25
Naskah Seminar Hasil 1 ANALISIS KINERJA DAN BEBAN KERJA PILOT DALAM KAITANNYA DENGAN KECELAKAAN PESAWAT TERBANG; Studi Kasus Penerbangan Sipil di Indonesia Diajukan Oleh : Abadi Dwi Saputra 12/341003/STK/00384 PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK

Naskah seminar hasil 1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Naskah seminar hasil 1

Naskah Seminar Hasil 1

ANALISIS KINERJA DAN BEBAN KERJA PILOT DALAM KAITANNYA DENGAN

KECELAKAAN PESAWAT TERBANG;Studi Kasus Penerbangan Sipil di Indonesia

Diajukan Oleh :

Abadi Dwi Saputra12/341003/STK/00384

PROGRAM PASCASARJANAFAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA

2015

Page 2: Naskah seminar hasil 1

ANALISIS KINERJA DAN BEBAN KERJA PILOT DALAM KAITANNYA DENGAN KECELAKAAN PESAWAT TERBANG;

Studi Kasus Penerbangan Sipil di Indonesia

Abadi Dwi SaputraMahasiswa S3

Jurusan Teknik Sipil dan LingkunganUniversitas Gadjah Mada

Jln. Grafika No. 2, Yogyakarta, [email protected]

Sigit PriyantoProfesor

Jurusan Teknik Sipil dan LingkunganUniversitas Gadjah Mada

Jln. Grafika No. 2, Yogyakarta, [email protected]

Imam MuthoharDoktor

Jurusan Teknik Sipil dan LingkunganUniversitas Gadjah Mada

Jln. Grafika No. 2, Yogyakarta, [email protected]

Magda BhinnetyDoktor

Fakultas PsikologiUniversitas Gadjah Mada

Jln. Humaniora No.1, Yogyakarta, [email protected]

ABSTRAK : Dari berbagai laporan resmi penyelidikan tentang sebab-sebab kecelakaan dapat digambarkan bahwa angka kecelakaan penerbangan yang disebabkan kesalahan manusia relatif tetap besar. Fenomena ini kemudian menarik bagi peneliti untuk melihat dampak hubungan yang akan dianalisis dalam penelitian ini yakni antara pengaruh waktu (phases of time), fase terbang (flight phase), lokasi (location), dan cuaca (weather) terhadap terjadinya kecelakaan pesawat terbang secara langsung (direct effect) dan juga pengaruhnya terhadap pilot itu sendiri dalam hal ini adalah pengaruh terhadap kinerja (performance) dan beban kerja (workload) yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat terbang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis Partial Least Square (PLS) dan Subjective Workload Assessment Technique (SWAT). Hasil akhir dalam penelitian ini adalah, untuk analisis PLS berdasarkan nilai t statistik, maka hubungan yang signifikan pada alpha 5% adalah phase of time terhadap performance, flight phase terhadap accident, location terhadap performance, weather terhadap performance, dan weather terhadap accident. Sedangkan, hubungan antara phase of time terhadap accident, flight phase terhadap performance, location terhadap accident dan performance terhadap accident, tidak signifikan pada alpha 5% karena nilai t stastistik lebih kecil dari 2.0. Sementara itu untuk analisis dengan menggunakan metode SWAT Beban kerja mental pilot akan meningkat (level tertinggi) apabila dihadapkan pada kondisi penerbangan dilakukan pada dini hari (early morning (00.00.am–05.59 am)), saat hari libur (weekend) dan memasuki periode peak season, serta pada saat pesawat akan melakukan prosedur pendaratan (landing), dan juga apabila terjadi perubahan kondisi angin (wind condition) dalam penerbangannya, dan akan semakin bertambah beban kerja mental seorang pilot jika dihadapkan pada kondisi pengoperasian pesawat dengan kondisi (route condition) permukaan daratan yang memiliki kontur pegunungan (mountainious).

Kata kunci : Kecelakaan Pesawat, Pilot, PLS, SWAT

1

Page 3: Naskah seminar hasil 1

I. PENDAHULUANKecelakaan pesawat terbang

sesungguhnya berkaitan erat dengan keselamatan terbang dan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab penerbang seorang diri tetapi dipengaruhi oleh satu atau lebih gabungan dari tiga faktor utama dalam penerbangan yaitu manusia, mesin dan media. Faktor manusia meliputi kesiapan manusia yaitu kesiapan penerbang beserta awak lainnya. Faktor mesin menunjuk pada pesawat terbang itu sendiri, sedangkan faktor media meliputi gejala alam, yaitu keadaan cuaca, medan, ketinggian dan angin.

Dari berbagai laporan resmi penyelidikan tentang sebab-sebab kecelakaan dapat digambarkan bahwa angka kecelakaan penerbangan yang disebabkan kesalahan manusia relatif tetap besar. Menurut FAA (Federal Aviation Administration) terdapat tiga faktor penyebab kecelakaan yaitu faktor cuaca (weather) sebesar 13,2 %, armada (pesawat) yang digunakan sebesar 27,1 % dan hampir 66% dari keseluruhan kecelakaan (accidents) maupun insiden (incidents) penerbangan disebabkan karena kesalahan manusia (human error) dalam mengoperasikan sistem penerbangan itu sendiri (Susetyadi, et.al. 2008).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu menunjukan adanya keterkaitan hubungan antara kecelakaan pesawat terbang dengan faktor manusia (human factor), baik yang berasal dari dalam individu pilot itu sendiri (internal factor) diantaranya adalah faktor usia, jenis kelamin, pengalaman/total jam terbang, tingkat kecerdasan dan tingkat pendidikan maupun kondisi yang berasal dari luar (external factor) diantaranya faktor cuaca, lokasi, fase terbang, tipe pesawat, dan kondisi terbang yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan pesawat terbang yang diakibatkan oleh manusia.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengisi celah penelitian (research gap) sebelumnya sehingga dapat melengkapi dan meyempurnakannya, celah penelitian (research gap) yang hendak diisi adalah, apabila penelitian sebelumnya sebagian besar meneliti tentang hubungan antara berbagai faktor yang dapat mempengaruhi manusia dalam hal ini

pilot terhadap terjadinya kecelakaan, maka pada penelitian ini selain membahas faktor-faktor yang dapat mengakibatkan suatu kecelakaan secara langsung juga untuk menelitinya secara tidak langsung, dalam hal ini akan melalui variabel antara (intervening or mediating variable) yakni kinerja (performance) terhadap terjadinya kecelakaan pesawat terbang.

Fenomena ini kemudian menarik bagi peneliti untuk melihat dampak hubungan yang akan dianalisis dalam penelitian ini yakni antara pengaruh waktu (phases of time), fase terbang (flight phase), lokasi (location), dan cuaca (weather) terhadap terjadinya kecelakaan pesawat terbang secara langsung (direct effect) dan juga pengaruhnya terhadap pilot itu sendiri dalam hal ini adalah pengaruh terhadap kinerja (performance) dan beban kerja (workload) yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat terbang (indirect effect).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis varians yaitu PLS (Partial Least Square) untuk menganalisis pengaruh waktu (phases of time), fase terbang (flight phase), lokasi (location), dan cuaca (weather) terhadap terjadinya kecelakaan pesawat terbang dan juga pengaruhnya terhadap pilot itu sendiri. PLS sendiri merupakan metode analisis yang powerfull karena metode tersebut tidak didasarkan pada banyaknya asumsi dimana seperti data tidak harus berdistribusi multivariat normal dan sampel tidak harus besar.

