Moneter
Pada waktu krisis melanda Thailand, keadaan Indonesia masih baik.
Inflasi rendah, ekspor masih surplus sebesar US$ 900 juta dan cadangan devisa
masih besar, lebih dari US$ 20 B. Tapi banyak perusahaan besar menggunakan
hutang dalam US Dollar. Ini merupakan cara yang menguntungkan ketika Rupiah
masih kuat. Hutang dan bunga tidak jadi masalah karena diimbangi kekuatan
penghasilan Rupiah.
Tapi begitu Thailand melepaskan kaitan Baht pada US Dollar di bulan Juli
1997, Rupiah kena serangan bertubi-tubi, dijual untuk membeli US Dollar yang
menjadi murah. Waktu Indonesia melepaskan Rupiah dari US Dollar, serangan
meningkat makin menjatuhkan nilai Rupiah. IMF maju dengan paket bantuan
US$ 20B, tapi Rupiah jatuh terus dengan kekuatiran akan hutang perusahaan,
pelepasan Rupiah besar-besaran. Bursa Efek Jakarta juga jatuh. Dalam setengah
tahun, Rupiah jatuh dari 2,000 dampai 18,000 per US Dollar.
2. Tragedi “TRISAKTI”
Tragedi 12 mei 1998 yang menewaskan 4 orang mahasiswa Universitas
Trisakti. Tragedi yang sampai saat ini masih dikenang oleh para mahasiswa di
seluruh Indonesia belum jelas penyelesaiannya hingga sekarang. Tahun demi
tahun kasus ini selalu timbul tenggelam. Setiap 12 Mei mahasiswa pun berdemo
menuntut diselesaikannya kasus penembakan mahasiswa Trisakti. Namun semua
itu seperti hanya suatu kisah yang tidak ada masalah apapun. Seperti suatu hal
yang biasa saja. Pemerintah pun tidak ada suatu pernyataan yang tegas dan jelas
terhadap kasus ini. Paling tidak perhatian terhadap kasus ini pun tidak ada.
Mereka yang telah pergi adalah :
Elang Mulia Lesmana
Heri Hertanto
Hafidin Royan
Hendriawan Sie
Mereka merupakan Pahlawan Reformasi selain mahasiswa lainnya yg ikut
berjuang pada saat itu.
3. Penjarahan
Pada tanggal 14 Mei 1998, Jakarta seperti membara. Semua orang tumpah
di jalanan. Mereka merusak dan menjarah toko dan gedung milik swasta maupun
pemerintah. Masa pada saat itu sudah kehilangan kendali dan brutal akibat kondisi
yang terjadi di tanah air pada saat itu.
Tak hanya itu, massa juga memburu warga keturunan Cina. Tarakhir,
banyak warga keturunan Cina mengungsi ke luar negeri. Sebagian lainnya bertahan
dalam ketakutan dan munculah isu-isu tidak jelas bahwa pada hari itu terjadi
perkosaan masal warga keturunan tionghoa.
4. Mahasiswa Menduduki Gedung MPR
18 Mei Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar,
Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas
menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua
maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri
secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR,
yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah
Achmad.
Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima
Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga
berniat menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet
Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka
yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu “malu”. Namun, niat
itu tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan,
“Urusan kabinet adalah urusan saya.” Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan
tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di
masyarakat.
Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto
mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden
Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual,
meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Wiranto mengusulkan
pembentukan “Dewan Reformasi”.Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ
dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR.
5. Soeharto Meletakkan Jabatannya.
21 Mei Pukul 01.30 WIB, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah
Amien Rais dan cendekiawan Nurcholish Madjid (almarhum) pagi dini hari
menyatakan, “Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat datang
pemerintahan baru”.
Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul
9.00 WIB. Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada
seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya,
Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi Kepala
Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B
2044 AR. Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.
Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan
mantan-mantan presiden, “ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan
para mantan presiden/mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto
beserta keluarga.”
Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah
satu yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan
konstitusional.