Sementara itu metode analisis SWAT (Subjective Workload Assessment Technique) digunakan untuk menganalisis permasalahan beban kerja seperti apa yang sering dialami oleh pilot pesawat terbang yang memiliki kaitan dengan kecendrungan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia (human error) yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat terbang.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Menguji dan menganalisis pengaruh waktu

(phases of time), fase terbang (flight phase), lokasi (location), dan cuaca (weather)

2

Page 4: Naskah seminar hasil 1

terhadap terjadinya kecelakaan pesawat terbang.

2. Menguji dan menganalisis pengaruh waktu (phases of time), fase terbang (flight phase), lokasi (location), dan cuaca (weather) terhadap kinerja (performance) pilot.

3. Menguji dan menganalisis hubungan terbang ditinjau dari aspek waktu (phases of time), fase terbang (flight phase), lokasi (location), dan cuaca (weather) bagi pilot terhadap potensi terjadinya kecelakaan pesawat terbang.

4. Mengetahui besarnya nilai pengaruh langsung dan tidak langsung masing-masing variabel prediktor terhadap variabel kecelakaan pesawat terbang.

5. Mengetahui kesesuaian model teoritis faktor waktu (phases of time), fase terbang (flight phase), lokasi (location), dan cuaca (weather) terhadap terjadinya kecelakaan pesawat terbang dengan data empiris.

6. Menganalisis kondisi yang bagaimana yang membebani pilot yang memiliki kaitan dengan kecendrungan terjadinya kecelakaan pesawat terbang.

7. Mengetahui kategori dari beban kerja yang dialami oleh pilot.

II. TINJAUAN PUSTAKA1. Kecelakaan Pesawat Terbang

Dalam dunia penerbangan dikenal 3 macam pengertian kecelakaan pesawat terbang yakni kecelakaan (accident), kejadian serius (serious incident) dan kejadian/insiden (incident). Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO), pengertian kecelakaan pesawat udara sipil (Accident) adalah ”suatu kejadian yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat udara yang terjadi sejak seseorang naik pesawat udara untuk maksud penerbangan sampai suatu waktu ketika semua orang telah meninggalkan (turun dari) atau keluar dari pesawat udara” (ICAO Annex 13, 2001). Lain halnya dengan Serious Incident, ICAO (Annex 13, 2001) mengartikan serious incident sebagai “suatu “incident” yang menyangkut keadaan dan yang mengindikasikan bahwa suatu “accident” nyaris terjadi”. Perbedaan antara suatu “accident” dengan suatu “serious incident” hanya terletak pada akibatnya.

Sementara itu untuk pengertian insiden pesawat (aircraft incident) menurut ICAO, NTSB, dan Boeing adalah “suatu kejadian selain daripada suatu “accident” yang terkait dengan pengoperasian suatu pesawat udara yang berdampak atau dapat berdampak terhadap keselamatan atas pengoperasian tersebut” (ICAO Annex 13, 2001 dan Boeing, 2012).

2. KinerjaDalam mendefinisikan Kinerja

(performance), banyak ahli yang mengemukakan pendapat yang berbeda-beda, namun pada hakekatnya mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Kinerja (performance) berasal dari kata “to perform” adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakaannya sesuai dengan tanggung jawab dan sesuai dengan hasil yang diharapkan, sedangkan arti kata performance merupakan kata benda (noun) dimana salah satunya adalah: “thing done” (sesuatu hasil yang telah dikerjakan), sehingga arti kata performance atau kinerja adalah sebagai berikut “performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1999)”.

Sementara itu Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja menurut Mangkunegara (2005) adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Davis yang merumuskan bahwa:Human performance= Ability+MotivationMotivation = Attitude+SituationAbility = Knowledge+Skill

3. Beban Kerja MentalBeban kerja mental adalah sebuah kondisi

yang dalami oleh pekerja dalam pelaksanaan tugasnya dimana hanya terdapat sumber daya mental dalam kondisi yang terbatas (Wignjoesoebroto, 2003). Pengukuran beban

3

Page 5: Naskah seminar hasil 1

kerja mental dapat dilakukan dengan dua cara yaitu subjective measure dan objective measure. Kedua jenis pengukuran ini masing-masing mempunyai keunggulan tersendiri untuk mengevaluasi beban kerja mental. Subjective measure adalah metode pengukuran beban kerja berdasarkan pendapat subjektif dari responden yang diteliti beban kerjanya dan merupakan teknik pengukuran yang paling banyak digunakan karena mempunyai tingkat validitas yang tinggi dan bersifat langsung dibandingkan dengan pengukuran lain. Subjective measure memiliki tujuan untuk menentukan pengukuran terbaik berdasarkan perhitungan eksperimental, menentukan perbedaan skala untuk jenis pekerjaan dan mengidentifikasi faktor beban kerja yang berhubungan secara langsung dengan beban kerja mental (Pheasant, 1991). Sementara itu Objective measure adalah metode pengukuran beban kerja berdasarkan pengukuran alat ukur tertentu bukan berdasarkan pendapat subjektif responden.

4. Waktu Terbang (Phases of Time)

Waktu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) adalah “seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung. Dalam hal ini, skala waktu merupakan interval antara dua buah keadaan/kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu kejadian. Skala waktu diukur dengan satuan detik, menit, jam, hari, bulan, tahun, windu, dekade, abad, milenium dan seterusnya”. Dalam dunia penerbangan dikenal siklus arus penumpang, yaitu musim padat penumpang (peak season), yang biasa berlangsung selama liburan sekolah, liburan akhir tahun, liburan lebaran atau liburan akhir pekan. Siklus lain arus penumpang dalam dunia bisnis penerbangan adalah musim sepi penumpang yang biasa berlangsung pada bulan Januari dan bulan Agustus-Nopember. Selain itu juga terdapat puncak jam sibuk lalu lintas udara (peak traffic hour) dalam dunia penerbangan yakni dari pukul 06.00 hingga 21.00 (Handoyo dan Sudibyo, 2010).

5. Fase Terbang (Flight phase)Fase terbang atau flight phase adalah

“tahapan terbang dari suatu pesawat udara dari

tinggal landas sampai pada pendaratan berikutnya, tetapi tidak termasuk pendaratan teknis (technical landing). Penerbangan dimulai dari seseorang naik pesawat udara untuk maksud penerbangan sampai suatu waktu ketika semua orang telah meninggalkan (turun dari) atau keluar dari pesawat udara” (Annex 13, 2001). Fase terbang terdiri atas suatu rangkaian, diantaranya adalah: taxi, take off, climb, cruise, descent, approach dan landing. (ICAO, 2006).

6. Lokasi (Location)Pengertian lokasi menurut Kartawidjaja

(1988) adalah “posisi suatu tempat, benda, peristiwa, atau gejala di permukaan bumi dalam hubungannya dengan tempat, gejala atau peristiwa lain”. Sedangkan menurut Tarigan (2005) bahwa “landasan dari lokasi adalah ruang”. Ruang disini adalah permukaan bumi yang ada di atas atau di bawah sepanjang manusia masih bisa menjangkaunya.

Dalam dunia penerbangan pengertian lokasi lebih tertuju pada kondisi daratan suatu daerah (terrain) yakni permukaan bumi yang berisi/mengandung fitur-fitur yang terjadi secara alami seperti gunung, bukit, lembah, perairan, es permanent dan salju, tidak termasuk “obstacle” (Sukajaya et.al. 2010).

7. Cuaca (Weather)Cuaca adalah keadaan udara pada saat

tertentu dan diwilayah tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat. Cuaca (weather) dan iklim (climate) merupakan suatu kondisi udara yang terjadi di permukaan bumi akibat adanya penyebaran pemerataan energi yang berasal dari matahari yang diterima oleh permukaan bumi (Lakitan, 1997). Cuaca penerbangan adalah ”cuaca yang diperuntukkan khusus untuk dunia penerbangan, baik untuk saat lepas landas, mendarat maupun selama penerbangan. Informasi cuaca ini diberikan setiap waktu pada saat pesawat akan merencanakan penerbangan yang disesuaikan dengan jadwal penerbangan. Informasi cuaca pada saat lepas landas, selama perjalanan dan mendarat meliputi beberapa unsur cuaca, yaitu angin, jarak pandang, tekanan, jenis awan, dan suhu” (Handoyo dan Sudibyo, 2010). Fenomena cuaca yang

4

Page 6: Naskah seminar hasil 1

keberadaannya berada diluar kendali manusia, sering dimasukan kedalam faktor (pihak), yang dapat menjadi penyabab terjadinya sebuah kecelakaan.

III. METODOLOGI PENELITIAN1. Model Operasional Penelitian

Kerangka model operasional penelitian ini dibangun atas dasar eksplorasi mendalam pada teori-teori dan hasil kajian peneliti terdahulu. Dari kajian tersebut selanjutnya dapat digambarkan alur/konstruksi sebagai model operasional didalam penelitian ini sebagaimana pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka penelitian

Dalam penelitian ini analisa yang digunakan dalam memecahkan permasalahan adalah dengan menggunakan metode metode analisis Structural Equation Modeling (SEM) berbasis varians dengan pendekatan Partial Least Square (PLS) dan Subjective Workload Assesment Technique (SWAT) yang dipergunakan sebagai pendekatan dalam mengidentifikasikan terjadinya kecelakaan pesawat terbang yang diakibatkan oleh faktor manusia.

Dalam metode SEM-PLS, model yang dibangun mengandung dua unsur penting yaitu struktur model dan parameter model. Struktur model menggambarkan skema hubungan antar variabel, parameter model memberi informasi sifat hubungan ataupun pengaruh antar variabel tersebut. Sifat hubungan antar variabel dalam konstruk model ini (langsung, tidak langsung,

positif atau negatif) diasumsikan diawal (hipotesis) berdasar landasan teori, yang nantinya akan muncul sebagai parameter model saat permodel telah selesai diuji.

Variabel-variabel yang telah teridentifikasi dan secara teori maupun hasil penelitian memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung dengan kecelakaan pesawat terbang dimasukkan kedalam model menjadi konstruksi model seperti tergambar dalam kerangka konsep. Konstruksi model yang dibangun dalam penelitian ini melibatkan variabel: a) Kecelakaan pesawat terbang,

merupakan variabel laten (variabel yang tidak terukur langsung) adalah variabel yang menjadi bahasan utama dalam penelitian ini, terukur melalu variabel indikator (variabel observasi);

b) Kinerja pilot, variabel yang mempengaruhi secara langsung pada kecelakaan pesawat terbang, dipengaruhi oleh waktu (phases of time), fase terbang (flight phase), lokasi (location), dan cuaca (weather);

c) Waktu (phases of time), variabel yang mempengaruhi kinerja pilot dan kecelakaan pesawat terbang;

d) Fase terbang (flight phase), variabel yang mempengaruhi kinerja pilot dan kecelakaan pesawat terbang;

e) Lokasi (location), variabel yang mempengaruhi kinerja pilot dan kecelakaan pesawat terbang;

f) Cuaca (weather), variabel yang mempengaruhi kinerja pilot dan kecelakaan pesawat terbang.

Hasil yang diharapkan yaitu adanya hubungan yang signifikan atau nilai koefisien lintas (λ) yang nyata antara peubah laten kecelakaan pesawat terbang dan peubah-peubah manifesnya yaitu kinerja pilot, waktu (phases of time), fase terbang (flight phase), lokasi (location), dan cuaca (weather). Hal yang sama juga diharapkan untuk peubah laten kinerja pilot terhadap waktu (phases of time), fase terbang (flight phase), lokasi (location), dan cuaca (weather)

Sementara itu dengan menggunakan metode Subjective Workload Assesment Technique (SWAT) akan diketahui beban kerja

5

Page 7: Naskah seminar hasil 1

mental pilot dalam melakukan tugasnya. Dimensi-dimensi yang digunakan dalam SWAT terdiri dari tiga dimensi yaitu beban waktu (time load), beban usaha mental (mental effort load) dan beban tekanan psikologis (psychological stress load). Tiga dimensi didefinisikan oleh masing-masing deskriptor yang terdiri atas waktu (phases of time), fase terbang (flight phase), lokasi (location), dan cuaca (weather) untuk menunjukkan beban kerja dari tiap dimensi.

2. Metode Analisis DataPenelitian ini menggunakan metode

analisis PLS (Partial Least Square) dan SWAT (Subjective Workload Assessment Technique).a. Partial Least Square (PLS)

PLS pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold pada tahun 1966. PLS adalah metode lunak atau soft model karena didalam PLS pendugaannya tidak memerlukan asumsi sebaran (distribution free) dari peubah pengamatan dan ukuran contoh tidak harus besar, tetapi sedikitnya adalah sepuluh kali dari jumlah peubah-peubah yang digunakan dalam penelitian (Chin, 2000). Analisis ini dilakukan berdasarkan tujuan penelitian, adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :Estimasi Parameter SEM - Partial Least Square (PLS) :

Estimasi parameter pemodelan SEM dengan pendekatan PLS diperoleh melalui proses iterasi tiga tahap dengan menggunakan Ordinary Last Square (OLS) yaitu sebagai berikut:a) Tahap pertama menentukan estimasi bobot

(Weight Estimate) untuk menetapkan skor atau menghitung data variabel laten.

b) Tahap kedua menentukan estimasi jalur (estimasi untuk inner dan outer model) yang menghubungkan antar variabel laten dan estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya.

c) Tahap ketiga menentukan estimasi rata-rata dan lokasi parameter untuk indikator dan variabel laten.

Langkah-langkah analisis model fit persamaan struktural dengan SEM- Partial Least Square (PLS) :

Dalam penelitian ini, analisis data pada SEM-PLS akan menggunakan bantuan software LVPLS.a) Mendapatkan model berbasis konsep dan

teori untuk merancang model struktural (hubungan antar variabel laten) dan model pengukurannya, yaitu hubungan antara indikator-indikator dengan variabel laten.

b) Membuat diagram jalur (diagram path) yang menjelaskan pola hubungan antara variabel laten dengan indikatornya.

c) Konversi diagram jalur kedalam persamaan.d) Melakukan evaluasi goodness of fit yaitu

dengan evaluasi model pengukuran (outer model) dengan melihat validitas dan reabilitas. Jika model pengukuran valid dan reliabel maka dapat dilakukan tahap selanjutnya yaitu evaluasi model struktural. Jika tidak, maka harus kembali mengkonstruksi diagram jalur.

e) Intepretasi model.

b. SWAT (Subjective Workload Assessment Technique)SWAT dikembangkan karena munculnya

kebutuhan pengukuran subjektif yang dapat digunakan dalam lingkungan yang sebenarnya dan merupakan salah satu cara penganalisaan beban kerja dengan metoda subjektif yang unik, dimana menurut metoda ini beban kerja manusia dipengaruhi oleh tiga dimensi tingkah laku, yaitu Time (T), Effort (E) dan Stress (S). Metoda SWAT dikembangkan oleh Reid dan Nygren pada Amstrong Medical Research Laboratory dengan dasar metode penskalaan konjoin. SWAT dibuat sedemikian rupa sehingga tanggapan hanya diberikan melalui tiga deskriptor pada masing-masing dimensi. Pendekatan ini mengurangi tingkat kesulitan dari jumlah waktu yang dibutuhkan mengingat jumlah dan kompleksitas deskriptor yang diberikan oleh subjek pada waktu pengujian. Tiga dimensi yang digunakan dalam SWAT didefinisikan masing-masing oleh tiga deskriptor untuk menunjukkan beban kerja dari tiap dimensi. Dimensi ini dikembangkan berdasarkan teori yang diajukan oleh Sheridan dan Simpson (1979) dalam mendefinisikan beban kerja pilot. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa SWAT ini dapat

6

Page 8: Naskah seminar hasil 1

digunakan secara luas, tidak hanya pada ruang lingkup pilot saja (Reid, 1989).a) Beban Waktu (Time Load), dimensi beban

waktu tergantung dari ketersediaan waktu dan kemampuan melangkahi dalam suatu aktifitas. Hal ini berkaitan erat dengan analisis batas waktu yang merupakan metode primer untuk mengetahui apakah subjek dapat menyelesaikan tugasnya dalam rentang waktu yang telah diberikan. Tingkatan deskriptor beban waktu dalam SWAT adalah (Reid, 1989):1) Selalu mempunyai waktu lebih.