2.6. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
1. Kelebihan Sistem Pemerintahan Orde Baru
Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya
AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565
a. Sukses transmigrasi
b. Sukses KB
c. Sukses memerangi buta huruf
d. Sukses swasembada pangan
e. Pengangguran minimum
f. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
g. Sukses Gerakan Wajib Belajar
h. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
i. Sukses keamanan dalam negeri
j. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
k. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
2. Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
a. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
b. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan
pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan
daerah sebagian besar disedot ke pusat
c. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan
pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
d. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang
memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun
pertamanya
e. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata
bagi si kaya dan si miskin)
f. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat
Tionghoa)
g. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
h. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibredel
i. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan
program "Penembakan Misterius"
j. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden
selanjutnya)
k. Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit “Asal
Bapak Senang”, hal ini kesalahan paling fatal orde baru karena tanpa birokrasi
yang efektif negara pasti hancur.Menurunnya kualitas tentara karena level elit
terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak
buah.
l. Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara
dipegang oleh swasta.
2.7. Struktur kelembagaan demokrasi pancasila orde baru
Perkembangan sejarah penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dalam
kurun waktu 60 tahun Indonesia merdeka mengalami pasang surut sejalan dengan
perkembangan kehidupan konstitusional dan politik yang selama ini telah tiga kali
hidup dalam konstitusi dan sistem politik yang berbeda. Perkembangan sistem politik
di Indonesia secara umum dapat dikatagorikan pada empat masa dengan ciri-ciri yang
mewarnai penyelenggaraan negara, yaitu Sistem Politik Demokrasi Liberal-
Parlementer (1945-1959), Terpimpin (1959-1966) [Orde lama], dan Demokrasi
Pancasila (1966-1998) [Orde Baru] dan Demokrasi berdasarkan UUD [Orde
Reformasi].
Adanya pergeseran prinsip pembagian ke pemisahan kekuasaan yang dianut
dalam UUD 1945 telah membawa implikasi pada pergeseran kedudukan dan
hubungan tata kerja antar lembaga negara dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara, baik dalam kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Perubahan prinsip
yang mendasari bangunan pemisahan kekuasaan antar lembaga negara adalah adanya
pergeseran kedudukan lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang semula ditangan
MPR dirubah menjadi dilaksanakan menurut UUD.
Dengan perubahan tersebut, jelas bahwa UUD yang menjadi pemegang
kedaulatan rakyat yang dalam prakteknya dibagikan pada lembaga-lembaga dengan
pemisahan kekuasaan yang jelas dan tegas. Di bidang legislatif terdapat DPR dan
DPD; di bidang eksekutif terdapat Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih oleh
rakyat; di bidang yudikatif terdapat Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan
Komisi Yudisial; di bidang pengawasan keuangan ada BPK.
Namun demikian, dalam pembagian kekuasaan antar lembaga negara terdapat
kedudukan dan hubungan tata kerja antar lembaga negara yang mencerminkan adanya
kesamaan tujuan dalam penyelenggaraan negara.
Menelaah hasil perubahan UUD 1945 yang telah dilakukan MPR mulai tahun
1999-2002, terdapat perubahan mendasar dalam penyelenggaraan negara. Salah satu
perubahan mendasar tersebut adalah MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga
tertinggi karena prinsip kedaulatan rakyat tidak lagi diwujudkan dalam kelembagaan
MPR tapi oleh UUD [Pasal 1 ayat (2)].
UUD 1945 salah satunya mengatur mengenai pemegang cabang kekuasaan
pemerintahan negara dengan prinsip pemisahan kekuasaan secara tegas yang
tercermin pada lembaga negara yang menjalankan fungsi kekuasaan eksekutif,
legislatif, dan yudikatif dengan mengedepankan prinsip checks and balances system.
Adanya perubahan kedudukan MPR, berimplikasi pada berubahnya struktur
kelembagaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Saat ini lembaga negara yang
memegang fungsi kekuasaan pemerintahan (eksekutif) adalah Presiden, yang
memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang adalah DPR, dan yang memegang
Kekuasaan Kehakiman adalah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Adanya perubahan terhadap fungsi dan kedudukan lembaga membawa
implikasi pada hubungan tata kerja antar lembaga negara karena pada prinsipnya
UUD 1945 mengatur lembaga negara sesuai dengan prinsip pemisahan kekuasaan
secara tegas.