Interupsi diantara aktivitas tidak atau jarang terjadi.

2) Kadang-kadang mempunyai waktu lebih. Interupsi diantara aktivitas sering terjadi.

3) Tidak mempunyai waktu lebih. Interupsi diantara aktivitas sering atau selalu terjadi.

b) Beban Usaha Mental (Mental Effort Load), merupakan indikator besarnya kebutuhan mental dan perhatian yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu aktivitas, independen terhadap jumlah sub pekerjaan atau batasan waktu. Dengan beban usaha mental rendah, konsentrasi dan perhatian yang dibutuhkan untuk melakukan suatu aktivitas rendah dan performansi cenderung otomatis. Sejalan dengan meningkatnya beban ini, konsentrasi dan perhatian yang dibutuhkan meningkat pula. Usaha mental yang tinggi membutuhkan keseluruhan konsentrasi dan perhatian sesuai dengan kerumitan pekerjaan atau jumlah informasi yang harus diproses. Tingkatan deskriptor beban usaha mental dalam SWAT adalah (Reid, 1989):1) Kebutuhan konsentrasi dan usaha

mental sadar sangat kecil. Aktivitas yang dilakukan hampir otomatis dan tidak membutuhkan perhatian.

2) Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sedang. Kerumitan aktivitas sedang hingga tinggi sejalan dengan ketidakpastian, ketidak mampu prediksian dan ketidak kenalan. Perhatian tambahan diperlukan.

3) Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sangat besar dan diperlukan sekali. Aktivitas yang kompleks dan membutuhkan perhatian total.

c) Beban Tekanan Psikologis (Psychological Stress Load), beban tekanan psikologis berkaitan dengan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya kebingungan, frustasi dan ketakutan selama melaksanakan pekerjaan dengan demikian menyebabkan penyelesaian pekerjaan tampak lebih sulit dilakukan daripada sebenarnya. Pada tingkat stres rendah, orang cenderung rileks. Seiring dengan meningkatnya stres, terjadi pengacauan konsentrasi terhadap aspek yang relevan dari suatu pekerjaan yang lebih disebabkan oleh faktor individual subjek. Sebagian besar dari faktor ini mempengaruhi performansi subjek secara langsung jika mereka sampai pada tingkatan yang tinggi. Tingkatan deskriptor beban tekanan psikologis dalam SWAT adalah (Reid, 1989):1) Kebingungan, resiko, frustasi atau

kegelisahan dapat diatasi dengan mudah.

2) Stress yang muncul dan berkaitan dengan kebingungan, frustasi dan kegelisahan menambah beban kerja yang dialami. Kompensasi tambahan perlu dilakukan untuk menjaga performansi subjek.

3) Stress yang tinggi dan intens berkaitan dengan kebingungan, frustasi dan kegelisahan. Membutuhkan pengendalian diri yang sangat besar.

Metode Pengumpulan DataSurvei untuk mengumpulkan data-data

yang dibutuhkan dalam penelitian ini dengan cara menyebarkan kuesioner untuk diisi oleh pilot dan dilakukan pada saat pilot tidak dalam kondisi on duty melainkan pada saat off duty. Kuesioner SWAT yang digunakan terdiri atas 2 model, yaitu: a) Kuesioner pembuatan skala, berisi pairwase

comparasion procedure dimana terdapat tiga pasangan perbandingan dimensi-dimensi yang digunakan dalam SWAT,

7

Page 9: Naskah seminar hasil 1

yaitu beban waktu (T), beban usaha mental (E), dan beban tekanan psikologis (S).

b) Kuesioner pembuatan nilai, dalam kuesioner ini, responden diminta untuk memberikan nilai terhadap beban kerja (T, E dan S) yang dialaminya.

Metode Pengolahan DataProsedur penerapan metode SWAT terdiri

dari dua tahapan, yaitu tahapan penskalaan (scale development) dan tahap penilaian (event scoring). Adapun langkah-langkah dalam pemecahan SWAT adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Langkah pemecahan SWAT

Pembuatan Skala (scale development), pada langkah pertama dilaksanakan pengurutan 27 kartu yang merupakan kombinasi dari ketiga persepsi beban kerja mental dalam SWAT (Time, Effort, dan Stress). 27 kombinasi tingkatan beban kerja mental diurutkan dengan kombinasi dari urutan beban kerja terendah sampai dengan tertinggi berdasarkan persepsi yang dipahami oleh responden dan tidak ada suatu aturan mana yang benar dan salah. Dalam hal ini pengurutan kartu yang benar adalah yang dilakukan menurut intuisi dan preferensi yang diyakini dan dipahami oleh responden. Pengurutan kartu dilakukan untuk mencapai tiga tujuan. Pertama adalah protoyping dan penentuan penggunaan jenis skala pada tiap responden melalui Kendall’s Coefficient of Concordance. Kedua adalah Axiom Test, dan yang ketiga adalah Scaling Solution. Kendall’s Coefficient of Concordance Test, terdapat tiga metode untuk menginterpretasikan

skala akhir SWAT, Group Scaling Solution (GSS), Prototyped Scaling Solution (PSS), dan Individual Scaling Solution (ISS). Dalam GSS, data dari seluruh responden akan dirata-ratakan, dan algoritma penskalaan konjoin akan menghasilkan skala berdasarkan rata-rata ini dan selanjutnya skala akan digunakan secara bersama-sama oleh seluruh responden. Sementara dalam PSS, responden dikelompokkan sesuai hasil prototyping dan tiga kelompok tersebut akan memiliki skala SWAT masing-masing. Sedangkan dalam ISS data responden dianalisa secara terpisah dan skala SWAT diturunkan untuk setiap individu responden. Kriteria pembuatan ketiga skala ini ditentukan dari Kendall’s Coefficient of Concordance. Jika nilai koefisien ≥ 0,75 maka dapat dikatakan bahwa indeks kesepakatan dalam penyusunan kartu diantara responden relatif sama dan homogen. Dengan demikian maka digunakan skala kelompok. Sebaliknya jika nilai koefisien < 0,75 maka akan digunakan PSS, tetapi hal ini masih harus diselidiki lagi melalui Axiom Test, jika hasil menunjukkan banyak pelanggaran pada sifat-sifat model aditif yang menjadi asumsi dasar dari penskalaan SWAT, maka harus digunakan ISS.Axiom Test, dilakukan untuk menguji kesesuaian model aditif dan kekonsistensian terhadap pengurutan kartu. Dalam tes ini akan diuji tiga sifat dasar dari model aditif, yaitu idependensi, penggagalan ganda dan idependensi gabungan. Bila pelanggaran terhadap independensi dan idependensi gabungan < 20, maka data pengurutan kartu responden dapat dianggap memenuhi sifat dasar model aditif pada prototype yang bersangkutan. Dengan demikian maka data scale development dapat ditangani dengan menggunakan metode PSS untuk menghasilkan skala SWAT. Apabila pelanggaran aksioma > 20, maka harus dilakukan Individual Axiom Test untuk menyelidiki apakah data pengurutan kartu responden dianggap memenuhi sifat dasar model aditif. Jika hasil Individual Axiom Test ini menunjukkan pelanggaran terhadap idependensi dan idependensi gabungan < 20, maka data pengurutan kartu responden dianggap memenuhi sifat dasar model aditif. Data scale development dapat ditangani dengan

8

Page 10: Naskah seminar hasil 1

metode ISS untuk menghasilkan skala SWAT. Bilamana hasil Individual Axiom Test ini masih menunjukan pelanggaran aksioma > 20, maka data responden tersebut sebaiknya didrop dari penelitian.Scaling Solution, merupakan proses perhitungan skala yang akan digunakan oleh tiap responden, baik itu Group Scaling Solution (GSS), Prototyped Scaling Solution (PSS), maupun Individual Scaling Solution (ISS).Tahap Penilaian (event scoring), pada tahap penilaian, sebuah aktifitas atau kejadian akan dinilai dengan menggunakan tingkatan rendah (1), sedang (2) dan tinggi (3) untuk setiap dimensi atau faktor yang ada. Nilai skala yang berkaitan dengan kombinasi tersebut (yang didapat dari tahap peskalaan) kemudian dipakai sebagai nilai beban kerja untuk aktivitas yang bersangkutan, dari konversi ini akan dapat diketahui apakah aktivitas yang dilakukan responden tersebut tergolong ringan, sedang atau berat (Wignjosoebroto & Zaini, 2007).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN1. Hasil dan Pembahasan Analisis PLS

Dengan menggunakan LVPLS, kemudian model dieksekusi dengan menggunakan LVPLS. Berikut ini hasil tampilan hasil LVPLS (Output)

Gambar 3 Tampilan hasil LVPLS

a. Evaluasi Model Pengukuran (Measurement outer model)Evaluasi awal terhadap model pengukuran

adalah item reliability atau indikator validitas, hal ini dapat dilihat dari nilai loading factor. Nilai loading factor dibawaj 0.5 akan didrop dari model,. Dari hasil pengolahan terdapat 2 indikator yang didrop dari model karena memiliki nilai loading

factor dibawah 0.5. nilai loading factor tiap-tiap indikator dapat dilihat pada Tabel 2, dibawah.

Tabel 1. Factor Loading, Residual dan WeightConstructIndicator Mea

n Stdev Loading

Residual

Weight

Phases of Time

X1.1 3.696154 1.070842 0.5644 0.6815 0.0415

X1.2 3.188462 0.85597 0.824 0.321 0.2443

X1.3 3.55 0.92655 0.6342 0.5978 -0.0731

X1.4 3.696154 1.070842 0.6498 0.5778 -

0.0938

X1.5 3.726923 1.121244 0.6811 0.5361 -

0.0745

X1.6 3.165385 0.954341 0.9463 0.1045 0.5925

X1.7 3.723077 1.118572 0.5544 0.6926 0.0842

X1.8 3.284615 0.923604 0.8858 0.2154 0.3679

Flight Phase

X2.1 4.007692 0.994162 0.831 0.3095 0.2357

X2.2 3.815385 0.9114 0.638 0.5929 0.1993X2.3 3 0.9903 0.6831 0.5334 0.3093

X2.4 2.992308 0.982442 0.5028 0.7472 0.1561

X2.5 3.688462 0.878234 0.7367 0.4573 0.2115

X2.6 3.873077 1.17044 0.8566 0.2662 0.2702

Location

X3.1 3.369231 0.947571 0.7804 0.3909 0.4285

X3.2 3.55 0.951224 0.8158 0.3345 0.3879

X3.3 4.157692 0.65328 0.6714 0.5492 0.5201

Weather

X4.1 3.711538 0.911881 0.6199 0.6157 0.1961

X4.2 3.815385 0.9114 0.6567 0.5687 0.2093

X4.3 3.665385 1.168916 0.8217 0.3248 0.3197

X4.4 3.515385 1.143959 0.7682 0.4098 0.2386

X4.5 2.992308 0.994162 0.6292 0.6041 0.2805

X4.6 3.676923 0.840255 0.6219 0.6132 0.1905

Performance

Y1.1 4.369231 0.670831 0.6589 0.5658 0.0816

Y1.2 4.119231 0.661413 0.709 0.4973 0.1072

Y1.3 4.15 0.672545 0.6111 0.6265 0.0679

Y1.4 4.157692 0.65328 0.7496 0.4381 0.1673

Y1.5 4.442308 0.686704 0.7406 0.4515 0.1229

Y1.6 4.092308 0.60175 0.6847 0.5312 0.0975

Y1.7 4.453846 0.704224 0.7119 0.4932 0.1122

Y1.8 3.711538 0.911881 0.542 0.7062 0.1284

Y1.9 3.676923 0.840255 0.507 0.743 0.1177

Y1.10 4.038462 0.66232

1 0.689 0.5253 0.0935

Y1.1 3.915385 0.63409 0.6846 0.5313 0.1013

9

Page 11: Naskah seminar hasil 1

ConstructIndicator Mean Stdev Loadin

gResidu

alWeig

ht1 7

Y1.12 3.753846 0.71456

5 0.5167 0.7331 0.0686

Y1.13 3.803846 0.65464

2 0.5342 0.7147 0.0604

Y1.14 4 0.60244 0.5027 0.7473 0.0669

Y1.15 3.876923 0.65188 0.6569 0.5685 0.0873

Y1.16 3.753846 0.70367

5 0.6282 0.6054 0.0701

Accident

Y2.1 3.476923 1.092024 0.8589 0.2623 0.124

Y2.2 2.992308 0.994162 0.7925 0.372 0.1344

Y2.3 3.126923 1.011157 0.6423 0.5875 0.0911

Y2.4 3.446154 1.069489 0.7635 0.4171 0.1051

Y2.5 3.45 1.076872 0.8084 0.3464 0.1142

Y2.6 3.634615 1.159631 0.7662 0.413 0.1414

Y2.8 3.665385 1.168916 0.7662 0.4129 0.147

Y2.9 2.969231 0.962128 0.6789 0.539 0.1067

Y2.10 3.469231 1.07759

5 0.8048 0.3524 0.1138

Y2.12 2.961538 0.95378

8 0.7171 0.4858 0.1147

Y2.13 3.657692 1.14665 0.6904 0.5233 0.1285

Sumber: Pengolahan data dengan LVPLS, 2015

Pemeriksaan selanjutnya adalah melihat reliabilitas konstruk. Ada dua metode yang dilakukan yaitu dengan cronbach’s alpha dan composite reliability. Konstruk dinyatakan reliabel jika memiliki nilai composite reliability dan atau cronbach’s alpha diatas 0.7. berikut ini adalah hasil LVPLS.

Tabel 2. Reliability dan AVE

Construct Composite Relibility

Cronbach Alpha

Phases of Time 0.898384 0.939654Flight Phase 0.861289 0.80618Location 0.801359 0.661075Weather 0.843895 0.781472Performance 0.915399 0.897563Accident 0.935828 0.923908

Sumber: Pengolahan data dengan LVPLS, 2015

Dari hasil diatas, terdapat nilai cronbach’s alpha yang reliabilitasnya kurang dari 0.7, yaitu location (0.661076). meski demikian, bila digunakan metode composite reliability, nilai reliabilitas konstruknya diatas 0.70.