Pada kesempatan ini, saya hanya akan menyampaikan mengenai tugas dan
fungsi MPR yang dengan perubahan tersebut berimplikasi pada perubahan tugas
lembaga negara lainnya. Sedangkan tugas dan fungsi lembaga negara lainnya selain
MPR akan disampaikan dalam bentuk pola hubungan antar masing-masing lembaga.
2.8. Tugas dan Fungsi MPR
Perubahan tugas dan fungsi MPR dilakukan untuk melakukan penataan ulang
sistem ketatanegaraan agar dapat diwujudkan secara optimal yang menganut sistem
saling mengawasi dan saling mengimbangi antarlembaga negara dalam kedudukan
yang setara, dalam hal ini antara MPR dan lembaga negara lainnya seperti Presiden
dan DPR.
Saat ini MPR tidak lagi menetapkan garis-garis besar haluan negara, baik yang
berbentuk GBHN maupun berupa peraturan perundang-undangan, serta tidak lagi
memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini berkaitan dengan
perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menganut sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat
yang memiliki program yang ditawarkan langsung kepada rakyat. Jika calon Presiden
dan Wakil Presiden itu menang maka program itu menjadi program pemerintah
selama lima tahun. Berkaitan dengan hal itu, wewenang MPR adalah melantik
Presiden atau Wakil Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Dalam hal ini
MPR tidak boleh tidak melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden yang sudah
terpilih.
Wewenang MPR berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD Tahun
1945 adalah:
1. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
2. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
3. memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut Undang-Undang Dasar;
4. memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden apabila
terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya;
5. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara
bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua pasangan calon Presiden dan
calon Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik yang pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presidennya meraih
suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya,
sampai berakhir masa jabatannya.
2.9. Hubungan antar Lembaga Negara
2.9.1. MPR dengan DPR, DPD, dan Mahkamah Konstitusi
Keberadaan MPR dalam sistem perwakilan dipandang sebagai ciri yang khas
dalam sistem demokrasi di Indonesia. Keanggotaan MPR yang terdiri atas anggota
DPR dan anggota DPD menunjukan bahwa MPR masih dipandang sebagai lembaga
perwakilan rakyat karena keanggotaannya dipilih dalam pemilihan umum. Unsur
anggota DPR untuk mencerminkan prinsip demokrasi politik sedangkan unsur
anggota DPD untuk mencerminkan prinsip keterwakilan daerah agar kepentingan
daerah tidak terabaikan. Dengan adanya perubahan kedudukan MPR, maka
pemahaman wujud kedaulatan rakyat tercermin dalam tiga cabang kekuasaan yaitu
lembaga perwakilan, Presiden, dan pemegang kekuasaan kehakiman.
Sebagai lembaga, MPR memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan
UUD, memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan
jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden,
serta kewenangan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Dalam konteks pelaksanaan kewenangan, walaupun anggota DPR mempunyai
jumlah yang lebih besar dari anggota DPD, tapi peran DPD dalam MPR sangat besar
misalnya dalam hal mengubah UUD yang harus dihadiri oleh 2/3 anggota MPR dan
memberhentikan Presiden yang harus dihadiri oleh 3/4 anggota MPR maka peran
DPD dalam kewenangan tersebut merupakan suatu keharusan.
Dalam hubungannya dengan DPR, khusus mengenai penyelenggaraan sidang
MPR berkaitan dengan kewenangan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden, proses tersebut hanya bisa dilakukan apabila didahului oleh pendapat DPR
yang diajukan pada MPR.
Selanjutnya, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu
wewenang Mahkamah Konstitusi adalah untuk memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD. Karena kedudukan MPR
sebagai lembaga negara maka apabila MPR bersengketa dengan lembaga negara
lainnya yang sama-sama memiliki kewenangan yang ditentukan oleh UUD, maka
konflik tersebut harus diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.
2.9.2. DPR dengan Presiden, DPD, dan MK
Berdasarkan UUD 1945, kini dewan perwakilan terdiri dari DPR dan DPD.
Perbedaan keduanya terletak pada hakikat kepentingan yang diwakilinya, DPR untuk
mewakili rakyat sedangkan DPD untuk mewakili daerah. Pasal 20 ayat (1)
menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
Selanjutnya untuk menguatkan posisi DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif
maka pada Pasal 20 ayat (5) ditegaskan bahwa dalam hal RUU yang disetujui
bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut
disetujui, sah menjadi UU dan wajib diundangkan.
Dalam hubungan dengan DPD, terdapat hubungan kerja dalam hal ikut
membahas RUU yang berkaitan dengan bidang tertentu, DPD memberikan
pertimbangan atas RUU tertentu, dan menyampaikan hasil pengawasan pelaksanaan
UU tertentu pada DPR.
Dalam hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi, terdapat hubungan tata
kerja yaitu dalam hal permintaan DPR kepada MK untuk memeriksa pendapat DPR
mengenai dugaan bahwa Presiden bersalah. Disamping itu terdapat hubungan tata
kerja lain misalnya dalam hal apabila ada sengketa dengan lembaga negara lainnya,
proses pengajuan calon hakim konstitusi, serta proses pengajuan pendapat DPR yang
menyatakan bahwa Presiden bersalah untuk diperiksa oleh MK.
2.9.3. DPD dengan DPR, BPK, dan MK
Tugas dan wewenang DPD yang berkaitan dengan DPR adalah dalam hal
mengajukan RUU tertentu kepada DPR, ikut membahas RUU tertentu bersama
dengan DPR, memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tertentu, dan
menyampaikan hasil pengawasan pelaksanaan UU tertentu pada DPR. Dalam kaitan
itu, DPD sebagai lembaga perwakilan yang mewakili daerah dalam menjalankan
kewenangannya tersebut adalah dengan mengedepankan kepentingan daerah. Dalam
hubungannya dengan BPK, DPD berdasarkan ketentuan UUD menerima hasil
pemeriksaan BPK dan memberikan pertimbangan pada saat pemilihan anggota BPK.
Ketentuan ini memberikan hak kepada DPD untuk menjadikan hasil laporan
keuangan BPK sebagai bahan dalam rangka melaksanakan tugas dan kewenangan
yang dimilikinya, dan untuk turut menentukan keanggotaan BPK dalam proses
pemilihan anggota BPK. Disamping itu, laporan BPK akan dijadikan sebagai bahan
untuk mengajukan usul dan pertimbangan berkenaan dengan RUU APBN. Dalam
kaitannya dengan MK, terdapat hubungan tata kerja terkait dengan kewenangan MK
dalam hal apabila ada sengketa dengan lembaga negara lainnya.
2.9.4. MA dengan lembaga negara lainnya
Pasal 24 ayat (2) menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya serta oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. Ketentuan tersebut menyatakan puncak kekuasaan kehakiman
dan kedaulatan hukum ada pada MA dan MK. Mahkamah Agung merupakan lembaga
yang mandiri dan harus bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan yang lain.
Dalam hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi, MA mengajukan 3 (tiga) orang
hakim konstitusi untuk ditetapkan sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi.
2.9.5. Mahkamah Konstitusi dengan Presiden, DPR, BPK, DPD, MA, KY
Kewenangan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat
(1) dan (2) adalah untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji
UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Disamping itu, MK juga wajib
memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
atau Wakil Presiden menurut UUD. Dengan kewenangan tersebut, jelas bahwa MK
memiliki hubungan tata kerja dengan semua lembaga negara yaitu apabila terdapat
sengketa antar lembaga negara atau apabila terjadi proses judicial review yang
diajukan oleh lembaga negara pada MK.
2.9.6. BPK dengan DPR dan DPD
BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara dan hasil pemeriksaan
tersebut diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD. dengan pengaturan BPK dalam
UUD, terdapat perkembangan yaitu menyangkut perubahan bentuk organisasinya
secara struktural dan perluasan jangkauan tugas pemeriksaan secara fungsional.
Karena saat ini pemeriksaan BPK juga terhadap pelaksanaan APBN di daerah-daerah
dan harus menyerahkan hasilnya itu selain DPR juga pada DPD dan DPRD. Selain
dalam kerangka pemeriksaan APBN, hubungan BPK dengan DPR dan DPD adalah
dalam hal proses pemilihan anggota BPK.
2.9.7. Komisi Yudisial dengan MA
Pasal 24A ayat (3) dan Pasal 24B ayat (1) menegaskan bahwa calon hakim
agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan.