Setelah pemeriksaan reliabilitas konstruk, dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap discriminant validity, hal ini disebabkan karena

indikator dalam penelitian ini diukur dengan indikator reflektif. Pemeriksaan dilakukan dengan melihat nilai cross loading sebagai berikut.

Tabel 3. Cross Loading Scale Items

Phase of

Time

Flight Phase Location Weather Performance Accident

X1.1 0.6566 0.0698 -0.0372 -0.0157 -0.0073 0.0649X1.2 0.8284 -0.1535 -0.1572 -0.2328 -0.0763 -0.1393X1.3 0.639 0.0557 0.035 -0.0395 0.024 0.0414X1.4 0.6566 0.0698 -0.0372 -0.0157 -0.0073 0.0649X1.5 0.6858 0.1026 0.0192 -0.0229 -0.0187 0.0555X1.6 0.9479 -0.3376 -0.3077 -0.4294 -0.099 -0.3646X1.7 0.5562 0.0447 0.0088 -0.0445 -0.0126 -0.0523X1.8 0.8888 -0.228 -0.2409 -0.3269 -0.0877 -0.2182X2.1 -0.3128 0.831 0.5688 0.65 0.224 0.5435X2.2 -0.3157 0.638 0.6287 0.6567 0.3358 0.425X2.3 -0.1007 0.6831 0.2889 0.6298 -0.0182 0.7868X2.4 -0.0917 0.5028 0.1315 0.3334 -0.0708 0.4117X2.5 -0.0999 0.7367 0.6236 0.4958 0.1946 0.4891X2.6 -0.4734 0.8566 0.5666 0.7243 0.1634 0.645X3.1 -0.3664 0.691 0.7804 0.6599 0.18 0.5769X3.2 -0.2568 0.6665 0.8158 0.5638 0.2026 0.4778X3.3 -0.1005 0.1915 0.6714 0.2624 0.7496 0.1056X4.1 -0.267 0.3009 0.3067 0.6199 0.542 0.2918X4.2 -0.3157 0.638 0.6287 0.6567 0.3358 0.425X4.3 -0.4932 0.6805 0.6081 0.8217 0.2629 0.7662X4.4 -0.3817 0.7197 0.5152 0.7682 0.1297 0.6032X4.5 -0.0948 0.6811 0.2886 0.6292 -0.0254 0.7925X4.6 -0.177 0.3076 0.2514 0.6219 0.507 0.2924Y1.1 0.0063 0.1033 0.3255 0.1407 0.6589 -0.004Y1.2 -0.1203 0.0741 0.3827 0.1874 0.709 0.0009Y1.3 0.0484 -0.0124 0.2573 0.0187 0.6112 -0.0671Y1.4 -0.1005 0.1915 0.6714 0.2624 0.7496 0.1056Y1.5 0.0131 0.1105 0.4481 0.1918 0.7406 0.0743Y1.6 -0.0552 0.1146 0.4004 0.1573 0.6847 -0.0054Y1.7 0.0539 0.1486 0.4044 0.2131 0.7119 0.1524Y1.8 -0.267 0.3009 0.3067 0.6199 0.542 0.2918Y1.9 -0.177 0.3076 0.2514 0.6219 0.507 0.2924Y1.10 0.0562 0.0742 0.3091 0.1628 0.689 0.0446Y1.11 -0.122 0.0941 0.3199 0.2485 0.6846 0.0338Y1.12 -0.0007 0.007 0.1819 0.1441 0.5167 -0.0887Y1.13 -0.0599 -0.1232 0.148 0.0066 0.5341 -0.1191Y1.14 0.0157 0.0344 0.2622 0.062 0.5026 -0.0211Y1.15 -0.1686 0.1175 0.2954 0.2413 0.6569 0.0621Y1.16 -0.0968 0.035 0.1954 0.1826 0.6282 -0.057Y2.1 -0.277 0.6159 0.2953 0.6077 0.0386 0.8589Y2.2 -0.0948 0.6811 0.2886 0.6292 -0.0254 0.7925Y2.3 0.0784 0.5133 0.3637 0.4277 0.057 0.6423Y2.4 -0.2264 0.5277 0.2517 0.5116 0.0322 0.7635Y2.5 -0.2495 0.5624 0.3255 0.5665 0.043 0.8084Y2.6 -0.4707 0.6576 0.5291 0.7776 0.2215 0.7661Y2.8 -0.4932 0.6805 0.6081 0.8217 0.2629 0.7662Y2.9 -0.1398 0.5622 0.2969 0.4874 -0.034 0.679

10

Page 12: Naskah seminar hasil 1

Scale Items

Phase of

Time

Flight Phase Location Weather Performance Accident

Y2.10 -0.259 0.5721 0.2359 0.5481 0.0216 0.8047Y2.12 -0.0888 0.5696 0.2055 0.5274 -0.0689 0.7171Y2.13 -0.4473 0.6252 0.5367 0.7016 0.2262 0.6904

Sumber: Pengolahan data dengan LVPLS, 2015

Pengujian discriminant validity adalah bahwa indikator pada suatu konstruk akan mempunyai nilai loading factor terbesar pada konstruk yang dibentuknya daripada loading factor dengan konstuk yang lain. Berdasarkan pada Tabel 3 diatas tampak bahwa semua loading factor memiliki nilai diatas 0.50. Hal ini dapat disimpulkan bahwa konstruk mempunyai convergent validity yang baik. Nilai cross loading juga menunjukkan adanya discriminant validity yang baik oleh karena nilai korelasi indikator terhadap konsrak lebih tinggi dibandingkan nilai korelasi indikator dengan konstruk lainnya.

b. Evaluasi Model Strutural (Measurement inner model)

Setelah model yang diestimasi memenuhi kriteria discriminant validity berikutnya dilakukan pengujian model struktural (inner model). Menilai inner model adalah melihat hubungan antar konstruk laten dengan melihat hasil estimasi koefisiennparameter path dan tingkat signifikansinya. Berikut adal nilai R-square pada konstruk.

Tabel 4. Nilai R-square

Construct R-square

Phases of Time -Flight Phase -Location -Weather -Performance 0.440Accident 0.739

Sumber: Pengolahan data dengan LVPLS, 2015

Tabel 4 diatas, menunjukkan bahwa nilai R-square konstruk performance (kinerja) adalah sebesar 44 % (0.440). Hal tersebut berarti bahwa secara bersama-sama, konstruk phases of time (waktu), flight phase (fase terbang), location (kondisi permukaan dataran), dan weather (cuaca) berpengaruh/mampu menjelaskan sebesar 44 % persen terhadap

performance (kinerja) dan sisanya dipengaruhi/dijelaskan oleh variabel lain.

Sedangkan konstruk accident (kecelakaan), secara bersama-sama, konstruk phases of time (waktu), flight phase (fase terbang), location (kondisi permukaan dataran), weather (cuaca), dan performance (kinerja) berpengaruh/mampu menjelaskan sebesar 73.9 % persen terhadap accident (kecelakaan) dan sisanya dipengaruhi/dijelaskan oleh variabel lain.c. Pengujian Hipotesis

Dasar yang digunakan dalam mengaji hipotesis adalah nilai yang terdapat pada output result for inner weight berikiut ini:

Tabel 5. Result for Inner Weight Entire Sample

Estimate

Mean of Subsample

Standard Error T-Statistic

Phase of time->Performance 0.117 0.1137 0.0547 2.1405 Phase of time->Accident 0.003 0.0349 0.0301 0.0998Flight phase->Performance -0.69 -0.6953 0.1277 -5.4052

Flight phase->Accident 0.333 0.3244 0.078 4.2711Location->Performance 0.661 0.6231 0.1578 4.1901

Location->Accident -0.031 -0.0511 0.0385 -0.8052 Weather->Performance 0.584 0.6341 0.2504 2.3321

Weather->Accident 0.625 0.6448 0.0694 9.0084Performance->Accident -0.179 -0.1872 0.053 -3.3756

Sumber: Pengolahan data dengan LVPLS, 2015

Berdasarkan nilai t statistik, maka hubngan yang signifikan pada alpha 5% adalah phase of time terhadap performance, flight phase terhadap accident, location terhadap performance, weather terhadap performance, dan weather terhadap accident. Sedangkan, hubungan antara phase of time terhadap accident, flight phase terhadap performance, location terhadap accident dan performance terhadap accident, tidak signifikan pada alpha 5% karena nilai t stastistik lebih kecil dari 2.0.