Keberadaan Komisi Yudisial tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan kehakiman. Dari
ketentuan ini bahwa jabatan hakim merupakan jabatan kehormatan yang harus
dihormati, dijaga, dan ditegakkan kehormatannya oleh suatu lembaga yang juga
bersifat mandiri. Dalam hubungannya dengan MA, tugas KY hanya dikaitkan dengan
fungsi pengusulan pengangkatan Hakim Agung, sedangkan pengusulan pengangkatan
hakim lainnya, seperti hakim MK tidak dikaitkan dengan KY.
2.10. Lembaga Negara Republik Indonesia
1. MPR Lembaga ini berdasarkan UUD psl 1,2,3. Anghota terdiri dari anggota DPR
dan DPD
2. Kekuasaan /fungsi MPR mengangkat ,melantik dan memberhentikan presiden
dan wakilnya. Dan berhak menetapkan dan mengubah
UUD(konstitusi),danGBHN Mempertahankan pembukaan
3. Presiden memegang kekuasan menurut UUD,Kewajiban dibantu oleh wapres dan
sekaligus presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintah
4. Tugas dan tangungjawab sebagai kepala Negara :serimonial dan protokoler
kenegaraan
5. Kekuasaan dan kewenangan presiden sebagai kepala pemerintah, adalah tugasnya
karena fungsinya sebagai penyelenggaraan legislative
6. Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR dan menetapkan PP utk mnjlnkn
UU tersebut
7. MA/MK/KY, Kekuasaan merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakan hokum dan peradilan MA badan peradilanlingkungan bawah adalah
peradilan umum, agama, militer, TU Negara oleh MK dan MA Berwenang
mengadili tgkt katasi danmenguji UU peraturan dibawah UU dan 4 FUNGSI
peradilan, pengawasan, pengaturan dan pemberian nasihat.
a. Ketatanegaraan Sebelum Perubahan UUD 1945
1. UUD 1945
2. MPR (Konsultatif)
3. DPR (Legislatif)
4. Presiden (eksekutif)
5. BPK (Inspektif)
6. DPA dihapus
7. MA (Yudikatif)
b. Ketatanegaraan Setelah Amademen UUD 1945
1. UUD 1945
2. BPK
3. Legislatif terdiri dari MPR,DPD,dan DPR
4. Eksekutif terdiri dari Presiden dan Wakil Presiden
5. Yudikatif terdiri dari MK,MA,dan KY
c. Dalam 4 Kali Amademen UUD 1945, Maka Lahirlah 3 Lembaga Negara
1. DPD : Dewan Perwakilan Daerah Berdasarkan UUD 1945 PSL 22 Tahun
2004 Tentang DPD
2. MK : Mahkamah Konstitusi Berdasar UURI No 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi
3. KY : Komisi Yudisial Berdasarkan UU RI No 22 Tahun 2004 Tentang
Komisi Yudisial
2.11. Bentuk Pemerintahan
Setiap negara memiliki bentuk pemerintahan masing-masing. Bentuk
pemerintahan adalah rangkaian institusi politik yang dipakai untuk
mengorganisasikan suatu negara untuk menegakkan kekuasaan atas suatu komunitas
politik. Bentuk pemerintahan didunia ini secara umum diklasifikasikan menjadi
bentuk pemerintahan klasik dan bentuk pemerintahan modern.
Bentuk Pemerintahan Indonesia - Republik Konstitusional. Indonesia
menerapkan bentuk pemerintahan republik konstitusional sebagai bentuk
pemerintahan. Dalam konstitusi Indonesia Undang-undang Dasar 1945 pasal 1 ayat(1)
disebutkan "Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik".
Bentuk pemerintahan republik sebenarnya masih dapat dibedakan menjadi
republik absolut, republik parlementer dan republik konstitusional. Bentuk
Pemerintahan Republik Konstitusional yang diterapkan di Indonesia memiliki ciri
pemerintahan dipegang oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan yang dibatasi oleh
konstitusi (UUD). Pasal 4 ayat(1) UUD 1945 dijelaskan "Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar."
Presiden dibantu oleh wakil presiden saat menjalankan tugas dan kewajiban. Di
negara yang menggunakan bentuk pemerintahan republik konstitusional, kekuasaan
presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak diwariskan. Terdapat
masa jabatan tertentu dan ketika masa jabatan tersebut habis, untuk menentukan
presiden selanjutnya dilakukan melalui cara tertentu sesuai konstitusi yang berlaku.