2. Hasil dan Pembahasan Analisis SWATUntuk mengetahui kondisi mana yang paling

terbebani, dapat dilihat pada perhitungan mean dari setiap level pada faktor yang ada. Dan kondisi yang paling terbebani terletak pada interaksi dari level tiap faktor dengan rata-rata (mean) beban kerja mental (mental workload) yang paling besar.

Tabel 6 Kondisi Paling Terbebani

Kondisi Pengoperasian Pesawat Mean Beban Mental Pilot

Waktu Terbang (Phases of Time)1. Hour Period

11

Page 13: Naskah seminar hasil 1

Kondisi Pengoperasian Pesawat Mean Beban Mental Pilot

- Morning (6.00am-11.59am) 59.70654 - Afternoon (12.00pm-17.59pm) 47.90692 - Night (18.00pm-23.59pm) 58.70192 - Early morning (00.00am-5.59am) 66.40692 *

2. Week Period - Weekend 59.91346 * - Weekday 43.193853. Month Period - Peak Season 66.58885 * - Non Peak Season 41.05615Fase Terbang (Flight Phase) - Take Off 82.98923 - Climb 46.76846 - Cruise 28.21577 - Descent 41.22231 - Approach 69.55538 - Landing 86.80000 *Lokasi (Terrain Condition) - Plateau 63.27846 - Mountainous 75.72192 * - Relatively Flat 42.38154Weather - Wind 84.61731 * - Visibility Condition 79.45962 - Pressure 41.74923 - Cloud 74.28231 - Temperature Condition 41.82231 - Ceiling 50.94846

Pada Tabel 6, angka yang bertanda bintang (*) merupakan level dengan beban terberat pada tiap-tiap dimensi. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi yang paling terbebani oleh dimensi-dimensi tersebut adalah, untuk dimensi waktu terbang (phases of time) beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan apabila dilihat dari periode waktu (hour period) adalah penerbangan yang dilakukan pada dini hari (early morning (00.00.am–05.59 am)), hal ini dikarenakan secara alamiah manusia dilahirkan untuk menjadi makhluk siang hari, artinya manusia bangun dan beraktifitas pada siang hari, dan beristirahat atau tidur pada malam hari, kehidupan ini mengikuti suatu ritme kehidupan biologis yang disebut dengan ritme circadian (circadian rhythm), ketika siklus/ritme tersebut terganggu akibat dari perubahan jam kerja dimana tubuh yang seharusnya berada pada fase istirahat/relaks dituntut untuk bekerja sehingga menyebabkan hilangnya waktu istirahat (tidur), maka dampak buruk akan terjadi baik bersifat fisik maupun psikis, yang hal ini dapat mempengaruhi beban kerja mental bagi seorang pilot, sedangkan jika ditinjau dari periode hari/minggu (week period) beban mental yang tertinggi terjadi apabila penerbangan dilakukan pada saat hari libur atau weekend, sedangkan untuk periode musim/bulan (month period), beban

tertinggi terjadi pada saat peak season, hal ini dikarenakan dalam dunia penerbangan dikenal siklus arus penumpang, yaitu musim padat penumpang (peak season), yang biasa berlangsung selama liburan sekolah (pertengahan tahun-bulan Juni/Juli), liburan akhir tahun (bulan Desember), liburan lebaran atau liburan akhir pekan (long weekend).

Untuk dimensi fase terbang (flight phase) nilai beban kerja mental pilot akan meningkat (level tertinggi) atau beban mental pilot tertinggi apabila dihadapkan pada saat pesawat akan melakukan prosedur pendaratan (landing), hal ini dikarenakan fakta bahwa fase landing adalah fase yang terjadi dekat dengan tanah (near the ground) sehingga mengakibatkan resiko yang lebih besar dalam hal keselamatan. Proses pendaratan pesawat atau landing adalah proses perpindahan ruang dari satu area/dimensi ke area/dimensi yang lain, dalam hal ini adalah perpindahan pesawat dari ruang area/dimensi angkasa yang bersifat tidak terbatas ke ruang area/dimensi yang jauh lebih terbatas yakni didarat Selain itu pada tahap ini juga banyak prosedur penggantian pengoperasian pesawat (aircraft configuration) yang harus dilakukan oleh pilot. Tingkat kompleksitas berbagai sistem yang harus dioperasikan oleh pilot akan mempengaruhi pula beban kerja mental, sehingga kemungkinan terjadinya error dapat meningkat

Sementara itu untuk dimensi lokasi atau terrain condition pilot merasa terbebani (beban mental tertinggi) jika dihadapkan pada kondisi pengoperasian pesawat dengan kondisi permukaan daratan yang memiliki kontur pegunungan, hal ini dikarenakan terdapat beberapa bahaya yang tidak ditemukan didataran yang datar (flat) diantaranya adalah perubahan angin yang sangat tiba-tiba yang menghasilkan severe updraft dan downdraft, awan dapat berkembang dengan cepat sehingga menutupi jarak pandang, dan area datar untuk forced landing (pendaratan darurat) yang tidak tersedia. Sedangkan jika ditinjau dari dimensi cuaca (weather), kondisi yang paling terbebani atau beban kerja mental pilot akan meningkat (level tertinggi) apabila pesawat menghadapi perubahan kondisi/fenomena angin. Dalam dunia penerbangan fenomena perubahan arah dan kecepatan angin didefinisikan sebagai wind shear. Wind shear dalam dunia penerbangan dirasa sangat mengganggu baik dalam proses take off maupun landing serta pada waktu mengudara, karena perubahan ini terjadi secara tiba-tiba terutama bila mendapat arus balik yang semula mendapat angin dari muka pesawat (head wind), dan dapat berubah 1800 secara tiba-tiba yang disertai dengan perubahan kecepatan angin, hal ini

12

Page 14: Naskah seminar hasil 1

semua dapat mempengaruhi beban kerja mental bagi seorang pilot.

Setiap aktifitas atau pekerjaan akan memberikan beban kerja yang berupa beban kerja fisik maupun beban kerja psikis. Beban kerja muncul karena adanya interaksi antara operator (manusia) dan tugas yang diberikan. Dalam melaksanakannya interaksi tersebut seringkali manusia merasakan gangguan sebagai akibat dari faktor pembebanan yang dirasakan. Faktor pembebanan ini dapat berupa fisik maupun psikis. Pada jenis aktifitas atau pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi dan membutuhkan banyak konsentrasi dan perhatian dalam hal ini pengoperasian pesawat terbang, maka beban kerja psikislah yang paling dominan. Beban psikis yang yang terlampau tinggi akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan yang disebut dengan kelelahan psikis (boredom), yaitu suatu keadaan yang kompleks yang ditandai oleh oleh menurunnya penggiatan pusat syaraf, yang disertai dengan munculnya perasaan-perasaan kelelahan, keletihan, kelesuan dan berkurangnya tingkat kewaspadaan, dan hal inilah yang harus jadi perhatian.

Berdasar analisa yang telah dilakukan, diketahui bahwa beban kerja mental keseluruhan pilot dikategorikan dalam kategori beban kerja tinggi (overload), dimana jika dijabarkan beban kerja mental pilot akan meningkat (level tertinggi) apabila dihadapkan pada kondisi penerbangan dilakukan pada dini hari (early morning (00.00am–05.59 am)), saat hari libur (weekend) dan memasuki periode peak season, serta pada saat pesawat akan melakukan prosedur pendaratan (landing), dan juga apabila terjadi perubahan kondisi angin (wind condition) dalam penerbangannya, dan akan semakin bertambah beban kerja mental seorang pilot jika dihadapkan pada kondisi pengoperasian pesawat dengan kondisi (route condition) permukaan daratan yang memiliki kontur pegunungan (mountainious). Beban kerja yang tinggi (overload) merupakan stresor penting dalam penerbangan yang dapat memberikan dampak negatif bagi tingkat kelelahan (fatique). Seperti diketahui bahwa salah satu penyebab utama kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah stress dan kelelahan (fatique). Kelelahan bisa disebabkan oleh sebab fisik ataupun tekanan mental (beban mental). Kelelahan yang terjadi pada pilot diduga lebih banyak disebabkan oleh beban mental (mental fatique), dan keadaanya diperberat oleh lingkungan kerja yang kekurangan oksigen, dalam penelitian ini didapati bahwa beban mental pilot tergolong dalam kategori tinggi

(overload) dan dapat mempengaruhi tingkat kelelahan dari pilot itu sendiri dan jika tidak dikendalikan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang.

V. KESIMPULAN DAN SARAN1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari pengolahan data dan dilakukannya analisa, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil untuk menjawab tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Model PLS dapat digunakan untuk

menganalisa hubungan antara dua kelompok atau lebih yang terdiri dari peubah-peubah laten dan peubah-peubah manifes dan metode ini juga mampu untuk memberikan informasi secara simultan mengenai koefisiesn lintas model pengukuran dan model struktural dan tingkat hubungan antar peubah-peubah laten dan peubah-peubah manifes , sehingga perhitungan-perhitungan statistik dengan menggunakan metode PLS menjadi lebih efektif dan efisien.

2. Berdasarkan nilai t statistik, maka hubngan yang signifikan pada alpha 5% adalah phase of time terhadap performance, flight phase terhadap accident, location terhadap performance, weather terhadap performance, dan weather terhadap accident. Sedangkan, hubungan antara phase of time terhadap accident, flight phase terhadap performance, location terhadap accident dan performance terhadap accident, tidak signifikan pada alpha 5% karena nilai t stastistik lebih kecil dari 2.0.

3. Nilai koefisien Kendall menentukan penskalaan yang akan dilakukan jika nilai koefisien yang dihasilkan ≤ 0.75maka peneliti harus melakukan penskalaan individu yaitu skala akan dilakukan berdasarkan skala masing-masing operator, dan jika nilai koefisien Kendall yang dihasilkan ≥ 0.75 maka dilakukan penskalaan kelompok/Group Scale maksudnya adalah bahwa seluruh operator yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang sama. Hasil dari software SWAT pada penelitian ini

13

Page 15: Naskah seminar hasil 1

menghasilkan keseluruhan nilai koefisien Kendall memenuhi kriteria penskalaan kelompok ≥ 0.75maka hasil yang diperoleh dari urutan kartu akan diambil berdasarkan Kelompok /Group Scale.

4. Secara keseluruhan, tingkatan kepentingan relatif yang paling tinggi adalah dimensi beban usaha waktu (time), maka semua subyek mempunyai kesepakatan dan menganggap bahwa faktor beban waktu (time) merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental pilot dalam melaksanakan operasional penerbangan.

5. Beban kerja mental pilot akan meningkat (level tertinggi) apabila dihadapkan pada kondisi penerbangan dilakukan pada dini hari (early morning (00.00.am–05.59 am)), saat hari libur (weekend) dan memasuki periode peak season, serta pada saat pesawat akan melakukan prosedur pendaratan (landing), dan juga apabila terjadi perubahan kondisi angin (wind condition) dalam penerbangannya, dan akan semakin bertambah beban kerja mental seorang pilot jika dihadapkan pada kondisi pengoperasian pesawat dengan kondisi (route condition) permukaan daratan yang memiliki kontur pegunungan (mountainious).

2. SaranBerdasarkan hasil kesimpulan diatas,

maka peneliti dapat memberikan saran yang mungkin bisa bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. Saran-saran dapat dikemukakan sebagai berikut :1. Dalam penelitian untuk mengetahui beban

kerja ini sebaiknya menggunakan semacam fasilitas (flight simulator) yang mampu mensimulasikan keadaan sebenarnya sehingga diharapkan hasil yang didapat akan mendekati kenyataan.

2. Dalam penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian pengembangan metode SWAT, terutama pada fase scale development perlu perhatian khusus untuk menghasilkan data yang objektif.

3. Perlu dilakukan penelitian pengembangan dengan membandingkan dengan data resmi

kecelakaan pesawat terbang yang terjadi di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKABoeing, (2012), Statistical Summary of

Commercial Jet Airplane Accidents Worlwide Operation 1959 – 2011, Boeing,

Chin, W.W., (2000), Partial Least Square for Reseracher: A Overview and Presentation of Recent Advances Using The PLS Approach.

Handoyo, S., & Sudibyo, D., (2010), Aviapedia Ensiklopedia Umum Penerbangan, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta.

ICAO, (2001), Annex 13 Aircraft Accident and Incident Investigation – Ninth Edition, International Civil Aviation Organization, Montreal, Canada.

ICAO, (2006), Phase of Flight Definitions and Usage Notes Version 1.0.1, International Civil Aviation Organization, Montreal, Canada.

Kartawidjaja, O., (1988), Metoda Mengajar Geografi, Dirjen Dikti Depdikbud, Jakarta.

Lakitan, B., (1997), Dasar-dasar Klimatologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Mangkunegara, A.P., (2005), Evaluasi Kinerja SDM, PT. Refika Aditama, Bandung.

Pheasant, S., (1991), Ergonomics work and Health, London Macmillan press.

Prawirosentono, (1999), Kebijakan Performan Kakitangan, Edisi 1, BPPE, Yogyakarta.

Reid, G.B., (1989), Subjective Workload Assessment Technique (SWAT): A user’s Guide (U), Amstrong Aerospace Medical Research Laboratory, Ohio.

Sheridan, T.B., & Simpson, R.W., (1979), Toward The Definition and Measurement of The Mental Workload of Transport Pilots (FTL Report R79-4), Cambridge, MA: Flight Transportation Laboratory.

Sukajaya, C., Bisara, C.T., Rahardjo, B., & Dayaun, A.K, (2010), Pengertian dan Istilah Penerbangan Sipil, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sumaatmadja, N., (1988), Studi Geografi Pendekatan dan Analisa Keruangan, Alumni, Bandung.

14

Page 16: Naskah seminar hasil 1

Susetyadi, A., Masrifah, S., & Yuliawati, E., (2008), Pengkajian Kinerja Pilot Dalam Menunjang Keselamatan Penerbangan, LIPI, Jakarta.

Tarigan, R., (2005), Ekonomi Regional; Terapan dan Aplikasi. Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta.

Wignjosoebroto, S., (2003), Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Teknik Guna Widya, Surabaya.

Wignjosoebroto, S., & Zaini, P., (2007), Studi Aplikasi Ergonomi Kognitif Untuk Beban Kerja Mental Pilot Dalam Pelaksanaan Prosedur Pengendalian Pesawat Dengan Metode “SWAT”.

______, (1997), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

15