Di Indonesia cara memilih presiden adalah secara langsung melalui Pemilihan
Umum(PEMILU). Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan yang
diusung partai politik atau koalisi parpol. Baca selengkapnya > Sistem Pemilu
Indonesia. Presiden dibatasi oleh UUD1945 sebagai konstitusi yang menjadi ladasan
utama menjalankan pemerintahan. UUD adalah sebuah kontrak sosial antara rakyat
dan penguasa. UUD mengatur pembagian kekuasaan, menjalankan kekuasaan, hak
dan kewajiban, dan aturan lain tentang kehidupan bernegara.
2.12. Sistem Pemerintahan
1) Sistem Parlementer
Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen
memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki
wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan
pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda
dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden
dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.
Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun
dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung
dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen,
sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada
pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif,
menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan
keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan. Sistem parlemen
dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena kefleksibilitasannya dan
tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke
pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan
Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang
jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala pemerintahan
adalah perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit
atau seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki seorang presiden
terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan
dalam sistem ini. Negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer adalah
Inggris, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura dan sebagainya.
Ciri-ciri pemerintahan parlemen yaitu:
1. Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan
kepala negara dikepalai oleh presiden/raja.
2. Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi
berdasarkan undang-undang.
3. Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-
departemen.
4. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
5. Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
6. Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Kelebihan dan kelemahan sistem parlementer:
a. Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer
1. Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi
penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan
eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
2. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik
jelas.
3. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga
kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
4. Pembuatan keputusan memakan waktu yang cepat.
b. Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer
1. Kedudukan badan eksekutif atau kabinet sangat tergantung pada mayoritas
dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh
parlemen.
2. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan
berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat
bubar.
3. Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota
kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai mayoritas. Karena
pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat
mengusai parlemen.
4. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif.
Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi
bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
2) Sistem Presidensial
Sistem presidensial (presidensiil), atau disebut juga dengan sistem
kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan
eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif. Untuk
disebut sebagai sistem presidensial, bentuk pemerintahan ini harus memiliki tiga
unsur yaitu:
1. Presiden yang dipilih rakyat
2. Presiden secara bersamaan menjabat sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan dan dalam jabatannya ini mengangkat pejabat-pejabat
pemerintahan yang terkait.
3. Presiden harus dijamin memiliki kewenangan legislatif oleh UUD atau
konstitusi.
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak
dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun
masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan
pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal,
posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran
tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini
dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara
Amerika Latin dan Amerika Tengah.
Ciri-ciri pemerintahan presidensial yaitu:
1. Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala
negara.
2. Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih
langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
3. Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-
departemen.
4. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan
kepada kekuasaan legislatif).
5. Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
6. Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Kelebihan dan kelemahan sistem presidensial:
a. Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial
1. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada
parlemen.
2. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu.
Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden
Filipina adalah enam tahun dan Presiden Indonesia adalah lima tahun.
3. Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa
jabatannya.
4. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat
diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
b. Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial
1. Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat
menciptakan kekuasaan mutlak.
2. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
3. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar
antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas.
4. Pembuatan keputusan memakan waktu yang lama.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sejalan dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh
terjadinya perubahan besar dalam pegimbangan politik di dalam negara dan
masyarakat, sebelumya pada era orde lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di
tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada orde baru terjadi pergeseran pusat
kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun
harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara
mengejutkan memenangi pemilu lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah
beberapa sekelumit cerita tentang orde lama dan orde baru, tentang bagaimana
kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru
akhirnya tumbang bersamaan dengan tumbangnya Pak Soeharto atas desakan para
mahasiswa di depan gendung DPR.
3.2. Saran
Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi
sebelumnya. Budaya birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme
berakar kuat hingga reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi
Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan
regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan
penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup
semakin menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin
buruknya mentalitas birokrasi secara institusional maupun individu.
Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang
efisien dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil
maupun militer secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai
dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun
hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh
media menjadi salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk
suksesi. Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan
dengan catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk
merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun
sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk
memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus
bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri
bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset negara untuk dijadikan
simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa
menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.